Perbandingan laju perpindahan kalor, efisiensi dan efektivitas sirip dua dimensi utuh dan berlubang pada keadaan tak tunak dengan variasi bahan.

(1)

INTISARI

Sirip banyak dipergunakan di motor bakar, peralatan elektronik, komputer / laptop, mesin pendingin, kondensor, evaporator, radiator dll. Penggunaan sirip sangat luas dan sangat penting. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan laju aliran kalor total, efisiensi kalor dan juga efektivitas kalor antara sirip utuh dan sirip berlubang pada kasus dua dimensi pada keadaan tak tunak dengan variasi bahan.

Benda uji berupa sirip utuh dan sirip berlubang dengan ukuran 100 mm x 100 mm dengan tebal 5 mm dan ukuran lubang pada sirip berlubang yaitu 60 mm x 60 mm dengan variasi bahan sirip berupa aluminium, tembaga dan besi. Sirip dikondisikan pada lingkungan dengan suhu awal (Ti) yaitu 100°C, suhu dasar sirip

(Tb) yaitu 100°C, suhu fluida di sekitar sirip (Tf) yaitu 30°C dan besarnya nilai

koefisien konveksi (h) yaitu 12 W/m2°C. Dengan asumsi bahwa perpindahan kalor konduksi diasumsikan dalam 2 arah, arah X dan arah Y. Sifat-sifat bahan merata (massa jenis ρ, kalor jenis c dan konduktivitas thermal bahan k). Bahan tidak berbangkit energi. Suhu fluidaTf2dan nilai koefisien panas konveksi h2di sekitar

sirip tetap dan merata dari waktu ke waktu. Selama proses benda tidak mengalami perubahan bentuk (tidak mengembang, tidak menyusut dan tidak melengkung). Perhitungan penelitian dilakukan secara komputasi numerik dengan menggunakan metode beda hingga cara eksplisit.

Dari hasil perhitungan dan analisa pembahasan yang telah dilakukan pada sirip utuh dan sirip berlubang untuk bahan aluminium, tembaga dan besi dapat disimpulkan (a) Besarnya laju aliran kalor total sirip utuh lebih tinggi dibandingkan laju aliran kalor total sirip berlubang dengan perbedaan sekitar 29%. (b) Besarnya efisiensi kalor sirip utuh lebih tinggi dibandingkan efisiensi kalor sirip berlubang dengan perbedaan sekitar 1,5%. (c) Besarnya efektivitas kalor sirip utuh lebih tinggi dibandingkan efektifitas kalor sirip berlubang dengan perbedaan sekitar 29%. Kata kunci : fin, sirip, efisiensi, efektivitas


(2)

ABSTRACT

The fins widely used in the combustion engines, electronic equipment, computers / laptops, cooling machine, condensers, evaporators, radiators etc. The fins applications is very vast and very important. This study aimed to compare the total of heat transfer, efficiency and effectiveness between whole fins intact and hollow fins on the case of two dimentionals whole fin and holes fin on the unsteady state cases with material variations.

The specimen is whole fin and holes fin with a size of 100 mm x 100 mm with a thickness of 5 mm and the size of the holes in the holes fin is 60 mm x 60 mm with material variations of fins such as aluminum, copper and iron. The fins are conditioned on the environment with the initial temperature (Ti) is 100°C, the basic temperature of fin (Tb) is 100°C, the fluid temperature around the fin (Tf) is 30°C and the value of convection coefficient (h) is 12 W/m2°C. Assuming that the conduction heat transfer is assumed on two directions, X and Y directions. Material properties is prevail (densityρ, the specific heatcand thermal conductivityk). The material is not resurrection energy. The fluid temperature TF2 and the value of

convection coefficienth2around fins is fixed and prevail over the time. During the

process, the object does not deformation (not expand, not shrink, and not curved). Calculation of research carried out numerical computation using the finite difference method explicit way.

From the calculation and analysis of the discussion that has been done on the whole fins and holes fins for aluminum, copper and iron can be concluded (a) The amount of the total of the heat transfer whole fin higher than the total of the heat transfer holes fin with a difference of about 29%. (b) The amount of whole fin efficiency is higher than the holes fin efficiency with a difference of about 1.5%. (c) The amount of whole fin effectiveness higher than the holes fin effectiveness with a difference of about 29%.


(3)

PERBANDINGAN LAJU PERPINDAHAN KALOR, EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS SIRIP DUA DIMENSI UTUH DAN BERLUBANG PADA

KEADAAN TAK TUNAK DENGAN VARIASI BAHAN TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik Mesin

Disusun oleh : ANDI SIDIK KUNCORO

NIM : 095214076

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

PERBANDINGAN LAJU PERPINDAHAN KALOR, EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS SIRIP DUA DIMENSI UTUH DAN BERLUBANG PADA

KEADAAN TAK TUNAK DENGAN VARIASI BAHAN TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik Mesin

Disusun oleh : ANDI SIDIK KUNCORO

NIM : 095214076

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

COMPARISON OF THE HEAT TRANSFER, EFFICIENCY AND EFFECTIVENESS OF TWO DIMENTIONALS WHOLE FIN AND HOLES

FIN ON THE UNSTEADY STATE CASES WITH MATERIAL VARIATIONS

FINAL PROJECT

Presented as Partial Fulfillment of the Requirements to obtain theSarjana Teknik MesinDegree

in Mechanical Engineering

Created by :

ANDI SIDIK KUNCORO Student Number : 095214076

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT

FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA 2015


(6)

TUGAS AKHIR

PERBANDINGAN LAJU PERPINDAHAN KALOR, EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS SIRIP DUA DIMENSI UTUH DAN BERLUBANG PADA

KEADAAN TAK TUNAK DENGAN VARIASI BAHAN

Disusun oleh : Andi Sidik Kuncoro

NIM : 095214076

Disetujui oleh :


(7)

PERBANDINGAN LAJU PERPINDAHAN KALOR, EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS SIRIP DUA DIMENSI UTUH DAN BERLUBANG PADA

KEADAAN TAK TUNAK DENGAN VARIASI BAHAN Dipersiapkan dan ditulis oleh :

Nama : Andi Sidik Kuncoro NIM : 095214076

Telah dipertahankan pada Panitia Penguji pada tanggal 24 Maret 2015 dan dinyatakan memenuhi syarat.

Susunan Panitia Penguji Ketua : Dr. Asan Damanik, M.Si.

Sekretaris : Doddy Purwadianto, S.T., M.T. Anggota : Ir. P.K. Purwadi, M.T.

Yogyakarta, 25 Maret 2015 Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Dekan


(8)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini penulis menyatakan bahwa dalam Tugas Akhir yang berjudul “Perbandingan Laju Perpindahan Kalor, Efisiensi dan Efektivitas Sirip Dua Dimensi Utuh dan Berlubang pada Keadaan Tak Tunak dengan Variasi Bahan” tidak terdapat karya yang pernah diajukan dan dibuat di perguruan tinggi manapun. Sepanjang pengetahuan penulis tidak terdapat pula karya atau pendapat yang pernah diterbitkan, ditulis atau dengan cara publikasi yang lain, kecuali mengambil atau mengutip data yang disebutkan di dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 25 Maret 2015 Penulis


(9)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Andi Sidik Kuncoro

Nomor Mahasiswa : 095214076

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

PERBANDINGAN LAJU PERPINDAHAN KALOR, EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS SIRIP DUA DIMENSI UTUH DAN BERLUBANG PADA KEADAAN TAK TUNAK DENGAN VARIASI BAHAN

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 25 Maret 2015 Yang menyatakan


(10)

INTISARI

Sirip banyak dipergunakan di motor bakar, peralatan elektronik, komputer / laptop, mesin pendingin, kondensor, evaporator, radiator dll. Penggunaan sirip sangat luas dan sangat penting. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan laju aliran kalor total, efisiensi kalor dan juga efektivitas kalor antara sirip utuh dan sirip berlubang pada kasus dua dimensi pada keadaan tak tunak dengan variasi bahan.

Benda uji berupa sirip utuh dan sirip berlubang dengan ukuran 100 mm x 100 mm dengan tebal 5 mm dan ukuran lubang pada sirip berlubang yaitu 60 mm x 60 mm dengan variasi bahan sirip berupa aluminium, tembaga dan besi. Sirip dikondisikan pada lingkungan dengan suhu awal (Ti) yaitu 100°C, suhu dasar sirip

(Tb) yaitu 100°C, suhu fluida di sekitar sirip (Tf) yaitu 30°C dan besarnya nilai

koefisien konveksi (h) yaitu 12 W/m2°C. Dengan asumsi bahwa perpindahan kalor konduksi diasumsikan dalam 2 arah, arah X dan arah Y. Sifat-sifat bahan merata (massa jenis ρ, kalor jenis c dan konduktivitas thermal bahan k). Bahan tidak berbangkit energi. Suhu fluidaTf2dan nilai koefisien panas konveksi h2di sekitar

sirip tetap dan merata dari waktu ke waktu. Selama proses benda tidak mengalami perubahan bentuk (tidak mengembang, tidak menyusut dan tidak melengkung). Perhitungan penelitian dilakukan secara komputasi numerik dengan menggunakan metode beda hingga cara eksplisit.

Dari hasil perhitungan dan analisa pembahasan yang telah dilakukan pada sirip utuh dan sirip berlubang untuk bahan aluminium, tembaga dan besi dapat disimpulkan (a) Besarnya laju aliran kalor total sirip utuh lebih tinggi dibandingkan laju aliran kalor total sirip berlubang dengan perbedaan sekitar 29%. (b) Besarnya efisiensi kalor sirip utuh lebih tinggi dibandingkan efisiensi kalor sirip berlubang dengan perbedaan sekitar 1,5%. (c) Besarnya efektivitas kalor sirip utuh lebih tinggi dibandingkan efektifitas kalor sirip berlubang dengan perbedaan sekitar 29%. Kata kunci : fin, sirip, efisiensi, efektivitas


(11)

ABSTRACT

The fins widely used in the combustion engines, electronic equipment, computers / laptops, cooling machine, condensers, evaporators, radiators etc. The fins applications is very vast and very important. This study aimed to compare the total of heat transfer, efficiency and effectiveness between whole fins intact and hollow fins on the case of two dimentionals whole fin and holes fin on the unsteady state cases with material variations.

The specimen is whole fin and holes fin with a size of 100 mm x 100 mm with a thickness of 5 mm and the size of the holes in the holes fin is 60 mm x 60 mm with material variations of fins such as aluminum, copper and iron. The fins are conditioned on the environment with the initial temperature (Ti) is 100°C, the basic temperature of fin (Tb) is 100°C, the fluid temperature around the fin (Tf) is 30°C and the value of convection coefficient (h) is 12 W/m2°C. Assuming that the conduction heat transfer is assumed on two directions, X and Y directions. Material properties is prevail (densityρ, the specific heatcand thermal conductivityk). The material is not resurrection energy. The fluid temperature TF2 and the value of

convection coefficienth2around fins is fixed and prevail over the time. During the

process, the object does not deformation (not expand, not shrink, and not curved). Calculation of research carried out numerical computation using the finite difference method explicit way.

From the calculation and analysis of the discussion that has been done on the whole fins and holes fins for aluminum, copper and iron can be concluded (a) The amount of the total of the heat transfer whole fin higher than the total of the heat transfer holes fin with a difference of about 29%. (b) The amount of whole fin efficiency is higher than the holes fin efficiency with a difference of about 1.5%. (c) The amount of whole fin effectiveness higher than the holes fin effectiveness with a difference of about 29%.


