a. Teori Struktur Pendanaan
Dasar keputusan pendanaan berkaitan dengan pemilihan sumber dana baik itu sumber dana internal maupun sumber dana eksternal, Brealey 2004 : 412,
mengatakan bahwa ada dua kerangka teori yang mendasarinya antara lain: 1.
A Pecking Order Theory “The pecking order explains why the most profitable firms
generally borrow less: It is not because they have low target debt ratios but because they don’t need outside money. Less profitable firms issue
debt because they do not have sufficient internal funds for their capital investment program and because debt is first in the pecking order for
external finance”.
Pecking Order Theory menjelaskan bahwa umumnya perusahaan yang menghasilkan laba yang banyak, memiliki hutang yang sedikit karena perusahaan
tersebut tidak membutuhkan dana dari luar. Sedangkan perusahaan yang sedikit menghasilkan laba memiliki tingkat hutang yang tinggi, karena tidak memiliki
dana yang cukup untuk membiayai operasional perusahaan. Selain itu Pecking Order Theory merupakan teori keuangan yang menyatakan bahwa perusahaan
lebih cenderung memilih pendanaan yang berasal dari sumber dana internal dibandingkan dengan sumber dana eksternal, dan menjelaskan bahwa pendanaan
didasarkan pada urutan pendanaan yang memiliki resiko terkecil, yaitu laba ditahan, hutang dan penerbitan ekuitas.
Menurut Keown 2000:157, Pecking Order Theory struktur modal diungkapkan dalam 4 poin di bawah ini:
a. Perusahaan menerapkan kebijakan deviden untuk kesempatan investasi.
b. Perusahaan lebih suka mendanai kesempatan investasi dengan dana yang
sepenuhnya dari dalam dulu, lalu modal keuangan eksternal akan dicari. c.
Saat pendanaan eksternal dibutuhkan, pertama perusahaan akan memilih menerbitkan sekuritas hutang. Menerbitkan sekuritas jenis modal akan
dilakukan terakhir.
Universitas Sumatera Utara
d. Dengan demikian banyaknya dana eksternal dibutuhkan untuk mendanai
proyeknya dengan nilai sekarang positifpendekatan pecking order akan diikuti. Ini berarti lebih menyukai hutang yang beresiko, artinya pada
hutang konvertibel, modal preferen dan modal biasa sebagai pilihan terakhir.
Teori yang kedua menurut Brealey 2004:412 adalah: 2.
Trade- Off Theory Balance Theory “Theory that capital structure is based on a trade off between tax
savings and distress costs of debt. This trade-off theory of capital structure recognizes that the target debt ratios may vary from firm to
firm. Companies with safe, tangible assets and plenty of taxable income to shield ought to have high target ratios. Unprofitable companies with
risky, intangible assets ought to rely primarily on equity financing”.
Keputusan pendanaan dengan teori trade-off adalah pendanaan berdasarkan struktur modal optimal, di mana perusahaan menyeimbangkan
manfaat dari pendanaan dengan hutang perlakuan pajak perseroan yang menguntungkan dengan suku bunga dan biaya kebangkrutan yang lebih tinggi.
Kenyataan bahwa bunga merupakan beban yang dapat dikurangkan telah mengakibatkan hutang lebih murah daripada saham biasa atau saham preferen.
Akibatnya, pemerintah membayar sebagian dari biaya modal yang bersumber dari hutang atau dengan kata lain hutang memberikan manfaat perlindungan pajak.
Hasilnya, penggunaan hutang mengakibatkan peningkatan porsi laba operasi perusahaan yang mengalir ke investor. Jadi, semakin besar hutang perusahaan,
semakin tinggi nilai sahamnya. Namun ada suatu tingkat hutang yang menjadi ambang batas, dimana tingkat ambang batas hutang tersebut menunjukkan biaya
kebangkrutan mulai menjadi material. Apabila hutang melampaui batas tersebut, biaya kebangkrutan akan semakin besar, dan hal itu semakin mengurangi manfaat
pajak yang disebabkan oleh hutang. Namun belum menghapuskan manfaat pajak
Universitas Sumatera Utara
dari hutang sehingga harga saham masih naik meskipun kenaikannya masih kecil dengan bertambahnya jumlah hutang, hal ini berada antara kisaran ambang
batas hutang dengan titik struktur modal optimal. Struktur modal optimal ialah titik dimana manfaat marjinal dari perlindungan pajak sama dengan biaya
kebangkrutan marjinal. Tetapi, setelah melampaui titik ini jumlah biaya kebangkrutan melebihi keringanan pajak sehingga mulai titik ini peningkatan
rasio hutang akan menurunkan nilai saham perusahaan. Menurut Lukas 1994 : 321 trade-off theory memberikan tiga masukan
penting: a.
Perusahaan memiliki aktiva yang tinggi variabilitas keuntungannya akan memiliki probabilita financial distress yang besar. Perusahaan semacam ini
harus menggunakan sedikit hutang.
b. Aktiva tetap yang khas tidak umum, aktiva yang tidak tampak intangible
assets dan kesempatan bertumbuh akan kehilangan banyak nilai jika terjadi financial distress. Perusahaan yang menggunakan aktiva semacam ini
seharusnya menggunakan sedikit hutang.
c. Perusahaan yang membayar pajak yang tinggi dikenai tingkat pajak yang
besar sebaiknya lebih banyak menggunakan hutang dibanding perusahaan yang membayar pajak rendah.
“Financial Distress adalah kondisi dimana perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan terancam bangkrut” Lukas, 1994;319.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Pendanaan