dinyatakan, bahwa audit intern merupakan kegiatan yang mandiri dalam memberikan kepastian assurance, serta konsultasi untuk memberikan nilai
tambah untuk memperbaiki kegiatan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya melalui suatu pendekatan secara sistematik dan disiplin dalam
menilai dan memperbaiki efektifitas manajemen risiko, pengawasan dan proses governance.
3. Wewenang Komite Audit
Wewenang komite audit menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia
2003 meliputi: a. Menyelidiki semua aktivitas dalam batas ruang lingkup tugasnya.
b. Mencari informasi yang relevan dari setiap karyawan. c. Mengusahakan saran hukum dan saran profesional lainnya yang independen
apabila dipandang perlu. d. Mengundang kehadiran pihak luar dengan pengalaman yang sesuai, apabila
dianggap perlu.
4. Struktur Komite Audit
Komite audit harus terdiri dari individu-indidvidu yang mandiri dan tidak terlibat dengan tugas sehari-hari dari manajemen yang mengelola
perusahaan, dan yang memiliki pengalaman untuk melasanakan fungsi pengawasan secara efektif. Salah satu alasan kemandirian ini adalah untuk
memelihara integritas serta pandangan yang objektif dalam laporan serta penyusunan rekomendasi yang diajukan oleh komite audit, karena individu yang
mandiri cenderung lebih adil dan tidak memihak serta obyektif dalam menangani
45
Dewan Direksi suatu permasalahan.
Jumlah anggota komite audit disesuaikan besar-kecilnya dengan organisasi dan tanggung jawab. Namun biasanya tiga sampai lima anggota
merupakan jumlah yang cukup ideal. Komite audit biasanya perlu untuk mengadakan rapat tiga sampai empat kali setahun untuk melaksanakan kewajiban
dan tanggung jawabnya yang menyangkut soal sistem pelaporan keuangan.
E. Kerangka Pemikiran
Dari pengembangan hipotesis diatas, kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:
Dewan Komisaris Pelaksanaan
Corporate Governance
Komite Audit
F. Hipotesis
H
1
= Terdapat pengaruh dewan komisaris, dewan direksi dan komite audit
terhadap pelaksanaan corporate governance pada perusahaan yang listed di Bursa Efek Jakarta.
H
2
= Terdapat pengaruh dewan komisaris terhadap pelaksanaan corporate
governance pada perusahaan yang listed di Bursa Efek Jakarta.
H
3
= Terdapat pengaruh dewan direksi terhadap pelaksanaan corporate
governance pada perusahaan yang listed di Bursa Efek Jakarta.
46
H
4
= Terdapat pengaruh komite audit terhadap pelaksanaan corporate
governance pada perusahaan yang listed di Bursa Efek Jakarta.
47
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penulis menganalisis seberapa besar pengaruh dewan komisaris, dewan direksi dan komite audit terhadap pelaksanaan corporate governance
pada perusahaan yang listed di Bursa Efek Jakarta. Sampel yang diambil yaitu laporan keuangan perusahaan yang listed di Bursa Efek Jakarta selama 3 tahun
periode 2003 sampai dengan 2005 serta perusahaan yang mengikuti survey kualitas corporate governance yang dilakukan oleh IICG selama periode
tersebut. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu
data berasal dari data-data teoritis berupa literatur-literatur dan peraturan yang berkaitan dengan penulisan Indriantoro, 2002: 147. Data sekunder ini berasal
dari laporan keuangan annual report perusahaan yang listed di Bursa Efek Jakarta BEJ dan hasil survey yang dilakukan oleh IICG mengenai
pelaksanaan corporate governance oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia.
B. Metode Penentuan Sampel
Metode penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling dengan menggunakan pemilihan sampel
berdasarkan pertimbangan judgment sampling. Teknik purposive sampling merupakan salah satu teknik pengambilan sampel non probabilitas, di mana
teknik pemilihan secara tidak acak yang informasinya diperoleh dengan 48
menggunakan pertimbangan tertentu dan umumnya disesuaikan dengan tujuan atau masalah penelitian Indriantoro dan Supomo, 2002:131.
