Pengaruh Paritas Terhadap Perdarahan Postpartum Primer Di RSUD DR Pirngadi Medan 2007 - 2010

(1)

PENGARUH PARITAS TERHADAP PERDARAHAN POSTPARTUM PRIMER DI RSUD DR PIRNGADI MEDAN

2007 - 2010

SKRIPSI

Oleh :

ISMIL KHAIRI LUBIS NIM. 061000136

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

PENGARUH PARITAS TERHADAP PERDARAHAN POSTPARTUM PRIMER DI RSUD DR PIRNGADI MEDAN

2007 - 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

ISMIL KHAIRI LUBIS NIM. 061000136

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul

PENGARUH PARITAS TERHADAP PERDARAHAN POSTPARTUM PRIMER DI RSUD DR PIRNGADI MEDAN

2007 - 2010

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh : ISMIL KHAIRI LUBIS

NIM. 061000136

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 31 Maret 2011 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes dr. Yusniwarti Yusad, M. Si NIP. 19640826 199003 2 002 NIP. 19510520 198703 2 001

Penguji II Penguji III

Drs. Heru Santosa, MS, Ph. D Maya Fitria, SKM, M.Kes NIP. 19581110 198403 1 002 NIP. 19761005 200912 2 003

Medan, Mei 2011

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Dekan,

Dr. Drs. Surya Utama, MS NIP. 19610831 198903 1 001


(4)

ABSTRAK

Angka Kematian Ibu di Indonesia masih tinggi. Menurut Kementerian Kesehatan RI tahun 2010, tiga faktor utama kematian ibu melahirkan adalah perdarahan (28%), eklampsia (24%), dan infeksi (11%). Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih setelah kala III selesai (setelah plasenta lahir). Perdarahan postpartum primer terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran. Paritas tinggi merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perdarahan postpartum primer dimana wanita dengan paritas tinggi menghadapi risiko perdarahan yang semakin meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh paritas terhadap perdarahan postpartum primer di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2007 - 2010.

Jenis penelitian ini adalah observational analitik dengan rancangan penelitian kasus kontrol. Kasus yaitu ibu bersalin yang mengalami perdarahan postpartum primer dan kontrol yaitu ibu bersalin yang tidak mengalami perdarahan postpartum. Besar sampel sebanyak 41 kasus dan 41 kontrol yang diambil dengan cara purposive sampling. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat, dan multivariat dengan metode regresi logistik ganda menggunakan program Epi Info versi 3.4.1.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab utama perdarahan postpartum primer dalam penelitian ini adalah retensio plasenta (53,7%), diikuti laserasi jalan lahir (29,3%), atonia uteri (14,6%), dan inversio uteri (2,4%). Meskipun tidak bermakna secara statistik, risiko perdarahan postpartum primer 2 kali lebih besar pada ibu yang memiliki paritas >3 dibandingkan dengan ibu yang memiliki paritas 2-3 setelah dikontrol status anemia (OR=1,59 ; 95% CI 0,58;4,29).

Disarankan kepada ibu hamil dengan faktor risiko paritas tinggi dan anemia secara rutin memeriksakan kehamilannya kepada petugas kesehatan agar kesehatan ibu dapat dikontrol dalam upaya mencegah perdarahan postpartum primer.


(5)

ABSTRACT

Maternal Mortality Rate in Indonesia is still high. According to the Ministry of Health of Republic of Indonesia in 2010, three major factors of maternal mortality are haemorrhage (28%), eclampsia (24%), and infection (11%). Postpartum haemorrhage is vaginal bleeding 500 cc or more after completion of phase III (after the placenta was born). Primary postpartum hemorrhage is occurred in 24 hours after childbirth. High parity is one of the factors that caused primary postpartum haemorrhage in which women with high parity face a growing risk of bleeding. The purpose of this study was to investigate the effect of parity on primary postpartum haemorrhage at RSUD Dr. Pirngadi Medan in 2007 to 2010.

This study was observational analytic with case control study design. The case was the maternal who experienced primary postpartum haemorrhage and the control was the maternal who did not experience postpartum haemorrhage. The number of samples were 41 cases and 41 controls were taken by purposive sampling. Data analyzing was perfomed using univariate, bivariate, and multivariate analysis with multiple logistic regression methods using the Epi Info version 3.4.1.

The results showed that the main cause of primary postpartum haemorrhage in this study were retensio placenta (53,7%), followed by the birth canal lacerations (29,3%), uterine atony (14,6%), and inversio uteri (2,4% ). Although it was not significant statistically, the risk of primary postpartum haemorrhage was 2 times greater for mothers who had parity >3 compared to mothers who had parity 2-3 after being controlled by status of anemia (OR = 1,59 ; 95% CI 0,58;4,29).

It is suggested to pregnant women with risk factors of high parity and anemia are routinely checked for pregnancy to health personnels so that maternal health can be controlled in order to prevent primary postpartum haemorrhage.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : ISMIL KHAIRI LUBIS

Tempat/ Tanggal Lahir : Medan/ 15 Oktober 1988

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Nama Orang Tua : Drs. H. Ahlan Rawy Lubis, MA

Anak ke : 4 (empat) dari 6 (enam) orang bersaudara

Alamat Rumah : Jln. Padang-Pertiwi Baru No. 1 Kel. Bantan Kec. Medan Tembung Medan 20224

Riwayat Pendidikan

Tahun 1993 – 1994 : TK Aisyiyah Bustanul Athfal Sibuluan Tapteng Tahun 1994 – 1996 : SD Negeri 155684 Sibolga

Tahun 1996 – 1997 : SD Negeri 163081 Tebing Tinggi Tahun 1997 – 1998 : SD Negeri 060805 Medan

Tahun 1998 - 2000 : SD Swasta IRA Medan

Tahun 2000 - 2003 : MTsN 2 Medan

Tahun 2003 - 2006 : SMA Negeri 11 Medan


(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Paritas terhadap Perdarahan Postpartum Primer di RSUD Dr. Pirngadi Medan 2007 - 2010”. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membawa manusia dari zaman kebodohan ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini penulis persembahkan kepada ayahanda Drs. H. Ahlan Rawy Lubis, MA dan ibunda tercinta Hj. Tina Aslinda, S. Pd. I yang telah membesarkan, mendidik, membimbing dengan penuh kasih sayang dan tak henti mendoakan penulis hingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Semoga Allah memberikan kebahagiaan kepada keduanya baik di dunia maupun di akhirat. Amin.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Karena itu sepantasnya penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan


(8)

2. Bapak Drs. Heru Santosa, MS, Ph. D selaku Ketua Departemen Kependudukan dan Biostatistika dan Dosen Penguji yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Skripsi I dan Ibu dr. Yusniwarti Yusad, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang telah memberikan bimbingan, arahan, ilmu, motivasi, serta dukungannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Maya Fitria, SKM, M.Kes selaku Dosen Penguji yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh dosen dan staff Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu dan bantuan selama penulis menuntut ilmu di fakultas.

7. Ibu dr. Dewi Fauziah Syahnan, Sp. THT selaku direktur RSUD Dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan izin penulis untuk melakukan penelitian di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

8. Seluruh staff pegawai Litbang dan Rekam Medis RSUD Dr. Pirngadi Medan yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data.

9. Kakak-kakak dan adik-adikku tersayang : kak Rina, kak Yuni, kak Kiki, Hamsati dan Yassir yang selalu menjadi semangat dan motivasi bagi penulis untuk menjadi yang terbaik.


(9)

10. Sahabat-sahabat dan kakak-kakak seperjuangan di Departemen Kependudukan dan Biostatistika : Irma, Vivi, kak Devina, kak Corri, kak Tatik, kak Tria, kak Juli dan kak Yuni yang saling menyemangati dalam penyelesaian skripsi ini. 11. Sahabat-sahabatku : Juli, Yeni, Media, Beta, Dewinta, Wiwin, Shinta, Asri,

Icha, Efrata, Tirama, Yunita, Aisyah, Intan dan Mulki yang menjadi penyemangat, teman belajar, teman seperjuangan dan memberikan kesan yang tak terlupakan. Terima kasih untuk kebersamaan kita selama ini.

12. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak.

Medan, Maret 2011 Penulis,


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 6

1.3Tujuan Penelitian... 6

1.3.1 Tujuan Umum ... 6

1.3.2 Tujuan Khusus ... 6

1.4Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Perdarahan Postpartum ... 8

2.1.1 Pengertian Perdarahan Postpartum... 8

2.1.2 Penyebab Perdarahan Postpartum ... 8

2.1.3 Klasifikasi Perdarahan Postpartum ... 9

2.1.4 Gejala Klinik Perdarahan Postpartum ... 9

2.1.5 Diagnosis Perdarahan Postpartum... 10

2.2 Perdarahan Postpartum Primer... 11

2.2.1 Pengertian Perdarahan Postpartum Primer ... 11

2.2.2 Penyebab Perdarahan Postpartum Primer... 12

2.3 Penanganan Perdarahan Postpartum Primer ... 15

2.3.1 Pencegahan Perdarahan Postpartum Primer ... 15

2.3.2 Manajemen Aktif Kala III ... 17

2.4 Beberapa Faktor yang Memengaruhi Perdarahan Postpartum Primer ... 19

2.4.1 Umur ... 19

2.4.2 Pendidikan ... 20

2.4.3 Paritas ... 21

2.4.4 Jarak Antar Kelahiran ... 22

2.4.5 Riwayat Persalinan Buruk Sebelumnya ... 23


(11)

2.5 Pengaruh Paritas terhadap Perdarahan Postpartum Primer ... 25

2.6 Regresi Logistik ... 26

2.6.1 Pengertian Regresi Logistik ... 26

2.6.2 Model Regresi Logistik Ganda ... 28

2.6.3 Statistik Uji Regresi Logistik Ganda ... 29

2.6.4 Model Multivariat ... 30

2.7 Kerangka Konsep ... 35

2.8 Hipotesis Penelitian ... 35

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

3.1 Jenis Penelitian ... 37

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 38

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 38

3.2.2 Waktu Penelitian ... 38

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 38

3.3.1 Populasi Penelitian ... 38

3.3.2 Sampel Penelitian ... 38

3.3.2.1Definisi Kasus... 39

3.3.2.2Definisi Kontrol ... 39

3.3.3 Besar Sampel Penelitian ... 39

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 41

3.5 Definisi Operasional ... 41

3.6 Variabel Penelitian dan Aspek Pengukuran... 43

3.7 Analisis Data ... 44

BAB IV HASIL ... 47

4.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan ... 47

4.2 Analisis Univariat ... 51

4.3 Analisis Bivariat ... 53

4.4 Analisis Multivariat ... 55

BAB V PEMBAHASAN ... 61

5.1 Penyebab Perdarahan Postpartum Primer di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 – 2010 ... 61

5.2 Pengaruh Paritas terhadap Perdarahan Postpartum Primer di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 - 2010... 62

