Persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan ditinjau dari jenis kelamin, status karyawan, dan status sosial ekonomi studi kasus guru guru SMA negeri dan swasta kabupaten Sleman

(1)

Studi Kasus Guru-guru SMA Negeri dan Swasta Kabupaten Sleman

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Akuntansi

Disusun Oleh: Albert Rudy Haurissa

NIM: 041334088

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2010


(2)

(3)

(4)

iv

PERSEMBAHAN

Segala kebahagiaan yang menyelimuti dalam penulisan skripsi ini saya persembahkan untuk:

Yesus sebagai Juru Selamatku yang selalu menjadi sandaran hidup saya

Bunda Maria yang selalu menjadi perantara segala permohonan saya kepada Bapa.

Bapak Ibu tercinta yang telah merawat saya sampai sekarang.

MOTTO

Carilah ke kedalaman diri untuk menemukan kekayaan harta karun dan bakat yang sudah menjadi milik Anda. Kemudian dengarkanlah; itu adalah suara kegembiraan yang dinyayikan oleh hati Anda

(Yvonne Oswald)

“Aku berusaha membebaskan pikiranmu, Neo. Tetapi aku hanya bisa menunjukkan pintu. Kamu sendirilah yang harus berjalan melewatinya.”


(5)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 22 April 2010 Penulis


(6)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Albert Rudy Haurissa

Nomor Mahasiswa : 041334088

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

Persepsi Guru Terhadap Pekerjaan Sambilan Ditinjau dari Jenis Kelamin, Status Karyawan, dan Status Sosial Ekonomi.

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 22 April 2010 Yang menyatakan:


(7)

vii

ABSTRAK

PERSEPSI GURU TERHADAP PEKERJAAN SAMBILAN DITINJAU DARI JENIS KELAMIN, STATUS KARYAWAN,

DAN STATUS SOSIAL EKONOMI

Studi kasus guru-guru SMA Negeri dan Swasta Kabupaten Sleman Albert Rudy Haurissa

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 2010

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan ditinjau dari jenis kelamin; (2) status karyawan; (3) status sosial ekonomi.

Penelitian studi kasus pada guru-guru SMA Negeri dan Swasta Kabupaten Sleman ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2010. Populasi dari penelitian ini adalah semua guru SMA Negeri dan Swasta kabupaten Sleman. Ukuran sampel dalam penelitian ini adalah 265 guru yang diambil menggunakan perbandingan secara acak. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan chi-square ( ).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) tidak ada perbedaan persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan ditinjau dari jenis kelamin yang ditunjukkan dengan nilai hitung = 1,661 < tabel = 3,84 dengan df = 1 dan taraf signifikansi 5%; (2) tidak ada perbedaan persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan ditinjau dari status karyawan yang ditunjukkan dengan nilai hitung = 1,504 < tabel = 3,84 dengan df = 1 dan taraf signifikansi 5%; (3) tidak ada perbedaan persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan yang ditunjukkan dengan nilai hitung = 0,1 <


(8)

viii

ABSTRACT

THE TEACHER’S PERCEPTION TOWARD THE PART TIME JOB REFERS TO THE GENDER, EMPLOYEE STATUS,

AND THE SOCIAL ECONOMY STATUS

A Case Study of State and Private Senior High Schools in Sleman Regency

Albert Rudy Haurissa Sanata Dharma University

Yogyakarta 2010

This research aims to obtain the teacher’s perception to the part time job refers to: (1) gender; (2) employee status; (3) social economic status.

This research is a case study on the State and Private Senior High Schools in Sleman Regency and conducted from January to March 2010. The population of this research was all teachers of the state and private Senior High Schools in Sleman Regency. The samples of this research were 265 teachers who were taken by proportional random sampling. The data gathering technique was questionnaire. The technique of analyzing the data was chi-square test ( ).

The result of the research shows that: (1) there isn’t any difference of teacher’s perception refers to the gender which is shown by count value = 1,661 < tabel = 3,84 with df = 1 and significant level is 5%; (2) there isn’t any difference of teacher’s perception refers to employee status which is shown by count value = 1,504 < tabel = 3,84 with df = 1 and significant level is 5%; (3) there isn’t any difference of teacher’s perception refers to social economy status which is shown by count = 0,1 < tabel = 3,84 with df = 1 and significant level is 5%.


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kasih dan karuniaNya yang telah dilimpahkan kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Persepsi Guru Terhadap Pekerjaan Sambilan Ditinjau dari Jenis Kelamin, Status Karyawan, dan Status Sosial Ekonomi”. Studi kasus pada guru-guru SMA Negeri dan Swasta di Kabupaten Sleman. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan akhir mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini, saya banyak menerima bantuan, semangat, motivasi, dan doa dari yang mendukung saya dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu dengan kerendahan hati, saya ingin menyampaikan rasa syukur dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Y. Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Jurusan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Bapak L. Saptono, S.Pd., M.Si. selaku Kepala Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang selalu memberikan motivasi bagi saya dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Sebastianus Widanarto P. S.Pd., M.Si. selaku dosen pembimbing saya, yang selalu sabar dan penuh perhatian dalam membimbing saya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.


(10)

x

5. Bapak Drs. FX. Muhadi, M. Pd. Selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan kepada saya sehingga skripsi ini dapat selesai dengan sangat baik.

6. Bapak Agustinus Heri Nugroho, S. Pd., M. Pd. Selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk menjadi penguji, dan terima kasih atas masukan yang sangat berguna sehingga skripsi saya dapat dikerjakan dengan baik.

7. Bapak P. Suhartono yang telah memberikan masukan yang sangat berguna mengenai pekerjaan sambilan sehingga skripsi saya dapat terselesaikan dengan baik.

8. Ibu Dra. Suci Irani Sinuraya, M.si, MM. selaku Kepala BAPPEDA Kabupaten Sleman yang telah memberikan ijin untuk pelaksanaan penelitian di sekolah-sekolah.

9. Bapak dan Ibu Kepala sekolah serta guru-guru yang telah membantu dalam pelaksanan penelitian.

10. Semua karyawan di Sekretariat Program Pendidikan Akuntansi yang telah membantu selama masa perkuliahan dan dalam proses penyelesaian skripsi. 11. Orang Tua tercinta yang selalu memberikan doa, kasih, dukungan dan

berbagai macam kebutuhan sehingga saya bisa seperti sekarang ini. I love you all.

12. Buat Ruci, Mas Aryo, Ul2 serta seluruh crew yang sudah mengajarkan serta memberikan dukungan moral dan motivasi yang tinggi kepada saya untuk menyelesaikan skripsi ini.


(11)

xi

13. Untuk teman-temanku Dony, Moko, Dion, Kampang, Eko, Dono, Pandu, Koco, TePe, Wiwid, Ember, Susi, Fitri, Lasmex, Galuh, Chandra, Wawan, Yoga, Tanti, U2th, Arum, Haris, Wika, Seran, Yansen, Lutvi, Bram dan masih banyak lagi yang tidak bisa saya sebutkan, terima kasih atas dukungan dan semangatnya. Keep on Rollin Baby...

14. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung saya dalam penyelesaian skripsi yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu.

Akhir kata saya berharap semoga Tuhan yang Maha Esa akan membalas semua kebaikan saudara-saudara yang telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini, dan saya berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Yogyakarta, 22 April 2010 Penulis


(12)

xii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPERLUAN AKADEMIS ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Batasan Masalah ... 5

C. Rumusan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian... 6

E. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Persepsi ... 8

B. Guru ... 9

C. Jenis Kelamin ... 13

D. Status Karyawan ... 16

E. Status Sosial Ekonomi ... 22

F. Pekerjaan Sambilan ... 26


(13)

xiii

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

A. Jenis Penelitian... 33

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 33

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 33

D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 34

E. Variabel Penelitian ... 36

F. Teknik Pengumpulan Data ... 41

G. Pengujian Instrumen Penelitian ... 41

1. Pengujian Validitas Intrumen ... 41

2. Pengujian Reliabilitas Instrumen ... 44

H. Pengujian Prasyarat Analisis ... 45

1. Uji Normalitas ... 45

2. Uji Homogenitas ... 46

I. Teknik Analisis Data ... 47

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 50

A. Deskripsi Data ... 50

B. Uji Normalitas... 56

C. Pengujian Hipotesis ... 57

D. Pembahasan ... 61

BAB V PENUTUP ... 65

A. Kesimpulan ... 65

B. Keterbatasan ... 66

C. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 68


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Distribusi pengambilan sampel ... 35

Tabel 3.2 Kategori jenis kelamin ... 36

Tabel 3.3 Kategori status karyawan ... 37

Tabel 3.4 Kategori status sosial ekonomi ... 37

Tabel 3.5 Kategori tempat tinggal guru... 38

Tabel 3.6 Kisi-kisi kuesioner ... 39

Tabel 3.7 Tabel skor pernyataan sikap ... 40

Tabel 3.8 Distribusi persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan ... 40

Tabel 3.9a Rangkuman validitas instrumen ... 42

Tabel 3.9b Rangkuman validitas instrumen ... 43

Tabel 4.1 Pengelompokkan guru berdasarkan jenis kelamin ... 50

Tabel 4.2 pengelompokkan guru berdasarkan status karyawan ... 51

Tabel 4.3 Pengelompokkan guru berdasarkan status sosial ekonomi ... 51

Tabel 4.4 Pengelompokkan perpsesi guru terhadap pekerjaan sambilan ... 52

Tabel 4.5 Tabel kontingensi persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan ditinjau dari jenis kelamin ... 53

Tabel 4.6 Tabel kontingensi persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan ditinjau dari status karyawan ... 54

Tabel 4.7 Tabel kontingensi persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan ditinjau dari status sosial ekonomi... 55

Tabel 4.8 Uji normalitas ... 56

Tabel 4.9 Distribusi persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan ditinjau dari jenis kelamin ... 57

Tabel 4.10 Perhitungan Chi Square persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan ditinjau dari jenis kelamin ... 57

Tabel 4.11 Distribusi persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan ditinjau dari status karyawan ... 58

Tabel 4.12 Perhitungan Chi Square persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan ditinjau dari status karyawan ... 59


(15)

xv

Tabel 4.13 Distribusi persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan

ditinjau dari status sosial ekonomi... 60 Tabel 4.14 Perhitungan Chi Square persepsi guru


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian ... 71

Lampiran 2 Kuesioner Penelitian ... 75

Lampiran 3 Data Induk Penelitian ... 81

Lampiran 4 Uji Validitas dan Realibilitas ... 91

Lampiran 5 Uji Normalitas... 94

Lampiran 6 Perhitungan Chi Square ... 96

Lampiran 7 Perhitungan PAP tipe I ... 100


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Profesi guru bagi sebagian besar orang merupakan profesi yang membutuhkan tanggung jawab yang besar. Guru adalah pengajar sekaligus pendidik bagi siswa-siswanya, dan sangat mungkin guru juga menjadi teladan dalam hal sikap dan tingkah laku bagi para muridnya. Sebagai seorang pengajar guru harus memiliki ilmu pengetahuan dan wawasan yang luas, serta keterampilan yang akan diwariskan kepada para siswanya. Hasil dari pengajaran merupakan interaksi antara motivasi, kemampuan siswa, materi pelajaran yang disampaikan, dan keterampilan guru dalam menyampaikannya. Sebagai seorang pendidik, guru bertindak sebagai contoh moral masyarakat, karena fungsinya mendidik warga masyarakat (siswa) agar memiliki berbagai kemampuan kognitif. Siswa yang sudah memiliki ketrampilan dan pengetahuan akan berusaha menghindarkan dirinya dari segala tindakan menyimpang. Hal tersebut dilakukan guru saat mengajar di dalam kelas, di lingkungan sekolah, maupun di luar sekolah. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa profesi guru memang membutuhkan tanggung jawab yang besar.

