Analisis Konsentrasi Debu Dan Keluhan Kesehatan Pada Masyarakat di Sekitar Pabrik Semen di Desa Kuala Indah, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara Tahun 2012

(1)

ANALISIS KONSENTRASI DEBU DAN KELUHAN KESEHATAN PADA MASYARAKAT DI SEKITAR PABRIK SEMEN DI DESA KUALA

INDAH KECAMATAN SEI SUKA KABUPATEN BATU BARA TAHUN 2012

OLEH:

NIM. 101000336 KHAIRIAH

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

ANALISIS KONSENTRASI DEBU DAN KELUHAN KESEHATAN PADA MASYARAKAT DI SEKITAR PABRIK SEMEN DI DESA KUALA

INDAH KECAMATAN SEI SUKA KABUPATEN BATU BARA TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH : NIM. 101000336

KHAIRIAH

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

ABSTRAK

Industri semen merupakan salah satu industri yang berdampak pada timbulnya pencemaran udara, khusunya debu. Keberadaan debu semen ini diprediksi akan menimbulkan penyakit pada masyarakat sekitar pabrik semen di Desa Kuala Indah terutama gangguan saluran pernapasan, iritasi kulit, dan iritasi mata.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis konsentrasi debu dan keluhan kesehatan pada masyarakat di sekitar pabrik semen di Desa Kuala Indah Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara.

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif dengan rancangan cross-sectional.

Sample dalam penelitian ini 56 orang. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner dan alat pengukuran konsentrasi debu yang digunakan adalah Haz-Dust Model EPAM-5000.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang berumur 21-40 tahun (57,1%), tingkat pendidikan terbanyak adalah SMA/SMU (35,7%), responden telah bermukim >2 tahun (94,6%). Jarak rumah terhadap pabrik semen >200 m (80,4%), yang memiliki pohon besar di halamannya (55,4%), dan luas ventilasi rumah ≤20% luas lantai (67,9%). Berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan pada tanggal 20 September 2012, konsentrasi debu rata-ratanya adalah 86,5 μg/m3 dan pada tanggal 20 November 2012 sebesar 76,0 μg/m3. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi debu memenuhi syarat (150 μg/m3). Hasil analisis data menggambarkan bahwa (33,9%) responden mengalami keluhan kesehatan, keluhan kesehatan terbanyak yaitu iritasi kulit (73,7%).

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa konsentrasi debu di sekitar pabrik semen di Desa Kuala Indah memenuhi syarat, meskipun demikian keterpaparan secara berulang dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Dan disarankan kepada pihak pabrik semen, sebaiknya melengkapi cara penanggulangan lingkungan dengan menambah alat bantu yang dapat mengurangi pencemaran.


(4)

ABSTRACT

The cement industry is one of the industry that can impact on air pollution especially dust. It is predicted to cause disease in the community around the cement at Kuala Indah village especially for airway disorder, skin irritations and eyes.

The purpose of this study was to analyze the concentration of dust and health disorder in communities around the cement industry at Kuala Indah village, sub-discrit of Sei Suka, Regency of Batu Bara.

The type of study is a descriptive that using cross-sectional design. That consist of 56 samples. Collecting data using questionnaires and dust concentration measuring device used is Haz-Dust of EPAM-5000 Model.

The result showed that the respondents were aged ranging 21-40 years (57,1%), the highest level of education is for Senior High School (35,7%), respondents have lived more than 2 years (94,6%). The distance from respondents house to the cement industry more than 200 m (80,4%), which has a big trees in the yard (55,4%), and ventilated home area ≤ 20% which has a flour area (67,9%) . Based on results of measurement that have been done on the 20 September 2012, the

average dust concentration was 86,5 μg/m3

and on 20 November 2012 was 76,0

μg/m3

. This indicates that the concentration of dust qualified that 150 μg/m3. Data analysis illustrates that 33,9% respondents had health disorder, the most disorder is skin irritations that 73,7%.

Based on the results of this study concluded that the concentration of dust around a cement industry at Kuala Indah village is qualifies, however repeated exposure may cause health problems. And recommended to the cement industry, should complement the methods of controlling the environment by adding tools/equipment that can reduce pollution.


(5)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Khairiah

Tempat dan Tanggal Lahir : Tanjung Gading, 29 Agustus 1989

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Anak ke : 4 dari 4 bersaudara

Alamat Rumah : Jalan Salak S.11-14A Tanjung Gading, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara. Riwayat Pendidikan

1. Tahun 1995-2001 : SD Negeri No. 018450 Tanjung Gading 2. Tahun 2001-2004 : SMP Negeri 1 Sei Suka

3. Tahun 2004-2007 : SMA Swasta Mitra Inalum Tanjung Gading 4. Tahun 2007-2010 : D3 Keperawatan USU


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas Kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Analisis Konsentrasi Debu dan Keluhan Kesehatan pada Masyarakat di Sekitar Pabrik Semen di Desa Kuala Indah, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara Tahun 2012”.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak memperoleh bimbingan, bantuan dan dukungan dari beberapa pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utama.

2. Ibu Ir. Evi Naria, M.Kes, selaku Kepala Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak dr. Taufik Ashar, MKM, selaku Dosen Pembimbing Skripsi I. 4. Ibu dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing Skripsi II. 5. Ibu Maya Fitria, SKM, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing Akademik.

6. Seluruh Dosen serta Staf Fakultas Kesehatan Masyarakat USU, khususnya Dosen dan Staf Departemen Kesehatan Lingkungan yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

7. Ibu DR. Dra. Indah Anggraini, M.Si, selaku Kepala Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL & PPM) Kelas 1 Medan beserta seluruh staf.


(7)

9. Bapak Mat Syah, selaku Kepala Desa Kuala Indah beserta seluruh staf.

10.Orang Tuaku tercinta, Ayahanda “Buyung” dan Ibunda “Jumiah” yang telah memberikan dukungan, doa, dan segalanya kepada penulis. Kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis tidak akan pernah tergantikan dan terlupakan. 11.Buat Kakakku, Abang-abangku dan Keponakanku tersayang yang telah banyak

membantu, memberikan dukungan dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

12.Buat teman terdekatku “Irpan” dan sahabat-sahabatku yang cantik Mely, Yenni, Annis, Yuli, fitri, dan semua teman-teman FKM yang selalu memberikan semangat dan senantiasa mendoakan penulis.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin mencurahkan segala kemampuan yang ada pada diri penulis. Namun demikian, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Januari 2013 Penulis,


(8)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Riwayat Hidup Penulis ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... xiii

Daftar Lampiran ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1. Tujuan Umum ... 4

1.3.2. Tujuan Khusus ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Pencemaran Udara ... 6

2.1.1. Pengertian Pencemaran Udara ... 6

2.1.2. Penyebab Pencemaran Udara ... 7

2.1.3. Klasifikasi Bahan Pencemar Udara ... 8

2.1.4. Faktor yang Mempengaruhi Pencemaran Udara ... 10

2.1.5. Indikator Pencemaran Udara ... 11

2.2. Partikel Debu ... 12

2.2.1. Pengertian Debu ... 12

2.2.2. Sifat Debu ... 13

2.2.3. Jenis Debu ... 14

2.2.4. Sumber-sumber Debu ... 15

2.2.5. Nilai Ambang Batas (NAB) untuk Debu ... 16

2.2.6. Pengukuran Kadar Debu di Udara ... 16

2.2.7. Penentuan Lokasi dan Titik Pengambilan Sampel Udara Ambien ... 18

2.2.8. Dampak Pencemaran Debu terhadap Manusia ... 19

1. Penyakit Antrakosis ... 20

2. Penyakit Silikosis ... 20

3. Penyakit Asbestosis ... 21

4. Penyakit Beriliosis ... 22

5. Penyakit Bisionosis ... 22

2.3. Industri Semen ... 22


(9)

2.4.1. Silika Oksida (SiO2) ... 23

2.4.2. Alumina Oksida (Al2O3) ... 24

2.4.3. Magnesium Oksida (MgO) ... 24

2.4.4. Trikalsium Silikat (3CaOSiO2) ... 24

2.5. Efek Pencemaran Udara ... 25

2.5.1. Efek Umum ... 25

2.5.2. Efek terhadap Ekosistem ... 26

2.5.3. Efek terhadap Kesehatan ... 26

1. Efek Cepat ... 26

2. Efek Lambat ... 26

2.5.4. Efek terhadap Tumbuhan dan Hewan ... 27

2.5.5. Efek terhadap Cuaca dan Iklim ... 27

2.5.6. Efek terhadap Sosial Ekonomi ... 27

2.6. Penanggulangan Dampak Pencemaran Lingkungan ... 27

2.6.1. Penanggulangan secara Non-Teknis ... 28

2.6.2. Penanggulangan secara Teknis ... 28

2.7. Kerangka Konsep ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 32

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 32

3.2.2. Waktu Penelitian ... 32

3.3. Populasi dan Sampel ... 32

3.3.1. Populasi ... 32

3.3.2. Sampel ... 33

3.4. Objek Penelitian ... 34

3.5. Metode Pengumpulan Data ... 34

3.5.1. Data Primer ... 34

3.5.2. Data Sekunder ... 35

3.6. Metode Pengambilan Objek ... 35

3.7. Definisi Operasional Variabel ... 36

3.8. Aspek Pengukuran ... 37

3.8.1. Konsentrasi Debu ... 37

3.8.2. Karakteristik Responden ... 38

3.8.3. Karakteristik Tempat Tinggal Responden ... 39

3.8.4. Keluhan Kesehatan ... 40

3.9. Teknik Pengolahan Data ... 40

3.10. Teknik Analisis Data ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 42

4.1. Gambaran Umum Desa Kuala Indah ... 42

4.2. Gambaran Umum Pabrik Semen ... 42

4.3. Karakteristik Responden ... 43


(10)

4.3.2. Tingkat Pendidikan ... 44

4.3.3. Lama Bermukim... 44

4.3.4. Kerja/Aktivitas Responden ... 44

4.3.5. Jenis Pekerjaan Responden ... 45

4.3.6. Lokasi Kerja ... 45

4.3.7. Lama Responden Berada di Sekitar Pabrik Semen ... 46

4.3.8. Kebiasaan Merokok ... 46

4.4.Karakteristik Tempat Tinggal Responden ... 46

4.4.1. Jarak Rumah Terhadap Pabrik Semen ... 47

4.4.2. Keberadaan Pohon Besar ... 47

4.4.3. Luas Ventilasi Rumah... 47

4.5.Hasil Pengukuran Kadar Debu ... 48

4.6.Keluhan Kesehatan Responden ... 49

4.6.1. Responden yang Mengalami Keluhan Kesehatan ... 50

4.6.2. Jenis Keluhan Kesehatan ... 50

4.6.3. Riwayat Penyakit Responden ... 51

4.6.4. Pemeriksaan Kesehatan ... 51

4.6.5. Waktu Pemeriksaan Kesehatan... 51

4.6.6. Alasan Tidak Melakukan Pemeriksaan Kesehatan ... 52

4.7. Tabulasi Silang antara Karakteristik Responden dengan keluhan Kesehatan ... 52

4.7.1. Tabulasi Silang antara Umur Responden dengan Keluhan Kesehatan ... 53

4.7.2. Tabulasi Silang antara Tingkat Pendidikan dengan Keluhan Kesehatan ... 53

4.7.3. Tabulasi Silang antara Lama Bermukim dengan Keluhan kesehatan ... 54

4.7.4. Tabulasi Silang antara Kerja/Aktivitas dengan keluhan Kesehatan ... 54

4.7.5. Tabulasi Silang antara Lama Responden Berada di Sekitar Pabrik Semen dengan Keluhan Kesehatan ... 54

4.8. Tabulasi Silang antara Karakteristik Tempat Tinggal Responden dengan Keluhan Kesehatan ... 55

4.8.1. Tabulasi Silang antara Jarak Rumah Terhadap Pabrik Semen dengan Keluhan Kesehatan ... 55

4.8.2. Tabulasi Silang antara Jarak Rumah Terhadap Pabrik Semen dengan Lama Responden Berada di Sekitar Pabrik Semen ... 56

