ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DIVIDEND PAYOUT RATIO PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Jurusan Manajemen

Diajukan Oleh:

RENDHI KURNIADI 0612010253 / FE / EM

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR


(2)

i   

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Segala-galanya, sumber dari segala sumber, yang telah memberikan petunjuk, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Devidend Payout Ratio Pada Perusahaan Manufactur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.

Penulisan skripsi ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Manajemen pada Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran“ Jawa Timur.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP, selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Dr. H. Dhani Ichsanuddin Nur, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Manajemen Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Drs. Ec. Gendut Sukarno, MSi, selaku Ketua Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran“ Jawa Timur.


(3)

ii   

5. Dra. Ec. Mei Retno, Msi, selaku Dosen Wali yang telah banyak membantu penulis selama menempuh kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

6. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran“ Jawa Timur, khususnya Program Studi Manajemen yang telah memberi ilmu pengetahuan dan membimbing penulis selama masa kuliah. 7. Kedua Orangtua dan saudara-saudara saya yang selalu memberikan restu,

dukungan dan doanya selama penulis menempuh kuliah sampai dengan menyelesaikan Skripsi.

8. Semua teman-teman KOC yang membantu memberikan doa dan member semangat agar terselesaikannya Skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhir kata penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri serta bermanfaat bagi pembaca, khususnya Program Studi Manajemen.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Surabaya, Juni 2010


(4)

iii   

DAFTAR ISI ...iii

DAFTAR TABEL ...vii

DAFTAR LAMPIRAN ...viii

ABSTRAKSI ...ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang...1

1.2. Perumusan Masalah...7

1.3. Tujuan Penelitian...8

1.4. Manfaat Penelitian...8

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu...10

2.2. Landasan Teori...12

2.2.1.Pengertian Manajemen Keuangan...12

2.2.2. Tujuan Manajemen Keuangan……...14

2.2.3. Fungsi Manajemen Keuangan………...15

2.2.4. Sumber Dana...17

2.2.5. Laporan Keuangan...17

2.2.5.1 Pengertian Laporan Keuangan……….17

2.2.5.2 Asumsi Dasar Laporan Keungan………..18

2.2.5.3 Tujuan Laporan Keuangan………...19

2.2.5.4 Manfaat Laporan Keuangan……….20


(5)

iv   

2.3.3 Pengertian kebijakan Dividend………...28

2.3.4 Pendekatan dalam membahas Kebijakan Dividend…..…………..30

2.3.5 Teori kebijakan devidend………....31

2.3.6 Kontroversi Kebijakan Dividend...33

2.3.7 Macam-macam Kebijakn Dividend…………...……….……37

2.3.8 Faktor-faktor yang berpengaruh rasio pembayaran dividend.……40

2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Dividend Payout Ratio…..…….44

2.4.1 Pengaruh Cash Position terhadap Dividend payout ratio...…...…..44

2.4.2 Pengaruh Growth Potential terhadap Dividend payout ratio ……45

2.4.3 Pengaruh Firm Size terhadap Dividend payout ratio…….………45

2.4.4 Pengaruh DER terhadap Dividend payout ratio………46

2.5 Model Konseptual...48

2.6 Hipotesis Penelitian.………..49

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel...50

3.1.1. Variabel Terikat...51

3.1.2. Variabel Bebas...52

3.2. Teknik Penentuan Sampel...53

3.2.1. Populasi...53

3.2.2. Sampel...54

3.3. Teknik Pengumpulan Data...55

3.3.1. Jenis Data...55


(6)

v   

3.4.2. Uji Hipotesis...57

3.4.3. Uji Normalitas...58

3.4.4 Uji Asumsi Klasik………59

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian...62

4.1.1. Sejarah Singkat pasar modal di indonesia (BEI)...62

4.1.2. Lembaga dan Profesi Pasar Modal……...65

4.1.2.1 Lembaga Penunjang Pasar Modal...65

4.1.2.2 Profesi Penunjang Pasar Modal...66

4.1.3. Latar Belakang Berdirinya BEI…...66

4.1.4. Maksud dan Tujuan Pembentukan BEI...67

4.1.5. Struktur Organisasi...68

4.1.6. Sistem Perdagangan Di BEI...70

4.2. Deskripsi Hasil Pengujian Hipotesis...71

4.2.1. Uji Normalitas...71

4.2.2. Uji Asumsi Klasik...72

4.2.2.1. Autokorelasi ...72

4.2.2.2. Multikolinieritas...73

4.2.2.3. Heteroskedastisitas...74

4.2.3. Hasil Pengujian Regresi Linier Berganda...75

4.2.4. Hasil Pengujian Uji t...77


(7)

vi   

4.3.4. Pengaruh Debt to Equity Ratio terhadap Dividend Payout Ratio.81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan...82 5.2. Saran...83 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(8)

vii   

Tabel 4.2. Data Autokorelasi ...73

Tabel 4.3. Batas-batas daerah Test Durbin Watson ...73

Tabel 4.4. Hasil pengujian Multikolinieritas ...74

Tabel 4.5. Hasil pengujian Heteroskedatisitas ...75

Tabel 4.6. Koefisien Regresi ...76

Tabel 4.7. Hasil Uji t ...77


(9)

viii   

dan DER Lampiran 2 : Uji normalitas Lampiran 3 : Uji Asumsi Klasik Lampiran 4 : Uji t tabel

Lampiran 5 : Statistik d dari Durbin Watson  


(10)

ix

Rendhi Kurniadi

Abstraksi

Perusahaan yang cenderung menggunakan sumber dana eksternal untuk mendanai tambahan investasi akan membagikan deviden yang lebih besar. Untuk itulah manajer harus dapat menentukan kebijakan deviden yang memberikan keuntungan kepada investor, disisi lain harus menjalankan perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang diharapkan. Pembagian deviden bertujuan untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham atau nilai perusahaan yang ditunjukkan dengan nilai saham. Untuk mencapai tujuan tersebut melibatkan dua pihak yang berkepentingan dalam pembagian deviden yaitu investor dan emiten. Dari sisi investor, deviden merupakan salah satu penyebab timbulnya motivasi investor menanamkan dananya di pasar modal. Investor lebih menyukai deviden daripada capital gain, alasanya adalah deviden merupakan penerimaan yang lebih pasti dibanding dengan capital gain. Mereka menganggap bahwa deviden sekarang lebih berharga dari pada capital gain yang diterima dikemudian hari. Berdasarkan uraian diatas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Cash position, Growth potential, firm sizes, debt to equity ratio terhadap

dividend payout ratio pada perusahaan manufacture yang go public di BEI.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufacture yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang berjumlah 155 perusahaan mulai tahun 2006 sampai dengan tahun 2008 dan sampel pada penelitian ini sebanyak 12 perusahaan manufacture. Teknik penentuan sampel yang digunakan adalah purposive sampling yaitu teknik pemilihan sampel yang dilaksanakan dengan cara pengambilan subyek berdasarkan atas tujuan atau kriteria tertentu. Untuk menguji hipotesis yang diajukan digunakan teknik analisis uji regresi linier berganda.

Berdasarkan hasil pengujian diatas variabel Cash Position secara parsial tidak berpengaruh terhadap Dividen Payout Ratio, variabel Growth Potential secara parsial berpengaruh terhadap Dividen Payout Ratio, variabel Size secara parsial berpengaruh terhadap Dividen Payout Ratio, variabel Debt Equity to Ratio secara parsial tidak berpengaruh terhadap Dividen Payout Ratio.

Keywords: Cash position, Growth potential, firm sizes, debt to equity ratio dan dividend payout ratio


(11)

1 1.1 Latar Belakang

Kebijakan bidang keuangan yang dijalankan perusahaan harus selaras dan serasi dengan tujuan maksimalisasi keuntungan yang merupakan tujuan utama dari perusahaan. Salah satu kebijakan yang utama untuk memaksimalisasi keuntungan perusahaan adalah kegiatan investasi. Dalam kegiatan investasi manajer harus mengalokasikan dana ke dalam bentuk investasi yang dapat menghasilkan keuntungan dimasa depan. Dalam kegiatan investasi tersebut perlu mempertimbangkan sumber pendanaan investasi tersebut apakah dari sumber internal atau dari sumber eksternal sehingga keuntungan yang dihasilkan bisa maksimal.

Kebijakan investasi berhubungan dengan pendanaan apabila investasi sebagian besar didanai dengan internal equity maka akan mempengaruhi besarnya deviden yang dibagikan. Semakin besar investasi maka semakin berkurang deviden yang dibagikan. Dan apabila dana internal equity kurang mencukupi dari dana yang dibutuhkan untuk investasi maka bisa dipenuhi dari external khususnya dari utang.

Perusahaan yang cenderung menggunakan sumber dana eksternal untuk mendanai tambahan investasi akan membagikan deviden yang lebih besar. Untuk itulah manajer harus dapat menentukan kebijakan deviden yang memberikan keuntungan kepada investor, disisi lain harus menjalankan perusahaan dengan


(12)

tingkat pertumbuhan yang diharapkan. Pembagian deviden bertujuan untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham atau nilai perusahaan yang ditunjukkan dengan nilai saham. Untuk mencapai tujuan tersebut melibatkan dua pihak yang berkepentingan dalam pembagian deviden yaitu investor dan emiten.

Dari sisi investor, deviden merupakan salah satu penyebab timbulnya motivasi investor menanamkan dananya di pasar modal. Investor lebih menyukai deviden daripada capital gain, alasanya adalah deviden merupakan penerimaan yang lebih pasti dibanding dengan capital gain. Mereka menganggap bahwa deviden sekarang lebih berharga dari pada capital gain yang diterima dikemudian hari. Kerena informasi yang dimiliki investor di pasar modal sangat terbatas, maka perubahan devidenlah yang akan dijadikan sebagai sinyal untuk mengetahui

performance perusahaan. Sehingga perusahaan sering menggunakan engumuman

deviden untuk menaikkan harga saham. Dari sisi emiten, sangat penting untuk menentukan apakah sebagian keuntungan yang dimiliki oleh perusahaan akan lebih banyak digunakan untuk membayar deviden dibandingkan dengan retained

earning atau justru sebaliknya. Apabila proporsi keuntungan yang dibagikan

sebagai deviden lebih besar dari laba ditahan, akibatnya adalah dana internal yang dimiliki perusahaan turun, dan perusahaan perlu mencari dana dari luar perusaahaaan bila perusahaan ingin melakukan ekspansi. Penentuan pembagian pendapatan antara penggunaan pendapatan untuk dibayarkan kepada para pemegang saham sebagai deviden atau untuk digunakan di dalam perusahaan disebut dengan politik deviden atau kebijakan deviden.


(13)

Kebijakan deviden merupakan bagian yang menyatu dengan keputusan pendanaan perusahaan. Rasio pembayaran deviden menentukan jumlah laba yang ditahan sebagai sumber pendanaan. Semakin besar laba ditahan semakin sedikit jumlah laba yang dialokasikan untuk pembayaran deviden. Aspek utama dalam kebijakan deviden adalah alokasi penentuan laba sebagai deviden dan laba ditahan.

