PENERAPAN METODE TWO STAY TWO STRAY (TSTS) TERHADAP KEAKTIFAN BELAJAR SISWA KELAS VIII PADA MATA PELAJARAN FIQIH DI MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI 2 SURABAYA.

(1)

S K R I P S I

Oleh: RISTA ARYANTI

NIM. D71212144

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Belajar pada hakekatnya adalah keterlibatan aktif siswa dalam memahami konsep-konsep, memecahkan masalah dan menemukan segala sesuatu untuk dirinya. Model yang digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran harus mampu menumbuhkan keaktifan belajar bagi siswa.

Sebagai upaya pengembangan dalam proses belajar mengajar yang lebih efektif dan variatif, maka dalam proses pembelajaran perlu adanya model pembelajaran. Salah satu model yang dapat menumbuhkan keterlibatan aktif siswa dalam proses pembelajaran adalah metode TSTS(Two Stay Two Stray).

Untuk mengetahui adanya penerapan metodeTwo Stay Two Stray (TSTS) terhadap keaktifan belajar siswa, maka dilakukan penelitian di Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Surabaya.

Penelitian dilakukan pada siswa kelas VIII G Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Surabaya dengan jumlah sampel 36 siswa. Bentuk penelitiannya adalah Kuantitatif, sedangkan metode pengumpulan data melalui wawancara, observasi, angket, tes dan dokumentasi. Analisa data yang digunakan adalah product moment.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh penerapan metode Two Stay Two Stray (TSTS) terhadap keaktifan belajar siswa kelas VIII pada mata pelajaran Fiqih di Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Surabaya.

Hasil penelitian menunjukkan adanya signifikasi pengaruh penerapan metode Two Stay Two Stray (TSTS) terhadap keaktifan belajar siswa kelas VIII pada mata pelajaran Fiqih di Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Surabaya dengan nilai interpretasi cukup.


(7)

PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI... iii

HALAMAN MOTTO... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN... v

PERNYATAAN KEASLIAN ... vi

RIWAYAT HIDUP PENULIS ... vii

ABSTRAK... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Kegunaan Penelitian ... 9

E. Hipotesa ... 10

F. Variabel Penelitian... 10

G. Keterbatasan Penelitian... 11

H. Definisi Operasional ... 12


(8)

2. Kesesuaian Materi PAI dengan MetodeTwo Stay Two Stray(TSTS). 17

3. Kelebihan dan Kekurangan MetodeTwo Stay Two Stray(TSTS)... 18

4. Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Metode Two Stay Two Stray (TSTS) 19 5. Langkah-langkah MetodeTwo Stay Two Stray(TSTS)... 24

B. Tinjauan tentang Keaktifan Belajar ... 27

1. Pengertian Keaktifan Belajar ... 27

2. Bentuk-Bentuk Keaktifan Belajar ... 30

3. Prinsip-Prinsip Keaktifan Belajar... 37

4. Faktor yang Mempengaruhi Keaktifan Belajar ... 40

5. Upaya-Upaya Meningkatkan Keaktifan... 47

C. Pengaruh Penerapan Metode Two Stay Two Stray (TSTS) Terhadap Keaktifan Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Fiqih... 54

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 55

B. Rancangan Penelitian ... 56

C. Identifikasi Variabel... 58

D. Populasi Penelitian... 58

E. Sumber data... 60


(9)

A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 67

1. Sejarah berdirinya MTsN 2 Surabaya ... 67

2. Kondisi geografis MTsN 2 Surabaya ... 69

3. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Pendidikan ... 69

4. Profil Sekolah ... 71

5. Keadaan Guru, Karyawan, dan Peserta Didik ... 72

6. Keadaan Sarana dan Prasarana Sekolah... 76

B. Penyajian Data ... 78

1. Penerapan MetodeTwo Stay Two Stray(TSTS) Pada Mata Pelajaran Fiqih di Kelas VIII G MTsN 2 Surabaya ... 78

2. Keterampilan Berbicara Siswa Kelas VIII G Pada Mata Pelajaran Fiqih di MTsN 2 Surabaya ... 81

3. Pengaruh Metode Two Stay Two Stray (TSTS) terhadap Keterampilan Berbicara Siswa Kelas VIII G di MTsN 2 Surabaya ... 84

C. Analisis Data ... 88

1. Penerapan Metode Two Stay Two Stray (TSTS) Pada Mata Pelajaran Fiqih di Kelas VIII G MTsN 2 Surabaya…………... 88

2. Keterampilan Berbicara Siswa Kelas VIII G Pada Mata Pelajaran Fiqih di MTsN 2 Surabaya ... 89


(10)

A. Kesimpulan ... 93

B. Saran... 94

DAFTAR PUSTAKA... 96


(11)

TABEL 3Daftar Nama Guru MTsN 2 Surabaya ... 73

TABEL 4Jumlah Peserta Didik MTsN 2 Surabaya... 76

TABEL 5Daftar Sarana dan Prasarana MTsN 2 Surabaya ... 76

TABEL 6Hasil Angket Tentang Metode TSTS ... 79

TABEL 7Hasil Prosentase Angket Tentang Metode TSTS ... 80

TABEL 8Hasil Angket Tentang Keterampilan Berbicara ... 82

TABEL 9Hasil Prosenyase Angket Tentang Keterampilan Berbicara... 83

TABEL 10Data Nilai Tes Lisan Sebelum Menggunakan Metode TSTS ... 85

TABEL 11Data Nilai Tes Lisan Setelah Menggunakan Metode TSTS... 86


(12)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Setiap guru pasti menginginkan keberhasilan dalam proses pembelajarannya, hal ini dapat diukur melalui evaluasi yang dilakukannya. Keberhasilan atau kegagalan guru dalam menjalankan pembelajaran banyak ditentukan oleh kecakapannya dalam memilih dan menggunakan model pembelajaran yang tepat.

Guru dituntut memiliki tingkat profesionalisme tinggi dan keterampilan dalam mengajar. Adanya kemampuan dan keterampilan mengajar ini penting dimiliki dan dilaksanakan oleh guru dalam setiap proses pembelajaran agar aktivitas belajar siswa dapat berjalan dengan baik dan mencapai hasil yang optimal, sehingga siswa dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

Pada dasarnya mengajar merupakan usaha guru dalam menciptakan suasana belajar, strategi dan model pembelajaran yang diharapkan mampu menumbuhkan berbagai kegiatan belajar bagi siswa. Selain itu guru juga memegang peran yang cukup penting dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah. Sebab apa yang dilakukan guru akan ikut menentukan keberhasilan belajar siswa di dalam kelas.

Proses belajar-mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang


(13)

berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.1 Belajar adalah perubahan perilaku seseorang akibat pengalaman yang ia dapat melalui pengamatan, pendengaran, membaca dan meniru. Manusia adalah makhluk yang berbudaya, berfikiran modern, cekatan, pandai, dan bijaksana diperdapat melalui proses membaca, melihat, mendengar, dan meniru.2

Tentu saja agar tujuan yang ingin diraih guru tercapai maka para guru harus selalu berusaha melakukan inovasi-inovasi dalam melaksanakan tugasnya. Berkaitan dengan itu, ada sejumlah kompetensi yang harus selalu dikuasai dan ditingkatkan oleh para guru berhubungan dengan tugasnya tersebut, salah satunya adalah kompetensi menggunakan model pembelajaran.3

Guru sebagai salah satu sumber belajar berkewajiban menyediakan lingkungan belajar yang kreatif bagi kegiatan belajar peserta didik di kelas. Salah satu kegiatan yang sebaiknya guru lakukan adalah melakukan pemilihan dan penentuan metode pembelajaran yang akan dipilih untuk mencapai tujuan pembelajaran.4

Aspek penting dalam proses belajar mengajar adalah model pembelajaran yang dipakai oleh seorang guru. Model pembelajaran adalah suatu perencanaa untuk suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran tutorial. Model pembelajaran yang akan

1Usman Uzer Moh,Menjadi Guru Profesional,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya: 2006),

h.4

2Martinis yamin,Paradigma Pendidikan Konstruktivistik (Implementasi KTSP dan UU

No.14 Th.2005 Tentang Guru dan Dosen), (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), h.122

3

https://tongkal09.wordpress.com/2010/04/23/urgensi-media-pembelajaran-dalam-kbm/ (diakses pada 24-03-2016, pkl 18.49 WIB)

4

Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswn Zain,Strategi Belajar Mengajar,(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996) h.88


(14)

di gunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas.5

Model pembelajaran memiliki peran penting dalam upaya mencapai tujuan dalam pembelajaran. Karena model pembelajaran merupakan kerangka konseptual berupa pola prosedur sistematik yang dikembangkan berdasarkan teori dan digunakan dalam mengorganisasikan proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan belajar. Ciri utama sebuah model pembelajaran adalah adanya tahapan pembelajaran.6Tanpa model pembelajaran, materi pelajaran tidak akan berproses secara efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Salah satu cara membuat siswa aktif adalah dengan menciptakan suasana belajar sedemikian rupa sehingga siswa bekerja sama secara gotong royong. Kerja sama siswa ini biasanya diwujudkan dengan penggunaan metode belajar kelompok. Langkah operasional atau cara yang digunakan untuk menerapkan model pembelajaran yang dipilih disebut metode pembelajaran. Metode adalah cara menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran.7 Banyak sekali macam – macam strategi maupun jenis model pembelajaran yang sudah ada di zaman sekarang. Karena metode pembelajaran adalah cara yang digunakan oleh guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas sebagai upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

5 Trianto, Model Pembelajaran Dalam Teori Dan Praktek, (Jakarta: Prestasi Pustaka,

2007),h.1

6

Ridwan Abdullah Sani,Inovasi Pembelajaran,( Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2013) h.89.

7


(15)

Pada umumnya ada tiga klasifikasi pembelajaran yang dilakukan di kelas, yaitu pembelajaran kelas, individual, dan berkelompok.8 Pada kesempatan ini, peneliti ingin membahas pembelajaan berkelompok (pembelajaran kooperatif). Metode kooperatif dapat dikombinasikan dengan metode lainnya untuk berbagai tujuan pembelajaran. Beberapa metode pembelajaran kooperatif yang umum dikenal adalah sebagai berikut:9

1. Numbered Heads Together(NHT) 2. Cooperative Script

3. Team Assisted Individualization 4. Team Accelerated Instuction 5. Learning Together

6. Wawancara Tiga Langkah( Three Step Interview) 7. Kepala Bernomor Stuktur

8. Two Stay Two Stray(TSTS)

Dari sekian banyak macam model pembelajaran pendidik harus lebih kreatif dalam menentukan model pembelajaran yang sesuai dengan materi dan kemampuan yang akan dicapai oleh peserta didik. Dengan tujuan agar peserta didik mampu menyerap apa yang disampaikan oleh pendidik.

