Nilai Pendidikan pada Novel Kakak Batik Karya Seto Mulyadi : Analisis Sosiologi Sastra

(1)

NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

KAKAK

BATIK

KARYA

SETO MULYADI: ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA

SKRIPSI

OLEH:

MIKA L. SITANGGANG

110701030

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

KAKAK BATIK

KARYA

SETO MULYADI :ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA

MIKA L. SITANGGANG

NIM 110701030

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memeroleh gelar sarjana sastra dan telah disetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P. Dra. Yulizar Yunas, M.Hum.

NIP 19590907 198702 1 002 NIP. 19500411 198102 2 001

Departemen Sastra Indonesia Ketua,

Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. NIP 19620925 198903 1 017


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini tidak pernah diajukan untuk memeroleh gelar sarjana di perguruan tinggi. Sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis maupun diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis dijadikan sebagai sumber referensi pada skripsi ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, Juli 2015 Penulis,


(4)

ABSTRAK

NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL KAKAK BATIK KARYA SETO MULYADI: ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA

OLEH:

MIKA L. SITANGGANG Sastra Indonesia FIB USU

Novel merupakan salah satu karya sastra yang paling diminati pembaca. Novel berisi berbagai nilai yang berguna bagi kalangan pembaca, salah satunya adalah nilai pendidikan. Fokus penelitian ini adalah membahas tentang nilai pendidikan yang terdapat pada novel Kakak Batik karya Seto Muyadi dengan menggunakan teori sosiologi sastra. Nilai pendidikan mencakup hal-hal yang mendidik dan memiliki manfaat tertentu bagi pembaca. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan unsur yang mendukung nilai pendidikan dalam novel Kakak Batik dan mendeskripsikam nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu melukiskan kembali data yang telah dikumpulkan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang sudah diidentifikasi lewat pembacaan berulang-ulang. Hasil penelitian ini terdiri dari unsur yang mendukung nilai pendidikan dalam novel Kakak Batik dan nilai-nilai pendidikan yang terdapat pada novel Kakak Batik. Adapun unsur yang mendukung nilai pendidikan dalam novel Kakak Batik yaitu tema, alur (plot), penokohan, dan latar. Sedangkan nilai pendidikan yang terdapat pada novel Kakak Batik tersebut adalah nilai pendidikan moral, nilai pendidikan sosial, nilai pendidikan religius, dan nilai pendidikan budaya.


(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala perlindungan dan kemurahan-Nya memberkati penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

Skripsi yang berjudul ”Nilai Pendidikan pada Novel Kakak Batik Karya Seto

Mulyadi: Analisis Sosiologi Sastra” ini dibuat untuk memenuhi persyaratan

memeroleh gelar sarjana sastra di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Proses penulisan skripsi ini tidak lepas dari dukungan, kritik dan saran dari berbagai pihak, baik berupa moral maupun materi. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih dengan setulus hati kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si., selaku ketua Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P., selaku sekretaris Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai dosen pembimbing I yang sangat baik membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Dra. Yulizar Yunas, M.Hum., selaku dosen pembimbing II yang dengan tulus membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(6)

5. Bapak Drs. Isma Tantawi, M. A., selaku dosen pembimbing akademik yang membimbing penulis selama mengikuti studi di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak dan Ibu staf pengajar di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

7. Bapak Slamat yang sangat baik membantu penulis dalam menyelesaikan segala urusan administrasi di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

8. Orang tua penulis Bapak almarhum J.K. Sitanggang (Pak, engkau tetap hidup di hati kami ), Ibu T. br. Malau (Ibu...terima kasih untuk setiap doamu yang selalu mengantarkan kami anak-anakmu), dan ketujuh saudara-saudariku: keluarga kakak P. Sihombing/R. br. Sitanggang, keluarga kakak N.Sihotang/R. br. Sitanggang, keluarga ito S.Sitanggang/I. br. Naibaho, ito Agustin P. Sitanggang, kakak Murni R. Sitanggang, Ito Ramlan K. Sitanggang, dan Ito Heldus K. Sitanggang (ini hasil dari perjuangan kita untuk membanggakan ibu dan almarhum ayah, untuk ito Heldus tetap semangat menempuh pendidikan sampai berhasil...). Kasih dan hormatku buat kalian, semoga kita selalu dalam lindungan-Nya.

9. Seluruh keluarga penulis yang turut memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis, terkhusus kepada keluarga L.Siagian/S.br. Malau yang telah banyak berkorban sejak awal penulis tiba di Medan hingga menyelesaikan studi.


(7)

10.Bapak/Ibu guru SMPN 3 Dolok Panribuan, yang selalu memotivasi penulis sampai sejauh ini. Nasihat dan motivasi dari Bapak/Ibu akan selalu kubawa meraih cita-citaku. Terima kasih Bapak/Ibu, jasamu takkan terbalas olehku. 11.Teman terdekat selama mengikuti perkuliahan sekaligus menjadi sahabat

dalam suka dan duka menjadi anak kos, Riryn A. Saragih, Wanty J. Sianturi, Jefri F. Ambarita, dan Johandi Sinaga, semoga kita tetap bersahabat meskipun sudah tamat kuliah, sukses ke depannya. Aku menyayangi kalian.

12.Teman-teman seperjuangan stambuk 2011 Sastra Indonesia-USU, terimakasih atas kerja sama yang baik, semoga selalu menjadi stambuk yang istimewa, dan semoga sukses. Kawan kau kukenang, kawan kau kusayang, tetap kuingat saat kita bersama, nanti kau jauh, aku pun jauh, namun di doa kita bersama... 13.Kakak/abang alumni Departemen Sastra Indonesia yang mendukung penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini. Bang Zakharia, Bang Sufriady, Bang Andi, Bang Norton, Kak Mays, Kak Intan, Kak Yonelda, Kak Tiurma, Kak Kristiyanti, Kak Tio. Juga kepada adik-adik stambuk 2012, 2013, dan 2014, tetap semangat belajar dan berdoa.

14.Keluarga Mahasiswa Katolik St. Gregorius Agung, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang selalu ada bersamaku dari awal perkuliahan, mempedulikanku tidak hanya di kampus, tetapi juga di luar kampus. Kak Carolina, Kak Devi, Kak Feni, kak Vero, Bang Lim, Bang Ricardo, Bang

Mice, Bang Jansudin ‘Shemy’, Mariani, Anastasya, Yuki, Betrik, Jernita,

Lisna, Febriaty, Sanna, Berliana, Ernesta, Gracia, Stevani, Veronika, Frits, Jefri, Martua Edo, Donta, Renny, Flo, Eka, Yana, Jekli, Armando, Vinsen,


(8)

Hiskia, serta seluruh keluarga. Tidak muat bila disebutkan semuanya, hehe. Terima kasih untuk setiap dukungan, perhatian, doa-doa, dan untuk segalanya yang terbaik yang kuterima dari keluargaku. Semoga tetap melayani demi kemuliaan Tuhan yang lebih besar lagi.

15.Rekan kerja di bimbingan belajar Quantum SS Medan atas dukungan semangat, kerja sama dan pertemuan yang luar biasa.

16.OMK (Orang Muda Katolik) St. Petrus Simpang Kuala Medan yang telah membantu dalam doa dan menyemangati penulis dengan motivasi-motivasi yang luar biasa.

17.Teman-teman semasa SMPN 3 Dolok Panribuan dan SMAN 1 Dolok Panribuan yang tak putus menyemangati dan mendoakan penulis.

18.Semua pihak yang turut serta membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini, semoga selalu diberkati-Nya.

Penulis menyadari skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat menambah wawasan pengetahuan dan berguna bagi orang banyak. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Juli 2015 Penulis,


(9)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

PRAKATA ... iii

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Masalah ……….. 1

1.2Rumusan Masalah ……….. 3

1.3Batasan Masalah ……….. 3

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian……….. 4

1.4.1 Tujuan Penelitian ……….. 4

1.4.2 Manfaat Penelitian……….. 4

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Konsep ...……….. 6

2.1.1 Nilai Pendidikan ...………. 6

2.2 Landasan Teori ...………. 9

2.3 Tinjauan Pustaka ...……….. 11

BAB III METODE PENELITIAN ... 14

3.1 Metode Penelitian ..……… 14

3.2 Teknik Pengumpulan Data ……… 14


(10)

BAB IV NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL KAKAK BATIK KARYA

SETO MULYADI ... ... 17

4.1 Unsur yang Mendukung Nilai Pendidikan pada Novel Kakak Batik karya Kak Seto ...………... 17

4.1.1 Tema ………... 17

4.1.2 Alur (Plot) ...………... 20

4.1.3 Penokohan ... 22

4.1.4 Latar ... 27

4.2 Nilai-Nilai Pendidikan dalam Novel Kakak Batik Karya Kak Seto... 30

4.2.1 Nilai Pendidikan Moral ... 30

4.2.2 Nilai Pendidikan Sosial ... 35

4.2.3 Nilai Pendidikan Religius ... 42

4.2.4 Nilai Pendidikan Budaya ... 46

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 49

5.1 Simpulan ... 49

5.2 Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

ABSTRAK

NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL KAKAK BATIK KARYA SETO MULYADI: ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA

OLEH:

MIKA L. SITANGGANG Sastra Indonesia FIB USU

Novel merupakan salah satu karya sastra yang paling diminati pembaca. Novel berisi berbagai nilai yang berguna bagi kalangan pembaca, salah satunya adalah nilai pendidikan. Fokus penelitian ini adalah membahas tentang nilai pendidikan yang terdapat pada novel Kakak Batik karya Seto Muyadi dengan menggunakan teori sosiologi sastra. Nilai pendidikan mencakup hal-hal yang mendidik dan memiliki manfaat tertentu bagi pembaca. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan unsur yang mendukung nilai pendidikan dalam novel Kakak Batik dan mendeskripsikam nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu melukiskan kembali data yang telah dikumpulkan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang sudah diidentifikasi lewat pembacaan berulang-ulang. Hasil penelitian ini terdiri dari unsur yang mendukung nilai pendidikan dalam novel Kakak Batik dan nilai-nilai pendidikan yang terdapat pada novel Kakak Batik. Adapun unsur yang mendukung nilai pendidikan dalam novel Kakak Batik yaitu tema, alur (plot), penokohan, dan latar. Sedangkan nilai pendidikan yang terdapat pada novel Kakak Batik tersebut adalah nilai pendidikan moral, nilai pendidikan sosial, nilai pendidikan religius, dan nilai pendidikan budaya.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Salah satu karya sastra yang paling diminati oleh pembaca adalah novel. Novel yang memuat berbagai kisah berdasarkan daya cipta seseorang pengarang menciptakan suatu karya yang indah dan menarik bagi pembaca. Hasil karya yang dituliskan dalam novel tentunya berisi berbagai nilai yang berguna bagi kalangan pembaca. Salah satu nilai yang terdapat dalam novel adalah nilai pendidikan.

Nilai pendidikan dalam sebuah karya sastra merupakan salah satu hal penting untuk diteliti karena mencakup hal-hal yang mendidik dan memiliki manfaat tertentu bagi pembaca. Nilai pendidikan yang diperoleh dari karya sastra dapat menjadi pedoman bagi masyarakat pembaca, dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai pendidikan perlu ditanamkan sejak dini kepada manusia. Sebagaimana diungkapkan Dewantara (dalam Wicaksono, 2014:259) bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup. Pendidikan menuntun hidup tumbuhnya manusia sejak anak-anak, maksudnya yaitu menuntun segala kekuatan kodrat sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Kemajuan zaman, dan kecanggihan teknologi seringkali menjerumuskan masyarakat masa kini ke arah yang kurang baik. Oleh sebab itu, seseorang perlu mengontrol dirinya ketika berhadapan dengan tantangan kehidupan berupa kemewahan agar tetap menjadi orang yang tetap hidup dalam kesederhanaan.


