Latar Belakang Perlindungan Hukum Bagi Kreditor Separatis Terhadap Tindakan-Tindakan Dalam Periode Keadaan Diam (Standstill) Dalam Kepailitan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perekonomian Indonesia belum sepenuhnya berjalan normal sejak dilanda krisis pada tahun 1998. Krisis moneter yang terjadi di Indonesia yang kemudian diperburuk lagi dengan krisis politik yang mengakibatkan mundurnya Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia. Hal ini mengakibatkan melemahnya nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang dollar yang menimbulkan dampak yang tidak menguntungkan terhadap perekonomian dan perdagangan nasional. Gejolak moneter pada tahun 1997, mengakibatkan dampak yang sangat luas terhadap perkembangan bisnis di Indonesia, nilai tukar dollar terhadap rupiah sangat tinggi, sehingga mengakibatkan utang-utang para pengusaha Indonesia menjadi membengkak luar biasa. ”Banyak perusahaan di Indonesia tidak lagi mampu membayar utang yang umumnya dilakukan dalam bentuk dollar”. 1 Kenyataan menunjukkan salah satu masalah yang menyebabkan krisis ekonomi yang dihadapi oleh Indonesia adalah masalah utang-piutang perusahaan-perusahaan swasta. Krisis moneter menyebabkan daya beli masyarakat semakin lemah, sehingga mengakibatkan pendapatan perusahaan menurun. Akibatnya perusahaan mengalami kesulitan keuangan karena pendapatan yang menurun sementara pengeluaran semakin tinggi. Krisis tersebut telah menimbulkan kesulitan keuangan perusahaan yang pada 1 Sunarmi, Hukum Kepailitan, Edisi 2, Penerbit Sofmedia, Jakarta, 2010, hlm. 2. Universitas Sumatera Utara akhirnya mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban pembayaran utang kepada kreditor. Selain beban pembayaran utang-utang kepada kreditor yang semakin terasa berat, perusahaan-perusahaan ini secara umum mengalami kesulitan besar di dalam melakukan operasionalnya. Untuk menyehatkan kembali perusahaan, berbagai strategi dan kebijakan dilakukan dalam mempertahankan jalannya perusahaan seperti efesiensi di segala bidang, yaitu dengan perampingan manajemen perusahaan, penurunan produksi atau melakukan pengurangan jumlah tenaga kerja, dan dengan mencari sumber-sumber suntikan dana dalam bentuk pinjaman dari lembaga keuangan ataupun dari perorangan. Suatu hal yang sangat mendasar dalam pelaksanaan perusahaan adalah tersedianya permodalan. Perusahaan melakukan pinjaman untuk mengembangkan kembali usahanya, suntikan dana segar dalam bentuk pinjaman ini diharapkan dapat menjadi stimulus yang akan membuat perusahaan menjadi bangkit dan berjalan lebih baik lagi. Pinjaman-pinjaman yang diberikan oleh kreditor antara lain dapat berupa kredit dari bank, kredit dari perusahaan selain bank, atau pinjaman dari orang perorangan pribadi berdasarkan perjanjian kredit, atau perjanjian meminjam uang yang harus dibayar kembali pada waktu yang telah disepakati antara kreditor dan debitor. Sektor perkreditan merupakan salah satu sarana pemupukan modal bagi Universitas Sumatera Utara masyarakat bisnis. ”Bagi para pengusaha, pengambilan kredit merupakan faktor yang tidak dapat dipisahkan lagi dari kehidupan bisnis”. 2 Pada waktu mengajukan pinjaman tersebut, debitor harus mempunyai itikad baik dan harus dapat meyakinkan kreditor bahwa debitor akan mampu mengembalikan pinjaman tersebut. “Tanpa ada kepercayaan trust dari kreditor kepada debitor, maka kreditor tidak akan memberikan kredit atau pinjaman tersebut.” 3 Tanpa adanya kepercayaan kreditor kepada debitor, tidak mungkin timbul hubungan hukum formal yang terwujud dalam suatu perjanjian yang dibuat antara kreditor dan debitor, karena pada dasarnya pemberian kredit oleh kreditor kepada debitor dilakukan karena kreditor percaya bahwa debitor akan mengembalikan pinjaman itu pada waktunya. Hubungan hukum antara kreditor dan debitor terjadi ketika kedua belah pihak menandatangani perjanjian utang piutang. Dengan ditandatanganinya perjanjian utang piutang maka kedua belah pihak telah menyetujui isi serta maksud perjanjian dan dengan demikian berlaku asas kekuatan mengikat, yaitu terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata-mata terbatas pada apa yang diperjanjikan, akan tetapi juga terhadap unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan serta moral, sehingga asas-asas moral, kepatutan, dan kebiasaan mengikat para pihak. Dalam perjanjian konsensuil, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata untuk 2 Sutan Remy Sjahdeini, Hak Jaminan Dan Kepailitan, Makalah Pembanding Dalam Seminar Sosialisasi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, Jakarta, 2000, hlm. 2. 