Analisis Multikomponen dengan Spektrofotometri Ultraviolet

2.3. Analisis Multikomponen dengan Spektrofotometri Ultraviolet

Analisis kuantitatif campuran dua komponen merupakan teknik pengembangan analisis kuantitatif komponen tunggal. Prinsip pelaksanaanya adalah mencari absorban atau beda absorban tiap-tiap komponen yang memberikan korelasi yang linier terhadap konsentrasi, sehingga akan dapat dihitung masing-masing kadar campuran zat tersebut secara serentak atau salah satu komponen dalam campurannya dengan komponen yang lainnya Mulja dan Suharman, 1995. Menurut Day dan Underwood 1998 ada beberapa kemungkinan yang terjadi yaitu sebagai berikut : 1. Kemungkinan I Tumpang tindih dua cara dari spectra: bila tidak dapat ditemukan panjang gelombang dimana X atau Y menyerap secara eksklusif. Seperti yang ditunjukkan Gambar 2.3: Gambar 2.3 spektra senyawa X dan Y. Tumpang tindih dua cara : tidak ada panjang gelombang dimana salah satu komponen dapat diukur tanpa gangguan oleh yang lain Day and Underwood,1998 Spectra saling tumpang tindih dari dua komponen X dan Y. pada absorbansi maksimum dari komponen X pada λ1. Komponen Y juga mempunyai absorbansi tersendiri. Demikian juga pada absorbansi maksimum senyawa Y pada Universitas Sumatera Utara λ2. Komponen X juga mempunyai absorbansi tersendiri. Spectrum serapan dari campuran X dan Y merupakan jumlah dari dua kurva individu. Penggunaan teknik persamaan simultan memerlukan beberapa persyaratan agar diperoleh hasil yang memuaskan, antara lain harga selisih panjang gelombang maksimum masing- masing komponen harus relative besar Andrianto, 2009 atau harga rasio serapan antar komponen pada panjang gelombang maksimum cukup besar. Pada campuran multikomponen yang ada, terutama pada sediaan farmasi syarat tersebut akan sulit terpenuhi. Untuk mengatasi hal tersebut, telah diperkenalkan analisis multikomponen menggunakan prinsip persamaan regresi berganda multiple regression melalui perhitungan matriks dengan metode pengamatan beberapa panjang gelombang multiple wavelength Andrianto, 2009.Pengukuran tersebut akan valid jika pengukuran serapan dilakukan pada multi panjang gelombang dengan jumlah melebihi komponen dan dikenal dengan istilah over-determained system Andrianto, 2009. 2. Kemungkinan II Gambar 2.4 Spektra absorbsi X dan Y tidak ada tumpang tindih pada dua panjang gelombang yang digunakan Day and Underwood,1998. Universitas Sumatera Utara Spektra tidak tumpang tindih, atau sekurangnya dimungkinkan untuk menemukan suatu panjang gelombang dimana X menyerap dan Y tidak, serta panjang gelombang serupa untuk mengukur Y. Situasi kemungkinan I dapat dilihat pada gambar 2.4 Konstituen X dan Y semata-mata diukur masing-masing pada panjang gelombang λ1 dan λ2 Day and Underwood, 1998. X Y absorban λ1 λ2. Panjang gelombang Gambar 2.4 Spektra absorpsi senyawa X dan Y tidak ada tumpang tindih pada dua panjang gelombang yang digunakanDay and Underwood, 1998 3. Kemungkinan III Tumpang tindih satu-cara dari spektra: seperti ditunjukkan pada gambar 2.5 Y tidak mengganggu pengukuran X pada λ1, tetapi X memang menyerap cukup banyak bersama-sama Y pada λ2. Pendekatan soal ini pada prinsipnya sederhana. Konsentrasi X ditetapkan langsung dari absorbansi larutan pada λ1. Kemudian absorbansi yang disumbangkan oleh larutan X pada λ2 dihitung dari absortivitas molar X pada λ2, yang telah diketahui sebelumnya. Sumbangan ini dikurangkan dari absorbansi terukur larutan pada λ2 sehingga akan diperoleh absorbansi yang disebabkan oleh Y; konsentrasi Y kemudian dapat diukur dengan cara yang umum Day and Underwood, 1998. Spektra kemungkinan tiga dapat dilihat pada Gambar 2.5. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.5 spektra serapan senyawa X dan Y. Tumpang tindih satu cara : X dapat diukur tanpa gangguan Y, namun X mengganggu penggukuran Y Day and Underwood,1998. Hukum Lambert-Beer menjadi dasar aspek kuantitatif spektrofotometri ultraviolet-visibel. Menurut Hukum Lambert-Beer, serapan berbanding lurus terhadap konsentrasi dan ketebalan sel, yang dapat ditulis dengan persamaan : A = a.b.c gliter atau A = ε. b. c molliter atau A = A 1 1 .b.c g100 ml Dimana: A = serapan a = absorptivitas b = ketebalan sel c = konsentrasi ε = absorptivitas molar A 1 1 =absorptivitas spesifik

2.4 Komponen Spektrofotometer Ultraviolet-Visibel

Dokumen yang terkait

Penetapan Kadar Betametason dan Deksklorfeniramin Maleat Dalam Sediaan Tablet Secara Spektrofotometri Ultraviolet Dengan Metode Panjang Gelombang Berganda

3 21 99

Penetapan Kadar Betametason dan Deksklorfeniramin Maleat Dalam Sediaan Tablet Secara Spektrofotometri Ultraviolet Dengan Metode Panjang Gelombang Berganda

0 0 16

Penetapan Kadar Betametason dan Deksklorfeniramin Maleat Dalam Sediaan Tablet Secara Spektrofotometri Ultraviolet Dengan Metode Panjang Gelombang Berganda

1 2 2

Penetapan Kadar Betametason dan Deksklorfeniramin Maleat Dalam Sediaan Tablet Secara Spektrofotometri Ultraviolet Dengan Metode Panjang Gelombang Berganda

2 4 5

Penetapan Kadar Campuran Deksametason dan Deksklorfeniramin Maleat Dalam Sediaan Tablet Secara Spektrofotometri Ultraviolet Dengan Metode Panjang Gelombang Berganda

2 3 17

Penetapan Kadar Campuran Deksametason dan Deksklorfeniramin Maleat Dalam Sediaan Tablet Secara Spektrofotometri Ultraviolet Dengan Metode Panjang Gelombang Berganda

0 0 2

Penetapan Kadar Campuran Deksametason dan Deksklorfeniramin Maleat Dalam Sediaan Tablet Secara Spektrofotometri Ultraviolet Dengan Metode Panjang Gelombang Berganda

0 0 4

Penetapan Kadar Campuran Deksametason dan Deksklorfeniramin Maleat Dalam Sediaan Tablet Secara Spektrofotometri Ultraviolet Dengan Metode Panjang Gelombang Berganda

1 1 13

Penetapan Kadar Campuran Deksametason dan Deksklorfeniramin Maleat Dalam Sediaan Tablet Secara Spektrofotometri Ultraviolet Dengan Metode Panjang Gelombang Berganda

0 0 2

Penetapan Kadar Campuran Deksametason dan Deksklorfeniramin Maleat Dalam Sediaan Tablet Secara Spektrofotometri Ultraviolet Dengan Metode Panjang Gelombang Berganda

0 0 42