.1 Pengertian dan Makna Sonak Malela

41 Pangompas- ompas ni namaliali Sipungka solup, sitiop batuan nasora teleng Parhatian na sobonaran Parninggala sibola tali Mulani hata sintong Dari segi kepemimpinan, beliau digambarkan dalam umpama: Raja na olo dijolo Raja na boi patujolohon Raja na olo mangihut Raja na boi pangihutan Sihorus na gugur Sigohi na rumar 31

2.6.3 .1 Pengertian dan Makna Sonak Malela

Dibalik sebuah nama, ternyata Sonak Malela memiliki arti dan pemahaman tersendiri bagi masyarakat. Raja Si Bagot Ni Pohan sangat berbangga dengan kehadiran sosok puteranya yang memiliki sifat dan perilaku serta yang penuh dengan kejujuran. Dengan demikian Si Bagot Ni Pohan menamakan anaknya sebagai Sonak Malela yaitu satu nama wangsit atau nama wahyu goar alatan, goar tulut. Kata Sonak Malela berasal dari tiga kata yaitu; sonak, ma dan lela. Kata “sonak” dalam bahasa Batak Toba berarti; binsat, lamnaek, lammangeak, lam mangalantam. Kata “sonak” biasanya dipakai untuk melukiskan dan menggambarkan kondisi serta situasi air yang semakin meluap dan meninggi serta meluas di sungai, danau, laut. 31 Cerita dan perumpamaan ini diambil dari Buku dokumentasi PSM. Universitas Sumatera Utara 42 Dalam bahasa Indonesia hal tersebut identik dengan pasang surut. Selanjutnya menurut etimologi, morpologi, semantik, kata “ma” adalah salah satu partikel yakni suatu kata yang digunakan untuk menekankan pagomoshon, pahantushon atau menekankan makna dan pengertian suatu kata yang berada dibelakangnya, contoh: Kata godang yang berarti besar, ditambah kata “ma” menjadi magodang artinya semakin besar. Kata “sihol” artinya rindu ditambah awalam “ma” sehingga artinya semakin rindu. Demikian juga dengan kata- kata yang lain. Selanjutnya Dalam kamus Bahasa Batak Toba karangan J.Warneck 1905 “Toba Bataks- Nederlands Woordenboek” dan Kamus Bahasa Batak Toba karangan H.N Van Der Tuuk 1861 “Bataks Nederduitsch Woordenboek”, kata “sonak” berarti pasang naik tentang kondisi air yang semakin naik, semakin meninggi, semakin meluas di sungai, danau dan laut, yang kemudian dianalogikan terhadap sifat dan perilaku seseorang. Jadi kata “sonak” adalah menunjukkan suatu sifat dan kondisi yang se makin meningkat. Kata “lela” dalam kamus Bahasa Batak Toba berarti, lambok lemah-lembut, parasiroha ramah-tamah, girgir marsilehonlehon suka memberi, girgir martamue suka bertamu. Kemudian, Menurut kedua Kamus Bahasa Batak Toba diatas, kata “lela” bersinonim dari kata dasar “basar” yang berarti, lemah- lembut, ramah- tamah, pemurah, suka memberi, dan suka bertamu. Apabila ketiga kata tersebut yakni, Sonak- ma- lela, maka maknanya adalah suatu perilaku atau sifat yang semakin lemah- lembut, semakin peramah, semakin berbelas-kasih, semakin suka bertamu. Universitas Sumatera Utara 43 Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian kata “sonak malela” adalah identik dengan kata “lam basar”. Sehingga Raja Sonak Malela diartikan dengan Raja Nalam Basar atau denggan baik. Dari kebesaran nama karier dan reputasi Raja Sonak Malela masyarakat melukiskan beliau seperti termaktub dalam adagium; Barita ni lampedang, mardangka bulung bira Pingkal sipu-sipu, didondoni goli-goli Habasaron ni Raja Sonak Malela Nunga tarbarita rodidia, nasumurung na lumobi Selama hidupnya Raja Sonak Malela