4.8.3. Tabulasi Silang antara Keberadaan Pohon Besar dengan Keluhan Kesehatan ... 56

4.8.4. Tabulasi silang antara Luas Ventilasi Rumah dengan Keluhan Kesehatan ... 57

BAB V PEMBAHASAN ... 58


(11)

5.2. Keluhan Kesehatan ... 59

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

6.1. Kesimpulan ... 65

6.2. Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66 LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Toksisitas Relatif Polutan Udara………9 Tabel 2.2. Jenis Debu Yang Dapat Menimbulkan Penyakit Paru Pada

Manusia ... 15 Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Desa Kuala Indah

Tahun 2012 ... 43 Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa

Kuala Indah Tahun 2012 ... 44 Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Bermukim di Sekitar

Pabrik Semen di Desa Kuala Indah Tahun 2012 ... 44 Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Kerja/Aktivitas Responden di

Desa Kuala Indah Tahun 2012 ... 45 Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Responden di

Desa Kuala Indah Tahun 2012 ... 45 Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Lokasi Kerja Responden di

Desa Kuala Indah Tahun 2012 ... 45 Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Responden Berada di

Sekitar Pabrik Semen di Desa Kuala Indah Tahun 2012 ... 46 Tabel 4.8. Distribusi Jarak Rumah Responden Terhadap Pabrik Semen di

Desa Kuala Indah Tahun 2012 ... 47 Tabel 4.9 Distribusi Keberadaan Pohon Besar di Halaman Rumah

Responden di Desa Kuala Indah Tahun 2012 ... 47 Tabel 4.10 Distribusi Luas Ventilasi Rumah Responden di Desa Kuala Indah

Tahun 2012 ... 48 Tabel 4.11. Hasil Pengukuran Kadar Debu PM10 di Pemukiman Warga

Sekitar Pabrik Semen di Desa Kuala Indah Tahun 2012 ... 49 Tabel 4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Keluhan Kesehatan setelah


(13)

Tabel 4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Keluhan Kesehatan dalam Waktu Enam Bulan Terakhir di Desa Kuala Indah Tahun 2012 ... 50 Tabel 4.14 Distribusi Responden Berdasarkan Riwayat Penyakit Sebelum

Pabrik Semen Didirikan di Desa Kuala Indah Tahun 2012 ... 51 Tabel 4.15 Distribusi Responden Berdasarkan Pemeriksaan Kesehatan di

Desa Kuala Indah Tahun 2012 ... 51 Tabel 4.16 Distribusi Responden Berdasarkan Waktu Pemeriksaan kesehatan

di Desa Kuala Indah Tahun 2012 ... 52 Tabel 4.17 Distribusi Responden Berdasarkan Alasan Tidak Melakukan

Pemeriksaan Kesehatan di Desa Kuala Indah Tahun 2012 ... 52 Tabel 4.18 Tabulasi Silang antara Umur Responden dengan Keluhan

Kesehatan di Desa Kuala Indah Tahun 2012 ... 53 Tabel 4.19 Tabulasi Silang antara Tingkat Pendidikan Responden dengan

Keluhan Kesehatan di Desa Kuala Indah Tahun 2012... 53 Tabel 4.20 Tabulasi Silang antara Lama Bermukim dengan Keluhan

Kesehatan Responden di Desa Kuala Indah Tahun 2012 ... 54 Tabel 4.21. Tabulasi Silang antara Kerja/Aktivitas di Luar Rumah dengan

Keluhan Kesehatan Responden di Desa Kuala Indah Tahun 2012 ... 54 Tabel 4.22. Tabulasi Silang antara Lama Responden Berada di Disekitar

Pabrik Semen dengan Keluhan Kesehatan Responden di Desa Kuala Indah Tahun 2012 ... 55 Tabel 4.23. Tabulasi Silang antara Jarak Rumah Terhadap Pabrik Semen

dengan Keluhan Kesehatan Responden di Desa Kuala Indah Tahun 2012 ... 55 Tabel 4.24. Tabulasi Silang antara Jarak Rumah Terhadap Pabrik Semen

dengan Lamanya Responden Berada di Sekitar Pabrik Semen ... 56 Tabel 4.25. Tabulasi Silang antara Keberadaan Pohon Besar di Halaman

Rumah dengan Keluhan Kesehatan Responden di Desa Kuala Indah Tahun 2012 ... 56 Tabel 4.26. Tabulasi Silang antara Luas Ventilasi Rumah dengan Keluhan


(14)

DAFTAR GAMBAR


(15)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Kuesioner

Lampiran 2. Master Data

Lampiran 3. Peraturan Pemerintah RI Nomor 41 Tahun 1999 Lampiran 4. Permohonan Izin Penelitian

Lampiran 5. Hasil Uji Laboratorium

Lampiran 6. Telah Selesai Penelitian dari BTKL Lampiran 7. Permohonan Izin Penelitian dari Camat Lampiran 8. Telah Selesai Penelitian dari Desa

Lampiran 9. Sepuluh Penyakit Menonjol Puskesmas Sei Suka Lampiran 10. Peta Lokasi Pengukuran

Lampiran 11. Dokumentasi Penelitian Lampiran 12. Analisis Data


(16)

ABSTRAK

Industri semen merupakan salah satu industri yang berdampak pada timbulnya pencemaran udara, khusunya debu. Keberadaan debu semen ini diprediksi akan menimbulkan penyakit pada masyarakat sekitar pabrik semen di Desa Kuala Indah terutama gangguan saluran pernapasan, iritasi kulit, dan iritasi mata.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis konsentrasi debu dan keluhan kesehatan pada masyarakat di sekitar pabrik semen di Desa Kuala Indah Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara.

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif dengan rancangan cross-sectional.

Sample dalam penelitian ini 56 orang. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner dan alat pengukuran konsentrasi debu yang digunakan adalah Haz-Dust Model EPAM-5000.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang berumur 21-40 tahun (57,1%), tingkat pendidikan terbanyak adalah SMA/SMU (35,7%), responden telah bermukim >2 tahun (94,6%). Jarak rumah terhadap pabrik semen >200 m (80,4%), yang memiliki pohon besar di halamannya (55,4%), dan luas ventilasi rumah ≤20% luas lantai (67,9%). Berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan pada tanggal 20 September 2012, konsentrasi debu rata-ratanya adalah 86,5 μg/m3 dan pada tanggal 20 November 2012 sebesar 76,0 μg/m3. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi debu memenuhi syarat (150 μg/m3). Hasil analisis data menggambarkan bahwa (33,9%) responden mengalami keluhan kesehatan, keluhan kesehatan terbanyak yaitu iritasi kulit (73,7%).

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa konsentrasi debu di sekitar pabrik semen di Desa Kuala Indah memenuhi syarat, meskipun demikian keterpaparan secara berulang dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Dan disarankan kepada pihak pabrik semen, sebaiknya melengkapi cara penanggulangan lingkungan dengan menambah alat bantu yang dapat mengurangi pencemaran.


(17)

ABSTRACT

The cement industry is one of the industry that can impact on air pollution especially dust. It is predicted to cause disease in the community around the cement at Kuala Indah village especially for airway disorder, skin irritations and eyes.

The purpose of this study was to analyze the concentration of dust and health disorder in communities around the cement industry at Kuala Indah village, sub-discrit of Sei Suka, Regency of Batu Bara.

The type of study is a descriptive that using cross-sectional design. That consist of 56 samples. Collecting data using questionnaires and dust concentration measuring device used is Haz-Dust of EPAM-5000 Model.

The result showed that the respondents were aged ranging 21-40 years (57,1%), the highest level of education is for Senior High School (35,7%), respondents have lived more than 2 years (94,6%). The distance from respondents house to the cement industry more than 200 m (80,4%), which has a big trees in the yard (55,4%), and ventilated home area ≤ 20% which has a flour area (67,9%) . Based on results of measurement that have been done on the 20 September 2012, the

average dust concentration was 86,5 μg/m3

and on 20 November 2012 was 76,0

μg/m3

. This indicates that the concentration of dust qualified that 150 μg/m3. Data analysis illustrates that 33,9% respondents had health disorder, the most disorder is skin irritations that 73,7%.

Based on the results of this study concluded that the concentration of dust around a cement industry at Kuala Indah village is qualifies, however repeated exposure may cause health problems. And recommended to the cement industry, should complement the methods of controlling the environment by adding tools/equipment that can reduce pollution.


(18)

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Atmosfer adalah lingkungan udara yaitu yang meliputi pelanet bumi. Atmosfer terdiri dari beberapa lapisan yang terbentuk karena adanya interaksi antara sinar-sinar matahari, gaya tarik bumi, rotasi bumi dan permukaan bumi. Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Komposisi campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Komponen yang konsentrasinya paling bervariasi adalah air dalam bentuk uap H2O dan karbon dioksida (CO2). Jumlah uap air yang terdapat di udara bervariasi tergantung dari cuaca dan suhu (Agusnar, 2007). Udara adalah atmosfer yang berada di sekeliling bumi yang fungsinya sangat penting untuk kehidupan di muka bumi ini. Dalam udara terdapat oksigen (O2) untuk bernapas, karbon dioksida (CO2) untuk proses fotosintesis oleh klorofil daun, dan ozon (O3) untuk menahan sinar ultraviolet dari matahari (Sunu, 2001). Selain memberikan oksigen, udara juga berfungsi sebagai alat penghantar suara dan bunyi-bunyian, pendingin benda-benda yang panas, dan dapat menjadi media penyakit pada manusia (Chandra, 2006).

Jumlah udara yang dibutuhkan oleh manusia untuk bernafas sangat besar tergantung dari kegiatannya. Oleh sebab itu sekecil apapun konsentrasi polutan yang terdapat di udara akan menimbulkan gangguan. Yang penting untuk diketahui adalah udara yang ada di planet bumi ini jumlahnya tetap, hanya komposisinya yang mungkin berubah. Oleh karenanya dalam pemanfaatan udara, manusia dan makhluk lain menggunakannya secara bergantian. Dengan demikian perbaikan kualitas udara


(19)

menjadi hal yang sangat penting untuk diupayakan, seperti misalnya meningkatkan kadar oksigen dan menurunkan kadar karbon dioksida dalam proses fotosintesis (Sarudji, 2010).

Di daerah industri banyak beroperasi berbagai pabrik seperti kimia, semen, kayu lapis, pembangkit listrik maupun yang lainnya. Kegiatan industri tersebut potensial dalam menghasilkan bahan pencemaran udara. Bahan pencemar udara yang dapat dikeluarkan oleh industri maupun pembangkit listrik antara lain adalah partikel debu, gas SO2 (sulfur dioksida), gas NO2 (nitrogen dioksida), gas CO (karbon monoksida), gas NH3 (amoniak), dan gas HC (hidrokarbon) (Mukono, 2008).

Apabila terjadi peningkatan kadar bahan-bahan tersebut di udara ambien yang melebihi nilai baku mutu udara ambien yang telah ditetapkan, dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan tersebut antara lain dapat berupa keluhan pada mata (mata terasa pedas dan berair), radang saluran pernapasan, sembab paru, bronkitis menahun, emfisema, ataupun kelainan paru menahun lainnya (Mukono, 2008).

