Pemerdayaan Masyarakat Berbasis Hutan Rakyat Dalam Memelihara Kelestarian Sumberdaya Hutan (Studi Kasus Pada Kelompok Masyarakat Gaharu di Kel. Pekan Bahorok, Kec. Bahorok)

(1)

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERBASIS HUTAN RAKYAT

DALAM MEMELIHARA KELESTARIAN SUMBER DAYA HUTAN

(Studi Kasus Pada Kelompok Masyarakat Gaharu di Kel. Pekan Bahorok, Kec. Bahorok)

Oleh

MUHAMMAD REZA ARDILLAH 080901049

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

ABSTRAK

Indonesia dikenal sebagai negara memiliki luas hutan yang banyak yaitu sebesar 99,6 juta hektar atau 52,3 % dari luas wilayah Indonesia. Besarnya angka diatas juga berbanding lurus dengan laju deforestasi yang tinggi pula yaitu sebesar 610.375,92 Ha per tahun. Besarnya luas hutan diatas, terdapat pula masyarakat yang bermukim di dalam ataupun disekitar hutan Indonesia. Kondisi masyarakat tersebut juga tergolong dalam keadaan miskin seperti kondisi masyarakat lainnya. Ketersediaan sumber daya hutan disekitar mereka tidak mampu dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat. Kelompok Masyarakat Gaharu (KEMAGAHAN) adalah salah satu kelompok lokal bentukan masyarakat yang mencoba untuk memanfaatkan sumber daya hutan yaitu pohon gaharu. Tujuan dari kelompok ini adalah sejahtera bersama gaharu.

Social Forestry merupakan konsep pengelolaan hutan yang melibatkan peran serta masyarakat. Pengertian masyarakat disini adalah seluruh elemen yang ada ikut mengelola hutan. Salah satu model Social Forestry tersebut adalah Hutan Rakyat. Hutan Rakyat merupakan hutan yang dikelola oleh masyarakat yang dibebani oleh hak milik.

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Pekan Bahorok, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat dan jenis penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Informan dalam penelitian ini adalah ketua kelompok beserta anggota kelompok sebagai informan kunci dan Balai Besar Konservasi TNGL (Taman Nasional Gunung Leuser) dan Dinas Hutbun Langkat.

Hasil penelitian yang di dapat adalah KEMAGAHAN yang merupakan kelompok lokal bentukan masyarakat berhasil membudidayakan tanaman gaharu. Tujuan dari pembentukan kelompok ini adalah untuk memanfaatkan potensi sumber daya hutan yang ada di daerah mereka selain komoditas sawit dan karet. Salah satu tokoh masyarakat menjadi agen perubahan untuk mengajak masyarakatnya ke arah yang lebih baik. Hal itu dapat direalisasikan melalui kelompok bentukan mereka sendiri yaitu KEMAGAHAN. Tujuan akhir dari KEMAGAHAN adalah pemberdayaan masyarakat melalui kelompok sehingga kemandirian ekonomi tercapai.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada ALLAH SWT karena sampai saat ini saya masih diberikan kesehatan dan keselamatan untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “ Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Hutan Rakyat Dalam Memeliharan Kelestarian Sumber Daya Hutan (Studi Kasus Pada Kelompok Masyarakat Gaharu di Kel. Pekan Bahorok, Kec. Bahorok, Kab. Langkat), disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Saya juga menyadari kalau penulisan skripsi ini memiliki banyak kekurangan, maka dari itu skripsi ini juga terbuka untuk dikoreksi ataupun dilanjutka kembali untuk proses yang lebih baik lagi. Dalam penulisan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yaitu :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin Rangkuti, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi dan sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan waktu untuk memberikan masukan-masukan dalam penulisan skripsi ini.

3. Segenap dosen, staff, dan seluruh pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Kak Fenni Khairifa dan Kak Betty yang banyak membantu penulis selama masa perkuliahan dan pengurusan administrasi.


(5)

4. Paling teristimewa penulis ucapkan salam sayang terhangat dan terima kasih kepada kedua orang tua penulis yang selalu memberikan doa dan nasihat serta dukungan moril maupun materil kepada saya.

5. Terima kasih juga kepada kawan-kawan Sosiologi angkatan 2008 yang sudah memberikan dukungan dalam penulisan skripsi ini dan ketika bersaama menuntut ilmu di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

6. Kepada para informan yang ada di Kelurahan Pekan Bahorok yaitu Bapak Muhammad Sany selaku ketua KEMAGAHAN beserta anggota kelompok, Kepala TNGL Bahorok, Dinas Hutbun Langkat, serta pemerintahan Kecamatan Bahorok yang telah banyak membantu dalam memberikan informasi penelitian ini.

Medan, Januari 2013

NIM : 080901049


(6)

DAFTAR ISI

Abstrak ... i

Kata pengantar ... ii

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... x

Bab I Pendahuluan ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 10

1.3Tujuan penelitian ... 11

1.4Manfaat Penelitian ... 11

1.5Defenisi Konsep ... 12

Bab II Kajian Pustaka ... 14

2.1 Pemberdayaan Masyarakat………... 14

2.2 Kelembagaan Lokal ... 17

2.3 Sosial Forestri Dalam Perspektif Sosioekologi... 19

Bab III Meode Penelitian ... 22

3.1 Jenis Penelitian ... 22

3.2 Lokasi Penelitian ... 22

3.3 Unit Analisis dan Informan Penelitian ... 23


(7)

3.3.2 Informan ... 24

3.3.2.1 Informan Kunci ... 24

3.3.2.2 informan Biasa ... 24

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 25

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data Primer ... 25

3.4.1.1 Observasi ... 25

3.4.1.2 Wawancara Mendalam ... 25

3.4.2 Teknik Pengumpulan Data Sekunder ... 26

3.5 Interpretasi Data ... 26

3.6 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 27

3.7 Keterbatasan Peneliti ………... 27

Bab IV Deskripsi Lokasi Penelitian ... 29

4.1 Gambaran Umum Kelurahan Pekan Bahorok ... 29

4.1.1 Keadaan Lingkungan dan Luas Wilayah ... 29

4.1.2 Distribusi Pemakaian Tanah ………... 29

4.1.3 Jenis dan Hasil Produksi pertanian ... 30

4.1.4 Keadaan Geografis Kelurahan Pekan Bahorok ... 32


(8)

4.2.1 Komposisi Penduduk Kelurahan Pekan Bahorok Berdasarkan Jenis

Kelamin ... 33

4.2.2 Komposisi Penduduk Kelurahan Pekan Bahorok Berdasarkan Mata Pencaharian ... 33

4.2.3 Komposisi Penduduk Kelurahan Pekan Bahorok Berdasarkan Agama ... 35

4.2.4 Komposisi Penduduk Kelurahan Pekan Bahorok Berdasarkan Suku Bangsa ... 36

4.3 Sarana dan Prasarana Kelurahan Pekan Bahorok ... 37

4.3.1 Sarana Pendidikan ... 38

4.3.2 Sarana Kesehatan ... 39

4.3.3 Sarana Tempat Ibadah ... 40

4.3.4 Sarana Jalan Raya dan Pengangkutan ... 41

Bab V Temuan Data dan Interpretasi Data ... 43

5.1 Karakteristik Informan ....………... 43

5.1.1 Profil Informan Kunci ...………... 43

5.2 Sejarah Terbentuknya Kelompok Masyarakat Gaharu (KEMAGAHAN) ... 60


(9)

5.4 Hambatan-Hambatan Yang Dihadapi KEMAGAHAN ... 65

5.5 Model Pemberdayaan Masyarakat Melalui KEMAGAHAN ... 74

5.6 Keberhasilan Pengelolaan Sumber Daya Hutan Melalui Kelembagaan Lokal 78 5.6.1 Aspek Internal dan Eksternal Yang Mempengaruhi Keberhasilan KEMAGAHAN ... 82

5.7 Analisis Sosial Forestri Dalam Perspektif Sosioekologi ... 84

Bab VI Kesimpulan dan Saran ... 92

6.1Kesimpulan ... 92


(10)

ABSTRAK

Indonesia dikenal sebagai negara memiliki luas hutan yang banyak yaitu sebesar 99,6 juta hektar atau 52,3 % dari luas wilayah Indonesia. Besarnya angka diatas juga berbanding lurus dengan laju deforestasi yang tinggi pula yaitu sebesar 610.375,92 Ha per tahun. Besarnya luas hutan diatas, terdapat pula masyarakat yang bermukim di dalam ataupun disekitar hutan Indonesia. Kondisi masyarakat tersebut juga tergolong dalam keadaan miskin seperti kondisi masyarakat lainnya. Ketersediaan sumber daya hutan disekitar mereka tidak mampu dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat. Kelompok Masyarakat Gaharu (KEMAGAHAN) adalah salah satu kelompok lokal bentukan masyarakat yang mencoba untuk memanfaatkan sumber daya hutan yaitu pohon gaharu. Tujuan dari kelompok ini adalah sejahtera bersama gaharu.

Social Forestry merupakan konsep pengelolaan hutan yang melibatkan peran serta masyarakat. Pengertian masyarakat disini adalah seluruh elemen yang ada ikut mengelola hutan. Salah satu model Social Forestry tersebut adalah Hutan Rakyat. Hutan Rakyat merupakan hutan yang dikelola oleh masyarakat yang dibebani oleh hak milik.

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Pekan Bahorok, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat dan jenis penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Informan dalam penelitian ini adalah ketua kelompok beserta anggota kelompok sebagai informan kunci dan Balai Besar Konservasi TNGL (Taman Nasional Gunung Leuser) dan Dinas Hutbun Langkat.

Hasil penelitian yang di dapat adalah KEMAGAHAN yang merupakan kelompok lokal bentukan masyarakat berhasil membudidayakan tanaman gaharu. Tujuan dari pembentukan kelompok ini adalah untuk memanfaatkan potensi sumber daya hutan yang ada di daerah mereka selain komoditas sawit dan karet. Salah satu tokoh masyarakat menjadi agen perubahan untuk mengajak masyarakatnya ke arah yang lebih baik. Hal itu dapat direalisasikan melalui kelompok bentukan mereka sendiri yaitu KEMAGAHAN. Tujuan akhir dari KEMAGAHAN adalah pemberdayaan masyarakat melalui kelompok sehingga kemandirian ekonomi tercapai.


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan merupakan paru-paru dunia karena hutan dapat memproduksi oksigen yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup. Hutan juga menyimpan berbagai kekayaan alam seperti pepohonan, satwa hidup, hasil tambang dan berbagai sumber daya alam lainnya yang dapat memberikan kesejahteraan bagi manusia jika dimanfaatkan dengan baik (Rahmawaty, 2004: 1). Hutan juga memberikan manfaat secara langsung dan juga tidak secara langsung. Manfaat langsung yang dapat dirasakan seperti hasil kayu, satwa, hasil tambang, dan lain-lain. Manfaat tidak langsung seperti manfaat rekreasi, pencegahan erosi, perlindungan dan pengaturan tata air.

Selain manfaat diatas, hutan juga memberikan manfaat lainnya seperti penyediaan pemukiman bagi masyarakat yang tinggal di dalam hutan, seperti Suku Anak Dalam yang ada di Jambi. Tidak hanya di dalam hutan, di sekitar kawasan hutan juga berdiri pemukiman masyarakat yang pemenuhan kebutuhan hidupnya bergantung kepada hutan seperti Suku Dayak yang ada di Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur. Masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang, Kalimantan Timur sangat menggantungkan hidupnya terhadap hutan. Mereka menganggap bahwa hutan menjadi sumber makanan, obat-obatan, bahan bangunan dan perahu, pendapatan uang tunai, dan bahan baku untuk kehidupan sehari-hari (Uluk, 2001 : 7). Selain sumber pokok yang disediakan di atas, masyarakat suku dayak juga menganggap hutan sebagai pemulihan kesuburan tanah, pelindung sumber air, sumber


(12)

genetik bibit tumbuhan atau binatang, dan adanya hubungan yang saling terkait (Uluk, 2001 : 38).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No.34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan Pasal 5 ayat 2, maka pembagian kawasan hutan sebagai berikut :

1. Hutan Konservasi yang terdiri dari Kawasan Suaka Alam (Cagar Alam dan Suaka Margasatwa), Kawasan Pelestarian Alam (Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata), dan Taman Buru.

