Kejadian Anemia Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Ruang Rawat Jalan Dan Ruang Rawat Inap Divisi Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik, Medan Pada Tahun 2011-2012

(1)

Kejadian Anemia Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di

Ruang Rawat Jalan dan Ruang Rawat Inap Divisi

Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSUP

H. Adam Malik, Medan Pada Tahun 2011 -2012

Oleh :

AZIMA AMINA BINTI AYOB

100100289

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

Kejadian Anemia Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di

Ruang Rawat Jalan dan Ruang Rawat Inap Divisi

Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSUP

H. Adam Malik, Medan Pada Tahun 2011 -2012

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh:

AZIMA AMINA BINTI AYOB

100100289

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Kejadian Anemia Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Ruang Rawat

....Jalan Dan Ruang Rawat Inap Divisi Endokrinologi, Departemen Ilmu

....Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik, Medan Pada Tahun 2011 -2012 Nama : Azima Amina Binti Ayob

NIM : 100100289

Pembimbing Penguji I

dr. Melati Silvanni Nst., Sp.PD dr. Winra Pratita, M.Ked(Ped), Sp.A NIP : 198210102008122003 NIP : 198310082008122002

Penguji II

dr. Hj. Tiangsa Sembiring, Sp.A (K) NIP : 196201041989112001

Medan, 3 Januari 2014 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD -KGEH NIP : 195402201980111001


(4)

ABSTRAK

Selama satu dekade terakhir, prevalensi diabetes mellitus tipe 2 di dunia telah mengalami peningkatan yang sangat dramatis . Pada tahun 2004, dicatatkan sebanyak 3,4 juta kematian penderita diabetes melitus tipe 2 akibat berbagai komplikasi yang timbul dari kadar glukosa dara h yang tidak terkontrol. Dikatakan bahwa bentuk paling umum dari komplikasi yang sering tidak terdiagnosis pada pasien diabetes melitus tipe 2 adalah anemia . Penelitian ini dilakukan untuk mengamati profil anemia dari pasien diabetes tipe 2 dan kejadian a nemia pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang mendapatkan perawata n di RSUP H. Adam Malik , Medan.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain cross sectional

study. Sampel data yang diperlukan untuk penelitian ini diperoleh dari departemen

rekam medis RSUP H. Adam Malik , Medan . Dengan menggunakan metode total sampling, didapatkan sebanyak 648 sampel pasien rawat inap dan 347 sampel pasien rawat jalan yang menderita diabetes melitus tipe 2 dari 1 Januari 2011 sampai 31 Disember 2012.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian anemia pada pasien diabetes melitus tipe 2 rawat jalan dan rawat inap, Divisi Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik, Medan .

Dari kesemua 1022 orang (100 %) sampel pasien diabetes me litus tipe 2 yang dikumpulkan di RSUP H. Adam Malik, Medan , didapati bahwa 600 orang (58,7 % ) dari jumlah sampel mengalami anemia .

Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi kejadian anemia pada pasien diabetes tipe 2 adalah usia , jenis kelamin , kadar HbA1c dan durasi diabetes mellitus tipe 2 .


(5)

ABSTRACT

Over the past decade the world’s prevalence of type 2 diabetes mellitus

has dramatically increased. A staggering 3.4 million deaths in 2004 resulted from numerous complications that arises from uncontrolled blood glucose levels. It is to be said that the most common form of complication which often gets undiagnosed in diabetic patient is anemia. Thus, this research is carried out to observe the anemia profile of type 2 diabetic patients and insidence of anemic patients in those type 2 diabetic patient s who seeks treatment at RSUP H. Adam Malik, Medan.

This study is a descriptive research with a cross-sectional study approach. The data sample needed for this research is obtained at the medical records department of RSUP H. Adam Malik, Medan. By using the total sampling method, 648 samples of inpatients and 347 outpatients samples diagnosed with type 2 diabetes mellitus are undertaken.

This study aims to determine the incidence of anemia in type 2 diabetes mellitus patients of both inpatients and outpatients of the endocrinology division of the department of internal medicine RSUP H. Adam Malik, Medan.

Out of the 1022 patients (100%) total samples collected of the type 2 diabetic patients in RSUP H. Adam Malik, Medan, it is observed that 600 patients (58.7%) samples are anemic.

The dominant factors affecting the incidence of anemia in type 2 diabetes patients were age, gender , levels of HbA1c and the duration of type 2 diabetes mellitus.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur diucapkan kehadrat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala nikmat dan karunia -Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini hingga selesai.

Saya sadari bahwa isi maupun susunan skripsi yang berjudul Kejadian Anemia Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Ruang Rawat Jalan dan Ruang Rawat Inap, Divisi Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik, Medan pada tahun 2011-2012 ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena keterbatasan dan kelemahan yang ada pada diri saya. Oleh karena itu, saya dengan senang hati menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

Dalam kesempatan ini saya ingin menyampaikan setinggi-tinggi penghargaan dan terima kasih buat dr. Melati Silvanni Nasution, Sp.PD, selaku dosen pembimbing penulis dan pengarahan sepenuhnya kepada penulis sehingga selesai penulisan skripsi Karya Tulis Ilmiah ini.

Saya juga ingin menyampaikan setinggi terima kasih kepada :

...

1. dr. Winra Pratita M.Ked(Ped), Sp.A selaku dosen penguji I dan dr. Hj. Tiangsa Sembiring Sp.A(K) selaku dosen penguji II yang telah bersedia menjadi penguji, memberikan masukan dan saran.

2. Keluarga yang tercinta yang telah banyak memberikan dukungan dan doa selama menyiapkan Karya Tulis Ilmiah ini .

2. Seluruh tenaga pengajar, staf Program Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. Teman-teman seperjuangan saya yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan selama penulis menyiapkan penelitian ini.

4. Semua pihak yang terlibat secara langsung atau tidak langsung dalam proses penyiapan karya tulis ilmiah ini.


(7)

Akhirnya saya berharap, semoga karya tulis ilmiah ini dapat dijadikan bahan rujukan bagi pihak RSUP H. Adam Malik, pada penelitian akan datang dan dapat memberi manfaat buat semua.

Medan, 14 Disember 2013


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN …...... . i

ABSTRAK …...……...... . ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... ... iv

DAFTAR ISI ... ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Diabetes Melitus ...………. 2.1.1 Definisi ... 6

2.1.2 Klasifikasi ... 7

2.1.3 Faktor Resiko Diabetes Melitus Tipe 2 ... ... 8

2.1.4 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2 ... 8

2.1.5 Diagnosis ... 13

2.1.6 Gejala Klinis ... ... 14

2.1.7 Penatalaksanaan ... 14

2.1.7.1 Non-farmakologi ... 15

2.1.7.2 Farmakologi ... 15

2.1.8 Komplikasi ... 17

2.2 Anemia ... 2.2.1 Definisi ... 22

2.2.2 Klasifikasi ... 23

2.2.3 Diagnosis ... ... 26

2.2.4 Efek ... 26

2.2.5 Manifestasi Klinis ... 27

2.3 Anemia dan Diabetes Melitus Tipe 2 ... 27

BAB 3. KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 30

3.1. Kerangka Konsep Penelitian………. 30


(9)

BAB 4. METODE PENELITIAN ……….. 33

4.1. Jenis Penelitian ……… 33

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian……… 33

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ……… 33

4.3.1. Populasi ………...……… 33

4.3.2. Sampel ………. 33

4.3.3 Kriteria Inklusi dan eksklusi ... 34

4.3.3.1 Kriteria Inklusi ... 34

4.3.3.2 Kriteria Eksklusi ... ... 34

4.4 Metode Pengumpulan Data ………. 34

4.5.Pengolahan dan Analisis Data ……… 34

BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 35

5.1. Hasil Penelitian ... 35

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 35

5.1.2. Karakteristik Sampel Penelitian ... 35

5.1.3. Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin ... 36

5.1.4. Karakteristik Sampel Berdasarkan Kelompok Usia ... 37

5.1.5. Karakteristik Lama Menderita Diabetes Melitus Tipe 2 38

5.1.6. Anemia dan Jenis Kelamin ... .... 39

5.1.7. Anemia dan Usia ... 40

5.1.8. Anemia dan Lama Menderita Diabetes Melitus Tipe 2 41 5.1.9. Anemia dan HbA1c ... 42

5.1.10 Anemia dan Jenis Terapi... 43

5.2 Pembahasan ... 44

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... ...` 47

6.1. Kesimpulan ... 47

6.2. Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ……… ……... 50


(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Judul Halaman

2.1 Regulasi Kadar Gula Darah 9

2.2 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2 10

2.3 Mekanisme Resistensi Insulin 11

2.4 Efek Insulin Pada Metabolisme Glukosa, Asam Lemak, Dan Protein

13

2.5 Komplikasi Akut Pada Diabetes Melitus Tipe 2 19

2.6 Komplikasi Kronik Diabetes Melitus Tipe 2 22


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Judul Halaman

2.1 Klasifikasi Etiologi Diabetes Melitus 7

2.2 Kriteria Diagnostik Diabetes Mellitus 14

2.3 Komplikasi Vaskular Pada Diabetes Melitus 17

2.4 Klasifikasi Anemia Berdasarkan Morfologi Dan Etiologi

25

2.5 Ambang Hemoglobin Digunakan Untuk Mendefinisikan Anemia

26

3.1 Metode Pengukuran 32

5.1 Distribusi sampel diabetes melitus tipe 2, rawat jalan dan rawat inap berdasarkan jenis kelamin

36

5.2 Distribusi sampel diabetes melitus tipe 2, rawat jalan dan rawat inap berdasarkan kelompok usia

37

5.3

Distribusi sampel diabetes melitus tipe 2, rawat jalan dan rawat inap berdasarkan lama menderita diabetes melitus tipe 2


(12)

5.4 Distribusi anemia pada diabetes melitus tipe 2, rawat jalan dan rawat inap, berdasarkan jenis kelamin.

39

5.5 Distribusi anemia pada diabetes melitus tipe 2, rawat jalan dan rawat inap berdasarkan kelompok usia.

40

5.6 Distribusi anemia pada diabetes melitus tipe 2, rawat jalan dan rawat inap, berdasarkan kelompok lama menderita diabetes melitus tipe 2

41

5.7 Distribusi anemia pada diabetes melitus tipe 2, rawat jalan dan rawat inap berdasarkan HbA1c

42

5.8 Distribusi anemia pada diabetes melitus tipe 2, rawat jalan dan rawat inap berdasarkan jenis terapi.


(13)

ABSTRAK

Selama satu dekade terakhir, prevalensi diabetes mellitus tipe 2 di dunia telah mengalami peningkatan yang sangat dramatis . Pada tahun 2004, dicatatkan sebanyak 3,4 juta kematian penderita diabetes melitus tipe 2 akibat berbagai komplikasi yang timbul dari kadar glukosa dara h yang tidak terkontrol. Dikatakan bahwa bentuk paling umum dari komplikasi yang sering tidak terdiagnosis pada pasien diabetes melitus tipe 2 adalah anemia . Penelitian ini dilakukan untuk mengamati profil anemia dari pasien diabetes tipe 2 dan kejadian a nemia pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang mendapatkan perawata n di RSUP H. Adam Malik , Medan.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain cross sectional

study. Sampel data yang diperlukan untuk penelitian ini diperoleh dari departemen

rekam medis RSUP H. Adam Malik , Medan . Dengan menggunakan metode total sampling, didapatkan sebanyak 648 sampel pasien rawat inap dan 347 sampel pasien rawat jalan yang menderita diabetes melitus tipe 2 dari 1 Januari 2011 sampai 31 Disember 2012.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian anemia pada pasien diabetes melitus tipe 2 rawat jalan dan rawat inap, Divisi Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik, Medan .

