Pengaruh warna terhadap kebudayaan bagi masyarakat tionghoa (studi kasus klenteng Avalokitesvara Surakarta) 5885

(1)

PENGARUH WARNA TERHADAP KEBUDAYAAN

BAGI MASYARAKAT TIONGHOA

(

STUDI KASUS KLENTENG AVALOKITESVARA SURAKARTA

)

LAPORAN TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan Mencapai Derajad Ahli Madya pada Diploma III Bahasa China FSSR

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :

Sigit Satrio Pribadi C.9606064

PROGRAM DIPLOMA III BAHASA CHINA

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA


(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tidak bisa kita bayangkan bagaimana membosankan jika dunia kita hanya terdiri dari satu atau dua warna saja, dunia hanya terlihat hitam dan putih saja. Selain berfungsi menghidupkan suasana ternyata warna mempunyai makna tersendiri serta efek tertentu bagi seseorang. Warna juga digunakan dalam sebuah Negara yang diimplementasikan kedalam warna bendera, seperti bendera Negara kita yang terdiri dari warna merah dan putih yang mengandung arti: merah lambang semangat perjuangan, keberanian, dan juga kasih sayang, sedang warna putih diartikan sebagai kesucian jiwa, kemurnian, kebersihan, kewajiban, prasahajaan, putih juga lambang seorang pria, perasaan persahabatan.

Apakah artinya ketika kita mengatakan bahwa mawar itu merah dan langit itu biru, ketika mata kita mampu memisahkan ratusan gelombang cahaya, leksikons kita jauh lebih terbatas. Penamaan warna merupakan persepsi kita terhadap jangkauan gelombang prototype. Persepsi psikologis terhadap warna adalah pengalaman subyektif. Dasar penglihatan warna yang kita miliki secara biologis akan dapat pula menimbulkan derajat universalitas yang tinggi antar budaya dan bahasa dalam memperepsi warna.


(3)

Warna amat penting dalam kehidupan manusia. Warna juga memainkan peranan yang penting dalam berbagai aspek kehidupan. Warna turut mempunyai berbagai fungsi dalam kehidupan harian kita. Warna yang disukai seseorang, sering dipakai untuk mengidentifikasikan kepribadian dan suasana hatinya. Warna suram menunjukan hati yang sedang berduka. Warna cerah menunjukan hati yang sedang bahagia atau sukacita. Warna lembut menunjukan kedamaian dan ketenangan.

Warna sering dipakai untuk mencerminkan sesuatu arti atau makna yang ingin dikomunikasikan. Berbicara atau kata-kata, gambar, simbol, tulisan, bahasa isyarat dll, merupakan sarana untuk berkomunikasi antar manusia. Namun, manusia mempunyai cara lain untuk untuk berkomunikasi sesuai dengan budaya masing-masing Negara.

Dalam budaya Tionghoa setiap unsur yang ada dialam mengandung arti serta makna tertentu, begitu juga dengan warna, ilmu fengshui menganggap warna adalah getaran. Getaran dapat respon sadar ataupun tidak. Warna mempengaruhi kenyamanan,lingkungan dan mood. Warna berpengaruh terhadap pandangan seseorang terhadap diri kita. Bagi masyarakat Tionghoa warna merah merupakan warna yang sangat agung, yang mempunyai makna positif dapat berarti sebuah lambang sebuah kemakmuran, dan warna ini identik dengan masyarakat Tionghoa sendiri, merah merupakan simbol tertingi dalam budaya Tionghoa atau China. Di sisi lain warna merah dapat bermakna negatif sebagai sebuah amarah, malu serta kebencian.


(4)

Sama halnya warna merah dalam masyarakat Tionghoa, Setiap warna mempunyai sisi positif dan juga sisi negatif, warna hijau merupakan warna perempuan, dapat dilambangkan sebagai pertumbuhan, kesuburan, harmoni, optimisme, kebebasan dan keseimbangan, keagungan, kesejahteraan, kebijaksanaan. Dipandang dari sisi negatif, warna hijau juga mempunyai makna iri hati dan sombong, cemburu, licik, gila.

Berbeda dengan warna hijau, warna kuning atau emas memiliki daya pantul paling tinggi dibandingkan dengan warna lain, warna ini mempunyai makna sebagai pencerahan dan intelektual, optimisme, akal dan ketegasan, kejayaan, kebesaran, baju raja-raja dinasti jaman kuno, keemasan. Sering kita lihat benda berwarna kuning atau emas yang terdapat di sebuah toko yang dimiliki warga Tionghoa, itu ditujukan sebagai lambang kejayaan dan kebesaran. Warna kuning juga mempunyai sisi negatif yang dilambangkan sebagai sifat berlebihan atau kegagalan

Sama halnya dengan warna lain dalam masyarakat Tionghoa, warna biru mempunyai makna yang dilambangkan sebagai penyejuk dan memberikan kesan damai, spiritualitas, kontemplasi, misteri, kesabaran, rasa percaya dan stabilitas, keta’atan, taqwa. Sisi negatif yang diberikan oleh warna biru adalah lebih bersifat curiga dan melankolis.

Warna putih dilambangkan sebagai simbol awal baru, kemurnian dan kesucian, bersih dan segar, kemurnian, kebersihan, kesucian, kewajiban. Warna putih lebih sering disimbolkan sebagai tanda kesucian. Sisi negatif warna putih


(5)

adalah dingin dan tanpa kehidupan, kehampaan, karena warna putih menggambarkan hal yang masih terlihat polos atau kembali ke awal, kosong. Warna putih bila digabungkan dengan warna merah berarti keberuntungan.

Warna hitam dalam budaya Tionghoa kebanyakan mempunyai arti misterius kematian, kegelapan dan kejahatan. Tidak hanya dalam budaya Tionghoa, kebanyakan bangsa-bangsa didunia memakai pakaian hitam pada waktu upacara kematian.

B. Perumusan Masalah

Warna merupakan salah satu hal yang paling berpengaruh dalam kebudayaan Tionghoa, untuk itu perumusan masalah dalam uraian adalah : 1. Bagaimanakah pengaruh warna terhadap kebudayaan Tionghoa di klenteng

Avalokitesvara,Surakarta?

2. Bagaimana perbedaan makna dari warna yang menjadi bagian kebudayaan masyarakat Tionghoa di klenteng Avalokitesvara,Surakarta?

C. Tujuan

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, tujuan penelitian ini adalah:

1. untuk mengetahui perbedaan makna antara warna yang satu dengan warna yang lain dalam kebudayaan Tionghoa di klenteng Avalokitesvara.


(6)

2. untuk lebih mengetahui sisi positif dan sisi negatif yang ditampilkan oleh warna tertentu dalam kebudayaan Tionghoa di Klenteng Avalokitesvara,Surakarta.

D. Manfaat.

Ada beberapa manfaat yang diharapkan dari uraian di atas, diantaranya adalah:

1. Manfaat Praktis :

a. Bagi penulis dapat menambah wawasan pengetahuan tentang warna dan kebudayaan, khususnya yang berhubungan dengan kebudayaan Tionghoa. b. Bagi penulis dan pembaca bisa memilih warna yang tepat yang dapat kita

jadikan sebagai media komunikasi atau penyampaian pesan.

c. Bagi penulis dan pembaca dapat memilih warna yang tepat untuk mengungkapkan perasaan yang sedang terjadi.

2. Manfaat Teoritis :

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan dan bahan pertimbangan bagi peneliti selanjutnya,

b. Memberikan sumbangan tentang konsep dan penerapan pengaruh warna terhadap kebudayaan bagi masyarakat Tionghoa kepada mahasiswa DIII Bahasa China UNS.


(7)

E. Teknik penulisan

Untuk proses pengambilan data”Pengaruh Warna Terhadap Kebudayaan Bagi Masyarakat Tionghoa”,khususnya di klenteng Avalokitesvara,Surakarta. penulis melakukan beberapa cara diantaranya :

1. Observasi.

Untuk melakukan penulisan tugas akhir ini penulis melakukan pengamatan langsung di klenteng yang terletak di Jl. R.E Martadinata, Surakarta. Sama seperti tempat ibadah yang lain, di sini penulis melihat berbagai benda yang berada di dalam klenteng yang tentu saja di pakai sebagai sarana ibadah ,diantaranya terdapat beberapa patung Budha dan juga dewi Kuan yim. Selain beberapa dewa,di sana juga terdapat sebuah kotak kecil yang disediakan untuk tempat abu, tempat tersebut diberi nama Youlo. Selain itu, dalam klenteng terdapat beberapa lilin berwarna merah yang berukuran cukup besar yang berfungsi sebagai penerangan. Di atas langit-langit terdapat lampion yang betuliskan nama-nama orang yang masih hidup, yang mempunyai maksud kalau orang tersebut menggantungkan harapan atau keinginanannya setinggi mungkin.

Klenteng ini kebanyakan didominasi oleh warna merah yang merupakan warna yang paling diagungkan atau warna yang paling mulia dalam kebudayaan Tionghoa yang bermakna kebahagiaan. Selain warna merah, ada juga sebagian warna kuning, meskipun tidak begitu dominan


(8)

seperti warna merah, warna kuning juga mempunyai makna yang berpengaruh sebagai lambang dari kejayaan dalam kebudayaan Tionghoa.

2. Wawancara

Pada awalmya penulis bermaksud mencari data mengenai semua hal yang berkaitan dengan klenteng avalokitesvara melalui buku yang dimiliki klenteng Avalokitesvara. Tetapi buku yang dianggap sebagai pedoman tersebut tidak ada dan data yang dimiliki tidak valid. Maka dari itu penulis malakukan teknik wawancara untuk mencari data-data yang berkaitan dengan klenteng avalokitesvara.

Penulis melakukan wawancara kepada Bp. Henry Susanto. Beliau merupakan salah satu orang yang dianggap mengetahui semua hal yang berkaitan dengan klenteng Avalokitesvara. Penulis melakukan wawancara 2 kali kepada Bp. Henry Susanto, karena terbatasnya tempat yang disediakan, penulis melakukan wawancara di depan klenteng. Dari teknik wawancara ini lah penulis mendapatkan beberapa data yang berkaitan dengan klenteng Avalokitesvara.

Di sini Bp.Henry Susanto juga mengatakan kelemahan dari klenteng Avalokitesvara, tidak adanya data yang valid dan tidak tersedianya buku-buku yang dijadikan pedoman awal mula berdirinya klenteng Avalokitesvara, hal tersebut menjadikan kendala bagi pengurus klenteng Avalokitesvara untuk memberikan data yang tepat.


(9)

3. Dokumentasi

Untuk melengkapi tugas akhir ini, penulis juga menambahkan beberapa foto-foto dari klenteng avalokitesvara di daftar lampiran, foto tersebut dimaksudkan sebagai dokumentasi untuk penulisan tugas akhir.


(10)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. WARNA

Menurut J. linchoten dalam bukunya Riwayat Tionghoa Peranakan di jawa, warna dapat didefinisikan secara obyektif/fisik sebagai sifat cahaya yang dipancarkan, atau secara subyektif/psikologis sebagai bagian dari pengalaman indra penglihatan. Secara subyektif atau fisik warna dapat diberikan panjang gelombang. Dilihat dari panjang gelombang, cahaya yang tampak oleh mata merupakan salah satu bentuk pancaran energi yang merupakan bagian yang sempit dari gelombang elektromagnetik.

