b. Minyak goreng kemasan
No Suhu ALB Kadar air Densitas Indeks Bias
gcm
3
1 30 0,362 0,56
0,9897 1,3518 2 50 0,298 0,45 0,9897 1,3462
3 70 0,277 0,33 0,9901 1,3420
4 90 0,234 0,19 0,9904 1,3375 5 110 0,277 0,21 0,9907 1,3361
Karakterisasi penentuan mutu minyak goreng yang dilakukan pada penelitian ini saling berkaitan satu sama lain, baik dari faktor yang mempengaruhi
kerusakan minyak pada saat pengolahan maupun saat proses penggorengan.
1. Penentuan kadar Asam lemak bebas ALB
Dari data pada tabel 4.3 dan 4.4 terlihat bahwa kadar ALB minyak goreng bekas berkurang pada sebelum dan setelah adsorpsi. Kadar ALB sebelum adsorpsi yaitu
0,554 untuk minyak goreng curah dan 0,490 untuk minyak goreng kemasan. Kadar ALB setelah diadsorpsi dengan adsorben arang aktif tempurung kemiri
pada variasi suhu adsorpsi memiliki kadar ALB yang berkurang dengan bertambahnya suhu adsorpsi. Didapat hasil terbaik ketika dilakukan pada suhu
90
o
C dimana untuk minyak goreng curah hasil sebesar 0,405 dan untuk minyak kemasan hasil sebesar 0,234, hasil memenuhi SNI 3741:2013 standar
mutu minyak goreng mengenai syarat kandungan asam lemak bebas maksimal 0,3 hanya berlaku untuk minyak goreng kemasan. Tingginya persentase kadar
ALB ini diakibatkan karena faktor jenis minyak yang digunakan, adanya pertukaran komponen air pada bahan pangan yang digoreng dengan minyak yang
digunakan, waktu penggorengan, dan suhu saat menggoreng, sehingga kadar asam lemak bebas masih tinggi setelah diadsorpsi.
Universitas Sumatera Utara
Kurva hubungan antara variasi suhu adsorpsi terhadap kadar asam lemak bebas yang teradsorpsi pada minyak goreng bekas ditunjukkan pada gambar 4.3
berikut ini:
Gambar 4.4. Kurva hubungan antara variasi suhu adsorpsi terhadap kadar asam lemak bebas yang teradsorpsi pada minyak goreng bekas
Dari grafik pada gambar 4.4 terlihat bahwa arang aktif mampu untuk mengadsorpsi kadar asam lemak bebas pada minyak jelantah. Untuk minyak
curah kadar ALB yang teradsorpsi paling tinggi dilakukan pada suhu 90
o
C sebesar 0,149 dan kadar ALB yang teradsorpsi paling rendah dilakukan pada suhu 30
o
C sebesar 0,085. Sedangkan untuk minyak kemasan kadar ALB yang teradsorpsi
paling tinggi dilakukan pada suhu 90
o
C sebesar 0,256 dan kadar ALB yang teradsorpsi paling rendah dilakukan pada suhu 30
o
C sebesar 0,128 . Dapat disimpulkan bahwa arang aktif mampu untuk mengadsorpsi sebesar 15,34
hingga 26,89 kadar ALB untuk minyak curah dan 26,12 hingga 52,24 kadar ALB untuk minyak kemasan. Pada hasil adsorpsi terlihat bahwa semakin
tinggi suhu maka adsorpsi semakin meningkat. Kemampuan adsorpsi ini meningkat karena terjadinya reaksi antara kontaminan yang teradsorpsi dan
permukaan adsorben antara 2 kontaminan kimia yang dapat meningkatkan laju reaksi. Laju reaksi akan meningkat pada temperatur yang lebih tinggi .
