1
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Sumber daya manusia dianggap sebagai sumber daya dan aset yang penting bagi perusahaan karena manusia bersifat dinamis dan memiliki
kemampuan yang terus berkembang. Djajendra 2012 menyatakan bahwa pekerja selalu disebut sebagai human capital, yang artinya adalah modal terpenting untuk
menghasilkan nilai tambah perusahaan. Dalam bekerja, seringnya pekerjaan yang dilakukan individu dapat menimbulkan stres bagi dirinya sendiri. Stres kerja
umumnya akan melibatkan kedua belah pihak yaitu bagi perusahaan dan bagi pekerja itu sendiri Rice, 1987.
Rice 1987 mendefinisikan stres kerja sebagai tuntutan pekerjaan yang melampaui kemampuan coping pekerja. Caplan dkk dalam Wijono, 2010
mengatakan bahwa stres kerja mengacu kepada karakteristik pekerjaan yang berkemungkinan mendatangkan ancaman bagi individu baik itu tuntutan yang
mana individu tidak bisa mencapai kebutuhannya atau individu tersebut tidak memiliki sumber daya yang mencukupi untuk mencapai tuntutan tersebut.
Mangkunegara 2005 menyatakan bahwa stres kerja adalah perasaan yang menekan yang dialami oleh pekerja dalam menghadapi pekerjaannya. Beehr
dan Newman dalam Rice, 1987 menyatakan bahwa stres kerja adalah kondisi yang muncul akibat interaksi antara pekerjaan dengan karakteristik pekerja yang
mengubah fungsi normal psikologi danatau fisiologis.
Universitas Sumatera Utara
Apabila tidak segera diatasi, stres kerja dapat mempengaruhi kinerja pekerja. Sebuah penelitian oleh Ahmed dan Ramzen 2013 mengatakan bahwa
terdapat korelasi negatif yang signifikan antara stres kerja dan kinerja pekerja, yang mana menunjukkan bahwa stres kerja secara signifikan mengurangi kinerja
individu. Heilriegel dan Slocum dalam Wijono, 2010 juga mengatakan bahwa stres kerja dapat memberi tekanan terhadap produktivitas dan dan mengganggu
individu. Apabila stres tersebut telah menjadi stres negatif maka akan mengakibatkan hancurnya produktivitas kerja pekerja. Hal ini tentunya dapat
merugikan perusahaan dan juga menjadi masalah bagi pekerja tersebut. Oleh karena itu, perlu untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja.
Menurut Rice 1987 stres kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kondisi pekerjaan, ambiguitas peran, stres interpersonal, pengembangan karir,
struktur organisasi, dan hubungan pekerjaan-rumah. Selain itu menurut NIOSH National Institute for Occupational Safety and Health penyebab utama stres
kerja adalah karakteristik individu dan kondisi kerja. Penjelasan di atas menunjukkan bahwa salah satu faktor yang berkontribusi terhadap stres kerja
adalah kondisi kerja. Berdasarkan pada beberapa penelitian, terdapat hubungan antara kondisi
kerja dengan stres kerja seperti penelitian oleh Supardi 2008 dan Siboro 2009. Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini ingin melihat
kondisi kerja yang berbeda terhadap stres kerja, yang mana kondisi kerjanya menggunakan aspek-aspek yang disebutkan oleh Mangkunegara 2005.
Universitas Sumatera Utara
Mangkunegara 2005 menyebutkan bahwa kondisi kerja dapat dilihat dalam tiga aspek, yaitu kondisi fisik kerja, kondisi psikologis kerja, dan kondisi
temporer kerja. Seperti yang dijelaskan ILO International Labour Organization, kondisi kerja meliputi waktu kerja jumlah jam kerja, masa istirahat, dan
penjadwalan kerja hingga pemberian upah, begitu juga dengan kondisi fisik dan tuntutan mental mental demands yang ada di tempat kerja.