Industri semen berpotensi sebagai sumber pencemaran partikel (Wardhana, 2001). Debu semen diklasifikasikan menjadi 2 (dua) jenis utama, semen alam dan buatan (Portland) semen. Semen portland adalah campuran dari kalsium oksida (62% 66%), silikon oksida (19% 22%), aluminium trioksida (4% 8%), oksida besi (2% -5%) dan magnesium oksida (1 % -2%). Debu semen memiliki efek iritasi pada kulit, mata dan sistem pernapasan (Meo, 2003).

Menurut hasil penelitian (Junaidi, 2002), menyatakan bahwa kadar debu di lingkungan AKL DepKes RI Banda Aceh yang diduga dari proses industri PT Semen


(20)

Andalas Indonesia dan juga aktivitas lalulintas jalan raya rata-rata 0,24 mg/m3 berarti melebihi ambang batas yang akan berpengaruh terhadap kesehatan penghuni AKL. Responden yang mengalami gangguan mata yaitu 111 orang dari 123 responden dan yang mengalami gangguan kulit sebanyak 102 orang atau 82,93% dari 123 responden, serta dari data Puskesmas Lhoknga menunjukkan 10 penyakit terbesar urutan yang paling tinggi adalah penyakit ISPA sebanyak 439 orang pada bulan Januari 2001.

Industri semen merupakan salah satu industri yang perkembangannya sangat pesat. Pabrik semen yang terdapat di Sumatera Utara tepatnya di Kuala Indah Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara yang didirikan pada tahun 2008 dan mulai berproduksi pada bulan April 2010, saat ini memproduksi 600 ton semen perhari. Pabrik semen merupakan salah satu industri yang jika tidak dikelolah dengan baik dapat menyebabkan dampak negatif yaitu pencemaran udara oleh debu. Debu yang dihasilkan industri semen dapat berpengaruh terhadap lingkungan dan manusia.

Dari hasil survei pendahuluan yang penulis lakukan pada tanggal 15 Februari 2012 di sekitar pabrik semen, terlihat bahwa debu yang merupakan hasil sampingan dari pabrik semen ini telah berpengaruh secara fisik terhadap lingkungan yaitu debu telah menyelimuti pohon sawit di sekitarnya yang menyebabkan produksi pohon sawit tersebut terganggu. Dari data Puskesmas terlihat bahwa ISPA dan penyakit kulit merupakan penyakit menonjol yang terjadi di Kecamatan Sei Suka. Penyakit tersebut diduga disebabkan oleh debu. Salah satu faktor yang mempengaruhi penyebaran debu adalah arah angin. Menurut BMKG (pada tanggal 05 Agustus 2012), arah angin yang terjadi di Lima Puluh yang merupakan ibukota Kabupaten Batu Bara adalah


(21)

mengarah ke barat. Hal ini berpengaruh terhadap titik pengambilan sampel yang penulis lakukan.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian yang berjudul: Analisis Konsentrasi Debu dan Keluhan Kesehatan pada Masyarakat di Sekitar Pabrik Semen di Kuala Indah, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara Tahun 2012 .

1.2.Perumusan Masalah

Dari uraian diatas diketahui bahwa pabrik semen banyak menghasilkan debu yang menyebar disekitar pabrik, sehingga dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada masyarakat sekitar pabrik. Untuk itu perlu dilakukan analisis konsentrasi debu dan keluhan kesehatan pada masyarakat di sekitar pabrik di Desa Kuala Indah, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara.

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk menganalisis konsentrasi debu dan keluhan kesehatan pada masyarakat di sekitar pabrik semen di Desa Kuala Indah, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik responden yang bermukim sekitar pabrik semen.

2. Untuk mengetahui karakteristik tempat tinggal responden yang bermukim di sekitar pabrik semen.


(22)

3. Untuk mengetahui kadar/konsentrasi debu udara ambien pada daerah pemukiman di sekitar pabrik semen dan membandingkannya dengan baku mutu udara ambien.

4. Untuk mengetahui keluhan kesehatan yang terjadi pada responden yang bermukim di sekitar pabrik semen.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Memberi masukkan kepada pihak pabrik semen tentang dampak negatif akibat debu terhadap masyarakat dan lingkungan.

2. Memberikan informasi pada masyarakat di sekitar pabrik semen tentang efek debu terhadap kesehatan.

3. Menambah pengalaman dan wawasan berpikir bagi penulis yang berhubungan dengan analisis konsentrasi debu dan keluhan kesehatan pada masyarakat di sekitar pabrik semen.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Udara

2.1.1. Pengertian Pencemaran Udara

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain kedalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.

Menurut Chambers, yang di maksud dengan pencemaran udara adalah bertambahnya bahan atau substrat fisik atau kimia ke dalam lingkungan udara normal yang mencapai sejumlah tertentu, sehingga dapat dideteksi oleh manusia (atau yang dapat dihitung dan diukur) serta dapat memberikan efek pada manusia, binatang, vegetasi, dan material (Mukono, 2005).

Sedangkan menurut Kumar, pencemaran udara adalah adanya bahan polutan di atmosfer yang dalam konsentrasi tertentu akan mengganggu keseimbangan dinamik di atmosfer dan mempunyai efek pada manusia dan lingkungannya (Mukono, 2005).

Pencemaran udara dapat digolongkan ke dalam tiga kategori yaitu pergesekan permukaan, penguapan, dan pembakaran. Pergesekan permukaan adalah penyebab utama pencemaran partikel padat di udara dan ukurannya dapat bermacam-macam. Penguapan merupakan perubahan fase cairan menjadi gas. Polusi udara banyak disebabkan zat-zat yang mudah menguap, seperti pelarut cat dan perekat. Demikian


(24)

pula terjadi uap pencemaran jika ada reaksi kimia pada suhu tinggi atau tekanan rendah. Dan pembakaran merupakan reaksi kimia yang berjalan cepat dan membebaskan energi, cahaya atau panas (Sastrawijaya, 2009).

Pencemaran udara dapat menimbulkan dampak terhadap kesehatan, harta benda, ekosistem maupun iklim. Umumnya gangguan kesehatan sebagai akibat pencemaran udara terjadi pada saluran pernafasan dan organ penglihatan. Salah satu dampak kronis dari pencemaran udara adalah bronchitis dan emphysema (Mulia, 2005).

2.1.2. Penyebab Pencemaran Udara

Pembangunan yang berkembang pesat dewasa ini, khususnya dalam industri dan teknologi, serta meningkatnya jumlah kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar fosil (minyak) menyebabkan udara yang kita hirup di sekitar kita menjadi tercemar oleh gas-gas buangan hasil pembakaran (Wardhana, 2001).

Secara umum penyebab pencemaran udara ada 2 macam, yaitu: 1. Faktor internal (secara alamiah), contoh:

a. Debu yang beterbangan akibat tiupan angin

b. Abu (debu) yang dikeluarkan dari letusan gunung berapi berikut gas-gas vulkanik.

c. Proses pembusukan sampah organik, dll. 2. Faktor eksternal ( karena ulah manusia), contoh:

a. Hasil pembakaran bahan bakar fosil b. Debu/serbuk dari kegiatan industri.


(25)

2.1.3. Klasifikasi Bahan Pencemar Udara

Bahan pencemar udara atau polutan dapat dibagi menjadi dua bagian (Mukono, 2011), yaitu:

1. Polutan primer

Polutan primer adalah polutan yang dikeluarkan langsung dari sumber tertentu dan dapat berupa:

a. Polutan gas terdiri dari:

1. Senyawa karbon, yaitu hidrokarbon, hidrokarbon teroksigenasi, dan karbon oksida (CO atau CO2).

2. Senyawa sulfur, yaitu sulfur oksida.

3. Senyawa nitrogen, yaitu nitrogen oksida dan amoniak.

4. Senyawa halogen, yaitu fluor, klorin, hidrogen klorida, hidrokarbon terklorinasi, dan bromin.

b. Partikel

Partikel di atmosfer mempunyai karakteristik yang spesifik, dapat berupa zat padat maupun suspensi aerosol cair di atmosfer. Bahan partikel tersebut dapat berasal dari proses kondensasi, proses dispersi (misalnya proses penyemprotan/spraying) maupun proses erosi bahan tertentu.

Berdasarkan ukurannya, secara garis besar partikel dapat merupakan suatu: 1. Partikel debu kasar (coarse particle), jika diameternya > 10 mikron. 2. Partikel debu, uap, dan asap, jika diameternya antara 1-10 mikron. 3. Aerosol, jika diameternya < 1 mikron.


(26)

Menurut Agusnar (2007) sumber polusi utama berasal dari transportasi, dimana hampir 60% dari polutan yang dihasilkan terdiri dari korbon monoksida dan sekitar 15% terdiri dari hidrokarbon. Sumber-sumber polusi lainnya misalnya pembakaran, proses industri, pembuangan limbah, dan lain-lain.

Tabel 2.1. Toksisitas Relatif Polutan Udara

Polutan Level Toleransi Toksisitas relatif

Ppm μg/m3

CO 32.0 40000 1.00

HC 19300 2.07

SOx 0.50 1430 28.0

NOx 0.25 514 77.8

Partikel 375 106.7

Sumber: Agusnar, 2007.

Toksisitas kelima kelompok polutan tersebut berbeda-beda, dan tabel di atas menyajikan toksisitas relatif masing-masing kelompok polutan tersebut. Ternyata polutan yang paling berbahaya bagi kesehatan adalah partikel-partikel, diikuti dengan NOx, SOx, hidrokarbon, dan yang paling rendah toksisitasnya adalah karbon monoksida (Agusnar, 2007).

2. Polutan sekunder

Polutan sekunder biasanya terjadi karena reaksi dari dua atau lebih bahan kimia di udara, misalnya reaksi foto kimia. Sebagai contoh adalah disosiasi NO2 yang menghasilkan NO dan O radikal. Proses kecepatan dan arah reaksinya dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain:

a. Konsentrasi reaktif dari bahan reaktan b. Derajat fotoaktivasi

c. Kondisi iklim


(27)

Polutan sekunder ini mempunyai sifat fisik dan sifat kimia yang tidak stabil. Termasuk dalam polutan sekunder ini adalah ozon, Peroxy Acyl Nitrat

(PAN), dan formaldehid (Mukono, 2011).

2.1.4. Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Udara

Menurut Depkes yang dikutip oleh Junaidi (2002), beberapa keadaan cuaca yang dapat mempengaruhi kualitas udara, yaitu:

1. Suhu udara

Suhu udara dapat mempengaruhi konsentrasi pencemar udara. Suhu udara yang tinggi menyebabkan udara makin renggang sehingga konsentrasi pencemar menjadi makin rendah. Sebaliknya pada suhu yang dingin keadaan udara makin padat sehingga konsentrasi pencemar di udara tampaknya makin tinggi.

2. Kelembaban

Kelembaban udara juga dapat mempengaruhi konsentrasi pencemar di udara. Pada kelembaban yang tinggi maka kadar uap air di udara dapat bereaksi dengan pencemar udara, menjadi zat lain yang tak berbahaya atau menjadi pencemar sekunder.

3. Tekanan udara

Tekanan udara tertentu dapat mempercepat atau menghambat terjadinya suatu reaksi kimia antara pencemar dengan zat pencemar di udara atau zat-zat yang ada di udara, sehingga pencemar udara dapat bertambah ataupun berkurang.

