Gambaran Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan dan Manajemen Konflik yang Dipersepsikan oleh Perawat Pelaksana di Instalasi Rindu A RSUP H. Adam Malik Medan

(1)

GAMBARAN GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA RUANGAN

DAN MANAJEMEN KONFLIK YANG DIPERSEPSIKAN

OLEH PERAWAT PELAKSANA DI INSTALASI

RINDU A RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

SKRIPSI

JULI ROSTANDI PURBA

081101028

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

PRAKATA

Puji dan syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan penyertaan-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Gambaran Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan dan Manajemen Konflik yang Dipersepsikan oleh Perawat Pelaksana di Instalasi Rindu A RSUP H. Adam Malik Medan”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat bagi peneliti untuk menyelesaikan pendidikan dan mencapai gelar sarjana di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Ucapan terima kasih peneliti sampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi ini, sebagai berikut:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS sebagai Pembantu Dekan 1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Achmad Fathi, S.Kep, Ns, MNS selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan waktu untuk membimbing dan memberikan masukan, arahan, dan kritikan yang sangat berharga dalam penulisan skripsi ini.

4. Ibu Rika Endah Nurhidayah, S.Kp, M.Pd selaku penguji I dan Ibu Diah Arruum, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen penguji II yang memberikan masukkan, saran, dan kritikan yang membangun dalam penelitian ini.

5. Seluruh Dosen Pengajar S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah banyak mendidik peneliti selama proses perkuliahan dan juga kepada seluruh staff administrasi di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Direktur Utama RSUP H. Adam Malik Medan, Direktur SDM dan Pendidikan RSUP H. Adam Malik Medan, Kepala Instalasi Litbang beserta staff, Kepala Instalasi Rindu A dan Kepala Ruangan RA-1, RA-2, RA-3,


(4)

RA-4N, RA-4BS, RA-5 dan RA-6 VIP A yang telah memberikan izin penelitian dan telah membantu proses pengumpulan data.

7. Teristimewa kepada kedua orang tuaku Alm. Ayahanda H. Purba dan Almh. Ibunda R. Sipayung, walaupun engkau telah bersama-Nya, tapi anakmu ini akan selalu membuat engkau berbangga hati, kepada abang-abangku dan kakakku (Jaya Purba, Petrus Purba dan Hanna Purba) serta Mama Jezania atas doa, dukungan moril maupun material, yang selalu memberikan semangat dan perhatian bagi peneliti.

8. Teman-teman seperjuangan sekaligus sahabat terbaikku Gita, Ira, Mei, Septa yang banyak memberiku dukungan, masukkan, semangat serta berbagi suka dan duka dalam penyusunan skripsi ini.

9. Teman-teman Fakultas Keperawatan stambuk 2008 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan masukkan, berbagi pengetahuan, dan mendukung saya.

10.Kepada seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu per satu yang telah mendukung dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Tuhan selalu mencurahkan berkat dan kasih karuniaNya kepada semua pihak yang telah membantu mendukung peneliti. Peneliti menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Harapan peneliti, skripsi ini dapat bermanfaat bagi peningkatan pengetahuan dan pengembangan profesi keperawatan.

Medan, Juli 2012 Peneliti


(5)

DAFTAR ISI

Halaman Judul... i

Lembar Pengesahan ... ii

Prakata ... iii

Daftar Isi ... v

Daftar Skema ... vi

Daftar Tabel ... vii

Abstrak... viii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1. . Latar Belakang ... 1

2. . Rumusan Masalah ... 4

3. . Tujuan Penelitian ... 5

3.1 Tujuan Umum ... 5

3.2 Tujuan Khusus ... 5

4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

1. . Manajemen Keperawatan ... 7

1.1 Pengertian Manajemen dan Manajemen Keperawata ... 7

1.2 Fungsi Manajemen Keperawatan ... 7

1.3 Kepala Ruangan Sebagai Manajer Keperawatan ... 8

2. Kepemimpinan ... 11

2.1 Pengertian Kepemimpinan ... 11

2.2 Teori Kepemimpinan ... 12

2.3 Gaya Kepemimpinan ... 14

3. Manajemen Konflik ... 17

3.1 Defenisi Konflik... 17

3.2 Kategori Konflik ... 17

3.3 Penyebab Konflik... 18

3.4 Proses Konflik ... 22

3.5 Strategi Penyelesaian Konflik ... 23

4. Gambaran Umum RSUP H. Adam Malik Medan ... 25

4.1 Sejarah Singkat RSUP H. Adam Malik Medan ... 25

4.2 Visi dan Misi RSUP H. Adam Malik Medan ... 27

4.3 Kedudukan... 27

4.4 Tugas Pokok ... 27

4.5 Fungsi ... 28


(6)

4.7 Gambaran Umum Instalasi Rawat Inap Terpadu A ... 28

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN ... 30

1. . Kerangka Penelitian ... 30

2. . Defenisi Operasional ... 31

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ... 33

1. . Desain Penelitian ... 33

2. . Populasi dan Sampel Penelitian ... 33

2.1 Populasi Penelitian ... 33

2.2 Sampel Penelitian ... 34

3. . Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

4. . Pertimbangan Etik ... 35

5. . Instrumen Penelitian ... 36

5.1 Kuesioner Data Demografi ... 36

5.2 Kuesioner Gaya Kepemimpinan ... 36

5.3 Kuesioner Manajemen Konflik ... 37

6. . Uji Validitas dan Reliabilitas ... 38

6.1 Uji Valititas ... 38

6.2 Uji Reliabilitas... 39

7. . Proses Pengumpulan Data... 39

8. . Proses Pengolahan Dan Analisa Data ... 40

8.1 Pengolahan Data... 40

8.2 Analisa Data ... 41

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42

1. . Hasil Penelitian ... 42

1.1 Deskripsi Data Demografi ... 42

1.2 Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan... 43

1.3 Manajemen Konflik ... 44

2. Pembahasan ... 46

2.1 Gaya Kepemimpinan yang Dipersepsikan oleh Perawat Pelaksana ... 46

2.2 Manajemen Konflik yang Dipersepsikan oleh Perawat Pelaksana ... 47

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

1.Kesimpulan. ... 51

2.Saran... 51


(7)

LAMPIRAN

1. Lembar Persetujuan Responden dan Instrumen Penelitian 2. Hasil Uji Reliabilitas

3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Data Demografi, Gaya Kepemimpinan, dan Manajemen Konflik

4. Bukti Selesai Penelitian 5. Taksasi Dana

6. Riwayat Hidup


(8)

3.1 Kerangka Penelitian Gambaran Gaya Kepemimpinan dan Manajemen Konflik yang Dipersepsikan oleh Perawat Pelaksana ... 30


(9)

Tabel 3.1 Defenisi Operasional Gambaran Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan dengan Manajemen Konflik ... 31 Tabel 4.1 Jumlah Sampel di Setiap Ruangan Instalasi Rawat Inap Terpadu A

RSUP H. Adam Malik Medan... 34 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden Berdasarkan Data

Demografi di Instalasi Rawat Inap terpadu A RSUP H. Adam Malik Medan ... 42 Tabel 5.2 Gambaran Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan yang Dipersepsikan

Perawat Pelaksana untuk Setiap Ruangan di Instalasi Rawat Inap

Terpadu A RSUP H. Adam Malik Medan ... 43 Tabel 5.3 Gambaran Umum Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan yang

Dipersepsikan Perawat Pelaksana di Instalasi Rawat Inap Terpadu A

RSUP H. Adam Malik Medan ... 44 Tabel 5.4 Manajemen Konflik yang Dipersepsikan oleh Perawat Pelaksana untuk

Setiap Ruangan di Instalasi Rawat Inap Terpadu A RSUP H. Adam

Malik Medan ... 44 Tabel 5.5 Gambaran Umum Manajemen Konflik yang Dipersepsikan oleh

Perawat Pelaksana di Instalasi Rawat Inap Terpadu A RSUP H. Adam Malik Medan ... 45

Judul : Gambaran Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan dan Manajemen Konflik yang Dipersepsikan oleh Perawat


(10)

Pelaksana di Instalasi Rindu A RSUP. H. Adam Malik Medan

Nama Mahasiswa : Juli Rostandi Purba NIM : 081101028

Jurusan : Sarjana Keperawatan Tahun Akademik : 2012

Abstrak

Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk memberikan pengaruh kepada perubahan perilaku orang lain secara langsung maupun tidak. Gaya kepemimpinan dapat diidentifikasikan berdasarkan perilaku pimpinan itu sendiri. Kepala ruangan berperan sebagai pemimpin untuk mengatur dan memimpin perawat dalam pemberian asuhan keperawatan. Perawat banyak berinteraksi dengan tenaga kesehatan lain, pegawai lain, pasien dan keluarga pasien dan berpotensi menimbulkan konflik. Konflik adalah suatu kondisi yang ditimbulkan karena adanya perbedaan pendapat atau perbedaan cara pandang antara individu yang berinteraksi. Kepala ruangan harus mampu mengambil inisiatif untuk memfasilitasi penyelesaian konflik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran gaya kepemimpinan kepala ruangan dan manajemen konflik yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana di Instalasi Rindu A RSUP H. Adam Malik Medan. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan sampel 72 orang perawat pelaksana. Metode sampling yang digunakan adalah

proportionate staratified random sampling. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Februari-Maret 2012 dengan menggunakan kuesioner meliputi kuesioner data demografi, gaya kepemimpinan dan manajemen konflik. Analisa data dilakukan dengan analisa univariat. Hasil analisis univariat dari gaya kepemimpinan kepala ruangan yang dipersepsikan perawat pelaksana didapatkan gaya kepemimpinan kepala ruangan adalah partisipatif (70,8%) dan manajemen konflik yang dipersepsikan perawat pelaksana adalah kompromi (44,4%). Disarankan pada penelitian selanjutnya agar melakukan penelitian dengan menggunakan metode observasi dan wawancara untuk mengurangi bias pada hasil penelitian.


(11)

Title : Description of Leadership Style at Nurse Managers and Conflict Management Perceived by Nurses in Rindu A Installation RSUP H. Adam Malik Medan

Name : Juli Rostandi Purba NIM : 081101028

Departemen : Bachelor of Nursing (S.Kep) Academic Year : 2012

Abstract

Leadership is a capability to give an impact on behavior changes of another person directly or indirectly. Leadership style can be identified based on the behaviour of the leader itself. Nurse managers personate as a leader to organize and lead nurses in giving nursing care. Nurses have much interaction with the other health professionals, the other employees, patient and families of patients and this interaction potentially cause conflicts. Conflict is a condition which is caused by disagreement or perspective differences in interaction of people. Nurse manager should be capable of taking initiative for the solution of the conflict. This study aimed to identified description of leadership style at nurse managers and confict management perceived by the nurse in Rindu A Installation RSUP H. Adam Malik Medan. Descriptive design was used in this study with the sample are 72 nurses. Sampling method used in proportionate staratified random samping. The data was collected in February-March 2012 using demographic data questionnaires, leadership styles questionnaires, and conflict management questionnaires. Data analysis conducted by univariate analysis. The results of univariate analysis of leadership style of nurse managers perceived by nurses found that leadership style of nurse manager is participative leadership (70.8%) and conflict management perceived by nurses is comproming (44.4%). Further research is recommended in order to do a research using observation and interview methods to reduce bias in research results.