Adapun salah satu strategi pembelajaran yang diharapkan dapat membuat keaktifan belajar siswa dalam pembelajaran Fiqih adalah dengan mengunakan Metode Two Stay Two Stray (TSTS). Strategi yang diperkenalkan oleh Spence

8

Ibid., h.179

9

Ridwan Abdullah Sani,Inovasi Pembelajaran,( Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2013) , h.187-194


(16)

Kagan, strategi ini pada dasarnya dibangun melalui berfikir, berbicara, dan menulis. Struktur Dua Tinggal Dua Tamu member kesemptan siswa untuk membagikan informasi kepada kelompok lain.

Metode Two Stay Two Stray adalah dua orang siswa tinggal dikelompok dan dua orang siswa lain berkunjung ke kelompok lain. Dua orang yang tinggal memberikan informasi kepada kelompok yang bertamu, sedangkan yang bertamu bertugas mencatat hasil diskusi kelompok yang dikunjunginya.10

Pembelajaran kooperatif model TSTS terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:11

1. Persiapan

Pada tahap persiapan ini, hal yang dilakukan guru adalah membuat silabus dan sistem penilaian, desain pembelajaran, menyiapkan tugas dan membagi siswa menjadi beberapa kelompok.

2. Presentasi Guru

Pada tahap ini guru menyampaikan indicator pmbelajaran dan menjelaskan materi sesuai rencana.

3. Kegiatan Kelompok

Pada kegiatan ini menggunakan lembar kegiatan yang berisi tugas-tugas yang harus dipelajari siswa dalam satu kelompok. Masing-masing kelompok menyelesaikan dengan caranya sendiri. Kemudian 2 dari 4 anggota kelompok bertamu ke kelompok lain, sementara 2 orang yang

10

Aris Shoimin,68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013(Ar-Ruzz Media, 2013), h. 222

11

Aris Shoimin,68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013(Ar-Ruzz Media, 2013), h. 223


(17)

lain tinggal dikelompoknya. Setelah memperoleh informasi 2 orang yang bertamu kembali ke kelompoknya dan melaporkan hasil kerja mereka. 4. Formalisasi

Setelah menyelesaikan permasalahan yang diberikan, salah satu kelompok mempesentasikan hasil diskusi kelompoknya.

5. Evaluasi Kelompok dan Penghargaan

Tahap evaluasi dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan siswa memahami materi yang telah diperoleh dengan menggunakan model TSTS. Masing-masing siswa diberi kuis yang berisi pertanyaan dari hasil pembelajaran dengan model TSTS, yang dilnjutkan dengan pemberian penghargaan kepada kelompok yang mendapatkan skor tertinggi.

Dalam proses pembelajaran metode TSTS, guru membagi siswa dalam beberapa kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 4 orang, kemudian guru menginformasikan materi yang akan dibahas serta tujuan yang ingin dicapai, setelah itu guru menyajikan materi atau menyampaikan suatu masalah untuk didiskusikan dalam kelompok, atau dengan memberikan tugas-tugas kepada siswa untuk dikerjakan secara kerja sama diantara kelompoknya. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok menjadi tamu kelompok lain, sedangkan yang tinggal bertugas membagikan informasi kepada kelompok yang bertamu. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompoknya dan mendiskusikan lalu menyampaikan hasil diskusi di depan kelas.12

12


(18)

Proses pembelajaran dengan menggunakan metode Two Stay Two Stray (TSTS) memiliki manfaat yang besar terhadap siswa, diantaranya adalah siswa menjadi lebih aktif dalam belajar, menambah kekompakan serta rasa percaya diri pada siswa, dan membantu meningkatkan minat dan prestasi siswa. Metode Two Stay Two Stray(TSTS) ini memiliki kelebihan diantaranya dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan, belajar siswa lebih bermakna, lebih berorientasi pada keaktifan berpikir siswa, meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa, memberikan kesempatan terhadap siswa untuk menentukan konsep sendiri dengan cara memecahkan masalah, memberikan kesempatan kepada siswa untuk menciptakan kreatifitas dalam melakukan komunikasi dengan teman sekelompoknya, membiasakan siswa untuk bersikap terbuka terhadap teman, dan meningkatkan motivasi belajar siswa.

Metode ini juga memiliki kekurangan, yaitu membutuhkan waktu yang lama, siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok, terutama yang tidak terbiasa belajar kelompok akan merasa asing dan sulit untuk bekerjasama, bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga), seperti kelompok biasa, siswa yang pandai menguasai jalannya diskusi, sehingga siswa yang kurang pandai memiliki kesempatan yang sedikit untuk mengeluarkan pendapatnya, guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.

Madrasah Tsnawiyah Negeri 2 Surabaya merupakan sekolah negeri yang sederajat dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang beralamat di Jl. Citra Raya No. 27 Lakarsantri. Madrasah ini sudah maju dan berkembang serta memiliki akreditasi A. adapun kurikulum yang diterapkan di MTs Negeri 2


(19)

Surabaya adalah Kurikulum 2013 (K13). Madrasah ini juga sudah memiliki fasilitas yang mampu menunjang siswa dalam kegitan pembelajaran. Fasilitas tersebut meliputi dari kelas yang nyaman, perpustakaan, UKS, lapangan yang luas. Kemajuan MTsN 2 Surabaya ini tidak lepas dari kemampuan guru dalam mendidik para siswanya. Pendidik di madrasah ini adalah guru yang sudah berkompeten, dan sesuai dengan bidangnya. Selain itu penggunaan media serta metode dalam pembelajaran pun sudah sangat baik.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Metode Two Stay Two Stray (TSTS) Terhadap Keaktifan Belajar Siswa Kelas VIII Pada Mata Pelajaran Fiqih di MTs Negeri 2 Surabaya”.

B. Rumusan Masalah

Dari permasalahan yang ada diatas, peneliti merumuskan pertanyaan sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud metode TSTS terhadap keaktifan belajar siswa kelas VIII pada mata pelajaran Fiqih di MTs Negeri 2 Surabaya? 2. Bagaimana penerapan metode TSTS terhadap keaktifan belajar siswa

kelas VIII pada mata pelajaran Fiqih di MTs Negeri 2 Surabaya? 3. Adakah pengaruh metode TSTS terhadap keaktifan belajar siswa kelas


(20)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti dalam penelitian ini, adalah : 1. Untuk mengetahui pembelajaran Fiqih dengan metode TSTS pada

siswa Kelas VIII di MTs Negeri 2 Surabaya.

2. Untuk mengetahui pengaruh metode TSTS terhadap keaktifan belajar siswa kelas VIII pada mata pelajaran Fiqih di MTs Negeri 2 Surabaya?

D. Kegunaan Penelitian

Peneliti berharap banyaknya manfaat dari penelitian ini:

1. Bagi peneliti hal ini sangat bermanfaat dan dapat menambah wawasan, pengalaman, serta mendapat informasi baru dari kegiatan penelitian ini. Dan selain itu, peneliti juga melakukan penelitian ini, sebagai syarat untuk peneliti menyelesaikan program strata satu (S1). 2. Bagi lembaga pendidikan MTs Negeri 2 Surabaya untuk mengetahui

penggunaan metode Two Stay Two Stray dalam pembelajaran Fiqih efektif dalam meningkatkan keaktifan belajar siswa.

3. Dari hasil penelitian ini peneliti dapat menyumbang ilmu pengetahuan khususnya ilmu pengetahuan yang sedang diteliti dan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pengembangan metode pembelajaran pada mata pelajaran Fiqih.


(21)

E. Hipotesa

Dari permasalahan diatas, peneliti membatasi masalah dengan rumusan masalah, maka peneliti mencoba merumuskan hipotesa yang hanya bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian.

1. Hipotesa Kerja (Ha) yaitu hipotesa alternatif yang menyatakan adanya hubungan antara Independen Variabel dengan Dependen Variabel, yaitu :

“Ada pengaruh antara penerapan metode Two Stay Two Stray (TSTS) terhadap keaktifan belajar siswa kelas VIII pada mata pelajaran Fiqih di MTs Negeri 2 Surabaya”

F. Variabel Penelitian

Menurut Sumadi S. variabel adalah segala sesuatu yang akan menjadi obyek pengamatan penelitian atau faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yanag akan diteliti.13 Dari pengertian tersebut, maka penelitian ini menemukan dua variabel penelitian yaitu:

1. Variabel Independen

Variabel Independen yaitu variabel penyebab atau yang sering disebut dengan variabel bebas yang dalam masalah ini terdapat dalam kata

“metodeTwo Stay Two Stray (TSTS)

Indikator yang diteliti adalah sebagai berikut:

a) Pengertian metodeTwo Stay Two Stray(TSTS) 13

Sumadi Suryabrata,Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h.21


(22)

b) Kelebihan MetodeTwo Stay Two Stray(TSTS) c) Kekurangan MetodeTwo Stay Two Stray(TSTS) d) Langkah-langkah MetodeTwo Stay Two Stray(TSTS) e) Manfaat MetodeTwo Stay Two Stray(TSTS)

2. Variabel Dependen

Variabel Dependen yaitu variabel akibat atau yang biasanya disebut

dengan variabel terikat. Variabel ini terdapat pada kata “keaktifan belajar siswa”

Indikator yang diteliti adalah keterampilan berbicara siswa dalam pembelajaran Fiqih yang telah dicapai siswa yang meliputi :

a) Pengertian Keaktifan Belajar b) Prinsip–Prinsip Keaktifan Belajar c) Klasifikasi Keaktifan Belajar

d) Faktor yang Mempengaruhi Keaktifan Belajar

G. Keterbatasan Penelitian

Agar pembahasan skripsi ini menjadi jelas dan fokus terhadap permasalahan maka skripsi ini perlu adanya keterbatasan dalam penelitian, antara lain:

1. Obyek Penelitian : Siswa Kelas VIII MTs Negeri 2 Surabaya 2. Materi pembelajaran : Mata Pelajaran Fiqih pada bab Ibadah Haji


(23)

H. Definisi Operasional

Untuk menghindari salah persepsi dalam memahami konsep pokok dalam judul skripsi ini, penulis perlu emberikan batasan pengertian sebagai berikut:

1. Metode PembelajranTwo Stay Two Stray(TSTS)

Metode pembelajaran TSTS adalah metode yang mengacu kepada belajar kelompok siswa dimana dua orang siswa tinggal dikelompok dan dua orang siswa bertamu ke kelompok lain. Dua orang yang tinggla bertugas memberikan informasi sedangkan dua orang yang bertamu bertugas mencatat hasil diskusi dari kelompok yang mereka kunjungi.14

2. Keaktifan Belajar Siswa

Kata keaktifan berasal dari kata aktif artinya giat atau sibuk. Kata keaktifan sama artinya dengan kegiatan dan kesibukan.15 Sedangkan keaktifan yang dimaksud disini adalah segala aktifitas atau kegiatan yang dilakukan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar disekolah. Sedangkan definisi belajar, beberapa ahli mengemukakan pandangan yang berbeda tentang belajar:

Menurut pendapat tradisional, belajar adalah menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Di sini yang dipentingkan adalah

14

Aris Shoimin, 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013 (Bandung: Ar-Ruzz Media, 2013), h. 219

15


(24)

pendidikan intelektual. Kepada anak-anak diberikan bermacam-macam pelajaran untuk menambah pengetahuan yang dimiliki, terutama dengan jalan menghafal.