(12)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat yang diberikan, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik. Tugas Akhir ini merupakan persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Teknik, Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Tugas Akhir ini diberi judul “Perbandingan Laju Perpindahan Kalor, Efisiensi dan Efektivitas Sirip Dua Dimensi Utuh dan Berlubang pada Keadaan Tak Tunak dengan Variasi Bahan”. Adapun harapan penulisagar Tugas Akhir ini dapat bermanfaat dalam perkembangan mata kuliah rekayasa thermal serta dapat menambah wawasan bagi para mahasiswa.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terimakasih atas segala bantuan dari semua pihak sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan dengan baik, antara lain kepada :

1. Paulina Heruningsih Prima Rosa, S.Si, M.Sc. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma.

2. Ir. Petrus Kanisius Purwadi, M.T. selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberi dukungan baik moral dan spiritual kepada penulis dan yang sudah banyak memberi petunjuk, pengarahan dan saran selama pengerjaan Tugas Akhir.

3. Albertus Murdianto, M.Pd. selaku Kepala SMK Katolik Mikael yang telah memberi dukungan baik moral dan spiritual kepada penulis.

4. P. C. Wisnu Haryanto, S.Pd, M.M. selaku Kepala Unit Kerja Workshop SMK Katholik Santo Mikael yang selalu memberi dukungan dan bantuan sarana dan prasarana di SMK Katholik Santo Mikael untuk pembuatan Tugas Akhir ini. 5. Orang tua yang telah membesarkan dan merawat penulis serta saudara-saudara


(13)

6. Rekan-rekan kerja serta para siswa SMK Katholik Santo Mikael, terima kasih atas dukungannya.

7. Berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari dalam pembuatan laporan dan penulisan masih terdapat banyak kekurangan, maka penulis menerima segala bentuk saran dan kritik yang diberikan.

Yogyakarta, 25 Maret 2015 Penulis


(14)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……… i

HALAMAN JUDUL (INGGRIS) ……… ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……….. iii

HALAMAN PENGESAHAN ……….. iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……….. v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ……… vi

INTISARI……….. vii

KATA PENGANTAR ……….. ix

DAFTAR ISI ………. xi

DAFTARGAMBAR ……… xiv

DAFTAR TABEL ………. xviii

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

1.1. Latar Belakang………... 1

1.2. Perumusan Masalah………... 3

1.3. Tujuan ……… 3

1.4. Batasan Masalah ……… 4

1.5. Manfaat ……….. 5

BAB II DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA………... 6

2.1. Dasar Teori……… 6

2.1.1. Perpindahan Kalor ………. 6

2.1.2. Perpindahan Kalor Konduksi ………. 6

2.1.3. Perpindahan Kalor Konveksi ………. 9

2.1.3.1. Perpindahan Kalor Konveksi Bebas ………. 12

2.1.3.1.1. Bilangan Rayleigh (Ra) ……….. 13

2.1.3.1.2. Bilangan Nusselt (Nu) ……….... 14


(15)

2.1.3.2.1. Bilangan Nusselt (Nu) pada Bidang Datar untuk Aliran Laminar

………. 15

2.1.3.2.2. Bilangan Nusselt (Nu) pada Bidang Datar untuk Kombinasi Aliran Laminer dan Turbulen………. 16

2.1.4. Perpindahan Kalor Radiasi ………. 17

2.1.5. Laju Aliran Kalor pada Sirip ……….. 18

2.1.6. Efisiensi Sirip ………. 18

2.1.7. Efektivitas Sirip ……….. 19

2.1.8. Bilangan Biot ………. 20

2.1.9. BilanganFourier ………. 20

2.1.10.Disfusitas Thermal ……….. 21

2.2. Tinjauan Pustaka……… 21

BAB III PERSAMAAN NUMERIK ……….. 23

3.1. Kesetimbangan Energi pada Volume Kontrol ………... 23

3.2. Penurunan Persamaan Numerik pada Volume Kontrol ………. 24

3.2.1. Persamaan Numerik pada Volume Kontrol di Tengah Sirip……….. 27

3.2.2. Persamaan Numerik pada Volume Kontrol di Rusuk Sirip………… 29

3.2.3. Persamaan Numerik pada Volume Kontrol di Sudut Dalam Sirip…. 32 3.2.4. Persamaan Numerik pada Volume Kontrol diSudut Luar Sirip …… 35

BAB IV METODE PENELITIAN ……….. 38

4.1. Benda Uji………... 38

4.2. Variasi Bahan………. 39

4.3. Peralatan Pendukung………. 39

4.4. Metode Penelitian……….. 40

4.5. Cara Pengambilan Data………. 42

4.6. Cara Pengolahan Data……… 42


(16)

5.1. Hasil Perhitungan………...43

5.1.1. Sirip Utuh………43

5.1.1.1. Distribusi Suhu pada Sirip Utuh dari Waktu ke Waktu………... 43

5.1.1.1.1. Distribusi Suhu pada Sirip Aluminium Utuh dari Waktu ke Waktu ……….……….……….. 43

5.1.1.1.2. Distribusi Suhu pada Sirip Tembaga Utuh dari Waktu ke Waktu ……….……….……….…….. 44

5.1.1.1.3. Distribusi Suhu pada Sirip Besi Utuh dari Waktu ke Waktu ……….……….………... 45

5.1.1.2. Laju Aliran Kalor Total pada Sirip Utuh………. 45

5.1.1.2.1. Laju Aliran Kalor Total pada Sirip Aluminium Utuh……… 49

5.1.1.2.2. Laju Aliran Kalor Total pada Sirip Tembaga Utuh………… 49

5.1.1.2.3. Laju Aliran Kalor Total pada Sirip Besi Utuh……… 50

5.1.1.3. Efisiensi Kalor Sirip Utuh……… 51

5.1.1.3.1. Efisiensi Kalor Sirip Aluminium Utuh……….. 51

5.1.1.3.2. Efisiensi Kalor Sirip Tembaga Utuh……….. 52

5.1.1.3.3. Efisiensi Kalor Sirip Besi Utuh……….. 53

5.1.1.4. Efektivitas Kalor Sirip Utuh………. 53

5.1.1.4.1. Efektivitas Kalor Sirip Aluminium Utuh……… 54

5.1.1.4.2. Efektivitas Kalor Sirip Tembaga Utuh………... 54

5.1.1.4.3. Efektivitas Kalor Sirip Besi Utuh………... 55

5.1.2. Sirip Berlubang……….. 56

5.1.2.1. Distribusi Suhu pada Sirip Berlubang dari Waktu ke Waktu….. 56

5.1.2.1.1. Distribusi Suhu pada Sirip Aluminium Berlubang dari Waktu ke Waktu………. 56

5.1.2.1.2. Distribusi Suhu pada Sirip Tembaga Berlubang dari Waktu ke Waktu………. 57

5.1.2.1.3. Distribusi Suhu pada Sirip Besi Berlubang dari Waktu ke Waktu ………. 57


(17)

5.1.2.2.2. Laju Aliran Kalor Total Sirip Tembaga Berlubang ………… 63

5.1.2.2.3. Laju Aliran Kalor Total Sirip Besi Berlubang………... 64

5.1.2.3. Efisiensi Kalor Sirip Berlubang……… 64

5.1.2.3.1. Efisiensi Kalor Sirip Aluminium Berlubang……….. 65

5.1.2.3.2. Efisiensi Kalor Sirip Tembaga Berlubang……….. 65

5.1.2.3.3. Efisiensi Kalor Sirip Besi Berlubang……….. 66

5.1.2.4. Efektivitas Kalor Sirip Berlubang……….67

5.1.2.4.1. Efektivitas Kalor Sirip Aluminium Berlubang………67

5.1.2.4.2. Efektivitas Kalor Sirip Tembaga Berlubang………...68

5.1.2.4.3. Efektivitas Kalor Sirip Besi Berlubang………...69

5.2. Pembahasan………69

5.2.1. Perbandingan Laju Aliran Kalor Total Sirip Utuh dan Sirip Berlubang ………. 69

5.2.1.1. Perbandingan Laju Aliran Kalor Total Sirip Aluminium………. 70

5.2.1.2. Perbandingan Laju Aliran Kalor Total Sirip Tembaga………… 71

5.2.1.3. Perbandingan Laju Aliran Kalor Total Sirip Besi……… 72

5.2.2. Perbandingan Efisiensi Kalor Sirip Utuh dan Sirip Berlubang……. 74

5.2.2.1. Perbandingan Efisiensi Kalor Sirip Aluminium………... 74

5.2.2.2. Perbandingan Efisiensi Kalor Sirip Tembaga……….. 75

5.2.2.3. Perbandingan Efisiensi Kalor Sirip Besi……….. 76

5.2.3. Perbandingan Efektivitas Kalor Sirip Utuh dan Sirip Berlubang….. 78

5.2.3.1. Perbandingan Efektivitas Kalor Sirip Aluminium……… 78

5.2.3.2. Perbandingan Efektivitas Kalor Sirip Tembaga………79

5.2.3.3. Perbandingan Efektivitas Kalor Sirip Besi………80

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ……… 83

6.1. Kesimpulan………83

6.2. Saran………. 83

DAFTAR PUSTAKA ……… 84


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Beberapa Contoh Bentuk Sirip ………... 2

Gambar 1.2. Geometri Sirip Untuk Pengujian, (a) Sirip Utuh, (b) Sirip Berlubang……….. 4

Gambar 2.1. Contoh Perpindahan Kalor Konduksi……… 7

Gambar 2.2. Arah Perpindahan Kalor Konduksi ……… 8

Gambar 2.3. Contoh Perpindahan Kalor Konveksi ……… 10

Gambar 2.4. Arah Perpindahan Kalor Konveksi ……… 11

Gambar 2.5. Arah Aliran Fluida Pada Pelat Datar………. 15

Gambar 3.1. Kesetimbangan Energi pada Volume Kontrol ………... 23

Gambar 3.2. Pembagian Volume Kontrol pada Sirip Utuh ……… 25

Gambar 3.3. Pembagian Volume Kontrolpada Sirip Berlubang …………... 26

Gambar 3.4. Volume Kontrol di Tengah Sirip ………... 27

Gambar 3.5. Volume Kontrol di Rusuk Sirip ………. 30

Gambar 3.6. Volume Kontrol di Sudut Dalam Sirip ……….. 32

Gambar 3.7. Volume Kontrol di Sudut LuarSirip ………. 35

Gambar 4.1. Geometri Sirip Untuk Pengujian,(a) Sirip Utuh, (b) Sirip Berlubang ………...………… 38

Gambar 4.2. Pembagian Volume Kontrol pada Sirip (a) Sirip Utuh, (b) Sirip Berlubang……….. 40

Gambar 5.1. Grafik Distribusi Suhu Sirip Aluminium Utuh pada Volume Kontrol Nomor 22–42 dari Waktu ke Waktu………. 44

Gambar 5.2. Grafik Distribusi Suhu Sirip Tembaga Utuh pada Volume Kontrol Nomor 22–42 dari Waktu ke Waktu……….……. 44

Gambar 5.3. Grafik Distribusi Suhu Sirip Besi Utuh pada Volume Kontrol Nomor 22–42 dari Waktu ke Waktu………... 45

Gambar 5.4. Gambar Luas Penampang Volume Kontrol Nomor 1 Sirip Utuh ……… 46

Gambar 5.5. Gambar Luas Penampang Volume Kontrol Nomor 22 Sirip Utuh ……… 46


(19)

Gambar 5.6. Gambar Luas Penampang Volume Kontrol Nomor 2 Sirip Utuh

……… 47

Gambar 5.7. Gambar Luas Penampang Volume Kontrol Nomor 23 Sirip Utuh ……… 48

Gambar 5.8. Gambar Luas Penampang Volume Kontrol Nomor 21 Sirip Utuh ……… 48

Gambar 5.9. Grafik Laju Aliran Kalor TotalSirip Aluminium Utuh ……… 49

Gambar 5.10. Grafik Laju Aliran Kalor TotalSirip Tembaga Utuh ………… 50

Gambar 5.11. Grafik Laju Aliran Kalor TotalSirip Besi Utuh ………... 50

Gambar 5.12. Grafik Efisiensi Kalor Sirip Aluminium Utuh ……….. 52

Gambar 5.13. Grafik Efisiensi Kalor Sirip Tembaga Utuh ……….. 52

Gambar 5.14. Grafik Efisiensi Kalor Sirip Besi Utuh ………. 53

Gambar 5.15. Grafik Efektivitas Sirip Aluminium Utuh ………. 54

Gambar 5.16. Grafik Efektivitas Sirip Tembaga Utuh ………. 55

Gambar 5.17. Grafik Efektivitas Sirip Besi Utuh ………. 55

Gambar 5.18. Grafik Distribusi Suhu Sirip Aluminium Berlubang untuk Volume Kontrol Nomor 85–105 dari Waktu ke Waktu……… 56

