KESIMPULAN KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Masalah-masalah sosial zaman yang menjadi penyakit sosial, dan di kenal oleh masyarakat, dan hingga kini masih tetap menjangkiti masyarakat dan selalu yang menjadi korban adalah kaum perempuan. Terutama gadis-gadis di bawah umur nan lugu, berasal dari desa dan dengan perekonomian yang sangat kurang, mereka di iming-imingi untuk bekerja dengan gaji yang besar, akan tetapi setelah para perempuan tersebut terpedaya oleh bujuk rayu calo atau makelar, mereka di bawa lalu di tampung dan kemudian di ambil identitas diri mereka agar tidak mencoba untuk kabur, kemudian mereka di jual ke mucikari untuk di jadikan sebagai pelampiasan untuk memuaskan nafsu seksual kaum lelaki. Surabaya merupakan salah satu kota besar di Indonesia dan juga mempunyai reputasi sebagai kota prostitusi, di karenakan banyak terdapat kawasan lokalisasi dan salah satu dari lokalisasi tersebut menyandang predikat sebagai lokalisasi terbesar se Asia Tenggara. Yakni, gang Dolly Surabaya dan masih banyak lokalisasi-lokalisasi yang lain tetapi tidak sebesar gang Dolly Surabaya. Bersamaan dengan berputarnya roda bisnis seks di kawasan gang Dolly Surabaya, maka perputaran ekonomi masyarakat yang berada di sekitar kawasan lokalisasi tersebut ikut berdenyut, mulai dari penjaja makanan, penganan kecil, minuman dan rokok, hingga jasa pencuci baju, bahkan sampai pengemis pun ikut merasakan sedikit rejeki dari perputaran roda bisnis seks di sekitar kawasan lokalisasi gang Dolly Surabaya. Selain itu di balik ramainya praktik prostitusi di gang Dolly Surabaya terdapat pula tempat penampungan yang sekaligus tempat pembinaan dan pengentasan prostitusi, yang keberhasilannya sangat tergantung pada peran serta berbagai pihak lembaga, instansi pemerintah dan swasta termasuk masyarakat. Berbagai macam modus operandi dalam memenuhi kebutuhan para pengumbar hasrat seksual di kawasan gang Dolly Surabaya yakni, dengan memperdagangkan perempuan untuk melayani kaum lelaki yang sedang butuh untuk melampiaskan hasrat seksual mereka. Praktik trafficking dan prostitusi yang terjadi di gang Dolly Surabaya yang hingga kini masih tetap eksis dan bertahan mempengaruhi beberapa faktor yang membuat banyak kaum perempuan menjadi korban. Antara lain: faktor ekonomi dan sosial budaya masyarakat, juga faktor politik yang mempelopori akan adanya kebijakan dalam mengelaborasi kejahatan terorganisir yang selalu menjadikan kaum perempuan tereksploitasi, faktor hukum juga ikut berperan dalam membantu para korban trafficking untuk mendapatkan hak-hak sebagai perempuan seutuhnya, dan dari faktor agama juga ikut menentukan pola pikir dan sudut pandang terhadap praktik trafficking dan prostitusi yang sampai saat ini masih fungsional dan relevan untuk di ajak bersikap adil yang berarti memberikan apa yang menjadi hak seseorang untuk bersosialiasi dengan baik dan toleransi pada hak sosial korban trafficking dan prostitusi. Berkembangnya praktik trafficking dan prostitusi di gang Dolly Surabaya juga memberi dampak yang sangat di risaukan oleh banyak kalangan masyarakat, di sebabkan dengan banyaknya tempat-tempat untuk melacur yang di sediakan oleh para mucikari, maka praktik trafficking dan prostitusi akan semakin sulit di kendalikan terutama dalam tindak prostitusi yang terbagi dalam dua kategori: mereka yang menjadi korban seperti pemerkosaan dan kekerasan baik secara fisik maupun secara seksual. Hal itu masuk dalam kategori tindak kriminal, adapun bila sebelumnya terjadi persetujuan antara kedua belah pihak di mana pihak yang terlibat di dalamnya menganggap tidak ada yang saling di rugikan ataupun menjadi korban. Adapun praktik trafficking dan prostitusi memberi dampak negatif terhadap sosial kemasyarakatan, di karenakan praktik prostitusi yang merupakan perbuatan amoral dan juga kegiatan yang demoralisasi untuk merendahkan martabat kaum perempuan dan sangat memungkinkan menjadi media yang efektif untuk menularkan berbagai macam penyakit serta menimbulkan tindak kriminal. Akan tetapi bisnis praktik tersebut menimbulkan suatu dilema di karnakan tidak jarang pemerintah daerah setempat juga mendapatkan peningkatan pendapatan daerah dan juga membuka banyak ruang lapangan kerja serta memakmurkan perekonomian masyarakat setempat yang sudah terlanjur menggantungkan hidup mereka dari bisnis lendir tersebut. Berbagai macam upaya pemerintah untuk menanggulangi praktik trafficking dan prostitusi yaitu dengan melalui di tandatanganinya konvensi kopenhagen lalu mereservasi pasal 29 ayat 1 yang mengatur tentang mekanisme penyelesaian perselisihan antara Negara-negara peserta konvensi tentang penafsiran dan penerapan konvensi hingga mahkamah internasional. Tentang diskriminasi dalam konvesi ini pada pokoknya di artikan sebagai bentuk pengingkaran terhadap aktualisasi sepenuhnya akan Hak Asasi Manusia yang di jadikan sebagai parameter akan ada atau tiadanya diskriminasi kaum perempuan. Yang menjadikan Negara Indonesia masuk dalam kategori sumber trafficking dengan tingkat Tier 3 paling rendah, dalam menangani korban praktik trafficking dan prostitusi khususnya kaum perempuan. Yang di mana para perempuan tersebut pada awalnya mereka menyadari menjadi korban eksploitasi dari praktik trafficking dan prostitusi namun dengan seiring berjalannya waktu dan untuk menyambung hidup mereka sehari-hari, mereka menjadikan praktik ini sebagai profesi yang mampu memenuhi semua kebutuhan mereka tiap harinya.

B. SARAN