diteliti dari anak yang belajar di Pendidikan Anak Usia Dini Ar-Raudhatul Hasanah Medan.
1.2 Perumusan Masalah
Penelitian ini dilakukan untuk melihat : 1.
Bagaimana korelasi antara jumlah koloni Streptococcus mutans dan pengalaman ECC pada anak usia 2-5 tahun.
2. Bagaimana gambaran pengaruh faktor resiko dengan pengalaman ECC
pada anak usia 2-5 tahun.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk : 1.
Menganalisis korelasi antara jumlah koloni Streptococcus mutans dan
pengalaman ECC pada anak usia 2-5 tahun.
2. Melihat gambaran pengaruh faktor resiko dengan pengalaman ECC pada
anak usia 2-5 tahun. 1.4
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat : 1.
Manfaat untuk ilmu pengetahuan Memberikan informasi khususnya di bidang Ilmu Kedokteran Gigi Anak
mengenai korelasi jumlah koloni Streptococcus mutans dan gambaran faktor resiko dengan pengalaman karies pada anak sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam
melakukan penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
2. Manfaat untuk
masyarakat Memberikan informasi pada ibu dan anaknya mengenai adanya korelasi
jumlah koloni Streptococcus mutans dan gambaran pengaruh faktor resiko dengan pengalaman karies pada anak agar memotivasi ibu dan anak untuk menjaga
kebersihan rongga mulutnya. 3 Manfaat secara Klinis
Memberikan informasi tentang adanya korelasi jumlah koloni Streptococcus mutans dan gambaran pengaruh faktor resiko dengan pengalaman karies pada anak
sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan karies berdasarkan jumlah koloni Streptococcus mutans pada anak.
1.5 Hipotesis Penelitian
1. Adanya korelasi antara jumlah koloni Strepococcus mutans dan pengalaman ECC pada anak usia 2-5 tahun.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Early Childhood Caries
Early Childhood Caries adalah istilah yang digunakan untuk menggantikan istilah karies botol atau nursing caries yang digunakan sebelumnya untuk
menjelaskan suatu bentuk karies rampan pada gigi sulung yang disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya termasuk karbohidrat dalam jangka waktu
yang lama.
10
Baby Bottle Tooth Decay BBTD telah dijelaskan lebih kurang 37 tahun lalu sebagai karies yang mengenai seluruh gigi desidui anterior rahang atas, molar
satu desidui rahang atas dan bawah dan kaninus desidui rahang bawah. Keempat gigi desidui anterior rahang bawah tidak terinfeksi karies. Hal ini disebabkan oleh karena,
anak-anak yang menderita karies ini meminum susu ataupun minuman mengandung gula di dalam botol selama tidur. Penggunaan botol bayi memiliki pengaruh terhadap
terjadinya karies karena dot botol bayi menutup akses incisivus desidui anterior maksila terhadap aliran saliva, sementara itu incisivus desidui mandibula berada
dekat dengan kelenjar saliva dan terlindungi dari cairan manis yang diminum bayi oleh adanya lidah dan juga dot botol bayi tersebut.
32
Beberapa tahun belakangan ini, teori dan temuan terbaru menghasilkan penamaan baru terhadap penyakit ini menjadi “Early Childhood Caries” ECC. ECC
merupakan penyakit yang menggambarkan karies dini pada anak yang disebabkan oleh transmisi bakteri Streptococcus mutans yang berasal dari ibu kepada anaknya.
Bakteri Streptococcus mutans yang diisolasi dari anak memiliki genotype yang sama
Universitas Sumatera Utara
dengan bakteri yang berasal dari ibunya, dan persamaan ini ditemukan pada plak dental anak yang berumur empat belas bulan.
36
ECC merupakan bagian dari karies gigi yang progresif terjadi segera setelah gigi anak erupsi, prosesnya sangat cepat berkaitan dengan infeksi yang menyeluruh
dan berhubungan dengan diet serta mungkin saja berdampak buruk pada pertumbuhan anak.
3
National Institude of Dental and Craniofasial Research NIDCR mengeluarkan definisi ECC yaitu adanya satu atau lebih karies pada
permukaan gigi desidui.