Laba sebaiknya tidak dibagikan sebagai deviden seluruhnya dan sebagian harus disisihkan untuk diinvestasikan kembali. Laba ditahan (retained earning) merupakan salah satu dari sumber dana yang berasal dari modal sendiri dan merupakan modal yang paling penting untuk membiayai pertumbuhan perusahaan.

Setiap perusahaan selalu menginginkan adanya pertumbuhan bagi perusahaan tersebut di satu pihak dan juga dapat membayarkan deviden kepada para pemegang saham di lain pihak, tetapi kedua tujuan tersebut selalu bertentangan. Sebab kalau makin tinggi tingkat deviden yang dibayarkan, berarti semakin sedikit laba yang ditahan, dan sebagai akibatnya ialah menghambat tingkat pertumbuhan (rate of growth) dalam pendapatan dan harga sahamnya. Kalau perusahaan ingin menahan sebagian besar dari pendapatannya tetap didalam perusahaan, berarti bahwa bagian dari pendapatan yang tersedia untuk pembayaran deviden adalah semakin kecil. Persentase dari pendapatan yang akan dibayarkan kepada pemegang saham sebagai “cash deviden” disebut devidend

payout ratio. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa makin tingginya devidend payout ratio yang ditetapkan oleh perusahaan berarti makin kecil dana


(14)

yang tersedia untuk ditanamkan kembali di dalam perusahaan yang ini berarti akan menghambat pertumbuhan perusahaan (Riyanto 2001:266). Kebijakan deviden yang optimal (optimal dividend policy) ialah kebijakan deviden yang menciptakan keseimbangan diantara deviden saat ini dan pertumbuhan di masa mendatang sehingga memaksimumkan harga saham perusahaan (Bringham 2001:198).

Dari teori diatas dapat diketahui bahwa kebijakan deviden merupakan kebijakan yang masih mengundang kontroversi untuk itulah sangat bervariasi kebijakan deviden yang dijalankan dalam perusahaan. Dewasa ini diperoleh fenomena perusahaan yang terdaftar di BEI hanya sedikit yang membagikan deviden. Seperti data yang didapat dari perusahaan manufaktur di peroleh hasil bahwa perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI di tahun 2004 sampai 2008 cenderung mengalami penurunan dari 155 perusahaan manufacture yang membagikan deviden. Dimana tahun 2004 sebesar 48 perusahaan yang membagikan deviden, tahun 2005 sebesar 45 perusahaan, 2006 sebesar 50 perusahaan, tahun 2007 sebesar 40 perusahaan, tahun 2008 sebesar 44 perusahaan Dan rasio deviden yang dibagikan pada tahun tersebut sangat bervariatif sekali, banyak perusahaan yang membagikan deviden dengan proporsi yang sangat kecil dan sebaliknya ada pula yang membagikan dengan proporsi yang sangat besar.(www.rmexpose.com)

Dari fenomena diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini pada perusahaan manufaktur. Perusahaan manufaktur adalah perusahaan yang menjual produknya yang dimulai dengan proses produksi yang tidak terputus nilai


(15)

dari pembelian bahan baku dilanjutkan dengan proses pengolahan bahan baku serta menjadi produk yang siap dijual dilakukan sendiri oleh perusahaan tersebut sehingga sumber dana yang ada akan terikat lama pada aktiva tetap. Perusahaan manufaktur lebih membutuhkan sumber dana jangka panjang untuk membiayai operasi perusahaan mereka salah satunya dengan investasi saham yang tentunya berhubungan dengan pembagian deviden.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi rasio pembayaran deviden, antara lain yang dikemukakan oleh Riyanto (2001:267), bahwa kebijakan deviden itu dipengaruhi oleh likuiditas, kebutuhan dana untuk membayar hutang, tingkat pertumbuhan, dan pengawasan terhadap perusahaan. Sedangkan yang dikemukakan oleh Hanafi (2004:378), bahwa rasio pembayaran deviden itu dipengaruhi oleh kesempatan investasi, profitabilitas, likuiditas, akses ke pasar uang, stabilitas pendapatan dan pembatasan-pembatasan.

Penelitian ini hampir sama dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sutrisno (2001). Adapun yang membedakan adalah penelitian ini hanya menggunakan 5 variabel yang terdiri dari devidend payout ratio sebagai variabel dependen dan cash position, growth potential, firm size, dan debt to eqity ratio sebagai variabel independen. Obyek dan waktu dari penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang membagikan deviden dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2006-2008, sedangkan dalam penelitian Sutrisno menggunakan obyek dan waktu penelitian pada perusahaan publik yang terdaftar di BEJ tahun 1991-1996.


(16)

Posisi kas atau likuiditas perusahaan merupakan faktor yang penting yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk menetapkan besarnya deviden yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham. Oleh karena deviden merupakan “cash outflow”, maka makin kuat posisi kas perusahaan, berarti makin besar kemampuan perusahaan untuk membayar deviden (Riyanto 2001:267).

Growth Potential adalah potensi pertumbuhan perusahaan yang diukur dengan rasio selisih total assets pada tahun t dengan total assets pada tahun t-1 terhadap total assets pada t-1. Semakin cepat tingkat pertumbuhan perusahaan, semakin besar kebutuhan akan dana untuk membiayai perluasan. semakin besar kebutuhan dana dimasa mendatang, semakin mungkiin perusahaan menahan pendapatan, bukan membayarkannya sebagai dividen. Karena itu potensi pertumbuhan bank menjadi faktor penting dalam kebijakan dividen. Indikator untuk faktor ini adalah tingkat pertumbuhan campuran yang diatur tiap tahun dalam total assets.

Firm size menjelaskan bahwa suatu perusahaan yang mapan dan besar memiliki akses yang lebih mudah ke pasar modal di bandingkan dengan perusahaan kecil. Akses yang baik bisa membantu perusahaan memenuhi kebutuhan likuiditasnya. Kemudahan aksesbilitas ke pasar modal dapat diartikan adanya fleksibilitas dan kemampuan bank untuk memunculkan dana yang lebih besar, dengan catatan perusahaan tersebut memiliki rasio pembayaran yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil. Ukuran perusahaan diwakili oleh Log Natural


(17)

Debt to equity ratio mencerminkan kemampuan perusahaan dalam

mememnuhi seluruh kewajibanya, yang ditunjukkan oleh berapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Oleh karena itu semakin rendah DER akan semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya. Semakin esar proporsi hutang yang digunakan struktur modal suaatu perusahaan, maka akan semakin besar pula ju8mlah kewajibannya.(sutrisno,2001)

Atas dasar tersebut, maka penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh beberapa faktor yaitu : cash position, growth potential, firm size, dan

debt to eqity ratio pada perusahan manufaktur yang terdafar di BEI Sehingga

peneliti melakukan penelitian ini dengan mengambil judul “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Dividend Payout Ratio pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2006-2008”.

1.2 Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah variabel cash position berpengaruh terhadap dividend payout ratio pada perusahaan manufaktur yang membagikan deviden dan terdaftar di BEI tahun 2006-2008 ?

2. Apakah variabel growt potential berpengaruh terhadap devidend payout ratio pada perusahaan manufaktur yang membagikan deviden dan terdaftar di BEI tahun 2006-2008 ?


(18)

3. Apakah variabel firm size berpengaruh terhadap devidend payout ratio pada perusahaan manufaktur yang membagikan deviden dan terdaftar di BEI tahun 2006-2008 ?

4. Apakah variabel debt to equity ratio berpengaruh terhadap dividend payout ratio pada perusahaan manufaktur yang membagikan dividend dan terdaftar di BEI tahun 2006-2008 ?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh Cash position terhadap dividend payout

ratio pada perusahaan manufaktur yang go public di BEI.

2. Untuk mengetahui pengaruh Growth potential terhadap dividend

payout ratio pada perusahaan manufaktur yang go public di BEI.

3. Untuk mengetahui pengaruh firm size terhadap dividend payout ratio pada perusahaan manufaktur yang go public di BEI.

4. Untuk megetehui pengaruh debt to equity ratio terhadap dividend

payout ratio pada perusahaan manufaktur yang go public di BEI.

1.4 Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Secara terperinci manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:


(19)

a. Bagi perusahaan, diharapkan dapat membantu manajer keuangan dalam pengambilan keputusan untuk menentukan berapa besarnya deviden yang dibayarkan kepada pemegang saham.

b. Bagi investor, dapat dijadikan pertimbangan untuk menentukan investasi sehingga mendapatkan hasil yang diharapkan.


(20)

10 2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai kebijakan deviden telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Penelitian terdahulu ini diambil dari berbagai jurnal yang telah diterbitkan oleh lembaga penelitian maupun instansi-instansi pendidikan. Adapun penelitian terdahulu dijelaskan sebagai berikut:

C. Erna Susilawati (2000) melakukan penelitian tentang " dampak factor-faktor keagenan dan factor-faktor-factor-faktor yang mempangaruhi biaya transaksi terhadap ratio pembayaran deviden". Dimana populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang go public di Bursa Efek Jakarta. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 44 perusahaan dimana diperoleh dengan menggunakan teknik

purposive sampling. Penelitian ini melibatkan 6 variabel yang terdiri dari devidend payout ratio sebagai variabel dependen sedangkan insider ownership, shareholder dispersion, tingkat pertumbuhan perusahaan, resiko perusahaan dan

ukuran perusahaan sebagai variable independent. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan variabel insider ownership, shareholder

dispersion, tingkat pertumbuhan perusahaan, resiko perusahaan dan ukuran

perusahaan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap dividend payout ratio. Sedang secara parsial variable tingkat pertumbuhan perusahaan, resiko perusahaan dan ukuran perusahaan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap


(21)

dividend payout ratio dan variabel insider ownership dan shareholder dispersion

tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap dividend payout ratio.

Sutrisno (2001) melakukan penelitian tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi dividend payout ratio (DPR) pada perusahaan publik yang terdaftar di PT Bursa Efek Jakarta. Peneliti ini mengunakan 6 variabel yang terdiri dari posisi kas, potensi pertumbuhan, size perusahaan, rasio hutang dan modal, profitabilitas, holding, dan DPR. Dengan menggunakan sampel dari perusahaan go publik selama periode 1991-1996, diperoleh sebanyak 148 observasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak semua faktor yang diteliti mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap DPR. Dari ketujuh variabel independen tersebut di atas, hanya posisi kas, dan rasio hutang dengan modal (kelompok perkiraan neraca) saja yang berpengaruh signifikan terhadap DPR, sedangkan earnings yang merupakan proksi dari kelompok rugi-laba berpengaruh kurang signifikan terhadap DPR.

Penelitian ini hampir sama dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sutrisno (2001). Adapun yang membedakan adalah penelitian ini hanya menggunakan 5 variabel yang terdiri dari devidend payout ratio sebagai variabel dependen dan cash position, growth potential, firm size, dan debt to eqity ratio sebagai variabel independen. Obyek dan waktu dari penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang membagikan deviden dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2006-2008, sedangkan dalam penelitian Sutrisno menggunakan obyek dan waktu penelitian pada perusahaan publik yang terdaftar di BEJ tahun 1991-1996.