Dari kesemua 1022 orang (100 %) sampel pasien diabetes me litus tipe 2 yang dikumpulkan di RSUP H. Adam Malik, Medan , didapati bahwa 600 orang (58,7 % ) dari jumlah sampel mengalami anemia .

Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi kejadian anemia pada pasien diabetes tipe 2 adalah usia , jenis kelamin , kadar HbA1c dan durasi diabetes mellitus tipe 2 .


(14)

ABSTRACT

Over the past decade the world’s prevalence of type 2 diabetes mellitus

has dramatically increased. A staggering 3.4 million deaths in 2004 resulted from numerous complications that arises from uncontrolled blood glucose levels. It is to be said that the most common form of complication which often gets undiagnosed in diabetic patient is anemia. Thus, this research is carried out to observe the anemia profile of type 2 diabetic patients and insidence of anemic patients in those type 2 diabetic patient s who seeks treatment at RSUP H. Adam Malik, Medan.

This study is a descriptive research with a cross-sectional study approach. The data sample needed for this research is obtained at the medical records department of RSUP H. Adam Malik, Medan. By using the total sampling method, 648 samples of inpatients and 347 outpatients samples diagnosed with type 2 diabetes mellitus are undertaken.

This study aims to determine the incidence of anemia in type 2 diabetes mellitus patients of both inpatients and outpatients of the endocrinology division of the department of internal medicine RSUP H. Adam Malik, Medan.

Out of the 1022 patients (100%) total samples collected of the type 2 diabetic patients in RSUP H. Adam Malik, Medan, it is observed that 600 patients (58.7%) samples are anemic.

The dominant factors affecting the incidence of anemia in type 2 diabetes patients were age, gender , levels of HbA1c and the duration of type 2 diabetes mellitus.


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Mellitus pada dasarnya merupakan kelainan kronis pada homeostasis glukosa yang ditandai dengan beberapa hal yaitu peninggian kadar gula darah, kelainan dari kerja insulin, sekresi insulin dari pankreas yang abnormal dan peningkatan produksi glukosa oleh hepar (Camachoet al,2007). Diabetes melitus dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok. Bentuk paling umum dari diabetes melitus adalah diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2 dan diabetes melitus gestasional (CDC, 2012). Pada Diabetes melitus tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes M ellitus (IDDM), terjadi gangguan proses autoimun dimana tubuh menyerang sel beta pankreas sedangkan pada diabetes melitus tipe 2 atau Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM), dapat terjadi dua kondisi dimana pankreas memproduksi insulin , tetapi jumlah insulin yang diproduksi tidak adekuat atau terjadinya resistensi insulin (Rizzo, 2001). Diabetes gestasional adalah hiperglikemia dengan onset atau pertama kali diketahui selama kehamilan. Gejala diabetes gestational mirip dengan diabetes tipe 2 (CDC, 2012). Pada tahun 2012, dikatakan prevalensi angka kejadian diabetes me litus di dunia adalah sebanyak 371 juta jiwa (IDF, 2013), dimana proporsi kejadian diabetes melitus tipe 2 adalah 95% dari populasi dunia yang menderita diabetes mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1 (CDC, 2012). Menurut laporan badan kesehatan dunia atau World Health Organisation (WHO) pada tahun 2000 dianggarkan sebanyak 171 juta jiwa menderita diabetes me litus tipe 2 dan diperkirakan pada 2030 akan terjadi peningkatan sebanyak 195 juta jiwa lagi yang akan menderita diabetes tipe 2 (WHO, 2013). Studi populasi Diabetes Mellitus tipe 2 di berbagai Negara oleh WHO menunjukkan jumlah penderita diabetes me litus pada tahun 2000 di


(16)

Indonesia menempati urutan ke -4 terbesar dengan 8,426 juta orang dan diperkirakan akan menjadi sekitar 21,257 juta pada tahun 2030. (WHO, 2013). Diabetes melitus merupakan penyakit kronis progresif yang menjadi salah satu permasalahan medis, bukan hanya karena prevalensinya yang meningkat dari tahun ketahun, tetapi juga karena penyakit ini umumnya dapat bermanifestasi ke gangguan penyakit sistemik lain seperti kelainan makrovaskuler dan mikrovaskuler (Wildet al, 2000).

Anemia secara fungsional dapat didefinisikan sebagai penurunan massa se l darah merah sehingga tidak memadai untuk transportasi oksigen yang optimal ke jaringan perifer (Tkachuket al, 2007). Definisi anemia menurut WHO pula adalah konsentrasi Hb dibawah 13 gr/dl pada laki -laki dan perempuan postmenopouse dan konsentrasi Hb di bawah 12 g/dl pada perempuan lainnya (WHO, 2008). Menurut laporan penelitian yang dilak ukan WHO pada tahun 1993-2005 diperkirakan 24.8% dari populasi dunia menderita anemia dan pr evelensi tertinggi adalah pada negara-negara yang sedang berkembang (WHO, 2008). Anemia bukanlah diagnosa akhir dari suatu penyakit, tetapi merupakan gejala dari suatu penyakit dasar yang dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu, gangguan pada mekanisme produksi eritrosit, siklus penghancuran eri trosit memendek atau adanya faktor eksternal seperti pendarahan. Prevelensi anemia penyakit kronis merupakan yang kedua terbesar selepas anemia defisiensi besi dengan proporsi sepertiga dari populasi dunia dengan anemia.(Agustriadi et al, 2006). Anemia penyakit kronis atau anemia of chronic disease (ACD) sering dikatakan terjadi pada penderita dengan penyakit inflamasi kronis dan gagal ginjal seperti pada pasien diabetes dengan nefropati, namun besar proporsi kejadian nefropati hanyalah 7% dari jumlah penderita diabetes (Jerumset al, 2006).

Bila terjadi penurunan dari fungsi ginjal disebabkan diabetes melitus dengan nefropati, kemampuan ginjal untuk memproduksi eritropoetin yang adekuat untuk regulasi eritrosit baru akan terganggu. Hal ini akan memicu terjadinya peningkatan dari produksi sit okin dan sel retikuloendotelial yang menginduksi perubahan homeostasis besi dan produksi eritropoetin. Prevalensi


(17)

penderita diabetes melitus yang didiagnosa anemia dengan atau tanpa nefropati adalah sebanyak 57.1% (Jerumset al, 2006).

Berdasarkan data dan kondisi yang dikemukakan di atas, yaitu tingginya angka prevalensi diabetes melitus tipe 2 di Indonesia, besar resiko penderita diabetes melitus tipe 2 menderita anemia serta melihatkan belum ada data tentang anemia pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUP H. Adam Malik, maka peneliti tertarik untuk mengetahui angka kejadian anemia pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang di ruang rawat jalan dan ruang rawat inap Divisi Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik, Medan.

1.2 Rumusan Masalah

“Bagaimana kejadian anemia pada pasien diabetes melitus tipe 2 di ruang rawat jalan dan ruang rawat inap , Divisi Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam di RSUP H. Adam Malik, Medan , pada 1 Januari 2011 – 31 Disember 2012”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum :...

1. Mengetahui kejadian anemia pada pasien diabetes melitus tipe 2 di ruang rawat jalan dan ruang rawat inap , Divisi Endokrinologi, Departe men Ilmu Penyakit Dalam di RSUP H. Adam Malik, Medan , pada 1 Januari 2011 -31 Disember 2012.

1.3.2 Tujuan Khusus :...

1. Mengetahui besar kejadian diabetes melitus tipe 2 dan anemia pada pasien yang dirawat jalan di RSUP H. Adam Malik, Medan.

2. Mengetahui besar kejadian diabetes melitus tipe 2 dan anemia pada pasien yang dirawat inap di RSUP H. Adam Malik, Medan.

3. Mengetahui besar kejadian diabetes melitus tip e 2 dengan anemia pada pasien yang dirawat jalan dan dirawat inap di RSUP H. Adam Malik, Medan berdasarkan jenis kelamin.


(18)

4. Mengetahui besar kejadian diabetes melitus tipe 2 dengan anemia pada pasien yang dirawat jalan dan dirawat inap di RSUP H. Adam Mal ik, Medan berdasarkan kelompok usia.

5. Mengetahui besar kejadian diabetes melitus tipe 2 dengan anemia pada pasien yang dirawat jalan dan dirawat inap di RSUP H. Adam Malik, Medan berdasarkan lama menderita diabetes melitus tipe 2.

6. Mengetahui besar kejadian diabetes melitus tipe 2 dengan anemia pada pasien yang dirawat jalan dan dirawat inap di RSUP H. Adam Malik, Medan berdasarkan HbA1c.

7. Mengetahui besar kejadian diabetes melitus tipe 2 dengan anemia pada pasien yang dirawat jalan dan dirawat inap d i RSUP H. Adam Malik, Medan berdasarkan jenis terapi yang diberikan.


(19)

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Kepada RSUP H. Adam Malik, Medan :

1. Sebagai bahan informasi bagi petugas kesehatan di RSUP H.Adam Malik, mengenai kejadian anemia pada penderita diabetes melitus tipe 2 dalam meningkatkan fasilitas ser ta pelayanan bagi penderita diabetes melitus tipe 2 dengan anemia yang berobat di RSUP H. Adam Malik, Medan... ... ...

1.4.2 Kepada masyarakat

1. Menyediakan dasar informasi kesehatan masyarakat dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap deteks i dini diabetes melitus tipe 2 agar terhindar dari komplikasi.

2. Dapat digunakan untuk menambah pengetahuan tentang kejadian anemia pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang sebagai upaya pengendalian faktor resiko kejadian anemia pada diabetes melitus tipe 2.

1.4.3 Kepada peneliti

1. Sebagai bahan untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan pe neliti tentang penyakit diabetes melitus tipe 2 dan anemia.

2. Dapat memperoleh informasi dasar ilmiah terbaru tentang ke jadian diabetes melitus tipe 2 .


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus

2.1.1 Definisi Diabetes melitus

Diabetes adalah suatu penyakit kronis yang terjadi akibat kurangnya produksi insulin oleh pankreas atau keadaan dimana tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi dengan efekti f. Hiperglikemia atau peninggian kadar gula darah adalah suatu efek yang sering dijumpai pada diabetes yang tidak terkontrol dan jika dibiarkan, dalam jangka masa panjang dapat menyebabkan kerusakan pelbagai sistem tubuh terutama siste m persarafan dan pembuluh darah (WHO, 2006).

