Peran Kepala Daerah Dalam Wewujudkan Good Governance
DAFTAR PUSTAKA
Agustino, Leo. 2007. Perihal Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Andrew, C. M. 1986. Central Government and Local Government in Indonesia. Oxford: Oxford University Press.
A.Ubaidillah dan Abdul Rozak, 2006, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, Jakarta : ICCE UIN Syarief Hidayatullah; Edisi refisi II.
Amir, Machmud. 1984. “Demokrasi, Undang-undang dan Peran Raakyat”, dalam Prisma No.8 LP3ES. Jakarta.
Apter, David E. 1985. Pengantar Analisa Politik. Jakarta : CV. Rajawali.
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta ; Gramedia Pustaka Tama.
Damanik, Jahutar.1985. Hukum Adat Simalungun. Medan: Penerbit Aslan.
Dede Mariana dan Caroline Paskarina. 2008. Demokrasi Dan Politik Desentralisasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Dwiyanto, Agus. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gajahmada Universiti Press.
Hadiwinata, Bob Sugeng; Schuck, Christoph. 2010. Demokrasi Di Indonesia : Teori Dan Praktik. Yogyakarta ; Graha Ilmu.
Hetifah Sj. Sumarto. 2003. Inovasi, Partisipasi dan Good Governance, Jakarta ; Yayasan Obor Indonesia.
Haris Syamsuddin. 2007. Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Jakarta: LIPI Press. Ida, Laode. 2005. Permasalahan Pemekaran Daerah di Indonesia,.Jakarta: Media Indonesia.
Kaloh, J. 2007. Mencari Bentuk Otonomi Daerah. Jakarta: Rineke Cipta.
(2)
Koirudin. 2005. Sketsa Kebijakan Desentralisasi di Indonesia Format Masa Depan Otonomi Menuju Kemandirian Daerah. Malang: Averroes Press.
Mardiasmo. 2004. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Martoyo, Susilo. 1999. Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BFTE Press.
Miftah, Thoha. 2003. Birokrasi dan Politik di Indonesia. Jakarta ; Penerbit Raja Grafindo Persada.
Moleong, Lexy J. 1994. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nawawi, Hadafi. 1987. Metodologi Penelitian Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Rosidin, Utung. 2010. Otonomi Daerah dan Desentralisasi. Bandung: Pustaka Setia. Sam M. Chan dan Tuti T. Sam. Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah, 2005, Jakarta: Rajawali Pers.
Santosa Pandji. 2008. Administrasi Publik, Teori dan Aplikasi Good Governance. PT Refika Aditama.
Salam, D. 2004. Otonomi Daerah, Dalam Perspektif Lingkungan, Nilai dan Sumber Daya. Bandung: Djambatan.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES.
Sitepu, P. Anthonius. 2012. Teori-Teori Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sorensen, George. 1993. Demokrasi dan Demokratisasi. Yogyakarta ; Pustaka Pelajar.
Sujatno. Adi. 2007. Moral Dan Etika Kepemimpinan:Merupakan Landasan Ke Arah Kepemimpinan Yang Baik (Good Governance). Jakarta: Team 4S
Supriatna, Tjhya. 1993. Sistem Administrasi Pemerintah di Daerah. Jakarta : Bumi Aksara.
(3)
Thoha, Miftah. 2003. Birokrasi Dan Politik Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Thompson, Dennis F. 2002. Etika Politik Pejabat Negara. Jakarta ; Yayasan Obor Indonesia.
Widjaja, H. 2003. Titik Berat Otonomi pada Daerah Tingkat II. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Tjokroamidjojo, Bintoro. 1974. Pengantar Administrasi Pembangunan. Jakarta : LP3 ES.
Sumber Lain :
Arsip Perpustakaan Pemerintah Kabupaten Simalungun
Undang-Undang No. 28 tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah. Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 Tentang pemerintah Daerah.
Situs Internet:
www.answer.com www.bappenas.go.id www.banyumaskab.go.id www.kemendagri.go.id www.kppod.org
www.otonomidaerah.net www.journalhome.com
(4)
BAB III
PERAN J.R SARAGIH DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE DI KABUPATEN SIMALUNGUN
Good governance adalah “mantra” yang diucapkan oleh banyak orang di Indonesia sejak 1993. Kata governance mewakili suatu etika baru yang terdengar rasional, profesional, dan demokratis, tidak soal apakah diucapkan di kantor Bank Dunia di Washington, AS atau di kantor LSM yang kumuh di pinggiran Jakarta. Dengan kata itu pula wakil dari berbagai golongan profesi seolah disatukan oleh
seruan kepada pemerintah yang korup di negara berkembang. “Good governance!” terkepung oleh seruan dari berbagai pihak, kalangan pejabat pemerintah pun lantas juga fasih menyebut konsep ini, meski dengan arti dan maksud yang berbeda.
Proses pemahaman umum mengenai governance atau tata pemerintahan mulai mengemuka di Indonesia sejak tahun 1990-an, dan mulai semakin bergulir pada tahun 1996, seiring dengan interaksi pemerintah Indonesia dengan negara luar sebagai negara-negara pemberi bantuan yang banyak menyoroti kondisi obyektif perkembangan ekonomi dan politik Indonesia. Istilah ini seringkali disangkutpautkan dengan kebijaksanaan pemberian bantuan dari negara donor, dengan menjadikan masalah isu tata pemerintahan sebagai salah satu aspek yang dipertimbangkan dalam pemberian bantuan, baik berupa pinjaman maupun hibah.
(5)
Kata governance sering dirancukan dengan government. Akibatnya, negara dan pemerintah menjadi korban utama dari seruan kolektif ini, bahwa mereka adalah sasaran nomor satu untuk melakukan perbaikan-perbaikan. Badan-badan keuangan internasional mengambil prioritas untuk memperbaiki birokrasi pemerintahan di Dunia Ketiga dalam skema good governance mereka. Aktivitis dan kaum oposan, dengan bersemangat, ikut juga dalam aktivitas ini dengan menambahkan prinsip-prinsip kebebasan politik sebagai bagian yang tak terelakkan dari usaha perbaikan institusi negara. Good governance bahkan berhasil mendekatkan hubungan antara badan-badan keuangan multilateral dengan para aktivis politik, yang sebelumnya bersikap sinis pada hubungan antara pemerintah negara berkembang dengan badan-badan ini. Maka, jadilah suatu sintesa antara tujuan ekonomi dengan politik.
Tetapi, sebagaimana layaknya suatu mantra, para pengucap tidak dapat menerangkan sebab akibat dari suatu kejadian, Mereka hanya mengetahui sebgian, yaitu bahwa sesuatu yang invisible hand menyukai mantra yang mereka ucapkan. Pada kasus good governance, para pengucap hanya mengetahui sedikit hal yaitu bahwa sesuatu yang tidak terbuka dan tidak terkontrol akan mengundang penyalahgunaan, bahwa program ekonomi tidak akan berhasil tanpa legitimasi, ketertiban sosial, dan efisiensi institusional.
(6)
III.1. Pengertian Good Governance
Good governance, yang diterjemahkan menjadi tata pemerintahan, adalah penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negara pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka.37
Definisi lain menyebutkan governance adalah mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan pengaruh sector negara dan sector non-pemerintah dalam suatu usaha kolektif. Definisi ini mengasumsikan banyak aktor yang terlibat dimana tidak ada yang sangat dominan yang menentukan gerak aktor lain. Pesan pertama dari terminologi governance membantah pemahaman formal tentang bekerjanya institusi-institusi negara. Governance mengakui bahwa didalam masyarakat terdapat banyak pusat pengambilan keputusan yang bekerja pada tingkat yang berbeda
Meskipun mengakui ada banyak aktor yang terlibat dalam proses sosial, governance bukanlah sesuatu yang terjadi secara chaotic, random atau tidak terduga.
37 Sedarmayanti, 2000. Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam Rangka Otonomi Daerah, Bandung: Mandar Maju, hal 2
(7)
Ada aturan-aturan main yang diikuti oleh berbagai aktor yang berbeda. Salah satu aturan main yang penting adalah adanya wewenang yang dijalankan oleh negara. Tetapi harus diingat, dalam konsep governance wewenang diasumsikan tidak diterapkan secara sepihak, melainkan melalui semacam konsensus dari pelaku-pelaku yang berbeda. Oleh sebab itu, karena melibatkan banyak pihak dan tidak bekerja berdasarkan dominasi pemerintah, maka pelaku-pelaku diluar pemerintah harus memiliki kompetensi untuk ikut membentuk, mengontrol, dan mematuhi wewenang yang dibentuk secara kolektif.
Lebih lanjut, disebutkan bahwa dalam konteks pembangunan, definisi governance adalah “mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial untuk
tujuan pembangunan”, sehingga good governance, dengan demikian, “adalah mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang substansial dan penerapannya untuk menunjang pembangunan yang stabil dengan syarat utama
efisien) dan (relatif) merata.”
Menurut dokumen United Nations Development Program (UNDP), tata
pemerintahan adalah “penggunaan wewenang ekonomi politik dan administrasi guna
mengelola urusan-urusan negra pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka.
(8)
Jelas bahwa good governance adalah masalah perimbangan antara negara, pasar dan masyarakat. Memang sampai saat ini, sejumlah karakteristik kebaikan dari suatu governance lebih banyak berkaitan dengan kinerja pemerintah. Pemerintah berkewajiban melakukan investasi untuk mempromosikan tujuan ekonomi jangka panjang seperti pendidikan kesehatan dan infrastuktur. Tetapi untuk mengimbangi negara, suatu masyarakat warga yang kompeten dibutuhkan melalui diterapkannya sistem demokrasi, rule of law, hak asasi manusia, dan dihargainya pluralisme. Good governance sangat terkait dengan dua hal yaitu (1) good governance tidak dapat dibatasi hanya pada tujuan ekonomi dan (2) tujuan ekonomi pun tidak dapat dicapai tanpa prasyarat politik tertentu.
Membangun good governance adalah mengubah cara kerja state, membuat pemerintah accountable, dan membangun pelaku-pelaku di luar negara cakap untuk ikut berperan membuat sistem baru yang bermanfaat secara umum. Dalam konteks ini, tidak ada satu tujuan pembangunan yang dapat diwujudkan dengan baik hanya dengan mengubah karakteristik dan cara kerja institusi negara dan pemerintah. Harus kita ingat, untuk mengakomodasi keragaman, good governance juga harus menjangkau berbagai tingkat wilayah politik. Karena itu, membangun good governance adalah proyek sosial yang besar. Agar realistis, usaha tersebut harus dilakukan secara bertahap. Untuk Indonesia, fleksibilitas dalam memahami konsep ini diperlukan agar dapat menangani realitas yang ada.
