Peranan Pendidikan Agama Islam dalam Proses Rehabilitasi Pecandu Narkoba di Madani Mental Health Care

(1)

Skripsi

Diajukan kepada fakultas ilmu tarbiyah dan keguruan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan islam (S.Pd.I)

Disusun oleh:

AQILATUL MUNAWAROH (1110011000019)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2014


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

iv

Masalah penyalahgunaan narkoba perlu ditangani secara serius dan menjadi tanggung jawab bersama. Bangsa ini telah kehilangan remaja yang tidak terhitung jumlahnya akibat penyalahgunaan narkoba. kehilangan remaja sama dengan kehilangan sumber daya manusia bagi bangsa. Prof. Dadang Hawari menyatakan bahwa jumlah penyalahgunaan narkoba di masyarakat 10 kali lipat dari angka resmi. Melihat kenyataan pahit ini, banyak elemen masyarakat dan lembaga-lembaga berupaya menanggulangi penyalahgunaan narkoba. Walaupun dengan cara yang berbeda-beda, namun tujuannya ingin menyelamatkan masyarakat Indonesia dari obat-obatan yang merusak tidak hanya fisik tapi juga jiwa penyalahgunannya.Salah satu lembaga yang ikut andil dalam penanggulangan ini adalah Yayasan Madani Mental Healt Care. Sebuah lembaga rehabilitasi di Cipinang Besar, Jakarta Timur dengan metode pemulihan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar peranan pendidikan agama Islam dalam proses rehabilitasi di Madani Mental Health Care. Adapun jenis penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, metode deskriftif analisis. Dengan proses wawancara, observasi, dokumentasi serta angket, fokus penelitiannya adalah pada peranan pendidikan agama Islam dalam proses rehabilitasi pecandu narkoba di Madani Mental Health Care.

Keadaan santri narkoba di Madani mengalami ketergantungan narkoba dan pada umumnya mempunyai pengetahuan agama yang kurang. Adapun materi pendidikan agama Islam yang diterapkan secara umum adalah pendidikan keimanan, pendidikan akhlak, dan pendidikan ibadah Dengan metode yang bervariasi diantaranya ceramah, simulasi, diskusi. Sedangkan teknik penerapan pendidikan agama Islam dengan keteladanan, nasehat, kisah, hadiah dan hukuman, menjadikan santri narkoba memahami dan menghayati pendidikan keagamaan.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan pendidikan agama Islam mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses rehabilitasi. Perubahan-perubahan positif yang ditampakkan oleh santri narkoba ialah rajin melaksanakan shalat, bersikap tenang dan dewasa, berpikir positif, dan menjadi lebih baik dari sebelumnya


(7)

v

This research aims to know how the role islamic education in the process of rehabilitation in Madani Mental Health Care, Jakarta Timur.

This research was conducted in Madani Mental Health Care Foundation from June-July 2014. The research uses qualitative approach, descriptive analysis method. The method of data collecting used is interview, observation, documentation, and questionnaire.

The result of this research shows that drug abuser students have a condition where they have deep dependence on drugs and generally having poor religious knowledge.

The material of Islamic education applied is generally belief, behavior, and worship education. It uses various teaching methods such as sermon, simulation, and discussion. Whereas the technique of Islamic education applying is by using example, advice, story, reward, and punishment, it enables drug abuser students to understand and to think deeply Islamic education.

The Islamic education in Madani Mental Health Care has a role in fulfilling the basic spiritual need of drug abuser students, which consists of the need of basic belief, the need of the essence of life, the need of worship, the need of belief, the need of freedom from the guilty, the need of self-acceptance, the need of security, the need of high morality achievement, the need of interaction with nature and among others, and the need of social life. By applying Islamic education, each drug abuser students’ basic need is accomplished. The positive changes appeared from drug abuser students are the diligence in praying, calm and adulterous deed, positive thinking, and better than before.


(8)

vi

menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW., yang telah membimbing umatnya menuju jalan yang di ridhai Allah.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu tugas akademik di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dalam rangka menggapai gelar sarjana pendidikan Islam (S.Pd.I). Dalam penyusunan ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi maupun dorongan materil. Ucapan terima kasih khususnya penulis sampaikan kepada:

1. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Ibu Dra. Nurlena Rifa’i,MA,Ph.D beserta staffnya.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Bapak Dr. H. Abdul Majid Khan, M.Ag dan sekertaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Ibu Marhamah Saleh, Lc beserta staff

3. Bapak Prof. Dr. H. Syafi’i Noor yang telah sabar dan meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Jazakumullah khairan katsiran

4. Bapak Muhammad Zuhdi dan Bapak Prof.Rif’at Syauqi yang telah bersedia menjadi dosen penguji penulisan skripsi ini. Terima kasih atas kritikan dan sarannya sehingga penulis memperbaiki skripsi ini

5. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penulis, semoga bapak dan ibu dosen selalu dalam rahmat dan lindungan Allah SWT. Semoga ilmu yang telah diajarkan dapat bermanfaat dikemudian hari.

6. Bapak pimpinan Perpustakaan Utama beserta staff, Perpustakaan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, atas segala kemudahan yang diberikan kepada penulis untuk mendapatkan referensi yang mendukung penyelesaian skripsi ini.


(9)

vii

tergantikan. Untuk adik-adik tersayang, Ulfah Azizah, Evi Latifah, Elis Nurkholisoh yang turut simpatik dan mendoakan penulis, dan tak lupa Syifa yang menjadi salah satu alasan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Juga terima kasih untuk seluruh keluarga besar yang tak henti mendoakan penulis. Semoga Allah selalu membahagiakan orang-orang yang penulis cintai. Amiin.

8. Bapak Ust. Darmawan, pimpinan yayasan Madani Mental Health Care beserta staff yang telah memberikan kesempatan dan membantu untuk melakukan penelitian skripsi ini. Terima kasih penulis haturkan pula kepada Ust. Harid atas semua bantuan yang diberikan kepada penulis. Hatur nuhun pisan.

9. Teruntuk Muhammad Reza Fahlevi S.Pd.I, yang selalu menemani suka dan duka penulisan skripsi ini. Terimakasih atas motivasi, doa dan bantuan tiada henti yang menjadi pendorong agar penulis cepat-cepat menyelesaikan skripsi ini.

10.Keluarga UKM pramuka Racana Fatahillah-Nyi Mas Gandasari, khususnya angkatan Lemot yang selalu membuat penulis tersenyum dan termotivasi. Terima kasih atas pengalaman yang luar biasa

11.Kakak-kakak yang selalu mengarahkaan penulis disaat sedang buntu, kak Imran Satria Muchtar, S.Pd.I ; kak Khadafi, S.Pd.I; dan kak Hamdi S.Pd.I. 12.Para sahabat penulis, Herdiyanti Fhauziah, Shofa Muaz, Siti Fujiyanti, Septia

Rahayu S.Pd.I, Drifal S.Pd.I, Esa Nurjanah S.Pd, dan Tyas Gusman S.Ds, yang telah memberikan semangat untuk terus berkarya.

13.Teman-temanku mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan 2010, khususnya kelas A yang sama-sama berjuang dan saling mendukung satu sama lain. Terima kasih atas keceriaan yang telah kalian berikan.

14.Semua pihak yang tidak penulis sebutkan satu persatunya, yang telah berjasa membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(10)

viii

sempurna, oleh karena itu penulis tidak menutup kritik dan saran yang bersifat konstruktif. Tak lupa penulis mohon dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya jika dalam penulisan skripsi ini ada yang kurang berkenan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis, umumnya bagi para pembaca sekalian.

Jakarta, 2014


(11)

ix

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH ... i

LEMBAR PERSETUJUAN/PENGESAHAN... ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORI ... 8

A. Pendidikan Agama Islam ... 8

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam ... 8

2. Dasar Pendidikan Agama Islam ... 9

3. Tujuan Pendidikan Agama Islam ... 11

4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam ... 13

5. Metode Pendidikan Agama Islam ... 13

6. Fungsi Agama Islam ... 15

7. Peranan Agama Islam ... .. 16

B. Rehabilitasi Pecandu Narkoba ... 18

1. Pengertian Narkoba ... . 18

2. Jenis Narkoba ... .. 19

3. Faktor penyebab penyalahgunaan narkoba ... 21

4. Akibat Penyalahgunaan Narkoba ... .. 22


(12)

x

C. Kerangka Berfikir ... 26

D. Hasil Penelitian yang Relevan ... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 29

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... . 29

B. Metode & Jenis Penelitian ... 29

C. Teknik Pengumpulan data ... 30

1. Observasi ... 30

2. Wawancara ... 30

3. Angket / Kuesioner ... 31

4. Dokumentasi ... 32

D. Teknik Pengolahan Data ... . 32

E. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data ... 33

F. Teknik Analisis Data ... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 38

A. Sejarah Singkat MMHC ... .. 38

1. Latar Belakang MMHC... 38

2. Visi dan Misi MMHC... 39

B. Pembahasan terhadap Temuan Penelitian ... 40

1. Proses Rehabilitasi Pecandu Narkoba ... 40

2. Pendidikan Agama Islam dalam Proses Rehabilitasi di MMHC... 45

C. Analisis Hasil Temuan... ... 63

BAB IV PENUTUP ... 69

A. Kesimpulan ... ... 69

B. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA... 71 LAMPIRAN


(13)

xi

TABEL 3.2 Pembinaan spiritual menjadi sarana untuk mendekatkan diri

pada Allah ... 58

TABEL 3.3 Pembinaan spiritual tidak membuat pasien pulih ... 58

TABEL 3.4 Pembinaan spiritual membuat pasien terbiasa beribadah ... 59

TABEL 3.5 Pasien menjadi sadar akan dosa yang telah diperbuat ... 59

TABEL 3.6 Kegiatan keagamaan hanya membuang waktu saja ... 60

TABEL 3.7 Iman menjadi benteng ada keinginan untuk mengkonsumsi narkoba kembali... 60

