Pasar Titipapan Sebelum Dan Sesudah Direlokasi Pemerintah Kotamadya Medan (1993-2000)

(1)

PASAR TITIPAPAN SEBELUM DAN SESUDAH DIRELOKASI PEMERINTAH KOTAMADYA MEDAN (1993-2000)

Skripsi Sarjana Dikerjakan O

L E H

NAMA : FASRAH AKA SIHALOHO NIM : 070706039

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

Lembar Persetujuan Ujian Skripsi

PASAR TITIPAPAN SEBELUM DAN SESUDAH DIRELOKASI PEMERINTAH KOTAMADYA MEDAN (1993-2000)

Yang diajukan oleh :

Nama : Fasrah Aka Sihaloho Nim : 070706039

Telah di setujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh : Pembimbing

Dra. Farida Hanum Ritonga M.SP. Tanggal: NIP. 195401111981032001

Ketua Departemen Sejarah

Drs. Edi Sumarno, M. Hum Tanggal: NIP. 196409221989031001

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi

PASAR TITIPAPAN SEBELUM DAN SESUDAH DIRELOKASI PEMERINTAH KOTAMADYA MEDAN (1993-2000)

Skripsi Sarjana Yang diajukan oleh:

NAMA : FASRAH AKA SIHALOHO NIM : 070706039

Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh: Pembimbing

Dra. Farida Hanum Ritonga M.SP. NIP. 195401333981032001

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam Bidang Ilmu Sejarah

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Lembar Persetujuan Ketua Departemen

Disetujui oleh:

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

DEPARTEMEN ILMU BUDAYA

Ketua Departemen

Drs. Edi Sumarno, M.Hum NIP. 196409221989031001


(5)

Lembar Pengesahan Skripsi Oleh Dekan dan Panitia UJian Di terima oleh

Panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana

Dalam Ilmu Sejarah pada Fakultas Ilmu Budaya USU Medan.

Pada :

Hari : Jumat

Tanggal : 25 Oktober 2013

Fakultas Ilmu Budaya USU Dekan

Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP. 19511013197603100

Panitia Ujian

No . Nama Tanda tangan

1. Drs. Edi Sumarno, M.Hum. (... )

2. Dra. Nurhabsyah, M.Si. (………..….)

3 . Dra. Farida Hanum Ritongga, MSP. (...)

4 . Dra. Lila Pelita Hati, Msi. ( ...)


(6)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdulillah, dengan mengucapkan puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas karunia dan ridhanya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pasar Titipapan Sebelum dan Sesudah Direlokasi Pemerintah Kotamadya Medan (1993 - 2000)”. Selanjutnya salawat dan salam penulis sampaikan kejunjungan nabi besar Muhamad saw., sebagai mahkluk pilihan Allah untuk membawa umat manusia ke kebahagiaan yang kekal, dunia dan akhirat sesuai ajaran yang benar yaitu kitab suci Al-quran.

Dengan tersusunnya skripsi ini diharapkan akan dapat menjadi bahan informasi mengenai peranan pasar pada masyarakat, khususnya Kelurahan Titipapan. Penulis memberanikan diri untuk mengerjakan skripsi ini adalah dengan suatu landasan tinjauan historis. Penulisan karya sejarah akhir-akhir ini semakin membawa variasi yang beragam yang tidak hanya memfokuskan diri terhadap sejarah politik, ekonomi, dan sosial budayanya. Untuk itulah, maka penulis berkeinginan untuk menulis skripsi yang membahas terjadinya relokasi pasar. Hasil penelitian ini adalah membahas masalah pasar sebelum dan sesudah direlokasi oleh pemerintah Kota Medan. Sebelum direlokasi Pasar Titipapan berada di pinggiran Sungai Deli yang pengelolanya oleh peroorangan dengan fasilitas yang minim. Akan tetapi pasar itu semakin hari mengalami kemajuan yang besar, maka pihak pemerintah kota mengambil alih pasar tersebut. Dengan berjalannya waktu maka pemerintah Kota Medan merelokasikan pasar tersebut di pinggir jalan raya, yaitu Jalan Yos Sudarso, dan dikelola oleh pemerintah daerah langsung. Dengan begitu pasar Ttitipapan menjadi lebih baik dari sebelumnya, baik dari sarana dan prasarana.


(7)

Dalam penulisan skripsi ini bukanlah mutlak gagasan penulis, akan tetapi adalah rangkaian kuliah, ditambah dengan hasil penelitian (wawancara dan observasi), dan studi kepustakaan. Dimaklumi bahwa dalam melakukan kegiatan penelitian serta menyelesaikan penyusunan skripsi ini ditemui banyak rintangan dan hambatan, namun demikian berkat keuletan dan ketekunan penulis serta bantuan yang tidak sedikit dari berbagai pihak, kegiatan ini akhirnya dapat membuahkan hasil sesuai dengan rencana yang sudah digariskan. Meskipun demikian, penulis belum berani mengatakan skripsi ini memiliki bobot ilmiah yang sempurna, tetapi penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikannya dengan sebaik-baiknya. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk mencapai sebuah kesempurnaan penelitian ini. Semoga penelitian ini berguna dan bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, 20 September 2013 Penulis


(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat, nikmat, dan hidayahNya jualah penulis dapat menyelesaikan peroses penulisan skripsi ini dengan baik yang merupakan tugas akhir untuk menjadi seorang sarjana. Karena tanpa kehadirat-Nya, penulis tidak dapat melangkah lebih jauh untuk menjadi manusia yang lebih baik. Selain itu, skripsi ini tidak mungkin selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil.

Istimewa sekali ucapan terima kasih yang setingi-tingginya kepada kedua orangtua yang sangat saya cintai dan sayangi ayahanda Bambang S dan Ibunda Yusnita. Allah telah memberikan kesempatan mereka untuk bersatu dalam membesarkan, menyayangi, membimbing serta mendidik dengan tulus dan ikhlas tanpa mengharapkan imbalan sedikitpun. Selama ini telah banyak berkorban demi membiayai sekolah hingga ke perguruan tinggi, serta tidak lupa doa yang selalu mengalir dalam menyelesaikan program sarjana di Universitas Sumatera Utara (USU). Selain itu, tidak lupa pula penulis ucapkan terimakasih kepada adik-adik tercinta, Kodrat Aka Sihaloho, Lailan Purnama Sihaloho, Laili Yuba Sihaloho, dan Satria Randa Sihaloho, atas kasih sayang, semangat, dukungan, nasihat, serta bantuan yang diberikan kepada penulis selama mengenyam pendidikan hingga program S-1 dapat terselesaikan.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada segenap dosen, pejabat dan staf administrasi Fakultas Ilmu Budaya dan Departemen Ilmu Sejarah Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah membantu banyak baik perkuliahan ataupun dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih ditujukan kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU Medan

2. Bapak Drs. Edi Sumarno, M.Hum selaku ketua Departemen Sejarah dan Dra. Nurhabsyah, M.Si, selaku Sekretaris Departemen Sejarah sebagai pimpinan telah banyak


(9)

memberikan bantuan serta pelajaran yang berharga kepada penulis selama dalam perkuliahan.

3. Ibu Dra. Farida Hanum Ritonga M.SP, selaku dosen pembimbing penulis, baik untuk hal-hal yang berkaitan dengan skripsi, juga di luarnya. Segala motivasi, atensi, nasehat, pengertian, kesabaran dan wejangan yang diberikan pembimbing terhadap penulis sangat membantu terutama di saat-saat penulis mengalami krisis percaya diri.

4. Ibu Dra. S.P. Dewi Murni selaku dosen pembimbing akademik penulis yang telah mencurahkan perhatian, nasehat, dan kasih sayang sebagai ibu angkat penulis selama menjadi mahasiswa.

5. Kepada seluruh staf pengajar Departemen Sejarah yang telah memberikan penulis banyak pencerahan, pengetahuan, pendidikan serta wawasan selama penulis menjadi mahasiswa. Tidak lupa juga pada staf TU Departemen Sejarah, Abang Ampera yang juga telah memberi masukan dan solusi selama penulis menjalankan perkuliahan.

6. Terimakasih kepada staf Kantor Badan Pusat Statistik yang memberikan data-data untuk penulisan skripsi.

7. Ucapan terimakasih kepada staf kantor Pasar Titipapan yang memberikan sumber untuk penulisan skripsi.

8. Untuk Siti yang selalu setia menemani memberi dukungan dan semangat. Penulis ucapkan termakasih, karena semua itu sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Terimakasi buat abangda Dedi Supriadi(Bg Plek) dan kakanda Oriza yang telah memberi motivasi dan dukungan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.


(10)

10.Terima kasih kepada sahabat yang penulis anggap sebagai saudara, yaitu Andre Geneton Hutapea, Naf’an Rathomi, Olida Manik, Chandra Mohan, Budi Cahya Putra, Sukma Iwan, Oki Zulendra, Astina, Avril, Antonius Lambok, Krisman Turnip, Meisa, Azmi, Heri Erikson Purba, Hendri Imanuel, Ade Putera, Bona, David, Nora santi, Eta, Okta Selvia Sinuhaji, Sulistia Panggabean, Sarifah Aini, Intan, Andika, Judika Situmorang, Usman Hutagalung, Martogi Sianturi, Soji Nainggolan, Julianto serta mahasiswa sejarah Universitas Sumatera Utara, segala diskusi, obrolan, keluh-kesah, banyolan dan tingkah laku kita selama ini, menjadi pemotivasi tersendiri bagi penulis untuk lebih percaya diri dan optimis menghadapi masa depan juga tidak lupa seluruh mahasiswa sejarah USU. Dan pada akhirnya kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis yang tidak mungkin disebutkan satu persatu dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih. Besar harapan penulis semoga tulisan ini dapat bermanfaat untuk perkembangan ilmu, khususnya masyarakat Kelurahan Titipapan.

Medan, September 2013 Penulis


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR……… i

UCAPAN TERIMA KASIH……….. iii

DAFTAR ISI…... vi

ABSTRAK ………. viii

DAFTAR TABEL ………. ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah………... .. 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

1.4 Tinjauan Pusataka ... 9

1.5 Metode Penelitian………. 11

BAB II KEADAAN PASAR TITIPAPAN SEBELUM RELOKASI 2.1 Letak Geografis Pasar Titipapan……….... 14

2.2 Komposisi Penduduk………... 16

2.2.1 Agama……… 18

2.2.2 Pendidikan………. 21

2.2.3 Mata Pencaharian………... 22

2.3 Aktivitas Pasar... 24

2.4 Komposisi Pedagang... 25


(12)

BAB III PROSES RELOKASI PASAR TITIPAPAN OLEH PEMERINTAH KOTAMADYA MEDAN

3.1 Faktor Pendukung Terjadinya Relokasi………. 38 3.2 Faktor Penghambat relokasi………... 43

BAB IV PERUBAHAN RELOKASI PASAR TITIPAPAN BAGI MASYARAKAT

4.1 Pasar Sebagai Tempat Kegiatan Ekonomi………. 49 4.2 Pasar Sebagai Tempat Pembauran Kebudayaan……… 59 4.3 Pasar Sebagai Proses Komunikasi……….. 66

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan……….... 70 5.2 Saran... 73

DAFTAR PUSTAKA……… 74

DAFTAR INFORMAN……… 76 LAMPIRAN


(13)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pentingnya pasar tradisional yang ada di Titipapan. Pasar Titipapan mempunyai peranan dalam aktivitas ekonomi ternyata juga mempunyai peranan dalam aktivitas sosial. Skripsi ini diberi judul Pasar Titipapan Sebelum dan Sesudah Direlokasi Pemerintah Kotamadya Medan (1993 - 2000)”. Dalam Pengumpulan data, penelitian ini menggunakan metode studi kepustakaan (library research) dan studi lapangan (field research). Studi perpustakaan menggunakan buku-buku, dokumen-dokumen, laporan yang didapat dari perpustakaan Universitas Sumatera Utara (USU), perpustakaan daerah Kota Medan, kantor camat, dan Kantor Badan Pusat Statistik Kota Medan. Studi lapangan berupa observasi dan wawancara terhadap narasumber primer dan sekunder.