(12)

Pelaksana di Instalasi Rindu A RSUP. H. Adam Malik Medan

Nama Mahasiswa : Juli Rostandi Purba NIM : 081101028

Jurusan : Sarjana Keperawatan Tahun Akademik : 2012

Abstrak

Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk memberikan pengaruh kepada perubahan perilaku orang lain secara langsung maupun tidak. Gaya kepemimpinan dapat diidentifikasikan berdasarkan perilaku pimpinan itu sendiri. Kepala ruangan berperan sebagai pemimpin untuk mengatur dan memimpin perawat dalam pemberian asuhan keperawatan. Perawat banyak berinteraksi dengan tenaga kesehatan lain, pegawai lain, pasien dan keluarga pasien dan berpotensi menimbulkan konflik. Konflik adalah suatu kondisi yang ditimbulkan karena adanya perbedaan pendapat atau perbedaan cara pandang antara individu yang berinteraksi. Kepala ruangan harus mampu mengambil inisiatif untuk memfasilitasi penyelesaian konflik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran gaya kepemimpinan kepala ruangan dan manajemen konflik yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana di Instalasi Rindu A RSUP H. Adam Malik Medan. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan sampel 72 orang perawat pelaksana. Metode sampling yang digunakan adalah

proportionate staratified random sampling. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Februari-Maret 2012 dengan menggunakan kuesioner meliputi kuesioner data demografi, gaya kepemimpinan dan manajemen konflik. Analisa data dilakukan dengan analisa univariat. Hasil analisis univariat dari gaya kepemimpinan kepala ruangan yang dipersepsikan perawat pelaksana didapatkan gaya kepemimpinan kepala ruangan adalah partisipatif (70,8%) dan manajemen konflik yang dipersepsikan perawat pelaksana adalah kompromi (44,4%). Disarankan pada penelitian selanjutnya agar melakukan penelitian dengan menggunakan metode observasi dan wawancara untuk mengurangi bias pada hasil penelitian.


(13)

Title : Description of Leadership Style at Nurse Managers and Conflict Management Perceived by Nurses in Rindu A Installation RSUP H. Adam Malik Medan

Name : Juli Rostandi Purba NIM : 081101028

Departemen : Bachelor of Nursing (S.Kep) Academic Year : 2012

Abstract

Leadership is a capability to give an impact on behavior changes of another person directly or indirectly. Leadership style can be identified based on the behaviour of the leader itself. Nurse managers personate as a leader to organize and lead nurses in giving nursing care. Nurses have much interaction with the other health professionals, the other employees, patient and families of patients and this interaction potentially cause conflicts. Conflict is a condition which is caused by disagreement or perspective differences in interaction of people. Nurse manager should be capable of taking initiative for the solution of the conflict. This study aimed to identified description of leadership style at nurse managers and confict management perceived by the nurse in Rindu A Installation RSUP H. Adam Malik Medan. Descriptive design was used in this study with the sample are 72 nurses. Sampling method used in proportionate staratified random samping. The data was collected in February-March 2012 using demographic data questionnaires, leadership styles questionnaires, and conflict management questionnaires. Data analysis conducted by univariate analysis. The results of univariate analysis of leadership style of nurse managers perceived by nurses found that leadership style of nurse manager is participative leadership (70.8%) and conflict management perceived by nurses is comproming (44.4%). Further research is recommended in order to do a research using observation and interview methods to reduce bias in research results.


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan suatu organisasi yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan jasa dengan melibatkan berbagai kelompok profesi dari berbagai latar belakang pendidikan (Soeroso, 2003). Kelompok keperawatan merupakan salah satu komponen profesi yang dianggap sebagai kunci dari keberhasilan pemberian pelayanan di rumah sakit (Sumijatun, 2009). Kepala ruangan memiliki tugas mengatur dan memimpin perawat pelaksana dalam pemberian asuhan keperawatan. Kepala ruangan berperan sebagai seorang manajer sekaligus sebagai seorang pemimpin (Suyanto, 2009).

Hubungan kerja diantara perawat dengan tenaga kesehatan lain, pegawai lain, pasien dan keluarga berpotensi menimbulkan konflik (Swanburg, 2000). Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya konflik diantaranya perilaku yang menentang, stress, kondisi ruangan, kewenangan dokter-perawat, keyakinan, kekaburan tugas, kekurangan sumber daya, proses perubahan, imbalan dan masalah komunikasi (Arwani, 2006). Konflik yang berkelanjutan dapat merusak kesatuan unit kerja, seringkali menimbulkan situasi yang tidak menyenangkan (Suyanto, 2009), sehingga mengganggu hubungan kerja dan menurunkan produktivitas (Marquis & Huston, 2010).

Kepala ruangan harus mampu mengambil inisiatif untuk memfasilitasi penyelesaian konflik karena konflik yang terjadi dapat mempengaruhi pemberian asuhan keperawatan kepada klien (Arwani & Supriyanto, 2006). Perselisihan


(15)

dalam hubungan kerja harus diselesaikan dan memerlukan langkah–langkah yang tepat dalam pemecahan masalah (Fathoni, 2006). Ada beberapa strategi yang digunakan dalam penyelesaian konflik yaitu kompromi atau negosiasi, kompetisi, akomodasi, smoothing, menghindar, dan kolaborasi (Nursalam, 2009). Sinaga (2010) menyatakan manajemen konflik kolaborasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, sedangkan manajemen konflik kompetisi, menghindar dan akomodasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya sangat mempengaruhi penyelesaian konflik (Fathoni, 2006).

Pemimpin harus memiliki keterampilan khusus yang berkaitan dengan proses kepemimpinannya. Keterampilan tersebut antara lain keterampilan dalam komunikasi, keterampilan dalam mendinamika kelompok, keterampilan dalam pengajaran, keterampilan dalam membagi kekuasaan, keterampilan dalam mengutarakan pendapat sendiri, keterampilan dalam dinamika perubahan, keterampilan dalam menyelesaikan konflik dan keterampilan dalam mengelola waktu (Ali, 2010). Proses manajemen keperawatan berhubungan erat dengan pemimpin meliputi perencanaan, pengorganisasian, kepersonaliaan, pengarahan dan pengendalian (Marquis & Huston, 2010).

Aktivitas kepemimpinan akan menunjukkan gaya kepemimpinan dengan polanya masing–masing (Nawawi & Hadari, 2004). Gillies (1994) mengatakan gaya kepemimpinan berdasarkan wewenang dan kekuasaan dibedakan menjadi empat yaitu : otoriter, demokratis, partisipatif dan bebas tindak atau Laissez– Faire. Pada penelitian yang dilakukan Hutahaen (2009) setengah dari perawat


(16)

pelaksana menyatakan gaya kepemimpinan yang dilakukan kepala ruangan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik adalah gaya kepemimpinan demokratis dan gaya kepemimpinan tersebut sangat berpengaruh pada semangat kerja perawat pelaksana. Rosita (2005) menyatakan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara gaya kepemimpinan dengan kepuasan karyawan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (2008) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan demokratis memiliki pengaruh positif terhadap penyelesaian konflik individu, konflik antarindividu dan konflik interorganisasi.

RSUP H. Adam Malik Medan merupakan rumah sakit tipe A dan juga sebagai pusat rujukan wilayah pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Riau. RSUP H. Adam Malik Medan dipimpin oleh seorang kepala yang disebut direktur utama. Susunan organisasi RSUP H. Adam Malik Medan terdiri dari berbagai direktorat, salah satunya direktorat medik dan keperawatan yang terdiri dari bidang pelayanan medik, bidang pelayanan keperawatan, bidang pelayanan penunjang, kelompok jabatan fungsional, dan instalasi. Instalasi terdiri dari berbagai instalasi salah satunya instalasi rawat inap terpadu A (Rindu A). Instalasi Rindu A terdiri dari beberapa ruang rawat inap, dimana setiap ruangan dipimpin oleh seorang kepala yang disebut kepala ruangan. Kepala ruangan akan memimpin perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan. Kepala ruangan maupun perawat pelaksana banyak berinteraksi dengan rekan sekerjanya, pasien, keluarga pasien dan tenaga medis lainnya, dan hal ini berpeluang untuk terjadinya konflik.


(17)

Hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan tiga orang perawat pelaksana di Instalasi Rindu A RSUP H. Adam Malik menyatakan bahwa konflik yang sering terjadi disebabkan oleh komunikasi. Pada saat pergantian shift terkadang ada tindakan keperawatan lanjutan yang akan dilakukan shift berikutnya, terkadang tindakan tersebut kurang dijelaskan atau tidak disampaikan kembali oleh shift sebelumnya, sehingga keadaan seperti ini akan mendapat tuntutan dari shift berikutnya dan akan memicu terjadinya konflik. Konflik yang terjadi memberi dampak positif maupun negatif, dampak positifnya perawat akan semakin memperhatikan saat pergantiaan shift, tindakan keperawatan apa yang akan dilakukan/dilanjutkan pada pasien dan dampak negatifnya terkadang memunculkan masalah baru. Proses penanganan konflik yang dilakukan oleh kepala ruangan berfokus pada hasil akhir konflik, dengan tindakan yang berbeda pada setiap konflik.

Berdasarkan tinjauan fenomena di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti gambaran gaya kepemimpinan kepala ruangan dan manajemen konflik yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana di Instalasi Rindu A RSUP H. Adam Malik Medan.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimanakah gaya kepemimpinan kepala ruangan dan manajemen konflik yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana di Instalasi Rindu A RSUP H. Adam Malik Medan?


(18)

3. Tujuan Penelitian 3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran gaya kepemimpinan kepala ruangan dan manajemen konflik yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana di Instalasi Rindu A RSUP H. Adam Malik Medan.

3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengidentifikasi gambaran gaya kepemimpinan kepala ruangan yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana di Instalasi Rindu A RSUP H. Adam Malik Medan

2. Untuk mengidentifikasi gambaran manajemen konflik yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana di Instalasi Rindu A RSUP H. Adam Malik Medan

4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini akan memberikan kontribusi terhadap berbagai aspek yaitu :

1. Bagi Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif maupun dasar pertimbangan oleh kepala ruangan untuk memanajemen konflik yang sesuai dan sebagai data tambahan dalam pembuatan kebijakan keperawatan terkait gaya kepemimpinan


(19)

2. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan bacaan ilmiah di perpustakaan dan juga dapat dipakai sebagai bahan referensi bagi mahasiswa yang meneliti masalah yang terkait dengan gaya kepemimpinan dan manajemen konflik

3. Bagi Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak peneliti terkait untuk penelitian selanjutnya, untuk mengetahui gambaran gaya kepemimpinan dan manajemen konflik


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Manajemen Keperawatan

1.1 Pengertian Manajemen dan Manajemen Keperawatan

Manajemen merupakan suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif dalam menjalankan suatu kegiatan di organisasi. Manajemen mencakup kegiatan POAC (planning, organizing, actuating, controlling) terhadap staf, sarana, dan prasarana dalam mencapai tujuan organisasi (Grant dan Massey dalam Nursalam, 2009).

Swanburg (2000) menyatakan bahwa, manajemen keperawatan berhubungan dengan perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengaturan staf (staffing), kepemimpinan (leading), dan pengendalian (controlling) aktivitas-aktivitas upaya keperawatan atau divisi departemen keperawatan dan dari sub unit departemen.