Kondisi kerja adalah sesuatu yang ada di lingkungan para pekerja yang mempengaruhi individu tersebut dalam menjalankan tugas, seperti temperatur,
kelembaban, polusi, udara, ventilasi, penerangan, kegaduhan, kebisingan, kebersihan tempat kerja, dan memadai tidaknya alat dan perlengkapan kerja
Nitisemito, 2000. Sementara itu, Newstrom dan Davis 1996 menyatakan bahwa kondisi kerja berhubungan dengan penjadwalan pekerjaan yaitu lamanya
hari kerja dan waktu bekerja dalam sehari. Robbins 1998 menyatakan bahwa kepedulian terhadap kondisi kerja yang nyaman akan memudahkan untuk
mengerjakan tugas-tugas, serta keadaan yang tidak berbahaya atau merepotkan. Selain itu, pekerja juga lebih senang dengan kondisi kerja yang tidak berbahaya
dan menyenangkan. Beberapa bidang pekerjaan yang membahayakan menurut Departemen
Tenaga Kerja AS adalah nelayan, pilot dan mekanik pesawat, penebang kayu, pekerja dibidang baja dan pertambangan, pengumpul barang bekas, petani dan
peternak, bidang kelistrikan, pekerja atap, dan supir dikutip dari
www.kompas.com. Beberapa penelitian menyatakan bahwa supir merupakan pekerjaan yang mengandung stres, seperti long-distance coach drivers Raggatt,
Universitas Sumatera Utara
1991 dan supir profesional, seperti supir taksi, supir bus dan lori, serta supir truk baik yang bekerja dengan jarak jauh maupun jarak dekat Hanzlikova, 2005.
Tak berbeda pula dengan supir mobil tangki, yang mana mereka dihadapkan pada kondisi pekerjaan yang tidak dapat diprediksikan dan juga
berpotensi mengalami kecelakaan. Kondisi seperti ini tentunya dapat memicu munculnya stres kerja pada supir mobil tangki tersebut. Keadaan ini dapat
ditemukan pada supir mobil tangki BBM yang bekerja di PT Elnusa Petrofin Dumai.
PT Elnusa Petrofin Dumai telah berkembang menjadi sebuah perusahaan minyak dan gas-produk dan layanan bisnis sejak tahun 2007. Sekarang PT Elnusa
Petrofin Dumai telah diberikan hak di grosirbisnis perdagangan umum untuk menjadi pemain utama dalam sektor hilir migas oleh pemerintah Direktorat
Jenderal Minyak dan Gas Bumi. Ini berarti perusahaan memiliki hak untuk mengimpormemproduksi, perdagangan, bahan bakar minyak transportasi untuk
dijual melalui stasiun bensin dalam jaringan pemasaran perusahaan. PT Elnusa Petrofin Dumai memiliki jaringan bisnis yang luas meliputi Sumatera, Jawa, Bali,
Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara Timur dengan kantor perwakilan di berbagai kota yang salah satunya adalah di Dumai dikutip dari
www.elnusapetrofin.co.id . Pengantaran BBM dilakukan dengan mobil tangki ke
SPBU-SPBU di luar kota maupun di luar provinsi sesuai dengan tujuannya. Sehingga dalam hal ini supir memiliki peran yang penting sebagai pekerja di
perusahaan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Supir mobil tangki BBM bertugas untuk mengantarkan bahan bakar minyak ke SPBU yang berada di luar kota sesuai dengan tujuan masing-masing.
Tujuannya bisa dalam provinsi bahkan sampai keluar provinsi. Jarak tempuh yang harus mereka lalui berbeda-beda setiap hari. Contohnya ada yang menempuh
jarak dari Dumai ke Pekanbaru atau Dumai ke Medan. Pengantaran itu dimulai dari pagi, setelah mobil tangki sampai pada SPBU yang dituju, maka minyak akan
dimuat dan kemudian mereka harus kembali ke perusahaan pada hari itu juga agar keesokan paginya bisa melakukan pengantaran lagi.