3 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan, Memahami Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan, Edisi 3, Jakarta, 2009, hlm. 3. Universitas Sumatera Utara selanjutnya disebut KUH Perdata menentukan bahwa segera setelah terjadi kesepakatan, maka lahirlah perjanjian, yang pada saat yang bersamaan juga menerbitkan perikatan diantara para pihak yang telah bersepakat dan berjanji tersebut. 4 Kreditor dalam memberikan kredit atau fasilitas pembiayaan kepada debitor akan memastikan bahwa kredit atau fasilitas pembiayaan itu dapat dilunasi pada waktunya, baik untuk pokok maupun bunganya. Kreditor harus memperoleh keyakinan bahwa kegiatan usaha atau bisnis debitor tersebut dapat menghasilkan pendapatan yang cukup untuk melunasi kredit atau fasilitas pembiayaan tersebut. Sebelum pendapatan itu dipakai untuk melunasi utang perusahaan, terlebih dahulu pendapatan itu harus dapat menutupi kebutuhan perusahaan dalam rangka pemupukan cadangan perusahaan dan menutupi biaya-biaya perusahaan. Apabila ternyata perusahaan mengalami kesulitan dalam usahanya sehingga perusahaan tidak memiliki kemampuan untuk menghasilkan pendapatan yang cukup untuk membayar utang-utangnya, maka para kreditor harus memperoleh kepastian bahwa hasil penjualan agunan atau likuidasi atas harta kekayaan perusahaan melalui putusan pailit dari pengadilan dapat diandalkan sebagai sumber pelunasan alternatif. Untuk menjamin pengembalian kredit yang diberikan, diadakan perjanjian jaminan. Perjanjian pemberian jaminan merupakan perjanjian yang bersifat asesor, 4 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Hak Tanggungan, Seri Hukum Harta kekayaan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hlm. 22. Universitas Sumatera Utara di mana adanya jaminan ini merupakan perjanjian yang dikaitkan dengan perjanjian pokok, dalam hal ini perjanjian kredit. Retnowulan Sutantio memberikan pengertian jaminan sebagai berikut: ”Jaminan kredit adalah suatu jaminan baik berupa benda atau orang yang diberikan oleh debitor kepada kreditor, yang diperlukan untuk menjamin agar kreditor tidak dirugikan, apabila debitor ingkar janji atau tidak mampu mengembalikan pinjamannya tepat waktunya”. 5 Kreditor lebih menyukai perjanjian jaminan yang bersifat kebendaan dibandingkan dengan perjanjian jaminan perorangan. Oleh karena perjanjian jaminan kebendaan dengan jelas ditentukan benda tertentu yang diikat dalam perjanjian dan benda tersebut disediakan untuk menjaga terjadinya kredit macet, sehingga hal ini dapat menimbulkan rasa aman kepada kreditor dan lebih memberikan kepastian dengan ditentukan bendanya yang diikat dalam perjanjian sebagai jaminan. Jaminan kebendaan merupakan jaminan yang objeknya terdiri dari benda yang mengandung asas-asas sebagai berikut: 1. Memberikan kedudukan yang didahulukan bagi kreditor pemegang hak jaminan terhadap kreditor lainnya. 2. Bersifat asesor terhadap perjanjian pokok yang dijamin dengan jaminan tersebut. 3. Memberikan hak separatis bagi kreditor pemegang hak jaminan. Artinya benda yang dibebani hak jaminan bukan merupakan harta pailit dalam hal debitor dinyatakan pailit oleh Pengadilan. 4. Merupakan hak kebendaan. Artinya hak jaminan akan selalu melekat di atas benda tersebut droit de suite kepada siapapun juga benda tersebut beralih kepemilikannya. 5 Retnowulan Sutantio, Beberapa Masalah Yang Berhubungan Dengan Jaminan Kredit, Varia Peradilan, Tahun II Nomor 19, April 1987, hlm. 185. Universitas Sumatera Utara 5. Kreditor pemegang hak jaminan mempunyai wewenang penuh untuk melakukan eksekusi atas hak jaminannya. 