1.2 Fungsi Manajemen Keperawatan

Fungsi manajemen keperawatan menurut Marquis dan Huston (2010) sebagai berikut: 1) Perencanaan : dimulai dengan penerapan filosofi, tujuan, kebijaksanaan, prosedur, dan peraturan ; termasuk perencanaan jangka pendek dan jangka panjang ; menentukan tindakan fiskal ; dan mengelola perubahan terencana. 2) Pengorganisasian : meliputi pembentukan struktur untuk melaksanakan perencanaan, menetapkan metode pemberian asuhan keperawatan kepada pasien yang paling tepat, mengelompokkan kegiatan untuk mencapai tujuan unit serta melakukan peran dan fungsi dalam organisasi dan menggunakan


(21)

kekuatan serta otoritas dengan tepat. 3) Ketenagaan : meliputi merekrut, mewawancarai, mengontrak, dan orientasi dari staf baru, penjadwalan, pengembangan staf, sosialisasi staf dan pembentukan tim. 4) Pengarahan : mencangkup tanggung jawab dalam mengelola sumber daya manusia seperti motivasi untuk semangat, manajemen konflik, pendelegasian, komunikasi, dan memfasilitasi kolaborasi dan 5) Pengawasan/pengendalian meliputi penilaian kinerja, tanggung gugat fiskal, pengawasan mutu, pengawasan hukum dan etika, dan pengawasan hubungan profesional dan kolegial.

1.3 Kepala Ruangan sebagai Manajer Keperawatan

Kepala ruangan adalah seorang tenaga perawatan profesional yang diberi tanggung jawab dan wewenang dalam mengelola kegiatan pelayanan keperawatan di satu ruang rawat (Depkes, 1994 dalam Hutahaen, 2009). Tugas pokok kepala ruangan adalah mengawasi dan mengendalikan kegiatan pelayanan keperawatan di ruang rawat yang berada di wilayah tanggung jawabnya. Adapun fungsi manajemen keperawatan kepala ruangan adalah:

a. Melaksanakan fungsi perencanaan, meliputi : 1) merencanakan jumlah dan kategori tenaga perawatan serta tenaga lain sesuai kebutuhan, 2) merencanakan jumlah jenis peralatan perawatan yang diperlukan, 3) merencanakan dan menentukan jenis kegiatan/asuhan keperawatan yang akan diselenggarakan sesuai kebutuhan pasien.

b. Melaksanakan fungsi pergerakan dan pelaksanaan, meliputi : 1) mengatur dan mengkoordinasi seluruh kegiatan pelayanan di ruang rawat, 2) menyusun dan mengatur daftar dinas tenaga perawatan dan tenaga lain sesuai dengan


(22)

kebutuhan dan ketentuan/peraturan yang berlaku (bulanan, mingguan, harian), 3) melaksanakan program orientasi kepada tenaga keperawatan satu atau tenaga lain yang bekerja di ruang rawat, 4) memberi pengarahan dan motivasi kepada tenaga perawatan untuk melaksanakan asuhan perawatan sesuai standart, 5) mengkoordinasikan seluruh kegiatan yang ada dengan cara bekerja sama dengan sebagai pihak yang terlibat dalam pelayanan ruang rawat, 6) mengenal jenis dan kegunaan barang peralatan serta mengusahakan pengadaannya sesuai kebutuhan pasien agar tercapainya pelayanan optimal, 7) menyusun permintaan rutin meliputi kebutuhan alat, obat, dan bahan lain yang diperlukan di ruang rawat, 8) mengatur dan mengkoordinasikan pemeliharaan peralatan agar selalu dalam keadaan siap pakai, 9) mempertanggungjawabkan pelaksanaan inventaris peralatan, 10) melaksanakan program orientasi kepada pasien dan keluarganya meliputi tentang peraturan rumah sakit, tata tertib ruangan, fasilitas yang ada dan cara penggunaannya, 11) mendampingi dokter selama kunjungan keliling untuk memeriksa pasien dan mencatat program, 12) mengelompokkan pasien dan mengatur penempatannya di ruang rawat untuk tingkat kegawatan, injeksi dan non injeksi, untuk memudah pemberian asuhan keperawatan, 13) mengadakan pendekatan kepada setiap pasien yang dirawat untuk mengetahui keadaan dan menampung keluhan serta membantu memecahkan masalah berlangsung, 14) menjaga perasaan pasien agar merasa aman dan terlindungi selama pelaksanaan pelayanan berlangsung, 15) memberikan penyuluhan kesehatan terhadap pasien/keluarga dalam batas wewenangnya, 16) menjaga perasaan petugas agar merasa aman dan


(23)

terlindungi serlama pelaksanaan pelayanan berlangsung, 17) memelihara dan mengembangkan sistem pencatatan data pelayanan asuhan keperawatan dan kegiatan lain yang dilakukan secara tepat dan benar, 18) mengadakan kerja sama yang baik dengan kepala ruang rawat inap lain, seluruh kepala seksi, kepala bidang, kepala instansi, dan kepala UPF di rumah sakit, dan 19) menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik antara petugas, pasien dan keluarganya, sehingga memberi ketenangan.

c. Melaksanakan fungsi pengawasan, pengendalian dan penelitian, meliputi : 1) mengawasi dan menilai pelaksanaan asuhan keperawatan yang telah ditentukan, 2) melaksanakan penilaian terhadap upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan di bidang perawatan, 3) melaksanakan penilaian dan mencantumkan ke dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai (DP3) bagi pelaksana keperawatan dan tenaga lain di ruang yang berada di bawah tanggung jawabnya untuk berbagai kepentingan (naik pangkat/golongan, melanjutkan sekolah), 4) mengawasi dan mengendalikan pendayagunaan peralatan perawatan serta obat–obatan secara efektif dan efisien, mengawasi pelaksanaan sistem pencatatan dan pelaporan kegiatan asuhan keperawatan serta mencatat kegiatan lain di ruang rawat.

2. Kepemimpinan

2.1 Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah hubungan antara pemimpin dan pengikut dimana pemimpin mempengaruhi pengikut atau pihak lain atau bawahannya untuk bekerjasama sukarela dalam mengerjakan tugas-tugas yang berhubungan dengan


(24)

tugasnya untuk mencapai hal-hal yang diinginkan oleh pimpinan (Ali, 2010). Menurut Gillies (1994), mendefinisikan kepemimpinan berdasarkan kata kerjanya, yaitu to lead, yang mempunyai arti beragam, seperti untuk memandu (to guide),

untuk menjalankan dalam arah tertentu (to run in a specific direction), untuk mengarahkan (to direct), berjalan di depan (to go at the head of), menjadi yang pertama (to be first), membuka permainan (to open play), dan cenderung ke hasil yang pasti (to tend toward a definite result).

Gardner dikutip dari Marquis dan Huston (2010) mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses persuasif dan peneladanan oleh individu (atau tim kepemimpinan) yang mempengaruhi suatu kelompok untuk mengikuti arahan pimpinan atau diberikan oleh pimpinan kepada bawahannya. Merton dikutip dari Swanburg (2000) menguraikan kepemimpinan sebagai suatu transaksi masyarakat dimana seseorang anggota mempengaruhi yang lainnya. Ia menyatakan bahwa lebih baik bila seseorang dengan posisi sedang berkuasa mengkombinasikan antara kekuasaan dan kepemimpinan untuk membantu organisasi dalam mencapai tujuan. Merton menguraikan kepemimpinan yang efektif akan memenuhi empat keadaan yaitu : 1) Seseorang akan mengerti apabila menerima suatu komunikasi, 2) Orang ini mempunyai pedoman apa yang harus dilakukan yang diminta dalam komunikasi tersebut, 3) Orang ini percaya bahwa perilaku yang diminta adalah sesuai dengan kehendak perorangan dengan nilai yang baik, 4) Orang ini percaya bahwa hal itu sesuai dengan tujuan organisasi.

McGregor dikutip dari Swanburg (2000) menyatakan ada empat variabel besar untuk memahami kepemimpinan : 1) karakter pimpinan, 2) sikap,


(25)

kebutuhan, dan karakteristik lainnya dari bawahan, 3) karakteristik dari organisasi, seperti tujuan, strukur organisasi, keadaan organisasi yang akan dibentuk, dan 4) keadaan sosial, ekonomi, dan politik lingkungan. McGregor menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan hubungan yang sangat kompleks yang selalu berubah dengan waktu seperti perubahan yang terjadi pada manajemen, serikat kerja atau kekuatan dari luar.

Berdasarkan penjelasan di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kegiatan memimpin yang pada hakikatnya meliputi suatu hubungan antara yang antara pemimpin dan yang dipimpin agar mau bekerja ke arah pencapaian tujuan tertentu.

2.2 Teori Kepemimpinan

a. Teori Sifat (The Great Man Theory)

Teori ini menekankan bahwa setiap orang adalah pemimpin (pemimpin dibawa sejak lahir bukan didapatkan) dan mereka mempunyai karakteristik tertentu yang membuat mereka lebih baik dari yang lain, teori ini disebut “Great Man Theory”. Banyak penelitian tentang riwayat kehidupan Great Man Theory,

tetapi menurut teori kontemporer, kepemimpinan seseorang dapat dikembangkan bukan hanya dari pembawaan sejak lahir, dimana teori ini mengabaikan atau pengaruh dari siapa yang mengasuh, situasi, dan lingkungan lainnya (Marquis & Huston, 2010). The Great Man Theory dari filsuf Aristotle, menyatakan bahwa beberapa orang dilahirkan untuk menjadi pemimpin, sedangkan orang lain dilahirkan untuk dipimpin. Teori sifat menyatakan bahwa beberapa orang


(26)

memiliki karakteristik atau sifat individu tertentu yang membuat mereka memimpin lebih baik daripada yang lainnya (Marquis dan Huston, 2010).

Swanburg (2000) menyatakan ciri-ciri pemimpin menurut teori sifat adalah a) Inteligensi : sifat bawaan berkaitan dengan kecerdasan, termasuk pengetahuan, menentukan sesuatu dan kelancaran berbicara. Menyadari bahwa pengetahuan dan kompetensi dalam pekerjaan tertentu adalah salah satu faktor terpenting dalam keefektifan pemimpin. Pemimpin kompeten mempunyai kekuatan istimewa apabila dipakai untuk mengilhami bawahan untuk mengatasi penampilannya. b) Kepribadian : sifat bawaan dalam kepribadian seperti mudah menyesuaikan diri, mempunyai keyakinan diri, kreatif, dan bisa menyatukan diri adalah merupakan sifat pemimpin yang efektif. Pemimpin adalah seseorang yang efektif dan mengetahui bagaimana memotivasi para pegawai untuk mencapai tujuan dari organisasi dan c) Kemampuan : seorang pemimpin mempunyai cukup kepopuleran, wibawa dan keterampilan diri untuk dipakai sebagai simbol dalam menyampaikan segala sesuatu, dan bisa pula menanamkan kesatuan dengan secara mendalam diantara anggota-anggota dari suatu sistem organisasi.

b. Teori Perilaku (Behaviour Theory)

Kepemimpinan dapat dipelajari berdasarkan pola–pola kelakuan para pemimpin. Seorang pemimpin tidak berkelakuan sama ataupun melakukan kegiatan yang identik dengan seorang pemimpin yang lainnya dalam suatu situasi yang sama (Winardi, 2000). Nursalam (2009) menyatakan bahwa teori perilaku lebih menekankan pada apa yang dilakukan pemimpin dan bagaimana seorang manajer menjalankan fungsinya. Perilaku sering dilihat sebagai suatu rentang dari


(27)

sebuah perilaku otoriter ke demokratis atau dari fokus suatu produksi ke fokus pegawai. Vestal dikutip dari Nursalam (2009) menyatakan teori perilaku dinamakan dengan gaya kepemimpinan seorang manajer dalam satu organisasi. Bersamaan dengan berkembangnya teori kepemimpinan, para peneliti mulai menekankan pada apa yang telah pemimpin lakukan (gaya kepemimpinan). Lewin (1951) dan White & Lippitt (1960) mengeluarkan terobosan baru yaitu memisahkan gaya kepemimpinan menjadi otoriter, demokratis dan Laissez-faire

(Gillies, 1994).