4. Angin

Angin adalah udara yang bergerak. Akibat pergerakan udara maka akan terjadi suatu proses penyebaran sehingga dapat mengakibatkan pengenceran dari bahan


(28)

pencemaran udara, sehingga kadar suatu pencemar pada jarak tertentu dari sumber akan mempunyai kadar yang berbeda. Demikian juga halnya dengan arah dan kecepatan angin dapat mempengaruhi kadar bahan pencemar setempat.

5. Sinar matahari

Sinar matahari juga mempengaruhi kadar pencemar udara di udara karena dengan adanya sinar matahari tersebut maka beberapa pencemar di udara dapat dipercepat atau diperlambat reaksinya dengan zat-zat lain di udara sehingga kadarnya dapat berbeda menurut banyaknya sinar matahari yang menyinari bumi. Demikian juga halnya mengenai banyaknya panas matahari yang sampai ke bumi, yang dapat mempengaruhi kadar pencemar udara.

6. Curah hujan

Adanya hujan yang merupakan suatu partikel air di udara yang bergerak dari atas jatuh ke bumi, dapat menyerap pencemar gas tertentu ke dalam partikel air, serta dapat menangkap partikel debu baik yang inert maupun partikel debu yang lain, menempel pada partikel air dan dibawa jatuh ke bumi. Dengan demikian pencemar dalam bentuk partikel dapat berkurang konsentrasinya akibat jatuhnya hujan.

2.1.5. Indikator Pencemaran Udara

Indikator yang paling baik dalam menentukan derajat suatu kasus pencemaran adalah dengan cara mengukur atau memeriksa konsentrasi gas sulfur dioksida, indeks asap, serta partikel-partikel debu di udara (Chandra, 2006).


(29)

1. Gas Sulfur Dioksida

Gas sulfur dioksida merupakan gas pencemar di udara yang konsentrasinya paling tinggi di daerah kawasan industri dan daerah perkotaan. Gas ini dihasilkan dari sisa pembakaran batubara dan bahan bakar minyak. Di dalam setiap survei pencemaran udara, gas ini selalu diperiksa.

2. Indeks Asap

Berikut cara penggunaan indeks asap (smoke atau sciling index): sampel udara disaring dengan sejenis kertas (paper tape) dan diukur densitasnya dengan alat fotoelektrik meter. Hasil pengukuran dinyatakan dalam satuan Coh Units per 1000 linear feet dari sampel udara. Indeks asap ini sangat bervariasi dari hari ke hari dan bergantung pada perubahan iklim.

3. Partikel Debu

Partikel-partikel berupa debu dan arang dari hasil pembakaran sampah dan industri merupakan salah satu indikator yang dipergunakan untuk mengukur derajat pencemaran udara. Hasil pengukuran dinyatakan dalam satuan miligram atau mikrogram per meter kubik udara.

2.2. Partikel Debu 2.2.1. Pengertian Debu

Debu adalah partikel-partikel zat padat yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan alami atau mekanis, seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan dan lain-lain dari bahan-bahan organik maupun anorganik, misalnya batu, kayu, bijih logam, arang batu, butir-butir zat padat dan sebagainya (Suma’mur, 1998).


(30)

Sedangkan menurut Sarudji (2010), dalam buku Kesehatan Lingkungan, debu (partikulat) adalah bagian yang besar dari emisi polutan yang berasal dari berbagai macam sumber seperti mobil, truk, pabrik baja, pabrik semen, dan pembuangan sampah terbuka. Mungkin hal ini sangat mengejutkan bahwa Environmental Protection Agency (EPA) memperkirkan bahwa kebakaran hutan menghasilkan seperempat dari seluruh emisi partikulat. Sepertiga darinya berasal dari kebakaran hutan yang dapat dikendalikan dan dua pertiganya dari kebakaran hutan yang tak terkendali.

2.2.2. Sifat Debu

Partikel (debu) sebagai pencemar udara mempunyai waktu hidup, yaitu pada saat partikel masih melayang-layang sebagai pencemar di udara sebelum jatuh ke bumi. Waktu hidup partikel berkisar antara beberapa detik sampai beberapa bulan. Sedangkan kecepatan pengendapannya tergantung pada ukuran partikel, massa jenis partikel serta arah dan kecepatan angin yang bertiup. Partikel yang sudah mati karena jatuh mengendap di bumi, dapat hidup kembali apabila tertiup oleh angin kencang dan melayang-layang lagi di udara (Wardhana, 2001).

Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 1994 yang dikutip oleh Sihombing (2006), sifat-sifat debu adalah sebagai berikut:

1. Mengendap

Debu cenderung mengendap karena gaya grafitasi bumi. Namun karena ukurannya yang relatif kecil berada di udara. Debu yang mengendap dapat mengandung proporsi partikel yang lebih besar dari debu yang terdapat di udara.


(31)

2. Permukaan cenderung selalu basah

Permukaan debu yang cenderung selalu basah disebabkan karena permukaannya selalu dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis. Sifat ini menjadi penting sebagai upaya pengendalian debu di tempat kerja.

3. Menggumpal

Debu bersifat menggumpal disebabkan permukaan debu yang selalu basah, sehingga debu menempel satu sama lain dan membentuk gumpalan.

4. Listrik statis (elektrostatik)

Sifat ini menyebabkan debu dapat menarik partikel lain yang berlawanan. Adanya partikel yang tertarik ke dalam debu akan mempercepat terjadinya proses penggumpalan.

5. Opsis

Opsis adalah debu atau partikel basah atau lembab lainnya dapat memancakan sinar yang dapat terlihat pada kamar gelap.

Menurut sifatnya, partikel dapat menimbulkan rangsangan saluran pernapasan, kematian karena bersifat racun, alergi, fibrosis, dan penyakit demam (Agusnar, 2008).

2.2.3. Jenis Debu

Menurut Mengkidi (2006), partikel debu dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu debu organik dan debu anorganik.


(32)

Tabel 2.2. Jenis Debu Yang Dapat Menimbulkan Penyakit Paru Pada Manusia

NO Jenis Debu Contoh Jenis Debu

1 Organik a. Alamiah

1). Fosil Batubara, karbon hitam, arang, granit 2). Bakteri TBC, antraks, enzim bacillus subtilits

3). Jamur Koksidiomikosis, histoplasmosis, kriptokokus thermophilic actinomycosis

4). Virus Psikatosis, cacar air, Q fever

5). Sayuran Kompos jamur, ampas tebu, tepung, padi, gabus, atap alang-alang, katun rami, serat nanas 6). Binatang Kotoran burung, ayam

b. Sintesis

1). Plastik Politetrafluoretilen, toluene diisosianat 2). Reagen Minyak isopropyl, pelarut organik 2 Anorganik

a. Silika bebas

1). Crystaline Quarz, trymite cristobalite 2). Amorphous Diatomaceous earth, silika gel 1). Fibosis Asbestosis, sillinamite, talk 2). Lain-lain Mika, kaolin, debu semen c. Metal

1). Inert Besi, barium, titanium, tin, aluminium, seng 2). Lain-lain Berilium

3). Bersifat keganasan Arsen, kobalt, nikel, hematite, uranium, asbes, khrom

Sumber: Mengkidi, 2006

2.2.4. Sumber- Sumber Debu

Sumber pencemar partikel (debu) dapat berasal dari peristiwa alami dan dapat juga berasal dari ulah manusia dalam rangka mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik. Pencemaran partikel yang berasal dari alam (Wardhana, 2001) antara lain: 1. Debu tanah/pasir halus yang terbang terbawa oleh angin kencang.

2. Abu dan bahan-bahan vulkanik yang terlempar ke udara akibat letusan gunung berapi.


(33)

3. Semburan uap air panas di sekitar daerah sumber panas bumi di daerah pegunungan.

Sedangkan sumber pencemaran partikel akibat ulah manusia sebagian besar berasal dari pembakaran batubara, proses industri, kebakaran hutan dan gas buangan alat transportasi (Wardhana, 2001).

Debu yang terdapat di dalam udara terbagi dua, yaitu deposite particulate matter adalah partikel debu yang hanya berada di udara, partikel ini segera mengendap karena ada daya tarik bumi. Dan Suspended particulate matter adalah debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah mengendap (Yunus, 1997).

2.2.5. Nilai Ambang Batas (NAB) untuk Debu

Nilai ambang batas adalah kadar tertinggi suatu zat dalam udara yang diperkenankan, sehingga manusia dan makhluk lainnya tidak mengalami gangguan penyakit atau menderita karena zat tersebut (Agusnar, 2008).

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara dijelaskan mengenai pengertian baku mutu udara ambien, yaitu ukuran batas atau kadar zat, energi dan/atau komponen yang ada atau yang seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambien. Baku mutu kadar debu dalam udara ambien yang tercantum di dalam PP RI No. 41 tahun 1999 tersebut untuk PM10 (Partikel <10 μm) adalah 150 μg/m3

.

2.2.6. Pengukuran Kadar Debu di Udara

Pengukuran kadar debu di udara bertujuan untuk mengetahui apakah kadar debu pada suatu lingkungan, konsentrasinya sesuai dengan kondisi lingkungan yang


(34)

aman dan sehat bagi masyarakat. Dengan kata lain, apakah kadar debu tersebut berada di bawah atau di atas nilai ambang batas (NAB) debu udara (Asiah, 2008).

Pengambilan/pengukuran kadar debu di udara biasanya dilakukan dengan metode gravimetric, yaitu dengan cara menghisap dan melewatkan udara dalam volume tertentu melalui saringan serat gelas/kertas saring. Alat-alat yang biasanya digunakan untuk pengambilan sampel debu total (TSP) di udara (Asiah, 2008), seperti:

1. High Volume Air Sampler

Alat ini menghisap udara ambien dengan pompa berkecepatan 1,1-1,7 m3/menit, partikel debu berdiameter 0,1-100 mikron akan masuk bersama aliran udara melewati saringan dan terkumpul pada permukaan serat gelas. Alat ini dapat digunakan untuk mengambil contoh udara selama 24 jam, dan bila kandungan partikel debu sangat tinggi maka waktu pengukuran dapat dikurangi menjadi 6-8 jam.

2. Low Volume Air Sampler

Alat ini dapat menangkap debu dengan ukuran sesuai yang kita inginkan dengan cara mengatur flow rate. Untuk flow rate 20 liter/menit dapat menangkap partikel berukuran 10 mikron. Dengan mengetahui berat kertas saring sebelum dan sesudah pengukuran maka kadar debu dapat dihitung.

3. Low Volume Dust Sampler

Alat ini mempunyai prinsip kerja dan metode yang sama dengan alat low volume air sampler.


(35)

4. Personal Dust Sampler (LVDS)

Alat ini biasa digunakan untuk menentukan Respiral Dust (RD) di udara atau debu yang dapat lolos melalui filter bulu hidung manusia selama bernapas. Untuk

flow rate 2 liter/menit dapat menangkap debu yang berukuran < 10 mikron. Alat ini biasanya digunakan pada lingkungan kerja dan dipasang pada pinggang pekerja karena ukurannya yang sangat kecil.