I. Sistematika Pembahasan

Agar pembahasan mengenai permasalahan yang diteliti ini lebih mengarah pada tujuan yang ingin dicapai, maka peneliti membahas bab yang meliputi:

Bab Satu membahas tentang permasalahan yang telah peneliti temukan di lapangan. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, hipotesis penelitian, definisi operasional, dan sistematika penelitian.

Bab Duamemuat mengenai teori yang terdapat pada literatur –literatur yang digunakan peneliti. Pada bab ini peneliti akan membahas :

1. Tinjauan tentang metode pembelajaran TSTS yang mencakup pengertian metode TSTS, langkah-langkah, kelebihan metode TSTS, kekurangan metode TSTS, kelebihan metode TSTS, manfaat metode TSTS.

2. Tinjauan tentang keaktifan belajar siswa pada mata pelajaran Fiqih yang meliputi pengertian, prinsip–prinsip keaktifan belajar siswa, klasifikasi keaktifan siswa, faktor yang mempengaruhi keaktifan siswa.

3. Pengaruh penerapan metode TSTS terhadap keaktifn belajar siswa dalam pembelajaran Fiqih.


(25)

Bab Tiga dalam bab ini akan dipaparkan mengenai jenis penelitian, variabel penelitian, rancangan penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, populasi dan sampel, dan teknik analisis data.

Bab Empat membahas tentang laporan hasil penelitian yang telah peneliti laksanakan di lapangan mengenai sejarah dan latar belakang berdirinya, lokasi, keadaan guru, keadaan peserta didik, sarana dan prasarana di, pelaksanaan pembelajaran, penyajian data, pengujian hipotesis dan analisa data.

Bab Lima dalam bab ini menguraikan tentang kesimpulan dari seluruh pembahasan ini sekaligus saran-saran.


(26)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan MetodeTwo Stay Two Stray(TSTS)

Mengingat tuntutan kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik, perlu adanya perubahan dalam strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran yang seharusnya dikembangkan diharapkan dapat melayani dan memfasilitasi peserta didik untuk mampu berbuat dan melakukan sesuatu.

Banyak metode pembelajaran yang dikembangkan oleh guru yang pada dasarnya untuk memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk memahami dan menguasai suatu pengetahuan dan pelajaran tertentu. Fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi pengajar dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa setiap model yang akan digunakan dalam pembelajaran menentukan perangkat yang dipakai dalam pembelajaran tersebut.1

1. Pengertian MetodeTwo Stay Two Stray(TSTS)

Pada hakekatnya belajar dan mengajar merupakan dua hal yang berbeda. Namun kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kata belajar berarti proses perunahan tingkah laku pada peserta didik akibat adanya interkasi

1

Aris Shoimin, 68Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013,(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), cet. Ke-1, h.23-24.


(27)

antara individu dan lingkungannya melalui pengalaman dan latihan.2 Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya dan aspek lain yang ada pada individu.3

Mengajar pada hakekatnya adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar siswa sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan proses belajar. Pada tahap selanjutnya, mengajar adalah memberikan bimbingan/bantuan kepada siswa dalam melakukan proses belajar.4 Guru dapat memberikan fasilitas untuk lebih mengaktifkan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Salah satunya adalah dengan menerapkan model pembelajaranTwo Stay Two Stray(TSTS).

Model Pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Spencer Kagan (1990). Metode ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia peserta didik. Metode TSTS merupakan sistem pembelajaran kelompok dengan tujuan agar siswa dapat saling bekerja sama, bertanggung jawab, sing membantu memecahkan masalah, dan saling mendorong satu sama lain untuk berprestasi.5

2

Iskandar dan Dadang Sunendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2013), cet. Ke-4, h.5.

3

Nana Sujana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo,2005), h.28.

4

Ibid., h.29.

5

Miftahul Huda, Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2014) cet. Ke-4, h.207.


(28)

Pembelajaran dengan metode Two Stay Two Stray (TSTS) merupakan salah satu metode diskusi dengan tujuan saling bekerja sama memecahkan masalah dan kemudian berbagi ilmu untuk saling mendorong satu sama lain agar lebih berprestasi. Tujuan tersebut sesuai dengan Hadits yang di riwayatkan oleh Abu Daud, yaitu:

:

( )

Artinya: “Ibnu Mas’ud RA berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, Barang siapa yang mempelajari satu bab dari ilmu dengan tujuan untuk menyampaikan kepada umat manusia, maka ia diberi pahala seperti tujuh puluh sodikin”. (H.R. Abu Daud).

Model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) atau Dua Tinggal dan Dua Tamu adalah dua orang siswa tinggal dikelompok dan duaorang siswa bertamu ke kelompok lain. Dua orang yang tinggal bertugas memberikan informasi kepada tamu tentang hasil diskusi kelompoknya, sedangkan yang bertamu bertugas mencatat hasil diskusi kelompok yang dikunjunginya.6

2. Kesesuaian Materi PAI dengan Metode Pembelajaran Two Stay Two Stray(TSTS)

Penggunaan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) dapat digunakan untuk meningkatkan keaktifan belajar dan pemahaman siswa terhadap

6

Aris Shoimin,68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013,( Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014) cet. Ke-1, h.222.


(29)

materi pelajaran. Penerapan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) ini dapat digunakan pada materi PAI. Kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam proses pembelajaran ini merupakan hal yang penting.

Pemilihan model pembelajaran yang tepat perlu penyesuaian terhadap karakteristik peserta didik sehingga dapat memotivasi peserta didik untuk aktif belajar dan membangun pengetahuan mereka sendiri tanpa bergantung kepada guru yang pada akhirnya dapat berdampak pada peningkatan hasil belajar pelajaran PAI peserta didik. Misalnya, guru dapat memilih dan menerapkan model pembelajaran sesuai dengan modalitas belajar siswa (visual, auditorial dan kinestatik). Dalam hal ini, teknik Two Stay Two Stray (TSTS) ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.7

Dari penjelasan diatas, maka model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) dapat diaplikasikan untuk semua mata pelajaran pendidikan agama, baik

mata pelajaran Aqidah Akhlak, Qur’an Hadis, SKI, dan Fiqih.

3. Kelebihan dan Kekurangan MetodeTwo Stay Two Stray(TSTS)

Model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) ini memiliki kelebihan dan kekurangan, sebagai berikut:

Kelebihan MetodeTwo Stay Two Stray(TSTS) :8 1) Mudah dipecah menjadi berpasangan 2) Lebih banyak tugas yang bisa ilakukan 3) Guru mudah memonitor

7

Syaiful Bahri Djamarah,Guru & Anak Didik dalam Interaksi Edukatif Cet ke-3,(Jakarta : Rineka Cipta, 2012), hal 405.

8

Aris Shoimin,68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013,( Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014) cet. Ke-1, h.225.


(30)

4) Dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan

5) Kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna 6) Lebih berorientasi pada keaktifan

7) Menambah kekompakan dan rasa percaya diri siswa 8) Membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar.

Kekurangan MetodeTwo Stay Two Stray(TSTS) :9 1) Membutuhkan waktu yang lama

2) Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok

3) Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana, dan tenaga)

4) Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas 5) Membutuhkan sosialisasi yang lebih baik

6) Siswa mudah melepaskan diri dari keterlibatan dan tidak memperhatikan guru

7) Kurang kesempatan untuk memperhatikan guru

4. Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Metode Two Stay Two Stray

(TSTS)

Faktor-faktor Pemilihan Metode Pembelajaran diantaranya, meliputi: tujuan pembelajaran, bahan/materi pembelajaran, sumber belajar, warga belajar, sarana/fasilitas belajar, waktupembelajaran dan besar-kecilnya kelompok.

1. Tujuan Pembelajaran

9


(31)

Kaitan metode dengan tujuan pembelajaran yaitu didasarkan atas kondisi bahwa metode sebagai cara untuk mencapai tujuan pembelajaran, sehingga metode apa yang akan kita gunakan banyak dipengaruhi oleh kondisi tujuan pembelajaran itu sendiri. Tujuan pembelajaran disini menyangkut kemampuan yang harus dimilki warga belajar setelah selesai mengikuti kegiatan pembelajaran.

Kemampuan yang terdapat pada tujuan pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Untuk setiap ranah terdapat tingkatan-tingkatan kemampuan yang berkisar dari kualitas yang rendah sampai pada kualitas kemampuan yang tinggi. Pencapaian kemampuan-kemampuan untuk setiap tingkatan pada setiap ranah mempunyai implikasi terhadap penetapan jenis metode pembelajaran. Ketepatan pemilihan metode akan menghasilkan kualitas hasil belajar yang tinggi, bahkan dapat mencapai tingkat efisiensi yang tinggi pula.10 2. Bahan/Materi Pembelajaran

Pengaruh bahan belajar terhadap penetapan metode pada hakekatnya merupakan kelanjutan dari pengaruh tujuan pembelajaran. Bahan belajar terdiri dari konsep, prinsip, prosedur dan fakta atau kenyataan yang ada. Dari setiap jenis bahan belajar tersebut memilki tingkatan kesulitan yang terdiri dari bahan belajar dasar kelanjutan dan tinggi. Berdasarkan keragaman bahan belajar tersebut maka

10

https://www.scribd.com/doc/48730886/FAKTOR-FAKTOR-YANG-MEMPENGARUHI, (diakses pada 17-04-2016, pkl.21.14 WIB).