Gambar 5.19. Grafik Distribusi Suhu Sirip Tembaga Berlubang untuk Volume Kontrol Nomor 85–105 dari Waktu ke Waktu……… 57

Gambar 5.20. Grafik Distribusi Suhu Sirip Besi Berlubang untuk Volume Kontrol Nomor 85–105 dari Waktu ke Waktu……… 58

Gambar 5.21. Gambar Luas Penampang Volume Kontrol Nomor 1 Sirip Berlubang………. 59

Gambar 5.22. Gambar Luas Penampang Volume Kontrol Nomor 22 Sirip Berlubang………. 59

Gambar 5.23. Gambar Luas Penampang Volume Kontrol Nomor 2 Sirip Berlubang………. 60

Gambar 5.24. Gambar Luas Penampang Volume Kontrol Nomor 23 Sirip Berlubang………. 61

Gambar 5.25. Gambar Luas Penampang Volume Kontrol Nomor 21 Sirip Berlubang………. 61


(20)

Gambar 5.26. Gambar Luas Penampang Volume Kontrol Nomor 89 Sirip

Berlubang………. 62

Gambar 5.27. Grafik Laju Aliran Kalor Total Sirip Aluminium Berlubang ... 63

Gambar 5.28. Grafik Laju Aliran Kalor Total Sirip Tembaga Berlubang….. 63

Gambar 5.29. Grafik Laju Aliran Kalor Total Sirip Besi Berlubang………. 64

Gambar 5.30. Grafik Efisiensi Kalor Sirip Aluminium Berlubang………… 65

Gambar 5.31. Grafik Efisiensi Kalor Sirip Tembaga Berlubang……… 66

Gambar 5.32. Grafik Efisiensi Kalor Sirip Besi Berlubang……… 66

Gambar 5.33. Grafik Efektivitas Sirip Aluminium Berlubang……… 68

Gambar 5.34. Grafik Efektivitas Sirip Tembaga Berlubang……… 68

Gambar 5.35. Grafik Efektivitas Sirip Besi Berlubang……… 69

Gambar 5.36. Grafik Perbandingan Laju Aliran Kalor Total Sirip Aluminium ……….. 70

Gambar 5.37. Grafik Perbandingan Laju Aliran Kalor Total Sirip Tembaga ………... 72

Gambar 5.38. Grafik Perbandingan Laju Aliran KalorTotal Sirip Besi ……. 73

Gambar 5.39. Grafik Perbandingan Efisiensi Kalor Sirip Aluminium ……... 75

Gambar 5.40. Grafik Perbandingan Efisiensi Kalor Sirip Tembaga ………... 76

Gambar 5.41. Grafik Perbandingan Efisiensi Kalor Sirip Besi ……….. 77

Gambar 5.42. Grafik Perbandingan Efektivitas Kalor Sirip Aluminium …… 79

Gambar 5.43. Grafik Perbandingan Efektivitas Kalor Sirip Tembaga ……… 80


(21)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Nilai Konduktivitas Thermal Beberapa Bahan………. 8

Tabel 2.2. Nilai Kira-kira Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi ………... 12

Tabel 2.3 Bilangan Nusselt (Nu) untuk Dinding Vertikal ………. 14

Tabel 5.1. Perbandingan Laju Aliran Kalor TotalSirip Aluminium ……….. 70

Tabel 5.2. Perbandingan Laju Aliran Kalor Total Sirip Tembaga………….. 71

Tabel 5.3. Perbandingan Laju Aliran Kalor Total Sirip Besi……….. 72

Tabel 5.4. Perbandingan Efisiensi Kalor Sirip Aluminium………. 74

Tabel 5.5. Perbandingan Efisiensi Kalor Sirip Tembaga……… 75

Tabel 5.6. Perbandingan Efisiensi Kalor Sirip Besi……… 77

Tabel 5.7. Perbandingan Efektivitas Kalor Sirip Aluminium………. 78

Tabel 5.8. Perbandingan Efektivitas Kalor Sirip Tembaga………. 79


(22)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Belakangan ini penggunaan sirip sangat banyak dilakukan pada sistem pendinginan yang terdapat pada hasil-hasil perkembangan teknologi. Beberapa hasil perkembangan teknologi yang menggunakan sistem pendinginan berupa sirip antara lain pada silinder motor bakar, heatsink, mesin pengkondisi udara (air conditioning) dan evaporator pada mesin pendingin. Fungsi sirip yang terdapat pada hasil perkembangan teknologi tersebut untuk melepaskan kalor semaksimal mungkin serta untuk memperluas permukaan yang berhubungan dengan kalor yang mempercepat perpindahan kalor ke lingkungan sekitar sehingga dapat meningkatkan efisiensi kerja. Sehingga kalor yang terjadi pada sistem tersebut dapat dilepaskan sebanyak mungkin.

Bisa kita bayangkan misalnya jika pada silinder motor bakar tidak menggunakan sirip, yang terjadi adalah panas yang timbul akibat kerja pada silinder motor bakar tersebut dapat memanaskan seluruh bahan yang ada pada silinder motor bakar dan dapat melebur karena panas yang timbul. Atau pada perangkat komputer, jika tidak terdapat heatsink maka panas yang timbul dari sistem kerja perangkat komputer tersebut dapat melelehkan seluruh perangkat-perangkat yang lain yang terdapat pada komputer.

Kondisi-kondisi di atas membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang sirip. Penelitian yang penulis dilakukan untuk mengetahui distribusi suhu, laju aliran kalor, efisiensi dan efektivitas sirip. Khususnya pada sirip dua dimensi pada keadaan tak tunak dengan variasi bahan dan bentuk. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode beda hingga cara eksplisit untuk membandingkan sirip yang utuh dengan sirip yang berlubang.


(23)

Gambar 1.1. Beberapa Contoh Bentuk Sirip

Penelitian tentang sirip telah dilakukan oleh banyak orang. Seperti pada buku

Perpindahan Kalor edisi keenam oleh J.P. Holman tahun 1997 yang membahas

tentang efisiensi dan efektivitas sirip 1 dimensi pada keadaan tak tunak.

Penelitian lain tentang sirip juga dilakukan oleh beberapa mahasiswa dari Universitas Sanata Dharma antara lain :

Nuryanto (2002) meneliti tentang Laju Perpindahan Kalor Dan Efektivitas

Pada Sirip Tiga Dimensi Keadaan Tak Tunak. Perpindahan kalor konduksi yang

terjadi pada sirip ditinjau dalam 3 arah (3 dimensi) : arah X, arah Y dan arah Z. Penyelesaian penelitian dilakukan dengan metode komputasi beda-hingga dengan cara eksplisit.

Yohana (2004) meneliti tentang Laju Perpindahan Kalor Dan Efektivitas

Sirip Pada Kasus Tiga Dimensi Keadaan Tak Tunak. Arah perpindahan kalor

konduksi ditinjau dalam 3 arah, yakni arah sumbu X, sumbu Y dan sumbu Z. Penyelesaian dilakukan secara simulasi numerik dengan metode beda hingga cara eksplisit.

Saputro (2009) meneliti tentang Perbandingan Efisiensi Dan Efektivitas Sirip Tak Berlubang Dengan Berlubang Empat Pada Kasus Dua Dimensi Keadaan Tak Tunak. Perpindahan kalor konduksi yang terjadi di dalam sirip berlangsung dalam


(24)

2 arah yaitu X, Y. Penyelesaian penelitian dilakukan secara komputasi numerik dengan mempergunakan metode beda hingga cara eksplisit.

Dan beberapa penelitian yang sudah dilakukan oleh beberapa mahasiswa sebelumnya menjadi acuan bagi penulis untuk melakukan penelitian terhadap sirip dua dimensi pada keadaan tak tunak dengan variasi bahan dan benda uji yang berbeda dengan yang penelitian terdahulu. Penelitian yang dilakukanpenulis membahas tentang laju perpindahan kalor, efisiensi dan efektivitas sirip dua dimensi pada keadaan tak tunak dengan membandingkan sirip yang utuh dengan sirip yang berlubang.

1.2. Perumusan Masalah

Informasi tentang efisiensi sirip dan efektivitas sirip tidak setiap bentuk simetri sirip ada di dalam buku referensi. Efisiensi dan efektivitas sirip sangat penting diketahui agar dapat mengetahui waktu yang diperlukan untuk proses pendinginan. Bentuk simetri sirip yang diteliti tidak disajikan pada buku-buku referensi, sehingga efisiensi dan efektifitas sirip perlu dicari sendiri.

1.3. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah :

a. Menghitung dan membandingkan laju aliran kalor total pada sirip dua dimensi pada keadaan utuh dan keadaan berlubang pada keadaan tak tunak dengan variasi bahan.

b. Menghitung dan membandingkan efisiensi kalor pada sirip dua dimensi pada

keadaan utuh dan keadaan berlubang pada keadaan tak tunak dengan variasi bahan.

c. Menghitung dan membandingkan efektivitas kalor pada sirip dua dimensi pada keadaan utuh dan keadaan berlubang pada keadaan tak tunak dengan variasi bahan.


(25)

1.4. Batasan Masalah

Keadaan sirip pada awalnya mempunyai suhu yang merata sebesar Ti. Dengan kondisi lingkungan awal sirip sebesar Tf1 dengan nilai koefisien perpindahan kalor konveksi sebesar h1. Secara tiba-tiba sirip dikondisikan pada lingkungan yang baru yang mempunyai suhu fluida Tf2 dengan nilai koefisien perpindahan kalor konveksi sebesar h2. Suhu dasar sirip dipertahankan tetap sebesar Tb. Pada awalnya nilai Tbsama dengan Ti. Persoalannya adalah bagaimanakah distribusi suhu, laju aliran kalor, efisiensi dan efektivitas dari waktu ke waktu pada sirip tersebut. Dilakukan penelitian untuk 2 sirip yang berbeda. Sirip pertama utuh mempunyai dimensi panjang X, lebar Y dan tebal t. Sirip yang kedua berlubang mempunyai dimensi panjang X, lebar Y dan tebal dan besar lubang sebesar a×b×t. Geometri sirip seperti tersaji dalam Gambar 1.2.


(26)

Gambar 1.2. Geometri Sirip Untuk Pengujian, (a) Sirip Utuh, (b) Sirip Berlubang Asumsi :

a. Perpindahan kalor konduksi diasumsikan dalam 2 arah, arah X dan arah Y.

b. Sifat-sifat bahan merata (massa jenis ρ, kalor jenis c dan konduktivitas thermal bahan k).

c. Bahan tidak berbangkit energi.

d. Suhu fluida Tf2 dan nilai koefisien panas konveksi h2 di sekitar sirip tetap dan merata dari waktu ke waktu.

e. Selama proses benda tidak mengalami perubahan bentuk (tidak mengembang,

tidak menyusut dan tidak melengkung). 1.5. Manfaat

Manfaat dari penelitian ini antara lain :

a. Hasil penelitian dapat dipergunakan sebagai dasar dalam perancangan sirip. b. Hasil penelitian dapat dipergunakan sebagai referensi bagi peneliti lain.

c. Menambah pengetahuan tentang penggunaan komputasi dalam perhitungan


(27)

BAB II

DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori

2.1.1 Perpindahan Kalor

Perpindahan kalor dapat didefinisikan sebagai berpindahnya energi kalor dari satu daerah ke daerah yang lain karena adanya perbedaan suhu dari kedua daerah tersebut. Kalor berpindah dari daerah yang memiliki suhu tinggi ke daerah yang memiliki suhu lebih rendah. Ilmu perpindahan kalor menjelaskan bagaimana energi itu berpindah dari satu daerah ke daerah yang lain serta meramalkan laju perpindahan kalor yang terjadi pada kondisi-kondisi tertentu. Ilmu perpindahan kalor melengkapi hukum pertama dan kedua Thermodinamika yang berisikan tentang kekekalan energi dan arah perpindahan kalor yang berlangsung pada arah tertentu.