Di samping berperan sebagai pengajar dan pendidik, guru juga berperan sebagai model bagi siswa. Perilaku guru disorot dan ditiru oleh sebagian besar siswa. Oleh sebab itu guru harus berperilaku, bersikap dan berkepribadian yang baik. Kelebihan itu tampak dalam disiplin pribadi, perilaku sehari-hari di sekolah


(18)

ataupun di luar sekolah, kebiasaan-kebiasaan yang sehat, sikap yang demokratis, dan sebagainya. Dengan model guru yang demikian akan menciptakan pribadi siswa yang baik sesuai dengan apa yang dilakukan oleh guru.

Dari apa yang telah dijelaskan di atas, terlihat bahwa pekerjaan seorang guru cukup berat. Oleh karena itu, seorang guru sudah sepantasnya mendapatkan imbalan yang sesuai atas apa yang telah ia kerjakan. Tetapi masih terdapat beberapa guru yang mengeluh karena masalah gaji kecil dan belum cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Meskipun saat ini sudah ada perhatian dari pemerintah dalam hal peningkatan kesejahteraan guru berupa program sertifikasi guru, namun prosesnya membutuhkan waktu yang cukup lama dan tidak semua guru dapat lulus uji sertifikasi tersebut. Di sisi lain, kebutuhan hidup sehari-hari guru terus bertambah dan harga-harga kebutuhan pokok juga terus naik.

Dalam kondisi seperti ini, seorang guru perlu mencari alternatif tambahan penghasilan. Untuk mencari alternatif tambahan penghasilan salah satunya dapat dicari dengan melakukan pekerjaan sambilan. Saat ini banyak guru yang melakukan pekerjaan sambilan. Pekerjaan sambilan yang dapat dilakukan oleh guru bermacam-macam, misalnya: berjualan, berkebun atau bertani, beternak, menawarkan jasa seperti les pelajaran, rental dan masih banyak lagi.

Tidak semua guru berminat untuk melakukan pekerjaan sambilan. Guru yang memiliki status sebagai karyawan atau guru tetap dan memiliki golongan yang tinggi akan mendapatkan gaji yang cukup tinggi dan sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga keinginan untuk melakukan pekerjaan sambilan menjadi sangat kecil. Guru yang memiliki status sebagai pegawai negeri


(19)

juga biasanya memiliki penghasilan yang lebih tinggi dibanding dengan guru yang bekerja di yayasan. Hal ini dapat menjadi alasan mengapa guru swasta lebih banyak yang melakukan pekerjaan sambilan. Jadi, status karyawan yang dimiliki seorang guru juga dapat mempengaruhi guru itu untuk melakukan pekerjaan sambilan.

Salah satu hal yang mempengaruhi guru untuk melakukan pekerjaan sambilan adalah stastus sosial ekonomi guru. Hal ini dapat dilihat dari ukuran kekayaan yang sudah dimiliki guru sebelum atau sesudah ia menjadi guru. Guru yang sudah memiliki status ekonomi yang layak atau mumpuni, dapat dilihat dari apa yang dimiliki oleh guru tersebut (rumah, mobil, pakaian, kebiasaan berbelanja, dll) biasanya merasa enggan untuk melakukan pekerjaan sambilan, karena kebutuhan hidup sudah dapat terpenuhi. Guru yang memiliki demikian biasanya memiliki jabatan atau kekuasaan atau wewenang di masyarakat akan mendapat kehormatan dalam lingkungan masyarakatnya, sehingga ia merasa tidak perlu untuk melakukan pekerjaan sambilan karena mungkin status sosialnya di dalam masyarakat dan untuk menjaga harga diri guru tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa status sosial ekonomi guru juga mempengaruhi guru untuk melakukan pekerjaan sambilan.

Salah satu faktor yang juga mempengaruhi seseorang, khususnya seorang guru adalah jenis kelamin. Jika kita perhatikan, orang-orang yang melakukan pekerjaan sambilan, apapun profesi utamamnya, yang melakukannya kebanyakan adalah kaum laki-laki. Hal ini mungkin dikarenakan pria cenderung menjadi kepala keluarga dan menjadi tumpuan hidup keluarga dalam memenuhi kebutuhan


(20)

sehari-hari. Walaupun saat ini banyak kaum wanita yang melakukan pekerjaan sambilan karena mungkin sesuai dengan hobi dan atau karena memiliki ide atau gagasan mengenai pekerjaan sambilan yang akan dilakukannya. Dari penjelasan di atas terlihat bahwa perbedaan jenis kelamin dapat mempengaruhi seseorang, khususnya seorang guru untuk melakukan pekerjaan sambilan.

Meskipun banyak hal yang mempengaruhi seorang guru dalam melakukan pekerjaan sambilan, tujuannya adalah untuk mendapatkan tambahan penghasilan sehingga dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, karena penghasilan yang mereka dapatkan selama menjadi guru belum mencukupi kebutuhan hidup keluarga.

Tetapi dalam melakukan pekerjaan sambilan tersebut terkadang menyita waktu yang tidak sedikit. Bahkan waktu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan sambilan dapat lebih banyak daripada waktu guru untuk melakukan tugasnya di sekolah. Pendapatan yang dihasilkan dari pekerjaan sambilan juga mungkin lebih banyak daripada gaji yang didapatkan sebagai guru. Hal ini yang dapat membuat seorang guru menjadi tidak lagi menjadikan profesi guru sebagai pekerjaan utama dengan alasan karena hasil yang dicapai dengan melakukan pekerjaan sambilan lebih besar. Tidak menutup kemungkinan juga bahwa guru tersebut akan menjadi tidak bersemangat atau sudah tidak memiliki motivasi lagi dalam mengajar. Kondisi seperti itu akan berpengaruh terhadap motivasi guru dalam mengajar. Guru yang tidak memiliki motivasi dalam mengajar juga akan berpengaruh terhadap para siswa dan sekolah tempat guru itu mengajar. Siswa tidak dapat berkembang dengan baik, dan sekolahpun akan kehilangan kepercayaan terhadap guru tersebut.


(21)

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Persepsi Guru Terhadap Pekerjaan Sambilan Ditinjau dari Jenis Kelamin, Status Karyawan, dan Status Sosial Ekonomi.

B. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini penulis hanya akan membatasi masalahnya mengenai perpsepsi guru terhadap pekerjaan sambilan hanya ditinjau dari jenis kelamin, status karyawan, dan status sosial ekonomi. Walaupun masih terdapat faktor lain yang mempengaruhi guru dalam melakukan pekerjaan sambilan.

C. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah ada perbedaan persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan ditinjau dari jenis kelamin?

2. Apakah ada perbedaan persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan ditinjau dari status karyawan guru?

3. Apakah ada perbedaan persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan ditinjau dari status sosial ekonomi guru?


(22)

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang dapat disimpulkan adalah:

1. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan ditinjau dari jenis kelamin.

2. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan ditinjau dari status karyawan.

3. Untuk mengetahui apakah ada peerbedaan persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan ditinjau dari status sosial ekonomi.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi guru

Bagi guru itu sendiri penelitian ini sangat berguna bagi masa depan guru tersebut, terutama guru yang memiliki pekerjaan sambilan di luar mengajar. Penelitian ini diharapkan dapat membuat guru mengerti mengenai apa yang telah dijalankan dan dipilih dalam menjalani kehidupan dan juga diharapkan dapat membuat guru tidak akan melupakan profesi utamanya sebagai seorang guru dan tidak akan menurunkan motivasi dalam mengajar karena menjadi seorang guru adalah pekerjaan yang mulia.

2. Bagi mahasiswa

Bagi mahasiswa penelitian ini dapat membuat mereka menjadi tahu akan pilihan hidup setelah lulus nanti, khususnya bagi mahasiswa FKIP yang notabene akan bekerja dibidang pendidikan.


(23)

3. Bagi penulis

Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk masa depan dan menjadi pedoman untuk melakukan pekerjaan sambilan diluar bidang pendidikan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Persepsi

Persepsi adalah proses pemahaman yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman (Thoha, 1983:138). Persepsi adalah proses mengorganisasikan, menginterpretasikan sehingga individu mengerti tentang apa yang diinderakan (Bimo Walgito, 1994:53). Persepsi adalah objek-objek di sekitar kita yang ditangkap melalui alat indera dan diproyeksikan pada bagian tertentu dalam otak sehingga kita dapat mengamati objek tersebut.

Sejak manusia dilahirkan di dunia ini, sejak itu pula secara langsung ia berhubungan dengan dunia luarnya, dan mulai saat itu ia menerima stimulus atau rangsang dari luar di samping dari dalam dirinya sendiri. Ia merasa dingin, panas, senang, sakit, dan sebagainya, kesan tersebut ia peroleh dari proses persepsi, karena persepsi merupakan proses memahami dunianya. Setelah manusia menginderakan objek di lingkungannya ia memproses hasil penginderaannya itu dan timbulah makna tentang objek itu pada diri manusia yang bersangkutan.

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses pemahaman, penerimaan, pengorganisasian, dan penginterpretasian rangsangan dari lingkungan melalui panca indera sehingga individu menyadari dan mengerti tentang apa yang diinderakannya. Persepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut adalah sebagai berikut:


(25)

1. Adanya objek yang dipersepsi

Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor dan dapat datang dari dalam yang mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor.

2. Alat indera

Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus. Di samping itu harus pula ada syaraf sensorik sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran dan sebagai alat untuk mengadakan respon.

3. Diperlukan adanya perhatian yang merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan persepsi, tanpa perhatian tidak akan terjadi persepsi.

B. Guru

1. Pengertian Guru

Pengertian guru menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang yang kerjanya mengajar. Sedangkan menurut Undang-undang Guru dan Dosen no. 14 tahun 2005, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dalam perspektif psikologi pendidikan, mengajar pada prinsipnya berarti proses


(26)

perbuatan seorang yang membuat orang lain belajar dalam arti mengubah seluruh dimensi perilaku.

UU RI no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 5 mengemukakan bahwa tenaga kependidikan adalah anggota dari masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Dalam RUU tentang guru pasal 1: guru adalah tenaga professional yang mempunyai dedikasi dan loyalitas tinggi dengan tugas utama menjadi agen pembelajar yang memotivasi, memfasilitasi, membimbing, dan melatih peserta didik sehingga menjadi manusia yang berkualitas yang mengaktualisasikan potensi kemanusiaanya secara optimum, pada jalur pendidkan formal jenjang pendidikan dasar dan menengah, termasuk pendidikan usia dini formal.