2. Hutan Lindung 3. Hutan Produksi

Berdasarkan kepemilikan atau status hukum, hutan dapat dibedakan sebagai berikut :

1. Hutan negara (public forest), yaitu suatu kawasan hutan dan hutan yang tumbuh diatas tanah yang tidak dibebani hak milik. Hutan negara ini dapat berupa hutan adat, yaitu hutan yang pengelolaannya diserahkan kepada masyarakat hukum adat (hutan ulayat/marga/pertuanan). Sedangkan hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan demi kesejahteraan desa disebut hutan desa.

2. Hutan milik (privat forest), hutan yang tumbuh diatas tanah yang dibebani hak milik.

3. Hutan kemasyarakatan (social forest), yaitu suatu sistem pengelolaan hutan yang bertujuan untuk mendukung kehidupan dan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dengan meningkatkan daya dukung lahan dan sumber daya


(13)

alam tanpa mengurangi fungsi pokoknya, misalnya pelaksanaan agroforestry (Arief, 2001: 53)

Dalam Pasal 1 Ayat 2 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah sebagai suatu ekosistem berupa hamparan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Berlakunya undang-undang diatas menjelaskan bahwa hutan yang ada di Indonesia dilindungi oleh pemerintah. Potensi hutan yang tersedia harus dilakukan dengan melihat kondisi masyarakat yang ada di dalam dan di sekitar kawasan hutan karena hutan juga memiliki nilai ekonomis. Salah satu program dari Kementrian Kehutanan dalam pengelolaan hutan berbasis pemberdayaan masyarakat disebut sebagai social forestry atau perhutanan sosial.

Defenisi Perhutanan Sosial sendiri banyak ditafsirkan oleh berbagai pihak. Di Cina, perhutanan sosial diartikan sebagai bentuk dari sistem pengelolaan hutan yang melibatkan berbagai komponen sosial (Warta, Februari 2003). Pengertian sosial dalam hal ini adalah semua pihak yaitu pemerintah, pihak swasta, lembaga swadaya masyarakat, universitas/lembaga penelitian hingga masyarakat sendiri (Warta, Februari 2003). Menurut Westoby (1968) di dalam Ismatul Hakim (2010), Social Forestry is a forestry which aims at producing flows of production and recreations benefits for the community, yang melihat secara umum bahwa kegiatan kehutanan yang menjamin kelancaran manfaat produksi dan kesenangan bagi masyarakat, tanpa membedakan apakah itu lahan milik publik (negara) maupun lahan perorangan (private land).

Menurut Kementerian Kehutanan, Perhutanan sosial adalah sebagai sistem pengelolaan sumber daya hutan pada kawasan hutan negara atau hutan hak dengan


(14)

melibatkan masyarakat setempat sebagai pelaku dan atau mitra utama dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya dan mewujudkan kelestarian hutan (Hakim, 2010: 3). Tujuan perhutanan sosial adalah terwujudnya sistem pengelolaan hutan yang memberikan akses dan peran kepada masyarakat di dalam dan disekitar kawasan hutan sebagai pelaku dan atau mitra utama pengelola hutan guna meningkatkan kesejahteraannya dalam rangka pengelolaan hutan lestari. Pemerintah menjadikan perhutanan sosial (social forestry) sebagai sistem baru dalam hal pengelolaan hutan secara lestari yang melibatkan peran aktif masyarakat yang ada di dalam maupun di sekitar hutan. Pelestarian hutan juga tidak hanya menjadi tugas dari pemerintah saja melainkan adanya peran aktif dari masyarakat. Keberpihakan masyarakat dalam pelestarian hutan tidak hanya menguntungkan satu pihak melainkan bagi masyarakat itu sendiri.

Pada tahun 2002, Menteri Kehutanan pernah mengeluarkan pernyataan bahwa perhutanan sosial akan menjadi payung bagi lima kebijakan prioritas Departemen Kehutanan (Warta, Februari 2003). Adapun yang menjadi lima kebijakan prioritas tersebut adalah pemberantasan penebangan liar, penanggulangan kebakaran hutan, restrukturisasi sektor kehutanan, rehabilitasi dan konservasi sumberdaya hutan, dan penguatan desentralisai kehutanan (Hakim, 2010: 2). Perhutanan sosial adalah semua bentuk pengelolaan hutan yang melibatkan peran serta masyarakat baik kawasan hutan milik negara maupun milik sendiri atau kelompok. Dikawasan hutan milik negara disebut Hutan Kemasyarakatan (HKM) sedangkan di hutan lahan milik disebut Hutan Rakyat (HR) (Warta, Februari 2003).

Pengertian Hutan Rakyat sebagaimana yang dijelaskan di dalam Undang – Undang No. 41 tahun 1999 dan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.


(15)

49/Kpts-II/1997 adalah hutan yang tumbuh diatas tanah yang dibebani hak milik dengan ketentuan minimal 0,25 ha dan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan minimal 50 % dan atau tahun pertama jumlah batang minimal 500 batang/Ha. Dengan kata lain bahwa hutan rakyat adalah hutan yang dibangun dan didirikan oleh masyarakat dengan status lahan adalah milik pribadi atau milik kelompok masyarakat dengan ketentuan-ketentuan yang sudah diatur. Dari penjelasan yang lain dijelaskan bahwa Hutan Rakyat adalah sistem pengelolaan lahan milik petani yang didalamnya dikembangkan berbagai jenis komoditas kayu (tanaman hutan) untuk dimanfaatkan hasilnya yang berbentuk kayu atau bahan ikutan, seperti buah, minyak resin, dan non-kayu seperti rotan, madu, flora dan fauna (Arief, 2001, 161).

Karakteristik Hutan Rakyat yang ada di Jawa dan di Sumatera hampir sama. Hutan Rakyat yang ada di Jawa bisa dibagi menjadi tiga karakter yaitu : (1) hutan rakyat yang murni ditanami oleh kayuan, (2) hutan rakyat yang di tanami oleh kayu-kayuan dan tanaman buahan, (3) hutan rakyat yang ditanami kayu-kayu-kayuan, buah-buahan, dan empon-empon (Nur Ainun, 2008: 43). Hasil akhir yang diinginkan dari hutan rakyat adalah kekuatan ekonomi daerah dan suplai industri kehutanan.

Keberhasilan terciptanya kekuatan ekonomi dan industri kehutanan tidak terlepas dari keberdayaan masyarakat itu sendiri dalam mengelola sumber daya alam. Pemberdayaan masyarakat yang dilakukan secara signifikan akan membentuk karakter masyarakat yang mampu mengeksplorasi potensi yang ada. Munculnya konsep pemberdayaan masyarakat membuat pemerintah khususnya Departemen Kehutanan menyusun agenda-agenda yang tujuannya mengarah kepada keberdayaan masyarakat secara berkelanjutan. Pemerintah mulai sadar kalau hutan yang dikelola selama ini yaitu dengan cara top down tidak maksimal dalam mengelola sumber daya hutan,


(16)

sehingga sering terjadilah pengeksplorasian hutan yang tidak terkontrol oleh pemerintah. Perhutanan sosial disusun karena melihat permasalahan seperti kasus diatas yaitu tidak terkontrolnya pengeksplorasian sumberdaya hutan. Paradigma yang dipakai berubah tidak lagi dari top down tetapi menjadi bottom up.

Paradigma bottom up dilakukan agar masyarakat ikut terlibat di dalam pengelolaan hutan sehingga muncul rasa memiliki terhadap hutan yang dikelola. Partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan di dalam usaha memberdayakan masyarakat sekitar hutan. Partisipasi masyarakat menjadi tolak ukur keberhasilan yang dilakukan dalam memberdayakan masyarakat khususnya dalam hal pengelolaan hutan.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kehutanan Kabupaten Langkat, sebaran hutan rakyat yang ada di luar pulau Jawa seluas 1.015.570,7 Ha. Di provinsi Sumatera Utara sendiri luas hutan rakyat sebesar 156.171,4 Ha dan khususnya di Kabupaten Langkat seluas 4.807,1 Ha. Untuk luas kawasan hutan yang ada di Kabupaten Langkat seluas ± 304.460,71 Ha di mana luas ini lebih setengahnya (51 %) menutupi Kabupaten Langkat yang memiliki luas ± 626.329 Ha. Untuk kawasan hutan yang ada di Kecamatan Bahorok yaitu seluas ± 82.751,57 Ha. Dari jumlah tersebut, dapat dibagi menjadi tiga kawasan hutan yaitu Hutan Lindung (± 431,92 Ha), Hutan Produksi (± 10.020,24 Ha), dan Hutan Suaka Alam dan Wisata (± 72.299,41 Ha). Berdasarkan data diatas, Kecamatan Bahorok adalah kecamatan yang memiliki luas hutan terbesar dibandingkan dengan beberapa kecamatan yang ada di Kabupaten Langkat.

Ketika memasuki wilayah Kecamatan Bahorok, hamparan perkebunan kelapa sawit yang akan tampak karena sebagian besar wilayah ini adalah perkebunan kelapa


(17)

sawit. Hal ini ditunjukkan dengan adanya dua perusahaan perkebunan besar yaitu PT. Perkebunan Nusantara II dan PT. Lonsum. Tetapi, tidak hanya perusahaan-perusahaan besar yang mengelola perkebunan kelapa sawit, masyarakat juga memiliki lahan yang ditanami kelapa sawit yang menjadi komoditas primadona yang disusul tanaman karet. Berdasarkan kondisi iklimnya, wilayah ini sangat bagus untuk tanaman perkebunan, apalagi ditambah dengan kondisi alamnya yang dikelilingi oleh hutan hujan tropis.

Selain pengembangan perkebunan, hutan yang ada di Kecamatan Bahorok juga menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan daerah. Hutan yang dimaksud adalah Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) yang memiliki luas ± 216.047,20 Ha yang meliputi dua provinsi yaitu Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi NAD. Sebagian wilayah TNGL ini dijadikan taman ekowisata yang di dalamnya terdapat flora dan fauna yang dilindungi yang salah satunya adalah Orang Utan Sumatera. Selain itu, wisata sungai bahorok juga menjadi daya tarik oleh masyarakat yang pernah mendengar keindahannya, bahkan wisatawan mancanegara juga mendominasi tempat wisata ini. Ditengah-tengah hutan TNGL juga ada suatu wilayah yang dinamakan Enclave Sopo Padang yang setingkat dengan dusun dan termasuk kedalam wilayah desa Batu Jonjong. Dusun ini memiliki luas ± 6000 Ha dengan jumlah penduduk ± 25 KK.

Dusun Sopo Padang berbatasan langsung dengan wilayah hutan TNGL yang dipisahkan oleh tapal batas sebagai penanda. Karena berbatasan langsung dengan hutan TNGL, dusun ini memiliki jenis tanaman hutan yang sama dengan hutan TNGL. Dengan adanya potensi seperti ini, ada pihak-pihak tertentu yang ingin menguasai wilayah ini terutama hasil hutan berupa kayu. Seperti kasus yang terjadi pada tahun 2009 akhir yaitu terbongkarnya kasus illegal logging yang dikuasai oleh pemilik modal. Awal tahun 2010 terjadi bentrok antara pihak pemilik modal dengan masyarakat


(18)

setempat yang mengakibatkan terbunuhnya satu orang dari pihak pemilik modal. Berdasarka penjelasan Kepala Desa Batu Jonjong, jatuhnya korban jiwa dikarenakan masyarakat melakukan pembelaan diri terhadap penyerangan yang dilakukan massa pemilik modal.

Berdasarkan kasus diatas, hutan yang memiliki nilai ekonomis tinggi telah dimanfaatkan oleh orang-orang yang hanya mementingkan kepentingan pribadi. Masyarakat yang berada di dalam kawasan hutan tidak bisa merasakan manfaat langsung dari hutan yang mengelilingi mereka. Pemanfaatan hutan rakyat yang dilakukan oleh individu ataupun kelompok masyarakat adalah salah satu model reposisi dan pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutan yang juga dapat menjaga kelestarian sumberdaya hutan. Kelompok Masyarakat Gaharu (Kemagahan) adalah salah satu bentuk kelompok masyarakat yang mengelola hutan rakyat atas inisiatif sendiri yang bertempat di Kelurahan Pekan Bahorok, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat.Kelompok yang dibentuk pada maret 2004 ini di prakarsai oleh Bapak H.Mahmuddin Sanny. Beliau dan para anggota kelompok mengelola lahan sebanyak 12 Ha dengan status lahan milik anggota pribadi bukan milik kelompok, tetapi kedepannya kelompok ini akan berusaha untuk memiliki lahan dengan status milik kelompok. Jenis tanaman yang ditanam pada lahan seluas 12 Ha adalah pohon Gaharu dimana tanaman ini adalah salah satu jenis tanaman hutan lokal yang sengaja dibudidayakan.