37
ECC juga didefinisikan sebagai bentuk karies yang destruktif pada anak. Ada pula yang mendefinisikan ECC adalah adanya minimal satu
gigi insisivus desidui maksila yang terkena karies, hilang, atau ditambal karena karies.
38
Definisi ECC yang dikeluarkan oleh AAPD adalah satu atau lebih karies tanpa kavitas atau lesi, adanya gigi yang hilang karena karies atau gigi yang
ditambal pada gigi desidui anak usia 0-71 bulan.
1,5,32
Berdasarkan defenisi ini, istilah severe ECC S-ECC diadopsi sebagai pengganti istilah Rampan Karies, yang
ditandai dengan salah satu kriteria sebagai berikut : a adaya tanda dini terjadinya karies di permukaan gigi pada anak dibawah 3 tahun; b dijumpainya lubang
decayed, gigi yang hilang karena karies missing maupun tambalan filled pada permukaan anteroposteror dari gigi desidui pada anak yang berusia 3-5 tahun; c
indeks dmft lebih besar atau sama dengan empat pada anak berumur 3 tahun, lima pada anak usia empat tahun dan enam pada anak usia lima tahun.
32
Hampir seluruh penelitian mengenai proses terjadinya karies mendukung teori chemoparasitic yang dikemukakan oleh W. D Miller pada tahun 1890. Sekarang teori
tersebut lebih dikenal dengan teori acidogenic. Gambaran umum preoses terjadinya
Universitas Sumatera Utara
karies diawali dengan fermentasi dari konsumsi gula menjadi asam organik oleh mikroorganisme di dalam plak yang melekat pada permukaan gigi. Pembentukan
asam organik akan terjadi sangat cepat, ketika pH pada permukaan enamel berada di bawah pH kritis maka pada saat itulah kerusakan struktur gigi dimulai. Ketika kadar
gula yang tersedia berkurang, pH plak akan meningkat seiring dengan pengurangan pembentukan asam dan pada saat ini remineralisasi enamel terjadi. Karies dental
sendiri terjadi apabila proses demineralisasi yang terjadi pada permukaan gigi tidak dapat diimbangi dengan proses remineralisasinya.
6
EEC masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius dan upaya pencegahan terhadap penyakit ini merupakan prioritas utama sejak diketahuinya efek
ECC terhadap maloklusi gigi permanen dan menyebabkan masalah fonetik.
32
Beberapa penelitian cross-sectional lainnya menunjukkan interaksi kompleks antara faktor sosial ekonomi dan terjadinya ECC.
7
Di negara maju, frekuensi rata-rata ECC bekisar 1-12 sedangkan di negara berkembang frekuensi rata-rata ECC berkisar
70 dari populasi anak prasekolah.
9
Di Brazil , The Oral Health Project – 2003 menunjukan 27 dari anak yang berusia 18-36 bulan dan hampir 60 dari anak
yang berusia lima tahun telah memiliki setidaknya satu gigi desidui yang terkena karies.
32
Di Saudi Arabia, prevalensi karies pada anak usia 31-59 bulan sebesar 50 dan indeks dmf rata-ratanya sebesar 1,98.
8
Pada anak usia 24-36 bulan di Pulau Marianna Utara negara bagian Amerika Serikat, 73 memiliki white spot dan 65
memiliki kavitas pada enamel.
25
Prevalensi ECC di Ohio yang diamati pada 200 anak usia 3,5-5 tahun adalah 11 sedangkan di Virgins Island yang diamati pada 375 anak
Universitas Sumatera Utara
yang berusia 3-5 tahun adalah 12.
3
Di California, prevalensi ECC dijumpai lebih tinggi di beberapa masyarakat berpenghasilan rendah dan etnik tertentu. Penelitian
oleh Pollick dkk 1999 dan Shiboski dkk 2003 menunjukan prevalensi karies sebesar 14 dari seluruh anak usia prasekolah, tetapi prevalensi lebih besar didapati
dari keluarga berpenghasilan rendah yang tergabung dalam program The Head Start, 44 orang Asia dan 39 orang Latin.
Penelitian yang dilakukan di Santiago, Chili pada anak prasekolah didapat hasil hanya 43,2 yang bebas karies. Data yang diperoleh dari Benua Afrika
menunjukan persentase anak-anak umur tiga, empat dan lima tahun yang menderita karies di Provinsi Mpumalanga Afrika Selatan sebesar 25,4, 55,8 dan 53,4 .