Guru ialah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid, individual maupun klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Guru yang dimaksud di sini mencakup semua guru dari tingkat pra sekolah (taman kanak-kanak) sampai kepada guru besar (profesor) di perguruan tinggi yang berstatus negeri maupun swasta (Ametembun, 1973: 3). Menurut Imam Al-Ghazali, ia menempatkan profesi guru pada profesi tertinggi dan termulia dalam berbagai tingkat pekerjaan di masyarakat. Dalam pandangan beliau, guru mengemban dua misi sekaligus, yaitu tugas kegamaan ketika guru melakukan kebaikan dengan menyampaikan ilmu pengetahuan kepada manusia sebagai makhluk mulia dimuka bumi ini. Tugas kedua adalah sosiopolitik, dimana guru membangun,


(27)

memimpin dan memberi teladan yang menegakkan keteraturan, kerukunan, dan menjamin keberlangsungan masyarakat.

Menurut Poerwadarminta (1996:35), guru adalah orang yang kerjanya mengajar. Sementara itu, Zakiyah Darajat (1992:39) menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional karena guru telah menerima dan memikul beban dari orang tua untuk ikut mendidik anak-anak. Secara legal formal, guru adalah seseorang yang memperoleh surat keputusan (SK), baik dari pemerintah atau swasta, untuk melaksanakan tugasnya.

Berdasarkan tanggung jawab yang diembannya, pengertian guru dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu:

a. Guru kelas, jika mempunyai tugas untuk mengajarkan sebagian besar mata pelajaran di satu kelas saja, dan ia tidak mengajar di kelas lainnya. b. Guru mata pelajaran, jika ia hanya memiliki tugas untuk mengajarkan

satu mata pelajaran saja.

c. Guru Bimbingan atau Konseling, yakni guru yang diberikan tugas untuk memberikan bimbingan bagi peserta didik, baik dalam menghadapi kesulitan belajar maupun untuk memilih karier dimasa depan yang sesuai dengan bakat dan minatnya.

d. Guru Ekstrakurikuler, yakni guru yang diberi tugas tambahan lain sebagai pembimbing kegiatan ekstrakurikuler.


(28)

2. Peran dan Fungsi Guru

Guru memiliki satu kesatuan peran dan fungsi yang tidak terpisahkan, antara kemampuan mendidik, membimbing, mengajar, dan melatih. Keempat kemampuan tersebut merupakan kemampuan integratif, antara yang satu dengan yang lain tidak terpisahkan. Seseorang yang dapat mendidik tetapi tidak memiliki kemampuan membimbing, mengajar, dan melatih, ia tidak dapat disebut sebagai guru yang paripurna. Selanjutnya, seseorang yang memiliki kemampuan mengajar tetapi tidak memiliki kemampuan mendidik, membimbing, dan melatih, juga tidak dapat disebut sebagai guru sebenarnya.

Wright (1987) sebagaimana dikutip oleh Robian Sidin (1999:8), dalam buku bertajuk Classroom Management, menyatakan bahwa guru memiliki dua peran utama, yaitu:

a. The management role atau peran manajemen, b. The instructional role atau peran instruksional

Dari kedua peran ini, guru dapat disebut sebagai manajer sekaligus sebagai instruktur. Selain kedua peran trsebut guru juga memiliki fungsi di dalam kelas, yaitu sebagai:

a. pembimbing siswa dalam memecahkan kesulitan pembelajaran,

b. narasumber yang dapat membantu memecahkan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan siswa atau untuk menemukan jawaban atau untuk memperoleh informasi lanjutan,


(29)

c. penilai hasil belajar, untuk menntukan perkembangan hasil belajar siswa, serta untuk menetukan nilai siswa

C. Jenis Kelamin

Dalam pekerjaan seorang pria biasanya lebih dituntut untuk bekerja dengan keras. Hal itu menjadi tuntutan hidup terutama bagi mereka yang sudah memiliki keluarga. Mereka bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup. Meskipun sekarang tidak hanya laki-laki atau ayah dalam keluarga yang menjadi tumpuan hidup. Seorang ibu atau perempuan saat ini banyak yang bekerja dan mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.

Kemandirian pria-wanita dikatakan seimbang. Kemandirian wanita dapat dilihat dari beberapa segi. Segi ekonomi, sosial, psikologis, atau yang lain. Dan tampaknya yang paling banyak dibahas adalah aspek ekonomi. Diasumsikan bahwa kemandirian ekonomi akan memberi dampak atau berlanjut pada kemandirian aspek lain.

Adalah menarik bahwa sejarah mencatat di Indonesia wanita memiliki kesempatan lebih dulu untuk sejajar dengan laki-laki disemua bidang dibanding Amerika Serikat. Gerakan emansipasi inilah yang berlanjut dengan usaha untuk lebih mandiri. Sayangnya usaha wanita untuk mandiri dan lebih berperan dalam percaturan ekonomi sering terbentur pada beberapa masalah, meski masalah-masalah itu tidak diperkirakan muncul sebelumnya. Ada pendapat yang menyatakan bahwa kemandirian wanita secara ekonomi adalah suatu hal yang mustahil apabila situasi ekonomi itu sendiri masih sulit.


(30)

Sebagai salah satu aspek kepribadian, kemandirian memang memiliki peranan yang cukup penting. Hal in terbukti dengan dimasukkannya konsep kemandirian dalam kajian kualitas manusia khususnya nir-fisik. Bagaimana kemandirian wanita dapat ditinjau dari psikologi? Dari penelitian Masrun (1986) pada suku Jawa ternyata tidak ada perbedaan kemandirian yang signifikan antara pria dengan wanita, bahkan ada kecenderungan wanita lebih mandiri. Secara singkat dapat dikemukakan bahwa komponen kemandirian sedikitnya ada lima, yaitu: inisiatif, bebas, progresif dan ulet, kemantapan diri, dan pengendalian dari dalam. Dalam faktor inisiatif termasuk juga kemampuan untuk berpikir dan bertindak secara original dan kreatif. Bebas yang dimaksudkan ditunjukkan dengan tindakan yang dilakukan atas kehendak sendiri, bukan karena orang lain dan tidak tergantung pada orang lain. Progresif dan ulet ditunjukkan dengan adanya usaha untuk mengejar prestasi yang mendasarkan pada perencanaan dan harapan-harapan yang riil, dan penuh ketekunan. Kemanatapan diri mencakup aspek rasa percaya diri, penerimaan diri, dan memperoleh kepuasan atas usahanya sendiri. Yang termasuk dalam faktor pengendalian diri dalam adalah perasaan mampu mengatasi masalah yang dihadapi, mampu mengendalikan tindakan, mampu mempengaruhi lingkungan atas usahanya sendiri.

Tingkat kemandirian seseorang dipengaruhi oleh beberapa hal. Secara garis besar bisa dikemukakan bahwa faktor yang berpengaruh bersumber pada


(31)

faktor individu yang bersangkutan, lingkungan, dan faktor situasional dari ketiga faktor itu kita bisa menilai bagaimana kemandirian wanita. Ada beberapa faktor obyektif yang jelas berbeda antara pria dengan wanita. Namun belum dapat dipastikan bagaimana pengaruh kondisi obyektif ini terhadap kemandirian. Dari segi fisik misalnya, keduanya memang berbeda, namun perbedaan yang dimaksud tidak bisa digeneralisasi langsung bahwa kelompok pria atau kelompok wanita lebih unggul.

Faktor subyektif, baik dari pengamat maupun dari individu yang bersangkutan, nampaknya lebih banyak mempengaruhi persepsi sosial. Anggapan-anggapan bahwa wanita harus berbeda dengan pria menyebabkan perlakuan yang diberikan juga berbeda. Akibat lanjut dari keadaan seperti ini adalah wanita terbiasa mengalah. Sebagai contoh, dalam lingkungan keluarga dimana karena suatu hal dari dua anaknya hanya satu yang mampu disekolahkan, maka pilihan akan cenderung jatuh pada anak laki-laki. Akibat dari satu perlakuan awal yang berbeda ini akan menjadi panjang. Dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah nantinya akan membawa akibat pada kesempatan kerja. Padahal kedua hal tersebut, tingkat pendidikan dan pekerjaan jelas sangat erat berkaitan dengan kemandirian. Hal ini juga yang menjadi alasan mengapa kaum pria lebih banyak menjadi faktor utama atau tulang punggung dalam keluarga.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Yogyakarta terhadap para remaja dengan tingkat pendidikan SMTP, SMTA, dan Perguruan Tinggi ternyata secara umum wanita dinilai lebih sukses. Hal semacam ini Nampak lebih jelas ketika penilaian diarahkan pada kelompok-kelompok pekerjaan (berdasarkan


(32)

pendapat responden). Pada kelompok pekerjaan pria prestasi wanita tidak jauh berbeda dengan kemampuan pria, sedangkan pada kelompok pekerjaan wanita prestasi pria dinilai tertinggal jauh. Satu catatan yang masih harus duiji lebih jauh adalah masih adanya persepsi yang cenderung tipikal pada jenis pekerjaan, yaitu bidang pekerjaan merangkai bunga, perancang busana, seni suara, memasak, dan pendidikan dianggap sebagai pekerjaan wanita.

Satu faktor lagi yang dapat disampaikan adalah faktor situasional. Berkembangnya situasi saat ini cenderung mengarah pada penghargaan yang lebih tinggi terhadap wanita. Bukan berarti perkembangan ini tanpa ada kendala. Kendala yang ada berasal dari wanita itu sendiri, bisa juga dari luar. Persepsi sosial terhadap kemandirian wanita cenderung ke arah atribusi bahwa wanita kurang mandiri dibanding pria. Namun pada kenyataanya tidak demikian. Hasil penelitian menunjukkan kemandirian wanita relatif seimbang dengan pria. Keadaan ini nampaknya perlu diperjelas dengan penelitian-penelitian yang lebih representatif. Peningkatan kemandirian tidak bisa dilakukan secara murni mandiri, tetapi justru diperlukan kerjasama dan pengertian dari pihak lain, yaitu pria. Dengan kata lain memberi peluang wanita untuk mandiri berarti memacu pria untuk mandiri.

D. Status Karyawan

Menurut UU ketenagakerjaan, ada dua macam status karyawan, yaitu: 1. Karyawan tetap yang diikat oleh perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu 2. Karyawan kontrak yang diikat oleh perjanjian kerja untuk waktu tertentu


(33)

Untuk calon karyawan tetap, perusahaan dapat mensyaratkan adanya masa percobaan paling lama tiga bulan. Sedangkan untuk karyawan kontrak, ada sejumlah persyaratan yang perlu dipenuhi oleh perusahaan untuk mempekerjakan karyawan kontrak yaitu:

1. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;

2. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;

3. Pekerjaan yang bersifat musiman;

4. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam tahap percobaan;

5. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.

6. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.

