Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Pencegahan HIV/AIDS pada Remaja di Daerah Perbatasan Indonesia-Timor Leste Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2016.

(1)

UNIVERSITAS UDAYANA

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA REMAJA DI DAERAH PERBATASAN INDONESIA –

TIMOR LESTE PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2016

JODINITA ANGELINA DE FATMA

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA 2016


(2)

UNIVERSITAS UDAYANA

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA REMAJA DI DAERAH PERBATASAN INDONESIA –

TIMOR LESTE PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2016

JODINITA ANGELINA DE FATMA NIM. 1220025101

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA 2016


(3)

UNIVERSITAS UDAYANA

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA REMAJA DI DAERAH PERBATASAN INDONESIA –

TIMOR LESTE PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2016

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT

JODINITA ANGELINA DE FATMA NIM. 1220025101

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA 2016


(4)

PERNYATAAI\I FURSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui dan diperiksa dihadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat

_

Fakultas Kedolderan Universjtas Udayana

De,npasar,28 Jtmi 2016

dr. Ni WaXn Se'

tari$i.I#H

NrP. 19800929 200801 2 015


(5)

PERI{YATAAN

PE

RSETUJUAN

Skripsi ini telah dipresentasikan dan diuji dihadapan Tim Fenguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kedokteran Universitas Udyana

-Denpasar,28 Juni 2016

Tim Penguji Skrisi

Made Paqek Kardiwinata. S.KM.. M.Kes NrP. 19770101 200501 1 001

NIP. 19800113 200501 2 005

iv


(6)

v

KATA PENGANTAR

Puji Syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya dapat diselesaikannya skripsi penelitian yang berjudul “Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Pencegahan HIV/AIDS pada Remaja di Daerah Perbatasan Indonesia – Timor Leste Provinsi Nusa Tenggara Timur

Tahun 2016” ini tepat pada waktunya.

Ucapan terima kasih diberikan atas kerjasamanya dalam penyusunan skripsi ini kepada :

1. dr. I Made Ady Wirawan, MPH., Ph.D., selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Udayana atas segenap bantuan dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian secara lancar.

2. Ni Luh Putu Suariyani, SKM.,MHlth&IntDev., selaku Kepala Bagian Epidemiologi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

3. dr. Ni Wayan Septarini, MPH selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu dalam memberikan masukan dan bimbingan dalam penyusunan proposal penelitian ini.

4. Seluruh dosen, staf, dan pegawai Program Studi Kesehatan Masyarakat atas dukungan dan kerjasamanya.

5. Camat Kecamatan Kakuluk Mesak, Kecamatan Tasi Feto Timur, Kecamatan Bikomi Utara dan Kecamatan Insana Utara yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian ini.


(7)

vi

6. Kepala Sekolah SMKN Kakuluk Mesak, SMKN 2 Silawan, SMA Bikomi Utara, SMK Perikanan Wini, SMK Wisuarya Tes.

7. Kedua orang tua tersayang serta kaka dan adik yang selalu mendukung dan memberikan semangat kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

8. Semua sahabat-sahabat pabo serta sahabat-sahabat lainnya yang selalu memberikan dukungan, semangat serta memberikan saran dan kritikan dalam penyusunan skripsi ini.

9. Teman-teman IKM 2012 dan semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

Penulis menyadari sepenuhnya atas keterbatasan penulis dalam penyusunan skripsi ini yang masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membenagun guna dapat menyempurnakan skripsi ini. Demikian skripsi ini disusun semoga dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan pihak lain yang menggunakan.

Denpasar, 9 Juni 2016


(8)

vii

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA PEMINATAN EPIDEMIOLOGI

JUNI 2016

JODINITA ANGELINA DE FATMA

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA REMAJA DI DAERAH PERBATASAN

INDONESIA-TIMOR LESTE PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2016

ABSTRAK

HIV/AIDS merupakan salah satu penyakit menular seksual yang marak terjadi di kalangan masyarakat dan menjadi permasalahan kesehatan yang mendunia. Prevalensi HIV/AIDS di kalangan masyarakat khususnya remaja terus meningkat tiap tahunnya. Tingginya angka kejadian HIV/AIDS pada kelompok usia 15-24 tahun diindikasikan karena pada kelompok usia ini yang merupakan masa remaja yang memiliki perilaku berisiko untuk terinfeksi HIV. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan HIV/AIDS pada remaja di daerah perbatasan Indonesia-Timor Leste Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2016. Berpotensinya remaja daerah perbatasan Indonesia-Timor Leste dikarenakan di daerah perbatasan dapat terjadi penyelundupan barang, orang, napza (narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya) seperti di daerah perbatasan lainnya. Sehingga hal tersebut dapat berdampak pada terjadinya penyebaran HIV, yaitu melalui hubungan seksual maupun penggunaan napza suntik.

Penelitian ini menggunakan desain obsevasional dengan rancangan cross sectional analitik. Jumlah sampel dari penelitian ini adalah sebanyak 271 remaja yang memenuhi kriteria inklusi dengan teknik pengambilan sampel total sampling. Dari hasil uji regresi diketahui bahwa faktor dominan dalam penelitian ini adalah jenis kelamin (AOR=2,58) dan pengaruh teman sebaya (AOR=4,20).


(9)

viii PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM

FACULTY OF MEDICAL UDAYANA UNIVERSITY EPIDEMIOLOGY DEPERTMENT

JUNE 2016

JODINITA ANGELINA DE FATMA

FACTORS RELATED TO PREVENTION BEHAVIORS HIV/AIDS AMONG ADOLENSCENTS IN THE BORDERS AREA INDONESIA-TIMOR LESTE

PROVINCE OF NUSA TENGGARA TIMUR IN 2016 ABSTRACT

HIV/AIDS is a sexually transmitted disease which is rife in the community and become a global health problem. Prevalence of HIV/AIDS in society, especially adolescents grows rapidly every year. The high incidence of HIV/AIDS in the age group 15-24 years is indicated because in this age group is teens who have risk behaviors for HIV infection. This study aims to identify factors related to the behavior of HIV / AIDS prevention in adolescents in the border area between Indonesia and East Timor East Nusa Tenggara Province in 2016. Potentially why the teen border areas of Indonesia and Timor Leste because in the border area can occur smuggling of goods, people, drugs (narcotics, psychotropic and other addictive substances). So that it can has an impact on the spread of HIV, including through sexual contact and injecting drug use.

This scientific study is an observational with cross sectional analytic design and the sample size of the study ware as much as 271 teenagers who met the inclusion with a total sampling techniques. From the results of the regression test known that the dominant factor in this study were gender (AOR = 2.58) and the influence of peers (AOR = 4.20).


(10)

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL DENGAN SPESIFIKASI ... ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iii

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Pertanyaan Peneliti... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.4.1 Tujuan Umum ... 5