Secara historis pada awalnya lokasi Pasar Titipapan berada di pinggir Sungai Deli, dan dekat dengan persimpangan jalan umum yang menghubungkan Medan, Belawan juga Marelan. Transaksi jual beli di pasar ini sudah ada sejak Jaman Kolonial Belanda, hal ini dikarenakan selain kereta api sungai merupakan sarana transportasi yang digunakan masayarakat Sumatera Timur dijaman itu.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan jaman telah membawa perubahan besar terhadap jumlah penduduk yang berada di wilayah Pasar Titipapan yang dulunya sedikit berubah menjadi cukup padat. Kondisi ini sangat mempengaruhi Pasar Titipapan yang menjadi ramai dikunjungi pembeli. Selain itu jumlah pedagang bertambah, maka pasar menjadi sempit. Tidak jarang pula pedagang menjajakan jualan dipinggiran pasar sehingga memperburuk situasi pasar.

Melihat situasi yang semakin padat dan ramai, maka pada Tahun 1997 terjadi perelokasian pasar. Relokasi Pasar Titipapan yang ada di Kelurahan Titipapan Kecamatan Medan Deli dilakukan oleh Pemerintah Kotamadya Medan berdasarkan atas Perda No. 31 Tahun 1993 tentang Pemakaian Tempat Berjualan. Alasan relokasi Pasar Titipapan adalah karena pasar tersebut berada di salah satu jalur hijau, yaitu di daerah batas aliran Sungai Deli yang akan dibuat tanggul dan masyarakat yang memiliki tanah di sekitar lokasi tersebut mulai keberatan karena masalah sampah dan kesemberautan pasar yang tidak teratur. Alasan lain adalah karena pertimbangan hukum, seperti yang diketahui bahwasanya Pasar Titipapan ini merupakan sebuah pasar tradisional yang dikelola secara sukarela oleh para pedagang.

Lokasi pasar yang baru berbeda dengan yang lama, perbedaan ini bisa dilihat dari segi sarana dan prasarana yang tertata dan teroganisir. Pemerintah mendirikan sebuah bangunan yang dikelilingi pagar beton dan di dalamnya terdapat beberapa toko, kios, dan meja-meja untuk para pedagang Pasar Titipapan. Pemerintah Kotamadya Medan juga membuatkan pos keamanan, tempat pembuangan sampah yang memenuhi syarat, dan beberapa kamar mandi. Tempat Pasar Titipapan yang baru ini diresmikan pada tahun 1997 oleh Bachtiar Djaafar sebagai Wali Kotamadya Medan pada masa itu.

Pasar Titipapan punya peranan penting bagi masyarakat sekitarnya , selain sebagai pusat kegiatan ekonomi Pasar Titipapan juga menjadi tempat pembauran berbagai kebudayaan dan sebagai tempat masyarakat saling berkomunikasi untuk bertukar informasi.


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Komposisi Penduduk Kelurahan Berdasarkan Kewarganegaraan ……….... 16

Tabel 2: Komposisi Penduduk Kelurahan Titipapan Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin ………... 16

Tabel 3: Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama……….. 20

Tabel 4: Jumlah Sarana Ibadah Penduduk……….... 21

Tabel 5: Jumlah Sekolah Berdasarkan Tingkatan ………... 21


(15)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pentingnya pasar tradisional yang ada di Titipapan. Pasar Titipapan mempunyai peranan dalam aktivitas ekonomi ternyata juga mempunyai peranan dalam aktivitas sosial. Skripsi ini diberi judul Pasar Titipapan Sebelum dan Sesudah Direlokasi Pemerintah Kotamadya Medan (1993 - 2000)”. Dalam Pengumpulan data, penelitian ini menggunakan metode studi kepustakaan (library research) dan studi lapangan (field research). Studi perpustakaan menggunakan buku-buku, dokumen-dokumen, laporan yang didapat dari perpustakaan Universitas Sumatera Utara (USU), perpustakaan daerah Kota Medan, kantor camat, dan Kantor Badan Pusat Statistik Kota Medan. Studi lapangan berupa observasi dan wawancara terhadap narasumber primer dan sekunder.

Secara historis pada awalnya lokasi Pasar Titipapan berada di pinggir Sungai Deli, dan dekat dengan persimpangan jalan umum yang menghubungkan Medan, Belawan juga Marelan. Transaksi jual beli di pasar ini sudah ada sejak Jaman Kolonial Belanda, hal ini dikarenakan selain kereta api sungai merupakan sarana transportasi yang digunakan masayarakat Sumatera Timur dijaman itu.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan jaman telah membawa perubahan besar terhadap jumlah penduduk yang berada di wilayah Pasar Titipapan yang dulunya sedikit berubah menjadi cukup padat. Kondisi ini sangat mempengaruhi Pasar Titipapan yang menjadi ramai dikunjungi pembeli. Selain itu jumlah pedagang bertambah, maka pasar menjadi sempit. Tidak jarang pula pedagang menjajakan jualan dipinggiran pasar sehingga memperburuk situasi pasar.

Melihat situasi yang semakin padat dan ramai, maka pada Tahun 1997 terjadi perelokasian pasar. Relokasi Pasar Titipapan yang ada di Kelurahan Titipapan Kecamatan Medan Deli dilakukan oleh Pemerintah Kotamadya Medan berdasarkan atas Perda No. 31 Tahun 1993 tentang Pemakaian Tempat Berjualan. Alasan relokasi Pasar Titipapan adalah karena pasar tersebut berada di salah satu jalur hijau, yaitu di daerah batas aliran Sungai Deli yang akan dibuat tanggul dan masyarakat yang memiliki tanah di sekitar lokasi tersebut mulai keberatan karena masalah sampah dan kesemberautan pasar yang tidak teratur. Alasan lain adalah karena pertimbangan hukum, seperti yang diketahui bahwasanya Pasar Titipapan ini merupakan sebuah pasar tradisional yang dikelola secara sukarela oleh para pedagang.

Lokasi pasar yang baru berbeda dengan yang lama, perbedaan ini bisa dilihat dari segi sarana dan prasarana yang tertata dan teroganisir. Pemerintah mendirikan sebuah bangunan yang dikelilingi pagar beton dan di dalamnya terdapat beberapa toko, kios, dan meja-meja untuk para pedagang Pasar Titipapan. Pemerintah Kotamadya Medan juga membuatkan pos keamanan, tempat pembuangan sampah yang memenuhi syarat, dan beberapa kamar mandi. Tempat Pasar Titipapan yang baru ini diresmikan pada tahun 1997 oleh Bachtiar Djaafar sebagai Wali Kotamadya Medan pada masa itu.

Pasar Titipapan punya peranan penting bagi masyarakat sekitarnya , selain sebagai pusat kegiatan ekonomi Pasar Titipapan juga menjadi tempat pembauran berbagai kebudayaan dan sebagai tempat masyarakat saling berkomunikasi untuk bertukar informasi.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Upaya manusia untuk memenuhi kebutuhannya sudah berlangsung sejak manusia itu ada. Salah satu kegiatan manusia dalam usaha memenuhi kebutuhan tersebut adalah memerlukan adanya pasar sebagai sarana pendukungnya. Pasar merupakan tempat kegiatan ekonomi yang termasuk salah satu perwujudan adaptasi manusia terhadap lingkungannya. Hal ini didasari atau oleh faktor perkembangan ekonomi yang pada awalnya hanya bersumber pada problem untuk memenuhi kebutuhan hidup ( kebutuhan pokok ).

Pasar adalah tempat dimana terjadi interaksi antara penjual dan pembeli. Pasar di dalamnya terdapat tiga unsur, yaitu penjual, pembeli dan barang atau jasa yang keberadaanya tidak dapat dipisahkan1

Dalam kajian ini akan dibahas salah satu pasar tradisional yang ada di Kota Medan, yaitu Pasar Titipan. Pasar Titipapan ini terletak di tempat yang strategis yaitu di pinggir Jalan Yos Sudarso yang menghubungkan antara Kota Medan dengan Belawan, sehingga pasar ini selalu ramai dikunjungi orang. Pasar ini juga merupakan pasar satu-satunya yang ada di Kelurahan Titipapan.

. Pertemuan antara penjual dan pembeli menimbulkan transaksi jual-beli, akan tetapi bukan berarti bahwa setiap orang yang masuk ke pasar akan membeli barang, ada yang datang ke pasar hanya sekedar bermain semata atau ingin berjumpa dengan seseorang guna mendapatkan informasi tentang sesuatu.

1 Philip Kotler, Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan dan Pengendalian, Jakarta:


(17)

Di dalam aktivitas pasar terjadi tukar menukar barang dan jasa serta terbentuknya harga. Sehubungan dengan itu, pasar dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu pasar nyata dan pasar abstrak2

Dalam hal ini, Pasar Titipapan termasuk salah satu contoh pasar tradisional

. Pasar Titipapan termasuk dalam golongan pasar nyata dimana kegiatan operasional pasar, kegiatan penawaran, permintaan, proses transaksi jual beli dan kegiatan pembayaran terjadi secara nyata dan dapat dilihat secara umum. Berbeda dengan pasar abstrak menunjukkan ketidaknyataan kegiatan operasional jual beli barang dan jasa, mereka menjual barang dagangannya tidak langsung dalam arti sejumlah barang yang akan diperjualbelikan tidak ikut hadir pada saat pemasaran dan kegiatan tawar-menawar terjadi. Penjual hanya menunjukkan beberapa contoh barang bahkan ada pula yang hanya memberi gambaran volume, kualitas barang dengan selembar brosur, ataupun hanya dengan kata-kata dan cerita saja.

3

2

Ibid, hlm.174

, karena dalam interaksi antara penjual dan pembeli masih dapat ditemukan tawar menawar mengenai harga, suatu hal yang tidak dapat ditemukan lagi di dalam pasar modern. Pasar ini mempunyai peranan yang sangat penting bagi masyarakat, karena pasar ini dapat dikatakan sebagai pintu gerbang yang menghubungkan masyarakat sekitar dengan masyarakat lainnya. Pasar Titipapan juga berfungsi sebagai ajang tempat pertemuan diantara sesama pembeli, pedagang, dan antar warga kelurahan lainnya.

serta penjual yang bertemu secara langsung. Ciri-ciri Ciri Ciri Pasar Tradisional, yaitu: Proses jual-beli melalui tawar menawar harga, Barang yang disediakan umumnya barang keperluan dapur dan rumah tangga, Harga yang relatif lebih murah, Area yang terbuka dan tidak ber-AC, dan Area yang terlihat kotor dan becek. Sedangkan Pasar modern tidak banyak berbeda dari pasar tradisional, namun pasar jenis ini penjual dan pembeli tidak bertransakasi secara langsung melainkan pembeli melihat label harga yang tercantum dalam barang (barcode), berada dalam bangunan dan pelayanannya dilakukan secara mandiri (swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga. Barang- barang yang dijual, selain bahan makanan makanan seperti; buah, sayuran, daging; sebagian besar barang lainnya yang dijual adalah barang yang dapat bertahan lama. Contoh dari pasar modern adalah pasar swalayan dan hypermarket, supermarket, dan minimarket.


(18)

Para pedagang yang ada di Pasar Titipapan terdiri dari pedagang ikan, sayuran, daging, pakaian, sembako dan segala perlengkapan rumah tangga mereka ditempatkan di tempat yang sudah disediakan. Selain itu, terdapat juga pedagang makanan dan minuman yang berupa kios-kios kecil hingga grosir dan pedagang eceran. Para pedagang ini berasal dari dalam maupun luar daerah Kelurahan Titipapan yang terdiri dari berbagai etnis, misalnya Melayu, Minang, Jawa, Batak Toba, Batak Karo, dan Cina. Dengan latar belakang yang berbeda-beda, para pedagang memiliki sikap untuk saling bersosialisasi dalam menuju kesatuan yang utuh. Seluruh pedagang berbaur dan melakukan persaingan secara sehat tanpa ada konflik yang terjadi. Mereka juga merasa senasib sepenanggungan yang mempunyai kepentingan yang sama.

Pembeli yang datang berkunjung ke Pasar Titipapan ini berasal dari berbagai kelurahanan yang ada di Kecamatan Medan Deli dan ada juga yang datang dari Kecamatan Medan Marelan. Berangkat dari sini maka dapat disimpulkan bahwa fungsi pasar, terutama pasar tradisional bukan hanya sebagai tempat transaksi jual-beli, tetapi juga sebagai media komunikasi antara warga masyarakat desa yang bermukim di sekitar pasar. Pasar menjadi media sosial yang menghubungkan komunikasi antar manusia di suatu daerah.