Karyawan merupakan kelompok atau anggota di suatu organisasi dengan melaksanakan pekerjaan yang telah ditetapkan dan merupakan pekerjaan yang melaksanakan kegiatan-kegiatan rutin untuk mencapai hasil kerja yang diinginkan sesuai dengan apa yang ingin dicapai.

Dalam kata sehari-hari dimana kita jumpai pegawai negeri dan buruh yang biasanya dimaksudkan adalah mereka yang bekerja pada pemerintah dan mereka


(34)

bekerja pada partikelir (bukan swasta). Golongan kerja tersebut kini termasuk dalam pengertian karyawan. Golongan kerja ini juga adalah pekerja yang memberikan tenaganya untuk bekerja pada organisasi atau perusahaan.

Apabila ditinjau dari segi sosial, maka karyawan atau tenaga kerja sebagai?Human Resources? adalah manusia dalam usia kerja (working ages) yang mampu menyelenggarakan pekerjaan fisik maupun mental. Dalam hubungan ini maka manusia hendaknya dilihat baik sebagai objek atau tujuan, ialah sebagai manusia insani yang menjadi tujuan dari pada segala usaha. Usaha yang dilakukan oleh manusia merupakan faktor atau sumber produksi yang berkewajiban memberikan hasil karyawan.

Karyawan adalah pekerja yang sehari-harinya/rutin bekerja untuk melaksanakan kegiatan pekerjaan yang akan dicapai oleh suatu organisasi. Dan karyawan yang bekerja juga memberikan tenaga sesuai dengan imbalan jasa yang akan diterimanya pada tempat dimana karyawan bekerja dan karyawan juga orang yang mengabdi kepada peraturan dan disiplin dimana untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Dengan adanya keterangan di atas maka di dalam kamus besar bahasa Indonesia menyatakan bahwa karyawan adalah orang yang bekerja pada suatu lembaga (kantor/perusahaan) dengan mendapatkan gaji (upah/pegawai, buruh, pekerjaan).

Manusia merupakan unsur dasar semua organisasi dan hubungan-hubungan sosial yang menyatukannya. Oleh sebab itu, pengaturan dan pemberdayaan sumber daya manusia secara efektif dan efisien menjadi sangat penting untuk meningkatkan produktivitas organisasi. Sumber daya manusia


(35)

merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam keberhasilan suatu organisasi. Setiap organisasi baik organisasi pemerintah maupun swasta, baik yang bergerak di bidang jasa maupun industri pasti mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Berangkat dari asumsi sedemikian, maka jika suatu organisasi ingin maju dan berkembang secara dinamis, sangatlah diperlukan orang-orang yang tepat dan berkemapuan tinggi serta sistem kebijakan organisasi yang mendukung efektivitas dan efisiensi organisasi. Handoko (1998) menekankan bahwa keberhasilan pengelolaan organisasi sangat ditentukan oleh kemampuan organisasi dalam mengatur sumber daya manusianya atau pendayagunaan sumber daya manusia secara efektif dan efisien. Pola pengaturan sumber daya manusia ini sering pula disebut dengan manajemen personalia.

Tidak ada definisi yang pasti tentang istilah karyawan kontrak dan tetap. Seluruh pengertian dan subtansi makna mengenai definisi kedua istilah tersebut tergantung pada masing-masing organisasi atau perusahaan. Status sebagai karyawan tetap tidak terikat oleh kontrak dan jangka waktu bekerja akan tetapi dapat dikatakan karyawan tetap adalah karyawan resmi yang bekerja secara total di perusahaan atau instansi tersebut. Mengingat pengertian dari kedua istilah tersebut tergantung pada organisasi atau perusahaan yang bersangkutan maka, pengertian tentang karyawan tetap pun memiliki pengertian sepenuhnya tergantung pada perusahaan mana mereka bekerja. Seperti didispenda NTB misalnya mempunyai standar pengaturan tersendiri tentang karyawan tetap. Karyawan misalnya mempunyai standar pengaturan tersendiri tentang karyawan tetap. Karyawan aparatur negara, abdi negara, dan abdi masyakat yang penuh


(36)

kesetian dan ketaatan pada pancasila, undang-undang dasar 1945, negara dan pemerintah serta yang bersatu padu, bermental baik, berwibawa, berdaya guna, berhasil guna, bersih, bermutu tinggi dan sadar akan tanggung jawabnya untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan (PP no 30 tahun 1980), sudah mendapatkan pengangkatan menjadi pegawai negeri sipil berdasarkan surat keputusan gubernur setelah mendapat persetujuan dari pemerintah pusat dalam hal ini menteri pendayagunaan aparatur negara dan badan kepegawaian negara dimana kepada mereka akan diberikan keberlangsungan masa kerja. Sementara untuk karyawan kontrak atau honor adalah seseorang yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian atau pejabat lain dalam pemerintahan untuk melaksanakan tugas tertentu pada instansi pemerintah atau yang penghasilannya menjadi beban anggaran pendapatan dan belanja negara atau pendapatan belanja daerah sesuai dengan PP no 43 tahun 2007 tentang perubahan atas peraturan pemerintah no 48 tahun 2005 tentang pengangkatan tenaga honorer menjadi calon pegawai negeri sipil, dan mempunyai kontrak kerja selama satu tahun.

Contoh penjelasan mengenai pegawai tetap dan tidak tetap dapat dilihat pada Pokok-pokok Peraturan Kepegawaian pada Yayasan Pangudi Luhur Semarang (Pokok-pokok Peraturan Kepegawaian Yayasan Pangudi Luhur No.140/S/YPL/VII/2009). Pegawai Yayasan terdiri dari:

1. Pegawai Tetap Negeri Dipekerjakan, yaitu pegawai yang diberi gaji secara tetap oleh pemerintah berdasarkan peraturan yang berlaku, tetapi diserahi tugas tetap di lingkungan Yayasan dan mendapat pembinaan tetap dari Yayasan.


(37)

Pegawai Negeri Tetap Dipekerjakan menyediakan waktu kerjanya secara penuh untuk kepentingan Yayasan.

2. Pegawai Tetap Yayasan, yaitu pegawai yang diangkat dan diberi gaji tetap oleh Yayasan berdasarkan peraturan yang berlaku, diserahi tugas tetap di lingkungan Yayasan dan mendapatkan pembinaan tetap dari Yayasan. Pegawai Tetap Yayasan menyediakan waktu kerjanya secara penuh untuk kepentingan Yayasan.

3. Pegawai Tidak Tetap, yaitu pegawai yang diangkat oleh Kepala Sekolah yang disetujui oleh Yayasan, untuk jangka waktu dan/atau tugas yang terbatas. Kepadanya diberikan upah/honorarium serta fasilitas/hak terbatas menurut peraturan yang berlaku.

4. Berdasarkan tugas dan fungsinya, pegawai terdiri dari: a. Tenaga pendidik

b. Tenaga kependidikan

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa pegawai tidak tetap dan pegawai tetap memiliki perbedaan mendasar, yaitu dari aspek status karyawan jelas berbeda, yaitu yang satu pegawai tetap yang satu pegawai tidak tetap (honor). Dari rasa aman dalam bekerja, pegawai tetap mempunyai rasa aman karena sudah menjadi pegawai tetap, sedangkan pegawai tidak tetap merasa tidak aman, karena sewaktu masa bekerjanya terbatas. Berdasarkan orientasi karir, maka pegawai tidak tetap berorientasi agar atasan menilai pekerjaannya baik


(38)

sehingga akan diangkat sebagai pegawai tetap, sedangkan pegawai tetap berorientasi pada peningkatan karier.

E. Status Sosial Ekonomi

Setiap masyarakat senantiasa memiliki suatu penghargaan tertentu terhadap hal-hal yang terkait dalam masyarakat. Hal-hal yang dihargai di dalam masyarakat dapat berupa uang, benda yang bernilai ekonomis, tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan, kesalehan dalam agama, atau mungkin keturunan dari keluarga tersebut.

Sorokim menyatakan bahwa sistem berlapis-lapis itu merupakan ciri yang tetap dan umum dalam masyarakat yang hidup teratur (Soekanto, 1982:219). Manusia yang memiliki sesuatu yang berharga dan dengan jumlah yang cukup banyak dianggap oleh masyarakat berkedudukan dalam lapisan atas, dan mereka yang sedikit sekali atau sama sekali tidak memiliki sesuatu yang berharga akan dipandang memiliki kedudukan dalam lapisan bawah. Di antara lapisan atas dan bawah terdapat lapisan yang jumlahnya dapat ditentukan sendiri oleh mereka yang hendak mempelajari sistem berlapis-lapis dalam masyarakat itu. Sistem lapisan dalam masyarakat ini dikenal dengan istilah social stratification. Social stratification adalah pembedaan penduduk atau masyarakat dalam kelas-kelas yang tinggi dan kelas yang rendah. Dasar dan inti dati lapisan-lapisan dalam masyarakat adalah tidak adanya keseimbangan dalam pembagian hak dan


(39)

kewajban, terutama kewajiban dan tanggung jawab dalam nilai-nilai sosial dan pengaruhnya di antara anggota-anggota masyarakat.

Schumpeter menyatakan bahwa terbentuknya kelas-kelas dalam masyarakat sangat diperlukan untuk menyesuaikan mesyarakat dengan keperluan-keperluan yang nyata. Akan tetapi makna kelas-kelas dan gejala-gejala kemasyarakatan lainya hanya dapat dimengerti dengan benar apabila diketahui riwayat terjadinya (Soekanto, 1982:229).

Bentuk nyata dari lapisan-lapisan di dalam masyarakat tersebut tidak sedikit, akan tetapi secara prinsipil bentuk-bentuk tersebut dapat diklarifikasikan ke dalam tiga macam kelas yaitu ekonomis, politis, dan yang didasarkan pada jabatan tertentu dalam masyarakat. Umumnya ketiga bentuk pokok tadi memiliki hubungan yang erat satu sama lain dimana terjadi saling mempengaruhi, misalnya mereka yang termasuk ke dalam suatu lapisan tertentu atas dasar ekonomis atau kaya biasanya menempati jabatan-jabatan yang penting. Akan tetapi, tidak semua demikian keadaannya karena hal tersebut tergantung pada sistem nilai-nilai yang berlaku serta berkembang dalam masyarakat yang bersangkutan.

Kedudukan (status) diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial. Sehubungan dengan orang-orang lainnya, status sendiri mempunyai dua aspek yang penting, yaitu aspek yang statis, yang sifatnya hierarkis, artinya mengandung perbandingan tinggi dan rendahnya secara relatif terhadap status yang lain, dan aspek fungsional yang berhubungan erat dengan peranan sosial tertentu. Dalam hal ini dapat berhubungan dengan jabatan, tingkah


(40)

laku yang formal dan jasa yang diharapkan dari fungsi jabatan tersebut (Soekanto, 1982:233).