1.4.2 Tujuan Khusus ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

1.5.1 Manfaat Teoritis ... 6

1.5.2 Manfaat Praktis ... 6

1.6 Ruang Lingkup Penelitian... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 HIV dan AIDS ... 8

2.1.1 Epidemiologi HIV/AIDS ... 8

2.1.2 Cara Penularan... 13

2.1.3 Pencegahan HIV/AIDS ... 13

2.2 Remaja ... 15

2.2.1 Pengertian ... 15


(11)

xi

2.3 HIV dan Remaja ... 17

2.3.1 Faktor yang Berhubungan dengan Pencegahan HIV/AIDS pada Remaja ... 18

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 24

3.1 Kerangka Konsep ... 24

3.2 Hipotesis ... 25

3.3 Variabel dan Definisi Operasional ... 25

3.3.1 Variabel Penelitian ... 25

3.3.2 Definisi Operasional Variabel ... 26

BAB IV METODE PENELITIAN ... 29

4.1 Desain Penelitian ... 29

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 29

4.3.1 Populasi Penelitian ... 29

4.3.2 Sampel Penelitian ... 30

4.3.3 Perhitungan Besar Sampel ... 31

4.3.4 Teknik Sampling ... 32

4.4 Jenis dan Pengumpulan Data` ... 32

4.5 Pengolahan dan Analisis Data ... 33

4.5.1 Pengolahan Data ... 33

4.5.2 Teknik Analisis Data ... 34

BAB V HASIL PENELITIAN ... 36

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 36

5.2 Karateristik Responden ... 37

5.3 Pengetahuan Remaja Tentang HIV/AIDS ... 38

5.4 Sikap Remaja Terhadap HIV/AIDS... 39

5.5 Keterpaparan Informasi Terkait HIV/AIDS ... 40

5.6 Faktor Lingkungan Terhadap Perilaku Pencegahan Tertular HIV/AIDS .... 41

5.6.1 Pola Asuh Orang Tua ... 42

5.6.2 Pengaruh Teman Sebaya ... 42

5.7 Perilaku Terkait Pencegahan HIV/AIDS ... 44

5.8 Pengaruh Jenis Kelamin Remaja Terhadap Perilaku Pencegahan HIV/AIDS ... 45


(12)

xii

5.9 Pengaruh Pengetahuan Remaja Tentang HIV/AIDS Terhadap Perilaku

Pencegahan HIV/AIDS ... 46

5.10 Pengaruh Sikap Remaja Tentang HIV/AIDS Terhadap Perilaku Pencegahan HIV/AIDS. ... 47

5.11 Pengaruh Paparan Sumber Informasi Tentang HIV/AIDS Terhadap Perilaku Pencegahan HIV/AIDS. ... 48

5.12 Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Perilaku Pencegahan HIV/AIDS. . 49

5.12.1 Pola Asuh Orang Tua ... 49

5.12.2 Pengaruh Teman Sebaya ... 50

5.13 Faktor Dominan yang Mempengaruhi Perilaku Pencegahan HIV/AIDS .... 51

BAB VI PEMBAHASAN ... 54

6.1 Gambaran Perilaku Pencegahan HIV/AIDS pada Remaja di Daerah Perbatasan Indonesia-Timor Leste ... 54

6.1 Pengaruh Tingkat Pengetahuan Terhadap Perilaku Pencegahan HIV/AIDS pada Remaja di Daerah Perbatasan Indonesia-Timor Leste Provinsi NTT . 55 6.2 Pengaruh Sikap Terhadap Perilaku Pencegahan HIV/AIDS pada Remaja di Daerah Perbatasan Indonesia-Timor Leste Provinsi NTT ... 57

6.3 Pengaruh Paparan Informasi dengan Perilaku Pencegahan pada Remaja di Daerah Perbatasan Indonesia-Timor Leste Provinsi NTT ... 59

6.4 Pengaruh Faktor Lingkungan dengan Perilaku Pencegahan pada Remaja di Daerah Perbatasan Indonesia-Timor Leste Provinsi NTT. ... 61

6.4.1 Pola Asuh Orang Tua ... 61

6.4.2 Teman Sebaya ... 62

6.5 Faktr Dominan Perilaku Pencegahan yang Mempengaruhi Perilaku Pencegahan HIV/AIDS pada Remaja di Daerah Perbatasan Indonesia-Timor Leste ... 66

6.6 Keterbatasan Penelitian ... 66

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 68

7.1 Simpulan ... 68

7.2 Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70 LAMPIRAN


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel ... 26 Tabel 5.1 Distribusi Karateristik Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur pada Remaja

di daerah perbatasan Indonesia-sTimor Leste Pronvisi NTT ... 37 Tabel 5.2 Distribusi Tingkat Pengetahuan Tentang HIV/AIDS pada Remaja di

Daerah Perbatasan Indonesia-Timor Leste Provinsi NTT ... 38 Tabel 5.3 Distribusi Aspek Pengertian, Penyebab, Cara Penularan dan Cara

Pencegahan Penularan HIV/AIDS pada Remaja di Daerah Perbatasan Indonesia-Timor Leste Provinsi NTT ... 38 Tabel 5.4 Distribusi Sikap Terhadap HIV/AIDS pada Remaja di Daerah Perbatasan

Indonesia-Timor Leste Provinsi NTT ... 39 Tabel 5.5 Distribusi Pernyataan Sikap Terhadap HIV/AIDS pada Remaja di Daerah

Perbatasan Indonesia-Timor Leste Provinsi NTT ... 39 Tabel 5.6 Distribusi Keterpaparan Informasi Terkait HIV/AIDS pada Remaja di

daerah Perbatasan Indonesia-Timor Leste Provinsi NTT ... 41 Tabel 5.7 Distribusi Sumber Informasi HIV/AIDS pada Remaja di Daerah

Perbatasan Indonesia-Timor Leste Provinsi NTT ... 41 Tabel 5.8 Distribusi Intensitas Keterpaparan Informasi Terkait HIV/AIDS pada

Remaja di Daerah Perbatasan Indonesia-Timor Leste Provinsi NTT ... 41 Tabel 5.9 Distribusi Pola Asuh pada Remaja di Daerh Perbatasan Indonesia-Timor

Leste Provinsi NTT ... 42 Tabel 5.10 Distribusi Pengaruh Teman Sebaya pada Remaja di Daerh Perbatasan

Indonesia-Timor Leste Provinsi NTT ... 43 Tabel 5.11 Distribusi Jawaban Terhadap Pengaruh Teman Sebaya pada Remaja di

Daerh Perbatasan Indonesia-Timor Leste Provinsi NTT ... 43 Tabel 5.12 Distribusi Perilaku Pencegahan HIV/AIDS pada Remaja di Daerah

Perbatasan Indonesia-Timor Leste Provinsi NTT ... 44 Tabel 5.13 Distribusi Remaja yang Pernah Perilaku Berisiko Tertular HIV/AIDS .. 45


(14)

xiv

Tabel 5.14 Analisis Pengaruh Jenis Kelamin Terhadap Perilaku Pencegahan HIV/AIDS pada Remaja di Daerah Perbatasan Indonesia-Timor Leste Provinsi NTT ... 45 Tabel 5.15 Analisis Pengaruh Pengetahuan Terhadap Perilaku Pencegahan

HIV/AIDS pada Remaja di Daerah Perbatasan Indonesia-Timor Leste Provinsi NTT ... 47 Tabel 5.16 Analisis Pengaruh Sikap Terhadap Perilaku Pencegahan HIV/AIDS pada

Remaja di Daerah Perbatasan Indonesia-Timor Leste Provinsi NTT ... 48 Tabel 5.17 Analisis Pengaruh Paparan Informasi Terhadap Perilaku Pencegahan

HIV/AIDS pada Remaja di Daerah Perbatasan Indonesia-Timor Leste Provinsi NTT ... 49 Tabel 5.18 Analisis Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perilaku Pencegahan

HIV/AIDS pada Remaja di Daerah Perbatasan Indonesia-Timor Leste Provinsi NTT ... 49 Tabel 5.19 Analisis Pengaruh Teman Sebaya Terhadap Perilaku Pencegahan

HIV/AIDS pada Remaja di Daerah Perbatasan Indonesia-Timor Leste Provinsi NTT ... 51 Tabel 5.20 Analisis Multivariat Jenis Kelamin, Paparan Informasi dan Pengaruh

Teman Sebaya Terhadap Perilaku Pencegahan HIV/AIDS pada Remaja di Daerah Perbatasan Indonesia-Timor Leste ... 52


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 3.1 Kerangka Konsep ... 24


(16)

xvi

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN

Daftar Lambang

> : Lebih besar < : Lebih kecil

: Lebih besar sama dengan : Lebih kecil sama dengan : Sampai dengan

Daftar Singkatan

AIDS : Aquired Immune Deficiency Syndrome AOR : Adjusted Odd Ratio

CI : Confidence Interval

HIV : Human Immuno Deficiency Virus IDU : Injecting Drug Use

NTT : Nusa Tenggara Timur SMA : Sekolah Menengah Atas STT : Serum Test of Syphilis TTU : Timor Tengah Utara