Adapun tujuan didirikan Kelompok Masyarakat Gaharu (KEMAGAHAN) ini adalah untuk mengkoordinir anggota masyarakat yang tergabung di dalam kelompok untuk membudidayakan pohon gaharu. Pohon gaharu menjadi pilihan untuk dibudidayakan karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi dibandingkan jenis komoditas lainnya. Secara tidak langsung kelompok ini juga telah menjaga kelestarian


(19)

salah satu tanaman hutan yang sudah masuk kategori Apendix-II atau jenis tanaman yang sudah tergolong langka yang dikeluarkan oleh Convention on International Trade in Endangered Species Of Wild Fauna and Flora (CITES) pada tahun 1995 sehingga di dalam penyebarannya juga mendapat perhatian oleh pemerintah yaitu denga kuota 250 ton/tahun (Suharti, 2010: 163).

Sebelum kelompok ini berdiri, orang-orang yang mencari pohon gaharu secara liar di hutan sudah ada keberadaannya. Perilaku seperti inilah yang membuat keberadaan pohon gaharu di hutan menjadi tidak terkontrol dalam pengeksplorasiannya. Padahal, jenis tanaman ini sudah termasuk ke dalam kategori tanaman hutan langka. Masyarakat yang melakukan penebangan secara tidak terkontrol dikarenakan hasil penjualan dari minyak resin atau gubal yang di dapat sangat tinggi yaitu sekitar Rp 2.000.000,- hingga Rp 5.000.000,- per kilogram. Masyarakat juga tidak segan-segan menebang pohon yang masih berusia 3 tahun (belum mampu menghasilkan gubal) dan dibiarkan begitu saja jika tidak mendapatkan gubal yang diinginkan. Jika ini dilakukan terus menerus, maka keberadaan pohon gaharu bisa terancam punah di hutan bahorok.

Kelompok yang baru berusia tujuh tahun ini juga tidak lepas dari permasalahan yang ada, khususnya pada kelembagaannya sendiri, seperti dalam hal pengelolaan administrasi dan pengetahuan tentang kelembagaan. Walaupun mereka terkendala dengan masalah diatas, bukan berarti kelompok ini tidak pernah mendapatkan penghargaan dibidangnya. Salah satunya adalah mendapatkan sertifikat Kelompok Usaha Produktif (KUP) yang di laksanakan di Bogor. Penghargaan ini dijadikan sebagai indikator perkembangan ataupun kemajuan dari suatu kelembagaan. Untuk tetap menjaga agar kelompok ini tetap berdiri, ada nilai-nilai yang diterapkan di dalamnya yaitu nilai-nilai kekeluargaan dan gotong royong.


(20)

Adanya sertifikat KUP yang diterima oleh KEMAGAHAN, bukan berarti kelompok ini puas dengan hasil yang sudah dicapai. Anggota kelompok ini ingin mengembangkan Kemagahan menjadi kelompok yang tidak hanya berperan di kecamatan, melainkan meliputi keseluruhan Indonesia untuk pengelolaan tanaman hutan khususnya tanaman Gaharu. Keberhasilan yang nantinya dicapai diharapkan dapat menambah sumber pendapatan baru bagi masyarakat sekitar yang selama ini di dominasi oleh perkebunan kelapa sawit dan peternakan. Adapun deretan keuntungan lainnya yang berguna bagi daerah setempat, misalnya akan menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) baru yang juga berimplikasi pada sektor pembangunan daerah dan pelestarian lingkungan terutama potensi hutan yang ada di Kecamatan Bahorok.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan kondisi yang sudah dipaparkan pada latar belakang, peneliti tertarik untuk melakukan kajian yang terkait masalah pemberdayaan masyarakat berbasis hutan rakyat karena penelitian-penelitian sebelumnya yang pernah meneliti tentang pemberdayaan masyarakat sekitar hutan, lebih kepada adanya peran pemerintah didalamnya sebagai stimulus. Stimulus ini berperan untuk menggerakkan masyarakat agar mau berupaya untuk memberdayakan diri mereka sendiri. Begitu juga dengan apa yang ingin dilihat dalam penelitian ini, yaitu masyarakat yang berdaya. Tetapi, yang membedakan penelitian ini adalah upaya pemberdayaan masyarakat yang dilakukan melalui KEMAGAHAN dilakukan secara mandiri oleh masyarakat lokal. Berdirinya KEMAGAHAN juga berdasarkan dorongan dari salah satu anggota masyarakat dan tidak ada stimulus yang diberikan oleh pemerintah seperti penelitian-penelitian sebelumnya. Dari penjelasan di atas, yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :


(21)

1.2.1 Bagaimana upaya pemberdayaan masyarakat dalam mengelola Hutan Rakyat ?

1.2.2 Bagaimana hambatan-hambatan pengelolaan Hutan Rakyat bagi masyarakat ?

1.2.3 Bagaimana keberhasilan pengelolaan hutan berbasis kelestarian hutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui kelompok lokal ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :

1.3.1 Untuk mengetahui upaya pemberdayaan masyarakat dalam mengelola Hutan Rakyat.

1.3.2 Untuk mengetahui hambatan-hambatan dalam mengelola Hutan Rakyat.

1.3.3 Untuk mengetahui keberhasilan pengelolaan hutan berbasis kelestarian hutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui kelompok lokal.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah :

1.4.1 Manfaat teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pemahaman bagi Ilmu Sosiologi khususnya Sosiologi Lingkungan dan Institusi Sosial. Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah rujukan bagi mahasiswa mengenai penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian ini.


(22)

1.4.2 Manfaat Praktis

Menjadi sumbangan pemikiran terhadap Pemerintah Daerah Kabupaten Langkat melalui Dinas Hutan dan Perkebunan ataupun pusat mengenai pemberdayaan masyarakat berbasis perhutanan sosial dalam menyusun regulasi-regulasi yang berkaitan dengan penelitian ini dan manfaat bagi masyarakat tentang pengelolaan sumber daya hutan. Serta mampu menambah pengetahuan bagi peneliti dalam menyusun karya ilmiah.

1.5 Defenisi Konsep

1. Pemberdayaan masyarakat merupakan usaha yang dilakukan untuk membuat masyarakat lebih berdaya sehingga mampu mandiri dalam menjalankan aspek kehidupannya. Biasanya dilakukan di daerah pedesaan.

2. Perhutanan Sosial yaitu sistem pengelolaan hutan yang melibatkan peran serta masyarakat di dalam atau pun disekitar kawasan hutan. Tujuan akhirnya adalah membuat masyarakat lebih berdaya.

3. Hutan Rakyat adalah jenis hutan yang ditanami oleh masyarakat diatas tanah milik masyarakat itu sendiri tanpa ada pihak lain. Pengelolaannya dilakukan secara kelompok.

4. Lembaga adalah suatu sistem norma untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat dipandang penting.

5. Kelembagaan lokal adalah lembaga masyarakat yang dibentuk oleh masyarakat asli daerah tersebut dan bukan bentukan dari masyarakat lain atau faktor eksternal


(23)

6. Partisipasi adalah kemampuan rakyat untuk mempengaruhi kegiatan sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya.

7. Agen perubahan adalah seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan.

8. Ekologi Sosial adalah analisis yang digunakan untuk melihat hubungan antara kehidupan sosial masyarakat dengan lingkungan alam sekitarnya. 9. Kelestarian hutan adalah upaya menjaga keberlanjutan ketersediaan

sumberdaya hayati di hutan (Akhmar, 2007: 182 ).

10.Kesejahteraan sosial adalah kondisi sejahtera dari masyarakat. Kesejahteraan sosial meliputi kesehatan, pendidikan, kondisi ekonomi, kebahagiaan dan kualitas hidup masyarakat.


(24)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pemberdayaan Masyarakat

Konsep Perhutanan Sosial secara keseluruhan menempatkan posisi masyarakat sebagai pemegang peran sentral dalam hal pengelolaan hutan. Peletakan masyarakat pada posisi tersebut bukan berarti tidak memiliki alasan yang jelas, yaitu ingin memberdayakan masyarakat yang ada di dalam maupun di sekitar kawasan hutan. Secara tidak langsung, masyarakat juga sudah ikut membantu pemerintah dalam menjaga kelestarian hutan yang pada akhirnya akan memunculkan keberlanjutan bagi masyarakat.

Keberdayaan dalam konteks masyarakat adalah kemampuan individu yang bersenyawa dalam masyarakat untuk membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan (Hakim, 2010: 66). Masyarakat yang mampu dikatakan berdaya jika mereka memiliki kekuatan fisik dan mental yang kuat dan terdidik. Bukan itu saja yang menjadi sumber keberdayaan bagi masyarakat, nilai kekeluargaan dan gotong royong juga menjadi poin di dalam membentuk keberdayaan masyarakat. Masyarakat yang berdaya akan membentuk kebertahanan di segala aspek kehidupan, hingga pada akhirnya masyarakat akan lebih mandiri. Ini yang menjadi titik akhir dari pemberdayaan masyarakat.

Dari proses berpikir diatas, upaya memberdayakan masyarakat dapat ditempuh melalui tiga cara, yaitu :


(25)

1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling), adanya dorongan (encourage), adanya kesadaran (awareness). Potensi-potensi yang ada harus dikembangkan dengan cara menberikan dorongan untuk membangun daya yang dimiliki masyarakat dan daerah tersebut. Kesadaran akan pentingnya potensi daerah untuk dikembangkan juga menjadi hal yang wajib dilaksanakan untuk memberdayakan masyarakat.

2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering). Penguatan yang dilakukan adalah dengan membentuk suatu pola yang mampu memperkuat atau membangun daya yang dimiliki oleh masyarakat.

3. Memberdayakan juga mengandung arti melindungi. Melindungi dalam hal ini adalah melindungi masyarakat yang belum mampu berdiri sendiri untuk menciptakan kemandiriannya sendiri. Keberdayaan yang baru disusun oleh masyarakat itu sendiri harus dilindungi dari adanya pihak kuat atau faktor eksternal untuk memasuki masyarakat tersebut, sehingga lambat laun akan menggeser usaha-usaha yang telah disusun oleh masyarakat. Hal ini dapat mematikan keberdayaan masyarakat lokal karena faktor eksternal telah masuk kedalamnya (Hakim, 2010: 66).

Masyarakat yang ada di masing-masing daerah memiliki pengetahuan yang berbeda-beda juga. Bukan berarti mereka tinggal di pelosok wilayah tidak memiliki pengetahuan dalam menjalankan kehidupannya. Masyarakat yang ada di Kelurahan Pekan Bahorok juga memiliki potensi tradisional yang mampu membuat mereka lebih berdaya. Hanya saja masyarakat belum mampu mengembangkan potensi yang ada


(26)

secara maksimal karena adanya keterbatasan, seperti kurangnya akses informasi dan teknologi terhadap pengelolaan hutan.

Hutan Rakyat yang merupakan bagian dari Perhutanan Sosial memiliki peran yang cukup baik keberadaannya bagi masyarakat. Secara fisik, Hutan Rakyat tumbuh dan berkembang diatas lahan milik pribadi, dikelola dan dimanfaatkan oleh keluarga, untuk meningkatkan kualitas kehidupan, sebagai tabungan keluarga, sumber pendapatan, dan menjaga lingkungan (Awang, 2002: 26). Hal diatas menunjukkan bahwa Hutan Rakyat memiliki fungsi yang bagus bagi pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan adanya lembaga lokal. Kelembagaan lokal disusun agar masyarakat dapat dikoordinir untuk melakukan pengelolaan hutan yang orientasinya bisa mengarah ke peningkatan sosial ekonomi masyarakat.

Pembangkitan kesadaran akan sangat diperlukan dalam hal ini agar potensi yang ada di masyarakat terealisasi tepat sasaran yang sesuai dengan konsep Perhutanan Sosial khususnya pengelolaan Hutan Rakyat. Pembangkitan kesadaran kepada masyarakat bisa dilakukan oleh salah satu anggota masyarakat yang memiliki kesadaran tinggi terhadap perubahan. Biasanya orang-orang ini disebut sebagai agen perubahan (agent of change) di dalam masyarakat. Bentuk kegiatan-kegiatan pemberdayaan yang dilakukan adalah secara swadaya dengan memanfaatkan potensi-potensi lokal daerah tersebut. Dalam penelitian ini yang menjadi agen perubahan tersebut adalah salah satu tokoh masyarakat sekaligus pendiri Kelompok Masyarakat Gaharu (KEMAGAHAN).