2.2.7. Penentuan Lokasi dan Titik Pengambilan Sampel Udara Ambien

Secara umum, sampel udara ambien diambil di daerah pemukiman penduduk, perkantoran, kawasan industri, atau daerah lain yang dianggap penting. Tujuannya adalah untuk mengetahui kualitas udara yang dapat dipengaruhi oleh kegiatan tertentu. Kriteria yang dapat dipertimbangkan dalam menentukan lokasi pengambilan sampel udara ambien (Hadi, 2005), yaitu:

1. Daerah yang mempunyai konsentrasi pencemar tinggi 2. Daerah padat penduduk

3. Daerah yang diperkirakan menerima paparan pencemar dari emisi cerobong industri

4. Daerah proyeksi untuk mengetahui dampak pembangunan

Di samping itu, faktor meteorologi, seperti arah angin, kecepatan angin, suhu udara, kelembapan, dan faktor geografi, seperti topografi dan tata guna lahan, harus dipertimbangkan. Beberapa acuan dalam menentukan titik pengambilan (Hadi, 2005) adalah:


(36)

1. Hindari daerah yang dekat dengan gedung, bangunan, dan/atau pepohonan yang dapat mengabsorpsi atau mengadsorpsi pencemar udara ke gedung atau pepohonan tersebut.

2. Hindari daerah di mana terdapat pengganggu kimia yang dapat memengaruhi polutan yang akan diukur.

3. Hindari daerah di mana terdapat pengganggu fisika yang dapat memengaruhi hasil pengukuran. Sebagai ilustrasi, pengukuran total partikulat di dalam udara ambien tidak diperkenankan di dekat insinerator.

2.2.8. Dampak Pencemaran Debu terhadap Manusia

Ada tiga cara masuknya bahan polutan seperti debu dari udara ke tubuh manusia yaitu melalui inhalasi, ingesti, dan penetrasi kulit. Inhalasi bahan polutan udara ke paru-paru dapat menyebabkan gangguan di paru dan saluran nafas. Bahan polutan yang cukup besar tidak jarang masuk ke saluran cerna. Refleks batuk juga akan mengeluarkan bahan polutan dari paru yang kemudian bila tertelan akan masuk ke saluran cerna. Bahan polutan dari udara juga dapat masuk ketika makan atau minum. Permukaan kulit juga dapat menjadi pintu masuk bahan polutan di udara khususnya bahan organik dapat melakukan penetrasi kulit dan dapat menimbulkan efek sistemik (Aditama, 1992). Kerusakan kesehatan akibat debu tergantung pada lamanya kontak, konsentrasi debu dalam udara, jenis debu itu sendiri dan lain-lain (Agusnar, 2008).

Ukuran debu atau partikel yang masuk ke dalam paru-paru akan menentukan letak penempelan atau pengendapannya. Partikel yang terhisap oleh manusia dengan ukuran kurang dari 1 mikron akan ikut keluar saat napas dihembuskan. Partikel yang


(37)

berukuran 1-3 mikron akan masuk ke dalam kantong udara paru-paru, menempel pada alveoli. Partikel berukuran 3-5 mikron akan tertahan pada saluran pernapasan bagian tengah. Partikel yang berukuran di atas 5 mikron akan tertahan di saluran napas bagian atas (Sunu, 2001).

Penyakit peneumokoniosis banyak jenisnya, tergantung dari jenis partikel yang masuk atau terhisap ke dalam paru-paru. Adapun jenis-jenis penyakit pneumokoniosis (Sunu, 2001) seperti:

1. Penyakit Antrakosis

Penyakit antrakosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh debu batubara. Penyakit ini biasanya dijumpai pada pekerja tambang batubara atau pekerja yang banyak melibatkan penggunaan batubara seperti

power plant (pembangkit listrik tenaga uap). Masa inkubasi penyakit ini antara lain 2-4 tahun yang ditandai dengan sesak napas.

2. Penyakit Silikosis

Penyakit ini disebabkan oleh pencemaran debu silika bebas, berupa SiO2 yang terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengendap. Debu silika ini banyak terdapat di industri besi baja, keramik, pengecoran beton, proses permesinan seperti mengikir, menggerinda. Disamping itu, debu silika juga terdapat di penambangan bijih besi, timah putih, dan tambang batubara.

Debu silika yang masuk ke dalam paru-paru akan mengalami masa inkubasi sekitar 2 sampai 4 tahun (Wardhana, 2001). Pada awalnya, penyakit silikosis ditandai dengan sesak napas yang disertai dengan batuk-batuk tanpa dahak. Penyakit silikosis tingkat sedang, gejala sesak napas dan batuk semakin tinggi


(38)

tingkat intensitasnya. Untuk penyakit silikosis yang sudah berat, sesak napas akan semakin parah dan kemudian diikuti dengan hipertropi jantung sebelah kanan yang berpotensi mengakibatkan kegagalan kerja jantung.

3. Penyakit Asbestosis

Penyakit asbestosis adalah penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh debu atau serat asbes yang mencemari udara. Masa laten asbestosis yaitu 10-20 tahun (Pujiastuti, 2002). Asbes merupakan campuran berbagai macam silikat terutama magnesium silikat. Debu asbes banyak dijumpai pada industri yang menggunakan asbes dan ruangan yang menggunakan asbes. Debu asbes yang terhisap dan masuk dalam paru-paru akan mengakibatkan sesak napas dan batuk-batuk yang disertai dahak. Ujung-ujung jari penderitanya akan tampak membesar/melebar. Apabila dilakukan pemeriksaan pada dahak maka akan tampak adanya debu asbes dalam dahak tersebut (Wardhana, 2001).

Sumber utama pencemaran udara dari silikat yaitu pada industri semen berupa partikel-partikel yang berterbangan di udara. Silikat (Si) disebut juga

asbestos. Dampak yang diakibatkan oleh silikat yaitu akan terganggunya fungsi paru-paru. Partikel-partikel yang terhisap dapat didepositkan pada jaringan saluran pernapasan yang disebut asbestosis atau fibrosis paru-paru.

Asbestosis bersifat sinergisme yaitu penggabungan lebih dari satu faktor yang berdampak lebih besar pengaruhnya dibandingkan dengan pengaruh individual terhadap perokok. Bagi seseorang yang kehidupannya di lokasi sekitar pabrik semen seharusnya menjalani pemeriksaan paru-paru secara periodik serta mengkonsumsi jenis-jenis makanan dan minuman sebagai upaya pencegahan.


(39)

4. Penyakit Beriliosis

Penyakit beriliosis adalah penyakit pada saluran pernapasan yang disebabkan oleh pencemaran udara dari debu berilium. Debu logam tersebut dapat menyebabkan nasoparingitis, bronkitis dan pneumonitis yang ditandai dengan gejala demam, batuk kering, dan sesak napas. Partikel-partikel berilium juga dapat mengakibatkan gangguan pada kulit dan radang hidung. Penyakit ini berpotensi terhadap para pekerja pada industri yang menggunakan logam campuran berilium-tembaga, industri fluoresen, industri pembuatan tabung radio. Masa inkubasi penyakit beriliosis ini relatif lama, sehingga sering tidak mendapatkan perhatian oleh manajeman perusahaan maupun oleh para pekerja itu sendiri.

5. Penyakit Bisinosis

Penyakit bisinosis adalah penyakit pneumokoniosis yang disebabkan oleh pencemaran debu kapas atau serat kapas di udara yang kemudian terhisap ke dalam paru-paru. Partikel kapas atau serat kapas ini banyak dijumpai pada industri seperti pemintalan kapas, tekstil, dan garmen. Masa inkubasi penyakit bisionosis sekitar 5 tahun. Gejala awal penyakit bisinosis yaitu ditandai dengan sesak napas. Penyakit bisinosis yang kronis biasanya diikuti dengan penyakit bronkitis dan emphysema.

2.3. Industri Semen

Semen (cement) adalah hasil industri dari paduan bahan baku: batu kapur/gamping sebagai bahan utama dan lempung/tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk/bulk, tanpa memandang


(40)

proses pembuatannya, yang mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air. Batu kapur/gamping adalah bahan alam yang mengandung senyawa kalsium oksida (CaO), sedangkan lempung/tanah liat bahan alam yang mengandung senyawa: Silika Oksida (SiO2), Aluminium Oksida (Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3), dan Magnesium Oksida (MgO). Untuk menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh, sebagian untuk membentuk clinkernya, yang kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips (gypsum) dalam jumlah yang sesuai (Mengkidi, 2006). Ukuran partikel (debu) semen yaitu berkisar antara 3-100 mikron (Anonimous, 2012).

2.4. Keluhan Kesehatan Akibat Debu Semen

Industri semen berpotensi sebagai sumber pencemaran partikel (Wardhana, 2001). Debu semen diklasifikasikan menjadi 2 (dua) jenis utama, semen alam dan buatan (Portland) semen. Semen portland adalah campuran dari kalsium oksida (62% 66%), silikon oksida (19% 22%), aluminium trioksida (4% 8%), oksida besi (2% -5%) dan magnesium oksida (1 % -2%). Debu semen memiliki efek iritasi pada kulit, mata dan sistem pernapasan (Meo, 2003).

Menurut Wardhana (2001) jenis partikel (debu) yang dihasilkan oleh industri/pabrik semen antara lain Oksida Silika (SiO2), Oksida Alumina (Al2O3), Magnesium Oksida (MgO), dan Trikalsium Silikat (3CaOSiO2). Jenis debu semen dan gangguan kesehatannya, yaitu:

2.4.1. Silika Oksida (SiO2)

Silika bebas, berupa SiO2 yang terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengendap menyebabkan penyakit silikosis (Sunu, 2001). Pada awalnya, penyakit silikosis ditandai dengan sesak napas yang disertai dengan batuk-batuk


(41)

tanpa dahak. Penyakit silikosis tingkat sedang, gejala sesak napas dan batuk semakin tinggi tingkat intensitasnya. Untuk penyakit silikosis yang sudah berat, sesak napas akan semakin parah dan kemudian diikuti dengan hipertropi jantung sebelah kanan yang berpotensi mengakibatkan kegagalan kerja jantung (Sunu, 2001).

2.4.2. Alumina Oksida (Al2O3)

Aluminium (Al) adalah metal yang dapat dibentuk, dan karenanya banyak digunakan, sehingga banyak terdapat di lingkungan dan didapat pada berbagai jenis makanan. Aluminium yang berbentuk debu akan diakumulasi di dalam paru-paru dan dapat juga menyebabkan iritasi kulit, selaput lendir, dan saluran pernapasan (Slamet, 2009). Jalur pemaparan dan organ sasaran aluminium oksida adalah mata, kulit, dan sistem pernapasan (Marietta, 2007).

2.4.3. Magnesium Oksida (MgO)

Jalur pemaparan magnesium oksida (MgO) adalah melalui inhalasi, konta mata, dan kulit. Efek akut debu magnesium oksida yaitu dapat menyebabkan iritasi ringan pada mata dan hidung, konjungtivitis, radang membran mukosa, dan batuk berdahak. Toksisitas akut menyebabkan mual, malaise, depresi umum dan kelumpuhan syaraf pernapasan, jantung, dan sistem pusat. Efek kronis menunjukkan bahwa mungkin ada resiko karsinogenik dari paparan debu MgO (Marietta, 2007). 2.4.4. Trikalsium Silikat (3CaO.SiO2)

Organ sasaran kalsium oksida (CaO) yaitu mata, kulit, dan sistem pernapasan. Kontak langsung CaO dengan jaringan, dapat mengakibatkan luka bakar dan iritasi parah karena reaktivitas tinggi dan alkalinitas. Keluhan dari pekerja yang terpapar


(42)

terdiri dari iritasi pada kulit dan mata, serta saluran pernapasan. Pada efek kronis, CaO tidak diklasifikasikan sebagai karsinogen pada manusia (Marietta, 2007).

2.5. Efek Pencemaran Udara

Efek-efek pencemaran udara pada kehidupan manusia dapat dibagi menjadi efek umum, efek terhadap ekosistem, efek terhadap kesehatan, efek terhadap tumbuh-tumbuhan dan hewan, efek terhadap cuaca dan iklim, dan efek terhadap sosial ekonomi (Chandra,2006).

