BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU INFLASI DI INDONESIA.

(1)

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Jurusan Ilmu Ekonomi

Oleh :

0611010011 / FE / IE MAMIK WAHJUANTO

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(2)

i

Dengan memanjatkan puji syukur Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT yang mana telah melimpahkan segala rahmat, hidayah, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan baik tugas penyusunan skripsi ini dengan judul “Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Laju Inflasi Di Indonesia” sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian skripsi dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur di Surabaya.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan dukungan, bantuan, bimbingan, serta motivasi yang sangat berharga dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, yang telah memberikan banyak bantuan berupa sarana fasilitas perijinan guna pelaksanaan skripsi ini.

2. Bapak Dr. H. Dhani Ichsanuddin Nur, MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.


(3)

ii

4. Bapak Prof. Dr. H. Djohan Mashudi, SE, MS, selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan suatu bimbingan, pengarahan, dorongan, masukan-masukan, dan saran dengan tidak bosan-bosannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Kedua Orang Tuaku beserta semua anggota Keluargaku yang tercinta, yang telah memberikan dukungan, doa, semangat dan dorongan moral serta spiritualnya yang tulus kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

6. Bapak dan Ibu Dosen serta staf karyawan Fakultas Ekonomi Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang telah memberikan banyak pengetahuan selama masa perkuliahan dan membantu dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu Badan Pusat Statistik di Kabupaten Surabaya, yang telah memberikan banyak informasi dan data-data yang dibutuhkan untuk mengadakan penelitian dalam penyusunan skripsi ini.

8. Dan semua pihak yang namanya tidak dapat disebutkan yang telah banyak membantu penulis dalam memudahkan penyusunan skripsi ini, saya ucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya.


(4)

iii

Besar harapan bagi penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, baik sebagai bahan kajian maupun sebagai salah satu sumber informasi dan bagi pihak-pihak lain yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surabaya, Mei 2010


(5)

iv

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI ...iv

DAFTAR TABEL ...viii

DAFTAR GAMBAR ...ix

DAFTAR LAMPIRAN ...x

ABSTRAKSI ...xi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ...1

1.2. Rumusan Masalah ...5

1.3. Tujuan Penelitian ...5

1.4. Manfaat Penelitian ...6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hasil Penelitian Terdahulu ...7

2.2. Landasan Teori ...13

2.2.1. Pengertian Inflasi...13

2.2.1.1. Jenis Inflasi Menurut Penyebabnya...14

2.2.1.2. Inflasi Berdasarkan Asal Usul...17


(6)

v

2.2.3. Pengertian Produksi ...25

2.2.3.1 Faktor-faktor Produksi ...26

2.2.3.2. Jenis Proses Produksi ...27

2.2.4. Teori Permintaan dan Penawaran ...27

2.2.4.1. Teori Permintaan ...27

2.2.4.2. Teori Penawaran ...29

2.2.5. Pengertian Pengeluaran Pemerintah ...30

2.2.6. Pengertian Tingkat Suku Bunga SBI ...32

2.2.7. Pengertian Kurs Valuta Asing ...34

2.2.7.1 Sistem Kurs Valuta Asing ...37

2.2.7.2. Pasar Valuta Asing ...39

2.2.7.3. Hubungan Antara Kurs dengan Inflasi ...40

2.3. Kerangka Pikir ...40

2.4. Hipotesis ...43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ...44

3.2. Teknik Penentuan Sampel ...46

3.3. Jenis Data dan Teknik Populasi Data ...46


(7)

vi

3.5.1. Teknik Analisis ...51

3.5.2. Uji Hipotesis ...53

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ...57

4.1.1. Kondisi Geografis ...57

4.1.2. Kependudukan ...58

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian. ...58

4.2.1. Perkembangan Laju Inflasi ...59

4.2.2. Perkembangan Jumlah Uang Beredar ...60

4.2.3. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah ...61

4.2.4. Perkembangan Tingkat Suku Bunga (SBI) ...62

4.2.5. Perkembangan Kurs Valuta Asing ...63

4.3. Hasil Analisis Asumsi Regresi Klasik

(BLUE / Best Linier Unbiased Estimator) ………...…...64

4.3.1. Analisis Dan Pengujian Hipotesis …...………...68

4.3.2. Uji Hipotesis Secara Simultan …………...…...…70

4.3.3. Uji Hipotesis Secara Parsial ………...…...….72


(8)

vii

5.2. Saran ...81 DAFTAR PUSTAKA


(9)

x

Lampiran 1 Hasil Uji Hipotesis Secara Simultan Lampiran 2 Hasil Uji Hipotesis Secara Parsial Lampiran 3 Hasil Uji Heterokedastisitas Lampiran 4 Tabel Uji Hipotesis Nilai F Lampiran 5 Tabel Uji Hipotesis Nilai t Lampiran 6 Tabel Durbin-Watson


(10)

ix

1. Kurva Demand Pull Inflation ...15

2. Kurva Cost Push Inflation ...16

3. Kurva Permintaan ...28

4. Kurva Penawaran ...29

5. Kurva Tingkat Bunga ...34

6. Kurva Pergeseran Kurs Valuta Asing...39

7. Kerangka Pikir...42

8. Kurva Distribusi Daerah Keputusan Auto Korelasi...49

9. Kurva Daerah Krisis HO 10. Kurva Daerah Krisis H Melalui kurva Distribusi uji F...54

O 11. Kurva Statistik Durbin Watson……...…65

Melalui kurva Distribusi UJI t....………56

12. Distribusi Kriteria Penerimaan/Penolakan Hipotesis Secara Simultan atau Keseluruhan ...71

13. Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial Jumlah Uang Beredar (X1 14. Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial ) terhadap Laju Inflasi Di Indonesia (Y) ...73

Pengeluaran Pemerintah (X2 10. Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial ) Terhadap Laju Inflasi Di Indonesia(Y) ...74

Tingkat Suku Bunga (SBI) (X3 11. Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial Kurs Valuta Asing (X ) terhadap Laju Inflasi Di Indonesia (Y) ...76

4 Terhadap Laju Inflasi Di Indonesia (Y) ……...…..77


(11)

viii Tabel:

1. Perkembangan Laju Inflasi Di Indonesia

Tahun 1995-2009 ...59

2. Perkembangan Jumlah Uang Beredar Tahun 1995-2009 ...60

3. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Tahun 1995-2009 ...61

4. Perkembangan Tingkat Suku Bunga (SBI) Tahun 1995-2009 ...62

5. Perkembangan Kurs Valuta Asing Tahun 1995-2009 ...63

6. Tes Multikolinier ...66

7. Tes Heterokedastisitas dengan Korelasi Rank Spearman ...67

8. Hasil Analisis Variabel Jumlah Uang Beredar, Pengeluaran Pemerintah, Tingkat Suku Bunga (SBI), Kurs Valuta Asing Terhadap Laju Inflasi Di Indonesia ...68

9. Analisis Varian (ANOVA) ...70

10.Hasil Analisis Variabel Jumlah Uang Beredar, Pengeluaran Pemerintah, Tingkat Suku Bunga (SBI), Kurs Valuta Asing Terhadap Laju Inflasi Di Indonesia ...72


(12)

xi Oleh

Mamik Wahjuanto

Tekanan inflasi merupakan suatu peristiwa moneter yang dapat dijumpai pada hampir semua negara-negara di dunia yang sedang melaksanakan proses pembangunan. Tingkat inflasi yang tinggi dapat menyebabkan kendala bagi laju perekonomian nasional. Timbulnya kekacauan pada iklim dunia usaha di Indonesia dikarenakan adanya ketidakpastian perekonomian, sehingga muncul kesulitan untuk para pelaku usaha dalam berinvestasi dan berproduksi.Di bidang moneter, otoritas moneter mengeluarkan kebijaksanaan moneter untuk mengantisipasi semakin tingginya tingkat inflasi, seperti kebijaksanaan menaikkan tingkat bunga, politik pasar terbuka dan menaikkan cash ratio maupun kebijaksanaan dalam mekanisme penentuan kurs valuta asing. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh Jumlah Uang Beredar, Pengeluaran Pemerintah, Tingkat Suku Bunga (SBI), Kurs Valuta Asing terhadap Laju Inflasi di Indonesia.

Sampel data yang akan digunakan adalah data berkala (time series data) dalam periode selama 15 tahun yaitu dari tahun 1995 – 2009 di Indonesia. Teknik analisis yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah dengan dua macam metode yaitu Analisis Kualitatif dan Analisis Kuantitatif.

Setelah dilakukan uji statistik untuk mengetahui pengaruh secara simultan antara variabel bebas Jumlah Uang Beredar (X1), Pengeluaran Pemerintah (X2), Tingkat Suku Bunga (SBI) (X3) dan Kurs Valuta Asing (X4) terhadap variabel terikatnya Laju Inflasi (Y) diperoleh F hitung > F tabel maka Ho ditolak dan Hi diterima, yang berarti bahwa secara keseluruhan faktor-faktor variabel bebas berpengaruh secara simultan dan nyata terhadap Laju Inflasi Di Indonesia. Terdapat pengaruh secara parsial variabel Jumlah Uang Beredar (X1) dan Tingkat Suku Bunga (SBI) (X3) berpengaruh Signifikan terhadap Laju Inflasi Di Indonesia, sedangkan variabel Pengeluaran Pemerintah (X2) dan Kurs Valuta Asing (X4) tidak berpengaruh signifikan terhadap Laju Inflasi Di Indonesia (Y).

Kata Kunci : Laju Inflasi (Y), Jumlah Uang Beredar (X1), Pengeluaran Pemerintah (X2), Tingkat Suku Bunga (SBI) (X3), Kurs Valuta Asing (X4).


(13)

1 1.1 Latar Belakang

Inflasi merupakan dilema yang menghantui perekonomian setiap negara. Perkembanganya yang terus meningkat memberikan hambatan pada pertumbuhan ekonomi ke arah yang lebih baik. Pembangunan ekonomi adalah suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat yang sering kali diukur melalui tinggi rendahnya pendapatan penduduk tiap tahunnya atau pendapatan perkapita. (Suparmoko,1992:5)

Hampir semua negara baik negara-negara yang maju maupun negara yang sedang berkembang menghadapi masalah kestabilan serta masalah pertumbuhan ekonominya. Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang dimana kehidupan ekonominya sangat tergantung pada tata moneter dan perekonomian dunia, selalu menghadapi masalah-masalah tersebut. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam beberapa dasawarsa ini sangat terpuruk dan ini dibarengi dengan semakin teritegritasnya ekonomi Indonesia dengan ekonomi dunia.

Dengan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi disertai oleh gairahnya perkonomian yang digerakkan oleh jumlah uang beredar yang semakin meningkat dapat menimbulkan kenaikan harga-harga barang yang cenderung akan menyebabkan inflasi. Di lain pihak pembangunan memerlukan suatu pengeluaran dana yang besar dan tidak dapat disangkal


(14)

bahwa semakin meningkatnya kegiatan pembangunan yang ditandai dengan pertumbuhan pengeluaran negara akan menimbulkan tekanan inflasi.

Tekanan inflasi merupakan suatu peristiwa moneter yang dapat dijumpai pada hampir semua negara-negara di dunia yang sedang melaksanakan proses pembangunan. Tingkat inflasi yang tinggi dapat menyebabkan kendala bagi laju perekonomian nasional. Timbulnya kekacauan pada iklim dunia usaha di Indonesia dikarenakan adanya ketidakpastian perekonomian, sehingga muncul kesulitan untuk para pelaku usaha dalam berinvestasi dan berproduksi.