Cahaya yang ditangkap indra manusia mempunyai panjang gelombang 380-780 nanometer. Cahaya antara dua nanometer tersebut dapat diurai melalui prisma kaca menjadi warna-warna pelangi yang disebut spektrum atau warna cahaya, mulai berkas cahaya warna ungu,violet, biru, kuning, hingga warna merah. Diluar cahaya ungu/violet terdapat gelombang-gelombang ultraviolet, sinar X, sinar gamma, dan sinar cosmic. Diluar cahaya merah terdapat gelombang atau sinar inframerah, gelombang hertz, gelombang radio pendek, dan gelombang radio panjang, yang banyak digunakan sebagai pemancaran radio atau Tv. Proses terlihatnya warna adalah dikarenakan adanya cahaya yang


(11)

menimpa suatu benda, dan cahaya tersebut memantukan warna ke mata(retina) kita hingga terlihat warna. Benda berwarna merah karena sifat pigmen benda tersebut berwarna merah dan menyerap warna lainnya. Benda berwarna hitam karena sifat pigmen benda tersebut menyerap semua warna pelangi. Sebaliknya, suatu benda berwarna putih karena sifat pigmen benda tersebut memantulkan semua warna pelangi.

Sebagai bagian dari elemen tata rupa, warna memegang peranan sebagai sarana untuk lebih mempertegas dan memperkuat kesan atau tujuan dari sebuah karya desain. Dalam perencanaan corporate identity, warna mempunyai fungsi untuk memperkuat aspek identitas. Warna digunakan dalam simbol-simbol grafis untuk mempertegas maksud dari simbol-simbol tersebut. Sebagai contoh adalah warna merah pada segitiga pengaman, warna-warna yang digunakan dalam traffic light merah untuk berhenti, kuning untuk siap-siap dan hijau untuk jalan. Dari contoh tersebut ternyata pengaruh warna mampu memberi impresi yang cepat dan kuat.

Kemampuan warna untuk menciptakan impresi mampu menimbulkan efek-efek tertentu. Secara psikologis diuraikan oleh Drs.mansyur tentang warna sebagai berikut : “warna-warna itu bukanlah sebagai gejala yang hanya dapat diamati saja, warna itu mempengaruhi perilaku, memegang peranan penting dalam penilaian estetis dan turut menentukan suka tidaknya kita akan bermacam-macam benda.”


(12)

Dari pemahaman tersebut dapat dijelaskan bahwa warna, selain hanya dapat dilihat dengan mata ternyata mampu mempengaruhi perilaku seseorang, mempengaruhi penilain estetis dan turut menentukan suka tidaknya seseorang pada suatu benda. Berikut ini ada bermacam-macam makna dari warna-warna yang ada.

1. MERAH

Merah sifat umumnya yaitu religius, suci, berani, perlu perhatian atau perlu mendapatkan perhatian lebih. Warna merah mempunyai sisi positif yang bermacam-macam. Warna ini melambangkan panas, api, darah, gairah, cinta, kehangatan, kekuasaan, kesenangan dan agresi. Warna merah dapat meningkatkan tekanan darah dan rating pernafasan. Warna merah juga dapat menstimulasi seseorang untuk membuat keputusan secara cepat dan meningkatkan harapan. Merah adalah penarik perhatian, kata dan obyek dalam warna merah dapat menarik perhatian seseorang secara seketika. Dalam dunia desain dan dekorasi, obyek warna merah adalah sesuatu yang sempurna karena dapat menarik perhatian, jika itu adalah sebuah mobil, maka terdapat korelasi yang positif antara warna dan resiko kemalingan. Merah adalah warna yang extrim dan memiliki ketegangan emosional didalamnya. Baju berwarna merah dapat meningkatkan dan menyalurkan kekuatan secara energi, tetapi dapat pula menyulut konfrontasi, merah mendominasi secara extrim. Warna merah harus dapat digunakan sebagai aksen, bukan sebagai latar


(13)

belakang. Ruangan berwarna merah dapat membuat orang merasa cemas, tetapi ruangan dengan aksen warna merah dapat membuat orang lupa waktu, maka dari itu banyak tempat-tempat hiburan yang memakai ornament warna merah di dalam ruangnya.

Merah merupakan warna yang paling diagungkan atau warna yang paling tinggi kedudukannya. Dalam budaya Tionghoa merah merupakan warna yang mempunyai makna sebagai sebuah lambang kemakmuran, kehangatan, keberanian, dinamika, kasih sayang, dan warna merah identik dengan masyarakat China sebagai lambang penghargaan tertinggi. Selain itu, warna merah dalam budaya Tionghoa bisa dikatakan sebagai warna yang membawa hoki, hal itu terlihat dari warna amplop yang berisi uang yang dalam budaya Tionghoa dinamakan angpao. Sisi positif warna merah dalam budaya Tionghoa terlihat dalam upacara pernikahan dan hal-hal yang berbau kebahagiaan. Warna merah dalam budaya Tionghoa dikombinasikan dengan warna apa saja dan selalu mengandung makna kebahagiaan.

Warna merah juga mempunyai sisi negatif yang bermacam-macam yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang, seseorang yang identik memakai warna merah bisa dikatakan sebagai orang yang mempunyai rasa amarah yang tinggi dan mudah tersinggung, pemalu dan kebencian.


(14)

Hijau selalu terkait dengan beberapa makna simbolis, dimana kebanyakan mengarah pada konsep alam. Terkait dengan hal itu, maka warna hijau mencerminkan kehidupan, muda dan harapan. Hijau merupakan warna yang paling ringan untuk mata dan dapat meningkatkan penglihatan. Hijau adalah warna yang kalem dan memiliki efek netral terhadap sistem saraf manusia. Warna hijau sangat cocok diterapkan dalam ruangan-ruangan santai atau cocok buat seseorang yang ingin relaks.

Warna hijau diasosiasikan dengan obyek-obyek natural seperti tumbuhan. Warna hijau tidak hanya cocok diterapkan dalam ruangan atau dalam kehidupan luar ruangan. warna hijau juga identik dengan warna modern, hal ini terlihat dalam film matrix, sangat mampu dalam meningkatkan kesan futuristik dan kecanggihan tekhnologi.

Dalam kebudayaan Tionghoa warna hijau merupakan warna kedua setelah warna merah, karena warna hijau dalam budaya Tionghoa tidak begitu diagungkan seperti halnya warna merah. Dalam budaya Tionghoa meskipun warna hijau dianggap sebagai warna kedua, tetap mempunyai sisi positif, dalam hal yang berhubungan dengan pangan, warna hijau dianggap sebagai simbol dari pertumbuhan dan kesuburan. Dalam hal lain, warna hijau mempunyai makna sebagai harmoni, opotimisme, kebebasan, keseimbangan, keagungan, kesejahteraan, dan kebijaksanaan. Sedangkan sisi negatif dari warna hijau dalam budaya Tionghoa adalah iri hati dan kebohongan. Maka dari itu sangat jarang kita melihat warga Tionghoa memakai hal-hal berwarn


(15)

hijau, karena akan dianggap sebagai orang yang iri hati, tetapi bagi yang menganggap warna hijau sebagai hal positif, mereka tidak mempermasalahkan hal itu.

Selain itu warna hijau juga memiliki arti simbolis, diantaranya sebagai berikut : hijau tua melambangkan maskulinitas, konservatif dan kemakmuran. Emerald green melambangkan kematian. Olive green melambangkan ketenangan. Dan yellow green merupakan warna yang paling jarang digunakan konsumen.

3. KUNING

Warna kuning merupakan warna yang sangat terang dan dapat menyilaukan mata. Warna yang direfleksikan oleh warna terang ini akan menghasilkan stimulasi yang dapat melelahkan mata dan dapat menyebabkan iritasi mata. Warna kuning juga dapat mempercepat metabolisme. Jika warna kuning digunakan untuk mewarnai suatu ruangan, hal itu dapat membuat seorang bayi menangis sepanjang waktu dan kehilangan temperamennya karena warna tersebut akan membuat mata sang bayi sangat lelah dan membuat sakit.

Warna kuning juga digunakan dalam jumlah yang sedikit dapat menghasilkan sensasi kehangatan dan ketajaman. Warna kuning melambangkan playfulness, ringan, kreativitas, kehangatan dan sifat


(16)

easygoing terhadap kehidupan. Warna kuning identik dengan hari yang bersinar dan hangat karena warna kuning mempunyai banyak bayangan.

Karena warnanya yang sangat mencolok, maka dalam kebudayaan Tionghoa warna kuning sangat identik dengan makna-makna kemulyaan, kemakmuran, keemasan dan kemahsyuran. Warna kuning juga dianggap sebagai warna yang paling berpengaruh dalam hal ekonomi dan perdagangan. Karena pengaruh warna tersebut banyak warga Tionghoa yang menghiasi rumah ataupun took-toko mereka dengan warna kuning yang dimaksudkan sebagai lambang kemakmuran dan kejayaan. Masyarakat Tionghoa yang mempunyai tempat usaha biasanya menggunakan hiasan menyerupai kucing yang berwarna kuning keemasan, yang dimaksudkan sebagai penarik perhatian orang yang sedang berjalan didepannya dan berharap orang tersebut mau untuk membeli barang yang menjadi usaha mereka. Selain itu, sisi negatif dari warna kuning adalah berlebihan dan kekakuan, sifat nagatif tersebut dapat terlihat dengan sakitnya mata kita kalau terlalu sering melihat benda berwarna kuning yang berlebihan dan dapat pula menimbulkan iritasi. Sifat kekakuan warna kuning terlihat dari matahari yang sangat terang yang dapat menyinari alam semesta, kalau diterapkan dalam hal negatif warna kunig dapat membuat orang merasa paling hebat dan mempunyai sifat kaku.

Selain itu, warna kuning juga memiliki makna simbolis seperti pure yellow adalah spectrum warna yang melambangkan keceriaan. Sedangkan dingy yellow melambangkan kewaspadaan, pembusukan, sakit, dan


(17)

kecemburuan. Warna kuning juga banyak digunakan sebagai lambang rambu-rambu lalu lintas.

4. BIRU

Warna biru sering diaspsiasikan sebagai warna yang melambangkan kejujuran, kesetiaan, harapan dan hamoni. cinta, spiritualisme, perlindungan dan kecantikan juga diwakili oleh warna biru. Apabila warna biru diterapkan dalam sebuah ruangan, maka kesan yang didapat adalah ketenangan, ketentraman dan kenyamanan. Sehingga efeknya adalah dapat memperlambat denyut jantung, menurunkan tekanan darah, menghilangkan stress dan membuat kita bisa bernafas lebih dalam. Warna biru juga mempunyai simbol sebagai sesuatu yang sangat luas, hal itu dapat terlihat dari warna laut yang berwarna biru yang memantulkan warna ke langit dan itu mempengaruhi warna langit juga menjadi biru yang melambangkan sebagai sesuatu yang sangat luas.

Meskipun warna biru tidak menarik seperti halnya warna merah dan kuning, dalam budaya Tionghoa warna biru juga mempunyai makna sebagai simbol kedamaian dan kesejukan, hal itu terpengaruh dari warna langit biru yang dapat membuat sejuk dan memberi kesan damai/tenang. Selain itu, dalam hal kepercayaan masyarakat Tionghoa melambangkan warna biru sebagai ketaatan dan taqwa, ketaatan kepada pemerintahan dan taqwa kepada tuhan. Dalam budaya Tionghoa warna biru juga menunjukan kesabaran, rasa


(18)

percaya dan stabilitas, misteri. Masyarakat Tionghoa beranggapan kalau seseorang memakai baju bercorak biru menandakan seseorng tersebut mempunyi sifat sabar. Dalam budaya Tionghoa Sifat curiga dan melankolis menjadi bagian negatif dari warna biru.

Selain itu warna biru juga bisa memperluas imajinasi dan memperlancar komunikasi, sehingga warna ini sangat pas bila diterapkan di kamar tidur yang dapat membuat penghuni merasa nyaman, tapi kalau terlalu banyak menggunakan warna biru bisa menimbulkan rasa malas dan terisolasi.