(9)
III.1. 1. Prinsip Utama Good Governance ( Tata Pemerintahan Yang Baik )
UNDP merekomendasikan beberapa karakteristik governance, yaitu legitimasi politik, kerjasama dengan institusi masyarakat sipil, kebebasan berasosiasi dan berpartisipasi, akuntabilitas birokratis dan keuangan (financial), manajemen sektor publik yang efisien, kebebasan informasi dan ekspresi, sistem yudisial yang adil dan dapat dipercaya. Sedangkan World Bank mengungkapkan sejumlah karakteristik good governance adalah masyarakat sipil yang kuat dan partisipatoris, terbuka, pembuatan kebijakan yang dapat diprediksi, eksekutif yang bertanggung jawab, birokrasi yang profesional dan aturan hukum.
Asian Development Bank sendiri menegaskan adanya konsensus umum bahwa good governance dilandasi oleh empat pilar yaitu accountability, transparency, predictability, dan participation. Jelas bahwa jumlah komponen atau pun prinsip yang melandasi tata pemerintahan yang baik sangat bervariasi dari satu institusi ke institusi lain, dari satu pakar ke pakar lainnya. Namun paling tidak ada sejumlah prinsip yang dianggap sebagai prinsip-prinsip utama yang melandasi good governance, yaitu transparansi, akuntabilitas dan partisipasi masyarakat.38
38 P.Loina Lalolo Krina, 2003. Indikator & Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas, Transparansi & Partisipasi, Jakarta: BAPPENAS, hal 27
(10)
III. 1.1.1. Transparansi
Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai.
Transparansi yakni adanya kebijakan terbuka bagi pengawasan. Sedangkan yang dimaksud dengan informasi adalah informasi mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah yang dapat dijangkau oleh publik. Keterbukaan informasi diharapkan akan menghasilkan persaingan politik yang sehat, toleran, dan kebijakan dibuat berdasarkan pada preferensi publik.
Prinsip ini memiliki dua aspek, yanag pertama adalah komunikasi publik oleh pemerintah, dan yang kedua adalah hak masyarakat terhadap akses informasi. Keduanya akan sangat sulit dilakukan jika pemerintah tidak menangani dengan baik kinerjanya. Manajemen kinerja yang baik adalah titik awal dari transparansi.
Komunikasi publik menuntut usaha afirmatif dari pemerintah untuk membuka dan mendiseminasi informasi maupun aktivitasnya yang relevan. Transparansi harus seimbang, juga, dengan kebutuhan akan kerahasiaan lembaga maupun informasi-informasi yang mempengaruhi hak privasi individu. Karena pemerintahan menghasilkan data dalam jumlah besar, maka dibutuhkan petugas informasi
(11)
professional, bukan untuk membuat dalih atas keputusan pemerintah, tetapi untuk menyebarluaskan keputusankeputusan yang penting kepada masyarakat serta menjelaskan alasan dari setiap kebijakan tersebut.
Peran media juga sangat penting bagi transparansi pemerintah, baik sebagai sebuah kesempatan untuk berkomunikasi pada publik maupun menjelaskan berbagai
informasi yang relevan, juga sebagai “watchdog” atas berbagai aksi pemerintah dan
perilaku menyimpang dari para aparat birokrasi. Jelas, media tidak akan dapat melakukan tugas ini tanpa adanya kebebasan pers, bebas dari intervensi pemerintah maupun pengaruh kepentingan bisnis.
Keterbukaan membawa konsekuensi adanya kontrol yang berlebih-lebihan dari masyarakat dan bahkan oleh media massa. Karena itu, kewajiban akan keterbukaan harus diimbangi dengan nilai pembatasan, yang mencakup kriteria yang jelas dari para aparat publik tentang jenis informasi apa saja yang mereka berikan dan pada siapa informasi tersebut diberikan.
Secara ringkas dapat disebutkan bahwa, prinsip transparasi paling tidak dapat diukur melalui sejumlah indikator seperti :
a. mekanisme yang menjamin sistem keterbukaan dan standarisasi dari semua proses-proses pelayanan publik.
(12)
b. mekanisme yang memfasilitasi pertanyaan-pertanyaan publik tentang berbagai kebijakan dan pelayanan publik, maupun proses-proses didalam sektor publik. c. mekanisme yang memfasilitasi pelaporan maupun penyebaran informasi
maupun penyimpangan tindakan aparat publik didalam kegiatan melayani.39
Keterbukaan pemerintah atas berbagai aspek pelayanan publik, pada akhirnya akan membuat pemerintah menjadi bertanggung gugat kepada semua stakeholders yang berkepentingan dengan proses maupun kegiatan dalam sektor publik.
III. 1.1.2. Akuntabilitas
Akuntabilitas menjadi kunci dari semua prinsip ini. Prinsip ini menuntut dua hal yaitu (1) kemampuan menjawab (answerability), dan (2) konsekuensi (consequences). Komponen pertama (istilah yang bermula dari responsibilitas) adalah berhubungan dengan tuntutan bagi para aparat untuk menjawab secara periodik setiap pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan bagaimana mereka menggunakan wewenang mereka, kemana sumber daya telah dipergunakan, dan apa yang telah dicapai dengan menggunakan sumber daya tersebut.
Prof. Miriam Budiardjo mendefinisikan akuntabilitas sebagai
“pertanggungjawaban pihak yang diberi mandat untuk memerintah kepada mereka
39 Hefifah S Sumarto, 2003, Inovasi, Partsipasi, dan Good Governance, Jakarta: Yayasan Obor
(13)
yang memberi mandat itu.” Akuntabilitas bermakna pertanggungjawaban dengan
menciptakan pengawasan melalui distribusi kekuasaan pada berbagai lembaga pemerintah sehingga mengurangi penumpukkan kekuasaan sekaligus menciptakan kondisi saling mengawasi (checks and balances sistem).40 Lembaga pemerintahan yang dimaksud adalah eksekutif (presiden, wakil presiden, dan kabinetnya), yudikatif (MA dan sistem peradilan) serta legislatif (MPR dan DPR). Peranan pers yang semakin penting dalam fungsi pengawasan ini menempatkannya sebagai pilar keempat.
Guy Peter menyebutkan adanya 3 tipe akuntabilitas yaitu :
1) Akuntabilitas keuangan 2) Akuntabilitas administrative 3) Akuntabilitas kebijakan publik41
Paparan ini tidak bermaksud untuk membahas tentang akuntabilitas keuangan, sehingga berbagai ukuran dan indikator yang digunakan berhubungan dengan akuntabilitas dalam bidang pelayanan publik maupun administrasi publik.
40
Miriam Budiarjo, 1998. Menggapai Kedaulatan Rakyat, Jakarta: Mizan, hal 78 41 www.journalhome.com diakses pada 19 Mei 2014 pukul 23.42 wib
(14)
Akuntabilitas publik adalah prinsip yang menjamin bahwa setiap kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka oleh pelaku kepada pihak-pihak yang terkena dampak penerapan kebijakan.
Pengambilan keputusan didalam organisasi-organisasi publik melibatkan banyak pihak. Oleh sebab itu wajar apabila rumusan kebijakan merupakan hasil kesepakatan antara warga pemilih (constituency) para pemimpin politik, teknokrat, birokrat atau administrator, serta para pelaksana di lapangan.
Sedangkan dalam bidang politik, yang juga berhubungan dengan masyarakat secara umum, akuntabilitas didefinisikan sebagai mekanisme penggantian pejabat atau penguasa, tidak ada usaha untuk membangun monoloyalitas secara sistematis, serta ada definisi dan penanganan yang jelas terhadap pelanggaran kekuasaan dibawah rule of law. Sedangkan publik accountability didefinisikan sebagai adanya pembatasan tugas yang jelas dan efisien.
Secara garis besar disimpulkan bahwa akuntabilitas berhubungan dengan kewajiban dari institusi pemerintahan maupun para aparat yang bekerja di dalamnya untuk membuat kebijakan maupun melakukan aksi yang sesuai dengan nilai yang berlaku maupun kebutuhan masyarakat. `Akuntabilitas publik menuntut adanya pembatasan tugas yang jelas dan efisien dari para aparat birokrasi.
(15)
Karena pemerintah bertanggung gugat baik dari segi penggunaan keuangan maupun sumber daya publik dan juga akan hasil, akuntabilitas internal harus dilengkapi dengan akuntabilitas eksternal , melalui umpan balik dari para pemakai jasa pelayanan maupun dari masyarakat.
Prinsip akuntabilitas publik adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran nilainilai atau norma-norma eksternal yang dimiliki oleh para stakeholders yang berkepentingan dengan pelayanan tersebut. Sehingga, berdasarkan tahapan sebuah program, akuntabilitas dari setiap tahapan adalah :
1. Pada tahap proses pembuatan sebuah keputusan, beberapa indikator untuk menjamin akuntabilitas publik adalah :
a) Pembuatan sebuah keputusan harus dibuat secara tertulis dan tersedia bagi setiap warga yang membutuhkan
b) Pembuatan keputusan sudah memenuhi standar etika dan nilai-nilai yang berlaku, artinya sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar maupun nilai-nilai yang berlaku di stakeholders
c) Adanya kejelasan dari sasaran kebijakan yang diambil, dan sudah sesuai dengan visi dan misi organisasi, serta standar yang berlaku
(16)
d) Adanya mekanisme untuk menjamin bahwa standar telah terpenuhi, dengan konsekuensi mekanisme pertanggungjawaban jika standar tersebut tidak terpenuhi
e) Konsistensi maupun kelayakan dari target operasional yang telah ditetapkan maupun prioritas dalam mencapai target tersebut.
2. Pada tahap sosialisasi kebijakan, beberapa indikator untuk menjamin akuntabilitas publik adalah :
a) penyebarluasan informasi mengenai suatu keputusan, melalui media massa, media nirmassa, maupun media komunikasi personal
b) Akurasi dan kelengkapan informasi yang berhubungan dengan caracara mencapai sasaran suatu program
c) Akses publik pada informasi atas suatu keputusan setelah keputusan dibuat dan mekanisme pengaduan masyarakat
d) Ketersediaan sistem informasi manajemen dan monitoring hasil yang telah dicapai oleh pemerintah.
e)
III.1.1.3. Partisipasi Masyarakat
Dalam proses pembangunan di segala sektor, aparat negara acapkali mengambil kebijakan-kebijakan yang terwujud dalam pelbagai keputusan yang
(17)
mengikat masyarakat umum dengan tujuan demi tercapainya tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi. Keputusan-keputusan semacam itu tidak jarang dapat membuka kemungkinan dilanggarnya hak-hak asasi warga negara akibat adanya pendirian sementara pejabat yang tidak rasional atau adanya program-program yang tidak mempertimbangkan pendapat rakyat kecil.