(13)

Sebaliknya, seseorang yang berasal dari keluarga sederhana juga harus mampu mengontrol diri untuk bertahan dan tetap berusaha mencapai keberhasilan meskipun beberapa kali gagal.

Salah satu karya sastra yang berisi nilai pendidikan adalah novel Kakak Batik karya Seto Mulyadi (untuk selanjutnya akan disebut ”Kak Seto”). Nilai pendidikan dalam novel tersebut mencakup beberapa aspek di antaranya nilai pendidikan moral, nilai pendidikan sosial, nilai pendidikan budaya, dan nilai pendidikan religius. Masing-masing nilai pendidikan tersebut dapat diklasifikasikan berdasarkan perbuatan-perbuatan tokoh yang ada dalam novel Kakak Batik.

Melalui novel Kakak Batik ini, peneliti ingin menggali nilai-nilai pendidikan yang ada pada novel tersebut. Novel Kakak Batik karya Kak Seto tidak terlepas dari usaha tokoh yang mengedepankan pendidikan bagi dirinya dan menerapkan pengetahuan yang diperoleh melalui pendidikan tersebut di kalangan masyarakat terutama terhadap anak-anak. Sikap dan ciri khas tokoh dalam kehidupan sehari-hari menjadikan teladan bagi banyak orang.

Kemandirian yang dimiliki oleh tokoh utama dalam novel memberikan nilai-nilai yang baik bagi pembaca terutama dalam mencari ilmu pengetahuan yang sesuai untuk dirinya meskipun beberapa kali gagal. Mencapai kesuksesan tidak mudah dan penuh tantangan, tetapi harus berjuang dan bangkit dari kegagalan. Hal ini dapat memberikan nilai pendidikan bagi pembaca, baik nilai pendidikan moral, nilai


(14)

pendidikan religius, nilai pendidikan budaya, maupun nilai pendidikan sosial yang akan dibahas dalam pembahasan.

Nilai pendidikan dalam novel Kakak Batik karya Kak Seto ini dapat diteliti dengan terlebih dahulu mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik novel yang mendukung penelitian terhadap nilai pendidikan yang terdapat dalam novel. Unsur intrinsik yang mendukung novel tersebut dapat dideskripsikan berdasarkan cerita yang diungkapkan dalam novel.

1.2Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah unsur yang mendukung nilai pendidikan pada novel Kakak Batik karya Kak Seto?

2. Nilai pendidikan apa sajakah yang terdapat dalam novel Kakak Batik karya Kak Seto?

1.3 Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi agar penelitian terarah dan terfokus pada masalah yang telah dibatasi sehingga tidak terjadi pembahasan yang terlalu luas. Sesuai dengan judul dan rumusan masalah, maka penelitian ini dibatasi pada unsur yang mendukung nilai pendidikan pada novel dan nilai pendidikan yang terdapat dalam novel Kakak Batik karya Kak Seto. Adapun unsur yang akan dideskripsikan adalah tema, alur, penokohan, dan latar. Keempat unsur tersebut merupakan unsur yang mendukung penelitian terhadap nilai pendidikan dalan novel Kakak Batik. Sementara nilai


(15)

pendidikan yang akan dianalisis meliputi nilai pendidikan moral, nilai pendidikan sosial, nilai pendidikan religius dan nilai pendidikan budaya. Batasan-batasan permasalahan tersebut akan disikapi melalui pendekatan sosiologi sastra.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dirumuskan, tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan unsur yang mendukung nilai pendidikan pada novel Kakak Batik karya Kak Seto yang meliputi tema, penokohan, alur (plot) dan latar.

2. Mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel Kakak Batik karya Kak Seto.

1.4.2 Manfaat Penelitian 1.4.2.1 Manfaat Teoretis:

1. Penelitian ini dapat menambah wawasan pembaca tentang teori sosiologi sastra yang menghubungkan masyarakat dengan karya sastra.

2. Penelitian ini dapat memberikan pemahaman dan memperluas ilmu pengetahuan terhadap pembaca tentang unsur novel dan nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel.


(16)

1.4.2.2Manfaat Praktis

1. Hasil penelitian ini dapat membantu pembaca menikmati dan memahami novel Kakak Batik karya Kak Seto.

2. Hasil penelitian ini dapat menjadi rujukan bagi peneliti yang meneliti dari bidang-bidang lain.


(17)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

2.1.1 Nilai Pendidikan

Salah satu karya sastra seperti novel terdapat di dalamnya nilai pendidikan yang dapat dipetik oleh pembaca melalui perbuatan-perbuatan tokoh yang dikisahkan dalam novel. Wicaksono (2014:254) mengatakan bahwa nilai merupakan kadar relasi positif antara suatu hal terhadap seseorang. Nilai adalah sesuatu atau hal-hal yang berguna bagi kemanusiaan. Nilai berkaitan erat dengan kebaikan yang ada pada sesuatu hal. Nilai dapat membantu kita menyadari, mengakui, mendalami dan memahami hakikat kaitan antara nilai satu dengan yang lainnya serta peranan dan kegunaannya bagi kehidupan.

Lebih lanjut, Wicaksono (2015:255) menyebutkan bahwa nilai merupakan suatu yang abstrak, tetapi secara fungsional mempunyai ciri mampu membedakan antara yang satu dengan yang lainnya. Suatu nilai jika dihayati seseorang, nilai tersebut akan sangat berpengaruh terhadap cara berpikir, cara bersikap, dan cara bertindak dalam mencapai tujuan hidupnya.

Pengertian pendidikan menurut pandangan Wicaksono (2014:259-260) adalah usaha sadar, terencana, terus-menerus serta penuh tanggung jawab yang merupakan proses pengubahan sikap dan tingkah laku agar peserta didik secara aktif


(18)

mengembangkan potensi dirinya dalam usaha pendewasaan melalui upaya pengajaran dan latihan.

Berdasarkan pengertian nilai dan pendidikan di atas, Wicaksono (2014:263) berpendapat bahwa nilai pendidikan adalah segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan manusia yang diperoleh melalui proses pengubahan sikap dan tingkah laku menjadi lebih baik dalam upaya mendewasakan diri, baik dari segi kognitif (berdasar pada pengetahuan faktual empiris/berdasarkan pengalaman), afektif (berkenaan dengan perasaan dan emosi), maupun psikomotorik (berhubungan dengan aktivitas fisik yang berkaitan dengan proses mental dan psikologi).

Lebih lanjut, Suarman (2000) seperti dikutip Nofalinda (2014:5) menjelaskan nilai pendidikan berarti ukuran terhadap baik dan buruk yang dapat diterima oleh umum atau orang banyak, mengenai perbuatan, sikap, tingkah laku, atau budi pekerti. Nilai pendidikan mencakup beberapa aspek di antaranya pendidikan agama, sosial, budi pekerti, kecerdasan, dan kesejahteraan keluarga.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan adalah segala hal yang mendidik dan dapat mengembangkan potensi orang lain dalam mendewasakan manusia baik dari segi kognitif, afektif, maupun psikomotorik.

Karya sastra merupakan salah satu hal penting sebagai sebuah sarana yang mendidik bagi masyarakat pembaca. Sebagaimana dikatakan Pradopo (dalam Nurdiana, 2010:2) menyebutkan karya sastra sebagai hasil olahan sastrawan yang mengambil bahan dari segala permasalahan dalam kehidupan dapat memberikan pengetahuan yang tidak dimiliki oleh pengetahuan lain. Hal ini merupakan kelebihan


(19)

karya sastra. Kelebihan lain dari karya sastra ialah bahwa karya sastra dapat memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap cara berpikir mengenai hidupnya sendiri ataupun bangsanya. Sastra sebagai produk kehidupan mengandung nilai-nilai sosial, filosofi, religi dan sebagainya. Adapun hal yang berhubungan dengan nilai pendidikan, yaitu dampak sastra pada pembaca. Nilai didik dalam karya sastra erat kaitannya dengan fungsi karya sastra sebagai sesuatu yang patut mendapatkan perhatian .

Sejalan dengan pandangan di atas, Sumardjo (dalam Parmini,dkk. 2014:2) menyebutkan bahwa nilai-nilai dalam karya sastra merupakan hasil ekspresi dan kreasi estetik pengarang (sastrawan) yang ditimba dari kebudayaan masyarakatnya. Nilai ideal pengarang tersebut berupa das sollen tentang aspek nilai-nilai kehidupan, khususnya nilai-nilai pendidikan. Suatu karya sastra bisa dikatan baik jika mengandung nilai-nilai yang mendidik.

Sumardjo (dalam Parmini,dkk.2014:2) juga mengungkapkan bahwa nilai-nilai pendidikan dapat ditangkap manusia melalui berbagai hal di antaranya melalui pemahaman dan penikmatan sebuah karya sastra. Ada empat macam nilai pendidikan dalam sastra, yaitu nilai pendidikan religius, moral, sosial, dan budaya. Nilai-nilai tersebut tentunya tidak berbeda dengan nilai-nilai yang ada di kehidupan nyata sebuah masyarakat. Bahkan, nilai-nilai tersebut adalah nilai-nilai yang diidealkan pengarang untuk mengupas suatu masalah yang terjadi di kehidupan nyata.

Berdasarkan pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan dalam karya sastra adalah hal-hal mendidik yang ada dalam karya sastra yang bermanfaat bagi pembaca dan dapat dicontoh untuk kebaikan pembaca.


(20)

2.2 Landasan Teori

Landasan teori yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sosiologi sastra. Menurut Ratna (2003:1) sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari kata sosio (Yunani) (socius bersama-sama, bersatu, kawan, teman) dan logi (logos berarti sabda,perkataan, perumpaan). Perkembangan berikutnya mengalami perubahan makna, soio/socius berarti masyarakat, logi/logos berarti ilmu. Jadi, sosiologi berarti ilmu mengenai asal-usul dan pertumbuhan (evolusi) masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringan hubungan antarmanusia dalam masyarakat, sifatnya umum, rasional dan empiris. Sastra dari akar kata sas (Sansekerta) berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk dan instruksi. Akhiran tha berarti alat, sarana. Jadi, sastra berarti kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk atau buku pengajaran yang baik.

Sosiologi sastra merupakan salah satu pendekatan dalam kajian sastra yang memahami dan menilai karya sastra dengan mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan. Sejalan dengan pandangan Jabrohim (2001:169), sosiologi sastra

adalah pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi

kemasyarakatan oleh beberapa penulis.

Endraswara (2008:77) Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif. Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat. Lebih lanjut dikatakan sosiologi sastra merupakan penelitian yang terfokus pada masalah manusia. Sastra sering mengungkapkan perjuangan umat manusia dalam menentukan masa depannya,


(21)

berdasarkan imajinasi, perasaan dan intuisi. Hal tersebut menandakan bahwa perjuangan panjang hidup manusia akan selalu mewarnai teks sastra. Hal penting dalam sosiologi sastra adalah konsep cermin (mirror). Dalam kaitan ini, sastra dianggap sebagai mimesis (tiruan) masyarakat. Walaupun demikian, sastra tetap diakui sebagai sebuah ilusi atau khayalan dari kenyataan.