Warna biru kalau digunakan dalam tes wawancara dapat melambangkan dedikasi dan loyalitas. Biru termasuk dalam warna yang favorit, tetapi harus hati-hati dalam mengasosiasikan warna biru dalam makanan, karena warna biru tidak lazim digunakan dalam makanan, sehingga dapat menyebabkan berkurangnya nafsu makan. Warna biru dapat merilekskan sistem saraf kita, sebaliknya warna biru yang terlalu gelap dapat menimbulkan rasa dingin dan depresi.

Biru dalam konsep lingkungan dapat meningkatkan produktifitas. Sebuah stusi menunjukan kalau seorang siswa akan mendapatkan nilai yang baik kalau belajar dalam ruangan yang berwarna biru, dan tulisan yang ditulis dalam alas berwarna biru lebih mudah diingat.


(19)

Warna yang dipilih biasanya digunakan untuk melambangkan suatu hal, seperti warna suram yang menggambarkan suasana hati yang sedang berduka. Seperti warna hitam adalah lambang kematian, kebanyakan bangsa-bangsa di dunia mengenakan pakaian berwarna hitam dalam upacara kematian. Hitam sendiri mempunyai tafsir yang sangat banyak karena warna ini merupakan kombinasi dari berbagai warna. Yang paling umum dari makna warna hitam adalah kesan misterius. Dalam film-film fiksi sosok hantu, penyihir, mahkluk jadi-jadian sering digambarkan dengan kostum serta atribut yang berwarna hitam.

Selain itu warna hitam adalah warna yang kontroversial. Di satu sisi dihubungkan dengan kegelapan (hantu, penyihir, setan). Di sisi lain dilambangkan sebagai kekokohan dan keandalan. Di satu sisi melambangkan otoritas dan kekuasaan di sisi lain bisa dikatakan sebagai keputusasaan dan berkabung. Di satu sisi menandakan kejahatan, karakter jahat, malapetaka., di sisi lain menandakan kesetiaan dan kebijaksanaan.

Warna hitam mempunyai makna sebagai hal yang misterius dan independen. Tidak berbeda dengan kebudayaan lain, dalam kebudayaan Tionghoa hitam juga termasuk sebagai sesuatu yang misterius. Selain itu warna hitam juga mempunyai makna sebagai hal yang positif, daya tarik dan kekuatan. Jadi dalam budaya Tionghoa seseorang mempunyai kekutan yang lebih bila dibandingkan dengan orang lain, bisa dilambangkan dengan warna hitam. Kedalaman dan kesungguhan juga menjadi bagian makna dari warna


(20)

hitam dalam kebudayaan Tionghoa. Sama dengan makna negatif dari warna hitam di semua kebudayaan, dalam kebudayaan Tionghoa pun makna negatif dari warna hitam adalah kematian, kegelapan dan kuasa jahat. Semua hal yang berhubungan dengan warna hitam pasti mempunyai makna negatif seperti itu.

Dalam hal lainnya, hitam menjadi pilihan bagi kebanyakan orang dengan berbagai alasan. Beberapa mempunyai alasan pemakaian warna hitam untuk menampilkan kesan kuat dan formal. Alasan yang lain orang memakai warna hitam untuk menampilkan kesan slim(langsing) pada penampilannya. Penampilan dengan pakaian hitam minimalis dilihat sebagai hal yang penuh gaya dan kesempurnaan.

6. PUTIH

Sebuah warna dapat memberi ketenangn dalam diri seseorang, menentramkan dan memberi kesan damai. Sama dengan warna putih yang dapat memberi kesan sebagai sesuatu yang bersih dan segar. Warna putih dilambangkan sebagai kemurnian, kesucian, keadaan tidak bersalah. Kebanyakan budaya barat menggunakan gaun berwarna putih untuk menandakan kemurnian atau kesucian. Selain itu putih juga memberi kesan bersih. Dokter, suster dan teknisi laboratorium menggunakan warna putih untuk menyatakan kesterilan. Putih mencerminkan keterangan dan ketenangan. Jadi kebanyakan warna putih digunakan sebagai bahan pakaian musim panas.


(21)

Dalam budaya Tionghoa warna putih mempunyai makna sebagai simbol baru, kemurnian dan kesucian, bersih dan segar, kewajiban, kesahajaan, dan bulan. Hampir sama dengan kebudayaan lain warna putih juga melambangkan sebagai hal yang suci. Maka dari itu ketika bayi yang baru lahir hampir setiap hari memakai pakaian yang berwarna putih, malmbangkan sebagai kesucian, karena bayi yang baru lahir belum memiliki dosa. Sisi negatif dari warna putih adalah dingin dan tanpa kehidupan.

B. Kebudayaan

Kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berartii “budi” atau “akal”. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Ada ahli lain yang mengupas kata budaya sebagai suatu perkembangan dari majemuk budi daya, yang berarti “daya dari budi”. Karena itu mereka membedakan “budaya”dan “kebudayaan”. Sehingga “budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta rasa dan karsa. Sedangkan “kebudayaan” adalah hasil dari cipta, rasa dan karsa itu (Koentjoroningrat, 1990:181)

Kebudayaan atau budaya dalam bahasa belanda diistilahkan dengan cultuur. Dalam budaya inggris, budaya berasal dari kata culture. Sedangkan dalam bahasa latin budaya berasal dari kata colere.

Adapun kata culture, yang merupakan kata asing yang sama artinya dengan “kebudayaan” berasal dari kata latin colere yang berarti


(22)

“mengolah,mengerjakan”, terutama mengolah tanah atau bertani. Dalam arti ini berkembang arti culture sebagai “segala daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan merubah alam”.

Banyak orang bicara tentang kebudayaan, akan tetapi pengertian yang dipakai oleh setiap orang belum tentu sama. Sebagian orang menggunakan istilah kebudayaan untuk menyatakan hasil karya manusia yang indah-indah atau dengan kata lain terbatas dengan kesenian. Di lain pihak orang menggunakan istilah kebudayaan untuk menyatakan ciri-ciri yang nampak dari sekelompok anggota masyarakat tertentu sehingga dapat digunakan untuk membedakan dengan kelompok masyarakat lain.

Ada pula yang menggunakan istilah kebudayaan untuk menyatakan tingkat kemajuan teknik yang didukung oleh tradisi tertentu untuk membedakan kebudayaan yang belum banyak menggunakan peralatan mesin dan teknologinya masih terbelakang.

Dengan kata lain kebudayaan adalah hasil manusia dalam usahanya mempertahankan hidup, mengembangkan keturunan, dan meningkatkan taraf kesejahteraannya dengan segala keterbatasan kelengkapan jasmaninya serta sumber-sumber alam yang berada disekitarnya. Kebudayaan dapat dikatakan sebagai perwujudan tanggapan aktif manusia terhadap tantangan-tantangan yang dihadapi dalam proses penyesuaian diri mereka dengan lingkungan.


(23)

Kebudayaan menurut Koentjoroningrat(1990:180), adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat, yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.

Dari definisi diatas menunjukan pendirian Koentjoroningrat bahwa kebudayaan mempunyai tiga wujud:

1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma dan sebagainya yang disebut sebagi wujud ideal kebudayaan.

2. Wujud kedua kebudayaan adalah tindakan manusia yang berpola. Yang disebut sistem sosial (social sistem)

3. Wujud ketiga kebudayaan adalah hasil fisik dari aktifitas, perbuatan, dan karya manusia dalam masyarakat, disebut kebudayaan fisik.

Ketiga wujud kebudayaan tersebut dalam kenyataan kehidupan tidak terpisahkan antara satu dengan yang lain. Kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan dan karya manusia, serta menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya. Sebaliknya kebudayaan fisik membentuk suatu lingkungan hidup manusia yang semakin lama semakin menjauhkan manusia dari lingkunag alamiahnya, sehingga mempengaruhi pola-pola perbuatannya dan bahkan cara berpikirnya.

Para Sarjana Antropologi yang biasa menanggapi kebudayaan sebagai suatu keseluruhan yang terintregasi, pada waktu analisa membagi keseluruhan itu kedalam unsur-unsur besar yang disebut unsur-unsur kebudayaan (cultur


(24)

universal). Istilah universal itu menunjukan bahwa unsur-unsur tadi bersifat universal, jadi unsur-unsur tadi ada dan bisa didapatkan disemua kebudayaan dari semua bangsa didunia. Dengan mengambil inti dari berbagai kerangka tentang unsur-unsur kebudayaan yang disusun oleh beberapa Sarjana Antropologi, maka Koentjoroningrat dalam bukunya Pengantar Ilmu Antropologi (1990-203) berpendapat bahwa ada tujuh unsur kebudayaan yang dapat ditemukan pada semua bangsa yang ada didunia.

Ketujuh unsur yang dapat kita sebut sebagai isi pokok dari tiap kebudayaan didunia ini adalah:

1. Bahasa.

2. Sistem pengetahuan 3. Organisasi sosial

4. Sistem peralatan hidup dan teknologi 5. Sistem mata pencaharian hidup 6. Sistem religi, dan

7. Kesenian.

Tiap-tiap unsur kebudayaan universal sudah tentu juga menjelma dalam ketiga wujud kebudayaan yang sudah dijelaskan diatas, yaitu wujudnya yang berupa sistem budaya, sistem sosial, dan unsur-unsur kebudayaan fisik.

Dengan demikian sistem ekonomi misalnya mempunyai wujud sebagai konsep-konsep, rencana-rencana, kebijaksanaan, adat-istiadat yang berhubungan dengan ekonomi, tetapi mempunyai juga wujudnya yang berupa


(25)

tindakan-tindakan dan interaksi berpola antara produsen, tengkulak, pedagang, ahli transportasi, pengecer dengan konsumen, dan diluar itu dalam sistem ekonomi terdapat juga unsur-unsurnya yang berupa peralatan, komoditi, dan barang-barang ekonomi.

Ketujuh unsur kebudayaan universal itu masing-masing tentu juga mempunyai wujud fisik, walaupun tidak ada satu wujud fisik untuk keseluruhan dari satu unsur kebudayaan universal. Namun semua unsur kebudayaan fisik sudah tentu secara khusus terdiri dari benda-benda kebudayaan,

Dalam tiap masyarakat, baik yang kompleks maupun yang sederhana, ada sejumlah nilai budaya yang satu dengan yang lain berkaitan sehingga merupakan suatu sistem, dan sistem itu sebagai pedoman dari konsep-konsep ideal dalam kebudayaan memberi pendorong yang kuat terhadap arah kehidupan warga masyarakatnya.

Menurut seorang ahli antropologi terkenal, C. Kluckhohn, tiap sistem nilai budaya dalam tiap kebudayaan itu mengenai lima masalah dasar dalam kehidupan manusia. Atas dasar konsepsi tersebut, ia mengembangkan suatu kerangka yang dapat dipakai oleh para ahli antropologi untuk menganalisa secara universal tiap variasi dalam sistem nilai budaya yang terdapat didunia.

Menurut C. Kluckhohn kelima masalah dasar dalam kehidupan manusia yang menjadi landasan bagi kerangka variasi dalam sistem nilai budaya adalah sebagai berikut:


(26)

2. Masalah mengenai hakikat dari karya manusia ( MK )

3. Masalah mengenai hakikat dari kedudukan manusia dalam ruang dan waktu ( MW )

4. Masalah mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya ( MA )

5. Masalah mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan sesamanya ( MM ) Menurut Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:

1. Sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya.

2. Organisasi ekonomi.

3. Alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)

4. Organisasi kekuatan (politik).

C. Masyarakat

Masyarakat merupakan terjemahan dari kata society adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata “masyarakat”sendiri berakar dalam bahasa arab, musyarak. Lebih abstraknya, masyarakat adalah suatu jaringan-jaringan, hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas


(27)

yang interdependen ( saling tergantung satu sama lain ). Umumnya istilah masyarakat digunakan untuk mengacu pada sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.