UNAIDS : United Nations Programme on HIV/AIDS

UNICEF : United Nations Internasional Children’s Emergency Fund WHO : World Health Organization


(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Penelitian

Lampiran 2. Permohonan Menjadi Responden Lampiran 3. Kuesioner


(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

HIV/AIDS merupakan salah satu penyakit menular seksual yang marak terjadi di kalangan masyarakat dan menjadi permasalahan kesehatan yang mendunia. Berdasarkan data WHO tahun 2014 pada akhir tahun 2013 sebanyak 35 juta orang di dunia hidup dengan HIV dan 1,5 juta mengalami kematian. Sementara itu jumlah orang yang hidup dengan HIV pada tahun 2013 di wilayah Asia dan Pasifik sebanyak 4.800.000 orang dan 250.000 diantaranya meninggal. Pada laporan yang sama 350.000 kasus merupakan kasus HIV baru dengan 22.000 penderita adalah anak-anak (USAIDS, 2014). Sementara itu menurut data UNICEF (2014) sebanyak 64 % kasus baru AIDS terdapat pada remaja dengan usia 15-19 tahun. Sedangkan 110.000 orang dengan rentangan usia 10-19 tahun meninggal karena virus HIV di seluruh dunia.

Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami peningkatan kasus HIV/AIDS yang cukup tinggi tiap tahun. Pada tahun 2012 tercatat jumlah kasus HIV di Indonesia sebanyak 21.511 kasus dan 9.649 adalah kasus AIDS. Sementara itu pada tahun 2013 tercatat jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia meningkat menjadi 29.037 kasus HIV dan sebesar 10.163 kasus AIDS. Peningkatan ini terus terjadi hingga pada tahun 2014 tercatat sebanyak 32.711 kasus HIV dan 5.494 kasus AIDS (Ditjen PP dan PL, Kemenkes RI, 2015). Sedangkan jumlah kasus HIV/AIDS pada penduduk usia < 15 tahun sebanyak 787 kasus dan kasus HIV pada penduduk usia 15-24 tahun sebanyak 4.400 kasus (Ditjen PP dan PL, Kemenkes RI, 2014).


(19)

2

Tingginya angka kejadian HIV/AIDS pada kelompok usia 15-24 tahun berdasarkan penelitian Lestari dan Sugiharta (2007) diindikasikan karena pada kelompok usia ini yang merupakan masa remaja yang memiliki perilaku berisiko untuk terinfeksi HIV. Dimana remaja merupakan pribadi yang terus berkembang menuju kedewasaan, dan sebagai proses perkembangan yang berjalan natural, remaja mencoba berbagai perilaku yang berisiko (Smet, 1994 dalam Lestari, 2011). Berdasarkan survei kesehatan reproduksi remaja Indonesia (SKKRI) tahun 2007 remaja dengan rentangan usia 15-24 tahun di Indonesia 55,2% pernah melakukan perilaku berisiko. Perilaku berisiko yang dilakukan oleh remaja dengan rentangan usia 15-24 tahun ini 52,7% pernah merokok, 24,7% pernah minum alkohol, 3,4% pernah melakukan penyalahgunaan narkoba, dan 4,1% diantaranya pernah melakukan hubungan seks pranikah (Lestari dan Sugiharti, 2011).

Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan penderita HIV/AIDS yang mengalami peningkatan kasus setiap tahunnya dan menyebabkan kematian yang tinggi. Provinsi NTT dengan jumlah penduduk pada tahun 2014 sebanyak 5.356.567 jiwa yang tersebar di 22 kabupaten/kota ini melaporkan jumlah penderita AIDS pada tahun 2014 adalah sebanyak 389 orang dan jumlah penderita AIDS ini mengalami peningkatan dibandingkan tiga tahun sebelumnya. Sedangkan jumlah penderita HIV di Provinsi NTT pada tahun 2014 juga mengalami peningkatan sebesar 249 orang (Ditjen PP dan PL, Kemenkes RI, 2015).

Provinsi NTT memiliki 2 Kabupaten yang secara administrasi memiliki batas langsung dengan Negara Timor Leste. Kedua kabupaten yang memiliki batas administrasi dengan Negara Timor Leste adalah Kabupaten Belu dan Kabupaten


(20)

3

Timor Tengah Utara (TTU). Prevalensi kasus HIV/AIDS di kedua Kabupaten ini cukup tinggi dan mengalami peningkatan tiap tahunnya. Tingginya kasus HIV/AIDS di daerah perbatasan pada umumnya dikarenakan adanya penyelundupan barang, orang, dan napza (narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya). Sehingga dapat berdampak pada terjadinya penyebaran HIV, yaitu melalui hubungan seksual maupun penggunaan napza suntik (Hetli, dkk., 2013). Adanya penyelundupan barang, orang, dan napza (narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya) di daerah perbatasan dapat terjadi juga di daerah perbatasan Indonesia-Timor Letste mengingat bahwa batas administrasi yang langsung antara Indonesia dan Timor Leste.

Prevalensi kasus HIV/AIDS di Kabupaten Belu berdasarkan Data Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi NTT, pada tahun 2014 tercatat jumlah kasus HIV/AIDS di Kabupaten Belu sebanyak 471 kasus. Dibandingkan tahun 2013 jumlah kasus HIV/AIDS di Kabupaten Belu ini mengalami peningkatan yang cukup tajam. Dimana pada tahun 2013 jumlah kasus HIV/AIDS di Kabupaten Belu baru mencapai 106 kasus (P2P, Provinsi NTT, 2014).

Sejak tahun 2010 dilaporkan jumlah penderita HIV/AIDS lebih banyak berada pada usia produktif yakni 20-29 tahun. Jumlah Penderita HIV/ADS pada usia produktif pada tahun 2010 tercatat 43,81% diantaranya penginap AIDS dan 33,81% penginap HIV (KPAD NTT, 2010). Jumlah kasus penderita HIV/AIDS pada usia produktif ini terus meningkat hinga tahun 2013 (KPA NTT, 2013).

Tidak jauh berbeda dengan Kabupaten Belu, jumlah kasus AIDS di Kabupaten TTU tertinggi pada kelompok usia produktif yaitu antara usia 20 29 tahun. Dimana selama bulan Januari hingga September 2015 terdapat 16 kasus AIDS baru. Hal ini berarti penderita AIDS tersebut telah terinfeksi HIV dari usia remaja mengingat


(21)

4

perjalan HIV menjadi AIDS membutuhkan waktu yang tergolong lama sekitar 5-10 tahun. Oleh karena itu, remaja merupakan kelompok yang memiliki risiko yang sangat besar terhadap terinfeksinya HIV terutama disebabkan karena pergaulan yang bebas atau penggunaan napza suntik dan penyalahgunaan obat-obat terlarang.

Melihat dari jumlah kasus HIV/AIDS yang tinggi di kalangan remaja terutama pada remaja di daerah sekitar perbatasan dan besarnya risiko remaja tertular HIV/AIDS cukup tinggi serta belum ada penelitian serupa di daerah perbatasan khususnya di Kabupaten Belu dan Kabupaten TTU, maka hal ini perlu untuk dilakukan penelitian pada remaja di Kabupaten Belu dan Kabupaten TTU Provinsi NTT tahun 2016.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah penelitian tentang: “Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Pencegahan HIV/AIDS pada Remaja di Daerah Perbatasan Indonesia Timor Leste Provinsi NTT Tahun 2016”.

1.3Pertanyaan Peneliti

Berdasarkan permasalahan di atas maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh tingkat pengetahuan terhadap perilaku pencegahan HIV/AIDS pada remaja di daerah perbatasan Indonesia Timor Leste Provinsi NTT?