(22)

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Pengertian Manajemen Keuangan

Pada dewasa ini manajer keuangan memegang peranan yang sangat penting. Seiring dengan perkembangannya, tugas manaj'er keuangan tidak hanya mencatat, membuat laporan, mengendalikan posisi kas, membayar tagihan-tagihan, dan mencari dana. Akan tetapi, manajer keuangan juga hams mampu menginvestasikan dana, rnengatur kombinasi sumber dana yang optimal, serta pendistribusian keuntungan (pembagian dividen) dalam rangka meningkatkan nilai perusahaan Penginvestasian dana merupakan tolok ukur besar kecilnya suatu perusahaan, baik dilihat dari aspek laba, risiko usaha, maupun likuiditasnya. Pengaturan kombinasi sumber dana (hutang dan modal sendiri) berikut kebijakan dividen merupakan penentu besar kecilnya beban finansial dan risiko finansial. Semua variabel tersebut akan mempengaruhi penilaian perusahaan secara keseluruhan.

Setiap perusahaan selalu membutuhkan dana dalam rangka memenuhi kebutuhan operasi sehari-hari maupun untuk mengembangkan perusahaan. Kebutuhan dana tersebut berupa modal kerja rnaupun untuk pembelian aktiva tetap. Untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut, perusahaan harus mampu mencari sumber dana dengan komposisi yang menghasilkan beban biaya paling murah. Kedua hal tersebut harus bisa diupayakan oleh manajer keuangan.

Dengan demikian manajemen keuangan atau sering disebut pembelanjaan dapat diartikan sebagai semua aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan usaha-usaha mendapatkan dana perusahaan dengan biaya yang murah serta usaha


(23)

untuk menggunakan dan mengalokasikan dana tersebut secara efisien Usaha mendapatkan dana sering disebut pembelanjaan pasif, dan bila kita lihat di neraca akan terlihat di sisi pasiva, sedangkan usaha mengalokasikan dana disebut pembelanjaan aktif dan di neraca akan terlihat di sisi aktiva.

Fungsi manajemen keuangan tidak bisa dipisahkan dengan fungsi-fungs perusahaan yang lainnya seperti pemasaran, produksi, maupun sumberdayj manusia. Kegagalan dalam mendapatkan sumber dana akan menghambat prose; produksi, menghambat program-program pemasaran yang telah ditetapkan menghambat dalam penarikan sumberdaya manusia yang ahli, sehingga akhirnya akan mengakibatkan kerugian perusahaan secara keseluruhan.

Manajemen pemasaran, manajemen produksi, manajemen sumber daya manusia, akuntansi, maupun lingkungan ekonomi berpengaruh terhadap keputusar keuangan. Oleh karena itu manajer keuangan harus bekerja sama dengan semue menajer-manajer fungsi tersebut. Apalagi dengan perkembangan perekonomiar dan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan arti pentingnya lingkungar hidup, telah memberikan tekanan yang besar bagi perusahaan untuk memperkeci kemungkinan negatif yang timbul sebagai akibat kelalaian perusahaan. Manajei keuangan harus saling bekerjasama dengan manajer produksi dan pemasarar dalam menterjemahkan kebijakan perusahaan, misalnya dalam prograrr pengembangan produk baru, rencana promosi, distribusi, dan penentuan harga Jangan sampai produk baru tersebut nantinya tidak diterima oieh masyarakat hanya karena melalaikan lingkungan, demikian pula dengan program pemasarannya.(Sutrisno, 2001:3)


(24)

2.2.2 Tujuan Manajemen Keuangan

Kita tahu bahwa tujuan perusahaan adalah meningkatkan kemakmuran para pemegang saham atau pemilik, Kemakmuran para pemegang saham diperlihatkan dalam wujud semakin tingginya harga saham, yang merupakan pencerminan dar keputusan-Keputusan investasi, pendanaan, dan kebijakan dividen. Oleh karena itu kemakmuran para pemegang saham dapat dijadikan sebagai dasar analisis dari tindakan rasional dalam proses pembuatan keputusan. Kadang-kadang memaksimumkan laba dicanangkan sebagai tujuan perusahaan, akan tetapi hal ini tidak dapat mencapai sasaran memaksimalkan kemakmuran para pemeganc saham. Yang tebih penting bukanlah laba melainkan laba per lembar saham

(earning per share). Laba didapatkan dengan mengurangkan penghasilan dengan

biaya yang dikeluarkan, sehingga untuk meningkatkan keuntungan bisa menarik modal baru (mengeluarkan saham baru), dan menginvestasikan dana yang diperoleh tersebut pada investasi yang bebas risiko (misalnya deposito atau obligasi pemerintah), tetapi apakah dengan cara semacam ini akan meningkatkan saham, tentu saja tidak, karena pemegang saham tidak mau menerima imbas sebesar bunga deposito yang relative lebih kecil, sementara mereka harus menanggung risiko. Jika hal itu terjadi keuntungan memang meningkat, tapi nilai saham justru akan menurun. Demikian pula halnya, memaksimumkan laba per lembar saham bukan merupakan tujuan utama, karena tidak memperlihatkan waktu maupun lamanya laba yang diharapkan, dan juga tidak memperhatikan faktor risiko maupun ketidakpastian di masa yang akan datang, serta tidak mempertimbangkan kemampuan perusahaan dalam membagi dividen.


(25)

Dengan memperhatikan hal-hal di atas, maka dapat dikatakan bahwa tujuan memaksimumkan laba per lembar saham tidak sama dengan memaksimumkan harga pasar saham. Harga pasar saham mencerminkan nilai riil perusahaan. Harga pasar saham. sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni (1) laba perlembar saham, (2) tingkat bunga bebas risiko, dan (3) tingkat ketidakpastian operasi perusahaan. Misalnya perusahaan melakukan investasi yang bersifat spekulatif ada kecenderungan harga saham akan turun karena risiko usahanya menjadi semakin besar.(Sutrisno,2001:4)

2.2.3 Fungsi Manajemen Keuangan

Fungsi manajemen keuangan terdiri dari tiga keputusan utama yang hanya dilakukan oleh suatu perusahaan: keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan keputusan dividen. Masing-masing keputusan harus berorientasi pada pencapain tujuan perusahaan. Kombinasi dari ketiganya akan memaksimumkan nilai perusahaan.

Ketiga keputusan keuangan diimplementasikan dalam kegiatan sehari-hari untuk mendapatkan laba. Laba yang diperoleh diharapkan mampu meningkatkan nilai perusahaan yang tercermin pada makin tingginya harga saham, sehinga kemakmuran para pemegang saham dengan sendirinya makin bertambah.(Sutrisno,2001:5)

a. Keputusan Investasi

Keputusan investasi adalah masalah bagaimana manajer keuangan han mengalokasikan dana ke dalam bentuk-bentuk investasi yang akan dapat mendatangkan keuntungan di masa yang akan datang.


(26)

Bentuk, macam, komposisi dari investasi tersebut akan mempengaruhi dan menunjang tingkat keuntungan di masa depan. Keuntungan di masa depan yang diharapkaninvestasi tersebut tidak dapat diperkirakan secara pasti. Oleh karena itu in akan mengandung risiko atau ketidakpastian. Risiko dan hasil yang diharapkan dari investasi itu akan sangat mempengaruhi pencapaian tujuan, kebijakan maupun nilai perusahaan.(Sutrisno,2001:6)

b. Keputusan Pendanaan

Keputusan pendanaan ini sering disebut sebagai kebijakan struktur modal. Pada keputusan ini manajer keuangan dituntut untuk mempertimbangkan dan menganalisis kombinasi dari sumber-sumber dana yang ekonomis bagi perusahaan guna membelanjai kebutuhan-kebutuhan investasi serta kegiatan usahanya.(Sutrisno,2001:6)

c. Keputusan Dividend

Dividen merupakan bagian keuntungan yang dibayarkan oleh perusahaan kepada para pemegang saham. Oleh karena itu dividen ini merupakan bagian dari penghasilan yang diharapkan oleh pemegang saham. Keputusan dividen merupakan keputusan manajemen keuangan untuk menentukan: (1) besarnya prosentase laba yang dibagikan kepada para pemegang saham dalam bentuk cash dividend, (2) stabilitas dividen yang dibagikan, (3) dividen saham (stock dividend), (4) pemecahan saham (stock split), serta (5) penarikan kembali saham yang beredar, yang semuanya ditujukan untuk meningkatkan kemakmuran para pemegang saham.(Sutrisno,2001:6)


(27)

2.2.4 Sumber Dana

Seperti kita ketahui bahwa setiap perusahaan selalu membutuhkan dana untuk membiayai operasi perusahaan sehari-hari, untuk investasi ataupun untuk keperluan lainnya. Dana perusahaan tersebut jika ditinjau dari asalnya sumber dana tersebut, bisa dipisahkan ke dalam dua jenis yakni sumber dana dari dalam dan sumber dana dari luar.

Sumber dana dan' dalam adalah sumber dana perusahaan yang berasal dari hasil operasi perusahaan. Sumber dana jenis ini diambilkan dari dana yang dibentuk dan dihasilkan sendiri di dalam perusahaan, yang berarti dana dari kekuatan sendiri. Sumber dana dari dalam dibedakan menjadi dua : (Sutrisno,2001:7)

a. Sumber dana intern, yang merupakan penggunaan laba, cadangan-cadangan, dan laba yang tidak dibagi.

b. Sumber dana intensif, yang merupakan penggunaan dana dari penyusutan- penyusutan aktiva tetap.

2.2.5 Laporan Keuangan

2.2.5.1 Pengertian Laporan Keuangan

Kondisi keuangan suatu perusahaan dapat diketahui dari laporan keuangan perusahaan selain itu laporan keuangan juga merupakan alat untuk menilai kinerja keuangan perusahaan dan juga merupakan alat untuk mempertangungjawabkan kepada pemilik perusahaan,serta sebagai dasar dalam pengambilan keputusan.


(28)

Menurut Weston dan Copeland (1995:24) laporan keuangan melaporkan prestasi historis dari suatu perusahaan dan memberikan dasar,bersama dengan analisis bisnis ekonomi,untuk membuat proyeksi dan peramalan masa depan.

Menurut munawir (1995:5) laporan keuangan adalah dua daftar yang di susun oleh akuntan pada akhir periode.Kedua daftar itu adalah neraca dan rugi laba.Pada waktu akhir-akhir ini sudah menjadi kebiasan bagi perseroan untuk menambahkan daftar ketiga yaitu daftar surplus atau daftar laba yang tidak dibagikan(laba ditahan).

Menurut riyanto (1997:327) laporan keuangan memberikan ikhtisar mengenai keadaan financial suatu perusahaan,dimana neraca mencerminkan nilai aktiva, utang dan modal sendiri pada suatu saat tertentu, dan laopran rugi laba mencerminkan hasil-hasil yang dicapai selama suatu periode tertentu biasanya meliputi periode satu tahun.

Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa laporan keuangan merupakan hasil akhir dari suatu proses pembukuan yang merupakan suatu ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama satu periode akuntansi yang dinyatakan dalam satuan hitung.