Kata society berasal dari bahasa latin, societas, yang berarti hubungan persahabatan dengan yang lain. Societas diturunkan dari kata spacius yang berarti teman, sehingga arti society berhubungan erat dengan kata sosial. Secara implicit, kata society mengandung makna bahwa setiap anggotanya mempunyai perhatian dan kepentingan yang sama dalam mencapai tujuan bersama.

Masyarakat sering diorganisasikan berdasarkan cara utamanya dalam bermatapencaharian. Pakar ilmu sosial mengidentifikasikan ada: masyarakat pemburu, masyarakat pastoral nomadis, masyakat bercocoktanam, dan masyarakat agricultural intensif, yang juga disebut masyarakat peradaban. Sebagian pakar menganggap masyarakat industri dan pasca industri sebagian kelompok masyarakat yang terpisah dari masyarakat agricultural tradisional.

Manusia merupakan mahkluk yang ingin menyatu dengan sesamanya, serta alam lingkungan sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri perasaan, keinginan dsb, manusia memberi reaksi dan melakukan interaksi dengan lingkunganya. Pola interaksi sosial dihasilkan oleh hubungan yang berkesinambungan dalam masyarakat. Berikut ini beberapa pengertian menurut berbagai sumber:


(28)

Menurut karl marx masyarakat adalah suatu struktur yang menderita suatu ketegangan organisasi atau perkembangan akibat adanya pertentangan antara kelompk-kelompok yang terbagi secara ekonomi.

Sebelum revolusi prancis tahun 1848, Karl Marx menulis buku ,manifesto komunis yang terbit pada bulan januari 1848. Dalam buku itu dituliskan masyarakat borjuis modern yang muncul dari keruntuhan masyarakat feodal tidak menyingkirkan antagonisme kelas itu. Malah ia memunculkan kelas-kelas baru, kondisi baru untuk melakukan tekanan, bentuk-bentuk baru persaingan untuk menggantikan yang lama.

Borjuis menempatkan negeri ditangan penguasa kota. Ia telah menciptakan kota-kota besar, telah banyak menambah penduduk kota dibandingkan penduduk pedesaan dan dengan demikian menyelamatkan sebagian besar penduduk dari kehidupan desa yang bodoh. Persis seperti yang berlaku bagi suatu negri dengan ketergantungan kota. Borjuis telah membuat negri barbar dan negri semi barbar bergantung pada negri beradab, bangsa petani bergantung pada bangsa borjuis, timur pada barat.

Senjata yang digunakan borjuis untuk merobohkan feodalisme ini dipergunakan untuk borjuis itu sendiri. Akan tetapi borjuis tidak menggunakan senjata untuk membunuh dirinya sendiri, tapi juga digunakan untuk membunuh orang-orang yang mengadakan senjata tersebut yaitu kelas pekerja modern di kalanan proletar. Dengan perkembangan industri, proletar tidak hanya bertambah jumlahnya, mereka berkumpul dalam kumpulan yang


(29)

bertambah besar, kekuatannya berkembang dan mereka merasakan kekuatannya yang bertambah itupun mulai membentuk kombinasi (organisasi buruh) melawan borjuis. Di sana sini pertentangan berkobar dan berkembang menjadi kerusuhan.

Sejarah materialisme dan Dialektika. Pandangan materialis sejarah adalah teori Karl Marx tentang hokum perkembangan masyarakat. Inti dari pandangan ini adalah bahwa perkembangan masyarakat ditentukan oleh bidang produksi. Bidang ekonomi adalah basis, sedangkan dua dimensi lainnya, institusi-intitusi sosial, terutama Negara dan bentuk-bentuk kesadaran merupakan bangunan atas.

Karena faktor penentu adalah basis, maka harus memperhatikan bidang ekonomi. Ciri yang paling menentukan bagi semua bentuk ekonomi adalah pemisahan antara pemilik dan pekerja. Masyarakat terdiri dari kelas-kelas sosial yang membadakan diri dengan yang lainnya. Berdasarkan kedudukan dan fungsi masing-masing dalam proses produksi. Pada garis besarnya (terutama semakin produksi masyarakat mendekati pola kapitalis) kelas sosial termasuk salah satu dari dua kelompok kelas, yaitu kelas-kelas pemilik dan kelas-kelas-kelas-kelas pekerja. Yang pertama memiliki sarana-sarana kerja dan yang kedua hanya memiliki tenaga-tenaga kerja mereka sendiri. Karena kelas-kelas pemilik begitu berkuasa berarti para pemilik dapat menghisap tenaga kerja para pekerja. Jadi mereka hidup dari penghisapan tenaga mereka yang harus bekerja. Kelas-kelas pemilik merupakan kelas atas


(30)

dan kelas-kelas pekerja merupakan kelas-kelas bawah dalam masyarakat. Menurut Marx ciri khas semua pola masyarakat sampai sekarang adalah masyarakat dibagi dalam kelas-kelas bawah dan kelas atas. Struktur ekonomi tersusun sedemikian rupa hingga yang pertama dapat hidup dari penghisapan tenaga kerja yang kedua.

Bangunan atas mencerminkan keadaan itu. Negara adalah kelas-kelas atas untuk menjamin kedudukan mereka, jadi untuk seperlunya untuk menindas kelas-kelas bawah untuk membebaskan diri dari penghisapan oleh kelas-kelas atas, sedangkan “bangunan atas idealis” istilah marxis bagi agama, filsafat, pandangan-pandangan moral, hukum, estetis dan lain sebagainya berfungsi untuk memberikan legimitasi pada hubungan kekuasaan itu.

Oleh karena itu marx menolak paham bahwa Negara mewakili kepentingan seluruh masyarakat. Negara dikuasai oleh dan berpihak pada kelas-kelas atas, meskipun kadang juga menguntungkan kelas bawah. Walaupun Negara mengataka bahwa negara adalah milik semua golongan dan bahwa kebijaksanaannya demi kepentingan seluruh masyarakat, namun sebenarnya Negara melindungi kepentingan kelas atas ekonomis. Menurut Marx Negara adalah merupakan lawan dari masyarakat kelas bawah, Negara bukan milik dan kepentingan mereka. “bangunan atas idealis” itu menciptakan kesan bahwa kesedian masing-masing kelas untuk menerima kedudukannnya dalam masyarakat adalah sesuatu yang baik dan rasional. Jadi fungsinya


(31)

adalah membuat kelas bawah bersedia untuk menerima kedudukan mereka sebagai kelas bawah.

Dalam teori Marx tentang masyarakat tidak dapat dipisahkan dengan bidang ekonomi. Teori ekonomi berupa teori nilai berdasar pada tenaga, teori lebih, teori akumulasi capital, teori konsentrasi capital, dan teori pemiskinan, semua pada pokoknya merupakan teori eksploitasi untuk memperlihatkan bahwa golongan berpunya hidup dari golongan tidak berpunya. Teori seperti ini muncul ketika melihat masyarakat, sekurang-kurangnya mengingat masyarakat yang telah berupa Negara. Dalam kehidupan primitif komunal dimana alat-alat produksi dimiliki bersama, pengisapan manusia oleh manusia tidak didapati, kelas masyarakat tidak ada, masyarakat tidak mengenal kekuasaan, oleh karena itu tidak mengenal Negara. Bentuk Negara itu tidak selamanya ada, maka sejarah manusia sesudah terbentuknya Negara memperlihatkan empat tingkatan produksi. Produksi berdasar penghambaan, feodalisme, produksi kapitalis atau borjuis, dan produksi sosialisme.

Teori dialektika dengan tesis, anti tesis, dan sintesis dapat diterapkan baik dalam hubungan kelas-kelas itu, maupun pada tingkat-tingkat produksi itu sendiri. Demikianlah tesis bangsawan menimbulkan anti tesis golongan peminjam tanah, tetapi keduanya ini menumbuhkan sintesis golongan borjuis. Hal itu merupakan tesis kembali dan anti tesis adalah golongan pekerja. Sintesisnya adalah manusia komunis yang terdapat dalam golongan komunisme. Bila tingkat produksi diambil sebagai tesis, dan kita mulai


(32)

dengan tingkat feodalisme, maka anti tesisnya adalah tingkat produksi borjuis atau kapitalisme, sintesisnya adalah tingkat produksi sosialisme. Dengan demikian Negara merupakan alat dari kelas penguasa (berpunya) untuk menindas kelas yang dikuasai (tidak berpunya). Negara dan pemerintah identik dengan kelas penguasa, artinya dengan kelas berpunya, berturut-turut dalam sejarah manusia dikenal kelas pemilik budak, kelas bangsawan (tuan tanah), kelas borjuis.

Komunisme dan masyarakat tanpa kelas. Yang dimaksud Marx dengan komunisme bukanlah sebuah kapitalisme Negara. Marx mengatakan hanya ada permulaan, sosialisasi berarti nasionalisasi, jadi Negara mengambil alih hak milik pribadi.

Ciri-ciri masyarakat komunis adalah penghapusan hak mlik pribadi atas alat-alat produksi penghapus adanya kelas-kelas sosial, menghilangnya Negara, penghapusan pembagian kerja. Kelas-kelas tidak perlu dihapus secara khusus sesudah kelas kapitalis ditiadakan, karena kapitalis sendiri sudah menghapus semua kelas, sehingga hanya tinggal proletariat. Itulah sebabnya revolusi sosialis tidak akan menghasilkan masyarakat dengan kelas atas dan kelas bawah.

Marx tidak pernah menguraikan bagaimana ia membayangkan organisasi masyarakat setelah penghapusan hak milik pribadi. Ia hanya berbicara secara abstrak dan umum. Satu-satunya tempat dia berbicara banyak adalah dalam german ideology. “dalam masyarakat komunis masing-masing


(33)

orang tidak terbatas pada bidang kegiatan eksklusif, melainkan dapat mencapai kecakapan dalam bidang apapun, masyarakat mengatur produksi umum, dengan memungkinkan hal ini saya kerjakan hari ini, hal itu besok, pagi hari berburu, siang hari memancing ikan, sore hari memelihara ternak, sesudah makan mengkritik…”( MEW 3.33 )

Marx menggunakan istilah sosialisme dan komunisme dalam arti yang sama, yaitu keadaan masyarakat sesudah penghapusan hak milik pribadi atas alat-alat produksi. Langkah pertama adalah kediktatoran proletariat dan sosialisme Negara, lalu sesudah kapitalisme dihancurkan, Negara semakin kehilangan fungsinya. Sosialisme tercapai apabila tidak ada lagi sedangkan Negara komunis yang dimaksud Marx adalah bahwa Negara bukan hanya menghilang bahkan menjadi yang maha kuasa.

Bagi Marx perhatian pada kebebasan manusia menjadi masalah bagaimana orang menjadi tidak teralienasi secara sosial. Hal ini merupakan proses yang membutuhkan bentuk ekonomi khusus yakni sosialisme. Suatu kondisi perkembangan khusus suatu pemahaman bahwa rantai yang membelenggu rakyat adalah politik dan bahwa hal itu diakibatkan oleh dominasi kelas.

2. Menurut Emile Durkheim

Masyarakat merupakan suatu kenyataan objektif pribadi-pribadi yang menjadi anggotanya. Perhatian Durkheim yang utama adalah bagaimana masyarakat dapat mempertahankan integritas dan koherensinya di masa


(34)

modern, ketika hal-hal seperti latar belakang, keagamaan, dan etnik bersama tidak ada lagi. Untuk memepelajari kehidupan sosial dikalangan masyarakat modern, Durkheim berusaha menciptakan salah satu pendekatan ilmiah pertama terhadap fenomena sosial. Bersama Herbert Spencer, Durkheim merupakan salah satu orang pertama yang menjelaskan berbagai bagian dari masyarakat dengan mengacu kepada fungsi yang mereka lakukan dalam mempertahankan kesehatan dan keseimbangan masyarakat. Suatu hal yang bakal dikenal dengan fungsionalisme.