Masyarakat pada umumnya mengembangkan dua macam kedudukan, yatitu ascribed status yang merupakan kedudukan yang diperoleh tanpa memperlihatkan perbedaan-perbedaan rohaniah dan kemampuan yang diperoleh melalui kelahiran, dan achieved status, yaitu kedudukan yang dicapai seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja dan diperoleh tidak melalui kelahiran, akan tetapi bersifat terbuka bagi siapa saja, dan ini tergantung dari kemampuan masing-masing dalam mengejar serta mencapai tujuannya (Soekanto, 1982:217).

Dengan demikian sistem pelapisan dalam masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat itu. Ada pula yang sengaja disusun untuk mengejar tujuan bersama, yang biasanya menjadi alasan terjadinya sistem pelapisan tersebut seperti kepandaian, tingkat umur, sifat keaslian keanggotaan, kerabat. Ukuran atau kriteria yang dipakai untuk menggolongkan masyarakat yang satu dengan yang lainnya sebagai berikut (Soekanto, 1982:231-232):

1. Ukuran kekayaan dapat dijadikan sebagai suatu ukuran. Barang siapa yang memiliki kekayaan paling banyak, ia termasuk dalam lapisan teratas. Kekayaan tersebut misalnya dapat dilihat dalam bentuk rumah, mobil, pakaian, dan sebagainya.

2. Ukuran kekuasaan dapat dijadikan sebagai ukuran. Barang siapa memiliki kekuasaan atau wewenang, menempati lapisan yang tertinggi. Kekuasaan mencakup baik suatu kemampuan untuk memerintah dan juga untuk


(41)

memberi keputusan–keputusan yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi tindakan-tindakan pihak lain. Max Webber menyatakan bahwa kekuasaan adalah kesempatan dari seseorang atau sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauannya sendiri dengan sekaligus menerapkannya terhadap tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan tertentu.

3. Ukuran kehormatan yang terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati mendapat tempat teratas. Ukuran semacam ini banyak dijumpai pada masyarakat tradisional. 4. Ilmu pengetahuan sebagai ukuran dipakai oleh masyarakat yang

menghargai ilmu pengetahuan. Akan tetapi ukuran-ukuran tersebut trekadang menyebabkan terjadinya akibat-akibat yang negatif, karena ternyata bukan mutu dari ilmu pengetahuan yang dijadikan ukuran, akan teapi gelar kesarjanaannya.

Seperti diungkapkan di atas mengenai ukuran-ukuran yang dapat dipakai untuk menggolongkan masyarakat, yaitu ukuran kekayaan. Status sosial ekonomi sangat dipengaruhi oleh penghasilan yang diperoleh seseorang. Dalam penelitian ini adalah seorang guru. Guru yang memiliki penghasilan yang tinggi akan memiliki status sosial ekonomi yang tinggi, karena dengan penghasilan yang tinggi tersebut seorang guru akan mampu untuk membeli barang-barang kebutuhan sekunder atau bahkan kebutuhan tersier. Dengan kepemilikikan


(42)

barang-barang itu maka guru akan dipandang di dalam masyarakat sebagai orang yang memiliki status sosial ekonomi yang tinggi.

F. Pekerjaan Sambilan

Pekerjaan berasal dari kata kerja yang berarti perbuatan melakukan sesuatu atau sesuatu yang dilakukan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pekerjaan diartikan sebagai sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah atau pencaharian. Sedangkan sambilan adalah sesuatu yang dikerjakan sebagai selingan. Sehingga pekerjaan sambilan adalah sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah atau pencaharian yang dikerjakan sebagai selingan dan bukan sebagai kegiatan utama dalam mencari nafkah atau pencaharian.

Banyak faktor yang mempengaruhi guru dalam memutuskan untuk melakukan pekerjaan sambilan. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah penghasilan, hobi yang dimiliki, adanya waktu luang yang cukup, atau lingkungan masyarakat dan lingkungan keluarga seorang wirausaha, dan sebagainya.

Hal yang penting bagi seorang guru yang melakukan pekerjaan sambilan adalah hobi atau kesenangan. Seorang guru yang memiliki kesenangan terhadap sesuatu biasanya akan melakukan pekerjaan sambilan sesuai dengan kesenangannya itu. Walaupun penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan sambilan itu tidak banyak, tetapi guru akan merasa puas karena telah berhasil melakukan pekerjaan sambilan yang sesuai dengan hobi atau kesenangannya.


(43)

Dalam menghadapi krisis, banyak karyawan mulai merasa pekerjaan sebagai seorang pengajar ternyata tak selalu bisa memenuhi kebutuhan hidup. Lantas, mereka mulai berpikir untuk memiliki pekerjaan sambilan agar dapat menghidupi diri dan keluarga dengan layak. Di sisi lain, ada pula orang yang ingin melakukan bisnis sambilan karena memiliki hobi lain yang berpotensi menghasilkan uang seperti sudah dijelaskan di atas.

Di masa krisis, banyak orang bisa merasakan bahwa pemenuhan kebutuhan hidup sudah semakin sulit. Jika sebelumnya seorang karyawan masih bisa memenuhi berbagai macam kebutuhan hidup, maka ketika krisis datang ia mulai kesulitan untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Bagi karyawan yang beruntung mendapatkan kenaikan gaji, tetap saja tidak bisa mengimbangi melambungnya harga barang.

Pada kondisi ini biasanya seorang karyawan mulai mengetatkan ikat pinggang. Alokasi dana untuk kebutuhan yang tak terlalu mendesak mulai dikurangi. Alhasil, kebutuhan akan hiburan atau pergi berlibur, pembelian sandang, bahkan bahan-bahan masakanpun dipangkas. Tak hanya kuantitas, juga kualitas.

Antisipasi terhadap krisis tak selesai pada aksi berhemat saja. Tabungan jangka panjang sebagai garda terakhir cadangan uang pun dibobol pelan-pelan. Pasalnya, seorang karyawan harus membiayai pendidikan anak-anaknya, membayar cicilan rumah, asuransi, dan sebagainya.

Menunda realisasi mimpi dan rencana. Kadang rencana-rencana yang mempengaruhi kehidupan dan membutuhkan biaya besar seperti menikah,


(44)

membeli tempat tinggal, memasukkan anak ke sekolah favorit, atau memiliki anak jadi tertunda karena krisis yang melanda. Apalagi ketika ada kebutuhan lain yang mendadak dan mendesak untuk dipenuhi. Misalnya saja ketika salah satu anggota keluarga sakit atau kecelakaan. Walaupun ada tunjangan yang bisa diberikan oleh perusahaan, ternyata tetap tak cukup untuk menutup biaya perawatan yang datang tanpa diduga.

Karena adanya kebutuhan-kebutuhan lain yang tiba-tiba sulit terpenuhi, seorang karyawan tentu membutuhkan penghasilan tambahan. Di titik ini, pekerjaan sambilan menjadi alternatif penghasilan tambahan. Tak hanya bisa menyelamatkan kondisi keuangan, seringkali keuntungan yang bisa didapatkan dari pekerjaan sambilan malah melebihi pendapatan yang diterima dari perusahaan.

Ada banyak alternatif pekerjaan sambilan yang bisa dilakukan oleh seorang karyawan. Namun sebelum memulai pekerjaan ini, sadarilah bahwa akan ada perbedaan dalam hidup seorang karyawan. Perbedaannya terdapat pada waktu dan tenaga yang dikeluarkan. Kadang seorang karyawan perlu meluangkan waktu dan tenaga yang lebih banyak untuk merawat pekerjaan sambilannya.

Beberapa jenis pekerjaan atau bisnis sambilan membutuhkan modal yang cukup besar, misalnya usaha kos-kosan. Untuk membangunnya, membutuhkan modal yang cukup untuk membeli tanah, membangun ruangan, dan menyediakan furniture di dalam kamar kos. Selain itu ada beberapa usaha yang bisa dijalankan dengan modal usaha yang kecil. Misalnya saja, dengan menjalankan usaha pulsa elektronik, menjadi pengajar bimbel, atau menjadi penulis.


(45)

Ada banyak jenis pekerjaan sambilan. Agar pekerjaan sambilan dapat berjalan dengan baik, seorang karyawan perlu untuk mencari pekerjaan sambilan yang cocok untuk dilakukan dan sesuai dengan kemampuan ekonomi.

Menjalankan pekerjaan sambilan memang dapat menjadi senjata ampuh menangkis dampak krisis bagi seorang karyawan. Karenanya, pekerjaa nsambilan bisa menjadi bisnis yang menggiurkan. Walaupun demikian, pekerjaan sambilan ini pun memiliki risiko yang kadang justru mengancam sehingga sebagain guru enggan melakukannya.

Berbagai hambatan dan ketakutan sebelum memulai pekerjaan sambilan tersebut antara lain:

1. Kurangnya modal. Ini disebabkan karena gaji karyawan yang diterima tidak mencukupi untuk membangun usaha sendiri. Bisa juga karena tabungan yang ada sudah menipis, terpakai untuk berbagai keperluan lain yang juga mendesak.

2. Waktu luang terbatas. Tanpa waktu yang cukup, seorang karyawan akan kesulitan menjalankan pekerjaan sambilan tersebut. Banyak hal yang bisa saja terlewati karena kurangnya waktu.

3. Perhatian terbagi-bagi. Tenaga dan pikiran seorang karyawan sudah terkuras saat bekerja di perusahaan ataupun karena adanya persoalan yang ada di dalam perusahaan dan mungkin juga di keluarga. Bagi seorang karyawan, sulit untuk memfokuskan diri pada hal-hal yang baru seperti pekerjaan sambilan. Apalagi jika usia sudah bertambah tua, tenaga dan pikiran sudah tidak semaksimal ketika masih muda.


(46)

4. Kurangnya motivasi. Kurangnya semangat, lemahnya motivasi, dan kaburnya tujuan bisa mencegah seseorang untuk berkembang. Tanpa semangat gigih, seseorang biasanya merasa nyaman dengan posisinya pada saat itu dan takut untuk mencoba hal-hal baru. Apalagi jika ditambah dengan adanya pikiran-pikiran negatif sebelum mencoba, misalnya takut rugi dan nanti malah mempunyai utang, takut bangkrut, bayak pesaing, dan sebagainya.

5. Kurang ahli di bidang pekerjaan sambilan yang dipilih. Hal ini bisa terjadi karena seseorang menyukai jenis pekerjaan sambilan tersebut namun tidak pernah mempelajarinya dengan benar-benar serius. Jadi hanya sebatas suka saja.

6. Dilarang oleh pihak manajemen perusahaan. Biasanya alasan yang diberikan oleh perusahaan adalah agar pegawainya benar-benar fokus dalam pekerjaannya tanpa terganggu oleh kesibukan-kesibukan lainnya. Pegawai pun diharuskan untuk mengikuti kebijakan ini dan bisa mendapatkan sanksi jika melanggarnya.

7. Kurang dukungan keluarga. Misalnya, ketika seseorang karyawan harus menggunakan sebagian wilayah rumahnya untuk membuka usaha, anggota keluarga lainya tidak setuju karena berbagai alasan. Mereka pun bisa saja menolak karena harus memberikan waktunya untuk menjaga barang-barang yang akan dijual di rumah.