Endraswara (2008:87) mengemukakan bahwa secara esensial sosiologi sastra adalah penelitian tentang: (a) studi ilmiah manusia dan masyarakat secara objektif, (b) studi lembaga-lembaga sosial dan masyarakat dan sebaliknya, (c) studi proses sosial yaitu bagaimana masyarakat bekerja, bagaimana masyarakat mungkin dan bagaimana mereka melangsungkan hidupnya.

Dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra adalah penelitian suatu karya sastra terhadap hubungannya dengan masyarakat, yakni masyarakat sebagai pembaca karya sastra, masyarakat sebagai pencipta karya sastra, dan penerimaan masyarakat terhadap karya sastra. Penelitian sosiologi sastra lebih banyak memperbincangkan hubungan antara pengarang dengan kehidupan sosialnya. Baik aspek bentuk maupun isi karya sastra akan terbentuk oleh suasana lingkungan dan kekuatan sosial suatu periode tertentu. Dalam hal ini, teks sastra dilihat sebagai sebuah pantulan zaman, karena itu teks sastra menjadi saksi zaman sekaligus aspek imajinasi dan manipulasi tetap dalam sastra, aspek sosial pun juga tidak bisa diabaikan. Aspek -aspek kehidupan sosial akan memantul penuh ke dalam karya sastra.


(22)

2.3 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka berfungsi untuk memaparkan penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh peneliti lain. Novel Kakak Batik karya Kak Seto merupakan novel yang sarat akan motivasi agar tetap berusaha dan bersyukur dalam menggapai cita-cita di tengah banyaknya kesulitan tinggal di ibukota. Kak Seto merangkai kata demi kata dengan bahasa yang sederhana sehingga mudah dipahami pembaca. Sepanjang pengetahuan peneliti, novel Kakak Batik karya Kak Seto belum pernah dikaji oleh peneliti lain mengingat novel tersebut baru beredar sekitar pertengahan tahun 2014.

Tinjauan penelitian ini hanya memaparkan beberapa penelitian sejenis yang telah meneliti tentang nilai pendidikan. Hasil penelitian sebelumnya yang dapat dijadikan acuan serta masukan bagi peneliti di antaranya adalah skripsi Yosefinu s

Yusanfri (2013) dengan judul ”Analisis Nilai-Nilai Pendidikan dalam Novel Sang

Pemimpi karya Andrea Hirata.” Penelitian tersebut menggunakan metode kualitatif deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata yaitu: 1) nilai pendidikan religius yaitu: keberanian hidup, kemandirian, tanggung jawab, kewaspadaan hidup, dan rendah hati, sopan santun; 2) nilai pendidikan moral yaitu: rasa hormat kepada sesama, sikap saling memaafkan, adil terhadap sesama, sifat lemah lembut dan kasih sayang terhadap sesama, keberanian dalam hidup, menghargai perbedaan antar sesama, toleransi antar sesama; 3) nilai pendidikan sosial yaitu : menghormati, tolong menolong, adil terhadap orang lain, kebersamaan dalam


(23)

hidup, sopan santun, lemah lembut dan penuh kasih sayang, pemaaf; dan 4) nilai pendidikan budaya yaitu: toleransi antarsesama, keberanian dalam hidup, sigap dan tanggap, memberikan kebebasan dalam berpikir, rasa hormat terhadap sesama, menghargai perbedaan orang lain.

Penelitian juga dilakukan oleh Diyah Hastuti (2011) juga meneliti tentang

nilai pendidikan yang berjudul ”Nilai Pendidikan dalam Kumpulan Cerpen Emak

ingin Naik Haji karya Asma Nadia.” Penelitian tersebut menggunakan analisis deskriptif dan disimpulkan bahwa pada kelima cerpen yang terdapat dalam kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji Karya Asma Nadia, mempunyai nilai-nilai pendidikan sebagai berikut:

1. Nilai pendidikan moral terlihat dari sikap dan tindakan, kepedulian dan empati

dalam cerpen ”Emak Ingin Naik Haji”, ”Jendela Rara”, ”Bulan Kertas”,

”Cinta Laki-Laki Biasa”, Humor dalam cerpen ”Emak Ingin Naik Haji”.

Keteguhan hati dan komitmen dalam cerpen ”Jendela Rara”, ”Sepuluh Juta

Rupiah”, rasa tanggung jawab dalam cerpen ”Bulan Kertas”, ”Sepuluh Juta

Rupiah”.

2. Nilai pendidikan agama atau religiusitas terlihat dari sikap, perbuatan, dan ucapan tokoh-tokohnya. Sikap atau perbuatan berupa tindakan tokoh-tokoh dalam menjalankan ibadah, dan tingkat keimanan masing-masing tokohnya.

Kata syukur dalam cerpen ”Emak Ingin Naik Haji”, ”Jendela Rara”, ”Bulan


(24)

Berdasarkan acuan tersebut, diharapkan dapat membantu penulis dalam

melakukan penelitian dengan judul “Nilai Pendidikan dalam Novel Kakak Batik Karya Seto Mulyadi: Analisis Sosiologi Sastra”.

Penelitian ini berusaha untuk mengungkap unsur yang mendukung novel dan nilai-nilai pendidikan dalam novel Kakak Batik karya Kak Seto. Penelitian ini mengkaji nilai-nilai pendidikan yang mencakup (1) nilai pendidikan moral, (2) nilai pendidikan sosial, (3) nilai pendidikan budaya, dan (4) nilai pendidikan religius dalam novel Kakak Batik melalui analisis sosiologi sastra.


(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu sejumlah prosedur kegiatan ilmiah yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah sesuai dengan sudut pandang dan pendekatan yang digunakan peneliti. Sebagaimana dikatakan Moleong (dalam Jabrohim 2001:25), penelitian kualitatif menitikberatkan pada segi alamiah dan mendasarkan pada karakter yang terdapat dalam data. Penelitian kualitatif sering diartikan sebagai penelitian yang tidak mengadakan ”perhitungan” atau tidak dengan angka-angka. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Dwiloka dan Riana (2005:107-108) bahwa penelitian kualitatif dimaksudkan untuk mengungkapkan gejala atau fenomena secara menyeluruh dan kontekstual, yaitu harus mampu memberikan gambaran yang utuh dan kontekstual tentang topik yang diteliti.

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan teknik pustaka, yaitu membaca, mencatat, dan memahami. Hal pertama yang dilakukan dalam pengumpulan data dalam penelitian adalah mencari informasi dari kepustakaan mengenai hal-hal yang ada relevansinya dengan judul tulisan (Dwiloka dan Riana, 2005:23). Teknik pustaka dilakukan dengan menggunakan sumber-sumber tertulis


(26)

untuk memeroleh data. Membaca merupakan langkah awal yang dilakukan untuk mengetahui isi karya sastra karena data-data yang akan dianalisis berupa teks. Pembacaan teks dilakukan secara berulang-ulang agar keseluruhan inti cerita dapat dipahami. Teknik simak dan catat merupakan teknik yang dilakukan dengan cermat, terarah dan teliti terhadap sumber data primer sebagai bahan untuk melakukan analisis. Sumber data primer merupakan hasil karya sastra berupa teks novel yang berjudul Kakak Batik karya Seto Mulyadi, yang dikenal dengan nama Kak Seto. Hasil penyimakan terhadap sumber data tersebut, kemudian dirangkum, dicatat dan dipahami untuk digunakan dalam laporan penelitian sesuai dengan maksud dan tujuan yang hendak dicapai.

Cara memeroleh data dalam penelitian ini berdasarkan studi perpustakaan yaitu penelitian menggunakan buku-buku sebagai objek penelitian.

a. Sumber Data:

Judul novel : Kakak Batik

Pengarang : Dr. Seto Mulyadi, Psi. Msi.

Penerbit : Bentang Pustaka

Jumlah halaman : vi+274 halaman

Cetakan : Pertama

Tahun terbit : 2014

Warna sampul : hijau, putih, ungu, kuning, merah, dan coklat

b. Sinopsis Novel (Lampiran 1) c. Biografi pengarang (Lampiran II)


(27)

3.3Teknik Analisis Data

Data yang terkumpul akan dianalisis dengan metode deskriptif, yaitu melukiskan kembali data yang telah dikumpulkan. Menurut Nasir (dalam Tantawi, 2014:66) metode deskriptif yaitu mendeskripsikan tentang situasi atau kejadian, gambaran, lukisan, secara sistematis, faktual, akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena dengan fenomena pada objek yang diteliti.

Metode analisis deskriptif dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang sudah diidentifikasi lewat pembacaan berulang-ulang. Pendeskripsian dilakukan berdasarkan data yang ada pada novel. Data yang telah diperoleh, dicatat dan dipilih berdasarkan masalah yang dibahas. Analisis tersebut didasari oleh teori pendukung yang berhubungan dengan topik penelitian yaitu teori sosiologi sastra.


(28)

BAB IV

NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL KAKAK BATIK KARYA SETO MULYADI

4.1 Unsur yang Mendukung Nilai Pendidikan pada Novel Kakak Batik Karya Kak Seto

4.1.1 Tema

Kata tema berasal dari bahasa Latin theme yang berarti pokok pikiran. Menurut Wicaksono (2014:102), tema merupakan dasar suatu cerita rekaan. Tema tidak ditampilkan secara eksplisit, tetapi bersifat di dalam seluruh cerita; dalam suatu cerita atau novel terdapat tema dominan atau tema sentral (tema utama) dan tema-tema kecil (tema-tema tambahan) lainnya.

Tema utama novel Kakak Batik karya Kak Seto adalah ”perjuangan dalam

pendidikan seorang tokoh mencapai kesuksesan.” Hal tersebut dibuktikan ketika Adi

dengan berani melamar pekerjaan sebelum ujian SIPENMARU tahun berikutnya dan tidak mau menyusahkan ibunya yang tinggal di Surabaya. Adi tidak memilih-milih pekerjaan, yang penting halal dan cukup untuk menghidupinya di Jakarta. Di Jakarta ia mau menjadi tukang parkir, kuli panggul, kuli bangunan, pembantu rumah tangga sekaligus pengasuh anak yang menderita penyakit polio, hingga menjadi asisten di taman kanak-kanak milik Pak Dibyo, dan mau mengabdikan dirinya sebagai penerus Pak Dibyo yang sudah harus pensiun di taman kanak-kanak tersebut dengan mengajak teman-teman kampusnya. Hal tersebut tergambar dalam kutipan percakapan Adi dan Mas Tirta berikut ini.


(29)

”Di, hebat kamu! Kamu sangat gigih berjuang untuk masa depanmu.

Sebagai sahabat, aku kagum. Aku dukung keputusanmu,” ucap Mas Tirta sambil mengambil posisi duduk di samping Adi.

”Iya, Mas. Kalau tidak kerja keras, mau jadi apa aku di Jakarta.

Tekadku cuma satu, harus berhasil! Aku tidak mau jadi orang gagal di

perantauan.”(Kak Seto:49)

Tema tambahan dalam novel Kakak Batik tersebut adalah ”percintaan,

pengorbanan, kerja sama, dan kepedulian.” Percintaan dalam novel terjadi antara

Dhika, Adi, dan Inna. Dhika sangat mencintai Inna, tetapi Inna tidak mencintai Dhika. Kisah cinta di antara mereka terjadi karena perjodohan yang dilakukan orang tua mereka karena utang. Sementara itu, Adi dan Inna saling mencintai. Namun, mereka tidak mau terburu-buru mengungkapkannya karena Inna masih dikekang oleh Dhika.

”Maafkan aku, Inna. Aku memang salah sudah mengusir kamu

semalam. Aku emosi dan salah paham. Kita masih berteman, kan?