Durkheim juga menekankan bahwa masyarakat lebih dari sekedar jumlah dari seluruh bagiannya. Jadi berbeda dengan Max Webber, ia memusatkan perhatian bukan kepada apa yang memotivasi tindakan-tindakan dari setiap pribadi (individualisme metodologis), melainkan lebih kepada penilitian “faktor-faktor sosial”, istilah yang diciptakannya untuk menggambarkan fenomena yang ada dengan sendirinya dan tidak terikat dengan tindakan individu. Ia berpendapat bahwa fakta sosial mempunyai keberadaan yang independen yang lebih besar dan lebih objektif daripada tindakan-tindakan individu yang membentuk masyarakat dan hanya dapat dijelaskan melalui fakta-fakta sosial lainnnya, misalnya melalui adaptasi masyarakat terhadap iklim atau situasi ekologis tertentu.

Dalam bukunya “Pembagian Kerja dalam Masyarakat” (1893), Durkheim meneliti bagaimana tatanan social dipertahankan dalam berbagai bentuk masyarakat. Ia memusatkan perhatian pada pembagian kerja, dan ia


(35)

meneliti bagaimana hal itu berbeda dalam masyarakat tradisional dan masyarakat moden. Para penulis sebelum dia, seperti Herbert Spencer dan Ferdinand Toeenis berpendapat bahwa masyarakat berevolusi dengan organisme hidup, bergerak dari keadaan yang sederhana kepada yang lebih komplek yang mirip dengan kerja mesin-mesin yang rumit. Durkheim membalikkan rumusan ini sambil menambahkan teorinya kepada kumpulan teori yang harus berkembang mengenai kemajuan sosial, evolusionisme sosial dan darwinisme sosial. Ia berpendapat bahwa masyarakat-masyarakat tradisional bersifat “mekanis” dan dipersatukan oleh kenyataan bahwa setiap oaring lebih kurang sama, dan karenanya mempunyai banyak kesamaan diantaranya sesamanya. Dalam masyarakat tardisional, kata Durkheim, kesadaran kolektif sepenuhnya mencakup kesadaran individual. Norma-norma sosial kuat, dan perilaku sosial diatur dengan rapi.

Dalam masyarakat modern, pembagian kerja yang sangat komplek menghasilkan solidaritas organik. Spesialisasi yang berbeda-beda dalam bidang pekerjaan dan peranan sosial mnciptakan ketergantungan yang mengikat orang kepada sesamanya, karena mereka tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Dalam masyarakat mekanis, misalnya seorang petani gurem hidup dengan masyarakat swa-sembada dan terjalin bersama oleh warisan bersama dan pekerjaan yang sama. Dalam masyarakat modern yang organik, para pekerja memperoleh gaji dan harus mengandalkan orang lain yang mengkhususkan diri dalam produk-produk tertentu untuk memenuhi


(36)

kebutuhan mereka. Akibat dari pembagian kerja yang sangat rumit ini, kesadaran individual berkembang dalam cara yang berbeda dari kesadaran kolektif.

Durkheim menghubungkan jenis solidaritas pada suatu masyarakat tertentu dengan dominasi dari suatu sistem hokum. Ia menemukan bahwa masyarakat yang memiliki solidaritas mekanis hokum sering kali bersifat represif, yaitu pelaku suatu kejahatan atau perilaku menyimpang akan terkena hukuman, dan hal itu akan membalas kesadaran kolektif yang dilanggar oleh kejahatan itu, hukuman itu bertindak lebih untuk mempertahankan keutuhan kesadaran. Sebaliknya dalam amsyarakat yang memiliki solidaritas organik, hokum bersifat restitutif, yaitu bertujuan bukan untuk menghukum melainkan untuk memulihkan aktifitas normal dari suatu masyarakat yang komplek.

Jadi, perubahan masyarakat yang cepat karena semakin meningkatnya pembagian kerja menghasilkan suatau kebingungan tentang norma dan semakin meningkatnya sifat yang tidak pribadi dalam kehidupan sosial, yang akhirnya mengakibatkan runtuhnya norma-norma sosial yang mengatur perilaku. Durkheim menyebut keadaan ini sebagai anomie. Dari keadaan anomie muncullah beberapa perilaku menyimpang, dan yang paling menonjol adalah bunuh diri.

Dalam bukunya yang berkonsep anomie dalam “bunuh diri” yang diterbitkan tahun 1897. Dalam bukunya ini, Durkheim meneliti tentang bunuh diri dalam masyarakat protestan dan khatolik, dan menjelaskan dan contol


(37)

sosial yang lebih tinggi diantara orang khatolik menghasilkan tingkat bunuh diri yang lebih rendah. Menurut Durkheim, orang yang mempunyai suatu tingkat keterikatan tertentu kepada kelompok-kelompok mereka, yang disebutnya integritas social. Tingkat integritas yang secara abnormal tinggi atau rendah dapat menghasilkan bertanbahnya tingkat bunuh diri. Tingkat yang rendah menghasilkan hal ini karena rendahnya integritas menghasilkan masyarakat yang tidak terorganisasi, menyebabkan orang melakukan bunuh diri sebagai upaya terakhir, sementara tingkat yang tinggi yang menyebabkan orang bunuh diri agar mereka tidak menjadi beban bagi masyarkat. Menurut Durkheim, masyarakat khatolik mempunyai tingkat integritas yang normal, sementara masyarakat protestan mempunyai tingkat integritas yang rendah. Karya ini telah mempengaruhi para penganjur teori control, dan seringkali disebut sebagai studi sosiologis yang klasik.

Pengertian masyarakat selain menurut Karl Marx dan Emile Durkheim, disebutkan juga oleh beberpa orang yang dijelaskan secara singkat, diantaranya:

a. Menurut Selo Sumardjan masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan.

b. Menurut paul B. Horton & C. Hunt masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu daerah tertentu, mempunyai kebudayaan yang


(38)

sama serta melakukan kegiatan di dalam satu kelompok atau organisasi tersebut.

c. Menurut Syeikh Taqyudin An-Nabhani, sekelompok orang bisa dikatakan sebagai masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan, serta sistem atau aturan yang sama. Dengan kesamaan tersebut, manusia kemudian berinteraksi sesama mereka berdasarkan kemaslahatan.

Manusia merupakan mahkluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan sekitar. Dengan menggunakan pikiran, naluri, pikiran keinginan dan sebagainya manusia memberi reaksi dan melakukan interaksi dengan alam sekitarnya. Pola interaksi sosial dihasilkan oleh perilaku yang berkesinambungan dalam suatu masyarakat.

Menurut Soerjono Soekanto dalam masyarakat setidaknya memuat unsur-unsur sebagai berikut :

a. Beranggotakan minimal dua orang. b. Anggotanya sadar sebagai satu kesatuan

c. Berhubungan dalam waktu yang cukup lama yang menghasilkan manusia baru yang saling berkomunikasi dan membuat aturan-aturan hubungan antar anggota masyarakat.

d. Menjadi sistem hidup bersama yang menimbulkan kebudayaan serta keterkaitan satu sama lain sebagai anggota masyarakat.


(39)

Selain unsur-unsur tersebut, masyarakat juga harus mempunyai cirri-ciri atau kriteria, menurut Marion Levy masyarakat bisa dikatakan sebagai masyarakat yang baik apabila mempunyai kriteria sebagai berikut a. Ada sistem tindakan utama

b. Saling setia pada sistem tindakan utama

c. Mampu bertahan lebih dari masa hidup seorang anggota

d. Sebagian atau seluruh anggota baru didapat dari kelahiran atau proses reproduksi.

D. Tionghoa

Suku bangsa Tionghoa (biasa disebut juga China) adalah salah satu etnis di indonesia. Biasanya mereka menyebut dirinya tenglang (hokkien), tengnang (Thiociu), atau Thongnyin (hakka). Dalam bahasa mandarin mereka disebut Tangren (orang tang). Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa orang Tionghoa-indonesia mayoritas berasal dari China selatan yang menyebut diri mereka sebagai orang tang, sementara orang China utara menyebut diri mereka orang han (hanren).

Leluhur orang Tionghoa-indonesia berimigrasi secara bergelombang sejak ribuan tahun yang lalu melalui kegiatan perniagaan. Peran mereka beberapa kali muncul dalam sejarah indonesia, bahkan sebelum Republik Indonesia dideklarasikan dan terbentuk. Catatan-catatan dari China menyebutkan bahwa kerajaan-kerajaan kuno di Indonesia telah berhubungan erat dengan


(40)

dinasti-dinasti yang berkuasa di China. Faktor inilah yang kemudian membuat lalu lintas perdagangan barang dari China ke Indonesia atau sebaliknya menjadi semakin lancar.

Setelah Negara Indonesia merdeka, orang Tionghoa yang berkewarganegaraan Indonesia digolongkan dalam salah satu suku dalam lingkup nasional Indonesia sesuai pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.

Tionghoa atau tionghwa, adalah istilah yang dibuat sendiri oleh orang keturuan China yang ada di Indonesia, yang berasal dari kata Zhonghua dalam bahasa mandarin. Zhonghua dalam dialek hokkian dilafalkan sebagai Tionghoa.

Wacana cung hwa setidaknya sudah dimulai sejak tahun 1880, yaitu adanya keinginan dari orang-orang China untuk terbebas dari kekuasaan dinasti kerajaan dan membentuk suatu Negara yang lebih demokratis dan kuat. Wacana ini sampai terdengar oleh orang asal China yang bermukim di Hindia Belanda yang ketika itu dinamakan orang China.

Sekelompok orang yang anak-anaknya lahir di Hindia Belanda merasa perlu mempelajari kebudayaan dan bahasanya. Pada tahun 1900 mereka membuat sekolah di Hindia Belanda, dibawah naungan suatu badan yang diberi nama “Tjung Hwa Hwei Kwan”, bila dilafalkan Indonesia menjadi “Tiong Hoa Hwe Kwan”(THHK). THHK dalam perjalanannya bukanhanya memberikan pendidikan budaya dan bahasa China, tetapi juga menumbuhkan rasa persatuan


(41)

orang-orang Tionghoa di Hindia Belanda, seiring dengan perubahan istilah “China” menjadi “Tionghoa” di Hindia Belanda.

Ramainya interaksi perdagangan di daerah pesisir tenggara China, menyebabkan banyak sekali orang-orang yang merasa perlu untuk keluar berlayar untuk berdagang, tujuan utama saat itu adalah asia tenggara. Karena pelayaran sangat tergantung dengan angin musim, maka setiap tahunnya para pedagang akan sering bermukim di wilayah asia tenggara yang disinggahinya. Demikian seterusnya ada pedagang yang memutuskan untuk menetap dan menikahi wanita setempat, ada juga pedagang yang pulang ke China untuk kembali berdagang.

Orang-orang Tionghoa yang bermukim di Indonesia, umumnya berasal dari tenggara China, mereka termasuk suku-suku : Hakka, Hainan, Hokkien, Kantonis, Hokchia, Tiochiu. Daerah asal yang terkonsentrasi di pesisir tenggara ini dapat dimengerti, karena sejak jaman Dinasti Tang kota-kota pelabuhan di pesisir tenggara China memang telah menjadi Bandar perdagangan yang ramai. Quanzhou pernah tercatat sebagi Bandar perdagangan tersibuk dan terbesar di dunia pada jaman itu.

Sebagian besar orang-orang China di Indonesia menetap di pulau jawa. Daerah-daerah lain dimana mereka juga menetap dalam jumlah besar selain dalam perkotaan adalah di daerah : Sumatra utara, Bangka-belitung, Sumatra Selatan, Lampung, Lombok, Kalimantan Barat, Banjarmasin, dan beberapa tempat di pulau Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara.