5.3 Pengaruh Umur terhadap Perdarahan Postpartum Primer di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 - 2010... 63

5.4 Pengaruh Pendidikan terhadap Perdarahan Postpartum Primer di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 - 2010... 64

5.5 Pengaruh Jarak Antar Kelahiran terhadap Perdarahan Postpartum Primer di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 – 2010 ... 65


(12)

5.6 Pengaruh Riwayat Persalinan Buruk Sebelumnya terhadap Perdarahan Postpartum Primer di RSUD Dr. Pirngadi Medan

Tahun 2007 – 2010 ... 66

5.7 Pengaruh Status Anemia terhadap Perdarahan Postpartum Primer di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 – 2010 ... 67

5.8 Pengaruh Paritas terhadap Perdarahan Postpartum Primer setelah Dikontrol Faktor Pengganggu di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 - 2010 ... 68

5.9 Keterbatasan Penelitian ... 70

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 72

6.1 Kesimpulan ... 72

6.2 Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Diagnosis Perdarahan Postpartum ... 10

Tabel 3.1 Variabel Penelitian dan Aspek Pengukuran ... 43

Tabel 4.1 Distribusi Kasus Berdasarkan Penyebab Perdarahan Postpartum Primer di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 – 2010 ... 51

Tabel 4.2 Distribusi Kasus dan Kontrol Berdasarkan Paritas dan Faktor Pengganggu yang Memengaruhi Perdarahan Postpartum Primer di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 – 2010 ... 51

Tabel 4.3 Pengaruh Paritas dan Faktor Pengganggu terhadap Perdarahan Postpartum Primer di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 – 2010 ... 53

Tabel 4.4 Variabel-Variabel Kandidat Model Multivariat ... 55

Tabel 4.5 Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda ... 56

Tabel 4.6 Variabel-Variabel Penting Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda 56 Tabel 4.7 Uji Kolinearitas Variabel Independen ... 57

Tabel 4.8 Pemeriksaan Interaksi terhadap Variabel Dependen ... 58

Tabel 4.9 Model Akhir Regresi Logistik Ganda ... 58

Tabel 4.10 Pemeriksaan Confounding ... 59

Tabel 4.11 Model Akhir Regresi Logistik Ganda Pengaruh Paritas terhadap Perdarahan Postpartum Primer di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 – 2010 ... 59


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Perbandingan Model Kurva Regresi Logistik dengan

Regresi Linier ... 27 Gambar 2.2 Kerangka Konsep Model Prediksi... 30 Gambar 2.3 Kerangka Konsep Model Faktor Risiko ... 33 Gambar 2.4 Kerangka Konsep Pengaruh Paritas terhadap Perdarahan

Postpartum Primer ... 35 Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian Kasus-Kontrol ... 37 Gambar 4.1 Struktur Organisasi RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 50


(15)

ABSTRAK

Angka Kematian Ibu di Indonesia masih tinggi. Menurut Kementerian Kesehatan RI tahun 2010, tiga faktor utama kematian ibu melahirkan adalah perdarahan (28%), eklampsia (24%), dan infeksi (11%). Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih setelah kala III selesai (setelah plasenta lahir). Perdarahan postpartum primer terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran. Paritas tinggi merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perdarahan postpartum primer dimana wanita dengan paritas tinggi menghadapi risiko perdarahan yang semakin meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh paritas terhadap perdarahan postpartum primer di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2007 - 2010.

Jenis penelitian ini adalah observational analitik dengan rancangan penelitian kasus kontrol. Kasus yaitu ibu bersalin yang mengalami perdarahan postpartum primer dan kontrol yaitu ibu bersalin yang tidak mengalami perdarahan postpartum. Besar sampel sebanyak 41 kasus dan 41 kontrol yang diambil dengan cara purposive sampling. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat, dan multivariat dengan metode regresi logistik ganda menggunakan program Epi Info versi 3.4.1.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab utama perdarahan postpartum primer dalam penelitian ini adalah retensio plasenta (53,7%), diikuti laserasi jalan lahir (29,3%), atonia uteri (14,6%), dan inversio uteri (2,4%). Meskipun tidak bermakna secara statistik, risiko perdarahan postpartum primer 2 kali lebih besar pada ibu yang memiliki paritas >3 dibandingkan dengan ibu yang memiliki paritas 2-3 setelah dikontrol status anemia (OR=1,59 ; 95% CI 0,58;4,29).

Disarankan kepada ibu hamil dengan faktor risiko paritas tinggi dan anemia secara rutin memeriksakan kehamilannya kepada petugas kesehatan agar kesehatan ibu dapat dikontrol dalam upaya mencegah perdarahan postpartum primer.


(16)

ABSTRACT

Maternal Mortality Rate in Indonesia is still high. According to the Ministry of Health of Republic of Indonesia in 2010, three major factors of maternal mortality are haemorrhage (28%), eclampsia (24%), and infection (11%). Postpartum haemorrhage is vaginal bleeding 500 cc or more after completion of phase III (after the placenta was born). Primary postpartum hemorrhage is occurred in 24 hours after childbirth. High parity is one of the factors that caused primary postpartum haemorrhage in which women with high parity face a growing risk of bleeding. The purpose of this study was to investigate the effect of parity on primary postpartum haemorrhage at RSUD Dr. Pirngadi Medan in 2007 to 2010.

This study was observational analytic with case control study design. The case was the maternal who experienced primary postpartum haemorrhage and the control was the maternal who did not experience postpartum haemorrhage. The number of samples were 41 cases and 41 controls were taken by purposive sampling. Data analyzing was perfomed using univariate, bivariate, and multivariate analysis with multiple logistic regression methods using the Epi Info version 3.4.1.

The results showed that the main cause of primary postpartum haemorrhage in this study were retensio placenta (53,7%), followed by the birth canal lacerations (29,3%), uterine atony (14,6%), and inversio uteri (2,4% ). Although it was not significant statistically, the risk of primary postpartum haemorrhage was 2 times greater for mothers who had parity >3 compared to mothers who had parity 2-3 after being controlled by status of anemia (OR = 1,59 ; 95% CI 0,58;4,29).

It is suggested to pregnant women with risk factors of high parity and anemia are routinely checked for pregnancy to health personnels so that maternal health can be controlled in order to prevent primary postpartum haemorrhage.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Salah satu sasaran strategis dalam pembangunan kesehatan tahun 2010-2014 yaitu meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat antara lain dengan meningkatkan umur harapan hidup dari 70,7 tahun menjadi 72 tahun, menurunnya angka kematian ibu melahirkan dari 228 menjadi 118 per 100.000 kelahiran hidup, dan menurunnya angka kematian bayi dari 34 menjadi 24 per 1.000 kelahiran hidup (Kemkes RI, 2010).

Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator penilaian status kesehatan. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 yang dikutip dari Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014 Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan menurun dari 307 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2004 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB) juga mengalami penurunan dari 35 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2004 menjadi 34 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Walaupun sudah mengalami penurunan AKI dan AKB masih jauh dari target MDG’s tahun 2015 yaitu untuk AKI 102 per 100.000 kelahiran hidup dan untuk AKB 23 per 1.000 kelahiran hidup, sehingga diperlukan berbagai upaya untuk pencapaian target (Kemkes RI, 2010).

Sementara di Provinsi Sumatera Utara AKI dalam 7 tahun terakhir menunjukkan kecenderungan penurunan, dari 360 per 100.000 kelahiran hidup tahun


(18)

2002 menjadi 345 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2003, 330 per 100.000 tahun 2004, 320 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2005, 315 per 100.000 kelahiran hidup tahun 2006, 275 per 100.000 kelahiran hidup tahun 2007, dan pada tahun 2008 menjadi 260 per 100.000 kelahiran hidup yang masih lebih tinggi bila dibandingkan rata-rata nasional tahun 2007 yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup (Dinkes Provsu, 2009).

Menurut Kementerian Kesehatan RI tahun 2010, tiga faktor utama kematian ibu melahirkan adalah perdarahan (28%), eklampsia (24%), dan infeksi (11%). Anemia dan kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu hamil menjadi penyebab utama terjadinya perdarahan dan infeksi yang merupakan faktor utama kematian ibu. Menurut data WHO, di berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, proporsinya berkisar antara kurang dari 10 persen sampai hampir 60 persen (PP dan KPA, 2010).

Di Indonesia diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan. Setiap tahunnya paling sedikit 128.000 perempuan mengalami perdarahan sampai meninggal. Perdarahan pasca persalinan terutama perdarahan postpartum primer merupakan perdarahan yang paling banyak menyebabkan kematian ibu. Perdarahan postpartum primer yaitu perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran (Faisal, 2008).

Menurut Dinas Kesehatan ProvinsiSumatera Utara penyebab utama kematian ibu di Sumatera Utara belum ada survei khusus, tetapi secara nasional disebabkan karena komplikasi persalinan (45%), retensio plasenta (20%), robekan jalan lahir


(19)

(19%), partus lama (11%), perdarahan dan eklampsia masing-masing (10%), komplikasi selama nifas(5%), dan demam nifas (4%)(Veronika, 2010).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Medan, proporsi perdarahan pada tahun 2002 sebesar 2,3% atau sebanyak 30 orang dari 1310 persalinan dan jumlah kematian ibu sebanyak 2 orang (CFR=6,7%), pada tahun 2003 sebesar 2,5% atau sebanyak 35 orang dari 1425 persalinan dan jumlah kematian ibu karena perdarahan sebanyak 3 orang (CFR=8,6%) (Rahmi, 2009).

Berdasarkan penelitian Ajenifuja (2010) di Nigeria bahwa dari 76 wanita yang mengalami perdarahan postpartum primer yang dirawat di Obafemi Awolowo

University Teaching Hospital dari tahun 2002 sampai 2006 disebabkan terutama

karena retensio plasenta (71,05%) diikuti atonia uteri (15,79%) laserasi jalan lahir (11,84%) dan coagulopathy (1,32%).

