Penyebab filariasis di Indonesia Hospes

Sari Ukurtha Br. Tarigan. Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa Kemingking Dalam Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2007. 2007 USU e-Repository©2009 Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Seram. Filariasis timori terdapat di Kepulauan Flores, Alor, Rote, Timor dan Sumba, umumnya endemik di daerah persawahan. Filariasis bersifat menahun Kronis dan bila tidak memperoleh pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki kaki gajah, lengan, payudara serta alat kelamin, baik pada wanita maupun laki-laki. Meskipun filariasis tidak menimbulkan kematian secara langsung tetapi merupakan salah satu penyebab utama timbulnya kecacatan, kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainya. Hal ini disebabkan, karena bila terjadi kecacatan menetap, maka seumur hidupnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal, sehingga dapat menjadi beban keluarganya, merugikan masyarakat dan Negara. Seringnya serangan akut pada penderita filariasis sangat menurunkan produktivitas kerja, sehingga akhirnya dapat juga merugikan masyarakat. Selain itu penderita akan mengalami kerugian ekonomi yang besar. Hasil penelitian Departemen Kesehatan bersama Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia pada tahun 2000, menunjukkan bahwa biaya yang diperlukan oleh seorang penderita penyakit kaki gajah per tahun sekitar 17,8 dari seluruh pengeluaran keluarga atau 32,3 dari biaya untuk makan. Dengan demikian maka penderita akan menjadi beban bagi keluarga dan negara Depkes RI, 2002.

2.1.4. Penyebab filariasis di Indonesia

Filariasis di Indonesia disebabkan oleh 3 spesies cacing filaria yaitu : a. Wuchereria bancrofti b. Brugia malayi c. Brugia timori Dari tiga spesies tersebut secara epidemiologi dapat dibagi lagi menjadi 6 tipe yaitu : Sari Ukurtha Br. Tarigan. Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa Kemingking Dalam Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2007. 2007 USU e-Repository©2009 a. Wuchereria bancrofti yang ditemukan di daerah perkotaan urban seperti di Jakarta, Bekasi, Tangerang, Semarang, Pekalongan, dan sekitarnya. b. Wuchereria bancrofti yang ditemukan di daerah pedesaan di luar Jawa tersebar luas terutama Irian Jaya yang mempunyai periodisitas nokturna. c. Brugia malayi yang di temukan di daerah persawahan yang bersifat periodik nokturna. d. Brugia malayi yang ditemukan di daerah rawa, bersifat sub periodik nokturna. e. Brugia malayi yang ditemukan di hutan bersifat non periodik, mikrofilaria ditemukan dalam daerah tepi baik malam maupun siang hari. f. Brugia timori yang bersifat periodik nokturna ditemukan di daerah Nusa tenggara Timur, Maluku Tenggara, dan mungkin juga di daerah lain Depkes RI, 2002.

2.1.5. Hospes

Hospes induk semang dari filariasis adalah manusia. Pada dasarnya semua manusia dapat terjangkit filariasis apabila digigit oleh nyamuk vektor yang infektif mengandung larva stadium 3. Vektor infektif mendapat mikrofilaria dari orang- orang setempat yang mengidap mikrofilaria dalam darahnya. Namun demikian, dalam kenyataannya tidak semua orang yang hidup disuatu daerah endemis filariasis terinfeksi dan semua orang yang terinfeksi tidak semua menunjukan gejala. Meskipun tanpa gejala tetapi sudah terjadi perubahan-perubahan patologis. Makin lama pendatang menempati daerah endemis filariasis makin besar kemungkinannya terkena infeksi. Pendatang baru dari daerah non endemis ke daerah endemis misalnya Sari Ukurtha Br. Tarigan. Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa Kemingking Dalam Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2007. 2007 USU e-Repository©2009 transmigran lebih banyak menunjukkan gejala, tetapi pada pemeriksaan darah jari lebih sedikit yang mengandung mikrofilaria. Di suatu daerah endemis tinggi sebagian besar penduduk dapat terinfeksi. Biasanya pendatang baru ke daerah yang endemis seperti transmigran lebih cepat menunjukan gejala klinis akut bila terinfeksi walaupun mikrofilaria dalam belum ditemukan. Semakin lama pendatang baru menempati daerah endemis filariasis, maka akan lebih banyak yang terinfeksi. Hospes reservoir berperan sebagai sumber penyakit. Diantara cacing filaria yang menginfeksi manusia di Indonesia, hanya Brugia malayi yang sub periodik nokturna dan non periodik yang ditemukan juga pada hewan lutung Presbytis cristatus, kera Macaca fascicularis dan kucing Felis catus yang dapat merupakan sumber infeksi pada manusia. Brugia malayi tipe sub periodik nokturna umumnya ditemukan di daerah rawa-rawa. Brugia malayi tipe non periodik ditemukan di hutan dan mikrofilarianya ditemukan dalam darah tepi baik siang maupun malam hari. Adanya hospes reservoir akan menyulitkan program pemberantasan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan kemampuan untuk mengatasi keberadaan hospes reservoir sebagai sumber penyakit Depkes RI, 2002.

2.1.6. Vektor