Jumlah 43.735
215.723 10.749
4.775 794
275.776
Sumber : Kantor Dinas Pertanian Propinsi Sumatera Utara, 2008
Dari Tabel 1 menunjukkan bahwa luas lahan yang tersebar di seluruh Kabupaten Propinsi Sumatera Utara yang belum ditanami seluas 4.775 Ha.
Sedangkan lahan sementara tidak diusahakan seluas 794 Ha. Lahan tersebut dapat dimanfaatkan pemerintah agar seoptimalnya. Khususnya lahan yang dapat
berguna bagi kebutuhan pangan masyarakat. Pencetakan sawah baru dapat dilakukan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara sebagai upaya untuk mencapai
kecukupan pangan masyarakat. Upaya untuk mencapai kecukupan masyarakat
yaitu dengan pemanfaatan lahan agar lebih produktif.
1.2. Identifikasi Masalah
Adapun yang menjadi identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Seberapa besar pencetakan lahan sawah baru di Kabupaten Asahan dan
kontribusinya terhadap pencetakan sawah baru di Propinsi Sumatera Utara? 2.
Bagaimana perbandingan produktifitas antara sawah baru dan sawah lama di Kabupaten Asahan?
3. Seberapa besar lahan sawah baru yang diperlukan untuk memenuhi konsumsi
masyarakat yang ada di Kabupaten Asahan untuk 5 tahun kedepan?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah yang dikemukakan di atas, maka penelitian ini diarahkan untuk mencapai tujuan :
Universitas Sumatera Utara
1. Untuk mengetahui luas areal pencetakan sawah baru di Kabupaten Asahan dan kontribusinya terhadap pencetakan sawah baru di Propinsi Sumatera Utara.
2. Untuk mengetahui perbandingan tingkat produktivitas antara sawah lama dengan sawah baru di Kabupaten Asahan.
3. Untuk mengetahui proyeksi pencetakan lahan sawah baru untuk 5 tahun kedepan dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan masyarakat di Kabupaten
Asahan.
1.4. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Sebagai bahan informasi dan referensi bagi semua pihak yang membutuhkan. 2.
Sebagai bahan informasi bagi para pengambil keputusan di dalam pengembangan pencetakan sawah baru dalam meningkatkan produktifitas padi
khususnya di kabupaten Asahan.
Universitas Sumatera Utara
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
Proses alih fungsi lahan dapat dipandang sebagai suatu bentuk konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi serta perubahan
struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang. Perkembangan yang dimaksud karena adanya: 1 Pertumbuhan aktifitas pemanfaatan
sumberdaya alam. Akibat meningkatnya permintaan kebutuhan terhadap penggunaan lahan sebagai dampak peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan
per kapita, serta 2 Adanya pergeseran kontribusi sektor-sektor pembangunan dari sektor-sektor primer khususnya dari sektor-sektor pertanian dan pengolahan
sumberdaya alam ke aktifitas sektor-sektor sekunder manufaktur dan tersier jasa.
Menurut Ilham, dkk 2003 dampak konversi lahan sawah dapat dipandang dari dua sisi. Pertama, dari fungsinya lahan sawah diperuntukkan untuk
memproduksi padi. Dengan demikian adanya konversi lahan sawah ke fungsi lain akan menurunkan produksi padi nasional. Kedua, dari bentuknya perubahan lahan
sawah ke pemukiman, perkantoran, prasarana jalan dan lainnya berimplikasi besarnya kerugian akibat sudah diinfestasikannya dana untuk mencetak sawah,
membangun waduk, dan sistem irigasi. Sementara itu volume produksi yang hilang akibat konversi lahan sawah ditentukan oleh pola tanam yang diterapkan di
Universitas Sumatera Utara
lahan sawah yang belum dikonversi, produktivitas usahatani dari masing-masing komoditi dari pola tanam yang diterapkan, dan luas lahan sawah yang terkonversi.
Pada dasarnya konversi lahan sawah sulit dicegah selama kebijakan pembangunan ditujukan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi. Namun demikian
konversi lahan akan menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi ketahanan pangan, lingkungan, kesempatan kerja dan masalah sosial lainnya. Oleh karena
itu, kebijakan pemerintah dalam mengatasi masalah konversi lahan diharapkan lebih diarahkan untuk meminimalkan berbagai dampak negatif yang ditimbulkan.
Sampai batas tertentu konversi lahan dapat dilakukan selama dampak negatif yang ditimbulkan dapat ditekan dan dinetralisir Ashari, 2003.
Adiningsih 1996 dan Asyik 1996 berpendapat bahwa pemantapan ekosistem sawah baru membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun. Areal sawah
produktif yang memiliki kontribusi cukup besar terhadap produksi pangan justru telah mengalami penyusutan akibat alih fungsi lahan ke penggunaan non
pertanian. Oleh karena itu, meskipun secara agregat luas areal baku tanaman pangan dapat meningkat akibat pencetakan sawah baru, namun areal tanaman
pangan cenderung menurun secara kualitas. Dengan demikian, masalah pengadaan pangan akan semakin kompleks di masa yang akan datang yang
dicirikan dengan menyusutnya lahan baku tanaman pangan. Faktor penting yang sangat mempengaruhi petani untuk melakukan
konversi lahan adalah faktor stabilitas harga gabah yang masih relatif rendah dan belum memberikan pengaruh yang besar bagi peningkatan kesejahteraan petani.
Selain itu perbedaan tingkat upah di sektor pertanian dan industri, jumlah
Universitas Sumatera Utara
pemilikan aset lahan serta luas pemilikan lahan sawah yang semakin kecil cenderung menjadi faktor pendorong proses konversi lahan sawah.
Perbandingan lahan yang terbatas dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi mengakibatkan sedikitnya lahan yang tersedia bagi setiap orang petani
landman ratio yang rendah. Harga lahan yang tinggi dan skala usaha yang kecil mengakibatkan efisiensi usahatani rendah. Pertumbuhan penduduk yang tinggi
dan lambatnya pengembangan lapangan kerja di sektor yang lain, mengakibatkan rendahnya pendapatan di sektor pertanian Sofjan, 1998.
Selain itu ketersediaan pangan yang berkelanjutan sustainable dibutuhkan untuk stabilisasi harga pangan. Ketidakstabilan harga pangan dapat
mengurangi minat investasi pada sektor pangan. Pada tingkat usaha tani ketidakstabilan harga tidak merangsang petani untuk menggunakan teknologi
baru, meningkatkan keterampilan skill dan pengetahuan knowledge. Pada tingkat hilir, ketidakstabilan menyebabkan rendahnya investasi di bidang
pemasaran. Selain itu sektor industri pangan berpengaruh atas stabilitas harga pangan karena terkait dengan upah tenaga kerja. Harga yang stabil memudahkan
perencanaan usaha dan merencanakan tingkat keuntungan. Masalah yang paling pokok dalam menangani ketersediaan pangan sangat
tergantung pada kebijakan nasional di bidang pertanian. Perhitungan yang matang untuk jangka pendek dan jangka panjang dalam memenuhi ketersediaan pangan
untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk. Perhitungan tersebut tentunya harus mempertimbangkan angka pertumbuhan penduduk, ketersediaan lahan, dan
kapasitas produksi, serta hitungan-hitungan lain di luar aspek teknis pertanian. Kita menyadari bahwa dari tahun ke tahun, jumlah penduduk terus meningkat.
Universitas Sumatera Utara
Sementara ketersediaan lahan pertanian yang subur, tidak bertambah. Lahan yang tersedia itupun setiap tahun terus berkurang akibat konversi lahan, bagi
pengembangan sektor-sektor di luar pertanian. Oleh karena itu, perlu ditata pengelolaannya secara komprehensif, bukan hanya untuk jangka pendek, tetapi
jangka menengah dan jangka panjang. Jangan tumpang tindih, jangan hanya untuk memenuhi kebutuhan satu sektor mengorbankan sektor yang lain Rija, 2008.
2.2. Landasan Teori