Selain itu, pasar merupakan suatu lokasi yang menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat. Tidak terkecuali Pasar Titipapan yang telah melahirkan lahan pekerjaan baru yang dimanfaatkan oleh masyarakat, seperti dijumpai tukang becak atau ojek, kuli penarik gerobak, tukang parkir, penjual Koran dan tukang semir sepatu. Hal ini menandakan Pasar Titipapan mempunyai peranan yang penting dalam mengurangi pengangguran yang ada di sekitarnya.

Terlepas daripada itu, dilihat dari historis Pasar Titipapan ini adalah pasar tradisional yang sudah ada sejak zaman Kolonial Belanda.4

4Wawancara, Asnah, Simpang Titipapan Kelurahan Titipapan, 18 Febuari 2013.


(19)

berapa pasar itu mulai ada dengan arti pertama kali terjadinya transaksi jual beli ditempat tersebut. Lokasi pasar Titipapan ini sebelum pindah ke Simpang Titipapan, lokasinya terletak di pinggiran Sungai Deli yang tidak jauh dari tempat yang sekarang. Jadi, secara otomatis pasar ini beroperasi di pinggiran Sungai Deli.

Dalam sejarah di Sumatera Timur5 (yang sekarang menjadi bagian dari Sumatera Utara), transportasinya erat kaitannya dengan sungai. Sungai mempunyai peranan yang sangat penting, karena di sepanjang jalur ini penduduk bermukim dan melakukan aktivitas pertaniannya. Selain itu, melalui sungai hubungan dengan dunia luar terutama perdagangan yang dilakukan di sungai. Sungai-sungai di Sumatera Timur semuanya berawal dari pegunungan Bukit Barisan dan bermuara ke Selat Malaka, di bagian Utara yakni di Langkat, Deli dan Serdang, serta Asahan, sungai-sungai umumnya pendek dan dangkal6.

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, Sungai Deli merupakan sungai yang terpenting di Cultuurgebied7

5

Terdapat dua bentuk transportasi yang digunakan di Sumatera Timur hingga awal abad ke-20, yaitu transportasi melalui air dan darat. Transportasi air dilakukan pada sungai-sungai yang dapat dilayari dengan menggunakan rakit, sampan, maupun kapal. Transportasi darat dilakukan di atas jalan-jalan raya dengan menggunakan tenaga hewan, manusia dan kendaraan bermotor, serta kereta api pada jalur-jalur yang tersedia.

. Meskipun sungainya tidak besar dan relatif dangkal, merupakan hulu dari pelabuhan terbesar di Sumatera Timur, yaitu Belawan. Para pedagang membawa barang dagangannya dengan sampan dan rakit, dan di sini produsen membeli hasil pertanian dari

6

Edi Sumarno, “Pertanian Karet Rakyat Sumatera Timur (1863-1942)” Tesis S-2, belum diterbitkan, Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 1998, hal.52-53.

7

Daerah Cultuurgebied yakni daerah yang berada di daerah Selatan Sumatera Timur yang mencakup Simalungun Bawah, Batu Bara, Asahan, dan Labuhan Batu. Selain Sungai Deli yang penting di daerah Cultuurgebied juga ada Sungai Wampu dan sungai Langkat di Langkat, Sungai Serdang, Sungai Bedagai, dan Sungai Padang di Deli dan Serdang, Sungai Asahan, Sungai Bilah, dan Sungai Panai di Asahan.


(20)

penduduk dengan menggunakan kapal yang lebih besar untuk diangkut ke Pelabuhan Belawan. Akan tetapi menjelang akhir abad ke-20 lambat laun jalur transportasi air mulai ditinggalkan penduduk. Mereka lebih memilih menggunakan jalur darat, yaitu kereta api terutama untuk mengangkut hasil pertanian onderneming.

Berdasarkan gambaran tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa sebagian penduduk di pinggiran Sungai Deli pada saat itu masih menggunakan transportasi air, meskipun jumlahnya tidak sebanyak sebelumnya. Dengan begitu, lahirnya Pasar Titipapan dilatarbelakangi oleh adanya aktivitas di pinggiran Sungai Deli yang hingga awal abad ke-20 masih ada.

Aktivitas tukar-menukar antar penduduk inilah yang melatarbelakangi lahirnya pasar. Pertukaran barang dan jasa yang dilakukan setiap harinya mengakibatkan perkembangan yang luar biasa, dan akhirnya penduduk sekitar menyebut Pasar Titipapan8

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa hingga tahun 1990-an pasar itu berdiri di pinggiran Sungai Deli, yang sebagian tanahnya termasuk tanah milik Pekerjaan Umum (PU) Kotamadya Medan. Karena pasar ini menjadi ramai, sehingga para pedagang menyebar luas ke tanah milik warga dengan cara membayar sewa tanah. Pada awal tahun 1993 pihak PU melakukan penggalian Sungai Deli dan melakukan pembuatan benteng agar air sungai tidak meluap seperti yang telah sering terjadi

. Perkembangan pasar ini berdampak pada jumlah pedagang yang semakin bertambah, sehingga pinggiran sungai itu tidak dapat menampung para pedagang.

9

8

Asal usul penamaan Pasar Titipapan berasal dari penduduk setempat yang letaknya di Kelurahan Titipapan, Medan Deli.

. Hal ini mengakibatkan pedagang yang ada di Pasar Titipapan kehilangan tempat untuk meletakkan barang dagangannya. Walaupun begitu para

9


(21)

pedagang masih berjualan di sekitar tanah milik warga yang disewa, sehingga keadaan pasar semakin penuh sesak dan sempit.

Melihat kondisi itu, Pemerintah Kotamadya Medan mendirikan pasar yang baru yang letaknya tidak jauh dari pasar yang lama. Pemerintah mendirikan sebuah bangunan yang dikelilingi pagar beton dan di dalamnya terdapat beberapa toko, kios, dan meja-meja untuk para pedagang Pasar Titipapan. Pemerintah Kotamadya Medan juga membuatkan pos keamanan, tempat pembuangan sampah yang memenuhi syarat, dan beberapa kamar mandi. Akan tetapi setelah bangunan selesai perpindahan lokasi ini menyebabkan banyak pedagang mengeluh, dengan alasan menurunnya hasil penjualan. Tempat Pasar Titipapan yang baru ini diresmikan pada tahun 1997 oleh Bachtiar Djaafar sebagai Wali Kotamadya Medan pada masa itu.

Persoalan di atas mempunyai cerita sendiri untuk dikaji bahwa sebelum dan sesudah pemindahan lokasi memiliki cerita yang berbeda. Di samping itu, tulisan yang membahas mengenai pasar tradisional khususnya di Kecamatan Medan Deli belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian yang mengkaji soal pasar tradisional pernah dilakukan, antaralain oleh Harry dalam skripsi S-1 (USU) “Sejarah Perkembangan Pasar Inpres Belawan (1975-1980).

Cakupan spasial dalam kajian ini bersifat lokal, yakni Kelurahan Titipapan sebagai satu bagian dari kelurahan yang ada di Kecamatan Medan Deli. Batasan temporal adalah dari tahun 1993-2000, bahwa pada tahun 1993 pertumbuhan pedagang yang ada di Pasar Titipapan melonjak pesat, Proyek Umum (PU) Kotamadya Medan melakukan pembuatan benteng (tanggul) Sungai Deli sehingga mengakibatkan pedagang kehilangan tempat untuk meletakkan barang dagangannya. Pada periode ini tempat Pasar Titipapan yang baru mulai dibangun Pemerintah Kotamadya Medan yang diresmikan pada tahun 1997. Sementara itu, skop temporal


(22)

penulisan diakhiri pada tahun 2000 disebabkan pedagang secara keseluruhan sudah meninggalkan lokasi pasar yang lama yang berada dipinggir Sungai Deli.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan awal dari setiap proses penelitian ilmiah. Tanpa adanya rumusan masalah maka sebuah penelitian tidak akan mempunyai kegunaan. Rumusan masalah adalah inti dari setiap rencana penelitian ilmiah karena masalah inilah yang menentukan layak atau tidak sebuah penelitian untuk dilakukan.

Untuk merumuskan suatu masalah, seseorang harus mengetahui apa yang dimaksud dengan masalah itu sendiri. Masalah adalah ungkapan rasa ingin tahu tentang sesuatu hal dalam bentuk pertanyaan. Permasalahan ada apabila terdapat suatu perbedaan dengan apa yang seharusnya ada. Misalnya, sesuatu yang diharapkan berbeda dengan apa yang terjadi pada kenyataan, maka akan timbul suatu masalah untuk dipertanyakan.

Penelitian ini membahas mengenai pasar tradisional dengan judul “Pasar Titipapan Sebelum dan Sesudah Direlokasi Pemerintah Kotamadya Medan (1993 - 2000)”. Permasalahan yang dibicarakan dalam kajian ini terangkum dalam pertanyaan:

1. Bagaimana keadaan Pasar Titipapan sebelum direlokasi Pemerintah Kotamadya Medan.

2. Bagaimana proses relokasi dan pengelolaan Pasar Titipapan.

3. Apa perubahan yang dirasakan masyarakat terhadap relokasi dan pengelolaan Pasar Titipapan.


(23)

1.3 Tujuan dan Manfaat

Sesuai dengan pokok rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini mempunyai tujuan menggambarkan tentang:

1. Keadaan Pasar Titipapan sebelum direlokasi Pemerintah Kota Madya Medan 2. Proses relokasi dan pengelolaan Pasar Titipapan

3. Perubahan yang dirasakan masyarakat terhadap relokasi dan pengelolaan Pasar Titipapan

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menambah koleksi sumber sejarah lokal Kota Medan dan khususnya di Kelurahan Titipapan

2. Sebagai referensi bagi masyarakat umum dalam mengetahui sejarah Pasar Titipapan

3. Agar pemerintah lebih meningkatkan perhatiannya terhadap pasar tradisional yang ada di Kota Medan

1.4 Tinjauan Pustaka

Sesuai dengan judul skripsi ini Pasar Titipapan Sebelum dan Sesudah Direlokasi Pemerintah Kotamadya Medan (1993 - 2000)”, penulis menggunakan literatur mengenai kajian sejarah pasar tradisional. Dalam kajian ini selain melakukan penelitian ke lapangan, peneliti juga menggunakan beberapa literatur kepustakaan berupa buku-buku dan laporan sebagai bentuk studi kepustakaan yang dilakukan selama penelitian.


(24)

Berkaitan dengan kajian yang dilakukan, sedikitnya ada beberapa buku yang digunakan. Buku yang pertama adalah karangan Basu Swasta dan Ibnu Sukotjo dengan judul “Pengantar Bisnis Modern” (2002), buku ini menjelaskan pasar adalah suatu wadah transaksi sosial dan kebudayaan, dimana yang dipertukarkan bukan saja barang dan jasa, melainkan juga nilai-nilai, norma-norma sosial yang dimiliki para pedagang dan pembeli yang terlibat dalam transaksi tersebut. Buku ini akan menjadi landasan bagi penulis untuk menjabarkan norma dan nilai seperti apa yang terdapat antara pedagang dan pembeli begitu juga didalam lingkungan Pasar Titipapan itu sendiri.

Menurut Philip Kotler, dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Pemasaran (analisis, perencanaan dan pengendalian)” (1988), dijelaskan bahwa sebuah pasar terdiri dari pelanggan potensial dengan kebutuhan atau keinginan tertentu yang mungkin mau dan mampu untuk ambil bagian dalam jual beli guna memuaskan kebutuhan atau keinginan tersebut. Karena itu besar kecilnya suatu pasar tergantung pada jumlah orang yang menunjukkan kebutuhan, mempunyai sumber daya yang menarik bagi orang lain, dan mau menyediakan sumber daya tersebut untuk memperoleh apa yang mereka inginkan. Buku ini menjadi sebuah landasan bagi penulis dalam mengkaji aktifitas Pasar Titipapan.