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, k erja insulin, atau kedua-duanya (ADA, 2010).

Diabetes melitus adalah suatu kumpulan kelainan metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang disebabkan oleh karena adanya defisiensi insulin baik relatif maupun absolut. (Colledgeet al, 2006).

Berdasarkan kriteria diagnostik PERKENI ( Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) tahun 2011, seseorang dikatakan menderita diabetes jika ada gejala diabetes melitus dengan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dL atau adanya gejala

klasik diabetes melitus dengan kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL atau

kadar gula plasma 2 jam pada tes tolerans i glukosa oral (TTGO) ≥200 mg/dL (PERKENI, 2011).

Dari berbagai definisi yang disebutkan, dapat disimpulkan bahwa diabetes melitus adalah suatu penyakit metabolisme kronis yang disebabkan adanya kelainan dari produksi, sekresi dan kerja insulin yang ditandai dengan dengan peninggian kadar glukosa darah (hiperglikemia). Seseorang dikatakan menderita


(21)

diabetes jika memiliki kadar glukosa darah ≥ 126 mg/dL dan ≥ 200 mg/dL pada

tes glukosa darah sewaktu.

2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi etiologik diabetes melitus menurut American Diabetes Association, 2007 :

Tabel 2.1. Klasifikasi etiologi Diabetes Melitus Tipe Diabetes Melitus Keterangan

Tipe 1 Tipe diabetes dengan defisiensi insulin absolut akibat kerusakan sel -sel β

pankreas. Umumnya disebabkan : 1) Proses autoimun

2) idiopatik

Tipe 2 Mulai dari yang predominan resistensi insulin dengan defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin dengan resistensi insulin.

Tipe lain Defek genetik fungsi sel beta  Defek genetik kerja insulin  Penyakit eksokrin pankreas  Endokrinopati

 Karena obatan atau zat kimia  Infeksi

 Imunologi

 Sindroma genetik lain yang berhubungan dengan diabetes melitus

Diabetes melitus gestational Diabetes semasa kehamilan


(22)

2.1. 3 Faktor resiko diabetes melitus tipe 2

Faktor-faktor resiko berhubungan dengan terjadinya diabetes melitus dapat dibagi menjadi dua (WHO,2006), yaitu, :

a) Faktor resiko yang tidak dapat diubah (non -modifiable) :  Usia.

Resistensi insulin lebih cenderung terjadi seiring pertambahan usia.  Ras atau latar belakang etnis

Resiko diabetes melitus tipe 2 lebih besar pada hispanik, kulit hitam, penduduk asli Hawaii. Hal ini disebabkan oleh nilai rata -rata tekanan darah yang lebih tinggi, obesitas, dan pengaruh gaya hidup yang kurang sehat.

 Riwayat penyakit diabetes melitus dalam keluarga

Seseorang dengan ahli keluarga yang menderita deabet es melitus mempunyai resiko yang lebih besar untuk menderita penyakit yang sama ini dikarenakan gen penyebab diabetes melitus dapat diw arisi orang tua kepada anaknya (Colledge et al, 2006)

b) Faktor resiko yang dapat diubah (modifiable) :  Obesitas

 Gaya hidup  Hipertensi

 Kadar glukosa darah

2.1.4 Patogenesis Diabetes Melitus tipe 2

Resistensi insulin, gangguan sekresi insulin dan abnormalitas metabolik menjadi kunci dari perkembangan penyakit diabetes m elitus tipe 2. Pada tahap awal, toleransi glukosa hampir normal karena sel-sel beta pankreas mengkompensasi dengan meningkatkan produksi insulin. Seiring dengan meningkatnya resistensi insulin, sel beta pankreas tidak lagi dapat memperta hankan kondisi hiperinsulinemia (Colledge et al, 2006). Akibatnya, terjadi gangguan toleransi


(23)

glukosa yang ditandai dengan peningkatan glukosa postprandial (Marieb et al, 2004). Penurunan sekresi insulin dan peningkatan produksi glukosa hati yang terus menerus, akan berlanjut pada diabetes dan disertai dengan peningkatan kadar glukosa darah puasa (Conroyet al, 2010).

Gambar 2.1. Regulasi kadar gula darah


(24)

Gambar 2.2. Patogenesis diabetes melitus tipe 2

Sumber : Color Atlas of Pathophysiology, 2000; Stefan Silbernagl & Flor ian lang

Resistensi Insulin

Penurunan kemampuan insulin untuk bekerja secara efektif pada jaringan target terutama otot rangka dan hepar merupakan gambaran utama diabetes melitus tipe 2 dan merupakan kombinasi antara faktor genetik dan obesitas. Mekanism e pasti mengenai resistensi insulin pada diabetes melitus tipe 2 masih belum diketahui. (Colledgeet al.,2006)

Penurunan reseptor insulin dan aktivitas tirosin kinase pada otot rangka merupakan efek sekunder hiperinsulinemia. Mekanisme resistensi insulin umumnya terjadi akibat gangguan persinyalan post-receptor (PI-3-kinase) yang mengurangi translokasi glucose transporter (GLUT) 4 ke membran plasma. (Harrison, 2008). Terdapat tiga hal yang berperan dalam resistensi insulin terkait obesitas, yaitu :

 Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid)

Peningkatan trigliserida interselular dan produk metabolisme asam lemak menurunkan efek insulin yang berlanjut pada resistensi insulin.


(25)

 Adipokin

Leptin dan adiponektin meningkatkan kepekaan insulin, sedangkan resistin meningkatkan resistensi terhadap insulin.

 PPARγ (peroxisome proliferator -activated receptor gamma) dan TZD (thiazolidinediones).

PPARγ merupakan reseptor intrasel yang meningkatkan kepekaan insulin sedangkan TZD merupakan zat antioksidan yang mampu berikatan dengan

PPARγ sehingga dapat menurunkan resistensi insulin....

...

...

..Gambar 2.3. Mekanisme resistensi insulin

Sumber : Lippincott Williams & Wilkins ; Obesity, Mechanisms and Clinical Management, 2003


(26)

Gangguan Sekresi Insulin

Pada diabetes melitus tipe 2, se kresi insulin meningkat sebagai respons terhadap resistensi insulin untuk mempertahankan toleransi glukosa. Namun, kelamaan sel beta pankreas menjadi lelah dan dan hal ini memicu terjadinya kegagalan fungsi sel beta. Pulau polipeptida amiloid atau amylin y ang disekresikan oleh sel beta akan membentuk deposit amiloid fibrilar. Deposit ini dapat ditemukan pada pasien yang telah lama menderita diabetes melitus tipe 2. (Harrison , 2008).

Abnormalitas Metabolik

Akibat resistensi insulin, penggunaan glukosa oleh jaringan yang sensitif insulin menurun, sedangkan kadar hepatic glucose output bertambah. Seiring dengan peningkatan kadar glukosa darah, akan terjadi akumulasi lipid dalam serat otot rangka, yang mengganggu fosforilasi oksidatif dan penurunan produksi ATP mitokondria. Akibatnya, banyak asam lemak bebas keluar dari adiposit sehingga terjadi peningkatan sintesis lipid (VLDL dan trigliserida) dalam hepatosit. (Porth dan Martin, 2008.)

Penyimpanan lipid (steatosis) dalam hati dapat berlanjut pada penyakit perlemakan hati non-alkoholik dan abnormalitas fungsi hati. Selain itu, keadaan tersebut menyebabkan dislipidemia pada penderita diabetes melitus tipe 2, yaitu peningkatan trigliserida, peningkatan LDL, dan penurunan HDL. (Powerset al, 2008)


(27)

Gambar 2.4. Efek insulin pada metabolisme glukosa, asam lemak, dan protein.

Sumber:Pathophysiology: Concepts of Altered Health Sta tes, 8th ed., 2008

2.1.5 Diagnosis

Diagnosis diabetes melitus dapat ditegakkan melalui tiga cara (PERKENI, 2011, WHO, 2006, ADA,2011) , yaitu :

 Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus.

 Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan

klasik.

 Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTG O sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus. ...


(28)

Tabel 2.2. Kriteria diagnostik diabetes mellitus Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus

1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L)

(Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir)

ATAU

2. Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL (7,0 mmol/L)

(Puasa diartikan pasien tidak menda pat kalori tambahan sedikitnya 8 jam) ATAU

3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L)

(TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air) * Pemeriksaan HbA1c (≥6.5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah

satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandardisasi dengan baik.

Sumber: Konsensus Diabetes Melitus Tipe Dua, Indonesia, PERKENI, 2011

2.1.6 Gejala Klinis

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penderita diabetes. Kecurigaan adanya diabetes perlu difikirkan apabila terdapat keluhan klasik diabetes melitus seperti di bawah ini (PERKENI 2011, Kumar dan Clark, 2005 ) :

 Keluhan klasik diabetes melitus be rupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

 Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

2.1.7 Penatalaksanaan

Diabetes melitus tipe 2 fase awal dapat ditangani dengan diet dan olahraga tetapi seiring dengan berkembangya perjalanan penyakit diabetes melitus tipe dua ini


(29)

intervensi medika mentosa menjadi perlu untuk menangani hiperglikemia.

2.1.7.1 Penatalaksanaan Non-farmakologi

Cara yang paling efektif untuk meningkatkan sensitivitas insulin adalah penurunan berat badan bagi pasien diabetes melitus tipe 2 dengan berat badan berlebih dan mempertahankan berat badan ideal. (Gilby, 2007). Langkah ini dapat dicapai dengan melakukan perubahan gaya hidup yaitu melakukan olahraga dan kontrol diet. Kedua modalitas ini sangat efektif dalam meningkatkan kerja insulin dengan cara memperbaiki sensitivitas insulin dan menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus tipe 2. (Meeking, 2011)

2.1.7.2 Penatalaksanaan Farmakologi

Penatalaksanaan farmakologi dalam rangka untuk menurunkan kadar gula darah adalah perlu apabila perubahan gaya hidup dan diet gagal untuk mencapai atau mempertahankan kontrol glikemik n ormal (Gilby, 2007). Obatan antidiabetik dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu, oral dan suntikan.

Obat antidibetik oral.

Terdapat beberapa klasifikasi obatan antidiabetik oral dan yang paling sering digunakan adalah dari golongan metformin, thiazolidinedio nes (TZD), sulfonilurea, analog meglitidin, alpha glucosidase inhib itors, insulin dan terapi GLP-1 (Meeking, 2011)

 Metformin

Metformin adalah dari golonganinsulin-sensitizing agentsdimana ia tidak menstimulasi perlepasan insulin dari pankreas sebaliknya hanya meningkatkan sensitivitas hepar terhadap insulin. Metformin menurunkan kadar glukosa darah tanpa menyebabkan hipoglikemi dengan cara meransang pembentukan cadangan glikogen di otot rangka.