2.2.5.2 Asumsi Dasar Laporan Keungan

Menurut ikatan Indonesia (2002:6) penyusunan untuk penyajian laporan keuangan mendasarkan pada dua asumsi dasar,yaitu:

1. Dasar Akrual

Untuk mencapai tujuan, laporan keuangan disusun atas dasar akrual.dengan dasar ini,pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada


(29)

saat kejadian dan dicatat dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan.laporan keuangan yang disusun atas dasar akrual memberikan informasi kepada pemakai tidak hanya transaksi masa lalu yang melibatkan penerimaan dan pembayaran kas tetapi juga kewajiban pembayaran kas tetapi juga kewajiban pembayaran kas dimasa depan serta sumber daya yang mempresentasikan kas yang akan diterima dimasa depan.Oleh karena itu,laporan keuangan menyediakan jenis informasi yang paling berguna pemakai dalam pengambilan keputusan.

2. Kelangsungan Usaha

Laporan keuangan biasanya disusun atas dasar asumsi kelangsungan usaha perusahaan dan akan melanjutkan usahanyadimasa depan. Jika maksud atau keinginan tersebut timbul,laporan keuangan mungkin harus di susun dasar yag berbeda dan dasar yang digunakan harus diungkapkan.

2.2.5.3 Tujuan Laporan Keuangan

Laporan keuangan harus memberikan informasi yang berguna bagi investor,kreditor dan pemakai lain,selain itu juga membantu dalam menilai penerimaan kas dimasa depan dari dividen atau bunga hasil dari penjualan,penarikan atau jatuh tempo dari sekuritas atau pinjaman.

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2004:4), tujuan laporan keuangan yaitu: 1. Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan,kinerja serta

perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi pemakai laporan keuangan dalam pengambilan keputusan.


(30)

2. Memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pemakai, namun demikian laporan keuangan menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan pemakai dalam pengambilan keputusan karena secar umum menggambarkan pengaruh keuangan darim kejadian masa lalu, dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi non keuangan.

3. Laporan keuanga juga menunjukan apa yang telah dilakukan manajemen atas sumber daya yang di berdayakan kepadanya. Hal ini dapat digunakan oleh pemakai dalam membuat keputusan, keputusan ini mungkin mencakup,misalnya keputusan untuk menahan atau menjual investasi mereka dalam perusahaan atau keputusan untuk mengangkat kembali atau mengganti manajemen.

2.2.5.4 Manfaat Laporan Keuangan

Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan kondisi keuangandan hasil operasi perusahaan.

Sebelum manajer keuangan mengambil keputusan keuangan, ia perlu memahami kondisi keuangan perusahaan. Untuk memahami kondisi keuangan perusahaan, diperlukan analisis terhadap laporan keuangan perushaan. Disamping manajer keuangan (pihak intern perusahaan), beberapa pihak diluar perusahaan juga perlu memahami kondisi keuangan perusahaan(husnan dan pudjiastutik,2004:59)

Menurut munawir (1995:2), manfaat laporan keuangan untuk masing-masing pihak dapat dijelaskan sebagai berikut:


(31)

1. Pemilik Perusahaan

Pemilik perusahaan sangat berkepentingan terhadap laporan keuangan perusahaannya, karena dengan laporan tersebut pemilik perusahaan akan dapat menilai sukses atau setidaknya manajer dalam memimpin perusahaannya dan kesuksesan seorang manajer biasanya diukur dengan laba yang diperoleh perusahaan. Laporan keuangan juga diperlukan untuk menilai kemampuan hasil-hasil yang akan dicapai diamasa mendatang sehingga menaksir bagian keuntungan yang diterima.

2. Manajer atau Pimpinan Perusahaan

Dengan mengetahui posisi keuangan perusahaan, manajer dapat menyusun rencana yang lebih baik dan menentukan kebijakn-kebijakan yang lebih tepat. Tetapi yang terpenting bagi manajer adalah bahwa laporan keuangan tersebut merupakan alat untuk mempertanggungjawabkan kepada para pemilik perushaan atas kepercyaan yang telah diberikan kepadanya.

3. Kreditur atau Bankers

Sebelum mengambil keputusan untuk member atau menolak permintaan kredit dari suatu perusahaan, kreditur atau bankers perlu mengetahui terlebih dahulu posisi keuangan dari perusahaan peminta kredit akan dapat diketahui melalui penganalisaanlaporan keuangan perusahaan yang bersangkutan dan diukur kemampuanya untuk mengetahui apakah kredit yang diberikan cukup mendapat jaminan yang terlihat pada kemampuan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan di masa yang akan dating.


(32)

4. Investor

Para investor memerlukan laporan keuangan perusahaan dimana mereka menanamkan modalnya. Mereka berkepentingan terhadap prospek keuntungan dimasa mendatang dan perkembangan perusahaan selanjutnya untuk mengetahui jaminan investainya, dan menentukan langkah-langkah yang harus ditempuh selanjuntnya.

5. Pemerintah

Pemerintah sangat berkepentingan dengan laporan keuangan perusahaan dimana laporan keuangan tersebut dapat digunakan untuk menentukan besarnya pajak yang harus ditanggung oleh perusahaan juga diperlukan biro pusat Statistik, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Tenaga Kerja untuk dasar perencanaan pemerintah.

2.2.5.5 Jenis Laporan Keuangan

Didalam penyajian suatu informasi keuangan perusahaan, biasanya memcakup semua laporan keuangan, yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal dan laporan aliran kas.

Berikut ini akan dijelaskan masing-masing laporan keuangan sebagai berikut: 1. Neraca

Salah satu bentuk laporan yang paling utama adalah neraca. Beberapa ahli mengungkapkan devinisi yang berbeda, tetapi pada hakikatnya mempunyaiu pengertian yang sama.


(33)

Menurut husnan dan pudjiastutik (2004:59), Neraca menunjukkan posisi kekayaan perusahaan, kewajiban keuangan dan modal sendiri perusahaan pada waktu tertentu.

Menurut munawir (1995:13) Neraca adalah laporan yang sistematis tentang aktifitas, hutang dan modal dari suatu perusahaan.

Menurut Brigham dan Houston (2006:46) Neraca adalah sebuah laporan tentang posisi keuangan perusahaan pada suatu titikwaktu tertentu.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa neraca merupaka daftar yang menggambarkan posisi keuangan suatu perusahaan yang maliputi aktiva,kewajiban dan ekuitas pada periode tertentu.

2. Laporan Laba Rugi

Menurut Munawir (1995:6) laporan laba rugi merupakan suatu laporan yang sisitematis tentang pengahasilan, biaya, laba rugi yang dipeoleh suatu perusahaan selama periode tertentu.

Menurut Wetson dan Copeland (1995:29) perhitungan rugi laba mengukur arus dari pendapatan dan beban (expences) selama suatu selang waktu, yang biasanya satu tahun.

Menurut Brigham dan Houston (2006:50) laporan rugi laba adalah laporan yang mengikhtisarkan pendapatan dan pengeluaran perusahaan selama satu periode akuntansi yang biasanya setiap satu kuartal atau satu tahun.

Dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa laporan laba rugi adalah laporan yang mengambarkan hasil dari aktivitas


(34)

operasional perusahaan yang berupa pendapatan-pendapatan dan biaya-biaya untuk suatu periode tertentu.

3. Laporan Perubahan Ekuitas

Menurut Munawir (1995:20) laporan perubahan modal menunjukkan ringkasan transaksi keuangan yang terjadi selama satu periode memberikan alasan mengenainperubahan yang terjadi.

Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2002:17) laporan perubahan ekuitas sebagai komponen utama menunjukkan:

1.Laba atau rugi bersih periode yang bersangkutan.

2.Setiap pos pendapatan dan beban, keuntungan atau kerugian diakui secara langsung dalam ekuitas.

3.Pengaruh komulatif dari perubahan kebijakan akuntansi dan perbaikan terhadap kesalahan mendasar sebagaimanadiatur dalam PSAK terkait. 4.Transaksi modal dengan pemilik dan distribusi kepada pemilik.

5.Saldo akumulasi laba atau rugi pada awal dan akhir periode serta perubahannya.

6.Rekonsiliasi antara nilai tercatat dari masing-masing jenis modal saham, agio dan cadangan pada awal dan akhir periode yang mengungkapkan secara terpisah setiap perubahan.

4. Laporan Arus Kas

Menurut Munawir (1995:22) laporan arus kas disusun untuk menunjukkan perubahan kas selama satu periode dan memberikan alaasan mengenai perubahan kas tersebut dengan menunjukkan aliran atau gerakan


(35)

kas yaitu sumber-sumber penerimaan dan penggunaan pada periode tertentu.

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2002:22) laporan arus kas adalah salah satu laporan keuangan yang memberi informasi historis mengenai perubahan kas dan setara kas pada suatu periode tertentu. Setiap perusahaan diwajibkan untuk menyusun laporan arus kas sebagai bagianyang tidak terpisahkan dari laporan keuangan setiap periode penyajian laporan keuangan. Aliran kas diklasifikasikan dalam tiga kelompok yaitu penerimaan dan pengeluaran kas yang berasal dari aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan(financing)

Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa laoparan arus kas adalah laporan yang menggambarkan aliran kas baik penerimaan maupun pengeluaran kas untukm periode tertentu.

2.3 Pengertian deviden

Deviden merupakan nilai pendapatan bersih perusahaan setelah pajak dikurangi dengan laba ditahan (retained earnings) yang ditahan sebagai cadangan perusahaan (Ang 1997:6.8). Menurut Hanafi (2004:361), deviden merupakan kompensasi yang diterima oleh pemegang saham, disamping capital gain. Deviden ini untuk dibagikan kepada para pemegang saham sebagai keuntungan dari laba perusahaan. Deviden ditentukan berdasarkan dalam rapat umum anggota pemegang saham dan jenis pembayarannya tergantung kepada kebijakan pimpinan.


(36)

2.3.1 Macam-macam deviden

Dalam Wasis (1983:193), deviden dilihat dari alat pembayarannya dibagi menjadi tiga jenis yaitu:

1. Deviden tunai (Cash Devidend)

Deviden tunai merupakan deviden yang dibagikan dalam bentuk uang tunai. Tujuan dari pemberian deviden dalam bentuk tunai adalah untuk memacu kinerja saham dibursa efek, yang juga merupakan return kepada para pemegang saham. Deviden tunai merupakan bentuk pembayaran yang paling banyak diharapkan oleh investor. Untuk membayarkan deviden dalam bentuk tunai di perlukan likuiditas.

2. Deviden saham (Stock Devidend)

Deviden saham merupakan deviden yang dibagikan dalam bentuk saham, dengan dibagikannya deviden dalam bentuk saham maka akan meningkatkan likuiditas perdagangan di bursa efek. Kemungkinan perusahaan ingin menurunkan nilai sahamnya dan dengan cara memperluas pemilikan dan posisi likuiditas perusahaan yang tidak memungkinkan membagikan deviden dalam bentuk tunai.

3. Sertifikat deviden (Script Devidend)

Sertifikat deviden merupakan deviden yang dibayarkan dengan sertifikat atau surat promes yang dikeluarkan oleh perusahaan yang menyatakan bahwa suatu waktu sertifikat itu dapat ditukarkan dalam bentuk uang. Jadi kalau perusahaan ingin membagikan deviden dalam bentuk tunai akan


(37)

tetapi sementara itu perusahaan sedang mengalami kesulitan likuiditas, maka sebagai gantinya perusahaan mengeluarkan sertifikat.