Terdapat kontroversi mengenai pengaruh paritas terhadap perdarahan postpartum primer. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa paritas bermakna sebagai faktor risiko perdarahan postpartum primer, tetapi beberapa penelitian lain menyebutkan bahwa paritas tidak bermakna sebagai faktor risiko perdarahan postpartum primer.

Penelitian yang menyatakan paritas bermakna sebagai faktor risiko antara lain penelitian Herianto (2003) di RS Sardjito Yogyakarta selama kurun waktu 5 tahun (1998-2002) pada 55 kasus perdarahan postpartum primer dari 3640 persalinan pervaginam. Hasil penelitian membuktikan bahwa paritas lebih dari 3 bermakna sebagai faktor risiko yang memengaruhi perdarahan postpartum primer (OR=2,87; 95% CI 1,23;6,73). Menurut penelitian Miswarti (2007), insiden kejadian perdarahan


(20)

postpartum primer di RSUD Dr. M. Djamil Padang tahun 2005 sebesar 4,4% dari seluruh persalinan dimana proporsi ibu yang mengalami perdarahan postpartum primer dengan paritas 1 sebesar 12% dan paritas lebih dari 3 sebesar 48%, serta terdapat hubungan yang signifikan antara paritas dengan perdarahan postpartum primer. Menurut penelitian Milaraswati (2008) bahwa terdapat 29 kasus perdarahan postpartum primer di RSUD Gambiran Kota Kediri pada tahun 2008 dengan proporsi ibu dengan paritas <4 sebesar 31,03% dan proporsi ibu dengan paritas >4 sebesar 68,97% serta terdapat hubungan yang signifikan antara paritas dengan perdarahan postpartum primer.

Beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa paritas tidak bermakna sebagai faktor risiko perdarahan postpartum primer antara lain penelitian Lertbunnaphong (2010) yang menyatakan bahwa dari 74 kasus perdarahan postpartum primer di

Siriraj Hospital Thailand tahun 2005 ditemukan proporsi ibu multipara yang

mengalami perdarahan postpartum primer sebesar 56,76% dimana paritas tidak bermakna sebagai faktor risiko perdarahan postpartum primer (OR=1,09 ; 95% CI 0,62;1,91). Menurut penelitian Selo-Ojeme (1997) bahwa dari 101 kasus perdarahan postpartum primer di Obafemi Awolowo University Teaching Hospitals Nigeria ditemukan proporsi ibu grandemultipara yang mengalami perdarahan postpartum primer sebesar 11% dan menyatakan bahwa paritas tidak bermakna sebagai faktor risiko perdarahan postpartum primer (OR=0,80 ; 95% CI 0,20;2,10).

RSUD Dr. Pirngadi Medan adalah salah satu rumah sakit rujukan yang besar di Kota Medan sehingga memiliki data jumlah kasus perdarahan postpartum primer yang cukup besar. Berdasarkan survei awal dari data rekam medis RSUD Dr.


(21)

Pirngadi Medan ditemukan proporsi kasus perdarahan postpartum primer pada tahun 2007 sebesar 4,56% atau sebanyak 39 orang dari 855 persalinan, tahun 2008 sebesar 2,90% atau sebanyak 30 orang dari 1033 persalinan, tahun 2009 sebesar 1,05% atau sebanyak 11 orang dari 1048 persalinan, dan untuk tahun 2010 sebesar 0,01% atau sebanyak 5 orang dari 742 persalinan. Jadi, dari tahun 2007 sampai tahun 2010 terdapat 85 kasus perdarahan postpartum primer.

Walaupun setiap tahun perdarahan postpartum primer mengalami penurunan namun perdarahan postpartum primer merupakan faktor utama penyebab kematian ibu yang harus dicegah. Pencegahan perdarahan postpartum primer tersebut dapat dilakukan dengan mengetahui faktor risiko yang memengaruhinya.

Banyak faktor yang mempunyai arti penting baik sendiri maupun secara gabungan dalam menimbulkan perdarahan postpartum primer. Paritas tinggi merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perdarahan postpartum primer dimana wanita dengan paritas tinggi menghadapi risiko perdarahan yang semakin meningkat. Ibu-ibu dengan kehamilan lebih dari satu kali atau yang termasuk multipara mempunyai risiko lebih tinggi terhadap terjadinya perdarahan postpartum dibandingkan dengan ibu-ibu yang termasuk golongan primipara. Faktor multiparitas banyak dijumpai pada ibu-ibu yang mengalami perdarahan postpartum primer di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2007 - 2010. Faktor lain yang juga diduga memengaruhi perdarahan postpartum primer yaitu umur ibu, pendidikan ibu, jarak antar kelahiran, riwayat persalinan buruk sebelumnya dan status anemia.


(22)

1.2Rumusan Masalah

Walaupun setiap tahun mengalami penurunan, jumlah kasus perdarahan postpartum primer di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2007 – 2010 cukup besar dan merupakan penyebab utama kematian ibu yang harus dicegah dengan mengetahui faktor risikonya, antara lain adalah paritas. Tetapi terdapat kontroversi mengenai pengaruh paritas terhadap perdarahan postpartum primer. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa paritas bermakna memengaruhi perdarahan postpartum primer, sedangkan beberapa penelitian lain menyebutkan bahwa paritas tidak bermakna memengaruhi perdarahan postpartum primer. Sehingga belum diketahuinya pengaruh paritas terhadap perdarahan postpartum primer di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2007 - 2010.

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh paritas terhadap perdarahan postpartum primer di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2007 - 2010.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui penyebab utama perdarahan postpartum primer di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2007 – 2010.

2. Untuk mengetahui pengaruh paritas, umur, pendidikan, jarak antar kelahiran, riwayat persalinan buruk sebelumnya dan status anemia terhadap perdarahan postpartum primer di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2007 – 2010.


(23)

3. Untuk mengetahui pengaruh paritas setelah dikontrol variabel umur, pendidikan, paritas, jarak antar kelahiran, riwayat persalinan buruk sebelumnya dan status anemia terhadap perdarahan postpartum primer di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 - 2010.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi bagi pihak rumah sakit dalam upaya pencegahan perdarahan postpartum primer yang merupakan salah satu penyebab kematian ibu melahirkan.

2. Sebagai sumber informasi mengenai pengaruh paritas terhadap perdarahan postpartum primer.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perdarahan Postpartum

2.1.1 Pengertian Perdarahan Postpartum

Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih setelah kala III selesai (setelah plasenta lahir) (Wiknjosastro, 2000).

Fase dalam persalinan dimulai dari kala I yaitu serviks membuka kurang dari 4 cm sampai penurunan kepala dimulai, kemudian kala II dimana serviks sudah membuka lengkap sampai 10 cm atau kepala janin sudah tampak, kemudian dilanjutkan dengan kala III persalinan yang dimulai dengan lahirnya bayi dan berakhir dengan pengeluaran plasenta. Perdarahan postpartum terjadi setelah kala III persalinan selesai (Saifuddin, 2002).

Perdarahan postpartum ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat wanita jatuh ke dalam syok, ataupun merupakan perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus dan ini juga berbahaya karena akhirnya jumlah perdarahan menjadi banyak yang mengakibatkan wanita menjadi lemas dan juga jatuh dalam syok (Mochtar, 1995).

2.1.2 Penyebab Perdarahan Postpartum

Penyebab perdarahan Postpartum antara lain :

1. Atonia uteri 50% - 60%


(25)

3. Sisa plasenta 23% - 24% 4. Laserasi jalan lahir 4% - 5%

5. Kelainan darah 0,5% - 0,8% (Mochtar, 1995).

2.1.3 Klasifikasi Perdarahan Postpartum

Klasifikasi klinis perdarahan postpartum yaitu (Manuaba, 1998) :

1. Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam pertama.

2. Perdarahan Postpartum Sekunder yaitu perdarahan pascapersalinan yang terjadi setelah 24 jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder disebabkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.

2.1.4 Gejala Klinik Perdarahan Postpartum

Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik, gejala-gejala baru tampak pada kehilangan darah sebanyak 20%. Gejala klinik berupa perdarahan pervaginam yang terus-menerus setelah bayi lahir. Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-lain (Wiknjosastro, 2005).


(26)

2.1.5 Diagnosis Perdarahan Postpartum

Diagnosis perdarahan postpartum dapat digolongkan berdasarkan tabel berikut ini :

Tabel 2.1 Diagnosis Perdarahan Postpartum No. Gejala dan tanda yang

selalu ada

Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada

Diagnosis kemungkinan

1. - Uterus tidak

berkontraksi dan lembek

- Perdarahan segera

setelah anak lahir (Perdarahan

Pascapersalinan Primer atau P3)

- Syok - Atonia Uteri

2. - Perdarahan segera (P3)

- Darah segar yang

mengalir segera setelah bayi lahir (P3)

- Uterus kontraksi baik - Plasenta lengkap

- Pucat - Lemah - Menggigil

- Robekan jalan lahir

3. - Plasenta belum lahir

setelah 30 menit - Perdarahan segera (P3) - Uterus kontraksi baik

- Tali pusat putus

akibat traksi berlebihan

- Inversio uteri akibat tarikan

- Perdarahan lanjutan

- Retensio Plasenta

4. - Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap

- Perdarahan segera (P3)

- Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang

- Tertinggalnya sebagian plasenta

5. - Uterus tidak teraba

- Lumen vagina terisi

massa

- Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir) - Perdarahan segera (P3) - Nyeri sedikit atau berat

- Syok neurogenik - Pucat dan limbung


(27)

Tabel 2.1 (Lanjutan)

No. Gejala dan tanda yang selalu ada

Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada

Diagnosis kemungkinan

6. - Sub-involusi uterus

- Nyeri tekan perut

bawah

- Perdarahan lebih dari 24 jam setelah persalinan. Perdarahan sekunder atau P2S.

- Perdarahan bervariasi (ringan atau berat, terus menerus atau tidak teratur) dan berbau (jika disertai infeksi)

- Anemia - Demam

- Perdarahan terlambat

- Endometritis atau sisa plasenta (terinfeksi atau tidak)

7. - Perdarahan segera (P3) (Perdarahan

intraabdominal dan atau vaginum)

- Nyeri perut berat

- Syok

- Nyeri tekan perut

- Denyut nadi ibu

cepat

- Robekan dinding uterus (ruptura uteri)

Sumber : Saifuddin, 2002

2.2 Perdarahan Postpartum Primer

2.2.1 Pengertian Perdarahan Postpartum Primer

Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri (Manuaba, 1998).