TABEL 3.8 Dengan bekal iman dalam hati, pasien menjadi lebih jernih pikirannya... ... 61

TABEL 3.9 Keinginan untuk pulih berasal dari diri sendiri ... 61

TABEL 3.10 Tidak adanya hubungan pemulihan dengan ibadah... 62

TABEL 3.11 Lantunan ayat al Quran dan dzikir memberi kedamaian... . 62

TABEL 3.12 Keluarga tidak mendukung dalam proses pemulihan ... 63

TABEL 3.13 Peran Ustad (terapis) dalam memotivasi pasien untuk pulih... 63

TABEL 3.14 Pasien merasa tertekan di Madani karena terlalu banyak kegiatan agama... 64

TABEL 3.15 Pasien selalu berdoa setelah sholat agar segera pulih... 64

TABEL 3.16 Melaksanakan ibadah karena diperintah oleh ustad... 65

TABEL 3.17 Muhasabah merupakan sarana untuk introspeksi atas kesalahan yang pernah diperbuat... . 65

TABEL 3.18 Pembinaan agama mendorong pasien untuk terbiasa beribadah. . 66

TABEL 3.19 Tekad dari dalam diri sendiri lah yang utama dalam Proses pemulihan... 66


(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan menjadi salah satu masalah yang penting bagi kehidupan suatu bangsa, karena hal tersebut pendidikan mendapat perhatian dari berbagai lapisan elemen, baik dari keluarga, masyarakat, pemerintah dan sekolah. Untuk itu pemerintah melakukan usaha dan upaya untuk memantapkan pembangunan di bidang pendidikan Nasional. Sebab pendidikan itu sendiri merupakan kebutuhan yang pokok bagi setiap bangsa. Dengan pendidikan diharapkan terciptanya manusia Indonesia yang bertaqwa kepada Tuhan, berpengetahuan, cakap dan terampil agar nantinya dapat membangun kemajuan suatu bangsa.

Hal ini sejalan dengan apa yang tercantum dalam Undang-Undang Sisdiknas yang bertuang pada Bab II pasal 3, ditegaskan bahwa “Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif , mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab”. 1

Tujuan pendidikan nasional dalam undang-undang tersebut sesuai dengan pendapat Hasan Langgulung yang dikutip oleh Ramayulis tentang pendidikan

Islam yaitu “proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan,

memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi

manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat”.2

Dengan demikian, tujuan pendidikan nasional ataupun pendidikan Islam sama-sama berupaya mengarahkan generasi muda pada keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan perkembangan jasmani dan rohani untuk terciptanya generasi muda yang bertaqwa kepada Tuhan, berpengetahuan, cakap dan terampil dalam membangun Indonesia. Karena pemuda dalam setiap bangsa adalah tulang punggung yang menjadi unsur penggeraknya sehingga tidak ada suatu bangsa pun

1

Undang-Undang Republik Indonesia, No. 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Citra Umbara, 2003), hal.7

2


(15)

yang mampu bangkit kecuali di atas pundak para pemudanya. Ketika pemudanya menjalani berbagai aktivitas yang positif, maka kedepan akan kita saksikan bangsa ini akan menjadi sebuah bangsa yang maju, besar dan berperadaban

Namun, saat ini kemerosotan moral manusia semakin memprihatinkan. Seakan-akan fenomena ini sudah tidak dapat dibendung lagi. Generasi muda yang diharapkan meneruskan untuk membangun negeri ini justru masuk dalam jajaran manusia yang amoral.

Salah satu permasalahan terbesar di negara ini adalah maraknya penyalahgunaan narkoba. Dari data BNN Januari tahun 2009, di Indonesia, kasus narkoba juga membuat khawatir berbagai pihak. Berdasarkan latar belakang pendidikan, penyalahguna narkoba yang berlatar belakang pendidikan SD sekitar 10,6 %, kemudian tingkat SMP sekitar 22,9%, tingkat SMA sekitar 63,1%, dan tingkat perguruan tinggi sekitar 3,4%.3

Sangat memprihatinkan melihat kenyataan yang terjadi saat ini. Mereka calon generasi penerus justru terjerumus dalam bayangan obat yang sangat berbahaya. Akibat penyalahgunaan narkoba, tidak hanya berpengaruh terhadap kesehatan fisiknya, tapi perkembangan mental-emosional dan sosial penyalahguna juga terhambat. Bahkan ia mengalami kemunduran perkembangan. Menurut BNN akibat terhadap mental-emosional “contohnya antara lain sikap acuh tak acuh, sulit mengendalikan diri, mudah tersinggung, marah, menarik diri dari pergaulan, hubungan dengan keluarga dan sesama terganggu. Terjadi perubahan mental diantaranya gangguan pemusatan perhatian, motivasi belajar/bekerja lemah, ide paranoid, dan gejala parkinson”.4

Hasil penelitian BNN bekerja sama dengan Universitas Indonesia

menunjukkan “sekitar 1,5 % dari jumlah penduduk Indonesia merupakan pemakai narkoba. Berarti sekitar 3,2 hingga 3,6 juta penduduk Indonesia berkutat dengan penyalahgunaan zat-zat terlarang tersebut. Dari angka itu, sekitar 15 ribu orang

3

BNN, Advokasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba, (Jakarta: BNN, 2009), cet.2, h. 36

4

BNN, Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Sejak Usia Dini. (Jakarta: BNN),cet. II, hlm 41


(16)

harus meregang nyawa setiap tahun karena memakai narkoba. Tak kurang dari 78 % korban yang tewas merupakan anak muda berusia antara 19-21 tahun”.5

Masalah penyalahgunaan narkoba perlu ditangani serius dan menjadi tanggung jawab bersama. Bangsa ini telah kehilangan pemuda akibat penyalahgunaan narkoba. Kehilangan remaja sama dengan kehilangan sumber daya manusia bagi bangsa.

Menurut Nashih Ulwan, narkoba merupakan obat yang merusak kehidupan, salah satunya fisik. Para dokter dan pakar kesehatan telah menyatakan bahwa minuman keras dan narkoba dapat menyebabkan penyakit gila, melemahkan daya ingat, mengganggu syaraf dan pencernaan, melumpuhkan ketajaman berpikir, menghilangkan selera makan, melemahkan daya seksual, membekukan jaringan dan urat-urat darah serta penyakit berbahaya lainnya.6

Penyebab penyalahgunaan narkoba ini salah satunya karena lunturnya nilai-nilai keagamaan dalam diri manusia. Menurut Jalaluddin, “Kebudayaan dalam era global mengarah kepada nilai-nilai sekular yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa keagamaan, khususnya di kalangan generasi muda”.7 Pola pikir generasi muda di kehidupan global ini sedikit demi sedikit terpengaruh oleh nilai sekular dalam kehidupan keagamaannya. Sehingga kemudian tanpa disadari, mereka mulai melupakan aturan agama.

Menurut Akhmad Taufik, akibat proses sekularisasi hidup terasa menjadi hampa dan tidak bermakna jika tidak bergelimang harta. Selain itu, muncul tanda-tanda kehancuran nilai dan moral, yaitu meningkatnya tingkat hubungan seks di luar pernikahan dengan menjamurnya tempat-tempat pelacuran, orang tua memperkosa anaknya, kakek memperkosa cucunya, tingginya tingkat perceraian, tingginya kejahatan dan penyalahgunaan narkoba, dll.8

Lunturnya nilai-nilai keagamaan membuat manusia menjadi tak bermoral. Mereka mulai melupakan tujuan utama hidup di dunia ini. Tujuan hidup beralih

5

BNN, Advokasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba, (Jakarta: BNN, 2009), cet.2, h. 21

6

Syeikh Abdullah Nasih Ulwan, Ensiklopedia Pendidikan Akhlak Mulia, (Jakarta: PT Ikrar Mandiriabdi, 2012), jilid 3 hlm.27-28

7

Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), cet.13, h.236 8

Akhamd Taufik,dkk, Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernisme Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h.47-48


(17)

pada berlomba-lomba untuk mendapatkan kesenangan dunia. Ketika terpuruk, karena jauh dari nilai agama, mereka mencari obat-obat penawar depresi, salah satunya narkoba.