Perpindahan kalor pada umumnya dibagi menjadi tiga cara perpindahan kalor yaitu secara konduksi, konveksi dan radiasi. Masing-masing cara perpindahan kalor ini akan diuraikan tersendiri, akan tetapi karena perpindahan kalor radiasi yang terjadi sangat kecil maka dapat diabaikan.

2.1.2 Perpindahan Kalor Konduksi

Perpindahan kalor konduksi adalah perpindahan kalor yang terjadi di dalam suatu medium atau antara medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung atau dapat dikatakan secara hantaran. Pada perpindahan kalor konduksi, perpindahan energi terjadi karena adanya hubungan molekul secara langsung tanpa adanya perpindahan molekul yang cukup besar. Contoh perpindahan kalor konduksi diperlihatkan pada Gambar 2.1 yang menunjukkan perpindahan kalor konduksi antara dua buah tabung yang berisi fluida cair yang memiliki perbedaan suhu yang bersinggungan langsung dan arah aliran kalor dari fluida B yang memiliki suhu yang lebih tinggi ke fluida A yang memiliki suhu yang lebih rendah.


(28)

Gambar 2.1. Contoh Perpindahan Kalor Konduksi

Persamaan perpindahan kalor konduksi dapat dilihat pada persamaan (2.1) : ………. (2.1) pada persamaan (2.1) :

q = Laju perpindahan kalor (W)

k = Konduktivitas thermal (W/m°C)

A = Luas penampang medium yang mengalami perpindahan kalor dan tegak

lurus dengan arah perpindahan kalor (m2) = Gradien suhu ke arah perpindahan kalor

Tanda minus diberikan agar memenuhi hukum kedua Thermodinamika yaitu bahwa arah aliran kalor mengalir ke medium yang memiliki suhu yang lebih rendah. Gambaran persamaan (2.1) diperlihatkan pada Gambar 2.2.


(29)

Gambar 2.2. Arah Perpindahan Kalor Konduksi

Persamaan (2.1) disebut juga hukum Fourier yang merupakan persamaan dasar tentang konduktivitas thermal. Dengan persamaan (2.1) kita dapat melakukan percobaan untuk menentukan konduktivitas thermal untuk berbagai bahan. Nilai-nilai konduktivitas thermal beberapa bahan dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Nilai Konduktivitas Thermal Beberapa Bahan

Bahan k

W/m°C

Logam

Perak (murni) Tembaga (murni) Aluminium (murni)

Nikel (murni) Besi (murni) Timbal (murni) Baja Carbon (1%C) Baja Krom-Nikel (18%Cr,8%Ni)

410 385 202 93 73 35 43 16,3


(30)

W/m°C

Non Logam

Kuarsa (sejajar sumbu) Magnesit

Marmar Batu Pasir Kaca Jendela Kayu Mapel atau Ek

Serbuk Gergaji Wol Kaca

41,6 4,15 2,08 – 2,94

1,83 0,78 0,17 0,059 0,038 Zat Cair Air Raksa Air Amonia

Minyak Pelumas (SAE 50) Freon 12 (CCl2F2)

8,21 0,556 0,540 0,147 0,073 Gas Hidrogen Helium Udara Uap Air Jenuh Karbondioksida 0,175 0,141 0,024 0,0206 0,0146 Sumber : Perpindahan Kalor, Holman, 1996, hal. 7

Pada umumnya konduktivitas thermal itu sangat tergantung pada suhu. Dapat diperhatikan jika satuan laju perpindahan kalor dinyatakan dalam Watt, sedangkan satuan konduktivitas thermal dinyatakan dalam Watt per Celcius. Laju perpindahan kalor dan nilai konduktivitas thermal menunjukkan seberapa cepat kalor mengalir dalam bahan tertentu.

2.1.3 Perpindahan Kalor Konveksi

Perpindahan kalor konveksi adalah perpindahan kalor yang terjadi antara permukaan padat dengan fluida yang mengalir di sekitarnya, dengan menggunakan


(31)

perpindahan energi dengan gabungan perpindahan kalor konduksi, penyimpanan energi dan juga gerakan campuran perpindahan kalor. Contoh perpindahan kalor konveksi diperlihatkan pada Gambar 2.3 yang menunjukkan pergerakan udara pada peristiwa perpindahan kalor konveksi dari sumber panas yang terletak di dalam ruangan.

Gambar 2.3. Contoh Perpindahan Kalor Konveksi

Persamaan perpindahan kalor konveksi dapat dilihat pada persamaan (2.2) : ………. (2.2) pada persamaan (2.2) :

q = Laju perpindahan kalor (W)

h = Koefisien perpindahan kalor konveksi (W/m2°C)

A = Luas permukaan medium yang bersinggungan dengan fluida (m2)

Ts = Suhu permukaan medium (°C)


(32)

Sama halnya dengan perpindahan kalor konduksi, tetapi pada perpindahan kalor konveksi arah aliran perpindahan kalor terjadi dari permukaan medium yang memiliki lebih tinggi ke fluida di sekitarnya yang memiliki suhu yang lebih rendah. Gambaran persamaan (2.2) diperlihatkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Arah Perpindahan Kalor Konveksi

Persamaan (2.2) merupakan efek dari keseluruhan perpindahan kalor konveksi yang dirumuskan dengan hukum Newton tentang pendinginan. Pada persamaan (2.2), laju perpindahan kalor dikaitkan dengan perbedaan temperatur menyeluruh permukaan medium dengan fluida dan luas permukaan. Untuk kondisi tertentu, nilai koefisien perpindahan kalor konveksi ditentukan dengan cara pengujian/eksperimen. Koefisien perpindahan kalor konveksi kadang-kadang disebut juga dengan konduktansi film karena hubungannya dengan perpindahan kalor konduksi lapisan fluida yang diam pada permukaan medium. Dan nilai kira-kira koefisien perpindahan kalor konveksi dapat dilihat pada Tabel 2.2.


(33)

Tabel 2.2. Nilai Kira-kira Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi

Modus h

W/m2°C Konveksi bebas, ΔT=30°C

- Pelat vertikal, tinggi 0,3 m di udara

- Silinder horisontal, diameter 5 cm di udara - Silinder horisontal, diameter 2 cm di air

4,5 6,5 890 Konveksi paksa

- Aliran udara 2 m/s di atas pelat bujur sangkar 0,2 m - Aliran udara 35 m/s di atas pelat bujur sangkar 0,75 m - Udara 2 atm mengalir dalam tabung diameter 2,5

cmkecepatan 10 m/s

- Air 0,5 kg/s mengalir di dalam tabung diameter 2,5 cm - Aliran udara melintasi silinder tabung diameter 5 cm,

kecepatan 50 m/s

12 75 65 3500 180 Air mendidih

- Dalam kolam atau bejana

- Mengalir dalam pipa

2.500 – 35.000 5.000 – 100.000 Pengembunan uap air, 1 atm

- Permukaan vertikal

- Di luar tabung horisontal

4.000 – 11.300 9.500 – 25.000 Sumber : Perpindahan Kalor, Holman, 1996, hal. 12

Menurut cara menggerakkan alirannya, perpindahan kalor konveksi dibedakan menjadi dua yaitu :

2.1.3.1. Perpindahan Kalor Konveksi Bebas

Perpindahan kalor konveksi bebas terjadi karena oleh perbedaan massa jenisnya dan tidak ada tenaga dari luar yang menggerakkannya seperti kipas angin, blower, pompa, dll. Perbedaan massa jenis ini disebabkan karena adanya perbedaan suhu. Contoh perpindahan kalor konveksi dapat ditemui pada kasus memasak air.


(34)

Semua air yang ada dalam panci dapat mendidih secara merata karena air melakukan pergerakan. Pergerakan air ini karena perbedaan massa jenis. Fluida yang mengalami pemanasan massa jenisnya lebih kecil dari fluida yang dingin sehingga fluida yang mengalami pemanasan akan mengembang.

Untuk menghitung besarnya perpindahan kalor konveksi bebas, harus diketahui terlebih dahulu nilai koefisien perpindahan kalor konveksi h. Untuk mencari nilai h, dapat dicari dari Bilangan Nusselt. Karena Bilangan Nusselt fungsi dari bilangan Rayleigh, maka bilangan Rayleigh dicari dulu.

2.1.3.1.1. Bilangan Rayleigh (Ra)

Bilangan Rayleigh dinyatakan dengan persamaan (2.3) :

………. (2.3) ………. (2.4) ………. (2.5) Pada persamaan (2.5) :

g = Percepatan gravitasi = 9,8 m/s

= Panjang karakteristik, untuk dinding vertikal = L

Ts = Suhu permukaan medium (°C)

T∞ = Suhu fluida (°C)

Tf = Suhu film (°C)

= Viskositas kinematik (m2/s), dilihat pada Tabel A - 15


(35)

2.1.3.1.2. Bilangan Nusselt (Nu)

Pada dinding vertikal, rumus bilangan Nusselt yang berlaku ditunjukkan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Bilangan Nusselt (Nu) untuk Dinding Vertikal.

Geometri Panjang

karakteristik Ra Nusselt ( Nu )

=L

104 s/d 109

, 109 s/d 1013

,

Untuk

semua Ra

, ,

, ⁄

*kompleks tetapi lebih akurat

Untuk bilangan Nusselt, dapat diperoleh nilai koefisien perpindahan kalor konveksi :

……… (2.6) pada persamaan (2.6) :

h = koefisien perpindahan kalor konveksi ( W/m2°C )

k = koefisien perpindahan kalor konduksi ( W/m°C )

Besarnya laju perpindahan kalor konveksi bebas dapat dihitung dengan persamaan (2.2).


(36)

2.1.3.2. Perpindahan Kalor Konveksi Paksa

Perpindahan kalor konveksi paksa terjadi karena adanya tenaga dari luar yang menggerakannya seperti kipas angin, blower, pompa, dll. Untuk menghitung laju perpindahan panas konveksi, harus diketahui terlebih dahulu nilai koefesien perpindahan panas konveksi h. Sedangkan untuk mencari nilai koefisien perpindahan panas konveksi h dapat dicari dari bilangan Nusselt. Bilangan Nusselt yang dipilih harus sesuai dengan kasusnya, karena setiap kasus mempunyai bilangan Nusselt tersendiri. Sebagai contoh dipilih untuk kasus fluida yang mengalir di atas pelat datar seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5. Arah Aliran Fluida Pada Pelat Datar

Ada 2 bilangan Nusselt yaitu bilangan Nusselt lokal dan bilangan Nusselt rata-rata. Bilangan Nusselt lokal, untuk mencari nilai h pada jarak x yang ditinjau. Sedangkan bilangan Nusselt rata-rata untuk menghitung h rata-rata dari x = 0 sampai dengan jarak x yang ditinjau.

2.1.3.2.1. Bilangan Nusselt (Nu) pada Bidang Datar untuk Aliran Laminar Syarat aliran Laminar : Rex < 100.000. Bilangan Reynold dirumuskan seperti pada persamaan (2.7) :


(37)

Berlaku persamaan Nusselt Lokal Nu pada jarak x, untuk Pr > 0,6.

, ……… (2.8)

Berlaku persamaan Nusselt rata-rata untuk x = 0 sampai dengan x = L.