2.5.1. Efek Umum

Efek umum pencemaran udara terhadap kehidupan manusia, antara lain: 1. Meningkatkan angka kesakitan dan kematian pada manusia, flora, dan fauna. 2. Memengaruhi kuantitas dan kualitas sinar matahari yang sampai ke permukaan

bumi dan memengaruhi proses fotosintesis tumbuhan.

3. Memengaruhi dan mengubah iklim akibat terjadinya peningkatan kadar CO2 di udara. Kondisi ini cenderung menahan panas tetap berada di lapisan bawah atmosfer sehingga terjadi efek rumah kaca (green house effect).

4. Pencemaran udara dapat merusak cat, karet, dan bersifat korosif terhadap benda yang terbuat dari logam.

5. Meningkatkan biaya perawatan bangunan, monumen, jembatan, dan lainnya. 6. Mengganggu penglihatan dan dapat meningkatkan angka kasus kecelakaan

lalulintas di darat, sungai, maupun udara.


(43)

2.5.2. Efek terhadap Ekosistem

Industri yang mempergunakan batubara sebagai sumber energinya akan melepaskan zat oksida sulfat ke dalam udara sebagai sisa pembakaran batubara. Zat tersebut akan bereaksi dengan air hujan membentuk asam sulfat sehingga air hujan menjadi asam (acid rain). Apabila keadaan ini cukup lama, akan terjadi perubahan pada ekosistem perairan danau. Akibatnya, pH air danau akan menjadi asam, produksi ikan menurun, dan secara tidak langsung pendapatan rakyat setempat pun menurun.

2.5.3. Efek terhadap Kesehatan

Efek pencemaran udara terhadap kesehatan manusia dapat terlihat baik secara cepat maupun lambat, seperti berikut:

1. Efek cepat

Hasil studi epidemiologi menunjukkan bahwa peningkatan mendadak kasus pencemaran udara juga akan meningkatkan angka kasus kesakitan dan kematian akibat penyakit saluran pernapasan. Pada situasi tertentu, gas CO dapat menyebabkan kematian mendadak karena daya afinitas gas CO terhadap haemoglobin darah (menjadi methaemoglobin) yang lebih kuat dibandingkan daya afinitas O2 sehingga terjadi kekurangan gas oksigen di dalam tubuh.

2. Efek lambat

Pencemaran udara diduga sebagai salah satu penyebab penyakit bronkhitis kronis dan kanker paru primer. Penyakit yang disebabkan oleh pencemaran udara antara lain, emfisema paru, black lung disease, asbestosis, silikosis, bisionosis, dan pada anak-anak, penyakit asma dan eksema.


(44)

2.5.4. Efek terhadap Tumbuhan dan Hewan

Tumbuh-tumbuhan sangat sensitif terhadap gas sulfur dioksida, florin, ozon, hidrokarbon, dan CO. Apabila terjadi pencemaran udara, konsentrasi gas tersebut akan meningkat dan dapat menyebabkan daun tumbuhan berlubang dan layu. Ternak akan menjadi sakit jika memakan tumbuh-tumbuhan yang mengandung dan tercemar florin.

2.5.5. Efek terhadap Cuaca dan Iklim

Gas karbon dioksida memiliki kecenderungan untuk menahan panas tetap berada di lapisan bawah atmosfer sehingga terjadi efek rumah kaca (green house effect). Udara menjadi panas dan gerah. Selain itu, partikel-partikel debu juga memiliki kecenderungan untuk memantulkan kembali sinar matahari di udara sebelum sinar tersebut sampai ke permukaan bumi sehingga udara di lapisan bawah atmosfer menjadi dingin.

2.5.6. Efek terhadap Sosial Ekonomi

Pencemaran udara akan meningkatkan biaya perawatan dan pemeliharaan bangunan, monumen, jembatan, dan lainnya serta menyebabkan pengeluaran biaya ekstra untuk mengendalikan pencemaran yang terjadi.

2.6. Penanggulangan Dampak Pencemaran Lingkungan

Pencemaran lingkungan mempunyai dampak yang sangat luas dan sangat merugikan manusia maka perlu diusahakan pengurangan pencemaran lingkungan atau bila mungkin meniadakan sama sekali. Usaha untuk mengurangi dan menanggulangi pencemaran tersebut ada 2 macam cara utama yaitu penanggulangan secara non-teknis dan penanggulangan secara teknis. Melalui cara penanggulangan


(45)

tersebut diharapkan bahwa pencemaran lingkungan akan jauh berkurang dan kualitas hidup manusia dapat lebih ditingkatkan (Agusnar, 2007).

2.6.1. Penanggulangan secara Non-Teknis

Penganggulangan secara non-teknis yaitu suatu usaha untuk mengurangi dan menanggulangi pencemaran lingkungan dengan cara menciptakan peraturan perundangan yang dapat merencanakan, mengatur, dan mengawasi segala macam bentuk kegiatan industri dan teknologi sedemikian rupa sehingga tidak terjadi pencemaran lingkungan (Agusnar, 2007).

Peraturan perundangan yang dimaksud hendaknya dapat memberikan gambaran secara jelas tentang kegiatan industri dan teknologi yang akan dilaksanakan di suatu tempat yang meliputi:

1. Penyajian Informasi Lingkungan (PIL)

2. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) 3. Perencanaan Kawasan Kegiatan Industri dan Teknologi, 4. Pengaturan dan Pengawasan Kegiatan,

5. Menanamkan perilaku disiplin. 2.6.2. Penanggulangan secara Teknis

Kriteria yang digunakan dalam memilih dan menentukan cara yang digunakan dalam penanggulangan secara teknis tergantung pada faktor berikut:

1. Mengutamakan keselamatan lingkungan 2. Teknologinya telah dikuasai dengan baik


(46)

Berdasarkan kriteria tersebut diatas diperoleh beberapa cara dalam hal penanggulangan secara teknis, antara lain adalah sebagai berikut:

1. Mengubah proses

2. Mengganti sumber energi 3. Mengelola limbah

4. Menambah alat bantu

Untuk melengkapi cara penanggulangan pencemaran lingkungan secara teknis dilakukan dengan menambah alat bantu yang dapat mengurangi pencemaran. Beberapa alat bantu yang digunakan untuk mengurangi atau menanggulangi pencemaran lingkungan antara lain adalah:

a. Filter Udara

Filter udara dimaksudkan untuk menangkap abu atau partikel yang ikut keluar pada cerobong atau stack, agar tidak ikut terlepas ke lingkungan sehingga hanya udara yang bersih saja yang keluar dari cerobong. Filter udara yang dipasang ini harus segera diamati (dikontrol), jika sudah penuh dengan debu harus segera diganti dengan yang baru. Jenis filter udara yang digunakan tergantung pada sifat gas buangan yang keluar dari proses industri.

b. Pengendap Siklon

Pengendap Siklon atau Cyclon Separators adalah pengendap debu/abu yang ikut dalam gas buangan atau udara dalam ruang pabrik yang berdebu. Prinsip kerja pengendap siklon adalah pemanfaatan gaya sentrifugal dari udara/gas buangan yang sengaja dihembuskan melalui tepi dinding tabung siklon sehingga partikel yang relatif berat akan jatuh ke bawah. Ukuran partikel/debu/abu yang


(47)

bisa diendapkan oleh siklon adalah antara 5– 40 μ. Makin besar ukuran debu makin cepat partikel tersebut diendapkan.

c. Filter Basah (Scrubbers atau Wet Collectors)

Prinsip kerja filter basah adalah membersihkan udara yang kotor dengan cara menyemprot air dari bagian atas alat, sedangkan udara yang kotor dari bagian bawah alat. Pada saat udara yang berdebu kontak dengan air, maka debu akan ikut dengan semprotan air turun ke bawah.

d. Pengendap Sistem Gravitasi

Alat pengendapan ini hanya digunakan untuk membersihkan udara kotor yang ukuran partikelnya relatif cukup besar, sekitar 50 μ atau lebih. Cara kerja alat ini yaitu dengan mengalirkan udara kotor kedalam alat yang dibuat sedemikian rupa sehingga pada waktu terjadi perubahan kecepatan secara tiba-tiba (speed drop), zarah akan jatuh terkumpul di bawah akibat gaya beratnya sendiri (gravitasi). Kecepatan pengendapan tergantung pada dimensi alatnya. e. Pengendapan Elektrostatik

Alat pengendapan elektrostatik digunakan untuk membersihkan udara kotor dalam jumlah (volume) yang relatif besar dan pengotor udaranya adalah aerosol atau uap air. Alat ini dapat membersihkan udara secara cepat dan udara yang keluar dari alat sudah relatif bersih.

Alat pengendap ini menggunakan arus searah (DC) yang mempunyai tegangan antara 25-100 kV. Alat pengendap ini berupa tabung silinder dimana dindingnya diberi muatan positif, sedangkan di tengah ada sebuah kawat yang merupakan pusat silinder, sejajar dinding tabung, diberi muatan negatif. Adanya


(48)

perbedaan tegangan yang cukup besar akan menimbulkan corona disharga di daerah sekitar pusat silinder. Hal ini menyebabkan udara kotor seolah-olah mengalami ionisasi. Kotoran udara menjadi ion negatif sedangkan udara bersih menjadi ion positif dan masing-masing akan menuju elektroda yang sesuai. Kotoran yang menjadi ion negatif akan ditarik oleh dinding tabung sedangkan udara bersih akan berada di tengah-tengah silinder dan kemudian terhembus keluar.

2.7. Kerangka Konsep Konsentrasi Debu di Sekitar

Pabrik Semen

Keluhan Kesehatan pada Masyarakat di sekitar Pabrik Semen PP RI No 41

tahun 1999

Tidak Memenuhi Syarat

Memenuhi Syarat

Karakteristik Responden 1. Umur

2. Pendidikan 3. Lama bermukim 4. Pekerjaan/aktivitas 5. Lama bekerja 6. Kebiasaan Merokok

Karakteristik Tempat Tinggal

1. Jarak rumah 2. Keberadaan pohon 3. Luas ventilasi rumah


(49)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang bersifat deskriptif, karena penulis ingin mengetahui konsentrasi debu dan keluhan kesehatan yang dialami masyarakat di sekitar pabrik semen secara bersamaan untuk mendapatkan gambaran tingkat pencemaran udara oleh debu yang dihasilkan oleh pabrik semen di Desa Kuala Indah pada tahun 2012.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di daerah pemukiman sebelah barat (± 20 m, ±70 m, ± 200m, ± 400 m, dan ± 600 m) dan barat daya (±350 m dan ± 500 m) dari pabrik semen karena lokasi tersebut merupakan daerah potensi tercemar oleh debu yang disebabkan oleh angin laut, yaitu angin yang bertiup dari laut menuju ke darat.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 sampai November 2012 di Desa Kuala Indah Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga yang tinggal di Desa Kuala Indah Dusun II (pemukiman sebelah barat daya dan barat dari pabrik semen) yaitu sebesar 130 orang. Hal ini dilakukan karena ibu rumah tangga yang


(50)

kesehariannya berada di rumah sehingga tingkat keterpaparan terhadap debu akan lebih banyak.

3.3.2. Sampel

Teknik pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling karena setiap populasi memiliki peluang yang sama untuk terpilih sebagai sampel dan bertujuan untuk mendapatkan sampel yang mewakili populasi.