(42)

a. Hakka : Aceh, Sumatra Utara, Bangka Belitung, Sumatra Selatan, Lampung, Jawa, Kalimantan Barat, Banjarmasin, Sulawesi Selatan, Manado, Ambon, Jayapura.

b. Hinan : Riau (pekanbaru & batam) dan Manado.

c. Hokkien : Sumatra Utara, Padang, Pekanbaru, Jambi, Sumatra Selatan, Bengkulu, Jawa Bali (terutama di Denpasar dan Singaraja), Banjarmasin, Kutai, Sumbawa, Manggarai, Kupang, Makassar, Kendari, Sulawesi Tengah, Manado dan Ambon.

d. Kantonis : Jakarta, Makassar dan Manado.

e. Hokchia : Jawa, terutama di Bandung, Cirebon dan Surabaya.

f. Tiochiu : Sumatra Utara, kepulauan Riau, Sumatra Selatan, dan Kalimantan Barat (khususnya Pontianak dan Ketapang)

Di tangerang, banten, masyrakat Tionghoa telah menyatu dengan masyarakat sekitar dan telah menyatu lewat perkawinan, sehingga waktu kulit mereka lebih gelap dari Tionghoa yang lain. Sehingga julukan untuk merka menjadi “China Benteng”. Keseniannya yang masih ada disebut Cokek, sebuah tarian lawan jenis secara bersamaan dengan iringan paduan campuran music jawa, China, Sunda, dan Melayu.

Dengan berkembangnya kerajaan-kerajaan di nusantara, para imigran Tiongkok mulai berdatangan, terutama untuk kepentingan perdagangan. Pada prasasti-prasasti jawa orang China disebut sebagai warga asing yang menetap disamping nama-nama suku bangsa dari nusantara, daratan Asia tenggara dan


(43)

anak benua india. Dalam prasasti perunggu di tahun 860 dari jawa timur disebut suatu istilah Juru China, yang berkait dengan jabatan orang-orang Tionghoa yang tinggal disana. Beberapa motif relief di Candi Sewu diduga mendapat pengaruh dari kain-kain sutra tiongkok.

Catatan Ma-Huan ketika ikut dalam expedisi Ceng Ho menyebut secara jelas bahwa pedagang China muslim menghuni ibu kota dan kota-kota Bandar majapahit(abad 15) dan membentuk satu dari komponen penduduk kerajaan tersebut. Expedisi CengHo juga meninggalkan jejak di kota semarang, ketika orang keduanya, Wang Jinghong, sakit dan terpaksa melepas sauh di Simongan (sekarang bagian kota semarang). Wang kemudian menetap karena tidak dapat mengikuti Expedisi selanjutnya. Ia dan pengikutnya menjadi cikal bakal masyarakat Tionghoa di kota Semarang. Wang mengabadikan Cengho menjadi sebuah patung (disebut “Mbah Ludakar Juragan Dampo Awang Sam Po Kong”) serta membangun klenteng klenteng Sam Po Kong atau Gedung Batu. di komplek ini Wang juga di kuburkan dan mendapat julukan “Mbah Juragan Dampo Awang”.

Reformasi yang digulirkan pada tahun 1998 telah banyak memberi perubahan bagi warga Tionghoa di Indonesia, walau belum 100% perubahan tersebut terjadi, namun hal ini sudah menunjukan tren perubahan pandangan pemerintah dan warga pribumi kepada masyarakat Tionghoa. Bila pada masa Orde Baru aksara, budaya, ataupun atraksi Tionghoa dilarang untuk dipertontonkan di depan publik, saat ini telah menjadi pemandangan umum hal


(44)

tersebut dilakukan. Di Medan, Sumatra Utara, misalnya hal biasa warga Tionghoa menggunakan bahasa Hokkien atau menggunakan aksara Tionghoa di depan toko-toko atau rumah mereka. Sekarang warga Tionghoa telah membaur bersama warga pribumi yang lainnya, baik itu di kota-kota besar dan juga di Surakarta.


(45)

BAB III PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Klenteng Avalokitesvara

Klenteng Avalokitesvara merupakan Klenteng paling tua yang ada di Surakarta. Klenteng tersebut terletak di jln R.E Martadinata No 14 Surakarta, atau yang lebih sering dikatakan dekat dengan pasar gedhe, sebuah pasar yang dianggap mempunyai sejarah yang berpengaruh di kota Surakarta.

Sama seperti tempat agama-agama yang lain, Klenteng ini juga digunakan sebagai tempat ibadah bagi warga Tionghoa yang tinggal di Surakarta. Di dalam Klenteng ini juga terdapat beberapa bagian dan beberapa Dewa, seperti halnya tepat setelah kita masuk terdapat sebuah kolam kecil yang tujuannya digunakan sebagai tempat membersihkan kaki dan tangan. Sesudah melewati kolam tersebut terdapat sebuah meja yang digunakan sebagai tempat sembahyang yang dinamakan Bilekhud, sebelah kanan dan kiri dari Bilekhud terdapat dua ukiran naga dan singa. sebuah pembakar uang kertas yang disebut Jin Li terletak di bagian depan Klenteng. Diruang tengah Klenteng Avalokitesvara tampak banyak patung Buddhis yang berkualitas baik, tiga patung besar di belakang patung Kwan Im pada tembok belakang yang melambangkan San-Zun fo-Zu, semacam Tri Tunggal Buddhis yang disertai sejumlah patung yang lebih kecil.


(46)

Klenteng Avalokitesvara terdapat sebuah lampion yang digunakan sebagai penerangan dan di bawah lampion dituliskan nama seseorang yang dimaksudkan sebagai pengharapan bagi apa yang diinginkan orang tersebut, selain memakai lampion, orang-orang Tionghoa juga memakai lilin untuk media menggantungkan harapan, seperti di Klenteng Avalokitesvara terdapat dua buah lilin yang berukuran besar yang digunakan sebagai pengharapan orang tersebut.

B. Sejarah Berdirinya Klenteng

Pada masa dinasti Tang ( 618-907 ) China berhasil mengirim ekspedisi militernya ke China selatan, sejak itu orang China banyak yang menyebar ke Asia Tenggara dan menetap di sana. Pada masa dinasti Sung ( 907-1127 ) mulai banyak pedagang-pedagang China yang berdagang di Asia Tenggara termasuk di Indonesia dengan membawa barang dagangan teh dan benda porselin dari China yang indah, kain sutra yang halus dan obat-obatan, sedangkan mereka membeli dan membawa pulang hasil bumi Indonesia. Orang-orang China mulai merantau ke Indonesia pada masa akhir pemerintahan dinasti Tang. Daerah pertama yang di datangi adalah Palembang yang pada masa itu merupakan pusat perdagangan kerajaan sriwijaya kemudian mereka datang ke pulau jawa untuk mencari rempah-rempah. Orang China datang ke Indonesia dengan membawa unsur kebudayaan, termasuk unsur agama, dengan demikian kebudayaan china menjadi bagian dari kebudayaan Indonesia.


(47)

Keberadaan masyarakat Tionghoa di Indonesia umumnya, khususnya dipulau jawa telah tercatat dalam sejarah berabad-abad lamanya. Mereka telah bermukim lama sebelum kadatangan pedagang dari Eropa. Masyarakat Tionghoa yang berada di pulau jawa kebanyakan berprofesi sebagai pedagang. Dengan adanya kegiatan perdagangan ini mereka membuat kelompok hunian yang berdekatan dengan jalur transportasi dan tempat berdagang.

Dalam masyarakat Tionghoa dikenal tiga agama yaitu Khong Hu Cu, Tao dan Buddha. Tetapi dalam prakteknya tidak ada fanatisme terhadap salah satu ajaran agama tersebut, dengan kata lain kegiatan agama dilakukan secara bersamaan, ajaran ketiga agama tersebut dikenal dengan nama Tridharma. Kepercayaan terhadap ajaran agama diwujudkan dalam suatu upacara suci dimana upacara tersebut juga melibatkan masyarakat. Oleh karena itu dibutuhkan tempat atau bangunan suci yang digunakan sebagai tempat melakukan upacara keagamaan. Semua masyarakat beragama di dunia ini pasti memiliki tempat yang digunakan sebagai tempat upacara keagamaan, demikian juga dengan masyarakat Tionghoa, mereka juga mempunyai tempat keagamaan yang dinamakan Klenteng.

Kota Surakarta terdapat sebuah Klenteng yang dianggap sebagai Klenteng yang paling tua. Klenteng tersebut dinamakan Klenteng Avalokitesvara atau Tien kok Sie yang terletak di Jln, R.E Martadinata No 14, tepatnya di sebelah selatan pasar gedhe, sebuah pasar yang menjadi saksi penting perjalanan interaksi sosial masyarakat Surakarta. jawa, china, arab tumpah ruah di pasar itu,


(48)

semua terlibat dalam transaksi jual beli. Klenteng Avalokitesvara yang sudah berusia 264 tahun tepatnya dibuat tahun 1745, merupakan tempat ibadah Tri Dharma ( Khong Hu Cu, Tao dan Buddha ) bangunan ini kental dengan bangunan Tiongkok. Nilai sejarah Klenteng ini membuat banyak pengunjung untuk singgah dan berdo’a. Klenteng ini dulunya dibuat untuk tempat tinggal para pedagang Tiongkok yang singgah di Surakarta, tanah tersebut diberikan oleh pihak kraton Surakarta. Klenteng avalokitesvra mempunyia bermacam-macam Dewa-Dewi yang diagungkan, diantaranya adalah:

1. Tho Ti Kong ( Fu De Zheng Sen )

Bagi masyarakat Tionghoa Dewa Tho Ti Kong disebut sebagai Dewa Bumi, Dewa Tho Ti Kong juga disebut sebgai Dewa yang paling tua. Beliau lahir pada tahun 1134 SM pada zaman dunasti Zhou ( masa kaisar Zhou Wu Wang ). Sejak kecil sudah menunjukan bakat sebagai orang pandai dan berhati mulia. Pada masa itu beliau menjabat sebagai Menteri Urusan pemungutan pajak, beliau selalu bertindak bijaksana dan tidak memberatkan rakyat, sehingga rakyat sangat mencintainya. Tho Ti Kong ditampilkan dengan sosok orang tua yang berambut dan berjenggot putih dengan senyum ramah, biasanya Tho Ti Kong tampak menggenggam sebongkah emas di tangan kanannya.


(49)

2. Thien Shang Shen Mu ( Mak Co )

Thien Shang Shen Mu dikenal dengan sebutan Mak Zu atau Mak Co. karena kehidupannya yang sederhana dan suka berbuat baik, orang-orang menyebut dirinya sebagai Lin San Ren yang berarti orang baik. Nama asli dari Dewi Thien Shang Shen Mu adalah Lin Mo Niang, dia dilahirkan pada masa pemerintahan kaisar Tai Zu dari dinasti Song utara. Selama sebulan setelah dilahirkan Lin Mo Niang tidak pernah menangis. Thien Shang Shen Mu dianggap sebagi Dewi pelindung pelaut, sosoknya digambarkan sebagai dewi yang sangat cantik dan berpakain kebesaran seorang permaisuri dan dikawal oleh dua siluman yang pernah ditaklukkannya, yaitu Qian Li Yan dan Sung Fe Er. Mak Co juga bisa menyembuhkan orang yang sakit, karena keahliannya inilah orang-orang pada jaman dulu menyebutnya sebagai Ling Nu ( gadis mukjizat ), Long Nu ( gadis naga ), dan Shen Gu ( bibi yang sakti ). Oleh karena itu di dalam Klenteng Avalokitesvara terdapat air berkah dari Mak co, yang mempunyai tujuan untuk menyembuhkan orang yang sakit.