6. Berlaku bagi pihak ketiga, dimana berlaku pula asas publisitas. Artinya hak jaminan tersebut harus didaftarkan. 6 Jaminan kebendaan dalam jaminan kredit merupakan upaya guna memperkecil resiko. ”Jaminan adalah sarana perlindungan bagi keamanan kreditor yaitu kepastian hukum akan pelunasan utang debitor atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitor atau oleh penjamin debitor”. 7 Salah satu perlindungan hukum yang diberikan oleh undang-undang kepada kreditor pemegang hak jaminan untuk mengambil pelunasan atau piutangnya terhadap debitor yang cidera janji adalah kreditor pemegang hak kebendaan dapat menuntut haknya dengan cara menjual barang milik debitor tersebut serta mengambil pelunasan dari penjualan tersebut. Untuk definisi tentang jaminan dalam KUH Perdata ternyata tidak dirumuskan secara tegas, KUH Perdata hanya memberikan perumusan jaminan secara umum yang diatur dalam pasal 1131 KUH Perdata, yang mengatakan segala kebendaan seseorang baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Berdasarkan Pasal 1131 KUH Perdata dapat diketahui bahwa hak untuk didahulukan di antara orang-orang berpiutang terbit dari hak istimewa, dari hak gadai dan dari hak hipotik. Berkaitan dengan Pasal 1131 KUH Perdata, Djuhaendah Hasan menyatakan bahwa : 6 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan, Op. Cit, hlm. 281. 7 Ibid. hlm. 23. Universitas Sumatera Utara Ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata merupakan jaminan secara umum atau jaminan yang timbul atau lahir dari undang-undang. Di sini undang-undang memberikan perlindungan bagi semua kreditor dalam kedudukan yang sama atau di sini berlaku asas paritas creditorum, dimana pembayaran atau pelunasan utang kepada para kreditor hanya berkedudukan sebagai kreditor konkuren bersaing dalam pemenuhan piutangnya kecuali apabila ada alasan yang memberikan kedudukan preferen droit de preference kepada para kreditor tersebut. 8 Perkembangan perekonomian global membutuhkan aturan hukum kepailitan yang mampu memenuhi kebutuhan hukum para pelaku bisnis dalam penyelesaian utang piutang mereka. Globalisasi hukum mengikuti globalisasi ekonomi, dalam arti substansi berbagai undang-undang dan perjanjian-perjanjian menyebar melewati batas-batas negara. “Hubungan antara sektor ekonomi dengan sektor hukum tidak hanya berupa pengaturan hukum terhadap aktivitas perekonomian melainkan juga bagaimana pengaruh sektor ekonomi terhadap hukum.” 9 Perjanjian jaminan kebendaan memberikan kedudukan yang istimewa kepada para kreditor yang memiliki hak preferen yaitu hak untuk didahulukan dari pada kreditor lainnya dalam pengambilan pelunasan piutang dari benda yang menjadi objek jaminan. Hak istimewa menurut Pasal 1134 KUH Perdata adalah hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatannya lebih tinggi dari orang berpiutang lainnya. 8 Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain yang Melekat pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hlm. 234. 9 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, Jakarta, Toko Gunung Agung Tbk., 2002, hlm. 70. Universitas Sumatera Utara Tingkat kedudukan kreditor berdasarkan pelunasan piutangnya dari debitor dapat dikatagorikan, sebagai berikut : 1. Kreditor Preferen istimewa atau privilege yang terdiri atas : a. Kreditor preferen karena undang-undang, Yaitu kreditor yang oleh undang-undang diberi tingkatan yang lebih tinggi dari pada kreditor lainnya semata-mata berdasarkan sifat piutang yang diatur dalam Pasal 1139 KUH Perdata dan Pasal 1149 KUH Perdata. b. Kreditor separatis secured creditor, Yaitu kreditor yang tidak terkena akibat kepailitan, artinya para kreditor separatis tetap dapat melaksanakan hak-hak eksekusinya meskipun debitornya dinyatakan pailit. 