McGregor menyatakan bahwa setiap manusia merupakan kehidupan individu secara keseluruhan yang mengadakan interaksi inividu dengan lingkungannya. Apa yang terjadi dengan orang tersebut merupakan akibat dari perilaku orang lain. Sikap dan emosi orang lain mempengaruh orang tersebut. Bawahan sangat tergantung pada atasan dan berkeinginan untuk diberlakukan adil. Suatu hubungan akan berhasil apabila dihendaki kedua pihak, juga tergantung pada prakarsa yang diambil atasan (Swanburg, 2000).

2.3 Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang digunakan untuk mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai atau dapat pula dikatakan gaya kepemimpinan adalah pola perilaku dan strategi yang disukai dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin. Gaya kepemimpinan merupakan pola menyeluruh dari tindakan seorang pemimpin, baik yang tampak maupun tidak tampak oleh bawahannya. Gaya kepemimpinan menggambarkan kombinasi yang konsisten dari falsafah, keterampilan, sifat dan sikap yang mendasari perilaku


(28)

seseorang (Rivai, 2003). Gaya kepemimpinan adalah adanya pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami suksesnya kepemimpinan dimana lebih memusatkan perhatian apa yang dilakukan oleh pemimpin tersebut (Winardi, 2000). Berdasarkan uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan adalah sekumpulan pola perilaku yang dimiliki oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang lain.

Gillies (1994) mengatakan gaya kepemimpinan berdasarkan wewenang dan kekuasaan dibedakan menjadi empat yaitu : otoriter, demokratis, partisipatif dan bebas tindak atau Laissez–Faire.

Gaya kepemimpinan otoriter adalah gaya seorang pemimpin yang berorientasi pada tugas, menggunakan jabatan kekuasaan posisi dan kekuasaan dalam memimpin, mempertahankan tanggung jawab untuk semua perencanaan tujuan dan pembuatan keputusan serta memotivasi bawahan dengan menggunakan penghargaan (reward) dan kesalahan (punishment) (Gillies, 1994).

Gaya kepemimpinan demokratis merupakan kepemimpinan yang menghargai sifat dan kemampuan setiap staf. Membuat rencana dan pengontrolan dalam penerapannya informasi diberikan seluas - luasnya dan terbuka (Nursalam, 2007). Gaya kepemimpinan ini menggunakan kekuatan pribadi dan kekuatan jabata untuk menarik gagasan dari para pegawai dan memotivasi anggota kelompok untuk menentukan tujuan sendiri, mengembangkan rencana dan mengontrol praktek mereka sendiri (Gillies, 1994).

Gaya kepemimpinan partisipatif merupakan gabungan antara otoriter dan demokratis, yaitu pemimpin yang menyampaikan hasil analisis masalah dan


(29)

kemudian mengusulkan tindakan tersebut kepada bawahannya. Staf diminta saran dan kritiknya serta mempertimbangkan respon staf terhadap usulannya, dan keputusan akhir ada pada kelompok (Nursalam, 2007).

Gaya kepemimpinan Laissez–Faire atau bebas tindak merupakan pimpinan offisial dimana pemimpin melepaskan tanggung jawabnya, karyawan menentukan sendiri kegiatan tanpa pengarahan, supervisi dan koordinasi dan memaksa mereka untuk merencanakan, melakukan, dan menilai pekerjaan mereka yang menurut mereka tepat (Gillies, 1994).

Berbagai jenis kepemimpinan yang tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan. Semua gaya kepemimpinan dapat dipilih untuk digunakan tergantung dari situasi dan kondisi yang ada (Suyanto, 2009). Implementasi gaya kepemimpinan lebih didasarkan pada situasi kondisi serta kemampuan dari seluruh anggota yang ada dalam organisasi. Pemilihan tipe kepemimpinan yang terbaik untuk sebuah situasi yang ada sangat dipengaruhi oleh berbagai banyak faktor, antara lain kesulitan atau kompleksitas tugas yang diberikan, banyaknya waktu yang tersedia untuk penyelesaian tugas, ukuran kelompok kerja, pola komunikasi dalam kelompok, latarbelakang pendidikan dan pengalaman, dan kebutuhan akan kebebasan, informasi dan prestasi (Tannenbaum & Schmit dikutip dari Arwani, 2006).

3. Manajemen Konflik 3.1 Defenisi Konflik

Deutsch dikutip dari Monica (1998) mendefinisikan konflik sebagai suatu perselisihan atau perjuangan yang timbul akibat terjadinya ancaman


(30)

keseimbangan antara perasaan, pikiran, hasrat, dan perilaku seseorang. Konflik terjadi akibat adanya pertentangan pada situasi keseimbangan yang terjadi pada diri individu ataupun pada tatanan yang lebih luas, seperti antar–individu, antar-kelompok, atau antar–masyarakat (Arwani, 2006). Marquis & Huston (2010) mendefinisikan konflik sebagai perselisihan internal atau ekternal akibat adanya perbedaan gagasan, nilai, atau perasaan antara dua orang atau lebih.

Walton dalam Winardi (2001) mengatakan konflik timbul apabila terdapat ketidaksesuaian paham pada sebuah situasi sosial mengenai persoalan-persoalan substansi dan atau antagonisme emosional. Konflik-konflik substansi biasanya berpusat pada ketidakcocokan dengan tujuan-tujuan dan alat-alat. Konflik-konflik emosional mencakup perasaan marah, ketidaksenangan, perasaan takut, penolakan, dan benturan-benturan kepribadian.

Berdasarkan uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa konflik adalah suatu kondisi yang ditimbulkan karena adanya perbedaan pendapat atau perbedaan cara pandang antara individu yang saling berinteraksi yang dimulai dari dalam individu itu sendiri, antarkelompok dan antarorganisasi.

3.2 Kategori Konflik

Marquis & Huston (2010) mengatakan ada tiga kategori konflik yang utama : intrapersonal, interpersonal, dan interkelompok. (1) Konflik intrapersonal : konflik yang terjadi pada individu sendiri. Keadaan ini merupakan masalah internal untuk mengklarifikasi nilai dan keinginan dan konflik yang terjadi. Hal ini sering dimanifestasikan sebagai akibat dari kompetensi peran (Nursalam, 2009). Bagi manajer, konflik intrapersonal dapat disebabkan oleh berbagai area


(31)

tanggung jawab yang terkait dengan peran manajemen (Marquis & Huston, 2010). (2) Konflik interpersonal : konflik terjadi antara dua orang atau lebih dimana nilai, tujuan dan keyakinan berbeda. Konflik ini sering terjadi karena seseorang secara konstan berinteraksi dengan orang lain, sehingga ditemukan perbedaan–perbedaan (Nursalam, 2009). Ruang lingkup ini sangat tidak terbatas, konflik bisa terjadi antara atasan dengan bawahan secara individu dalam suatu perusahaan (Bachtiar, 2004). (3) Konflik interkelompok : konflik yang terjadi antara dua atau lebih dari kelompok orang, departemen, atau organisasi. Sumber konflik ini adalah hambatan dalam mencapai kekuasaan dan otoritas (kualitas jasa layanan), serta keterbatasan prasarana (Marquis & Huston, 2010). Konflik interkelompok menyebabkan tugas koordinasi dan integrasi kegiatan-kegiatan tugas menjadi sulit (Winardi, 2007).

3.3 Penyebab Konflik

Konflik dapat terjadi karena manusia mempunyai sifat yang terbagi dalam kuadran yaitu : (1) dominasi (dominance), sifat yang paling mendasar dalam diri manusia yang dapat menimbulkan konflik. Dominasi muncul karena manusia ingin mempertahankan kehidupan pribadi dan sosialnya dimata orang lain atau ingin menguasai orang lain agar menuruti keinginannya yang tujuannya untuk mencapai kepuasan diri. (2) Kepengaruhan (persuasiveness), hal ini terjadi jika seseorang berusaha mempengaruhi orang lain agar mau menuruti apa yang dipengaruhkan kepadanya, jika pengaruh tersebut membawa dampak negatif pada dirinya maka akan terjadi konflik. (3) Keteguhan hati (steadiness), merupakan cerminan sikap egois dalam diri manusia, yang bila bersentuhan dengan


(32)

kepentingan dan harga diri manusia lain bisa menimbulkan konflik dan (4) kepatuhan (compliance), diartikan sebagai kepatuhan seseorang terhadap nilai-nilai dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungannya. Jika ada karyawan yang tidak patuh sedangkan karyawan yang lain sudah patuh akan memicu timbulnya konflik (Bachtiar, 2004).

Beberapa alasan yang paling umun yang menyebabkan terjadinya konflik di lingkungan kerja yaitu : kompetisi diantara kelompok, beban kerja yang meningkat, peran ganda, ancaman identitas profesional dan lingkungan, ancaman keamanan dan keselamatan, sumber daya yang kurang, budaya yang berbeda, dan kondisi ruangan (Tappen, 2004).

Arwani (2006) mengatakan banyak faktor yang menyebabkan terjadinya konflik diantaranya perilaku yang menentang, stress, kondisi ruangan, kewenangan dokter-perawat, keyakinan, ekslusifisme, kekaburan tugas, kekurangan sumber daya, proses perubahan, imbalan dan masalah komunikasi. Berikut ini uraian faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konflik tersebut : a. Perilaku menentang, sebagai bentuk dari ancaman terhadap suatu dialog, dapat

menimbulkan gangguan protokol penerimaan untuk berinteraksi dengan orang lain. Perilaku ini dapat berupa verbal dan nonverbal. Terdapat tiga macam perilaku menentang, yaitu : competitive bomber yang dicirikan perilaku yang mudah menolak, menggerutu dan menggumam, mudah untuk tidak masuk kerja, dan merusak secara agresif yang disengaja. Tipe perilaku menentang kedua adalah martyred acomodation, yang ditunjukkan dengan penggunaan kepatuhan semu atau palsu dan kemampuan bekerjasama dengan orang lain,


(33)

namun sambil melakukan ejekan dan hinaan. Tipe perilaku menentang ketiga adalah avoider, yang ditunjukkan dengan pengghindaran kesepakatan yang telah dibuat dan menolak untuk berpartisipasi.

b. Banyaknya stressor yang muncul dalam lingkungan kerja seseorang menimbulkan terjadinya stress. Stres dapat mengakibatkan tekanan fisik maupun tekanan mental hal ini akan mudah memicu terjadinya konflik.

c. Kondisi ruangan yang terlalu sempit atau tidak kondusif untuk melakukan kegiatan–kegiatan rutin dapat memicu terjadinya konflik. Hal yang memperburuk keadaan dalam ruangan dapat berupa hubungan yang monoton atau konstan diantara individu yang terlibat di dalamnya, terlalu banyaknya pengunjung pasien dalam suatu ruangan atau bangsal mampu memperparah kondisi ruangan yang mengakibatkan terjadinya konflik.

d. Kewenangan dokter–perawat yang berlebihan dan tidak saling mengindahkan usulan–usulan di antara mereka, juga dapat mengakibatkan munculnya konflik. Dokter yang tidak mau menerima umpan balik dari perawat, atau perawat yang merasa tidak acuh dengan saran–saran dari dokter untuk kesembuhan klien yang dirawatnya, dapat memperkeruh suasana.

e. Perbedaan nilai atau keyakinan antara satu orang lain dengan yang lainnya dapat menyebabkan terjadinya konflik. Perawat begitu percaya dengan persepsinya tentang pendapat kliennya sehingga menjadi tidak yakin dengan pendapat yang diusulkan oleh profesi atau tim kesehatan lainnya. Keadaan ini akan semakin kompleks jika perbedaan keyakinan, nilai, dan persepsi telah melibatkan pihak di luar tim kesehatan yaitu keluarga pasien.