Terselip rasa pedih di hati ketika Adi mengatakan ”teman”. Adi

berharap bisa lebih dari sekadar teman. Hanya saja, saat ini dia tidak punya pilihan lain. (Kak Seto:127)

Bentuk pengorbanan tokoh dalam novel lebih dominan dilakukan oleh tokoh Adi. Adi mengorbankan waktu, tenaga, bahkan uang demi memperjuangkan hidupnya dan orang-orang yang disayanginya. Salah satu pengorbanan Adi adalah membantu Inna dan keluarganya agar terbebas dari kekangan Dhika terutama ketika Dhika memaksanya untuk segera menikah dengannya. Adi juga membantu Inna dan keluarganya ketika ayah Dhika menjebloskan ayah Inna ke penjara, baik dari segi motivasi maupun materi.


(30)

Istana anak-anak sudah dipenuhi wajah-wajah tanpa dosa dan bersahaja. Tangan-tangan mungil mereka berebut memberikan salam menyambut gembira kedatangan Adi. Di tengah-tengah keadaan lelah yang melanda hati dan pikiran Adi dalam menyelesaikan skripsinya, Adi tidak pernah ingin mengorbankan sedikitpun waktunya bersama anak-anak. Dia lebih baik mengorbankan waktu istirahatnya. Semua waktunya di luar jadwal mengajar anak-anak, dia pertaruhkan untuk belajar dan belajar. (Kak Seto:158)

”Aku akan bantu kamu.” Sorot mata Adi tajam menatap Inna.

Mata Inna yang sudah mulai bengkak, memandang nanar wajah Adi.

”Bantu aku?”

”Aku akan bayar semua utang keluargamu dan kamu akan bebas dari tanggung jawab menikah dengan Dhika.”(Kak Seto:168)

Kerja sama terjalin dengan baik antara tokoh Adi dengan keluarga Pak Dibyo yang telah memercayakan Adi menjadi pengasuh di taman bermain kanak-kanak dan menjdi penerus Pak Dibyo dalam mengelola taman kanak-kanak, kerja sama antara Adi dengan keluarga Bu Winata, dan kerja sama antara Adi dengan teman-teman kampusnya yang telah menjadi penerus taman bermain anak-anak. Adi tidak pernah mengecewakan orang-orang yang memberi kepercayaan kepadanya.

Adi termasuk orang yang perfeksionis. Dia mengurus perizinan. Segala urusan teknis, dia serahkan kepada Raihan yang kini dia angkat menjadi asisten pribadinya. Urusan perlengkapan pergelaran, Adi serahkan kepada Elsa dan Inna. Segala urusan tentang susunan acara menjadi tanggung jawab Inna sepenuhnya. (Kak Seto:176).

”Dik Adi, ada yang ingin saya bicarakan,” ucap Pak Dibyo, saat

menghampiri Adi ketika anak-anak dan para orang tua telah pulang.

”Baik, Pak,” Adi menganggukkan kepala.

”Saya bangga dengan ide kreatif Adik barusan dalam mengajar anak

-anak,” kata Pak Dibyo. Kemudian, Pak Dibyo terdiam sejenak. Seolah ada

hal berat yang akan beliau sampaikan.


(31)

Adi merupakan tokoh yang peduli terutama terhadap anak-anak. Ketika Pak Dibyo mengungkapkan akan menutup taman kanak-kanak, Adi sungguh terkejut dan tidak ingin wadah tempat bermain anak-anak ditutup. Sebagai bentuk kepedulian, Adi meminta izin kepada Pak Dibyo agar dia dapat melanjutkan tugas mulia tersebut.

”Pak, mohon izin. Jika Bapak berkenan, bolehkah saya melanjutkan

usaha Bapak ini dengan membangun dam mengelola Istana Taman Kanak -Kanak di Taman Ria Senayan? Niat saya hanya ingin anak-anak tetap

memiliki wadah untuk menikmati dunia mereka, Pak.”

Pak Dibyo tersenyum mendengar penuturan Adi.

”Adik memang anak muda yang penuh semangat. Jika adik memang

mampu melakukannya, tidak ada alasan untuk tidak memberikan izin. Saya rasa Adiklah yang akan melanjutkan perjuangan saya di dunia anak

-anak.” (Kak Seto:79).

4.1.2 Alur (Plot)

Menurut Wicaksono (2014:128) alur merupakan salah satu unsur fiksi yang penting, bahkan bisa jadi orang menganggapnya sebagai unsur fiksi yang paling penting dibandingkan unsur fiksi yang lain. Alur yang mendasari kisah. Kehadiran alur dapat membuat cerita berkesinambungan. Oleh karena itu, antara peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain dalam alur harus saling berhubungan. Dengan kata lain, alur harus memiliki keterpaduan sehingga apabila salah satu peristiwa dihilangkan dengan sengaja maka keseluruhan cerita akan rusak.

Alur yang digunakan dalam novel Kakak Batik adalah alur progresif atau alur maju. Wicaksono (2014:162) mengatakan bahwa alur progresif mengungkapkan cerita lebih kepada sudut peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa kini atau masa lalu


(32)

menuju ke masa yang akan datang. Plot progresif biasanya menunjukkan kesederhanaan cara penceritaan, tidak berbelit-belit, dan mudah diikuti. Peristiwa-peristiwa disusun mulai dari melukiskan keadaan, Peristiwa-peristiwa-Peristiwa-peristiwa mulai bergerak, keadaan mulai memuncak, mencapai titik puncak, dan pemecahan sosial atau penyelesaian. Urutan peristiwa tersebut ada pada novel Kakak Batik, yaitu mengisahkan proses tokoh Adi dalam memperjuangkan hidupnya di Jakarta sampai mencapai kesuksesan.

Peristiwa dimulai ketika Adi tidak lulus SIPENMARU Fakultas Kedokteran Universitas Bima Sakti Surabaya, dan memutuskan untuk melanjutkan hidup ke Jakarta. Ia berjuang dan berusaha untuk memenuhi kebutuhannya tanpa merepotkan orang lain. Ia rela mengerjakan pekerjaan apapun yang penting halal dan cukup untuk memenuhi kebutuhannya di samping menulis di majalah Ceria. Saat hendak mengambil honor sebagai penulis merupakan awal pertemuannya dengan Inna, seseorang yang mampu membuat Adi terpesona. Pertemuan mereka berlanjut sampai mereka menjadi teman baik dan membuat Dhika (pacar Inna yang dijodohkan karena utang orang tuanya) dibakar rasa cemburu dan selalu berniat mencelakai Adi.

Peristiwa memuncak ketika Adi mengetahui perjodohan Inna dengan Dhika karena orang tua Inna memiliki utang kepada ayah Dhika. Adi selalu berusaha mencari jalan keluar agar Inna tidak menerima begitu saja perjodohan itu karena Inna berhak hidup bahagia dengan orang yang dia cintai. Hal tersebut membuat Dhika semakin marah terhadap Adi dan ia berniat mencelakai Adi dengan membawa beberapa preman. Namun, hal tersebut sudah terlebih dulu disampaikan Adi kepada


(33)

polisi sehingga ketika Adi sudah hampir tak berdaya, polisi datang dan menangkap Dhika.

Kerja keras dan perjuangan Adi membuahkan hasil yang baik, ia menemukan pekerjaan dan berhasil menyelesaikan kuliahnya, juga menjadi pemilik taman kanak-kanak serta menjadi keluarga bahagia bersama Inna, perempuan yang dikaguminya selama ini.

4.1.3 Penokohan

Wicaksono (2014:171-173) mengatakan bahwa tokoh cerita merupakan orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif yang mempunyai watak dan perilaku tertentu sebagai pelaku yang mengalami peristiwa dalam cerita. Penokohan dan perwatakan sangat erat kaitannya. Penokohan berhubungan dengan cara pengarang menentukan dan memilih tokoh-tokohnya serta memberi nama tokoh tersebut, sedangkan perwatakan berhubungan dengan bagaimana watak tokoh-tokoh tersebut. Dapat dikatakan bahwa penokohan adalah penggambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita fiksi.

Sejalan dengan pendapat di atas, Nurgiyantoro (2013:248) menyebutkan bahwa penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh dan perwatakan sebab ia sekaligus mencakup siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.


(34)

Tokoh dapat dibedakan menjadi tokoh utama dan tokoh tambahan, tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh utama (Wicaksono 2014:182) merupakan tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam sebuah cerita yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh utama dalam sebuah novel mungkin saja lebih dari seorang, walau kadar keutamaannya tidak selalu sama. Keutamaan mereka ditentukan oleh dominasi, banyaknya penceritaan, dan pengaruhnya terhadap perkembangan plot secara keseluruhan. Sedangkan tokoh tambahan kejadiannya lebih sedikit dibandingkan tokoh utama. Kejadiannya hanya ada jika berkaitan dengan tokoh utama secara langsung.

Tokoh protagonis merupakan tokoh yang menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan dan harapan-harapan pembaca atau tokoh yang disukai pembaca, sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh yang menyebabkan konflik dalam cerita. Wicaksono (2014:184) mengatakan pembedaan antara tokoh utama dan tokoh tambahan dengan tokoh protagonis dan tokoh antagonis saling digabungkan sehingga menjadi tokoh utama protagonis, tokoh utama antagonis, tokoh tambahan protagonis dan tokoh tambahan antagonis.

Adapun tokoh utama dalam novel Kakak Batik adalah Adi (tokoh protagonis) dan Dhika (tokoh antagonis), sedangkan tokoh tambahan adalah Inna (perempuan yang dikenal Adi ketika di kantor majalah Ceria yang pada akhir cerita menjadi pacarnya), Ari (saudara kembar Adi), Bu Martinah (Ibu Adi), Mas Tirta, Mas Dimas, Pak Dibyo (pemilik taman bermain kanak-kanak), Bu Dibyo, Bejo, Pak Bondan,


(35)

Mbak Asri (bagian administrasi majalah Ceria), Bu Winarto, Maya, Elsa, Pak Suroso dan lain-lain.

Adapun penokohan dalam novel Kakak Batik yaitu:

1. Adi: lelaki berperawakan sedang, kulit agak kecokelatan, dan memiliki rambut hitam dengan gaya poni miring yang khas. Tetap berusaha untuk tegar dan menyembunyikan kepedihannya ketika tidak lulus SIPENMARU Fakultas Kedokteran Universitas Bima Sakti Surabaya. Ia tetap tersenyum dan bersikap ramah. Ia senang bernyanyi dan bersenda gurau. Mengerjakan semua pekerjaan rumah, mulai dari mencuci baju, mengepel lantai, mencuci piring dan sebagainya, agar dia semakin tidak merasa menjadi anak yang tidak berguna.

2. Ari Witjaksono: kembaran Adi yang memiliki postur tubuh sedikit lebih tinggi, kulit yang lebih kecokelatan, dan perawakan sedikit lebih besar daripada Adi. Sosok yang selalu menjadi motivator bagi Adi.

3. Bu Martinah: sosok ibu yang sangat bijaksana, wanita yang paling dibanggakan dalam hidup Adi, dan selalu menjadi pendorong Adi dalam segala hal. Beliau pendengar dan sekaligus pemberi nasihat yang luar biasa. Ibu adalah tempat Adi mencurahkan segala isi hatinya dalam keadaan apapun. Sebagai seorang ibu, ia mempunyai naluri yang kuat terhadap anaknya. Ia selalu berusaha menghibur dan memberi dorongan kepada Adi agar mengikuti ujian SIPENMARU dengan jurusan yang sama tahun depan.


(36)

4. Para calo sopir taksi: berebut penumpang dan agak memaksa calon penumpang agar memakai jasa antar yang mereka tawarkan.