Bukan rahasia lagi bahwa di negara kita ini pertimbangan-pertimbangan ekonomis, stabilitas, dan security sering mengalahkan pertimbangan-pertimbangan mengenai aspirasi masyarakat dan hak asasi mereka sebagai warga negara. Pembangunan politis dalam banyak hal telah disubordinasi oleh pembangunan ekonomis maupun kebijakan-kebijakan pragmatis pejabat tertentu.
Partisipasi dibutuhkan dalam memperkuat demokrasi, meningkatkan kualitas dan efektivitas layanan publik, dalam mewujudkan kerangka yang cocok bagi partisipasi, perlu dipertimbangkan beberapa aspek, yaitu:
a) Partisipasi melalui institusi konstitusional (referendum, voting) dan jaringan civil society (inisiatif asosiasi)
b) Partisipasi individu dalam proses pengambilan keputusan, civil society sebagai service provider
(18)
d) Faktor-faktor lainnya, seperti transparansi, substansi proses terbuka dan konsentrasi pada kompetisi.
Partisipasi adalah prinsip bahwa setiap orang memiliki hak untuk terlibat dalam pengambilan keputusan di setiap kegiatan penyelenggaraan pemerintahan. Keterlibatan dalam pengambilan keputusan dapat dilakukan secara langsung atau secara tidak langsung.
Transparansi bermakna tersedianya informasi yang cukup, akurat dan tepat waktu tentang kebijakan publik, dan proses pembentukannya. Dengan ketersediaan informasi seperti ini masyarakat dapat ikut sekaligus mengawasi sehingga kebijakan publik yang muncul bisa memberikan hasil yang optimal bagi masyarakat serta mencegah terjadinya kecurangan dan manipulasi yang hanya akan menguntungkan salah satu kelompok masyarakat saja secara tidak proporsional.
Pendapat yang mengatakan bahwa partisipasi dapat dilihat melalui keterlibatan anggota-anggota masyarakat di dalam Pemilu saja, jelas merupakan pendapat yang kurang lengkap. Masih banyak pola perilaku informal yang dapat dijadikan patokan dalam menilai tingkat partisipasi dalam suatu masyarakat.
Jika orang bersedia menilai proses politik secara netral maka bentuk-bentuk perilaku massa berupa protes, aksi pamflet, ataupun pemogokan, sebenarnya juga termasuk partisipasi. Tindakan protes atau mogok, boleh jadi merupakan luapan dari
(19)
tuntutan massa akibat saluran-saluran aspirasi yang sebelumnya ada telah berkembang. Protes yang disertai aksi-aksi kekerasan terkadang semata-mata disebabkan oleh keputusasaan, kegusaran, dan terpendamnya konflik internal.
Suatu kebijakan mungkin pada dasarnya bertujuan mulia karena jelas-jelas akan bermanfaat untuk kepentingan umum. Namun seiring dilaksanakannya kebijakan tersebut dalam sistem birokrasi yang berjenjang seringkali terjadi pergeseran dan penyimpangan arah kebijakan tadi.
Bagaimanapun jika para birokrat tidak ingin kehilangan wibawanya dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan publik, para birokrat harus senantiasa memperhatikan aspirasi-aspirasi masyarakat dan mendukung partisipasi seluruh unsur kemasyarakatan secara wajar. Setidak-tidaknya ada dua alasan mengapa sistem partisipatoris dibutuhkan dalam negara demokratis. Pertama, ialah bahwa sesungguhnya rakyat sendirilah yang paling paham mengenai kebutuhannya. Dan kedua, bermula dari kenyataan bahwa pemerintahan yang modern cenderung semakin luas dan kompleks, birokrasi tumbuh membengkak di luar kendali. Oleh sebab itu, untuk menghindari alienasi warga negara, para warga negara itu harus dirangsang dan dibantu dalam membina hubungan dengan aparat pemerintah.
Dalam rangka penguatan partisipasi publik, beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah :
(20)
a) Mengeluarkan informasi yang dapat diakses oleh publik
b) Menyelenggarakan proses konsultasi untuk menggali dan
mengumpulkan masukan-masukan dari stakeholders termasuk aktivitas warga negara dalam kegiatan publik.
c) Mendelegasikan otoritas tertentu kepada pengguna jasa layanan publik seperti proses perencanaan dan penyediaan panduan bagi kegiatan masyarakat dan layanan publik.
Partisipasi masyarakat merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan itu sendiri, sehingga nantinya seluruh lapisan masyarakat akan memperoleh hak dan kekuatan yang sama untuk menuntut atau mendapatkan bagian yang adil dari manfaat pembangunan.
III.2. Good Governance Dan Otonomi Daerah
Kebijakan desentralisasi dan terjadinya reformasi pemerintahan yang terjadi di Indonesia telah mengakibatkan terjadinya pergeseran paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari paradigma sentralistis kearah desentralisasi riel yang ditandai dengan pemberian otonomi yang luas dan nyata pada Daerah. Pemberian otonomi ini dimaksudkan khususnya untuk lebih memandirikan Daerah serta pemberdayaan masyarakat (empowering).
(21)
Seiring dengan diberlakukannya dan dilaksanakannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, jika dilakukan pengkajian mendalam atas perlunya perubahan mendasar sistem Pemerintahan Daerah itu, maka pilihan terhadap pelaksanaan Otonomi Daerah yang seluas-luasnya sudah barang tentu diperkirakan dapat menjawab semangat reformasi yang sekarang memang sedang bergulir, lebih dapat menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat, lebih demokratis dan memenuhi kehendak dan aspirasi masyarakat yang menginginkan pelayanan prima dari aparatur birokrasi, transparan dan akuntabilitas.
Kondisi nyata saat ini kita masih dalam tahap konsolidasi yang konsentrasinya masih pada penataan urusan/kewenangan, kelembagaan, kepegawaian, aset, keuangan, serta penyesuaian-penyesuaian dalam bentuk regulasi dan lain lain.
Penyelenggaraan Pemerintahan yang bersih dan berwibawa (good government) pada saat ini merupakan prioritas utama dalam penegakkan citra pemerintah dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Pemerintah yang sampai saat ini dianggap masih sangat rendah. Dalam rangka itu, sebagaimana dituangkan dalam TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, dan Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), maka tindak lanjutnya diperlukan pengembangan dan penerapan sistem pertanggung jawaban yang tepat dan jelas dan legitimate, sehingga
(22)
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab, serta bebas dari KKN
Good Governance (kepemerintahan yan baik) merupakan isu sentral yang paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Tuntutan gencar yang dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintah yang baik adalah sejalan dengan meningkatnya tingkat pengetahuan dan pendidikan masyarakat, selain adanya pengaruh globalisasi . Pola lama penyelenggaraan pemerintahan, kini sudah tidak sesuai lagi dengan tatanan masyarakat yang sudah berubah. Oleh kareana itu, tuntutan ini merupakan hal yang wajar dan sudah seharusnya direspon oleh pemerintah dengan melakukan perubahan yang terarah pada terwujudnya penyelenggaraan pemerintah yang baik.42
Desentralisasi atau pendesentralisasian governance merujuk pada suatu upaya restrukturisasi atau reorganisasi dari kewenangan yang yang menciptakan tanggung jawab bersama diantara lembaga-lembaga di dalam governance baik di tingkat pusat, regional maupun lokal sesuai dengan prinsip saling menunjang yang diharapkan pada akhirnya adalah suatu kualitas dan efektifitas keseluruhan dari sistem governance tersebut termasuk peningkatan kewenangan dan kemampuan dari governance di tingkat lokal.
42 Dr. Sedarmayanti, Dra., M.Pd, 2003. Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam Rangka Otonomi
(23)
Desentralisasi bukan sekedar memindahkan sistem politik dan ekonomi yang lama dari pusat ke daerah, tetapi pemindahan tersebut harus pula disertai oleh perubahan kultural menuju arah yang lebih demokratis dan beradab. Melalui desentralisasi diharapkan akan meningkatkan peluang masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan kebijakan yang terkait dengan masalah sosial, politik, ekonomi. Hal ini sangatlah dimungkinkan karena karena lokus pengambilan keputusan menjadi lebih dekat dengan masyarakat.
Melalui proses ini maka desentralisasi diharapkan akan mampu meningkatkan penegakan hukum, meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemerintah dan sekaligus meningkatkan daya tanggap, transparansi dan akuntabilitas pemerintah daerah. Beberapa pengalaman empirik memang telah membuktikan bahwa desentralisasi tidak selalu berbanding lurus dengan terwujudnya good governance. Keberhasilan beberapa pemerintah daerah dalam membangun kinerja pelayanan publiknya hingga saat ini masih bisa dihitung dengan jari. Namun demikian pilihan untuk kembali ke arah sentralisasi tentunya bukanlah pilihan yang bijaksana dan hanya akan bersifat kontraproduktif belaka.
Pilihan pada desentralisasi sesungguhnya haruslah disikapi dengan penuh optimisme dan menjadikannya sebagai sebuah tantangan. Caranya adalah melalui kampanye yang terus menerus akan pentingnya implementasi good governance pada level pemerintahan daerah. Tentu saja perwujudan desentralisasi yang nyata dan
(24)
bertanggung jawab serta keberhasilan good governance di daerah bukanlah suatu hal yang instan semudah membalikan telapak tangan. Diperlukan komitmen yang kuat, proses pembelajaran yang terus menerus serta kesabaran kolektif dari segenap pemangku kepentingan baik di pusat maupun di daerah.
Guna menciptakan pemerintahan yang kuat dan pemerintahan yang bersih (good and clean governance), maka dibutuhkan keikhlasan segenap penyelenggara pemerintahan untuk beberapa hal, yakni :
1. Memiliki kepekaan yang tinggi terhadap fenomena-fenomena sosial budaya dan politik yang terjadi di tengah-tengah masyarakat
2. Mengenal seluk beluk akar permasalahan kesenjangan sosial ekonomi yang terjadi dalam masyarakat serta mengambil langkah-langkah penanganan yang bersifat persuasive
3. Meningkatkan pelayanan masyarakat yang lebih baik (pelayanan prima)43
Selanjutnya perlu mengaktualisasikan nilai-nilai kesatuan dan persatuan dalam rangka mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang tercermin dalam program-program kegiatan yang berwawasan kebangsaan serta program kerja yang visioner dan mengedepankan skala prioritas terhadap hal-hal
43 Esa Wahyu Endarti, Aplikasi Prinsip Good Governance Dalam Sektor Publik, Jurnal Administrasi Publik, ( Surabaya,April 2005) Hal 7
(25)
yang perlu segera ditangani. Bersifat responsif dan akomodatif baik dalam setiap merencanakan program kegiatan maupun disetiap melakukan kegiatan yang mengandung kepekaan dan keperdulian terhadap rakyat kecil dan penyandang masalah sosial ditengah situasi perekonomian yang belum kondusif, Dengan mendorong terwujudnya pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan prakarsa, kreativitas, dan peran serta masyarakat guna mewujudkan ketahanan masyarakat dan ketahanan nasional.
Konsep good governance sendiri dalam beberapa tahun belakangan ini banyak dibicarakan dalam berbagai konteks dan menjadi isu yang paling mengemuka dalam pengelolaan pemerintahan dan pelayanan kepada publik. Tuntutan ini sebagai akibat dari pola-pola lama penyelenggaraan pemerintahan dirasakan tidak sesuai lagi bagi tatanan masyarakat yang telah berubah atau dengan kata lain semakin tidak efektifnya pemerintahan disamping semakin berkembangnya kualitas demokrasi, hak asasi manusia dan partisipasi publik dalam pengambilan kebijakan. Jadi ada tekanan untuk mendefinisikan ulang terhadap peran-peran pemerintahan dalam hubungannya dengan masyarakat dan sektor swasta.
Sebagai suatu alternatif pengelolaan pemerintahan, konsep good governance berakar pada suatu gagasan adanya saling ketergantungan (interdependence) dan interaksi dari bermacam-macam aktor kelembagaan di semua level/tingkat dalam
(26)
negara, yakni pemerintah, swasta dan civil society dalam menjalankan fungsinya masing-masing.
III.2.1. Transaparansi Dalam Pemerintahan Daerah
Transparansi merupakan salah satu pilar dalam good governance. Adanya transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembuatan kebijakan dapat menjadi entery point bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi sehingga dapat melakukan check and balance terhadap jalannya pemerintahan.44
Transparansi penyelenggaraan pemerintah daerah dalam hubungannya dengan pemerintah daerah perlu kiranya perhatian terhadap beberapa hal berikut:
1. Publikasi dan sosialisasi kebijakan-kebijakan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.
2. Publikasi dan sosialisasi regulasi yang dikeluarkan pemerintah daerah tentang berbagai perizinan dan prosedurnya.
3. Publikasi dan sosialisasi tentang prosedur dan tata kerja pemerintah daerah
4. Transparansi dalam penawaran dan penetapan tender atau kontrak proyek-proyek pemerintah daerah kepada pihak ketiga.
44
(27)
5. Kesempatan masyarakat untuk mengakses informasi yang jujur dan benar terkait penyelengaraan pemerintah daerah.45
Transparansi berarti terbukanya akses bagi semua pihak yang berkepentingan terhadap setiap informasi terkait, seperti berbagai peraturan dan perundang-undangan, serta kebijakan pemerintah dengan biaya minimal. Penyebarluasan berbagai informasi yang selama ini aksesnya hanya dimiliki pemerintah dapat memberikan kesempatan kepada berbagai komponen masyarakat untuk turut mengambil keputusan. Oleh karena itu, perlu dicatat bahwa informasi ini bukan sekedar tersedia, tapi juga relevan dan bias dipahami publik. 46
Pemerintah daerah seharusnya perlu menyiapkan kebijakan yang jelas tentang cara mendapatkan informasi. Kebijakan ini akan memperjelas bentuk informasi yang dapat diakses masyarakat ataupun bentuk informasi yang bersifat rahasia, bagaimana cara mendapatkan informasi, lama waktu mendapatkan informasi serta prosedur pengaduan apabila informasi tidak sampai kepada masyarakat.
Instrumen dasar dari transparansi adalah peraturan yang menjamin hak untuk mendapatkan informasi, sedangkan instrumen pendukung adalah fasilitas database dan sarana informasi dan komunikasi dan petunjuk penyebarluasan produk-produk dan informasi yang ada di penyelenggara pemerintah, maupun prosedur pengaduan.
45 Hasil wawancara dengan Kabag Humas Pemkab Simalungun, Desyartawaty Purba, SSTP. Pada Senin 11 Maret 2014, di Kantor Bagian Humas Kabupaten Simalungun.
46
(28)
Untuk itu adanya Perda Transparansi adalah sebagai produk hukum yang memberikan jaminan untuk mengatur tentang hak memperoleh akses dan penyebar luasan informasi kepada publik.
III.2.2. Akuntabilitas Dalam Pemerintahan Daerah
Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban berdasarkan kepada pengertian tersebut diatas, maka semua Instansi Pemerintah, Badan dan Lembaga Negara di Pusat dan Daerah sesuai dengan tugas pokok masing-masing harus memahami akuntabilitas karena merupakan perwujudan kewajiban suatu Instansi, Badan dan Lembaga Pemerintah untuk mempertanggungjawaban keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi instansi bersangkutan.
Disamping itu akuntabilitas dapat diinterpretasikan mencakup keseluruhan aspek tingkah laku seseorang yang mencakup baik perlilaku bersifat pribadi dan disebut dengan akuntabilitas spiritual maupun perilaku yang bersifat eksternal terhadap lingkungan dan orang sekeliling.
Pelaksanaan akuntabilitas kinerja instansi Pemerintah Daerah harus memperhatikan antara lain prinsip-prinsip sebagai berikut:
(29)
1. Harus ada komitmen dari pimpinan dan seluruh staf instansi pemerintah daerah yang bersangkutan.
2. Harus merupakan suatu sistem yang dapat menjamin penggunaan sumber-sumber daya secara konsisten dengan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan yang berlaku.
3. Harus dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
4. Harus berorientasi pada pencapaian visi dan misi serta hasil dan manfaat yang diperoleh
5. Harus jujur, obyektif, transparan dan inovatif sebagai katalisator perubahan manajemen instansi pemerintah dalam bentuk pemutakhiran metode dan teknik pengukuran kinerja dan penyusunan laporan akuntabilitas.
Disamping itu, akuntabilitas pemerintah daerah harus pula menyajikan penjelasan tentang deviasi antara realisasi kegiatan dengan rencana serta keberhasilan dan kegagalan dalam pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan akuntabilitas pemerintah daerah diperlukan pola pengkuran kinerja yang dimulai dari perencanaan strategis dan berakhir pada pengkuran kinerja atas kegiatan, program dan kebijaksanaan yang dilakukan dalam rangka pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran yang telah dietapkan. Dalam rangka
(30)
melaksanakan akuntabilitas ini, diperlukan pula perhatian dan komitmen yang kuat dari organisasi yang bertanggungjawab di bidang pengawasan dan penilaian akuntabilitas atas laporan akuntabilitas instansi pemerintah daerah.
Dalam penerapan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah daerah, perencanaan strategis merupakan langkah awal untuk melakukan pengukuran kinerja instansi pemerintah. Perencanaan strategik instansi pemerintah memerlukan integrasi antara keahlian sumber daya manusia dan sumber daya lain agar mampu menjawab tuntutan perkembangan lingkungan strategis, nasional dan global. Analisis terhadap lingkungan organisasi baik internal maupun eksternal merupakan langkah yang sangat penting dalam memperhitungkan kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang ada.
III.2.3. Partispasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Konsep partisipasi masyarakat akan mengarah pada posisi masyarakat dalam pemerintahan daerah. Dengan demikian, masyarakat dapat diterjemahkan pada sekelompok orang yang memiliki kepentingan bersama. Dalam kaitannya dengan pemerintah daerah, masyarakat tercermin dalam masyarakat kabupaten, kota, kecamatan maupun desa. Menurut Leach dan Percy Smith. Untuk mendefenisikan masyarakat melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan pertama merumuskan masyarakat dari pola kehidupan dan pekerjaan orang-orang (effective community),
(31)
dengan pembedaan antara masyarakat perkotaan atau pedesaan atau saling ketergantungan ekonomis antara kota dan desa, dan mereka tinggal di batas-batas territorial pemerintah daerah tertentu. Sedangkan pendekatan kedua memusatkan perhatian pada cara orang mengidentifikasikan dan cara mereka merasakan loyalitas (affective community), yang tidak menghubungkan masyarakat dalam satu wilayah, tetapi dalam kontek mobilitas social dan geografis dari banyak orang yang memiliki beragam identitas dan loyalitas.47
Partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah merujuk pada masyarakat yang berdiam dan bertempat tinggal dalam suatu batas wilayah pemerintahan daerah dalam arti melakukan berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan serta menerima pelayanan publik dan mereka merasa menjadi bagian dari pemerintah daerah.48
Pemerintah daerah (local government) dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah telah diatur dalam perundang-undangan tentang pemerintahan daerah mendapat dukungan melalui prinsip partisipasi masyarakat yang merupakan sesuatu hal yang esensial, syarat dan indicator dari demokrasi yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah pada pasal 1 yang intinya menyebutkan bahwa kewenangan untuk mengatur dan mengurus pemerintah daerah berdasarkan aspirasi masyarakat.
47
Leach dan Percy dalam Kahairul Muluk, 2005. Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah, Malang: Bayumedia Press, hal 44
48
(32)
Penyelenggaraan demokrasi dalam pemerintah daerah mempergunakan cara demokrasi perwakilan, dalam arti bahwa penyelenggaraan pemerintahan tidak dilaksanakan oleh masyarakat, tetapi dijalankan oleh wakil masyarakat yang dipilih setiap lima tahun sekali. Wakil masyarakat yang representative dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bertugas untuk mengatur daerah (policy making). Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai delegasi masyarakat memiliki tugas bersama-sama dengan kepala daerah untuk mengurus pemerintahan daerah.
Dalam demokrasi modern, parisipasi mengikutsertakan berbagai pihak dalam proses pengembangan masyarakt. Partisipasi yang baik adanya hubungan sejajar semua pihak dan bertanggung jawab dalam upaya menuju keberhasilan pelaksanaan program pembangunan. Penyelenggaraan pemerintah daerah dalam hubungan dengan partisipasi masyarakat dapat dipertanggungjawabkan dalam melaksanakan urusan pemerintah.
Pertanggungjawaban pelaksanaan pemerintahan daerah diselenggarakan dalam pembuatan keputusan kebijakan daerah maupun dalam perencanaan penyusunan program-program pembangunan. Dalam pemerintahan daerah, pelaksanaan partisipasi masyarakat mampu menyelenggarakan pemerintah daerah yang demokratis, pemberdayaan masyarakat dan peningkatan pelayanan masyarakat.
(33)
III.3. Implementasi Good Governance Di Kabupaten Simalungun
Era otonomi daerah mengakibatkan bergesernya pusat-pusat kekuasaan dan meningkatkan operasionaliasi dan berbagai kegiatan yang semula banyak dilakukan di pemerintah pusat bergeser kepada pemerintah daerah. Konsekuensi logis pergeseran tersebut harus diiringi dengan meningkatnya good governance di derah.49
Kabupaten Simalungun sebagai sebuah daerah otonom yang diberi wewenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahannya tentunya memiliki tujuan untuk menjadi daerah maju dalam segala aspek pembangunan. Pembangunan yang dilaksanakan di daerah menerapakn prinsip community based development, yakni pembangunan serta tujuan utama pembangunan itu tumbuh dari masyarakat dan dilakukan demi masyarakat serta berdasarkan kekuatan masyarakat demi kesejahteraan masyarakat.50
Asas tranparansi adalah asas keterbukaan yang bererti membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia Negara.