0.085 0.085
0.128 0.149
0.149 0.128
0.192 0.213
0.256 0.213
0.05 0.1
0.15 0.2
0.25 0.3
30 50
70 90
110
K a
d a
r A LB
y a
n g
t e
ra d
so rp
si
variasi suhu
o
C
minyak curah minyak kemasan
Universitas Sumatera Utara
2. Penentuan kadar air Dari data penelitian yang dihasilkan pada tabel 4.3 dan 4.4 didapatkan kadar air
pada minyak jelantah semakin menurun dari sebelum dan setelah adsorpsi. Hal ini karena semakin tingginya suhu adsorpsi, sehingga daya serap adsorben arang aktif
tempurung kemiri semakin baik. Arang aktif mampu mengadsorpsi kadar air pada minyak hingga suhu 90
o
C dimana untuk minyak curah dihasilkan kadar air sebesar 0,30 dan untuk minyak kemasan 0,19, hasil telah memenuhi SNI
3741:2013 standar mutu minyak goreng dengan nilai ambang batas maksimal 0,3. Dari hasil menunjukkan bahwa proses adsorpsi yang berlangsung semakin
baik dan semakin banyak pula kadar air yang diserap oleh adsorben.
Pada suhu 110
o
C nilai kadar air tidak dapat turun lagi hal ini dikarenakan pada suhu yang semakin tinggi mendekati titik didih air yaitu 100
o
C, tekanan uap murni minyak semakin tinggi, sehingga pori-pori arang aktif tempurung kemiri
sulit untuk mengikat air pada minyak dimana hal ini sesuai dengan persamaan hukum Roult yang berbunyi “ Tekanan uap parsial dari tiap-tiap komponen dalam
larutan sama dengan tekanan uap komponen tersebut dalam keadaan murni kali fraksi molnya”. Semakin tinggi suhu, maka tekanan uap murninya juga semakin
tinggi sehingga tekanan parsialnya juga semakin tinggi.
Kurva hubungan antara variasi suhu adsorpsi terhadap kadar air yang teradsorpsi pada minyak goreng bekas ditunjukkan pada gambar 4.4 berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.5. Kurva hubungan antara variasi suhu adsorpsi terhadap kadar air yang teradsorpsi pada minyak goreng bekas
Dari kurva pada gambar 4.5 terlihat bahwa arang aktif mampu untuk mengadsorpsi kadar air pada minyak goreng bekas. Untuk minyak curah kadar air
yang teradsorpsi paling tinggi dilakukan pada suhu 90
o
C sebesar 6,08 dan kadar air yang teradsorpsi paling rendah dilakukan pada suhu 30
o
C sebesar 2,36. Sedangkan untuk minyak kemasan kadar air yang teradsorpsi paling tinggi
dilakukan pada suhu 90
o
C sebesar 0,62 dan kadar air yang teradsorpsi paling rendah dilakukan pada suhu 30
o
C sebesar 0,25 . Dapat disimpulkan bahwa arang aktif mampu untuk mengadsorpsi sebesar 36,9 hingga 95,29 kadar air
untuk minyak curah dan 30,86 hingga 76,54 kadar air untuk minyak kemasan. Pada hasil adsorpsi terlihat bahwa semakin tinggi suhu maka adsorpsi semakin
meningkat. Kadar air yang terbentuk pada minyak ini salah satu parameter untuk meningkatkan kualitas minyak. Kadar air berperan dalam proses oksidasi maupun
hidrolisa minyak yang pada akhirnya menyebabkan ketengikan, jadi semakin tinggi kadar air maka minyak semakin berkurang kualitasnya.
0.25 0.36
0.48 0.62
0.6 2.36
2.69 3.46
6.08 5.86
1 2
3 4
5 6
7
30 50
70 90
110
k a
d a
r a iry
a n
g t
e ra
d so
rp si
Variasi Suhu
o
C
minyak kemasan minyak curah
Universitas Sumatera Utara
3. Densitas
Dari data pada tabel 4.3 dan 4.4 terlihat bahwa densitas minyak goreng bekas berkurang pada sebelum dan setelah adsorpsi. Kadar ALB sebelum adsorpsi yaitu
0,9910 gcm
3
untuk minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan. Densitas setelah diadsorpsi dengan adsorben arang aktif tempurung kemiri pada variasi
suhu adsorpsi memiliki densitas yang berkurang dengan bertambahnya suhu adsorpsi, tetapi hasil belum memenuhi SNI 3741:2013 standar mutu minyak
goreng mengenai syarat densitas 0,9 gcm
3
. Hal ini dikarenakan masih adanya kadar kotoran yang terdapat pada minyak yang dihasilkan, kadar Air juga
mempengaruhi besarnya densitas dari minyak. Tetapi dari data yang dihasilkan dapat dilihat bahwa densitas minyak yang didapat sedikit lebih berkurang dari
densitas minyak sebelum adsorpsi, Ini dapat dilihat dari temperatur yang digunakan pada proses adsorpsi, semakin tinggi suhu maka densitas semakin
rendah.