Masyarakat desa di dalam dan disekitar hutan sebagian besar merupakan kelompok masyarakat tradisional. Potensi-potensi yang telah dibentuk harus mampu dipertahankan dengan cara memperkuat potensi yang ada. Penguatan yang di lakukan


(27)

bisa dalam bentuk penguatan kelembagaan sosial dan partisipasi aktif dari masyarakat untuk mendukung proses pemberdayaan yang sedang berlangsung. Seperti yang terdapat di Kelurahan Pekan Bahorok, Kelompok Masyarakat Gaharu yang telah terbentuk harus memperkuat lagi kelembagaannya agar mampu bertahan di masyarakat.

2.2 Kelembagaan Lokal

Kelembagaan menurut North (1997) adalah aturan main dari masyarakat atau negara atau organisasi atau batasan-batasan yang diciptakan untuk menstrukturkan interaksi antar manusia (Ekawati, 2009: 71). Sedangkan Darmawan (2001) mendefenisikan kelembagaan sebagai organisasi atau pranata yang di dalamnya meliputi infrastruktur pendukung seperti aturan-aturan, wewenang, mekanisme, sumberdaya manusia dan sistem pendanaan masing-masing lembaga. Berdasarkan defenisi diatas, ada empat aspek dalam pengurusan hutan rakyat (Ekawati, 2009: 71):

1. Aturan main (peraturan perundang-undangan)

2. Organisasi (struktur, tupoksi, kewenangan, mekanisme kerja) 3. SDM (kuantitas dan kualifikasi)

4. Pendanaan

Dari keempat aspek ini, diharapkan mampu menjawab bagaimana sebenarnya dalam pengurusan kehutanan, terutama pada aspek organisasi dan sumber daya manusianya. Keempat aspek diatas juga memiliki keterkaitan dengan prinsip-prinsip hutan rakyat yang dikemukakan oleh Wahana Lingkungan Hidup (2004) dalam Rahmawaty (2004) adalah sebagai berikut :


(28)

1. Aktor pengelola adalah masyarakat,

2. Lembaga pengelola dibentuk, dilaksanakan, dan dikontrol, secara langsung oleh rakyat,

3. Memiliki wajah yang jelas dan memiliki kepastian hukum yang mendukungnya,

4. Interaksi antara masyarakat dengan lingkungannya bersifat langsung dan erat,

5. Ekosistem menjadi bagian penting dari sistem kehidupan rakyat setempat,

6. Pengetahuan lokal menempati posisi penting dan melandasi kebijakan dan sistem pengelolaan hutan,

7. Teknologi yang dipakai diutamakan teknologi lokal, merupakan

teknologi yang telah melalui proses adaptasi dan berada dalam batas yang dikuasai oleh rakyat,

8. Skala produksi tidak dibatasi, kecuali oleh prinsip kelestarian, 9. Sistem ekonomi didasarkan atas kesejahteraan bersama,

10. Keanekaragaman hayati mendasari berbagai bidangnya, dalam jenis dan genetis , pola budidaya dan pemanfaatan sumber daya, sistem sosial, sistem ekonomi, dan lainnya,

Dalam rangka pengembangan Hutan Rakyat, dikenal tiga pola hutan rakyat,yaitu (Rahmawaty, 2004: 4)

1. Pola Swadaya : hutan rakyat yang dibangun oleh kelompok atau perorangan dengan kemampuan modal dan tenaga dari kelompok atau perorangan itu sendiri.


(29)

2. Pola Subsidi : hutan rakyat yang dibangun melalui subsidi atau bantuan sebagian atau keseluruhan biaya pembangunannya. Subsidi diberikan oleh pemerintah atau dari pihak lain yang peduli dengan pembangunan hutan.

3. Pola Kemitraan (Kredit Usaha Hutan Rakyat) : hutan rakyat dibangun atas kerja sama masyarakat dan perusahaan swasta dengan insentif permodalan berupa kredit kepada rakyat dengan bunga ringan. Dasar pertimbangan tersebut adalah pihak perusahaan perlu bahan baku dan masyarakat perlu modal kerja.

Dari ketiga pola di atas, Kelompok Masyarakat Gaharu (KEMAGAHAN) termasuk dalam kategori pola swadaya. Mereka membentuk kelompok dengan usaha dan permodalan sendiri tanpa ada bantuan dari pihak manapun hingga sampai pada proses pembibitan. Kelembagaan juga memiliki aspek-aspek di dalam perjalanannya, seperti sejarah, kepemimpinan, wilayah kerja, sistem operasi, sistem pemeliharaan, dan sebagainya (Ambler, 1991 : 16). Aspek-aspek ini bisa dijadikan sebagai faktor penentu apakah kelembagaan tersebut berjalan dengan baik. Hal inilah yang akan dilihat pada kelembagaan yang ada di bahorok dalam mengelola hutan rakyat.

2.3 Sosial Forestri Dalam Perspektif Sosioekologi

Ekologi dapat dilihat dari perspektif sosiologis. Albrecht dan Murdock (1985) menyatakan bahwa ekologi manusia didasarkan pada anggapan bahwa untuk mempertahankan hidup, manusia (seperti juga makhluk hidup lainnya) harus melakukan adaptasi dengan lingkungan fisik dan sosial yang mereka miliki (Awang, 2004: 65). Kaitannya dengan sosial forestri bahwa masyarakat sekitar kawasan hutan yang ingin mempertahankan hidup, harus mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitar, yaitu hutan secara fisik dan hubungan dengan anggota masyarakat lainnya sebagai adaptasi


(30)

sosial. Ada beberapa model ekologi yang dikembangkan oleh para ahli yaitu salah satunya model komplek ekologi dari Duncan (Awang, 2004: 68):

Organisasi Sosial (O)

Lingkungan (E) Teknologi (T)

Penduduk (P)

1. Penduduk : merupakan komponen yang paling mendasar dari model ini. Kaitannya dengan sosial forestri bahwa hubungan antara penduduk dengan sumberdaya hutan. Komponen penduduk khususnya penduduk sekitar kawasan hutan mampu mengancam sumberdaya hutan jika tidak diawasi dalam perkembangannya, seperti perambahan hutan tidak sesuai prosedural hingga pembukaan lahan untuk pemukiman penduduk.

2. Organisasi Sosial : komponen ini dijadikan sebagai wadah bagi masyarakat sekitar hutan sebagai mekanisme adaptasi agar masyarakat dapat menjaga dan melestarikan lingkungannya atau beberapa perubahan sosial lainnya yang berkaitan dengan keberlanjutan sumber daya hutan.

3. Lingkungan : lingkungan menjadi posisi sentral dalam kerangka pemikiran ini karena lingkungan memiliki pengaruh besar terhadap keberlangsungan hidup masyarakat yang ada disekitar hutan.


(31)

4. Teknologi : komponen ini menjadi komponen pendukung tetapi berpengaruh kepada masyarakat yang ada disekitar kawasan hutan. Teknologi mampu meningkatkan variasi ekosistem oleh masukan fasilitas ke dalam lingkungan. Sebagai contoh adanya penggunaan alat-alat modern untuk meningkatkan produksi hasil hutan. Penggunaan teknologi ini akan meningkatkan efisiensi di berbagai aspek.

Model sistem diatas dikenal dengan singkatan POET variable. Model ini jika dikaitkan dengan topik penelitian ini adalah untuk menganalisis fungsi hutan secara sosioekologis. Keempat komponen diatas mencoba untuk menggambarkan fungsi hutan secara sosial adalah hutan mampu memberikan pemukiman bagi masyarakat baik itu di dalam hutan mapun di sekitar kawasan hutan. Begitu juga dengan fungsi hutan secara ekologis, masyarakat dan lingkungan saling berhubungan untuk menjaga kelestarian hutan sehingga hutan mampu mempertahankan ekosistemnya yang juga berdampak positif bagi manusia seperti menjaga erosi dan memiliki daya serap air yang tinggi.

Kosep diatas juga ingin menganalisis bagaimana penduduk memiliki peran sentral di dalam konsep sosial forestry. Selama ini yang terjadi pada pembangunan kehutanan yang ada di Indonesia bahwa masyarakat hanya menjadi penonton dan bukan menjadi aktor dalam pengelolaan hutan. Padahal, masyarakat yang berada di dalam ataupun di sekitar kawasan hutan lebih memahami kondisi fisik dan sosial dari hutan. Peran pemerintah yang terlalu menonjol di dalam pengelolaan hutan dengan menggunakan paradigma top down akan terlihat tidak efisien. Banyak program-program yang dijalankan pemerintah tetapi tidak pro terhadap rakyat, seperti pemberian izin HPH (Hak Pengelolaan Hutan) kepada pemilik modal untuk mengelola sumber daya hutan. Mereka sadar bahwa hutan memiliki potensi yang luar biasa dalam segi ekonomi. Tetapi, seiring dengan keberlakuan izin tersebut, banyak masyarakat sekitar hutan yang


(32)

lama kelamaa semakin terpinggirkan bukan menjadi berdaya. Tentu saja hal itu sudah terjadi kapitalisasi hutan yang dikuasai oleh pemilik modal.

Istilah reposisi masyarakat dan keadilan lingkungan adalah ingin mengembalikan peran masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan seperti sebelumnya yaitu pengelolaan hutan oleh masyarakat sendiri. Peran aktif masyarakat dalam mengelola hutan sangat dibutuhkan bagi pembangunan hutan yang akan mengubah paradigma menjadi bottom up dan akan menjadikan masyarakat lebih mandiri sehingga keterpinggiran masyarakat bisa dihilangkan.

Di dalam keberadaannya, hutan rakyat ada yang bersifat subsisten dan ada yang bersifat komersial. Di Indonesia sendiri, ada 2 bentuk pengembangan hutan rakyat yaitu bersifat swadaya dan adanya stimulasi dari pemerintah (Awang, 2004: 101). Hutan rakyat yang bersifat subsisten biasanya dikelola tanpa adanya tujuan komersialisasi yang pengelolaannya dilakukan secara kekeluargaan. Sedangkan yang dikelola dengan tujuan komersialisasi adalah hutan rakyat yang berorientasi ekonomi. Pengelolaannya dilakukan secara teroganisir dari mulai penanaman hingga pasca panen. Seperti yang ada di Filipina dan India, pembangunan hutan rakyat bersifat komersial karena adanya pasar yang menampung hasil kayu yaitu pabrik pulp dan kertas. Biasanya jenis pohon yang ditanam adalah sejenis atau homogen.

Dari kedua ciri hutan rakyat diatas, pola pengembangannya dapat dilakukan dengan keswadayaan yaitu inisiatif dari masyarakat lokal dan adanya stimulus dari program-program pemerintah.


(33)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2006: 4). Dengan menggunakan metodologi kualitatif, peneliti akan memperoleh informasi atau data yang lebih mendalam mengenai pemberdayaan masyarakat berbasis perhutanan sosial.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di Kelurahan Pekan Bahorok, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat. Kelurahan ini dijadikan lokasi penelitian karena terdapat kelompok masyarakat yang membudidayakan tanaman Gaharu walaupun kelompok ini baru berusia tujuh tahun. Lahan yang mereka tanami jenis Gaharu sebanyak 12 ha dengan status kepemilikan milik anggota kelompok.

3.3 Unit Analisis dan Informan

3.3.1 Unit Analisis

Unit Analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian. Salah satu ciri atau karakteristik dari penelitian social adalah menggunakan apa yang disebut dengan “ unit of analysis”. Ada dua sejumlah unit analisis yang lazim digunakan pada kebanyakan penelitian social yaitu individu, kelompok dan sosial. Adapun yang menjadi unit


(34)

analisis dan objek kajian dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Masyarakat Gaharu dan masyarakat sekitar.

3.3.2 Informan

Informan adalah orang-orang yang menjadi sumber informasi dalam penelitian yang aktual salam menjelaskan tentang masalah penelitian. Adapun informan yang menjadi subjek penelitian adalah :

3.3.2.1 Informan Kunci

1. Ketua Kelompok

2. Anggota kelompok dengan karakteristik sebagai berikut :

a. Sering mengikuti kegiatan-kegiatan kelompok (seperti: pembibitan, perawatan, proses panen, kumpul bersama, dan lain-lain) b. Mengetahui standar inokulasi

c. Memberikan sumbangan pemikiran bagi kelompok

Dari karakteristik diatas, didapat jumlah anggota kelompok yang sesuai sebanyak 10 orang.