D. H. Penny yang diterjemahkan oleh Ace Partadiredja, dkk yang berjudul “Kemiskinan Peranan Sistem Pasar” (1990). Buku ini menjelaskan mengenai semua harga baik untuk komoditas maupun sarana-sarana produksi di dalam pasar dapat dikatakan bersifat fleksibel. Perubahan harga terjadi secara cepat juga bisa sangat mencolok. Pedagang yang ingin mewujudkan suatu transaksi yang potensial, akan membuat analisis yang cermat tentang keinginan-keinginan pembeli dan berusaha menyediakan apa saja yang dibutuhkan. Biasanya seorang pembeli akan memilih barang yang berkualiatas dengan harga yang layak dan akan


(25)

senang bila mendapatkan pelayanan yang cukup baik. Dengan teori ini dijadikan landasan bagi penulis untuk mengkaji dan membandingkan bagaimana harga-harga komoditi yang ada di Pasar Titipapan.

Menurut Marius P. Angipora, dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar Pemasaran, (1999) menjelaskan perilaku konsumen dikemukakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi para konsumen untuk melakukan pembelian terhadap setiap barang atau jasa di dalam usaha memenuhi kebutuhan dan keinginan yang bersangkutan. Pengaruh-pengaruh tersebut berasal dari latar belakang budaya, sosial, pribadi, pisikologis dan ekonomis yang secara keseluruhan langsung atau tidak akan mempengaruhi sikap pembelian10

Sejarah Perkembangan Pasar Inpres Belawan (1975-1980). Skripsi sarjana yang di tulis Harry menceritakan perkembangan pedagang kaki lima yang ada di pasar tersebut mengalami pertumbuhan yang signifikan. Pada tahun 1970, pasar ini mendapatkan bantuan dari pemerintah yang mengakibatkan Pasar Belawan ini berubah namanya menjadi Pasar Inpres Belawan. Skripsi ini menjadi acuan dan perbandingan bagi penulis dalam melakukan penelitian apa yang menyebabkan Pasar Titipapan direlokasi Pemerintah Kotamadya Medan.

. Buku ini sebagai dasar untuk mengetahui sikap konsumen terhadap pemenuhan kebutuhan dan aktivitas jual beli serta bagaimana hubungan antara penjual dan pembeli yang ada di Pasar Titipapan.

1.5 Metode Penelitian

Metode sejarah yang umum digunakan dalam ilmu sejarah ada empat tahapan, yaitu heuristik, verifikasi, interpretasi dan historiografi. Heuristik adalah pengumpulan sumber-sumber

10

Marius P. Angipora, SE, Dasar-Dasar Pemasaran, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999, hlm.114.


(26)

yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Metode yang dilakukan di dalam heuristik ini adalah studi pustaka (library research) dan studi lapangan (field research).

Studi pustaka dilakukan dengan mengumpulkan sejumlah sumber tertulis, yakni berupa arsip, laporan, dokumen, skripsi, tesis, disertasi, dan buku-buku yang berkaitan dengan penelitian ini, yang terdapat di Pemerintah Kota Medan Sumatera Utara, Kantor Dinas Pasar Kota Medan, dan Perpustakaan Universitas Sumatera Utara. Studi lapangan adalah penelitian yang dilakukan langsung ke lokasi objek penelitian. Metode yang digunakan adalah melakukan wawancara terhadap informan-informan yang mengetahui tentang masalah di dalam penelitian tersebut. Informan sering juga disebut dengan sumber. Sumber terbagi dua, sumber primer dan sumber sekunder.

Sumber primer adalah informan yang mengetahui secara langsung dan terlibat di dalam peristiwa sejarah yang diteliti, sedangkan sumber sekunder adalah informan yang mengetahui peristiwa sejarah secara tidak langsung hanya melalui atau mendengar cerita dari pelaku sejarah tersebut.

Setelah semua sumber-sumber yang diperlukan terkumpul maka tahapan selanjutnya dilakukan verifikasi atau disebut juga dengan kritik sumber. Dalam hal ini, dilakukan uji keabsahan tentang keaslian sumber yang dilakukan melalui kritik ekstern dan keabsahan tentang kesahihan sumber (kredibilitas) yang ditelusuri melalui kritik intern. Saat penelitian yang dilakukan maka pengujian atas asli dan tidaknya sumber, dilakukan dengan cara menyeleksi segi-segi fisik dari sumber yang ditemukan. Sedangkan kritik intern adalah menguji kelayakan dan kebenaran sumber-sumber tersebut bagi masalah penelitian yang dilakukan. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa kesaksian dalam sejarah merupakan faktor paling menentukan


(27)

sahih dan tidaknya bukti atau fakta sejarah. Hal ini dilakukan dengan cara melakukan pengelompokkan sumber dan membandingkannya dengan sumber yang lain.

Tahapan selanjutnya adalah interpretasi atau yang sering disebut juga dengan analisis sejarah. Dalam hal ini, ada dua metode yang digunakan, yaitu analisis dan sintesis. Analisis berarti menguraikan, sedangkan sintesis berarti menyatukan. Dengan kata lain interprestasi adalah membuat analisis dan sintesis terhadap data yang telah diverifikasi. Hal ini dilakukan agar sumber-sumber tersebut menjadi satu hubungan dan berkaitan antara satu dengan yang lain hingga membentuk sebuah fakta yang valid. Menganalisa sumber-sumber yang diperolah ini akan melahirkan analisa baru yang sifatnya lebih objektif dan ilmiah dari objek yang diteliti. Dengan kata lain, tahapan ini dilakukan dengan menyimpulkan kesaksian atau sumber informasi yang dapat dipercaya dari bahan-bahan yang ada.

Fase terakhir dalam metode sejarah adalah historiografi. Historiografi merupakan cara penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan11. Penulisan hasil penelitian sejarah hendaknya dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai proses penelitian dari awal (fase perencanaan) sampai dengan akhir (penarikan kesimpulan). Dalam kajian ini penulisannya dilakukan secarah ilimiah dan objektif, juga akan menggunakan aspek sistematis dan kronologis. Penyajian penelitian ini secara garis besarnya terdiri atas tiga bagian, yakni pengantar, hasil penelitian, dan kesimpulan. Dengan ini diharapkan struktur penulisan Pasar Titipapan Sebelum dan Sesudah Direlokasi Pemerintah Kotamadya Medan (1993 2000) diungkapkan secara jelas, logis, dan utuh.

11


(28)

BAB II

KEADAAN PASAR TITIPAPAN SEBELUM RELOKASI

2.1 Letak Geografis

Pasar Titipapan merupakan pasar tradisional yang berada di wilayah Kelurahan Titipapan Kecamatan Medan Deli, Kota Madya Medan Propinsi Sumatera Utara. Berdasarkan wilayah administratif, Kecamatan Medan Deli berada di tempat yang strategis memiliki batas-batas otoritas yang jelas sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Labuhan

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Timur dan Kecamatan Medan Barat

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Labuhan

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Percut Sei Tuan

Adapun Kecamatan Medan Deli terbentuk berdasarkan PP Nomor 22 Tahun 1973 yang berada diwilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Medan yang membawahi

- Kelurahan Tanjung Mulia - Kelurahan Tanjung Mulia Hilir - Kelurahan Mabar

- Kelurahan Kota Bangun - Kelurahan Titipapan

- Kelurahan Tanah Enam Ratus

Kemudian dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1992 tentang pemekaran di Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, maka Kelurahan Tanah Enam


(29)

Ratus masuk kewilayah Kecamatan Medan Marelan, sedangkan Kelurahan Mabar dimekarkan dengan Kelurahan Mabar Hilir sehingga Kecamatan Medan Deli tetap membawahi 6 Kelurahan yaitu:

- Kelurahan Tanjung Mulia - Kelurahan Tanjung Mulia Hilir - Kelurahan Mabar

- Kelurahan Kota Bangun - Kelurahan Titipapan - Kelurahan Mabar Hilir

Kecamatan Medan Deli memiliki luas wilayah 23 Km², dengan tinggi wilayah dari permukaan laut 2,54 Meter. Terletak antara 03˚.32’.12” LU dan 98˚.47’.36” BT yang seluruhnya digunakan untuk prasarana jalan, Industri, pemukiman dan bangunan-bangunan dengan berbagai ukuran maupun bentuknya yang saling berbeda-beda.

Letak Pasar Titipapan yang menjadi objek kajian terletak di Kelurahan Titipapan. Adapun batas-batas otoritas Kelurahan Titipapan sebagai berikut:

- Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan

Marelan

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Kota Bangun Kecamatan Medan Deli - Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Kampung Besar Kecamatan Medan

Labuhan

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan Medan


(30)

Luas wilayah Kelurahan Titipapan adalah 4,00 Km², mempunyai persentasi 18% dari luas wilayah Kecamatan Medan Deli secara keseluruhan. Tofografi wilayah Kelurahan Titipapan berada pada ketinggian 2,54 Meter dari permukaan laut dengan bentuk wilayah dataran rendah. Curah hujan rata-rata 35 hari dengan intensitas 506 mm per tahun. Kelurahan Titipapan beriklim trofis dengan dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan terdapat pada bulan September s/d Desember dan musim kemarau terdapat pada Januari s/d Juli, sedangkan bulan Agustus adalah masa peralihan dari musim hujan ke musim kemarau di mana pada bulan ini iklim kurang stabil.

Lokasi Pasar Tititipapan tepat berada dibelakang Kantor Kelurahan Titipapan yang berjarak 3 Km dari Kantor Kecamatan Medan Deli dan 13 Km jaraknya ke Kantor Walikota Medan. Keadaan prasarana jalan yang terdapat di Kelurahan Titipapan sudah dapat dikatakan cukup baik karena sudah diaspal. Dengan kondisi jalan yang cukup baik memberikan peluang untuk dijadikan sebagai lintasan dari berbagai jenis kendaraan peribadi ataupun angkutan umum yang aksesnya bisa menuju ke Belawan.

2.2 Latar Belakang Historis

Kampung kecil yang telah berkembang dengan pesat menjadi kota yang dewasa ini kita kenal sebagai Kota Medan. Daerah ini berada di suatu tanah datar, tempat pertemuan antara Sungai Babura dengan Sungai Deli, yang tidak jauh dari Jalan Putri Hijau sekarang. Kampung medan didirikan oleh Guru Patimpus Sembiring Palawi pada tahun 1590. John Anderson, orang Eropa pertama yang mengunjung Deli pada tahun 1823 menemukan sebuah kampung yang bernama Medan. Kampung ini berpenduduk 200 orang dan seorang pemimpin bernama Tuanku pulau Berayan sudah sejak beberapa tahun bermukim disana untuk menarik pajak dari


(31)

sampan-sampan pengangkut lada yang menuruni sungai. Pada tahun 1886, Medan secara resmi memperoleh setatus sebagai kota, dan tahun berikutnya keresidenan Sumatera Timur serta Sultan Deli pindah ke Medan yang sebelumnya berada di Labuhan. Tahun 1909, Medan menjadi kota yang penting di luar Jawa, terutama setelah pemerintah kolonial membuka perusahaan perkebunan secara besar-besaran. Dewan kota yang pertama terdiri dari dua belas anggota orang Eropa, dua orang Bumiputra, dan satu orang Tionghoa.

Kota Medan memiliki luas wilayah 265.510 Km² atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dibandingkan dengan Kota/Kabupaten lainnya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis Kota Medan terletak pada 2˚27’-2˚47’ Lintang Utara dan 98˚35’-98˚44’ Bujur Timur dan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang disebelah Utara, Timur, Selatan, dan Selat Malaka di sebelah Barat.

Kota Medan sebelum menjadi daerah perkebunan merupakan daerah hutan rimba. Pasar Tititipan yang berada di Kelurahan Titipapan adalah bagian dari Kota Medan dengan demikian daerah Titipapan sebelumnya merupakan hutan rimba. Tentulah akan timbul pertanyaan: “ Mengapa sekarang disebut daerahnya bahkan kelurahannya Titipapan”.

Asal usul nama Titipapan seperti yang disebut sampai sekarang ini, mempunyai latar belakang tersendiri dan sejarah mengenai hal ini tidak ada dijumpai di dalam buku. Menurut cerita warga yang telah lama tinggal di daerah ini asal mula nama Titipapan diambil dari sebuah jembatan yang melintasi Sungai Deli yang ada disekitar tempat itu12

12Wawancara, Asnah, Simpang Titipapan Kelurahan Titipapan, 30 Juli 2013.

. Jembatan itu salah satu jembatan tertua yang ada dan pada mulanya jembatan itu dibuat dengan papan sebagai lantainya. Karena pada masa itu jembatan untuk melintasi Sungai Deli masih sedikit, maka orang-orang berasal dari berbagai wilayah kecamatan yang berbeda banyak menggunakan jembatan tersebut.