Di bidang moneter, otoritas moneter mengeluarkan kebijaksanaan moneter untuk mengantisipasi semakin tingginya tingkat inflasi, seperti kebijaksanaan menaikkan tingkat bunga, politik pasar terbuka dan menaikkan cash ratio maupun kebijaksanaan dalam mekanisme penentuan kurs valuta asing. Dengan kebijaksanaan moneter, selain dapat dicapai sasaran pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan pemerataan pembangunan juga dapat ditingkatkan kepercayaan masyarakat terhadap nilai rupiah, selanjutnya peningkatan efisiensi perbankan dan lembaga keuangan non bank lain, diharapkan dapat mendorong investasi maupun konsumsi. Investasi merupakan bagian dari pengeluaran total dimana perubahan dalam pengeluaran total akan mempunyai efek ganda terhadap keseimbangan pendapatan nasional.


(15)

Sedangkan hal-hal yang menyangkut kebijaksanaan fiskal yaitu kebijaksanaan di bidang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Peran pemerintah dalam hal ini sangat penting terhadap pengendalian jumlah uang beredar dalam hubungannya terhadap laju inflasi, sehingga diharapkan adanya anggaran yang berimbang yaitu pengeluaran dan penerimaan sama, tabungan pemerintah diusahakan mengalami peningkatan, objek pajak diperluas, memprioritaskan pengeluaran hanya pada bidang yang produktif, pengeluaran rutin dibatasi dan kebijaksanaan ditujukan untuk pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang potensial, sehingga dapat meningkatkan pendapatan nasional dan menekan laju inflasi.

Laju inflasi akhir tahun 2009 yang hanya 2,78 persen (tahunan) merupakan salah satu figur inflasi terendah dalam sejarah Indonesia. Sejak tahun 1970, hanya ada dua periode dengan laju inflasi tercatat lebih rendah, yaitu tahun 1971 yang mencapai 2,56 persen dan tahun 1999 sebesar 2,01 persen. Namun, publikasi data inflasi bulan Januari oleh Badan Pusat Statistik beberapa waktu lalu menyiratkan bahwa tekanan inflasi mulai kembali meningkat. Sepanjang Januari terjadi inflasi sebesar 0,84 persen. Besaran inflasi itu lebih tinggi dari estimasi banyak pihak, yang memperkirakan inflasi akan berada di kisaran 0,50 persen. Pada 2005-2008, inflasi yang terjadi pada Januari selalu berada di atas 1 persen. Pada 2005 sebesar 1,43 persen, pada 2006 sebesar 1,36 persen, tahun 2007 sebesar 1,04 persen, dan tahun 2008 sebesar 1,7 persen. BI memang


(16)

menurunkan suku bunga acuan sampai 6,5 persen (tanpa melonggarkan kebijakan moneter). Namun, pada saat yang sama BI juga membatasi pasokan uangnya ke sistem dengan menyerap banyak dana perbankan dengan penerbitan instrumen Sertifikat Bank Indonesia (memperketat kebijakan moneter). Beberapa indikator kemudian menunjukkan bahwa pelonggaran kebijakan moneter yang dicanangkan BI sebenarnya belum berhasil tercapai. Indikator tersebut misalnya pertumbuhan negatif uang primer (M0), suku bunga pinjaman yang sulit turun, dan pertumbuhan

kredit yang terus menurun.Tekanan inflasi yang kembali meningkat pada tahun 2010 tentu membatasi ruang BI untuk mempertahankan suku bunga acuan di level yang rendah. Sampai dengan semester I-2010, laju inflasi diperkirakan masih akan berada di kisaran 5 persen. Oleh karena itu, sampai dengan pertengahan tahun 2010, BI kemungkinan besar masih dapat mempertahankan suku bunga acuan pada level yang sekarang. Tentu perlakuan terhadap suku bunga acuan perlu dibarengi dengan pengelolaan yang sesuai atas instrumen moneter pendukung, misalnya penerbitan Sertifikat Bank Indonesia. Hal ini penting agar kebijakan moneter yang digariskan BI dapat benar-benar berdampak seperti yang diharapkan. Dengan pengelolaan yang tepat, tingkat likuiditas di sistem keuangan akan tetap terjaga. Kondisi ini akan mempermudah perbankan menjalankan fungsi intermediasinya. Dengan dukungan yang cukup dari perbankan, pemulihan dan peningkatan aktivitas ekonomi yang berlangsung tentu lebih optimal. (Bramanian Surendro: http//cetak.kompas.com)


(17)

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka peneliti ingin menganalisis pengaruh dari jumlah uang beredar, pengeluaran pemerintah, tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan kurs valuta asing terhadap laju inflasi di Indonesia.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah jumlah uang beredar, pengeluaran pemerintah, tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan kurs valuta asing berpengaruh terhadap laju inflasi di Indonesia?

2. Manakah diantara jumlah uang beredar, pengeluaran pemerintah, tingkat suku bunga (SBI), dan kurs valuta asing yang paling besar pengaruhnya terhadap laju inflasi di Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan permasalahan tersebut diatas maka tujuan yang hendak dicapai yaitu :


(18)

1. Untuk menganalisis pengaruh jumlah uang beredar, pengeluaran pemerintah, tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan kurs valuta asing terhadap laju inflasi di Indonesia.

2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh jumlah uang beredar, pengeluaran pemerintah, tingkat suku bunga (SBI), dan kurs valuta asing secara simultan maupun parsial mempengaruhi laju inflasi di Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran untuk digunakan :

1. Sebagai bahan pertimbangan bagi instansi terkait yang ada hubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi laju inflasi di Indonesia.

2. Sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya, khususnya yang berhubungan dengan masalah yang sama.

3. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan yang diharapkan dapat bermanfaat bagi penelitian yang akan datang.

4. Sebagai bahan referensi perpustakaan FE UPN “Veteran” Jawa Timur pada khususnya dan perpustakaan pada umumnya.


(19)

7

2.1. Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu

Dalam rencana penelitian ini menggunakan acuan dari penelitian terdahulu, yang berhubungan dengan masalah inflasi yang pernah disampaikan oleh penelitian sebelumnya.

a. Khadijah (1999), dengan judul penelitan “Beberapa Faktor yang

mempengaruhi Laju Inflasi di Indonesia”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor jumlah uang beredar (X1), produk

domestik bruto (X2) dan kurs rupiah terhadap dollar (X3

Dari hasil penelitian hipotesis secara menyeluruh atau simultan F observasi yang diperoleh ada F hitung = 39,702 lebih besar dari F

tabel 4,75 pada tingkat α = 0,05 berarti terbukti bahwa variabel X

) mempengaruhi inflasi (Y) di Indonesia dan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel (X1), (X2) dan (X3) secara simultan maupun secara parsial mempengaruhi laju inflasi di Indonesia.

1,

X2 dan X3 bersama-sama berpengaruh terhadap tingkat inflasi di

Indonesia sebesar 92,5%. Dan dari hasil pengujian secara parsial dengan t hitung -2,74 < -t tabel sebesar -2,447, variabel jumlah uang beredar (X1) berpengaruh secara nyata terhadap inflasi di Indonesia


(20)

1,684 < t tabel sebesar 2,447, maka variabel ini secara nyata tidak berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia (Y). Variabel kurs rupiah terhadap dollar (X3) nilai t hitung sebesar 6,084 > t tabel sebesar 2,447 jadi variabel ini berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia (Y).

b. Pamungkas (2000), dengan judul penelitian “faktor-faktor yang

mempengaruhi inflasi di Indonesia”. Hasil pengujian hipotesis secara menyeluruh atau simultan F observasi yang diperoleh adalah F hitung = 8,731 lebih besar dari F tabel = 4,35 pada tingkat xxx = 0,05, berarti bahwa variabel pengeluaran pemerintah, jumlah uang beredar dan tingkat suku bunga SBI bersama-sama berpengaruh terhadap tingkat inflasi di Indonesia sebesar 78,91%. Dan dari hasil pengujian secara parsial dengan t hitung sebesar 3,085 > t tabel sebesar Rp. 2,365, variabel pengeluaran pemerintah (X1) berpengaruh secara

nyata terhadap inflasi di Indonesia (Y). Untuk variabel jumlah uang beredar (X2) nilai t hitung sebesar 2,946 > t tabel sebesar 2,365, maka

variabel ini secara nyata berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia (Y). Variabel suku bunga SBI (X3

c. Astutik (2003), dengan judul penelitian “Analisis Beberapa Faktor Yang mempengaruhi Laju inflasi di Indonesia”. Hasil pengujian hipotesis secara menyeluruh atau simultan F observasi yang diperoleh adalah F hitung = 44,290 lebih besar dari F tabel = 3,48 pada tingkat ) nilai t hitung sebesar -4,073 < -t tabel sebesar -2,365 jadi variabel ini tidak berpengaruh inflasi di Indonesia (Y).


(21)

α = 0,05, berarti bahwa variabel pengeluaran pemerintah, jumlah uang beredar dan tingkat suku bunga SBI bersama-sama berpengaruh terhadap tingkat inflasi di Indonesia sebesar 94,7%. Dari hasil analisis uji t atau secara parsial dengan t hitung sebesar 2,320 > t tabel sebesar 2,228, variabel jumlah uang beredar (X1) berpengaruh

secara nyata terhadap inflasi di Indonesia (Y). Untuk variabel produk domestik bruto (X2) nilai t hitung sebesar -4,579 > t tabel sebesar

2,228, maka variabel ini secara nyata berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia (Y). Variabel suku bunga sertifikat Bank Indonesia (X3

d. Saputra (2003), dengan judul penelitian “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi di Indonesia”. Dari hasil penelitian hipotesis secara menyeluruh atau simultan F observasi yang diperoleh adalah F hitung = 12,526 lebih besar dari F tabel 3,59 pada tingkat

α = 0,05 berarti terbukti bahwa variabel X

) nilai t hitung sebesar -0,380 > t tabel sebesar 2,228 jadi variabel ini tidak berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia (Y), variabel indeks harga konsumen (X4) nilai t hitung 5,962 > t tabel sebesar 2,228 maka variabel ini berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia.

1, X2 dan X3

bersama-sama berpengaruh terhadap tingkat inflasi di Indonesia sebesar 77,5%. Dan dari hasil pengujian secara parsial dengan t hitung sebesar -3,622 < -t tabel sebesar -2,201, variabel pengeluaran pemerintah (X1) berpengaruh secara nyata terhadap inflasi di


(22)

sebesar 4,758 > t tabel sebesar 2,201 maka variabel ini secara nyata berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia (Y). Variabel suku bunga SBI (X3

e. Triwibowo (2003), dengan judul penelitian “Analisis Beberapa

Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Inflasi Di Surabaya”. Hal ini diketahui dari uji-F yaitu diperoleh F hitung = 17,648 > F tabel = 3,49, sedangkan secara parsial variabel pengeluaran daerah (X

) nilai t hitung sebesar -2,454 < -t tabel sebesar -2,201 jadi variabel ini tidak berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia (Y).

1)

berpengaruh nyata terhadap inflasi di Surabaya (Y) dengan menggunakan uji t dimana t hitung = -2,222 < t tabel = -2,179, variabel tingkat suku bunga sertifikat Bank Indonesia (X2

f. Jurnal Ekonomi

) berpengaruh nyata terhadap inflasi di Surabaya (Y) dimana t hitung = 1,967 < t tabel = 2,179.