(30)

 Thiazolidinedione (TZD)

TZD juga adalah dari golongan insulin-sensitizing agents dan berfungsi sebagai Peroxisome Proliferator Activated Receptor -gamma (PPARγ)

agonist. TZD meningkatkan sensivitas insulin dengan cara menstimulasi

reseptor PPARγ pada jaringan lemak dimana TZD membantu dalam

meningkatkan transkripsi gene sensitif insulin seperti GLUT 4, dan lipoprotein lipase.

 Sulfonilurea

Obatan sulfonilurea menstimulasi sekresi insulin dari sel beta pankreas untuk memberikan kesan hipoglikemi langsung. Obatan golongan ini berikatan dengan reseptor sulfonilurea pada sel beta pankreas. Hal ini menyebabkan ATP-sensitive potassium channel menutup dan menyebabkan influks kalsium ke dalam sel dan menyebabkan pengaktifan protein yang mengontrol granul insulin melalui aktivasi dari protein kinase

C.

 Analog Meglitidine

Analog meglitidine menstimulasi fase pertama dari perlepasan insulin. Sama seperti golongan sulfonilurea, golongan analog megdlitidine ini berikatan dengan reseptor sulfonilurea pada sel beta pankreas. Obatan golongan ini dapat diberikan secara kombinasi dengan agen hipoglikemi yang lain kecuali sulfonilurea kerana cara keduanya akan berikatan pada reseptor yang sama.

Obat antidiabetik non-oral  Insulin

Karena fungsi sel beta pankreas cenderung memburuk pada penyakit diabetes melitus tipe 2, banyak pasien akhirnya akan memerlukan terapi insulin. Terdapat tiga jenis insulin yaitu short-acting, long-acting dan


(31)

 Terapi GLP-1

GLP-1 dihasilkan dari gene proglukagon di L-cell pada usus halus dan disekresikan sebagai respons terhadap nutrisi. GLP-1 memberikan efek dengan cara menstimulasi perlepasan glucose-dependent insulin dari sel islet pankreas.

2.1.8 Komplikasi Diabetes Melitus

Diabetes Mellitus dengan karakteristik hiperglikemia dapat mengakibatkan berbagai komplikasi yang dapat dibagi menjadi dua secara garis besar (Greenstein dan wood, 2006) yaitu ;

a) Komplikasi vaskular (mikrovaskular dan mikrovaskular):

Tabel 2.3. Komplikasi vaskular pada diabetes melitus Komplikasi mikrovaskular Gambaran klinis

Retinopati Penurunan atau terdapat gangguan penglihatan

Nefropati Ditemukan proteinuria, hipertensi atau sindroma nefrotik

Neuropati Neuropati perifer, mononeuropati,

carpal tunnel syndrome, amyotrofi atau

ulserasi pada kaki

Komplikasi makrovaskular Gambaran Klinis

Koroner Angina atau infark miokard

Cerebral Strok,transient ischemic attack (TIA) Vaskularisasi perifer Intermittent claudication,ischaemic

leg,ulserasi dangangrene Sumber : Darryl R. Meeking ; Diabetes & Endocrinology, 2011.

b) Komplikasi berdasarkan derajat keparahan yang selanjutnya dibagi menjadi komplikasi akut dan kronis. ( Meeking, 2011) :


(32)

Komplikasi akut:Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda :

- Rasa lapar - Gemetar - Keringat dingin - Pusing

Hipoglikemia dapat menyebabkan te rjadinya koma penderita diabetes melitus yang mengalami reaksi hipoglikemik biasanya disebabkan oleh obat anti diabetes yang diambil dalam dosis tinggi. (Colledge et al, 2006)

Krisis Hiperglikemia

Krisis hiperglikemia merupakan komplikasi akut serius pada penderita diabetes mellitus. Krisis Hiperglikemia dapat terjadi dalam bentuk Ketoasidosis Diabetik (KAD), status Hiperosmolar Hiperglikemik (SHH) atau kondisi yang mempunyai elemen kedua keadaan diatas. KAD adalah keadaan yang ditandai dengan asidosis metabolik akibat pembentukan badan keton yang berlebihan, sedangkan SHH ditandai dengan hiperosmolalitas berat dengan kadar glukosa serum yang biasanya lebih tinggi dari KAD murni. Pada semua krisis hiperglikemik, hal yang mendasarinya adalah defisiensi insul in, relatif ataupun absolut . Pada KAD dan SHH, disamping kurangnya insulin yang efektif dalam darah, terjadi juga peningkatan hormon kontra insulin, seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan Growth Hormone (GH). ( Porth dan Martin, 2008). Hormon-hormon ini menyebabkan peningkatan produksi glukosa oleh ginjal dan hepar dan gangguan utilisasi glukosa dijaringan, yang mengakibatkan h iperglikemia dan perubahan osmolaritas ekstraselular.

Kombinasi kekurangan hormon insulin dan meningkatnya hormon kontrainsulin pada KAD juga mengakibatkan perlepasan asam lemak bebas dari jaringan adiposa dari proses lipolisis ke dalam aliran darah dan oksidasi asam


(33)

lemak hepar menjadi benda keton (ß - hydroxybutyrate [ß-OHB] dan acetoacetate) tak terkendali, sehingga mengakibat kan ketonemia dan asidosis metabolik. (Harrison, 2008)

Gambar 2.5. Komplikasi Akut pada Diabetes Melitus Tipe 2

Sumber : Color Atlas of Pathophysiology, Stefan Silbernagl & Florian Lang,

2000

Komplikasi kronik :Nefropati

Nefropati diabetik merupakan penyebab kematian kedua terbanyak penderita diabetes melitus selepas infark miokard ( Kumar et al, 2013). Patogenesis nefropati diabetik berhubungan dengan hiperglikemia, kemungkinan karena kerja ginjal yang terus menerus melebihi batas untuk menyaring glukosa menyebabkan peningkatan tekanan darah pada ginjal dan perubahan struktur glomerular ( Kumar

et al, 2013, Buseet al., 2008).

Neuropati

Neuropati muncul pada 60% penderita diabetes jangka panjang baik pada tipe 2 (Meeking, 2011). Pada penderita diabetes melitus kemungkinan disebabkan


(34)

gangguan sirkulasi pada sel saraf karena kerusakan pembuluh darah, Ada pun jenis-jenisnya adalah:

a. Polineuropati dan mononeuropati

Bentuk yang paling umum dari neu ropati diabetes adalah polineuropati simetris distal. Ini paling sering ditandai dengan kehilangan sensori distal, tetapi hanya 50% dari penderita diabetes melitus memiliki gejala neuropati. Gejala mungkin termasuk sensasi mati rasa, kesemutan, atau rasa panas yang dimulai dari kaki dan menyebar proksimal.

Nyeri sering melibatkan ekstremitas bawah dan biasanya hadir saat istirahat, dan memburuk pada malam hari. Sedangkan mononeuropati adalah disfungsi saraf perifer atau saraf kranial yang terisolasi. Mono neuropati ditandai dengan rasa sakit dan kelemahan motorik dalam distribusi saraf tunggal. ( Powers., 2008)

b. Neuropati otonom

Penderita DM dapat mengalami disfungsi saraf otonom (sistem kolinergik, noradrenergic dan peptidergik). Saraf -saraf tersebut mengat ur jantung, gastrointestinal dan sistem kemih. Hal ini bisa mengakibatkan takikardi, gejala gangguan pengosongan lambung, gangguan frekuensi berkemih dan hipotensi ortostatik (Powers, 2008).

Retinopati

Keadaan hiperglikemi dapat menyebabkan hilangnya retinal pericytes, peningkatan permeabilitas pembuluh darah retina, perubahan dalam aliran darah retina, dan sistem mikrovaskular retina abnormal, yang menyebabkan iskemia retina.Keadaan ini akan menyebabkan neovaskularisasi pada saraf optik dan makula. Secara struktural, pembuluh darah ini rapuh dan dapat menyebabkan perdarahan vitreous, fibrosis, dan perlepasan retina yang dapat berakibat kebutaan.(Powers, 2008, Meeking, 2011, Colledge.,2006)


(35)

Gastrointestinal

Kelainan yang paling sering muncul adalah gang guan pengosongan lamb ung dan gangguan motilitas usus (Powers, 2008). Gejala yang mungkin muncul adalah anorexia, muntah, mual, dan kembung. Keadaan ini disebabkan disfungsi saraf simpatis akibat neuropati otonomik. ( Meeking, 2011)

Genitourinari

Neuropati otonom diabetes mungkin menyebabkan disfungsi genitourinari termasuk cystopathy, disfungsi ereksi, dan disfungsi seksual wanita (penurunan libido dandispareunia).

Gejala diabetes cystopathy dimulai dengan ketidakmampuan untuk merasakan kandung kemih pen uh dan kegagalan untuk buang air kecil sepenuhnya. Seiring dengan berkembangnya neuropati otonom, kontraktilitas kandung kemih memburuk, kapasitas kandung kemih berkurang dan terjadinya peningkatas residu air kemih yang sering berakibat pada infeksi salura n kemih berulang. (Powers, 2008)

Komplikasi kardiovaskular

Pada penderita diabetes melitus tipe 2 biasanya terjadi peningkatan plasminogen

activator inhibitor dan fibrinogen yang meningkatkan koagulasi darah. Selain itu

diabetes juga berhubungan dengan di sfungsi endotel, otot polos pada pembuluh dan platelet. (Meeking, 2011)

Infeksi

Keadaan hiperglikemia membantu kolonisasi jamur dan bakteri karena menyediakan sumber nutriri yang adekuat untuk pertumbuhan koloni. Infeksi tersering yang muncul pada pasien diabetes melitus adalah pneumonia, infeksi salur kemih dan infeksi pada kulit. Selain itu penderita diabetes juga lebih rentan mengalami infeksi pasca operasi. (Kumar dan Clark, 2006)


(36)

Gambar 2.6. Komplikasi Kronik Diabetes Melitus Tipe 2

Sumber : Color Atlas of Pathophysiology, Stefan Silbernagl & Florian Lang, 2000

2.2 Anemia

2.2.1 Definisi Anemia

Anemia didefinisikan sebagai penurunan dalam kapasitas transportasi oksigen dalam darah. Hal ini dapat timbul jika ada terlalu sedikit hemoglobin yang beredar atau hemoglobin yang berfungsi. (Guyton dan Hall, 2006). Anemia bukanlah penyakit, tetapi merupakan indikasi dari beberapa penyakit proses atau perubahan dalam fungsi tubuh.