(32)

Mayarakat setempat menyebut jembatan tersebut sebagai Titipapan. Sebutan ini secara turun temurun diberikan bukan saja untuk jembatan tersebut melainkan untuk daerah yang ada disekitarnya dan akhirnya menjadai nama Kelurahan Titipapan. Pada Tahun 1973, pemerintah berdasarkan PP Nomor 22 Tahun 1973 menetapkan daerah Titipapan adalah bagian dari satu Kelurahan yang ada di Kecamatan Medan Deli13

Begitu juga halnya dengan Pasar Titipapan yang awalnya berada di pinggir Sungai Deli tepat berada di samping mulut jembatan Titipapan. Masayarakat pada umumnya menyebut pasar ini dengan Pasar Titipapan karena pengaruh nama daerah yang sekarang menjadi Kelurahan Titipapan. Hingga akhirnya Pasar ini dikelola oleh Pemerintah Kotamadya Medan dan mengalami relokasi pada Tahun 1997 namanya tidak berubah yaitu Pasar Titipapan.

.

2. 3 Komposisi Penduduk

Keadaan jumlah penduduk yang tinggal di Kelurahan Titipapan, menurut sumber dari data Badan Pusat Statistik Kota Medan pada Tahun 1999 adalah 20.200 jiwa yang terdiri dari 3.027 Rumah Tangga dengan anggota rata-rata 6 orang tiap rumah tangga. Masyarakat Kelurahan Titipapan penduduknya terdiri dari Warga Negara Republik Indonesia dan Warga Negara Asing. Hingga tahun 1999 WNA yang ada di Kelurahan Titipapan seluruhnya adalah kewarganegaraan Cina, umumnya mereka menetap di tempat keluarga mereka yang ada di Kelurahan Titipapan yang telah menjadi WNI keturunan Cina. Masyarakat Kelurahan Titipapan mempunyai sistem kekerabatan yang erat, baik antar suku maupun antar umat beragama.

Dalam masyarakat Kelurahan Titipapan program KB (Keluarga Berencana) sudah berjalan dengan baik karena masyarakatnya sadar bahwa sebenarnya memiliki banyak anak akan

13

Mantri Statistik Kec.Medan Deli Kota Medan, Kecamatan Medan Deli Dalam Rangka Tahun 1999, Medan: BPS, 1999. hal.iv.


(33)

merepotkan mereka. Selain kesadaran dari warga itu sendiri, pelayanan pemerintah mengenai KB kepada warganya berjalan cukup baik. Jumlah Posyandu, Dokter dan Bidan yang melayani KB di Kelurahan Titipapan dirincikan, yaitu: Posyandu ada 3, Pukesmas 1, Dokter 1 dan Bidan 1. Penduduk Kelurahan Titipapan yang berjumlah 20.200 jiwa dapat diklasifikasikan berdasarkan kewarganegaraan, usia, dan jenis kelamin sebagai berikut:

Tabel 1

Komposisi Penduduk Kelurahan Berdasarkan Kewarganegaraan Tahun 1999

No Warga Negara Laki-Laki Perempuan Jumlah

1 Warga Negara Indonesia 10.080 10.057 20.137

2 Warga Negara Asing 28 35 63

Jumlah Warga 10.108 10.092 20.200

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Medan Tahun 1999 Tabel 2

Komposisi Penduduk Kelurahan Titipapan Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin

No Golongan Umur Laki-laki Perempuan Jumlah

1 0-12 bulan 306 419 725

2 13 bulan -5 tahun 849 107 956

3 6-10 tahun 600 688 1288

4 11-15 tahun 736 886 1622


(34)

6 21-25 tahun 817 933 1750

7 26-30 tahun 773 878 1651

8 31-35 tahun 844 900 1744

9 36-40 tahun 790 773 1563

10 41-45 tahun 842 893 1735

11 46-50 tahun 858 945 1803

12 51-55 tahun 661 772 1433

13 56-58 tahun 434 620 1154

14 Lebih dari 59 tahun 518 632 1150

Jumlah 9816 10384 20.200

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Medan Tahun 1999

Ciri-ciri penduduk dan pengelompokannya seperti yang tertera di dalam tabel di atas sangat penting diketahui karena dapat memberikan gambaran dasar mengenai keadaan penduduk serta mutunya sebagai persediaan sumber daya manusia. Misalnya komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin mempunyai pengaruh didalam aktifitas sosial ekonomi.

2.3.1 Agama

Penduduk Kelurahan Titipapan sebagian besar memeluk agama Islam. Selain pemeluk agama Islam, ada juga yang memeluk agama Budha, Kristen dan Hindu. Menurut data yang terdapat di Kantor BPS Kota Medan jumlah penduduk dirinci melalui agama yang dianut tertera pada tabel berikut ini:


(35)

Tabel 3

Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama

Sumber: Kantor Badan Pusat Statistik Kota Medan Tahun 1999

Berdasarkan data yang terdapat pada tabel di atas bahwa penduduk Kelurahan Titipapan menganut satu agama sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Para warga tidak ada yang memeluk agama selain yang telah disebutkan di atas, mereka taat menjalankan ajaran agamanya masing-masing dan saling menghormati antar umat beragama.

Dalam melaksanakan ibadah mereka memiliki sarana ibadah masing-masing, seperti: Mesjid, Musholla, dan juga kelenteng. Bangunan tempat peribadahan tersebut telah diakui dan mendapat izin mendirikan bangunan dari pejabat pemerintah setempat. Adapun jumlah sarana ibadah yang terdapat dikelurahan Titipapan tercantum di dalam tabel berikut ini.

Tabel 4

Jumlah Sarana Ibadah Penduduk

No Jenis Sarana Ibadah Jumlah

1 Mesjid 3

No Agama Yang Dianut Jumlah

1 Islam 16.764

2 Kristen 1.169

3 Budha 2.047

4 Hindu 220


(36)

2 Musolla 14

3 Gereja -

4 Kelenteng 4

Jumlah 21

Sumber: Kantor BPS Kota Medan Tahun 1999

Bila kita perhatikan jumlah sarana ibadah yang terdapat di Kelurahan Titipapan, bisa dikatakan cukup memadai bagi umat agama Islam dan Budha dimana sudah terdapat 3 Masjid, 14 Musolla, dan 4 Kelenteng. Sedangkan bagi umat Kristen belum ada dibangun gereja hingga tahun 1999, jadi sebagai alternatif umat yang beragama keristen jika melakukan ibadah akan menggunakan sarana ibadah diluar wilayah Kelurahan Titipapan.

2.3.2 Pendidikan

Pendidikan merupakan usaha dalam meningkatkan kualitas kehidupan intelektual suatu bangsa, konkritnya untuk mengembangkan keperibadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah serta berlangsung seumur hidup. Pendidikan merupakan salah satu bentuk investasi dalam sumber daya manusia. Pendidikan memberikan sumbangan langsung terhadap pertumbuhan pendapatan nasional melalui peningkatan keterampilan dan produktifitas kerja.

Titik singgung antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi adalah produktivitas tenaga kerja. Dengan asumsi bahwa semakin tinggi mutu pendidikan, semakin tinggi pula produktifitas tenaga kerja dan pendapatan ekonomi semakin meningkat hasilnya pertumbuhan masyarakat semakin pesat.

Masyarakat daerah Kelurahan Titipapan telah menyadari betapa pentingnya pendidikan dalam peningkatan taraf hidup yang lebih baik. Hal ini disebabkan karena pengalaman orangtua


(37)

di zaman mereka telah berbeda dengan sekarang, sehingga timbulah pemikiran dan perencanaan demi kehidupan di masa yang akan datang. Mereka menganggap bahwa pendidikan mempunyai peranan penting bagi anak-anaknya agar kelak menguasai ilmu pengetahuan serta wawasan berpikir yang luas dan mempunyai keterampilan dalam menjalani hidup.

Berdasarkan Badan Pusat Statistik Kota Medan pada tahun 2000, pendidikan masyarakat Kelurahan Titipapan yang tamat SD/Sederajat ada 2.747 orang, SLTP/Sederajat 4.006 orang, SLTA/Sederajat 3.683 orang, D1 133 orang, D2 64 orang, D3 73 orang, S1 152 orang, S2 8 orang, S3 3 orang. Dari rincian tersebut masyarakat Kelurahan Titipapan mempunyai kesadaran yang tinggi akan pentingnya pendidikan. Sekolah yang ada di Kelurahan Titipapan dapat diklasifikasikan dalam tabel berikut:

Tabel 5

Jumlah Sekolah Berdasarkan Tingkatan

No Tingkat Sekolah Jumlah Sekolah

1 SD/Sederajat 11

2 SLTP/Sederajat 4

3 SMA/Sederajat 1

Jumlah 16

Sumber: Kantor BPS Kota Medan Tahun 1999

2.3.3 Mata Pencaharian

Kelurahan Titipapan berada di dataran rendah, di mana masyarakatnya sebagian banyak menggunakan perkarangan rumah menjadi lahan bercocok tanam. Kelurahan Titipapan adalah bagian dari Kecamatan Medan Deli yang merupakan salah satu daerah potensi industri di Kota


(38)

Medan. Maka pada umumnya warga Kelurahan Titipapan banyak yang bekerja disektor swasta. Hal itu dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 6

Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

No Mata Pencaharian Jumlah

1 Pegawai Negeri 998

2 Pegawai Swasta 4700

3 ABRI 871

4 Petani 3120

5 Nelayan 160

6 Pedagang 216

7 Pensiunan 152

Jumlah 10417

Sumber: Kantor Badan Pusat Statistik Kota Medan Tahun 1999

Kalau dilihat dalam table 4 di atas mata pencaharian penduduk Kelurahan Titipapan jenisnya beranekaragam. Namun mata pencarian penduduk yang utama bergerak dibidang swasta dan pertanian. Hal ini disebabkan lokasi Pasar Titipapan sangat dekat dengan lokasi pemukiman penduduk, sehingga penduduk di Kelurahan Titipapan terdorong untuk mencari penghasilan tambahan yang hasil produksinya di jual ke pasar tersebut.

2.4 Keadaan dan Aktivitas Pasar

Pasar tradisional sudah dikenal sejak puluhan abad lalu, diperkirakan sudah muncul sejak zaman kerajaan Kutai pada abad ke 5 Masehi. Dimulai dari tukar menukar barang kebutuhan


(39)

sehari-hari dengan para pelaut dari negeri tirai bambu, masyarakat mulai menggelar dagangannya dan terjadilah transaksi jual beli tanpa mata uang. Dalam awal-awal keberadaannya, pasar tradisional memiliki peranan yang penting dalam perkembangan wilayah dan terbentuknya kota. Sebagai pusat aktivitas ekonomi masyarakat, pasar tradisional telah mendorong tumbuhnya pemukiman-pemukiman dan aktivitas sosial ekonomi lainnya di sekitar pasar tersebut dan pada tahap selanjutnya berkembang menjadi pusat pemerintahan.

Jasa besar pasar tradisional (tentunya dengan pelaku-pelaku di dalam pasar tersebut), hampir tidak terbantahkan terutama jika kita lihat sejarah berdirinya hampir di seluruh kota di Indonesia. Bahkan dibeberapa relief candi nusantara diperlihatkan cerita tentang masyarakat jaman kerajaan ketika bertransaksi jual beli walaupun tidak secara detail. Bahkan pada saat masuknya peradaban Islam di tanah air di abad 12 Masehi, pasar digunakan sebagai alat untuk berdakwah. Para wali mengajarkan tata cara berdagang yang benar menurut ajaran Islam.

Sebuah pasar terdiri dari pelanggan potensial dengan kebutuhan atau keinginan tertentu yang mungkin mau dan mampu untuk ambil bagian dalam jual beli guna memuaskan kebutuhan atau keinginan tersebut. Karena itu besar kecilnya suatu pasar tergantung pada jumlah orang yang menunjukkan kebutuhan, mempunyai sumber daya yang menarik bagi orang lain, dan mau menyediakan sumber daya tersebut untuk memperoleh apa yang mereka inginkan14

Terbentuknya pasar ada dua macam, pertama pasar sebagai lembaga atau tempat orang berjual beli, terjadi secara kebetulan saja, misalnya pedagang berhenti disuatu tempat dan menjajakan barang dagangannya lalu beberapa orang pembeli datang dan terjadi transaksi jual beli. Jika hal itu terjadi secara berkisinambungan maka tempat tersebut sudah bisa dikatakan sebuah pasar. Kedua, pasar terjadi berdasarkan perencanaan. Masyarakat merasa kekurangan dalam memenuhi kebutuhan ekonominya dalam kehidupan sehari-hari karena di daerah tempat

.


