EFEKTIVITAS ASSERTIVE TRAINING DALAM MENANGANI KORBAN CYBERBULLYING : Penelitian Eksperimen Kuasi terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandung Tahun Pelajaran 2013/2014.

(1)

EFEKTIVITAS ASSERTIVE TRAINING DALAM MENANGANI

KORBAN CYBERBULLYING

(Penelitian Eksperimen Kuasi terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandung Tahun Pelajaran 2013/2014)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Oleh Risna Kartika

0907180

JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2013


(2)

EFEKTIVITAS ASSERTIVE TRAINING DALAM MENANGANI

KORBAN CYBERBULLYING

(Penelitian Eksperimen Kuasi terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandung Tahun Pelajaran 2013/2014)

Oleh Risna Kartika

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Risna Kartika 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Desember 2013

Hak Cipta dilindungi uundang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

RISNA KARTIKA 0907180

EFEKTIVITAS ASSERTIVE TRAINING DALAM MENANGANI KORBAN

CYBERBULLYING

(Penelitian Eksperimen Kuasi terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandung Tahun Pelajaran 2013/2014)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I

Dr. Ipah Saripah, M.Pd NIP. 19771014 200212 2 001

Pembimbing II

H. Nandang Budiman, S.Pd., M.Si NIP. 19710219 199802 1 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Pendidikan Indonesia

Dr. H. Nandang Rusmana, M.Pd NIP. 19600501 198603 1 004


(4)

(5)

ABSTRAK

Risna Kartika. (0907180). Efektivitas Assertive Training dalam Menangani Korban Cyberbullying (Penelitian Eksperimen Kuasi terhadap Siswa Kelas

VIII SMP Negeri 5 Bandung Tahun Pelajaran 2013/2014).

Penelitian dilatarbelakangi oleh dampak negatif cyberbullying yang dialami oleh korban cyberbullying. Penelitian bertujuan menguji efektivitas assertive training dalam menangani korban cyberbullying yang dilakukan kepada tiga puluh orang siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandung Tahun Pelajaran 2013/2014. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan metode eksperimen kuasi dan desain penelitian nonequivalent pretest-postest control group design. Penelitian menghasilkan: 1) gambaran umum korban cyberbullying dan karakteristik korban cyberbullying, 2) rumusan program intervensi melalui assertive training yang layak menurut pakar dan praktisi, dan 3) gambaran keefektifan assertive training dalam menangani korban cyberbullying. Rekomendasi hasil penelitian kepada: 1) sekolah untuk melakukan pemantauan; 2) konselor untuk menggunakan assertive training bagi korban cyberbullying; dan 3) peneliti selanjutnya untuk mengembangkan layanan intervensi. Kata kunci: Assertive training, cyberbullying, korban cyberbullying


(6)

ABSTRACT

Risna Kartika. (0907180). The Effectiveness of Assertive Training in Handling

the Cyberbullying Victim (Quasi Experimental Research for 8th Students in 5 Junior High School)

The research is based on the negative impact of cyberbullying experienced by the cyberbullying victim. The aim of the research is examining the effectiveness of assertive training in handling the cyberbullying victim done to the thirty students of the eighth grade at SMP Negeri 5 Bandung in 2013/2014 academic year. The research approach used quantitative with quasi-experimental method and for the research design used nonequivalent pretest-posttest control group design. The research generated: 1) the general description and the characteristic of the cyberbullying victim; 2) the formula of the intervention program through the eligible assertive training according to experts and practitioners; and 3) the description of the effectiveness of the assertive training in handling the cyberbullying victim. The recommendation of research results to: 1) the school to conduct monitoring; 2) counselors to use assertive training for the cyberbullying victim; and 3) the researcher next to develop intervention services.


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR ... Error! Bookmark not defined. UCAPAN TERIMA KASIH ... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR ISI ... 1

DAFTAR TABEL ... 3

DAFTAR GRAFIK ... 4

DAFTAR LAMPIRAN ... 5 BAB I PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined. A. Latar Belakang Penelitian ... Error! Bookmark not defined. B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined. C. Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. D. Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined. E. Struktur Organisasi ... Error! Bookmark not defined.

BAB II KONSEP ASSERTIVE TRAINING DAN CYBERBULLYINGError! Bookmark not defin A. Kajian Pustaka ... Error! Bookmark not defined.