(37)

2.2.2 Klasifikasi

Terdapat beberapa klasifikasi anemia yang diusulk an, dan tiga yang sering di gunakan adalah berdasarkan mekanisme patofisiologi, fungsional dan morfologi sel darah merah.

a) Klasifikasi mekanisme patofisiologi :  Anemia megaloblastik

Anemia megaloblastik umumnya disebabkan defisiensi vitamin B12 dan asa m folat, dimana defisiensi salah satu dari keduanya dapat memperlambat reproduksi sel erythroblasts (prekursor sel eritrosit) di sumsum tulang. Akibatnya, sel darah merah tumbuh terlalu besar, dengan bentuk yang aneh, d an disebut megaloblas. (Guyton dan Hall, 2006)

 Anemia hemolitik

Anemia hemolitik adalah adanya kelainan dari sel -sel darah merah.Kondisi yang bersifat heriditer ini ditandai dengan sel -sel eritrosit yang rapuh dan mudah pecah khususnya saat melalui kapiler darah dan sirkulasi darah di limpa . (Porth dan Martin , 2008) Pada beberapa penyakit hemolitik, masa hidup dari sel eritosit lebih singkat kerana keadaannya yang rapuh dapat membuatkan sel eritrosit yang dihasil lebih cepat rusak meskipun jumlah sel darah merah yang terbentuk normal, atau bahkan jauh lebih besar dari normal. (Guyton dan hall, 2013)

 Anemia aplastik

Anemia aplastik adalah keadaan dimana sumsum tulang mengalami aplasia sehingga mengakibatkan penurunan fungsi sumsum tulang dalam memproduksi eritrosit (Guyton dan Hall, 2006)

 Anemia Defisiensi Nutrisi (Nutritional Deficiency)

Anemia gizi umumnya terjadi akibat kurangnya pemenuhan zat gizi yang diperlukan tubuh untuk membentuk dan memproduksi sel eritrosit seperti defisiensi besi, asam folat dan vitamin B12 (WHO 2008, Wiwanitkit, 2007).


(38)

b) Klasifikasi fungsional anemia :

Klasifikasi funsional anemia dapat dibagi menjadi dua, yaitu keadaan hipoproliferatif ditandai dengan adanya kelainan proses proliferasi eritrosit inefektif, adanya kelainan dari proses pematangan eritrosit dan kadar hemolisis eritrosit yang meningkat atau terjadinya penurunan kemampuan survival eritrosit. (Williams Hematology 7thed, 2005)

c) Klasifikasi morfologik eritrosit :

Klasifikasi lain untuk anemia dapat dibuat berdasarkan gambaran morfologik dengan melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi (Handbook of Pathophysiology 3rd ed, 2008, Wintrobe’s Atlas of Clinical Hematology,2007). Dalam klasifikasi ini, anemia dibagi menjadi 3 golongan:

1) Anemia hipokromik mikrositer apabila MCV < 80 fl dan MCH < 27 fl 2) Anemia normokromik normositer, bila MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 fl 3) Anemia makrositer, bila MCV > 95 fl


(39)

Tabel 2.4. Klasifikasi Anemia Berdasarkan Morfologi dan Etiologi Klasifikasi Anemia Berdasarkan Morfologi dan Etiologi

A.Anemia hipokromik mikrositer Anemia defisiensi besi

Thalassemia major

Anemia akibat penyakit kronik Anemia sideroblastik

B.Anemia normokromik normositer Anemia pasca perdarahan akut Anemia aplastik

Anemia hemolitik didapat Anemia akibat penyakit k ronik Anemia pada gagal ginjal kronik Anemia pada sindrom mielodiplastik Anemia pada keganasan hematologik

C.Anemia makrositer a.Bentuk megaloblastik Anemia defisiensi asam folat

Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa

b.Bentuk non-megaloblastik Anemia pada penyakit hati kronik Anemia pada hipotiroidisme

Anemia pada sindrom mielodiplastik


(40)

2.2.3 Diagnosis

Anemia biasanya didiagnosis dengan menganalisa hitung darah len gkap. Pemeriksaan yang lebih sederhana seperti pemeriksaan hapusan darah menggunakan mikroskop juga dapat membantu. Berikut adalah tabel penetuan batas ambang hemoglobin oleh WHO. (WHO, 2008) :

Tabel 2.5.Ambang hemoglobin digunakan untuk mendefinisikan anemia, WHO, 2008 (1 g/dL = 0.6206 mmol/L)

Kelompok usia dan jenis kelamin

Ambang Hb (g/dl) Ambang Hb (mmol/l)

Perempuan, Tidak hamil (>15tahun)

12.0 7.4

Laki-laki (>15 tahun) 13.0 8.1

Sumber : WHO, 2008. Worldwide prevalence of anemia 1993 -2005

2.2.4 Efek anemia

Pada anemia berat, viskositas darah bisa jatuh ke serendah 1,5 kali dari air yang mana nilai normal adalah sekitar 3. Ini menyebabkan kurangnya resistensi terhadap aliran darah di pembuluh darah perifer, sehingga peredaran aliran melalui jaringan ke jantung meningkat lebih dari normal dan keadaaan ini menyebakan peningkatan output jantung (Colledgeet al, 2006).

Selain itu, hipoksia yang dihasilkan dari kurangnya transportasi oksigen oleh darah menyebabkan pembuluh darah jaringan perifer membesar dan memungkinkan peningkatan lebih lanjut volume kembalinya darah ke jantung. (Buse et al, 2005). Hal ini dapat meningkatkan curah jantung tiga sampai empat kali dari nilai normal disertai peningkatan beban kerja pada jantung.Peningkatan curah jantung pada anemia adalah efek dari kompensasi tubuh untuk mengimbangi penurunan suplai oksigen ke jaringan. (Guyton dan Hall, 2006)


(41)

2.2.5 Manifestasi klinis

Manifestasi klinis anemia adalah hasil dari kurangnya perfusi oksigen ke jaringan walau apa pun etiologi yang mendasari suatu anemia itu. Angka kejadian, tingkat penurunan sel darah merah,volume plasma, dan pernafasan mempengaruhi tanda -tanda dan gejala anemia mencakup :

 palpitasi,  pusing  sinkop

 pucat (pallor) pada kulit,konjungtiva, mukosa oral a tau nail bed  dispnoe

 takikardi

2.3 Anemia dan Diabetes Melitus Tipe 2

Pasien diabetes melitus umumnya memiliki kemungkinan anemia yang lebih besar disebabkan gangguan ginjal berbanding m ereka dengan penyebab lain dari gagal ginjal (Katherine et al, 2005). Banyak faktor yang telah diusulkan sebagai penyebab awal onset anem ia pada pasien dengan diabetes , antaranya adalah :

Penurunan fungsi ginjal dan nefropati pada diabetes melitus

Meskipun etiologi dari anemia pada nefropati adalah multifaktorial, tetapi penurunan kadar erythropoietin merupakan inti utama dari patogenesis anemia dengan nefropati karena rusaknya sel-sel peritubular yang menghasilkan eritropoetin seiring dengan progresivitas penurunan fungsi ginjal, sehingga produksi eritropoetin terganggu.

Defisiensi dan reaksi hiporesposif eritropoeitin

Defisiensi eritropoeitin awal dapat terjadi pada kedua tipe diabetes me litus dan salah satu penyebab respons terhadap produksi eritropoeitin adalah peradangan kronis yang dikaitkan dengan peningkatan produk si sitokin seperti tumor necrosis factor alpha, interleukin-1 dan interferon gamma yang menekan proliferasistem cellsel darah merah.


(42)

Reaksi ini dapat terjadi sebelum timbulnya neuropati pada diabetes melitus (Katherineet al, 2005)

Neuropati otonom

Peningkatan inflamasi sistemik pada neuropati otonom akan menyebabkan terjadinya sympathetic denervation dari eferen ginjal yang akan berakibat pada kerusakan ginjal (Thomas et al, 2003).

Obat-obatan

Penggunaan obat-obatan seperti aspirin dan ACE-inhibitor pada pasien diabetes melitus dapat menyebabkan terjadinya anemia. Sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS) cukup berperan dalam memodulasi produksi eritropoeitin (Mehdi, 2009). Peningkatan pada angiotensin II akan menyebabkan laju filtrasi glomerular men inggi dan kebutuhan terhadap oksigen juga akan bertambah. Keadaan ini memicu ginjal untuk memproduksi eritropoeitin dengan lebih banyak. Penggunaan ACE -inhibitor dapat menyebabkan gangguan pada sistem RAAS dan menyebabkan penurunan kadar hematokrit.

Asupan zat besi dan kelainan absorbsi besi

Kurangnya asupan zat besi dan adanya kelainan absorbsi bes i pada pasien diabetes melitus akan mengakibatkan penggunaan simpanan besi tubuh sehingga dapat terjadi defisiensi zat besi baik relatif maupun absolut (Mehdi, 2009).

Ekskresi protein non-albumin melalui urin

Peningkatan ekskresi protein non -albumin seperti eritropoetin dan transferin melalui urin juga akan mengakibatkan penunrunan kadar simpanan besi tubuh.


(43)

Penurunan masa hidup eritrosit dan pendarahan

Anemia pada diabetes melitus dapat disebabkan oleh advanced

glycosylation end products (AGE). Peningkatan protein hasil glikasi dan

AGE akan disertai dengan peningkatan aktivitas radikal bebas yang berkontribusi terhadap kerusakan biomolekuler pada diabetes seperti hemolisis awal sel darah merah. Selain itu, pendarahan dapat juga terjadi pada pasien diabetes melitus dengan ulkus atau gangren.


(44)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, maka kerangka kon sep dalam penelitian ini adalah :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2 Definisi Operasional

Diabetes melitus tipe 2 : diabetes melitus tipe 2 adalah penyakit metabolisme kronis yang ditandai dengan hiperglikemia dengan kadar glukosa darah ≥ 126

mg/dL dan≥ 200 mg/dL pada tes glukosa darah sewaktu.

Anemia : Anemia adalah penyakit darah yang ditandai dengan penurunan kadar hemoglobin ( Hb) dan serum hematokrit darah di bawah rentang normal mengikut

Anemia Diabetes Melitus Tipe 2

Komplikasi

Makrovaskular r

Mikrovaskular

 Retinopati

 Neuropati

 Nefropati

 Serebral

 Vaskularisasi perifer

 Koroner


(45)

jenis kelamin dan usia, yaitu konsentrasi Hb dibawah 13 gr/dl pada laki -laki dan perempuan postmenopouse dan konsentrasi Hb dibawah 12 g/dl pada perempuan lainnya.

Berdasarkan definisi yang disebutkan diatas, penelitian dilakukan untuk melihat profil anemia pada pasien diabetes m elitus tipe 2 berdasarkan karakteristik sampel penelitian yang digunakan. Karakteristik yang diambil kira adalah :

 Usia pasien pasien diabetes melitus tipe 2 pada saat penelitian yang diambil dari rekam medis .