5. Sopir bus: menjalankan kendaraan dengan sembrono. Lampu merah diterobos, bahkan tikungan pun dilewati dengan kecepatan tinggi.

6. Pedagang minuman ringan: baik hati, memberikan petunjuk kepada Adi agar dapat sampai ke rumah Mas Tirta di Jalan Angkasa, Senen, Jakarta Pusat. 7. Dimas: Kakak Mas Tirta, ramah, baik, bersahabat.

8. Mas Tirta: baik hati, ramah, bersahabat, humoris, peduli, dan kata-kata yang terucap dari bibir Mas Tirta membuat hati merasa senang untuk sharing dengannya.

9. Inna: perawakannya sedang, kulitnya kuning langsat, wajahnya lembut dan bermata bulat.

10.Mbak Asri Purwadi: staf administrasi kantor yang mengurus honor para penulis, perhatian, baik, ramah, suka bercanda.

11.Pak Bondan: seorang pengusaha yang berperawakan tinggi besar, memiliki kekayaan yang tujuh turunan takkan habis. Rumahnya tersebar di berbagai kota di kawasan elit dan memiliki beberapa perusahaan. Sayangnya, Pak Bondan dikenal dengan sifatnya yang pelit dan terlalu penuh perhitungan. 12.Bejo: perhatian, paling ramah di antara teman kuli bangunan lain.

13.Pak Dibyo: baik, menerima Adi ketika pertama kali berkunjung, percaya kepada Adi, peduli

14.Bu Dibyo: lembut, baik.


(37)

16.Bu Siti Fatima: asisten Pak Dibyo, baik, tersenyum.

17.Bu Winata: direktur salah satu perusahaan swasta di Jakarta, mempunyai anak yang menyandang polio, ragu-ragu, penuh pertimbangan

18.Emma Wardini: istri salah seorang pejabat di Jakarta, teman dekat Bu Winata, baik, peduli, memberi saran.

19.Mbok Surti: pembantu rumah tangga Pak Dibyo, mengerjakan tugas dengan baik.

20.Dhika: tidak bisa mengendalikan emosinya, pemarah, mengekang Inna, egois, pencemburu, suka memaksa, sinis.

21.Made: salah satu teman dekat Adi yang bertubuh kurus dengan air muka yang tegas, penolong.

22. Elsa: teman kuliah Adi, jujur. 23.Ucok: teman kuliah Adi.

24.Maya: teman kos Inna, jujur, peduli,perhatian.

25.Pak Eko Djayadiningrat: dosen sekaligus ketua jurusan

26.Kak Indah Ramdani: pembawa acara di televisi, suaranya merdu, tutur katanya lembut setiap membawakan acara.

27.Satya: mengajak Adi gabung dalam kegiatan sosial Badan Eksekutif Mahasiswa Nusantara (BEM), salah satu teman Adi yang sangat baik.

28.Bima Suryanto: salah satu penyanyi yang cukup kondang. 29.Pak Sukarta: ayah Inna.

30.Pak Satrio: penanggung jawab acara di televisi.


(38)

32.Dito: anak 10 tahun yang dituduh mencuri sandal.

33.Pak Togar: memiliki keahlian menirukan berbagai suara binatang.

34.Pak Lurah: melaksanakan tugasnya dengan baik, dan mendukung acara yang dibuat oleh Adi.

35.Bu Mirna: ibu Inna, seorang ibu yang kemayu dan terlalu pasrah pada keadaan.

36.Imam: anak yang dituduh melakukan penjambretan terhadap ibu di pasar.

4.1.4 Latar

Wicaksono (2014:209-214), latar merupakan bagian cerita yang menunjuk pada masalah tempat dan waktu terjadinya peristiwa serta lingkungan sosial yang digambarkan untuk menghidupkan peristiwa. Latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu dengan nama tidak jelas.

Latar waktu berhubungan dengan masalah ”kapan” terjadinya peristiwa

-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Penekanan waktu lebih pada

keadaan hari, misalnya saja pada pagi, siang, atau malam. Masalah ”kapan” tersebut

biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Latar yang mengacu pada waktu kapan terjadinya


(39)

peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi dapat berupa jam, hari, tanggal, bulan, tahun, peristiwa sejarah, bahkan zaman tertentu yang melatarbelakanginya.

Latar sosial menunjuk pada hal-hal yang berkaitan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di satu tempat tertentu yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat-istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap serta hal-hal yang termasuk latar spiritual. Latar sosial mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.

Latar yang terdapat pada novel Kakak Batik yaitu, di Surabaya yang merupakan kampung halaman Adi, di Jakarta tempat Adi memperjuangkan cita -citanya.

1. Di Surabaya merupakan kampung halaman Adi : Stasiun Gubeng pada saat subuh; Di meja makan pada pagi yang cerah dan hangat, di dalam kamar Adi berukuran 4x6 meter dalam keadaan hening.

”Kereta api kelas ekonomi jurusan Jakarta telah tiba. Para penumpang

yang telah memiliki tiket, harap segera masuk ke dalam kereta api

dengan tertib.” Informasi itu membuat Adi tersadar dari lamunan.

Subuh ini, dia duduk di salah satu peron, mengenakan pakaian

sederhana dengan motif batik yang sering melekat di tubuhnya.” (Kak Seto:1)

2. Di Jakarta merupakan tempat Adi memperjuangkan hidupnya: di dalam bus ketika hendak ke rumah Adi; di kantor majalah Ceria; di stasiun kereta api Senen, di panti asuhan di Jalan Kramat Sentiong; di rumah Mas Tirta, di


(40)

rumah Pak Dibyo; di Kebun Kanak-Kanak, Taman Asri; di Universitas Nusantara, Fakultas Kedokteran; di teras rumah Mas Tirta; di rumah Bu Winata; di ruang kerja Pak Dibyo, Adi tertunduk; di jalan raya; di kantin kampus; di trotoar; di dalam kelas; di ruang sekretariat; di bawah panggung; di kursi taman kampus; di studio stasiun TV, di kantor Kodam, tegang; di TK Mutiara Indonesia di daerah Lebak Bulus; di depan kos Inna; di bilangan Mayestik; di ruang tamu kos Inna; di kamar Inna; di rumah makan; di Universitas Karya Bangsa; di ruang kerja Adi; di Resto Sedap; di ruang kerja Pak Bondan; di Desa Bojong Gede; di kantor polres; di kotak pos; di traffic light; di parkiran.

3. Di Pulau Bali mengikuti seminar. 4. Di Ujung Pandang mengikuti seminar.

Latar waktu pada novel Kakak Batik yaitu pada saat subuh, pagi, siang, sore, dan malam. Hal tersebut tergambar dalam beberapa kutipan berikut.

”Di bawah teriknya sinar mentari di siang bolong, Adi tekun

mengaduk semen dan batu.(Kak Seto:31)

Pagi ini Adi sudah menyiapkan sesuatu yang indah untuk Inna.(Kak Seto:125)

Lampu-lampu penerang Jakarta pada malam hari berbaris rapi di sepanjang jalan. Adi meminta tukang ojek berhati-hati ketika melewati tikungan dan pertigaan yang akan mereka lalui. Di situ biasanya banyak anak kecil mengamen di tengah jalan. (Kak Batik:140)

Pukul 5.00 sore, anak-anak dan para orangtua yang menunggu sudah beranjak pulang. Adi segera mohon diri pada Elsa dan Raihan untuk

pergi duluan. Adi mengutarakan niatnya untuk pergi ke kos Inna.”


(41)

Latar sosial pada novel Kakak Batik tergambar bahwa perilaku kehidupan masyarakat di Jakarta masih banyak orang tua yang tidak peduli terhadap anak -anaknya.

Arya menatap wajah Adi, kemudian dalam hitungan detik Arya menganggukkan kepalanya. Tersungging senyum di bibir mungilnya. Perasaan bahagia muncul di dalam hati Adi ketika melihat senyum Arya. Adi memeluk Arya, kemudian mengajak Arya berjalan sambil merangkul bahu Arya. Adi menengadah ke atas langit yang semakin gelap menyelimuti bumi. Adi yakin, Tuhan melihat dan melindungi perjalanannya bersama Arya, hingga tiba di panti asuhan di Jalan Kramat Sentiong.(Kak Seto:34)

4.2 Nilai-Nilai Pendidikan dalam Novel Kakak Batik Karya Kak Seto

4.2.1 Nilai Pendidikan Moral

Menurut Wicaksono (2014:270), moral merupakan segala sesuatu yang berkaitan dengan ajaran baik dan buruk suatu perbuatan manusia. Sehubungan dengan hal tersebut, nilai moral merupakan tata nilai baik buruk suatu perbuatan, apa yang harus dihindari, apa yang harus dikerjakan, sehingga tercipta baik sua tu tatanan hubungan manusia dalam masyarakat yang dianggap baik, serasi, dan bermanfaat bagi diri-sendiri, masyarakat, lingkungan, dan alam sekitar. Nilai moral yang terkandung dalam karya sastra bertujuan untuk mendidik manusia agar mengenal nilai-nilai etika dan budi pekerti.

Sejalan dengan hal di atas, pendidikan moral memungkinkan manusia memilih secara bijaksana yang benar dan tidak benar. Makin besar kesadaran manusia tentang baik dan buruk itu, maka makin besar moralitasnya. Nilai


(42)

pendidikan moral menunjukkan peraturan-peraturan tingkah laku dan adat-istiadat seorang individu dari suatu kelompok yang meliputi perilaku, tata krama, yang menjunjung tinggi budi pekerti dan nilai susila.

Dapat dikatakan bahwa nilai pendidikan moral merupakan nilai-nilai yang menuntun manusia untuk lebih melakukan hal-hal yang baik dalam kehidupan dan dapat menyesuaikan diri dengan kelompok masyarakat tertentu sesuai dengan sikap dan kebiasaan yang ada pada daerah tersebut.

Novel Kakak Batik memiliki nilai pendidikan moral yang dapat menjadi cerminan bagi pembaca di antaranya, tokoh Adi merupakan tokoh yang pekerja keras, disiplin, dia bersungguh-sungguh dalam mengerjakan pekerjaan dan mencapai cita-citanya, pantang menyerah, mandiri, bertanggung jawab, patuh, bertindak bijaksana dan belajar bersama dengan Inna yang akhirnya menjadi pacarnya.

Nilai pendidikan moral yang terdapat dalam novel Kakak Batik karya Kak Seto di antaranya:

1. Kerja keras

Adi merupakan tokoh yang pekerja keras. Beberapa hari setelah Adi tiba di Jakarta, dia mencari lowongan pekerjaan untuk mencoba peruntungannya. Meskipun selalu ditolak, Adi tidak berputus asa dan terus berusaha agar mendapatkan pekerjaan sekalipun di posisi terendah. Hal tersebut tergambar dalam kutipan berikut.

Dari kantor ke kantor dia mencoba peruntungannya, tetapi hanya


(43)

kantor. Atau, gelengan kepala dari petugas keamanan kantor yang mencegatnya di pintu masuk, sebelum dia sempat membuka pintunya.(Kak Seto:19)

Adi sebetulnya tidak terbiasa berpangku tangan. Dia merasa kerdil di kota sebesar Jakarta. Di tengah menterengnya puluhan gedung pencakar langit, tak ada satupun yang mau memberikan Adi kesempatan untuk menjadi karyawannya di sana. Bahkan, ketika dia nekat memberanikan diri masuk ke dalam hotel-hotel mewah dan menawarkan jasa dengan jabatan paling rendah sekalipun, dia tetap ditolak dengan tegas.(Kak Seto:20)

Adi mau melakukan apa saja untuk kelangsungan hidupnya meskipun ia tidak biasa melakukannya. Tukang parkir, kuli panggul, kuli bangunan, pembantu rumah tangga sekaligus pengasuh anak dikerjakan oleh Adi. Adi tidak memilih-milih pekerjaan untuknya, asalkan pekerjaan itu halal dan cukup untuk kebutuhannya sehingga tidak perlu menyusahkan ibunya di kampung.