2. Kreditor Konkuren unsecured creditor Yang disebut juga kreditor bersaing, karena tidak memiliki jaminan secara khusus dan tidak memiliki hak istimewa, sehingga kedudukannya sama dengan kreditor tanpa jaminan lainnya berdasarkan asas paritas creditorium. Jaminan kebendaan yang dapat diikat Hak Tanggungan yang diatur didalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, agar kedudukan kreditor sebagai pemegang jaminan menjadi kuat secara yuridis, maka atas jaminan yang diperoleh kreditor harus dilakukan pengikatan dengan cara pembebanan Hak Tanggungan yang kemudian didaftarkan ke Kantor Badan Pertanahan Nasional setempat di mana objek agunan tersebut berada. Dengan pembebanan Hak Tanggungan tersebut, maka Universitas Sumatera Utara Lembaga Hak Tanggungan telah memberikan kedudukan yang didahulukan kepada kreditor pemegang hak jaminan droit de preference, yaitu kepada kreditornya sebagaimana tercantum dalam kalimat terakhir Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Hak Tanggungan, yaitu : ”...memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.” Dalam hukum jaminan Indonesia kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang berkedudukan sebagai kreditor separatis adalah atas Hak Tanggungan, hipotik, gadai dan fidusia. Dengan demikian, kreditor pemegang hak jaminan mempunyai hak separatis. Hak separatis juga terdapat pada gadai, hipotik dan jaminan fidusia yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999. Hak separatis yang dimiliki pemegang hak jaminan tersebut kreditor separatis memiliki kedudukan untuk dapat mengeksekusi barang jaminan yang dimilikinya. Kreditor separatis tidak boleh dihalangi haknya untuk melakukan eksekusi atas hak jaminannya atas harta kekayaan debitor yang dibebani dengan hak jaminan tersebut. Kreditor separatis memiliki hak didahulukan untuk mengeksekusi barang jaminan yang diikat dengan Hak Tanggungan sebagai pelunasan utang apabila debitor cedera janji wanprestasi sebagaimana tercantum pada Pasal 6 Undang- Undang Hak Tangggungan : Apabila debitor cedera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan Universitas Sumatera Utara sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Pasal tersebut memberikan hak bagi pemegang Hak Tanggungan untuk melakukan parate eksekusi. Artinya pemegang Hak Tanggungan tidak perlu memperoleh persetujuan dari pemberi Hak Tanggungan, tetapi juga tidak perlu meminta penetapan dari pengadilan setempat apabila akan melakukan eksekusi atas Hak Tanggungan yang menjadi jaminan utang debitor dalam hal debitor cedera janji. Ketentuan Pasal 21 Undang-Undang Hak Tanggungan juga disebutkan bahwa dalam peristiwa kepailitan dari pemegang Hak Tanggungan tetap berwenang untuk melaksanakan segala hak yang dipunyainya berdasarkan UUHT. Kreditor dapat melaksanakan haknya berdasarkan UUHT seakan-akan tidak ada kepailitan atau seakan akan tagihan kreditor ada di luar kepailitan, di luar sitaan umum. Berarti bahwa sesuai hal tersebut maka putusan pernyataan pailit oleh hakim tidak mempunyai pengaruh terhadap pemegang Hak Tanggungan. Dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 55 ayat 1 Undang-Undang Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang UUKPKPU tersebut, maka setiap kreditor yang memegang Hak Tanggungan dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Dalam Pasal 1 ayat 1 UUHT disebutkan pengertian Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan Universitas Sumatera Utara tanah itu untuk pelunasan utang tertentu, memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Keistimewaan hukum kreditor pemegang Hak Tanggungan juga dijamin melalui ketentuan pasal 21 UUHT, apabila pemberi Hak Tanggungan dinyatakan pailit, kreditor tetap berwenang melakukan segala hal yang diperolehnya menurut UUHT. Objek Hak Tanggungan tidak termasuk dalam budel kepailitan pemberi Hak Tanggungan, sebelum pemegang Hak Tanggungan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan objek Hak Tanggungan. Budel adalah harta kekayaan yang belum dibagi. Peristiwa kepailitan dari pemberi Hak Tanggungan, pemegang Hak Tanggungan tetap berwenang untuk melaksanakan segala hak dipunyainya berdasarkan UUHT. Kreditor dapat melaksanakan hak-haknya berdasarkan UUHT seakan-akan tidak ada kepailitan atau seakan-akan tagihan kreditor ada di luar kepailitan, diluar sitaan umum. “Karenanya kreditor seperti itu disebut kreditor separatis”. 