(47)

G. Kerangka Berpikir

Dari tinjauan teori di atas dapat disusun kerangka berpikir sebagai berikut:

1. Persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan ditinjau dari jenis kelamin

Untuk memperoleh tambahan penghasilan guru dapat dilakukan dengan melakukan pekerjaan sambilan, agar dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Setiap guru dapat melakukannya baik guru pria maupun wanita. Namun kebanyakan dari yang melakukannya adalah kaum pria karena mereka dianggap sebagai seorang yang mandiri dan seorang kepala keluarga.

Berdasarkan kerangka di atas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Ha.1: ada perbedaan persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan ditinjau dari

jenis kelamin.

2. Persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan ditinjau dari status karyawan

Guru yang memiliki status sebagai karyawan sebagai pegawai tetap atau pegawai negeri biasanya akan mendapatkan gaji yang lebih besar dan akan lebih merasa aman dalam bekerja, mendapatkan gaji tetap dan tidak memiliki batasan dalam masa bekerja. Sedangkan guru yang masih berstatus karyawan tidak tetap belum memiliki rasa aman dalam pekerjaannya, karena memiliki batas waktu masa bekerja dan gaji yang diperoleh masih berupa upah /honorarium. Hal ini mempengaruhi seseorang gur yang memiliki status pegawai tidak tetap untuk melakukan pekerjaan sambilan dalam mencari tambahan penghasilan.


(48)

Ha.2: ada perbedaan persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan ditinjau dari

status karyawan.

3. Persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan ditinjau dari status sosial

ekonomi

Guru memiliki latar belakang keluarga dan lingkungan masyarakat yang memiliki status sosial ekonomi yang berbeda. Dengan perbedaan status sosial ekonomi yang dimiliki oleh setiap guru, akan mempengaruhi guru untuk memutuskan melakukan pekerjaan sambilan dalam memperoleh tambahan penghasilan. Guru yang di dalam masyarakat masih memiliki status sosial ekonomi yang rendah akan melakukan pekerjaan sambilan untuk meningkatkan statusnya di masyarakat. Oleh sebab itu, status sosial ekonomi dapat membedakan persepsi guru mengenai pekerjaan sambilan terhadap motivasi guru.

Berdasarkan kerangka di atas, dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

Ha.3: ada perbedaan persepsi guru terhadap pekerjaan ditinjau dari status sosial


(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang hanya terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah dan keadaan sebagaimana adanya sehingga hanya sekedar mengungkapkan fakta.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian bertempat di Daerah Istimewa Yogyakarta Kabupaten Sleman, dan dilaksanakan pada Januari s/d Maret 2010.

C. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah guru-guru SMA Negeri dan Swasta di Kabupaten Sleman

2. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan ditinjau dari:

1. Jenis kelamin 2. Status karyawan 3. Status sosial ekonomi


(50)

D. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi

Populasi penelitian adalah kumpulan yang lengkap dari seluruh elemen yang sejenis akan tetapi dapat dibedakan satu sama lain. Perbedaan ini disebabkan karena adanya karakteristik yang berlainan. Sesuai dengan masalah yang akan diteliti maka populasi dalam penelitian ini adalah guru-guru yang mengajar di SMA Negeri dan Swasta di wilayah Kabupaten Sleman. Dari data yang diperoleh, jumlah guru SMA yang berada di Kabupaten Sleman adalah sekitar 788 guru (Bapeda 2007, www.diknasjogja.com).

2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi dengan menggunakan cara-cara tertentu. Penentuan besarnya sampel dari populasi, dalam penelitian ini, menggunakan rumus Slovin sebagai berikut (Consuelo, 1993: 161):

n =

keterangan:

n : ukuran sampel N : ukuran populasi

e : nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel populasi)


(51)

Menurut data penelitian, jumlah populasi guru di kabupaten Sleman berjumlah 788, maka sampel penelitian dapat dihitung dengan rumus di atas dengan batas kesalahan 5% sebagai berikut:

n =

= 265,31 dibulatkan menjadi 265

3. Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara proportional random sampling. Teknik ini dimaksudkan bahwa banyak anggota dari setiap strata diambil sebanding dengan ukuran tiap strata, yaitu dimana setiap guru diambil secara proporsional (Sudjana, 1996:173). Pembagian guru dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.1

Distribusi pengambilan sampel

Golongan SMA

Negeri Swasta

Jumlah populasi guru 268 520


(52)

E. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah objek yang bervariasi atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Ada dua variabel yang diteliti, yaitu variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variabel). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah persepsi guru, dan yang menjadi variabel bebasnya adalah jenis kelamin, status karyawan, dan status sosial ekonomi.

Dalam penelitian ini, variabel yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

1. Jenis kelamin

Dalam sebuah keluarga sudah menjadi tradisi seorang kapala keluarga adalah laki-laki. Oleh karena itu laki-laki akan merasa bertanggung jawab terhadap keluarga. Walaupun di daerah tertentu memilki budaya yang berbeda, tetapi dalam penelititan ini hanya melihat dari budaya patrilineal. Pengelompokkan untuk kategori jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.2 Kategori jenis kelamin

Kategori Skor

Laki-laki 1


(53)

2. Status karyawan

Dalam memutuskan untuk melakukan pekerjaan sambilan, status karyawan seorang guru juga dapat mempengaruhi guru untuk melakukan pekerjaan sambilan. Pengelompokkan untuk kategori status karyawan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.3

Kategori status karyawan

Kategori Skor

Karyawan tetap 1

Karyawan tidak tetap 0

3. Status sosial ekonomi

Status sosial ekonomi adalah perbandingan peranan dalam masyarakat. Status merupakan pencerminan hak dan kewajiban dalam tingkah laku manusia. Dalam penelitian ini ukuran status sosial ekonomi yang digunakan berikut indikatornya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.4

Kategori status sosial ekonomi

Variabel Subvariabel Kategori status

Status Sosial ekonomi

Tempat tinggal

Kepemilikan barang dan Alat transportasi

-Dinding

(papan&tembok, tembok keseluruhan -Lantai (semen

plester, tegel biasa, keramik)

-Listrik (450W,

900W, 1350W)

Alat komunikasi (handphone, telepon)


(54)

Alat rumah tangga (komputer, laptop, kulkas, TV berwarna,

mesin cuci, VCD/DVD)

Mobil Motor

Status ekonomi dikategorikan menjadi dua kelompok, yaitu status ekonomi rendah dan tinggi. Guru ditetapkan berstatus ekonomi rendah jika untuk subvariabel tempat tinggal memiliki dinding berupa papan dan tembok, lantai semen plester, dan listrik memiliki daya 450W. Sedangkan untuk kategori subvariabel kepemilikian barang hanya memiliki dua barang kebutuhan sekunder. Pengelompokkan berdasarkan kategori status sosial ekonomi dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.5

Kategori tempat tinggal guru

Kategori Syarat pengukuran Skor

Tinggi - Papan tembok keseluruhan, lantai keramik, dan berdaya listrik ≥ 900W

- Memiliki lebih dari 2 barang sekunder (telepon rumah, komputer, TV berwarna dan 1 atau lebih barang tersier (handphone, laptop, motor, mobil)

1

Rendah - Tempat tinggal berupa papan dan tembok, lantai semen plester, berdaya listrik 450W.

- Memiliki dua barang kebutuhan sekunder dan tidak memiliki barang tersier


(55)

4. Persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan

Tabel 3.6 Kisi-kisi kuesioner

Persepsi guru mengenai pekerjaan sambilan ditinjau dari penghasilan guru, status karyawan, status sosial ekonomi, dan jenis kelamin

Variabel Subvariabel Sub subvriabel

Butir Pernyataan + - Pekerjaan sambilan Kesejahteraan Pendidikan Kepuasan Waktu luang Bakat/keahlian Penghasilan Tunjangan

-Tunjangan anak -Tunjangan kesehatan -Tunjangan hari tua Peran pemerintah

-Program peningkatan kesejahteraan -Kebebasan melakukan pekerjaan Latar belakang pendidikan

Pekerjaan sambilan sebagai sumber pembelajaran

Hobi / kesenangan Keberhasilan

Hasil yang dicapai (pendapatan) Mengatur waktu

Memiliki bakat

Mengembangkan kreativitas

-Mengikuti pelatihan, kursus, seminar mengenai bisnis

-Belajar dari pengalaman (ikut orang lain)

Memiliki keluarga wirausaha

1,7,8 2 3 4 5 6 9 10 11 12,14 13 15 17,18 19 20 21 16 Sumber kisi-kisi:

Hasil wawancara dengan seorang guru yang memiliki data diri sebagai berikut: Nama : P. Suhartono


(56)

No. Telp : 081328021207

Tempat mengajar : SMA Pangudi Luhur Sedayu

Pekerjaan sambilan : memiliki beberapa pekerjaan sambilan antara lain usaha sedot sumur, perkebunan buah naga, sayur mayur (mentimun, kangkung, terong, dll), perikanan (lele).

Untuk mengukur persepsi guru digunakan skala likert dengan empat opsi sebagai berikut:

Tabel 3.7

Tabel Skor pernyataan sikap

Skor Pertanyaan positif Pertanyaan negatif

Sangat setuju 4 1

Setuju 3 2

Tidak setuju 2 3

Sangat tidak setuju 1 4

Dalam penelitian ini data responden diklasifikasikan sesuai dengan variabel bebasnya dengan cara pengelompokkan secara manual.

Untuk mengukur persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan digunakan teknik distribusi frekuensi berdasarkan PAP tipe I dengan ketentuan sebagai berikut:

Tabel 3.8

Distribusi persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan Skor interval Kriteria

15 – 26,25 Sangat negatif

26,25 – 37,5 Negatif

37,5 – 48,75 Positif


(57)

F. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner. Metode kuesioner adalah metode pengumpulan data dengan menggunakan sejumlah daftar pertanyaan yang diberikan kepada responden untuk diisi sesuai dengan keadaan responden yang sebenarnya. Melalui cara ini dimaksudkan penulis memperoleh data primer dari persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan ditinjau dari jenis kelamin, status karyawan, dan status sosial ekonomi.

G. Pengujian Instrumen Penelitian

1. Pengujian Validitas Instrumen

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevaliditasan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid apabila dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2006:168). Jenis validitas yang digunakan adalah validitas internal. Sebuah instrumen dikatakan memiliki validitas internal apabila setiap bagian instrumen mendukung misi instrumen secara keseluruhan, yaitu mengungkapkan data dari validitas yang dimaksudkan. Untuk menguji validitas instrumen penelitian, digunakan korelasi product moment (Arikunto, 2006: 170):

rxy

( )( )

( )

{

2 2

}

{

2

( )

2

}

Y Y N X X N Y X XY N ∑ ∑ ∑ − ∑ ∑ ∑ − ∑ = Keterangan :


(58)

rxy

X = total dari setiap item

= koefisien korelasi antara variabel X dan Y

Y = Total dari total item N = total responden

Koefisien korelasi yang diperoleh dari hasil perhitungan menunjukkan tinggi rendahnya tingkat validitas instrumen yang diukur. Selanjutnya harga koefisien korelasi ini dibandingkan dengan harga r korelasi product moment pada tabel. Jika harga r hitung lebih besar dari r tabel, maka butir soal tersebut bisa dikatakan valid. Sebaliknya, apabila r hitung lebih kecil dari r tabel maka butir soal tersebut dikatakan tidak valid. Kemudian hasil perhitungan dibandingkan dengan nilai r taraf signifikansi 5% dari populasi. Untuk menentukan apakah setiap item kuesioner valid atau tidak, dilakukan uji coba.