Dalam buku Kasjono (2009), jika populasi < 10.000 maka besar sampel dalam penelitian ini diperoleh dari rumus :

=

n

) ( 1 N d2

N

+ N : Populasi = 130 orang d : Presisi absolut = 0,1

dengan mensubsitusi nilai N dan d ke dalam formula besar sampel, maka:

=

( )

2

1 , 0 130 1 130 + =

(

0,01

)

130 1 130 + = 3 , 1 1 130 + = 56,5 = 56 Diketahui :

n = Besar sampel N = Besar populasi


(51)

Dengan jumlah populasi sebesar 130 orang, maka besar sampelnya adalah 56 orang. Dengan demikian dapat diketahui jumlah sampel yang akan diambil di sebelah barat daya dan barat dari pabrik semen dengan menggunakan Fraction sample, yaitu dengan cara:

1. Besar sampel sebelah Barat (98 KK) n = 56 42

130 98

=

x orang

2. Besar sampel sebelah Barat Daya (32 KK) n = 56 14

130 32

=

x orang

Langkah pengambilan sampel yang di pakai adalah dengan membuat nomor pada setiap rumah yang ada dan nomor juga dibuat pada gulungan kertas-kertas kecil kemudian penulis mencabut satu nomor sebagai sampel pertama, lalu untuk sampel selanjutnya diambil dari kelipatan tiga dari nomor sampel pertama.

3.4. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah udara ambien di daerah pemukiman sekitar pabrik semen dan pengukuran kadar debu di lakukan di tujuh titik yaitu pada pemukiman sebelah barat daya dan barat yang terletak searah dengan angin laut. 3.5. Metode Pengumpulan Data

3.5.1. Data Primer

1. Melakukan pengukuran kadar debu di pemukiman sekitar pabrik semen.

2. Pengukuran dilakukan pada siang hari, dalam penelitian ini dilakukan dua kali pengukuran, pengukuran pertama (20 September 2012) dilakukan pada pukul


(52)

12.00 WIB sampai pukul 13.20 WIB dan pengukuran kedua (20 November 2012) dilakukan pada pukul 10.30 WIB sampai pukul 14.00 WIB. Hal ini dilakukan karena angin laut umumnya terjadi pada siang hari yaitu pada pukul 09.00 – 16.00 WIB, dikarenakan suhu di daratan meningkat sehingga udara memuai dan tekan udara di daratan menjadi lebih rendah. Akibatnya terjadi gradien tekanan dari laut yang lebih tinggi ke daratan yang lebih rendah, yang menyebabkan terjadinya angin laut (Anonimous, 2012).

3. Pengukuran dilakukan di 2 (dua) lokasi, yaitu pada pemukiman sebelah barat daya dan barat. Pada pengukuran pertama, pemukiman sebelah barat daya (1 titik) dan barat (1 titik). Sedangkan pada pengukuran kedua, pemukiman sebelah barat daya (2 titik) dan barat (5 titik).

4. Wawancara langsung dengan ibu rumah tangga yang tinggal di sekitar pabrik semen yang terpilih sebagai sampel penelitian.

3.5.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari literatur maupun instansi terkait lain yang ada hubungannya dengan objek penelitian.

3.6. Metode Pengambilan Objek

Pengambilan objek penelitian menggunakan HAZ-DUST Model EPAM-5000 yang merupakan jenis High Volume Air Sampler dan menggunakan metode

gravimetric, yaitu dengan cara:

1. Alat diletakan 1,5 meter diatas tanah dalam kondisi batre full. 2. Tekan tombol ON/OFF


(53)

3. Masukkan filter sesuai dengan jenis debu yang diinginkan (misal 1, 2,5, 10 mikron atau TSP) kedalam sleeve arm.

4. Pilih menu Size Select.

5. Lakukan proses kalibrasi sampai 100 detik. 6. Tekan tombol Run (alat akan bekerja). 7. Setelah selesai tekan tombol Enter.

8. Pilih menu Review Data (untuk melihat konsentrasi debu). 3.7. Definisi Operasional Variabel

1. Konsentrasi debu adalah banyaknya debu PM10 (Partikel <10 μm) dalam μg/m3 di daerah pemukiman sebelah barat daya (± 350 m dan ±500 m) dan barat (± 20 m, ±70 m, ±200 m, ± 400 m, dan ±600 m) di sekitar pabrik semen di Desa Kuala Indah yang diukur dengan menggunakan HAZ-DUST Model EPAM-5000.

2. Umur adalah lamanya orang hidup yang dihitung sejak orang tersebut lahir sampai pada waktu dilakukan penelitian ini, data diperoleh dari hasil pengisian kuesioner.

3. Tingkat pendidikan adalah tingkat pendidikan formal yang pernah dijalani masyarakat di sekitar pabrik semen di Desa Kuala Indah, diperoleh dari hasil pengisian kuesioner.

4. Lama bermukim adalah lamanya seseorang tinggal di sekitar pabrik semen di Desa Kuala Indah yang dihitung pada saat ia mulai tinggal/pabrik mulai berproduksi sampai dengan sekarang, diperoleh dari hasil pengisian kuesioner. 5. Pekerjaan/aktivitas adalah jenis pekerjaan/aktivitas responden di luar rumah


(54)

6. Lama bekerja adalah lamanya responden berada di luar rumah sehingga mempengaruhi tingkat keterpaparan responden terhadap debu.

7. Kebisaan merokok adalah kebiasaan responden menghisap rokok yang diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner.

8. Jarak rumah adalah jarak antara rumah responden dengan pabrik semen.

9. Keberadaan pohon adalah ada tidaknya pohon besar di sekitar rumah responden yang dapat menghalangi masuknya debu ke dalam rumah responden.

10.Luas ventilasi rumah adalah luasnya ventilasi rumah responden yang dapat mempengaruhi kondisi udara dalam rumah.

11.Keluhan kesehatan adalah tanda dan gangguan kesehatan yang dialami oleh masyarakat sekitar pabrik semen di Desa Kuala Indah yang dapat diketahui oleh penulis melalui pertanyaan yang tersusun dalam kuesioner yang meliputi iritasi mata, kulit, dan gangguan pernapasan.

12.Memenuhi syarat adalah konsentrasi debu masih berada di bawah baku mutu udara ambien, berdasarkan PP RI nomor 41 tahun 1999 yaitu ≤150 μg/m3.

13.Tidak memenuhi syarat adalah konsentrasi debu berada di atas baku mutu udara ambien, berdasarkan PP RI nomor 41 tahun 1999 yaitu > 150 μg/m3

. 3.8. Aspek Pengukuran

3.8.1. Konsentrasi Debu

Aspek pengukuran konsentrasi debu dalam penelitian ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara. Adapun kadar debu maksimal untuk PM10 (Partikel < 10 μm) yaitu 150 μg/m3


(55)

Pengukuran konsentrasi debu dilakukan selama 30 menit. Hasil pengukuran konsentrasi debu dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu:

1. Melebihi ambang batas, jika hasil pengukuran kadar debu ≥ 150 μg/m3. 2. Di bawah ambang batas, jika hasil pengukuran kadar debu < 150 μg/m3. 3.8.2. Karakteristik Responden

1. Umur

Umur ibu rumah tangga dikategorikan sebagai berikut: 1) Ibu rumah tangga yang berumur ≤ 20 tahun

2) Ibu rumah tangga yang berumur 21-40 tahun 3) Ibu rumah tangga yang berumur > 40 tahun 2. Pendidikan

Pendidikan ibu rumah tangga dikategorikan sebagai berikut: 1) Tidak Sekolah

2) Tingkat pendidikan SD

3) Tingkat pendidikan SMP/SLTP 4) Tingkat pendidikan SMA/SMU 5) Tingkat pendidikan Sarjana 3. Lama bermukim

Lama bermukim dikategorikan sebagai berikut: 1) Lama bermukim ≤ 2 tahun

2) Lama pemaparan > 2 tahun 4. Pekerjaan/aktifitas


(56)

a. Petani b. Pedagang c. Guru d. Wiraswasta e. Buruh cuci

5. Lama responden berada di rumah

Lama responden berada di rumah dikategorikan sebagai berikut: 1. ≤ 16 jam/hari

2. > 17-23 jam/hari 3. 24 jam/hari 6. Kebiasaan merokok

Kebiasaan merokok dikategorikan sebagai berikut: 1. Merokok

2. Tidak merokok

3.8.3. Karakteristik Tempat Tinggal Responden 1. Jarak rumah

Jarak rumah dikategorikan sebagai berikut: a. ≤ 200 meter

b. > 200 meter 2. Keberadaan pohon

Keberadaan pohon dikategorikan sebagai berikut: a. Ada pohon besar


(57)

3. Luas ventilasi rumah a. < 20% dari luas lantai b. ≥ 20% dari luas lantai 3.8.4. Keluhan Kesehatan

Keluhan kesehatan dilihat berdasarkan jenis keluhan kesehatan yang responden rasakan, yaitu:

1. Batuk dan sesak dada

2. Iritasi kulit (kulit kering, bentol-bentol, dan terasa gatal) 3. Iritasi mata (mata merah dan mata perih)

3.9. Teknik Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan cara: 1. Editing

Memeriksa data terlebih dahulu apakah telah sesuai seperti yang diharapkan, misalnya memeriksa kelengkapan, kesinambungan, dan keseragaman data.

2. Koding

Menyederhanakan semua jawaban jika cara pengumpulan data menggunakan pertanyaan. Menyederhanakan jawaban tersebut dilakukan dalam bentuk memberikan simbol-simbol tertentu.

3. Tabulasi

Mengelompokkan data dalam suatu tabel tertentu menurut sifat-sifat yang dimilikinya sesuai dengan tujuan penelitian.


(58)

3.10. Teknik Analisis Data

Semua data yang terkumpul, baik pengukuran debu dan hasil wawancara dengan ibu rumah tangga diolah secara manual. Selanjutnya data yang telah diolah, dianalisis dalam bentuk tabel distribusi dan tabulasi silang yang kemudian dinarasikan. Hasil pengukuran konsentrasi debu akan dibandingkan dengan baku mutu kualitas udara ambien menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999.


(59)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Desa Kuala Indah

Desa Kuala Indah merupakan salah satu desa yang berada di wilayah pemerintahan Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara Propinsi Sumatera Utara. Luas wilayah Desa Kuala Indah adalah 1.114 Ha, dibagi dalam 5 Dusun, dan terdiri dari 890 Kepala Keluarga dengan batas wilayah sebagai berikut :

1. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pematang Kuing, 2. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Kuala Tanjung, 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Suka Ramai, 4. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka.

Desa Kuala Indah terletak pada ketinggian 3 m dari permukaan laut dengan keadaan tanah bersifat datar, rawa, dan gambut. Curah hujan rata-rata Kabupaten Batu Bara tahun 2009 adalah 1.376 mm pertahun dengan jumlah hari hujan selama 95 hari dalam setahun.

Jumlah penduduk Desa Kuala Indah berdasarkan Laporan Kependudukan Desa Kuala Indah bulan September 2012 adalah 3185 jiwa yang terdiri dari 1599 jiwa laki-laki dan 1586 jiwa perempuan. Pekerjaan penduduk adalah nelayan, petani, karyawan, pedagang, dan guru.

4.2. Gambaran Umum Pabrik Semen

Pabrik semen yang berada di Desa Kuala Indah ini merupakan pabrik semen pertama di Kabupaten Batu Bara. Tepatnya beralamat di jalan Datuk Tenggara Desa Kuala Indah Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara. Pabrik semen ini didirikan


(60)

pada tanggal 17 September 2008 dan mulai berproduksi pada bulan April 2010. Saat ini pabrik tersebut berproduksi sebanyak 600 ton/hari, dengan jumlah karyawan sebanyak 125 orang.