10 Perkara permohonan kepailitan adalah perkara yang diajukan pada Pengadilan Niaga. Apabila permohonan diterima oleh Pengadilan maka akan ditetapkan siapa Hakim pengawas yang bertugas untuk mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit serta untuk mengeluarkan ketetapan yang diperlukan dalam proses pasca kepailitan. Juga ditetapkannya seorang kurator untuk melaksanakan pemberesan harta 10 J. Satrio. Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan, Buku 2, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1998, hlm. 284. Universitas Sumatera Utara pailit termasuk menuntut penyerahan objek Hak Tanggungan untuk dijual di muka umumlelang dengan seijin Hakim Pengawas apabila kreditor separatis tidak dapat melaksanakan eksekusi terhadap objek Hak Tanggungan tersebut melalui penjualan lelang di muka umum atau lelang dalam jangka waktu 2 dua bulan terhitung sejak dinyatakannya harta pailit telah insolven atau setelah masa penangguhan 90 sembilan puluh hari. “Setelah upaya hukum tidak ada lagi di mana budel pailit harus dijual untuk membayar utang kepada kreditor, fase insolven adalah fase paling akhir dimana harta pailit harus dijual.” 11 Saat ini dunia usaha di Indonesia sudah berskala Internasional, modal para pengusaha berasal dari berbagai sumber, sebahagian besar dari bank-bank swasta dalam dan luar negeri, sehingga peraturan kepailitan mutlak harus disesuaikan dengan keadaan tersebut. 12 Perkembangan perekonomian global membutuhkan aturan hukum kepailitan yang mampu memenuhi kebutuhan hukum para pelaku bisnis dalam penyelesaian utang piutang mereka. Globalisasi hukum mengikuti globalisasi ekonomi, dalam arti substansi berbagai undang-undang dan perjanjian-perjanjian menyebar melewati batas-batas negara. “Hubungan antara sektor ekonomi dengan sektor hukum tidak hanya berupa pengaturan hukum terhadap aktivitas perekonomian melainkan juga bagaimana pengaruh sektor ekonomi terhadap hukum.” 13 11 Hasil Wawancara dengan Sunarmi, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara pada tanggal 8 Juli 2010. 12 Sunarmi, Prinsip Keseimbangan Dalam Hukum Kepailitan Di Indonesia, edisi 2, PT. Sofmadia, Jakarta, hlm. 5. 13 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, Jakarta, Toko Gunung Agung Tbk., 2002, hlm. 70. Universitas Sumatera Utara Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur, secara materil dan spiritual, serta merupakan upaya yang berkesinambungan. Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan nasional yang berkesinambungan tersebut diperlukan pembangunan dalam bidang hukum. Sejalan dengan hal tersebut, Mochtar Kusumaatmadja berpendapat bahwa ”Hukum merupakan sarana pembaharuan masyarakat yang didasarkan atas anggapan bahwa adanya keteraturan atau ketertiban dan kepastian hukum dalam usaha pembangunan atau pembaharuan merupakan suatu yang diinginkan atau bahkan dipandang mutlak perlu”. 14 Latar belakang dilakukannya penyempurnaan Faillissement verordening, Pemerintah dalam hal ini memberikan 2 dua alasan utama : 15 Pertama, adanya kebutuhan yang besar dan sifatnya mendesak untuk secepatnya mewujudkan sarana hukum bagi penyelesaian yang cepat, adil dan terbuka, dan efektif guna menyelesaikan utang piutang perusahaan yang besar pengaruhnya terhadap perekonomian Nasional. Kedua, dalam kerangka penyelesaian akibat-akibat gejolak moneter yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997, khususnya terhadap masalah utang piutang di kalangan dunia usaha nasional, penyelesaian yang cepat mengenai masalah ini akan sangat membantu mengatasi situasi yang tidak menentu di bidang perekonomian. Pada saat terjadinya krisis moneter tahun 1998, Peraturan mengenai kepailitan yang ada adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Undang-Undang Kepailitan, dirasakan sebagian besar materinya tidak sesuai dengan perkembangan 14 Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Masyarakat Dan Pembinaan Hukum Nasional, Bina Cipta, Bandung, 1986, hlm. 13. 