(32)

dituntut adanya penggunaan variasi metode dalam kegiatan pembelajaran sesuai dengan jenis bahan belajar itu sendiri. Metode-metode tertentu ada yang dapat digunakan untuk membahas seluruh bahan belajar, tetapi ada metode-metode tertentu yang hanya tepat digunakan untuk bahan-bahan tertentu pula.11

3. Sumber Belajar

Sumber belajar merupakan salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan suatu metode. Kondisi sumber belajar menyangkut kondisi diri yang mempengaruhi dan bersifat internal maupun yang bersifat eksternal. Kondisi internal yaitu menyangkut pemahaman terhadap bahan kajian, pemahaman penggunaan metode dan kemampuan mengelola kegiatan pembelajaran, sedangkan kondisi eksternal yaitu kondisi di luar diri sumber belajar tersebut yang dapat mempengaruhi terhadap pengelolaan kegiatan pembelajaran. Terlalu memaksakan dalam penggunaan suatu metode yang hanya didasarkan kepada pengalaman orang lain, sebab belum tentu efektif dan efisien penggunaan suatu metode yang sudah digunakan oleh orang lain apabila diterapkan oleh diri kita dalam proses pembelajaran yang kita kelola. Hal ini didasarkan bahwa sumber belajar yang satu dengan yang lainnya memiki perbedaan. Sumber belajar harus mempertimbangkan kondisi diri dalam menggunakan metode tersebut baik yang menyangkut

11


(33)

pemahaman terhadap bahan belajar, pemahaman penggunaan metode dan kemampuan mengelola kegiatan pembelajaran.12

4. Warga Belajar

Keragaman kondisi warga belajar mengakibatkan perlu adanya pemilihan dan penentuan metode pembelajaran yang akan digunakan. Bagi peserta yang memiliki pengalaman yang sederhana dan terbatas akan lain cara belajarnya apabila dibandingkan dengan mereka yang sudah banyak memiliki pengalaman walaupun mempelajari bahan kajian yang sama. Untuk mengatasi keanekaragaman karakteristik warga belajar tersebut maka sumber belajar perlu menganalisinya terlebih dahulu dalam penetapan suatu metode, sehingga dalam penerapannya tidak akan mengalami ketimpangan cara berfikir antara warga belajar yang sudah banyak pengalaman dan warga belajar yang masih kurang memiliki pengalaman dalam bidang bidang tertentu.13 5. Sarana/Fasilitas Belajar

Sarana dalam pembelajaran diartikan segala macam fasilitas yang dapat menunjang dan melengkapi terselenggaranya kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sarana tersebut dapat berfungsi sebagai : fasilitas atau alat belajar dan sumber belajar. Sebagai fasilitas atau alat belajar diantaranya seperti alat tulis, ruangan kelas, tempat duduk, buku bacaan, dan alat-alat lainnya yang dibutuhkan untuk terselenggaranya kegiatan belajar. Sedangkan

12

Ibid.

13


(34)

sarana sebagai sumber belajar yaitu sarana tersebut merupakan alat atau orang yang digunakan untuk mempelajari bahan kajian tertentu.

Kelengkapan sarana dalam kegiatan pembelajaran mempunyai implikasi terhadap penetapan metode yang digunakan sumber belajar dalam kegiatan pembelajaran. Akibat hal ini maka sumber belajar harus mampu menyesuaikan antara penggunaan metode dengan kelengkapan dan jenis sarana yang tersedia. Misalnya apabila sarana belajar yang tersedia hanya grafis maka sebaiknya tidak menggunakan metode yang memerlukan sarana elektronik.14

6. Waktu Pembelajaran

Waktu adalah menyangkut jumlah dalam kegiatan pembelajaran, serta menyangkut kondisi waktu kegiatan pembelajaran. Penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran perlu disesuaikan dengan waktu. Walaupun sumber belajar dapat menetapkan metode yang dianggap paling tepat berdasarkan kecenderungan program pembelajaran tertentu, namun apabila metode tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama sedangkan waktu yang tersedia sangat terbatas, maka metoda tersebut kurang tepat untuk digunakan. Ketepatan metoda dengan jumlah waktu yang tersedia akan menjurus kepada tercapainya tujuan pembelajaran dengan baik.15

14

Ibid.

15


(35)

7. Besar Kecilnya Kelompok

Perubahan dalam diri orang-orang lebih mudah terjadi dalam suasana interaksi antara sumber belajar dengan warga belajar apabila ada kesempatan untuk saling menerima dan memberi untuk kejelasan dan pengembangan suatu gagasan. Makin besar kelompok maka akan menimbulkan kurang interaksi baik antara warga belajar maupun antara warga belajar dengan sumber belajar.16

5. Langkah-langkah MetodeTwo Stay Two Stray(TSTS)

Sebelum menggunakan metode ini, ada beberapa tahapan yang harus dipersiapkan guru untuk kelancaran dalam menggunakan metode two stay two stray (TSTS) ini. Ada pun tahapan-tahapan yang terdapat dalam model two stay two stray(TSTS) ini adalah sebagai berikut :

1. Persiapan

Pada tahap persiapan ini, hal yang dilakukan guru adalah membuat silabus dan sistem penilaian, desain pembelajaran, meyiapkan tugas siswa dan membagi siswa dalam satu kelas kedalam beberapa kelompok dengan masing-masing anggota 4 siswa dan setiap anggota kelompok harus heterogen dalam hal jenis kelamin dan prestasi akademik siswa.17

16

Ibid.

17

Aris Shoimin,68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013, (Yogyakarta:Ar-Ruzz Media, 2014), cet. Ke-1, h. 223.


(36)

2. Presentasi Guru

Pada tahap ini, guru menyampaikan indikator pembelajaran, mengenal dan menjelaskan materi sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat.18

3. Kegiatan Kelompok

Dalam kegiatan ini, pembelajarannya menggunakan lembar kegiatan yang berisi tugas-tugas yang harus dipelajari oleh tiap-tiap siswa dalam satu kelompok. Setelah menerima lembar kegiatan yang berisi permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan konsep materi dan klasifikasinya, siswa mempelajarinya dalam kelompok kecil untuk mendiskusikan masalah tersebut bersama-sama anggota kelompoknya. Masing-masing kelompok menyelesaikan atau memecahkan masalah yang diberikan dengan cara mereka sendiri.19 4. Formalisasi

Setelah belajar dalam kelompok dan menyelesaikan permasalahan yang diberikan, salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya untuk dikomunikasikan atau didiskusikan dengan kelompok lainnya. Kemudian guru membahas dan mengarahkan siswa ke bentuk formal.20

18

Ibid.

19

Aris Shoimin,68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013, (Yogyakarta:Ar-Ruzz Media, 2014), cet. Ke-1, h. 224.

20


(37)

5. Evaluasi Kelompok dan Penghargaan

Tahap evaluasi dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan siswa memahami materi yang telah diperoleh dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif model TSTS. Masing-masing siswa diberi kuis yang berisi pertanyaan-pertanyaan dari hasil pembelajaran dengan model TSTS, yang selanjutnya dilanjutkan dengan pemberian penghargaan kepada kelompok yang mendapatkan skor tertinggi.21

Setelah melakukan tahapan atau persiapan diatas, guru bisa menggunakan metode tersebut dengan beberapa langkah. Langkah-langkah dalam menggunakan metodetwo stay two stray(TSTS) adalah sebagai berikut :

a) Peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok kecil (4 siswa), untuk bekerjasama mediskusikan permasalahan yang ada.

b) Setelah selesai, 2 siswa dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan 2 siswa tersebut bertamu ke kelompok lain

c) Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil dan informasi mereka ke tamu mereka

d) Setelah mendapat informasi yang cukup dari kelopok yang dikunjungi, tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka

21


(38)

masing-masing dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain

e) Anggota kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka.22

B. Tinjauan tentang Keaktifan Belajar

Menurut pendapat tradisional, belajar adalah menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Di sini yang dipentingkan adalah pendidikan intelektual. Kepada anak-anak diberikan bermacam-macam pelajaran untuk menambah pengetahuan yang dimiliki, terutama dengan jalan menghafal.

1. Pengertian Keaktifan Belajar

Dalam belajar, diperlukan sebuah aktivitas karena pada prinsipnya belajar adalah berbuat, berbuat untuk merubah tingkah laku. Tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar-mengajar.23

Kata keaktifan adalah berasal dari kata aktif yang mendapat awalan ke dan akhiran an. Aktif menurut Akhmad Sudrajad adalah, bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif dalam pembelajaran, bertanya dan mengemukakan gagasan.

22

Aris Shoimin,68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013, (Yogyakarta:Ar-Ruzz Media, 2014), cet. Ke-1, h. 223-224.

23 Sardiman A.M, Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar Pedoman Bagi Guru dan


(39)

Menurut Sriyono dkk keaktifan sebagai usaha guru dalam mengaktifkan murid-muridnya baik dari segi jasmani maupun rohani pada waktu proses pembelajaran sedang berlangsung.24 Maksud dari keaktifan disini adalah segala aktifitas untuk kegiatan yang di lakukan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar di sekolah. Sedangkan definisi belajar sangat banyak dan banyak juga perbedaan pendapat dikalangan para ahli diantaranya adalah:

a. Belajar menurut pendapat Skinner

Skinner seperti yang dikutip Barlow dalam bukunya Educational Psychology: The Teaching-Learning Process, berpendapat bahwa belajar adalah suatu adaptasi atau penyesuaian tingkahlaku yang berlangsung secara progresif.25

Belajar adalah suatu perilaku pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik, sebaliknya bila tidak belajar responnya menurun.

b. Belajar menurut Ernest R Hilgard

Belajar adalah proses perbuatan yang dilakukan dengan sengaja yang kemudian menimbulkan perubahan yang keadaanya berbeda dari perubaha yang ditimbulkan.26

24Sriyono Dkk,Teknik BelajarMengajar dalam CBSA,(Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h.

75.

25Muhibbin Syah,Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung :Remaja Rosda

Karya, 1995), h. 89

26


(40)

c. Belajar menurut pendapat Gagne

Belajar merupakan kegiatan yang komplek, setelah belajar orangmemiliki keterampilan, pengetahuan, dan sikap nilai.

d. Belajar menurut pandangan Piaget

Belajar adalah pengetahuan yang dibentuk oleh individu, sebab individu melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungan dan lingkungan tersebut mengalami perubahan. Dengan adaya interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang.27

e. Belajar menurut pandangan Slameto

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.28

Timbulnya keanekaragaman pendapat para ahli tersebut di atas adalah sebuah fenomena yang sangat wajar karena titik pandang yang mereka pakai dalam mendefinisikan belajar juga berbeda. Bertolak dari berbagai definisi yang telah diungkapkan di atas, secara umum belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.29

27

Dimyati dan Mujiono,Belajar dan Pembelajaran,( Jakarta: Rineka Cipta, 1999), h. 13

28

Slameto,Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta : Rieneka Cipta), h. 2.

29

Muhibbin Syah,Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung :Remaja Rosda Karya, 1995), h. 91.


(41)

Dari beberapa pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang terjadi melalui latihan dan pengalaman dalam interaksi dengan lingkunganya. seserorang dikatakan telah mengalami peristiwa belajar apabila ia mengalami peristiwa belajar apabila ia mengalami perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak kompeten menjadi berkompeten serta cara memandang suatu masalah mengalami peningkatan kualitas.

Jadi dari dua pengertian tersebut diatas yaitu keaktifan dan belajara dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian keaktifan belajar siswa adalah keaktifan yang menghasilkan pada diri individu baik mengenai tingkat kemajuan dalam proses belajar perkembangan psikis, sikap, pengertian, kecakapan, minat dan penyesuaian diri dalam hal cara belajar aktif.