, ……… (2.9)

pada persamaan (2.9) :

Re = Bilangan Reynold

ρ = Massa jenis fluida (kg/m3)

U∞ = Kecepatan fluida (m/s)

Nu = Bilangan Nusselt

= Viskositas (kg/m.s)

kf = Koefisien perpindahan panas konduksi fluida (W/moC)

h = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2 oC)

Pr = Bilangan Prandtl, dilihat pada Tabel A - 15

2.1.3.2.2. Bilangan Nusselt (Nu) pada Bidang Datar untuk Kombinasi Aliran Laminar dan Turbulen

Syarat aliran sudah turbulen : 500.000 < Re < 107. Berlaku persamaan Nusselt rata-rata :

, ……… (2.10)

dengan syarat : 0,6 ≤ Pr ≤ 60. pada persamaan (2.10) :

Re = Bilangan Reynold


(38)

U∞ = Kecepatan fluida (m/s)

Nu = Bilangan Nusselt

= Viskositas (kg/m.s)

kf = Koefisien perpindahan panas konduksi fluida (W/moC)

h = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2 oC)

Pr = Bilangan Prandtl, dilihat pada Tabel A - 15

L = Panjang dinding (m)

Besarnya laju perpindahan kalor konveksi paksa dapat dihitung dengan persamaan (2.2).

2.1.4 Perpindahan Kalor Radiasi

Perpindahan kalor radiasi adalah perpindahan kalor yang terjadi karena pancaran/sinaran/radiasi gelombang elektromagnetik tanpa memerlukan media perantara. Berbeda dengan perpindahan kalor konduksi dan konveksi dimana perpindahan energi terjadi melalui media, maka kalor juga bisa dipindahkan melalui ruang vakum. Mekanisme ini disebut radiasi elektromagnetik. Radiasi elektromagnetik yang dihasilkan oleh perbedaan temperatur disebut radiasi

thermal. Dalam thermodinamika, pembangkit kalor ideal atau benda hitam akan

memancarkan energi sebanding dengan pangkat empat suhu mutlak medium dan berbanding lurus dengan luas permukaan.

Persamaan perpindahan kalor radiasi dapat dilihat pada persamaan (2.11) : ……… (2.11) pada persamaan (2.11) :

q = Laju perpindahan kalor (W)

σ = Konstanta proposional atau konstanta Stefan-Boltzmann

= 5,669 x 10-8 W/m2K4


(39)

2.1.5 Laju Aliran Kalor pada Sirip

Fungsi sirip yaitu membuang seluruh kalor yang berpindah dari dasar sirip ke sirip ke lingkungan sekitarnya. Dengan menambahkan sirip pada suatu benda maka suhu benda tersebut akan selalu tetap. Besarnya kalor yang dipindahkan oleh sirip ke lingkungan sekitarnya disebut laju aliran kalor. Dengan mengetahui besarnya kalor yang dipindahkan sirip tersebut maka fungsi dari sirip dapat dikatakan baik atau tidak. Besarnya laju aliran kalor pada sirip dapat diketahui setelah mengetahui hasil perhitungan distribusi suhu pada sirip menggunakan persamaan (2.12).

Persamaan laju aliran kalor pada sirip dapat dinyatakan dengan persamaan (2.12) :

∑ ………. (2.12)

pada persamaan (2.12) :

n = Jumlah titik yang diambil pada pengujian sirip

q = Laju perpindahan kalor konveksi pada titik i (W)

h = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2 oC)

Asi = Luas penampang sirip yang bersentuhan dengan fluida pada titik i (m2)

Ti = Suhu pada titik i (°C)

T∞ = suhu fluida (°C)

2.1.6 Efisiensi Sirip

Efisiensi sirip merupakan perbandingan antara kalor yang sesungguhnya dilepas sirip dengan kalor maksimum yang dapat dilepaskan oleh sirip, atau dapat dinyatakan dengan persamaan (2.13):


(40)

dari persamaan (2.13) dapat pula ditulis,

……… (2.14)

pada persamaan (2.13) :

ηfin = Efisiensi sirip

qactual = Jumlah kalor sesungguhnya yang dilepas sirip (W)

qmax = Jumlah kalor maksimum yang dapat dilepas oleh sirip (W)

h = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2 oC)

Asfin = Luas penampang total sirip (m2)

Ts = Suhu permukaan dasar sirip, °C

T∞ = Suhu fluida, °C

2.1.7 Efektivitas Sirip

Efektivitas sirip merupakan perbandingan kalor yang dilepaskan seluruh permukaan benda bersirip dengan permukaan benda tersebut jika tidak bersirip. Dinyatakan dengan persamaan (2.15).

, ,, ……… (2.15)

pada persamaan (2.15):

, ……….. (2.16)

, ………. (2.17)

, ……… (2.18)

pada persamaan (2.15), (2.16), (2.17) dan (2.18) :

Qtotal,fin = Jumlah kalor yang dilepas permukaan benda bersirip (W)

Qtotal,nofin = Jumlah kalor yang dilepas permukaan benda jika tidak bersirip (W) = Jumlah kalor yang dilepas permukaan selain sirip bendabersirip (W)


(41)

nfin = Jumlah sirip

w = Lebar benda bersirip (m)

P = Tinggi benda bersirip (m)

k = Koefisien perpindahan kalor konduksi (W/m°C)

h = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2°C)

Ts = Suhu permukaan dasar sirip (°C)

T∞ = Suhu fluida (°C)

2.1.8 Bilangan Biot

Bilangan Biot merupakan bilangan yang tak berdimensi. Bilangan Biot berkaitan dengan tahanan laju aliran kalor secara konduksi di dalam sirip dan tahanan laju aliran kalor secara konveksi di permukaan sirip. Bilangan Biot dapat dinyatakan dengan persamaan (2.19).

………. (2.19)

pada persamaan (2.19) :

Bi = Bilangan Biot

h = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2°C)

Δx = Panjang karakteristik (m)

k = Koefisien perpindahan kalor konduksi (W/m°C)

2.1.9 Bilangan Fourier

Bilangan Fourier juga merupakan bilangan tak berdimensi. Bilangan Fourier digunakan pada kasus keadaan tak tunak yang salah satunya digunakan sebagai syarat stabilitas. Besaran syarat stabilitas untuk bilangan Fourier di setiap kasus berbeda-beda. Semakin besar bilangan Fourier yang digunakan (tetapi tidak melebihi syarat stabilitas) maka selang waktu yang diperlukan semakin besar, tetapi waktu yang dibutuhkan untuk melakukan perhitungan konvergensi semakin cepat. Bilangan Fourier dapat dinyatakan dengan persamaan (2.20).


(42)

∆ ………. (2.20)

pada persamaan (2.20) :

Fo = Bilangan Fourier

α = Disfusitas thermal bahan (m2/s)

Δt = Selang waktu (s)

Δx = Panjangnya volume kontrol (m)

2.1.10 Disfusitas Thermal

Disfusitas thermal suatu bahan adalah perbandingan antara konduktivitas thermal suatu bahan terhadap massa jenis dan kalor jenis. Disfusitas thermal dapat dinyatakan dengan persamaan (2.21).

………. (2.21) pada persamaan (2.21) :

α = Disfusitas thermal bahan (m2/s)

k = Koefisien perpindahan kalor konduksi (W/m°C)

ρ = Massa jenis medium (kg/m3)

c = Kalor jenis medium (J/kg°C)

dari persamaan (2.20) dan (2.21) dapat dituliskan : ∆

∆ ……… (2.22)

2.2 Tinjauan Pustaka

Nuryanto (2002) meneliti tentang Laju Perpindahan Kalor Dan Efektivitas Pada Sirip Tiga Dimensi Keadaan Tak Tunak. Tujuan penelitian untuk menentukan besarnya laju perpindahan kalor yang dilepas sirip dan efektivitas sirip pada keadaan tak tunak dengan berbagai nilai koefisien perpindahan kalor konveksi dan


(43)

dalam 3 arah ( 3 dimensi ) : arah X, arah Y dan arah Z. Penyelesaian penelitian dilakukan dengan metode komputasi beda hingga dengan cara eksplisit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar nilai koefisien perpindahan kalor konveksi (h) maka semakin besar laju aliran kalor yang dilepas sirip dan semakin kecil nilai efektivitas siripnya.

Yohana (2004) meneliti tentang Laju Perpindahan Kalor Dan Efektivitas

Sirip Pada Kasus Tiga Dimensi Keadaan Tak Tunak. Tujuan penelitian untuk

mengetahui laju aliran kalor dan efektivitas sirip tiga dimensi pada keadaan tak tunak pada sirip berongga. Arah perpindahan kalor konduksi ditinjau dalam 3 arah, yakni arah sumbu X, sumbu Y dan sumbu Z. Penyelesaian dilakukan secara simulasi numerik dengan metode beda hingga cara eksplisit. Hasil penelitian : (a) Semakin besar nilai koefisien konveksi di luar sirip (h1) maka laju aliran kalor semakin besar sedangkan efektivitas menurun, (b) Semakin tinggi nilai koefisien konveksi di dalam rongga sirip (h2) maka laju aliran kalor dan efektivitas meningkat, (c) Semakin besar nilai h1 = h2 maka laju aliran kalor dan efektivitas menurun, (d) Sifat bahan sirip mempengaruhi laju aliran kalor dan efektivitas sirip. Saputro (2009) meneliti tentang Perbandingan Efisiensi Dan Efektivitas Sirip Tak Berlubang Dengan Berlubang Empat Pada Kasus Dua Dimensi Keadaan Tak Tunak. Tujuan penelitian untuk mengetahui perbandingan antara distribusi suhu, laju aliran kalor, efisiensi dan efektivitas antara sirip tak berlubang dan sirip berlubang empat pada keadaan tak tunak. Perpindahan kalor konduksi yang terjadi di dalam sirip berlangsung dalam 2 arah yaitu X, Y. Penyelesaian penelitian dilakukan secara komputasi numerik dengan mempergunakan metode beda hingga cara eksplisit. Hasil penelitian : (a) Suhu sirip berlubang empat dan sirip tak berlubang adalah sama (perbedaan tak begitu signifikan), (b) Laju aliran kalor sirip berlubang lebih rendah dibanding sirip tak berlubang, (c) Efisiensi sirip berlubang lebih rendah dibanding sirip tak berlubang, (d) Efektivitas sirip berlubang lebih rendah dibanding sirip tak berlubang.


(44)

BAB III

PERSAMAAN NUMERIK 3.1 Kesetimbangan Energi pada Volume Kontrol

Prinsip kesetimbangan energi pada volume kontrol digunakan untuk mendapatkan persamaan numerik dalam mencari distribusi suhu sirip pada keadaan tak tunak.

Gambar 3.1. Kesetimbangan Energi pada Volume Kontrol

Pada Gambar 3.1 kesetimbangan energi pada volume kontrol dapat dinyatakan dengan persamaan (3.1) :

∆ ∆ ∆

………. (3.1) Jika energi yang dibangkitkan di dalam volume kontrol diasumsikan tidak ada maka


(45)

∑ ………. (3.2) pada persamaan (3.1) dan (3.2) :

Ein = Energi yang masuk ke dalam volume kontrol (Joule)

Eout = Energi yang ke luar dari volume kontrol (Joule)

Eq = Energi yang dibangkitkan di dalam volume kontrol (Joule)

Est = Energi perubahan di dalam volume kontrol (Joule)

qi = Laju perpindahan kalor yang masuk melalui permukaan i (W)

ρ = Massa jenis medium (kg/m3)

c = Kalor jenis medium (J/kg°C)

V = Volume kontrol (m3)

= Gradien suhu selama t detik

3.2 Penurunan Persamaan Numerik pada Volume Kontrol

Penyelesaian dengan metode komputasi dilakukan dengan membagi sirip menjadi elemen-elemen kecil yang disebut dengan volume kontrol. Pada pengujian ini dinyatakan bahwa Δx = Δy = 5 mm, maka sirip dibagi menjadi 441 volume kontrol pada sirip utuh dan 320 volume kontrol pada sirip yang berlubang. Pembagian sirip menjadi banyak volume kontrol seperti tersaji dalam Gambar 3.2 dan Gambar 3.3.