Huda. (2002), dengan judul penelitian “Faktor-faktor Yang

Mempengaruhi Laju Inflasi Di Indonesia”. Penelitian ini datanya merupakan data sekunder yang diperoleh dari kantor Statistik Jawa Timur. Laju inflasi dicerminkan dengan perubahan Indeks Harga Konsumen (1HK) tahun 1990 – 1999. Pengeluaran pemerintah diperoleh dari angka-angka realisasi APBN dari tahun 1990 – 1999, sedangkan uang beredar dan kurs valas diperoleh dari data tahun 1990 – 1999.


(23)

Hubungan antara variabel terikat dan variabel bebas secara simultan dilakukan dengan uji-F yang menghasilkan F hitung = 173,697 sedang F tabel adalah 4,76 sehingga F hitung > F tabel, yang berarti ketiga variabel tersebut berpengaruh secara nyata terhadap perubahan inflasi. Dan dari hasil pengujian secara parsial dengan t hitung sebesar 6,943 > t tabel sebesar 2,447, variabel pengeluaran pemerintah (X1) berpengaruh secara nyata terhadap inflasi (Y). untuk variabel jumlah uang beredar (X2) nilai t hitung sebesar -8,034 < t

tabel sebesar -2,447, maka variabel ini secara nyata berpengaruh terhadap inflasi (Y). variabel kurs valuta asing (X3

g. Perbedaan Peneliti Terdahulu dengan Penulis

) nilai t hitung sebesar -2,579 < -t tabel sebesar -2,447 jadi variabel ini berpengaruh terhadap inflasi (Y).

1. Penulis menggunakan variabel terikat laju inflasi dan variabel bebasnya ada 4 variabel yaitu jumlah uang beredar (X1),

pengeluaran pemerintah (X2), tingkat suku bunga Sertifikat Bank

Indonesia (SBI) (X3) dan kurs valuta asing (X4

2. Penulis menggunakan variabel terikat Laju inflasi dan variabel bebasnya ada 4 variabel yang jumlah uang beredar (X

), sedangkan Khadijah (1999), penelitian terdahulu variabel terikatnya laju inflasi dan variabel bebasnya ada 3 variabel yaitu jumlah uang beredar, produk domestic bruto dan kurs rupiah terhadap dollar.

1),


(24)

Indonesia (SBI) (X3) dan kurs valuta asing (X4), sedangkan

Pamungkas (2000), penelitian terdahulu variabel terikatnya laju inflasi dan variabel bebasnya ada 3 variabel yaitu tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) (X1), pengeluaran

pemerintah (X2) dan jumlah uang beredar (X3

3. Penulis menggunakan variabel terikat Laju Inflasi dan variabel bebasnya ada 4 variabel yaitu jumlah uang beredar (X

).

1),

pengeluaran pemerintah (X2), tingkat suku bunga Sertifikat Bank

Indonesia (SBI) (X3) dan kurs valuta asing (X4), sedangkan

Astutik (2003), penelitian terdahulu variabel terikatnya laju inflasi dan variabel bebasnya adalah jumlah uang beredar (X1), produk

domestic bruto (X2), suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (X3)

dan indeks harga konsumen (X4

4. Penulis menggunakan variable terikat laju inflasi dan variabel bebasnya ada 4 variabel yaitu jumlah uang beredar (X

).

1),

pengeluaran pemerintah (X2), tingkat suku bunga Sertifikat Bank

Indonesia (SBI) (X3) dan kurs valuta asing (X4), sedangkan

Saputra (2003), penelitian terdahulu variabel terikatnya laju

inflasi dan variable bebasnya ada 3 variabel yaitu pengeluaran pemerintah (X1) jumlah uang beredar (X2) dan tingkat suku

bunga Sertifikat Bank Indonesia (X3

5. Penulis menggunakan variabel terikat laju inflasi dan variabel bebasnya ada 4 variabel yaitu jumlah uang beredar (X

).


(25)

pengeluaran pemerintah (X2), tingkat suku bunga Sertifikat Bank

Indonesia (SBI) (X3) dan kurs valuta asing (X4), sedangkan

Tiwibowo (2003), penelitian terdahulu variable terikatnya laju inflasi dan variable bebasnya ada 3 variabel yaitu pengeluaran (X1), tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (X2) dan kurs

valuta asing di Surabaya (X3

6. Penulis menggunakan variabel terikat laju inflasi dan variabel bebasnya ada 4 variabel, yaitu jumlah uang beredar (X

).

1),

pengeluaran pemerintah (X2), tingkat suku bunga Sertifikat Bank

Indonesia (SBI) (X3) dan kurs valuta asing (X4), sedangkan

Huda (2002), jurnal penelitian terdahulu variabel terikatnya laju inflasi dan variabel bebasnya ada 3 variabel yaitu pengeluaran pemerintah (X1) jumlah uang beredar (X2) dan kurs valas (X3).

2.2. Landasan Teori

Landasan teori di dalam tinjauan pustaka ini dimaksudkan untuk mengetahui dan menemukan dasar-dasar secara teoritis guna membantu memecahkan permasalahan yang ada.

2.2.1. Pengertian Inflasi

Pengertian inflasi secara umum adalah proses kenaikan harga-harga barang secara terus menerus pada periode tertentu. Di dalam teori


(26)

ekonomi cukup banyak definisi atau pengertian tentang inflasi yaitu antara lain definisi inflasi menurut:

• Boediono (1990 : 162), inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga yang naik secara umum dan terus-menerus. Kenaikan tersebut meluas kepada (mengakibatkan kenaikan) sebagian dari barang-barang yang lain.

• Sinungan (1991 : 49), inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaikkan secara terus-menerus.

• Nopirin (1993 : 25), inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum barang secara terus-menerus pada suatu periode tertentu. Dari beberapa definisi tersebut di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa inflasi adalah harga barang-barang secara umum yang disebabkan oleh turunnya nilai mata uang pada suatu periode tertentu.

2.2.1.1. Jenis Inflasi Menurut Penyebabnya

1. Inflasi Permintaan (Deman Pull Inflation)

Inflasi permintaan adalah inflasi yang timbul adanya permintaan barang-barang konsumsi oleh masyarakat.


(27)

Gambar. 1: Demand Pull Inflation

Harga S

H H

2

1 D2

D

Q

1 OUTPUT

1 Q2

Sumber: Boediono, 1998, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 5 Ekonomi Moneter, Edisi ketiga BPFE, UGM, Yogyakarta, Hal. 163.

Gambar.1 Menggambarkan suatu kenaikan, karena permintaan masyarakat akan barang-barang bertambah (misalnya, karena bertambahnya pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan pencetakan uang atau kenaikan permintaan luar negeri akan barang ekspor atau bertambahnya pengeluaran investasi swasta karena kredit yang murah), maka kurva agregat demand bergeser dari D1 ke D2,

akibatnya tingkat harga umum naik dari H1 ke H2

2. Inflasi penawaran (Cost Pull Inflation)

.

Inflasi penawaran adalah inflasi yang timbul karena berkurangnya penawaran agregat akibat kenaikan produksi.


(28)

Gambar. 2 : Cost Push Inflation

H2

H1

Sumber: Boediono, 1998, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 5 Ekonomi Moneter, Edisi ketiga BPFE, UGM, Yogyakarta, Hal. 163.

Pada gambar 2, kita lihat bahwa bermula pada H1 dan Q1.

kenaikan biaya produksi (misalnya, baik karena berhasilnya tuntutan kenaikan upah oleh serikat buruh, ataupun kenaikan harga bahan baku produksi yang didatangkan dari luar negeri serta karena kenaikan harga bahan bakar minyak) maka akan menggeser kurva total dari S1 menjadi S2 konsekuensinya harga naik menjadi H2 dan

produksi akan turun menjadi Q2

a. Perjuangan serikat buruh yang berhasil menuntut kenaikan upah. . (Nopirin, 1992 : 30)

Sebagai akibat kenaikan biaya produksi, kenaikan biaya produksi ini dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor, yaitu:

S2

S1


(29)

b. Suatu industri yang sifatnya monopolistis, manajer dapat menggunakan kekuasaannya untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi.

c. Kenaikan harga baku industri, salah satu contoh adalah naiknya biaya produksi yang menyebabkan terjadinya penurunan produksi.

2.2.1.2. Inflasi Berdasarkan Asal Usul

Berdasarkan asal-usul inflasi dibedakan menjadi dua sebagai berikut: 1. Inflasi yang berasal dari Dalam Negeri (Domestic Inflation)

Inflasi yang berasal dari dalam negeri timbul, misalnya karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang baru, panenan yang gagal.

2. Inflasi yang berasal dari Luar Negeri (imported Inflation)

Yaitu inflasi yang timbul karena kenaikan harga-harga di luar negeri. Kenaikan harga barang-barang yang kita impor akan mengakibatkan sebagai berikut:

a. Secara langsung kenaikan indeks biaya hidup karena sebagian yang tercakup didalamnya berasal dari impor.

b. Secara tidak langsung menaikkan indeks harga melalui kenaikan ongkos produksi (dan kemudian harga jual) dari berbagai barang yang menggunakan barang mentah atau mesin-mesin yang harus diimpor (cost push inflation).


(30)

c. Secara tidak langsung menimbulkan kenaikan harga di dalam negeri karena ada kemungkinan (tetapi tidak harus demikian) kenaikan harga barang-barang impor mengakibatkan kenaikan pengeluaran pemerintah atau swasta yang berusaha mengimbangi kenaikan harga impor tersebut (demand full inflation)

2.2.1.3. Efek-efek Inflasi

Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, alokasi faktor produksi serta produk nasional. Efek inflasi terhadap pendapatan disebut dengan Equity Effect, sedang terhadap faktor produksi disebut dengan efficiency effect dan terhadap produk nasional disebut dengan

output effect.

1. Efek terhadap pendapatan (Equity Effect)

Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan dan ada pula diuntungkan. Pihak-pihak yang mendapat keuntungan dengan adanya inflasi adalah mereka yang memperoleh kenaikan pendapatan dengan persentasi yang lebih ebsar dari laju inflasi tersebut, atau mereka yang mempunyai kekayaan bukan uang dimana nilainya dengan persentase lebih besar dengan adanya laju inflasi. Dengan demikian inflasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan besar dalam pola pembagian pendapatan dan kekayaan masyarakat


(31)

umum. Inflasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan besar dalam pola pembagian pendapatan dan kekayaan masyarakat umum. Inflasi ini seolah-olah merupakan pajak bagi beberapa pihak dan merupakan subsidi bagi orang lain.

2. Efek terhadap efisiensi (Efficiency Effect)

Inflasi dapat pula mengubah alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan ini dapat pula terjadi melalui kenaikan tingkat permintaan akan berbagai barang yang berkaitan dengan laju inflasi atau dapat juga terjadi perubahan dalam beberapa barang tertentu.

Dengan adanya inflasi permintaan akan barang lebih besar dari barang lain yang kemudian mendorong kenaikan produksi barang tersebut yang nantinya akan mengubah pola alokasi produksi yang sudah ada.

3. Efek terhadap output

Inflasi dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi yang biasanya didahului kenaikan barang daripada upah, sehingga keuntungan perusahaan naik. Kenaikan keuntungan ini akan mendorong kenaikan produksi. Namun apabila laju inflasi cukup tinggi (Hyper Inflation) dapat mempunyai akibat sebaliknya, yakni penurunan output.

2.2.1.4. Sebab-Sebab Timbulnya Inflasi


(32)

Jika ekspor di suatu negara lebih besar dari pada impornya maka akan timbul tekanan inflasi. Tekanan inflasi yang terjadi disini diakibatkan oleh makin besarnya jumlah uang beredar di dalam negeri karena penerimaan devisa dari luar negeri.

2. Sektor tabungan dan investasi

Bila investasi suatu negara lebih besar dari sektor tabungannya yang hingga untuk membiayai investasi yang lebih besar dari tabungannya itu harus diselesaikan dengan jalan mengeluarkan uang baru yang intinya dapat menimbulkan tekanan inflasi.

