KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB III KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

DALAM PENGEMBALIAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DARI TINDAK PIDANA KORUPSI Berbicara mengenai kewenangan lembaga KPK dalam pengembalian kerugian keuangan negara dari tindak pidana korupsi, akan diuraikan terlebih dahulu pentingnya dilaksanakan kewenangan ini sebagai salah satu bukti keinginan pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia dalam memberantas korupsi. Seperti yang tertuang dalam poin konsideran Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 bahwa: “Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemberantasan tindak pidana korupsi yang terjadi sampai sekarang belum dapat dilaksanakan secara optimal. Oleh karena itu pemberantasan tindak pidana korupsi perlu ditingkatkan secara profesional, intensif, dan berkesinambungan karena korupsi telah merugikan keuangan negara, perekonomian negara, dan menghambat pembangunan nasional; dan bahwa lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas tindak pidana korupsi.” Tindak pidana korupsi yang dinobatkan sebagai kejahatan transnasional transnational crime atau dalam sebutan lain sebagai white collar crime, extra ordinary crime, dan sebagainya tidak bisa ditanggulangi dengan instrumen hukum biasa, tetapi menggunakan teknik atau instrumen hukum yang luar biasa juga serta tidak lagi hanya dalam lingkup nasional, melainkan merambah ke kancah internasional. Tidak dapat dianggap sepele dan biasa saja akibat yang ditimbulkan dari kejahatan ini, sebab yang menjadi korban bukan hanya perorangan atau Universitas Sumatera Utara sekumpulan orang atau badan hukum, melainkan seluruh masyarakat yang hidup dalam sebuah negara. Patutlah pemerintah beserta seluruh masyarakat bekerja sama untuk memberantas kejahatan ini dengan usaha yang semaksimal mungkin. Perlunya instrumen hukum pidana dalam pemberantasan kejahatan yang luar biasa didasari oleh tujuan hukum pidana itu sendiri. Fungsi dibentuknya hukum menurut Mohammad Ekaputra, adalah untuk mengatur kehidupan manusia. 173 Sedangkan, tujuannya dibedakan berdasarkan dua aliran: 174 1. Aliran klasik de klassieke school de klassieke richting, oleh Markies van Beccaria, bahwa tujuan hukum pidana adalah untuk melindungi individu dari kekuasaan penguasa. Beccaria memandang perlunya aturan hukum pidana itu dibuat secara tertulis. Hal ini disebabkan pada jamannya, sebagian besar hukum pidana tidak dituangkan secara tertulis. Kekuasaan penguasa yang absolut bahkan merambah sampai penyelenggaraan pengadilan yang sewenang-wenangnya. Sehingga perlu dibuat batasan yang jelas agar tidak merugikan masyarakat. 2. Aliran modern de moderne school de moderne richting, tujuan hukum pidana adalah untuk melindungi masyarakat terhadap kejahatan. Lebih lanjut mengenai tujuan pemidanaan 175 173 Mohammad Ekaputra, op.cit, hal. 10 174 Ibid, hal. 11-12. 175 Abul Khair, Mohammad Ekaputra, Pemidaan, Medan: USU Press, 2011, hal. 7, bahwa menurut Sudarto, pemidaan itu kerap kali sinonim dengan penghukuman. Penghukuman berasal dari kata hukum, sehingga dapat diartikan sebagai menetapkan hukuman atau memutuskan tentang hukumnya. Penghukuman dalam perkara pidana sinonim dengan pemidanaan atau pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim. itu sendiri beragam menurut pendapat para ahli. Salah satunya menurut P.A.F Lamintang dalam buku “Pemidanaan” oleh Abul Khair dan Mohammad Ekaputra, adalah untuk membuat Universitas Sumatera Utara orang lain menjadi jera melakukan kejahatan dan membuat penjahat tertentu menjadi tidak mampu untuk melakukan kejahatan-kejahatan lain. 176 KUHP sendiri tidak merumuskan secara tegas dan jelas apa yang menjadi tujuan pemidanaan itu. Muhari Agus Santoso yang dikutip Abul Khair dan Mohammad Ekaputra, menyebutkan tujuan pemidanaan dapat dilihat dari : Tujuan pemidanaan ini apabila dikaitkan dengan tujuan pemberantasan korupsi memiliki keselarasan. Pemberantasan tindak pidana korupsi tentu akan sama dengan penanggulangan kejahatan lainnya, yaitu memberikan efek jera baik kepada pelaku maupun masyarakat dengan memberikan pidana yang cukup berat dan dijalankan sesuai aturan yang berlaku dengan mengingat hak-hak para terpidana. Tujuan berikutnya berkaitan dengan upaya preventif bagi kejahatan berikutnya, dimana tindak pidana korupsi sebagai predicate crime dari suatu tindak pidana lain, misalnya pencucian uang atau money laundering. 177 1. Memorie Van Toelichting M.v.T, bahwa dalam menentukan tinggi rendahnya pidana, hakim untuk tiap kejahatan harus memperhatikan keadaan objektif dan subyektif dari tindak pidana yang dilakukan, harus memperhatikan perbuatan dan pembuatnya, hak-hak apa saja yang dilanggar dan kerugian apa saja yang ditimbulkannya; 2. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 5 tanggal 3 September 1973, yang meminta hakim pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, agar dalam menjatuhkan pidana hendaknya benar-benar setimpal dengan kejahatan dan sifat setiap kejahatan. 176 Ibid, hal. 54 177 Ibid, hal. 55. Universitas Sumatera Utara Dengan perkembangan yang ada, RUU KUHPidana Indonesia telah menuangkan tujuan pemidanaan dalam draftnya pada Pasal 54, yaitu : “Pemidanaan bertujuan: a. mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat; b. memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna; c. menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat; dan d. membebaskan rasa bersalah pada terpidana.” Pada poin c, yaitu memulihkan keseimbangan menjadi satu garis lurus dengan kewenangan para aparat penegak hukum untuk berusaha mengembalikan kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi. Mengembalikan apa yang menjadi milik masyarakat dengan berbagai instrumen hukum yang dimodifikasi dan diperbaiki senantiasa mengikuti perkembangan jaman yang ada, terutama dengan adanya hubungan internasional yang seolah-olah telah mengikis pembatas perbedaan dan pemisah dengan negara lain. Kemudahan informasi dan transportasi telah sangat membantu dalam pemenuhan kebutuhan yang semakin meningkat. Semakin berkembang dan canggihnya alat teknologi juga mendukung perkembangan kejahatan yang tidak ada habisnya, salah satunya korupsi. Dengan demikian, kewenangan lembaga KPK mengenai pengembalian kerugian keuangan negara dari tindak pidana korupsi sudah memang waktunya diperkuat dan dikawal dengan peraturan perundang-undangan yang sesuai ruang gerak lembaga KPK, salah satunya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 dan UU KPK. Universitas Sumatera Utara

A. Tugas Dan Kewenangan KPK