49
Sedarmayanti, 2000. Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam Rangka Otonomi Daerah, Bandung: Mandar Maju, hal 23
50 Nani Soedarsono, 2000. Pembangunan Berbasis Rakyat (Community Based Development), Jakarta: Yayasan Melati Bhakti Pertiwi, hal 34
(34)
Untuk mewujudkan transparansi dalam pemerintahan di Kabupaten Simalungun selama masa pemerintahan bupati JR. Saragih, pemerintah daerah mengambil beberapa kebijakan agar akses informasi yang benar dan jujur dapat diakses oleh masyarakat umum, antara lain :
1. Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) disampaikan melalui Media cetak dan dapat diakses di situs resmi Kabupaten Simalungun.
2. Peningkatan akses informasi yang baik pada kantor dinas di Pemkab Simalungun dan kantor camat.
3. Pengumuman tender/lelang proyek Pemerintah Kabupaten
Simalungun
4. Transparansi anggaran di kabupaten Simalungun melalui situs resmi Pemerintah Kabupaten Simalungun
5. Pemutakhiran data di situs resmi Pemerintah Kabupaten Simalungun
6. Memenuhi permintaan informasi khusus baik bagi para peneliti, media massa, masyarakat umum dan lain-lain.51
51 Hasil wawancara dengan Kabag Humas Pemkab Simalungun, Desyartawaty Purba, SSTP. Pada Senin 11 Maret 2014, di Kantor Bagian Humas Kabupaten Simalungun.
(35)
Sementara itu asas akuntabilitas menurut pasal 20 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara harsu dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedulatan tertinggi negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Akuntabilitas adalah suatu perwujudan kewajiban untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik. Maka dapat kiat lihat bahwa Pemerintah Daerah mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan pertanggungjawaban secara periodik sebagaimana diatur oleh Undang-Undang.
Di kabupaten Simalungun, prinsip akuntabilitas telah diterapkan bukan hanya semasa pemerintahan JR. Saragih. Kepala daerah sebelumnya juga telah melaksanakan hal serupa semasa pemerintahan mereka masing-masing. Pada masa kepemerintahan Bupati JR. Saragih, setiap unsur pemerintahan yang ada di Kabupaten Simalungun diwajibkan memberikan pertanggungjawaban kepada masyarakat lewat Laporan Pertanggungjawaban Penyelenggaraan pemerintah secara berkala.
(36)
Rakyat berhak mendapatkan informasi dan pertanggungjawaban dari penyelenggara pemerintah daerah lewat laporan pertanggungjawaban di depan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai perwakilan masyarakat di pemerintahan. Hal ini juga memungkinkan bagaimana rakyat untuk menerima ataupun menolak laporan pertanggungjawaban tersebut, dan berhak untuk mengatakan bahwa pemerintah daerah tersebut berhasil atau gagal dalam penyelenggaraannya.
Yang menjadi permasalahan pemerintahan kita selama ini dalam prinsip akuntabilitas adalah bagaimana keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan kebanyakan hanya memperlihatkan keberhasilan penyelenggaraannya saja, sementara itu yang berkaitan dengan kegagalan penyelenggaraan sangat sedikit bahkan jarang diperlihatkan.
(37)
IV PENUTUP
IV. 1. Kesimpulan
Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, pemerintah daerah menjalankan otonomi yang seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan. Meskipun pemerintah daerah berwenang dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, pemerintah pusat tetap memiliki hubungan dengan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Otonomi daerah telah memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk mengelola sumber daya yang ada di daerah. Sumber daya yang ada di daerah harus digunakan untuk kemajuan daerah. Pemerintah daerah bertanggung jawab mengelola sumber daya tersebut dan sebaliknya masyarakat juga bertanggung jawab untuk mengawasi pengelolaan tersebut, karena hal tersebut merupakan salah satu prinsip pemerintahan yang baik
Penyelenggaraan pemerintah daerah yang baik dapat diukur dengan banyak faktor, tetapi tujuan utama pemerintahan tetap sama yaitu untuk mewujudkan
(38)
kesejahteraan bersama. Pemerintahan yang baik (good governance) merupakan impian setiap pihak yang memiliki tujuan baik demi kemajuan bangsa.
Kepala daerah sebagai unsur dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah merupakan kepala daerah otonom yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, kepala daerah diharapkan dapat menerapkan penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan prinsip-prinsip good governance. Prinsip tersebutlah yang menjadi kunci untuk mewujudkan pemerintahan yang diharapkan masyarakat.
Kabupaten Simalungun sebagai sebuah daerah otonom sejauh ini telah menerapkan dan melaksanakan beberapa prinsip utama dalam menjalankan pemerintahan yang baik. Mewujudkan good governance atau tata kelola pemerintahan yang baik bukan merupakan hal yang dapat dilakukan dengan mudah. Dibutuhkan kerja keras dan semangat reformasi birokrasi untuk mewujudkannya. Pemerintah daerah, masyarakat luas dan para pelaku usaha sangat diharapkan peranannya untuk mencapai cita-cita pemerintahan yang bersih dan berpihak pada masyarakat.
Prinsip-prinsip good governance yang saat ini diterapkan di Kabupaten Simalungun dapat dikatakan memiliki tingkat keberhasilan yang cukup tinggi. Hal tersebut tidak terlepas dari peran Bupati Simalungun JR Saragih yang mendukung
(39)
penuh terwujudnya pemerintahan yang baik di Simalungun. JR Saragih sebagai kepala daerah memberikan perhatian yang sangat besar terhadap pelaksanaan prinsi-prinsip good governance di daerah yang sedang dipimpinnya.
IV. 2. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas penulis menyarankan kepala daerah sebagai kepala pemerintahan di daerah untuk semakin memahami dan melaksanakan otonomi daerah sebagai instrumen politik yang digunakan untuk mengoptimalkan sumber daya yang ada di daerah sehingga dapat dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemajuan masyarakat di daerah. Ketika sumber daya yang ada di daerah dapat dimaksimalkan dengan baik, penulis percaya bahwa kemakmuran masyarakat yang selama ini diidam-idamkan dapat tercapai.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang sesuai prinsip – prinsip good governance, kepala daerah merupakan figure dan cermin pemerintahan daerah. Oleh karena itu, kepala daerah harus mempunyai sikap untuk menjadi teladan dalam menyelenggarakan pemerintahan di daerah, sehingga partisipasi masyarakat yang diharapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah semakin ideal karena secara langsung masyarakat memilik sosok yang dijadikan sebagai panutan dalam mewujudkan pemerintahan yang baik.
(40)
BAB II
DESKRIPSI KABUPATEN SIMALUNGUN DAN PROFIL J.R SARAGIH
II. 1. Deskripsi Kabupaten Simalungun
Sampai sekarang, asal-usul orang Simalungun masih diliputi oleh banyak misteri, sama halnya dengan asal-usul raja-raja Simalungun yang dibungkus oleh legenda dan mitos. Sedikit saja sumber yang menjelaskan asal-usul raja-raja tersebut, itupun tidak mencerminkan asal-usul seluruh marga yang disebut halak Simalungun. Yang menarik, tidak satupun naskah kuno itu merujuk asal-usul raja-raja Simalungun dari Toba atau Tapanuli, malah Partikkian Bandar Hanopan mengacu pada Pagarruyung di Sumatera Barat sebagai asal-usul raja Dolog Silou, Panei dan Silimakuta.26
Simalungun adalah salah satu suku asli yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara. Terdapat beberapa asal- usul mengenai nenek moyang suku Simalungun, tetapi sebagian besar menceritakan bahwa nenek moyang mereka berasal dari luar Indonesia. Kedatangan ini terbagi dalam 2 gelombang, yakni; (1) Gelombang Pertama (Proto Simalungun), diperkirakan berasal dari Nagore (India) dan pegunungan Assam (India) menyusuri daerah Myanmar, ke Siam dan Malaka untuk
26 J.E. Saragih. Partikkian Bandar Hanopan, Naar his in Batakschrift op Paper Met Watermerk, 1845, Bundel VT. 238, hal. 9
(41)
selanjutnya menyebrang ke Sumatera Timur dan; (2) Gelombang Kedua (Deutro Simalungun), datang dari suku-suku disekitar Simalungun yang bertetangga dengan suku asli Simalungun.27
Dalam perbincangan penulis dengan bapak J P Saragih, tokoh adat Simalungun sekaligus Dewan Penasehat Partuha Maujana Simalungun, beliau mengatakan dari hasil penelitiannya, Suku bangsa Simalungun termasuk rumpun Proto Melayu yang berasal dari Hindia Belakang, diduga dari Nagore (India Selatan). Berdasar gelombang masuknya ke Simalungun, leluhur suku bangsa Simalungun kemungkinan besar berasal dari dua keturunan nenek moyang.
Gelombang pertama dari Hindia Belakang melalui Aceh (pesisir timur) dan sebagian dari Singkel (pesisir barat) yang menurunkan marga asli Simalungun, Sinaga, Saragih, Damanik dan Purba (Sisadapur) yang kemudian menurunkan cabang-cabang marga, sedang gelombang kedua disebut merupakan peleburan suku-suku bangsa yang kemudian masuk ke Simalungun dan memakai adat dan budaya
Simalungun yang secara populer disebut “namarahap Simalungun” yang berasal dari
Toba, Samosir, Karo, Pakpak dan Jawa.28
Selama berabad-abad nenek moyang suku bangsa Simalungun ini berdiam di pantai dan setelah masuknya orang-orang Melayu dari Malaka akibat serbuan
27 Pustaha Laklak No 252, Arsip Museum Simalungun, Pematang Siantar.
28 Hasil diskusi dengan Bapak Djapiten Saragih Sumbayak, pda 20 April 2014, di kediamannya Kota Pematang Raya.
(42)
Portugis tahun 1511 berangsur-angsur mereka terdesak hingga mencapai pedalaman Sumatera sampai ke pinggiran Danau Toba.