 Jenis kelamin pasien diabetes melitus tipe 2  Lama menderita diabetes melitu s tipe 2  Kadar HbA1c pasien diabetes melitus tipe 2

 Jenis terapi diabetes melitus tipe 2 yang diberikan yaitu terapi oral atau insulin.

a. Cara Ukur : Mengambil hasil laborato rium darah lengkap pasien diabetes melitus tipe 2 dari Rekam Medis di RSUP Haji Adam Malik, Medan b. Skala Ukur : Nominal dan interval.


(46)

Tabel 3.1. Metode Pengukuran

No. Variabel Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

1. Anemia Nilai Hb dan Ht

(dari hasil lab di rekam medis)

Rujukan data dari rekam medis

Nominal

2. Usia Tahun Rujukan data

dari rekam medis

Interval

3. Jenis kelamin Laki-laki  Perempuan

Rujukan data dari rekam medis

Nominal

4. Lama menderita diabetes melitus tipe 2

Tahun Rujukan data

dari rekam medis

Interval

5. HbA1c Nilai HbA1c (dari

hasil lab di rekam medis)

Rujukan data dari rekam medis

Interval

6. Jenis terapi Oral

 Insulin  Kombinasi

(oral & insulin)

Rujukan data dari rekam medis

Nominal


(47)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif yang bersifat retrospektif. Data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dalam bentuk data sekunder dari rekam medis yang bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai kejadian anemia pada pasien diabetes melitus t ipe 2 yang berobat ke RSUP H. Adam Malik, Medan pada tahun 2011 -2012.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUP H. Adam Malik, Medan, provinsi Sumatera Utara. Waktu penelitian adalah dari (April–Desember 2013).

Adapun alasan pemilihan lokasi adalah dengan pertimbangan bahwa RSUP H.Adam Malik Medan merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah regional Sumatera Utara, dan jumlah penderita diabetes melitus di RSUP H. Adam Malik memadai untuk dijadikan sampel penelitian.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi target dari penelitian ini adalah seluruh pasien yang didiagnosa menderita diabetes melitus tipe 2 di ruang rawat jalan dan ruang rawat inap divisi Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam , RSUP H. Adam Malik, Med an.

4.3.2. Sampel

Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel dengan menggunakan

total sampling, yaitu semua pasien yang memenuhi kriteria inklusi penelitian

dimasukkan sebagai subjek penelitian dalam waktu yang ditetapkan (1 Januari 2011–31 Disember 2012).


(48)

4.3.3 Kriteria inklusi dan eksklus i 4.3.3.1 Kriteria inklusi

 Seluruh populasi pasien diabetes melitus tipe 2 dengan anemia yang sudah dan yang belum diterapi.

4.3.3.2 Kriteria eksklusi

 Data pada rekam medis yang tidak lengkap.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dimulai dengan membawa surat pengantar dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara ke direktur RSUP H. Adam Malik. Pengumpulan data dilakukan dengan data sekunder yang diperoleh dari pencatatan rekam medis pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUP H.Adam Malik, Medan.

4.5. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan, dikomputerisasi dan kemudian disajikan dengan menggunakan tabel distribusi, frekuensi, dan dilakukan pembahasan sesuai dengan pustaka yang ada.


(49)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Rumah sakit umum pusat H. Adam malik yang terletak di Jalan Bungalau No. 17 Medan Tuntungan, Kota Medan Provinsi Sumatera U tara resmi beroperasi pada tahun 6 September 1991. Rumah sakit umum pusat H. Adam Malik adalah rumah sakit pemerintah kelas A. Disamping itu, RSUP H. Adam malik adalah rumah sakit rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi provinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat Dan Riau. RSUP H. Adam Malik juga di tetapkan sebagai rumah sakit pendidikan dan secara resmi pusat pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dipindahkan ke RSUP H. Adam Malik pada tahun 1993.

5.1.2. Karakteristik Sampel Penelitian

Jumlah sampel untuk penelitian ini adalah seluruh populasi pasien dengan diabetes melitus tipe 2 baik yang di rawat jalan dan dirawat inap di Divisi Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik, Medan dari 1 Januari 2011–31 Disember 2012 yang telah memenuhi kriteria inklusi dan bebas dari kriteria eksklusi.


(50)

5.1.3. Karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin

Tabel 5.1. Distribusi Sampel Diabetes Melitus Tipe 2, Rawat Jalan Dan Rawat Inap Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Rawat jalan Rawat inap

n % n %

Laki-laki 301 46.5 168 44.9

Perempuan 347 53.5 206 55.1

Total 648 100 374 100

Distribusi karakteristik jenis kelamin sampel pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 5.1 dimana, lebih dari setengah sampel yang didiagnosa dengan diabetes melitus tipe 2 pada kedua -dua kategori, rawat jalan dan rawat inap adalah perempuan, yaitu masing-masing 347 orang (53.5 %) dan 206 orang (55.1%). Sedangkan laki-laki berjumlah 301 orang (46.5%) untuk kategori rawat jalan dan 168 orang (44.9%) pada rawat inap.


(51)

5.1.4. Karakteristik sampel berdasarkan kelompok usia

Tabel 5.2. Distribusi Sampel Diabetes Melitus Tipe 2, Rawat Jalan Dan Rawat Inap Berdasarkan Kelompok Usia

Usia Rawat Jalan Rawat Inap

n % n %

< 40 tahun 11 1.7 22 5.9

40 - 49 tahun 89 13.7 63 16.8

50 - 59 tahun 259 40.0 134 35.8

60 - 69 tahun 188 29.0 99 26.5

> 70 tahun 101 15.6 56 15.0

Total 648 100.0 374 100.0

Karakteristik usia sampel pada penelitian ini, masing -masing kategori rawat jalan dan rawat inap dapat dikelompokkan menjadi 5 kelompok usia seperti di tabel 5.2.

Pada distribusi kelompok usia kategori rawat ja lan, didapati proporsi terbesar diabetes melitus tipe 2 adalah pada kelompok usia 50 -59 tahun dengan 259 orang (40%) sedangkan proporsi terkecil diabetes melitus tipe 2 adalah pada kelompok usia <40 tahun dengan hanya 11 o rang (1.7%). Kelompok usia 40 -49 tahun mencatat 89 orang penderita (13.7%), 60 -69 tahun dengan 188 orang penderita (29%) dan kelompok usia >70 tahun dengan 101 orang penderita (15.6%).

Pada distribusi usia sampel kategori rawat i nap, terdapat 22 orang penderita (5.9%) pada kelompok usia <40 tahun. Pada kelompok usia 40 -49 tahun terdapat 63 orang penderita (16.8%), kelompok usia 50 -59 tahun, 134 orang penderita (35.8%), kelompok usia 60 -70 tahun dan >70 tahun masing -masing dengan 99 orang (26.5%) dan 56 orang penderita (15%). Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa kelompok usia yang terbanyak didiagnosa dengan diabetes melitus tipe 2 adalah kelompok usia 5 0-59 tahun sedangkan kelompok usia yang


(52)

paling sedikit didiagnosa dengan diabetes melitus tipe 2 pada penelitian ini adalah kelompok usia <40 tahun.

5.1.5. Karakteristik lama menderita diabetes melitus tipe 2

Tabel 5.3. Distribusi Sampel Diabetes Melitus Tipe 2, Rawat Jalan Dan Rawat Inap Berdasarkan Lama Menderita Diabetes Melitus Tipe 2

Lama menderita diabetes melitus

tipe 2

Rawat Jalan Rawat Inap

n % n %

≤10 tahun 558 86.1 309 82.6

> 10 tahun 90 13.9 65 17.4

Total 648 100.0 374 100.0

Tabel 5.3 menunjukkan proporsi terbesar lama sampel menderita diabetes melitus tipe 2 kategori rawat jalan adalah pada kelompok ≤10 tahun yaitu

sebanyak 558 orang (86.1%) dan yang menderita diabetes melitus tipe 2 >10 tahun adalah sebanyak 90 orang (13.9%) . Pada kategori rawat inap pula, proporsi terbesar juga adalah pada kelompok yang menderita diabetes melitus tipe 2 dengan durasi ≤10 tahun sedangkan yang menderita diabetes melitus tipe 2 dengan durasi >10 tahun adalah sebanyak 65 orang (17.4%) .


(53)

5.1.6. Anemia dan jenis kelamin

Tabel 5.4. Distribusi Anemia Pada Diabetes Melitus Tipe 2 , Rawat Jalan Dan Rawat Inap Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin Rawat Jalan Rawat Inap

Anemia Anemia Anemia Anemia

(+) (-) (+) (-)

n % n % n % n %

Laki-laki 182 60.5 119 39.5 103 61.3 65 38.7

Perempuan 195 56.2 152 43.8 122 59.2 84 40.8

Total 377 58.2 271 41.8 225 60.2 149 39.8

Berdasarkan tabel 5.4 diatas, untuk kategori jawat jalan, didapati sampel dengan jenis kelamin laki -laki lebih banyak menderita anem ia dengan 182 orang (60.5%) berbanding perempuan dengan 195 orang (56.2%) , sedangkan yang tidak menderita anemia dengan jenis kelamin laki -laki adalah sebanyak 119 orang (39.5%) dan perempuan sebesar 152 orang (43.8%).

Pada sampel rawat inap dengan jenis k elamin laki-laki lebih tinggi dengan 103 orang (61.3%) berbanding 122 orang (59.2%) pada sampel dengan jenis kelamin perempuan. Sampel yang tidak mengalami anemia pada laki -laki adalah 65 orang (38.7%) dan 84 orang (40.8%) pada sampel perempuan.


(54)

5.1.7. Anemia dan usia

Tabel 5.5. Distribusi Anemia Pada Diabetes Melitus Tipe 2 , Rawat Jalan Dan Rawat Inap Berdasarkan Kelompok Usia.

Kelompok Usia Rawat Jalan Rawat Inap

Anemia Anemia Anemia Anemia

(+) (-) (+) (-)

n % n % n % n %

< 40 3 27.3 8 72.7 3 13.6 19 86.4

40 - 49 35 39.3 54 60.7 33 52.4 30 47.6

50 - 59 139 53.7 120 46.3 82 61.2 52 38.8

60 - 69 124 66.0 64 34.0 64 64.6 35 35.4

> 70 74 73.3 27 26.7 43 76.8 13 23.2

Total 375 57.9 273 42.1 225 60.2 149 39.8

Berdasarkan tabel 5.5, kejadian anemia pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang dirawat jalan adalah paling tinggi pada kelompok usia >70 tahun dengan 74 orang (73.3%) diikuti kelompok umur 60 -69 tahun, 50-59 tahun dan 40-49 tahun dengan 124 orang (66%), 139 orang ( 53.7%) dan 35 orang (39.3%). Hal yang sama juga berlaku pada sampel yang dirawat inap dimana kejadian anemia adalah paling tinggi pada kelompok u sia >70 tahun dengan 43 orang ( 76.8%) diikuti kelompok umur 60-69 tahun, 50-59 tahun dan 40-49 tahun dengan 64 orang (64.6%), 82 orang ( 52.4%) dan 3 orang (13.6%).