3. Sektor penerimaan dan pengeluaran

Bila anggaran belanja suatu negara mengalami defisit, artinya pengeluaran pemerintah adalah lebih besar dari penerimaannya, sehingga untuk menutupi pengeluaran yang lebih besar tersebut harus dikeluarkan uang baru yang akan menimbulkan tekanan inflasi.

2.2.1.5. Cara Mencegah Inflasi

Cara mencegah inflasi dapat menggunakan kebijaksanaan, yaitu: 1. Kebijaksanaan Moneter

Sasaran kebijaksanaan moneter dicapai melalui pengaturan jumlah uang beredar (M1). Salah satu komponen jumlah uang beredar adalah

giral (deman deposit). Uang giral dapat terjadi melalui dua cara, pertama apabila seseorang memasukkan uang ke kas bank dalam bentuk giro. Kedua apabila seseorang memperoleh pinjaman dari


(33)

bank tidak diterima dalam kas tetapi dalam bentuk giro. Deposito yang timbul dengan cara kedua, sifatnya lebih inflatoir daripada cara pertama, sebab cara pertama hanyalah pengalihan bentuk dari uang kas ke uang giral.

Bank Sentral dapat mengatur uang giral melalui penetapan cadangan minimum. Untuk menekan laju inflasi cadangan minimum ini dinaikkan sehingga jumlah uang menjadi kecil. Disamping cara ini, Bank Sentral dapat menggunakan tingkat diskonto (discount rate).

Discount rate adalah tingkat diskonto untuk pinjaman yang diberikan Bank Sentral kepada Bank Umum. Pinjaman ini biasanya berwujud bertambahnya cadangan Bank Umum yang ada pada Bank Sentral. Discount Rate ini bagi Bank Umum merupakan biaya untuk pinjaman yang diberikan Bank Sentral. Apabila tingkat diskonto dinaikkan (oleh Bank Sentral) maka gairah Bank Umum untuk meminjam makin kecil sehingga cadangan yang ada pada Bank Sentral juga mengecil. Akibatnya kemampuan Bank Umum memberikan pinjaman pada masyarakat makin kecil sehingga jumlah uang beredar turun dan inflasi dapat dicegah.

Instrumen lain dapat dipakai untuk mencegah inflasi adalah politik pasar terbuka (jual beli surat berharga). Dengan cara menjual surat berharga Bank Sentral; dapat menekan perkembangan


(34)

uang beredar sehingga laju inflasi dapat lebih rendah. (Nopirin, 2000:34).

2. Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal menyangkut pengaturan tentang pengeluaran pemerintah serta perpajakan yang secara langsung dapat mempengaruhi permintaan total dan dengan demikian akan mempengaruhi harga. Inflasi dapat dicegah melalui penurunan total, kebijaksanaan fiskal yang berupa pengurangan pengeluaran pemerintah serta kenaikan pajak akan dapat mengurangi permintaan total, sehingga inflasi dapat ditekan. (Nopirin, 2000:35)

3. Kebijaksanaan yang berkaitan dengan output

Kenaikan output yang dapat memperkecil laju inflasi. Kenaikan jumlah output ini dapat dicapai, misalnya dengan kenaikan penurunan bea masuk sehingga impor barang cenderung meningkat. Bertambahnya jumlah barang di dalam negeri cenderung menurunkan harga. (Nopirin, 2000:35)

2.2.2. Pengertian Jumlah Uang Beredar

Menurut Gunawan (1991: 61), jumlah uang beredar (money Supply) di Indonesia didefinisikan sebagai tagihan masyarakat terhadap sektor perbankan dan terbatas pada jumlah antara uang kartal dan uang giral.


(35)

Arti uang kartal sendiri adalah uang tunai (yang dikeluarkan oleh Bank Sentral) yang langsung berada di bawah kekuasaan masyarakat (aman) untuk menggunakannya.

Sedangkan arti uang giral adalah seluruh nilai saldo rekening koran (giro) yang dimiliki masyarakat pada Bank-Bank Umum. Saldo ini merupakan bagian dari “dimiliki yang beredar” karena sewaktu-waktu bisa digunakan oleh pemiliknya (masyarakat) untuk kebutuhan (transaksi, berjaga-jaga, spekulasi). (Boediono, 1998: 18).

Perumusan jumlah uang beredar di atas dapat ditulis sebagai berikut:

M1 = C + DD

(Boediono, 1998: 4) Dimana:

M1 = Jumlah uang beredar

C = Uang Kartal DD = Uang Giral

M1 di atas juga dikatakan sebagai jumlah uang beredar dalam

arti kecil atau sempit. Pengertian jumlah uang beredar dalam arti sempit juga dapat diperluas menjadi jumlah uang beredar dalam arti luas atau M2, dengan menambah tabungan atau Saving Deposit (SD) pada M1.

M2 = M1 + TD

(Boediono, 1998: 5) Dimana:


(36)

M2

• Jumlah uang kartal dan giral

= Jumlah uang beredar dalam arti luas TD = Time Deposit (deposito berjangka)

Dengan pengertian di atas jumlah uang beredar dalam arti luas terdiri dari uang tunai (uang kartal), uang giro (uang giral) dan depositor berjangka (time deposit). (Iswadono, 1990: 114)

Menurut Boediono (1998 : 83), Irving Fisher merumuskan teorinya dengan suatu persamaan:

MV = PT Dimana:

M = Jumlah Uang beredar V = Perputaran Uang P = Harga Barang

T = Jumlah barang yang diperdagangkan

Dari rumus di atas P (harga barang) dipengaruhi atau tergantung oleh M, V, dan T.

Faktor-faktor yang termasuk dalam M adalah:

Faktor-faktor yang termasuk dalam V adalah:

• Keinginan masyarakat dalam menabung

• Perbandingan pengeluaran dan pemasukan masyarakat


(37)

Dan faktor-faktor yang termasuk dalam T adalah:

• Besarnya barang-barang yang diproduksi oleh produsen yang mencakup sosial ekonomi, jumlah penduduk, teknologi dan administrasi produksi.

• Ketergantungan produksi terhadap faktor-faktor produksi, struktur dunia usaha dan lembaga-lembaga terkait pada akhirnya mempengaruhi jumlah barang yang diproduksi.

Beberapa dugaan mengenai teori ini adalah sebagai berikut: a. Bila M naik, V dan T tetap, maka P akan naik

b. Bila M turun, V dan T tetap, maka P akan turun c. Bila V naik, M dan T tetap, maka P akan naik d. Bila V turun, M dan T tetap, maka P akan turun e. Bila T naik, M dan V tetap, maka P akan naik f. Bila T turun, M dan V tetap, maka P akan turun

Pengamatan terhadap perekonomian Indonesia menunjukkan bahwa ekspansi jumlah uang beredar akibat adanya pengaruh anggaran pemerintah dan neraca pembayaran, merupakan faktor dominan penentu inflasi di Indonesia.


(38)

Menurut Rosyidi (1996:56) produksi merupakan proses menciptakan nilai atau memperbesar nilai barang atau dapat dikatakan bahwa produksi adalah setiap usaha yang menciptakan, memperbesar daya guna barang.

Sedangkan pengertian produksi menurut Sumarni dan Soeprihanto(1998:205) adalah semua kegiatan untuk menciptakan dan menambah kegunaan suatu barang dan jasa dengan memanfaatkan faktor-faktor produksi yang tersedia.

2.2.3.1. Faktor-Faktor Produksi

Faktor Produksi adalah semua unsur yang menopang usaha penciptaan nilai atau usaha untuk memperbesar nilai barang. Adapun faktor-faktor produksi meliputi:

a. Tanah (Land)

Adalah segala sesuatu yang bisa menjadi faktor produksi dan berasal dari atau disebabkan oleh alam atau dikatakan sebagai segala sumber asli yang tidak berasal dari kegiatan manusia.

b. Tenaga Kerja Manusia (Labor)

Adalah semua kemampuan manusiawi yang dapat disumbangkan untuk memungkinkan dilakukannya produksi barang dan jasa, berupa kemampuan fisik dan mental.


(39)

Adalah semua barang atau dana yang digunakan untuk menunjang kegiatan produksi.

d. Kecepatan tata laksana (Managerial skill)

Adalah suatu kemampuan yang dapat dihargai sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

2.2.3.2. Jenis Proses Produksi

Secara umum jenis produksi dapat dibedakan menjadi dua golongan:

a. Proses produksi terus menerus (continous process)

Suatu proses yang ditandai dengan adanya aliran bahan baku yang selalu tetap atau mempunyai pola yang selalu sama sampai produk selesai dikerjakan.

b. Proses produksi terputus-putus (intermittent process)

Dalam proses ini aliran bahan baku sampai produk jadi tidak memiliki pola yang pasti atau selalu berubah-ubah, antara produk jadi satu dengan produk jadi satu dengan produk jadi yang lain berbeda-beda. (Sumarni dan Soeprihanto,1998:207)

2.2.4. Teori Permintaan dan Penawaran 2.2.4.1 Teori Permintaan


(40)

Menurut Marshall, seperti yang dikutip oleh Sudarsono (1995:1) yang membahas permintaan dengan asumsi pendapatan adalah tetap. Dengan demikian dalam metode grafis hanya bisa dilihat hubungan antara dua variabel saja yaitu P (harga) dan Q (jumlah yang diminta) yang digambarkan sebagai kurva permintaan sebagai berikut:

Gambar 3. Kurva Permintaan P

P P

1

P

O Q

2

1 Q Q2

Kurva permintaan tersebut berbentuk condong dari kiri atas kekanan bawahkarena adanya hubungan hubungan yang berlawanan arah antara P (harga) dan Q (jumlah yang diminta). Apabila harga naik dari OP ke OP

Q

Sumber: Rosyidi, 1996, Pengantar Teori Ekonomi, Penerbit Raja Wali Pers, Jakarta. Hal 242

1, menyebabkan turunnya jumlah barang yang diminta dari OQ

ke OQ1. Sebaliknya, turunnya harga dari OP ke OP2 akan mengakibatkan


(41)

disesuaikan dengan Paul A. Samuelson yang menyatakan tentang hukum Permintaan yang menurun yang berbunyi : “Apabila harga suatu barang dinaikkan, maka semakin berkurang jumlah barang yang diminta”. (Rosyidi,1993:242)

2.2.4.2. Teori Penawaran

dalam usaha untuk meningkatkan perdagangan internasional dasar yang digunakan adalah teori penawaran. Pengertian penawaran adalah jumlah barang yang diproduksi dan dijual oleh perusahaan. Lebih tepatnya kita menghubungkan jumlah barang yang ditawarkan dengan harga pasarannya dengan menganggap hal-hal seperti biaya produksi, harga barang yang berkaitan dan organisasi pasar tidak berubah.

Gambar 4. Kurva Penawaran P

S

C A

B A

2

O D E Q

Sumber : Rosyidi, 1996, Pengantar Teori Ekonomi, Penerbit Rajawali Pers, Jakarta. Hal 195


(42)

kurva penawaran tersebut berbentuk condong dari kiri bawah kekanan atas. Bentuk tersebut dikarenakan adanya hubungan yang secara antara P (harga) dan Q (jumlah yang diminta). Apabila harga naik dari OB ke OC maka akan menyebabkan kenaikan jumlah barang yang ditawarkan dari OD ke OE atau dari A1 ke A2

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, atau disingkat APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia

.

Menurut Sukirno (1994:61) Hukum penawaran adalah “makin tinggi harga suatu barang maka makin banyak jumlah barang yang akan ditawarkan”.