Ferro et al., melaporkan prevalensi karies dan rata-rata indeks dmft pada anak-anak usia prasekolah di Veneto Italia sebesar 13,28 dan 0,53 pada anak usia tiga tahun,
18,95 dan 0,83 pada anak usia empat tahun dan 26,9 dan 1,34 pada anak usia lima tahun.
8
2.1.1 Gambaran Klinis Early Childhood Caries
Menurut literatur gambaran klinis ECC terdiri dari empat tahap yaitu:
38
a. Tahap inisial
Tahap inisial ditandai dengan munculnya lesi demineralisasi yang seperti kapur dan berwarna opak pada permukaan gigi incisivus desidui maksila pada saat
anak berumur antara sepuluh sampai dua puluh bulan, bahkan bisa terjadi pada anak dibawah usia tersebut. Pada tahap ini dapat dilihat gambaran garis yang khas di regio
servikal pada permukaan vestibular dan palatal dari gigi incisivus maksila.
Universitas Sumatera Utara
Lesi karies yang terjadi pada tahap ini bersifat reversibel. Namun, orang tua dan dokter sering kali mengabaikannya. Lesi ini dapat didiagnosis dengan jelas
setelah seluruh permukaan gigi dikeringkan.
Gambar 1. Tahap Inisial ECC.
39
b. Tahap kedua
Tahap kedua terjadi pada saat anak mencapai usia enam belas sampai dua puluh empat bulan. Pada tahap ini dentin sudah mulai terinfeksi ketika lesi putih
berkembang dengan cepat sehingga mengakibatkan kerusakan yang parah pada permukaan enamel. Dentin terpapar dan terlihat lunak serta berwarna kuning. Molar
desidui maksila terkena lesi inisial pada permukaan servikal, proksimal dan oklusal. Pada tahap ini anak mulai merasakan keluhan terhadap sensitifitas makanan
atau minuman dingin. Orang tua mulai memperhatikan dan merasa terganggu dengan perubahan warna gigi anak.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. Tahap Kedua ECC.
38
c. Tahap ketiga
Tahap ini terjadi saat usia anak 20-36 bulan. Lesi sudah luas pada salah satu insisivus maksila dan pulpa sudah teriritasi. Anak akan mengeluh sakit saat
mengunyah dan menyikat gigi. Pada malam hari anak akan merasa kesakitan spontan. Pada tahap ini, molar desidui maksila pada tahap kedua sedangkan gigi molar
desidui mandibula dan kaninus desidui maksila pada tahap inisial.
Gambar 3. Tahap Ketiga ECC.
39
Universitas Sumatera Utara
d. Tahap keempat
Tahap ini terjadi ketika anak sudah berusia 30-48 bulan. Mahkota gigi anterior maksila sudah fraktur akibat dari rusaknya enamel dan dentin. Pada tahap ini
insisivus desidui maksila biasanya sudah nekrosis dan molar desidui maksila berada pada tahap tiga. Molar kedua desidui dan kaninus desidui maksila serta molar
pertama desidui mandibula pada tahap kedua. Anak sangat menderita, susah mengekspresikan rasa sakitnya, susah tidur, dan tidak mau makan
Gambar 4. Tahap Keempat ECC.
38
2.1.2 Etiologi Early Childhood Caries
Karies merupakan penyakit infeksi yang cepat meluas dan disebabkan oleh multifaktorial etiologi yang sangat mempengaruhi perkembangan karies. Adapun
faktor – faktor tersebut antara lain host, substrat, mikroorganisme dan waktu. Faktor-
Universitas Sumatera Utara
faktor tersebut mempengaruhi keseimbangan antara demineralisasi dan juga remineralisasi struktur enamel gigi yang pada akhirnya menyebabkan karies.
Diagram 1. Proses terjadinya ECC.