(55)

5.1.8. Anemia dan lama menderita diabetes melitus tipe 2

Tabel 5.6. Distribusi Anemia Pada Diabetes Melitus Tipe 2 , Rawat Jalan Dan Rawat Inap Berdasarkan Lama Derita Diabetes Melitus Tipe 2 .

Lama menderita diabetes melitus

tipe 2

Rawat Jalan Rawat Inap

Anemia Anemia

(+) (-) (+) (-)

n % n % n % n %

≤ 10 295 52.9 263 47.1 173 56.0 136 44.0

> 10 80 88.9 10 11.1 52 80.0 13 20.0

Total 375 57.9 273 42.1 225 60.2 149 39.8

Berdasarkan data pada tabel 5.6, pasien diabetes melitus tipe 2 yang dirawat jalan dengan lama derita diabetes melitus ≤10 tahun, didapati sebanyak 295 orang (52.9%) menderita anemia dan 263 orang (47.1%) tidak menderita anemia, sedangkan pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan lama derita diabetes melitus >10 tahun didapati seba nyak 80 orang (88.9%) menderita anemia dan hanya 10 orang yang didapati tidak anemia.

Pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang dirawat inap dengan lama derita diabetes melitus ≤10 tahun didapati, sebanyak 173 orang (56%) yang menderi ta anemia dan sebanyak 136 orang (44%) tidak menderita anemia, sedangkan pasien diabetes melitus tipe 2 dengan lama derita diabetes melitus >10 tahun yang menderita anemia adalah sebanyak 52 orang (80%) dan 13 orang (20%) lagi tidak menderita anemia.


(56)

5.1.9. Anemia dan HbA1c

Tabel 5.7. Distribusi Anemia Pada Diabetes Melitus Tipe 2, Rawat Jalan Dan Rawat Inap Berdasarkan Hba1c

HbA1c Rawat Jalan Rawat Inap

Anemia Anemia Anemia Anemia

(+) (-) (+) (-)

n % n % n % n %

≤7% 122 53.7 105 46.3 70 55.6 56 44.4

> 7% 253 60.1 168 39.9 155 62.5 93 37.5

Total 375 57.9 273 42.1 225 60.2 149 39.8

Berdasarkan tabel 5.7, diketahui, bahwa sampel diabetes melitus tipe 2 rawat jalan dengan HbA1C >7% adalah yang terbanyak menderita anemia dengan 253 orang (60.1%) dan sampel diabetes melitus tipe 2 dengan HbA1c ≤7% dengan

anemia adalah sebesar 122 orang (53.7%).

Hal yang sama berlaku pada sampel diab etes melitus tipe 2 rawat inap, sampel dengan HbA1c >7% adalah dari kelompok yang pal ing banyak menderita anemia sedangkan, pada kelompok dengan HbA1c ≤7% jumlah penderita anemia adalah sebesar 70 orang (56.6%).


(57)

5.1.10. Anemia dan jenis terapi

Tabel 5.8. Distribus Anemia Pada Diabetes Melitus, Rawat Jalan Dan Rawat Inap Berdasarkan Jenis Terapi

Jenis Terapi Rawat Jalan Rawat Inap

Anemia Anemia Anemia Anemia

(+) (-) (+) (-)

n % n % n % n %

Oral 225 50.4 251 49.6 141 53.6 122 46.4

Insulin 0 0 0 0 3 100 0 0

Oral + insulin 120 84.5 22 15.5 81 75.0 27 25.0

Total 375 57.9 273 42.1 225 60.2 149 39.8

Berdasarkan tabel 5.8, proporsi terbesar penderita anemia pada kategori pasien yang dirawat jalan adalah pada kelompok yang mendapatkan terapi kombinasi oral dan insulin yaitu sebesar 120 orang (84.5%) dari 142 orang, diikuti dengan kelompok pasien yang mendapatkan terapi oral yaitu sebanyak 255 orang (50.4%) dari 506 orang.

Proporsi terbesar penderita anemia pada kategori pasien yang dirawat inap adalah pada kelompok yang mendapatkan terapi insulin yaitu sebesar 3 orang (100%), diikuti dengan kelompok pasien yang mendapatkan terapi kombinasi oral dan insulin yaitu sebanyak 81 orang (75.0%) dari 108 orang dan yang proporsi penderita anemia yang terkecil adalah dari kelompok yang mendapatkan terapi oral, sebanyak 141 orang (53.6%) dari 263 orang.


(58)

5.2. Pembahasan

Penelitian ini merupakan penelitian deskri ptif yang bersifat retrospektif , dengan design penelitian cross-sectional study, dimana telah dilihat bagaimana kejadian anemia pada pasien yang menderita diabetes melitus tipe 2. Penelitian ini dilakukan berdasarkan adanya penelitian terdahulu dari Jerums G. et al (2006) yang menyatakan bahwa anemia adalah komplikasi yang paling sering dijumpai pada penderita diabetes melitus tipe 2 baik yang dengan nefropati atau tanpa nefropati. Karakteristik yang dinilai pada penelitian ini adalah berdasarkan jenis kelamin, usia, lama mender ita diabetes melitus tipe 2, HbA1C dan jenis terapi yang diberikan.

Jika anemia didefinisi dan didiagnosa secara kategoris mengikut

sex-specific criteria oleh WHO (2008), maka didapati jenis kelamin yang terbanyak

menderita anemia dengan diabetes melitus tipe 2, adalah laki -laki dengan 60.5% untuk kategori rawat jalan dan 61.3 % untuk kategori rawat inap. Sedangkan jenis kelamin perempuan dengan 56.2% bagi kateg ori rawat jalan dan 59.2% bagi kategori rawat inap. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Adjumo B.I (2012), yang menyatakan persentas e jenis kelamin laki-laki yang menderita anemia dengan diabetes melitus tipe 2 adalah lebih tinggi berbanding perempuan. Hal ini mungkin disebabkan oleh gaya hidup laki -laki yang lebih banyak merokok berbanding perempuan dan adanya faktor disposisi yang lain seperti frekuensi olahraga.

Usia sampel dikelompokkan menjadi 5 untuk melihat distribusi penderita diabetes melitus tipe 2 dengan anemia mengikut masing-masing kelompok usia. Dari hasil tabulasi data, dapat disimpulkan secara umum bahwa proporsi penderita anemia dengan diabetes melitus tipe 2 pada kelompok usia ≥50 tahun adalah yang

paling besar pada kedua kategori rawat jalan dan rawat inap dengan masing -masing 89.9% dan 84% sedangkan yang menderita anemia pada kelompok usia <50 tahun bagi rawat jalan hanya 10.1% dan 16% bagi pasien yang dirawat inap. Hal ini sesuai dengan kenyataan oleh Ershler W.B et al (2008) dan Patel K.V. (2008) yang mana dinyatakan bahwa waktu survival hemoglobin tubuh menurun


(59)

seiring peningkatan usia dan perubahan struktur ginjal yang dapat terjadi dengan adanya keterlibatan penyakit kronis seperti diabetes melitus tipe 2 , dapat menyebabkan hormon eritropoeitin yang dihasilkan tidak optimum untuk terus mempertahankan kadar hemoglobin tubuh. Disamping itu, faktor lain seperti nutrisi juga sangat bepengaruh pada golongan usia lanjut. Kegagalan untuk memenuhi kebutuhan gizi, dapat memicu terjadinya anemia defisiensi .

Selain usia, yang menjadi salah satu faktor terpenting dalam ke jadian anemia pada pasien diabetes melitus tipe 2 adalah kadar glukosa darah . Karena ikatan HbA1c dapat bertahan lama, dan jumlah HbA1c yang terbentuk tergantung pada konsentrasi glukos a darah, maka pemeriksaan HbA1c dapat menggambarkan konsentrasi glukosa darah rata-rata selama 1-3 bulan. Pada penelitian ini, ditemukan pada sampel yang menderita diabetes melitus tipe 2 dengan kadar HbA1c lebih dari 7% lebih banyak menderita komplikasi anemia yakni sebesar 60.1% untuk yang di rawat jalan dan 62.5% bagi yan g dirawat inap.

Menurut Zanageh et al(2006), pasien dengan lama diabetes melitus tipe 2 lebih dari 10 tahun akan mengalami penurunan sekresi insulin akibat fungsi pankreas yang tidak lagi adekuat untuk menampung kebutuan insulin tubuh . Hal ini akan selanjutnya menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah yang dapat mengakibatkan toksisitas glukosa secara langsung pada sel prekursor eritrosit. Selain itu, kadar glukosa yang tidak terkontrol dapat memicu terjadinya stres oksidatif pada sel eritrosit matang , Pinero-Pilona A. et al (2002). Kedua mekanisme ini dalam jangka masa panjang dapat berakibat kepada anemia. Dari hasil penelitian, kejadian anemia pada pasien yang mengalami di abetes melitus tipe 2 lebih >10 tahun adalah yang terbesar dengan 88.9% untuk sa mpel rawat jalan dan 80% pada sampel yang dirawat inap. Sedangkan pada kelompok dengan lama menderita diabetes melitus tipe 2 yang ≤10 tahun adalah 52.9% bagi sampel

yang dirawat jalan dan 56% bagi sampel rawat inap.

Pada penelitian ini, didapati kesemua sampel (100%) yang menerima jenis terapi insulin murni menderita anemia dan terapi kombinasi oral dan insulin mencatatkan persentase kedua tertinggi dengan 84.5% bagi sampel rawat jalan dan 75% bagi sampel yang dirawat inap sedangkan persentase bagi sampel yang


(60)

menerima terapi oral murni bagi yang rawat jalan sebesar 50.4% dan rawat inap sebesar 53.6%

Walaupun karakteristik subjek penelitian dite tapkan sedemikian rupa, kenyataannya penelitian ini masih belum mempertimbangkan faktor -faktor lain yang mungkin memperngaruhi kejadian anemia pada penderita diabetes melitus tipe 2 seperti status gizi, kebiasaan olahraga, fungsi ginjal dan komplikasi lain.


(61)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Dari 648 pasien diabetes melitus tipe 2 yang dirawat jalan di RSUP HAM bulan Januari 2011 – Disember 2012, terdapat 375 orang yang menderita anemia.

2. Dari 374 pasien diabetes melitus tipe 2 yang dirawat inap di RSUP HAM bulan Januari 2011 – Disember 2012, terdapat 225 orang yang menderita anemia.

3. Berdasarkan jenis kelamin, didapatkan jenis kelamin laki -laki lebih banyak menderita diabetes melitus tipe 2 dengan anemia yaitu sejumlah 182 orang (60.5%) bagi yang dirawat jalan, dan 103 orang (61.3%) yang dirawat inap .

4. Berdasarkan kelompok usia, didapa tkan kelompok usia diatas 50 tahun lebih banyak menderita diabetes melitus tipe 2 dengan anemia yaitu, sebesar 337 orang (52%) bagi yang dirawat jalan, dan 189 orang (50.5%) yang dirawat inap.