2. Bentuk - Bentuk Keaktifan Belajar

Sekolah adalah salah satu pusat kegiatan belajar. Dengan demikian di sekolah merupakan arena untuk mengembangkan aktivitas. Banyak jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah. Banyak jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah. Aktivitas Siswa tidak hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang lazim terdapat di sekolah tradisonal. Paul B Diedrich membuat suatu daftar yang berisi 177 macam kegiatan siswa yang antara lain dapat digolongkan sebagai berikut:30

1. Visual activities, yang termasuk didalamnya misalnya membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.

30


(42)

2. Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi.

3. Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: percakapan, diskusi, musik, pidato.

4. Writing activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.

5. Drawing activities, misalnya menggambar, membuat grafik, peta, diagram.

6. Motor activities, yang termasuk didalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, bermain.

7. Mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisa, mengambil keputusan. 8. Emotional activities, seperti: menaruh minat, merasa bosan,

gembira, bersemangat, bergairah, tenang.

Secara umum yang biasa menjadi bentuk-bentuk keaktifan belajar siswa di sekolah bisa disimpulkan sebagai berikut:

a. Mendengarkan

Mendengarkan adalah salah satu aktivitas belajar. Setiap orang yang belajar di sekolah pasti ada aktivitas mendengarkan. Dalam proses belajar mengajar di sekolah sering ada ceramah atau kuliah dari guru atau dosen. Tugas pelajar atau mahaisiwa adalah mendengarkan.31

31Drs. H Abu Ahmadi dan Drs. Widodo Supriyono,Psikologi Belajar, (Bandung :Rineka


(43)

Menjadi pendengar dituntut dari mereka. Dalam mendengarkan apa yang diterangkan itu tidak dibenarkan adanya hal-hal yang mengganggu jalannya ceramah. Karena hal itu mengganggu konsentrasi belajar. Diakui memang bahwa aktivitas mendengarkan bukan satusatunya aktivitas belajar. Hal ini disebabkan karena ada orang tuna rungu yang belajar tidak mempergunakan aktivitas mendengarkan, tetapi Cuma menggunakan aktivitas visual.32

Meskipun begitu, tidak dapat disangkal bahwa aktivitas mendengarkan adalah aktivitas belajar yang diakui kebenarannya dalam dunia pendidikan dan pengajaran dalam pendidikan formal di sekolah maupun non-formal.33Apabila dalam rangka pemerataan pendidikan, maka anak-anak tuna rungu perlu diperhatikan secara intensif agar tidak ada lagi penyakit kebodohan. Itulah nilai strategis mendengarkan dalam belajar.

b. Memandang atau melihat

Memandang adalah mengarahkan penglihatan ke suatu objek.34Aktivitas memandang atau melihat berhubungan erat dengan mata. Karena dalam memandang itu matalah yang memegang peranan penting. Tanpa mata tidak mungkin terjadi aktivitas memandang. Orang buta pasti tidak dapat melihat. Maka dia tidak bisa memandang sesuatu yang menjadi kebutuhannya. Dalam pendidikan, aktivitas memandang

32Syaiful Bahri Djamarah,Psikologi… … …, hal 39 33

Ibid., h. 38

34


(44)

termasuk dalam kategori aktivitas belajar.35 Di kelas, seorang pelajar memandang papan tulis yang berisikan tulisan yang baru saja ditulis guru. Tulisan itu kemudian pelajar lihat yang kemudian menimbulkan kesan dan selanjutnya tersimpan dalam otak.

Lingkungan sekolah merupakan suatu lingkungan yang dipandang sebagai lingkungan pendidikan. Jadi bila digunakan untuk tujuan perubahan tingkah laku pelajar yang relatif permanent, juga belajar dari lingkungan. Memandang semua lingkungan sekolah itu adalah belajar untuk membentuk kepribadian pelajar.

Tapi perlu diingat bahwa tidak semua aktivitas memandang berarti belajar. Aktivitas memandang dalam arti belajar di sini adalah aktivitas memandang yang bertujuan sesuai dengan kebutuhan untuk mengadakan perubahan tingkah laku yang positif. Aktifitas memandang tanpa tujuan bukanlah termasuk perbuatan belajar. Meski pandangan tertuju pada suatu objek, tetapi tidak adanya tujuan yang ingin dicapai, maka pandangan yang demikian tidak termasuk belajar.

c. Menulis atau mencatat

Setiap aktivitas penginderaan yang bertujuan akan memberikan kesan yang berguna bagi kegiatan belajar.selanjutnya, kesan-kesan itu merupakan material untuk maksud-maksud belajar selanjutnya. Material-material tersebut lebih lanjut harus memberi

35


(45)

kemungkinan untuk dipraktekkan. Beberapa material di antaranya terdapat di dalam buku-buku atau disampaikan langsung oleh guru.

Akan tetapi tidak semua kegiatan mencatat adalah belajar. Kegiatan mencatat yang termasuk sebagai belajar adalah apabila dalam mencatat itu orang menyadari kebutuhan dan tujuannya.catatan-catatan tidak hanya sekadar berupa fakta-fakta akan tetapi bisa terdiri atas materi apapun yang kita butuhkan untuk memahami dan memanfaatkan informasi bagi perkembangan pribadi.

d. Membaca

Aktivitas membaca adalah aktivitas yang paling banyak dilakukan selama belajar di sekolah atau perguruan tinggi. Membaca di sini tidak mesti membaca buku belaka, tetapi juga membaca majalah, Koran, tabloid, jurnal-jurnal hasil penelitian, catatan hasil belajar atau kuliah dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan kebutuhan studi Kalau belajar adalah untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, maka membaca adalah jalan menuju ke pintu ilmu pengetahuan. Ini berarti untuk mendapatkan ilmu pengetahuan tidak ada cara lain yang harus dilakukan kecuali memperbanyak membaca. Kalau begitu membaca identik dengan mencari ilmu pengetahuan agar menjadi cerdas dan mengabaikannya berarti kebodohan.

Cara dan teknik seseorang dalam membaca selalu menunjukkan perbedaan pada hal-hal tertentu. Oleh karena itu, wajarlah bila belajar itu adalah seni, sama halnya mengajar adalah seni. Ada orang yang


(46)

membaca buku sambil tidur-tiduran dapat belajar dengan baik, ada pula yang belajar sambil mendengarkan radio dapat belajar dengan baik, ada orang membaca buku tanpa suara dapat belajar dengan baik, ada yang membaca dengan suara dapat belajar dengan baik dan sebagainya.

Artinya, orang membaca buku dengan berbagai cara agar dapat belajar. Dengan demikian, pemahaman atas diri sendiri sangat penting, sehingga dapat memilih teknik mana yang lebih sesuai dengan karakteristik pribadi, dengan tidak mengabaikan pola-pola umum dalam belajar.

e. Menjawab

Dalam proses belajar mengajar di dalam maupun di luar kelas, peran aktif seorang siswa sangat dibutuhkan guna memberikan kualitas pembelajaran yang baik. Guru memberikan pertanyaan kepada siswa agar siswa tersebut aktif dala berpikir yang kemudian pada akhirnya memberikan jawaban atau tanggapan. Menjawab adalah termasuk dalam kegiatan yang mencerminkan keaktifan siswa dalam belajar karena dengan menjawab siswa sudah barang tentu dituntut untuk berpikir

f. Bertanya

Bertanya adalah sebuah kegiatan belajar yang bersumber dari daya kritis seseorang. Banyak alasan siswa bertanya. Siswa bisa bertanya kepada guru tentang materi pelajaran bisa disebabkan karena faktor ketidak tahuan siswa tersebut guna mencari kejelasan materi


(47)

yang diajarkan atau bisa saja siswa bertanya hanya untuk mencari kepastian tentang apa yang telah diketahui sebelumnya. Tugas guru adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat mengutarakan pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalam benak pikiran mereka. Selain itu guru juga wajib untuk menciptakan suasana belajar yang dapat mendorong siswa untuk giat bertanya kepada guru.

g. Latihan

Latihan atau praktek adalah termasuk aktifitas belajar. Orang yang melaksanakan kegitan latihan tentunya sudah mempunyai dorongan untuk mencapai tujuan tertentu yang dapat mengembangkan sesuatu aspek pada dirinya. Learning by doing adalah konsep belajar yang menghendaki adanya penyatuan usaha mendapatkan kesan-kesan dengan cara berbuat. Belajar sambil berbuat dalam hal ini termasuk latihan. Latihan termasuk cara yang baik untuk memperkuat ingatan.misalnya, seseorang mempelajari rumus matematika atau rumus bahasa inggris, kemungkinan besar rumus-rumus itu akan mudah terlupakan apabila tidak didukung dengan latihan. Di sinilah diperlukan latihan sebanyak-banyaknya. Dengan banyak latihan kesan-kesan yang diterima lebih fungsional. Dengan demikian aktivitas latihan dapat mendukung belajar yang optimal.


(48)

Salah satu penilaian proses pembelajaran adalah melihat sejauh makna keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar.36

3. Prinsip-prinsip Keaktifan Belajar

Ada beberapa prinsip belajar yang dapat menunjang keaktifan belajar siswa:

a) Perhatian dan Motivasi

Siswa dituntut untuk memberikan perhatian terhadap semua rangsangan yang mengarah pada pencapaian tujuan belajar. Adanya tuntutan untuk selalu memberikan perhatian ini, menyebabkan siswa harus membangkitkan perhatianya kepada segala pesan yang dipelajarinya. Pesan-pesan yang menjadi isi pelajaran sering kali dalam bentuk rangsangan suara, warna, bentuk, gerak, dan rangsangan lain yang dapat diindra. Sedangkan prinsip motivasi bagi siswa adalah disadarinya oleh siswa bahwa motivasi belajar yang ada pada diri sendiri mereka harus di bangkitkan dan mengembangkan secara terus-menerus.37

b) Keaktifan

Sebagai "primus motor" dalam kegiatan pembelajaran maupun kegiatan belajar, siswa dituntun untuk selalu aktif untuk memproses dan mengolah perolehan belajarnya, secara efektif. Belajar dituntut untuk aktif secara fisik, intelektual, dan emosional. Implikasi prinsip keaktifan bagi

36 Sudjana Nana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT Remaja

Rosdakarya,2005

37 Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar ( Bandung : Bumi


(49)

siswa terwujud dalam perilaku-perilaku seperti mencari sumber informasi yang dibutuhkan, menganalisis hasil percobaan dan menuntut siswa untuk terlibat langsung dalam proses pembelajaran.

c) Keterlibatan langsung atau berpengalaman

Hasil apapun yang dipelajari sswa, maka ia harus mempelajarinya sendiri, tidak ada seorangpun yang dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya. Pernyataan ini secara mutlak menuntut adanya keterlibatan langsung dari setiap siswa dalam kegiatan belajar-mengajar, implikasi prinsip ini dituntut pada para siswa agar tidak segan-segan mengerjakan segala tugas belajar yang diberikan kepada mereka. Dengan keterlibatan langsung ini secara logis akan menyebabkan mereka memperoleh pengalaman.