Syariat Islam dengan tegas dan jelas menetapkan bahwa minuman keras dan narkoba hukumnya haram. Karena hal itu merupakan perbuatan setan, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Maidah:90-91 :































)

ءاما

:هد

19

-19

)

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) minuman keras

(khamar), berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan.Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu lantaran (meminum) minuman keras (khamar) dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan (mengerjakan) salat. Maka

berhentilah kamu (dari mengerjakan perbuatan-perbuatan setan itu)” (Q.S.

Al Ma’idah:30-91)

Ada dua tahapan yang dapat dilakukan sebagai solusi, yaitu pencegahan dan pengobatan. Pencegahan agar korban penyalahguna narkoba tidak bertambah banyak, dan juga pengobatan diberikan pada mereka yang sudah menjadi korban penyalahgunaan narkoba.

Setelah mengetahui penyebab penyalahgunaan narkoba karena lunturnya nilai keagamaan, maka dalam pencegahan maupun pengobatan perlu memasukkan nilai-nilai keagamaan. Pengobatan terhadap korban penyalahguna narkoba salah satunya dengan rehabilitasi.

Pembinaan pecandu narkoba saat ini telah banyak ditangani oleh berbagai lembaga, termasuk Yayasan Madani Mental Health Care. Madani Mental Health Care adalah panti rehabilitasi korban narkoba yang berada dibawah naungan Prof.


(18)

Dadang Hawari. Lembaga ini sedikit berbeda dengan lembaga rehabilitasi lainnya. Karena selain memulihkan dari segi medis, MMHC ini mengunakan terapi psikiatri, sosial dan juga menanamkan spiritual/ nilai-nilai keagamaan.

Menurut Prof. Dadang Hawari, tujuan menanamkan nilai-nilai keagamaan karena: Setiap orang, apakah ia orang yang beragama atau sekuler sekalipun mempunyai kebutuhan dasar yang sifatnya kerohaniaan (spiritual meeds). Setiap orang membutuhkan rasa aman, tentram, terlindungi bebas dari rasa cemas, depresi stres dan sejenisnya. Bagi mereka yang beragama, kebutuhan rohani ini dapat diperoleh lewat agama, namun bagi mereka yang sekuler menempuh lewat penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol atau berbagai zat yang pada gilirannya dapat menimbulkan ketergantungan dengan segala dampaknya.9

Berpijak dari hal tersebut, penulis merasa tertarik untuk meneliti dan mengkaji lebih dalam tentang peranan pendidikan agama Islam yang diberikan kepada pecandu narkoba dalam proses rehabilitasi. Sehingga penulis mengambil judul penelitian “PERANAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PROSES REHABILITASI PECANDU NARKOBA DI MADANI MENTAL

HEALTH CARE”. B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka identifikasi masalah pada penelitian ini adalah :

1. Saat ini kemerosotan moral manusia semakin memprihatinkan terutama pada generasi muda yang diharapkan untuk meneruskan pembangunan bangsa ini

2. Arus globalisasi yang semakin gencar perlahan mempengaruhi sikap keberagamaan masyarakat. Masyarakat mulai melupakan nilai-nilai agama 3. Lunturnya agama membuat hidup manusia menjadi tidak beraturan dan

menjadi penyebab kehancuran hidup manusia itu sendiri.

9


(19)

4. Korban penyalahgunaan narkoba semakin meningkat, yang berujung pada kematian. Sekitar 78 % korban yang tewas merupakan anak muda usia 19-21 tahun

C. Pembatasan Masalah

Adapun yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini yang erat kaitannya dengan masalah dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Pendidikan Agama Islam yang dimaksud adalah seluruh pendidikan agama Islam yang diterapkan di Madani yang dijalani oleh pasien pecandu narkoba sebagai salah satu bentuk pembinaan dalam rehabilitasi pecandu narkoba

2. Proses Rehabilitasi di Madani Mental Health Care adalah proses pemulihan yang terdiri dari terapi medis, terapi psikoterapi, terapi sosial dan terapi spiritual dengan tujuan memulihkan pasien dari ketergantungan narkoba

3. Pasien pecandu narkoba dalam penelitian ini adalah pasien yang beragama Islam yang mengikuti proses rehabilitasi pecandu narkoba di Madani Mental Health Care, Jakarta Timur.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah tersebut diatas, maka masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana peranan pendidikan agama Islam dalam proses rehabilitasi korban narkoba di Madani Mental Health Care?”

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan: untuk mengetahui bagaimana peranan pendidikan Agama Islam dalam dalam merehabilitasi korban narkoba di Madani Mental health Care


(20)

2. Manfaat Penelitian

a. Diharapkan menambah informasi tentang peranan pendidikan agama Islam dalam proses rehabilitasi pecandu narkoba, dan juga menambah khazanah keislaman serta membuka wawasan baik bagi peneliti maupun pembaca.

b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan atau masukan dalam pembuatan kebijakan, khususnya Madani Mental Health Care, sehingga pelaksanaan terapi dengan pendidikan agama Islam pada korban penyalahgunaan narkoba bisa lebih baik dan sesuai dengan nilai-nilai yang bermanfaat bagi individu dan masyarakat.

c. Sebagai pertimbangan bagi orangtua, tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam mendidik anak-anak dan remaja agar tidak terjerumus kembali dalam dunia narkoba.


(21)

8

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan adalah “Proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses pembuatan

dan cara mendidik”.1

Pendidikan dalam UU Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang

sisdiknas adalah “ Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan bagi

dirinya, masyarakat dan negara”.2

Menurut Ahmad Tafsir, “Pendidikan adalah usaha mengembangkan seseorang agar terbentuk perkembangan yang maksimal dan positif.”3

Abdul Rahman An-Nahlawi mengartikan pendidikan “merupakan kegiatan yang betul-betul memiliki tujuan, sasaran, dan target”.4

Dengan demikian, pendidikan adalah proses bimbingan yang diberikan secara sengaja oleh pendidik melalui upaya pengajaran dan pelatihan terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju kedewasaan, sehingga terbentuklah kepribadian utama yang berguna bagi peranannya dimasa yang akan datang.

Jika pendidikan disandarkan pada kata agama Islam, “Pendidikan agama Islam” atau “pendidikan Islam” menunjukkan warna pendidikan tertentu, yaitu

1

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Depdikbud RI, 1998), h.667

2

Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003, Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Fokus Media, 2013), hal. 2

3

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islami, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h.38 4

Abdul Rahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat,(Bina Insani Press, 1995),h.21


(22)

pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan yang Islami, yaitu pendidikan yang berdasarkan Islam.

Pendidikan Islam menurut Zakiyah Darajat adalah “Suatu usaha untuk membina dan mengasuh pesrta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup”.5

Sedangkan menurut Abuddin Nata, pendidikan Islam adalah “Upaya membimbing, mengarahkan, dan membina peserta didik yang dilakukan secara sadar dan terencana agar terbina suatu kepribadian yang utama sesuai dengan nila-nilai ajaran Islam.”6

Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan agama Islam atau pendidikan Islami merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah dikumpulkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2. Dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam

Dasar pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah di Indonesia mempunyai landasan yang kuat.

Sebagaimana yang di kemukakan oleh Abdul Majid, “Dasar pendidikan Islam dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu:

a. Dasar Yuridis/Hukum, b. Segi Religus,

c. Aspek Psikologis”.7

5

Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi: Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), cet.ke-3,h.130

6

Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), cet.7, h. 292

7

Abdul Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi: Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), cet.ke-3,h h.132-134


(23)

Keterangan ketiga tujuan tersebut adalah: a. Dasar Yuridis/Hukum

Dasar yuridis formal tersebut terdiri dari tiga macam, yaitu:

1) Dasar Ideal, yaitu dasar falsafah negara Pancasila, sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa

2) Dasar Struktural/Konstitusional, yaitu UUD 1945 dalam bab XI pasal 29 ayat 1 dan 2 yang berbunyi : Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu.

b. Segi Religus

Menurut ajaran Islam pendidikan agama adalah perintah Tuhan dan

merupakan perwujudan ibadah kepadaNya. Dalam al Qur’an banyak ayat yang

menunjukkan perintah tersebut, antara lain: 1) QS. An Nahl:125











)

نلا روس

ح

522

)

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran

yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat

petunjuk”.(Q.S. An Nahl [16]: 125)

2) QS. Al Imran:104



















روس(

: ارمعلا

501

)


(24)

dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar,

merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Al Imran [3]:104)

3) Al Hadis :

ىنع غلب

ةيآ ولو

: راخ لا هاور)

3461

(

Sampaikanlah ajaran kepada orang lain walaupun hanya

sedikit.”(Diriwayatkan oleh Imam Bukhari:3641)

c. Aspek Psikologis

Psikologis yaitu dasar yang berhubungan dengan aspek kejiwaan kehidupan bermasyarakat. Sebagaimana dikemukakan oleh Zuhairini, dkk semua manusia di dunia ini selalu membutuhkan adanya pegangan hidup yang disebut agama. Mereka merasakan bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya Zat Yang Maha Kuasa, tempat mereka berlindung, dan tempat mereka memohon pertolonganNya. Mereka merasa tenang dan tentram hatinya kalau mereka dapat mendekat dan mengabdi kepada Zat Yang Maha Kuasa. Berdasarkan uraian diatas, jelas bahwa hati membuat hati tenang dan tentram dengan jalan mendekatkan diri kepada Tuhan.

3. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Islam menghendaki manusia dididik agar mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Allah. Tujuan hidup manusia itu adalah beribadah kepada Allah. Ini diketahui darه ayat 56 surat al-Dzariyat:





: ارا ذا اروس(

23

)

“dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka

mengabdi kepada-Ku.”(Q.S. Al-Dzariyat [51]: 56

Pendidikan Agama Islam menurut Abdul Majid mempunyai maksud dan tujuan, yaitu :

Untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta


(25)

didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.8

Sedangkan menurut Abdul Fattah Jalal, tujuan umum pendidikan Islami adalah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah.9

Aspek tujuan pendidikan Islam menurut Ramayulis meliputi empat hal, yaitu:

a. Tujuan Jasmaniah (Ahdaf al Jismiyyah)

Tujuan pendidikan Islam adalah untuk membentuk manusia muslim yang sehat dan kuat jasmaninya serta memiliki keterampilan yang tinggi.

b. Tujuan Rohaniah (Ahdaf al Ruhyyah)

Tujuan ini dikaitkan dengan kemampuan manusia menerima agama Islam yang inti ajarannya adalah keimanan dan ketaatan kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa dengan tunduk dan patuh kepada nilai-nilai moralitas yang diajarkanNya dengan mengikuti keteladanan Nabi Muhammad SAW

c. Tujuan akal (ahdaf al aqliyyah

Aspek tujuan ini bertumpu pada pengembangan intelegensia yang berada dalam otak sehingga mampu memahami dan menganalisis fenomena-fenomena ciptaan Allah di jagad raya ini

d. Tujuan Sosial (Ahdaf al Ijtima’iyah)

Pendidikan menitikberatkan perkembangan karakter-karakter yang unik, agar manusia mampu beradaptasi dengan standar masyarakat bersama-sama dengan cita-cita yang ada padanya. 10

Ahmad Tafsir mengatakan tujuan akhir pendidikan Islam yaitu “Untuk menjadi manusia yang sempurna. Adapun ciri manusia sempurna adalah jasmaninya sehat dan kuat, akalnya cerdas serta pandai dan hatinya penuh iman

kepada Allah”.11

Tujuan Pendidikan Islam menurut Alisuf Sabri, “yaitu membentuk kepribadian muslim atau insan kamil yang beriman, berakhlak, berilmu, dan berketerampilan yang senantiasa berupaya mewujudkan dirinya dengan baik

8

Abdul Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi: Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), cet. 3 h.135

9

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islami (Bandung: PT Rosdakaya, 2012), h.64 10

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam ( Jakarta: Kalam Mulia, 2013) cet. 10, h. 222-225 11


(26)

secara maksimal guna memperoleh kesempurnaan hidup karena didorong oleh sikap ketakwaan dan penyerahan diri kepada Allah agar memperoleh ridhoNya.”12

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa, tujuan pendidikan secara Islami adalah untuk menumbuhkan dan meningkatkan pengetahuan mengenai Islam dan juga membentuk akhlakul karimah agar menjadi muslim yang cerdas.

4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam

Pendidikan agama Islam sebagai ilmu dan amaliyah mempunyai ruang lingkup yang sangat luas yang dijadikan landasan spiritual, dan bila dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari, maka kehidupan manusia akan baik.

Adapun urutan prioritas pendidikan Islam dalam upaya pembentukan kepribadian muslim menurut Zuhairini adalah

a. Pendidikan keimanan kepada Allah SWT, b. Pendidikan akhlakul karimah,

c. Pendidikan ibadah13

Menurut Muhammad Daud, “Ruang lingkup pendidikan agama Islam terdiri atas akidah, syariah, dan akhlak.”14

Sedangkan menurut Zakiah Darajat, “ruang lingkup pengajaran pendidikan agama Islam meliputi pengajaran keimanan, pengajaran akhlak, pengajaran ibadat, pengajaran fiqh, pengajaran ushul fiqh, pengajaran qiraat qur’an, pengajaran tafsir, pengajaran ilmu tafsir, dan pengajaran hadis.”15

Walaupun dari ketiga pendapat tersebut terdapat perbedaan mengenai ruang lingkup pendidikan agama Islam, dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup pendidikan agama Islam antara lain ketauhidan (keimanan), akhlak (tingkah laku seorang muslim dan muslimah), syariah (termasuk ibadah sehari-hari).

5. Metode dan Teknik Pendidikan Agama Islam

Samsul Nizar mengutip pendapat Hamka yang membagi metode pendidikan Islam kepada empat macam metode, yaitu:

12

Alisuf Sabri, Ilmu Penddikan, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1999), h. 109 13

Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), cet.5, h.155-158 14

Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 133

15

Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), cet.4, h. 63-101


(27)

a. metode diskusi b. metode darmawisata c. metode eksperimen

d. metode resitasi atau assignment (pemberian tugas) 16 Keterangan keempat metode tersebut sebagai berikut:

a. Metode diskusi

Diskusi merupakan proses saling bertukar pikiran antara dua orang atau lebih. Melalui proses ini, kedua belah pihak akan saling berdialog dan mengemukakan pandangannya secara argumentatif. Proses ini dilakukan dengan penuh keterbukaan dan persaudaraan. Tujuan utamanya adalah mencari kebenaran

b. Metode darmawisata

Metode ini dimaksudkan agar tumbuh kepekaan sosial pada peserta didik. Seorang pendidik bisa mempergunakan metode darmawisata untuk mengenalkan peserta didik pada realitas lingkungannya secara dekat dan konkret.

c. Metode eksperimen

Melalui eksperimen, peserta didik akan diformulasi untuk melakukan serangkaian observasi dan latihan-latihan yang berfungsi untuk memperkaya pengalaman mereka terhadap materi (teori) ilmu pengetahuan yang mereka miliki. Melalui pendekatan metode eksperimen secara langsung terhadap objek yang dipelajari, maka peserta didik akan memperoleh pengalaman langsung terhadap berbagai fenomena sosialnya

d. Metode resitasi atau assignment (pemberian tugas)

Agar peserta didik memiliki rasa tanggung jawab terhadap amanat yang diberikan kepadanya, maka pendidik dapat melakukan pendekatan dengan menggunakan metode resitasi, yaitu memberikan sejumlah soal-soal pendidikan untuk dikerjakannya secara baik dan benar.

Sedangkan metode pendidikan Islam menurut Ramayulis dibagi kepada sepuluh, yaitu : “(a) Metode Ceramah, (b) Metode Tanya Jawab, (c) Metode Diskusi, (d) Metode Pemberian Tugas, (e) Metode Demonstrasi, (f) Metode

16

Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka Tentang Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2008),h.178-180


(28)

Eksperimen, (g) Metode kerja kelompok, (h) Metode kisah, (i) Metode Amsal, (j) Metode Targhib dan (k) Tarhib."17

Adapun teknik mengajar menurut Hadari Nawawi yang dikutip oleh Ramayulis, terdiri dari:

a. Mendidik melalui keteladanan b. Mendidik melalui kebiasaan

c. Mendidik melalui nasihat dan cerita d. Mendidik melalui disiplin

e. Mendidik melalui partisipasi f. Mendidik melalui pemeliharaan18:

Penggunaan teknik dan metode dapat digunakan bersama-sama atau saling menunjang. Misal mendidik melalui disiplin akan lebih efektif bisa diikuti dengan cara keteladanan.

e. Fungsi Agama

Pada diri manusia telah ada sejumlah potensi untuk memberi arah dalam kehidupan manusia. Menurut Bambang Syamsul Arifin , potensi tersebut adalah:

1. Hidayat al ghariziyyat (naluriah)

2. Hidayat al Hissiyat (inderawi)

3. Hidayat al aqliyyat (nalar)

4. Hidayat al Diniyyat (agama)”19

Melalui pendekatan ini, maka agama sudah menjadi fitrah yang dibawa sejak lahir. Bambang Syamsul Arifin menyatakan tentang fungsi agama dalam kehidupan individu:

Pengaruh lingkungan terhadap seseorang adalah memberi bimbingan kepada potensi yang dimilikinya itu. Agama dalam kehidupan individu berfungsi memberi kemantapan batin, rasa bahagia, rasa terlindung, rasa sukses, dan rasa puas. Perasaaan positif ini lebih lanjut akan menjadi pendorong untuk berbuat.