Secara historis, terdapat tiga fase kerajaan yang pernah berkuasa dan memerintah di Simalungun. Berturut-turut fase itu adalah fase kerajaan yang dua (harajaon na dua) yakni kerajaan Nagur (marga Damanik) dan Batanghio (Marga Saragih). Berikutnya adalah kerajaan berempat (harajaon na opat) yakni Kerajaan Siantar (marga Damanik), Panai (marga Purba Dasuha), Silau (marga Purba Tambak) dan Tanoh Jawa (marga Sinaga). Terakhir adalah fase kerajaan yang tujuh (harajaon na pitu) yakni: kerajaan Siantar (Marga Damanik), Panai (marga Purba Dasuha), Silau (marga Purba Tambak), Tanoh Jawa (marga Sinaga), Raya (marga Saragih Garingging), Purba (marga Purba Pakpak) dan Silimakuta (marga Purba Girsang). Demikian pula halnya dalam mengurai asal muasal masyarakat Simalungun, yang banyak berpijak dan tergantung pada aspek diaspora masyarakat Batak (Toba) sehingga, raja dan kerajaan di Simalungun itu dinyatakan berasal dari Batak (Toba).29
Masyarakat Simalungun dalam ikatan sosialnya terhisab ke dalam organisasi sosial yang disebut Tolu Sahundulan Lima Saodoran yang mengikat orang Simalungun dalam kekerabatan menurut adat istiadat Simalungun. Adapun Tolu Sahundulan itu terdiri dari : Tondong, Sanina, Boru. Sedangkan Lima Saodoran terdiri dari: Tondong, Tondong ni Tondong, Sanina, Boru dan Boru ni Boru (Anak
29
(43)
Boru Mintori). Menurut D. Kenan Purba, adanya struktur (kerangka susunan) lembaga adat ini sekaligus memberi gambaran atau besar kecilnya suatu upacara adat itu menurut besar kecilnya perhelatan adat yang akan dilaksanakan.30
II.1.1. Keadaan Umum
Sesuai amanah PP No. 70 Tahun 1999 tentang: Perpindahan Ibukota Daerah Kabupaten Simalungun dari Wilayah Daerah Kota Pematangsiantar ke Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun, maka 23 Juni 2008 Perkantoran Pemkab Simalungun resmi pindah dari Pematangsiantar ke Pamatang Raya Kecamatan Raya.
- Letak
Kabupaten Simalungun terletak antara 98,320 – 99,350 BT dan 2.360 – 3, 180 LU dengan ketinggian antar 20 – 1400 M diatas permukaan laut. batasan dengan; (1) Sebelah Utara, berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai; (2) Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Asahan; (3) Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Samosir; (4) Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Karo dan berbatasan langsung dengan7 Kab/Kota se-Kawasan Danau Toba
- Demografi
Jumlah Penduduk Tahun 2011: 1.039.244 jiwa;
30 http://jhonrido.wordpress.com/2007/05/18/profil-kabupaten-simalungun/ diakses pada 29 Mei 2014 pukul 19.50 wib
(44)
Luas Wilayah : 438.660 Ha (4,486,60 Km2)
Jumlah Kecamatan : 31 Kecamatan,
1. Kecamatan Siantar
2. Kecamatan Dolok Pardamean
3. Kecamatan Panei
4. Kecamatan Tanah Jawa
5. Kecamatan Hutabayu Raja
6. Kecamatan Jorlang Hataran
7. Kecamatan Dolok Panribuan
8. Kecamatan Girsang Sipangan Bolon
9. KecamatanPurba
10. KecamatanRaya
11. KecamatanSilimakuta
12. Kecamatan Dolok Silau
(45)
14. Kecamatan Silau Kahean
15. Kecamatan Bandar
16. Kecamatan Pematang Bandar
17. Kecamatan Bosar Maligas
18. Kecamatan Ujung Padang
19. Kecamatan Dolok Batu Nanggar
20. Kecamatan Tapian Dolok
21. Kecamatan Sidamanik
22. Kecamatan Gunung Malela
23. Kecamatan Gunung Maligas
24. Kecamatan Bandar Masilam
25. Kecamatan Bandar Huluan
26. Kecamatan Jawa Maraja
27. KecamatanHatonduhon
(46)
29. Kecamatan Panombeian Pane
30. Kecamatan Haranggaol Horisan
31. Kecamatan Pematang Silimakuta
- Iklim
Kabupaten Simalungun bertemperatur sedang suhu tertinggi terdapat pada bulan Maret - Mei dengan rata- rata 24,8 ºC. Kelembaban udara rata - rata 84 % dengan kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Oktober yaitu 87 % dengan penguapan rata- rata 0,05 MM/hari. Dalam satu tahun rata - rata terdapat 14 hari hujan, curah hujan terbanyak pada bulan November.31
- Ekonomi
Lahan pertanian yang subur dan luas menjadi modal utama perekonomian Simalungun dan menjadikan daerah ini lumbung padi terbesar kedua Sumatera Utara setelah Kabupaten Deli Serdang. Terletak pada ketinggian 369 meter di atas permukaan laut, Simalungun mampu menarik perhatian masyarakat luar daerah sejak zaman colonial.
Swasembada pangan Simalungun teruji puluhan tahun dan masih akan terus berlangsung. Dalam beberapa kesempatan, niat petani menanam padi tidak begitu
31
(47)
kuat. Tahun 1995, petani bersemangat menanam kelapa sawit sehingga tidak sedikit lahan sawah beralih fungsi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit. Alih fungsi lahan ini tidak mengganggu Simalungun sebagai penghasil beras. Selain padi, daerah ini juga penghasil utama palawija. Jagung, ubi jalar, ubi kayu, dan kacang tanah menempati urutan pertama dan kedua produksi terbesar di Sumatera Utara.
Dukungan tenaga kerja pertanian tanaman pangan sangat besar. Kecamatan Dolok Panribuan dan Tanah Jawa yang berbatasan dengan Kabupaten Asahan di timur serta delapan kecamatan lainnya di barat merupakan daerah-daerah dengan tenaga kerja pertanian tanaman pangan lebih dari 50 persen. Kecamatan Dolok Silau yang berbatasan dengan Kabupaten Karo di barat menjadi penyedia tenaga kerja pertanian tanaman pangan terbesar (83,4 persen). Sementara Kecamatan Tapian Dolok yang berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang menjadi daerah dengan sebaran penduduk merata dalam lapangan pekerjaan: pertanian tanaman pangan, perkebunan, pertanian lainnya, industri pengolahan, serta jasa.
Potensi perkebunan semakin memantapkan pertanian sebagai sektor unggulan. Kelapa sawit merupakan produksi perkebunan rakyat terbesar kedua di Sumut setelah Kabupaten Labuhan Batu. Perkebunan besar dengan lahan hampir 90.000 hektar kelapa sawit memproduksi sekitar dua juta ton tahun 201132. Karet dan cokelat
32
(48)
menjadi pendukung kontribusi perkebunan. Saat ini ada dua badan usaha besar yang dikelola pemerintah dan swasta.
Dalam menjual hasil panen, petani Simalungun sangat bergantung pada pedagang dan tengkulak, yang sebagian besar dari luar daerah. Kehadiran industri besar, seperti PT Good Year Sumatra Plantations yang didirikan tahun 1970, cukup membantu petani memasarkan hasil panen mereka. Meskipun memiliki perkebunan sendiri, perusahaan pengolahan karet ini mampu menampung karet hasil perkebunan rakyat. Setelah diolah menjadi bahan setengah jadi, produknya dijual ke luar daerah dan ekspor.
Perpaduan pengembangan antara pertanian sebagai sumber bahan baku, industri sebagai wahana pemberi nilai tambah, dan perdagangan akan menjadikan Simalungun sebagai daerah agroindustri, agrobisnis, dan juga agrowisata.
II.1.2. Pemerintahan
Dari catatan pejabat-pejabat kolonial Belanda nama “Simalungun” boleh disebut relatif baru, pada ekspedisi Controleur Labuhan Deli, JAM van Cats Baron de Raet pada 28 Desember 1866, daerah ini masih disebut Timoerlanden (Tanah Timur) (Tideman, 1922:211-213). Sedangkan JA Kroesen controleur Labuhan Ruku dalam laporannya tahun 1890 menyebut Simeloengoen. Orang Karo hingga abad XX masih menyebut Batak Timur.
(49)
Secara tertib administrasi kolonial Belanda, baru sejak 12 Desember 1906
nama Simeloengoen” dikukuhkan dengan dibentuknya Afdeeling Simeloengoen en Karolanden dalam lingkup Provinsi Oostkust Sumatra yang berkedudukan di Medan, yang pengesahannya dilakukan Gubernur Jenderal Hindia Belanda dengan Lembaran Negara (Staatsblad) No. 531 tahun 1906 di Batavia (Staatsblad No. 531). Pada tahun 1907 ketujuh raja-raja Simalungun meneken pernyataan takluk pada Belanda dengan Korte Verklaring. Lantas Simalungun dibagi atas tujuh daerah swapraja atau landschap yang berpemerintahan sendiri (otonom)
Dasar hukum pembentukan Kabupaten Simalungun adalah Undang – Undang No 7 Tahun 1956 yang beribukota di Pematang Siantar. Pada tanggal 28 Juni 2008, ibukota Kabupaten Simalungun resmi pindah ke Pematang Raya dan Pematang Siantar resmi menjadi daerah otonom baru.33
Bupati Simalungun saat ini adalah Dr. Jopinus Ramli Saragih, S.H , M.M yang sedang bertugas untuk masa bakti 2010–2015 dengan Wakil Bupatinya adalah Hj. Nuriaty Damanik, S.H, dan Drs. Gidion Purba M.Si, sebagai Sekretaris Daerah. Pasangan ini menggantikan Bupati dan Wakil Bupati Simalungun sebelumnya, H Zulkarnaen Damanik dan Pardamean Siregar.
33
(50)
Gambar II.1
Lambang Kabupaten Simalungun
Sumber : kemendagri.go.id
- Arti Lambang Kabupaten Simalungun
1. Lambang berbentuk perisai terbagi lima petak dengan dasar lambing hijau lahan
2. Bagian dari atsa lambing digambarkan hiou Suri-suri dengan warna hitam yang bersuat (bersifat) putih, pada hiou Suri_suri bagian atas tertulis nama Daerah Simalungun dengan tulisan warna putih.
3. Petak kiri atas dan bawah kanan dengan warna merah darah.
4. Petak kiri bawah dan kanan atas dengan warna putih.
(51)
6. Gambar pada petak kiri bawah setangkai padi dengan 17 butir, warna kuning emas.
7. Gambar pada petak kiri atas daun dengan jumlah 8 helai dengan warna hijau.
8. Gambar pada letak kanan atas Bukit Barisan berpuncak dan dua puncak di tengah lebih tinggi dari yang disampingnya dengan warna biru dan sebelah bawah gelombang danau empat baris warna biru muda.
9. Gambar petak kanan bawah, bunga kapas 5 kuntum dengan warna putih dan kelopak bunga warna hijau.
10.Gambar pada petak tengah rumah balai adat dengan susunan galang 10, 7 anak tangga, jerjak 8 sebelah, tiang 4, sudut atap lima dan pada rabung atas sedang gambar kepala kerbau dengan atap hitam dan galang warna putih.
11.Garis batas-batas petak dengan warna hitam dan sebelah luar perisai tepi hiou Suri-suri ditambah dengan garis putih.