(34)

f. Ekslusifisme yaitu adanya pemikiran bahwa kelompok tertentu memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan kelompok lain.

g. Kekaburan tugas atau peran ganda yang disandang seseorang (perawat) dalam bangsal keperawatan sering mengakibatkan konflik. Seorang perawat yang berperan lebih dari satu peran pada waktu yang hampir bersamaan masih merupakan fenomena yang jamak ditemukan dalam tatanan pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun komunitas.

h. Kekurangan sumber daya manusia sering memicu terjadinya persaingan yang tidak sehat dalam suatu tatanan organisasi.

i. Proses perubahan yang terlalu cepat atau proses perubahan yang terlalu lambat dapat memunculkan konflik. Individu yang tidak siap dengan perubahan memandang perubahan sebagai suatu ancaman.

j. Imbalan jika dikaitkan dengan pembagian yang tidak merata antara satu orang dengan orang lain dapat menyebabkan munculnya konflik. Pemberian imbalan yang tidak didasarkan atas pertimbangan profesioanal sering menimbulkan masalah yang pada akhirnya menimbukan suatu konflik.

k. Masalah komunikasi, penyampaian informasi yang tidak seimbang, hanya orang tertentu yang diajak berbicara oleh manajer, penggunaan bahasa yang tidak efektif, dan penggunaan media yang tidak tepat sering berujung terjadinya konflik.

3.4 Proses Konflik

Proses konflik ada enam tahapan yaitu : pertama, kondisi yang mendahului, konflik yang dipersepsi, konflik yang dirasakan, perilaku yang dinyatakan,


(35)

penyelesaian atau penekanan konflik, dan penyelesaian akibat konflik (Filley dikutip dari Monica 1998). Kondisi yang mendahului merupakan penyebab terjadinya konflik (tahap kedua). Kondisi yang ada di antara pihak yang terlibat atau di dalam diri dapat menyebabkan terjadinya konflik. Tahapan ketiga konflik akan dipersepsikan adalah konflik intelektual dan sering melibatkan isu serta peran. Konflik ini dikenali secara logis dan tidak melibatkan perasaan orang lain yang terlibat konflik. Konflik yang dirasakan ketika konflik melibatkan emosi. Emosi yang dirasakan antara lain rasa bermusuhan, takut, tidak percaya dan marah. Konflik ini mungkin juga dipersepsikan bukan dirasakan, karena orang juga dapat merasakan konflik tetapi tidak mengetahui masalahnya (Marquis & Huston, 2010). Pada tahapan keempat konflik akan dimanifestasikan ataupun ada perilaku yang dinyatakan seperti agresif, pasif, asersif, persaingan, debat, atau beberapa individu memecahkan konflik. Langkah selanjutnya (tahap lima) yang dilakukan terhadap terjadinya konflik adalah perilaku untuk menyelesaikan atau menekan konflik tersebut. Perilaku tersebut dapat berupa perjanjian di antara yang terlibat atau kadang melakukan tindakan penaklukan salah satu pihak. Suatu penyelesaian masalah dengan cara memuaskan semua orang yang terlibat di dalamnya dengan prinsip win–win solution. Pada tahap terakhir dalam proses konflik adalah akibat konflik. Konflik akan selalu menimbulkan dampak negatif dan positif. Jika konflik dikelola secara baik, orang yang terlibat di dalam konflik akan percaya ia akan diberlakukan secara adil. Jika konflik tidak terselesaikan akan menimbulkan konflik yang lebih besar dari konflik yang utama (Nursalam, 2009).


(36)

3.5 Strategi Penyelesaian Konflik

Seorang pemimpin bertugas mengenali manajemen konflik atau strategi penyelesaian masalah yang paling tepat untuk setiap situasi. Pilihan strategi yang tepat tergantung pada banyak variabel, misalnya situasi itu sendiri, kekuatan atau status pihak yang terlibat dan kedewasaan orang yang terlibat dalam konflik (Marquis & Huston, 2010). Ada beberapa strategi yang digunakan dalam penyelesain konflik yaitu kompromi atau negosiasi, kompetisi, akomodasi,

smoothing, menghindar, dan kolaborasi (Nursalam, 2009).

a. Kompromi atau negosiasi : suatu strategi penyelesaian konflik dimana semua yang terlibat saling menyadari dan sepakat pada keinginan bersama. Penyelesaian strategi ini sering diartikan sebagai lose–lose situation kedua unsur yang terlibat menyepakati hal yang telah dibuat (Nursalam, 2009). Kompromi bekerja menuju kepuasan parsial, semua pihak mencari sebuah solusi yang dapat diterima dan bukan yang optimal dengan demikian tidak ada pihak yang menang maupun kalah secara mutlak (Winardi, 2007). Strategi ini dapat dilakukan ketika tujuan-tujuannya penting, ketika pihak lawan dengan persamaan kekuasaan sepakat untuk mencapai tujuan bersama. Strategi ini dapat dilakukan dengan tujuannya untuk mencapai penyelesaian sementara untuk isu-isu yang kompleks, untuk mencapai solusi yang bijaksana, dan sebagai cadangan ketika gaya kolaborasi dan kompetisi tidak berhasil (Rivai, 2003).

b. Kompetisi : strategi ini dapat diartikan sebagai win–lose penyelesaian konflik. Penyelesaian ini menekankan bahwa hanya ada satu orang atau kelompok yang


(37)

menang tanpa mempertimbangkan yang kalah. Akibat negatif dari strategi ini adalah kemarahan putus asa dan keinginan untuk memperbaiki di masa mendatang (Nursalam, 2009). Strategi ini sering digunakan apabila keputusan-keputusan cepat dan desisif diperlukan sekali misalnya dalam situasi darurat dan persoalan-persoalan penting (Rivai, 2003).

c. Akomodasi : strategi ini digunakan untuk memfasilitasi dan memberikan wadah untuk menampung keinginan pihak yang terlibat konflik. Dengan cara ini dimungkinkan terjadi peningkatan kerjasama dan pengumpulan data–data yang akurat dan signifikan untuk pengambilan suatu kesepakatan bersama (Arwani & Supriyanto, 2006). Strategi ini bertujuan untuk memelihara kerjasama, membangun penghargaan sosial bagi isu-isu berikutnya, meminimalkan kerugian, keharmonisan dan stabilitas dipandang lebih penting, dan memberi kesempatan kepada bawahan berkembang dengan belajar dari kesalahan (Rivai, 2003)

d. Smoothing : strategi ini sering digunakan manajer agar seseorang mengakomodasikan atau bekerjasama dengan pihak lain. Smoothing terjadi ketika satu pihak dalam konflik berupaya untuk memuji pihak lain atau berfokus pada hal yang disetujui bersama, bukan pada perbedaan. Pendekatan ini tepat digunakan pada perselisihan yang kecil (Marquis & Huston, 2010). e. Menghindar : semua pihak yang terlibat dalam konflik menyadari masalah

yang dihadapi tetapi memilih untuk menghindar atau tidak menyelesaikan masalah (Nursalam, 2009). Strategi ini biasanya dipilih jika isu tidak gawat


(38)

atau bila kerusakan yang potensial tidak akan terjadi dan lebih banyak menguntungkan (Swanburg, 2000).

f. Kolaborasi : strategi ini merupakan strategi win–win solution, dalam kolaborasi kedua belah pihak menentukan tujuan bersama dan bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan, karena keduanya meyakini akan tercapainya suatu tujuan yang telah ditetapkan dan masing–masing pihak yang terlibat meyakininya (Nursalam, 2009).

4. Gambaran Umum RSUP H. Adam Malik Medan 4.1 Sejarah Singkat RSUP H. Adam Malik Medan

Pada tahun 1990, RSUP H. Adam Malik merupakan rumah sakit umum kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990. Tahun 1991, diangkat sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan SK Menkes No.502/Menkes/SK/IX/1991. RSUP H. Adam Malik juga sebagai pusat rujukan wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Riau.

RSUP H. Adam Malik mulai berfungsi sejak tanggal 17 Juni 1991 dengan pelayanan rawat jalan sedangkan untuk pelayanan rawat inap baru dimulai tanggal 2 Mei 1992. Pada tanggal 11 Januari 1993 secara resmi Pusat Pendidikan Fakultas Kedokteran USU Medan dipindahkan ke RSUP H. Adam Malik sebagai tanda dimulainya Soft Opening. Kemudian diresmikan oleh Bapak Presiden RI pada tanggal 21 Juli 1993.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan NO. 280/KMK.05/2007 dan Surat Keputusan Menteri Kesehatan dengan NO. 756/Menkes/SK/VI/2007


(39)

tepatnya pada Juni 2007 RSUP H. Adam Malik telah berubah status menjadi Badan Layanan Umum (BLU) bertahap dengan tetap mengikuti pengarahan-pengarahan yang diberikan oleh Ditjen Yanmed dan Departemen Keuangan untuk perubahan status menjadi BLU (Badan Layanan Umum) Penuh.

Untuk mewujudkan hal ini pemberdayaan dan kemandirian instalasi dan SMF (Satuan Medis Fungsional) sehingga produktif dan efisien, dan dilakukan penyesuaian Organisasi yang didukung oleh Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 244/Menkes/Per/III/2008 tentang Organisasi dan tata kerja RSUP H. Adam Malik Medan tanggal 11 Maret 2008.

RSUP H. Adam Malik adalah unit pelaksana teknis di lingkungan Departemen Kesehatan yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan, wajib melaksanakan Sistem Pelaporan Rumah Sakit. Sistem Pelaporan Rumah Sakit sangat ditentukan oleh Sistem Pencatatan Data yang dilakukan di masing-masing unit kerja.

4.2 Visi dan Misi RSUP H. Adam Malik Medan

Visi RSUP H. Adam Malik adalah “Menjadi pusat rujukan pelayanan kesehatan pendidikan dan penelitian yang mandiri dan unggul di Sumatera tahun 2015”.

Visi tersebut diwujudkan melalui Misi RSUP H. Adam Malik yaitu : 1. Melaksanakan pelayanan kesehatan yang paripurna, bermutu dan terjangkau. 2. Melaksanakan pendidikan, pelatihan serta penelitian kesehatan yang


(40)

3. Melaksanakan kegiatan pelayanan dengan prinsip efektif, efisien, akuntabel dan mandiri.

4.3 Kedudukan

RSUP H. Adam Malik adalah unit pelaksana teknis di lingkungan Departemen Kesehatan yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan. RSUP H. Adam Malik dipimpin oleh seorang kepala yang disebut direktur utama.

4.4 Tugas Pokok

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 244/MENKES/PER/III/2008 tanggal 11 Maret 2008 tentang organisasi dan tata kerja RSUP H. Adam Malik Medan mempunyai tugas untuk menyelenggarakan upaya penyembuhan dan pemulihan secara paripurna, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan secara serasi, terpadu dan berkesinambungan dengan upaya peningkatan kesehatan lainnya serta melaksanakan upaya rujukan.

4.5 Fungsi

Dalam melaksanakan tugas RSUP H. Adam Malik Medan menyelenggarakan fungsi : pelayanan medis, pelayanan dan asuhan keperawatan, penunjang medis dan non medis, pengelolaan sumber daya manusia, pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang profesi kedokteran dan pendidikan kedokteran berkelanjutan, pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan lainnya, penelitian dan pengembangan, pelayanan rujukan, dan administrasi umum dan keuangan.


(41)

4.6 Struktur Organisasi

Struktur Organisasi RSUP H. Adam Malik berdasarkan Surat Keputusan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 244/MENKES/PER/III/2008 tanggal 11 Maret 2008 sebagai berikut :

Susunan organisasi RS PPK BLU adalah sebagai berikut : 1. Direktorat Medik dan Keperawatan

2. Direktorat Sumber Daya Manusia dan Pendidikan 3. Direktorat Keuangan

4. Direktorat Umum dan Operasional 5. Unit-unit Non Struktural

Setiap direktorat dipimpin oleh direktur yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada direktur utama.