B. Kerangka Pemikiran... Error! Bookmark not defined. C. Asumsi Penelitian ... Error! Bookmark not defined. D. Hipotesis Penelitian ... Error! Bookmark not defined. BAB III METODE PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined. A. Lokasi, Waktu, Populasi dan Sampel PenelitianError! Bookmark not defined.

B. Pendekatan dan Metode Penelitian ... Error! Bookmark not defined. C. Definisi Operasional Variabel ... Error! Bookmark not defined. D. Teknik Pengumpulan Data ... Error! Bookmark not defined. E. Pengembangan Instrumen ... Error! Bookmark not defined. F. Uji Coba Alat Ukur ... Error! Bookmark not defined. G. Analisis Data ... Error! Bookmark not defined. H. Prosedur Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANError! Bookmark not defined. A. Hasil Penelitian ... Error! Bookmark not defined.


(8)

B. Pembahasan... Error! Bookmark not defined. BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASIError! Bookmark not defined.

A. Kesimpulan ... Error! Bookmark not defined. B. Rekomendasi ... Error! Bookmark not defined.


(9)

DAFTAR TABEL Tabel 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 3.10 3.11 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10 4.11 4.12 4.13 4.14 Populasi Penelitian Sampel Penelitian

Kisi-Kisi Instrumen Pengungkap Korban Cyberbullying Kisi-Kisi Karakteristik Korban Cyberbullying

Kriteria Penyekoran Instrumen Pengungkap Korban Cyberbullying dan Instrumen Karakteristik Korban Cyberbullying

Interpretasi Reliabilitas Rumusan Kategori Skala

Rumusan Kategori Korban Cyberbullying Kategori Korban Cyberbullying

Rumusan Kategori Karakteristik Korban Cyberbullying Kategori Korban Cyberbullying

Gambaran Korban Cyberbullying Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandung

Gambaran Karakteristik Korban Cyberbullying

Hasil Penimbangan Pakar Terhadap Program Intervensi Melalui Teknik Assertive Training dalam Menangani Korban Cyberbullying Indikator Keberhasilan

Pengembangan Tema Statistik Deskripsi Pre-Test Kriteria Uji Normalitas

Hasil Pengujian Normalitas Pre-Test Statistik Deskripsi Post-Test

Hasil Uji Normalitas Post-Test Komposisi Interpretasi Indeks Gain Statistik Deskripsi Indeks Gain Hasil Uji Normalitas Indeks Gain Evaluasi Hasil Program

30 31 37 38 38 42 43 44 44 45 45 49 54 62 71 73 84 84 84 87 87 89 89 90 100


(10)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9

Gambaran Perilaku Cyberbullying Setiap Aspek Gambaran Perilaku Cyberbullying Setiap Aspek Gambaran Korban Cyberbullying Setiap Indikator

Gambaran Karakteristik Korban Cyberbullying Setiap Aspek

Gambaran Karakteristik Korban Cyberbullying Setiap Aspek Sebelum Intervensi

Gambaran Karakteristik Korban Cyberbullying Setiap Indikator Sebelum Intervensi

Gambaran Karakteristik Korban Cyberbullying Setiap Aspek Setelah Intervensi

Gambaran Karakteristik Korban Cyberbullying Setiap Indikator Setelah Intervensi

Perbandingan Capaian Skor Indikator Kelas Eksperimen dan Kontrol

50 52 54 55 56 58 59 61 93


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 ADMINISTRASI

LAMPIRAN 2 INSTRUMEN PENELITIAN

LAMPIRAN 3 HASIL PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

LAMPIRAN 4 PROGRAM

LAMPIRAN 5 DOKUMENTASI DAFTAR RIWAYAT HIDUP


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Perkembangan teknologi yang pesat searah dengan globalisasi telah mencapai berbagai elemen masyarakat, mulai dari masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke atas hingga ekonomi menengah ke bawah. Masyarakat, mulai dari anak-anak, remaja hingga orang tua sudah mengenal dan menggunakan teknologi untuk menunjang kehidupan. Misalnya, penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang memudahkan untuk berhubungan dengan orang lain di berbagai belahan dunia.