2.2.5. Pengertian Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah adalah merupakan bagian dari anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), akan tetapi tidak seluruh pengeluaran Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) merupakan pengeluaran pemerintah. Hal ini harus diteliti dahulu pos-posnya dan hanya pos-pos yang bersangkutan pembelian barang dan jasa hasil produksi pada tahun bersangkutan.

Pemerintah menggunakan anggaran untuk mengendalikan dan mencatat masalah fiskalnya. Suatu anggaran menunjukkan rencana pengeluaran dan penerimaan yang akan dilakukan nantinya dalam satu tahun.


(43)

yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, Perubahan APBN, dan Pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.

Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) kita mempunyai dua sisi, yaitu sisi yang mencatat semua kegiatan output dan sisi yang mencatat semua kegiatan output dan sisi yang mencatat input. Sisi output mencatat semua kegiatan pemerintah yang memerlukan dana dalam pelaksanaannya.

Pengeluaran pembangunan bersifat social motif, hal ini didasari bahwa hasil Pembangunan yang berorientasi pada kepentingan masyarakat dapat terpenuhi.

Saran dan prasaran yang disediakan oleh pemerintah sangat diperlukan untuk membantuk memperlancar kegiatan-kegiatan yang bersifat ekonomis. Sarana dan prasarana yang tersedia dengan baik dapat mempertinggi tingkat efisiensi dan kualitas output masyarakat. Pada hal-hal tertentu akan berpengaruh pada meningkatnya permintaan dan penawaran, tingkat harga maupun pendapatan. (Zulkarnaen, 1993: 70). Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan pengeluaran antara lain:

• Adanya perang


(44)

• Adanya urbanisasi (perpindahan penduduk dari desa ke kota) yang membarengi perkembangan ekonomi.

• Perkembangan demokrasi yang memerlukan biaya yang besar.

2.2.6. Pengertian Tingkat Suku Bunga SBI

SBI (Sertifikat Bank Indonesia) merupakan surat berharga atau unjuk dalam Rupiah yang diterbitkan dalam sistem diskonto oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang yang berjangka pendek. SBI sebenarnya sudah dikenal sejak tahun 1970 tetapi kemudian dihapus, kembali pada tahun 1971 sejak terbitnya sertifikat diskonto.

Pada tahun 1974, pemerintah selain menerapkan pengaturan suku bunga deposito juga menerapkan sistem pengendalian moneter secara langsung dengan cara memberlakukan pagu kredit. Sejak tahun 1983, pengaturan suku bunga deposito dan pagu kredit ini dihapus dan seiring dengan itu system pengendalian moneter secara langsung ini kemudian diubah menjadi sistem pengendalian tidak langsung. Sejalan dengan perbahan di dalam pelaksanaan kebijaksanaan moneter maka diperkenalkan SBI kembali pada tanggal 1 Februari 1989.

Tujuan diterbitkannya SBI (Sertifikat Bank Indonesia) ini adalah agar:

1. SBI dapat menjadi surat berharga yang marketabel (dapat diperjualbelikan) dan dapat dijadikan cadangan likuiditas sekunder,


(45)

baik dengan baik-bank, lembaga keuangan bukan bank, lembaga-lembaga keuangan maupun dunia usaha pada umumnya.

2. SBI dapat menjadi media pinjam meminjam antar bank dalam arti: Pinjam meminjam antar bank yang selama ini dilakukan dengan cara jual beli SBI.

SBI dapat diperjual belikan baik secara out right, yaitu transaksi penjualan ataupun pembelian surat-surat berharga dengan tidak ketentuan untuk membeli atau menjual kembali surat-surat berharga tersebut kemudian hari. Atau repo (repurchase argument), yaitu transaksi penjualan atau pembelian surat-surat berharga dengan suatu perjanjian untuk membeli atau menjual kembali hari.

3. Penyelesaian jual beli SBI dapat dilakukan melalui kliring, baik bersamaan dengan kliring penyerahan maupun dengan transaksi pinjam-meminjam antar bank.

Tingkat suku bunga menurut teori Keynes, yaitu:

Dalam teori Keynes, tingkat suku bunga ditentukan oleh interaksi antar sector riil dan sektor moneter yang mana analisa sector riil (barang dan jasa) berupa pengeluaran konsumsi, pengeluaran investasi dan pengeluaran pemerintah, sedangkan analisa sector moneter, tingkat bunga ditentukan oleh penawaran dan permintaan akan uang (ditentukan dalam pasar uang). Uang akan mempengaruhi kegiatan ekonomi Gross National Product (GNP). Sepanjang uang ini mempengaruhi tingkat bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan untuk mengadakan


(46)

investasi dan dengan demikian akan mempengaruhi Gross National Product.

Uang menurut Keynes merupakan salah satu bentuk kekayaan yang dimiliki seseorang (portofolio) seperti halnya kekayaan dalam bentuk tabungan di bank, saham, surat berharga lainnya. Keynes hanya membagi susunan kekayaan dalam dua bentuk yakni: uang kas dan surat berharga (obligasi). Kekayaan dalam bentuk uang kas digunakan untuk transaksi tanpa adanya kerugian nilai, sedangkan surat berharga dapat naik turun tergantung dari tingkat bunga (apabila tingkat bunga naik maka harga surat berharga turun dan sebaliknya) sehingga aka nada kemungkinan pemegang surat berharga akan menderita capital loss/gain.

Tapi surat berharga mendatangkan pendapatan yang berupa bunga. (Nopirin, 2000: 94).

Gambar 5: Teori Keynes tentang tingkat bunga

Sumber: Nopirin, 2000, Pengantar Ilmu Ekonomi Makro dan Mikro, Edisi Pertama, BPFE – UGM, Yogyakarta, Halaman 95.

req

Jumlah uang

Liquidity preference


(47)

Permintaan akan uang oleh Keynes disebut dengan “liquidity preference” (permintaan uang) tergantung daripada tingkat bunga. (Nopirin, 2000:94).

Dimana di dalam teori ini membedakan permintaan akan uang menurut motivasi masyarakat untuk menahannya. Keynes membagi motivasi menahan uang:

a. Motivasi pertama untuk melayani kebutuhan transaksi.

b. Motivasi kedua untuk berjaga-jaga menghadapi keperluan yang tidak terduga dari semula.

c. Motivasi ketiga adalah motif spekulasi, yakni untuk mencari untung dari perbedaan tingkat bunga.

Dengan demikian, jelaslah bahwa teori Keynes adalah teori yang menjelaskan keadaan ekonomi jangka pendek sebelum mencapai keadaan

Full Employment (kesempatan kerja penuh).

2.2.7. Pengertian Kurs Valuta Asing

Menurut Nopirin (2000: 163) definisi nilai tukar merupakan harga di dalam bertukaran dan dalam bertukaran antara dua macam mata uang yang berbeda, akan terdapat perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut. Perbandingan nilai inilah yang disebut Kurs Valuta Asing (Exchange Rate).

Menurut Nopirin (2000:164), perbedaan tingkat kurs timbul karena beberapa hal, antara lain:


(48)

• Perbedaan antara kurs beli dan kurs jual oleh para pedagang valuta asing/Bank menjual valuta asing. Selisih kurs tersebut merupakan keuntungan bagi para pedagang.

• Perbedaan kurs yang diakibatkan oleh perbedaan dalam waktu pembayaran. Di dalam pembayaran valas yang lebih cepat akan mempunyai kurs yang lebih tinggi.

• Perbedaan kurs karena tingkat keamanan dalam penerimaan pembayaran. Sering terjadi bahwa penerimaan hak pembayaran yang berasal dari bank asing yang sudah terkenal kursnya lebih tinggi daripada yang belum terkenal.

Jadi pasar valuta asing tidaklah hanya menyangkut kurs/harga valuta asing saja, tetapi juga pihak-pihak yang melakukan transaksi. Pihak-pihak ini antara lain: eksportir-importir, bank, pedagang perantara dan Bank Sentral.

Teori kurs valuta asing yang menjelaskan batas-batas kemungkinan perubahan kurs mata uang, yaitu:

Teori Purchasing Power Parity (PPP)

Teori ini dikemukakan oleh Gustav Cassel, seorang ahli ekonomi Swedia (1988 – 1994).


(49)

Terdapat dua versi teori tersebut: 1. Versi Mutlak

Versi mutlak menyatakan bahwa suatu kurs keseimbangan suatu Negara mencerminkan rasio tingkat harga umum domestic terhadap tingkat harga umum luar negeri.

2. Versi Relatif

Versi relative menyatakan bahwa perubahan kurs keseimbangan harga mencerminkan perubahan rasio tingkat harga umum di luar negeri. Ini mewujudkan bahwa semakin banyak unit, maka uang domestk yang diperlukan untuk membeli satu unit mata uang asing karena barang domestik telah meningkatkan relative terhadap harga luar negeri dan daya beli internasional mata uang domestik telah turun atau dengan kata lain rupiah mengalami depresiasi. Atas dasar teori tersebut, maka terdapat pengaruh tingkat kurs terhadap inflasi.

2.2.7.1 Sistem Kurs Valuta Asing

Sifat kurs valutas sangat tergantung dari sifat pasar, apabila transaksi jual-beli valas dapat dilakukan secara bebas maka kurs valas akan berubah-ubah sesuai dengan perubahan permintaan dan penawarannya.


(50)

Sistem kurs valas ada beberapa macam, antara lain: 1. Sistem kurs berubah-ubah

Banyak istilah digunakan untuk mengungkapkan system kurs berubah-ubah diantaranya yang paling popular ialah flexible exchange rates system akan tetapi istilah yang sekarang paling banyak dipergunakan ialah system kurs mengambang atau foating rates system. Dalam system ini kurs valuta asing tidak ditentukan oleh pemerintah tetapi ditentukan sepenuhnya oleh pasar. Kalau pemerintah berusaha menstabilkan kurs valuta asing, yang dilakukan pemerintah ialah dengan jalan mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing di pasar dan bukannya dengan melalui dekrit. 2. Sistem kurs stabil

Istilah system kurs stabil lebih terkenal dengan istilah kurs tetap atau

fixed exchange rates system. Sistem kurs tetap atau kurs stabil dipertahankan melalui intervensi pemerintah.

3. Sistem pengawasan devisa

System devisa yang paling sedikit memperoleh perhatian para pemikir ekonomi ialah sistem pengawasan devisa atau exchange

control system. System pengawasan devisa merupakan system

penjatahan valuta asing yang dipergunakan secara menyeluruh dan seluruh valuta asing yang diperoleh para penghasil valuta asing diserahkan kepada pemerintah.


(51)

Gambar 6. Pergeseran Kurva Permintaan Dan Penawaran Kurs Valuta Asing

D1

R

S

P D

R

O

R

P 1

D

P 2

O D1

EO E1

Sumber: Nopirin, 2000, Pengantar Ilmu Ekonomi Makro dan Mikro, Edisi Pertama, BPFE – UGM, Yogyakarta, Halaman 175.

Pergerakan di dalam satu kurve berarti bahwa kenaikan/penurunan kurs akan mengakibatkan penurunan/kenaikan jumlah valuta asing yang diminta. Sedang pergeseran kuve permintaan (dari D0 D0 ke D1

D1

Pasar valuta asing adalah pertukaran kurs valas yang mempunyai fungsi pokok dalam membantu kelancaran lalu lintas pembayaran internasional, antara lain:

) diakibatkan misalnya, oleh kenaikan pengeluaran pemerintah, kenaikan jumlah uang beredar, selera masyarakat yang bergeser dari barang buatan dalam negeri ke barang-barang import atau aliran modal barang keluar negeri sebagai akibat kepanikan yang terjadi di dalam negeri.(Nopirin,2000:175)


(52)

1. Memperoleh penukaran valas serta pemindahan dana dari suatu Negara ke Negara lain (clearing).

2. Memberikan kemudahan untuk dilaksanakan perjanjian atau kontrak jual beli dengan kredit.

3. mempermudah dilakukan “headging” yaitu membantu pedagang yang melakukan transaksi jual beli valas di pasar yang berbeda, yang bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi resiko akibat perbandingan kurs.