(46)

(47)

Gambar 3.3. Pembagian Volume Kontrol pada Sirip Berlubang

Penurunan persamaan numerik berdasarkan pada prinsip kesetimbangan energi yang terjadi di setiap volume kontrol. Sebagai contoh pengujian pada penurunan persamaan numerik adalah sirip yang berlubang seperti yang tersaji pada Gambar 3.3. Pada pengujian ini, volume kontrol dengan nomor 1, 22, 43, 64, 85, 106, 116, 126, 136, 146, 156, 166, 176, 186, 196, 206, 216, 237, 258, 279 dan 300 merupakan volume kontrol yang berada pada dasar sirip. Sehingga volume kontrol yang berada pada dasar sirip tidak dilakukan penurunan persamaan numerik karena suhu pada volume kontrol tersebut sama dengan suhu pada dasar sirip. Maka penurunan persamaan numerik dilakukan pada volume kontrol yang berada di tengah sirip, di rusuk sirip, di sudut dalam sirip dan di sudut luar sirip.


(48)

3.2.1 Persamaan Numerik pada Volume Kontrol di Tengah Sirip

Volume kontrol di tengah sirip merupakan volume kontrol yang berada di dalam sirip dan tidak bersinggungan langsung dengan fluida pada arah X dan Y. Seperti yang tersaji pada Gambar 3.3, volume kontrol yang berada di tengah sirip antara lain pada nomor volume kontrol : 23 s/d 41, 44 s/d 62, 65 s/d 83, 86 s/d 88, 102 s/d 104, 107 s/d 109, 112 s/d 114, 117 s/d 119, 122 s/d 124, 127 s/d 129, 132 s/d 134, 137 s/d 139, 142 s/d 144, 147 s/d 149, 152 s/d 154, 157 s/d 159, 162 s/d 164, 167 s/d 169, 172 s/d 174, 177 s/d 179, 182 s/d 184, 187 s/d 189, 192 s/d 194, 197 s/d 199, 202 s/d 204, 207 s/d 209, 212 s/d 214, 217 s/d 219, 233 s/d 235, 238 s/d 256, 259 s/d 277 dan 280 s/d 298. Diambil contoh pada volume kontrol nomor 23, bahwa perpindahan kalor terjadi secara konduksi pada arah X dan Y yaitu q1 s/d q4. Sedangkan perpindahan kalor terjadi secara konveksi pada arah Z (dari arah atas dan bawah) yaitu q5 dan q6, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4. Volume Kontrol di Tengah Sirip

Dengan besarnya lebar volume kontrol adalah Δx, panjang volume kontrol adalah Δy dan tebal volume kontrol adalah t, maka besarnya volume kontrol di tengah sirip = Δx x Δy x t. Karena besarnya Δx = Δy maka dapat dituliskan menjadi :


(49)

Dari Gambar 3.4 maka persamaan numerik pada volume kontrol di tengah sirip adalah :

Kesetimbangan energi :

, ,

∆ maka,

∆ , , ………. (3.4)

secara konduksi, , ,

∆ ∆

, ,

∆ , , ………… (3.5)

, ,

∆ ∆

, ,

∆ , , ………… (3.6)

, ,

∆ ∆

, ,

∆ , , ………… (3.7)

, ,

∆ ∆

, ,

∆ , , ………… (3.8)

secara konveksi,

, ∆ ∆ , ∆ , …. (3.9)

, ∆ ∆ , ∆ , …. (3.10)

jadi,

, , , , , , , ,


(50)

dari persamaan (3.11) dikalikan maka menjadi :

, , , , , , , ,

, ∆ , , ,

……… (3.12)

dari persamaan (3.12) dikalikan Fo maka menjadi :

, , , , ∆

, , ………. (3.13)

dengan syarat stabilitas :

 ∆

 ∆

 ∆

 ∆

maka ………. (3.14)

3.2.2 Persamaan Numerik pada Volume Kontrol di Rusuk Sirip

Volume kontrol di rusuk sirip merupakan volume kontrol yang berada di tepi sirip dan bersinggungan dengan fluida dari arah luar ke dalam sirip serta dari arah Z (dari arah atas dan bawah). Seperti yang tersaji pada Gambar 3.3, volume kontrol yang berada di rusuk sirip antara lain pada nomor volume kontrol : 2 s/d 20, 42, 63, 84, 90 s/d 100, 105, 110, 111, 115, 120, 121, 125, 130, 131, 135, 140, 141, 145, 150, 151, 155, 160, 161, 165, 170, 171, 175, 180, 181, 185, 190, 191, 195, 200, 201, 205, 210, 211, 215, 221 s/d 231, 236, 257, 278, 299, dan 301 s/d 319. Diambil contoh pada volume kontrol nomor 2, bahwa perpindahan kalor terjadi secara


(51)

konduksi dari arah X yaitu q1 dan q2 serta dari dalam sirip ke luar (lingkungan sekitar) arah Y yaitu q3. Sedangkan perpindahan kalor terjadi secara konveksi dari luar (lingkungan sekitar) ke dalam sirip arah Y yaitu q4 serta arah Z (dari arah atas dan bawah) yaitu q5 dan q6, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5. Volume Kontrol di Rusuk Sirip

Besarnya volume kontrol di rusuk sirip = Δx x ½Δy x t. Karena besarnya Δx = Δy maka dapat dituliskan menjadi :

∆ ……….. (3.15)

Dari Gambar 3.5 maka persamaan numerik pada volume kontrol di rusuk sirip adalah :

Kesetimbangan energi :

, ,

∆ maka,


(52)

secara konduksi, , ,

∆ ∆

, ,

∆ , , ……. (3.17)

, ,

∆ ∆

, ,

∆ , , ……. (3.18)

, ,

∆ ∆

, ,

∆ , , ………. (3.19)

secara konveksi,

, ∆ , ……… (3.20)

, ∆ ∆ , ∆ ,

………. (3.21)

, ∆ ∆ , ∆ ,

………. (3.22) jadi,

, , , , , , ∆

, ∆ , ∆ , ∆ , ,

……… (3.23) dari persamaan (3.23) dikalikan maka menjadi :

, , , , , , ,

, ∆ , , , ……… (3.24)

dari persamaan (3.24) dikalikan Fo maka menjadi :

, , , ∆


(53)

dengan syarat stabilitas :

 ∆

 ∆

 ∆

 ∆

maka ∆ ……… (3.26)

3.2.3 Persamaan Numerik pada Volume Kontrol di Sudut Dalam Sirip Volume kontrol di sudut dalam sirip merupakan volume kontrol yang berada di sudut bagian dalam sirip yang terletak pada sudut lubang sirip. Seperti yang tersaji pada Gambar 3.3, volume kontrol yang berada di sudut dalam sirip antara lain pada nomor volume kontrol : 89, 101, 220 dan 232. Diambil contoh pada volume kontrol nomor 89, bahwa perpindahan kalor terjadi secara konduksi dari sebagian arah X dan Y yaitu q1 s/d q4. Sedangkan perpindahan kalor terjadi secara konveksi dari sebagian luar (lingkungan sekitar) ke dalam sirip arah X atau Y yaitu q5 dan q6, dan arah Z (dari arah atas dan bawah) yaitu q7 dan q8, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.6.


(54)

Besarnya volume kontrol di sudut dalam sirip = ¾ x (Δx x Δy) x t. Karena besarnya Δx = Δy maka dapat dituliskan menjadi :

∆ ………. (3.27)

Dari Gambar 3.6 maka persamaan numerik pada volume kontrol di sudut dalam sirip adalah :

Kesetimbangan energi :

, ,

∆ maka,

∆ , , …… (3.28)

secara konduksi, , ,

∆ ∆

, ,

∆ , , ………… (3.29)

, ,

∆ ∆

, ,

∆ , , ……. (3.30)

, ,

∆ ∆

, ,

∆ , , ……. (3.31)

, ,

∆ ∆

, ,

∆ , , ……….. (3.32)

secara konveksi,

, ∆ , ……… (3.33)


(55)

, ∆ ∆ , ∆ ,

……….………. (3.35)

, ∆ ∆ , ∆ ,

……….………. (3.36) jadi,

, , , , , , , ,

,,,

∆ , ∆ , , ………. (3.37)

dari persamaan (3.37) dikalikan maka menjadi :

, , , , , , , ,

, , ∆ , ∆ ,

, , ………. (3.38)

dari persamaan (3.38) dikalikan maka menjadi :

, , , , ∆

, , ………. (3.39)

dengan syarat stabilitas :

 ∆

 ∆

 ∆


(56)

maka ∆ ……… (3.40) 3.2.4 Persamaan Numerik pada Volume Kontrol di Sudut Luar Sirip

Volume kontrol di sudut luar sirip merupakan volume kontrol yang berada di sudut bagian luar sirip. Seperti yang tersaji pada Gambar 3.3, volume kontrol yang berada di sudut dalam sirip antara lain padanomor volume kontrol : 21 dan 320. Diambil contoh pada volume kontrol nomor 21, bahwa perpindahan kalor terjadi secara konduksi dari sebagian arah X dan Y yaitu q1 dan q2. Sedangkan perpindahan kalor terjadi secara konveksi dari sebagian luar (lingkungan sekitar) ke dalam sirip arah X atau Y dan arah Z (dari arah atas dan bawah) yaitu q3 s/d q6, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.7.

Gambar 3.7. Volume Kontrol di Sudut Luar Sirip

Besarnya volume kontrol di sudut luar sirip = ½Δx x ½Δy x t. Karena besarnya Δx = Δy maka dapat dituliskan menjadi :


(57)

Dari Gambar 3.7 maka persamaan numerik pada volume kontrol di sudut luar sirip adalah :

Kesetimbangan energi :

, ,

∆ maka,

∆ , , ………. (3.42)

secara konduksi, , ,

∆ ∆

, ,

∆ , , ……. (3.43)

, ,

∆ ∆

, ,

∆ , , ……. (3.44)

secara konveksi,

, ∆ , ……… (3.45)

, ∆ , ……… (3.46)

, ∆ ∆ , ∆ ,

………. (3.47)

, ∆ ∆ , ∆ ,


(58)

jadi,

, , , , ∆ ,

∆ , ∆ , ∆ ,

∆ , , ………. (3.49)

dari persamaan (3.49) dikalikan maka menjadi :

, , , , , ,

, ∆ , , ,

……… (3.50)

dari persamaan (3.50) dikalikan maka menjadi :

, , ∆

, , ………. (3.51)

dengan syarat stabilitas :

 ∆

 ∆

 ∆

 ∆


(59)

BAB IV

METODE PENELITIAN 4.1. Benda Uji

Benda uji berupa sirip dengan bahan logam. Geometri benda uji sirip seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Geometri Sirip Untuk Pengujian, (a) Sirip Utuh, (b) Sirip Berlubang


(60)

Kondisi sirip dan kondisi lingkungan di sekitar sirip :

Kondisi suhu awal sirip ( Ti ) = 100°C

Kondisi suhu dasar sirip ( Tb ) = 100°C

Kondisi suhu fluida ( Tf ) = 30°C

4.2. Variasi Penelitian

Variasi penelitian yang dilakukan yaitu :

a. Variasi bentuk sirip

1. Sirip utuh 2. Sirip berlubang

b. Variasi bahan sirip

1. Aluminium

2. Tembaga

3. Besi

4.3. Peralatan Pendukung

Peralatan yang digunakan dalam pengujian ini menggunakan : a. Perangkat Keras ( Hardware )

1. Laptop Lenovo G560 dengan spesifikasi Intel® Core™ i3 CPU M370 @2.40 GHz 2.40 GHz, 2.00 GB.

2. Printer EPSON L100 series.

b. Perangkat Lunak ( Software ) 1. Windows 8.1 Enterprise. 2. Microsoft Office Word 2013. 3. Microsoft Office Excel 2013. 4. Autocad 2014.