(40)

tinggalnya belum terdapat sebuah pasar. Maka sejumlah masyarakat mengusulkan kepada pemerintah untuk segera dibangun pasar di daerah tersebut. Masyarakat bersama aparat pemerintah setempat bermufakat untuk mendirikan pasar di tempat yang telah direncanakan dan disepakati bersama. Pasar itu terbentuk karena adanya kerjasama manusia.

Dalam kehidupan manusia sehari-hari khususnya di kota Medan tempat jual beli suatu barang disebut dengan pajak, akan tetapi hal tersebut hanya berlaku dalam komunikasi sehari-hari saja, sedangkan kata yang bakunya adalah pasar. Pajak adalah nama khas untuk menyebut pasar tradisional yang ada di kota Medan. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia pengertian dari pajak adalah pungutan wajib, hak untuk mengusahakan sesuatu dengan membayar sewa kepada negara sedangkan pasar adalah tempat orang melakukan jual beli.

Pasar sebagai pusat pertemuan penjual dan pembeli, biasanya berada ditempat-tempat yang strategis, yaitu tempat yang mudah dicapai baik oleh penjual maupun pembeli, berada ditempat yang dekat dengan pemukiman masyarakat, tempat yang sering dilalui orang dan jauh dari gangguan umum misalnya dipinggir belahan sungai, dekat persimpangan jalan dan sebagainya. Dengan dibangunnya jalan raya keberadaan Pasar Titipapan semakin berkembang karena lokasinya yang begitu strategis berada tepat di pinggir Simpang Titipapan yang menghubungkan jalan ke Kota Medan menuju Belawan dan Marelan.

Menurut Syahril, pedagang yang berdagang sudah cukup lama sejak Pasar Titipapan sebelum direlokasi mengatakan bahwa pada tahun 1993 pasar tersebut beroperasi dari pagi hingga sore hari. Karena lokasi Pasar Titipapan yang letaknya sangat strategis pasar ini selalu ramai dikunjungi orang. Pada saat itu para pedagang menjajakan barang dagangannya belum ditentukan tempat berjualannya atau belum memiliki aturan yang benar-benar mengikat diantara


(41)

pedagang. Aturan yang berlaku hanyalah suatu peraturan yang bersifat lisan saja, yang tidak saling merugikan diantara mereka para pedagang.

Jenis jualan yang diperdagangkan berupa kebutuhan hidup sehari-hari seperti: sayur mayur, ikan, beras, pakaian, dan kebutuhan hidup lainnya. Para pedagang hanya menggunakan meja-meja yang dibuat dari kayu tetapi ada juga yang menggunakan gerobak sebagai tempat meletakkan barang dagangannya, jika sudah selesai maka gerobaknya dibawa kembali pulang dan 1-5 orang ada yang sudah mempunyai kios untuk menyimpan barang dagangannya.

Para pedagang tidak dikutip biaya apapun karena sebahagian besar pedagang tersebut merupakan penduduk yang menetap disekitar wilayah Pasar Titipapan dan juga lahan yang digunakan merupakan milik Dinas PU Kotamadya Medan, yaitu Daerah Aliran Sungai. Dengan tidak adanya pungutan biaya apapun maka para pedagang harus bisa mandiri dalam menjaga barang dagangannya dan kebersihan tempatnya sendiri. Keadaan pasar tersebut belum terorganisasi dengan baik dimana belum terdapat petugas penjaga kebersihan dan penjaga malam yang sah. Tetapi beberapa para pedagang sering menggunakan jasa seseorang yang mau untuk memebersihkan sampah sisa-sisa jualan mereka dengan memberikan upah sekedarnya saja.15

Pengunjung pasar kebanyakan merupakan masyarakat yang menetap di Kelurahan Titipapan tapi ada juga yang datang dari luar wilayah Kelurahan Titipapan seperti dari Kelurahan Tanah Enam Ratus, Rengas Pulau, Martubung, Kampung Besar dan lainnya. Pada masa itu Pasar Titipapan merupakan pasar yang aktif beroperasi dari pagi hingga sore hari dalam menyediakan kebutuhan sehari-hari sehingga para pedagang dan pembeli sangat banyak sekali bila dibandingkan wilayah pasarnya yang relatif kecil.

15


(42)

Biasanya para pedagang memperoleh barang dagangannya langsung dari daerah penghasil barang tersebut. Para pedagang jenis hasil pertanian memperoleh komoditas dari Tanah Karo (Brastagi dan Kabanjahe), pedagang jenis kain, biasanya mereka memperolah dari sentral pusat pasar yang lebih dikenal dangan nama Sambu, sedangkan pedagang jenis ikan barangnya langsung didatangkan dari TPI Gabion Belawan

Dari segi geografis, Pasar Titipapan ini memiliki posisi yang strategis karena letaknya berada pada persimpangan jalan menuju antara Medan ke Belawan dan ke Marelan sehingga sangat mudah dijangkau oleh masyarakat dan memudahkan masyarakat memperoleh kebutuhan sehari-hari maupun untuk melakukan kegiatan ekonomi. Lokasi ini sebagai jalur utama yang harus dilalui, maka daerah ini sangat penting. Banyak pedagang yang berasal dari daerah lain mengarahkan usaha dagangnya ke Pasar Titipapan.

Oleh karena kebutuhan ekonomi sehari-hari harus dipenuhi, maka kebutuhan akan pasar setiap harinya juga dirasakan sangat penting. Di samping itu kegiatan Pasar Titipapan setiap harinya banyak membantu para petani yang berada di luar daerah kelurahan. Sebab dengan berlangsungnya kegiatan di Pasar Titipapan tersebut para petani bisa menjual hasil-hasil produksi pertaniannya. Begitu juga halnya dengan para nelayan yang berasal dari daerah Belawan banyak dari mereka yang menjual hasil tangkapannya ke Pasar Titipapan . Kegiatan pasar ini banyak ditentukan oleh produktifitas masyarakat yang bersangkutan dengan hasil-hasilnya sangat mendesak untuk segera dipasarkan. Misalnya apabila daerah tempat kegiatan pasar tersebut memiliki hasil produksi yang cukup potensial dan merupakan lalu lintas ekonomi yang penting maka produktifitas masyarakat setempat akan berjalan dengan keadaan yang berlaku dan tetap menuntut kegiatan pasar selalu berlangsung.


(43)

Kegiatan atau aktivitas Pasar Titipapan bermacam-macam mulai dari saat pembukaan sampai dengan selesai. Misalnya ada yang melangsungkan kegiatan dari pagi hingga sore hari seperti pedagang pecah belah dan pakaian. Ada pula yang melakukan kegiatannya dari pagi hari hingga siang hari saja seperti kedai kopi dan penjual lontong ataupun sejenis sarapan, sedangkan pedagang ikan dan sayur mayur ada pagi hari dan sore hari walaupun pedagang pagi dan sore hari berbeda. Pada kegiatan Pasar Titipapan ini masyarakat datang dari berbagai daerah lain dengan membawa hasi-hasil produksi mereka sekaligus untuk membeli berbagai jenis komoditas lainnya yang menjadi kebutuhan mereka. Keadaan ini sudah berlangsung sejak dahulu yang tidak diketahui lagi kapan hal itu pertama kali dimulai.

Para pedagang yang ada di Pasar Titipapan sebelum direlokasi menjual dagangannya dengan harga yang relatif murah, karena pada masa itu pedagang tidak dipungut biaya apapun dan mereka berprinsip biar dapat untung sedikit tetapi barang dagangan habis terjual. Bagi pemilik modal yang besar meskipun keuntungan dari setiap penawaran tidak begitu besar tetapi karena jumlah permintaan yang cukup besar maka hasilnya akan tetap besar pula. Sementara bagi pedagang kecil bisa memutar modal hasil penjualan mereka dengan cepat untuk memenuhi stok mereka untuk berdagang esok hari. Pedagang-pedagang ini menyediakan berbagai macam jenis kebutuhan masyarakat untuk memenuhi permintaan pasar.

Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat, secara tidak langsung telah membangkitkan gairah penduduk untuk membuka bidang-bidang usaha baru di berbagai sudut Pasar Titipapan. Dalam menjalankan aktivitas perdagangan setiap harinya para pedagang ada yang menjalankan aktivitas usahanya dengan seorang diri atau pribadi tetapi ada juga yang membutuhkan tenaga kerja tambahan baik sebagai karyawan atau buruh kasar. Tenaga kerja ini


(44)

kebanyakan berasal dari keluarga sendiri atau kerabat dekat keluarga, namun tetap diberikan upah serta tanggungan makan dan diberi sedikit kebutuhan sandang.

Kebutuhan Pokok cukup tersedia di Pasar Titipapan ini, selain pedagang kecil, terdapat juga pedagang menengah walaupun jumlahnya masih sedikit. Di kalangan para pedagang ada kalanya dijumpai persaingan, namun tidak membawa suatu konflik yang dapat menimbulkan pertentangan. Pada dasarnya perdagangan selalu diiringi dengan persaingan untuk meningkatkan kualitas barang dagangan dan hal itu sangat wajar terjadi. Akan tetapi, bagi peribadi masing-masing pedagang selalu saling mengingatkan menggalang kebersamaan dengan rasa toleransi sebagai masyarakat yang hidup berdampingan dalam suatu lokasi tempat mencari nafkah bersama.

Begitu juga halnya dengan keakraban di antara pedagang maupun pembeli di pasar tersebut yang terlihat baik dan cukup tinggi sehingga terjalin kerja sama dan menjadi kesatuan yang utuh dalam lingkungan pasar tersebut. Dengan suasana yang demikian Pasar Titipapan ini menjadi pasar yang selalu ramai dikunjungi masyarakat untuk melakukan interaksi jual beli. Hal ini akibat adanya pertemuan antara kebudayaan yang berbeda selanjutnya dapat saling mengisi dan mempengaruhi sehingga terbentuklah pengalaman ataupun pengetahuan tentang pengalaman masing-masing yang pada awalnya diperlukan saling pengertian sesama anggota masyarakat sehingga dapat berlangsungnya komunikasi.

3.1.2 Komposisi Pedagang

Mengingat kecenderungan jumlah penduduk yang semakin bertambah karena manusia selalu berusaha merubah lingkungannya untuk memperoleh kebutuhan hidupnya, shingga tidak jarang mereka selalu merusak lingkungan alam sebagai tempat tinggalnya. Dengan demikian,


(45)

dulunya jumlah penduduk yang berada di wilayah Pasar Titipapan masih sedikit telah berubah menjadi cukup padat. Hal ini disebabkan karena pada umumnya mereka sebagai orang pendatang banyak yang menggantungkan mata pencahariannya di pasar tersebut.

Faktor yang paling dominan sebagai pendorong yang memberikan motivasi terhadap penduduk pendatang adalah dari segi ekonomi suatu daerah tersebut. Ini disebabkan oleh karena kesulitan hidup di daerah pedesaan dalam memenuhi kebutuhan hidup yang semakin beraneka ragam. Sehingga masyarakat pedesaan banyak yang mengadu nasib keluar dari daerah asalnya untuk memperoleh tingkat hidup ekonomi yang lebih baik. Pada umumnya mereka tidak memiliki dasar pendidikan formal yang cukup, sehingga akibatnya mereka mencari pekerjaan yang hanya sesuai dengan keahlian mereka.

Di samping rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan para pendatang tersebut yang tidak sesuai dengan kebutuhan di perkotaan, akhirnya mereka bekerja hanya untuk bisa mempertahankan hidup saja. Keinginan untuk memeperbaiki tingkat kehidupan yang lebih baik tidak lagi menjadi prioritas di dalam pekerjaanya.

Persaingan yang ketat untuk mendapatkan suatu pekerjaan menyebabkan semakin banyaknya jumlah pengangguran. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya maka pengangguran ini beralih kebidang pekerjaan sektor informal karena pada sektor inilah yang paling banyak menyerap tenaga, kerja seperti pedagang kaki lima, buruh, tukang becak, dan lain-lain. Lapangan kerja informal ini bersifat temporal, ruang geraknya yang mandiri, tidak adanya jam kerja yang disiplin serta tidak memiliki menejemen yang baku. Hal ini menjadikan pedagang kaki lima sebagai suatu lapangan pekerjaan yang paling cepat untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia.