2.2.7.3. Hubungan Antara Kurs dengan Inflasi

Makin tinggi tingkat pertumbuhan, makin besar kemungkinan untuk impor yang berarti makin besar pula permintaan akan valuta asing. Kurs valuta asing cenderung naik (harga mata uang sendiri turun).

Demikian inflasi, akan menyebabkan impor naik dan ekspor turun yang mengakibatkan kurs valuta asing naik. Disamping faktor-faktor ekonomi, ada faktor non ekonomi misalnya factor politis dan psikologis. Semua faktor tersebut akan mempengaruhi pergeseran kurva permintaan dan penawaran. (Nopirin, 2000:172 - 175).

2.3. Kerangka Pikir

Inflasi merupakan proses kenaikan harga barang secara umum yang berlaku secara terus-menerus, ini tidak berarti bahwa harga barang


(53)

itu naik dengan prosentase yang sama mungkin dapat menjadi kenaikan harga umum barang-barang secara selama periode tertentu.

Jumlah Uang Beredar tidak boleh terlalu berlebihan atau kurang. Kontrol Jumlah Uang Beredar perlu dilakukan untuk menciptakan iklim yang baik bagi stabilitas harga dan pertumbuhan ekonomi, serta kontrol bagi kegiatan kredit. Kontribusi kebijakan moneter terhadap stabilitas harga sangat penting artinya untuk menekan tingkat inflasi. (Judisseno, 2002:21).

Kenaikan pengeluaran pemerintah menyebabkan kenaikan Jumlah uang beredar sehingga laju inflasi juga mengalami peningkatan. Kebijakan yang diambil oleh Pemerintah yaitu dengan menambah pengeluaran pemerintah akan mengakibatkan anggaran defisit, sehingga harus sibiayai dengan kenaikan pajak atau pengeluaran Obligasi. Tetapi pada akhirnya pertambahan pengeluaran pemerintah tidak dapat mendorong kegiatan ekonomi karena kenaikan pengeluaran Pemerintah akan mendorong tingkat bunga naik, sehingga akan menurunkan investasi, peristiwa ini disebut “(Crowding Out)”. (Nopirin,1993:64).

Kenaikan tingkat SBI (Sertifikat Bank Indonesia) akan mengakibatkan suku bunga tabungan juga mengalami penurunan, hal tersebut mengakibatkan masyarakat enggan menyimpan uangnya di Bank dan lebih memilih memegang uang (Opportunity Cost), maka hal tersebut mengakibatkan Jumlah Uang Beredar tinggi dan harga barang dan jasa mengalami peningkatan sehingga laju inflasi meningkat. Permintaan akan


(54)

uang oleh Keynes disebut “Liquidity Preference” (permintaan uang) tergantung dari tingkat bunga. (Nopirin,2000:94).

Nilai tukar merupakan harga di dalam bertukaran dan dalam bertukaran antara dua macam mata uang yang berbeda, akan terdapat perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut. Perbandingan nilai inilah yang disebut dengan Kurs Valuta Asing, dengan meningkatnya kurs valuta asing maka akan menyebabkan kenaikan biaya produksi untuk mendorong harga barang, sehingga mengakibatkan meningkatnya laju inflasi di Indonesia. (Nopirin,1993:173).

Gambar 7: Kerangka Pikir “Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Laju Inflasi di Indonesia

Sumber: Peneliti

Jumlah uang beredar (X1)

Permintaan dan Penawaran Uang

Pengeluaran Pemerintah (X2)

Permintaan Barang dan Jasa

Tingkat Suku Bunga SBI (X3)

Opportunity Cost pemegang uang tunai

Kurs Valuta Asing (X4)

Biaya Produksi


(55)

Keterangan:

Apabila Jumlah Uang Beredar naik, maka ada indikasi permintaan dan penawaran uang meningkat sehingga laju inflasi meningkat.

Pengeluaran Pemerintah yang ditandai dengan peningkatan barang dan jasa, apabila permintaan barang dan jasa mengalami kenaikan maka inflasi akan meningkat.

Penurunan tingkat Suku Bunga SBI akan mengakibatkan laju inflasi meningkat.

Kenaikan nilai tukar Valuta Asing dalam hal ini nilai mata uang Dollar terhadap Rupiah akan mengakibatkan laju inflasi meningkat.

2.4. Hipotesis

Sesuai dengan perumusan masalah, tujuan penelitian, landasan teori yang dikemukakan terdahulu, maka dapat ditarik suatu dugaan sementara atau hipotesis. Adapun hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Diduga jumlah uang beredar, pengeluaran pemerintah, tingkat suku bunga SBI dan kurs valuta asing berpengaruh terhadap laju inflasi di Indonesia. 2. Diduga variabel tingkat suku bunga (SBI) yang dominan pengaruhnya


(56)

(57)

44 3.1. Definisi Operasional

Definisi operasional dan pengukuran variabel adalah suatu definisi yang diberikan kepada variabel dengan cara memberi arti atau spesifikasi kegiatan yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut. Definisi operasional dan pengukuran variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

a. Variabel terikat (Dependent Variable)

Laju Inflasi (Y) adalah kenaikan harga secara umum sebagai variabel terikat (Y) yang diukur dengan perhitungan yang menggunakan IHK (Indeks harga konsumen) dari tahun ke tahun di 33 kota di Indonesia. Secara kumulatif bulanan pengukuran inflasi ini dinyatakan dalam satuan prosentase (%).

b. Variabel bebas (Independent Variable) yaitu: 1. Jumlah Uang Beredar (X1

Dalam arti sempit (M1), yaitu yang meliputi seluruh uang kartal dan uang giral yang tersedia untuk digunakan oleh masyarakat. Uang kartal dan uang kas atau uang tunai yang dipegang oleh masyarakat, sedangkan uang kertas dan uang logam yang disimpan oleh bank-bank umum atau bank-bank sentral tidak


(58)

termasuk uang beredar. Pada perbankan jumlah uang beredar dihitung berdasarkan milyar rupiah (Milyar Rp).

2. Pengeluaran Pemerintah (X2

Pengeluaran pemerintah adalah semua pengeluaran pemerintah dalam periode tahun anggaran tertentu, pengeluaran tersebut tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Yang termasuk pengeluaran pemerintah adalah pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengukuran variabel ini dinyatakan dalam milyar rupiah (Milyar Rp).

)

3. Tingkat Suku Bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia) (X3

Tingkat suku bunga SBI adalah tingkat suku bunga sertifikat Bank Indonesia yang terjadi pada lelang mingguan dan harian sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Variabel ini dinyatakan dalam satuan prosentase (%).

).

4. Kurs Valuta Asing (X4

Kurs valuta asing adalah nilai tukar US $ (Dollar Amerika Serikat) terhadap rupiah yang terjadi pada pasar spot pada transaksi antar bank di Jakarta. Pengukuran kurs valuta asing ini dinyatakan dalam rupiah US $ (Rp. / US $).


(59)

3.2. Teknik Penentuan Sampel

Penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series, yaitu data yang diurutkan berdasarkan urutan waktu. Teknik penentuan sampelnya non random sampling, untuk data yang diambil adalah data tahunan dalam jangka waktu lima belas tahun yaitu tahun 1995 sampai 2009.

3.3. Jenis Data dan Teknik Populasi Data 3.3.1. Jenis Data

Jenis data yang dipakai dalam penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Jenis data yang digunakan berupa data sekunder, yaitu data yang

dikumpulkan dari instansi-instansi yang ada hubungannya dengan penelitian ini. Sumber data diantaranya diperoleh dari kantor Biro Pusat Statistik Propinsi Jawa Timur.

2. Data yang dikumpulkan meliputi: a. Laju Inflasi di Indonesia (Y) b. Jumlah uang beredar (X1

c. Pengeluaran pemerintah (X )

2

d. Tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (X )

3

e. Kurs valuta asing (X

)


(60)

3.3.2. Teknik Pengumpulan Data a. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) di Surabaya. Dan sumber data yang telah dikumpulkan dari instansi-instansi diambil berdasarkan data tahunan.

b. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara: 1. Studi kepustakaan atau libraryresearch

Data yang diperoleh dengan membaca buku-buku, majalah serta tulisan laporan-laporan yang berkaitan dengan pembahasan ini. 2. Studi Lapangan

Studi lapangan ini dimaksudkan untuk mendapatkan data sekunder yang diperlukan dalam penulisan skripsi.

Data diperoleh dengan mengambil laporan, catatan-catatan yang berhubungan dengan masalah yang dibahas pada Badan Pusat Statistik Jawa Timur.

3.4. Asumsi Analisis Regresi Linier Klasik

Pengujian ini dimaksudkan untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi, multikolinieritas dan heteroskedastisitas dalam hasil estimasi, karena apabila terjadi penyimpangan terhadap asumsi klasik tersebut, uji t dan uji F yang dilakukan sebelumnya menjadi tidak valid


(61)

dan secara statistic dapat mengacaukan kesimpulan yang diperoleh, untuk itu dilakukan uji asumsinya.

Tujuan utama penggunaan uji asumsi lasik adalah untuk mendapatkan koefisien regresi yang terbaik linier dan tidak bias (BLUE:

Best Linear Unbiased Estimator), sifat dari BLUE itu sendiri adalah: a. Best = Pentingnya sifat ini bila diterapkan dalam uji signifikan

buku terhadap α dan β

b. Linier = Sifat ini dibutuhkan untuk memudahkan dalam penaksiran.

c. Unbiased = Nilai jumlah sample sangat besar penaksiran parameter diperoleh dari sample besar kira-kira lebih mendekati nilai parameter sebenarnya.

d. Estimate = e diharapkan sekecil mungkin.

Adapun hal-hal yang perlu dihindarkan adalah: 1. Autokorelasi

Satu asumsi penting dari model regresi linier klasik adalah bahwa kesalahan atau gangguan Ui

Sedangkan yang dimaksud dengan autokorelasi yaitu keadaan dimana kesalahan pengganggu dalam suatu periode tertentu berkorelasi dengan kesalahan pengganggu periode lain. Pengujian terhadap gejala yang masuk ke dalam fungsi regresif populasi adalah randm atau tidak berkorelasi. Jika ini dilanggar, kita mempunyai problem serial korelasi atau autokorelasi.


(62)

autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji statistik Durbin Watson.

d = 2

2 ) ( t l t t e Jumlah e e

Jumlah

(Gujarati, 1995: 215) Dimana:

e adalah residual (perbedaan variabel tak bebas yang sebenarnya dengan variabel tak bebas yang ditaksir) dari setiap periode waktu. Sedangkan et-1

Sumber: Gujarati, Uji Statistik Durbin Watson, penerbit Erlangga Jakarta, Halaman 216.

Hipotesa:

Ho : ada autokorelasi positif atau autokorelasi negative adalah residual dari waktu sebelumnya.