12.Pita sebelah bawah perisai dengan warna putih tepinya warna hitam tempat menuliskan semboyan lambing.
13.Semboyan lambing HABONARON DO BONA dalam bahasa daerah
Simalungun yang artinya kebenaran adalah pokok.
(52)
1. Lambang berbentuk perisai adalah menggambarkan kekuatan dan pertahanan membela kepentingan daerah dan Negara.
2. Bilangan-bilangan pada bagian-bagian lambing adalah simbolik yang menggambarkan kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Padi dan Kapas kebutuhan pokok untuk mencapai kemakmuran dan keadilan.
4. Daun teh adalah penghasilan yang utama dari daerah Simalungun.
5. Gunung dan Danau adalah menggambarkan keindahan alamnya.
6. Gelombang danau menggambarkan dinamika masyarakat.
7. Rumah Balai adalah spesifik daerah yang menggambarkan adat kebudayaan dan kesenian daerah.34
Gambar II.2
Bagan Struktur Pemerintahan di Kabupaten Simalungun
34 http://www.simalungunkab.go.id/web/web/pages/6/arti-dan-lambang diakses pada 29 Mei 2014 pukul 21.30 wib
(53)
Sumber: Kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Kab. Simalungun
Dari gambar diatas dapat kita dapat lihat bagaimana hubungan antar lembaga/dinas di kabupaten Simalungun. Garis vertikal menggambarkan hubungan antara atasan dan bawahan, sedangkan garis horizontal menggambarkan posisi yang sejajar. Bisa dilihat antara Bupati/Wakil Bupati memiliki hubungan yg sejajar dengan DPRD yang artinya antara 2 lembaga ini tidak ada yang boleh mendominasi dan mengintervensi satu sama lain. Kedua lembaga ini seharusnya saling bekerjasama sesuai dengan fungsinya. Bupati sebagai Eksekutif dan DPRD sebagai Legislatif.
Dibawah Bupati Simalungun ada Sekretaris daerah yang memiliki pertanggung jawaban tugas langsung ke Bupati Simalungun, dan memiliki hubungan yang sejajar dengan Sekretariat DPRD. Dan dibawah Sekda ada Dinas-dinas yang
(54)
juga memiliki pertanggung jawaban langsung kepada Bupati. Dinas-dinas ini memiliki posisi yang sama. Dimana sesama dinas tidak dibenarkan untuk mengambil tugas dari dinas lain, kecuali atas perintah atasa, dalam hal ini adalah Bupati Simalungun. Dinas dipimpin oleh seorang Kepala Dinas (Kadis).
Kemudian dibawah Dinas ada Bagian, dimana tugas dari bagaian ini adalah bagian dari spesifikasi tugas dinas. Hal ini agar tidak terjadi tumpang tindih tugas. Bagian dipimpin oleh seorang Kepala Bagian (Kabag). Dan dibawah nya berturut-turut adalah kantoryang dipimpin oleh seorang Kepala kantor (Kakan) dan dibawahnya ada Kecamatan dan Kelurahan.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Simalungun Tahun 2010-2015 yang merupakan tahapan kedua dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah tahun 2005-2025 berorientasi pada pembangunan dan peningkatan kompetensi segenap sumber daya yang ada di Kabupaten Simalungun. Dalam rangka mengantisipasi kondisi dan permasalahan yang ada serta memperhatikan tantangan ke depan dengan memperhitungkan peluang yang ada, untuk mencapai masyarakat dan daerah Kabupaten Simalungun yang makmur perekonomian, adil, nyaman, taqwa, aman dan berbudaya, maka rumusan Misi Kabupaten Simalungun dalam rangka pencapaian visi Kabupaten Simalungun 2015 ditetapkan dalam ditetapkan dalam 5 (lima) Misi, yaitu:
(55)
1. Peningkatan dan percepatan pembangunan infrastruktur. Kabupaten Simalungun merupakan daerah yang memiliki struktur perekonomian dominan di sektor pertanian, dimana sektor pertanian tersebut berada di kawasan perdesaan. Guna mendukung sektor pertanian tersebut, pembangunan infrastruktur pedesaan menjadi prioritas dalam
pembangunan. Pembangunan infrastruktur diarahkan pada
pembangunan jalan usaha tani, pemeliharaan jaringan irigasi sawah dan pengembangan pada pembangunan irigasi di lahan kering dan peningkatan kualitas dan kuantitas infrastruktur lainnya yang seluruhnya.
2. Percepatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Percepatan pertumbuhan ekonomi diarahkan pada pembangunan ekonomi yang berbasis ekonomi kerakyatan, pemanfaatan sumber daya alam yang ditopang oleh sektor pertanian yang maju, sektor UMKM yang tangguh dan industri berbasis pertanian (agroindustri) melalui struktur ekonomi yang berdaya saing dan pro kerakyatan dengan konsep pembangunan berkelanjutan.
3. Pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi secara berkelanjutan. Pengembangan sumber daya manusia sebagai basis dari kemampuan produksi masyarakat akan diarahkan untuk menghasilkan
(56)
SDM yang memiliki kompetensi tinggi tanpa diskriminasi dan berperspektif gender.
4. Peningkatan ketertiban dan keamanan. Peningkatan ketertiban dan keamanan dilakukan melalui peningkatan nilai-nilai demokratisasi, penegakan HAM, pemberantasan KKN, peningkatan wawasan kebangsaan, pelaksanaan ibadah dan adat istiadat serta terbangunnya sarana dan prasarana keamanan yang tercermin dengan menurunnya kasus kriminalitas, berkurangnya kasus kekerasan dan diskriminasi. Selain itu, Kabupaten Simalungun yang terdiri dari multi etnis dan agama merupakan modal dalam pembangunan sehingga tokoh agama dan tokoh adat perlu dilibatkan dalam pembangunan kedepannya. Hal ini merupakan salah satu bentuk tranformasi pembangunan yakni melibatkan masyarakat secara langsung dalam pembangunan.
5. Menciptakan Pemerintahan yang bersih dan profesional melalui peningkatan aparatur yang profesional dan responsif terhadap permasalahan–permasalahan yang timbul di masyarakat melalui penataan sistem pengelolaan keuangan, peningkatan kinerja dan koordinasi pemerintahan, reformasi birokrasi serta meningkatkan peran serta masyarakat luas dalam pemberantasan korupsi.35
35
(57)
II.1.3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Menurut Pasal 3 Peraturan DPRD Kabupaten Simalungun No. 13 Tahun 2010 tentang Tata Tertib DPRD Kabupaten Simalungun, DPRD mempunyai tugas dan wewenang; (1) Membentuk peraturan daerah Kabupaten bersama bupati; (2) Membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten yang diajukan oleh Bupati; (3) Melaksanakan pengawasan terhadap peraturan daerah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota; (4) Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian bupati dan atau wakil bupati kepada Menteri Dalam Negeri melalui gubernur untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan atau pemberhentian ; (5) Memilih wakil bupati dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil bupati; (6) Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian international di daerah; (7) Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama international yang dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten; (8) Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban bupati dalam penyelenggaraan pemerintah daerah kabupaten/kota; (9) Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama dengan daerah lain atau pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah; (10) Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan (11) Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
(58)
DPRD Simalungun resmi berpindah kantor bersamaan dengan berpindahnya ibu kota pemerintahan Kabupaten Simalungun dari semula berada dijalan Asahan P.Siantar, menjadi ke P.Raya yang sekaligus menjadi ibu kota pemerintahan yang baru dari Kabupaten Simalungun. DPRD Simalungun memiliki alat kelengkapan DPRD yang terdiri atas : (1) Pimpinan; (2) Badan Musyawarah; (3) Komisi; (4) Badan Legislasi Daerah; (5) Badan Anggaran; (6) Badan Kehormatan; (7) Alat Kelengkapan Lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna.
Ada 5 fraksi yang ada di DPRD Kabupaten Simalungun periode 2009 – 2014, yaitu :
1. Fraksi Golkar Nusantara (F.GN) 2. Fraksi Demokrat Bersatu (F.DB)
3. Fraksi Partai Indonesia Perjuangan (F.PDIP)
4. Fraksi Amanat Nasional Pembela Habonaron (F.ANPH) 5. Fraksi Bersatu (F.B)
Ada 4 Komisi yang ada pada DPRD Kabupaten Simalungun dan anggota DPRD Kabupaten Simalungun sendiri terdiri atas 45 orang. Berikut ini adalah daftar anggota-anggota DPRD Kabupaten Simalungun berdasarkan Komisi dan Partainya.
Tabel II.1
(59)
No NAMA JABATAN
1 Ir. Julius Silalahi Kordinator
2 Mangapul Purba, SE. Ketua
3 Sahat Silitonga Wakil Ketua
4 Suhadi, SH. Sekretaris
5 Sugiarto, SE. Anggota
6 Agus Salim, SPdi, MM. Anggota
7 Bonar Zeitsel Ambarita, ST. MSi. Anggota
8 Bernhard Damanik, SE. Anggota
9 Rajisten Sitorus, SH.MM. Anggota
10 Juliati Sinaga Anggota
Sumber: Profil DPRD Kabupaten Simalungun
Komisi I memiliki tugas yang meliputi : (1) Pemerintahan; (2) Keamanaan dan Ketertiban; (3) Kependudukan; (4) Informasi dan Komunikasi; (5) Hukum/Perundang – undangan; (6) Sosial Politik; (7) Organisasi Masyarakat; (8) Pertanahan; (9) Kehutanan; (10) Organisasi Ketatalaksanaan.
Tabel II.2
(60)
No NAMA Jabatan
1 Ojak Naibaho, SH Kordinator
2 Ir. Makmur Damanik Ketua
3 Abu Sofyan Siregar Wakil Ketua
4 Dody Hendarto Lukman, Bc,IP,SH. Sekretaris
5 Pantas Sitanggang Anggota
6 Mariono, SH. Anggota
7 Chairul Anwar, S.Ag. Anggota
8 Mansur Purba, SE. Anggota
9 Ir. Mondanuddin Purba Anggota
10 Luhut Sitinjak, SH. Anggota
11 Laris Parapat Anggota
12 Suriawan, SH. Anggota
Sumber: Profil DPRD Kabupaten Simalungun
Komisi II memiliki tugas yaitu : (1) Perindustrian dan Perdagangan; (2) Pertanian; (3) Perikanan dan Peternakan; (4) Perkebunan; (5) Pengadaan Pangan/Logistik; (6) Pekerjaan Umum; (7) Tata Kota; (8) Permukiman dan Pengembangan Wilayah, Perhubungan dan Telekomunikasi. (9) Lingkungan Hidup.
(61)
Tabel II.3
Daftar anggota DPRD dari Komisi III DPRD Kabupaten Simalungun.