(46)

Menjadi pedagang kaki lima tidak membutuhkan syarat-syarat formal, seperti: ijazah, sertifikat, pengetahuan akademis, dan juga keterampilan khusus lainnya. Pedagang kaki lima adalah pekerjaan yang mandiri, tidak terikat dengan suatu aturan yang baku. Hanya dengan kegigihan berusaha, walau mempunyai modal yang sedikit para pedagang kaki lima tersebut mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dan keluarganya.

Pedagang kaki lima adalah suatu fenomenal sosial yang hampir terdapat diseluruh kota-kota besar yang ada di Indonesia. Pada umumnya mereka berada di tempat yang menjadi pusat kegiatan ekonomi. Pasar Tititpan sebagai pasar yang berada di pinggir Kotamadya Medan dipadati oleh para pedagang kaki lima untuk mencari nafkah, sehingga pada tahun 1993 jumlah para pedagang tersebut telah meningkat cukup banyak. Kehadiran mereka pada umumnya, dapat dikatakan merusak lingkungan, pola tempat mereka meletakkan dagangannya tidak teratur sehingga mengakibatkan sektor yang lainnya menjadi terganggu khususnya masalah sampah, yang pada masa itu dibuang sembarangan sehingga saluran pembuangan air (parit) menjadi tumpat dan sering mengakibatkan banjir.

Para pedagang kaki lima yang ada di Pasar Titipapan pada umumnya berasal dari latar belakang pendidikan yang berbeda-beda. Ada yang memiliki tingkat pendidikan SD, SLTP, dan SMA. Tidak sedikit diantara ibu-ibu memilih berjualan dikarenakan suaminya yang memiliki penghasilan sedikit. Dengan alasan menambah penghasilan suaminya tersebut mereka mengasah keterampilan yang tidak kalah dari lawan jenisnya dalam lingkup berdagang. Perkembangan pedagang kaki lima di Pasar Titipapan tersebut mengalami peningkatan yang cukup bagus pada setiap tahunnya, terutama antara tahun 1990-1997 hingga akhirnya mendapat bantuan dari pemerintah sehingga pasar tersebut direlokasi ketempat yang baru.


(47)

Pedagang di Pasar Titipapan terdiri dari berbagai ragam suku bangsa dan juga beraneka ragam kebudayaan. Sifat kebudayaan itu juga masih teradisonal yang dapat beradaptasi satu sama lain yang dialami oleh setiap individu dalam menghadapi penyesuaian diri dengan lingkungan. Perbedaan dan keanekaragaman suatu masyarakat tidak selamanya menimbulkan suasana konflik di antara sesama mereka, namun sesungguhnya dapat juga menjadi modal efektif dalam suatu bangsa dalam mencapai tujuannya. Hal ini bisa terwujud apabila di antara mereka terdapat suatu interaksi yang baik.

Komposisi pedagang yang ada di Pasar Titipapan kebanyakan berasal dari daerah Kelurahan Titipapan itu sendir yang mempunyuai latar belakang dari berbagai etnis, misalnya Melayu, Minang, Jawa, Batak Toba, Batak Karo, dan Cina. Dengan latar belakang yang berbeda-beda, para pedagang memiliki sikap untuk saling bersosialisasi dalam menuju kesatuan yang utuh. Seluruh pedagang berbaur dan melakukan persaingan secara sehat tanpa ada konflik yang terjadi. Mereka juga merasa senasib sepenanggungan yang mempunyai kepentingan yang sama di pasar tersebut.

Pada masa itu Masyarakat Kelurahan Titipapan tidak begitu menyukai usaha perdagangan sehingga etnis Cina mendapatkan kesempatan untuk menerapkan usaha dagang. Dengan modal tekun, teliti, dan cermat akhirnya orang Cina dapat menuai sukses dalam menjalankan usaha dagangnya di lapisan masyarakat. Selain itu, kehidupan tradisi etnis Cina yang mengajar mereka agar selalu berkompetisi/bersaing dengan setiap individu. Oleh karena itu, meskipun mereka datang dengan tidak memiliki apa-apa, namun dengan bekerja keras, tekun, teliti, sadar untuk berhemat dalam pengeluaran mereka akhirnya mampu bersaing dengan pedagang peribumi.


(48)

Keberadaan pedagang etnis Cina menjadikan komposisi pedagang yang ada di Pasar Titipapan menjadi lebih berwarna, pada umumnya mereka mempunyai modal yang besar sehingga menjadikan komuditas yang diperdagangkan di pasar titipapan lebih banyak. Menurut data yang diperoleh dari kantor Pasar Titipapan kedatangan mereka untuk berdagang di daerah tersebut, pada umumnya mereka merupakan pedagang sembako, rokok, kedai sampah dan grosir.Tempat tinggal mereka berada didekat lokasi pasar tersebut bahkan tempat berjualannya merangkup sekalian rumah sebagai tempat tinggal. Di Pasar Titipapan tersebut, para pedagang etnis Cina juga sangat bergantung kepada para pedagang peribumi, karena pada umumnya pedagang peribumi sebagian ada yang membeli barang dari mereka untuk dijual kembali. Mereka dapat berdagang secara berdampingan dan sangat kecil sekali untuk terjadinya perselisihan di antara mereka sesama para pedagang.

2.5 Akses Menuju Pasar

Faktor transportasi merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan sosial ekonomi masyarakat. Demikian juga dengan masyarakat Kelurahan Titipapan, sudah bisa dikatakan sarana transportasi sangat lancar di daerah tersebut sehingga untuk mencapai Pasar Titipapan para pendatang yang berasal dari luar daerah tidak mengalami kesulitan lagi. Sarana jalan yang sudah memadai memudahkan para pedagang untuk mengadakan transaksi jual beli secara langsung. Jalan-jalan untuk menuju ke areal pasar tersebut pada umumnya sudah dapat dijangkau oleh kendaraan besar maupun kecil. Bagi penduduk yang tinggal di pinggir jalan atau sedikit jauh dari jalan umum biasanya mempergunakan jasa angkutan umum. Sedangkan bagi penduduk yang tinggal lebih jauh kepedalaman, mereka kebanyakan menggunakan becak


(49)

sebagai alat transportasi, namun tidak sedikit penduduk yang tinggal di sekitar pasar hanya berjalan kaki saja.

Alat transportasi yang digunakan para pedagang maupun para pembeli untuk menjangkau pasar antara lain kendaraan umum, kendaraan pribadi, pickup maupun becak. Kendaraan umun pada masa itu selain Angkutan Kota masih ada bus Setia dan Budi, yang mana trayek mereka dari Belawan menuju ke Sambu (Pusat Pasar). Hal ini sangat menguntungkan para pedagang yang bisa secara langsung membawa barang dagangannya dikarenakan bus tersebut berukuran besar dan pada umumnya penumpangnya merupakan para pedagang yang membawa barang-barang dagangannya. Seperti pedagang ikan bisa membawa ikannya dari Gabion Belawan langsung menuju Pasar Titipapan dengan menggunakan bus umum tersebut. Begitu juga halnya dengan pedagang tekstil (kain) bisa langsung membawa barang dagangannya dari Sambu.

Semakin lancarnya transportasi serta jalan yang dilalui tentu komunikasi dengan masyarakat luar juga semakin lancar. Komunikasi yang lancar antara masyarakat suatu daerah dengan masyarakat daerah lainnya membawa pengaruh besar bagi masyarakat itu sendiri. Karena masyarakat setempat dengan sendirinya akan saling bertukar informasi dan bisa menerima masukan-masukan dari masyarakat pendatang sebagai bahan perbandingan dengan apa yang telah dilakukan selama ini. Tidak jarang hal-hal yang dibawa masyarakat pendatang memberi semangat kepada masyarakat setempat untuk meningkatkan hasil produksi maupun cara mereka berdagang. Semakin majunya sebuah pasar tentu membawa pengaruh yang besar bagi kemajuan perekonomian masyarakat sekitarnya16

Pertumbuhan penduduk merupakan salah satu faktor perkembangan pasar karena dengan semakin bertambahnya penduduk tentu kebutuhan yang diperlukan semakin banyak sehingga mendorong pasar untuk meningkatkan barang yang diperjual-belikan. Hal ini tidak terlepas dari

.


(50)

pengaruh lancarnya sarana transformasi, dengan kendaraan umum yang cukup banyak melintasi pasar tersebut membuat para pedagang maupun pembeli sangat mudah dan cepat untuk sampai ke pasar tersebut. Pasar Titipapan adalah pasar tradisional yang berkembang dengan baik dan cukup pesat karena lokasinya yang strategis untuk tempat berdagang.

Jadi dapat disimpulkan bahwa sarana jalan yang telah memadai ini mendorong atau memberi kesempatan bagi perkembangan ekonomi masyarakat dan juga memudahkan jalur komunikasi dengan masyarakat dari luar pasar tersebut. Tidak dapat dipungkiri sarana transportasi inilah yang memicu pesatnya perkembangan Pasar Titipan sehingga para pedagang dan pembeli betah melakukan transaksi jual beli di pasar tersebut.


(51)

BAB III

PROSES RELOKASI PASAR TITIPAPAN OLEH PEMERINTAH KOTAMADYA MEDAN

Proses relokasi pedagang yang ada di Pasar Titipapan memakan waktu hingga tiga tahun. Proses relokasi tersebut dimulai dari tahun 1997 hingga tahun 2000 di mana di dalamnya terdapat pro kontra yang terjadi. Sebelum bangunan Pasar yang baru selesai dibangun, pemerintah melalui Perusahaan Dagang Kota Medan menghimbau para pedagang yang ada di Pasar Titipapan untuk melakukan relokasi. Himbauan tersebut disampaikan melalui brosur dan sosialisasi secara langsung kepada para pedagang agar mengikuti program reloksi yang dilakukan pemerintah.

Pedagang Pasar Titipapan menanggapi program reloksi tersebut dengan berbagai sudut pandang. Sebahagian pedagang menyikapinya dengan senang hati tapi ada juga yang tidak menyetujui program relokasi tersebut dengan berbagai alasan yang mereka yakini. Hal ini dilihat karena para pedagang tersebut melakukan relokasi secara bertahap.

Dalam menyiapkan lahan untuk membangun pasar yang baru pemerintah tidak mengalami kesulitan karena program relokasi ini didukung penuh oleh masyarakat Kelurahan Titipapan. Lahan yang digunakan merupakan tanah milik beberapa warga yang ada di Kelurahan Titipapan yang dibeli oleh pemerintah. Masyarakat Kelurahan Titipapan menyadari pentingnya membangun tempat pasar yang baru, karena pasar yang baru pastilah menyediakan sarana dan prasarana yang lebih baik. Hal itu akan memberikan kenyamanan bagi meraka untuk melakukan transaksi ekonomi.


(52)

3.1 Faktor Pendukung Terjadinya Relokasi

Rendahnya tingkat pendidikan dan keterbatasan keterampilan oleh kaum migran menjadikan satu-satunya pilihan untuk bekerja dan bertahan hidup adalah dengan menjadi pedagang kaki lima. Hingga saat ini, tingginya peningkatan jumlah Pedagang Kali Lima (PKL) di Indonesia khususnya di Kota Medan menunjukan masih rendahnya kemampuan daya serap sektor formal terhadap angkatan kerja serta masih rendahnya kemampuan daya saing masyarakat dalam mendapatkan pekerjaan di sektor formal. Atas dasar itulah maka banyak masyarakat yang berprofesi sebagai pedagang disektor informal.

Pedagang kaki lima sebagai salah satu kelompok sektor informal diakui memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan kelompok lainnya. Keunggulan kompetitif yang dimiliki adalah kemampuannya untuk bertahan dalam kondisi ekonomi yang sulit. Namun, kegiatan pedagang kaki lima ini sangat rentan dan memperihatinkan karena keberadaannya kurang mendapat perhatian, binaan, dan perlindungan yang serius dari pemerintah. Bahkan sektor ini dianggap sebagai sumber masalah dalam kebersihan dan ketertiban.