Adi berpikir sejenak. Tidak ada salahnya mencoba, meskipun pekerjaan jadi kuli bangunan jauh lebih keras dibandingkan menjadi tukang parkir dan kuli pasar. Adi lambat laun sudah terbiasa dengan kerasnya hidup yang harus dia hadapi. Misalnya, ketika sedang menghitung uang hasil parkir, banyak preman minta jatah, dan saat Adi sudah hampir mendapatkan pelanggan pasar yang membutuhkan jasa kuli panggul, ada saja kuli panggul yang merebut pelanggan Adi. Sifat Adi yang tidak suka kekerasan dan ribut-ribut, membuatnya lebih banyak mengalah.(Kak Seto:30).

Adi memutuskan untuk berdiam diri saja di rumah pada hari liburnya. Namun, bukan berarti dia bermalas-malasan. Adi akan membantu membereskan pekerjaan rumah yang dia tumpangi. Mulai dari mencuci dan menyetrika pakaian Mas Tirta, menyapu dan mengepel lantai, mencuci piring, hingga membereskan ruang tengah. Bagian akhir yang akan dia kerjakan adalah membersihkan rak buku, merapikan buku-buku dan majalah-majalah yang tersimpan di dalamnya dan mengusir debu-debu yang sudah saatnya hengkang.(Kak Seto:34)


(44)

2. Berhati-hati

Tokoh Adi dalam novel Kakak Batik berhati-hati dalam menyimpulkan sesuatu. Ia tidak percaya seutuhnya dengan sesuatu hal yang hanya didengarnya dari orang lain. Pada saat Bejo memberitahunya bahwa Pak Bondan adalah orang yang pelit dan penuh perhitungan, Adi tidak percaya begitu saja. Ia mau mengenal dan menilai Pak Bondan secara langsung dari yang dilihat dan dirasakannya, karena yang dikatakan temannya mungkin saja tidak benar.

” Dari sini Adi mengambil pelajaran, agar tidak menilai orang lain

hanya dari apa yang didengar saja. Dengan hati bersih, sebaiknya pelajari dulu orang itu sebelum menilainya negatif. (Kak Seto:42)

3. Bertanggung jawab

Sikap tanggung-jawab yang dimiliki tokoh Adi yaitu ketika mendapatkan pekerjaan baru sebagai asisten Pak Dibyo, ia tidak melepaskan pekerjaan lamanya sebagai kuli bangunan begitu saja. Adi tetap mau menyelesaikan kontrak kerjanya meskipun terbengkalai dengan waktunya mengajar. Sebagai solusinya, Adi memberanikan diri meminta izin agar diberi kelonggaran waktu untuk bekerja paruh waktu, dan siap dengan kemungkinan resiko yang dihadapinya yaitu gaji akan banyak dipotong.

”Dalam perjalanan pulang dengan kembali berjalan kaki, Adi memutar otak untuk bisa membagi waktunya antara mengajar dengan tetap menyelesaikan kontrak kerjanya sebagai kuli bangunan yang tinggal lebih kurang dua bulan lagi. Adi berharap, Pak Bondan berbaik hati dengan memberikan dia kelonggaran waktu untuk bekerja paruh waktu, meskipun kemungkinan besar gajinya akan banyak dipotong.


(45)

Tidak apalah. Adi pikir, yang penting dia dapat menyelesaikan tugas dan kewajibannya dengan baik. Adi tidak peduli dengan nominal yang akan dia terima. Adi ingat pesan ibunya, setiap perjuangan dan langkah yang kita ambil membutuhkan pengorbanan yang harus kita jalani dengan ikhlas.”(Kak Seto:40)

4. Pantang menyerah dan bersungguh-sungguh

Sikap pantang menyerah dan kesungguhan tokoh Adi merupakan hal yang patut diteladani. Menjalani kehidupan yang sulit tidak membuat tokoh Adi berdiam diri di rumah. Ia terus berusaha memperjuangkan kelangsungan hidupnya. Tanpa takut ia terus mencoba peruntungannya di kota Jakarta. Ia lebih memilih berjalan kaki daripada naik angkutan meskipun jarak yang dilaluinya cukup jauh dan terkena panasnya sinar matahari. Dalam melakukan pekerjaannya, Adi dengan sungguh-sungguh melakukannya. Lambat laun Adi terbiasa dengan kerasnya hidup di Jakarta.

Tidak ada salahnya mencoba., meskipun pekerjaan jadi kuli bangunan jauh lebih keras dibandingkan menjadi tukang parkir dan kuli pasar. Adi lambat laun sudah terbiasa dengan kerasnya hidup yang harus dia hadapi. Misalnya, ketika sedang menghitung uang hasil parkir, banyak preman minta jatah, dan saat Adi sudah hampir mendapatkan pelanggan pasar yang membutuhkan jasa kuli panggul, ada saja kuli panggul yang merebut pelanggan Adi. Sifat Adi yang tidak suka kekerasan dan ribut-ribut, membuatnya lebih banyak mengalah. (Kak Seto:30)

Dalam perjalanan pulang dengan kembali berjalan kaki, Adi memutar otak untuk bisa membagi waktunya antara mengajar dengan tetap menyelesaikan kontrak kerjanya sebagai kuli bangunan yang tinggal lebih kurang dua bulan lagi. Adi berharap, Pak Bondan berbaik hati dengan memberikan dia kelonggaran waktu untuk bekerja paruh waktu, meskipun kemungkinan besar gajinya akan banyak dipotong. Tidak apalah. Adi pikir, yang penting dia dapat menyelesaikan tugas dan kewajibannya dengan baik. Adi tidak peduli dengan nominal yang akan dia terima. Adi ingat pesan ibunya, setiap perjuangan dan langkah yang kita ambil membutuhkan pengorbanan yang harus kita jalani dengan ikhlas.(Kak Seto:40)


(46)

5. Mandiri dan tidak ingin merepotkan orang lain

Segala sesuatunya dikerjakan oleh Adi tanpa harus meminta bantuan kepada orang lain. Mencari pekerjaan di kota Jakarta dilakukannya sendirian tanpa ditemani orang lain meskipun ia belum tahu seluk-beluk Jakarta. Adi tidak ingin merepotkan Mas Tirta yang sudah menerimanya dengan baik. Waktunya dipergunakan dengan baik untuk hal-hal yang berguna. Setelah menemukan pekerjaan di rumah Bu Winata dan meminta Adi untuk tinggal bersama keluarganya, Adi meminta izin kepada Mas Tirta dengan baik.

Adi memutuskan untuk berdiam diri saja di rumah pada hari liburnya. Namun, bukan berarti dia bermalas-malasan. Adi akan membantu membereskan pekerjaan rumah yang dia tumpangi. Mulai dari mencuci dan menyetrika pakaian Mas Tirta, menyapu dan mengepel lantai, mencuci piring, hingga membereskan ruang tengah. Bagian akhir yang akan dia kerjakan adalah membersihkan rak buku, merapikan buku-buku dan majalah-majalah yang tersimpan di dalamnya dan mengusir debu-debu yang sudah saatnya hengkang.(Kak Seto:34)

”Mas, akhir minggu ini aku pamit. Aku akan tinggal di rumah majikanku di dekat kantor majalah Ceria,” ucap Adi kepada Mas Tirta ketika dia selesai membantu Mas Tirta memperbaiki sepeda motornya yang rusak. (Kak Seto:48)

4.2.2 Nilai Pendidikan Sosial

Rosyadi (dalam Yusanfri, 2013:14), nilai pendidikan sosial merupakan hikmah yang dapat diambil dari perilaku sosial dan tata cara hidup sosial. Perilaku sosial berupa sikap seseorang terhadap peristiwa yang terjadi di sekitarnya yang ada hubungannya dengan orang lain, cara berpikir, dan hubungan sosial bermasyarakat


(47)

antarindividu. Nilai sosial yang ada dalam karya sastra dapat dilihat dari cerminan kehidupan masyarakat yang diinterpretasikan. Nilai pendidikan sosial akan menjadikan manusia sadar akan pentingnya kehidupan berkelompok dalam ikatan kekeluargaan antara satu individu dengan individu lainnya. Nilai sosial mengacu pada hubungan individu dengan individu yang lain dalam sebuah masyarakat.

Nilai pendidikan sosial yang terdapat dalam novel Kakak Batik yaitu:

1. Peduli kepada sesama khususnya terhadap anak-anak.

Adi tidak membiarkan anak-anak yang membutuhkan perhatian, ia selalu berusaha membantu anak-anak yang bermasalah dalam kesehariannya. Misalnya, menolong Arya, seorang anak yang ditemukannya pada malam hari di sebuah sudut ruangan kota Jakarta. Sebenarnya Adi tidak mengenal anak itu, namun karena kecintaannya kepada anak-anak, ia merasa iba dan mengantarkan anak itu ke panti asuhan dan memperjuangkan anak itu agar diterima di panti asuhan itu. Hal tersebut tergambar dalam kutipan berikut.

”Jangan takut, Dik. Kakak enggak akan menyakiti kamu. Kenapa

menangis?” Adi berusaha menenangkan anak kecil itu.

Arya menatap wajah Adi. Kemudian dalam hitungan detik Arya menganggukkan kepalanya. Tersungging senyum di bibir mungilnya. Perasaan bahagia muncul di dalam hati Adi ketika melihat senyum Arya. Adi memeluk Arya, kemudian mengajak Arya berjalan sambil merangkul bahu Arya. Adi menengadah ke atas langit yang semakin gelap menyelimuti bumi. Adi yakin, Tuhan melihat dan melindungi perjalanannya bersama Arya, hingga tiba di panti asuhan di Jalan Kramat Sentiong. (Kak Seto:33-34)

Sebagai seorang pengasuh anak di taman kanak-kanak, Adi tidak ingin anak-anak bosan belajar dengannya. Ia mencari cara agar anak-anak senang belajar, salah


(48)

satunya dengan membuat boneka tangan yang dinamai si Komo (komodo) dan si Ulil (ulat kecil) untuk keperluan mendongeng. Adi juga melatih anak -anak agar pandai bernyanyi. Ia rela mengorbankan waktu istirahatnya untuk anak-anak.

Adi sudah mempersiapkan peralatan mendongengnya untuk melengkapi gaya mengajarnya kepada anak-anak. …Anak-anak sangat antusias mendengar Adi mendongeng dengan menggunakan dua boneka tangan. Dengan media itu, Adi berkisah tentang anak -anak yang suka berbohong. Sesekali, anak-anak juga tertawa jika ada celetukan si Komo dan si Ulil yang lucu. Mereka juga lebih mudah menangkap makna cerita yang Adi berikan dengan suasana hati yang gembira.(Kak Seto:77)

Adi tidak ingin kehilangan kebersamaannya dengan anak-anak. Dia takut kesepian dan takut anak-anak kehilangan tempat untuk menyalurkan kebahagiaan di dunia mereka. Adi berjanji akan membangun Istana KKanak ini sebaik mungkin agar wajah anak-anak tetap ceria. (Kak Seto:80)

Sukses menjadi pengasuh anak dan menjadi pemilik Taman Kanak-Kanak, serta sudah diundang ke berbagai acara di luar kota bahkan menjadi pembawa acara di televisi, tidak membuat Adi membiarkan kasus anak-anak di jalanan. Kesibukannya bekerja tidak menyulitkannya memperjuangkan hak anak -anak jalanan. Adi tetap menyempatkan diri untuk membela anak-anak jalanan yang menjadi korban kekerasan. Adi tidak bisa mengabaikan panggilan jiwanya sebagai aktivis perlindungan anak, dan selalu bersedia membantu anak-anak yang membutuhkan bantuannya. Anak-anak sangat perlu diperjuangkan haknya dan tidak pantas berada dalam penjara.