menjadi teladan dan panutan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam usianya yang sudah senja, sang Raja masih sempat memangku cucu dan cicitnya. Mereka bermain, berjalan- jalan dengan memakai tongkat dikediamannya. Oleh sebab itu, perjalanan hidup beliau dianalogikan masyarakat seperti termaktub dalam adigium; Simbur laho magodang pengpeng laho matua Mardangka ma ubanna Limut- limuton tanggurungna Mahusip ma matana Didok ma namatua Martungkot didang-didang Ditogu- togu pahompuna Universitas Sumatera Utara 44 Persebaran turunan Raja Simangunsong, Paung Mangaraja dan Napitupulu sangat pesat. Demikian juga dengan keturunan cucu- cucunya; Mardagul, Binduraja, Pangasean, Simanampang, Salimbabiat, Janggut Huting dan cicit- cicitnya. Bonani Onan Pardede sangat cepat perkembangannya terutama di wilayah Toba Habinsaran hingga ke perbatasan wilayah Asahan, Labuhan Batu dan wilayah Parsoburan. Demikian juga dengan turunannya sangat berkembang diwilayah Toba Holbung Hasundutan hingga kewilayah Humbang. Sebelum Raja Sonak Malela mangkat, keturunan beliau sudah menjamur diseluruh pelosok Tanah Batak. Pada suatu senja yang penuh dengan keheningan, Sonak Malela termenung. Beliau merasakan gerakan batin yang mengingatkan sang Raja pada masa- masa lalunya, karirnya, reputasi, tanggungjawab moral serta kewajibannya kepada Mula Jadi Na Bolon TYME. Dengan intuisi dan imajinasi beliau membayangkan masa depan keturunannya Di Desa Naualu delapan penjuru mata angin yang tidak mungkin dapat berkomunikasi langsung, tidak mungkin saling kenal, demikian juga dengan menghadapi problem kehidupan antara sesama turunan Sonak Malela maupun dengan marga- marga lainnya. Dengan penuh doa khusus kepada Tuhan Yang Maha Esa, beliau mendapatkan sebuah inspirasi yang menjadi prasarana dan solusi terhadap sesuatu yang sedang beliau renungkan. Dengan waktu yang singkat Raja Sonak Malela mendapat inspirasi yang kemudian mengambil keputusan demi menjalin kekeluargaan dan memelihara kesatuan diantara mereka. Dengan penuh kasih sayang holong ni roha dalam perilaku kehidupan seluruh keturunannya yang telah bermukim di ”delapan Universitas Sumatera Utara 45 penjuru mata angin” dalam paham masyarakat Batak Toba, Raja Sonak Malela, sebelum akhir hayatnya akan melakukan sebagai berikut; 1. Mewariskan; wasiat dan pesan, wanti- wanti kepada ketiga puteranya yang kemudian akan diturunkan kepada keturunannya kelak dari generasi ke generasi dan menjadi landasan dan azas pedoman hidup dan tatanan berkehidupan antara sesama. 2. Menanam; tiga jenis pohon yang menjadi perlambangan simbol yang hidup yang dapat dilihat oleh mata kepala sendiri tanda namangolu. Kedua butir keputusan tersebut direalisasikan tanpa sepengetahuan ketiga puteranya. Pertama beliau menanam tiga batang pohon kayu Ara Hau Hariara di Lumban Simangunsong Baligeraja berdekatan dengan lokasi berdirinya Gereja Na Sangke HKBP Balige yang juga berdekatan dengan makam Tuan Pendeta Gustav Pilgram. Ketiga batang pohon kayu Hariara oleh Raja Sonak Malela dinamakan ”Hariara Bondar Na Tolu”. Hal tersebut sebagai lambang dan petunjuk bahwa beliau mempunyai tiga orang putera yang masing- masing puteranya tersebut memiliki satu pohon Hariara Ara. Pada hari berikutnya beliau menanam satu batang pohon kayu Bintatar di