Dalam Ang (1997:6.10), berdasarkan atas hubungan dengan tahun buku, deviden dapat dibagi atas dua jenis yaitu :

a. Deviden Interim

Merupakan deviden yang dibayarkan oleh perseroan antara satu tahun buku dengan tahun buku berikutnya. Deviden interim ini dapat dibayarkan beberapa kali dalam setahun dengan tujuan salah satunya yaitu untuk memacu kinerja kerja saham perseroan di bursa.

b. Deviden Final

Deviden final merupakan deviden hasil pertimbangan setelah penutupan buku perseroan sebelumnya dan dibayarkan pada tahun buku berikutnya. Deviden final ini juga memperhitungkan dan mempertimbangkan hubungannya dengan deviden interim yang telah dibayarkan untuk tahun buku tersebut.

2.3.2 Prosedur standar pembayaran deviden

Dalam pembayaran deviden terdapat beberapa tahapan atau prosedur yaitu sebagai berikut:

a. Declaration Date

Declaration date adalah tanggal keputusan untuk membagikan deviden

pada RUPS, atau tanggal pada saat direksi perusahaan mengumumkan rencana pembayaran deviden.


(38)

b. Date of record

Date of record merupakan tanggal keputusan bahwa para pemegang

saham pada tanggal tertentu dinyatakan berhak untuk menerima deviden, atau hari terakhir untuk mendaftarkan diri sebagai pemegang saham agar berhak menerima deviden yang akan dibagikan perusahaan.

c. Ex-devidend

Ex-devidend adalah tanggal pada saat mana hak atas deviden periode

berjalan dilepaskan dari sahamnya yaitu lima hari sebelum date of record. Pada tanggal ini atau sesudahnya pembeli tidak berhak untuk memperoleh deviden yang akan dibagikan.

d. Payment date

Payment date merupakan tanggal kapan deviden tersebut akan dibayarkan,

dan bagaimana cara pembayaranya. 2.3.3 Pengertian kebijakan deviden

Kebijakan deviden merupakan bagian yang menyatu dengan keputusan pendanaan perusahaan. Rasio pembayaran deviden menentukan jumlah laba yang ditahan sebagai sumber pendanaan. Semakin besar laba ditahan semakin sedikit jumlah laba yang dialokasikan untuk pembayaran deviden. Alokasi penentuan laba sebagai laba ditahan dan pembayaran deviden merupakan aspek utama dalam kebijakan deviden (Wachowicz 1997:496).

Kebijakan deviden menyangkut masalah penggunaan laba yang menjadi hak para pemegang saham, dan laba tersebut bisa dibagi sebagai


(39)

deviden atau laba yang ditahan untuk diinvestasikan kembali (Husnan 1996:381). Dengan demikian dimungkinkan membagi laba sebagai deviden dan pada saat yang sama menerbitkan saham baru.

Kebijakan deviden bersangkutan dengan penentuan pembagian pendapatan (earning) antara pengunaan pendapatan untuk dibayarkan kepada para pemegang saham sebagai deviden atau untuk digunakan didalam perusahaan, yang berarti laba tersebut harus ditahan didalam perusahaan (Riyanto 2001: 265).

Laba ditahan (retained earning) merupakan salah satu dari sumber dana yang paling penting untuk membiayai pertumbuhan perusahaan. Sedangkan deviden merupakan aliran kas yang dibayarkan kepada para pemegang saham atau “equity investors”. Setiap perusahaan selalu menginginkan adanya pertumbuhan bagi perusahaan tersebut di satu pihak dan juga dapat membayarkan deviden kepada para pemegang saham di lain pihak, tetapi kedua tujuan tersebut selalu bertentangan.

Sebab kalau makin tinggi tingkat deviden yang dibayarkan, berarti semakin sedikit laba yang ditahan, dan sebagai akibatnya ialah menghambat tingkat pertumbuhan (rate of growth) dalam pendapatan dan harga sahamnya. Kalau perusahaan ingin menahan sebagian besar dari pendapatan yang tersedia untuk pembayaran deviden adalah semakin kecil. Persentase dari pendapatan yang akan di bayarkan kepada pemegang saham sebagai

cash devidend disebut devidend payout ratio. Dengan demikian dapatlah


(40)

oleh perusahaan berarti makin kecil dana yang tersedia untuk ditanamkan kembali di dalam perusahaan yang ini berarti akan menghambat pertumbuhan perusahaan.

2.3.4 Pendekatan dalam membahas kebijakan deviden

Menurut Gitosudarmo ( 2001: 227-228 ), terdapat dua pendekatan dalam membahas masalah deviden. Adapun dua pendekatan tersebut dijelaskan sebagai berikut:

 Sebagai kebijakan pembelanjaan jangka panjang

Dalam pendekatan ini berpandangan bahwa semua laba sesudah pajak yang diperoleh perusahaan adalah merupakan sumber dana jangka panjang. Pengumuman atas pembagian laba sebagai deviden berarti pengurangan terhadap sumber dana jangka panjang yang dapat dipergunakan untuk membelanjai kebutuhan perkembangan usaha. Oleh karena itu pembagian deviden akan berakibat penekana terhadap perkembangan usaha ataupun paksaan terhadap pencarian dana dari sumber ekstern. Apabila perusahaan memiliki suatu rencana pengembangan usaha di masa depan maka perlulah dipupuk sumber dana dari dalam perusahaan tersebut.

 Sebagai kebijaksanaan untuk memaksimumkan nilai perusahaan Dalam pendekatan ini berpandangan bahwa kebijaksanaan deviden mempunyai pengaruh yang kuat terhadap harga pasar dari saham yang beredar. Oleh karena itu maka manajer dalam hal ini dituntut membagikan deviden sebagai realisasi dari harapan hasil yang didambakan oleh


(41)

investor dalam mengeluarkan uangnya untuk membeli saham tersebut. Keberatan dalam pendekatan ini telah dikemukakan oleh adanya teory Modegilani dan Miller (MM teori) yang mengatakan bahwa deviden tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Akan tetapi meskipun terdapat hal ini masalah itu tetap harus dipertimbangkan oleh manajer keuangan di dalam pengambilan keputusan. Apabila perusahaan sedang mengalami perkembangan yang pesat dan banyak proyek-proyek investasi yang harus diperhitungkan maka laba harus banyak. Akan tetapi apabila tidak dapat kemungkinan investasi yang terbuka maka akan lebih baik laba tersebut dibagikan kepada pemegang saham.

2.3.5 Teori kebijakan deviden

Ada beberapa macam teori tentang kebijakan deviden. Berikut ini adalah teori tentang kebijakan deviden dalam Bringham (2001):

a. Devidend irrelevance theory

Devidend irrelevance theory Adalah suatu teori yang menyatakan

bahwa kebijakan deviden tidak mempunyai pengaruh baik terhadap nilai perusahaan maupun biaya modalnya. Teori ini mengikuti pendapat Modigliani dan Miller (M-M) yang menyatakan bahwa nilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya devidend payout ratio, tetapi ditantukan oleh laba bersih sebelum pajak (EBIT) dan risiko bisnis. Dengan demikian kebijakan deviden tidak relevan untuk dipersoalkan.


(42)

b. Bird in the hand-Theory

Bird in the hand-Theory dinyatakan oleh Gordon dan Lintner yang

menyatakan bahwa biaya modal sendiri akan naik jika dividend payout

ratio rendah. Hal ini dikarenakan investor lebih suka menerima deviden

daripada capital gains.

c. Information content or signaling hipotesis

Information content or signaling hipotesis ialah teori yang

menyatakan bahwa investor menganggap perubahan deviden sebagai pertanda bagi perkiraan manajemen atas laba. Ada kecenderungan harga saham akan naik jika ada pengumuman deviden kenaikan deviden. Deviden itu sendiri tidak menyebabkan kenaikan atau penurunan harga saham, tetapi prospek perusahaan yang ditunjukan oleh meningkatnya (menurunnya) deviden yang dibayarkan yang menyebabkan perubahan harga saham (Hanafi 2004:371).

d. Clientele effect

Clientele effect ialah kecenderungan perusahaan untuk menarik

jenis investor yang menyukai kebijakan devidennya. Menurut argumen ini deviden seharusnya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan segmen investor tertentu. Sebagai contoh, kelompok investor dengan tingkat pajak yang tinggi akan menghindari deviden, karena deviden mempunyai tingkat pajak yang tinggi disbanding dengan capital gain. Sebaliknya, kelompok investor dengan pajak yang rendah akan menyukai deviden.


(43)

2.3.6 Kontroversi kebijakan deviden

Kebijakan deviden masih merupakan masalah yang mengundang perdebatan, karena terdapat lebih dari satu pendapat. Berbagai pendapat tentang kebijakan deviden dikelompokkan menjadi tiga pendapat yaitu: a. Deviden dibayar tinggi (Bird In the Hand Thory).

Secara teoritis dengan menurunkan deviden maka nilai laba ditahan akan dapat diperbesar dan dapat digunakan untuk investasi dalam bentuk real assets. Namun pendapat ini berbeda dengan teori di atas tersebut sebab menginginkan deviden dibagikan dalam jumlah yang besar, dengan asumsi bahwa harga saham di pengaruhi oleh deviden yang dibayarkan (Gitosudamo 2001:233). Argumentasi tersebut mempunyai kesalahan dalam hal bahwa peningkatan pembayaran deviden hanya dimungkinkan apabila laba yang diperoleh perusahaan juga meningkat. Perusahaan tidak bisa membagikan deviden yang makin besar jika laba yang diperoleh tidak meningkat.

Memang benar kalau perusahaan mampu meningkatkan pembayaran deviden karena peningkatan laba, harga saham akan naik. Meskipun demikian kenaikan harga saham tersebut adalah disebabkan karena kenaikan laba bukanlah karena kenaikan pembayaran deviden. Juga tidak benar kalau perusahaan harus membagikan semua laba sebagai deviden, hanya karena perusahaan harus membagikan deviden sebesar-besarnya. Laba dibenarkan untuk ditahan, kalau dana tersebut bisa


(44)

diinvestasikan dan menghasilkan tingkat keuntungan yang lebih besar dari biaya modalnya (Husnan 1996: 384).

Dalam Hanafi (2004:366) ada beberapa argumen yang mendukung pembayaran deviden tinggi yaitu sebagai berikut:

(1). Mengurangi ketidakpastian.

Deviden yang tinggi akan membantu mengurangi ketidakpastian. Beberapa tipe investor akan menyukai pendapatan saat ini. Karena deviden diterima saat ini, sedangkan capital gain diterima dimasa mendatang, ketidakpastian deviden akan lebih kecil dibandingkan ketidakpastian capital gain. Karena faktor ketidakpastian berkurang maka investor semacam itu mau membayar harga yang lebih tinggi untuk saham dengan deviden tinggi. Nilai saham akan ditentukan oleh present value dari deviden yang akan diterima investor saat ini dan di masa mendatang. Deviden dimasa mendatang akan lebih beresiko dibandingkan dengan deviden yang dibayarkan saat ini.

(2). Mengurangi konflik keagenan antara manajer dengan pemegang saham

Argumen lain yang mendukung pembayaran yang tinggi datang dari kerangka teori keagenan (agency theory). Menurut teori ini konflik bisa terjadi antara pihak-pihak yang berkaitan di perusahaan. Sebagai contoh, manajer disewa oleh pemegang saham untuk menjalankan perusahaan agar tujuan pemegang saham


(45)

(maksimalisasi kemakmuran pemegang saham) dapat tercapai. Tetapi manajer bisa saja mempunyai agenda sendiri untuk tidak selalu konsisten dengan tujuan pemegang saham. Misalkan perusahaan mempunyai kelebihan kas atas proyek dengan NPV positif (free cash flow, yang didefinisikan sebagai kelebihan kas setelah semua investasi dengan NPV yang positif didanai).