Uji coba dilakukan dengan membagikan kuesioner kepada 30 responden. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS 13. Untuk menentukan validitas setiap item ditentukan derajat kebebasan (df) N-2 = 30-2 = 28 dengan taraf signifikansi 5% yang bernilai 0,361. Rangkuman hasil pengukuran validitas adalah sebagai berikut :

Tabel 3.9a

Rangkuman Validitas Instrumen No.

Item

Skor korelasi

item keterangan

p1 0,442 Valid

p2 0,477 Valid

p3 0,705 Valid


(59)

Berdasarkan hasil uji validitas terdapat satu item yang tidak valid, yaitu item nomor 17. Item yang tidak valid tersebut dihapus dan dilakukan uji validitas ulang. Hasil uji validitas yang baru tampak pada tabel berikut ini:

Tabel 3.9b

Rangkuman Validitas Instrumen

No. Item

Skor korelasi

item keterangan

p1 0,424 Valid

p2 0,487 Valid

p3 0,719 Valid

p4 0,486 Valid

p5 0,436 Valid

p6 0,502 Valid

p7 0,496 Valid

p8 0,512 Valid

p9 0,597 Valid

p10 0,464 Valid

p11 0,382 Valid

p5 0,406 Valid

p6 0,513 Valid

p7 0,476 Valid

p8 0,502 Valid

p9 0,655 Valid

p10 0,434 Valid

p11 0,411 Valid

p12 0,505 Valid

p13 0,393 Valid

p14 0,431 Valid

p15 0,371 Valid

p16 0,482 Valid

p17 0,066 Tidak valid

p18 0,390 Valid

p19 0,450 Valid

p20 0,449 Valid

p21 0,408 Valid


(60)

p12 0,523 Valid

p13 0,400 Valid

p14 0,442 Valid

p15 0,396 Valid

p16 0,482 Valid

p18 0,404 Valid

p19 0,439 Valid

p20 0,416 Valid

p21 0,423 Valid

p22 0,369 Valid

2. Pengujian Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas (keandalan) berhubungan erat dengan taraf kepercayaan. Suatu instrumen dikatakan andal atau mempunyai taraf kepercayaan tinggi jika dapat memberikan hasil yang tetap mantap serta stabil (Suharsimi, Arikunto, 1998: 81).

Untuk menghitung reliabilitas kuesioner dalam penelitian ini digunakan teknik koefisien reliabilitas Alpha Cronbach (Suharsimi Arikunto, 1998: 193) dengan rumus:

rtt 

     ∑     − 2 2 1 1 t k k ααβ = Keterangan: rtt

k = banyaknya butir pertanyaan = reliabilitas instrumen

2 αβ

∑ = jumlah varian soal

2

t


(61)

2 αβ =

( )

N N X X 2 2 − ∑ ∑

2

t

α

=

( )

N Xt N

Xt2 ∑ 2

− ∑

Koefisien reliabilitas yang diperoleh dari hasil perhitungan menunjukkan tinggi rendahnya tingkat instrumen yang dapat dipercaya atau reliabel. Jika koefisien alpha > 0,6 maka instrumen dapat dipercaya atau reliabel. Sebaliknya, apabila koefifien alpha < 0,6 maka instrumen tidak dapat dipercaya atau tidak reliabel dengan taraf signifikansi 5%.

Dari hasil uji coba, menunjukkan hasil koefisien alpha sebesar 0,872 lebih besar dari 0,6. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian ini reliabel.

H. Pengujian Prasyarat Analisis

a. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui data yang digunakan dalam penelitian berdistribusi normal atau tidak. Pengujian nomalitas menggunakan uji one sample Kolomogorov-Smirnov. Pengujian ini merupakan tingkat kesesuaian antar distribusi harga satu sampel dengan suatu distribusi teoritis tertentu. Uji ini didasarkan pada perbandingan fungsi distribusi kumulatif sampel dengan fungsi distribusi kumulatif hipotesis.


(62)

Rumus uji one sampel Kolomogrov-Smirnov untuk normalitas adalah sebagai berikut (Arikunto, 2006:314):

D = maksimum

D : Deviasi maksimum

(X): Fungsi distribusi frekuensi kumulatif yang ditentukan : Distribusi frekuensi yang diobservasi

Apabila probabilitas yang diperoleh melalui perhitungan lebih kecil dari tingkat signifikan, artinya ada perbedaan antara distribusi data yang dianalisis dengan distribusi teoritis sehingga sebaran data variabel adalah tidak normal dalam taraf signifikansi 5%. Apabila probabilitas yang diperoleh melalui perhitungan lebih besar dari taraf signifikansi, artinya tidak ada perbedaan antara distribusi data yang dianalisis dengan distribusi teoritis sehingga sebaran data variabel adalah normal pada taraf signifikansi 5%.

b. Uji Homogenitas

Uji Homogenitas digunakan untuk melakukan pengujian terhadap kesamaan (homogenitas) beberapa bagian sampel, yaitu seragam tidaknya variasi sampel-sampel yang diambil dari populasi yang sama. Pengujian homogenitas sangat penting apabila peneliti bermaksud menggeneralisasiakan hasil penelitiannya serta penelitian yang datanya diambil dari kelompok-kelompok yang terpisah yang


(63)

berasal dari satu populasi yang sama. Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan one way ANOVA.

I. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini data yang dihasilkan bejenis data nominal dan data ordinal dan jenis hipotesisnya adalah komparatif untuk lebih dari dua sampel. Oleh karena itu dalam penelitian ini teknik analisis yang digunakan adalah teknik chi square atau .

Langkah pertama untuk melakukan pengujian adalah sebagai berikut: 1. Mengklasifikasikan identitas responden

Responden dalam penelitian ini memiliki identitas yang berbeda-beda, dari jenis kelamin, status karyawan, dan status sosial ekonomi. Setiap responden yang memiliki identitas yang sama akan dimasukkan ke dalam kelompok yang sama. Untuk mengklasifikasikan responden sesuai dengan kelompoknya, akan dilakukan secara manual.

2. Merumuskan H0 dan H

H

a

0 : µ1 = µ2 = µ

Tidak ada perbedaan persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan

3

Ha: µ1≠ µ2≠ µ

Ada perbedaan persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan

3


(64)

Pengujian dengan chi kuadrat menggunakan distribusi χ2, titik kritis diperoleh dengan bantuan tabel χ2

Taraf nyata atau signifikan (α) = 5%

, dimanan titik kritis ditentukan oleh :

Derajat kebebasan atau degree of freedom (df) : df = (baris – 1) x (kolom – 1)

4. Menentukan nilai statistik uji

Nilai statistik uji atau yang disebut uji χ2

Dengan keterangan:

ditentukan dengan cara sebagai berikut:

χ2

frekuansi yang ada

= harga Chi kuadrat yang dicari

= frekuensi yang diharapkan

Cara menentukan frekuensi yang diharapkan menggunakan rumus sebagai berikut:

x jumlah pada kolom

5. Membandingkan nilai χ2dengan χ2 H

tabel:

0diterima jika χ2hitung < χ2

H

tabel

a diterima jika χ2hitung > χ2

6. Menarik kesimpulan


(65)

a. Persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan ditinjau dari jenis kelamin

H0.1

H

: tidak ada perbedaan persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan ditinjau dari jenis kelamin.

a.1

b. Persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan ditinjau dari status karyawan

: ada perbedaan persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan ditinjau dari jenis kelamin.

H0.2

H

: tidak ada perbedaan persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan ditinjau dari status karyawan.

a.2

c. Persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan ditinjau dari status sosial ekonomi

: ada perbedaan persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan ditinjau dari status karyawan.

H0.3

H

: tidak ada perbedaan persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan ditinjau dari status status sosial ekonomi.

a.3: ada perbedaan persepsi guru terhadap pekerjaan


(66)

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

Di kabupaten Sleman terdapat 498 Sekolah Dasar yang yang terdiri dari 397 sekolah negeri dan 111 sekolah swasta, 102 Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang terdiri dari 54 sekolah negeri dan 48 seokolah swasta, 50 Sekolah Menengah Atas (SMA) yang terdiri dari 17 SMA negeri dan 33 SMA swasta, serta 49 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang terdiri dari 8 SMK negeri dan 41 SMK swasta.

Penelitian dilaksanakan di Sekolah-sekolah SMA Negeri dan Swasta di kabupaten Sleman. Sampel penelitian sebanyak 265 guru. Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner diberikan kepada setiap guru di sekolah-sekolah yang terpilih sebagai tempat penelitian. Guru-guru yang menjadi responden penelitian adalah guru untuk semua bidang studi.

Deskripsi data hasil penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini: 1. Deskripsi guru berdasarkan jenis kelamin

Tabel 4.1

Pengelompokkan guru berdasarkan jenis kelamin No. Jenis kelamin Frekuensi absolut Frekuensi relatif

1. Pria 116 43,77%

2. wanita 149 56,23%


(67)

Dari tabel di atas diketahui bahwa jumlah guru berjenis kelamin pria sebanyak 116 orang atau 43,77%, dan guru berjenis kelamin wanita berjumlah 149 atau 56,23%. Dengan demikian dapat disimpulakan bahwa guru berjenis kelamin wanita lebih banyak dari guru berjenis kelamin pria.

2. Deskripsi guru berdasarkan status karyawan

Tabel 4.2

Pengelompokkan guru berdasarkan status karyawan No. Status

karyawan Frekuensi absolut Frekuensi relatif

1. Tidak tetap 62 23,40%

2. Tetap 203 76,60%

Jumlah 265 100%

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah guru yang memiliki status karyawan tetap lebih banyak, yaitu berjumlah 203 orang atau 76,60%. Sedangkan yang berstatus belum tetap hanya berjumlah 62 orang atau 23,40 %.

3. Deskripsi guru berdasarkan status sosial ekonomi

Tabel 4.3

Pengelompokkan guru berdasarkan status sosial ekonomi No. Status sosial

ekonomi Frekuensi absolut Frekuensi relatif

1. Rendah 0 0%

2. Tinggi 265 100%


(68)

Dari tabel di atas terlihat dengan jelas bahwa semua guru memiliki status sosial ekonomi yang tinggi.