17

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam ( Jakarta: Kalam Mulia, 2013) cet. 10, h..280-286 18

Ibid. h.287-290 19


(29)

Agama dalam kehidupan individu selain menjadi motivasi dan nilai etik, juga merupakan harapan.”20

Hampir sama dengan Bambang S, Jalaluddin pun berpendapat bahwa : Fungsi agama sebagai motivasi dan harapan. Agama berpengaruh sebagai motivasi dalam mendorong seseorang untuk berkreasi, berbuat kebajikan maupun berkorban, sedangkan nilai etik mendorong seseorang untuk berlaku jujur, menepati janji menjaga amanat dan sebagainya. Dan harapan mendorong seseorang untuk bersikap ikhlas, menerima cobaan yang berat ataupun berdoa. Sikap seperti itu akan lebih terasa secara mendalam jika bersumber dari keyakinan terhadap agama.21

f. Peranan Agama Islam

Agama tampaknya tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Pengingkaran manusia terhadap agama menurut Jalaluddin “dikarenakan faktor-faktor tertentu baik yang disebabkan oleh kepribadian maupun lingkungan masing-masing. Namun, untuk menutupi atau meniadakan sama sekali dorongan dan rasa keagamaan tampaknya sulit dilakukan. Manusia ternyata memiliki unsur batin yang cenderung mendorongnya untuk tunduk kepada Dzat yang gaib.”22

Agama sebagai fitrah manusia telah tercantum dalam QS. Ar Ruum : 30































: و رلا اروس(

00

)

Artinya:

Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi

kebanyakan manusia tidak mengetahui (Q.S. Ar Ruum [30]:30)

Dari ayat tersebut dijelaskan bahwa fitrah Allah maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar.

Kondisi mental memang sangat menentukan dalam hidup ini. Hanya orang yang sehat mentalnya sajalah yang dapat merasa bahagia, mampu, berguna dan

20

Ibid

21

Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2010), cet.13, h.321 22


(30)

sanggup menghadapi kesukaran-kesukaran atau rintangan-rintangan dalam hidup. Apabila kesehatan mental terganggu, akan tampaklah gejalanya dalam segala aspek kehidupan, misalnya perasaan, pikiran, kelakuan dan kesehatan. Maka, perlu adanya pembinaan mental dengan agama baik sejak kecil maupun ketika sudah dewasa. Seyogyanya agama masuk menjadi unsur-unsur yang menentukan dalam konstruksi pribadi sejak kecil. Akan tetapi, apabila seseorang menjadi remaja atau dewasa, tanpa mengenal agama, maka kegoncangan jiwa remaja akan mendorongnya kearah kelakuan-kelakuan kurang baik.

Kehilangan makna hidup menyebabkan manusia mencari jalan sendiri-sendiri, bertualang tanpa arah. Terus mencari siapa dan apa yang diduga mampu mengiklankan obat penawar kesepian batin akan dihampiri. Sayangnya agama sering dipandang hanya sebagai anutan. Padahal potensinya sudah bersemi dalam batin sebagai fitrah manusia.

Agama memberikan berbagai pedoman dan petunjuk agar ketentraman

jiwa tercapai, dalam al Qur’an banyak sekali ayat-ayat tentang itu. Misal dalam

QS. Ar Ra’du: 28







) ار س : دعرلا 38 -33 (

Yaitu orang-orang yang beriman, hati mereka menjadi tentram dengan

mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tentram.”(Q.S. Ar-Ra’du[13]: 28)

Apabila ketentraman batin terganggu, orang mungkin menjadi lesu, malas bekerja, bahkan akan sering merasa sakit. Gangguan itu kadang-kadang disebabkan oleh karena kegagalan. Gangguan itu kadang-kadang disebabkan oleh karena kegagalan. Bagi orang yang beriman dan mampu menggunakan keyakinannya kepada Tuhan dalam menghadapi segala persoalan hidup ia tidak akan sampai patah semangat, malas atau tersesat. Karena ia yakin di balik kesulitan pasti ada kemudahan.


(31)

Ramayulis menyatakan bahwa pendidikan agama sangatlah penting: Setiap manusia dalam hidupnya menginginkan kebahagiaan dan pada hakikatnya setiap usaha yang dilakukan oleh manusia adalah dalam rangka mewujudkan kebahagiaan tersebut. Secara fisik materil kebutuhan manusia terpenuhi, namun secara mental spiritual mengalami pendangkalan. Padahal dimensi spiritual inilah yang mampu menjamin kebahagiaan manusia. Oleh karena itu maka dalam rangka terlaksananya usaha untuk mewujudkan kebahagiaan tersebut adalah dengan pendidikan agama.23

B. Proses Rehabilitasi Pecandu Narkoba 1. Pengertian Narkoba

Narkoba merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan zat adiktif lainnya. Menurut BNN, “narkoba adalah obat, bahan, atau zat dan bukan tergolong makanan, jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan, berpengaruh terutama pada kerja otak (susunan saraf pusat), dan sering menyebabkan ketergantungan.”24

Sebagian jenis narkoba dapat digunakan, tetapi karena menimbulkan ketergantungan, penggunaannya sangat terbatas sehingga harus berhati-hati dan harus mengikuti petunjuk dokter atau aturan pakai. Menurut Lydia Harlina & Satya Joewana contoh narkoba yang dapat dimanfaatkan di dunia medis diantaranya: “morfin yang berasal dari opium mentah), petidin (opioda sintetik), untuk menghilangkan rasa sakit pada penyakit kanker, amfetamin untuk mengurangi nafsu makan, serta berbagai jenis pil tidur dan obat penenang. Kodein, yang merupakan bahan alami yang terdapat pada candu, secara luas digunakan pada pengobatan sebagai obat batuk.”25

Namun dampak negatifnya menurut BNN, “ketika penggunaannya disalahgunakan untuk kepentingan di luar medis akan berdampak terhadap gangguan kesehatan, mental dan sosial. Narkoba disebut berbahaya karena tidak

23

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, ... h. 151 24

BNN,Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Sejak Usia Dini. (Jakarta:BNN),cet. II, h.27

25

Lydia Harlina M & Satya Joewana, Pencegahan Dan Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba Berbasis Sekolah, (Jakarta:Balai Pustaka, 2006), h. 5-6


(32)

aman digunakan oleh manusia. Oleh karena itu, penggunaan, pembuatan, dan peredarannya diatur oleh undang-undang”26

Sebagaimana dalam UU nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika dalam

pasal 7, bahwa “narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi”27

2. Jenis Narkoba

Lydia Harlina & Satya Joewana mengutip penggolongan narkoba berdasarkan Undang-undang nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang psikotropika. Penggolongan jenis-jenis narkoba tersebut antara lain:

a. Narkotika

1) Narkotika golongan I, 2) Narkotika golongan II, 3) Narkotika golongan III, b. Psikotropika

1) Psikotropika golongan I 2) Psikotropika golongan II 3) Psikotropika golongan III 4) Psikotropika golongan IV c. Zat Psiko-aktif lain28

Adapun penjelasan dari jenis narkoba diatas, sebagai berikut:

a. Narkotika. Menurut undang-undang nomor 22 tahun 1997, narkotika di bagi menurut potensi yang menyebabkan ketergantungannya adalah sebagai berikut:

26

BNN, Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Sejak Usia Dini. (Jakarta:BNN),cet. II, hlm 27

27

BNN, Advokasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba, (Jakarta: BNN, 2009), cet.2, h. 132

28

dr.Lydia H & dr. SatyaJoewana, Pencegahan Dan Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba Berbasis Sekolah, Buku Panduan Untuk Guru, Konselor, Dan Administrator, (Jakarta: BalaiPustaka, 2006), hlm. 6-7


(33)

1) Narkotika golongan I: berpotensi sangat tinggi menyebabkan ketergantungan. Tidak digunakan untuk terapi (pengobatan). Contoh: heroin, kokain, dan ganja. Putaw adalah heroin tidak murni berupa bubuk. 2) Narkoba golongan II: berpotensi tinggi menyebabkan ketergantungan. Digunakan pada terapi sebagai pilihan terakhir. Contoh: morfin, petidin, dan metadon.

3) Narkoba golongan III: berpotensi ringan menyebabkan ketergantungan dan banyak digunakan dalam terapi. Contoh kodein.

Masing-masing zat atau obat-obatan tadi jika digunakan dengan benar melalui saran dan resep dokter memang tidak berbahaya apalagi sampai menimbulkan ketergantungan. Tapi sayangnya banyak yang menyalahgunakannya diluar kepentingan medis guna mendapatkan efek-efeknya membuat tubuh dan perasaan lebih ringan dan santai.

b. Psikotropika. Menurut potensi yang menyebabkan ketergantungannya, psikotropika terbagi menjadi 4 bagian:

1) Psikotropika golongan I, amat kuat menyebabkan ketergantungan dan tidak digunakan dalam terapi. Contoh: MDMA (ekstasi), LSD, dan STP 2) Psikotropika golongan II, kuat menyebabkan ketergantungan, digunakan

amat terbatas pada terapi: amfetamin, metafetamin (sabu), fensiklidin, dan ritalin.

3) Psikotropika golongan III, ptensi sedang menyebabkan ketergantungan, banyak digunakan dalam terapi. Contoh: pentobarbital dan flunitrazpam. 4) Psikotropika golongan IV, potensi ringan menyebabkan ketergantungan,

dan sangat luas digunakan dalam terapi. Contoh: diazepam, klobazam, fenobarbital, barbital, klorazepam, klordiazepoxide dan nitrazepam (Nipam, pil KB/koplo, DUM, MG, Lexo, Rohyp, dll)

c. Zat Psiko-aktif lain. Yaitu zat/bahan lain bukan narkotika dan psikotropika pada kerja otak. Tidak tercantum dalam peraturan perundang-undangan tentang narkotika dan psikotropika. Yang sering disalahgunakan adalah:


(34)

2) Inhalansia/solven, yaitu gas atau zat yang mudah menguap yang terdapat pada berbagai keperluan pabrik, kantor, dan rumah tangga.