Gambar 8. Distribusi daerah keputusan Autokorelasi

Hi : tidak ada autokorelasi positif atau autokorelasi negative Menolak Ho bukti auto korelasi positif Menolak Ho bukti auto korelasi negatif Daerah keragu-raguan Daerah keragu-raguan Menerima H0 atau H0

kedua-duanya

0 dL dn 2 4-dn 4-dL 4


(63)

Uji autokorelasi ini untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara residu/sisa regresi pada kasus ke-n dengan residu kasus ke- (n-1). 2. Heteroskedastisitas

Pengujian heteroskedastisitas dilakukan untuk melihat apakah ada kesalahan pengganggu mempunyai varian yang sama atau tidak. Hal tersebut dilabangkan sebagai:

E (Ui2) σ2

Dimana:

σ2

3. Multikolinieritas = varian i = 1, 2, 3 …… n

apabila didapat varian yang sama maka asumsi heteroskedasitas (penyebaran yang sama) diterima.

Multikolinieritas merupakan suatu keadaan dimana satu atau lebih variabel independent terdapat korelasi atau hubungan dengan variabel independent lainnya, dengan kata lain satu atau lebih variabelnya merupakan suatu fungsi linier dari variabel independent yang lain. Untuk mempermudah dalam melakukan pengujian maka terlebih dahulu dilakukan uji korelasi. Uji korelasi ini dilakukan untuk melihat hubungan masing-masing variabel independent. Kemudian dari pengujian tersebut dapat diperoleh nilai r2.


(64)

3.5 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis 3.5.1. Teknik Analisis

Untuk menaksir dan menganalisa pengaruh yang diajukan dalam hipotesis beberapa variabel yang mempengaruhi laju inflasi di Indonesia akan dilakukan beberapa analisa yang mendukung tujuan dari penelitian ini.

Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan dalam menganalisis penelitian ini adalah:

Analisis regresi linear berganda dengan asumsi klasik BLUE (Best, Linear, Unbiassed, Estimator) yang bertujuan untuk menentukan arah dan kekuatan pengaruh dari masing-masing variabel. Adapun bentuk persamaan untuk menentukan hubungan variabel depedent dengan variabel independent, sehingga dapat diformulasikan sebagai berikut:

Y = f (X1, X2, X3,

X4)………...………(3.1)

Model fungsional tersebut di atas ditetapkan pada model regresi berganda baik linear maupun non linear seperti rumus di bawah ini:

Y = β0 + β 1X1 + β 2X2 + β 3X3 + β 4X4 +

U………..(3.2) Dimana:

Y = Inflasi

X1 = Jumlah Uang Beredar


(65)

X3 = Tingkat Suku Bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia)

X4 = Kurs Valuta Asing β0 = Konstanta

β0.. β4 = Koefisien regresi X1, X2, X3 dan X4

U = variabel pengganggu yang merupakan wakil dari semua faktor lain yang dapat mempengaruhi laju inflasi namun tidak dapat dimasukkan dalam model.

i = 1, 2, 3, ………… n

Untuk mengetahui apakah model analisis tersebut cukup layak digunakan dalam pembuktian dan untuk mengetahui mana variabel bebas mampu menjelaskan keeratan dengan variabel terikat, maka perlu untuk mengetahui nilai R2 (koefisien nilai determinasi) dengan rumus:

R2 Total Kuadrat Jumlah gresi Kuadrat Jumlah Re

= ... (3.3)

Dimana:

R2 = Koefisien determinasi JK = jumlah kuadrat

JK Regresi = β1ΣYX1 + β2ΣYX2 + β3ΣYX3 + β4ΣYX4

JK Total = ΣY2

( )

n Y

Y − Σ 2

Σ

atau ... (3.4)

Jadi R2

2 4 4 3 3 2 2 1 1 Y YX YX YX YX Σ Σ + Σ + Σ +

Σ β β β

β

= ... (3.6) Karakteristik utama dari R2 adalah:


(66)

Tidak mempunyai nilai negatif Nilai berkisar antara 0 atau 0 ≤ R2 3.5.2 Uji Hipotesis

≤ 1

Uji hipotesis menggunakan uji statistik yang terdiri dari: 1. Uji F

Uji pengujian hipotesis pengaruh simultan variabel X1, X2, X3, X4

a. Ho : β

terhadap Y maka digunakan uji F dengan prosedur sebagai berikut:

1 = β 2 = β 3 = β 4

Hi : β

= 0 (tidak ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat).

1≠ β 2 ≠ β 3 ≠ β 4

b. Dalam penelitian ini digunakan tingkat signifikasi 0,05 dengan derajat bebas

= 0 (tidak ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat).

(k – 1), (n – k), dimana: n = jumlah pengamatan K = jumlah variabel bebas c. Dengan nilai f hitung

f

:

hitung

(

)

(

R

)

(

n k

)

k R − − / − 1 1 / 2 2

= ... (3.7) Dengan:

R2 = koefisien determinasi n = jumlah pengamatan k = jumlah variabel d. Makna Pengujian


(67)

Bila f hitung > f tabel maka Ho ditolak dan Hi diterima, artinya

adalah variabel bebas secara simultan (keseluruhan) mempengaruhi variabel terikat.

Bila F hitung < F tabel

Sumber: Supranto, J. 1995. Ekonometrika, Edisi Kesatu, Penerbit LPFE UI, Jakarta Halaman 365.

Sedangkan kaidah keputusannya adalah: Jika F

maka Ho diterima dan Hi ditolak, artinya adalah variabel bebas secara simultan (keseluruhan) mempengaruhi variabel terikat.

Gambar 9. Daerah krisis Ho melalui kurva distribusi F.

hitung > F tabel,, maka Ho ditolak Hi diterima (signifikan)

Jika F hitung < F tabel,,

2. Uji t

maka Ho diterima Hi ditolak (tidak signifikan) Daerah Penerimaan

Daerah Penolakan Ho


(68)

Untuk pengujian hipotesis pengaruh parsial variabel nilai jumlah uang beredar (X1), pengeluaran pemerintah (X2), tingkat Suku Bunga

SBI (X3) dan Kurs valuta asing (X4

e. Ho : βi = 0 (tidak ada pengaruh)

) terhadap laju inflasi (Y), maka digunakan uji t dengan prosedur sebagai berikut:

Ho : βi ≠ 0 (tidak ada pengaruh)

f. Dalam penelitian ini digunakan tingkat signifikan 0,05 dengan derajat bebas (n – k).

Dimana:

n = jumlah pengamatan k = jumlah variabel bebas g. Dengan nilai t

t

hitung

hitung

( )

i Se

i

β β

= ... (3.8)

Dengan:

β = koefisien regresi Se = standart error h. Makna pengujian

Bila t hitung > t tabel atau t hitung < -t tabel, maka Ho ditolak dan Hi

diterima, artinya adalah variabel bebas secara simultan (keseluruhan) mempengaruhi variabel terikat.


(69)

Bila t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel

Sumber: Supranto, J, 1995, Ekonometrika, Edisi Kesatu, Penerbit LPFE UI, Jakarta Halaman 364.

Sedangkan untuk keputusan adalah: Bila t

, maka Ho diterima dan Hi ditolak, artinya adalah variabel bebas secara simultan (keseluruhan) tidak mempengaruhi variabel terikat.

Gambar 10. Daerah krisis Ho melalui kurva distribusi uji t dua sisi

hitung < -t tabel , atau t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan Hi

diterima (signifikan),

Bila t tabel ≥ t tabel , atau t hitung ≤ t tabel maka Ho diterima dan Hi

ditolak (tidak signifikan).

Daerah Penerimaan Ho

Daerah Penolakan Ho

t tabel Daerah Penolakan Ho


(70)

57 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian 4.1.1. Kondisi Geografis

Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk Republik yang terletak 6° Lintang Utara dan 11° Lintang Selatan dan antara 94° Bujur Timur dan 141° Bujur Timur. Indonesia juga merupakan Negara berkembang yang terletak di antara dua samudera, samudera pasifik dan samudra Hindis dan berbatasan dengan samudera Indonesia utara, sebelah timur berbatasan dengan Papua Nugini dan sebelah barat berbatasan dengan samudera Indonesia

Sejak tahun 2001 Indonesia dibagi menjadi 30 Propinsi dengan 4 tambahan propinsi, yaitu kepulauan Bangka Belitung, Banten, Gorontalo dan Maluku Utara terdiri dari 268 kabupaten 85 kotamadya 4.424 kecamatan dan 68.819 desa. Indonesia merupakan Negara bahari dengan luas lautnya sekitar 7,9 juta Km (Termasuk daerah Zone Economic Eclusive ) atau 81 % dari luas keselurahan. Daratan Indonesia mempunyai luas lebih dari 1,9 juta Km dan mempunyai puluhan atau mungkin ratusan gunung merapi dan sungai.


(71)

4.1.2. Kependudukan

Dilihat dari jumlah penduduk Indonesia termasuk Negara dengan penduduk keempat di dunia setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Berdasarkan hasil sensus penduduk pada tahun 2000 sebesar 206,3 juta jiwa. Jumlah ini mencakup penduduk bertempat tinggal tetap sebesar 205,8 juta dan penduduk tidak bertempat tinggal tetap sebesar 421.399 jiwa. Laju pertumbuhan 1,49 % pertahun selama periode 2000-2001. jumlah penduduk yang begitu besar dan terus bertambah setiap tahunnya tidak diimbangi dengan pemerataan penyebaran penduduk. Hasil sensus penduduk 2002 menentukan sekitar 61 % penduduk tinggal di Pulau Jawa gambaran ini menunjukan daya dukung lingkungan yang kurang seimbang di propinsi – propinsi di Pulau Jawa.

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian

Deskripsi hasil penelitian ini memberikan gambaran tentang data- data serta perkembangan Laju Inflasi di Indonesia sehingga dapat mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi terhadap perkembangan Laju Inflasi di Indonesia, Jumlah Uang Beredar, Pengeluaran Pemerintah, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Kurs Valuta Asing.


(72)

4.2.1. Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia

Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia dapat disajikan dalam tabel di bawah ini :

Tabel 1. Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tahun 1995-2009 Tahun

Laju Inflasi di

Indonesia (Persen)

Perkembangan (%) 1995 8,64 - 1996 6,47 -2,17 1997 11,05 4,58 1998 77,63 66,58 1999 2,01 -75,62 2000 9,35 7,34 2001 12,55 3,20 2002 10,03 -2,52 2003 5,06 -4,97 2004 6,40 1,34 2005 17,11 10,71 2006 6,60 -10,51 2007 7,36 0,76 2008 11,06 3,70 2009 2,28 -8,78 Sumber : Badan Pusat Statistik ( diolah )

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa perkembangan Laju Inflasi di Indonesia selama 15 tahun (1995-2009) cenderung mengalami fluktuasi. Perkembangan tertinggi Laju Inflasi di Indonesia adalah pada tahun 1998 sebesar 66,58 % dan perkembangan terendah adalah pada tahun 1999 sebesar -75,62 %. Laju Inflasi di Indonesia tertinggi terjadi pada tahun 1998 sebesar 77,63 % dan Laju Inflasi di Indonesia terendah pada tahun 1999 sebesar 2,01 %.


(73)

4.2.2. Perkembangan Tingkat Jumlah Uang Beredar

Berdasarkan tabel 2 dapat dijelaskan bahwa perkembangan tingkat Jumlah Uang Beredar setiap tahunnya mengalami fluktuatif yang tidak tentu besarnya. Perkembangan tingkat Jumlah Uang Beredar, yang tertinggi terjadi pada tahun 2000 sebesar 30,13 %. Tetapi pada tahun 2009 terjadi perkembangan terendah sebesar 0,48 %. Sedangkan tingkat Jumlah Uang Beredar tertinggi pada tahun 2009 sebesar 468.638 milyar sedangkan terendah pada tahun 1995 sebesar 52.677 milyar.