1
2.1.2.1 Host
Gigi terdiri dari lapisan luar yaitu enamel dan dentin. Pada umumnya karies bermula pada permukaan enamel gigi, dengan demikian struktur enamel sangat
menentukan proses terjadinya karies. Tetapi, karies juga dapat bermula di permukaan dentin dan sementum. Struktur enamel terdiri dari susunan kimia kompleks dengan
Universitas Sumatera Utara
gugusan kristal terpenting yaitu hidroksil apatit. Proses karies pada gigi sulung lebih cepat dibanding gigi tetap, hal ini terjadi karena gigi sulung mengandung lebih
banyak bahan organik dan air, sedangkan jumlah mineral lebih sedikit dbanding gigi tetap dan ketebalan enamel gigi sulung hanya setengah dari gigi tetap. Faktor genetik
dapat mempengaruhi anatomi dari gigi baik mempengaruhi bentuk pit dan fisur gigi, perubahan enamel gigi, dan berpengaruh terhadap level pH tingkat keasaman dari
saliva. Anatomi dari gigi desidui juga dapat mempengaruhi kemungkinan terjadinya karies. Malposisi, pit dan fisur yang dalam dapat memperbesar kemungkinan
terjadinya karies. Plak juga lebih mudah melekat pada permukaan gigi yang kasar dan mempercepat perkembangan karies.
13,40
Saliva memainkan peranan penting untuk mencegah terjadinya karies. Saliva merupakan sistem pertahanan natural terpenting terhadap proses terjadinya karies.
Apabila terjadi penurunan terhadap laju aliran saliva, proses terjadinya karies akan berlangsung lebih cepat. Penurunan dari laju aliran saliva maksimum sampai kurang
dari 0,7 mlmenit dapat meningkatkan resiko terjadinya karies. Kehadiran makanan di dalam rongga mulut akan merangsang salviasi, makanan yang asam merupakan
stimulus yang baik untuk merangsang pengeluaran saliva. Saliva tidak hanya menyingkirkan sisa makanan dan juga asam yang dihasilkan plak dari rongga mulut
secar fisik, tetapi saliva juga berperan sebagai buffer untuk menormalkan kembali pH didalam rongga mulut. Aliran saliva yang cepat berperan dalam peningkatan pH
rongga mulut menjadi sekitar 7,5 – 8,0 dan peningkatan pH ini sangat diperlukan oleh plak dental yang sebelumnya telah menurun akibat eksposur dengan gula. Oleh
Universitas Sumatera Utara
karena struktur gigi terdiri dari kalsium dan fosfat, konsentrasi kalsium dan fosfat dalam saliva juga berperan mencegah terjadinya karies.
6,32,41
Faktor-faktor yang mempengaruhi pada saat kehamilan seperti demam atau penyakit lainnya, malnutrisi, kekurangan zat besi, stress, atau penggunaan antibiotik
dapat menyebabkan perkembangan dari kelainan enamel pada gigi bayi, yang dikenal sebagai hypoplasia. Kelainan dari enamel juga merupakan faktor resiko yang dapat
mempermudah terjadinya karies. Anak-anak dengan kelainan enamel menunjukan resiko terjadinya karies lima kali lebih besar dibandingkan anak yang normal. Resiko
terjadinya karies yang lebih tinggi ditunjukkan oleh anak yang menderita enamel hipoplasia Li et al., 1996.
26,40
2.1.2.2 Substrat atau diet
AAPD mengatakan bahwa frekuensi konsumsi minuman yang mengandung karbohidrat terfermentasi seperti susu, jus dan soda dapat meningkatkan
kemungkinan terjadinya karies.
12
Konsumsi karbohidrat terfermentasi dapat mempengaruhi pembentukan asam dan menyebabkan demineralisasi dan terjadinya
karies pada permukaan gigi.
13
Anak-anak yang menderita ECC biasanya memiliki kebiasaan mengkonsumsi gula dalam bentuk cairan dalam jangka waktu yang lama. Sukrosa, glukosa dan
fruktosa yang terkandung dalam jus buah dan minuman manis lainnya dimetabolisme oleh Streptococcus mutans dan Lactobacilli dengan sangat cepat menjadi asam
organik yang akan mendemineralisasi struktur enamel dan dentin. Penggunaan botol bayi dapat menambah frekuensi terpaparnya permukaan gigi bayi dengan glukosa.
Universitas Sumatera Utara
Kebiasaan pemberian nutrisi melalui botol bayi selama bayi tertidur dapat meningkatkan resiko terjadinya ECC. Hal ini mungkin diakibatkan kebersihan rongga
mulut yang tidak baik dan juga menurunnya laju aliran saliva pada saat anak tertidur.