(28)

2.2.2 Penyebab Perdarahan Postpartum Primer a. Atonia Uteri

Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah persalinan sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini adalah terjadinya perdarahan. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah yang terbuka pada bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau lepas keseluruhan (Faisal, 2008).

Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian yang terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan perdarahan pasca persalinan. Miometrum lapisan tengah tersusun sebagai anyaman dan ditembus oeh pembuluh darah. Masing-masing serabut mempunyai dua buah lengkungan sehingga tiap-tiap dua buah serabut kira-kira berbentuk angka delapan. Setelah partus, dengan adanya susunan otot seperti tersebut diatas, jika otot berkontraksi akan menjepit pembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi ini akan menyebabkan terjadinya pendarahan pasca persalinan (Faisal, 2008).

Atonia uteri dapat terjadi sebagai akibat : 1. Partus lama

2. Pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu hamil, seperti pada hamil kembar, hidramnion atau janin besar

3. Multiparitas

4. Anestesi yang dalam 5. Anestesi lumbal


(29)

Selain karena sebab di atas atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, yaitu memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan plasenta, dimana sebenarnya plasenta belum terlepas dari dinding uterus (Wiknjosastro, 2005).

b. Retensio Plasenta

Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir. Hal tersebut disebabkan (Wiknjosastro, 2005) :

1. Plasenta belum lepas dari dinding uterus

2. Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.

Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan, tapi bila sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan dan ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus disebabkan :

1. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva) 2. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus

desidua sampai miometrium (plasenta akreta)

3. Plasenta merekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus sampai di bawah peritoneum (plasenta perkreta).

Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran kontriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).


(30)

c. Sisa Plasenta

Sewaktu suatu bagian dari plasenta tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Perdarahan postpartum yang terjadi segera jarang disebabkan oleh retensi potongan-potongan kecil plasenta. Inspeksi plasenta segera setelah persalinan bayi harus menjadi tindakan rutin. Jika ada bagian plasenta yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan potongan plasenta dikeluarkan (Faisal, 2008).

d. Robekan Jalan Lahir

Robekan jalan lahir dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina (Saifuddin, 2002). Setelah persalinan harus selalu dilakukan pemeriksaan vulva dan perineum. Pemeriksaan vagina dan serviks dengan spekulum juga perlu dilakukan setelah persalinan.

Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus dievaluasi yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat berasal dari perineum, vagina, serviks, dan robekan uterus (ruptura uteri). Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma dan robekan jalan lahir dengan perdarahan bersifat arterill atau pecahnya pembuluh darah vena. Untuk dapat menetapkan sumber perdarahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan spekulum setelah sumber perdarahan diketahui dengan pasti, perdarahan dihentikan dengan melakukan ligasi (Manuaba, 1998).


(31)

e. Inversio Uteri

Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk ke dalam

kavum uteri, dapat secara mendadak atau terjadi perlahan (Manuaba, 1998).

Pada inversio uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri. Peristiwa ini jarang sekali ditemukan, terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar. Sebab inversio uteri yang tersering adalah kesalahan dalam memimpin kala III, yaitu menekan fundus uteri terlalu kuat dan menarik tali pusat pada plasenta yang belum terlepas dari insersinya. Menurut perkembangannya inversio uteri dibagi dalam beberapa tingkat (Wiknjosastro, 2005) :

1. Fundus uteri menonjol ke dalam kavum uteri, tetapi belum keluar dari ruang tersebut

2. Korpus uteri yang terbalik sudah masuk ke dalam vagina

3. Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak di luar vagina.

Gejala-gejala inversio uteri pada permulaan tidak selalu jelas. Akan tetapi, apabila kelainan itu sejak awal tumbuh dengan cepat, seringkali timbul rasa nyeri yang keras dan bisa menyebabkan syok.

2.3 Penanganan Perdarahan Postpartum Primer 2.3.1 Pencegahan Perdarahan Postpartum Primer

Penanganan terbaik perdarahan postpartum adalah pencegahan. Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang disangka akan terjadi


(32)

perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin, namun sudah dimulai sejak wanita hamil dengan antenatal care yang baik. Pengawasan antenatal memberikan manfaat dengan ditemukannya berbagai kelainan secara dini, sehingga dapat diperhitungkan dan dipersiapkan langkah-langkah dalam pertolongan persalinannya. Kunjungan pelayanan antenatal bagi ibu hamil paling sedikit 4 kali kunjungan dengan distribusi sekali pada trimester I, sekali trimester II, dan dua kali pada trimester III.

Anemia dalam kehamilan harus diobati karena perdarahan dalam batas-batas normal dapat membahayakan penderita yang sudah anemia. Kadar fibrinogen perlu diperiksa pada perdarahan yang banyak, kematian janin dalam uterus dan solusio plasenta. Apabila sebelumnya penderita sudah mengalami perdarahan postpartum, persalinan harus berlangsung di rumah sakit. Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah dan bila mungkin tersedia donor darah. Sambil mengawasi persalinan, dipersiapkan keperluan untuk infus dan obat-obatan penguat rahim (uterus tonikum). Setelah ketuban pecah kepala janin mulai membuka vulva, infus dipasang dan sewaktu bayi lahir diberikan ampul methergin atau kombinasi 5 satuan sintosinon (sintometrin intravena) (Mochtar, 1995).

Dalam kala III uterus jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari dindingnya. Penggunaan oksitosin sangat penting untuk mencegah perdarahan postpartum. Sepuluh satuan oksitosin diberikan intramuskulus segera setelah anak lahir untuk mempercepat pelepasan plasenta. Sesudah plasenta lahir hendaknya diberikan 0,2 mg ergometrin intramuskulus. Kadang-kadang pemberian ergometrin, setelah bahu depan bayi lahir dengan tekanan pada fundus uteri plasenta


(33)

dapat dikeluarkan dengan segera tanpa banyak perdarahan. Namun salah satu kerugian dari pemberian ergometrin setelah bahu depan bayi lahir adalah kemungkinan terjadinya jepitan (trapping) terhadap bayi kedua pada persalinan gemelli yang tidak diketahui sebelumnya (Wiknjosastro, 2005).

Pada perdarahan yang timbul setelah anak lahir dua hal harus dilakukan, yakni menghentikan perdarahan secepat mungkin dan mengatasi akibat perdarahan. Setelah plasenta lahir perlu ditentukan apakah disini dihadapi perdarahan karena atonia uteri atau karena perlukaan jalan lahir. Jika plasenta belum lahir (retensio plasenta), segera dilakukan tindakan untuk mengeluarkannya (Wiknjosastro, 2005).

2.3.2 Manajemen Aktif Kala III

Manajemen aktif persalinan kala III terdiri atas intervensi yang direncanakan untuk mempercepat pelepasan plasenta dengan meningkatkan kontraksi rahim dan untuk mencegah perdarahan pasca persalinan dengan menghindari atonia uteri, komponennya adalah (Shane, 2002) :

a. Memberikan obat uterotonika (untuk kontraksi rahim) dalam waktu dua menit setelah kelahiran bayi

Penyuntikan obat uterotonika segera setelah melahirkan bayi adalah salah satu intervensi paling penting yang digunakan untuk mencegah perdarahan pasca persalinan. Obat uterotonika yang paling umum digunakan adalah oxytocin yang terbukti sangat efektif dalam mengurangi kasus perdarahan pasca persalinan dan persalinan lama. Syntometrine (campuran ergometrine dan oxytocin) ternyata lebih efektif dari oxytocin saja. Namun, syntometrine dikaitkan dengan lebih banyak efek


(34)

samping seperti sakit kepala, mual, muntah, dan tekanan darah tinggi. Prostaglandin juga efektif untuk mengendalikan perdarahan, tetapi secara umum lebih mahal dan memiliki bebagai efek samping termasuk diarrhea, muntah dan sakit perut.

b. Menjepit dan memotong tali pusat segera setelah melahirkan

Pada manajemen aktif persalinan kala III, tali pusat segera dijepit dan dipotong setelah persalinan, untuk memungkinkan intervensi manajemen aktif lain. Penjepitan segera dapat mengurangi jumlah darah plasenta yang dialirkan pada bayi yang baru lahir. Diperkirakan penjepitan tali pusat secara dini dapat mencegah 20% sampai 50% darah janin mengalir dari plasenta ke bayi. Berkurangnya aliran darah mengakibatkan tingkat hematokrit dan hemoglobin yang lebih rendah pada bayi baru lahir, dan dapat mempunyai pengaruh anemia zat besi pada pertumbuhan bayi. Satu kemungkinan manfaat bagi bayi pada penjepitan dini adalah potensi berkurangnya penularan penyakit dari darah pada kelahiran seperti HIV.

c. Melakukan penegangan tali pusat terkendali sambil secara bersamaan melakukan tekanan terhadap rahim melalui perut

Penegangan tali pusat terkendali mencakup menarik tali pusat ke bawah dengan sangat hati-hati begitu rahim telah berkontraksi, sambil secara bersamaan memberikan tekanan ke atas pada rahim dengan mendorong perut sedikit di atas tulang pinggang. Dengan melakukannya hanya selama kontraksi rahim, maka mendorong tali pusat secara hati-hati ini membantu plasenta untuk keluar. Tegangan pada tali pusat harus dihentikan setelah 30 atau 40 detik bila plasenta tidak turun, tetapi tegangan dapat diusahakan lagi pada kontraksi rahim yang berikut.


(35)

2.4 Beberapa Faktor yang Memengaruhi Perdarahan Postpartum Primer 2.4.1 Umur

Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan pasca persalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pasca persalinan terutama perdarahan akan lebih besar (Faisal, 2008).

Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun (Wiknjosastro, 2005)

Menurut BKKBN (2007) bahwa jika ingin memiliki kesehatan reproduksi yang prima seyogyanya harus menghindari “4 terlalu” dimana dua diantaranya adalah menyangkut dengan usia ibu. T yang pertama yaitu terlalu muda artinya hamil pada usia kurang dari 20 tahun. Adapun risiko yang mungkin terjadi jika hamil di bawah 20 tahun antara lain keguguran, preeklampsia (tekanan darah tiggi, oedema, proteinuria), eklampsia (keracunan kehamilan), timbulnya kesulitan persalinan karena sistem reproduksi belum sempurna, bayi lahir sebelum waktunya, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), fistula vesikovaginal (merembesnya air seni ke vagina), fistula


(36)

retrovaginal (keluarnya gas dan tinja dari vagina) dan kanker leher rahim. T yang

kedua adalah terlalu tua artinya hamil di atas usia 35 tahun. Risiko yang mungkin terjadi jika hamil pada usia terlalu tua ini antara lain adalah terjadinya keguguran, preeklampsia, eklampsia, timbulnya kesulitan pada persalinan, perdarahan, BBLR dan cacat bawaan (Suryani, 2008).

Menurut penelitian Pardosi (2005), bahwa pada tingkat kepercayaan 95% ibu yang berumur di bawah 20 tahun atau di atas 30 tahun memiliki risiko mengalami perdarahan postpartum 3,3 kali lebih besar dibandingkan ibu yang berumur 20 sampai 29 tahun. Selain itu penelitian Najah (2004) menyatakan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% umur ibu di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun bermakna sebagai faktor risiko yang memengaruhi perdarahan postpartum.

2.4.2 Pendidikan

Menurut Depkes RI (2002), pendidikan yang dijalani seseorang memiliki pengaruh pada peningkatan kemampuan berfikir, dimana seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan dapat mengambil keputusan yang lebih rasional, umumnya terbuka untuk menerima perubahan atau hal baru dibandingkan dengan individu yang berpendidikan lebih rendah.

Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk memelihara (mengatasi masalah-masalah), dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan


(37)

kesehatan ini didasarkan kepada pengetahuan dan kesadarannya melalui proses pembelajaran (Notoatmodjo, 2003).

Wanita dengan pendidikan lebih tinggi cenderung untuk menikah pada usia yang lebih tua, menunda kehamilan, mau mengikuti Keluarga Berencana (KB), dan mencari pelayanan antenatal dan persalinan. Selain itu, mereka juga tidak akan mencari pertolongan dukun bila hamil atau bersalin dan juga dapat memilih makanan yang bergizi.

Menurut Thadeus dan Maine (1990) yang dikutip dari Suryani (2008), dari beberapa penelitian yang dilakukan di berbagai negara menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara penggunaan pelayanan obstetri dan tingkat pendidikan ibu.

2.4.3 Paritas

Paritas merupakan faktor risiko yang memengaruhi perdarahan postpartum primer. Pada paritas yang rendah (paritas 1) dapat menyebabkan ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan sehingga ibu hamil tidak mampu dalam menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas. Sedangkan semakin sering wanita mengalami kehamilan dan melahirkan (paritas lebih dari 3) maka uterus semakin lemah sehingga besar risiko komplikasi kehamilan (Manuaba, 1998).

Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut perdarahan pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai angka kejadian perdarahan pascapersalinan lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal. Risiko pada paritas


(38)

1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik yang lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan (Wiknjosastro, 2005).

Menurut penelitian Herianto (2003) bahwa paritas lebih dari 3 bermakna sebagai faktor risiko yang memengaruhi perdarahan postpartum primer (OR=2,87; 95% CI 1,23;6,73). Penelitian Miswarti (2007) menyatakan proporsi ibu yang mengalami perdarahan postpartum primer dengan paritas 1 sebesar 12%, paritas 2-3 sebesar 40% dan paritas lebih dari 3 sebesar 48%, serta terdapat hubungan yang signifikan antara paritas dengan perdarahan postpartum primer. Demikian juga dengan penelitian Milaraswati (2008) menyatakan bahwa proporsi ibu yang mengalami perdarahan postpartum primer dengan paritas >4 yaitu 69% dan didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara paritas dengan perdarahan postpartum primer.

2.4.4 Jarak Antar Kelahiran

Jarak antar kelahiran adalah waktu sejak kelahiran sebelumnya sampai terjadinya kelahiran berikutnya. Jarak antar kelahiran yang terlalu dekat dapat menyebabkan terjadinya komplikasi kehamilan. Menurut Moir dan Meyerscough (1972) yang dikutip Suryani (2008) menyebutkan jarak antar kelahiran sebagai faktor predisposisi perdarahan postpartum karena persalinan yang berturut-turut dalam jangka waktu yang singkat akan mengakibatkan kontraksi uterus menjadi kurang baik. Selama kehamilan berikutnya dibutuhkan 2-4 tahun agar kondisi tubuh ibu kembali seperti kondisi sebelumnya.


(39)

Bila jarak antar kelahiran dengan anak sebelumnya kurang dari 2 tahun, rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik. Kehamilan dalam keadaan ini perlu diwaspadai karena ada kemungkinan terjadinya perdarahan pasca persalinan.

Menurut penelitian Yuniarti (2004) proporsi kasus dengan jarak antar kelahiran kurang dari 2 tahun sebesar 41% dengan OR jarak antar kelahiran 2,82. Hal ini berarti ibu yang memiliki jarak antar kelahiran kurang dari 2 tahun berisiko 2,82 kali mengalami perdarahan pasca persalinan.

2.4.5 Riwayat Persalinan Buruk Sebelumnya

Riwayat persalinan di masa lampau sangat berhubungan dengan hasil kehamilan dan persalinan berikutnya. Bila riwayat persalinan yang lalu buruk petugas harus waspada terhadap terjadinya komplikasi dalam persalinan yang akan berlangsung. Riwayat persalinan buruk ini dapat berupa abortus, kematian janin, eklampsi dan preeklampsi, sectio caesarea, persalinan sulit atau lama, janin besar, infeksi dan pernah mengalami perdarahan antepartum dan postpartum.

Menurut Sulistiowati (2001) yang dikutip Suryani (2008), bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat persalinan buruk sebelumnya dengan perdarahan pasca persalinan dan menemukan OR 2,4 kali pada ibu yang memiliki riwayat persalinan buruk dibanding dengan ibu yang tidak memiliki riwayat persalinan buruk.


(40)

2.4.6 Anemia

Menurut World Health Organization (WHO) anemia pada ibu hamil adalah kondisi dengan kadar hemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari 11,0 gr%.

Volume darah ibu hamil bertambah lebih kurang sampai 50% yang menyebabkan konsentrasi sel darah merah mengalami penurunan. Bertambahnya sel darah merah masih kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma darah sehingga terjadi pengenceran darah. Perbandingan tersebut adalah plasma 30%, sel darah 18% dan haemoglobin 19%. Keadaan ini tidak normal bila konsentrasi turun terlalu rendah yang menyebabkan hemoglobin sampai <11 gr%. Meningkatnya volume darah berarti meningkatkan pula jumlah zat besi yang dibutuhkan untuk memproduksi sel-sel darah merah sehingga tubuh dapat menormalkan konsentrasi hemoglobin sebagai protein pengankut oksigen (Winkjosastro, 2000).

Anemia dapat mengurangi daya tahan tubuh ibu dan meninggikan frekuensi komplikasi kehamilan serta persalinan. Anemia juga menyebabkan peningkatan risiko perdarahan pasca persalinan. Rasa cepat lelah pada penderita anemia disebabkan metabolisme energi oleh otot tidak berjalan secara sempurna karena kekurangan oksigen. Selama hamil diperlukan lebih banyak zat besi untuk menghasilkan sel darah merah karena ibu harus memenuhi kebutuhan janin dan dirinya sendiri dan saat bersalin ibu membutuhkan hemoglobin untuk memberikan energi agar otot-otot uterus dapat berkontraksi dengan baik.

Pemeriksaan dan pengawasan hemoglobin dapat dilakukan dengan menggunakan alat sahli. Hasil pemeriksaan dengan alat sahli dapat digolongkan sebagai berikut (Manuaba, 1998) :


(41)

1. Hb > 11,0 gr% disebut tidak anemia

2. Hb 9,0 gr% - 10,9 gr% disebut anemia ringan 3. Hb 7,0 gr% - 8,9 gr% disebut anemia sedang 4. Hb < 6,9 gr% disebut anemia berat

Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan, yaitu pada trimester I dan trimester III.

Menurut penelitian Herianto (2003) bahwa anemia bermakna sebagai faktor risiko yang mempengaruhi perdarahan postpartum primer. Ibu yang mengalami anemia berisiko 2,8 kali mengalami perdarahan postpartum primer dibanding ibu yang tidak mengalami anemia (OR= 2,76; 95% CI 1,25;6,12).

2.5 Pengaruh Paritas terhadap Perdarahan Postpartum Primer

Paritas atau para adalah wanita yang pernah melahirkan bayi (Manuaba, 1998).

Paritas adalah keadaan seorang wanita sehubungan dengan kelahiran anak yang dapat hidup (Dorland, 2002).

Menurut Prawirohardjo (2002), paritas dapat dibedakan menjadi primipara, multipara dan grandemultipara.

1. Primipara

Primipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak yang cukup besar untuk hidup di dunia luar.

3 Multipara


(42)

4 Grandemultipara

Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau lebih dan biasanya mengalami penyulit dalam kehamilan dan persalinan.

Kematian maternal lebih banyak terjadi dalam 24 jam pertama postpartum yang sebagian besar karena terlalu banyak mengeluarkan darah. Sebab yang paling umum dari perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama pascapersalinan atau yang biasa disebut perdarahan postpartum primer adalah kegagalan rahim untuk berkontraksi sebagaimana mestinya setelah melahirkan, plasenta yang tertinggal dan uterus yang turun atau inversi. Dari beberapa sebab perdarahan tersebut, salah satu faktor pemicunya adalah paritas (Milaraswati, 2008).

Pada paritas yang rendah (paritas 1), menyebabkan ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan sehingga ibu hamil tidak mampu dalam menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas. Pada paritas tinggi (lebih dari 3), fungsi reproduksi mengalami penurunan, otot uterus terlalu regang dan kurang dapat berkontraksi dengan baik sehingga kemungkinan terjadi perdarahan pascapersalinan menjadi lebih besar (Manuaba, 1998).

2.6Regresi Logistik

2.6.1 Pengertian Regresi Logistik

Regresi logistik adalah suatu model matematik yang digunakan untuk menganalisis hubungan satu atau beberapa variabel independen dengan sebuah variabel dependen kategorik yang bersifat dikotomous (binary). Variabel yang bersifat dikotomous adalah variabel yang hanya memiliki dua nilai, misalnya hidup


(43)

dan mati, sakit dan sehat, BBLR dan normal, merokok dan tidak merokok dan sebagainya (Yasril, 2009).

