Kemudian sebuah survey terhadap 345 sampel madu New Zealand dari 26 sumber bunga yang berbeda ditemukan jumlah yang besar dengan aktivitas rendah
36 sampel mempunyai aktivitas mendekati atau dibawah kadar Allen KL dkk, 1991. Selain itu hasil survey yang tidak dipublikasikan, 340 sampel madu Australia
dari 78 sumber bunga yang berbeda ditemukan 68,5 memiliki dibawah kadar yang dibutuhkan.
Pada percobaan yang dilakukan secara acak ditemukan pada pasien luka eksisi dan skin graft menjadi baik dengan madu dan juga pada pengontrolan infeksi pada
pasien luka bakar sedang Subrahmanyam M, 1999.
II.1.1 Uji Klinis dan Laboratorium
Molan dalam artikelnya berjudul, “Honey as a tropical antibacterial agent for treatment of infected wounds
” dalam World Wide Wounds, 2001 menguraikan beberapa uji klinis tentang madu antara lain :
1. Pada suatu studi yang menggunakan madu pada sembilan bayi dengan
luka bedah infeksi yang luas yang gagal dengan antibiotik IV, dicuci dengan cairan chlorhexidine 0,05 dan dibalut dengan asam fusidic
ointment . Secara klinis memperlihatkan peningkatan setelah 5 hari
menggunakan madu, dan seluruh luka tertutup, bersih dan bebas dari infeksi setelah hari ke-21 penggunaan madu.
2. Pada percobaan acak dengan kelompok kontrol, 26 pasien dengan luka
infeksi post-operasi diterapi dengan madu dan 24 pasien lukanya di cuci dengan etanol 70 dan povidone iodine. Kelompok yang diterapi
dengan madu dapat menghilangkan infeksi dan mencapai penyembuhan memerlukan ½ waktu yang dibutuhkan kelompok yang
menggunakan antiseptik. 3.
Percobaan kllinis yang membandingkan madu dengan silver sulfadiazine ointment pada luka bakar derajat II. Dari keduanya
menunjukkan bahwa madu memberikan kontrol infeksi yang lebih baik.
4. Luka infeksi oleh Pseudomonas, tidak ada respon dengan terapi lain,
terjadi pembersihan infeksi cepat dengan menggunakan madu.
5. Pada pasien dengan luka infeksi yang bakteri yang resisten, tidak ada
respon terapi antibiotik, hasil baik dicapai setelah 5 minggu perawatan dengan madu. Bakteri yang mengenfeksi luka yang ditemukan resisten
terhadap ampicilin, oxytetracycline, gentamicin, chloramphenicol dan cephadine
. Luka yang terinfeksi MRSA juga dapat diatasi infeksinya dan sembuh menggunakan balutan madu termasuk ulkus kaki, luka
berongga akibat haematom dan luka operasi. 6.
Pada percobaan yang dilakukan oleh Hendri Wasito dkk 2008 menemukan bahwa madu dengan konsentrasi 5 , 10 , 25 , 50
vv dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. 7.
Efem 1993 melaporkan suatu percobaan pada 20 kasus gangren yang tidak dioperasi dan setiap hari diberikan madu, dibandingkan dengan
21 kasus yang sama dengan tata laksana bedah pengangkatan jaringan yang terinfeksi serta dengan antibiotik sistemik. Hasil yang sama
didapatkan pada kedua perlakuan, namun respon yang lebih cepat didapatkan pada pasien yang diberikan madu. Luka yang diberikan
madu menjadi steril dalam 1 minggu, dan tidak memerlukan operasi plastik.
II.1.2 Jenis Luka yang Tepat Untuk Pemberian Madu