(61)

4.4. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode komputasi dengan mempergunakan metode beda hingga cara eksplisit. Langkah-langkah yang dilakukan untuk mendapatkan metode beda hingga cara eksplisit adalah sebagai berikut :

a. Benda uji sirip dibagi menjadi elemen-elemen kecil seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.2. Suhu pada elemen-elemen kecil tersebut mewakili suhu volume kontrol elemen kecil tersebut.


(62)

(b)

Gambar 4.2. Pembagian Volume Kontrol pada Sirip (a) Sirip Utuh, (b) Sirip Berlubang

b. Menuliskan persamaan numerik pada setiap volume kontrol dengan metode

beda hingga eksplisit berdasarkan prinsip kesetimbangan energi pada sirip.

c. Membuat program komputasi untuk mendapatkan distribusi suhu, laju aliran

kalor, efisiensi dan efektifitas dari waktu ke waktu pada benda uji sirip.

d. Memasukkan data yang diperlukan untuk dapat mengetahui hasil dari


(63)

Pengujian pada benda uji sirip dilakukan dengan variasi bahan yang telah ditentukan untuk dapat mengetahui perbedaan distribusi suhu, laju aliran kalor, efisiensi dan efektivitas dari variasi bahan tersebut. Dan juga untuk mengetahui bahan yang paling baik untuk digunakan sebagai bahan sirip pada variasi pengujian benda uji sirip ini.

4.5. Cara Pengambilan Data

Pengambilan data yang dilakukan dengan membuat program terlebih dahulu

pada Microsoft Excel sesuai dengan metode yang digunakan. Kemudian

memasukkan data ke dalam program yang telah dibuat. Hasil perhitungan dari program yang telah dibuat berupa distribusi suhu, laju aliran kalor, efisiensi dan efektivitas. Semua data-data hasil perhitungan yang diperlukan dari program tersebut kemudian dicatat untuk dapat diolah.

4.6. Cara Pengolahan Data

Hasil perhitungan dari program yang telah dilakukan kemudian diolah untuk dapat ditampilkan dalam grafik. Grafik yang ditampilkan adalah grafik hubungan antara :

1. Distribusi suhu pada setiap volume kontrol

2. Laju aliran kalor dengan waktu

3. Efisiensi dengan waktu

4. Efektivitas dengan waktu

Dari grafik yang didapat, pembahasan dapat dilakukan terhadap hasil perhitungan serta untuk dapat melakukan kesimpulan dari hasil pengujian ini.


(64)

BAB V

HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Perhitungan

Hasil perhitungan dari penelitian ini disajikan dalam bentuk grafik untuk lebih mudah dalam membandingkan sirip utuh dan sirip berlubang dengan variasi bahan. Analisa yang dilakukan pada penelitian ini antara lain adalah

1. Perbandingan laju aliran kalor total dari waktu ke waktu 2. Perbandingan efisiensi kalor dari waktu ke waktu 3. Perbandingan efektivitas kalor dari waktu ke waktu 5.1.1. Sirip Utuh

5.1.1.1. Distribusi Suhu pada Sirip Utuh dari Waktu ke Waktu

Perhitungan distribusi suhu pada sirip utuh dilakukan untuk mengetahui distribusi suhu pada sirip utuh yang terjadi di setiap volume kontrol dari waktu ke waktu. Perhitungan distribusi suhu pada sirip utuh dilakukan pada setiap bahan dengan mengambil sampling pada nomor volume kontrol 22 sampai 42 yang terletak dalam satu garis lurus seperti yang terlihat pada Gambar 4.2a, dengan harga h = 12 W/m2°C pada detik ke 0 hingga 600 detik.

5.1.1.1.1. Distribusi Suhu pada Sirip Aluminium Utuh dari Waktu ke Waktu Perhitungan distribusi untuk bahan aluminium dengan k = 202 W/m°C seperti yang terlihat pada Gambar 5.1. Dari grafik yang ditunjukkan pada Gambar 5.1 terlihat bahwa distribusi suhu pada detik ke 300 dan 600 adalah sama. Jadi bisa dikatakan bahwa perubahan suhu yang terjadi mulai stabil setelah detik ke 300.


(65)

Gambar 5.1. Grafik Distribusi Suhu Sirip Aluminium Utuh pada Volume Kontrol Nomor 22 – 42 dari Waktu ke Waktu

5.1.1.1.2. Distribusi Suhu pada Sirip Tembaga Utuh dari Waktu ke Waktu Perhitungan distribusi untuk bahan tembaga dengan k = 385 W/m°C seperti yang terlihat pada Gambar 5.2. Dari grafik yang ditunjukkan pada Gambar 5.2 terlihat bahwa distribusi suhu pada detik ke 300 dan 600 adalah sama. Jadi bisa dikatakan bahwa perubahan suhu yang terjadi mulai stabil setelah detik ke 300.

Gambar 5.2. Grafik Distribusi Suhu Sirip Tembaga Utuh pada Volume Kontrol Nomor 22 – 42 dari Waktu ke Waktu

90 92 94 96 98 100 102

22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42

Su hu (°C) Volume Kontrol 0 detik 15 detik 30 detik 60 detik 120 detik 300 detik 600 detik 94 95 96 97 98 99 100 101

22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42

Su hu (°C) Volume Kontrol 0 detik 15 detik 30 detik 60 detik 120 detik 300 detik 600 detik


(66)

5.1.1.1.3. Distribusi Suhu pada Sirip Besi Utuh dari Waktu ke Waktu

Perhitungan distribusi untuk bahan besi dengan k = 73 W/m°C seperti yang terlihat pada Gambar 5.3. Dari grafik yang ditunjukkan pada Gambar 5.3 terlihat bahwa distribusi yang terjadi belum stabil hingga detik ke 600.

Gambar 5.3. Grafik Distribusi Suhu Sirip Besi Utuh pada Volume Kontrol Nomor 22 – 42 dari Waktu ke Waktu

5.1.1.2. Laju Aliran Kalor Total pada Sirip Utuh

Perhitungan laju aliran kalor pada sirip utuh dilakukan menggunakan persamaan (2.12). Untuk memperoleh hasil laju aliran kalor (q) harus mengetahui terlebih dahulu luas penampang sirip yang bersentuhan dengan fluida pada setiap volume kontrol, antara lain :

 Luas penampang pada volume kontrol di sudut dasar sirip utuh,

sebagai contoh perhitungan yang dilakukan pada volume kontrol nomor 1 seperti yang terlihat pada Gambar 5.4.

80 82 84 86 88 90 92 94 96 98 100 102

22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42

Su hu (°C) Volume Kontrol 0 detik 15 detik 30 detik 60 detik 120 detik 300 detik 600 detik


(67)

Gambar 5.4. Gambar Luas Penampang Volume Kontrol Nomor 1 Sirip Utuh

 Luas penampang pada volume kontrol di rusuk dasar sirip utuh,

sebagai contoh perhitungan yang dilakukan pada volume kontrol nomor 22 seperti yang terlihat pada Gambar 5.5.


(68)

 Luas penampang pada volume kontrol di rusuk sirip utuh,

sebagai contoh perhitungan yang dilakukan pada volume kontrol nomor 2 seperti yang terlihat pada Gambar 5.6.

Gambar 5.6. Gambar Luas Penampang Volume Kontrol Nomor 2 Sirip Utuh

 Luas penampang pada volume kontrol di tengah sirip utuh,

sebagai contoh perhitungan yang dilakukan pada volume kontrol nomor 23 seperti yang terlihat pada Gambar 5.7.


(69)

Gambar 5.7. Gambar Luas Penampang Volume Kontrol Nomor 23 Sirip Utuh

 Luas penampang pada volume kontrol di sudut luar sirip utuh,

sebagai contoh perhitungan yang dilakukan pada volume kontrol nomor 21 seperti yang terlihat pada Gambar 5.8.


(70)

, ,

5.1.1.2.1. Laju Aliran Kalor Total pada Sirip Aluminium Utuh

Perhitungan laju aliran kalor total pada sirip aluminium utuh digambarkan dengan grafik seperti yang terlihat pada Gambar 5.9. Dari grafik yang ditunjukkan pada Gambar 5.9 terlihat bahwa laju aliran kalor yang terjadi mulai stabil setelah detik ke 200.

Gambar 5.9. Grafik Laju Aliran Kalor Total Sirip Aluminium Utuh 5.1.1.2.2. Laju Aliran Kalor Total pada Sirip Tembaga Utuh

Perhitungan laju aliran kalor total pada sirip tembaga utuh digambarkan dengan grafik seperti yang terlihat pada Gambar 5.10. Dari grafik yang ditunjukkan pada Gambar 5.10 terlihat bahwa laju aliran kalor yang terjadi mulai stabil setelah detik ke 200.

16,0 16,5 17,0 17,5 18,0 18,5

0 100 200 300 400 500 600

Laj

u

A

liran

K

al

or

(w

at

t)


(71)

Gambar 5.10. Grafik Laju Aliran Kalor Total Sirip Tembaga Utuh 5.1.1.2.3. Laju Aliran Kalor Total pada Sirip Besi Utuh

Perhitungan laju aliran kalor total pada sirip besi utuh digambarkan dengan grafik seperti yang terlihat pada Gambar 5.11. Dari grafik yang ditunjukkan pada Gambar 5.11 terlihat bahwa laju aliran kalor yang terjadi belum stabil hingga detik ke 600.

Gambar 5.11. Grafik Laju Aliran Kalor Total Sirip Besi Utuh 17,0 17,2 17,4 17,6 17,8 18,0 18,2

0 100 200 300 400 500 600

Laj u A liran K al or (w at t) waktu (detik) 14,0 14,5 15,0 15,5 16,0 16,5 17,0 17,5 18,0 18,5

0 100 200 300 400 500 600

Laj u A liran K al or (w at t) waktu (detik)


(72)

5.1.1.3. Efisiensi Kalor Sirip Utuh

Efisiensi kalor merupakan perbandingan antara kalor yang sesungguhnya dilepas sirip dengan kalor maksimum yang dapat dilepaskan oleh sirip. Perhitungan efisiensi kalor pada sirip utuh dilakukan menggunakan persamaan (2.13). Untuk memperoleh hasil efisiensi kalor harus diketahui terlebih dahulu besarnya kalor maksimum yang dapat dilepaskan oleh sirip utuh dengan menggunakan persamaan (2.14) :

,

W/m°C ,

,

Dari hasil perhitungan kalor maksimum yang dapat dilepaskan sirip di atas, kemudian hasil tersebut dimasukkan ke dalam perhitungan efisiensi kalor di setiap volume kontrol.

5.1.1.3.1. Efisiensi Kalor Sirip Aluminium Utuh

Perhitungan efisiensi kalor pada sirip aluminium utuh digambarkan dengan grafik seperti yang terlihat pada Gambar 5.12. Dari grafik yang ditunjukkan pada Gambar 5.12 terlihat bahwa efisiensi kalor yang terjadi pada detik ke 300 hingga seterusnya adalah sama / stabil.


(73)

Gambar 5.12. Grafik Efisiensi Kalor Sirip Aluminium Utuh 5.1.1.3.2. Efisiensi Kalor Sirip Tembaga Utuh

Perhitungan efisiensi kalor pada sirip tembaga utuh digambarkan dengan grafik seperti yang terlihat pada Gambar 5.13. Dari grafik yang ditunjukkan pada Gambar 5.13 terlihat bahwa efisiensi kalor yang terjadi pada detik ke 300 hingga seterusnya adalah sama / stabil.

Gambar 5.13. Grafik Efisiensi Kalor Sirip Tembaga Utuh 90%

92% 94% 96% 98% 100% 102%

0 100 200 300 400 500 600

Ef

isi

en

si

waktu (detik)

95% 96% 97% 98% 99% 100% 101%

0 100 200 300 400 500 600

Ef

isi

en

si


(74)

5.1.1.3.3. Efisiensi Kalor Sirip Besi Utuh

Perhitungan efisiensi kalor pada sirip besi utuh digambarkan dengan grafik seperti yang terlihat pada Gambar 5.14. Dari grafik yang ditunjukkan pada Gambar 5.14 terlihat bahwa efisiensi kalor yang terjadi hingga detik ke 600 masih berbeda / belum stabil.