Pengaturan jam kerja diatur oleh Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa jam kerja bagi sektor swasta dalam seminggu adalah 40
jam yang mana 8 jam per hari untuk 5 hari kerja dalam seminggu dan 7 jam per hari untuk 6 hari kerja. Namun, dalam beberapa perusahaan jam kerja
dicantumkan dalam Perjanjian Kerja Bersama PKB. Jumlah jam kerja para supir mobil tangki bisa mencapai 12 jam dalam sehari bahkan lebih. Hari libur dalam
sebulan diberikan sebanyak 6 hari atau dalam 8 hari kerja mereka mendapatkan 2 hari libur. Melihat hal ini, bekerja sebagai supir mobil tangki umumnya melebihi
jam kerja menurut UU dan bisa dianggap lembur. Mereka diberikan uang saku yang cukup untuk makan per hari setiap bekerja yang dianggap sebagai
kompensasi lembur. Selain itu, mereka juga hanya memiliki waktu istirahat yang minim. Hal
ini dikarenakan mereka harus kembali lagi setelah mengantarkan BBM ke SPBU yang berada di luar kota bahan di luar provinsi. Dengan perjalanan yang jauh
mereka merasa lelah dan harus mendapatkan istirahat yang cukup. Ketika
Universitas Sumatera Utara
mengantar ke SPBU, mereka akan beristirahat di area SPBU tersebut. Area ini tentunya berbeda dengan tempat istirahat yang disediakan oleh perusahaan.
Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa subjek, mereka mengaku bahwa bekerja sebagai supir mobil tangki dengan jam kerja yang panjang
membuat mereka letih dan juga stres. Selain itu, mereka juga mengatakan bahwa peralatan pendukung pekerjaan mereka misal, ban serap terkadang kurang
lengkap sehingga menimbulkan kekhawatiran. Hal ini terlihat dari komunikasi peneliti dengan subjek penelitian:
“Kami kerja bawa mobil tangki ngantar minyak nya jauh, kadang antar provinsi. Bisa itu kadang kurang tidur, kalo bawa kendaraan lagi
ngantuk kan bahaya itu. Capek pasti, bikin stres juga. Apalagi kalau misalnya ban udah aus tapi ban cadangan untuk ganti akhir-akhir ini
selalu gak ada, itu jadinya bahaya. Kadang terjadi kec
elakaan.” Komunikasi personal, 2015
Sementara itu, hasil observasi menunjukkan bahwa tempat istirahat tidak terlalu bersih yang ditunjukkan dengan banyaknya abu rokok yang berserakan
sehingga menyebabkan lantai kotor. Ruang yang menyediakan tempat tidur bagi pekerja untuk istirahat juga sempit dan jumlah tempat tidur tidak sampai 10 buah.
Selain itu, peneliti menemukan beberapa pekerja menginginkan libur yang lebih panjang.
Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa kondisi kerja yang dimiliki supir mobil tangki termasuk dalam kondisi kerja yang kurang menyenangkan.
Penejelasan-penjelasan di atas juga menunjukkan bahwa pekerja merasa kurang nyaman pada tiap aspek kondisi kerja yang akan diteliti dalam penelitian ini. Hal
ini dapat menyebabkan mereka mengalami stres kerja yang berdampak bagi perusahaan dan juga individu itu sendiri. Sementara itu perusahaan memiliki
Universitas Sumatera Utara
tujuan untuk mencapai visi dan misi nya sehingga harus menghindarkan pekerja dari keadaan stres yang dapat merugikan perusahaan dan juga individu itu sendiri.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian guna melihat pengaruh antara kondisi kerja serta aspek-aspek kondisi kerja terhadap stres
kerja pada supir mobil tangki BBM PT Elnusa Petrofin Dumai.
B. RUMUSAN MASALAH