Pada regresi logistik, variabel independen yang digunakan dapat berupa variabel kategorik maupun numerik. Namun sebaiknya menggunakan variabel kategorik agar lebih mudah dalam menginterpretasikan hasil analisisnya. Bila salah satu atau beberapa variabel independen merupakan variabel dengan skala nominal dengan 3 atau lebih kategori, maka harus dibuat dummy variable yang menggambarkan kategori dari variabel tersebut dengan referrence group-nya salah satu dari kategori tersebut.

Gambar 2.1 Perbandingan Model Kurva Regresi Logistik dengan Regresi Linier

Regresi logistik terbagi menjadi dua, yaitu (Yasril, 2009) :

1. Regresi logistik sederhana, digunakan bila ingin mempelajari hubungan antara satu variabel independen dengan satu variabel dependen yang bersifat dikotomous.


(44)

2. Regresi logistik ganda, digunakan bila ingin mempelajari hubungan antara beberapa variabel independen dengan satu variabel dependen yang bersifat dikotomous.

Tujuan dari analisis regresi logistik adalah untuk mendapatkan model yang paling baik (fit) dan sederhana (parsinomy) yang dapat menggambarkan hubungan antara variabel dependen dan variabel independen.

2.6.2 Model Regresi Logistik Ganda

Interpretasi pada regresi logistik dengan fitted model adalah inferensi dan pengambilan kesimpulan berdasarkan pada koefisien estimasi yang menggambarkan

slope atau perubahan pada variabel dependen per unit perubahan pada variabel

independen. Interpretasi ini menyangkut dua hal yaitu (Yasril, 2009) :

1. Perkiraan mengenai hubungan fungsional antaravariabel dependen dengan variabel independen

2. Menentukan pengaruh pada variabel dependen yang disebabkan oleh tiap unit perubahan variabel independen

Untuk interpretasi tersebut maka digunakan model regresi logistik : Log (p / 1 – p) = α+ β1X1+ β2X2+ …. + βiXi

Dimana p adalah probabilitas kejadian suatu penyakit (Y=1), dan X1, X2, X3 adalah variabel independen, α adalah konstanta dan βi adalah koefisien regresi.

Model regresi logistik tersebut dapat digunakan pada data yang dikumpulkan melalui rancangan kohort, case control maupun cross sectional. Pada rancangan


(45)

penelitian tersebut dapat dihitung besar faktor risiko atau nilai Odds Ratio (OR), yang

merupakan perhitungan eksponensial β dari persamaan garis regresi logistik.

Odds Ratio (OR) = exp(β) atau OR = eβ

Sedang batas-batas keyakinan OR sebagaimana biasa dihitung dengan menggunakan koefisien regresi serta kesalahan baku (Standard Error) sebagai berikut:

IK 95% = exp [βi+/-1,96(βi)]

Keistimewaan lainnya dari analisis regresi logistik ganda adalah kemampuannya menaksir probabilitas individu untuk mengalami peristiwa berdasarkan nilai-nilai sejumlah variabel independen yang diukur padanya. Sehingga untuk probabilitas kejadian suatu penyakit dapat ditulis sebagai berikut (Murti, 1997):

2.6.3 Statistik Uji Regresi Logistik Ganda

Ada beberapa metode uji statistik yang digunakan dalam analisis regresi

logistik ganda untuk menguji kemaknaan koefisien regresi (βi) yang diperoleh dengan

teknik kemungkinan maksimum (Maximum Likelihood), antara lain (Murti, 1997) : 1. Statistik G

Statistik G ialah rasio logaritmik antara Likelihood model tanpa variabel dan


(46)

Dengan batas kritis G3 > X2tabel(α;df) atau p-Value<α , Asumsi H0 : β=0 2. Uji Wald

Uji Wald diperoleh dengan membandingkan taksiran Maximum Likelihood

koefisien regresi (βi) dengan taksiran kesalahan baku (SE). Rumusnya yaitu : Wald = (β/SEβ)2

Dengan batas kritis Wald > Z(α/2) atau p-Value

2.6.4 Model Multivariat a. Model Prediksi

Model prediksi bertujuan untuk memperoleh model yang terdiri dari beberapa variabel independen yang dianggap terbaik untuk memprediksi kejadian variabel dependen. Pada pemodelan ini semua variabel dianggap penting sehingga dapat dilakukan estimasi beberapa koefisien regresi sekaligus.

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Model Prediksi

Tahapan pemodelan multivariat model prediksi :

1. Melakukan identifikasi kovariat potensial yang dilakukan dengan membuat analisis regresi dari masing-masing kovariat terhadap variabel dependennya.

X1 X2 X3


(47)

Analisis dilakukan satu persatu antara masing-masing variabel independen dengan variabel dependennya. Bila hasil uji bivariat mempunyai nilai p<0,25 maka variabel tersebut dapat masuk dalam model multivariat. Walaupun demikian pertimbangan secara substansi tetap dilakukan. Jika ada kovariat yang menurut substansi keilmuan harus masuk ke dalam model multivariat, kovariat tersebut tetap dipertahankan ke dalam model multivariat walaupun nilai p>0,25.

2. Memasukkan atau mengeluarkan variabel dalam model dimana variabel yang masuk ke dalam model harus mempunyai p-Wald<0,05, bila tidak variabel tersebut dikeluarkan dari model dimulai dari p-Wald yang terbesar dengan memperhatikan logika substansi. Variabel yang dipertimbangkan untuk keluar dari model dapat dievaluasi dengan membandingkan OR masing-masing kovariat pada model dengan dan tanpa kovariat tersebut. Jika perbedaan koefisien tersebut besar (>10%), berarti kovariat tersebut tidak dapat dikeluarkan dari model karena akan mengganggu estimasi koefisien kovariat lainnya. Dengan kata lain variabel tersebut merupakan konfounder untuk variabel lainnya. Rumus untuk mencari perbedaan OR adalah :

OR crude adalah OR variabel dengan tidak masuknya ke dalam model kovariat yang diuji sedangkan OR adjust adalah OR variabel dengan masuknya ke dalam model kovariat yang akan diuji.


(48)

3. Lakukan uji rasio likelihood untuk penilaian signifikansi variabel yang dihilangkan dengan membandingkan -2ln pada model tanpa variabel dengan -2ln pada model dengan variabel tersebut.

4. Lakukan langkah-langkah tersebut sampai tercapai model yang terdiri hanya variabel-variabel yang paling fit.

5. Uji linieritas variabel numerik dengan tujuan untuk menentukan apakah variabel numerik dijadikan variabel kategorik atau tetap variabel numerik. Caranya dengan melakukan pengelompokan variabel numerik ke dalam empat kelompok berdasarkan nilai kuartilnya. Kemudian dilakukan analisis regresi logistik dan dihitung angka OR-nya. Bila nilai OR masing-masing kelompok menunjukkan bentuk garis lurus, maka variabel numerik tetap dipertahankan. Namun bila hasilnya menunjukkan adanya patahan, maka dapat dipertimbangkan dirubah dalam bentuk kategorik.

6. Setelah memperoleh model yang fit dan mempunyai p yang signifikan, maka langkah selanjutnya adalah memeriksa kemungkinan interaksi variabel ke dalam model. Penentuan variabel interaksi sebaiknya melakukan pertimbangan logika substansi. Pengujian interaksi dilihat dari nilai p yang bermakna, yang berarti variabel interaksi penting untuk dimasukkan dalam model.

b. Model Faktor Risiko

Pemodelan yang digunakan bila kita telah meyakini bahwa satu variabel independen mempunyai hubungan dengan variabel dependen dengan mengontrol beberapa variabel confounding.


(49)

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Model Faktor Risiko

Tahapan pemodelan multivariat model faktor risiko :

1. Melakukan analisis bivariat antara masing-masing variabel confounding dengan variabel dependennya. Bila hasil uji bivariat mempunyai nilai p<0,25 maka variabel tersebut dapat masuk dalam model multivariat

2. Lakukan pemodelan lengkap, mencakup variabel utama semua kandidat confounding dan kandidat interaksi (interaksi dibuat antara variabel utama dengan semua variabel confounding)

3. Lakukan pemeriksaan interaksi, dengan cara mengeluarkan variabel interaksi yang memiliki nilai p-Wald tidak signifikan secara berurutan satu persatu dari nilai p-Wald yang terbesar

4. Lakukan pemeriksaan confounding, dengan cara mengeluarkan variabel kovariat atau confounding satu persatu dimulai dari variabel yang memiliki nilai p-Wald yang terbesar, bila setelah dikeluarkan diperoleh selisih OR faktor utama antara sebelum dan sesudah variabel kovariat (X1) dikeluarkan lebih besar dari 10%, maka variabel tersebut dinyatakan sebagai confounding dan harus tetap berada dalam model.

X1 Y

X2 X3 X4


(50)

Metode memasukkan dan mengeluarkan variabel dalam model multivariat yaitu :

1. Enter : memasukkan semua variabel independen dengan serentak satu langkah,

tanpa melewati kriteria kemaknaan statistik tertentu

2. Forward : memasukkan satu persatu variabel dari hasil pengkorelasian variabel

yang memenuhi kriteria kemaknaan statistik, sampai semua variabel yang memenuhi kriteria tersebut masuk ke dalam model. Variabel yang masuk pertama kali adalah variabel yang mempunyai korelasi parsial terbesar dengan variabel dependen dan yang memenuhi kriteria tertentu untuk dapat masuk model 3. Backward : memasukkan semua variabel ke dalam model, tetapi kemudian satu

per satu variabel independen dikeluarkan dari model berdasarkan kriteria kemaknaan statistik tertentu. Variabel yang pertama kali dikeluarkan adalah variabel yang mempunyai korelasi parsial terkecil dengan variabel dependen 4. Stepwise : metode ini merupakan kombinasi antara metode backward dan

fordward. Seperti halnya forward, metode stepwise dimulai tanpa variabel sama

sekali di dalam model, lalu satu persatu variabel hasil pengkorelasian variabel dimasukkan ke dalam model dan dikeluarkan dari model dengan kriteria tertentu. Variabel yang pertama masuk model sama dengan metode fordward yakni variabel yang mempunyai korelasi parsial terbesar. Selanjutnya setelah masuk, variabel pertama ini diperiksa lagi apakah harus dikeluarkan dari model menurut kriteria pengeluaran seperti metode backward

5. Remove : mengeluarkan satu persatu semua variabel independen dengan serentak


(51)

2.7Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.4 Kerangka Konsep Pengaruh Paritas terhadap Perdarahan Postpartum Primer

2.8Hipotesis Penelitian

1. Risiko perdarahan postpartum primer pada ibu yang memiliki paritas >3 lebih besar dibandingkan dengan ibu yang memiliki paritas 2-3.