2. Bagaimana pengaruh sikap terhadap perilaku pencegahan HIV/AIDS pada remaja di daerah perbatasan Indonesia Timor Leste Provinsi NTT?


(22)

5

3. Bagaimana pengaruh paparan informasi terhadap perilaku pencegahan HIV/AIDS pada remaja di daerah perbatasan Indonesia Timor Leste Provinsi NTT?

4. Bagaimana pengaruh jenis kelamin terhadap perilaku pencegahan HIV/AIDS pada remaja di daerah perbatasan Indonesia Timor Leste Provinsi NTT?

5. Bagaimana pengaruh pola asuh orang tua terhadap perilaku pencegahan HIV/AIDS pada remaja di daerah perbatasan Indonesia Timor Leste Provinsi NTT?

6. Bagaimana pengaruh teman sebaya terhadap perilaku pencegahan HIV/AIDS pada remaja di daerah perbatasan Indonesia Timor Leste Provinsi NTT?

1.4Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan HIV/AIDS pada remaja di daerah perbatasan Indonesia Timor Leste Provinsi NTT tahun 2016.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengaruh tingkat pengetahuan terhadap perilaku pencegahan HIV/AIDS pada remaja di daerah perbatasan Indonesia Timor Leste Provinsi NTT.

2. Untuk mengetahui pengaruh sikap terhadap perilaku pencegahan HIV/AIDS pada remaja di daerah perbatasan Indonesia Timor Leste Provinsi NTT.

3. Untuk mengetahui pengaruh paparan informasi terhadap perilaku pencegahan HIV/AIDS pada remaja di daerah perbatasan Indonesia Timor Leste Provinsi NTT.


(23)

6

4. Untuk mengetahui pengaruh jenis kelamin terhadap perilaku pencegahan HIV/AIDS pada remaja di daerah perbatasan Indonesia Timor Leste Provinsi NTT.

5. Untuk mengetahui pengaruh pola asuh orang tua terhadap perilaku pencegahan HIV/AIDS pada remaja di daerah perbatasan Indonesia Timor Leste Provinsi NTT.

6. Untuk mengetahui pengaruh teman sebaya terhadap perilaku pencegahan HIV/AIDS pada remaja di daerah perbatasan Indonesia Timor Leste Provinsi NTT.

1.5Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis

1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan inovasi dan informasi serta pengembangan teori bagi kesehatan masyarakat terkait HIV/AIDS khususnya bagi kesehatan reproduksi remaja di daerah-daerah NTT.

2. Dapat digunakan sebagai refrensi bagi peneliti selanjutnya sehingga peneliti selanjutnya dapat menggali lebih dalam tentang perilaku remaja dalam mencegah penyebaran HIV/AIDS.

1.5.2 Manfaat Praktis

Hasil dari penelitian ini sangat diharapkan dapat menjadi masukan dan digunakan sebagai upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat khususnya remaja bagi Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Lembaga-lembaga yang bergerak dibidang kesehatan reproduksi remaja, Lembaga-lembaga yang bergerak dibidang HIV/AIDS dan lain-lain.


(24)

7

1.6Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah di bidang epidemiologi untuk mengetahui faktor yang berpengaruhi perilaku pencegahan HIV/AIDS pada remaja di daerah perbatasan Indonesia Timor Leste Provinsi NTT tahun 2016.


(25)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1HIV dan AIDS

AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya kekebalan tubuh. Menurunya kekebalan tubuh ini oleh virus HIV. HIV (Human Immunodeficincy Virus) merupakan virus yang hidup di dalam tubuh manusia yang terinfeksi (Mintarjo, 2009).

2.1.1 Epidemiologi HIV/AIDS

1. Distribusi dan Frekuensi HIV/AIDS a. Berdasarkan Orang

Kerentanan setiap orang terhadap HIV/AIDS bersifat umum dan tidak diketahui bahwa adanya kekebalan orang terhadap infeksi HIV/AIDS. Selain itu infeksi HIV/AIDS juga tidak dipengaruhi oleh ras, jenis kelamin dan kehamilan sehingga hal ini memungkinkan setiap orang mungkin akan terinfeksi HIV/AIDS (Chin, 2000).

Berdasarkan data USAIDS (2014) pada akhir tahun 2013 sebanyak 35 juta orang di dunia hidup dengan HIV dan 1,5 juta mengalami kematian. Sementara itu jumlah orang yang hidup dengan HIV pada tahun 2013 di wilayah Asia dan Pasifik sebanyak 4.800.000 orang dan 250.000 diantaranya meninggal. Sementara itu menurut data UNICEF (2014) sebanyak 64 % kasus baru AIDS terdapat pada remaja dengan usia 15-19 tahun. Sedagkan 110.000 orang dengan rentangan usia 10-19 tahun meninggal karena virus HIV di seluruh dunia.


(26)

9

Berdasarkan data Ditjen, PP & PL, Kemenkes RI (2014), jumlah kumulatif penderita HIV tahun 1987 hingga bulan September 2014 yang laporkan adalah sebesar 150.296 orang dan jumlah kumulatif penderita AIDS dari 1987 hingga bulan September 2014 yang dilaporkan adalah 55.799 orang. Sedangkan kasus baru AIDS pada tahun 2014 berdasarkan kelompok umur menunjukkan bahwa kasus baru AIDS tertinggi pada kelompok usia produktif yaitu usia 20-29 tahun (32,2%) dan diikuti usia 30-39 tahun (29,1%). Berdasarkan laporan yang sama jumlah penderita AIDS laki-laki lebih banyak di bandingkan perempuan. Dimana jumlah penderita AIDS laki-laki sebesar 61,6% dan jumlah penderita AIDS perempuan sebesar 34,4% dan penderita AIDS yang tidak diketahui jenis kelaminnya adalah sebesar 4,0%.

Berdasarkan data dari Komisi Pemberantasan AIDS (KPA) Provinsi NTT (2015), sejak tahun 1997 hingga Desember 2014 jumlah kumulatif penderita AIDS di Provinsi NTT adalah 1849 orang dan jumlah kumulatif penderita HIV adalah sebesar 1403 orang. Jumlah penderita HIV/AIDS tertinggi di Provinsi NTT adalah ibu rumah tangga yaitu mencapai 840 orang.

b. Berdasarkan Tempat

Berdasarkan data dari Joint United Nation Program on HIV/AIDS (UNAIDS) tahun 2013, di kawasan Sub-Sahara Afrika menyumbang hampir 70% dari total penderita HIV baru secara global. Jumlah penderita HIV di kawasan Sub-Sahara Afrika selama tahun 2013 adalah 24,7 juta orang dan jumlah orang yang meninggal karena AIDS pada tahun 2013 adalah sebesar 1,1 juta orang. Sedangkan di Asia dan Pasifik jumlah penderita HIV baru pada tahun 2013 adalah sebesar 4,8 juta orang dan jumlah orang yang meninggal karena AIDS adalah sebesar 250.000 orang.


(27)

10

Berdasarkan data dari Ditjen PP & PL Depkes RI (2014), tercatat 5494 kumulatif kasus AIDS terjadi di 33 provinsi dan 404 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Provinsi dengan kumulatif kasus AIDS tertinggi adalah Jawa Timur (824), Jawa Tengah (740), Bali (727), Papua (493), Nusa Tenggara Timur (389), Sumatera Barat (240), Sumatera Utara (231), Sulawesi Selatan (209), Kalimantan Timur (206) dan Riau (167).

c. Berdasarkan Waktu

AIDS merupakan penyakit menular yang mengglobal saat ini. Sejak pertama kali ditemukan kasus AIDS di Indonesia tahun 1987, jumlah kasus HIV/AIDS yang dilaporkan di Indonesia mengalami peningkatan tiap tahun. Sampai dengan tahun 1990 perkembangan kasus AIDS masih lambat, namun sejak tahun 1991 jumlah kasus AIDS lebih dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Jumlah kasus AIDS di Indonesi sejak tahun 1987 hingga tahun 2013 mencapai 65.790 kasus.