15 Penjelasan Umum Perpu Nomor 2 Tahun 1998. Universitas Sumatera Utara dan kebutuhan hukum masyarakat karena sudah tidak mampu lagi memenuhi tuntutan perkembangan yang terjadi di bidang perekonomian terutama dalam menyelesaikan masalah utang piutang, untuk itu perlu dilakukan perubahan dan penyempurnaan terhadap peraturan perundangan-undangan. Kemudian Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Undang-Undang Kepailitan UUK disempurnakan menjadi Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang UUKPKPU. ”Penyempurnaan hukum kepailitan hanyalah satu upaya pemerintah di samping pengembangan kebijakan lain yang harus diperhitungkan dalam mengkaji upaya pemulihan perekonomian nasional”. 16 Sehubungan dengan kondisi debitor yang insolven, maka baik debitor maupun kreditor dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit melalui Pengadilan Niaga sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku pada UUKPKPU. Secara umum dalam hukum kepailitan, debitor baru dapat dinyatakan pailit apabila debitor tersebut berada dalam keadaan insolven tidak mampu membayar. Persyaratan ini karena didasarkan karena adanya krisis finasial yang dialami debitor liquidity crisis untuk membayar seluruh utang-utangnya dan dengan adanya keadaan tersebut kepentingan kreditor secara keseluruhan harus dilindungi. Insolvensi diartikan sebagai keadaan berhenti membayar namun dalam hal ini tidak dijelaskan secara terperinci apabila keadaan tersebut karena keadaan ketidak 16 Sunarmi, Prinsip Keseimbangan…, Op. Cit. hlm. 58 Universitas Sumatera Utara mampuan membayar atau disebabkan alasan tertentu. Menurut Friedman, insolvensi insolvency diartikan sebagai : 17 a. Ketidaksanggupan untuk memenuhi kewajiban finansial ketika jatuh waktu seperti layaknya dalam bisnis, atau b. Kelebihan kewajiban dibandingkan dengan asset dalam waktu tertentu. Untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit tersebut, baik debitor maupun kreditor harus memenuhi terlebih dahulu persyaratan-persyaratan yang menjadi unsur-unsur pengajuan permohonan kepailitan yang diatur dalam Pasal 2 ayat 1 UUKPKPU, yaitu: Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya. Unsur-unsur kepailitan tersebut merupakan persyaratan yang sangat pokok dan mendasar sebagai dasar hukum dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit, oleh karena itu dalam menyelesaikan perkara kepailitan, para praktisi hukum, khususnya hakim dalam memeriksa dan memutuskan suatu perkara tidak boleh mengesampingkan unsur-unsur kepailitan tersebut. Apabila debitor terbukti telah memenuhi unsur-unsur yang diatur dalam Pasal 2 ayat 1 UUKPKPU tersebut, maka hakim Pengadilan Niaga dapat memberikan 17 Munir Fuady, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek, Edisi Revisi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 135. Universitas Sumatera Utara putusan pernyataan pailit kepada debitor. Penyelesaian utang-piutang terhadap kreditor pemegang hak jaminan tersebut di dalam ketentuan UUKPKPU Pasal 55 ayat 1, menyebutkan bahwa ”setiap kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, Hak Tanggungan, hipotik atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan”. Hak eksekusi kreditor sebagaimana dimaksud dalam ketentuan tersebut dan hak pihak ketiga untuk menuntut haknya yang berada dalam penguasaan debitor pailit atau kurator ditangguhkan karena UUKPKPU menganut ketentuan mengenai berlakunya keadaan diam, dengan kata lain memberlakukan atau standstill, sejak pernyataan pailit diputuskan di Pengadilan. UUKPKPU memungkinkan adanya masa penundaan hak eksekusi standstill, termasuk hak pihak ketiga atas hartanya yang ada pada debitor untuk jangka waktu 90 sembilan puluh hari sejak penetapan pailit sebagaimana diatur dalam Pasal 56 ayat 1 UUKPKPU, yakni : Hak eksekusi kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat 1 UUKPKPU dan pihak ketiga untuk menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan debitor pailit atau kurator, ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 sembilan puluh hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan. ”Selama berlangsungnya keadaan diam standstill, debitor tidak diperbolehkan untuk melakukan negosiasi dengan kreditor tertentu, tidak boleh melunasi sebagian atau seluruh utangnya terhadap kreditor tertentu saja. Selama masa Universitas Sumatera Utara itu debitor tidak pula diperkenankan untuk memperoleh pinjaman baru”. 