2. Risiko perdarahan postpartum primer pada ibu yang berumur >35 tahun lebih besar dibandingkan dengan ibu yang berumur 20-35 tahun.

3. Risiko perdarahan postpartum primer pada ibu yang berpendidikan rendah lebih besar dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan tinggi.

Perdarahan Postpartum Primer

- Ya

- Tidak Umur

Pendidikan Jarak Antar Kelahiran

Riwayat Persalinan Buruk Sebelumnya

Status Anemia Paritas


(52)

4. Risiko perdarahan postpartum primer pada ibu yang memilik jarak antar kelahiran <2 tahun lebih besar dibandingkan dengan ibu yang memiliki jarak antar kelahiran >2 tahun.

5. Risiko perdarahan postpartum primer pada ibu yang memiliki riwayat persalinan buruk sebelumnya lebih besar dibandingkan dengan ibu yang tidak memiliki riwayat persalinan buruk sebelumnya.

6. Risiko perdarahan postpartum primer pada ibu yang anemia lebih besar dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia.

7. Risiko perdarahan postpartum primer pada ibu yang memiliki paritas >3 lebih besar dibandingkan dengan ibu yang memiliki paritas 2-3 setelah dikontrol variabel pengganggu (umur, pendidikan, jarak antar kelahiran, riwayat persalinan buruk sebelumnya, dan status anemia).


(53)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah observational analitik dengan rancangan penelitian

case control study karena penelitian kasus kontrol merupakan satu-satunya cara yang

relatif murah, mudah dan cepat untuk mencari asosiasi antara faktor risiko dengan penyakit yang jarang ditemukan (Suradi, 2002).

Dalam penelitian ini sebagai kasus yaitu perdarahan postpartum primer yang merupakan kasus yang sudah jarang terjadi namun merupakan penyebab utama kematian ibu.

Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian Kasus-Kontrol Paritas

(+) Kasus

(Ibu yang Mengalami Perdarahan Postpartum

Primer) Paritas

(-)

Paritas (+)

Paritas (-)

Kontrol (Ibu yang Tidak Mengalami Perdarahan


(54)

3.2Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi Medan dikarenakan RSUD Dr. Pirngadi Medan adalah salah satu rumah sakit rujukan yang besar di Kota Medan sehingga memiliki data jumlah kasus perdarahan postpartum primer yang cukup besar.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai dari survei pendahuluan, penelusuran pustaka, seminar proposal, pengumpulan dan pengolahan data serta seminar akhir yang dilakukan dari bulan Agustus Tahun 2010 sampai Maret Tahun 2011.

3.3Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah seluruh ibu bersalin yang dirawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan dari tahun 2007 sampai tahun 2010 yang tercatat dalam rekam medis sebanyak 3678 orang.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini terdiri dari kasus yaitu ibu bersalin yang mengalami perdarahan postpartum primer dan kontrol yaitu ibu bersalin yang tidak mengalami perdarahan postpartum.


(55)

3.3.2.1Definisi Kasus

Kasus adalah ibu bersalin yang mengalami perdarahan postpartum primer dengan kriteria inklusi:

1. Bukan ibu yang melahirkan untuk pertama kali (bukan primipara) 2. Mengalami perdarahan pervaginam melebihi 500 ml setelah bersalin 3. Perdarahan terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran

4. Tercatat lengkap dalam rekam medis RSUD Dr. Pirngadi Medan dari tahun 2007 sampai tahun 2010.

3.3.2.2 Definisi Kontrol

Kontrol adalah ibu bersalin yang tidak mengalami perdarahan postpartum dengan kriteria inklusi:

1. Bukan ibu yang melahirkan untuk pertama kali (bukan primipara) 2. Melahirkan dengan persalinan normal atau partus spontan

3. Tercatat lengkap dalam rekam medis RSUD Dr. Pirngadi Medan dari tahun 2007 sampai tahun 2010.

3.3.3 Besar Sampel Penelitian

Besar sampel diambil dengan rumus studi kasus kontrol untuk pengujian hipotesis terhadap Odds Ratio (Lemeshow, 1990) :


(56)

Keterangan :

n = Besar sampel minimum pada kasus dan kontrol

Z1-α = Nilai baku normal berdasarkan α yang ditentukan (α = 0,10)  1,282 Z1-β = Nilai baku normal berdasarkan β yang ditentukan (β = 0,20)  0,842 P1 = Proporsi efek pada kelompok dengan faktor risiko

P2 = Proporsi efek pada kelompok tanpa faktor risiko P = (P1+P2)/2

OR = Odds Ratio yang dianggap bermakna secara klinis

Penentuan besar sampel berdasarkan variabel paritas dengan OR = 3 dan P1 = 0,69 diambil dari penelitian terdahulu (Milaraswati, 2008), sehingga didapat P2 :


(57)

Berdasarkan perhitungan besar sampel maka besar sampel minimal yang dibutuhkan adalah 32 kasus dan 32 kontrol. Dari 85 kasus perdarahan postpartum primer tahun 2007 sampai tahun 2010 data yang tercatat lengkap ada 41 kasus. Jadi besar sampel yang diteliti sebanyak 41 kasus dan 41 kontrol yang diambil dengan cara purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu dari peneliti. Dalam penelitian ini pertimbangan tertentu tersebut berdasarkan kriteria inklusi dimana kasus dan kontrol yang memenuhi kriteria inklusi diambil sebagai sampel penelitian.

3.4Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan yaitu dengan mengumpulkan data sekunder yang diperoleh dari status kebidanan rekam medis RSUD Dr. Pirngadi Medan dari tahun 2007 sampai tahun 2010.

3.5Definisi Operasional

1. Perdarahan Postpartum Primer adalah ada atau tidak adanya ibu mengalami perdarahan postpartum primer yaitu perdarahan pervaginam melebihi 500 ml setelah bersalin dalam 24 jam pertama kelahiran yang tercatat pada kartu status, dikategorikan menjadi :

0 = Tidak, jika ibu tidak mengalami perdarahan postpartum primer (kontrol) 1 = Ya, jika ibu mengalami perdarahan postpartum primer (kasus).

2. Paritas adalah jumlah persalinan hidup atau mati yang pernah dialami oleh ibu tercatat pada kartu status, dikategorikan menjadi :


(58)

0 = Paritas 2 dan 3 dianggap kurang berisiko mengalami perdarahan postpartum primer

1 = Paritas lebih dari 3 dianggap berisiko mengalami perdarahan postpartum primer.

3. Umur ibu adalah umur ibu pada saat melahirkan yang dinyatakan dalam tahun tercatat pada kartu status, dikategorikan menjadi :

0 = 20 tahun sampai 35 tahun, merupakan kelompok umur yang kurang berisiko mengalami perdarahan postpartum primer

1 = Lebih dari 35 tahun, merupakan kelompok umur yang berisiko mengalami perdarahan postpartum primer.

4. Pendidikan ibu adalah tingkat pendidikan formal terakhir yang pernah diikuti ibu tercatat pada kartu status, dikategorikan menjadi :

0 = Pendidikan tinggi meliputi SMA dan Akademik/PT 1 = Pendidikan rendah meliputi Tidak Sekolah, SD, dan SMP.

5. Jarak antar kelahiran adalah waktu sejak kelahiran sebelumnya sampai terjadinya kelahiran berikutnya yang tercatat pada kartu status, dikategorikan menjadi : 0 = Jarak antar kelahiran 2 tahun dan lebih dari 2 tahun dianggap kurang

berisiko mengalami perdarahan postpartum primer

1 = Jarak antar kelahiran kurang dari 2 tahun dianggap berisiko mengalami perdarahan postpartum primer.

6. Riwayat persalinan buruk sebelumnya adalah ada tidaknya ibu mengalami persalinan buruk pada persalinan sebelumnya yang tercatat pada kartu status, dikategorikan menjadi :


(59)

0 = Tidak ada, jika ibu tidak mengalami riwayat persalinan buruk sebelumnya 1 = Ada, jika ibu mempunyai riwayat persalinan buruk sebelumnya.

7. Status anemia adalah ada atau tidak adanya anemia pada ibu sebelum bersalin yang tercatat pada kartu status, dikategorikan menjadi :

0 = Tidak anemia yaitu bila kadar Hb ibu > 11,0 gr% 1 = Anemia yaitu bila kadar Hb ibu < 11,0 gr% .

3.6Variabel Penelitian dan Aspek Pengukuran

Variabel penelitian dan aspek pengukuran dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.1 Variabel Penelitian dan Aspek Pengukuran

Variabel Kategori Skala

Pengukuran Variabel Dependen

Perdarahan Postpartum Primer

0 = tidak

1 = ya Ordinal

Variabel Independen

Paritas 0 = 2 dan 3

1 = >3 Ordinal

Variabel Confounder

Umur 0 = 20 – 35 thn

1 = >35 thn Ordinal

Pendidikan 0 = tinggi

1 = rendah Ordinal

Jarak Antar Kelahiran 0 = >2 thn

1 = <2 thn Ordinal

Riwayat Persalinan Buruk Sebelumnya

0 = tidak ada

1 = ada Ordinal

Status Anemia 0 = tidak anemia


(60)

3.7Analisis Data

Analisis data dilakukan secara bertahap, yaitu dengan analisis univariat, analisis bivariat, dan analisis multivariat dengan menggunakan public domain software yaitu

Epi Info versi 3.4.1. a. Analisis Univariat

Analisis univariat dimaksudkan untuk mendeskripsikan kejadian perdarahan postpartum primer berdasarkan faktor utama (paritas) dan faktor pengganggu (umur, pendidikan, jarak antar kelahiran, riwayat persalinan buruk sebelumnya dan status anemia) antara kasus dan kontrol dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dimaksudkan untuk melihat pengaruh faktor utama (paritas) dan faktor pengganggu (umur, pendidikan, jarak antar kelahiran, riwayat persalinan buruk sebelumnya dan status anemia) terhadap perdarahan postpartum primer menggunakan uji Chi Square untuk hipotesis satu sisi dan mengetahui besar risiko (Odds Ratio) paparan terhadap kasus pada tingkat kepercayaan 95% dengan menggunakan tabel 2x2. Nilai besarnya Odds Ratio ditentukan dengan rumus OR= ad/bc, dimana :

1. Bila OR > 1 menunjukkan bahwa faktor yang diteliti merupakan faktor risiko (kausatif).

2. Bila OR = 1 menunjukkan bahwa faktor yang diteliti bukan merupakan faktor risiko.


(61)

c. Analisis Multivariat

Analisis multivariat menggunakan analisis regresi logistik ganda yang bertujuan untuk mendapatkan model faktor risiko yang paling baik (fit) dan sederhana (parsinomy) yang dapat menggambarkan pengaruh paritas setelah dikontrol variabel umur, pendidikan, paritas, jarak antar kelahiran, riwayat persalinan buruk sebelumnya, dan status anemia terhadap perdarahan postpartum primer. Analisis multivariat tidak memerlukan asumsi-asumsi seperti pada regresi linier ganda, yaitu : eksistensi, independensi, linearitas, homosedasitas dan normalitas.