Penelitian ini mengambil sampel dengan kriteria perusahaan yang listed di BEJ periode 2003-2005 yang telah menjalankan prinsip-prinsip corporate
governance dan telah terdapat komite audit dan komisaris independen dalam
struktur perusahaannya. Dengan demikian, pertimbangan atau kriteria penentuan sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Perusahaan yang terdaftar di BEJ berturut-turut selama periode 2003-2005. 2. Perusahaan yang memiliki komisaris independen, dewan direksi dan
komite audit dalam struktur perusahaannya. 3. Perusahaan yang bersedia mengikuti survey Corporate Governance
Perception Index tahun 2003-2005 yang dilakukan oleh majalah SWA
dan IICG. 4. Data-data mengenai variabel-variabel yang akan diteliti tersedia dengan
lengkap dalam laporan keuangan perusahaan.
Tabel 3.1 Daftar Pemilihan Sampel
No Kriteria Jumlah Perusahaan
1. 2.
Perusahaan yang bersedia mengikuti survey CGPI tahun 2003 sampai dengan 2005
Perusahaan yang tidak memiliki kelengkapan data
79
43
Total Sampel 36
Sumber: Data diolah
49
C. Metode Pengumpulan Data
Sesuai dengan jenis data dalam penelitian ini, yaitu data sekunder, maka metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi
atau disebut juga metode arsip archival research. Data sekunder ini diperoleh dari Indonesian Capital Market Directory yang diterbitkan oleh
BEJ, serta dari situs resmi BEJ di www.jsx.co.id. Selain itu, peneliti juga menggunakan sumber informasi yang berasal dari media cetak maupun
elektronik diantaranya adalah internet dan majalah SWA.
D. Metode Analisis
Metode analisis data merupakan cara yang digunakan untuk menganalisis data sehingga diharapkan dapat mencapai suatu hasil yang dapat
menjawab pertanyaan yang diajukan. Dalam penelitian ini, metode analisis data yang digunakan adalah metode kuantitatif, yaitu data-data dianalisis dan
diolah dalam bentuk angka-angka matematis serta membandingkan antara data yang satu dengan data yang lain agar dapat ditarik kesimpulan yang akurat.
Data kuantitatif dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh Dewan Komisaris, Dewan Direksi dan Komite Audit terhadap praktik
corporate governance yang baik.
1. Pengujian Asumsi Klasik
a. Pengujian normalitas Pengujian terhadap normalitas data dilakukan dengan
menggunakan kurva normality propabily plot kurva p-plot. Suatu
50
variabel dikatakan normal jika gambar distribusi dengan titik-titik data yang menyebar sekitar garis diagonal dan penyebaran titik-titik data
searah mengikuti garis diagonal Nugroho, 2005:24. b. Pengujian Multikolinieritas
Uji multikolinieritas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya variabel independen yang memiliki kemiripan dengan variabel
independen lain dalam satu model dan untuk menghindari kebiasan dalam pengambilan kesimpulan mengenai pengaruh pada uji parsial
masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Metode yang digunakan untuk mendeteksi multikolonieritas dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan nilai toleransi atau menggunakan variance inflation factor VIF. Jika nilai variance
inflation factor VIF tidak lebih dari 10 dan nilai tolerance tidak
kurang dari 0,1, maka model dapat dikatakan terbebas dari multikolinearitas. Nugroho, 2005:58.
c. Pengujian Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
korelasi antara variabel pengganggu e
t
pada periode tertentu dengan variabel pengganggu periode sebelumnya e
t-i
. Ada atau tidaknya autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin Watson DW-test.
Model regresi linear berganda terbebas dari autokorelasi jika nilai Durbin Watson hitung terletak di daerah No Autokorelasi.
51
d. Pengujian Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada
tidaknya perbedaan variance residual suatu periode pengamatan ke periode pengamatan yang lain, atau gambaran hubungan antara nilai
yang diprediksi dengan Studentized Delete Residual nilai tersebut. Model regresi yang baik adalah model regresi yang memiliki
persamaan variance residual suatu periode pengamatan dengan periode pengamatan yang lain, atau adanya hubungan antara nilai yang
diprediksi dengan Studentized Delete Residual nilai tersebut sehingga dapat dikatakan model tersebut homokedastisitas. Cara memprediksi
ada tidaknya heterokedastisitas pada suatu model dapat dilihat dari pola gambar Scatterplot model tersebut. Jika ada pola tertentu, maka
telah terjadi gejala heteroskedastisitas.
2. Pengujian Hipotesis