3.3.2.2 Informan Biasa

1. Lembaga Swadaya Masyarakat

2. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Langkat 3. Balai Besar Konservasi TNGL


(35)

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan berdasarkan dengan jenis data yang diperlukan untuk mendapatkan informasi. Adapu data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data Primer

Data primer yaitu data yang diambil dari sumber data lapangan. Pengumpulan data dengan langsung terjun ke lokasi penelitian yang di dapat digunakan melalui:

3.4.1.1 Observasi

Yaitu metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelititan melalui pengamatan dan penginderaan ( Bungin, 2007: 115). Dalam penelitian ini, peneliti mengobservasi kegiatan pemberdayaan yang dilakukan oleh Kelompok Masyarakat Gaharu (KEMAGAHAN) dan yang berkaitan dengan kelembagaan KEMAGAHAN.

3.4.1.2 Wawancara Mendalam

Yaitu metode pengumpulan data dengan wawancara yang dilakukan berkali-kali dan membutuhkan waktu yang cukup lama bersama informan di lokasi penelitian (Bungin, 2007: 108). Dalam penelitian ini yang diwawancarai adalah ketua KEMAGAHAN dan anggota kelompok. Data yang diperoleh dari wawancara mendalam ini dapat berupa sejarah berdirinya KEMAGAHAN, kegiatan yang berkaitan


(36)

dengan pemberdayaan masyarakat berbasis perhutanan sosial melalui KEMAGAHAN.

3.4.2 Teknik Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder adalah data atau informasi yang diperoleh secara tidak langsung ke lapangan penelitian, melainkan melalui studi kepustakaan. Maksud studi kepustakaan adalah data yang di dapat dari buku-buku, jurnal-jurnal ilmiah, dan majalah yang dianggap relevan dengan penelitian ini.

3.5 Interpretasi Data

Interpretasi data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia, yaitu pengamatan dan wawancara mendalam yang sudah ada dalam catatan lapangan. Data tersebut akan dipelajari dan ditelaah untuk mencari apa yang ingin diteliti. Setelah itu, data direduksi yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi. Abstraksi merupakan usaha untuk membuat rangkuman yang inti, proses sehingga tetap berada di dalam fokus penelitian. Setelah semua terkumpul, data dianalisis kemudian diinterpretasikan berdasarkan dukungan teori dan kajian pustaka yang telah disusun, hingga pada akhirnya sebagai laporan penelitian.


(37)

3.6 Jadwal Penelitian

Kegiatan Bulan ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pra Survey

Acc judul

Penyusunan proposal

Seminar Proposal

Revisi proposal

Penelitian lapangan

Pengumpulan dan analisis data

Bimbingan skripsi

Penulisan laporan

Sidang meja hijau

3.7 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini mencakup kemampuan dan pengalaman yang dimiliki peneliti. Selain itu terkait dengan kelemahan instrumen wawancara mendalam. Adapun yang menjadi kendala dalam penelitian ini adalah :

a. Faktor Internal

Yang menjadi kendala peneliti adalah jarak dan lokasi penelitian. Lokasi penelitian yang sedikit berbukit menjadi salah satu kendala.


(38)

b. Faktor Eksternal

Yang menjadi kendala eksternal adalah pada informan di lokasi penelitian. Informan kebanyakan bermatapencaharian sebagai petani karet dan sawit sehingga mengalami kendala dalam menentukan waktu untuk wawancara.


(39)

BAB IV

DESKRIPSI WILAYAH

4.1 Gambaran Umum Kelurahan Pekan Bahorok

4.1.1 Keadaan Lingkungan dan Luas Wilayah

Kelurahan Pekan Bahorok adalah salah satu wilayah yang secara administratif sudah menjadi Kelurahan dan satu-satunya wilayah yang dipimpin oleh seorang Lurah yang bernama Ibu Tengku Nurasyah, SE. Kelurahan Pekan Bahorok terletak di Kecamatan Bahorok dan salah satu desa/kelurahan dari 19 desa/kelurahan dengan memiliki luas wilayah sebesar ± 386 Ha. Kelurahan ini memiliki 5 Lingkungan. Kelurahan Pekan Bahorok merupakan ibukota kecamatan yang terletak di pusat kecamatan. Berikut batas-batas wilayah dari Kelurahan Pekan Bahorok :

Sebelah Utara : Desa Timban Lawan

Sebelah Selatan : Desa Lau Damak

Sebelah Timur : Desa Empus

Sebelah Barat : Desa Timbang Lawan

Kelurahan Pekan Bahorok berjarak 0 Km dari Ibu Kota Kecamatan Bahorok dan ± 75 Km ke Ibu Kota Kabupaten serta berjarak ± 80 Km ke Ibu Kota Provinsi

4.1.2 Distribusi Pemakaian Tanah

Di Kelurahan Pekan Bahorok luas areal yang dimiliki seluas ± 386 Ha. Penggunaan lahan yang paling banyak adalah untuk lahan pertanian bukan sawah seluas


(40)

226 Ha. Alasan mengapa tidak ada lahan pertanian sawah karena topografi kelurahan ini sedikit berbukit dan banyak digunakan oleh warga untuk berkebun dengan jenis tanaman jagung, kacang-kacangan, cabe, dan lain-lain.

Tabel 4.1

Dsitribusi Pemakaian Tanah di Kelurahan Pekan Bahorok

No Jenis Lahan Luas (Ha) Jenis Tanaman

1 Pemukiman 75 -

2 Persawahan - -

3 Perkebunan 520,5 Sawit, Karet, Kelapa, Coklat, Pinang, Pisang, Durian, Salak, dan lain-lain

4 Kuburan 2 -

5 Pekarangan 15 -

6 Taman 5 -

7 Perkantoran 5 -

8 Prasarana Umum Lainnya

30 -

9 Jumlah 652,5

(Sumber : Kantor Kelurahan Pekan Bahorok 2011, 2012)

4.1.3 Jenis dan Hasil Produksi Pertanian

Untuk jenis pertanian yang ada di Kelurahan Pekan Bahorok adalah pertanian bukan sawah, karena kelurahan ini tidak memiliki areal persawahan. Pertanian bukan sawah adalah jenis pertanian yang mendominasi wilayah Pekan Bahorok. Jenis tanaman


(41)

jagung adalah jenis tanaman yang memiliki hasil produksi terbesar yaitu sekitar ± 98 Ha. Berikut dapat dilihat di dalam tabel 4.2 berikut ini:

Tabel 4.2

Jenis dan Jumlah Hasil Pertanian di Kelurahan Pekan Bahorok

NO JENIS TANAMAN LUAS LAHAN (Ha) JUMLAH (dalam satuan ton)

1 Jagung 98 490

2 Ubi Kayu 1 15

3 Kacang Tanah 3 3,3

4 Kacang Panjang 1 4,3

5 Terong 1 7,4

6 Kangkung 1 13,8

7 Bayam 1 14,6

8 Cabe 1 3,3

(Sumber : Kecamatan Bahorok Dalam Angka 2011, 2012)

Tabel 4.3

Jenis dan Jumlah Ternak di Kelurahan Pekan Bahorok

NO JENIS TERNAK JUMLAH TERNAK (dalam ekor)

1 Sapi 145

2 Kambing/Domba 330

3 Babi 114

4 Ayam Ras/Buras 700


(42)

Tabel 4.4

Jenis dan Jumlah Perkebunan Tanaman Keras di Kelurahan Pekan Bahorok

NO JENIS

TANAMAN

LUAS LAHAN

JUMLAH PRODUKSI (dalam satuan ton)

1 Karet 234 167

2 Aren 1 1

3 Kakao 5 4

4 Sawit 32 439

5 Pinang 8 6

(Sumber : Kecamatan Bahorok dalam Angka 2011, 2012)

4.1.4 Keadaan Geografis Kelurahan Pekan Bahorok

Topografi di Kelurahan Pekan Bahorok pada umumnya terletak pada daerah dataran tinggi dengan ketinggian 125 meter diatas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 852 mm dan suhu udara 33º C. Dengan angka seperti itu, tidak heran kalau Kelurahan Pekan Bahorok memiliki curah hujan yang tinggi dan bersuhu dingin. Selama peneliti berada di lapangan, hampir setiap di malam hari hujan turun, dengan intensitas tidak terlalu deras dan terkadang hujan cukup derasnya turun. Tetapi, berbeda dengan kondisi cuaca di siang harinya yang memiliki curah hujan rendah.

Penduduk Kelurahan Pekan Bahorok sendiri rata-rata telah memiliki tempat tinggal dengan status lahan milik pribadi. Masyarakat juga telah menikmati beberapa hasil pelayanan publik yang telah diberikan oleh pemerintah seperti, sudah masuknya listrik sehingga rumah-rumah warga tidak lagi menggunakan penerangan dengan lampu


(43)

teplok, lilin, dan obor. Begitu juga dengan kebiasaan masyarakat lainnya seperti memasak, baik itu makanan dan minuman sudah menggunakan kompor gas dan sebagian lagi menggunakan kompor minyak tanah.

Untuk kepedulian terhadap kebersihan lingkungan, masyarakat memiliki kesadaran yang tidak terlalu rendah. Hal itu ditunjukkan dengan bebasnya pekarangan masyarakat dari berbagai jenis sampah dan hanya beberapa masyarakat lainnya yang masih memiliki kesadaran rendah terhadap kebersihan lingkungan seperti belum terbebas dari sampah.

4.2 Keadaan Penduduk

4.2.1 Komposisi Penduduk Kelurahan Pekan Bahorok Berdasarkan Jenis Kelamin

Kelurahan Pekan Bahorok sendiri memiliki jumlah penduduk sebanyak 3.845 jiwa dengan jumlah kepadatan penduduk sebanyak 996 jiwa. Jumlah ini membuat Kelurahan Pekan Bahorok menempati urutan kedua terpadat penduduknya setelah Desa Timban Lawan dengan jumlah penduduk sebanyak 4.115 jiwa. Untuk jumlah laki-laki yang berada di kelurahan ini sebanyak 1.872 jiwa dan perempuan sebanyak 1973 jiwa. Jumlah Kepala Keluarga yang ada di kelurahan ini sebanyak 935 KK dengan jumlah rata-rata per-KK adalah 4 jiwa (Kec.Bahorok dalam angka 2011).

4.2.2 Komposisi Penduduk Kelurahan Pekan Bahorok Berdasarkan Mata Pencaharian

Berdasarkan topografinya yang berbukit-bukit, sebagian besar mata pencaharian masyarakat bukan dari sektor pertanian melainkan di dominasi oleh PNS dan


(44)

TNI/POLISI yaitu sebesar 27,32 %. Selain kurang mendukungnya faktor alam untuk pertanian sawah, Kelurahan Pekan Bahorok terletak sebagai pusat pemerintahan sehingga banyak membutuhkan tenaga-tenaga di pemerintahan, baik itu di Kantor Kecamatan maupun Kantor Kelurahan. Selain mata pencaharian diatas, masih ada jenis mata pencaharian masyarakat lainnya yaitu, pertanian, industri kerajinan, perdagangan, angkutan, buruh, dan lainnya. Hal ini dapat dilihat dalam tabel 4.6 dibawah ini.

Tabel 4.6

Komposisi Penduduk Kelurahan Berdasarkan Mata Pencaharian

NO MATA PENCAHARIAN JUMLAH (ORANG) PERSENTASE (%)

1 Pertanian 232 14,15

2 Kerajinan/Industri 160 9,76

3 PNS dan TNI/POLISI 448 27,32

4 Perdagangan 320 19,51

5 Buruh 192 11,71

6 Angkutan 144 8,78

7 Lainnya 144 8,78

Total 1640 100

(Sumber : Kecamatan Bahorok dalam angka 2011, 2012)

Jadi, berdasarkan Tabel 4.6 diatas menunjukkan bahwa mayoritas penduduk di Kelurahan Pekan Bahorok bekerja sebagai PNS dan TNI/POLISI dengan persentase 27,32 % dari total angkatan kerja sebesar 1640 jiwa.