Kas tersebut akan lebih baik jika dibagikan ke pemegang saham, dan pemegang saham akan memanfaatkan kas tersebut dengan cara mereka sendiri. Tetapi manajer barangkali tidak mau membagikan kas tersebut karena ingin tetap memegang kendali atas kas tersebut. Dalam konteks semacam itu, pembayaran deviden yang tinggi merupakan hal yang diinginkan oleh investor, karena akan mengurangi potensi konflik antara manajer dengan pemegang saham. b. Kebijakan deviden tidak relevan

Pendapat ini menyatakan devidend policy is irrelevant, jadi deviden dibagi atau tidak nilai kekayaanya akan sama. Dasar dari pendapat ini adalah pemenuhan dana perusahaan dari external financing. Mereka yang menganut pendapat ini mengatakan bahwa perusahaan bisa saja membagikan deviden yang banyak atau sedikit, asalkan dimungkinkan menutup kekurangan dana dari sumber ekstern. Jadi yang penting adalah apakah dana yang dipergunakan untuk membiayai berasal dari luar perusahaan (menerbitkan saham baru) ataukah dari dalam perusahaan


(46)

(menahan laba). Dampak keputusan tersebut sama saja bagi kekayaan pemodal, atau keputusan deviden adalah tidak relevan (Husnan 1996:386).

Dalam Bringham (2001:198), sejumlah kalangan memperdebatkan bahwa kebijakan deviden tidak mempunyai pengaruh baik terhadap harga saham maupun terhadap biaya modalnya. Penganjur utama dari Teori ketidakrelevanan deviden adalah Merton Miller dan Franco Modigliani (MM). Mereka berpendapat bahwa Rasio pembayaran deviden hanya merupakan bagian kecil saja dari keputusan investasi perusahaan. Pembayaran deviden tidak mempengaruhi kekayaan pemegang saham. Nilai suatu perusahaan hanya ditentukan oleh kemampuan dasarnya untuk menghasilkan laba serta risiko bisnisnya dengan kata lain nilai suatu perusahaan tergantung semata-mata tergantung pendapatan yang dihasilkan oleh aktivanya, bukan pada bagaimana pendapatan tersebut dibagi di antara deviden dan laba yang ditahan. MM mengajukan asumsi sebagai berikut:

(1).Tidak ada pajak atau biaya lainya, pelaku pasar tidak bisa mempengaruhi harga sekuritas. Pasar diasumsikan sempurna (perfect). (2).Semua pelaku pasar mempunyai pengharapan yang sama terhadap

investasi, keuntungan dan deviden dimasa mendatang. Pengharapan investor dikatakan homogen.

(3).Kebijakan investasi ditentukan lebih dahulu, kebijakan deviden tidak mempengaruhi investasi.


(47)

Variabel yang mendasari argumen ini adalah efek pajak dan

flotation cost.

(1).Efek pajak

Dinegara tertentu seperti Amerika Serikat, pajak untuk capital

gain lebih rendah dibandingkan dengan pajak untuk deviden (28%

versus 31%). Disamping itu, pajak atas capital gain akan efektif jika

capital gain tersebut direalisir (yang berarti saham tersebut dijual).

Sedangkan pajak deviden akan dibayarkan saat deviden diterima. Berdasar argumen tersebut, deviden seharusnya dibayar rendah, karena menghemat pajak. Pada kenyataannya investor mempunyai tingkat pajak yang beragam, sehingga efek pajak tidak bisa digeneralisir untuk semua investor, (Hanafi 2004: 368).

(2). Biaya emisi (flotation Cost)

Jika perusahaan membayarkan deviden dan kemudian menerbitkan saham, maka perusahaan akan mengeluarkan biaya emisi saham. Biaya modal saham eksternal lebih besar dibandingkan biaya modal internal, karena biaya emisi, biaya transaksi, dan biaya

underpricing saham. Karena itu perusahaan akan lebih baik

membayarkan deviden rendah sehingga tidak harus menerbitkan saham baru.

2.3.7 Macam-macam kebijakan deviden

Berbagai macam kebijakan deviden menurut Riyanto (2001:289) adalah sebagai berikut :


(48)

a. Kebijakan deviden yang stabil

Banyak perusahaan yang menjalankan kebijaksanaan deviden yang stabil, artinya jumlah deviden per lembar yang dibayarkan setiap tahunnya relatif tetap selama jangka waktu tertentu meskipun pendapatan per lembar saham per tahunnya berfluktuasi. Deviden yang stabil ini dipertahankan untuk beberapa tahun, dan apabila ternyata pendapatan perusahaan meningkat dan kenaikan pendapatan tersebut nampak mantap dan relatif permanen, barulah besarnya deviden per lembar dinaikkan. Dan deviden yang dinaikan ini akan dipertahankan dalam waktu yang relatif panjang. Alasan yang mendorong perusahaan menjalankan kebijakan deviden yang stabil adalah kebijakan deviden yang stabil dijalankan oleh suatu perusahaan akan dapat memberikan kesan kepada investor bahwa perusahaan tersebut mempunyai prospek yang baik di masamasa mendatang. Apabila pendapatan perusahaan berkurang tetapi perusahaan tersebut tidak mengurangi deviden yang dibayarkan, maka kepercayaan pasar terhadap perusahaan tersebut lebih besar dibandingkan kalau devidennya dikurangi pembayarannya. Dengan demikian manajemen dapat mempengaruhi harapan para investor melalui politik deviden yang stabil.

Banyak pemegang saham yang hidup dari pendapatan yang diterima dari deviden. Golongan ini dengan sendirinya tidak akan menyukai adanya pembagian deviden yang tidak stabil. Mereka lebih senang membayar harga ekstra bagi saham yang akan memberikan


(49)

deviden yang sudah dapat dipastikan jumlahnya. Pada banyak negara terdapat ketentuan dalam pasar modalnya, bahwa organisasi atau yayasan-yayasan sosial, perusahaan-perusahaan asuransi, bank-bank tabungan, dana-dana pensiun, pemerintah Kota Madya, dan lain-lain hanya diijinkan menanamkan dananya dalam saham-saham yang dikeluarkan oleh perusahaan yang menjalankan kebijakan deviden yang stabil. Biasanya dalam pasar modal ada daftar resmi yang memuat nama-nama perusahaan yang menjalankan kebijakan deviden yang stabil, artinya perusahaan yang bersangkutan akan membayar devidennya secara tetap dan tidak terganggu pembayarannya.

b. Kebijakan pembayaran deviden dengan penetapan jumlah minimal plus jumlah ekstra tertentu

Kebijakan ini menetapkan jumlah rupiah minimal deviden per lembar saham setiap tahunnya. Dalam keadaan keuangan yang lebih baik maka perusahaan akan membayarkan deviden ekstra di atas jumlah minimal tersebut. Bagi pemodal ada kepastian akan menerima jumlah deviden yang minimal setiap tahunya meskipun keadaan keuangan perusahaan agak memburuk. Tetapi dilain pihak kalau keadaan keuangan baik maka pemodal akan menerima deviden minimal tersebut ditambah dengan deviden ekstra. Kalau keadaan keuangan memburuk lagi maka yang dibayarkan hanya deviden yang minimal saja.


(50)

Perusahaan yang menjalankan kebijakan ini menetapkan deviden

payout ratio yang konstan misalnya 50 %. Ini berarti bahwa jumlah

deviden per lembar saham tiap tahunya yang di bayarkan akan berfluktuatif sesuai dengan perkembangan keuntungan neto yang diperoleh tiap tahunnya.

d. Kebijakan deviden yang fleksibel

Perusahaan menetapkan deviden payout ratio besarnya tiap tahunnya disesuaikan dengan posisi keuangan dan kebijakan financial dari perusahaan yang bersangkutan. Apabila keuntungan tinggi maka besarnya deviden yang dibagikan relatif tinggi, dan sebaliknya jika tingkat keuntungan rendah maka besarnya deviden yang dibayarkan juga rendah, atau dapat dikatakan besarnya selalu proporsional dengan tingkat keuntungan.

2.3.8 Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Rasio Pembayaran Deviden.

Menurut Hanafi (2004:375) faktor-faktor yang mempengaruhi rasio pembayaran deviden terdiri dari:

a. Kesempatan investasi

Semakin besar kesempatan investasi maka deviden yang bisa dibagikan akan semakin sedikit. Akan lebih baik jika ditanamkan pada investasi yang menghasilkan NPV positif.


(51)

b. Likuiditas dan Profitabilitas

Perusahaan yang mempunyai aliran kas atau profitabilitas yang baik bisa membayar deviden atau meningkatkan deviden. Hal yang sebaliknya akan terjadi jika jika aliran kas tidak baik. Alasan lain pembayaran deviden adalah untuk menghindari akuisisi oleh perusahaan lain. Perusahaan yang mempunyai kas yang berlebihan seringkali menjadi target dalam akuisisi. Untuk menghindari akuisisi, perusahaan tersebut bisa membayarkan deviden, dan sekaligus juga membuat senang pemegang saham.

c. Akses ke pasar keuangan

Jika perusahaan mempunyai akses ke pasar keuangan yang baik, perusahaan bisa membayarkan deviden lebih tinggi. Akses yang baik bisa membantu perusahaan memenuhi kebutuhan likuiditasnya.

d. Stabilitas pendapatan.

Jika pendapatan perusahaan relatif stabil, aliran kas dimasa mendatang bisa diperkirakan dengan lebih akurat. Perusahaan semacam itu dapat membayar deviden yang lebih tinggi. Hal yang sebaliknya terjadi untuk perusahaan yang mempunyai pendapatan yang tidak stabil. Ketidakstabilan aliran kas dimasa mendatang membatasi kemampuan perusahaan membayar deviden yang tinggi.

e. Pembatasan-pembatasan.

Seringkali kontrak utang, obligasi, ataupun saham preferen membatasi pembayaran deviden dalam situasi tertentu, atau rasio


(52)

likuiditas tertentu, atau perusahaan tidak bisa membayarkan deviden sebelum deviden untuk pemegang saham preferen dibayar. Dalam situasi normal, atau baik, pembatasan semacam itu tidak berpengaruh banyak terhadap kemampuan perusahaan membayarkan devidennya. Tetapi dalam situasi buruk dimana aliran kas lebih kecil, pembatasan tersebut akan mempengaruhi pembayaran deviden oleh perusahaan.

Sedangkan menurut Riyanto (2001:267) faktor-faktor yang mempengaruhi rasio pembayaran deviden suatu perusahaan adalah sebagai berikut:

a. Posisi likuiditas perusahaan.