3. Xuan Tian Shang Ti

Xuan Tian Shang Ti adalah Dewa langit pengusir setan. Nama asli Xuan Tian Shang Ti adalah Xuan Wu, ibunya mengandung Xuan Wu selama 14 bulan. Setelah melihat banyak orang-orang yang bertindak semaunya, orang kaya hidup dengan berlebihan dan orang-orang miskin mati kelaparan, itu semua membuatnya ingin menjadi dewa dan meninggalkan kehidupan


(50)

duniawi. Xuan Tian Shang Ti ditampilkan sebagai seorang Dewa yang mamakai pakaian perang keemasan tangan kanannya memegang pedang dan kakinya tanpa alas menginjak kura-kura dan ular. Wajahnya berwibawa dengan jenggot warna putih dan rambutnya terurai kebelakang.

4. Cai sen Ye

Dalam ajaran agama Buddha, Cai Sen Ye merupakn Dewa harta atau Dewa kekayaan. Sosok Dewa kekayaan ini digambarkan dengan panglima perang yang mempunyai wajah seram dengan pakaian perang lengkap, satu tangan menggenggam ruyung dan tangan yang lain menggenggam sebongkah emas menaiki seekor harimau hitam.

5. Cao Kun Kong

Di dalam Klenteng Avalokitesvara terdapat seduah dewa yang disebut dewa dapur atau Cao Kun Kong. Cao Kun Kong dulunya adalah seseorang yang suka judi yang selalu kalah sampai hartanya habis untuk berjudi. Sampai pada akhirnya ia pun membujuk istrinya untuk menjual diri kepada seseorang yang kaya raya, uang hasil penjualan istrinya ia gunakan lagi untuk berjudi. Kemudian ia pun sadar akan kebaikan istrinya tersebut, ia pun membenturkan kepala di dinding dapur, istrinya sendiri menguburkan Cao Kun Kong di dapur rumah tersebut dan tiap hari Uposata ( Cap Go – Ce It ) dan hari menjelang imlek, istrinya selalu bersembahyang dimakam tersebut.


(51)

6. Men Sen / Meng Sin

Dalam kebudayaan Tionghoa Meng Sen dianggap sebagai Dewa pintu yang dapat mengusir hantu atau setan. Ceritanya pada masa kaisar Li Sen Bin naik tahta beliau sering diganggu setan, kemudian dua orang jendral perang terkenal memutuskan untuk menjaga pintu kaisar, mereka adalah Cin Siok Po dan Ut Ti kong. Mereka berdiri di kedua pintu lengkap dengan memakai pakaian perang, pada malam tersebut benar-benar tidak terjadi apa-apa, kaisar juga tidak pernah diganggu roh-roh jahat. Sejak saat itu kaisar tidak pernah diganggu lagi oleh setan, berita tersebut terdengar sampai kependuduk, kemudian orang-orang menganggap mereka sebagai Dewa pintu yang dapat mengusir setan. Pemasangan Dewa pintu ini tidak hanya terdapat di Klenteng, tetapi sudah umum di pasang di rumah-rumah atau kantor-kantor warga Tionghoa.

7. Te Cong Ong Po Sat

Dalam hati orang tioghoa Te Cong Ong Po Sat adalah dewa pelindung bagi arwah-arwah di akhirat yang mengalami penyiksaan agar dapat terbebas dan dapat hidup kembali. Te Cong Ong Po Sat merupakan dewa yang paling banyak dipuja masyarakat Tionghoa setelah dewi Guan Yin. Hati Te Cong Ong Po Sat seperti bumi yang sangat besar yang dapat menyimpan apa saja, termasuk manusia yang sangat banyak, memiliki kebajikan. Ia sering


(52)

dikaitkan dengan sepuluh raja akhirat, kesepuluh raja akhirat tersebut merupakan bawahan langsung dari Te Cong Ong Po Sat, Ia juga mendapat julukan sebagai pemuka agama di akhirat. Ia menjadi pelindung bagi para arwah dan membimbing mereka untuk menyadari perbuatan buruk di masa lalu dan tidak akan mengulanginya lagi. Sumpah agungnya yang terkenal berbunyi “kalau bukan aku yang pergi ke neraka untuk menolong roh-roh yang tersiksa di sana, siapakah yang akan pergi?...kalau neraka belum kosong dari roh-roh yang menderita aku tidak akan menjadi Buddha. Te Cong Ong Po Sat ditampilkan dengan keadaan duduk di atas teratai memakai topi Buddha berdaun lima yang mamancarkan wajah penuh kasih, memegang tongkat bergelang. Pada saat dibawa berjalan gelang-gelang tersebut akan mengeluarkan bunyi gemerincing, yang dimaksudkan untuk membuat hewan-hewan kecil yang ada disekitar menyingkir agar tidak terinjak, itu merupakan salah satu sila dasar agama Buddha tidak boleh membunuh mahkluk hidup.

8. Kwan Im Pho Sat

Sebelum agama Buddha masuk pada akhir dinasti dinasti Han, Kwan im Pho Sat dikenal dengan sosok Pek Le Tai Su adalah dewi berbaju putih yang welas asih, kemudian beliau identik dengan perwujudan budha Avalokitesvara. Pada mulanya Avalokitesvara merupakan sosok pria, pengaruh dari ajaran tao serta khong hu cu sosok Avalokitesvara bodhisattva ditampilkan dengan sosok wanita. Kwan Im sendiri menampilkan sosok


(53)

wanita agar lebih leluasa untuk membantu kaum wanita, Dewi Kwan Im lahir pada jaman kerajaa Ciu / Cian Kok pada tahun 403-221 SM. Kwan Im Pho Sat juga memiliki seorang pengawal yang diberi nama Ang Hia Jie, ia mempunyai kesaktian dapat mengeluarkan api dari dalam mulutnya yang merupakan putri Gu Mo Ong atau raja kerbau. Walaupun mempunyai bermacam rupa, tapi di dalam klenteg Avalokitesvara Kwan Im ditampilkan dengan sosok wanita cantik yang keibuan dengan wajah penuh keanggunan. Di belakang Kwan Im terdapat Tay Su Ci Pho Sat, Omi Tuhud, dan Yok Suhud.

9. Ba Xian Guo Hai

Ba Xian adalah Dewa-Dewi Tao yang hidup pada masa yang berbeda yang dapat mencapai hidup yang kekal. Mereka sering dilukiskan pada benda-benda porselin, patung, sulaman, lukisan, dan sebagainya. Dewa-Dewi Ba Xian melukiskan kehidupan yang berbeda-beda, yaitu kemiskinan, kekayaan, kebangsawanan, kaum muda, kaum tua, kejantanan. Kewanitaan. Ba xian dihormati dan dipuja karena menunjukan kebahagiaan. Dewa-Dewi yang disebut Ba Xian adalah :

a. Zhong Li Quan

Zhong Li Quan merupakan seorang jendral kerajaan dalam masa dinasti han. Pada hari tuanya dia menjadi petapa dan mendalami ajaran Tao. Zhao Li Quan digambarkan sebagai sosok yang laki-laki gemuk


(54)

bertelanjang perut dan membawa kipas bulu yang dapat mengendalikan lautan.

b. Zhang Guo Lao

Zhang Guo Lao adalah seorang kepala akademi kerajaan, namun dia mengundurkan diri untuk menjadi petapa di gunung Chuang Tiao. Ia memiliki keledai ajaib yang dapat membawanya berjalan ribuan kilometer setiap hari, keledai tersebut bisa dilipat seperti kertas dan dapat dibuka kembali. Sosok Zhang Guo Lao digambarkan sedang menaikki keledai yang terbalik, simbolnya adalah tempat ikan yang terdiri dari batang bamboo dengan tabung kecil yang muncul di ujungnya, Zhang Guo Lao dipuja sebagai pembawa keturunan laki-laki.

c. Lu Dong Bin

Lu Dong Bin adalah seorang sastrawan dan petapa yang mempelajari agama Tao. Simbol Lu Dong Bin adalah pedang pembunuh Roh Jahat dan dengan gerakan yang cepat, dia bisa dikatakan sebagai Dewa tersohor dari delapan Dewa, dianggap sebagai penolong orang miskin dan pengusir roh jahat.

d. Li Tie Guai

Memiliki nama asli Li Xuan, dia melambangkan cacat dan keburukan, berusaha untuk meringankan beban penderitaan manusia. Li Tie Guai memiliki sebuah tongkat besi yang bermuka hitam, dia membawa sebuah labu yang digunakan untuk menolong manusia.


(55)

e. Cao Guo Ji

Cao Guo Ji merupakan putra dari Cao bin, seorang komandan militer. Cao Guo Ji digambarkan memakai jubah kebesaran dan topi pengadilan, di tangannya ada kertas catatan kerajaan dan sepasang alat music kastanyet.

f. Lan Cai He

Sering ditampilkan dengan pakaina berwarna biru dan tidak memakai alas kaki, ia mengemis sepanjang jalan dan melantunkan syair-syair kehidupan yang tidak kekal dan kesenangan yang hampa, Lan Cai He kadang terlihat seperti seorang wanita.

g. Han Xiang Zi

Han Xiang Zi melambangkan masa muda, dia adalah keponakan dari Han Yu, seorang mentri pada masa dinasti Tang, simbolnya adalah sebuah suling. Seorang pecinta kesunyian, mewakili orang ideal yang senang tinggal di tempat alamiah.

h. He Xian Gu

Satu-satunya wanita diantara delapan Dewa, berpenampilan halus dan lemah lembut dan sering terlihat membawa bunga teratai yang dapat dipakai untuk mengobati orang sakit. Kadang dia digambarkan berada diatas kelopak teratai yang terapung sambil memegang pengusir lalat.


(56)

i. Bun Cu Po Sat

Masyarakat Tionghoa menganggap bahwa sumber dari penderitaan manusia adalah kesesatan, untuk mengatasi kesesatan itu harus dilakukan dengan kebijaksanaan. Bun Cu Po Sat merupakan perwujudan dari kebijaksanaan, bahkan ada kitab suci yang menganggap Bun Cu Po Sat merupakan guru dari semua Buddha. Hari lahir Bun Ci Po Sat diperingati setiap tanggal 4 bulan 4 imlek

Setelah kita melewati pintu depan Klenteng Avalokitesvara, disebelah kanan kita akan melihat lukisan timbul yang berbentuk naga. Naga disini mempunyai simbol sebagai sumber kebaikan dan kemakmuran, naga dipercaya mempunyai sifat supranatural, ia dapat mengecil dan dapat membesar memenuhi alam semesta, usia dari naga ditentukan dirinya sendiri. Pada simbol mata angin, naga biru dianggap sebagai hewan penjaga di timur yang mengatur hujan dan angin. Sebelah barat ada harimau putih yang dianggap dapat mengatur musim gugur. Ular hitam di sebelah utara berkaitan dengan musim dingin. Burung phoenix di selatan untuk mengatur musim panas. Pada tanggal 5 bulan 5 dalam penanggalan imlek biasa diadakan lomba perahu naga, suatau perahu dengan panjang 40 meter dan lebar 1,5 meter, dihias dengan kepala naga dan ekor naga dibagian buritan, masing-masing perahu diisi sampai 60 orang pada masing-masing perahu, diiringi dengan suara tambur dan hiasan bendera.


(57)

Naga dipercaya mempunyai empat jenis, naga langit ( tian Long ) yang dianggap sebagai daya tumbuh kembangnya langit, naga dewa ( shen Long ) yang mengatur angin dan turunnya hujan, naga bumi ( Ti Long ) menguasai mata air dan aliran sungai, naga penjaga harta ( Fu Chang Long ) diyakini harta tersebut tidak akan hilang.