d) Pengulangan

Penguasaan secara penuh dari setiap langkah memungkinkan belajar secara keseluruhan lebih berarti, dari pernyataan ini pengulangan masih diperlukan dalam kegiatan pembelajaran. Implikasinya, adanya prinsip pengulangan bagi siswa adalah kesadaran siswa untuk satu macam permasalahan, dengan adanya kesadaran ini diharapkan siswa tidak merasa bosan dalam melakukan pengulangan.

e) Tantangan

Prinsip belajar ini bersesuaian dengan pernyataan bahwa apabila siswa di berikan tanggung jawab untuk mempelajarinya sendiri maka ia lebih termotivasi untuk belajar, ia akan belajar mengingat secara lebih


(50)

baik. Hal ini berarti siswa selalu menghadapi tantangan untuk memperoleh, memproses dan mengolah setiap pesan yang ada dalam kegiatan pembelajaran. Implikasi prinsip tantangan bagi siswa adalah siswa harus memiliki keingintahuan terhadap segala permasalahan yang dihadapinya.

f) Balikan dan penguatan

Siswa selalu membutuhkan kepastian dari segala kegiatan yang dilakukan, apakah benar atau salah? Dengan demikian, siswa akan selalu memiliki pengetahuan tentang hasil (knowledge of result) yang sekaligus merupakan penguat (reinforce) bagi dirinya sendiri. Seorang siswa belajar 40 lebih banyak bilamana setiap langkah segera diberikan penguatan (reinforcement). Hal ini timbul karena kesadaran adanya kebutuhan untuk memperoleh balikan dan sekaligus penguatan bagi setiap kegiatan yang dilakukannya.

g) Perbedaan individual

Setiap siswa memiliki karakteristik sendiri-sendiri yang berbedabeda atau satu sama lain. Karena hal ini, setiap siswa belajar menurut kecepatannya sendiri dan untuk setiap kelompok umur terhadap variasi kecepatan belajar. Kesadaran bahwa dirinya berbeda dengan siswa lain akan membantu siswa menentukan cara belajar dan sasaran belajar bagi dirinya sendiri. Implikasi adanya prinsip perbedaan individual, bagi siswa diantaranya adalah menentukan tempat duduk dikelas dan menyusun


(51)

jadwal belajar. Dengan kata lain prinsip perbedaan individual dapat berpengaruh pada aspek fisik maupun psikis siswa.38

4. Faktor yang Mempengaruhi Keaktifan Belajar

Faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi 3 golongan yaitu faktor internal dan faktor eksternal dan faktor pendekatan belajar.39

a) Faktor internal 1) Aspek Fisiologis

Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menadai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah, apabila pusing kepala yang berat. Misalnya dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga meteri yang dipelajarinya pun kurang atau tidak berbekas.40

Untuk mengatasi kemungkinan timbulnya masalah kebugaran ini, selaku guru yang profesional, hendaknya bekerja sama dengan pihak sekolah untuk memperoleh bantuan pemeriksaan secara rutin (periodik) dari dinas-dinas kesehatan setempat.

2) Aspek psikologis

Aspek psikologis adalah sesuatu yang berhubungan dengan keadaan kejiwaan seseorang. Banyak faktor yang termasuk aspek 38

Dimyati dan Mujiono,Belajar dan Pembelajaran,( Jakarta: Rineka Cipta, 1999), h. 50 -54

39

Muhibbin Syah,Psikologi Belajar(jakarta: Raja Grafindo Persada: 2006 ) h. 144

40


(52)

psikologis yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas perolehan belajar siswa, namun diantara faktor-faktor psikologis atau rohaniah siswa yangpada umumnya dipandang lebih esensial itu adalah sebagai berikut :

a. Intelegensi

Intelegensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar. Dalam situasi yang sama, siswa yang mempunyai sikap intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai intelegensi yang rendah. Meskipun begitu siswa yang mempunyai intelegensi yang tinggi belum tentu berhasil dalam belajar. Hal ini di sebabkan karena belajar adalah suatu proses yang kompleks dengan banyak factor yang mempengaruhinya. Sedangkan intelegensi adalah salah satu faktor diantara faktor-faktor yang lain.41

b. Perhatian

Perhatian menurut ghazali adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi jiwa itupun tertuju semata-mata karena obyek (benda atau hal) atau sekumpulan obyek untuk dapat menjaminhasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya. Jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka timbullah kebosanan sehingga ia tidak sukar lagi belajar dengan baik. 41

Slameto,Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta : Rieneka Cipta), h.55


(53)

Usahakanlah bahan belajar selalu menarik perhatian dengan cara mengusahakan pelajaran itu sesuai dengan hobi atau bakatnya.42

c. Minat

Minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat belajar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya. Karena tidak ada daya tarik baginya. Bahan pelajaran yang menarik minat siswa, lebih muda dipelajari dan disimpan karena minat menambah kegiatan belajar.43 Jika terdapat siswa yang kurang minat terhadap belajar, dapatlah diusahakan agar ia mempunyai minat yang lebih besar dengan cara menjelaskan hal-hal yang menarik dan berguna bagi kehidupan serta hal-hal yang berhubungan dengan cita-cita serta kaitannya dengan bahan pelajaran yang dipelajarinya.44

d. Bakat

Bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan

42

Ibid., h. 56

43

Muhibbin SyahPsikologi Belajar,(Jakarta: Raja Grafindo Persada), h. 151

44

Slameto,Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta : Rieneka Cipta), h. 57


(54)

datang.45 Maka jelaslah bahwa bakat itu mempengaruhi belajar. Jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka hasil belajarnya lebih baik, karena ia senang belajar dan pastinya selanjutnya ia lebih giat lagi dalam belajarnya itu.

e. Motivasi

Motivasi ialah keadaan internal organisme baik manusia atupun hewan yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini motivasi berarti pemasak daya (energizer) untuk bertingkah laku secara terararh. Dalam perkembangan selanjutnya, motivasi dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.46 Motivasi intinsik adalah hal keadaa yang bearasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar. Termasuk dalam motivasi intrinsik siwa adalah perasaan menyenangi materi terhadap materi tersebut. Adapun motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang datang dari luar individu siswa yang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar.

45

Muhibbin SyahPsikologi Belajar,(Jakarta: Raja Grafindo Persada), h. 150

46


(55)

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa, faktor tersebut dapat dibagi menjadi 2 yaitu faktor lingkungan dan factor non-sosial:

1) Lingkungan sosial

Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staf administrasi dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa. Para guru yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik dan memperlihatkan suri tauladan yang baik dan rajin khususnya dalam hal belajar. Misalnya rajin membaca dan berdiskusi dapat menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar siswa.47

2) Lingkungan Non-sosial

Faktor yang termasuk lingkungan non sosial ialah gedung sekolah letaknya, rumah dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor-faktor ini di pandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. c. Faktor Pendekatan Belajar

Faktor pendekatan belajar adalah segala cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang keefektifan dan keefesiensi proses mempelajarai materi tertentu. Faktor pendekatan belajar juga berpengaruh terhadap taraf keberhasilan proses belajar siswa tersebut. Ada

macam-47


(56)

macam pendekatan belajar yang dapat digunakan siswa untuk mempelajari bidang studi atau materi pelajaran yang sedang mereka tekuni, dari yang paling klasik sampai yang paling modern.

a) Pendekatan Hukum Jost

Menurut pendekatan hukum jost, siswa yang lebih sering mempraktikkan materi pelajaran akan lebih muda mengingat kembali memori lama yang berhubungan dengan materi yang sedang ia tekuni.

Beradasarkan asumsi hukum Jost, belajar dengan kiat 4x2 adalah lebih baik daripada 2x4 walaupun hasil perkalian kedua kiat tersebut sama. Maksudnya mempelajari sebuah materi khususnya yang panjang dan komplek dengan alokasi waktu 2 jam perhari selama 4 hari akan lebih efektif daripada mempelajari 46 materi tersebut denga alokasi waktu 4 jam tetapi hanya selama 2 hari. b) Pendekatan Ballard dan Clanchy

Menurut Ballard dan Clanchy, pendekatan belajar siswa pada umumnya dipengarui oleh sikap terhadap ilmu pengetahuan (Attitude to Knowledge) ada 2 macam siswa dalam menyikapi ilmu pengetahuan, yaitu:

1. Sikap melestarikan apa yang sudah ada (conseving) Siswa yang bersifat conserving pada umumnya menggunakan pendekatan belajar "reproduktif" (bersifat menghasilkan kembali fakta dan informasi)


(57)

2. Sikap memperluas (extending)

Sedangkan siswa yang bersifat extending biasanya menggunakan pendekatan belajar "analitis" (berdasarkan pemilihan dan interprestasi fakta dan informasi).

c) Pendekatan Biggs

Pendekatan belajar siswa dapat dikelompokkan ke dalam 3 prototipe (bentuk dasar) yakni :

(1) Pendekatan surface (permukaan bersifat lahiriah) (2) Pendekatan deep (mendalam)

(3) Pendekatan achieving (pencapaian prestasi tinggi)

Prototipe-prototipe pendekatan belajar tersebut pada umumnya digunakan para siswa berdasarkan motifnya bukan karena sikapnya terhadap pengetahuan.

Siswa yang menggunakan surface misalnya, mau belajar karena dorongan dari luar (ekstinsik) antaralain takut tidak lulus yanag mengakibatkan dia malu. Oleh karena itu, gaya belajarnya nyantai, asal hafal dan tidak mementingkan pemahaman yang mendalam. Sedangkan siswa yang menggunakan Deep biasanya mempelajari materi karena memang ia tertarik dan merasa membutuhkannya (intrinsik). Sementara itu siswa yang menggunakan pendekatan achieving pada umumnya dilandasi oleh motif ekstrinsik yang berciri khusus yang disebut ego enchanchement yaitu ambisi pribadi yang besar dalam meningkatkan


(58)

prestasi keakuan dirinya dengan cara meraih indeks prestasi setinggi-tingginya.48

Pendekatan belajar dapat dipahami sebagai segala cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran materi tertentu. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah operasional yang direkayasa sedemikian rupa untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan tertentu.

5. Upaya-Upaya Meningkatkan Keaktifan Belajar

Beberapa bentuk upaya yang dapat dilakukan oleh seorang guru dalam meningkatkan keaktifan belajar siswa dalam mata pelajaran di antaranya sebagai berikut:

a. Meningkatkan minat belajar siswa

Kondisi pembelajaran yang efektif adalah dengan adanya minat dan perhatian siswa dalam belajar. Minat sangat besar pengaruhnya terhadap belajar sebab dengan minat seseorang akan melakukan sesuatu yang diminatinya.pelajaran akan lancar bila ada minat.49Sebaliknya, tanpa adanya minat seseorang tidak mungkin akan melakukan sesuatu. Siswa yang memiliki minat yang besar terhadap suatu pelajaran akan lebih aktif untuk mempelajarinya dan sebaliknya, siswa akan kurang keaktifannya dalam mempelajari pelajaran yang kurang diminatinya. Karena tidak adanya minat seseorang anak terhadap suatu pelajaran akan timbul

48

Muhibbin SyahPsikologi Belajar,(Jakarta: Raja Grafindo Persada), h. 136-139

49

Prof. Dr.S. Nasution MA,Didaktik Asas-Asas Mengajar,(Jakarta :Bumi Aksara, 1995), h. 82


(59)

kesulitan belajar.50 Yang juga akan menyebabkan tidak aktifnya siswa dalam belajar.