(45)

4.2.3 Komposisi Penduduk Kelurahan Pekan Bahorok Berdasarkan Agama

Untuk komposisi penduduk berdasarkan agama yang dianut di Kelurahan Pekan Bahorok, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat dapat dilihat di dalam tabel 4.7 dibawah ini.

Tabel 4.7

Komposisi Penduduk Kelurahan Pekan Bahorok Berdasarkan Agama

NO AGAMA JUMLAH (orang) PERSENTASE (%)

1 Islam 3144 81,77

2 Katholik 18 0,45

3 Kristen Lainnya 596 15,50

4 Hindu 0 0,00

5 Budha 78 2,04

6 Lainnya 9 0,24

TOTAL 3845 100

(Sumber : Kecamatan Bahorok Dalam Angka 2011, 2012)

Berdasarkan tabel 4.7 diatas bahwa mayoritas penduduk di Kelurahan Pekan Bahorok beragama islam dengan jumlah penduduk sebanyak 3144 dan persentase sebesar 81,77 % dari total keseluruhan penduduk yang ada di Kelurahan Pekan Bahorok. Kemudian agama Kristen dan lainnya menjadi agama nomor dua yang banyak dianut oleh penduduk Kelurahan Pekan Bahorok.


(46)

4.2.4 Komposisi Penduduk Kelurahan Pekan Bahorok Berdasarkan Suku Bangsa

Setelah berbagai macam agama yang dianut oleh penduduk Kelurahan Pekan Bahorok, suku-suku bangsa yang ada di Kelurahan Pekan Bahorok juga bermacam-macam. Dalam hal ini, masyarakat Kelurahan Pekan Bahorok mayoritas bersuku Melayu dan Batak. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.8 dibawah ini.

Tabel 4.8

Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa

NO SUKU BANGSA JUMLAH (orang) PERSENTASE (%)

1 Melayu 1830 47,59

2 Karo 775 20,15

3 Simalungun dan Tapanuli 113 2,94

4 Madina 52 1,35

5 Jawa 824 21,44

6 Lainnya 251 6,53

TOTAL 3845 100

(Sumber : Kecamatan Bahorok Dalam Angka 2011, 2012)

Jadi, berdasarkan tabel 4.8 diatas menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Kelurahan Pekan Bahorok ini adalah bersuku Melayu dengan persentase sekitar 47,59 % dari total seluruh penduduk sebanyak 3.845 jiwa.


(47)

4.3 Sarana dan Prasarana Kelurahan Pekan Bahorok

Di dalam suatu wilayah kenegaraan, sarana dan prasarana sangat diperlukan untuk mendukung kegiatan-kegiatan kepemerintahan. Sarana dan prasarana juga menjadi faktor pendorong dalam proses perencanaan bagi kegiatan-kegiatan kemasyarakatan. Di Kelurahan Pekan Bahorok sendiri terdapat 5 lingkungan dan 5 dusun yang menjadi tempat tinggal masyarakat.

Untuk mendukung kegiatan pemerintahan yang ada di Kelurahan Pekan Bahorok, pendirian Kantor Kelurahan sudah lama diselesaikan. Kantor Kelurahan ini dipimpin oleh seorang Lurah yang dibantu dengan beberapa pegawai negeri sipil lainnya. Adapun kegiatan-kegiatan tersebut seperti pengurusan e-KTP (Kartu Tanda Penduduk elektronik), KK (Kartu Keluarga), SKTM (Surat Keterangan Miskin), dan surat-surat keterangan lainnya seperti surat keterangan bagi mahasiswa yang ingin menyusun skripsi.

Untuk kondisi infrastruktur jalan yang ada di Kelurahan Pekan Bahorok sudah cukup baik walaupun ada beberapa jalan yang belum bisa dikategorikan baik. Hal itu tampak dari pembangunan jalan-jalan utama atau protokol yang menghubungkan satu lingkungan ke lingkungan lainnya yang masih berlubang, hanya jalan lintas Medan-Bukit Lawang saja yang sudah bagus.

Untuk mendukung tugas pelayanan kepada masyarakat setempat, maka di Kelurahan Pekan Bahorok tersedia beberapa sarana dan prasarana, seperti sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana tempat ibadah, sarana tempat olah raga, dan lain sebagainya. Adapun sarana dan prasarana tersebut adalah sebagai berikut :


(48)

4.3.1 Sarana Pendidikan

Di Kelurahan Pekan Bahorok sendiri, sarana pendidikan sudah lama melekat di masyarakat. Hal itu terbukti dengan berdirinya bangunan-bangunan sekolah formal baik itu bangunan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Ibtidaiyah setingkat dengan SD (MI), Madrasah Tsanawiyah setingkat dengan SMP (MTs), dan Madrasah Aliyah setingkat dengan SMA (MA).Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.9 di bawah ini:

Tabel 4.9

Keadaan Sarana Pendidikan di Kelurahan Pekan Bahorok

No Sarana Pendidikan Negeri Swasta

1 SD 3 0

2 SMP 1 1

3 SMA 1 2

4 MI 1 1

5 MTs 1 1

6 MA 0 1

TOTAL 7 6

(Sumber : Kecamatan Bahorok Dalam Angka 2011, 2012)

Dari tabel 4.9 dapat dilihat bahwa sarana pendidikan di Kelurahan Pekan Bahorok untuk ukuran kelurahan dapat dikatakan cukup memadai, mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Sekolah-sekolah diatas juga ada yang dikelola oleh pihak swasta selain yang berstatus negeri. Dari jumlah yang terdapat


(49)

pada tabel diatas, bahwa jumlah sekolah-sekolah yang berstatus negeri dan swasta hampir sama yaitu negeri berjumlah 7 dan swasta berjumlah 6.

4.3.2 Sarana Kesehatan

Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi manusia. Kesehatan menjadi salah satu indikator bagi sektor pembangunan, mulai dari peningkatan gizi, perilaku sehat oleh masyarakat, dan lain-lain. Untuk dapat mengetahui keadaan sarana kesehatan di Kelurahan Pekan Bahorok dapat dilihat pada tabel 4.10 :

Tabel 4.10

Keadaan Sarana Kesehatan di Kelurahan Pekan Bahorok

No Jenis Sarana Kesehatan Jumlah

1 Puskesmas 1

2 Poloklinik 3

3 BKIA 1

4 Rumah Bersalin 1

TOTAL 6

(Sumber : Kecamatan Bahorok Dalam Angka 2011, 2012)

Pada tabel 4.10 diatas terdapat beberapa jenis sarana kesehatan yang terdapat di Kelurahan Pekan Bahorok yaitu Puskesmas sebanyak 1 unit, Poliklinik 3 unit, BKIA 1 unit, dan Rumah Bersalin 1 unit, dan total kesemuanya ada 6 unit. Dari kesemua sarana kesehatan yang ada, dapat dikatogorikan baik walaupun di kelurahan ini belum ada Rumah Sakit Umum (RSU). Dengan adanya sarana-sarana kesehatan diatas, setidaknya masyarakat sudah terbantu dengan permasalahan kesehatan yang ada, baik itu


(50)

pemeriksaan bayi-bayi yang baru lahir, masyarakat yang terkena penyakit, dan pemeriksaan bagi ibu-ibu hamil.

4.3.3 Sarana Tempat Ibadah

Untuk mendukung proses keagamaan, maka sarana keagamaan di suatu wilayah sangat dibutuhkan. Di Kelurahan Pekan Bahorok sendiri terdapat sarana keagamaan yang berdiri dengan baik. Adapun sarana keagamaan yang ada di kelurahan adalah sebagai berikut.

Tabel 4.11

Keadaan Sarana Tempat Ibadah di Kelurahan Pekan Bahorok

No Sarana Tempat Ibadah Jumlah (Unit)

1 Masjid 3

2 Musholla 3

3 Gereja 1

TOTAL 7

(Sumber : Kecamatan Bahorok Dalam Angka 2011, 2012)

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah sarana keaamaan yang ada di Kelurahan Pekan Bahorok terdiri dari 3 masjid, 3 musholla, dan 1 gereja. Untuk tempat ibadah Vihara dan Pura tidak terdapat di wilayah Kelurahan Pekan Bahorok walaupun masyarakat yang beragama budha sudah bertempat tinggal kelurahan ini.


(51)

4.3.4 Sarana Jalan Raya dan Pengangkutan

Sarana jalan merupakan unsur penting bagi sebuah desa terutama terhadap pembangunan suatu daerah terutama agar terbuka akses bagi masyarakat untuk berinteraksi dengan masyarakat luar ataupun sebaliknya. Di Kelurahan Pekan Bahorok sendiri, jalan raya menjadi sangat penting bagi penunjang aktivitas sosial masyarakat. Kebetulan Kelurahan Pekan Bahorok terletak di pusat kecamatan dan di lalui oleh Jalan Lintas Medan-Bukit Lawang, maka tidak jarang kalau interaksi dengan masyarakat luar relatif sangat tinggi.

Infrastruktur jalan yang ada di Kelurahan Pekan Bahorok terbagi menjadi dua kategori yaitu jalan beraspal dan jalan tanah yang berbatu. Untuk jalan yang beraspal terdapat pada jalan lintas Medan-Bukit Lawang dan sedikit menjorok ke Jalan Ampera dan kearah Kantor Kelurahan. Sedangkan jalan tanah berbatu berada pada jalan-jalan yang menghubungkan antara rumah satu ke rumah lainnya.

Untuk sarana transportasi yang digunakan oleh masyarakat bermacam-macam seperti kenderaan roda empat (mobil, bus, truck), kenderaan roda dua (sepeda motor), becak bermotor, sepeda, dan lain-lain. Sarana transportasi umum yang sering digunakan oleh masyarakat adalah angkutan desa yang menghubungkan satu desa ke desa lainnya walaupun tidak kesemua desa bisa dituju. Dalam hal jarak, waktu tempuh, dan jenis angkutan umum yan digunakan oleh penduduk Kelurahan Pekan Bahorok adalah sebagai berikut :

• Jarak dari Kelurahan Pekan Bahorok ke Kecamatan Bahorok sekitar 0,5 km dengan waktu tempuh sekitar 5 menit dan dapat ditempuh dengan alat


(52)

transportasi seperti : kenderaan roda empat, roda dua, becak bermotor, dan lain-lain.

• Jarak dari Kelurahan Pekan Bahorok ke ibu kota Kabupaten Langkat sekitar 75 km dengan waktu tempuh sekitar 2 jam dan dapat ditempuh dengan alat transportasi seperti : kenderaan roda empat dan roda dua.

• Jarak dari Kelurahan Pekan Bahorok ke ibu kota Provinsi Sumatera Utara sekitar 80 km dengan waktu tempuh sekitar 2,5 jam dan dapat ditempuh dengan alat transportasi seperti : kenderaan roda empat dan roda dua.


(53)

BAB V

TEMUAN DATA DAN INTERPRETASI DATA

5.1 Karakteristik Informan

Informan menjadi variabel penting dalam sebuah penelitian kualitatif. Informan mampu memberikan informasi yang akurat dan valid bagi permasalahan penelitian. Penentuan informan di masyarakat juga tidak sembarangan dan harus dilakukan secara tepat. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil jumlah informan sebanyak 14 orang yang terdiri dari 11 orang informan kunci dan 3 orang informan biasa. Informan kunci yang terdiri dari 11 orang diantaranya adalah 1 orang ketua Kemagahan dan 10 orang anggota kelompok yang sudah ditentukan kriterianya. Informan biasa yang terdiri dari 3 diantaranya adalah satu orang dari perwakilan lembaga swadaya masyarakat, satu orang dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Langkat, dan satu orang lagi dari perwakilan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).

5.1.1 Profil Informan Kunci

5.1.1.1 Nama : Bapak Mahmuddin Sanny Usia : 64 tahun

Status Kependudukan : Warga asli Pekan Bahorok Etnis : Melayu

Pendidikan : SLTA Pekerjaan : Petani

Status Dalam Kelompok : Anggota Kelompok

Sebelum proses wawancara yang mendalam dengan Bapak Mahmuddin Sanny, peneliti pernah bertemu sebelumnya ketika sedang melakukan wawancara observasi pra penelitian. Wawancara tersebut dilakukan bukan di rumah Bapak Sanny, melainkan di


(54)

warung kopi. Ketika wawancara sedang berlangsung, peneliti tidak lagi merasa canggung ketika berhadapan dengan beliau, begitu juga dengan beliau yang juga tidak segan-segan untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang saya ajukan. Sikap ramah-tamah yang di tunjukkan oleh Bapak Sanny juga menunnjukkan kalau beliau sangat terbuka dengan kehadiran beberapa peneliti ataupun mahasiswa yang sedang menyusun skripsi. Bapak Sanny sendiri juga sudah banyak dikunjungi oleh para akademisi untuk kepentingan belajar. Beliau juga sering menjadi pembicara dan pemberi materi di kalangan mahasiswa seperti di Fakultas Pertanian USU, pada kegiatan yang diadakan di Kabupaten Sergei yang mengundang beberapa universitas yang ada di Indonesia, dan lain-lain.