3) Nikotin yang terdapat pada tembakau

4) Kafein pada kopi, minuman penambah energi dan obat sakit kepala tertentu.

3. Faktor Penyebab penyalahgunaan narkoba

Menurut Dadang Hawari, faktor-faktor yang berperan dalam penyalahgunaan narkoba diantaranya:

a. Faktor kepribadian (antisosial/psikopatik, b. Kondisi kejiwaan kecemasan atau depresi,

c. Kondisi keluarga yang meliputi keutuhan keluarga, kesibukan orang tua, dan hubungan antara orang tua dan anak,

d. Kelompok teman sebaya,

e. Dan Naza-nya itu sendiri, mudah diperoleh dan tersedia di pasaran baik resmi maupun tidak resmi (easy availability)29

Sedangkan dalam buku BNN, Mencegah lebih baik daripada mengobati,

“faktor penyebab penyalahgunaan narkoba antara lain: a) Mencari pengalaman yang menyenangkan.

b) Mengatasi stres.

c) Menanggapi pengaruh sosial menjadikan pemakai tampak jantan dan keren.”30 Kadarmanta sedikit berbeda dalam istilah faktor penyebab narkoba. Ia menggunakan istilah COBA. “COBA yaitu Curiosity (rasa ingin tahu); mendorong seseorang untuk mencoba-coba sesuatu, Opportunity (kesempatan);

adanya peluang maka ada rasa ingin mencoba-coba. Biological (kondisi biologis); tidak seimbangnya mentalitas dan kondisi biologis. Availability (ketersediaan);

ketersediaan narkoba membuat rasa ingin mencoba.”31

Dapat ditarik kesimpulan, seseorang menyalahgunakan narkoba, karena adanya perasaan ingin tahu (coba-coba) pada awalnya, kemudian berakibat

29 Dadang Hawari, Al Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta: PT Dana Bakti Prima Yasa, 1998), h. 149

30

BNN, Mencegah Lebih Baik Dari Pada Mengobati. (Jakarta: 2007), h.91-92

31

A. Kadarmanta, Narkoba Pembunuh Karakter Bangsa, (Jakarta: PT Forum Media Utama, 2010), h. 71


(35)

ketergantungan terhadap narkoba sulit dikendalikan. Selain itu, karena tidak adanya iman yang kuat, seseorang beranggapan narkoba menjadi solusi yang tepat atas permasalahan-permasalahan yang mereka hadapi.

4. Akibat penyalahgunaan narkoba

Akibat dari penyalahgunaan narkoba sangat fatal, karena efek narkoba tidak hanya menimpa penyalahguna, melainkan lingkungan sekitar penyalahguna.

Menurut BNN, ada 4 (empat) aspek yang akan mendapatkan efek akibat penyalahgunaan narkoba, diantaranya:

a. Bagi Diri Sendiri, b. Bagi Keluarga, c. Bagi Sekolah,

d. Bagi Masyarakat, Bangsa dan Negara32

Adapun penjelasan mengenai akibat penyalahgunaan narkoba menurut BNN adalah sebagai berikut:

a. Bagi Diri Sendiri

1) Terganggunya fungsi otak dan perkembangan penyalahguna

2) Overdosis (OD), dapat menyebabkan kematian karena terhentinya pernapasan (heroin) atau pendarahan otak (amfetamin, sabu).

3) Gangguan prilaku/mental.

4) Gangguan kesehatan: kerusakan atau gangguan fungsi organ tubuh, seperti hati, jantung, paru, ganjil, kelenjar endokrin, alat reproduksi infeksi {hepatitis B/C (80%); HIV/AIDS (40-50%)}, penyakit kulit dan kelamin, kurang gizi, penyakit kulit, dan gigi berlubang.

b. Bagi Keluarga

1) Suasana nyaman dan tentram dalam keluarga terganggu, karena barang-barang berharga hilang

2) Keluarga malu melihat salah satu anggotanya menjadi asosial, sikap kasar, berbohong, hidup semaunya.

32

BNN, Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Sejak Usia Dini. (Jakarta:BNN),cet. II, h. 40-43


(36)

c. Bagi Sekolah

Siswa penyelahguna mengganggu suasana belajar-mengajar. Mereka menciptakan iklim acuh tak acuh dan tidak menghormati pihak lain.

d. Bagi Masyarakat, Bangsa, dan Negara

Mafia perdagangan gelap selalu berusaha memasok narkoba. Masyarakat yang rawan narkoba tidak memiliki daya tahan, sehingga kesinambungan pembangunan terancam. Negara menderita kerugian karena masyarakatnya tidak produktif dan tingkat kejahatan meningkat; belum lagi sarana dan prasarana yang harus disediakan, disamping itu rusaknya generasi penerus.

Senada dengan keterangan diatas, BNN menjelaskan dampak dari penyalahgunaan narkoba dalam buku yang lain ialah:

a. Bagi tubuh manusia

Dampak langsung bagi jasmani adalah adanya gangguan pada jantung, hemoprosik, urinarius, otak, tulang, pembuluh darah, endokrin, kulit, sistem syaraf, paru-paru, gangguan pada sistem pencernaan (dapat terinfeksi penyakit menular berbahaya seperti HV/AIDS, Hepatitis, Herpes, TBC, dll).

b. Bagi Kesehatan/mental

Dampak lain pada kejiwaan manusia adalah menyebabkan depresi mental dan gangguan jiwa berat/psikotik, bunuh diri, melakukan tindak kejahatan, kekerasan serta pengrusakan.33

5. Pengertian rehabilitasi

Ungkapan bahwa “pencegahan lebih baik daripada pengobatan”, sampai

sekarang masih berlaku, tetapi bagi yang sudah terlanjur terkena atau menjadi penderita penyakit atau ketergantungan narkoba, pencegahan walaupun lebih baik, sudah terlambat sehingga bagi mereka yang terbaik adalah pengobatan, perawatan, dan rehabilitasi baru kemudian pencegahan jangan sampai mereka kambuh lagi.

Rehabilitasi menurut Kamus Ilmiah Populer, merupakan pemulihan (perbaikan atau pembetulan); seperti sedia kala; pengembalian nama baik secara hukum, pembaharuan kembali.34

33

BNN, Pencegahan & Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba

(P4GN), (Jakarta: BNN, 2010), h.59 34


(37)

Pengertian rehabilitasi menurut Prof. Dadang Hawari- seorang psikiater, adalah :

“upaya memulihkan dan mengembalikan kondisi mantan penyalahguna/ketergantungan NAZA (Narkoba) kembali sehat dan psikologik, sosial, dan spiritual/agama (keimanan). Dengan kondisi seperti tersebut diharapkan mereka akan kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupannya sehari-hari baik dirumah, di sekolah/kampus, di tempat kerja dan di lingkungam sosialnya.35

Jadi, rehabilitasi merupakan tahapan penting bagi pecandu narkoba untuk lepas dari ketergantungan narkoba. pemulihan ini merupakan proses panjang dan sering diibaratkan perjalanan dari pikiran(adiktif) ke hati. Program rehabilitasi ini menurut Kadarmanta dikenal sebagai “koversi hati dan perubahan internal.”36

6. Landasan rehabilitasi

BNN menyatakan, Kewajiban menjalani pengobatan dan perawatan bagi pecandu narkotika diatur dalam undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika dalam pasal 54, pasal 56, pasal 57, dan pasal 58:

a. Pasal 54

Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

b. Pasal 56

(1) Rehabilitasi medis pecandu Narkotika dilakukan di rumah sakit yang ditunjuk oleh Menteri

(2) Lembaga rehabilitasi tertentu yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau masyarakat dapat melakukan rehabilitasi medis pecansu narkotika setelah mendapat persetujuan Menteri.

c. Pasal 57

Selain melalui pengobatan dan/atau rehabilitasi medis, penyembuhan Pecandu Narkotika dapat diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan tradisional.

d. Pasal 58

Rehabilitasi sosial antan pecandu Narkotika diselenggarakan baik oleh instansi pemerintah maupun oleh masyarakat.37

35

Dadang Hawari, Penyalahguna dan Ketergantungan NAZA (Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif) (Jakarta: Penerbit FKUI, 2006), edisi ke-2, cetakan ke-1, h. 132

36

A. Kadarmanta, Narkoba Pembunuh Karakter Bangsa, (Jakarta: PT Forum Media Utama, 2010), h. 180

37

BNN, Advokasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba, (Jakarta: BNN, 2009), cet.2, h. 133-135


(38)

7. Tahapan rehabilitasi

Tahapan utama proses perawatan dan pemulihan penderita ketergantungan narkoba menurut BNN, yaitu:

a. Tahap detoksifikasi b. Tahap stabilisasi c. Tahap rehabilitasi38

Adapun penjelasan mengenai tahapan rehabilitasi adalah sebagai berikut:

a. Tahap detoksifikasi terapi lepas narkoba (withdrawal syndrome) dan terapi fisik yang ditujukan untuk menurunkan dan menghilangkan racun dari tubuh, mengurangi akibat putus narkoba serta mengobati komplikasi mental penderita

b. Tahap stabilisasi suasana mental dan emosional penderita, sehingga gangguan jiwa yang menyebabkan perbuatan penyalahgunaan narkoba dapat diatasi sehingga penderita secara bertahap dapat menyesuaikan diri dengan situasi perawatan dan situasi sosialnya

c. Tahap rehabilitasi atau pemulihan keberfungsian fisik, mental dan sosial penderita seperti bersekolah belajar bekerja serta bergaul secara normal dengan lingkungan sosial selanjutnya.