Berdasarkan data dari Ditjen PP & PL Depkes RI (2014), trend kecenderungan jumlah kasus AIDS senantiasa mengalami peningkatan hingga tahun 2012 dan menurun pada tahun 2013 hingga 2014. Pada tahun 2009 terdapat 6.073 kasus baru, tahun 2010 meningkat menjadi 6.907 kasus baru, tahun 2011 meningkat menjadi 7.312 kasus baru, pada tahun 2012 meningkat menjadi 8.747 kasus baru, pada tahun 2013 mengalami penurunan jumlah kasus AIDS yaitu 6.266 kasus baru, dan hingga tahun 2014 menurun menjadi 5.494 kasus baru.

2. Determinan HIV/AIDS

a. Agent

Agent sering disebut juga dengan faktor penyebab merupakan suatu unsur, organisme hidup atau kuman infeksi yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit


(28)

11

atau masalah kesehatan lainnya. Agent atau faktor penyebab pada AIDS adalah virus HIV. Hingga saat ini obat untuk membunuh virus HIV sulit ditemuakan. Hal ini dikarena virus HIV sangat mudah mengalami mutasi. Virus ini sangat muda mati ketika berada diluar tubuh atau pada temperatur 600C selama 30 menit.

Perkembangan HIV menjadi AIDS melalui 4 fase. Fase pertama, fase ini berlangsung selama beberapa minggu setelah seseorang terinfeksi virus HIV. Namun pada tes HIV penderita tidak menunjukkan terinfeksi HIV. Fase kedua, merupakan fase terpanjang dari keempat fase. Pada fase ini penderita terlihat sehat-sehat saja namun dalam tubuh penderita virus HIV sedang berkembang. Lama fase ini adalah 5-10 tahun. Virus HIV yang masuk ke tubuh menghancurkan sel CD-4 dalam tubuh yang merupakan sel darah putih yang bertugas untuk menangkal infeksi dan merupakan antibodi untuk melawan penyakit. Semakin sedikit sel CD-4 dalam darah, sistem kekebalan tubuh akan melemah dan penderita akan semakin sulit menghindari penyakit.

Fase ketiga dimulai ketika tubuh penderita telah dikuasai oleh virus. Pada saat kekebalan tubuh menjadi lemah penyakit lain yang sebenarnya dapat dilawan oleh sistem kekebalan tubuh dengan mudah menyerang penderitan yang telah terinfeksi. Gejala yang timbul pada fase ini adalah gejala-gejala ringan seperti rasa lelah, infeksi jamur, diare, demam, berat badan terus menurun, berkeringat pada malam hari, pembengkakan kelenjar limpa, infeksi pada sekitar area mulut, atau batuk secara terus-menerus. Pada beberapa kasus dengan melemahnya sistem kekebalan tubuh ini maka gejala-gejala tersebut semakin parah. Fase keempat, fase dimana penyakit yang paling ringan dapat menjadi berat. Ketika gejala-gejala penyakit menjadi parah maka pada saat itulah penderita terdiagnosa menderita AIDS.


(29)

12

Sehingga yang biasanya diberikan adalah antivirus dengan tujuan untuk memperlambat perkembangan virus (Mintarjo, 2009).

b. Host

Host atau penjamu adalah manusia ataupun makluk hidup lainnya yang menjadi tempat terjadinya proses alamiah perkembangan penyakit. Virus HIV yang menyebar di masyarakat saat ini telah menyebar di semua lapisan masyarakat baik itu yang berisiko maupun kelompok masyarakat yang umum. Menurut Depkes, RI (2006) kelompok masyarakat yang mempunyai risiko tinggi adalah pengguna narkoba suntik

(Injecting Drug Use), kelompok masyarakat yang melakukan promiskuitas

(hubungan seksual dengan banyak mitraseksual), laki-laki yang berhubungan seks dengan sesamanya atau lelaki seks lelaki (LSL), narapidana dan anak-anak jalanan, penerima transfusi darah, penerima donor organ tubuh dan bahkan petugas pelayan kesehatan juga mejadi kelompok yang rawan tertular HIV.

Berdasarkan data Ditjen PP & PL Depkes RI (2014), proporsi penularan HIV/AIDS melalui heteroseksual sebesar 81,3%, homoseksual 5,1%, perinatal 3,5%, IDU 3,3%, biseksual 1,0%, transfusi 0,2%, lain-lain 0,8 dan tidak diketahui 4,8%.

c. Environment

Envirmonment (lingkungan) adalah faktor diluar individu yang berupa lingkungan fisik, biologis, sosial, dan ekonomi. Faktor lingkungan menjadi faktor yang turut mempengaruhi penyebaran AIDS. Faktor lingkungan yang mempengaruhi penyebaran AIDS seperti riwayat ulkus genitalis, herpes simplek dan STT (Serum Test of Syphilis).


(30)

13

2.1.2 Cara Penularan

Pada dasarnya HIV sudah ada dalam tubuh seseorang yaitu dalam darah dan cairan penderita yang telah tertular walaupun penderita yang telah terinfeksi ini belum menunjukkan gejala. Seseorang hanya dapat terinfeksi HIV jika melakukan kontak langsung dengan cairan tubuh atau darah dari penderita AIDS positif. Menurut Notoatmodjo (2011) penularan HIV melalui 3 cara yaitu :

1. Hubungan seksual, baik itu melalui vagina, oral, maupun anal dengan penderita yang telah terinfeksi. Penularan ini akan lebih cepat apabila seorang penderita yang telah terinfeksi ini memiliki penyakit kelamin seperti herpes, genitalis, sifilis, gonorea, klamidia, kankroid, dan trikomoniasis. Risiko untuk terjadi penularan HIV melalui seks lebih besar melalui anal dibandingkan seks melalui vagina.

2. Kontak langsung dengan darah atau produk darah/ jarum suntik, seperti melalui transfusi darah atau produk darah yang telah tercemar HIV, pemakaian jarum suntik yang tidak steril atau pemakaian jarum suntik secara bersamaan dan sempritnya pada para pecandu narkotika suntik, dan penularan lewat kecelakaan serta tertusuk jarum pada petugas kesehatan.

3. Penularan secara vertikal yakni dari ibu hamil dengan HIV kepada bayinya baik itu selama kehamilan, saat melahirkan, ataupun setelah melahirkan.

2.1.3 Pencegahan HIV/AIDS

Menurut Permenkes No. 21 tahun 2013 pencegahan penularan HIV/AIDS dapat dilakukan melalui upaya-upaya sebagai berikut :


(31)

14

a. Tidak melakukan hubungan seksual (abstinensia) pada pasangan yang belum menikah.

b. Setia dengan pasangan (be faithful) yang berarti hanya berhubungan dengan satu pasangan saja dan tidak berganti-ganti pasangan.

c. Menggunakan kondom secara konsisten (condom use). d. Menghindari penyalahgunaan obat/zat adiktif (no drug).

e. Meningkatkan kemampuan pencegahan melalui edukasi termasuk mengobati IMS sedini mungkin (Education).

2. Pencegahan penularan HIV/AIDS melalui hubungan non seksual yang bertujuan untuk mencegah penularan HIV melalui darah seperti:

a. Uji saring darah pendonor.

b. Pencegahan infeksi HIV pada tindakan medis dan non medis yang melukai tubuh.

c. Pengurangan dampak buruk pada pengguna napza suntik dalam hal ini seperti:

- Program layanan alat suntik steril dengan konseling perubahan perilaku serta dukungan psikososial.

- Mendorong pengguna napza suntik khususnya pecandu opiat menjalani program terapi rumatan.

- Mendorong pengguna napza suntik untuk melakukan pencegahan penularan seksual.

- Layanan konseling dan tes HIV.