3
Peran pemberian ASI ataupun kebiasaan menyusui pada bayi sebagai faktor resiko terjadinya karies sendiri masih kontroversial. Beberapa peneliti seperti Rugg-
Gunn dkk. 1985; Thomson dkk. 1996; Bowen dan Lawrence 2005, menyatakan bahwa ASI memiliki sifat kariogenik lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi.
Penelitian di Swedia menemukan bahwa anak-anak yang masih menyusui pada umur 18 bulan memiliki resiko karies lebih tinggi dibandingkan anak-anak dengan jangka
waktu menyusui lebih pendek. Birkhed et al. menunjukan ASI dan susu sapi dapat menurunkan nilai pH plak dental. Streptococcus sendiri dapat memfermentasi laktosa
apabil frekuensi kontak dengan susu cukup tinggi. Berdasarkan hal ini Birkhed et al. mengambil kesimpulan bahwa kebiasaan menyusui dapat memberikan dampak pada
karies apabila dilakukan dalam jangka waktu yang panjang. Tetapi walaupun begitu, pemberian ASI dalam kondisi yang normal tidak menyebabkan dampak klinik,
kecuali terjadi penurunan laju aliran saliva seperti pada saat tidur dan penderita xerestomia.
25,32,33
Sementara itu penelitian di US yang dilakukan oleh The 3
rd
National Health and Nutrition Examination Survey tidak menemukan adanya hubungan antara karies
dental dengan menyusui. Pemberian ASI juga menunjukan banyak manfaat kesehatan bagi bayi. ASI memberikan perlindungan terhadap penyakit infeksi gastrointestinal,
otitis media dan nekrose enterocolisitis. The World Health Organization juga menyarankan ASI ekslusif pada enam bulan pertama usia bayi dan sangat
Universitas Sumatera Utara
direkomendasikan untuk melanjutkan pemberian ASI sampai usia 2 tahun atau lebih. Oleh karena itu, seorang dokter gigi seharusnya memberikan solusi kepada ibu
menyusui untuk tetap memberikan ASI eksklusif kepada bayinya namun didukung dengan perhatian terhadap kebersihan rongga mulut bayi sedini mungkin.
33,34
2.1.2.3 Mikroorganisme pada dental plak
Dental plak adalah lapisan microbial biofilm yang mengandung ratusan mikroorganisme yang berada di rongga mulut dan melekat di permukaan gigi.
Menurut Dawes dkk 1963, plak dental adalah lapisan lembut yang melekat pada permukaan gigi yang tidak dapat dibersihkan dengan mudah hanya dengan
mengunakan air. Diperkirakan dari setiap 1 mm
3
plak dental, dan sekitar 1 mg plak dental terdapat sekitar lebih dari 200 miliar bakteri Schele, 1994. Mikroorganisme
lain seperti mikoplasma, jamur, dan protozoa juga dijumpai di plak matang.
19,42
Banyak penelitian yang menghubungkan bakteri Streptococcus mutans dengan terjadinya karies, dan beberapa penelitian laboratorium menunjukan
kemampuan bakteri Stretpococcus mutans untuk memproduksi asam yang menyebabkan karies. Selain itu, bakteri penghasil asam lainnya yaitu Streptococcus
sobrinus juga dihubungkan dengan penyebab terjadinya karies, walaupun presentasinya lebih kecil dibandingkan Streptococcus mutans. Lactobacillus juga
dihubungkan dengan proses terjadinya karies dan dianggap berperan dalam patogenesis sekunder dalam dental karies. Bakteri Actnomyces juga diperkirakan
memiliki hubungan dengan terjadinya karies terutama karies pada permukaan akar gigi.
2
Universitas Sumatera Utara
Penelitian bakteriologi menunjukan bahwa pada anak-anak yang menderita ECC ditemukan 30 bakteri Streptococcus mutans pada plak dentalnya. Sebaliknya,
hanya ditemukan sekitar 10 bakteri S. mutans pada anak-anak yang tidak menderita karies.
3
Streptococcus mutans dipercaya sebagai bakteri terpenting yang berperan terhadap proses awal terjadinya karies.