Keberadaan pedagang kaki lima di Pasar Titipapan tiap tahunnya semakin bertambah. Hal ini menyebabkan lahan yang digunakan pedagang kaki lima yang ada di pasar tersebut semakin sempit. Pada awalnya lahan hanya sekitar pinggiran Sungai Deli, yaitu milik Pekerjaan Umum (PU) mulai melebar ke lahan milik warga mengarah hingga ke jalan raya dan banyak pedagang yang meletakkan meja tempat barangnya di atas parit, bahkan di antara pedagang ada yang menggunakan tanah milik warga.

Para pedagang tersebut apabila sudah selesai berjualan pasti meninggalkan sampah yang berserakan sehingga dapat menimbulkan kotoran di sekitar pasar dan parit. Kedaan ini berlangsung setiap hari sehingga sampah ataupun kotoran tersebut jadi menumpuk. Apabila


(53)

keadaan ini dibiarkan berlarut-larut, maka dapat mengakibatkan aroma yang tidak sedap dan berbau busuk serta dapat menimbulkan sumber penyakit. Keadaan ini dapat menimbulkan dampak negatif bagi kebersihan dan keindahan lingkungan, sampah-sampah yang berserakan dan tata ruang yang semberaut menyebabkan keresahan bagi warga yang tinggal di sekitar pasar tersebut.

Keadaan payung-payung yang dipasang oleh para pedagang pada saat berjualan juga dapat menimbulkan pemandangan yang kurang enak. Parit-parit menjadi tersumbat oleh sampah sisa-sisa pedagang dan sering mengakibatkan banjir jika turun hujan yang tergenang hingga jalan raya. Keadaan pasar sering becek dan berlumpur. Hal ini mengakibatkan sering terjadi kemacetan lalu lintas dan jika dibiarkan terus-menerus akan mempercepat kerusakan badan jalan raya.

Salah satu faktor yang paling mempengaruhi terjadinya relokasi Pasar Titipapan oleh Pemerintah Kotamadya Medan adalah pada tahun 1993. Pihak Pekerjaan Umum Kotamadya Medan melakukan pembuatan benteng (tanggul) Sungai Deli yang mana lahannya digunakan sebahagian besar pedagang yang ada di Pasar Titipapan. Sehingga banyak pedagang yang kehilangan lapak (tempat) untuk meletakkan barang dagangannya dan memilih makin turun ke arah jalan raya. Di samping itu, kondisi pasar semakin semrawut tidak beraturan dan sering mengakibatkan kemacetan. Keadaan pedagang kaki lima di Pasar Titipapan menjadi suatu dilema bagi pemerintah dalam mewujudkan Kotamadya Medan yang bersih, tertib, dan aman. Hal ini sangat berpengaruh, karena Pasar Titipapan sangat strategis dilalui oleh masyarakat dari berbagai arah atau tempat. Pemerintah berusaha dalam mengatasi masalah yang muncul ditengah-tengah masyarakat dalam era keterbukaan di mana memerlukan penanggulangan yang terpadu, yaitu menciptakan kerja sama yang baik dari berbagai pihak dengan memperhatikan


(54)

aspek dan kepentingan dari berbagai pihak serta tidak melupakan nilai kebenaran dan kemanusiaan.

Terkait dengan persoalan pedagang kaki lima ataupun sektor informal, relokasi Pasar Titipapan yang ada di Kelurahan Titipapan Kecamatan Medan Deli yang dilakukan oleh Pemerintah Kotamadya Medan berdasarkan atas Perda No. 31 Tahun 1993 tentang Pemakaian Tempat Berjualan. Berdasarkan hasil observasi, alasan relokasi Pasar Titipapan adalah karena pasar tersebut berada di salah satu jalur hijau yaitu di daerah batas aliran Sungai Deli yang akan dibuat tanggul dan masyarakat yang memiliki tanah di sekitar lokasi tersebut mulai keberatan karena masalah sampah dan kesemrautan pasar yang tidak teratur. Pada saat itu memang keberadaan pasar tersebut cukup mengganggu pengguna jalan raya dari arah Medan menuju ke Belawan dan tidak jarang mengakibatkan kemacetan lalu lintas.

Alasan yang lain adalah karena pertimbangan hukum, seperti yang diketahui bahwasanya Pasar Titipapan ini merupakan sebuah pasar tradisional yang dikelola secara sukarela oleh para pedagang. Hal ini membuat Pasar Titipapan ini termasuk sebagai sektor informal dan pedagangnya juga banyak yang tergolong sebagai Pedagang Kaki Lima (PKL). Karena pasar ini merupakan sektor informal maka tidak ada surat keputusan yang mengatur tentang perizinannya. Pasar ini tidak terdaftar di Perusahaan Daerah Kota Medan dan tidak ada yang mengelolanya secara resmi. Jadi pasar ini tidak memiliki kekuatan hukum seperti izin administrasi dari Pemerintah Kotamadya Medan.

Dari segi ekonomi alasannya adalah karena pemerintah juga ingin memperbaiki Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Kalau saja pasar tersebut masih menjadi sektor informal dan tidak terkelola dengan baik maka pemerintah tidak mendapatkan keuntungan apa-apa. Padahal APBD untuk daerah yang bersangkutan bisa memperoleh pemasukan yang banyak


(55)

dari kegiatan Pasar Titipapan tersebut. Atas dasar itulah mengapa pemerintah melakukan program untuk merelokasi pedagang yang ada di Pasar Titipapan ke tempat yang sudah terkelola dengan baik dan ada di bawah naungan Perusahaan Daerah Pasar. Dengan begitu keuntungan yang diperoleh juga pasti akan memberikan sumbangan untuk APBD.

Lepas daripada itu pada tahun 1997 di Kota Medan terdapat Pasar Inpres sebanyak 14 unit, pasar non inpres 23 unit, dan pasar kaki lima 30 unit. Sedangkan pusat-pusat perbelanjaan yang tergolang menengah keatas seperti Plaza, Shopping Center, dan Pasar Swalayan berjumlah 35 unit. Pasar yang ada di Kotamadya Medan pada umumnya masih teradisional, sehingga memiliki kondisi lingkungan yang tidak sehat. Oleh karena itu melalui MUPD II untuk sektor KIP/MIIP, pemerintah daerah telah merehabilitasi 13 lokasi pasar dengan total luas areal 65,3 Hektar dengan kapasitas layanan konsumen sebanyak 582.000 orang17

Pasar Titipapan merupakan salah satu pasar tradisional yang di renovasi oleh Pemerintah Kotamadya Medan pada masa itu karena dianggap penting dan belum mempunyai fasilitas yang memadai. Pemerintah memutuskan untuk memberikan lahan juga membangun segala prasarana yang dianggap perlu untuk sebuah pasar. Pemerintah melihat Pasar Titipapan merupakan pasar yang potensial dan strategis karena pada masa itu gairah kegiatan ekonomi di pasar tersebut cukup menjanjikan. Sedangkan keadaan pasar kenyataannya cukup memperihatinkan yang di mana terletak di batas daerah aliran Sungai Deli merembes ke tanah milik masyarakat dan mengarah ke pinggir jalan raya. Dengan pertimbangan Pasar ini akan terus berkembang dengan

. Perbaikan prasarana pasar ini meliputi perbaikan sarana perparkiran, penyediaan jalan tembus, perbaikan saluran air hujan, penyediaan air bersih, perbaikan prasarana sampah pasar dan rehabilitasi bangunan pasar.

17

Informasi, Perdagangan, Industri, dan Jasa Kota Medan, Medan: Penerbit Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kotamadya Tingkat II,1997, hlm.55


(56)

pesat maka pemerintah melakukan pemindahan lokasi (relokasi) Pasar Titipapan di tempat yang baru.

3.3 Faktor Penghambat Relokasi

Pasar tradisional juga merupakan salah satu sistem ekonomi yang masih bersifat tradisional. Pemerintah merasa model seperti ini tidak akan membawa perkembangan kemajuan untuk sistem ekonomi di Indonesia. Apalagi keberadaanya seringkali dirasa mengganggu sebab seringkali lokasinya berada di tempat yang tidak semestinya. Pasar tradisional dipandang sebagai daerah yang kumuh dan ruwet, yang telah menyebabkan rusaknya keindahan kota serta menimbulkan kemacetan lalu lintas perkotaan. Oleh karenanya, pasar tradisional ini harus disingkirkan jauh-jauh dari kota melalui proses relokasi.

Namun seringkali upaya untuk merelokasikan pasar tradisional ke tempat yang telah direncanakan oleh pemerintah menuai kegagalan. Para pedagang yang telah direlokasikan tidak lama kemudian kembali lagi ke lokasi awal mereka berdagang. Hal ini merupakan salah satu hal dari kegagalan proses pembangunan yang sering terjadi di Indonesia. Biasanya yang menjadi penyebab kegagalan seperti itu adalah:

1. Pembangunan tidak membawa manfaat yang jelas bagi masyarakat dan orang banyak. 2. Pembangun itu bukan keinginan dan kebutuhan masyarakat yang mendasar.

3. Tidak ada perencanaan jangka pendek, menengah, dan jangka panjang.

4. Pembangunan itu lebih bersifat program untuk mencari keuntungan bagi aparatnya, melalui program asal jadi.

Pemerintah Kotamadya Medan merelokasikan Pasar Titipapan dengan beberapa alasan. Alasan yang paling utama adalah untuk pembangunan yaitu demi terciptanya tata kota yang rapi


(57)

dan indah. Namun perelokasian itu sudah pasti menuai pro dan kontra dari pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Pada awalnya para pedagang yang berada di Pasar Titipapan tidak mau direlokasi dengan alasan di tempat yang baru tidak menjamin pembeli tidak sebanyak di tempat yang lama.

Hingga pada tahun 1997 bangunan pasar yang baru telah selesai dan diresmikan oleh Bachtiar Jaafar sebagai Wali Kotamadya Medan pada masa itu, pedagang masih banyak yang berdagang di tempat yang lama. Walau tidak sampai menimbulkan konflik antara pedagang dan aparatur pemerintah yang ada di Perusahaan Daerah Pasar, dengan diberikan sosialisasi dan pengarahan maka para pedagang berangsur-angsur mulai pindah ketempat yang sudah direlokasikan.

Beberapa faktor yang mempengaruhi terhambatnya proses relokasi Pasar Titipapan adalah media yang digunakan kurang beragam di mana hanya menggunakan selebaran jadi menyebabkan perbedaan persepsi antara petugas dan pedagang ditambah kurangnya intensitas sosialisasi yang dilakukan sehingga para pedagang tidak terlalu mengerti tentang maksud dan tujuan program relokasi ini. Informasi yang disampaikan petugas kepada setiap pedagang kurang efektif untuk mempengaruhi pedagang tersebut melakukan relokasi. Beberapa pedagang sudah merasa nyaman untuk tetap di tempat yang lama karena mereka berpikir di tempat yang baru akan dikenakan biaya yang besar.

Hingga pada Tahun 2000, secara keseluruhan pedagang yang masih berdagang di tempat yang lama sudah pindah ke tempat yang direlokasikan. Hal ini tidak lepas dari kesadaran pedagang tersebut di mana tempat yang telah disediakan pemerintah jauh lebih layak. Selama kurun waktu 3 (tiga) tahun petugas Pasar Titipapan tidak henti-hentinya memberikan himbauan kepada pedagang tentang melaksanakan program relokasi tersebut.


(1)

Lampiran 1

Bekas Lokasi Pasar Titipapan Sebelum Relokasi

Sumber: Koleksi Pribadi, Tahun 2013


(2)

Bekas Lokasi Pasar Titipapan Sebelum Relokasi Dilihat dari Jalan Raya

Sumber: Koleksi Pribadi, Tahun 2013


(3)

Lampiran 3

Lokasi Pasar Titipapan Setelah Relokasi

Sumber: Koleksi Pribadi, Tahun 2013

Bukti Peresmian Lokasi Pasar Titipapan Setelah Relokasi


(4)

Bangunan Pasar Titipapan Setelah Relokasi

Sumber: Koleksi Pribadi, Tahun 2013

Kios Pedagang di Pasar Titipapan


(5)

Lampiran 5

Pedagang Pakaian di Pasar Titipapan

Sumber: Koleksi Pribadi, Tahun 2013

Pedagang Sembako di Pasar Titipapan


(6)

Lampiran 6

Tempat Pedagang Ikan dan Ayam Potong di Pasar Titipapan