Selanjutnya minat belajar siswa juga berhubungan dengan perhatian siswa. Perbedaannya adalah minat sifatnya lebih menetap sedangkan perhatian sifatnya lebih sementara dan adakalanya menghilang. Dalam proses belajar siswa, perhatian memegang peranan penting. Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa “No learning takes place without attention.” Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa suatu pelajaran tidak akan berlangsung tanpa adanya perhatian dari siswa. Dengan demikian proses pembelajaran akan berjalan lancar bila siswa memiliki minat yang besar yang menimbulkan perhatiannya dalam belajar. Oleh karena itu, guru perlu membangkitkan minat siswa-siswanya agar pelajaran yang diberikan mudah dipahami sehingga mereka terlibat aktif dalam pembelajaran. Adapun beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menarik minat siswa dalam belajar, yaitu sebagai berikut:

1. Membangkitkan kebutuhan pada diri anak seperti kebutuhan rohani, jasmani, sosial, dan sebagainya. Rasa kebutuhan ini akan menimbulkan keadaan labil, ketidakpuasan yang memerlukan pemuasan.

2. Pengalaman-pengalaman yang ingin ditanamkan kepada anak hendaknya didasari oleh pengalaman-pengalaman yang sudah dimiliki.

50

Drs. H Abu Ahmadi dan Drs. Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Bandung :Rineka Cipta,2004),h. 83


(60)

3. Beri kesempatan berpartisipasi untuk mencapai hasil yang diinginkan. Tugas-tugas harus disesuaikan dengan kesanggupan murid. Anak yang tidak pernah mencapai hasil yang baik atau tidak pernah mendapat penyelesaian tugas-tugasnya dengan baik, merasa putus asa.

4. Menggunakan alat-media dan berbagai metode mengajar. b. Membangkitkan motivasi belajar siswa

Setiap perbuatan individu, termasuk perbuatan belajar didorong oleh sesuatu atau beberapa motif. Motif merupakan suatu tenaga yang berada pada diri siswa yang mendorongnya untuk berbuat mencapai suatu tujuan. Sedangkan motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang menimbulakan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai tujuan.51Seseorang siswa yang belajar dengan motivasi kuat, akan melaksanakan semua kegiatan belajarnya dengan sungguh-sungguh penuh gairah atau semangat. Sebaliknya, belajar dengan motivasi yang lemah, akan malas bahkan tidak mau mengerjakan tugas-tugas yang berhubungan dengan pelajaran. Artinya bahwa perhatian dan motivasi merupakan prasarat utama dalam proses belajar-mengajar.52

Dalam hal ini, tugas guru adalah membangkitkan motivasi siswa sehingga ia mau belajar secara aktif. Motivasi belajar siswa dapat timbul dari dalam individu siswa dan dapat pula timbul akibat pengaruh dari luar 51Drs Tadjab MA ,Ilmu Jiwa Pendidikan, (Surabaya:Karya Abditama ,1994), h. 103 52

Drs Sriyono Dkk,Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA,(Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h. 16


(61)

dirinya. Motivasi yang timbul dari dalam diri siswa sendiri tanpa ada ajakan atau pengeruh dari orang lain disebut motivasi intrinsik. Sedangkan motivasi yang timbul akibat pengeruh dari luar diri siswa, apakah karena adanya ajakan, suruhan atau paksaan dari orang lain disebut motivasi ekstrinsik.

Dalam konteks motivasi belajar ini, bagi siswa yang sudah mempunyai motivasi belajar dalam dirinya atau motivasi intrinsik, bukanlah masalah bagi guru, siswa yang demikian biasanya dengan kesadarannya sendiri memperhatikan penjelasan guru. Rasa ingin tahunya lebih banyak terhadap materi pelajaran yang diberikan. Berbagai gangguan yang ada di sekitarnya kurang dapat mempengaruhi atau memecahkan perhatiannya dalam belajar. Lain halnya bagi siswa yang tidak ada motivasi di dalam dirinya, maka motivasi ekstrinsik yang merupakan dorongan dari luar dirinya mutlak diperlukan. Di sini peranan guru lebih dituntut untuk memerankan fungsi motivasi, yaitu fungsi motivasi sebagai alat yang mendoron manusia untuk berbuat, motivasi sebagai alat yang menentukan arah perbuatan, dan motivasi sebagai alat untuk menyeleksi perbuatan. Dari hal tersebut jelas bahwa dalam belajar, siswa mesti memiliki motivasi belajar yang tinggi, baik yang berasal dari dalam diri maupun dari luar diri siswa.

Adapun upaya yang dapat dilakukan guru dalam membangkitkan motivasi siswa dalam belajar guna meningkatkan keaktifan belajar siswa antara lain adalah sebagai berikut :


(62)

1) Mengadakan penilaian atau tes

Pada umumnya para siswa mau belajar dengan memperoleh nilai yang baik. Hal ini terbukti dari kenyataan bahwa banyak siswa yang tidak belajar bila tidak ada ulangan. Akan tetapi murid-murid lebih giat belajar apabila tahu akan diadakan ulangan atau tes dalam waktu singkat.53 Akan tetapi jika ulangan dilakukan terlalu sering maka pengaruhnya tidak berarti lagi. Jadi, angka atau nilai itu merupakan motivasi yang kuat bagi siswa.

2) Diciptakan suasana belajar yang menyenangkan.

Suasana belajar yang hangat berisi suasana persahabatan, ada rasa humor, ada pengakuan akan keberadaan siswa, terhindar dari celaan dan makian, dapat membangkitkan motif.siswa akan teediorong untuk terus belajar jika kegiatan pembelajaran diselenggarakan secara nyaman dan menyenangkan sehingga siswa telibat secara fisik dan psikis.54

3) Adanya persaingan sehat.

Persaingan atau kompetisi yang sehat dapat membangkitkan motivasi belajar. Siswa dapat bersaing dengan hasil belajarnya sendiri atau dengan hasil yang dicapai oleh orang lain. Dalam persaingan ini dapat diberikan pujian, ganjaran ataupun hadiah. 4) Tujuan yang jelas

53Prof. Dr.S. Nasution MA.,Didaktik Asas-Asas Mengajar,(Jakarta :Bumi Aksara, 1995), h. 80

54


(63)

Motivasi selalu mempunyai tujuan,55motif mendorong juga individu untuk mencapai tujuan. Makin jelas tujuan, maka besar nilai tujuan bagi individu yang bersangkutan dan makin besar pula motivasi dalam melakukan suatu perbuatan.

5) Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok.

c. Menerapkan prinsip individualitas siswa

Salah satu masalah utama dalam pembelajaran ialah masalah perbedaan individual. Walaupun diinginkan agar murid-murid mencapai hasil yang sama, tetapi jelas bahwa anak-anak di kelas menunjukkan perbedaan dalam fungsi kognitif dan non-kognitif.56 Karena pembelajaran adalah usaha mengembangkan setiap individu siswa. Walaupun kita mengajar pada kelompok siswa akan tetapi pada hakikatnya yang ingin kita capai adalah perubahan perilaku setiap siswa.57 Dengan demikian adalah wajar apabila setiap siswa memiliki ciriciri individu sendiri. Ada siswa yang badannya tinggi kurus, atau pendek gemuk, cekatan atau lambat, kecerdasan tinggi, sedang atau rendah, berbakat dalam beberapa mata pelajaran, tetapi kurang berbakat dalam mata pelajaran tertentu, tabah, ulet atau mudah putus asa, periang atau perenung, bersemangat atau acuh tak acuh, dan sebagainya Dari segi keberhasilan belajar, perbedaan 55

Prof. Dr.S. Nasution MA.,Didaktik Asas-Asas Mengajar,(Jakarta :Bumi Aksara, 1995), h. 82

56

Samuel Soeitoe Psikologi Pendidikan Mengutamakan Segi-Segi Perkembangan, (Jakarta :Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia), h. 42

57 Dr wina sanjaya, MPd. Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis


(64)

individu juga sangat terlihat. Salah satu perbedaan ialah taraf intelegensi anak-anak yang dinyatakan dengan IQ.62Ada sebagain siswa yang bisa menyelesaikan pelajaran dengan hasil yang baik, ada yang hanya mandapatkan hasil paspasan saja, bahkan ada yang hasilnya kurang memuaskan, bahkan ada yang tidak berhasil sama sekali.58

Berdasarkan hal tersebut, pemahaman guru terhadap setiap individu siswa sangat penting dalam upaya mengembangkan keaktifan belajar mereka. Dalam konteks Pendidikan Agama Islam, guru Agama harus dapat melayani siswa-siswinya sesuai dengan tingkat kecepatan mereka masing-masing.59 Bagi siswa-siswi yang lamban, guru memberikan remediasi, dan bagi siswa-siswi yang sangat pandai guru memberikan materi pengayaan. Adapun beberapa prinsip individualitas yang dapat diterapkan guru dalam mengelola pembelajaran, yaitu sebagai berikut:

1. Dalam mengajar hendaknya guru menggunakan metode atau strategi belajar mengajar yang bervariasi. Sebab dengan variasi tersebut diharapkan beberapa perbedaan kemampuan anak dapat terlayani

2. Hendaknya digunakan alat dan media pengajaran. Penggunaan media dan alat-alat pengajaran dapat membantu siswa-siswa yang mempunyai kelemahan-kelemahan tertentu. Anak yang kemampuan berpikir abstraknya kurang, dapat dibantu dengan

58

Drs tadjab MA,Ilmu Jiwa Pendidikan, (Surabaya:Karya Abditama, 1994), h. 40

59


(65)

media yang konkret, anak yang pendengarannya kurang, dapat dibantu dengan penglihatan dan sebagainya

3. Hendaknya guru memberikan bahan pelajaran tambahan kepada anakanak yang pandai, untuk mengimbangi kepandaiannya. Bahan tambahan tersebut dapat berupa bahan bacaan, soal-soal yang harus dipecahkan dan sebagainya.

4. Hendaknya guru memberikan bantuan atau bimbingan khusus kepada anak-anak yang kurang pandai atau lambat dalam belajar. Bantuan atau bimbingan dapat diberikan pada jam pelajaran ataupun di luar jam pelajaran.