Gambar 5.14. Grafik Efisiensi Kalor Sirip Besi Utuh 5.1.1.4. Efektivitas Kalor Sirip Utuh

Efektivitas sirip merupakan perbandingan kalor yang dilepaskan seluruh permukaan benda bersirip dengan permukaan benda tersebut jika tidak bersirip. Perhitungan efektivitas kalor pada sirip utuh dilakukan menggunakan persamaan (2.15). Untuk memperoleh hasil efektivitas kalor harus diketahui terlebih dahulu besarnya kalor yang dilepaskan jika tanpa sirip dengan menggunakan persamaan (2.18). Dengan luasan benda tanpa sirip yaitu panjang sirip (y) dikalikan tebal sirip (t) maka :

, ,

, W/m°C , ,

, 80%

85% 90% 95% 100% 105%

0 100 200 300 400 500 600

Ef

isi

en

si


(75)

Dari hasil perhitungan kalor yang dilepaskan jika tanpa sirip di atas, kemudian hasil tersebut dimasukkan ke dalam perhitungan efektivitas kalor di setiap volume kontrol.

5.1.1.4.1. Efektivitas Kalor Sirip Aluminium Utuh

Perhitungan efektivitas kalor pada sirip aluminium utuh digambarkan dengan grafik seperti yang terlihat pada Gambar 5.15. Dari grafik yang ditunjukkan pada Gambar 5.15 terlihat bahwa efektivitas yang terjadi dari detik ke 200 hingga seterusnya adalah sama / stabil.

Gambar 5.15. Grafik Efektivitas Sirip Aluminium Utuh 5.1.1.4.2. Efektivitas Kalor Sirip Tembaga Utuh

Perhitungan efektivitas kalor pada sirip tembaga utuh digambarkan dengan grafik seperti yang terlihat pada Gambar 5.16. Dari grafik yang ditunjukkan pada Gambar 5.16 terlihat bahwa efektivitas yang terjadi dari detik ke 200 hingga seterusnya adalah sama / stabil.

39,0 39,5 40,0 40,5 41,0 41,5 42,0 42,5 43,0 43,5

0 100 200 300 400 500 600

Ef

ek

tiv

ita

s


(76)

Gambar 5.16. Grafik Efektivitas Sirip Tembaga Utuh 5.1.1.4.3. Efektivitas Kalor Sirip Besi Utuh

Perhitungan efektivitas kalor pada sirip besi utuh digambarkan dengan grafik seperti yang terlihat pada Gambar 5.17. Dari grafik yang ditunjukkan pada Gambar 5.17 terlihat bahwa efektivitas kalor yang terjadi hingga detik ke 600 masih berbeda / belum stabil.

Gambar 5.17. Grafik Efektivitas Sirip Besi Utuh 40,50

41,00 41,50 42,00 42,50 43,00 43,50

0 100 200 300 400 500 600

Ef

ek

tiv

ita

s

waktu (detik)

34 36 38 40 42 44

0 100 200 300 400 500 600

Ef

ek

tiv

ita

s


(77)

5.1.2. Sirip Berlubang

5.1.2.1. Distribusi Suhu pada Sirip Berlubang dari Waktu ke Waktu

Perhitungan distribusi suhu pada sirip berlubang dilakukan untuk mengetahui distribusi suhu pada sirip berlubang yang terjadi di setiap volume kontrol dari waktu ke waktu. Perhitungan distribusi suhu pada sirip berlubang dilakukan pada setiap bahan dengan mengambil sampling pada nomor volume kontrol 85 sampai 105 yang terletak dalam satu garis lurus seperti yang terlihat pada Gambar 4.2b, dengan harga h = 12 W/m2°C pada detik ke 0 hingga 600 detik.

5.1.2.1.1. Distribusi Suhu pada Sirip Aluminium Berlubang dari Waktu ke Waktu

Perhitungan distribusi suhu untuk bahan aluminium dengan k = 202 W/m°C seperti yang terlihat pada Gambar 5.18. Dari grafik pada Gambar 5.18 menunjukkan bahwa suhu yang terjadi pada detik ke 300 hingga detik ke 600 adalah hampir sama, jadi grafik pada keduanya terlihat menyatu.

Gambar 5.18. Grafik Distribusi Suhu Sirip Aluminium Berlubang untuk Volume Kontrol Nomor 85 – 105 dari Waktu ke Waktu

5.1.2.1.2. Distribusi Suhu pada Sirip Tembaga Berlubang dari Waktu ke Waktu 86 88 90 92 94 96 98 100 102

85 87 89 91 93 95 97 99 101 103 105

Su hu (°C) Volume Kontrol 0 detik 15 detik 30 detik 60 detik 120 detik 300 detik 600 detik


(78)

Perhitungan distribusi suhu untuk bahan tembaga dengan k = 385 W/m°C seperti yang terlihat pada Gambar 5.19. Dari grafik pada Gambar 5.19 menunjukkan bahwa suhu yang terjadi pada detik ke 300 hingga detik ke 600 adalah hamper sama, jadi grafik pada keduanya terlihat menyatu.

Gambar 5.19. Grafik Distribusi Suhu Sirip Tembaga Berlubang untuk Volume Kontrol Nomor 85 – 105 dari Waktu ke Waktu

5.1.2.1.3. Distribusi Suhu pada Sirip Besi Berlubang dari Waktu ke Waktu Perhitungan distribusi suhu untuk bahan besi dengan k = 73 W/m°C seperti yang terlihat pada Gambar 5.20. Dari grafik yang ditunjukkan pada Gambar 5.20 bahwa suhu yang terjadi belum stabil hingga detik ke 600.

90 92 94 96 98 100 102

85 87 89 91 93 95 97 99 101 103 105

Su hu (°C) Volume Kontrol 0 detik 15 detik 30 detik 60 detik 120 detik 300 detik 600 detik 70 75 80 85 90 95 100 105

85 87 89 91 93 95 97 99 101 103 105

Su hu (°C) Volume Kontrol 0 detik 15 detik 30 detik 60 detik 120 detik 300 detik 600 detik


(79)

Gambar 5.20. Grafik Distribusi Suhu Sirip Besi Berlubang untuk Volume Kontrol Nomor 85 – 105 dari Waktu ke Waktu

5.1.2.2. Laju Aliran Kalor Total Sirip Berlubang

Perhitungan laju aliran kalor pada sirip berlubang juga dilakukan menggunakan persamaan (2.12). Untuk memperoleh hasil laju aliran kalor (q) harus mengetahui terlebih dahulu luas penampang sirip yang bersentuhan dengan fluida pada setiap volume kontrol, antara lain :

 Luas penampang pada volume kontrol di sudut dasar sirip berlubang,

sebagai contoh perhitungan yang dilakukan pada volume kontrol nomor 1 seperti yang terlihat pada Gambar 5.21.

Gambar 5.21. Gambar Luas Penampang Volume Kontrol Nomor 1 Sirip Berlubang


(80)

sebagai contoh perhitungan yang dilakukan pada volume kontrol nomor 22 seperti yang terlihat pada Gambar 5.22.

Gambar 5.22. Gambar Luas Penampang Volume Kontrol Nomor 22 Sirip Berlubang

 Luas penampang pada volume kontrol di rusuk sirip berlubang,

sebagai contoh perhitungan yang dilakukan pada volume kontrol nomor 2 seperti yang terlihat pada Gambar 5.23.


(1)

Gambar 5.43. Grafik Perbandingan Efektivitas Kalor Sirip Tembaga

Dari Tabel 5.8 diperlihatkan bahwa selisih besarnya efektivitas kalor antara sirip tembaga utuh dengan sirip tembaga berlubang sekitar 29%. Dan sirip tembaga utuh lebih efektif dibanding sirip tembaga berlubang.

5.2.3.3. Perbandingan Efektivitas Kalor Sirip Besi

Perbandingan efektivitas kalor untuk sirip besi dapat dilihat pada Tabel 5.9 dan digambarkan dengan grafik seperti yang terlihat pada Gambar 5.44.

Tabel 5.9. Perbandingan Efektivitas Kalor Sirip Besi

No. Waktu (detik) Utuh Berlubang ∆ %

1 0 43,000 31,000 0,279 27,9% 2 15 42,100 30,309 0,280 28,0% 28 31 34 37 40 43 46

0 100 200 300 400 500 600

Efe ktivitas (ε) Waktu (detik) Sirip Utuh Sirip Berlubang


(2)

5 120 38,264 27,373 0,285 28,5% 6 300 35,845 25,122 0,299 29,9% 7 600 35,053 24,087 0,313 31,3%

Keterangan : ∆

Gambar 5.44. Grafik Perbandingan Efektivitas Kalor Sirip Besi

Dari Tabel 5.9 diperlihatkan bahwa selisih besarnya efektivitas kalor antara sirip besi utuh dengan sirip besi berlubang sekitar 29%. Dan sirip besi utuh lebih efektif dibanding sirip besi berlubang.

Dari grafik perbandingan efektivitas kalor untuk semua bahan dengan waktu yang sama seperti yang disajikan di atas, dapat dikatakan bahwa besarnya efektivitas kalor sirip utuh lebih tinggi dibandingkan efektivitas kalor sirip berlubang yang nilainya berkisar di antara 29%. Hal ini dikarenakan hasil besaran laju aliran kalor total yang terjadi dibanding dengan jumlah kalor yang dilepas tanpa sirip untuk sirip utuh lebih tinggi daripada sirip berlubang.

20 25 30 35 40 45

0 100 200 300 400 500 600

Efe ktivitas (ε) Waktu (detik) Sirip Utuh Sirip Berlubang


(3)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Dari hasil perhitungan dan analisa pembahasan yang telah dilakukan pada sirip utuh dan sirip berlubang untuk bahan aluminium, tembaga dan besi dapat disimpulkan bahwa :

1. Besarnya laju aliran kalor total sirip utuh lebih tinggi dibandingkan laju aliran kalor total sirip berlubang dengan perbedaan sekitar 29%.

2. Besarnya efisiensi kalor sirip utuh lebih tinggi dibandingkan efisiensi kalor sirip berlubang dengan perbedaan sekitar 1,5%.

3. Besarnya efektivitas kalor sirip utuh lebih tinggi dibandingkan efektivitas kalor sirip berlubang dengan perbedaan sekitar 29%.

6.2. Saran

Berikut saran yang perlu dikemukakan untuk penelitian lebih lanjut tentang sirip adalah :

1. Hasil perhitungan akan lebih akurat jika besarnya volume kontrol (dx/dy) lebih kecil. Akan tetapi, jika besarnya volume kontrol (dx/dy) lebih kecil maka besarnya selisih waktu (dt) akan lebih kecil juga dan waktu perhitungan yang dibutuhkan akan menjadi lebih lama.

2. Penelitian dapat dikembangkan lebih lanjut dengan melakukan perubahan bentuk sirip atau dengan merubah bentuk lubang sirip.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Cengel, Y.A., 2002, Heat Transfer a Practical Approach, New York : Mc Graw-Hill.

Holman, J.P., 1996, Perpindahan Kalor, Jakarta : Erlangga.

Nuryanto, Y.D., 2002, Laju Perpindahan Kalor Dan Efektivitas Pada Sirip Tiga Dimensi Keadaan Tak Tunak, Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma. Saputro, B., 2009, Perbandingan Efisiensi Dan Efektivitas Sirip Tak Berlubang

Dengan Berlubang Empat Pada Kasus Dua Dimensi Keadaan Tak Tunak, Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma.

Yohana, S., 2004, Laju Perpindahan Kalor Dan Efektivitas Sirip Pada Kasus Tiga Dimensi Keadaan Tak Tunak, Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma.


(5)

LAMPIRAN


(6)