Posisi kas atau likuiditas perusahaan merupakan faktor yang penting yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk menetapkan besarnya deviden yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham. Oleh karena deviden merupakan cash outflow, maka makin kuat posisi likuiditas perusahaan, berarti makin besar kemampuan perusahaan untuk membayar deviden. Suatu perusahaan yang sedang tumbuh secara rendabel, mungkin tidak begitu kuat posisi likuiditasnya karena sebagian besar dari dananya aktiva tetap dan modal kerja dengan demikian kemampuanya untuk membayarkan deviden pun sangat terbatas. Dengan sendirinya likuiditas suatu perusahaan ditentukan oleh keputusan-keputusan di bidang investasi dan cara pemenuhan kebutuhan dananya.


(53)

Apabila perusahaan akan memperoleh utang baru atau menjual obligasi baru untuk membiayai perluasan perusahaan, sebelumnya harus direncanakan bagaimana caranya untuk membayar kembali utang tersebut. Apabila perusahaan menentukan bahwa pelunasan utangnya akan diambilkan dari laba ditahan, berarti perusahaan harus menahan sebagian besar dari pendapatanya untuk keperluan tersebut, yang ini berarti berarti hanya sebagian kecil saja yang pendapatan yang dapat dibayarkan sebagai deviden.

c. Tingkat pertumbuhan perusahaan.

Makin cepat tingkat pertumbuhan suatu perusahaan, makin besar kebutuhan dana untuk waktu mendatang untuk membiayai pertumbuhanya. Perusahaan tersebut biasanya akan lebih senang untuk menahan pendapatanya daripada dibayarkan sebagai deviden dengan mengingat batasan-batasan biayanya. Apabila perusahaan telah mencapai tingkat pertumbuhan sedemikian rupa sehingga perusahaan telah well established, dimana kebutuhan dananya dapat dipenuhi dengan dana yang berasal dari pasar modal atau sumber dana ekstern lainya, maka keadaanya adalah berbeda. Dalam hal yang demikian perusahaan dapat menetapkan devidend payout ratio yang tinggi.

d. Pengawasan terhadap perusahaan.

Variabel penting lainya adalah kontrol atau pengawasan terhadap perusahaan. Ada perusahaan yang mempunyai kebijakan hanya membiayai ekspansinya dengan dana yang berasal dari intern saja.


(54)

Kebijakan tersebut dijalankan atas pertimbangan bahwa kalau ekspansi dibiayai dengan dana yang berasal dari hasil penjualan saham baru akan melemahkan kontrol dari kelompok dominan didalam perusahaan. Demikian pula kalau membiayai ekspansi dari utang akan menambah risiko finansiilnya. Mempercayakan pada pembelanjaan intern dalam rangka usaha mempertahankan control terhadap perusahaan, berarti mengurangi “devidend payout ratio"nya.

2.4 Faktor-faktor yang mempengeruhi Dividend Payout Ratio.

Ada berbagai macam faktor yang dapat mempengaruhi perusahaan dalam menetapkan rasio pembayaran deviden menurut berbagai pakar sebagaimana telah dipaparkan di atas. Adapun Penelitian ini berfokus pada faktor-faktor yang diduga paling berpengaruh terhadap rasio pembayaran deviden yang antara lain adalah sebagai berikut:

2.4.1 Pengaruh Cash Position (CP) terhadap Dividend Payout Ratio. Posisi kas atau likuiditas perusahaan merupakan faktor yang penting yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk menetapkan besarnya deviden yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham. Oleh karena deviden merupakan “cash outflow”, maka makin kuat posisi kas perusahaan, berarti makin besar kemampuan perusahaan untuk membayar deviden (Riyanto 2001:267). Posisi kas merupakan rasio kas akhir tahun dengan earnings after tax. Bagi perusahaan yang memiliki posisi kas yang semakin kuat akan semakin besar kemampuannya untuk membayar deviden. Faktor ini merupakan


(55)

faktor internal yang dapat dikendalikan oleh manajemen sehingga pengaruhnya positif terhadap dividend payout ratio.

2.4.2 Pengaruh Growth Potential terhadap Dividend Payout Ratio.

Growth Potential adalah potensi pertumbuhan perusahaan yang diukur dengan rasio selisih total assets pada tahun t dengan total assets pada tahun t-1 terhadap total assets pada t-1. Semakin cepat tingkat pertumbuhan perusahaan, semakin besar kebutuhan akan dana untuk membiayai perluasan. semakin besar kebutuhan dana dimasa mendatang, semakin mungkiin perusahaan menahan pendapatan, bukan membayarkannya sebagai dividen. Karena itu potensi pertumbuhan bank menjadi faktor penting dalam kebijakan dividen. Indikator untuk faktor ini adalah tingkat pertumbuhan campuran yang diatur tiap tahun dalam total assets.

Semakin tinggi tingkat pertumbuhan suatu perusahaan, akan semakin besar tingkat kebutuhan dana untuk membiayai ekspansi. Semakin besar kebutuhan dana di masa yang akan datang, akan semakin memungkinkan perusahaan menahan keuntungan dan tidak membayarkannya sebagai dividend. sehingga potensi pertumbuhan perusahaan menjadi faktor penting yang menentukan kebijakan dividend dan berpengaruh negative terhadap dividend payout ratio.

2.4.3 Pengaruh Firm Size (Size) terhadap Dividend Payout Ratio.

Faktor ini menjelaskan bahwa suatu perusahaan yang mapan dan besar memiliki akses yang lebih mudah ke pasar modal di bandingkan


(56)

dengan perusahaan kecil. Akses yang baik bisa membantu perusahaan memenuhi kebutuhan likuiditasnya. Kemudahan aksesbilitas ke pasar modal dapat diartikan adanya fleksibilitas dan kemampuan bank untuk memunculkan dana yang lebih besar, dengan catatan perusahaan tersebut memiliki rasio pembayaran yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil. Ukuran perusahaan diwakili oleh Log Natural (Ln) dari total assets tiap tahun (Sudarsi 2002:79). Sehingga ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio.

2.4.4 Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) terhadap Dividend Payout Ratio.

Debt to equity ratio mencerminkan kemampuan perusahaan

dalam mememnuhi seluruh kewajibanya, yang ditunjukkan oleh berapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Oleh karena itu semakin rendah DER akan semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya. Semakin besar proporsi hutang yang digunakan struktur modal suaatu perusahaan, maka akan semakin besar pula jumlah kewajibannya.(Sutrisno,2001).

Faktor ini mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Semakin besar rasio ini menunjukkan semakin besar kewajibannya dan rasio yang semakin rendah akan menunjukkan semakin tinggi kemampuan perusahaan memenuhi kewajibannya. Apabila perusahaan menentukan


(57)

bahwa pelunasan utangnya akan diambilkan dari laba ditahan, berarti perusahaan harus menahan sebagian besar dari pendapatannya untuk keperluan tersebut, yang ini berarti berarti hanya sebagian kecil saja yang pendapatan yang dapat dibayarkan sebagai deviden (Riyanto 2001:267). Peningkatan utang ini akan mempengaruhi tingkat pendapatan bersih yang tersedia bagi pemegang saham, artinya semakin tinggi kewajiban perusahaan, akan semakin menurunkan kemampuan perusahaan membayar deviden atau berpengaruh negative terhadap Dividend Payout Ratio.


(58)

2.5 Model Konseptual

Cash Position (X1)

Growth Potential (X2) 

Firm Size (X3) 

Devidend payout ratio (Y) 

Debt to Equity Ratio (X4) 


(59)

2.6 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan mengacu pada landasan teori yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut :

1. Diduga cash position mempunyai pengaruh positif terhadap dividend payout ratio pada perusahaan manufacture yang go public di BEI.

2. Diduga growth potential mempunyai pengaruh negatif terhadap dividend payout ratio pada perusahaan manufacture yang go public di BEI.

3. Diduga Firm Size mempunyai pengaruh positif terhadap dividend payout ratio pada perusahaan manufacture yang go public di BEI.

4. Diduga debt to equity ratio mempunyai pengaruh negatif terhadap dividend payout ratio pada perusahaan manufacture yang go public di BEI.


(60)

50

 

Dalam bab ini dijelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan metode penelitian yang meliputi variabel penelitian, populasi dan sampel penelitian, sumber data, dan tehnik analisis data.

3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional dalam variabel ini adalah segala sesuatu yang dapat digunakan menjadi obyek penelitian berdasarkan atas sifat-sifat atau hal-hal yang dapat didefinisikan dan dapat diamati atau diobservasi. Variabel-variabel yang dipakai dalam penelitian menggunakan satu ukuran presentase dan satuan ukuran rupiah.

Adapun definisi operasional variabel yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

3.1.1 Variabel Terikat (dependen variabel)

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah devidend payout ratio (DPR). DPR merupakan perbandingan antara deviden perlembar saham (DPS) dengan laba perlembar saham (EPS) atau merupakan persentase dari pendapatan yang akan dibayarkan kepada pemegang saham. Adapun DPR dapat dirumuskan sebagai berikut dengan mengunakan skala rasio :


(61)

Dividend Payout Ratio= Deviden Per Share X 100% Earnings Per Share

3.1.2 Variabel Bebas (independen variabel)

Variabel bebas adalah variabel yang diduga secara bebas berpengaruh terhadap variabel terikat terdapat empat variabel bebas dalam penelitian ini dan sebagai berikut:

a. CP adalah cash position atau posisi kas yang merupakan rasio kas akhir tahun dengan earning after tax. Bagi bank yang memiliki posisi kas yang semakin kuat akan semakin besar kemampuannya untuk membayar dividen. Faktor ini merupakan faktor internal yang dapat dikendalikan oleh manajemen sehingga pengaruhnya dapat dirasakan secara langsung bagi kebijakan dividen. Dividen merupakan cash outflow dengan demikian makin kuatnya posisi kas perusahaan akan semakin besar kemampuannya untuk membayar dividen. Cash Position

dihitung berdasarkan perbandingan saldo kas akhir tahun dengan Earning After Tax (EAT). Formulanya adalah dengan mengunakan skala rasio : (Sudarsi 2002:79)

Cash Position= Kas Akhir Tahun X 100%


(62)

b. GP adalah Growth Potential adalah potensi pertumbuhan perusahaan yang diukur dengan rasio selisih total assets pada tahun t dengan total assets pada tahun t-1 terhadap total assets pada t-1. Semakin cepat tingkat pertumbuhan perusahaan, semakin besar kebutuhan akan dana untuk membiayai perluasan. semakin besar kebutuhan dana dimasa mendatang, semakin mungkiin perusahaan menahan pendapatan, bukan membayarkannya sebagai dividen. Karena itu potensi pertumbuhan bank menjadi faktor penting dalam kebijakan dividen. Indikator untuk faktor ini adalah tingkat pertumbuhan campuran yang diatur tiap tahun dalam total assets. Rumusnya adalah dengan mengunakan skala rasio: (Sudarsi 2002:79)

GP= TA t - TA t-1

TAt-1

c. Size adalah simbol ukuran perusahaan. Proxy ini dapat ditentukan melalui

Log natural dari Total Assets (Ln TA) tiap tahun.Faktor ini menjelaskan bahwa suatu perusahaan yang mapan dan besar memiliki akses yang lebih mudah ke pasar modal, sedangkan perusahaan kecil tidak mudah. Kemudahan aksesibilitas ke pasar modal dapat diartikan adanya fleksibilitas dan kemampuan bank untuk menciptakan hutang atau memunculkan dana yang lebih besar dengan catatan perusahaan tersebut memiliki rasio pembayaran dividen yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil. Ukuran perusahaan diwakili oleh Log Natural (LN) dari total assets tiap tahun. Skala pengukuran pada variabel ini menggunakan skala rasio. (Sudarsi 2002:80)


(63)

d. DER adalah simbol untuk variabel debt to equity ratio. Variabel ini diukur melalui perbandingan antara total hutang dengan ekuitas perusahaan. Faktor ini mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Semakin besar rasio ini menunjukkan semakin besar kewajibannya dan rasio yang semakin rendah akan menujukkan semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya. Peningkatan hutang ini akan mempengaruhi tingkat pendapatan bersih yang tersedia bagi pemegang saham, artinya semakin tinggi kewajiban perusahaan, akan semakin menurunkan kemampuan perusahaan dalam membayar dividen. Persoalannya pada industri perbankan, umumnya memiliki DER yang tinggi, artinya kewajiban membayar kewajiban sangat tinggi, sedangkan modal yang dimiiliki relatif kecil. Oleh karena itu secara teoritis kemampuan bank membayar dividen relatif kecil. Faktor ini dapat dirumuskan sebagai berikut dengan mengunakan skala rasio : (Sudarsi 2002)

Debt to Equity Ratio=Total Debts X 100%

Ekuitas

3.2 Tehnik Penentuan Sampel 3.2.1 Populasi

Populasi disini adalah keseluruhan perusahaan yang menjadi obyek penelitian sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam


(64)

penelitian. Dimana populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufacture yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang berjumlah 155 perusahaan mulai tahun 2006 sampai dengan tahun 2008.