Sampai saat ini pabrik semen tersebut belum memiliki alat yang dapat mengurangi debu, dan upaya yang dilakukan untuk mengurangi debu yaitu dengan menanam pohon bambu di areal pabrik agar debu tidak keluar dari pabrik dan penyiraman jalan yang dilalui oleh truck semen.

4.3. Karakteristik Responden

Untuk mendapatkan gambaran tentang karakteristik responden yang bermukim di sekitar pabrik semen di Desa Kuala Indah dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Setelah dilakukan analisa, di dapat gambaran tentang karakteristik responden dan distribusinya sebagaimana dituangkan dalam tabel-tabel berikut ini.

4.3.1. Umur

Distribusi responden berdasarkan umur responden yang tinggal di sekitar pabrik semen di Desa Kuala Indah dapat dilibat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Desa Kuala Indah Tahun 2012

No. Usia Jumlah %

1 21 – 40 tahun 32 57,1

2 > 41 tahun 24 42,9

Total 56 100,0

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden berumur 21-40 tahun yaitu sebanyak 57,1% responden.


(61)

4.3.2. Tingkat Pendidikan

Distribusi responden menurut tingkat pendidikan yang tinggal di sekitar pabrik semen di Desa Kuala Indah dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Kuala Indah Tahun 2012

No. Tingkat Pendidikan Jumlah %

1 Tidak Sekolah 9 16,1

2 SD 12 21,4

3 SMP/SLTP 12 21,4

4 SMA/SMU 20 35,7

5 Sarjana 3 5,4

Total 56 100,0

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan responden yang paling banyak adalah SMA/SMU 35,7% responden, sedangkan yang paling sedikit adalah Sarjana/S1 yaitu 5,4% responden.

4.3.3. Lama Bermukim

Distribusi responden menurut lama bermukim di sekitar pabrik semen di Desa Kuala Indah, dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Bermukim di Sekitar Pabrik Semen di Desa Kuala Indah Tahun 2012

No. Lama Bermukim Jumlah %

1 ≤ 2 tahun 3 5,4

2 > 2 tahun 53 94,6

Total 56 100,0

Tabel di atas, memberikan gambaran bahwa pada umumnya responden telah bermukim > 2 tahun yaitu sebanyak 94,6% responden.

4.3.4. Kerja/Aktivitas Responden

Distribusi responden yang bekerja di Desa Kuala Indah, dapat dilihat pada Tabel 4.4.


(62)

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Kerja/Aktivitas Responden di Desa Kuala Indah Tahun 2012

No. Bekerja/Beraktivitas Jumlah %

1 Ya 21 37,5

2 Tidak 35 62,5

Total 56 100,0

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa sebagian besar responden tidak bekerja yaitu sebesar 62,5% responden.

4.3.5. Jenis Pekerjaan Responden

Distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaannya di Desa Kuala Indah, dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Responden di Desa Kuala Indah Tahun 2012

No. Jenis Pekerjaan Jumlah %

1 Petani 8 38,2

2 Pedagang 5 23,8

3 Guru 4 19,0

4 Wiraswasta 3 14,3

5 Buruh cuci 1 1,8

Total 21 100,0

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa jenis pekerjaan terbanyak adalah petani yaitu sebesar 38,2%.

4.3.6. Lokasi Kerja

Distribusi responden berdasarkan lokasi kerja dapat dilihat dalam Tabel 4.6. Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Lokasi Kerja Responden di

Desa Kuala Indah Tahun 2012

No. Lokasi Kerja Jumlah %

1 Sekitar pabrik semen 4 19,0

2 Jauh dari pabrik semen 17 81,0


(63)

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa pada umumnya lokasi kerja responden jauh dari pabrik semen yaitu sebanyak 81,0% responden.

4.3.7. Lama Responden Berada di Sekitar Pabrik Semen

Distribusi responden berdasarkan lamanya responden berada di rumah di Desa Kuala Indah dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Lamanya Responden Berada di Sekitar Pabrik Semen di Desa Kuala Indah Tahun 2012

No. Lama Berada di Sekitar Pabrik Semen

Jumlah %

1 ≤ 16 jam/hari 6 10,7

2 17-23 jam/hari 11 19,6

3 24 jam/hari 39 69,7

Total 56 100,0

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa sebagian besar responden berada di sekitar pabrik semen selama 24 jam/hari yaitu sebesar 69,7% responden.

4.3.8. Kebiasaan Merokok

Dari hasil analisa data, diketahui bahwa seluruh (100%) responden tidak ada yang merokok.

4.4. Karakteristik Tempat Tinggal Responden

Untuk mendapatkan gambaran tentang karakteristik tempat tinggal responden yang bermukim di sekitar pabrik semen di Desa Kuala Indah dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Setelah dilakukan analisa, di dapat gambaran tentang karakteristik tempat tinggal responden dan distribusinya sebagaimana dituangkan dalam tabel-tabel berikut ini.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T.Y. 1992. Polusi Udara dan Kesehatan. Arcan, Jakarta. Agusnar, H. 2007. Kimia Lingkungan. USU Press, Medan.

. 2008. Analisa Pencemaran dan Pengendalian Lingkungan. USU Press, Medan.

Anonimous, 2012. Angi Diakses 20 Agustus 2012.

, 2012. The Engineering ToolBox.

http://www.engineeringtoolbox.com/particle-sizes-d_934.html.

Asiah, N. 2008. Kadar Debu dan Keluhan Kesehatan Pekerja Usaha Pertukangan Kayu di Desa Sipare-pare Kabupaten Batu Bara Tahun 2007. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan.

Diakses 13 Juli 2012.

Chandra, B. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. EGC, Jakarta. . 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan. EGC, Jakarta.

Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia. 2009. Profil Desa/Kelurahan Kuala Indah Kecamatan Sei Seka Kabupaten Batu Bara, Provinsi Sumatera Utara Tahun 2009.

Hadi, A. 2005. Prinsip Pengelolaan Pengambilan Sampel Lingkungan. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Irawati. 1990. Penyerap dan Penjerap Debu Semen.

Junaidi. 2002. Analisis Kwantitatif Kadar Debu PT. Semen Andalas Indonesia di Lingkungan AKL DEPKES RI Banda Aceh. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.

Kasjono, H.S. dan Yasril. 2009. Teknik Sampling untuk Penelitian Kesehatan. Graha Ilmu, Yogyakarta.


(2)

Marietta, M. 2007. Lembar Data Keselamatan Bahan.

Mengkidi, D. 2006. Gangguan Fungsi Paru dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya pada Karyawan PT. Semen Tonasa Pangkep Sulawesi Selatan. Tesis Megister Kesehatan Lingkungan Universitas Diponegoro, Semarang.

Diakses 13 Juli 2012.

Meo, S.A.. 2003. Chest radiological findings in Pakistani cement factory workers. Saudi Medical Journal Vol. (3): 287-290.

Mukono. 2002. Epidemiologi Lingkungan. Airlangga University Press, Surabaya. . 2005. Toksikologi Lingkungan. Airlangga University Press, Surabaya. . 2008. Pencemaran Udara dan Pengaruhnya terhadap Gangguan

Saluran Pernapasan. Airlangga University Press, Surabaya.

. 2011. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan, Edisi Kedua. Airlangga University Press, Surabaya.

Mulia, R. M. 2005. Kesehatan Lingkungan. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Notoatmodjo, S. 2003. Penerapan dan Prosedur Penelitian. Hipokrates, Jakarta. Pemerintahan Kabupaten Batu Bara. 2012. Laporan Kependudukan Desa Kuala

Indah Bulan September 2012

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1077/MENKES/PER/V/2011 Tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara.

Profil Kabupaten Batu Bara.


(3)

Sastrawijaya, T. 2009. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta, Jakarta.

Sihombing, K.F. 2006. Pengukuran Kadar Debu dan Gangguan Saluran Saluran Pernafasan Pekerja Bengkel Pandai Besi di Desa Sitampurung Kecamatan Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat – Universitas Sumatera Utara, Medan.

Slamet, J.S. 2009. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

SNI, 2005. Nilai Ambang Batas (NAB) Zat Kimia di Udara Tempat Kerja. Badan Standardisasi Nasional (BSN).

Sugiyanto & Danang E. 2008. Mengkaji Ilmu Geografi 1 untuk Kelas X SMA dan MA. Platinum, Solo.

Suhariyono, G. 2003. Analisis Tingkat Bahaya Partikel Debu PM10 dan PM2,5 terhadap Kesehatan Penduduk di Sekitar Pabrik Semen, Citeureup-Bogor. Jurnal, P3TM-BATAN, Yogyakarta.

Suma’mur, P.K. 1998. Hygiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Toko Gunung Agung, Jakarta.

Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001. Grasindo, Jakarta.

Wardhana, W.A. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi, Yogyakarta. Widyastuti, P. 2005. Bahaya Bahan Kimia pada Kesehatan Manusia dan

Lingkungan. EGC, Jakarta.


(4)

Lampiran 1

KUESIONER

No. Responden :

Tanggal Wawancara : I. Karakteristik Responden

1. Nama :

2. Umur :

3. Pendidikan : 4. Lama bermukim : 5. Apakah Anda bekerja?

a. Ya (1) b. Tidak (2)

6. Jika ya, apa jenis pekerjaan Anda?... 7. Dimana Anda bekerja?... 8. Dalam sehari, berapa jam Anda berada di rumah?... 9. Apakah Anda merokok?

a. Ya (1) b. Tidak (2) 10.Jika ya, berapa banyak Anda menghisap rokok dalam sehari?

a. ≤ sebungkus (1) b. >sebungkus (2)

11.Sudah berapa lama Anda merokok?... 12.Sudah berapa lama Anda berhenti merokok?...


(5)

II. Karakteristik Tempat Tinggal Responden

13.Jarak rumah Anda ke pabrik semen?... 14.Keberadaan pohon sawit/pohon besar di halaman rumah?

a. Ada (1) b. Tidak ada (2) 15.Luas ventilasi rumah

a. < 20% dari luas lantai (1) b. > 20% dari luas lantai (2) III. Keluhan Kesehatan

16.Apakah sebelum pabrik semen ini berproduksi, Anda pernah batuk yang disertai dengan sesak napas?

a. Pernah (1) b. Tidak pernah (2)

15.Apakah setelah pabrik semen ini berproduksi, Anda pernah batuk yang disertai dengan sesak napas?

a. Pernah (1) b. Tidak pernah (2)

16.Jika pernah, dalam waktu enam bulan terakhir berapa kali Anda batuk yang disertai dengan sesak napas?...kali.

17.Apakah Anda pernah mengalami iritasi/kemerahan pada kulit? a. Pernah (1) b. Tidak pernah (2)

18.Jika pernah, kapan pertama sekali Anda mengalaminya?... 19.Dalam enam bulan terakhir, berapa kali Anda mengalaminya?... 20.Apakah Anda pernah mengalami iritasi mata/mata merah?

a. Pernah (1) b. Tidak pernah (2)

21.Jika pernah, kapan pertama sekali Anda mengalaminya?... 22.Dalam enam bulan terakhir, berapa kali Anda mengalaminya?...


(6)

23.Apakah Anda pernah memeriksakan diri ke dokter?

a. Pernah (1) b. Tidak pernah (2) 24.Jika pernah, kapan Anda memeriksakan diri ke dokter?

a. 6 bulan sekali (1) b. Jika sakit saja (2) 25.Jika tidak pernah memeriksakan diri ke dokter, kenapa?

a. Tidak ada biaya (1) b. Penyakit tidak mengganggu aktivitas(2)