2,3
Selanjutnya, setelah terjadi karies enamel peran Lactobacilli meningkat. Selama proses karies berlangsung, ketika pH menurun
dibawah level kritis yaitu sekitar 5,5, asam akan diproduksi dan dimulailah proses demineralisasi enamel. Proses ini akan berlangsung sekitar dua puluh menit atau lebih
tergantung dari kandungan substrat yang tersedia.
32
2.1.2.4 Waktu
Ketika asam dihasilkan kristal enamel akan rusak dan terjadi kavitas. Proses ini bisa terjadi selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun Di rongga mulut akan
selalu terjadi proses demineralisasi dan remineralisasi.
41
Rentang waktu antara kolonisasi bakteri Streptococcus mutans dengan proses terjadinya karies sekitar 13 - 16 bulan. Pada bayi yang memiliki resiko karies tinggi
seperti bayi yang lahir prematur, atau lahir dengan berat badan di bawah normal dan bayi dengan gigi yang hipomineralisasi rentang waktunya dapat lebih sempit lagi.
1
2.1.3 Faktor Resiko Early Childhood Caries
Selain etiologi utama, proses terjadinya ECC juga dipengaruhi beberapa faktor predisposisi. Memprediksikan faktor-faktor yang kiranya dapat mempengaruhi
terjadinya ECC merupakan pembahasan yang kompleks. ECC sendiri tergantung
Universitas Sumatera Utara
pada keseimbangan antara bakteri yang menyerang agen pada umumnya Mutans streptococci, ketahanan dari host kekuatan struktur enamel, saliva, unsur protektif
dan juga faktor lingkungan sosial, kultural, demografi, kebiasaan, dan status ekonomi. ECC biasanya dijumpai pada anak-anak yang berasal dari keluarga dengan
penghasilan rendah ataupun anak-anak yang berasal dari ras minoritas dan keluarga imigran, anak yang diasuh oleh orang tua tunggal, anak dari orang tua yang
berpendidikan rendah dan anak yang dilahirkan dari ibu yang memiliki penyakit tertentu.
7,18,28,32,33
Di negara yang belum berkembang, pengalaman karies pada anak sering dihubungkan dengan penghasilan orang tua, malnutrisi, dan juga tingginya
kemungkinan infeksi pada anak. Pascoe dan Seow, 1994.
26
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh KB Hallet tahun 2003, anak-anak yang dilahirkan dari keluarga yang memiliki satus sosio-ekonomi rendah
penghasilan dibawah 35.000 dan berasal dari keluarga non-Caucasian memiliki kemungkinan terkena ECC dua kali lebih besar pada usia prasekolah. Status sosial
ekonomi yang rendah mempengaruhi terjadinya ECC dari beberapa segi. Menurut Chen, keluarga yang memiliki status sosial ekonomi yang rendah kurang menaruh
perhatian kepada kesehatannya, penyakit yang diperoleh dianggap sudah merupakan nasib yang harus diterima. Sehingga penyakit yang berhubungan dengan gigi
dianggap tidak memerlukan perhatian khusus.
7
Faktor pendidikan dari ibu juga penting untuk diperhatikan. Pengetahuan ibu akan pentingnya mengkonsumsi nutrisi yang seimbang sewaktu hamil akan sangat
membantu pencegahan karies pada anak yang akan ia lahirkan.
28
Selanjutnya, anak- anak yang dilahirkan ataupun dirawat oleh orang tua tunggal, anak yang dilahirkan
Universitas Sumatera Utara
oleh ibu dibawah usia 25 tahun dan pada anak kelahiran keempat atau lebih memiliki resiko karies lebih besar. Oleh karena kurangnya pengetahuan dan juga perhatian
terhadap kesehatan, ibu tunggal yang masih muda biasanya memiliki kebiasaan yang kurang baik terhadap kesehatan dibandingkan ibu dengan usia lebih tua dan memiliki
pasangan.
7
Bayi yang dilahirkan dengan berat badan kurang dan bayi prematur diperkirakan memiliki level kolonisasi Streptococcus mutans yang tinggi.
32
Beberapa pendapat menyatakan bahwa bayi yang dilahirkan melalui cesar, bayi prematur, bayi
dari ibu yang merokok memiliki resiko tinggi terkena karies.
40
Malnutrisi dapat menyebabkan hipoplasia enamel, dan seperti anemia akibat kekurangan zat besi,
malnutrisi juga dapat menurunkan produksi saliva dan menurunkan kapasitas buffer. Malnutrisi pada anak masih merupakan permasalahan utama di Brazil, terutama di
bagian utara dan timur laut, yang mungkin berkontribusi terhadap besarnya kasus gigi berlobang.
32
Malnutrisi dapat menunda erupsi gigi dan mempengaruhi komposisi struktur gigi permanen dan tulang yang akan meningkatkan prevalensi karies.
25
Jenis kelamin sendiri diduga sebagai faktor predisposisi tidak langsung penyebab ECC. Menurut penelitian yang dilakukan oleh F. Vazquaz-Nava dkk.
2008, prevalensi karies pada anak laki-laki lebih besar 19,6 dibandingkan dengan anak perempuan 16,3.
11
Banyak penelitian menemukan anak laki-laki biasanya memulai menyikat giginya lebih lama dibandingkan anak perempuan dan
lebih banyak mengkonsumsi makanan manis dimalam hari dibandingkan anak perempuan untuk jangka waktu yang lama.
28
Universitas Sumatera Utara
Kebiasaan menyikat gigi memiliki hubungan yang kuat dengan proses terjadinya karies Pienihakkinen dkk., 2004; Routtinen dkk., 2004.
Oral Hygine yang baik merupakan hal yang penting bagi anak. Ketika gigi permanen mulai tumbuh,
orang tua harus menyikat gigi anak minimal dua kali sehari menggunakan sikat gigi yang kecil dan lembut. Orang tua harus mengawasi dan memperhatikan cara anak
menyikat giginya sampai usia anak sekitar tujuh tahun dan sudah mampu membersihkan gigi mereka dengan baik. Fluor memiliki peran pentng dalam
pertumbuhan gigi anak. Fluor dapat meningkatkan kualitas dan kekuatan dari enamel gigi dan menciptakan lebih banyak permukaan yang resisten terhadap asam di
permukana gigi. Fluor dapat menurunkan insiden terjadinya karies sekitar 50-70. Oleh karena itu, kandungan fluor dalam pasta gigi dan air minum juga penting untuk
diperhatikan.
11,25,32,40
2.2 Streptococcus mutans 2.2.1 Taksonomi dan Morfologi
Streptococcus mutans seperti telah disebutkan di atas merupakan bakteri
utama penyebab karies.
2,15,16,19,22-24
S. mutans masuk ke dalam genus mutans streptococci. Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif.
25
Streptococcus mutans berbentuk kokus bulat atau lonjong, diameter 1 mm, dan berbentuk rantai. Bakteri ini nonmotil dan fakultatif anareob. Sebagai bakteri
yang anaerob butuh CO
2
5 dan nitrogen 95. Tumbuh maksimal pada suhu 18 -40
C.
41,42
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Karakteristik Streptococus mutans
Streptococcus mutans bersifat acidogenik dan acidurik yang berkolonisasi di
rongga mulut dan berhubungan dengan perkembangan karies.
23
Bakteri ini dapat membentuk sistem pertahanan untuk melindungi diri atau mendominasi ekosistem
mikroba dalam rongga mulut. Streptococcus mutans tumbuh pada pH yang sangat rendah yaitu sekitar 4,5. Pada level pH ini, tidak hanya akan menambah sifat
kariogenik dari bakteri Streptococcus mutans tetapi juga akan membunuh bakteri lain yang tidak bersifat kariogenik.
Streptococcus mutans seperti bakteri gram positif lainnya, memproduksi antibiotiknya sendiri yang akan menghambat pertumbuhan
mikroorganisme lainnya.
25
2.2.3 Hubungan Streptococcus mutans dengan Karies
Sejak lama diyakini bahwa bakteri Streptococcus mutans merupakan bakteri penyebab utama karies. Menurut Loesche 1986, Carlsson dkk 1987 bakteri
Streptococcus mutans lebih banyak dijumpai pada plak gigi dibandingkan Streptococcus sobrinus.
16
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Khisi M dkk 2009 dijumpai bakteri Streptococcus mutans pada 31 anak dari 54 anak berumur 2-5
tahun yang dijadkan subjek penelitian atau sekitar 57,4. Skor dft yang didapati pada anak yang memiliki kolonisasi Streptococcus mutans pada plaknya juga lebih tinggi
dibandingkan yang tidak.
24
Pada populasi yang memiliki resiko karies tinggi, dijumpai adanya hubungan antara level Mutans streptococci dalam saliva dan prevalensi ataupun insiden karies.
Apabila didapati jumlah Mutans streptococci dalam saliva lebih besar dari satu juta
Universitas Sumatera Utara
per milimeter, maka individu tersebut diduga memiliki resiko tinggi terkena karies Klock and Krasse, 1976.
41
Menurut Kohler dkk. 89 anak-anak yang dijumpai kolonisasi Streptococcus mutans pada usia 2 tahun memiliki aktivitas karies yang
tinggi pada usia 4 tahun.
3
Streptococcus mutans dapat terus bertahan di rongga mulut dengan membentuk kolonisasi yang melekat pada permukaan gigi ataupun hidup bebas dalam
saliva.
3
Reservoir utama Streptococcus mutans pada anak adalah ibunya.
1,3,15,25,41
Konsep ini lahir berdasarkan beberapa penelitian klinis yang mengisolasi bakteri Streptococcus mutans dari ibu dan anaknya dan keduanya menunjukan gambaran
bacteriocin, plasmid, dan cromosom DNA yang identik. Berkowitz dkk melaporkanan bahwa frekuensi infeksi infan akan lebih besar 9 kali ketika level
organisme di dalam saliva ibu lebih besar dari 10
5
CFUmL.
3
Pada usia awal anak, ketika anak masih sepenuhnya bergantung kepada ibunya ataupun perawatnya, kuantitas level Mutans streptoocci pada ibu atau perawat
merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi perlekatan awal bakteri tersebut kedalam rongga mulut anak. Mutans streptococci dapat berkolonisasi kedalam rongga
mulut anak melalui transmisi vertikal dari ibu atau perawatnya maupun transmisi horizontal dari saudara ataupun teman-temanya. Kebersihan rongga mulut ibu yang
buruk dan kebiasaan mengkonsumsi makana berkabohidrat tinggi dapat memperburuk kemungkinan transmisi Streptococcus mutans.
24
Universitas Sumatera Utara
2.2.4 Kerangka Teori
EARLY CHILDHOOD
CARIES Fermentasi
Karbohidrat
Host Struktur Gigi
Mikroorganisme Streptococcus
mutans
Demineralisasi
Faktor Resiko Internal dan Eksternal
Umur, Jenis Kelamin, Pola makan, Sosial ekonomi, Pendidikan, Populasi minoritas,
Transmisi S.mutans, Enamel Hipoplasia,Kebiasaan menyusui, Status
Kelahiran, Oral Hygine, Fluor.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP
Early Childhood Caries
Host Mikroorganisme
Substrat Waktu
Faktor Resiko Internal : 1.
umur 2.
jenis kelamin Faktor Resiko Eksternal :
1.pola makan dan nutrisi 2.saliva
3.transmisi bakteri dari rongga
mulut ibu 4.Kebiasaan menyusui
5.penggunaan fluor 6.latar belakang sosial ekonomi
7.populasi minoritas 8.pendidikan
10.status kelahiran anak 11. oral hygiene
12. kelainan struktur enamel STATUS
KARIES Jumlah
S.mutans
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah analitik observasional cross-sectional. 4.2 Populasi
Populasi penelitian ini adalah anak yang berusia 2-5 tahun, melakukan pendidikan di Pendidikan Anak Usia Dini Al - Raudhatul Hasanah Medan. Sampel
pada penelitian ini dengan mengikut sertakan seluruh anak yang menderita karies. Kriteria inklusi :
- anak yang berusia 2-5 tahun
- anak berada pada periode gigi desidui
- keadaan umum anak baik dan tidak mengkonsumsi obat-obatan
Kriteria eksklusi : - anak yang tidak mendapatkan persetujuan dari orang tua
- anak yang menolak untuk diperiksa.
4.3 Sampel
Besar sampel penelitian ini adalah seluruh anak yang bersekolah di Pendidikan Anak Usia Dini Ar-Raudhatul Hasanah Medan sebanyak 30 orang.
4.4 Variabel Penelitian