4. Deskripsi persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan

Untuk mengetahui persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan ditinjau dari penghasilan guru, status karyawan, status sosial ekonomi, dan jenis kelamin, pendeskripsian data menggunakan tabel distribusi frekuensi berdasarkan PAP tipe I sebagai berikut:

Tabel 4.4

Pengelompokkan persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan Skor interval Frekuensi absolut Frekuensi relatif Kriteria

15 - 26,25 0 0% Sangat negatif

26,25 – 37,5 23 8,68% Negatif

37,50 - 48,75 184 69,43% Positif

48,75 - 60 58 21,89% Sangat positif

Jumlah 265 100%

*perhitungan PAP tipe I dapat dilihat pada lampiran

Berdasarkan tabel 4.5 di atas tampak bahwa persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan dengan kriteria sangat negatif memiliki frekuensi nol, atau tidak terdapat guru yang memiliki kriteria sangat negatif. Untuk persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan dengan kriteria negatif berjumlah 23 orang atau 8,68%, persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan dengan kriteria positif sebanyak 184 orang atau 69,43%, dan kriteria sangat positif sebanyak 58 orang atau 21,89%.


(69)

Tabel 4.5

Tabel kontingensi persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan ditinjau dari jenis kelamin

Jenis kelamin

Skala persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan

Jumlah Sangat

negatif Negatif Positif

Sangat positif

Laki-laki 0 13 69 34 116

Perempuan 0 10 115 24 149

Jumlah 23 184 58 265

Dari 116 responden yang berjenis kelamin laki-laki tidak memiliki persepsi yang sangat negatif terhadap pekerjaan sambilan, 13 responden memiliki persepsi yang negatif terhadap pekerjaan sambilan, 69 responden memiliki persepsi yang positif terhadap pekerjaan sambilan, dan 34 responden memiliki persepsi yang sangat positif terhadap pekerjaan sambilan. Dari deskripsi data di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar guru yang berjenis kelamin laki-laki memiliki persepsi yang positif terhadap pekerjaan sambilan dengan 69 responden.

Dari 149 responden yang berjenis kelamin perempuan tidak ada yang memiliki persepsi yang sangat negatif terhadap pekerjaan sambilan. Sebanyak 10 responden memiliki persepsi yang negatif terhadap pekerjaan sambilan, 115 responden memiliki persepsi yang positif terhadap pekerjaan sambilan, 24 responden memiliki persepsi yang sangat positif terhadap pekerjaan sambilan. Dari deskripsi data di atas dapat disimpulkan bahwa sebagain besar guru yang berjenis kelamin perempuan memiliki persepsi yang positif terhadap pekerjaan sambilan dengan 115 responden.


(70)

Tabel 4.6

Tabel kontingensi persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan ditinjau dari status karyawan

Status karyawan

Skala persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan

jumlah Sangat

negatif Negatif Positif

Sangat positif

Tidak tetap 0 3 42 17 62

Tetap 0 20 142 41 203

Jumlah 23 184 58 265

Dari 62 responden yang memiliki status karyawan tidak tetap, tidak ada yang memiliki persepsi yang sangat negatif terhadap pekerjaan sambilan. Terdapat tiga responden yang memiliki persepsi yang negatif terhadap pekerjaan sambilan, 42 responden memiliki persepsi yang positif terhadap pekerjaan sambilan, dan sebanyak 17 responden memiliki persepsi yang sangat positif terhadap pekerjaan sambilan. Dari deskripsi di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar guru yang berstatus karyawan tidak tetap memiliki persepsi yang positif terhadap pekerjaan sambilan dengan 42 responden.

Dari 203 responden yang berstatus karyawan pegawai tetap tidak terdapat responden yang memiliki persepsi yang sangat negatif terhadap pekerjaan sambilan. Sebanyak 20 responden memiliki persepsi yang negatif terhadap pekerjaan sambilan, 142 responden memiliki persepsi yang positif terhadap pekerjaan sambilan, dan sebanyak 41 responden memiliki persepsi yang sangat positif terhadap pekerjaan sambilan. Dari deskripsi di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar


(1)

LAMPIRAN 7

Perhitungan PAP tipe I


(2)

Perhitungan PAP tipe I

Jumlah maksimal data

= 60 (4 x 15)

Jumlah minimal data

= 15 (1 x )

Banyaknya kelas

= 4 (sangat negatif, negatif, positif, sangat positif)

Jumlah kelas interval

= (nilai max. – nilai min) / banyaknya kelas

= (60 – 15) / 4

= 45 / 4

= 11,25

Pengelompokkan data

Skor interval

Frekuensi absolut

Frekuensi relatif

Kriteria

15 - 26,25

0

0%

Sangat negatif

26,25 – 37,5

23

8,68%

Negatif

37,5 – 48,75

184

69,43%

Positif

48,75 - 60

58

21,89%

Sangat positif

Jumlah

265

100%

Item-item dalam kuesioner yang dianalisis adalah item 7 sampai 21. Item 1 sampai 6 tidak

dilakukan analisis karena tidak memenuhi syarat


(3)

LAMPIRAN 8

Daftar Tabel

r, Chi-Square


(4)

(5)

Table of Chi-square statistics

t-statistics

F-statistics with other P-values: P=0.05 | P=0.01 | P=0.001

df P = 0.05 P = 0.01 P = 0.001

1

3.84 6.64 10.83

2

5.99 9.21 13.82

3

7.82 11.35 16.27

4

9.49 13.28 18.47

5

11.07 15.09 20.52

6

12.59 16.81 22.46

7

14.07 18.48 24.32

8

15.51 20.09 26.13

9

16.92 21.67 27.88

10

18.31 23.21 29.59

11

19.68 24.73 31.26

12

21.03 26.22 32.91

13

22.36 27.69 34.53

14

23.69 29.14 36.12

15

25.00 30.58 37.70

16

26.30 32.00 39.25

17

27.59 33.41 40.79

18

28.87 34.81 42.31

19

30.14 36.19 43.82

20

31.41 37.57 45.32

21

32.67 38.93 46.80

22

33.92 40.29 48.27

23

35.17 41.64 49.73

24

36.42 42.98 51.18

25

37.65 44.31 52.62

26

38.89 45.64 54.05

27

40.11 46.96 55.48

28

41.34 48.28 56.89

29

42.56 49.59 58.30

30

43.77 50.89 59.70

31

44.99 52.19 61.10

32

46.19 53.49 62.49

33

47.40 54.78 63.87

34

48.60 56.06 65.25

35

49.80 57.34 66.62

36

51.00 58.62 67.99

37

52.19 59.89 69.35

38

53.38 61.16 70.71

39

54.57 62.43 72.06

40

55.76 63.69 73.41

41

56.94 64.95 74.75

42

58.12 66.21 76.09

43

59.30 67.46 77.42

44

60.48 68.71 78.75

45

61.66 69.96 80.08

46

62.83 71.20 81.40

47

64.00 72.44 82.72

48

65.17 73.68 84.03

49

66.34 74.92 85.35

50

67.51 76.15 86.66

51

68.67 77.39 87.97

52

69.83 78.62 89.27

53

70.99 79.84 90.57

54

72.15 81.07 91.88

55

73.31 82.29 93.17

56

74.47 83.52 94.47

57

75.62 84.73 95.75

58

76.78 85.95 97.03

59

77.93 87.17 98.34

60

79.08 88.38 99.62

61

80.23 89.59 100.88

62

81.38 90.80 102.15

63

82.53 92.01 103.46

64

83.68 93.22 104.72

65

84.82 94.42 105.97

66

85.97 95.63 107.26


(6)

68

88.25 98.03 109.79

69

89.39 99.23 111.06

70

90.53 100.42 112.31

71

91.67 101.62 113.56

72

92.81 102.82 114.84

73

93.95 104.01 116.08

74

95.08 105.20 117.35

75

96.22 106.39 118.60

76

97.35 107.58 119.85

77

98.49 108.77 121.11

78

99.62 109.96 122.36

79

100.75 111.15 123.60

80

101.88 112.33 124.84

81

103.01 113.51 126.09

82

104.14 114.70 127.33

83

105.27 115.88 128.57

84

106.40 117.06 129.80

85

107.52 118.24 131.04

86

108.65 119.41 132.28

87

109.77 120.59 133.51

88

110.90 121.77 134.74

89

112.02 122.94 135.96

90

113.15 124.12 137.19

91

114.27 125.29 138.45

92

115.39 126.46 139.66

93

116.51 127.63 140.90

94

117.63 128.80 142.12

95

118.75 129.97 143.32

96

119.87 131.14 144.55

97

120.99 132.31 145.78

98

122.11 133.47 146.99

99

123.23 134.64 148.21


Dokumen yang terkait

MINAT MAHASISWA BERPROFESI GURU DITINJAU DARI JENIS KELAMIN DAN STATUS SOSIAL EKONOMI ORANG TUA PADA Minat Mahasiswa Berprofesi Guru Ditinjau Dari Jenis Kelamin Dan Status Sosial Ekonomi Orang Tua Pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi Akuntansi

0 1 17

MINAT MAHASISWA BERPROFESI GURU DITINJAU DARI JENIS KELAMIN DAN STATUS SOSIAL EKONOMI ORANG TUA PADA Minat Mahasiswa Berprofesi Guru Ditinjau Dari Jenis Kelamin Dan Status Sosial Ekonomi Orang Tua Pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi Akuntansi

0 2 10

Persepsi guru terhadap penilaian portofolio sertifikasi guru dalam jabatan ditinjau dari status kepegawaian, status sertifikasi profesi, dan jenis kelamin : sebuah survai terhadap guru-guru di dua SMP negeri dan tiga SMP swasta di Kota Yogyakarta.

0 0 156

Persepsi siswa terhadap profesi guru ditinjau dari jenis kelamin siswa, prestasi belajar siswa dan pekerjaan orangtua : studi kasus SMA St. Mikael Warak Sleman.

0 0 131

Persepsi guru terhadap pekerjaan sambilan ditinjau dari jenis kelamin, status karyawan, dan status sosial ekonomi : studi kasus guru-guru SMA negeri dan swasta kabupaten Sleman.

0 1 123

Persepsi guru terhadap sertifikasi guru dalam jabatan ditinjau dari status kepegawaian guru dan jenjang sekolah : survei guru SD, SMP, dan SMA negeri dan swasta di Kecamatan Wates.

0 0 172

Persepsi guru terhadap program sertifikasi bagi guru dalam jabatan ditinjau dari tingkat pendidikan, masa kerja, beban mengajar, dan status guru ; studi kasus guru-guru SD, SMP, dan SMA di Kabupaten Sleman.

0 0 203

Persepsi guru terhadap uji sertifikasi ditinjau dari pengalaman mengajar, tingkat pendidikan dan status guru studi kasus pada guru SD dan SMP negeri dan swasta di Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sle

0 2 140

PERSEPSI GURU TERHADAP SERTIFIKASI DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN, STATUS GURU, DAN MASA KERJA GURU

0 0 104

PERSEPSI GURU TERHADAP PENILAIAN PORTOFOLIO SERTIFIKASI GURU DALAM JABATAN DITINJAU DARI STATUS KEPEGAWAIAN, STATUS SERTIFIKASI PROFESI, DAN JENIS KELAMIN Sebuah Survai terhadap Guru-guru di dua SMP Negeri dan tiga SMP Swasta di Kota Yogyakarta SKRIPSI Di

0 0 154