5. Berdasarkan durasi menderita diabetes melitus tipe 2, didap atkan sampel yang menderita diabetes melitus tipe 2 dengan durasi lebih dari 10 tahun lebih banyak menderita diabetes melitus tipe 2 dengan anemia yaitu dengan, 80 orang (88.9%) bagi yang dirawat jalan dan 52 orang (80%) yang dirawat inap .

6. Berdasarkan HbA1C, didapatkan kelompok HbA1c dengan lebih dari 7% lebih banyak menderita diabetes melitus tipe 2 dengan anemia yaitu sebanyak 253 orang (65%) bagi yang dirawat jalan, dan 155 orang (62.5%) yang dirawat inap


(62)

7. Berdasarkan jenis terapi, didapatkan sam pel yang mendapatkan jenis terapi kombinasi insulin dan oral lebih b anyak menderita diabetes melitus tipe 2 dengan anemia yaitu 120 orang (84.5%) bagi yang dirawat jalan, dan jenis terapi insulin sebanyak 3 orang (100%) bagi yang dirawat inap.


(63)

6.2 Saran

Dari pengamatan selama saya melakukan penelitian ini, dapat beberapa saran yang saya ingin berikan. Diantaranya :...

1. Perlunya pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUP H. Adam Malik diberikan penyuluhan tentang komplikasi yang dapat terjadi jika kadar glukosa darah tidak dikontrol dengan baik agar dapat memberikan kesadaran pada pasien terhadap berbagai komplikasi diabetes melitus tipe 2 yang seterusnya dapat berdampak kepada peningkatan kua litas hidup pasien yang menderita diabetes melitus tipe 2.

2. Meskipun pada penelitian ini ditemukan angka insidensi anemia pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan karakteristik - karasteristik yang telah ditetapkan dan adalah sesuai dengan hasil penelitia n yang sebelumnya,perlu diperhatikan juga bahwa penelitian ini belum mengkaji sepenuhnya faktor resiko lain dari sampel penelitian

3. Diharapkan agar data-data di rekam medis RSUP H. Adam Malik dapat dilengkapkan dengan data yang semaksimal mungkin agar tid ak timbul masalah disaat pengambilan data yang disebabkan rekam medis yang tidak lengkap


(64)

DAFTAR PUSTAKA

Adamson, J.W. 2008. Iron Deficiency and Other Hypoproliferative Anemia. In : Fauci, A.S.et al(Eds).Harrison’s Principles of Internal Medicine. USA : The McGraw-Hill Companies, Inc. 586-292.

Adejumo, B.I.et al. 2012.Incidence and risk of anemia in type -2 diabetic patients

in the absence of renal impairment.Health4(6).304-308.

Agustriadi, O.et al. 2006.Hepcidin Pada Anemia of Chronic Disease. Penyakit Dalam. 7. 141-148.

American Diabetes Association, 2010. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus.

Buse, J.B., Polonsky, K.S. and Burant, C.F. 2003. Type 2 Diabetes Mellitus. In : Larsen, P.R. et al.Williams Textbook of Endocrinology. 10th

Ed.Philadelphia: Elsevier. 1428-1468, 1510-1521.

Colledge, N.R., Walker, B.R. and Ralston, S.H. 2006. Davidson’s Principles and

Practise of Medicine. 20thEd. Edinburgh : Churchill Livingstone. 805

-829, 830-836, 838-846.

Conroy M.L, Davis K.R, Embree J.Let al.2010.Atlas of Pathophysiology. 3rdEd. Philadelphia : Lippincott Williams and Wilkins.

Ershler W.B, Kanapuru B., Makipour S. 2008. Unexplained Anemia in elderly.


(65)

Forte, V.et al. 2011.Anemia of Chronic Kidney Disease in Diabetic Patients :

Pathophysiologic Insights and Implications of Clinical Trials. In :

Zimering, M.B. (Eds). Recent Advances in Pathogenesis,Prevention and Management of Type 2 Diabetes and Its Complications. Rijeka : InTech. 273-282.

Gilby, S. 2007.Endocrinology. In : Longmore, M., Wilkinson, I., Turmezei, T. et

al.Oxford Handbook of Clinical Medicine. 7thEd. New york : Oxford

University Press Inc.188-198.

Greenstein, B. and Wood, D. 2006. The Endocrine System at a Glance. 2ndEd. Massachusetts, USA : Blackwell Publishing Ltd.

Guyton, A.C. and Hall, J.E. 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th Ed. Pensylvenia : Elselvier Inc.

Jerums, G., MacIsaac, R., Panagiotopoulos, S. et al. 2006.Anemia and Diabetic

Neuropathy. In : Cortes, P. dan Mogensen, C.E. (Eds). The Diabetic

Kidney. New Jersey : Humana Press Inc. 532 -537.

Kumar, P.P.J. and Clark, M.L. 2005. Kumar & Clark : Clinical Medicine. Edinburgh : Saunders Ltd. 1101 -1131.

Kumar, V., Abbas, A.K., Aster, J.C. 2013.Robbins Basic Pathology. 9thEd. Canada : Elsevier Saunders.

Loffler, H., Rastetter, J. and Haferlach, T. 2005. Atlas of Clinical Hematology. 6th Ed. New York : Springer Berlin Heidelberg. 80 -84, 99,100.

Marieb, E.N. dan Hoehn K. 2004.Human Anatomy & Physiology. San Francisco : Benjamin Cummings.


(66)

Meeking, D.R. 2011.Understanding Diabetes & Endocrinology : A Problem-Oriented Approach. London, UK : Manson Publishing Ltd.

Mehdi, U. Dan Toto, R.D. 2009. Anemia, Diabetes, and Chronic Kidney Disease. Diabetes Care. 32 (7). 1320 -1326.

Minshawy, O.E. dan Bassuoni, E.E. 2010. Anemia And Kidney Dysfunction In

Type 2 Diabetic Patients. International Journal of Nephrology & Urology.

2(4) ; 543-552.

Mogensen, C.E. (Eds). 2004 .The Kidney and Hypertension in Diabetes Mellitus. UK : Taylor & Francis. 287 -297, 556-567.

National Center for Chronic Disease and Prevention and Health Promotion, 2012.

Diabetes Report Card 2012. Division of Diabetes Translation.

Parker, J. dan Barker, P. (Eds). 2003.Anemia : A Medical Dictionary,

Bibliography, and Annotated Research Guide to Internet References. San

Diego : ICON Health Publications.

Patel K.V. 2008.Epidemiology of Anemia in Older Adults. Seminars of

hematology.Oktober 45 (4) : 210–217.

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2011. Konsensus Pengelolaan dan

Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.

Piñero-Piloña A, Litonjua P, Devaraj S,et al. 2002.Anemia associated with new -onset diabetes: improvement with blood glucose control. Endocrinology


(67)

Porth C.M and Martin G. 2008. Pathophysiology : Concepts of Altered Health

States. 8thEd. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins

Powers, A.C. 2008. Diabetes Mellitus. In : Fauci, A.S. et al(Eds).Harrison’s

Principles of Internal Medicine. USA : The McGraw-Hill Companies, Inc.

2152-2179.

Rizzo, D.C. 2001.Delmars Fundamentals of A natomy and Physiology. New York : Thomson Learning.

Thomas, M.C.et al. 2003. Unrecognized anemia in patients with diabetes. Diabetes Care. 26(4). 1164 -1169.

Walker, W.A., Watkins, J.B. dan Duggan, C. 2003. Nutrition in Peadiatrics:

Basic Science and Clinical Applications. 3rdEd. Ontario : BC Decker Inc.

Weiss, G. , Gordeuk, V.R., and Hershko, C. (Eds). 2005. Anemia of Chronic

Disease. Florida, CA : CRC Press.

Weiss, G. Dan Goodnaugh, L.T. 2005. Anemia of Chronic Disease. The New

England Journal Medicine. 352 (10). 1011-1023.

Wild, S.et al. 2004.Global Prevalence of Diabetes. Diabetes Care. 27(5). 1047 -1053.

Wiwanitkit, V. 2011.Tropical Anemia. New York : Nova Science Publishers.

World Health Organization, 2006. Definition and Diagnosis of Diabetes Mellitus


(68)

World Health Organization, 2008. World Prevalence of Anemia 1993 -2005 : WHO Global Database On Anemia.

World Health Organization, 2013. Country and Regional Data On D iabetes. Available from :http://www.who.int/diabetes/facts/world_figures/en/ [Accessed on 28 April 2013]


(1)

terapi * anemia Crosstabulation anemia Total penderita bukan penderita

terapi oral Count 141 122 263

% within terapi

53.6% 46.4% 100.0%

% of Total 37.7% 32.6% 70.3%

insulin Count 3 0 3

% within terapi

100.0% .0% 100.0%

% of Total .8% .0% .8%

oral dan insulin Count 81 27 108

% within terapi

75.0% 25.0% 100.0%

% of Total 21.7% 7.2% 28.9%

Total Count 225 149 374

% within terapi

60.2% 39.8% 100.0%


(2)

lama menderita dm * anemia Crosstabulation anemia

Total penderita

bukan penderita

lama menderita dm ≤10 Count 173 136 309

% within lama menderita dm

56.0% 44.0% 100.0%

% of Total 46.3% 36.4% 82.6%

>10 Count 52 13 65

% within lama menderita dm

80.0% 20.0% 100.0%

% of Total 13.9% 3.5% 17.4%

Total Count 225 149 374

% within lama menderita dm

60.2% 39.8% 100.0%


(3)

Jenis Kelamin * anemia Crosstabulation anemia Total penderita bukan penderita Jenis Kelamin

laki-laki Count 103 65 168

% within Jenis Kelamin

61.3% 38.7% 100.0%

% of Total 27.5% 17.4% 44.9%

perempuan Count 122 84 206

% within Jenis Kelamin

59.2% 40.8% 100.0%

% of Total 32.6% 22.5% 55.1%

Total Count 225 149 374

% within Jenis Kelamin

60.2% 39.8% 100.0%

% of Total 60.2% 39.8% 100.0%

hba1c kelompok * anemia Crosstabulation

anemia

Total penderita

bukan penderita

hba1c kelompok ≤7 129 98 227

<7 248 173 421


(4)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Azima Amina Binti Ayob

Tempat/Tanggal Lahir : Pahang, Malaysia / 5 Juli 1991

Agama : Islam

Alamat : Jalan Universitas No.46a, Medan, 20155 Riwayat Pendidikan :

1. 1998–2003 : Sekolah Kebangsaan Rantau Petronas, Terengganu, Malaysia 2. 2004–2008 : Sekolah Menengah Kebangsaan Rantau Petronas, Terengganu,

Malaysia

3. 2009–2010 : Kolej Matrikulasi Melaka, Malaysia Riwayat Organisasi :

1. Anggota Divisi Pkpmi -Cm 2. Anggota Divisi Pmusu


(5)

(6)