Menurut BNN proses perawatan dan penderita ketergantungan narkoba merupakan proses yang panjang mulai dari detoksifikasi, pengobatan dan pemulihan kondisi fisik, pemberian dukungan psikologis melalui konseling psikologis, terapiperilaku (behaviour modification) bila penderita menunjukkan gejala penyimpangan prilaku, intervensi psikiatris rehabilitasi sosial, rehabilitasi vokasional serta upaya pembinaan lanjutan baik dalam keluarganya, dilingkungan kerjanya, atau dalam situasi yang sengaja diciptakan yang disebut therapeutic community. 39

Masih menurut BNN, “perawatan dan pemulihan penderita ketergantungan narkoba memerlukan waktu yang panjang, biaya yang besar, fasilitas dan obat yang memadai serta tenaga profesional yang kompeten.”40

38

BNN, Pedoman Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba bagi Pemuda, (Jakarta: BNN, 2004), h. 124

39

BNN, Pedoman Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba bagi Pemuda, (Jakarta: BNN, 2004), h. 124

40


(39)

8. Faktor pendukung keberhasilan

Pengobatan dan rehabilitasi ketergantungan narkoba juga memerlukan dukungan, perhatian serta keterlibatan orang tua penderita.

Menurut BNN, keberhasilan dan efektifitas program dan rehabilitasi penderita ketergantungan narkoba ditentukan oleh banyak faktor, seperti diantaranya sebagai berikut :

a. Kemauan kuat serta kerjasama penderita sendiri

b. Profesionalisme kompetensi serta komitmen para pelaksananya c. Sistem rujukan antara lembaga yang baik

d. Prasarana, sarana dan fasilitas yang memadai e. Perhatian dan keterlibatan orang tua atau keluarga f. Dukungan dana yang memadai

g. Kerjasama dan koordinasi lintas propesi yang baik41

C. Kerangka Berfikir

Bambang Syamsul Arifin mengatakan “Allah dengan tegas menerangkan bahwa ketenangan jiwa dapat dicapai dengan dzikir (mengingat Allah).” 42

Bentuk pelaksanaan ibadah agama, paling tidak ikut berpengaruh dalam menanamkan keluhuran budi yang pada puncaknya akan menimbulkan rasa sukses sebagai pengabdi Tuhan yang setia. Tindak ibadah setidaknya akan memberi rasa bahwa hidup menjadi lebih bermakna

Sedangkan menurut Dadang Hawari mengenai peranan agama bagi manusia adalah:

Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat negara maju telah kehilangan aspek spiritual yang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia, apakah ia seorang yang beragama ataupun yang sekuler sekalipun. Kekosongan spiritual, kerohanian dan rasa keagamaan inilah yang menimbulkan permasalahan psikososial di bidang kesehatan jiwa. Sehubungan dengan itu para ahli kini berpendapat bahwa manusia bukanlah makhluk biopsikososial semata, melainkan juga biopsikosio spiritual.43

Dalam hal ini pendekatan terapi keagamaan menurut Dadang Hawari

“dalam praktek kedokteran (khususnya psikiatri), bukan untuk tujuan mengubah

41

Ibid, h. 125-126 42

Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, (Bandung: Pustaka Setia, 2008),h. 156 43 Dadang Hawari, Al Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa, 1998), h. 13-14


(40)

keyakinan pasien terhadap agama yang dianutnya, melainkan untuk mengembangkan kekuatan kerohanian/spiritualnya dalam menghadapi penderitaan penyakit.”44

Terapi keagamaan (intervensi religi) pada kasus-kasus gangguan jiwa juga memberikan manfaat. Menurut Dadang Hawari “penderita-penderita yang diikutsertakan dalam berbagai kegiatan keagamaan/ibadah/sembahyang, menunjukkan hasil yang nyata dalam penurunan berbagai gejala-gejala psikiatrik”45

Jiwa seorang penyalahguna narkoba yang mengalami depresi mental, dan gangguan jiwa berat/psikotik mencari ketenangan jiwa. Ketika manusia mengalami kegelisahan, agama memberikan ketenangan batin pada orang tersebut dengan berdoa dan meminta ampun pada Allah SWT.

Sebagaimana pemaparan Zakiah Darajat, untuk memperkuat jiwa agamanya, supaya mampu merasa diterima kembali oleh Allah, perlu pendidikan agama yang lebih serius dan intensif, maka dalam usaha rehabilitasi itu perlu sekali peningkatan pendidikan agama bagi mereka. Kepada mereka juga perlu diberi pengertian tentang hukum dan ketentuan agama, yang akan menjamin keamanan dan ketentraman batinnya.46

Dari uraian di atas, nampak jelas kiranya pendidikan agama Islam mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan merupakan kegiatan antara manusia yang dilakukan secara sadar yaitu untuk membimbing, mengarahkan, mengajarkan, latihan, pembiasaan pada peserta didik untuk mengembangkan kepribadian, bakat, kemampuan, minat pada tingkat kedewasaan.

Dengan demikian, eksistensi agama memang sangat penting dalam proses rehabilitasi narkoba. Mengingat bahwa para penyalahguna NAZA telah kehilangan basic spiritual needs, turunnya iman karena permasalahan yang menimpa, maka untuk mengembalikan basic spiritual needs ini, penyembuhan pasien narkoba disertai dengan pendidikan keagamaan.

44Ibid, h.28-29

45 Dadang Hawari, Al Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, ... h.19 46Dr. Zakiah Darajat, Membina nilai-nilai Moral di Indonesia (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), cet.4, h.103-104


(41)

D. Hasil Penelitian yang Relevan

Sebelum penulis melakukan penelitian, penulis mengkaji terlebih dahulu karya ilmiah yang mempunyai judul yang hampir sama dengan yang akan penulis teliti. Adapun maksud tinjauan pustaka ini untuk mengetahui permasalahan yang penulis teliti berbeda dengan yang diteliti sebelumnya. Setelah penulis melakukan suatu kajian pustaka, penulis menemukan beberapa judul skripsi yang hampir sama dengan judul yang akan penulis teliti. Diantaranya adalah:

1. Judul skripsi “Peranan Keluarga Terhadap Keberhasilan Rehabilitasi Pengguna Narkoba”, penulis Arif Rahman, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Antropologi, 2011

2. Judul “Pendekatan Family Support Group dalam Pemulihan Korban Penyalahgunaan NAPZA di Panti Sosial Pamardi Putra Sehat Mandiri Yogyakarta”, penulis Zakiyah Darojah, Fakultas Dakwah, Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, 2008

3. Rahmat Hafizulloh-Judul “Peranan KH. Muhammad Djunaidi dalam Menangani Korban Penyalahgunaan Narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien Sawangan Depok”, penulis Rahmat Hafizulloh, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, 2011.

Yang membedakan skripsi ini dengan skripsi yang telah disebutkan diatas bahwa, penelitian sebelumnya adalah:

Skripsi pertama dan kedua meneliti bagaimana peranan dan support keluarga dalam proses pemulihan korban penyalahguna narkoba. Dan skripsi yang ketiga ingin mengetahui bagaimana peranan KH. Muhammad Djunaidi dengan pendekatan dzikirnya dalam menangani korban penyalahguna narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien Sawangan Depok.

Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, pada penelitian ini penulis ingin mencari tahu bagaimana peranan pendidikan agama dalam proses rehabilitasi di Madani Mental Health Care.

Dalam menulis skripsi ini, tidak ada penelitian yang sama dengan yang akan penulis teliti, maka dari itu, skripsi ini murni hasil karya penulis.


(42)

29 A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Yayasan Madani Mental Health Care yang beralamat di Jl. Pancawarga III Rt. 003/04 No. 34 Cipinang Besar Selatan Jatinegara Jakarta Timur 13410. Telepon/fax (021) 8578228 – 0816 1342 931

Waktu penelitian berlangsung selama 1 bulan 21 hari. Mulai pada tanggal 1 Juni 2014 sampai dengan 22 Juli 2014.

B. Metode dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini metode yang dilakukan adalah melalui metode kualitatif.

Metode kualitatif menurut Lexy J.Moleong, “adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks

khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah”1

Sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti, maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif. Menurut Hadeli, pendekatan deskriptif adalah “penelitian yang bermaksud untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, situasi-situasi atau kejadian-kejadian dan karakteristik populasi”.2

Dengan demikian, kualitatif deskriptif ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang bagaimana peranan pendidikan agama Islam dalam proses rehabilitasi pecandu narkoba di Yayasan Madani Mental Health Care.