”Tambahan lagi, Dito, anak itu usianya masih 10 tahun. Anak di

bawah umur harusnya tetap dikembalikan kepada orang-tuanya untuk dididik sebagaimana mestinya, bukan dimasukkan penjara. Penjara bukan untuk anak-anak!” kata Adi tegas. (Kak Seto:182)


(49)

”Saya mohon pertimbangan yang lebih mendalam, Pak. Imam, hanya

salah seorang dari sekian banyak anak yang ada dalam lingkungan

yang buruk.”

”Saya mengerti, tapi proses hukum harus tetap berjalan.”

”Itu betul, Pak. Tapi, penjara bukan tempat tepat untuk anak-anak. Dan, Imam hanya salah seorang dari sekian ratus ribu anak yang tergelincir, harus berkonflik dengan hokum karena berada dalam lingkungan yang sangat tidak ramah anak. Dia justru diperalat oleh para preman dewasa untuk menjambret, sampai akhirnya harus terseret

ke lembah kriminal dan ada di kantor ini,” kata Adi lagi. Tegas. (Kak Seto:222)

Kasus anak-anak di jalanan cukup memprihatinkan. Kebanyakan orang tidak peduli akan hal tersebut. Namun, kakak Adi tidak tinggal diam ketika mengetahui ada anak jalanan perempuan yang diperkosa. Ia bergerak dengan cepat untuk melindungi anak tersebut dan menenangkan kondisi psikis anak itu. Setiap kali kakak Adi mengetahui ada kasus yang melibatkan anak-anak, ia segera bertindak untuk menyelamatkan anak-anak.

”Kak, ada anak jalanan perempuan, diperkosa tiga orang pemuda.” ”Gila! Umur berapa?”

”Umur dua belas tahun, Kak. Sekarang korban sudah dilarikan ke Rumah Sakit Sejahtera di Tanjung Priok.”

”Pemudanya sudah tertangkap?”

”Sudah diamankan di Polres Tanjung Priok. Tiga pemuda itu anak -anak jalanan juga. Masih remaja, sih. Umur tujuh belas tahunan. Jadi,

bagaimana?”

”Kita ke rumah sakit dulu. Kita coba menenangkan kondisi psikis

korban. Setelah itu, baru kita ke Polres. Ketiga remaja itu pun sangat


(50)

Kepedulian Adi tidak hanya pada kasus anak-anak tertentu saja, namun kepada seluruh anak dan kepada siapa saja yang membutuhkan bantuan. Kepada anak-anak berkebutuhan khusus atau anak-anak difabel, ia membuka yayasan sebagai bentuk kepeduliannya terhadap anak-anak tersebut.

Pagi menjelang siang, Adi dengan pakaian batik Solo kesayangannya, sudah disibukkan oleh acara pembukaan Yayasan Kasih Ayah Bunda. Rekan-rekan Adi sudah mulai berdatangan dan mulai membantu Adi mempersiapkan segalanya. Organisasi ini dibuka dengan tujuan memberikan wadah bagi anak-anak yang membutuhkan perlakuan khusus. Acara dilaksanakan tepat pukul 10.00. berbagai media massa juga datang untuk meliput. Adi sangat bersyukur karena dapat mewujudkan mimpinya membuka tempat bimbingan dan konsultasi anak bagi anak-anak yang terlahir difabel. Ide ini muncul sewaktu Adi kali pertama menjadi pembawa acara sekaligus

koordinator acara ”Maha Karya Remaja” di televisi, karena keprihatinannya yang mendalam terhadap anak-anak yang memiliki kekurangan fisik dan mental beberapa tahun silam. (Kak Seto:205)

Bentuk kepedulian Adi juga terlihat kepada seorang bapak yang memberanikan diri datang ke rumahnya meminta bantuan kepada Adi. Adi dengan ikhlas membantu bapak tersebut yang memiliki anak kembar 3 dan ketiga anak tersebut sedang sakit dan membutuhkan bantuan dana untuk biaya pengobatan anaknya.

”Kembar tiga-tiganya? Sudah dibawa ke dokter?”

Bapak itu menundukkan wajahnya setelah mendengar pertanyaan Adi.

”Itulah, Kak Adi. Saya tidak punya uang cukup untuk membawa

ketiga-tiganya sekaligus ke dokter. Maaf, ya, kalau saya lancang. Maksud saya ke sini, saya ingin meminta bantuan Kak Adi. Apa saya


(51)

Adi kaget sejenak mendengar keberanian bapak ini untuk meminjam uang kepadanya. Namun, Adi juga senang karena ada seorang bapak yang memercayai dirinya, tanpa malu-malu berusahan dengan cara yang tetap santun untuk mengobati anak-anaknya. Adi iba, dan meminta bapak itu untuk menunggu sebentar. Adi mengambil beberapa lembar uang dari dalam dompetnya, memasukkannya ke amplop, kemudian segera kembali ke hadapan bapak itu. (Kak Seto:237-238)

2. Kerja sama dan saling membantu.

Adi yang belum pernah bekerja sebagai kuli bangunan mendapatkan bantuan dari teman-temannya. Kerja sama terjalin di antara mereka. Ketika Adi berhalangan masuk kerja atau meminta izin untuk bekerja setengah hari, teman-teman dan mandornya menolong Adi. Nilai pendidikan sosial berupa kerja sama dalam novel Kakak Batik tergambar dalam beberapa hal berikut.

”Hai, Di. Ayo istirahat dulu, bisa pingsan kamu nanti.”

Sebuah suara menegur Adi. Suara dari sesama kuli bangunan. Rupanya Bejo, orang yang paling ramah di antara teman-teman kuli bangunan lainnya.

”Iya, sebentar lagi, Jo. Tanggung.”

”Mending istirahat sekarang. Nasi bungkus kita sudah disiapkan,

lho! Kalau enggak langsung dimakan, nanti diambil orang atau

disimpan lagi sama Pak Bondan buat besok,” katanya lagi sambil

berbisik, kemudian tertawa.

”Bisa saja kamu, Jo. Yo wis, aku nyusul.”(Kak Seto:32)

3. Menerima orang lain dengan baik meskipun belum dikenal sebelumnya. Adi bukanlah seseorang yang dikenal Pak Dibyo sebelumnya, namun Pak Dibyo menerima Adi dengan baik pada saat pertama kalinya bertamu ke rumah Pak


(52)

Dibyo untuk memohon bergabung dengan dunia anak-anak. Dengan senang hati Pak Dibyo dan Bu Dibyo memberikan kesempatan kepada Adi untuk mengajar di Taman Kanak-Kanak yang dimilikinya dan beberapa waktu kemudian, Adi dipilih sebagai guru tetap. Pada saat Pak Dibyo mengungkapkan niatnya ingin menutup taman kanak-kanak yang dimilikinya, Adi sangat terkejut dan merasa bahwa taman bermain untuk anak tidak boleh ditutup karena anak-anak sangat membutuhkannya. Maka, ketika Adi memohon untuk melanjutkan perjuangan Pak Dibyo di dunia anak-anak, dengan senang hati Pak Dibyo memberikan kepercayaan kepada Adi untuk melanjutkan perjuangannya di dunia anak-anak.

”Baik, Dik Adi. Sore ini, adik bisa datang langsung ke Kebun

Kanak-Kanak di Taman Asri, Menteng. Di sana Adik bisa belajar bagaimana mengasuh anak-anak di taman bermain kami.” (Kak Seto:37)

”Begini, setelah melihat kegigihan Adik beberapa bulan ini dalam belajar, mengajar, dan melatih anak-anak, saya ingin mengangkat Adik sebagai guru tetap dan akan memberikan gaji tetap seperti guru-guru yang lain.

Adi hampir tidak percaya pada apa yang baru saja didengarnya. Spontan, adi meraih tangan Pak Dibyo, kemudian menciumnya.

”Terima kasih banyak, Pak.” (Kak Seto:46)

Perhatian Pak Dibyo kepada Adi tidak sebatas tentang taman kanak -kanak, tetapi juga tentang masa depan atau cita-cita Adi. Keinginan Adi yang tidak tercapai ke dua kalinya untuk menjadi dokter dihentikannya, dan memilih mengambil jurusan Psikologi atas saran Pak Dibyo.

”Tahun depan, dicoba lagi saja daftar kuliahnya. Jangan menyerah.

Belajar banyaklah dari kegagalan ini, Dik. Sambil Adik pikirkan lagi saran saya sebelumnya, ambil Jurusan Psikologi.” (Kak Seto:57)


(53)

4. Pandai bergaul dan mudah beradaptasi dengan orang-orang di sekitar.

Tokoh Adi dalam novel Kakak Batik mencerminkan sikap yang pandai bergaul dan mudah dekat dengan siapa saja. Adi seorang tokoh yang pandai menyesuaikan diri. Kepada orang yang lebih tua ia sopan dan ramah, kepada teman ia bertindak sebagai teman yang baik dan peduli, dan kepada anak-anak ia bertindak sebagai kakak yang patut dicontoh, sehingga setiap orang merasa nyaman bersamanya.

”Adi menemui pemilik toko dan meminta izin. Syukurlah, pemilik

toko memberikan izin kepada Adi asalkan Adi tidak bertingkah macam-macam kepada para pelanggan dan tidak membuat keributan di depan toko. (Kak Seto:21)

”Oh, kamu Mbak Inna-nya majalah Ceria, ya?” Tanya Adi Inna menganggukkan kepalanya. (Kak Seto:44)

”Saya mendapat informasi dari Bu Emma bahwa di rumah ini

dibutuhkan pembantu rumah tangga sekaligus pengasuh anak. Saya sangat mencintai dunia anak-anak. Dan, berbekal pengalaman sebagai guru TK, saya selalu berusaha untuk dekat dan memahami anak,” kata Adi. Tatapan penuh harap terlihat jelas pada raut wajahnya. (Kak Seto:49)

4.2.3 Nilai Pendidikan Religius

Menurut Rosyadi (dalam Yusanfri, 2013:12) nilai pendidikan religius merupakan suatu kesadaran yang menggejala secara mendalam dalam lubuk hati manusia sebagai human nature. Religi tidak hanya menyangkut segi kehidupan secara lahiriah melainkan juga menyangkut keseluruhan diri pribadi manusia secara


(1)

LAMPIRAN 1

Sinopsis Novel Kakak Batik Karya Seto Mulyadi

Adi harus menerima kenyataan tidak lulus ujian SIPENMARU Fakultas Kedokteran Universitas Bima Sakti Surabaya. Berbeda dengan Ari kembaran Adi yang lulus di Fakultas Kedokteran. Menjadi dokter adalah cita-cita keduanya, tetapi nasib mereka berbeda. Bu Martinah dan Ari tetap mendukung dan memotivasi Adi agar tidak menyerah dan tetap semangat untuk mencoba lagi tahun depan. Adi berusaha tetap tegar dan menyembunyikan kepedihannya atas kegagalan itu di hadapan ibunya, Ari dan siapapun dengan tetap tersenyum dan bersikap ramah seperti biasanya; bernyanyi dan bersenda gurau.