Kurva hubungan antara variasi suhu adsorpsi terhadap densitas yang teradsorpsi pada minyak goreng bekas ditunjukkan pada gambar 4.6 berikut ini:
Gambar 4.6. Kurva hubungan antara variasi suhu adsorpsi terhadap densitas yang teradsorpsi pada minyak goreng bekas
0.0002 0.0004
0.0006 0.0008
0.001 0.0012
0.0014
30 50
70 90
110
d e
n si
ta s y
a n
g t
e ra
d so
rp si
g c
m
3
variasi suhu
o
C
minyak curah minyak kemasan
Universitas Sumatera Utara
Dari kurva pada gambar 4.5 terlihat bahwa arang aktif mampu untuk mengadsorpsi densitas pada minyak goreng bekas. Hal ini disebabkan karena
semakin tinggi temperatur adsorpsi maka ikatan antar molekulnya berkurang dan daya serap adsorben semakin baik, sehingga semakin banyak partikel-partikel
koloid yang mampu terikat oleh adsorbent arang aktif tempurung kemiri. Semakin banyaknya partikel-partikel koloid yang terserap maka minyak semakin jernih dan
menyebabkan berat persatuan volum semakin kecil sehingga densitas semakin kecil juga.
4. Indeks bias
Dari data pada tabel 4.3 dan 4.4 terlihat bahwa Indeks bias pada minyak goreng bekas berkurang pada sebelum dan setelah adsorpsi. Indeks bias minyak sebelum
adsorpsi yaitu 1,3781 untuk minyak goreng curah dan 1,3597 untuk minyak goreng kemasan. Indeks bias minyak goreng bekas setelah diadsorpsi dengan
adsorben arang aktif tempurung kemiri memiliki Indeks bias yang berkurang dengan bertambahnya suhu adsorpsi. Diketahui bahwa Indeks bias terkecil berada
pada suhu 110
o
C dengan nilai indeks bias sebesar 1,3360 untuk minyak goreng curah dan 1,3361 untuk minyak goreng kemasan. Sedangkan indeks bias terbesar
dilakukan pada suhu 30
o
C dengan nilai 1,3759 untuk minyak curah dan 1,3518 untuk minyak kemasan. Menurut hasil didapatkan indeks bias yang memenuhi
SNI 3741:2013 dengan nilai sebesar 1,448-1,450. Indeks bias yang dihasilkan semakin besar dengan besarnya suhu adsorpsi dikarenakan dengan bertambahnya
suhu maka minyak goreng memiliki kerapatan yang telah berkurang akibat adanya proses pemanasan sehingga kecepatan cahaya dalam minyak goreng lebih besar
sehingga mengakibatkan indeks bias semakin kecil.
Kurva hubungan antara variasi suhu adsorpsi terhadap Indeks bias yang teradsorpsi pada minyak goreng bekas ditunjukkan pada gambar 4.7 berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.7. Kurva hubungan antara variasi suhu adsorpsi terhadap indeks bias yang teradsorpsi pada minyak goreng bekas
Dari kurva pada gambar 4.7 terlihat bahwa arang aktif mampu untuk mengadsorpsi indeks bias minyak goreng bekas. Hal ini disebabkan karena
semakin tinggi temperatur adsorpsi maka kerapatan minyak semakin berkurang sehingga minyak semakin jernih dan kecepatan cahaya dalam minyak lebih besar
hingga mengakibatkan indeks bias semakin kecil.
0.005 0.01
0.015 0.02
0.025 0.03
0.035 0.04
0.045
30 50
70 90
110
In d
e k
s b ia
s y
a n
g t
e ra
d so
rp si
variasi suhu
o
C
minyak curah minyak kemasan
Universitas Sumatera Utara
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN