Pembatasan Pemberian Kredit Pengertian Kredit

meningkatkan pendapatan masyarakat, tersedianya sarana dan prasarana dan lain sebagainya. 7. Aspek Amdal Menyangkut analisis terhadap lingkungan baik darat, air atau udara jika proyek atau usaha tersebut dijalankan. Analisa ini dilakukan secara mendalam apakah apabila kredit tersebut disalurkan maka proyek yang akan dibiayai akan mengalami pencemaran lingkungan di sekitarnya.

5. Pembatasan Pemberian Kredit

Dalam pemberian kredit oleh bank Indonesia BI kepada debitur pada hakikatnya mengandung resiko, artinya risiko terhadap kemungkinan kemacetan atas pelunasan pinjaman. Salah satu cara untuk mengantisipasi hal tersebut adalah dengan membatasi jumlah pinjaman yang diberikan oleh bank legal lending timing yang harus dipatuhi oleh setiap bank. Berdasarkan surat keputusan Direksi Bank Indonesia nomor 31177KepDir tanggal 31 Desember 1998 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum. Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum BMPK pada dasarnya adalah suatu ketentuan yang membatasi bank untuk menyediakan sejumlah dana kepada pihak tertentu, baik terkait maupun tidak terkait, baik secara kelompok maupun individual perorangan ataupun perusahaan, yang secara total tidak melebihi rasio tertentu terhadap modal bank. Dalam hal ini penyediaan dana untuk pihak terkait dengan dibatasi sebesar maksimum 10 dari modal bank, sedangkan untuk pihak tidak terkait dibatasi 20 maksimum sebesar 30 dari modal bank. Dengan demikian semua penyediaan dana yang melebihi rasio tersebut dianggap sebagai pelanggaran atau pelampauan BMPK. Pembatasan penyediaan dana ini dimaksudkan agar bank dapat berfungsi sebagai lembaga intermediasi secara efektif dan optimal melalui penyaluran kredit kepada seluruh lapisan masyarakat dan tidak terfokus pada kelompok atau individual tertentu apalagi terkait dengan bank. Dengan melakukan penyebaran penyaluran kredit atau pemberian pembayaran berdasarkan prinsip syariah serta penyebaran berbagai bentuk penyediaan dana perbankan lainnya, maka lebih dimungkinkan terjadinya pemerataan penyaluran kredit atau pemberian pembiayaan berdasarkan prinsip syariah kepada pengusaha kecil dan menengah, dan tidak terpusat pada nasabah debitur besar atau kelompok nasabah debitur tertentu khususnya yang berkaitan dengan pihak terkait dengan bank. Pemberian kredit yang hanya terkonsentralisasi hanya kepada beberapa orang saja mengandung risiko tinggi karena bank akan tergantung kepada beberapa orang tersebut. Risiko ini akan lebih besar apabila diberikan kepada perusahaan-perusahaan orang dalam, karena pada umumnya kredit demikian ini diberiakn secara kurang wajar, artinya penilaian kreditnya dilakukan secara kurang objektif, persyaratan biasanya lebih longgar dibandingkan dengan kredit lainnya, dan pada saat perusahaan grup orang dalam tersebut mengalami kesulitan, bank tidak mampu bertindak secara lugas dan tegas Usman, 2001: 252. 21 Pelanggaran terhadap ketentuan BMPK dapat dikarenakan sanksi kewajiban membayar, sanksi administratif dan sanksi pidana. Disamping sanksi administratif terhadap dewan komisaris, direksi, pegawai bank, pemegang saham maupun pihak terafiliasi dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam pasal 49 ayat 2 huruf b, pasal 50 dan 50 A Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 tahun 1998 karena melakukan pelanggaran tidak melaksanakan action plan yang telah disetujui oleh Bank Indonesia, setelah diperingatkan untuk melaksanakannya oleh Bank Indonesia sebanyak 2 kali Arie, 2001: 12. Pengawasan oleh bank Indonesia terhadap pelanggaran dan atau pelampauan BMPK merupakan salah satu prioritas yang dimasukkan dalam penilaian rencana bisnis bank. Masalah BMPK sering mengemuka dalam masyarakat karena penyaluran dana masyarakat dalam bentuk kredit dianggap sangat sensitif yang menyangkut rasa keadilan dalam upaya meningkatkan pemerataan yang terkait dengan penggerakan ekonomi rakyat. Oleh karena itu bank Indonesia harus memberlakukan ketentuan BMPK secara konsisten antara lain dengan memaksa bank untuk melakukan tindakan nyata guna menyelesaikan masalah BMPK Arie, 2001: 13. Demikian pentingnya ketentuan BMPK dalam operasional perbankan, sehingga bank-bank yang melanggar BMPK dapat dipastikan memiliki non performing loan kredit bermasalah cukup besar yang menimbulkan kesulitan yang akan membahayakan kelangsungan usahanya. Untuk mengatasi hal tersebut Bank Indonesia dapat melakukan beberapa tindakan antara lain pemegang saham 22 menambah modal, mengganti pengurus dan lain-lain. Selanjutnya dalam hal tindakan-tindakan yang dilakukan Bank Indonesia tidak dapat mengatasi kesulitan yang dihadapi bank, maka Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank dan melikuidasi bank baik melalui penyelenggaraan RUPS maupun melalui penetapan pengadilan. Dari pengamatan, sejumlah bank yang dilikuidasi pada tanggal 1 November 1997 dan di “beku operasi”kan pada bulan Maret dan April 1999, sebagian besar terpaksa dilakukan tindakan tersebut karena pelanggaran ketentuan BMPK Arie, 2001: 13.

6. Prosedur Dalam Pemberian Kredit Kasmir, 2002: 123