4.7 Gambaran Umum Instalasi Rawat Inap Terpadu A (Rindu A)

Direktorat medik dan keperawatan yang terdiri dari bidang pelayanan medik, bidang pelayanan keperawatan, bidang pelayanan penunjang, kelompok jabatan fungsional, dan instalasi. Instalasi terdiri dari instalasi rawat jalan, instalasi rawat gawat darurat, instalasi rawat inap terpadu A dan instalasi rawat inap terpadu B. Instalasi rawat inap terpadu A terdiri dari 7 ruang rawat inap yaitu RA-1 khusus penyakit dalam/interna wanita, RA-2 khusus penyakit dalam/interna pria, RA-3 khusus penyakit paru, RA-4 terbagi dua yaitu RA-4N khusus penyakit neurologi dan RA-4BS untuk pasien khusus bedah saraf, RA-5 khusus THT dan mulut dan RA-6 VIP A. Setiap ruangan dipimpin oleh seorang kepala yang disebut kepala ruangan.


(42)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran gaya kepemimpinan dan manajemen konflik yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana. Dalam hal ini gaya kepemimpinan didefinisikan berdasarkan pola perilaku yang dimiliki pemimpin itu sendiri. Adapun gaya kepemimpinan yang akan dikaji adalah gaya kepemimpinan bebas tindak atau Laissez–Faire, otoriter, partisipatif, dan demokratis. Manajemen konflik yang akan diteliti yaitu kompetisi, kolaborasi, kompromi, menghindar, dan akomodasi. Adapun kerangka penelitian akan digambarkan peneliti sebagai berikut :

Skema 3.1 rangaka Penelitian Gambaran Gaya Kepemimpinan dan Manajemen Konflik yang Dipersepsikan oleh Perawat Pelaksana.

Gaya kepemimpinan :

-Bebas tindak (Laissez-faire) -Otoriter

-Partisipatif -Demokratis Gaya kepemimpinan kepala

ruangan yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana

Manajemen konflik yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana

Manajemen konflik : -Kompetisi

-Kolaborasi -Kompromi -Menghindar -Akomodasi


(43)

2. Defenisi Operasional

Adapun defenisi operasional hubungan gaya kepemimpinan kepala ruangan dengan manajemen konflik yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana di Instalasi Rindu A RSUP H. Adam Malik Medan terlihat dalam tabel berikut :

Tabel 3.1 fenisi operasional gaya kepemimpinan kepala ruangan dan manajemen konflik.

o. ariabel efenisi Operasional

ara Ukur Hasil Ukur kala aya Kepemimpinan ersepsi perawat pelaksana tentang pola perilaku diterapkan kepala ruangan di RSUP H. Adam Malik yang terdiri dari bebas tindak ( Laissez-faire), otoriter, partisipatif, dan demokratis Menggunakan kuesioner dengan 20 pertanyaan dengan 4 pilihan berupa pilihan ganda = 4 = 3 = 2 = 1

Nilai 20-35 adalah gaya

kepemimpinan bebas tindak Nilai 36-50 adalah

gaya

kepemimpinan otoriter

Nilai 51-65 adalah gaya kepemimpinan partisipatif Nilai 66-80 adalah gaya kepemimpinan demokratis ominal Manajemen Konflik ersepsi perawat pelaksana tentang manajemen konflik yang dilakukan oleh kepala ruangan di RSUP H. Adam Malik Medan yang terdiri dari kompetisi, kolaborasi, kompromi, menghindar dan akomodasi. Menggunakan kuesioner yang terdiri dari 10 pertanyaan dengan 5 pilihan berupa pilihan berganda = 1 = 2 = 3 = 4 = 5 Nilai 10-17 adalah kompetisi Nilai 18-25 adalah kolaborasi Nilai 26-33 adalah kompromi Nilai 34-41 adalah menghindar Nilai 42-50 adalah ominal


(44)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran gaya kepemimpinan kepala ruangan dan manajemen konflik yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana di Instalasi Rawat Inap Terpadu A RSUP H. Adam Malik Medan.

2. Populasi dan Sampel Penelitian 2.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah populasi terjangkau. Populasi terjangkau adalah populasi yang memenuhi kriteria dalam penelitian dan dapat dijangkau peneliti (Nursalam, 2003). Populasi terjangkau penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana yang bekerja di ruang Instalasi Rawat Inap Terpadu A RSUP H. Adam Malik Medan. Berdasarkan data yang diambil dari RSUP H. Adam Malik Medan pada bulan Oktober 2011 terdapat 144 perawat pelaksana yang bekerja di ruang Instalasi Rawat Inap Terpadu A RSUP H. Adam Malik Medan.

2.2 Sampel Penelitian

Arikunto (2006) menyatakan bahwa jika populasi kurang dari 100 maka keseluruhan dijadikan jadi sampel atau disebut total sampling dan jika populasi lebih dari 100 maka sampel diambil 10-15% dan 20-25% dari jumlah populasi tersebut. Pada penelitian ini dengan mempertimbangkan jumlah populasi hanya 140 orang maka sampel yang diambil 25%, sehingga nilai maksimal sampel


(45)

menurut Arikunto (2006) terlalu sedikit. Peneliti juga mempertimbangkan untuk mengakses populasi, sehingga peneliti mengambil 50% dari total populasi menjadi sampel. Berhubung jumlah populasi dalam beberapa ruangan ada berjumlah ganjil maka jumlah sampel dalam penelitian ini menjadi 72 orang untuk lebih representatif. Cara pengambilan sampel dari setiap kelas dilakukan secara

proportionate staratified random sampling dengan menggunakan rumus : sampel ruang 1 = populasi kelas1

totalpopulasi x total sampel

Besar sampel tiap ruangan dan hasil sampel yang telah diacak dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 4.2 Jumlah Sampel (Perawat Pelaksana) Setiap Ruangan di Instalasi Rawat Inap Terpadu A RSUP H. Adam Malik Medan

nInstalasi Rawat Inap Terpadu A (RA)

Jumlah Populasi Jumlah Sampel

RA-1 20 orang 10 orang

RA-2 20 orang 10 orang

RA-3 20 orang 10 orang

RA-4 N (Neurologi) 20 orang 10 orang

RA-4 BS (Bedah Saraf) 22 orang 11 orang

RA-5 18 orang 9 orang

RA-6 VIP A 24 orang 12 orang

Pengambilan sampel dari tiap ruangan yang telah ditetapkan jumlah sampelnya dilakukan dengan cara mengurutkan ke dalam daftar dan dipilih secara acak melalui daftar responden oleh peneliti. Kriteria inklusi dari sampel tersebut adalah perawat pelaksana yang sudah bekerja dalam ruang instalasi rawat inap tempat bekerja sekarang minimal 1 bulan.


(46)

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSUP H. Adam Malik Medan, dengan alasan bahwa rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit pendidikan, memiliki stuktur manajemen dalam keperawatan, dan belum pernah dilakukan penelitian yang serupa. Penelitian ini dilakukan Instalasi Rawat Inap Terpadu A pada bulan Februari-Maret 2012. Pemilihan Instalasi Rawat Inap Terpadu A agar hasil yang didapatkan lebih spesifik.

4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Direktur RSUP H. Adam Malik Medan. Kemudian peneliti mendekati calon responden yang memenuhi kriteria, meminta kesediaan calon responden penelitian.

Prinsip etika dalam penelitian/pengumpulan data mengikuti tiga prinsip etik umum (Nursalam, 2003), yaitu (1) bermanfaat (beneficence) dan tidak merugikan

(nonmaleficence) meliputi responden bebas dari penderitaan saat dilaksanakan penelitian, responden bebas dari eksploitasi, tekanan, dan responden diyakinkan bahwa partisipasinya dan informasi yang diberikan dalam penelitian ini tidak dipergunakan dalam hal-hal yang bias merugikan responden serta peneliti mempertimbangkan risiko (benefits ratio) yang akan terjadi pada responden ; (2) menghargai hak asasi manusia (respect human dignity) meliputi hak untuk ikut atau tidak menjadi responden (right to self-determination), hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan (right to full disclosure),


(47)

tentang tujuan penelitian yang akan dilakukan; (3) keadilan (justitice) meliputi hak responden untuk diberlakukan secara adil baik sebelum, selama dan sesudah keikutsertaan responden dalam penelitian, hak dijaga kerahasiaan responden dalam menyampaikan informasi kepada peneliti (right to privacy).

5. Instrumen penelitian 5.1 Kuesioner Data Demogafi

Kuesioner A merupakan data demografi responden yang terdiri dari inisial responden, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan status kepegawaian.

5.2 Kuesioner Gaya Kepemimpinan

Kuesioner yang kedua berisi tentang 20 pertanyaan yang memberikan gambaran persepsi perawat tentang gaya kepemimpinan kepala ruangan yang diadopsi dan direvisi dari kuesioner penelitian sebelumnya yang disusun oleh Hutahaean (2009) dengan uji validasinya dilakukan yang berkompetensi dibidang tersebut dan uji realibilitasnya telah teruji. Dimana kuesioner disusun berdasarkan kewenangan, dan kekuasaan dalam melaksanakan fungsi manajemen yang terdiri dari fungsi perencanaan, fungsi pengorganisasi, fungsi ketenangaan, fungsi pengarahan, fungsi pengawasan. Jawaban A untuk gaya kepemimpinan demokratis dengan nilai 4, jawaban B untuk gaya kepemimpinan partisipatif dengan nilai 3, jawaban C untuk gaya kepemimpinan otoriter dengan nilai 2, jawaban D untuk gaya kepemimpinan bebas tindak (Laissez - Faire) dengan nilai 1, dengan demikian skor yang paling rendah adalah 20 dan nilai tertinggi adalah 80, dimana kalau didapat nilai 20-35 adalah kepala ruangan yang menggunakan gaya kepemimpinan bebas tindak (Laissez-Faire), dengan nilai 36-50 adalah gaya


(48)

kepemimpinan otoriter, dengan nilai 51-65 adalah gaya kepemimpinan partisipasif, dengan nilai 66-80 adalah gaya kepemimpinan demokratis.

5.3 Kuesioner Manajemen Konflik

Kuesioner manajemen konflik merupakan persepsi perawat perawat pelaksana terhadap tindakan kepala ruangannya yang terdiri dari 10 pernyataan positif dengan menggunakan 5 pilihan jawaban. Pilihan jawaban A adalah kompetisi diberi nilai 1, jawaban B adalah kolaborasi diberi nilai 2, jawaban C adalah kompromi atau negoisasi diberi nilai 3, jawaban D adalah menghindar diberi nilai 4 dan jawaban E adalah akomodasi diberi nilai 5 Nilai tertinggi adalah 50 dan terendah adalah 10.