1

Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), cet.32, h.6

2


(43)

Sedangkan jenis penelitian yang digunakan untuk memperoleh data dan informasi adalah penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan meneliti secara langsung objek penelitian yang ditentukan C. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam skripsi ini menggunakan teknik pengumpulan penelitian berikut:

1. Penelitian pustaka (library research), yaitu menelaah buku-buku yang relevan dengan pembahasan untuk informasi dan data mengenai peranan pendidikan agama islam dan proses rehabilitasi pecandu narkoba.

2. Penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian yang dilakukan di Yayasan Madani Mental Health Care, dengan teknik sebagai berikut:

a. Observasi

Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data dalam pendekatan penelitian kualitatif. Observasi merupakan langkah awal yang dilakukan peneliti. Dalam observasi ini peneliti akan melihat langsung kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh pihak yang terkait penelitian. Dalam penelitian ini ialah semua yang mencakup ruang lingkup sekolah. Hasil observasi ini akan digunakan untuk sumber data penelitian.

Dalam observasi, ada tiga komponen yang menjadi obyek penelitian, yaitu: Place (Tempat), Actor (pelaku) dan Activities (aktivitas).3 Place atau tempat disini adalah lingkungan rehabilitasi di Madani. Actor atau pelaku disini adalah terapis atau ustadz. Activities atau aktivitas disini adalah kegiatan rehabilitasi (pemulihan).

b. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data dalam pendekatan penelitian kualitatif. Wawancara ini merupakan langkah kedua setelah observasi. Dalam wawancara peneliti akan berdialog dengan narasumber yang terkait penelitian. Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui hal-hal dari responden dan menilai keadaan responden terkait hal penelitian.

3


(44)

Dalam wawancara disini, yang akan diwawancarai ialah terapis atau ustadz yang merehabilitasi pecandu narkoba, dan juga pasien yang direhabilitasi pecandu narkoba. Dalam wawancara terdapat pedoman wawancara. Dalam wawancara disini, peneliti menggunakan wawancara tidak terstruktur.

Pedoman wawancara yang digunakan untuk wawancara adalah sebagai berikut:

1) Wawancara terhadap terapis atau ustadz yang merehabilitasi pecandu narkoba mengenai:

a) Mulai diterapkannya kegiatan keagamaan

b) Cara atau metode dalam penerapan kegiatan keagamaan c) Kendala dalam proses penerapan kegiatan keagamaan

d) Strategi dalam menghadapi pasien pecandu narkoba yang membandel e) Seberapa besar peranan kegiatan keagamaan (pendidikan agama Islam)

dalam memulihkan pasien pecandu narkoba

2) Wawancara terhadap pasien pecandu narkoba mengenai: a) Kehidupan sebelum menggunakan narkoba

b) Sebab menyalahgunakan pecandu narkoba c) Respon pasien terhadap kegiatan keagamaan d) Motivasi kesembuhan

c. Angket

Kuesioner menurut Suharsimi Arikunto adalah “Sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui.”4

Dengan menggunakan angket ini penulis ingin mendapatkan data yang objektif dari responden melalui sejumlah pertanyaan yang telah disediakan. Angket berfungsi sebagai data penunjang dari wawancara.

4

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), cet. 12, h.128


(45)

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik Suharsimi Arikunto dengan kuesioner tertutup, “yaitu kuesioner yang sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih.”5 Angket ini diberikan kepada pasien pecandu narkoba dan juga alumni pecandu narkoba yang masih ada di Madani Mental Health Care.

d. Dokumentasi

Adapun dokumentasi yang dimaksud disini ialah dokumentasi berupa foto-foto kegiatan pembinaan santri narkoba di Madani Mental Health Care.

D. Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data angket dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teknik yaitu:

1. Editing

Yaitu meneliti kembali data yang telah dikumpulkan dalam rangka mengetahui apakah data itu sudah lengkap atau belum, serta melengkapi data yang kurang. Tujuan dari editing adalah untuk meminimalisir data-data yang kurang diperlukan dalam penelitian, sehingga proses mengolah data efektif.

2. Tabulating

Tabulating adalah mengolah data dengan memindahkan jawaban yang terdapat di dalam angket dan telah dikelompokkan ke dalam bentuk tabel frekuensi yang tujuannya memudahkan penulis dalam mengolah data yang telah diedit.

Tujuan dari tabulasi untuk mendapatkan gambaran frekuensi dalam setiap item yang penulis kemukakan. Sehingga tampak jawaban angket yang satu dengan yang lainnya.

Kemudian, pedoman yang penulis gunakan untuk mencari presentase data adalah:

P = F x 100% N

5


(46)

Keterangan:

P = Prosentasi

F= Frekuensi jawaban responden N = Jumlah responden

Sebelum membuat tabel frekuensi, maka terlebih dahulu dinilai pada tiap-tiap alternatif jawaban angket yang dipilih responden, penulis memberikan skor setiap pilihan sebagai berikut:

Apabila pernyataan dalam angket bersifat positif, maka skornya sebagai berikut:

a. Pilihan sangat setuju dengan skor = 4 b. Pilihan setuju dengan skor = 3

c. Pilihan tidak setuju dengan skor = 2 d. Pilihan sangat tidak setuju dengan skor = 1

Sedangkan untuk pernyataan dalam angket bersifat negatif, maka skornya adalah kebalikan dari skor yang positif, yaitu:

a. Pilihan sangat setuju dengan skor = 1 b. Pilihan setuju dengan skor = 2

c. Pilihan tidak setuju dengan skor = 3 d. Pilihan sangat tidak setuju dengan skor = 4

Adapun jumlah pertanyaan dalam bentuk angket adalah 20 pertanyaan Kemudian, data yang diperoleh dari hasil wawancara dan juga angket dianalisa dengan deskriptif analisi yaitu menggambarkan apa adanya, kemudian dituangkan dengan membuat tabel frekuensi dan dilengkapi dengan prosentase.

E. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data

Dalam penelitian deskriptif kualitatif, pemeriksaan keabsahan data dilakukan dengan teknik triangulasi. Triangulasi menurut Lexy Moleong adalah

“teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain”.6

Dengan kata lain triangulasi adalah proses melakukan pengujian kebenaran data.

6

Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014) cet.32, h. 330


(47)

Lexy mengutip pendapat Denzin, triangulasi yang dilakukan biasanya berupa triangulasi sumber, metode, penyidik, dan teori.7 Sedangkan menurut Sugiyono, triangulasi yang dilakukan biasanya berupa triangulasi sumber, teknik pengumpulan data dan waktu.8

Dalam penelitian ini penulis menggunakan tiga triangulasi sebagai berikut: 1. Triangulasi Sumber

Menurut Sugiyono, “triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek

data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.”9

Dalam penelitian ini triangulasi sumber dilakukan dengan mewawancarai tiga orang ustad yang berperan dalam pendidikan agama Islam, kemudian wawancara dengan santri narkoba, dan juga pimpinan yayasan Madani Mental Health Care

2. Triangulasi Metode Pengumpulan Data

Metode pemeriksaan keabsahan data berikutnya dilakukan dengan cara melakukan pengecekan kepada sumber yang sama dengan teknik berbeda.10 Seperti telah dijelaskan di atas bahwa penulis menggunakan empat metode pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu wawancara, observasi, angket, dan dokumentasi.

Pertama-tama dilakukan pengumpulan data dengan wawancara terhadap narasumber. Setelah itu penulis melakukan kegiatan observasi dilapangan untuk memperoleh data pendukung dan pembanding dari hasil wawancara yang telah dilakukan. Kemudian dilakukan dokumentasi untuk memperkuat data yang telah diperoleh melalui wawancara dan observasi. Dan terakhir, data diperkuat dengan hasil penyebaran angket kepada para santri narkoba.

3. Triangulasi Waktu

Terkadang data yang diperoleh seorang peneliti ketika melakukan wawancara atau observasi di lapangan dapat berbeda disebabkan faktor waktu.

7

Ibid, h. 330 8

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,

(Bandung: alfabeta, 2010), cet. XI h. 372. 9

Ibid, h.373. 10


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

BIODATA PENULIS

Aqilatul Munawaroh, yang akrab

disapa ‘aqila’ ini lahir di Rabak,

Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor, 22 tahun lalu, tepatnya pada tanggal 01 Agustus.

Aqila terlahir dari pasangan Subana dan Nunung Nurjanah sebagai anak cikal dari lima bersaudara. Ia mengawali pendidikan dasarnya di SDN Sampay pada tahun 1999. Kemudian melanjutkan di SMPN 1 Rumpin pada tahun 2004 dan pendidikan menengah atas di SMAN 1 Rumpin. Hingga akhirnya takdir membawanya untuk mengenyam pendidikan tinggi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sebagai anak pertama, Aqila termotivasi untuk segera menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi ini agar adik-adik yang lain dapat merasakan pendidikan juga. Motto yang selalu ia pegang adalah Allah tidak akan menguji hambaNya di luar batas kemampuan hambaNya. Saat hati hampir putus asa dengan jalanan terjal yang dihadapi, kalimat ini menjadi penawarnya. walaupun dengan tertatih-tatih, dengan izin Allah akhirnya ia sampai di garis finish pendidikan tingginya.