Bapak Sanny sendiri sering dipanggil oleh masyarakat dengan sebutan “Pak Iyek” dan panggilan itu sangat melekat hingga sampai ke desa lain. Beliau yang juga mantan anggota DPRD Kabupaten Langkat dikenal oleh orang-orang yang ada di lingkungan pemerintahan Kabupaten Langkat, khususnya di Dinas Kehutanan dan Perkebunan Langkat. Bapak Sanny yang memiliki dua orang anak ini, juga sebagai salah satu tokoh masyarakat di Kelurahahan Pekan Bahorok sehingga namanya bisa dikenal oleh masyarakat setempat. Setelah tidak lagi menjadi anggota DPRD Kabupaten Langkat, Bapak Sanny menjadi petani gaharu untuk mengisi waktu luangnya.

Bapak Sanny adalah salah satu anggota masyarakat di Kelurahan Pekan Bahorok yang mendirikan Kelompok Masyarakat Gaharu (Kemagahan) dan juga menjabat sebagai ketua kelompok. Beliau bersama masyarakat setempat berswadaya untuk membentuk kelompok tersebut dengan tujuan yang sama yaitu sejahtera bersama gaharu. Bukan hanya anggota masyarakat yang ikut berpartisipasi untuk ikut bergabung dengan Kemagahan, melainkan ada beberapa anggota masyarakat yang masih terikat


(55)

saudara dengan beliau bahkan anak beliau juga ikut berpartisipasi kedalam kelompok. Pendirian kelompok tersebut tidak lain adalah untuk mengajak masyarakat bersama-sama menuju ke perubahan yang lebih baik sehingga mampu menambah sumber pendapatan baru bagi masyarakat setempat.

Bapak Iyek yang merupakan Koordinator Daerah (Korda) Sumatera Utara dari Asosiasi Gaharu Indonesia (ASGARIN) menjadi suatu nilai tambah bagi Kemagahan. Bapak Iyek bisa mendapatkan informasi terbaru tentang perkembangan gaharu yang ada di Indonesia bahkan di luar negeri, juga mampu memasarkan hasilnya jika tanaman gaharu milik anggota kelompok sudah dipanen.

5.1.1.2 Nama : Bapak Mahmuddin Hasby Usia : 28 tahun

Status Kependudukan : Warga asli Pekan Bahorok Etnis : Melayu

Pendidikan : SMU Pekerjaan : Petani

Status Dalam Kelompok : Anggota Kelompok

Awal berjumpa dengan Bapak Hasbi tidak semudah yang dibayangkan. Ketika saya mengunjungi rumah Bapak Hasbi, ternyata beliau sedang tidak ada dirumah dan sedang berada di Balai Benih Ikan (BBI) di Desa Timban Lawan. Tanpa berpikir panjang, saya langsung menuju tempat yang diinformasikan oleh ibu beliau dan sesampainya disana, beliau sedang tidak berada di tempat. Akhirnya saya memutuskan untuk menunggu beliau hingga selesai ibadah shalat Jum’at. Setelah menunggu beberapa menit, saya bertemu dengan beliau dan kami pun memulai dengan beberapa pertanyaan wawancara.


(56)

Proses wawancara berlangsung begitu saja di atas titi yang kecil dengan udara yang tidak begitu panas karena hari itu tampak cerah. Lokasi dimana tempat Bapak Hasbi bekerja tidak begitu jauh dari tempat tinggalnya yaitu berjarak ± 7 Km yang bertempat tinggal di Kelurahan Pekan Bahorok. Tidak hanya di Kelurahan Pekan Bahorok, di komplek BBI pun beliau disediakan tempat tinggal agar memudahkan pekerjaannya karena efisien waktu. Bapak Hasbi ini masih tinggal bersama orang tuanya yang tidak lain adalah Ketua Kemagahan. Bapak Hasbi adalah anak terakhir dari dua bersaudara dan belum menikah sampai saat ini.

Suasana angin yang santai membuat proses waancara dengan Beliau yang berusia 28 tahun ini berjalan dengan canda tawa. Sebagai masyarakat asli Pekan Bahorok, beliau sangat memahami dengan baik bagaimana kondisi Kelurahan Pekan Bahorok. Dengan semangat kepemudaannya, beliau dengan semangat untuk ikut bergabung dengan Kemagahan dan bukan karena alasan orang tua sebagai ketua kelompok. Dengan pengetahuan yang ada, beliau sangat tertarik dengan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh Kemagahan sendiri. Kemampuan beliau yang dimiliki di sektor perikanan tidak menjadikan hal tersebut sebagai patokan utama dalam menjalankan kegiatannya sehari-hari. Dengan alasan ingin menambah terus wawasan, beliau ikut bergabung dengan Kemagahan.

Beliau juga memiliki sejumlah lahan yang ditanami dengan pohon Gaharu dengan jumlah lahan ± 5 rantai dengan status lahan milik pribadi. Di lain tempat, beliau juga memiliki lahan seluas 2 Ha dan belum ditanami oleh pepohonan tertentu, tetapi beliau memiliki keinginan untuk menanami lahan tersebut dan terus mengembangkannya.


(57)

5.1.1.3 Nama : Bapak Ilham B Usia : 60 tahun

Status Kependudukan : Warga asli Pekan Bahorok Etnis : Melayu

Pendidikan : SMU Pekerjaan : Petani

Status Dalam Kelompok : Bendahara Kelompok

Untuk mewawancarai Bapak Ilham, saya harus menunggu lama untuk menyamakan waktu agar proses wawancara bisa berjalan. Setelah beberapa minggu akhirnya waktu bisa disamakan dan itupun harus di rumah sakit karena cucu dari Bapak Ilham sedang sakit. Sebelum wawancara, saya tidak lagi memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud kedatangan saya karena di awal bertemu dengan Bapak Ilham maksud dan tujuan saya sudah dijelaskan.

Bapak Ilham yang sudah berusia 60 tahun ini menjabat sebagai bendahara kelompok dan bekerja sebagai petani. Selain bergabung dengan Kemagahan, Bapak Ilham juga ikut bergabung dengan kelompok tani yang ada di Desa Timbang Jaya. Kelompok tersebut bernama kelompok tani Harapan yang diketuai oleh Bapak Ahmad Bodin. Kelompok ini berkonsentrasi terhadap pertanian padi dan beberapa jenis tanaman palawija. Luas lahan yang dimiliki oleh Bapak Ilham sebanyak 3 Ha yang terdiri dari 2 Ha ditanami tanaman karet dan 1 Ha lagi ditanami padi dan tanaman palawija, sedangkan tanaman gaharu ditanami secara tumpang sari di kebun karet.

Dari hasil tanaman yang ditanami oleh Bapak Ilham inilah yang digunakan untuk membiayai kebutuhan hidup dan menyekolahkan anak-anaknya hingga ke bangku kuliah. Walaupun Bapak Ilham hanya berpendidikan SMA tetapi beliau bertekad untuk menyekolahkan ketiga anaknya hingga tamat sarjana. Beliau yang tinggal di Kelurahan


(58)

Pekan Bahorok di Lingkungan Berdikari ini tergolong aktif di dalam kelompok. Beberapa pelatihan yang pernah diadakan, Bapak Ilham selalu hadir. Sama seperti Bapak Iyek, Pak Ilham juga tergabung ke dalam ASGARIN sebagai orang yang memfasilitasi ketika para peneliti hadir dan cakupan tugasnya berada di Sumatera Utara.

5.1.1.4 Nama : Bapak Alfid Hasyim Usia : 62 tahun

Status Kependudukan : Warga asli Pekan Bahorok Etnis : Melayu

Pendidikan : SMU Pekerjaan : Petani

Status Dalam Kelompok : Anggota Kelompok

Beliau sering disapa masyarakat sekitar dengan sebutan Tengku Pid. Dengan nama itulah saya mencari alamat Bapak Alfid Hasyim. Awalnya saya sudah diberi petunjuk oleh Bapak Hasbi untuk menemui Bapak Tengku Pid dan sedikit informasi bahwa beliau sering tidak dirumah mulai pagi hingga sore hari karena adanya kegiatan lain. Setelah mengikuti pentunjuk tadi, sampai juga saya ke rumah bercat putih yang tidak lain adalah rumah Bapak Tengku Pid sendiri.

Kediaman bapak yang sudah berusia 62 tahun ini memiliki banyak jenis pepohonan, mulai dari sawit, durian, coklat, mangis, duku, salak, sayur-sayuran, hingga gaharu. Beliau sangat suka dengan keanekaragaman tumbuhan yang tumbuh disekitar pekarangan rumahnya. Selain rumah yang ditempatinya sekarang, beliau juga memiliki rumah lainnya yang tidak jauh dari rumah yang sering beliau tempati, yaitu berjarak sekitar 50 m. Disekitaran rumah itu juga beliau menanam berbagai jenis sayuran dan tanaman pepohonan lainnya, sehingga kesejukan sangat mudah untuk dirasakan.


(59)

Walaupun begitu, kesederhanaan menjadi penampakan yang wajar bagi kondisi beliau saat ini.

Beliau yang berprofesi sebagai petani ini, memiliki beberapa orang anak yang masih ikut dengan beliau. Dengan secangkir kopi dan sepiring tempe goreng, menjadi teman perbincangan kami hingga selesai. Bapak Tengku Pid adalah masyarakat asli di Kelurahan Pekan Bahorok, sehingga segala bentuk kondisi mengenai Pekan Bahorok dipahami oleh Beliau. Hingga saat ini, beliau masih aktif untuk menangani masalah lingkungan di daearahnya. Beliau aktif keikutsertaannya dalam menjaga kelestarian Daerah Aliran Sungai (DAS) Wampu yang dianggap sangat penting bagi kelangsungan hidup masyarakat sekitar. Dengan modal kecintaannya terhadap lingkungan, sehingga beliau ikut bergabung dengan Kemagahan yang salah satu tujuannya adalah pelestarian sumber daya hutan.

5.1.1.5 Nama : Bapak Asnul Arifin Usia : 61 tahun

Status Kependudukan : Warga asli Pekan Bahorok Etnis : Melayu

Pendidikan : PGSLP

Pekerjaan : Guru SD/SMP

Status Dalam Kelompok : Sekretaris Kelompok

Pertama sekali mengunjungi rumah Bapak Asnul Arifin, beliau sedang menikmati makan siangnya. Anak perempuannya yang menyambut salam ketika ucapan salam saya lontarkan. Mendengar hal itu, beliau mempersilahkan saya untuk duduk di ruang tamu dan beliau meminta waktu sebentar untuk menghabiskan makanannya. Berselang 10 menit, beliau mendatangi saya dan menanyakan maksud kedatangan saya.


(60)

Perlahan saya memperkenalkan diri hingga menjelaskan maksud dan tujuan mengapa saya menemui beliau.

Beliau yang sering disapa dengan nama Bapak Ipin ini memiliki sifat ramah, terlihat dari cara dia menyapa dan bertanya kepada saya. Hal itu juga didukung karena Bapak Ipin berprofesi sebagai guru SD sekaligus guru SMP di salah satu sekolah yang ada di Kelurahan Pekan Bahorok. Bebeda dengan Bapak Tengku Pid, Bapak Ipin lebih tampak awet muda walaupun sudah berusia 61 tahun. Beliau mengatakan kalau beberapa kegiatannya yang mungkin membuatnya lebih sehat, seperti sebagai pemandu wisata (tour guide) di Bukit Lawang. Pendidikan terakhir yang ditempuh oleh Bapak Ipin adalah PGLSP.

Bapak Ipin yang memiliki 3 orang anak ini, masih memiliki hubungan persaudaraan dengan ketua Kemagahan yaitu Pak Sanny. Beliau sebagai adik juga aktif ikut membantu dalam pengembangan Kemagahan. Bapak Ipin yang merupakan penduduk asli Kelurahan Pekan Bahorok juga sangat mengetahui bagaimana kondisi Kelurahan Pekan Bahorok sendiri. Beliau yang bergabung dengan Kemagahan awal tahun 2005 ini sangat mendukung kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh Kemagahan sendiri, karena ada unsur pelestarian lingkungan.