Sebelah kiri kita akan melihat lukisan timbul yang berbentuk harimau, hewan ini digunakan sebagai simbol keberanian dan kejantanan, mempunyai sifat yang tegas. Hariamau digunakan sebagai simbol kemiliteran Tiongkok kuno, gambar kepala harimau sering ditempatkan di ambang pintu rumah yang dimaksudkan untuk menghalangi masuknya roh jahat ke dalam rumah. Harimau diyakini dapat berubah menjadi putih setelah 500 tahun. Naga dan harimau diyakini dapat mengusir mahkluk halus yang mempunyai niat buruk, sehingga tidak berani memasuki ruangan Klenteng.

Klenteng Avlokitesvara juga memiiki banyak lukisan di dinding sebelah kiri, lukisan yang dihasilkan berupa simbol yang berisikan pesan yang harus diartikan oleh yang menerima. Untuk mengetahui isi pesan itu harus mengetahui sejarah dan dalam kerangka apa dibuatnya. Penggunaan simbol dalam budaya Tionghoa kadang juga menggunakan suara yang sama ( homophone ), kata yang berbunyi sama ini lalu dituangkan dalam bentuk kaligrafi, ornament, dan lukisan. Mural yang terdapat pada bangunan Klenteng Avalokitesvara merupakan pesan budaya. Menurut


(58)

ajaran Tao, Buddhisme, Konfusius dalam Klenteng Avalokitesvara terdapat beberapa contoh tokoh bersejarah yang pantas ditiru oleh generasi yang akan datang. Legenda rakyat Tionghoa pada jaman dulu semuanya terangkum jadi satu di dalam Klenteng

Ada dua versi tentang asal mula kata Klenteng, yang pertama istilah Klenteng hanya terdapat di Indonesia, banyak orang-orang yang mengira kalau Klenteng berasal dari luar. Kalau dilihat dari kebiasaan orang Indonesia yang sering memberi nama kepada suatu benda atau mahkluk hidup berdasarkan bunyi-bunyi yang dihasilkan, demikian pula dengan Klenteng, ketika diadakan upacara keagamaan sering digunakan genta yang apabila dipukul akan berbunyi “Klinting Klinting” sedangkan genta yang besar akan berbunyi “Klenteng Klenteng” , maka bunyi-bunyian itu yang keluar dari tempat ibadah yang dijadikan dasar nama Klenteng. Versi lain disebutkan bahwa sekitar tahun 1650, letnan Tionghoa Guo Xun Guan mendirikan sebuah tempat ibadah untuk menghormati Kuan Yin. Ia adalah dewi welas asih Buddha yang sering dikenal dengan nama Kwan Im. Kata Tionghoa Yin-Ting inilah yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi Klenteng.

Selain itu Klenteng juga diberi nama Miao, pada mulanya Miao adalah tempat penghormatan kepada leluhur Ci ( rumah abu ). Dahulu masing-masing marga membuat Ci untuk menghormati leluhur mereka. Para Dewa-Dewi yang dihormati tentunya berasal dari suatu marga


(59)

tertentu yang pada awalnya dihormati marga atau klan mereka. Dengan berjalannya waktu maka timbul lah penghormatan bagi para Dewa-Dewi yang kemudian dibuatkan ruangan khusus yang kemudian disebut dengan Miao yang saat ini dapat dihormati oleh berbagai macam marga.

Klenteng dapat membuktikan selain sebagai tempat untuk ibadah, penghormatan bagi para leluhur, mempelajari ajaran agama, dapat juga digunakan sebagai tempat yang damai untuk semua golongan.

C. Pengaruh Warna Terhadap Kebudayaan Bagi Masyarakat Tionghoa ( Klenteng Avalokitesvara )

Warna merupakan bagian dari kebudayaan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, warna dapat mempengaruhi tingkah laku, keberuntungan, mood/perasaan seseorang. Apa yang terjadi bila di dunia ini hanya terdapat warna hitam dan putih?. Tentu saja hidup ini akan terasa hambar atau membosankan, kita bahkan tidak bisa merasakan buah-buahan yang bermacam-macam warna.

Warna merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Warna juga memerankan peranan penting dalam kehidupan sehari-hari, warna yang dipakai seseorang dapat mengidentifikasikan kepribadian dan suasana hatinya. Selain itu warna juga dipakai untuk perayaan-perayaan tertentu seperti perayaan Valentine yang identik dengan warna merah muda dan merah tua.

Dalam budaya Tionghoa semua yang dikandung di alam mempunyai makna yang berbeda, begitu juga dengan warna. Menurut ilmu fengshui warna


(60)

adalah getaran, getaran dapat respon sadar atau tidak. Pengaruh warna bagi masyarakat Tionghoa di kota Surakarta dapat dilihat di Klenteng Avalokitesvara. Menurut Bp. Henry Susanto sebagai salah satu pengurus Klenteng Avalokitesvara, dikatakan bahwa Klenteng tersebut di dominasi oleh warna merah dan kuning.

1. Merah

Warna merah dalam budaya Tionghoa dianggap sebagai warna yang paling mulia dan sebagai warna yang mendapat penghargaan paling tinggi. Nilai-nilai positif dari warna merah diantaranya kemakmuran, kehangatan, keberanian, dinamika dan kasih sayang. Warna merah dapat terlihat dalam upacara pernikahan dan hal-hal yang berhubungan dengan kebahagiaan. Menurut Bp. Herman, “merah adalah warna keberuntungan dan menjadi warna untuk pakaian pernikahan, selain itu uang dalam masyarakat Tionghoa biasa diberikan dalam amplop merah. Pada malam pertama pernikahan warna merah mempunyai makna spesial, biasanya sang wanita menyiapkan kain warna merah yang dianggap sebagai lambang keprawanan, kalu tidak ada warna merah wanita tersebut dianggap sudah tidak perawan”.

Dalam Klenteng Avalokitasvara terdapat beberapa benda yang berwarna merah, menurut Bp. Henry benda-benda tersebut diantaranya adalah Lampion. Menurut budaya Tionghoa lampion selain digunakan sebagai penerangan di Klenteng biasa digunakan dalam upacara Cap Go Meh.


(61)

Lampion mempunyai bermacam-macam warna, tapi umumnya lampion berwarna merah. Untuk keluarga yang sedang mengalami kemalangan atau mengalami kematian biasanya digunakan lampion warna putih. Dalam Klenteng Avalokitesvara dibawah lampion terdapat gantungan kertas yang bertuliskan nama orang yang masih hidup, yang dimaksudkan sebagai pengharapan orang tersebut. Benda berwarna merah yang lain adalah tiang penyangga, tiang yang digunakan sebagai penyangga Klenteng mempunyai ukuran yang cukup besar dan berjumlah 12 tiang yang dibagi di ruangan depan dan ruangan dalam. Lilin yang berukuran besar, sedang, dan kecil terlihat jelas di Klenteng, bahkan di dalam Klenteng harga-harga lilin bermacam-macam tergantung dengan ukuran lilin.

2. Kuning

Warna kuning merupakan warna yang sangat mencolok, maka dalam budaya Tionghoa warna kuning sangat identik dengan kemulyaan, keemasan dan kemakmuran. Oleh karena itu banyak warga Tionghoa yang menghiasi rumah mereka dengan benda-benda berwarna merah yang melambangkan kemakmuran. Di dalam Klenteng terdapat benda-benda berwarna kuning keemasan yang dianggap sebagai lambang kejayaan dan kemakmuran. Yuolo merupakan salah satu yang berwarna kuning, yang berfungsi sebagi tempat abu bagi orang-orang yang melakukan sembahyang, masing-masing dewa mempunyai tempat abu sendiri-sendiri. Selain itu uang kertas yang dibakar


(1)

terapkan untuk warna ruang kerjanya dan sebuah mobil. Menurut Cie San-San, warna biru merupakan warna yang memanjakan dan memberi rasa tenang. Warna biru ia terapkan untuk warna ruangan yang digunakan sebagai salon potong rambut, rebonding khusus buat wanita. Ia mengatakan warna biru bisa memberi rasa nyaman kepada para pelanggan yang datang kesalonnya untuk sekedar keramas atau perawatan rambut. Bedanya dengan warn lain, warna biru mempunyai sifat tidak menggebu-gebu, sopan, tidak terlihat mencolok dalam bersikap. Mereka yang menyukai warna biru yang cenderung gelap cenderung lebih gampang tersentuh perasaannya, sebaliknya dengan orang-orang yang menyukai warna biru yang cenderung terang lebih periang dan dapat menerima dengan pikiran positif. Dharma Sapoetra, seorang pengajar Agama Budha UNS mengatakan kalau ia terpengaruh warna biru karena sesuai dengan kelahiran dan shio yang dimilikinya. Ia menerapkan warna biru untuk pakaian yang dikenakan ketika mengajarkan agama budha setiap hari Jumat.

5. Putih

Warna putih selain mempunyai makna bersih dan suci, juga dipakai sebagai warna berkabung dalam budaya Tionghoa, itulah yang dikatakan oleh Yoshita menyikapi bajunya yang berwarna putih yang pada saat itu ia pakai mengunjungi Klenteng. Berbeda dengan Yoshita, Meme yang pada saat itu datang dengan memakai baju putih mengatakan bahwa warna putih


(2)

merupakan warna yang baik dan menjadikan moodnya bagus. Warna putih itu ia terapkan untuk warna sofa di ruang tamu, baju, dinding kamar, pintu, meja kerja.

6. Hitam.

Hitam merupakan warna yang dianggap sebagai simbol kejahatan dan kegelapan dalam budaya Tionghoa, di semua belahan dunia warna hitam merupakan warna kematian, oleh karena itu selama melakukan studi kasus di Klenteng Avalokitesvara tidak ada seorang pengunjung Klenteng yang mendapat pengaruh dari warna hitam. Bahkan seorang padagang yang mempunyai kios di sekitar Klenteng mengatakan warna hitam merupakan warna yang tidak boleh dipakai dalam keluarganya karena akan membawa kesialan.


(3)

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa kesimpulan, yaitu :

1. Warna sangat berpengaruh terhadap kebudayaan masyarakat Tionghoa.

2. Terdapat banyak perbedaan makna dari warna merah, kuning, hijau, biru, putih, hitam dalam kebudayaan Tionghoa.

B. Saran

1. Saran untuk generasi muda dan umum :

a. Sebagai generasi muda ada baiknya kalau kita melestarikan kebudayaan yang sudah ada, seperti menjaga warna untuk memiliki makna masing-masing, maksudnya tidak mencampurkan warna yang satu dengan warna yang lain yang justru dapat merubah makna dari warna-warna tersebut. b. Lebih baik jangan memberi warna rumah kita dengan warna hitam, karena


(4)

2. Saran untuk Klenteng Avalokitesvara dan pengunjung Klenteng :

a. Bagi klenteng Avalokitesvara, lebih baik ditulis kembali sejarah-sejarah berdirinya klenteng untuk lebih memudahkan generasi berikutnya mempelajari kebudayaan tionghoa di kota Surakarta.

b. Sebaiknya menggunakan warna yang cerah untuk membuat perasaan kita lebih baik dan membuat kita jadi lebih bersemangat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Fx Sutopo. Sejarah China Singkat. Yogyakarta : Garasi, 2009.

J.Linchoten. Riwayat Tionghoa Peranakan di Jawa. Depok : Komunitas Bambu, 2005.

Koentjoroningrat. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta : Djambatan, 1997.

Leo Agung. Sejarah Asia Timur. Surakarta : Lembaga Pengembangan Pendidikan UNS, 2008.

Leo Suryadinata, Etnis Tionghoa dan Pembangunan Bangsa, terj. Sori Siregar dan Teti Filantri, Jakarta : Pustaka LP3ES, 1997.

Linda Thomas, Shan Wareing. Bahasa, Masyarakat dan Kekuasaan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007.

http://15meh.blogspot.com/2008/04/pengaruh-budaya-tionghoa-dalam-budaya.html http://bataviase.co.id/node/93482

http://www.Tionghoa.com/54/kertas-lima-warna/ http://groups.yahoo.com/group/budaya_Tionghua/


(6)