3. Pencegahan penularan HIV/AIDS dari ibu ke anaknya.


(32)

15

b. Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan dengan HIV.

c. Pencegahan penularan HIV pada ibu hamil dengan HIV ke bayi yang dikandungan

d. Pemberian dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu dengan HIV beserta anak dan keluarganya.

2.2Remaja

2.2.1 Pengertian

Remaja adalah individu yang sedang mengalami masa peralihan yang secara berangsur-angsur mencapai kematangan seksual, mengalami perubahan jiwa dari jiwa kanak-kanak menjadi dewasa, dan mengalami perubahan keadaan ekonomi dari ketergantungan menjadi relatif mandiri (WHO dalam Notoatmojo 2011). Pada sebagian besar masyarakat dan budaya, masa remaja pada umumnya dimulai usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun (Notoatmodjo 2011).

2.2.2 Perilaku

Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Sehingga perilaku dan gejala yang tampak pada manusia tersebut dipengaruhi oleh lingkungan ataupun genetik (keturunan) dan merupakan penentu perilaku manusia. Faktor keturunan yang mempengaruhi perilaku manusia adalah konsepsi dasar atau modal untuk perkembangan perilaku manusia untuk selanjutnya. Sedangkan faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku manusia adalah kondisi atau lahan untuk perkembangan perilaku tersebut. Mekanisme pertemuan antara kedua faktor dalam rangka terbentuknya perilaku disebut proses belajar (learning process) (Notoatmodjo, 2011).


(33)

16

Menurut teori Lawrence Green (dalam Notoatmodjo, 2010), faktor perilaku manusia ditentukan oleh 3 faktor utama yaitu:

a. Faktor predisposis (pre disposing factors), yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan , sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya. Sedangkan pengaruh sendiri dipengaruhi oleh umur, pekerjaan, pendidikan, sosial budaya, dan sumber informasi.

b. Faktor pemungkin (enabling factor), adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Faktor pemungkin yang dimaksud adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat kontrasepsi, jamban, program-program kesehatan dan sebagainya.

c. Faktor penguat (reinforcing factor) adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Faktor penguat yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, pendapat, dukungan sosial, pengaruh teman, kritik baik dari teman-teman sekerja atau lingkungan maupun petugas yang lainnya sebagai kelompok panutan di masyarakat.

Menurut Adnani (2011) perilaku dapat terbentuk melalui 3 hal yaitu:

a. Perilaku terbentuk karena kebiasaan (conditioning). Dimana perilaku ini terbentuk melalui kebiasaan diri sehari-hari.

b. Perilaku terbentuk karena pengertian (insight). Pembentukan perilaku ini didasari atas teori kognitif seseorang, yaitu belajar yang disertai oleh pengertian. Perilaku seseorang terbentuk atas kebiasaan yang diyakini akan membawa dampak bagi orang tersebut.


(34)

17

c. Perilaku terbentuk karena model. Pembentukan perilaku ini didasari atas teori belajar sosial (social learning theory) atau observational theory. Perilaku yang terbentuk menggambarkan seseorang yang menjadi panutannya.

2.3HIV dan Remaja

Penyebaran virus HIV di kalangan remaja tiap tahunnya menyebar dengan sangat cepat. Hal ini dapat dilihat dari penyebaran HIV/AIDS di kalangan remaja sebanyak 2.112 (58%) kasus adalah penyebaran virus HIV melalui hubungan seksual yang tidak aman, sebanyak 815 (22,3%) kasus penyebaran HIV di kalangan remaja disebabkan melalui jarum suntik secara bergantian pada pemakaian narkoba dan 4 (0,10%) kasus melalui transfusi darah (Gahara, 2014).

Beberapa penyebab rentannya remaja terhadap HIV/AIDS yaitu (Gahara, 2014):

1. Kurangnya informasi yang benar mengenai perilaku seks yang aman dan upaya pencegahan yang biasa dilakukan oleh remaja dan kaum muda.

2. Perubahan fisik dan emosional pada remaja yang mempengaruhi dorongan seksual.

3. Adanya informasi yang menyuguhkan kenikmatan hidup yang diperoleh melalui seks, alkohol, narkoba, dan sebagainya yang disampaikan melalui berbagai media cetak atau elektronik.

4. Adanya tekanan dari teman sebaya untuk melakuan hubungan seks.

5. Risiko HIV/AIDS sukar dimengerti oleh remaja, karena HIV/AIDS memiliki periode inkubasi yang panjang dan gejala awalnya tidak segera terlihat.


(35)

18

7. Remaja umumnya kurang mempunyai akses ke tempat pelayanan kesehatan reproduksi dibandingkan orang dewasa. Sehingga masih banyak remaja yang tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi HIV dan menyebar ke remaja lain sehingga sulit untuk terkontrol.

2.3.1 Faktor yang Berhubungan dengan Pencegahan HIV/AIDS pada Remaja Remaja merupakan salah satu populasi yang rawan terhadap penularan HIV/AIDS karena perilaku remaja yang cenderung mengarah ke perilaku berisiko seperti seks bebas, penyalahgunaan narkoba, merokok ataupun mengkonsumsi alkohol (Lestari, 2011). Maka dari itu, sangat diperlukan upaya pencegahan HIV/AIDS pada remaja dengan melihat faktor-faktor yang yang berpengaruh didalamnya seperti :

1. Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo dalam Rahmadhan (2013) pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang yang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan seseorang dapat berubah dan berkembang sesuai kemampuan, kebutuhan, pengalaman dan tinggi rendahnya mobilitas informasi tentang sesuatu di lingkungannya. Pengetahuan juga merupakan domain yang penting terhadap terbentuknya sikap seseorang karena pengetahuan dapat menjadi acuan bagi seseorang untuk bersikap terhadap sesuatu (Notoatmodjo dalam Yuliantini, 2012). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Putrie pada siswa kelas XI IPS di SMA PGRI 1 Karangmalang Sragen tahun 2012 menunjukkan bahwa 63,85% responden dengan pengetahuan yang baik dan sebanyak 7,22% responden dengan pengetahuan cukup tentang HIV/AIDS. Penelitian lain yang dilakukan oleh Salawati pada siswa SMU Negeri 2 Kota Dumai tahun 2011 menunjukkan bahwa 56,1% responden


(36)

19

dengan pengetahuan yang baik dan sebanyak 61,79% responden dengan pengetahuan cukup tentang HIV/AIDS. Penerimaan atau adopsi perilaku baru melalui proses yang didasari oleh pengetahuan maka perilaku tersebut akan bertahan lama daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo dalam Anggraeni, 2015).

2. Sikap

Sikap merupakan suatu reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu objek atau rangsangan. Pada dasarnya sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap dinyatakan dalam tiga domain ABC, yaitu (a) Afect atau perasaan yang timbul baik itu senang atau tidak senang, (b) Behaviour atau perilaku yang mengikuti perasaan itu baik itu menjauh ataupun mendekat, (c) Cognition atau penelitian terhadap objek sikap baik itu positif atau negatif (Sarwono, 2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahman dan Yuandari pada remaja menunjukkan bahwa 51,8% responden memiliki perilaku positif dan 48,2% memiliki perilaku negatif terhadap pencegahan HIV/AIDS. Hal ini berarti remaja yang menjadi responden memiliki perilaku yang baik terhadap pencegahan HIV/AIDS.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Rizyana pada siswa SMA N 8 Padang tahun 2012 menunjukkan bahwa 24,2% responden bersikap positif dan 60,7% responden bersikap negatif. Hal ini berarti siswa di SMA N 8 Padang memiliki sikap pencegahan terhadap HIV/AIDS yang kurang. Sikap seseorang terhadap sesuatu dapat terbentuk oleh beberapa faktor seperti pengalaman pribadi, hubungan orang lain, hubungan kebudayaan, media masa, lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta hubungan emosional (Azwar, 2003).