Tabel.2. Perkembangan Jumlah Uang Beredar Tahun 1995-2009

Tahun Jumlah Uang Beredar (Milyar)

Perkembangan (%) 1995 52.677 - 1996 64.089 21,66 1997 78.343 22,24 1998 101.197 29,17 1999 124.633 23,16 2000 162.186 30,13 2001 177.731 9,58 2002 191.939 7,99 2003 223.799 16,60 2004 253.818 13,41 2005 281.905 11,07 2006 361.073 28,08 2007 460.842 27,63 2008 466.379 1,20 2009 468.638 0,48 Sumber : Badan Pusat Statistik Surabaya ( diolah )


(74)

4.2.3. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah

Berdasarkan tabel dibawah dapat diketahui bahwa pekembangan Pengeluaran Pemerintah selama 15 tahun ( 1995-2009 ) cenderung mengalami fluktuasi. Perkembangan tertinggi selama periode penelitian adalah pada tahun 1998 sebesar 64,84 % dengan nilai Pengeluaran Pemerintah sebesar 147.717 milyar yang ditahun sebelumnya nilainya sebesar 89.610 milyar. Sedangkan perkembangan terendah adalah pada tahun 2002 sebesar -14,02 %.

Tabel.3. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Tahun 1995-2009

Tahun

Pengeluaran Pemerintah

(Milyar)

Perkembangan (%) 1995 50.435 - 1996 62.561 24,04 1997 89.610 43,24 1998 147.717 64,84 1999 201.942 36,71 2000 188.393 -6,71 2001 260.509 38,28 2002 223.976 -14,02 2003 256.191 14,38 2004 306.070 19,47 2005 358.903 17,26 2006 478.249 33,25 2007 498.172 4,17 2008 729.066 46,35 2009 716.376 -1,74 Sumber : Badan Pusat Statistik Surabaya ( diolah )


(75)

4.2.4. Perkembangan Tingkat Suku Bunga SBI

Berdasarkan tabel dibawah dapat diketahui bahwa pekembangan Tingkat Suku Bunga SBI selama 15 tahun ( 1995-2009 ) cenderung mengalami fluktuasi. Perkembangan tertinggi selama periode penelitian adalah pada tahun 1998 sebesar 24,43 % dengan Tingkat Suku Bunga SBI sebesar 37,93 % yang ditahun sebelumnya nilainya sebesar 13,50%. Sedangkan perkembangan terendah adalah pada tahun 1999 sebesar –25,29 %.

Tabel.4. Perkembangan Tingkat Suku Bunga SBI Tahun 1995-2009

Tahun

Tingkat Suku Bunga SBI

(Persen)

Perkembangan (%)

1995 14,50 -

1996 14,00 -0,50 1997 13,50 -0,50 1998 37,93 24,43 1999 12,64 -25,29 2000 14,31 1,67 2001 17,63 3,32 2002 13,12 -4,51 2003 8,34 -4,78 2004 7,29 -1,05

2005 12,83 5,54

2006 9,50 -3,33 2007 7,83 -1,67

2008 11,08 3,25

2009 7,39 -3,69 Sumber : Badan Pusat Statistik Surabaya (diolah)


(76)

4.2.5. Perkembangan Kurs Valuta Asing

Berdasarkan tabel dibawah dapat diketahui bahwa pekembangan Kurs Valuta Asing selama 15 tahun ( 1995-2009 ) cenderung mengalami fluktuasi. Perkembangan tertinggi selama periode penelitian adalah pada tahun 1997 sebesar 138,99 % dengan nilai Kurs Valuta Asing sebesar

Rp 5.700,- per dollar yang ditahun sebelumnya nilainya sebesar Rp. 2.385,- per dollar. Sedangkan perkembangan terendah adalah pada

tahun 2002 sebesar –14,56 %.

Tabel.5. Perkembangan Kurs Valuta Asing Tahun 1995-2009

Tahun Kurs Valuta Asing (Rp/$)

Perkembangan (%)

1995 2.305 -

1996 2.385 3,47

1997 5.700 138,99 1998 8.100 42,11 1999 7.161 -11,59 2000 9.385 31,06 2001 10.450 11,35 2002 8.929 -14,56 2003 8.528 -4,49

2004 9.361 9,77

2005 9.850 5,22

2006 9.197 -6,63

2007 9.376 1,95

2008 11.092 18,30 2009 9.694 -12,60 Sumber : Badan Pusat Statistik Surabaya (diolah)


(1)

Gambar 15

Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial Tingkat Suku Bunga SBI (X3) terhadap Laju Inflasi di Indonesia (Y)

Sumber : Lampiran 4

Berdasarkan perhitungan diperoleh thitung sebesar

12,117 > ttabel sebesar 2,228 maka Ho ditolak dan Hi diterima,

pada level signifikan 5 %, sehingga secara parsial Tingkat Suku Bunga SBI (X3) berpengaruh secara nyata terhadap Laju Inflasi di

Indonesia (Y). Hal ini didukung juga dengan nilai signifikansi dari Tingkat Suku Bunga SBI (X3) sebesar 0,000 yang lebih kecil dari

0,05.

Nilai r2 parsial untuk variabel Tingkat Suku Bunga SBI sebesar 0,937 yang artinya Tingkat Suku Bunga SBI (X3) secara

parsial mampu menjelaskan variabel terikat Laju Inflasi di Indonesia (Y) sebesar 93,7 %, sedangkan sisanya 6,3 % dijelaskan oleh variabel lain.

Daerah Penolakan Ho Daerah Penolakan

Ho

Daerah Penerimaan Ho

12,117 2,228


(2)

77

d) Pengaruh secara parsial antara Kurs Valuta Asing (X4

Langkah-langkah pengujian :

) terhadap Laju Inflasi di Indonesia (Y)

xi. Ho : β1

Hi : β

= 0 (tidak ada pengaruh)

1

xii.α = 0,05 dengan df = 4 ≠ 0 (ada pengaruh)

xiii. thitung

) (β Se β 3 3

= = -0,079

xiv.level of significani = 0,05/2 (0,025) berarti ttabel

xv.pengujian

sebesar 2,228

Gambar 16

Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial Kurs Valuta Asing (X5)

terhadap Laju Inflasi di Indonesia (Y)

Sumber : Lampiran 4

Berdasarkan perhitungan diperoleh thitung sebesar

-0,079 < ttabel sebesar 2,228 maka Ho diterima dan Hi ditolak,

pada level signifikan 5 %, sehingga secara parsial Kurs Valuta Asing (X4) tidak berpengaruh secara nyata terhadap Laju Inflasi di

Indonesia (Y). Hal ini didukung juga dengan nilai signifikansi dari Kurs Valuta Asing (X4) sebesar 0,939 yang lebih besar dari 0,05.

Daerah Penolakan Ho Daerah Penolakan Ho Daerah Penerimaan Ho

-0,079 2,228


(3)

Nilai r2 parsial untuk variabel Kurs Valuta Asing sebesar 0,0006 yang artinya Kurs Valuta Asing (X3) secara parsial mampu

menjelaskan variabel terikat Laju Inflasi di Indonesia (Y) sebesar 0,06 %, sedangkan sisanya 99,94 % dijelaskan oleh variabel lain.

4.4. Pembahasan

Dengan melihat hasil regresi yang didapat maka peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa untuk Laju Inflasi di Indonesia :

Secara Simultan Tingkat Jumlah Uang Beredar (X1), Pengeluaran

Pemerintah (X2), Tingkat Suku Bunga SBI (X3) dan Kurs Valuta Asing

(X4) berpengaruh secara signifikan (nyata) terhadap Laju Inflasi di

Indonesia (Y)

Jumlah Uang Beredar memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Laju Inflasi di Indonesia, dapat diartikan bahwa Jumlah Uang Beredar tidak boleh terlalu berlebihan atau kurang. Kontrol Jumlah Uang Beredar perlu dilakukan untuk menciptakan iklim yang baik bagi stabilitas harga dan pertumbuhan ekonomi, serta kontrol bagi kegiatan kredit. Kontribusi kebijakan moneter terhadap stabilitas harga sangat penting artinya untuk menekan tingkat inflasi. Jika jumlah uang beredar yang ada mengalami peningkatan maka akan berakibat pada peningkatan pada permintaan dan penawaran barang karena tingkat inflasi yang rendah.


(4)

79

Pengeluaran Pemerintah tidak berpengaruh signifikan (nyata) terhadap Laju Inflasi di Indonesia, hal ini disebabkan karena tingginya pengeluaran pemerintah menyebabkan investasi turun, ini menyebabkan meningkatnya jumlah penawaran akan barang yang diakibatkan dengan turunnya tingkat inflasi di Indonesia.

Tingkat Suku Bunga SBI berpengaruh signifikan (nyata) terhadap Laju Inflasi di Indonesia, dapat diartikan bahwa tingginya tingkat suku bunga menyebabkan tingginya masyarakat untuk menyimpan uangnya di bank sehingga akan mengurangi jumlah uang beredar yang ada sehingga laju inflasi mengalami penurunan.

Variabel Tingkat Suku Bunga (SBI) Merupakan faktor yang paling dominan terhadap laju inflasi di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari hasil nilai r2 parsial untuk variabel Tingkat Suku Bunga SBI sebesar 0,937 yang artinya Tingkat Suku Bunga SBI (X3) secara parsial mampu menjelaskan

variabel terikat Laju Inflasi di Indonesia (Y) sebesar 93,7 %, sedangkan sisanya 6,3 % dijelaskan oleh variabel lain.

Kurs Valuta Asing tidak berpengaruh signifikan (nyata) terhadap Laju Inflasi di Indonesia, hal ini disebabkan karena dengan menurunnya nilai kurs valuta asing akan menyebabkan jumlah impor berkurang sehingga akan mengurangi jumlah uang beredar sehingga laju inflasi di Indonesia akan mengalami penurunan.


(5)

80 5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan analisis Regresi Linier Berganda untuk menguji pengaruh Tingkat Jumlah Uang Beredar (X1), Pengeluaran Pemerintah (X2), Tingkat Suku Bunga SBI (X3) dan

Kurs Valuta Asing (X4

1. Tingginya Jumlah Uang Beredar menyebabkan menurunnya besarnya Laju Inflasi di Indonesia.

) terhadap Laju Inflasi di Indonesia (Y), maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

2. Rendahnya Pengeluaran Pemerintah mengakibatkan berkurangnya laju inflasi di Indonesia.

3. Tingginya Tingkat Suku Bunga SBI disebabkan semakin banyaknya masyarakat untuk menyimpan dananya di bank sehingga mengurangi jumlah uang beredar maka Laju Inflasi di Indonesia meningkat.

4. Variabel Tingkat Suku Bunga (SBI) Merupakan faktor yang paling dominan terhadap laju inflasi di Indonesia.


(6)

81

5.2.Saran

Sejalan dengan kesimpulan tersebut diatas yangberhubungan dengan hasil pembahasan masalah, dikemukakan saran yang kiranya dapat dijadikan pertimbangan bagi pemerintah, investor dan penelitian selanjutnya dalam dalam menentukan kebijaksanaan di masa yang akan datang, antara lain :

a. Bagi pihak pemerintah

Untuk dapat meningkatkan Laju Inflasi maka pihak pemerintah hendaknya lebih memperhatikan kenaikan jumlah uang beredar dan lebih menambah Tingkat Suku Bunga SBI.

b. Bagi pihak investor

Dengan menurunnya tingkat inflasi maka semakin banyak investor akan melakukan investasi.

c. Bagi peneliti selanjutnya

untuk lebih memantapkan penelitian ini hendaknya melakukan penelitian untuk periode waktu yang berbeda dan menambah atau mengganti variabel bebas.