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi ditunjang oleh alat dan media yang memudahkan untuk penyebaran informasi. Alat dan media yang awalnya berbentuk sederhana hingga saat ini ditemukan alat dan media yang sangat canggih. Contoh alat yang menunjang adalah telepon genggam (hand phone) sedangkan medianya adalah internet. Berbagai kemudahan menggunakan telepon genggam dan internet ini telah dimanfaatkan oleh masyarakat yang telah mengenal kedua hal ini.

Jumlah pengguna internet di Indonesia berdasarkan data per Mei 2010 (Syaripudin dkk., 2010) telah mencapai 38 juta orang. Untuk di kawasan Asia, Indonesia masuk dalam lima besar pengguna internet terbanyak bersama dengan China, Jepang, India dan Korea Selatan. Pengguna layanan jejaring sosial Facebook di Indonesia juga menunjukkan angka yang tinggi masih menurut sumber yang sama, yaitu tercatat sebanyak 28 juta pengguna.

Media online dan ponsel berdampak positif terhadap penggunanya terutama dalam hal informasi dan komunikasi. Selain dampak positif media online dan ponsel, dampak negatif pun muncul, salah satunya adalah cyberbullying. Cyberbullying ini merupakan bentuk baru dari bullying tradisional yang biasa terjadi di kalangan remaja. Cyberbullying menjadi hal yang relatif umum di sekolah. Cyberbullying dapat lebih berbahaya dari bullying tradisional karena penyebaran foto atau video yang sangat cepat.


(13)

2

Wolak et al. (Johnson, 2009:1) mengungkapkan pada tahun 2000-2005 terjadi peningkatan 50% dalam persentase remaja yang menjadi korban pelecehan online. Jumlah korban dan pelaku yang terus meningkat dan berkorelasi positif dengan peningkatan penggunaan teknologi oleh remaja dan perbaikan teknologi.

Penelitian Wang, Kowalski dan Limber (Yilmaz, 2011:647) yang menginvestigasi siswa pada kelas 6-10 dan teridentifikasi 5,3%-11 % pernah menjadi korban cyberbullying, 4,5%-7% menjadi korban bully, dan 3,8%-4% mem-bully.

Penelitian mengenai cyberbullying telah dilakukan di berbagai negara, seperti Singapura, India, Inggris, dan Amerika. Penelitian menunjukkan pada usia 12-14 tahun siswa mengalami cyberbullying dengan persentase yang cukup tinggi (13%-80%) melalui media, seperti pesan singkat dan chatting dan 50% telah mengalami sakit secara fisik (Ng Koon Hock et al. dalam Shariff, 2008:55-70).

Di Indonesia, anak-anak yang mengalami cyberbullying termasuk kategori tinggi. Satu dari delapan orang tua menyatakan anak mereka pernah menjadi korban pelecehan dan penghinaan melalui media maya. Sebanyak 55 % orang tua menyatakan mereka mengetahui seorang anak mengalami cyberbullying (Napitupulu, 2012).

Meningkatnya fenomena cyberbullying tidak lepas dari bentuk bullying lainnya seperti bullying verbal, bullying relasional, dan bullying fisik. Penelitian-penelitian menunjukkan persentase bullying elektronik atau cyberbullying lebih rendah dibandingkan bullying verbal dan bullying relasional (Widoretno, 2011:75; Fahanshah, 2012).

Price dan Dalgeish (2010:1) mengungkapkan dampak negatif jangka pendek dari cyberbullying yaitu perasaan takut, loneliness, cemas, tidak aman, depresi dan kelemahan akademik. Cyberbullying berdampak pada perkembangan psikologis dan emosional siswa. Seperti yang diungkapkan oleh Beran dan Li (Mishna et al, 2010:6) Siswa yang mengalami cyberbullying melaporkan perasaan kesedihan, kecemasan, dan perasaan takut dan tidak dapat konsentrasi sehingga berdampak pada prestasinya.


(14)

3

Hasil observasi yang dilakukan oleh Hilman, dkk. (2012:37) di SMP Negeri 5 Bandung menunjukkan siswa yang mengalami cyberbully merasakan mual bahkan muntah ketika mendapat mention Twitter dari kakak kelasnya dan menyebabkan tiga hari tidak sekolah. Selain itu, akibat dari cyberbullying yang dialami adalah terjadinya penurunan prestasi akademik dan non-akademik. Hal ini terjadi karena siswa mengalami ketakutan, rendah diri, dan selalu terbayang-bayang kakak kelasnya.