Skala ukur variabel yang digunakan dalam variabel ini adalah skala nominal dimana hasil ukurnya menggunakan rumus statistik menurut Hidayat (2007) sebagai berikut:

�=rentang kelas banyak kelas

Dimana p merupakan panjang kelas, p adalah rentang kelas sebesar 40 (selisih nilai tertinggi dan nilai terendah) dibagi dengan banyak kelas, sebanyak 5 kelas (kompetisi, kolaborasi, kompromi, menghindar dan akomodasi), maka didapatkan panjang kelas sebesar 8. Interval hasil ukur dengan menggunakan rumus di atas sebagai berikut:

Kompetisi : 10-17 Kompromi : 26-33 Akomodasi : 42-50 Kolaborasi : 18-25 Menghindar : 34-41


(49)

6. Uji Validitas dan Reliabilitas 6.1 Uji Validitas

Uji validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi, sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas yang rendah (Arikunto, 2006).Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan uji validitas isi (content validity) yang terlebih dahulu dikonsultasikan dengan pakar yang ahli bidangnya yaitu Liberta Lumbantoruan, S.Kp, M.Kep selaku praktisi manajemen keperawatan di RSUP H. Adam Malik Medan dan juga selaku dosen manajemen keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Uji validitas kuesioner penelitian ini dilakukan pada tanggal 7 Februari 2012 di RSUP H. Adam Malik Medan. Setelah kuesioner dikoreksi atau divalidasi oleh ahlinya, maka peneliti memperbaiki instrumen penelitian sesuai dengan saran ahli. Ada beberapa kuesioner harus ditambahkan penjelasan singkat mengenai kuesioner No. 2 (contoh dari rencana operasional), No. 4 (contoh dari perencanaan jangka pendek), No. 5 (contoh dari perencanaan jangka panjang), dan No. 19 (contoh dari keterampilan khusus) dan beberapa kuesioner harus diperbaiki redaksi kalimatnya terkhusus No. 11 (kata keterlambatan diubah menjadi ketidakdisiplinan) dan No. 12 (kata ditegur harus ditentukan ditegur dalam hal negatif atau ditegur dalam hal positif).

6.2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas menunjukkan bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data (Arikunto, 2006). Uji reliabilitas


(50)

akan dilakukan dengan 30 responden, dimana responden dalam uji reliabilitas tersebut memiliki karakteristik dan kriteria yang sama dengan responden penelitian. Uji reliabilitas yang dilakukan adalah uji reliabilitas internal, dilakukan dengan cara mencobakan instrumen sekali saja dan kemudian data yang diperoleh dianalisis. Menurut (Polit dan Hungler, 1995) suatu instumen yang sudah berkembang akan reliabilitas bila koefisien lebih dari 0,7. Uji reliabilitas untuk kuesioner gaya kepemimpinan kepala ruangan dan kuestioner manajemen konflik dalam penelitian dilakukan uji Cronbach alpha. Jumlah pertanyaan untuk gaya kepemimpinan adalah 20 dengan hasil uji reliabilitas 0,888 nilai alpha lebih besar dari 0,70, sedangkan untuk pertanyaan manajemen konflik jumlah pertanyaan 10 dengan hasil uji reliabilitas 0,838 dimana nilai alpha lebih besar dari 0,70. Uji reliabiltitas instrumen dihitung dengan menggunakan komputerisasi.

7. Proses Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Fakultas Keperawatan USU untuk melakukan penelitian. Setelah mendapat surat izin penelitian dari Fakultas Keperawatan USU peneliti menyerahkan surat izin penelitian kepada pihak RSUP H. Adam Malik Medan sebagai tempat penelitian. Setelah mendapatkan persetujuan pihak dari RSUP H. Adam Malik Medan melalui instalasi litbang (penelitian dan pengembangan), yang kemudian diserahkan kepada kepala Instalasi Rawat Inap Rindu A. Setelah mendapat izin dari kepala Instalasi Rawat Inap Rindu A, peneliti menemui setiap kepala ruangan tempat penelitian. Setelah mendapat izin dari kepala ruangan peneliti mulai melakukan pengumpulan data.


(51)

Pada penelitian ini peneliti dibantu oleh kepala ruangan untuk menyebarkan kuesioner ke setiap ruang rawat inap kemudian menemui calon reponden untuk menjelaskan cara pengisian kuesioner, dan memberi kesempatan bertanya bila ada yang tidak dimengerti. Calon responden yang bersedia diminta untuk menandatangani surat persetujuan mengikuti penelitian (informedconsent).

Sebagian kuesioner langsung dikumpul dalam hari yang sama karena beberapa responden langsung mengisi kuesioner dan beberapa kuesioner dikumpul setelah satu minggu peneliti menyebar kuesioner pada perawat. Jika ada perawat yang belum mengisi kuesionernya, peneliti datang kembali pada hari berikutnya. Peneliti mengecek jumlah setiap perawat yang bekerja pada satu ruangan dan menyesuaikannya dengan jumlah kuesioner yang terkumpul. Setelah kuesioner telah terkumpul, peneliti menganalisa data (Hidayat, 2007).

8. Pengolahan Data dan Analisa Data 8.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan untuk memperoleh data atau data ringkasan berdasarkan suatu kelompok data mentah dengan menggunakan rumus tertentu sehingga menghasilkan informasi yang diperlukan. Kegiatan ini dilakukan dengan tahapan (Setiadi, 2007) yaitu: editing memeriksa data dilakukan setelah semua data terkumpul. Langkah pertama adalah memeriksa kembali semua kuesioner tersebut satu persatu, hal ini dilakukan dengan maksud untuk mengecek apakah setiap kuesioner telah diisi sesuai dengan petunjuk sebelumnya. Koding Data

adalah mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari para responden kedalam kategori. Biasanya klasifikasi dilakukan dengan cara memberi tanda/kode


(52)

berbentuk angka pada masing-masing jawaban. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pada waktu pengolahan data. Sorting adalah mensortir dengan memilih atau mengelompokkan data menurut jenis yang dikehendaki (klasifikasi data). Entry Data adalah jawaban-jawaban yang sudah diberi kode kategori kemudian dimasukkan dalam program komputer.

8.2 Analisa Data

Uji statistik yang digunakan dalam menganalisis variabel gaya kepemimpinan kepala ruangan dan manajemen konflik yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana yaitu analisis univariat. Analisis univariat adalah suatu prosedur untuk menganalisa data dari satu variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil penelitian (Polit & Hungler, 1995). Analisis univariat yang dilakukan dalam penelitian ini untuk mendeskripsikan seluruh variabel dinyatakan dengan sebaran frekuensi. Variabel pertama adalah gaya kepemimpinan yang terdiri dari gaya kepemimpinan bebas tindak atau Laissez– Faire, otoriter, partisipatif, dan demokratis dan variabel kedua adalah manajemen konflik yang terdiri dari kompetisi, kolaborasi, kompromi, menghindar, dan akomodasi.


(53)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan menguraikan mengenai hasil penelitian dan pembahasan mengenai gaya kepemimpinan kepala ruangan dan manajemen konflik yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana di Instalasi Rawat Inap Terpadu A (Rindu A) RSUP H. Adam Malik Medan. Penelitian ini dilakukan mulai tanggal 25 Februari 2012 – 14 Maret 2012 dengan jumlah responden sebanyak 72 orang perawat pelaksana di Instalasi Rindu A RSUP H. Adam Malik Medan. Hasil penelitian ini akan menguraikan tentang data demografi responden, gaya kepemimpinan kepala ruangan, manajemen konflik yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana di Instalasi Rindu A RSUP. H. Adam Malik Medan

1. Hasil Penelitian

1.1 Deskripsi Data Demografi

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden Berdasarkan Data Demografi di Instalasi Rindu A RSUP H. Adam Malik Medan (N=72)

No. Karakteristik Frekuensi Persentase (%) 1.

2.

3.

4.

Usia

a. 23-40 tahun b. 41-60 tahun Jenis Kelamin

a. Laki-laki b. Perempuan Tingkat Pendidikan

a. SPK b. D III c. Sarjana Status Kepegawaian

a. Non PNS b. PNS 47 25 3 69 9 37 26 20 52 65,3 34,7 4,2 95,8 12,5 51,4 36,1 27,8 72,2


(54)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh menunjukkan karakteristik data demografi responden, yaitu diperoleh lebih dari setengah responden (65,3%) berusia diantara 23-40 tahun dan mayoritas responden (95,8%) adalah perempuan. Lebih dari setengah responden (51,4%) memiliki tingkat pendidikan D-III dan lebih dari setengah responden (72,2%) memiliki status kepegawaian sebagai pegawai negeri sipil (PNS).

1.2 Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan

Tabel 5.2 Gambaran Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan yang Dipersepsikan Perawat Pelaksana untuk Setiap Ruangan di Instalasi Rindu A RSUP H. Adam Malik Medan (N=72)

Instalasi Rindu A (RA)

Gaya Kepemimpinan

Partisipatif Demokrasi Otoriter Laissez-Faire

F P F P F P F P

RA-1 (n=10) 7 70 3 30 - - - -

RA-2 (n=10) 6 60 3 30 1 10 - -

RA-3 (n=10) 6 60 4 40 - - - -

RA-4 BedahSaraf (n=10) 9 90 - - 1 10 - - RA-4 Neurologi (n=11) 4 36,4 3 27,3 4 36,4 - - RA-5 (n=9) 7 77,8 2 22,2 - - - - RA-6 VIP A (n=12) 12 100 - - - -

Keterangan : F = Frekuensi, P = Persentase (%)

Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa dari 7 ruangan yang ada di Instalasi Rawat Inap Terpadu A terdapat 6 ruang rawat inap (RA-1, RA-2, RA-3, RA-4 BS, RA-5 dan RA-6 VIP A) mempersepsikan gaya kepemimpinan kepala ruangannya dominan partisipatif, dimana di ruang rawat inap RA-6 VIP A keseluruhan responden (100%) mempersepsikan gaya kepemimpinan kepala ruangannya partisipatif dan di ruang rawat inap RA-4 BS mayoritas responden (90%) mempersepsikan gaya kepemimpinan kepala ruangannya partisipatif. Meskipun kebanyakan responden mempersepsikan gaya kepemimpinan kepala


(55)

ruangan partisipatif tetapi ada juga perawat pelaksana mempersepsikan gaya kepemimpinan kepala ruangan yang otoriter di 3 ruangan yaitu di RA-2, RA-4 BS dan RA-4 N meskipun dalam jumlah yang sedikit. Selain gaya kepemimpinan partisipatif dan otoriter ada juga perawat pelaksana yang mempersepsikan gaya kepemimpinan kepala ruangannya demokratis meskipun dalam jumah yang sedikit yaitu di 5 ruangan (RA-1, RA-2, RA-3, RA-4 N, dan RA-5).

Tabel 5.3 Gambaran Umum Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan yang Dipersepsikan Perawat Pelaksana di Instalasi Rindu A RSUP H. Adam Malik Medan (N=72)

Gaya Kepemimpinan Frekuensi Persentase (%)

Partisipatif 51 70,8

Demokratis 15 20,8

Otoriter Laissez-Faire 6 - 8,3 -

Hasil penelitian didapat lebih dari setengah responden (70,8%) mempersepsikan gaya kepemimpinan kepala ruangan diterapkan di ruangan Instalasi Rindu A RSUP H. Adam Malik Medan adalah partisipatif.