(37)

20

3. Lingkungan

Menurut Sarwono (2012), sifat manusia termasuk kecerdasan dan kepribadian lainnya sepenuhnya dipengruhi oleh lingkungan. Hal ini di dasari oleh pendapat John Locke (dalam Sarwono, 2012) yang mengatakan bahwa seseorang kelak akan terbentuk dari pengalaman dan faktor lingkungan yang berada di sekitarnya. Lingkungan merupakan faktor ekstrinsik yang berupa lingkungan fisik, lingkungan biologi dan lingkungan sosial ekonomi yang mempengaruhi seseorang. Lingkungan fisik dalam hal ini adalah geografis dan keadaan musim. Lingkungan biologi berkaitan dengan makluk hidup disekitar manusia, sedangkan lingkungan sosial ekonomi berupa pekerjaan, keluarga, pergaulan atau teman sebaya, dll.

a. Keluarga

Keluarga khususnya orang tua memiliki peran penting dalam kepribadian dan perilaku seseorang melalui berbagai macam hal yang dilakukan atau tidak dilakukan mencerminkan pola asuh orang tua (Latipah, 2012). Beberapa penelitian menunjukkan orang tua memiliki peranan dalam tindakan pencegahan HIV/AIDS seperti penelitian pada Rizyana pada siswa SMA N 8 Padang yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara lingkungan keluarga dengan perilaku pencegahan HIV/AIDS pada remaja. Menurut Subakti (2009) pola asuh orang tua terdiri dari tiga tipe yaitu:

- Otoriter

Orang tua dengan tipe pola asuh ini berupaya membentuk, mengendalikan dan mengevaluasi sikap serta perilaku anak berdasarkan nilai-nilai kepatuhan, tradisi serta tidak saling memberi dan menerima dalam komunikasi verbal. Sehingga


(38)

21

orang tua dengan tipe ini lebih suka memberi hukuman, kaku/keras dan terkadang menolak anak.

- Demokratis

Orang tua dengan pola asuh demokratis ini cenderung mengarahkan anaknya secara rasional, berorientas pada permasalahan yang dihadapi, menghargai komunikasi, saling memberi dan menerima, keputusan orang tua selalu dipertimbangkan terlebih dahulu oleh anak-anaknya. Orang tua tetap memiliki kuasa penuh dalam setiap pengambilan keputusan.

- Pemissif

Pola asuh ini lebih berperilaku menerima dan berpikir positif terhadap perilaku anaknya jarang memberikan hukuman, memberikan sedikit tanggung jawab rumah tangga, anak memiliki kuasa untuk mengatur aktivitasnya sendiri dan tidak dikontrol, anak diberikan kelonggaran yang luas dalam melakukan segala aktivitas yang dikehendaki.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sabrita pada siswa SMA N 5 Surakarta menunjukkan bahwa mayoritas pola asuh orang tua siswa adalah pola asuh demokratis dengan presentase sebesar 63,3%, dan 66,7% memilki perilaku yang baik dalam pencegahan HIV/AIDS. Sedangkan penelitian lainnya yang pernah dilakukan oleh Anggraeni pada remaja anggota sekaa teruna teruni di desa Blahkiuh menunjukkan bahwa mayoritas pola asuh otoriter dengan presentase 94,4% memiliki perilaku yang baik dalam mencegah HIV/AIDS. Pada umumnya anak-anak yang berasal dari keluarga yang tidak bahagia dimana orang tua tidak memberikan pola asuh yang benar cenderung anak tersebut memilki perilaku yang tidak baik begitu


(39)

22

pula sebaliknya. Jika seorang remaja berasal dari keluarga yan baik maka perilaku yang tercipta akan baik pula (Baer dan Corado dalam Nasution, 2007) .

b. Teman Sebaya

Pengaruh teman sebaya memiliki peran penting dalam perkembangan pribadi remaja dimana hubungan pertemanan menjadi medan pembelajaran dan pelatihan berbagai keterampilan sosial remaja. Selain itu teman sebaya juga memberikan dukungan sosial dan emosional yang sangat dibutuhkan oleh remaja. Teman sebaya juga berperan terhadap perkembangan pribadi dan sosial dalam hal ini menjadi agen sosialisasi yang membantu perilaku dan keyakinan remaja (Latipah, 2012). Dalam beberapa penelitian menunjukkan teman sebaya mempengaruhi perilaku remaja diantaranya pada penelitian yang dilakukan oleh Yuandari yang menunjukkan adanya hubungan bermakna teman sebaya terhadap perilaku pencegahan HIV/AIDS, dan pada penelitian di SMA N 8 Padang yang menunjukkan adanya bermakna teman sebaya terhadap perilaku pencegahan HIV/AIDS (Rizyana, 2012).

4. Sumber Informasi

Perilaku pencegahan HIV/AIDS pada remaja juga dipengaruhi oleh sumber informasi yang diterima oleh remaja. Informasi ini dapat diperoleh melalui media elektronik, media cetak, internet, pada fasilitas kesehatan, teman, guru maupun keluarga. Menurut Flora dan Cassady (dalam Notoatmodjo, 2011), informasi yang didapat dari berbagai media masa dan lainnya baik itu negatif maupun positif dapat mempengaruhi gaya hidup dan perilaku seseorang. Terbatasnya bekal informasi tentang HIV/AIDS dikalangan remaja menjadikan remaja masih perlu mendapatkan


(40)

23

perhatian dan pengarahan mengenai dampak dari perilaku berisiko (Rahman & Yuandari, 2014).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Mentari pada siswa di SMP Muhamadiyah 7 Surakarta tahun 2011 94% responden pernah mendapatkan informasi tentang HIV/AIDS memiliki perilaku pencegahan HIV/AIDS baik. Penelitian lain yang dilakukan oleh Anggraeni pada remaja anggota sekaa teruna teruni di desa Blahkiuh tahun 2015 sebanyak 97,42 responden pernah mendapatkan informasi tentang HIV/AIDS memiliki perilaku pencegahan HIV/AIDS baik. Menurut Flora dan Cassady (dalam Notoatmodjo 2011) informasi yang didapat dari media masa baik itu cetak maupun elektronik dapat mengubah perilaku kesehatan kearah yang baik atau sebaliknya.


(1)

7. Remaja umumnya kurang mempunyai akses ke tempat pelayanan kesehatan reproduksi dibandingkan orang dewasa. Sehingga masih banyak remaja yang tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi HIV dan menyebar ke remaja lain sehingga sulit untuk terkontrol.

2.3.1 Faktor yang Berhubungan dengan Pencegahan HIV/AIDS pada Remaja Remaja merupakan salah satu populasi yang rawan terhadap penularan HIV/AIDS karena perilaku remaja yang cenderung mengarah ke perilaku berisiko seperti seks bebas, penyalahgunaan narkoba, merokok ataupun mengkonsumsi alkohol (Lestari, 2011). Maka dari itu, sangat diperlukan upaya pencegahan HIV/AIDS pada remaja dengan melihat faktor-faktor yang yang berpengaruh didalamnya seperti :

1. Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo dalam Rahmadhan (2013) pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang yang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan seseorang dapat berubah dan berkembang sesuai kemampuan, kebutuhan, pengalaman dan tinggi rendahnya mobilitas informasi tentang sesuatu di lingkungannya. Pengetahuan juga merupakan domain yang penting terhadap terbentuknya sikap seseorang karena pengetahuan dapat menjadi acuan bagi seseorang untuk bersikap terhadap sesuatu (Notoatmodjo dalam Yuliantini, 2012). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Putrie pada siswa kelas XI IPS di SMA PGRI 1 Karangmalang Sragen tahun 2012 menunjukkan bahwa 63,85% responden dengan pengetahuan yang baik dan sebanyak 7,22% responden dengan pengetahuan cukup tentang HIV/AIDS. Penelitian lain yang dilakukan oleh Salawati pada siswa SMU Negeri 2 Kota Dumai tahun 2011 menunjukkan bahwa 56,1% responden


(2)

dengan pengetahuan yang baik dan sebanyak 61,79% responden dengan pengetahuan cukup tentang HIV/AIDS. Penerimaan atau adopsi perilaku baru melalui proses yang didasari oleh pengetahuan maka perilaku tersebut akan bertahan lama daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo dalam Anggraeni, 2015).