3.2.2 Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi, penelitian ini dalam menentukan sampel menggunakan teknik purposive sampling yaitu mengambil secara tidak acak dimana sampel dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian.

Adapun kriteria pemilihan sampel perusahaan yang dipakai adalah :

1. Perusahaan manufacture yang masih terdaftar di BEI dari tahun 2006

sampai tahun 2008.

2. Perusahaan manufacture Yang telah membagikan dividend secara terus

menerus kepada pemegang saham dari tahun 2006 sampai tahun 2008. Dari sejumlah populasi, berdasarkan kriteria diperoleh sampel sebanyak 12 perusahaan yaitu antara lain :

1. PT. Astra Graphia Tbk.

2. PT. Fast Food Indonesia Tbk

3. PT. Gudang Garam Tbk

4. PT. Indocement Tunggal Prakasa Tbk

5. PT. Indofood Sukses Makmur Tbk

6. PT. Kimia Farma Tbk

7. PT. Lautan Luas Tbk


(65)

9. PT. Metrodata Electronics Tbk

10.PT. Tempo Scan Pacific Tbk

11.PT. Trias Sentosa Tbk

12.PT. Unilever Indonesia Tbk

3.3 Tehnik Pengumpulan Data 3.3.1 Jenis Data

Data merupakan faktor yang penting dalam penyusunan penelitian ini. Adapun data yang akan digunakan adalah data skunder, yaitu berupa laporan keuangan yang diterbitkan setiap tahun prospectus perusahaan di Bursa Efek Indonesia mulai tahun 2006 sampai dengan tahun 2008. Laporan keuangan yang digunakan terdiri dari laporan neraca konsolidasi serta laporan laba rugi masing-masing perusahaan manufacture yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

3.3.2 Sumber Data

Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dari Bursa Efek Indonesia (BEI) serta laporan keuangan dari www.idx.co.id mulai tahun 2006 sampai dengan tahun 2008.

3.3.3 Pengumpulan Data

Dalam rangka memperoleh data-data yang diperlukan, maka metode pengumpulan data yang akan digunakan yaitu metode dokumentasi. Metode dokumentasi adalah cara pengumpulan data yang berkaitan dengan obyek penelitian.


(66)

3.4 Tehnik Analisis dan Uji Hipotesis 3.4.1 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam mencari pemecahan atas

permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah melakukan analisis regresi

linier berganda.

Teknik analisis ini digunakan untuk mencari pemecahan masalah penelitian secara individu atau parsial dan secara bersama-sama atau simultan. Penggunaan tekinik analisis ini dilakukan dengan alasan karena penelitian ini berusaha untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara beberapa variabel bebas dengan variabel terikatnya, karena secara teoritis keduanya mempunyai hubungan fungsional atau memiliki pengaruh.

Model hubungan yang diduga atau diperkirakan akan terbentuk pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + ei

Dimana :

Y = Dividend payout ratio (DPR)

α = Konstanta

β1,-,4 = Koefisien regresi dari variabel bebas

X1 = cash position

X2 = growth potential

X3 = firm size

X4 = debt to equity ratio


(1)

pertumbuhan perusahaan. Hal ini dikarenakan semakin cepat tingkat pertumbuhan perusahaan, semakin besar kebutuhan akan dana untuk membiayai perluasan. semakin besar kebutuhan dana dimasa mendatang, semakin mungkiin perusahaan menahan pendapatan, bukan membayarkannya sebagai dividen. Karena itu potensi pertumbuhan bank menjadi faktor penting dalam kebijakan dividen. Hal ini sesuai dengan teori Chang dan Rhee (1990) yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pertumbuhan suatu perusahaan, akan semakin besar tingkat kebutuhan dana untuk membiayai ekspansi. Semakin besar kebutuhan dana di masa yang akan datang, akan semakin memungkinkan perusahaan menahan keuntungan dan tidak membayarkannya sebagai dividend. Oleh karenanya potensi pertumbuhan perusahaan menjadi faktor penting yang menentukan kebijakan dividend. Sebagai indikator dari atribut pertumbuhan, digunakan tingkat pertumbuhan campuran yang diatur pada setiap tahun dalam total assets.

4.3.3. Pengaruh Firm size terhadap Dividend Payout Ratio

Berdasarkan hipotesis yang menyatakan diduga bahwa variabel Firm Size mempunyai pengaruh positif terhadap dividend payout ratio pada perusahaan manufacture yang go public di BEI, dapat diterima.Karena variabel Size berpengaruh terhadap Dividen Payout Ratio, hasil ini menunjukkan bahwa perusahaan manufaktur merupakan perusahaan besar dan mapan yang memiliki akses yang lebih mudah ke pasar modal di bandingkan dengan perusahaan kecil, sehingga juga mempengaruhi pembayaran dividennya. Hasil ini sesuai dengan toeri Sudarsi (2002:79) yang menyatakan bahwa kemudahan aksesbilitas ke pasar


(2)

memunculkan dana yang lebih besar, dengan catatan perusahaan tersebut memiliki rasio pembayaran yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil. Ukuran perusahaan diwakili oleh Log Natural (Ln) dari total assets tiap tahun.

4.3.4. Pengaruh Debt to Equity Ratio terhadap Dividend Payout Ratio

Berdasarkan hipotesis yang menyatakan diduga bahwa variabel Debt to Equity Ratio mempunyai pengaruh negatif terhadap dividend payout ratio pada perusahaan manufacture yang go public di BEI, tidak dapat diterima karena variabel Debt to Equity Ratio tidak berpengaruh terhadap Dividen Payout Ratio, hasil ini membuktikan bahwa jika perusahaan mempunyai debt to equity ratio yang kecil berarti perusahaan mempunyai kemampuan yang tinggi untuk melunasi semua kewajibannya, dan sebaliknya jika perusahaan mempunyai debt to equity ratio yang lebih tinggi dibandingkan ketersediaan modal sendiri yang dimiliki berarti perusahaan yang bersangkutan mempunyai kemampuan yang rendah untuk memenuhi kewajibannya. Hal ini disebabkan karena pada periode data penelitian yang diambil adalah tahun 2006 sampai dengan tahun 2008, dimana perusahaan manufaktur mempunyai sumber dana yang mencukupi untuk membiayai hutang suatu perusahaan dan melunasi semua kewajibannya sehingga tidak berpengaruh terhadap dividend payout ratio.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Setelah mengetahui permasalahan, meneliti dan membahas hasil penelitian maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Cash Position tidak mampu meningkatkan Dividen Payout Ratio. Karena Cash Position atau likuiditas mencukupi sehingga kebutuhan untuk likuiditas sudah terpenuhi dari setiap sumber dana internal sehingga tidak mampu meningkatkan dividend payout ratio.

2. Growth Potential mampu meningkatkan Dividen Payout Ratio. Karena semakin tinggi tingkat pertumbuhan perusahaan,semakin besar kebutuhan akan dana untuk membiayai perusahaan sehingga perusahaan menahan pendapatan yang dapat meningkatkan dividen payout ratio. 3. Firm Size mampu meningkatkan Dividen Payout Ratio. Karena semakin

besar ukuran perusahaan tersebut maka perusahaan tersebut memiliki akses yang lebih mudah ke pasar modal. Akses yang baik bisa membantu perusahaan memenuhi kebutuhan likuiditasnya sehingga mampu meningkatkan dividend payout ratio.

4. Debt to Equity tidak mampu meningkatkan dividend payout ratio. Karena perusahaan tersebut mempunyai cadangan dana yang cukup untuk


(4)

meningkatkan dividen payout ratio. 5.2. Saran

Setelah dikemukakan beberapa kesimpulan, maka dapat diberikan beberapa saran sebagai bahan pertimbangan sebagai berikut :

a. Bagi perusahaan agar dapat menentukan pembagian Dividend Payout Ratio yang baik sebaiknya memperhatikan variabel Growth Potential dan Firm Size, karena variabel tersebut berpengaruh terhadap pembayaran Dividend Payout Ratio.

b. Bagi investor yang bermaksud melakukan investasi pada perusahaan manufaktur sebaiknya memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi dividen payout ratio, seperti Growth Potential atau Firm Size karena faktor tersebut berpengaruh terhadap pembayaran Dividend Payout Ratio.


(5)

(6)

Erlangga

C. Erna Susilawati. 2000. 'Dampak faktor Keagenan dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Biaya Transaksi Terhadap Rasio Pembayaran Deviden'. Jurnal Siasat Bisnis. Vol,2.No.5, Maret. Hal.111-125.

Gitosudarmo, Indriyo. 2001. Manajemen Keuangan. Yogyakarta: BPFE Gujarati, Damodar, 1995, Ekonometrika Dasar. Terjemahan Sumarno Zain,

Penerbit Erlangga, Jakarta.

Horne James C Van dan John M. Wachowich. 1997. Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan. Jakarta: Salemba Empat

Husnan, Suad. 1996. Manajemen Keuangan. Yogyakarta: BPFE Hanafi M. Mamduh. 2004. Manajemen Keuangan. Yogyakarta: BPFE Munawir. 1995. Analisis Laporan Keuangan. Bandung: Transito

Riyanto, Bambang, 1995. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta: BPFE

Sudarsi, Sri. 2002. 'Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Devident Payout Ratio pada Industri Perbankan yang Listed Di Bursa Efek Jakarta (BEJ)'.Jurnal Bisnis dan Ekonomi. Vol.9, No.1, Maret. Hal. 76-88.

Sutrisno, 2001. Manajemen keuangan. Jakarta: Erlangga

Sutrisno, 2001. ‘Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dividend Payout Ratio (DPR) pada perusahaan publik yang terdaftar di PT Bursa Efek Jakarta’, TEMA, Volume II, No 1, Maret 2001.