No NAMA Jabatan
1 Binton tindaon, SPd Kordinator
2 Drs. Johalim Purba. Ketua
3 Dra Hj. Hidayah Herlina Gusti Wakil Ketua
4 Mukkin Nainggolan Sekretaris
5 Edy Irianto Sipayung, SPd Anggota
6 Dra. Hj. Sri Handriaty Anggota
7 Balker Haloho Anggota
8 Ir. Rospita Sitorus Anggota
9 Jan Rismen Saragih, SH. Anggota
10 Barita Dolok Saribu Anggota
11 Manandus Sitanggang, S.Sos. Anggota
Sumber: Profil DPRD Kabupaten Simalungun
Tugas dari Komisi III yaitu : (1) Keuangan Daerah; (2) Perpajakan; (3) Retribusi; (4) Perbankan (5) Perusahaan Daerah (6) Perusahaan Patungan (7) Dunia
(62)
Usaha (8) Penanaman Modal; (9) Perizinan (10) Asset/Perlengkapan (11) Koperasi; (12) Pertambangan dan energy.
Tabel II.4
Daftar anggota DPRD dari Komisi IV Kabupaten Simalungun
No NAMA Jabatan
1 Burhanuddin Sinaga Kordinator
2 H. Sulaiman Sinaga Ketua
3 Truly Antho Sinaga Wakil Ketua
4 H. Suyono Sekretaris
5 Timbul Jaya Sibarani, SH. Anggota
6 Ir. H. Aspan Effendi Anggota
7 Umar Yani Anggota
8 Walpiden Tampubolon, ST. Anggota
9 Evra Sassky damanik. S.Sos Anggota
10 Maren Girsang, SE. Anggota
11 Tumpak Siregar, SH Anggota
12 Sarudin Gultom, SE. Anggota
(63)
Tugas dari komisi IV meliputi : (1) Ketenaga Kerjaan; (2) Pendidikan; (3)Ilmu Pengetahuan dan Teknologi; (4) Kepegawaian; (5) Kepemudaan dan Olahraga; (6) Pramuka; (7) Agama; (8) Sosial; (9) Kesehatan dan Keluarga Berencana; (10) Pariwisata Seni dan Budaya; (11) Peranan Wanita; (12) Transmigrasi.
II .2. Profil J.R. Saragih
Nama Lengkap : Dr. Jopinus Ramli Saragih Garingging, SH, MM
Tempat/ Tanggal Lahir : Simalungun, 10 November 1968
Pekerjaan : Bupati Simalungun
: Presiden Komisaris RS. Efarina Etaham
Istri : dr. Erunita br Tarigan, SPKK
Anak : Efarina br Saragih
Alamat : Jalan Raya Pondok Indah No. 21, Jakarta Selatan
Jalan Sutomo, Nagori Hapoltakan, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun.
Dilahirkan pada 10 November 1968, Dr. J.R. Saragih Garingging, SH, MM sebagai anak kelima, buah cinta pasangan R Saragih dengan N br Sembiring Meliala. Berbeda dengan anak-anak lainnya, DR JR Saragih, tergolong tidak sempat merasakan nikmatnya kasih sayang dari seorang ayah. R Saragih ayahnya, yang
(64)
berprofesi oditur militer, menghembuskan nafas terakhirnya, saat JR belum genap berusia setahun.
Sepeninggal ayahnya tahun 1969, ibunya memutuskan untuk pindah dari Huta Hapoltakan Sondiraya, ke Kutambaru, Kecamatan Munthe, Kabupaten Karo. Tindakan itu terpaksa diambil N br Sembiring Meliala, semata-mata karena desakan perekonomian keluarga yang morat-marit. JR kecil harus hidup terpisah dengan saudara-saudaranya. Ia tetap tinggal di Huta Hapoltakan bersama neneknya sedangkan saudara-saudaranya, bersama sang ibu di Desa Kutambaru.
Sejak usia satu tahun, secara otomatis, JR diasuh dan dibesarkan neneknya. Di daerah ini pula, JR mengecap pendidikan hingga kelas 4 SD, sembari membantu pekerjaan sebagai pemetik buah kopi, di lahan pertanian mereka, yang kini telah berubah menjadi komplek SKPD Pematangraya. Selain itu, JR juga bertanggung jawab memikul air bersih dari sungai untuk keperluan rumah. Kebahagiaan JR semasa kecilnya tidak berlangsung lama. Saat duduk di kelas 4 SD, ompung-nya meninggal dunia, akibat menderita sesuatu penyakit. JR kemudian dibawa ibunya ke Kutambaru untuk pendidikannya.
Ketika itu ibunya telah menikah kembali dengan Rasen Ginting. Dari pernikahan itu pula, JR mendapat tiga orang adik. Karena putus sekolah, JR nekat meninggalkan Desa Kutambaru, dan merantau ke Pematangsiantar seorang diri. Di
(1)
UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA
FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF POLITICAL SCIENCE
SAMRAN H SIMBOLON (090906076)
HEAD OF REGIONAL ROLE IN MAKING GOOD GOVERNANCE (Case :Jr Saragih Served As Regent In Simalungun)
Details of the content : 91 Pages, 35 Books, 5 Articles, 7 Internet site (publication from 1985 to 2012)
ABSRACT
This study tried to describe and analyze the role of local leaders in charge of a region to achieve a good and clean government. This study specifically analyzed the role of JR Saragih as Regent Simalungun in achieving good governance in Simalungun. This study uses the concept of good governance and decentralization, tori role as a basis for analyzing problems that occur. In this study explained a few things related Simalungun and Regent JR Saragih. The results of the analysis in this study found three main points of how the regional administration of the appropriate concept of good governance implemented in Simalungun, government transparency, accountability and public participation Kabupten Simalungun. The conclusion of the study is Simalungun District Government led by JR Saragih have applied some of the principles of good government and trying to organize the best possible government Keywords: Good Governance, Autonomy, Regional Head
(2)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan kasih-Nya, skripsi yang berjudul “ Peran Kepala Daerah Dalam Mewujudkan Good Governance (Studi Kasus : Masa Pemerintahan JR Saragih)” ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Strata Satu (S1) Jurusan Ilmu Politik Faklutas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.
Ucapan terima kasih juga tidak lupa penulis haturkan kepada :
1. Terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik (FISIP) USU
2. Terima Kasih Kepada Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si. selaku Ketua Departemen Ilmu Politik (FISIP) USU
3. Terima kasih kepada Bapak Faisal Andri Mahrawa, S.IP., M.Si. selaku dosen pembimbing yang setia memberikan saran, kritik dan motivasi dalam
penyelesaian skripsi ini.
4. Terima kasih kepada semua dosen dan staf pengajar Departemen Ilmu Politik yang telah mendidik penulis selama menjalani perkuliahan di FISIP USU. 5. Terima kasih kepada kedua orang tua saya, Bapak Tombang Simbolon, S.Pd.
dan Teresia Manik, S.Pd. yang setia membimbing saya dan memberikan dukungan penuh baik secara moril maupun materi, semoga selalu diberikan kesehatan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
6. Terima Kasih kepada Helen Pascalia Sitompul yang telah mendampingi saya dalam penyelesaian skripsi ini
(3)
Andy Samosir, Dodi Desmond, Fredy Purba, Hebron Sitanggang, Ian Pasaribu, Jimmy Sinaga, Julwandri Munthe, Leo Tampubolon
8. Untuk keluarga besar Stone, Bang Holmes Sibarani, ST., Bang Fari Gea, ST., Bang Ganda Sitohang ST, Bang Tonggo, ST., Bang Rudolf ST, Aran, Saur, Ardi, Andry, David yang juga turut membantu penyelesaian skripsi ini. 9. Terima kasih Kepada Keluarga Besar Pemuda Katolik Komda Sumut Bapak
Oloan Simbolon, Bapak Hotdiman Manik,SP., M.Si., Bang Nadiasi Sihotang,S.Sos., Bang Safri Sidabalok yang juga turut membantu penyelesaian skripsi ini.
10.Untuk semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, penulis mengucapkan terimakasih dengan tulus.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna baik dalam pengumpulan data, pengolahan data, penulisan serta penyajiannya. Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca walaupun terdapat banyak kekurangan dalam penulisan. Oleh karena itu, penulis sangat terbuka untuk menerima kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.
Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terimakasih bagi semua pihak yang telah memberi bimbimgan, masukan, bantuan dan dukungan selama proses pengerjaan sehingga skiripsi ini dapat diselesaikan.
Medan, 2 September 2014
(4)
DAFTAR ISI BAB I : PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang ... 1
I.2. Perumusan Masalah ... 11
I.3. Pembatasan Masalah ... 11
1.4. Tujuan Penelitian ... 12
I.5. Manfaat Penelitian ... 12
I.6. Kerangka Teori ... 13
1.6.1.Teori Desentralisasi ... 13
I.6.2. Konsep Good Governance ... 17
I.6.3. Teori Peran ... 25
I.7. Metodologi Penelitian ... 27
1.7.1. Metode Penelitian... 27
I.7.2. Jenis Penelitian ... 28
I.7.3. Teknik Pengumpulan Data... 28
1.7.4. Teknik Analisis Data ... 28
1.8. Sistematika Penulisan ... 30
BAB II : DESKRIPSI KABUPATEN SIMALUNGUN DAN PROFIL JR. SARAGIH II.1. Deskripsi Kabupaten Simalungun ... 32
II.1.1.Keadaan Umum ... 35
II.1.2. Pemerintahan ... 40
(5)
BAB III : PERAN BUPATI JR. SARAGIH DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE DI SIMALUNGUN
III.1. Pengertian Good Governance ... 59
III.1.1. Prinsip Utama Good Governance ... 61
III.1.1.1. Transparansi... 62
III.1.1.2. Akuntabilitas ... 65
III.1.1.3. Partisipasi Masyarakat ... 69
III.2. Good Governance Dan Otonomi Daerah ... 72
III.2.1. Tranparansi Dalam Pemerintahan Daerah ... 77
III.2.2. Akuntabilitas Dalam Pemerintahan Daerah ... 79
III.2.3. Partisipasi Masyarakat Dalam Pemerintahan Daerah ... 82
III.3.Implementasi Good Governance Di Simalungun ... 84
BAB IV : PENUTUP IV.1. Kesimpulan ... 89
(6)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Halaman Persetujuan
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh : Nama : Samran H Simbolon
Nim : 090906076 Dept. : Ilmu Politik
Judul : Peran Kepala Daerah Dalam Mewujudkan Good Governance (Studi Kasus : Masa Pemerintahan Bupati Simalungun JR Saragih)
Menyetujui : Ketua,
Departemen Ilmu Politik Dosen Pembimbing
(Dra. T. Irmayani, M.Si.) (Faisal Andry Mahrawa, S.IP, M.Si.) NIP. 1968 0603 1994 0320 01 NIP. 1975 1222 2008 1210 02
Mengetahui Dekan Fisip USU