18 Dengan adanya ketentuan, bahwa keadaan diam diberlakukan dengan jangka waktu paling lama 90 sembilan puluh hari setelah putusan pernyataan pailit diucapkan, maka dalam masa ini debitor dapat saja melakukan tindakan-tindakan yang dapat merugikan kreditor terhadap barang-barang jaminan pada saat keadaan diam diberlakukan, karena dalam masa ini terdapat jangka waktu yang dapat dipergunakan oleh debitor untuk melakukan tindakan curang kepada para kreditornya. Apabila perbuatan hukum yang merugikan kreditor dilakukan dalam jangka waktu 1 satu tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, sedangkan perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan debitor kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, debitor dan pihak dengan siapa perbuatan tersebut dilakukan dianggap mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor. Dalam Pasal 41 ayat 1 UUKPKPU menyatakan : Untuk kepentingan harta pailit kepada Pengadilan dapat diminta pembatalan segala perbuatan hukum debitor yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan kreditor, yang dilakukan sebelum putusan pailit diucapkan. Adanya penangguhan selama 90 sembilan puluh hari setelah debitor dinyatakan pailit dan apabila jangka waktu 90 sembilan puluh hari tersebut telah lewat maka hak eksekusi kreditor pemegang hak jaminan dihidupkan kembali untuk jangka waktu 2 dua bulan sejak dimulainya keadaan insolven atau harta kekayaan 18 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan..., Op. Cit, hlm. 53. Universitas Sumatera Utara debitor berada dalam keadaan tidak mampu membayar. Lewatnya jangka waktu dihidupkannya kembali hak kreditor untuk mengeksekusi agunan menyebabkan dapat menuntut diserahkannya barang yang menjadi agunan untuk selanjutnya dijual dimuka umum dengan mendapat ijin dari Hakim Pengawas, tanpa mengurangi hak pemegang hak tersebut untuk memperoleh hasil penjualan agunan tersebut. UUKPKPU ternyata tidak menjunjung tinggi hak separatis dari para kreditor pemegang hak jaminan, ketentuan yang diberikan oleh UUKPKPU tersebut bukan saja menegaskan dan memperjelaskan sikap UUKPKPU yang tidak mengakui hak separatis dan dari kreditor pemegang hak jaminan, karena memasukkan benda-benda yang dibebani hak jaminan sebagai harta pailit, dan juga tidak mengakui hak kreditor pemegang hak jaminan untuk dapat mengeksekusi sendiri hak jaminannya yaitu dengan cara menjual benda-benda yang telah dibebani hak jaminan itu setelah debitor cidera janji. Sesungguhnya lembaga hak jaminan haruslah dihormati oleh UUKPKPU karena pemegang hak jaminan mempunyai hak separatis yaitu hak yang diberikan oleh hukum kepada kreditor pamegang hak jaminan berhak untuk melakukan eksekusi berdasarkan kekuasaannya sendiri. Sehubungan dengan berlakunya hak separatis tersebut maka pemegang hak jaminan tidak boleh dihalangi haknya untuk melakukan eksekusi hak jaminannya atas harta kekayaan debitor yang dibebani dengan hak jaminan itu. ”Adanya hak jaminan dan pengakuan hak separatis dalam Universitas Sumatera Utara proses kepailitan merupakan sendi-sendi yang penting sekali dari sistem perkreditan suatu negara”. 19 Melihat hal-hal tersebut di atas maka akan timbul masalah yang akan dihadapi oleh kreditor separatis yang kedudukannya secara tegas telah dijamin oleh UUHT sebagai kreditor yang dapat melaksanakan eksekusi terhadap objek Hak Tanggungan berdasarkan kekuasaannya sendiri tanpa memerlukan ijin dari pengadilan. Akan tetapi dalam kepailitan hak tersebut telah ditangguhkan untuk jangka waktu 90 sembilan puluh hari, dan apabila selama 90 sembilan puluh hari tersebut harta pailit dalam keadaan insolven artinya bahwa kreditor separatis tidak dapat menjual objek hak jaminan atas kekuasaan sendiri, karena masa penangguhan adalah masa untuk berhenti secara otomatis untuk kreditor tidak melakukan eksekusi terhadap objek Hak Tanggungan. Dalam hal ini kreditor separatis akan kehilangan haknya untuk mengeksekusi sendiri objek Hak Tanggungan yang menjadi jaminan utang si debitor pailit sampai masa standstillpenangguhan berakhir.

B. Perumusan Masalah