Huta Holbung Bagas Pardede Lumban Dolok Baligeraja yaitu dilokasi antara Gedung Bioskop Maju dengan Pargodungan Tuan Pendeta HKBP Balige. Beliau menamai pohon tersebut dengan Bintatar Naga Baling. Beberapa hari kemudian, beliau pergi kearah Sigumpar dan menanam sebatang pohon Unte Mungkur yaitu disuatu lokasi yang berdekatan dengan Pargodungan Tuan Pendeta HKBP di kampung marga Napitupulu di Lumban Universitas Sumatera Utara 46 Hariara Bagasan Sigumpar. Meskipun Raja Sonak Malela sudah selesai menanam ketiga jenis pohon tersebut, beliau tidak memberitahukan kepada turunannya. Beberapa tahun kemudian, dalam usia beliau yang sudah tua, pada saat beliau merasakan dan memahami kondisi fisiknya yang semakin hari semakin menurun dan lemah, Raja Sonak Malela mengundang ketiga puteranya untuk datang berkumpul bersama dikediamannya di Kampung Lumban Gorat yang dahulu dinamakan Lobu Parserahan. Setelah ketiga puteranya datang dan ada dirumahnya, Sang Raja sangat bergembira seraya mengucapkan selamat dan mengucap syukur kepada Tuhan, Karena ketiga puteranya sehat walafiat. Kemudian beliau mengajak ketiga puteranya duduk bersama dan berdoa. Setelah mereka selesai berdoa Raja Sonak Malela mengatakan sesuatu yang dalam Bahasa Indonesia sebagai berikut; ”Anak- anakku yang kekasih, pada usiaku yang tua renta ini ayah mengundang anda bertiga untuk saling bertatap muka, yang didorong oleh intuisiku. Kita ketahui dan kita sadari bersama bahwa rencana Tuhan tidak seorangpun yang dapat menerka dan mengetahuinya. Peribahasa berbunyi, semoga dahan yang laput jatuh duluan, tali yang usang duluan putus, siapa tahu rencana Yang Maha Pencipta, ayah dipanggil kehadiratNya, selagi ayah dapat berdampingan dengan anda bertiga, ayah akan memberikan dan menitipkan amanah tona kepada anda bertiga, tiga butir pedoman hidup yang menjadi landasan dan azas berkehidupan, tatanan hidup dan berkehidupan antara sesamamu dan antara keturunanmu kelak, untuk kamu hayati, pedomani dan laksanakan ”. Universitas Sumatera Utara 47 Raja Sonak Malela dikenal sebagai seorang Raja yang bijaksana dan pemikir hal tersebut didukung dengan isi pesan yang disampaikan kepada turunannya. Pesan yang ditinggalkan Raja Sonak Malela bagi marga Simangunsong, Marpaung, Napitupulu dan Pardede selalu dikenang sebagai pedoman dalam kehidupan kekeluargaan, untuk selanjutnya pesan ini akan disampaikan dan diajarkan kepada seluruh keturunan mereka dari generasi ke generasi yang menjadi ikrar yang kekal abadi dan pusaka yang universal dan monolit bagi keturunannya sepanjang masa. Adapun isi pesan Raja tersebut sebagai berikut:

1. Na so jadi marsitindian borumu

2. Ingkon sada lulu anak jala sada lulu boru 3. Ingkon sada lulu tano Dalam Bahasa Indonesia sebagai berikut; 1. Pantang dan haram putera- puterimu bermadu 2. Wajib membela kehormatan dan martabat putera dan puterimu sekalipun dengan mempertaruhkan nyawa 3. Wajib membela keutuhan wilayah dan tanah milik warga Sonak Malela sekalipun dengan mempertaruhkan nyawa. Sebagai lambang atau simbol hidup dari ketiga amanah Sonak Malela tersebut, keturunannya dapat melihat langsung bahwa dia telah menanam tiga jenis pohon sebagai berikut; 1. Tiga batang pohon kayu Ara di Lumban Simangusong yang dinamakan Hariara Bondar Natolu Universitas Sumatera Utara