Adi tahu tidak akan betah hidup tanpa aktivitas. Dia tiba-tiba bertekad mengadu nasib ke Jakarta dan memutuskan pergi tanpa sepengetahuan ibunya karena dia tahu ibunya pasti akan melarang keras keinginannya.

Di Jakarta, ia tinggal sekamar dengan Mas Tirta di rumah Mas Dimas (kakak Mas Tirta). Mas Tirta adalah orang yang dikenal Adi pada perjalanan pertamanya ke Jakarta. Selama hampir dua bulan ia mencari pekerjaan namun tidak ada kantor- kantor yang membuka lowongan pekerjaan. Ia juga memberanikan diri menawarkan jasa ke dalam hotel-hotel mewah dengan jabatan terendah sekalipun, tetapi dia tetap ditolak dengan tegas.

Namun Adi tidak berputus asa. Ia tetap berusaha, dan akhirnya menemukan pekerjaan sebagai tukang parkir di sebuah toko. Ketika toko sudah tutup Adi


(2)

menyempatkan diri bekerja sebagai kuli panggul para pelanggan pasar di daerah Tanah Abang. Adi sangat gigih mempertahankan hidupnya di Jakarta.

Sesekali Adi masih menulis untuk majalah Ceria yang pernah dia lakoni ketika masih SMA. Adi selalu mencantumkan namanya dengan sebutan “Kak Adi” di setiap tulisannya sehingga dia akrab dipanggil dengan sebutan “kak” di kantor majalah Ceria. Di situlah awal pertemuannya dengan Inna, perempuan yang dikaguminya dan akhirnya menjadi pacarnya setelah berhasil membebaskan Inna dari kekuasaan Dhika yang dijodohkan oleh orang tua masing-masing karena masalah utang.

Adi berani memutuskan berhenti menjadi tukang parkir dan kuli panggul dan lebih memilih menjadi kuli bangunan meskipun pekerjaannya lebih keras. Ia dengan tekun memecah batu dan mengaduk semen. Ia tidak langsung percaya sepenuhnya dengan penilaian rekan-rekan kerjanya terhadap Pak Bondan (pengusaha bangunan) yang pelit dan terlalu penuh perhitungan. Setiap hari ia selalu memakai baju batik, sampai-sampai Bejo (rekan kerjanya) melihatnya seperti mau pergi kondangan.

Kecintaannya terhadap dunia anak-anak memberikan dampak yang positif bagi orang lain. Terutama kepada Arya, anak kecil yang ditemukannya menangis di sebuah sudut gelap ketika pulang bekerja. Ia mengantarkan anak itu ke panti asuhan di Jalan Kramat Sentiong meskipun sudah lelah dan memperjuangkan anak itu agar bisa tinggal di panti tersebut. Saat libur, ia tidak bermalas-malasan. Ia tetap mengambil kesibukan di rumah, membereskan buku-buku dan majalah-majalah


(3)

sambil membaca-baca. Dari sinilah ia menemukan alamat bapak dan ibu Dibyo Mangunkusumo, tokoh yang sangat dia kagumi sejak kecil. Mereka berdua adalah sosok bersahaja yang sangat mencintai dunia anak-anak. Adi kagum dengan penampilan mereka yang sederhana dan program-program mereka di sebuah stasiun televisi yang selalu menyiarkan acara anak-anak.

Tentu saja Adi tidak mau membuang kesempatan itu. Di tengah kesibukannya bekerja, ia menyempatkan diri menemui pak Dibyo dan meminta bergabung sebagai pengasuh di Kebun Kanak-Kanak di Taman Asri. Usahanya membuahkan hasil. Bapak dan ibu Dibyo menerima Adi dengan senang dan memperkenalkannya sebagai asistennya kepada para orangtua siswa. Selain itu, Adi juga diangkat sebagai guru tetap di Kebun Kanak-Kanak. Untuk menyeimbangkan waktu bekerjanya, ia meminta ijin kepada Pak Bondan agar diberi kelonggaran waktu untuk bekerja paruh waktu, meskipun kemungkinan besar gajinya akan dipotong. Ternyata ketika kontrak kerjanya sudah habis, Pak Bondan memberikan bonus kepada Adi karena kesungguhannya bekerja.

Setelah kontraknya sebagai kuli bangunan habis, ia mengambil kesempatan bekerja sebagai pembantu rumah tangga sekaligus pengasuh anak yang menderita sakit polio di keluarga Bu Winata. Ia tetap mampu membagi waktunya di rumah dan sebagai guru TK. Di samping itu, Adi juga tetap menulis untuk majalah Ceria. Adi pun pamit kepada Mas Tirta untuk tinggal di rumah Bu Winata dan tidak lupa ia mengucapkan terima kasih atas kebaikan Mas Tirta selama ini kepadanya.


(4)

Hal yang tidak pernah dipikirkan Adi sebelumnya, Pak Dibyo menyarankannya mencoba jurusan Psikologi di Universitas Nusantara. Batin Adi bertanya-tanya hendak mengikuti saran Pak Dibyo atau niatnya menjadi seorang dokter. Cita-citanya menjadi seorang dokter, membuatnya tak henti mencoba mengikuti SIPENMARU Fakultas Kedokteran di Universitas Nusantara dan untuk kedua kalinya Adi gagal.

Adi pun dengan berat hati mengubur niatnya menjadi dokter dan mengikuti ujian SIPENMARU Fakultas Psikologi Universitas Nusantara sesuai saran Pak Dibyo. Benar saja, Adi LULUS.

Menggeluti dunia anak-anak sekaligus mahasiswa bidang Psikologi bukan berarti langkah Adi berjalan mulus. Ia mendapatkan banyak kesulitan dan ia sempat putus asa karena tidak lulus ujian lisan, padahal ujian tulis dan tugas-tugasnya mendapatkan nilai yang sangat bagus sehingga ia tidak masuk kuliah dan mendapat surat peringatan DO (drop out). Dukungan dari orang-orang dekatnya, terutama dukungan Inna membuatnya bangkit dan kuliah kembali sampai memperoleh gelar sarjananya.

Di tengah berbagai kesulitan yang dihadapi itu, Adi mampu bertahan dan membuktikan tekatnya untuk meraih kesuksesan. Keseharian dengan anak-anak yang dilandasi dengan kasih sayang dan ketulusan, membuat Adi semakin digemari anak-anak. “Kakak Batik” adalah julukan yang diberikan anak-anak padanya karena ia


(5)

selalu memakai stelan batik dalam berbagai kesempatan. Baginya, batik harus menjadi kebanggaan karena telah ada sejak zaman Majapahit.

Perjuangannya dalam hidup dan keteguhannya menggeluti dunia anak-anak itu pun akhirnya terbayar. Ia meraih Penghargaan Anak Muda Berprestasi dan Kreatif dari Pemerintah. Berkat penghargaan ini, kondisi ekonominya yang waktu itu serba keterbatasan menjadi lebih terbantu. Namun penghargaan itu ia buktikan tidak menjadikannya lalai dan mengendorkan perjuangannya dalam dunia anak-anak. Hal ini dibuktikannya dengan dedikasinya selama ini yang terus konsen dalam memberikan kontribusinya lewat lembaga Komisi Nasional Perlindungan Anak.


(6)

LAMPIRAN 2

Biografi Seto Mulyadi

Dr. Seto Mulyadi, Psi. Msi. atau yang biasa dikenal sebagai Kak Seto adalah seorang psikolog yang telah lama mengabdikan diri pada dunia anak-anak di tanah air. Beliau lahir di Klaten, Jawa Tengah pada 28 Agustus 1951. Cita-citanya menjadi dokter kandas karena tidak diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Sementara kembarannya Kresna diterima di kedokteran dan kakaknya Makruf masuk Akabri. Ketidakpuasan dalam dirinya karena gagal menjadi dokter membuat Kak Seto nekat meninggalkan rumah dan pergi ke Jakarta. Dengan uang sekadarnya, Subuh, 27 Maret 1970, ia pun berangkat tanpa pamit, hanya meninggalkan surat kepada ibunya. Ketertarikannya dengan acara "Taman Indria" yang diasuh Bu Kasur di TVRI membuat beliau lansung mencari rumah Bu Kasur, dengan niat ngenger (berguru). Tapi saat itu yang ada hanya Pak Kasur. Beliau langsung mengatakan bahwa ia adalah calon mahasiswa UI dan mau membantu Pak Kasur menjadi 'cantrik' (istilah dalam pewayangan yang menunjukkan peran sebagai asisten, sering tanpa diupah, hanya untuk menggali pengalaman dari seorang kstaria). Tidak digaji juga tidak apa-apa. Setelah setahun menjadi 'cantrik', Kak Seto berhak mendapatkan gaji seperti guru-guru lain di sekolah Pak Kasur. Kak Seto semakin memantapkan diri di jalurnya tersebut terlebih Pak Kasur selalu menjadi pendorong baginya untuk tetap menekuni dunia anak-anak.

Kecintaan Kak Seto pada anak-anak, membuatnya mengabdikan diri pada dunia anak-anak. Atas pengabdiannya Kak Seto telah dianugerahi sejumlah penghargaan. Antara lain Orang Muda Berkarya Indonesia, kategori Pengabdian pada Dunia Anak-anak dari Presiden RI (1987), The Outstanding Young Person of the World, Amsterdam; kategori Contribution to World Peace, dari Jaycess International (1987), Peace Messenger Award, New York, dari Sekjen PBB Javier Perez de Cuellar (1987) dan The Golden Balloon Award, New York; kategori Social Activity dari World Children's Day Foundation & Unicef (1989). Kemudian, walau tak pernah terlintas dalam benaknya, sejak 1998, Kak Seto dipercaya menjadi Ketua Komnas Perlindungan Anak (KPA).

Sumber: http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/286-direktori/2301-sahabat-anak-anak


Dokumen yang terkait

Kajian Sosiologi Sastra dan Nilai Pendidikan Karakter Novel Dasamuka Karya Junaedi Setiyono

4 32 9

NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL RUMAH TANPA JENDELA KARYA ASMA NADIA: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN Nilai-Nilai Pendidikan dalam Novel Rumah Tanpa Jendela Karya Asma Nadia: Tinjauan Sosiologi Sastra dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA

2 15 12

NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL RUMAH TANPA JENDELA KARYA ASMA NADIA: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN Nilai-Nilai Pendidikan dalam Novel Rumah Tanpa Jendela Karya Asma Nadia: Tinjauan Sosiologi Sastra dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA

0 2 19

NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL MERAHNYA MERAH KARYA IWAN SIMATUPANG: PENDEKATAN SOSIOLOGI SASTRA DAN Nilai Pendidikan Dalam Novel Merahnya Merah Karya Iwan Simatupang: Pendekatan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di Sma.

0 5 12

NOVEL KENANGA KARYA OKA RUSMINI (ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN).

6 49 16

NOVEL MENDHUNG KESAPUT ANGIN KARYA AG.SUHARTI (TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN.

0 0 16

PENDEKATAN SOSIOLOGI SASTRA, RESEPSI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL PULANG KARYA LEILA S. CHUDORI.

0 0 13

TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL AYAHKU (BUKAN) PEMBOHONG KARYA TERE LIYE

0 2 90

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Nilai Pendidikan - Nilai Pendidikan pada Novel Kakak Batik Karya Seto Mulyadi : Analisis Sosiologi Sastra

0 0 8

NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL KAKAK BATIK KARYA SETO MULYADI: ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA SKRIPSI

0 2 10