5.1.1.6 Nama : Bapak Salman Nasution Usia : 50 tahun

Status Kependudukan : Warga asli Pekan Bahorok Etnis : Melayu

Pendidikan : SD Pekerjaan : Petani


(61)

Untuk menjumpai Bapak Salman, saya menemui beliau di rumahnya pada malam hari dan beliau saat itu sedang menjala ikan di sungai. Sambil menunggu kedatangan beliau, saya berbincang-bincang dengan istri beliau. Sekitar 20 menit kemudian, barulah Bapak Salman pulang dari menjala ikan dan mulai bersih-bersih. Selesai dengan berbagai kegiatannya, Bapak Salman menemui saya di teras depan. Pertama sekali saya memperkenalkan diri dan maksud tujuan kedatangan saya.

Bapak Salman yang berusia 50 tahun ini, bekerja sebagai petani sawit dan karet yang mereka kelola sendiri. Adapun lahan yang beliau kelola sebanyak 5 Ha dan hasilnya digunakan untuk kebutuhan sehari-hari juga biaya anak sekolah. Berbeda dengan beberapa informan lainnya, Bapak Salman bertempat tinggal di lain desa yaitu di Desa Timban Lawan yang berjarak 6 Km dari kelurahan Pekan Bahorok dan terletak di pinggir jalan Lintas Medan-Bukit Lawang. Selain mengurusi sawit dan karet, beliau juga memiliki kegiatan lain seperti menjala ikan di sungai yang tidak jauh dari rumah dan juga memiliki warung di rumah sendiri.

Untuk keikutsertaan Bapak Salman dalam kelompok Kemagahan, beliau baru bergabung awal bulan maret tahun 2012 lalu. Beliau baru bergabung dengan Kemagahan karena baru mendengar kabar dari ketua kelompok setelah adanya sosialisasi yang dilakukan di Desa Timbang Lawan. Mendengar sosialisasi tersebut, Bapak Salman mencoba untuk ikut bergabung dengan Kemagahan. Salah satu yang menjadi ketertarikan dari Kemagahan adalah nilai ekonomis yang dihasilkan nantinya setelah gaharu-gaharu tersebut di panen. Hal inilah yang membuat beliau tertarik ikut bergabung dengan kelompok.


(62)

5.1.1.7 Nama : Bapak Baik Sitepu Usia : 63 tahun

Status Kependudukan : Warga asli Pekan Bahorok Etnis : Melayu

Pendidikan : SMU Pekerjaan : Petani

Status Dalam Kelompok : Anggota Kelompok

Awal mula bertemu dengan Bapak Baik Sitepu tidak bisa langsung berjumpa karena ketika pertama kali sampai di rumah, beliau sedang tidak ada di rumah. Keesokannya setelah membuat janji dengan salah satu anggota keluarga, akhirnya saya bisa berjumpa dengan beliau. Di Kelurahan Pekan Bahorok, beliau sering dipanggil dengan Bapak Tepu yang merupakan pensiunan dari kepolisian. Sebelum berbincang lebih lanjut, saya memperkenalkan diri terlebih dahulu dan menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan saya.

Sebelum memperkenalkan diri, Bapak Tepu sudah tahu tentang saya ketika melakukan observasi pertama sekali di Kelurahan Pekan Bahorok. Beliau yang sudah berusia 63 tahun masih tampak sehat dan selalu diikuti dengan tawa cerianya. Bapak Tepu orangnya memang suka memberikan tawa kepada setiap orang yang dijumpainya. Bapak Tepu bukanlah penduduk asli Kelurahan Pekan Bahorok, melainkan penduduk pendatang karena dahulunya diberi tugas kepolisian di Keurahan Pekan Bahorok. Beliau masuk ke Kelurahan Pekan Bahorok pada tahun 1976 sebagai polisi yang ditugaskan di kantor kepolisian setempat. Hingga sampai sekarang Bapak Tepu masih memilih untuk bertempat tinggal di Kelurahan Pekan Bahorok walaupun sudah pensiun.

Kegiatan sehari-hari beliau yang bersuku Karo ini adalah petani tetapi bukan petani padi melainkan petani sawit dan karet. Selain komoditas diatas, Bapak Tepu juga


(1)

Hasil-hasil diatas juga seharusnya mampu mencapai lembaga-lembaga lokal yang dibentuk oleh kemandirian masyarakat sehingga lembaga lokal mampu meresap hasil tersebut dan mampu diaplikasikan ke masyarakat. Setelah masyarakat mampu menyerap hasil-hasil tersebut, masyarakat akan memiliki pengetahuan-pengetahuan tentang pembangunan hutan yang mampu merubah pola pikir dan menciptakan perubahan bagi lingkungannya juga. Hubungan ini bisa dimunculkan sebagai berikut O ke T ke P ke E. Hal seperti ini juga mampu menghasilkan dampak yang positif bagi masyarakat sekitar hutan khususnya petani hutan. Mereka bisa mendirikan lembaga lokal yang bergerak pada pembudidayaan tanaman hutan dan produk-produk itu bisa menciptakan pangsa pasar yang tinggi. Dengan adanya jaminan pasar tersebut, masyarakat bisa merasakan dampaknya berupa sumber pendapatan baru bagi mereka dan itu ada pada Kemagahan.


(2)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

1. Kecamatan Bahorok memiliki potensi alam yang masih terjaga keindahan dan kealamiannya terutama di sektor kehutanan. Potensi hutan yang dimiliki dilindungi oleh pemerintah yang berbentuk kawasan hutan konservasi. Hutan ini dikenal dengan Hutan Taman Nasional Gunung Leuser.

2. Keberadaan kelompok lokal yang dibentuk oleh masyarakat lokal di sekitar kawasan hutan, ternyata mampu mengelola pembudidayaan tanaman hutan. Potensi alam yang tersedia membuat masyarakat sadar akan pentingnya menjaga hutan.

3. Kesadaran dari salah satu anggota masyarakat Pekan Bahorok untuk membentuk KEMAGAHAN (Kelompok Masyarakat Gaharu) bisa disebut sebagai agen perubahan untuk desa tersebut dan di dalam prosesnya Pak Sanny tidak mementingkan kepentingan pribadinya, tetapi mengajak masyarakat bersama-sama untuk mengelola kelompok.

4. Sampai saat ini KEMAGAHAN masih menghadapi beberapa kendala seperti pengetahuan administrasi dari pengurus kelompok masih tergolong rendah dan kurangnya pelatihan dalam mengelola kelembagaan.

5. Masyarakat masih sedikit yang tergabung dalam KEMAGAHAN karena belum terlalu percaya terhadap aspek ekonomi yang dihasilkan oleh pohon gaharu.


(3)

masyarakat tidak tahu konsep perhutanan sosial secara langsung yang telah mereka kerjakan.

6.2 SARAN

1. Pemerintah Daerah melalui dinas-dinas terkait seharusnya ikut berpartisipasi terhadap pengembangan kelompok yang ada di Kelurahan Pekan Bahorok khususnya KEMAGAHAN. Kelompok ini tergolong masih muda dan perlu diberikan pelatihan-pelatihan bagi pengembangan kelompok seperti pelatihan pembibitan, teknik inokulasi, pengembangan jamur, hingga pelatihan tentang kelembagaan.

2. KEMAGAHAN harus lebih giat lagi dalam melakukan sosialisasi tentang pemanfaatan potensi hutan yang telah tersedia yang mampu memberikan sumber pendapatan baru bagi masyarakat lokal.

3. Perlunya penanaman nilai-nilai kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga dan mengelola potensi hutan mereka yang berbasis hutan lestari. Hal ini perlu dilakukan karena masyarakat masih mempertimbangkan manfaat ekonomi dari apa yang ingin dikembangkan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Akhmar, Andi M. Syarifuddin.2007. Mengungkap Kearifan Lingkungan Sulawesi Selatan. Makassar: Masagena Press

Ambler, John S. 1991. Irigasi di Indonesia : Dinamika Kelembagaan Petani. Jakarta : LP3ES

Arief, Arifin . 2001. Hutan dan Kehutanan. Yogyakarta: Kanisius

Awang, SA, Dkk. 2002. Hutan Rakyat : Sosial Ekonomi dan Pemasaran.Yogyakarta : BPFE

Awang, SA. 2004. Dekonstruksi Sosial Forestri : Reposisi Masyarakat dan Keadilan Lingkungan. Yogyakarta: BIGRAF Publishing

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2009. Buku Executive Summar: Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Langkat : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Langkat

Batten, T.R. 1967. Communities and Their Development. London : Oxford University Press

Bungin, H.M.Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Ekawati, Sulistya. 2009. Kelembagaan Pengurusan Kehutanan Pada Era Desentralisasi. Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan. 6 (1): 69-81


(5)

Pembangunan Kehutanan Berkelanjutan (1-28) : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

Horton, Paul. B. dan Chester L. Hunt. 1996. Sosiologi. Terjemahan oleh Aminuddin dan Tita.Jakarta : Erlangga

Ife, Jim. Dan Frank Tesoriero. 2008. Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi :Community Development. Yogyakarta : Pustaka Belajar

Moleong, Lexi.J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif.Bandung : Remaja Rosdakarya

Suharti, Sri. 2010. Prospek Pengusahaan Gaharu Melalui Pola Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) . dalam Siran, Sulistyo A., Turjaman Maman (Eds.), Pengembangan Teknologi Produksi Gaharu Berbasis Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan (157-180) : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam

Sumodiningrat, Gunawan. 2007. Pemberdayaan Sosial :Kajian Ringkas Tentang Pembangunan Manusia Indonesia.Jakarta : Buku Kompas

Uluk, Asung, dkk. 2001. Ketergantungan Masyarakat Dayak Terhadap Hutan di Sekitar Taman Nasional Kayan Mentarang. Bogor : CIFOR

Sumber Internet :

Awang, SA. 2003. Perhutanan Sosial. Warta Kebijakan. No. 9. Februari (Online), (www.cifor.org/acm/download/pub/wk/warta09.pdf, diakses 22 November 2011)


(6)

Jariyah, Ainun N. Wahyuningrum, Nining. 2008. Karakteristik Hutan Rakyat Di Jawa. Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan.(Online), Vol. 5 No. 1, (www.forda-mof.org/jurnal.php?kategori=26, diakses 1 Desember 2011)

Rahmawaty. 2004. Tinjauan Aspek Pengembangan Hutan Rakyat. e-USU Repository (Online), (www.library.usu.ac.id/download/fp/hutan-rahmawaty9, diakses 30 November 2011)


Dokumen yang terkait

Partisipasi Masyarakat Dalam Menjaga Pelestarian Daerah Aliran Sungai Bahorok (Studi Pada Mayarakat Sekitar Sungai Bahorok di Desa Perkebunan Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat)

21 157 59

Interaksi dan Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (Study Kasus : Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bahorok

1 65 94

Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat dan Pengaruhnya Terhadap Pendapatan Masyarakat (Studi kasus: Kecamatan Salapian, Kutambaru dan Bahorok di Kabupaten Langkat)

13 84 81

Bukit Lawang (Studi Deskriptif Mengenai Peran Masyarakat Terhadap Kelestarian Hutan Di Desa Perkebunan Bukit Lawang, Kec. Bahorok Kabupaten Langkat)

7 91 96

Eksistensi Kearifan Lokal Pada Petani Tepian Hutan Dalam Memelihara Kelestarian Ekosistem Sumber Daya Hutan

1 59 11

Deskripsi Mengenai Hutan Wisata Bahorok Sebelum Bencana Banjir Tahun 2003

0 40 6

Prakondisi Keberhasilan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dan Pengaruhnya terhadap Kelestarian Sumberdaya Alam: Studi Kasus di KPH Kuningan dan Ciamis

0 10 3

Desain kelembagaan usaha hutan rakyat untuk mewujudkan kelestarian hutan dan kelestarian usaha dalam upaya pengentasan kemiskinan masyarakat pedesaan

0 4 10

Partisipasi Masyarakat Dalam Menjaga Pelestarian Daerah Aliran Sungai Bahorok (Studi Pada Mayarakat Sekitar Sungai Bahorok di Desa Perkebunan Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat)

0 0 9

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PRODUKSI GAHARU BERBASIS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SEKITAR HUTAN

0 1 242