2. Sikap

Sikap merupakan suatu reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu objek atau rangsangan. Pada dasarnya sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap dinyatakan dalam tiga domain ABC, yaitu (a) Afect atau perasaan yang timbul baik itu senang atau tidak senang, (b) Behaviour atau perilaku yang mengikuti perasaan itu baik itu menjauh ataupun mendekat, (c) Cognition atau penelitian terhadap objek sikap baik itu positif atau negatif (Sarwono, 2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahman dan Yuandari pada remaja menunjukkan bahwa 51,8% responden memiliki perilaku positif dan 48,2% memiliki perilaku negatif terhadap pencegahan HIV/AIDS. Hal ini berarti remaja yang menjadi responden memiliki perilaku yang baik terhadap pencegahan HIV/AIDS.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Rizyana pada siswa SMA N 8 Padang tahun 2012 menunjukkan bahwa 24,2% responden bersikap positif dan 60,7% responden bersikap negatif. Hal ini berarti siswa di SMA N 8 Padang memiliki sikap pencegahan terhadap HIV/AIDS yang kurang. Sikap seseorang terhadap sesuatu dapat terbentuk oleh beberapa faktor seperti pengalaman pribadi, hubungan orang lain, hubungan kebudayaan, media masa, lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta hubungan emosional (Azwar, 2003).


(3)

3. Lingkungan

Menurut Sarwono (2012), sifat manusia termasuk kecerdasan dan kepribadian lainnya sepenuhnya dipengruhi oleh lingkungan. Hal ini di dasari oleh pendapat John Locke (dalam Sarwono, 2012) yang mengatakan bahwa seseorang kelak akan terbentuk dari pengalaman dan faktor lingkungan yang berada di sekitarnya. Lingkungan merupakan faktor ekstrinsik yang berupa lingkungan fisik, lingkungan biologi dan lingkungan sosial ekonomi yang mempengaruhi seseorang. Lingkungan fisik dalam hal ini adalah geografis dan keadaan musim. Lingkungan biologi berkaitan dengan makluk hidup disekitar manusia, sedangkan lingkungan sosial ekonomi berupa pekerjaan, keluarga, pergaulan atau teman sebaya, dll.

a. Keluarga

Keluarga khususnya orang tua memiliki peran penting dalam kepribadian dan perilaku seseorang melalui berbagai macam hal yang dilakukan atau tidak dilakukan mencerminkan pola asuh orang tua (Latipah, 2012). Beberapa penelitian menunjukkan orang tua memiliki peranan dalam tindakan pencegahan HIV/AIDS seperti penelitian pada Rizyana pada siswa SMA N 8 Padang yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara lingkungan keluarga dengan perilaku pencegahan HIV/AIDS pada remaja. Menurut Subakti (2009) pola asuh orang tua terdiri dari tiga tipe yaitu:

- Otoriter

Orang tua dengan tipe pola asuh ini berupaya membentuk, mengendalikan dan mengevaluasi sikap serta perilaku anak berdasarkan nilai-nilai kepatuhan, tradisi serta tidak saling memberi dan menerima dalam komunikasi verbal. Sehingga


(4)

orang tua dengan tipe ini lebih suka memberi hukuman, kaku/keras dan terkadang menolak anak.

- Demokratis

Orang tua dengan pola asuh demokratis ini cenderung mengarahkan anaknya secara rasional, berorientas pada permasalahan yang dihadapi, menghargai komunikasi, saling memberi dan menerima, keputusan orang tua selalu dipertimbangkan terlebih dahulu oleh anak-anaknya. Orang tua tetap memiliki kuasa penuh dalam setiap pengambilan keputusan.

- Pemissif

Pola asuh ini lebih berperilaku menerima dan berpikir positif terhadap perilaku anaknya jarang memberikan hukuman, memberikan sedikit tanggung jawab rumah tangga, anak memiliki kuasa untuk mengatur aktivitasnya sendiri dan tidak dikontrol, anak diberikan kelonggaran yang luas dalam melakukan segala aktivitas yang dikehendaki.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sabrita pada siswa SMA N 5 Surakarta menunjukkan bahwa mayoritas pola asuh orang tua siswa adalah pola asuh demokratis dengan presentase sebesar 63,3%, dan 66,7% memilki perilaku yang baik dalam pencegahan HIV/AIDS. Sedangkan penelitian lainnya yang pernah dilakukan oleh Anggraeni pada remaja anggota sekaa teruna teruni di desa Blahkiuh menunjukkan bahwa mayoritas pola asuh otoriter dengan presentase 94,4% memiliki perilaku yang baik dalam mencegah HIV/AIDS. Pada umumnya anak-anak yang berasal dari keluarga yang tidak bahagia dimana orang tua tidak memberikan pola asuh yang benar cenderung anak tersebut memilki perilaku yang tidak baik begitu


(5)

pula sebaliknya. Jika seorang remaja berasal dari keluarga yan baik maka perilaku yang tercipta akan baik pula (Baer dan Corado dalam Nasution, 2007) .

b. Teman Sebaya

Pengaruh teman sebaya memiliki peran penting dalam perkembangan pribadi remaja dimana hubungan pertemanan menjadi medan pembelajaran dan pelatihan berbagai keterampilan sosial remaja. Selain itu teman sebaya juga memberikan dukungan sosial dan emosional yang sangat dibutuhkan oleh remaja. Teman sebaya juga berperan terhadap perkembangan pribadi dan sosial dalam hal ini menjadi agen sosialisasi yang membantu perilaku dan keyakinan remaja (Latipah, 2012). Dalam beberapa penelitian menunjukkan teman sebaya mempengaruhi perilaku remaja diantaranya pada penelitian yang dilakukan oleh Yuandari yang menunjukkan adanya hubungan bermakna teman sebaya terhadap perilaku pencegahan HIV/AIDS, dan pada penelitian di SMA N 8 Padang yang menunjukkan adanya bermakna teman sebaya terhadap perilaku pencegahan HIV/AIDS (Rizyana, 2012).

4. Sumber Informasi

Perilaku pencegahan HIV/AIDS pada remaja juga dipengaruhi oleh sumber informasi yang diterima oleh remaja. Informasi ini dapat diperoleh melalui media elektronik, media cetak, internet, pada fasilitas kesehatan, teman, guru maupun keluarga. Menurut Flora dan Cassady (dalam Notoatmodjo, 2011), informasi yang didapat dari berbagai media masa dan lainnya baik itu negatif maupun positif dapat mempengaruhi gaya hidup dan perilaku seseorang. Terbatasnya bekal informasi tentang HIV/AIDS dikalangan remaja menjadikan remaja masih perlu mendapatkan


(6)

perhatian dan pengarahan mengenai dampak dari perilaku berisiko (Rahman & Yuandari, 2014).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Mentari pada siswa di SMP Muhamadiyah 7 Surakarta tahun 2011 94% responden pernah mendapatkan informasi tentang HIV/AIDS memiliki perilaku pencegahan HIV/AIDS baik. Penelitian lain yang dilakukan oleh Anggraeni pada remaja anggota sekaa teruna teruni di desa Blahkiuh tahun 2015 sebanyak 97,42 responden pernah mendapatkan informasi tentang HIV/AIDS memiliki perilaku pencegahan HIV/AIDS baik. Menurut Flora dan Cassady (dalam Notoatmodjo 2011) informasi yang didapat dari media masa baik itu cetak maupun elektronik dapat mengubah perilaku kesehatan kearah yang baik atau sebaliknya.