Pemodelan multivariat menggunakan model faktor risiko karena satu variabel independen telah diyakini mempunyai hubungan dengan variabel dependen dengan mengontrol beberapa variabel confounding.

Dimulai dengan memasukkan semua variabel yang mempunyai nilai p<0,25 pada analisis bivariat dengan menggunakan metode backward. Jika ada kovariat yang menurut substansi keilmuan harus masuk ke dalam model multivariat, kovariat tersebut tetap dimasukkan ke dalam model multivariat walaupun nilai p>0,25.

Variabel yang masuk ke dalam model harus mempunyai p-Wald<0,05, bila tidak variabel tersebut dikeluarkan dari model dimulai dari p-Wald yang terbesar dengan memperhatikan logika substansi sampai didapatkan model akhir yang paling sederhana (semua variabel mempunyai nilai p-Wald<0,05).

Setelah memproleh model yang fit dan mempunyai p-Wald yang signifikan, selanjutnya memeriksa kemungkinan adanya interaksi ke dalam model. Penilaian ada tidaknya variabel interaksi dimulai dengan menciptakan perkalian multiplikatif variabel-variabel yang mungkin berinteraksi. Kemudian menilai kemaknaannya


(62)

dengan melihat nilai p-Wald, bila variabel interaksi mempunyai nilai p-Wald yang bermakna maka variabel interaksi penting untuk dimasukkan ke dalam model.

Kemudian melakukan pemeriksaan confounding dengan cara mengeluarkan variabel confounder yang dipertimbangkan untuk keluar model satu persatu dimulai dari variabel yang memiliki nilai p-Wald yang terbesar. Variabel kovariat tersebut dapat dievaluasi dengan membandingkan koefisien atau OR masing-masing kovariat pada model dengan dan tanpa kovariat tersebut. Jika perbedaan tersebut besar (>10%), berarti kovariat tersebut tidak dapat dikeluarkan dari model karena akan mengganggu estimasi koefisien kovariat lainnya. Dengan kata lain variabel tersebut merupakan confounder untuk variabel lainnya.

Model yang digunakan untuk interpretasi adalah :

Log (p / 1 – p) = α+ β1X1+ β2X2+ …. + βiXi

Untuk probabilitas kejadian suatu penyakit dapat ditulis sebagai berikut (Murti, 1997):

dimana :

p = probabilitas kejadian suatu penyakit

α = konstanta

βi = koefisien regresi Xi = variabel independen e = bilangan natural (2,71828)


(63)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan didirikan pada tanggal 11 Agustus 1928 yang berlokasi di Jl. Prof. HM. Yamin SH No. 47 Medan. Pemilik rumah sakit ini adalah Pemerintah Kota Medan sejak 27 Desember 2001, dengan kualifikasi Kelas B Pendidikan, status rumah sakit Swadana pada tanggal 11 Februari 1998, penilaian Akreditasi Dasar tanggal 14 April 2000 dan Akreditasi Lengkap tanggal 16 Desember 2006. RSUD Dr. Pirngadi Medan resmi menjadi Rumah Sakit Pendidikan pada tanggal 10 April 2007 berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 433/Menkes/SK/IV/2007.

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan memiliki luas 76.990 m2 dengan ruang rawat inap berjumlah 29 ruangan dan rawat jalan (klinik rawat jalan) berjumlah 58 klinik.

Dalam usaha pelayanan medis Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan terdiri dari beberapa unit, yaitu:

1. Penyakit Dalam 2. Bedah

3. Kebidanan dan Penyakit Kandungan 4. Kesehatan Anak

5. Penyakit Mata


(1)

TABLES Status_Anemia Paritas

Single Table Analysis

Point 95% Confidence Interval

Estimate Lower Upper

PARAMETERS: Odds-based

Odds Ratio (cross product) 1,1149 0,4071 3,0529 (T)

Odds Ratio (MLE) 1,1134 0,4057 3,1856 (M)

0,3691 3,5534 (F) PARAMETERS: Risk-based

Risk Ratio (RR) 1,0400 0,7274 1,4869 (T)

Risk Difference (RD%) 2,5055 -20,5411 25,5521 (T)

(T=Taylor series; C=Cornfield; M=Mid-P; F=Fisher Exact)

STATISTICAL TESTS Chi-square 1-tailed p 2-tailed p Chi-square - uncorrected 0,0448 0,8324124789 Chi-square - Mantel-Haenszel 0,0442 0,8334224185 Chi-square - corrected (Yates) 0,0019 0,9652499904

Mid-p exact 0,4225070112

Fisher exact 0,5214184012

PARITAS

Status Anemia 0 1 TOTAL 0 Row % Col % 15 65,2 28,8 8 34,8 26,7 23 100,0 28,0 1 Row % Col % 37 62,7 71,2 22 37,3 73,3 59 100,0 72,0 TOTAL Row % Col % 52 63,4 100,0 30 36,6 100,0 82 100,0 100,0


(2)

TABLES Status_Anemia Pendidikan

Single Table Analysis

Point 95% Confidence Interval

Estimate Lower Upper

PARAMETERS: Odds-based

Odds Ratio (cross product) 2,4359 0,7297 8,1319 (T)

Odds Ratio (MLE) 2,4117 0,7500 9,2582 (M)

0,6714 11,0674 (F) PARAMETERS: Risk-based

Risk Ratio (RR) 1,2497 0,9618 1,6238 (T)

Risk Difference (RD%) 16,5070 -3,1363 36,1503 (T)

(T=Taylor series; C=Cornfield; M=Mid-P; F=Fisher Exact)

STATISTICAL TESTS Chi-square 1-tailed p 2-tailed p Chi-square - uncorrected 2,1782 0,1399822654 Chi-square - Mantel-Haenszel 2,1516 0,1424222041 Chi-square - corrected (Yates) 1,4538 0,2279242217

Mid-p exact 0,0742004545

Fisher exact 0,1121601866

PENDIDIKAN

Status Anemia 0 1 TOTAL 0 Row % Col % 19 82,6 32,8 4 17,4 16,7 23 100,0 28,0 1 Row % Col % 39 66,1 67,2 20 33,9 83,3 59 100,0 72,0 TOTAL Row % Col % 58 70,7 100,0 24 29,3 100,0 82 100,0 100,0


(3)

PEMERIKSAAN INTERAKSI

LOGISTIC Perdarahan_Postpartum_Primer = Paritas Status_Anemia Paritas*Status_Anemia PVALUE=95%

Unconditional Logistic Regression

Convergence: Converged

Iterations: 6

Final -2*Log-Likelihood: 95,8557

Cases included: 82

Term Odds

Ratio 95% C.I.

Coefficien

t S. E.

Z-Statisti

c

P-Value

Paritas 8,4000 0,701 6

100,575

4 2,1282

1,266

7 1,6801

0,092 9

Status_Anemi a

23,000 0

2,720 8

194,424

9 3,1355

1,089

1 2,8790

0,004 0

Paritas * Status_Anemi a

0,1268 0,008

4 1,9114 -2,0651

1,384

1 -1,4919

0,135 7

CONSTANT * * * -2,6391 1,035

0 -2,5499

0,010 8

Test Statistic D.F. P-Value

Score 15,5922 3 0,0014


(4)

PEMERIKSAAN CONFOUNDING

LOGISTIC Perdarahan_Postpartum_Primer = Paritas Status_Anemia PVALUE=95%

Unconditional Logistic Regression

Convergence: Converged

Iterations: 5

Final -2*Log-Likelihood: 98,3588

Cases included: 82

Term Odds

Ratio 95% C.I. Coefficient S. E.

Z-Statistic

P-Value Paritas 1,5846 0,5852 4,2907 0,4603 0,5082 0,9058 0,3651

Status_Anemia 8,0767 2,4144 27,0177 2,0890 0,6161 3,3907 0,0007

CONSTANT * * * -1,7341 0,5914 -2,9323 0,0034

Test Statistic D.F. P-Value

Score 14,2870 2 0,0008


(5)

LOGISTIC Perdarahan_Postpartum_Primer = Paritas PVALUE=95% Unconditional Logistic Regression

Convergence: Converged

Iterations: 3

Final -2*Log-Likelihood: 112,8332

Cases included: 82

Term Odds

Ratio 95% C.I. Coefficient S. E.

Z-Statistic

P-Value Paritas 1,5256 0,6173 3,7704 0,4224 0,4616 0,9151 0,3602

CONSTANT * * * -0,1542 0,2782 -0,5542 0,5795

Test Statistic D.F. P-Value

Score 0,8410 1 0,3591


(6)

MODEL AKHIR REGRESI LOGISTIK GANDA

LOGISTIC Perdarahan_Postpartum_Primer = Paritas Status_Anemia PVALUE=95%

Unconditional Logistic Regression

Convergence: Converged

Iterations: 5

Final -2*Log-Likelihood: 98,3588

Cases included: 82

Term Odds

Ratio 95% C.I. Coefficient S. E.

Z-Statistic

P-Value Paritas 1,5846 0,5852 4,2907 0,4603 0,5082 0,9058 0,3651

Status_Anemia 8,0767 2,4144 27,0177 2,0890 0,6161 3,3907 0,0007

CONSTANT * * * -1,7341 0,5914 -2,9323 0,0034

Test Statistic D.F. P-Value

Score 14,2870 2 0,0008