1.3 Manajemen Konflik yang Dipersepsikan oleh Perawat Pelaksana

Tabel 5.4 Manajemen Konflik yang Dipersepsikan oleh Perawat Pelaksana untuk Setiap Ruangan di Instalasi Rindu A RSUP H. Adam Malik Medan (N=72)

Instalasi Rindu A (RA)

Manajemen Konflik

Kompromi Menghindar Akomodasi Kolaborasi Kompetisi

F P F P F P F P F P

RA-1 (n=10) 3 30 - - 4 40 2 20 1 10

RA-2 (n=10) 1 10 7 70 - - 2 20 - -

RA-3 (n=10) 2 20 3 30 2 20 - - 3 30

RA-4 BS (n=10) 5 50 1 10 3 30 1 10 - -

RA-4 N (n=11) 3 27,3 1 9,1 - - 4 36,4 3 27,3

RA-5 (n=9) 8 88,9 - - 1 11,1 - - - -

RA-6 VIP A (n=12) 10 83,3 1 8,3 1 8,3 - - - -

Keterangan : F = Frekuensi, P = Persentase (%)

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa dari 7 ruangan yang ada di Instalasi Rindu A terdapat 3 ruangan yang dominan perawat pelaksananya mempersepsikan manajemen konflik adalah kompromi, dimana di ruang rawat


(56)

inap RA-4 BS setengah dari perawat pelaksana (50%) mempersepsikan manajemen konflik yang dilakukan kepala ruangannya kompromi, mayoritas responden (88,9%) di ruang rawat inap RA-5 dan ruang rawat inap RA-6 VIP A (83,3%) mempersepsikan manajemen konflik yang dilakukan kepala ruangannya kompromi. Lebih dari setengah responden (70%) di ruang rawat inap RA-2 mempersepsikan manajemen konflik yang dilakukan kepala ruangannya menghindar. Selain manajemen konflik kompromi dan menghindar ada juga perawat pelaksana yang mempersepsikan manajemen konflik yang dilakukan oleh kepala ruangannya manajemen konflik akomodasi, kolaborasi dan kompetisi walaupun dalam jumlah yang sedikit.

Tabel 5.5 Gambaran Umum Manajemen Konflik yang Dipersepsikan oleh Perawat Pelaksana di Instalasi Rindu A RSUP H. Adam Malik Medan (N = 72 orang)

Manajemen Konflik Frekuensi Persentase (%)

Kompromi 32 44,4

Menghindar 13 18,1

Akomodasi 11 15,3

Kolaborasi 9 12,5

Kompetisi 4 9,7

Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa manajemen konflik yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana di ruangan Instalasi Rindu A RSUP H. Adam Malik Medan adalah kompromi (44,4 %).

2. Pembahasan

2.1 Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan yang Dipersepsikan oleh Perawat Pelaksana

Nawawi & Hadari (2004) menyatakan gaya kepemimpinan terwujud melalui interaksi antara pemimpin dengan orang-orang yang dipimpinnya yang terjadi dalam berbagi kondisi yang mempengaruhinya. Gaya bersikap dan bertidak akan


(57)

tampak dari cara memberi tugas, perintah, berkomunikasi, membuat keputusan, memberikan bimbingan dan menegur kesalahan bawahan. Data penelitian didapatkan bahwa gaya kepemimpinan yang kepala ruangan dipersepsikan oleh perawat pelaksana adalah gaya kepemimpinan partisipatif (70,8%). Gaya kepemimpinan partisipatif adalah gabungan bersama gaya kepemimpian otoriter dengan gaya kepemimpinan demokratis (Gillies, 1994), gaya kepemimpinan partisipatif pengambilan keputusan diambil secara bersama, ada diskusi bersama dalam pemecahan masalah, dan diterapkan pada anggota yang memiliki kemampuan tetapi tidak memiliki kemauan, ketidakmauan lebih cenderung disebabkan karena ketidakyakinan pada kemampuan diri anggota (Sumijatun, 2009). Ditemukan paling banyak kepala ruangan yang menerapkan sikap partisipatif apabila perawat pelaksana yang ditegur oleh profesi lain atas kesalahan yang dilakukan perawat pelaksana tersebut (47,2%). Kepala ruangan akan berdiskusi dengan perawat pelaksana tersebut dan membantu perawat pelaksana untuk mengambil keputusan yang tepat.

Berdasarkan penelitian ini ditemukan bahwa meskipun lebih dari setengah responden mempersepsikan gaya kepemimpinan kepala ruangannya partisipatif, ada juga perawat pelaksana yang mempersepsikan gaya kepemimpinan kepala ruangannya adalah demokrasi (20,8%). Gaya kepemimpinan demokratis ini menghargai karakteristik dan kemampuan yang ada pada anggota serta menggunakan kekuatan pribadi dan jabatannya untuk menarik ide-ide para anggota (Gillies, 1994). Gaya kepemimpinan demokratis melibatkan anggota dalam pengambilan keputusan dan memberikan tanggung jawab pada anggotanya


(58)

(Monica, 1998). Pada penelitian ini ditemukan bahwa kepala ruangan yang menggambarkan gaya kepemimpinan demokratis saat penentuan ruangan (63,9%) dan saat perawat pelaksana mengalami masalah dalam pekerjaannya (56,9%).

Berdasarkan penelitian ini ditemukan bahwa selain gaya kepemimpinan partisipatif dan demokrasi ada juga perawat pelaksana yang mempersepsikan gaya kepemimpinan kepala ruangannya menerapkan gaya kepemimpinan otoriter (8,3%). Kepala ruangan yang menerapakan gaya kepemimpinan otoriter selalu melakukan pengawasan yang ketat dan membuat keputusan mutlak adalah kepada bawahannya (Tappen, 2004). Tindakan kepala ruangan yang paling menunjukkan sikap otoriternya adalah saat kepala ruangan menentukan siapa yang harus mewakilinya untuk menghadiri suatu pertemuan/kegiatan yang seharusnya dihadiri oleh kepala ruangan pada waktu bersamaan.

2.2 Manajemen Konflik yang Dipersepsikan oleh Perawat Pelaksana

Konflik dapat terjadi karena manusia memiliki sifat dominasi, kepengaruhan, keteguhan hati dan kepatuhan (Bactiar, 2004). Menurut Marquis & Huston (2010) ada 3 kategori konflik yang utama yaitu intrapersonal, interpersonal dan interkelompok. Gregorc (2009) mengatakan konflik yang sering terjadi di rumah sakit yaitu konflik interpersonal antara perawat dan dokter, hal ini disebabkan karena beban kerja mereka dan kepala ruangan memiliki pengetahuan kurang tentang manajemen konflik dan kurang memahami peran dalam memecahkan masalah interpersonal. Penanganan konflik yang tidak baik akan mempengaruhi asuhan keperawatan pada pasien karena semangat kerja dari perawat akan menurun (Al-Hamdan et al., 2011).


(59)

Berdasarkan penelitian ini ditemukan bahwa kepala ruangan di seluruh ruang rawat inap Instalasi Rindu A RSUP H. Adam Malik Medan adalah perempuan. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa manajemen konflik yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap Instalasi Rindu A RSUP H. Adam Malik Medan adalah kompromi (44,4%). Hal ini sejalan dengan penyataan Sumijatun (2009) yang mengatakan bahwa perempuan dalam manajemen konflik yang digunakan adalah kompromi, hal ini disebabkan karena sifat intuitifnya. Hal ini didukung kembali oleh Hendel, Fish dan Galon (2005) yang menyorot bahwa manajemen konflik yang paling umum digunakan oleh manajer keperawatan di rumah sakit umum Israel adalah kompromi. Pada saat terjadi konflik perawat pelaksana mempersepsikan stategi yang dilakukan oleh kepala ruangan berupa kompromi dimana pemecahan konflik ini bersifat sementara, hal ini dilakukan karena pada pemecahan masalah dengan kolaborasi tidak terpecahkan dan dalam hal ini tidak ada pihak yang merasa dirugikan (Marquis & Huston, 2010).

Hasil penelitian Kiernan (1998) mengatakan bahwa manajemen konflik yang mayoritas diharapakan oleh kepala ruangan dengan perawat pelaksana yang pertama adalah kompromi, kedua kolaborasi dan yang ketiga adalah menghindar. Perbedaan usia antara kepala ruangan dengan perawat pelaksana berpengaruh signifikan terhadap manajemen konflik. Manajemen konflik yang paling sedikit disenangi kepala ruangan yaitu akomodasi, terkhusus jika perawat pelaksana lebih tua dari kepala ruangan. Sedangkan menurut penelitian Kunavikitkul (1994) didapatkan bahwa manajemen konflik yang dipersepsikan perawat paling banyak


(60)

akomodasi dan diikuti dengan kompromi, menghindari, kolaborasi dan kompetisi. Hal ini berhubungan dengan usia, pendidikan, daerah klinis tempat bekerja, posisi, dan pengalaman kerja.

Berdasarkan penelitian ini ditemukan bahwa manajemen konflik yang kedua dipersepsikan oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap Instalasi Rindu A RSUP H. Adam Malik Medan yaitu menghindar (18,1%). Manajemen konflik menghindar diterapkan ketika masalah tersebut dianggap ringan dan masih ada masalah yang lebih penting untuk diselesaikan (Rivai, 2003). Menurut Kavla dan Kantek (2007) pada umumnya kepala ruangan menggunakan memanajemen konflik menghindar. Hal ini disebabkan karena kepala ruangan tersebut beranggapan masalah tersebut bisa diselesaikan sendiri oleh perawat pelaksana yang terlibat, dan masalah yang terjadi merupakan masalah yang ringan dan tidak berdampak pada pelayanan keperawatan.

Hasil penelitian ini ditemukan bahwa manajemen konflik yang paling sedikit di persepsikan oleh perawat pelaksana adalah kompetisi (9,7%). Hal ini karena jumlah responden laki-laki dalam penelitian hanya 4,2%, laki-laki pada umumnya memanajemen konflik lebih ke kompetisi. Hal ini sejalan dengan pendapat Cavanagh (1991) yang mengatakan bahwa manajemen konflik yang paling umum di dalam praktek keperawatan adalah kompromi dan paling sedikit adalah kompetisi.


(61)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan mengenai hubungan gaya kepemimpinan kepala ruangan dengan manajemen konflik yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana di Instalasi Rindu A RSUP H. Adam Malik Medan dapat diambil kesimpulan bahwa adalah lebih dari setengah responden (65,3%) berusia diantara 23-40 tahun dan mayoritas responden (95,8%) adalah perempuan. Lebih dari setengah responden (51,4%) memiliki tingkat pendidikan D-III dan lebih dari setengah responden (72,2%) memiliki status kepegawaian sebagai pegawai negeri sipil (PNS).

Hasil penelitian didapat lebih dari setengah responden (70,8%) mempersepsikan gaya kepemimpinan kepala ruangan diterapkan di ruang rawat inap instalasi Rindu A RSUP H. Adam Malik Medan adalah partisipatif, manajemen konflik yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap instalasi Rindu A RSUP H. Adam Malik Medan adalah kompromi (44,4 %). 2. Saran

2.1 Bagi Praktik Keperawatan

Hasil penelitian ini didapatkan bahwa gaya kepemimpinan kepala ruangan yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana yaitu partisipatif dan majemen konflik yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana adalah kompromi. Sebagai praktisi perawat yang bergerak dibidang manajemen terkhusus kepala ruangan harus


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Taksasi Dana 1. Persiapan proposal dan perbaikan proposal

- Biaya kertas print proposal Rp. 75.000,-

- Fotokopi tinjauan pustaka Rp. 75.000,-

- Perbanyak proposal dan penjilidan Rp. 50.000,-

- Konsumsi saat sidang proposal Rp. 65.000,-

2. Pengumpulan data dan pengolahan data

- Pengambilan Data (survey awal) Rp. 45.000,-

- Izin penelitian Rp. 160.000,-

- Penggandaan Kuesioner Rp. 110.000,-

3. Persiapan skripsi

- Biaya kertas dan tinta print Rp. 150.000,-

- Penggandaan skripsi dan penjilidan Rp. 150.000,-

- Biaya sidang skripsi Rp. 200.000,-

4. Biaya transportasi Rp. 150.000,-

5. Biaya tak terduga Rp. 120.000,-


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Juli Rostandi Purba

Tempat,Tgl. Lahir : Saribudolok, 22 Juli 1989

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen

Alamat : Jl. Setia Budi, Gang Bahagia No. 1B, Medan

Riwayat Pendidikan :

1. 1995-2001 : SD GKPS Saribudolok

2. 2001-2004 : SMP N.1 Silimakuta

3. 2004-2007 : SMA CAHAYA Medan