5. Pemberian tugas-tugas hendaknya disesuaikan dengan minat dan kemampuan anak.

C. Pengaruh Penerapan Metode Two Stay Two Stray (TSTS) Terhadap Keaktifan Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Fiqih

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang dapat kita gunakan untuk mendesain pola-pola mengajar secara tatap muka di dalam kelas atau mengatur totorial, dan untuk menentukan material / perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film-film, tipe-tipe, program-program media computer, dan kurikulum (sebagai kursus untuk belajar). Setiap model mengarahkan kita untuk mendesain pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk mencapai berbagai tujuan.

Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode atau prosedur. Untuk mengetahui kualitas model pembelajaran


(66)

harus di lihat dari dua aspek, yaitu proses dan produk. Aspek proses mengacu apakah pembelajaran mampu menciptakan situasi belajar yang menyenangkan (joyful learning) serta mendorong siswa untuk aktif belajar dan berfikir kreatif. Aspek produk mengacu apakah pembelajaran mampu mencapai tujuan, yaitu meningkatkan kemampuan siswa sesuai dengan standar kemampuan atau kompetensi yang ditentukan dalam hal ini sebelum melihat hasilnya, terlebih dahulu aspek proses sudah dapat dipastikan berlangsung baik. Karena setiap model memerlukan sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang berbeda. Setiap pendekatan memberikan peran yang berbeda kepada siswa, pada ruang fisik, dan pada sistem sosial kelas. Sifat materi dari sistem saraf banyak konsep dan informasi-informasi dari teks buku bacaan materi ajar siswa, di samping itu banyak kegiatan pengamatan gambar-gambar. Tujuan yang akan di capai meliputi aspek kognitif (produk dan proses) dari kegiatan pemahaman bacaan dan sumber dan lembar kegiatana siswa (LKS).60

Dalam belajar menggunakan Metode Two Stay Two Stray (TSTS) para siswa dapat berpartisipasi dalam kelompok untuk saling berbagi ilmu. Masing-masing dalam kelompok tediri dari 4 orang siswa, dengan struktur dua tinggal dua bertamu. MetodeTwo Stay Two Strayadalah dua orang siswa tinggal dikelompok dan dua orang siswa lain berkunjung ke kelompok lain. Dua orang yang tinggal memberikan informasi kepada kelompok yang bertamu, sedangkan yang bertamu bertugas mencatat hasil diskusi kelompok yang dikunjunginya. Dalam proses pembelajaran metode TSTS, guru membagi siswa dalam beberapa kelompok,

60Trianto,Model Pembelajaran Dalam Teori Dan Praktek(Jakarta: Prestasi Pustaka,2007),


(1)

✎✏ ✑✏ ✒ ✏ ✓.✔✏ ✕✖✓✗.✘✙.✏ ✎✎✏ ✑✏ ✒✏ ✓.✔✏ ✕✖✓✗.✘✙.✏ ✎✎✏ ✑✏ ✒✏ ✓.✔✏ ✕✖✓✗.✘✙.✏✎✎✏ ✑✏✒ ✏ ✓.✔✏ ✕✖✓✗.✘✙.✏ ✎✎✏ ✑✏ ✒ ✏ ✓.✔✏ ✕✖✓ ✗.✘✙.✏ ✎✎✏ ✑✏ ✒ ✏ ✓.✔✏ ✕✖✓✗.✘✙.✏ ✎✎✏ ✑✏✒ ✏ ✓.✔✏ ✕✖✓✗.✘✙.✏✎

kegiatan pembelajaran Fiqih. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata nilai tes tulis setelah menggunakan metode TSTS yaitu 87,7.

3. Hipotesa kerja yang menyatakan adanya pengaruh penerapan metode TSTS terhadap keaktifan belajar siswa kelas VIII G di MTsN 2

Surabaya dapat diterima. Karena berdasarkan hasil analisis rumus

korelasi product moment yang memiliki nilai rxy= 0,481 yang berkisar

antara 0,400 sampai dengan 0,600 yang berarti terdapat pengaruh dengan kategori cukup.

B. Saran

Adapun penulis memberi saran sebagai wahana membangun pengetahuan bagi guru diantaranya:

a. Penggunaan metode Two Stay Two Stray (TSTS) dapat berpengaruh

dengan baik terhadap pembelajaran Fiqih, karena itu peneliti berharap kepada kepala sekolah diharapkan terus memacu semangat pembaharuan pendidikan dalam pembelajaran yang lebih aktif dan inovatif dan menjadikan input dan out put yang berkualitas.

b. Kepada guru mata pelajaran Fiqih diharapkan dapat memanfaatkan

Metode Two Stay Two Stray (TSTS) untuk meningkatkan keaktifan

belajar siswa secara optimal pada proses pembelajaran yang dilaksanakan,

c. Kepada peserta didik agar selalu mengikuti proses pembelajaran dengan baik dan disiplin serta memacu semangat dalam belajar, dan mengeluarkan daya kreatifitas yang ada pada diri dan berusaha untuk


(2)

tidak berhenti mencari ilmu guna membangun kemampuan berfikir yang kreatif dan inovatif menuju perubahan zaman.

d. Sarana dan prasarana yang sudah mendukung dalam proses pembelajaran seperti proyektor, mading kelas, papan tulis. Dengan sarana dan prasarana tersebut diharapkan dapat membantu dan mengembangkan intelektual peserta didik.


(3)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman Abror, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: Tiara Wacana,

1993).

Arikunto,Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rieneke

Cipta, 1996).

Aris Shoimin, 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013,

(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014) cet. Ke-1.

Dimyati dan Mujiono, Belajar dan Pembelajaran, ( Jakarta: Rineka Cipta, 1999).

Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswn Zain, Strategi Belajar Mengajar,

(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996).

Djamarah. Saiful Bahri,Psikologi Belajar,(Jakarta: Rieneka Cipta, 2002).

Dokumentasi dan Observasi di Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Surabaya

Dr wina sanjaya, MPd. Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum

Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Kencana Predana Media Group,2005)

Drs. H Abu Ahmadi dan Drs. Widodo Supriyono, Psikologi Belajar,

(Bandung :Rineka Cipta,2004).

Ibnu Hajar,Dasar-dasar Metodologi Kualitatif dalam Pendidikan, (Jakarta:


(4)

Imam Bawani, Perkembangan Jiwa Anak Usia Balita Stratifikasi Perkembangan Anak(Surabaya:Bina Ilmu,1997).

Mardalis, Metode Penelitian(Pendekatan Proposal), (Jakarta : Bumi

Aksara, 1995).

Margono,Metodologi Pendidikan, (Jakarta : Rieneke Cipta, 1997).

Martinis yamin, Paradigma Pendidikan Konstruktivistik (Implementasi

KTSP dan UU

Melvin L. Silberman, Active Learning 101 Cara Belajar Aktif, ( Bandung :

Nusamedia, 2006 ).

Miftahul Huda, Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran,(Yogyakarta:

Pustaka Pelajar,2014) cet. Ke-4.

Muhibbin SyahPsikologi Belajar,(Jakarta: Raja Grafindo Persada).

Nana Sujana,Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar,(Bandung: Sinar Baru

Algensindo,2005).

Nana Sujana, Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, (Bandung :

Sinar Baru Algensindo, 2009),cet. Ke II.

Nana Syaodih S., Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT.Remaja

Rosdakarya, 2013), Cet. Ke-9.


(5)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

No.14 Th.2005 Tentang Guru dan Dosen), (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008).

Ridwan Abdullah Sani,Inovasi Pembelajaran, ( Jakarta: PT. Bumi Aksara,

2013).

Sambas Ali Muhiddin dan Maman Abdurrahman, Analisis Korelasi Regresi

dan Jalur Dalam Penelitian, (Bandung : Pustaka Setia, 2007).

Samuel Soeitoe Psikologi Pendidikan Mengutamakan Segi-Segi

Perkembangan, (Jakarta :Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia).

Sardiman A.M, Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar Pedoman Bagi

Guru dan Calon Guru, (Jakarta : Rajawali, 1986).

Slameto, Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta :

Rieneka Cipta).

Sriyono Dkk, Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA, (Jakarta: Rineka

Cipta, 1992).

Subana, Moersetyo dan Sudrajat, Statistik Pendidikan, (Bandung : CV

Pustaka Setia, 2000).

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,

(Jakarta: Rineka Cipta, 2006).

Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Raja GGrafindo


(6)

Sumanto,Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan, (Yogyakarta: Andi Offset, 1995)

Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid 1, (Yogyakarta : Andi Offset, 1980).

Tadjab,Ilmu Jiwa Pendidikan, (Surabaya:Karya Abditama, 1994)

Trianto, Model Pembelajaran Dalam Teori Dan Praktek (Jakarta: Prestasi

Pustaka,2007).

Usman Uzer Moh, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya: 2006).

Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya,


Dokumen yang terkait

perbedaan hasil belajar biologi siswa yang diajarkan melalui pembelajaran kooperatif teknik jigsay dengan teknik two stay two stray (kuasi eksperimen di MTs PUI Bogor)

0 5 185

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray Terhadap Keterampilan Menyimak Siswa Kelas V MIN 15 Bintaro Jakarta Selatan

1 10 130

Perbedaan hasil belajar ips siswa dengan menggunakan pembelajaran kooperatif teknik inside outside circle dan two stay two stray

0 12 0

Perbedaan Hasil Belajar Antara Siswa yang Menggunakan Metode Pembelajaran Two Stay Two Stray dan Jigsaw Pada Konsep Pencernaan

2 14 198

Pengaruh teknik kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS) dengan Guided Note Taking (GNT) terhadap hasil belajar siswa pada konsep archaebacteria dan eubacteria: kuasi eksperimen di SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan.

0 9 243

perbedaan hasil belajar peserta didik menggunakan pendekatan sts, sets, dan stem pada pembelajaran konsep virus

3 22 77

PENGGUNAAN METODE TWO STAY TWO STRAY UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS PADA SISWA KELAS V SD Penggunaan Metode Two Stay Two Stray Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran IPS Pada Siswa Kelas V SD Negeri Banyurip 3 Tahun Pelajara

0 2 8

PENGGUNAAN METODE TWO STAY TWO STRAY UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN Penggunaan Metode Two Stay Two Stray Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran IPS Pada Siswa Kelas V SD Negeri Banyurip 3 Tahun Pelajaran 2012/2013.

0 3 16

PERBEDAAN HASIL BELAJAR BIOLOGI MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY (TSTS) DAN Perbedaan Hasil Belajar Biologi Menggunakan Pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) Dan Think Pair Share (TPS) Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Colomadu Karanganyar T

0 4 16

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI METODE “TWO STAY TWO STRAY” (TSTS) Peningkatan Hasil Belajar Ipa Melalui Metode “Two Stay Two Stray” (Tsts) Pada Siswa Kelas Iv Sdn 02 Jatiharjo Kecamatan Jatipuro Tahun Ajaran 2011/2012.

0 1 16