Dalam laporan penelitian yang dilakukan National Crime Prevention Council (2007:2), lebih dari setengah korban cyberbullying melaporkan perasaan marah (56%); satu dari tiga merasa sakit hati (33%); merasa malu (32%), dan satu dari delapan mengatakan mereka merasa takut (18%).

Smith, et al. (Parris, et al., 2011:285) mengungkapkan dampak negatif cyberbullying sama besar dengan bullying tradisional dan bersifat permanen, sebagaimana dikemukakan bahwa:

Even though cyberbullying may have a shorter duration (3-6 months) than traditional bullying, the resulting negative effects (e.g., increased depression, fearfulness) have been found to be just as great, if not greater. The increased negative affect may occur, in part, because a cyberbullying incident may be witnessed by a larger audience and remains in a more permanent state in cyberspace.

Penggunaan gadget dan media sosial di SMP Negeri 5 Bnadung cenderung tinggi. Hal ini memungkinkan adanya perilaku cyberbullying di sekolah, bahkan sudah menjadi fenomena yang memerlukan perhatian serius. Jika tidak mendapat perhatian, korban cyberbullying cenderung mengalami gangguan seperti takut, sedih, cemas, sulit berkonsentrasi yang mengakibatkan menurunnya prestasi belajar, dan frustrasi, sehingga memerlukan upaya bantuan terutama dari guru bimbingan dan konseling. Layanan bimbingan dan konseling diperlukan baik dalam upaya pencegahan maupun upaya kuratif terkait masalah sosial siswa. Upaya ini bertujuan untuk memberikan keterampilan kepada siswa dalam mengatasi masalah sosial seperti bergaul dengan orang lain, tata cara berteman, dan lain sebagainya.


(15)

4

Johnson (2011:6) mengungkapkan konseling perlu diberikan kepada korban dan pelaku. Tujuan konseling perlu membantu korban mengatasi trauma dari cyberbullying dan untuk merehabilitasi pelaku. Korban perlu diberikan konseling tentang keterampilan ketegasan, kemampuan sosialisasi, dan meningkatkan konsep diri.

Karakteristik yang membuat anak menjadi korban cyberbullying (Pratiwi, 2011:5-6) adalah : 1) remaja yang rapuh, belum dewasa, dan secara sosial naif yang kemampuan dan pengetahuannya masih belum cukup untuk membuat keputusan secara efektif; 2) remaja yang memiliki orang tua overprotektif atau naïf namun cenderung memiliki hubungan teman sebaya yang sehat dan memiliki nilai-nilai yang bagus; dan 3) remaja yang hubungan dengan orangtuanya dan/atau teman sebayanya sedang melemah dan sedang dalam emosi yang kalap.

Priyatna (2010: 35-36) mengemukakan tanda anak/remaja sudah menjadi korban cyberbullying, yaitu: 1) tampak enggan saat harus menggunakan komputer; 2) menarik diri dari keluarga atau kawan-kawannya; 3) tampak tidak mau pada saat harus pergi ke sekolah atau kegiatan sosial; 4) segera menghindar apabila membahas tentang penggunaan komputer; 5) menunjukkan emosi negatif (sedih, marah, frustrasi, dan khawatir); 6) prestasi belajar menurun; dan 7) kurang tidur serta kurang nafsu makan.

Berdasarkan karakteristik korban cyberbullying, konselor perlu membantu korban dalam cara berperilaku dan menerima kenyataan dengan sikap positif. Korban bullying dan cyberbullying cenderung pasrah ketika mendapat gangguan dari pelaku. Mereka menahan perasaan yang muncul dan perasaan itu berbalik pada diri mereka sendiri dan menyebabkan harga diri yang rendah. Akhirnya gangguan seperti takut, cemas, sedih, dan marah muncul sehingga mengganggu aktivitas mereka. Gangguan-gangguan tersebut merupakan bentuk ketidaktegasan baik terhadap diri sendiri maupun terhadap pelaku.

Layanan bimbingan dan konseling yang diberikan kepada korban cyberbullying melalui teknik yang dapat meningkatkan harga diri korban, meningkatkan hubungan interpersonal, dan penurunan kecemasan. Teknik assertive training dipercaya dapat menjadi solusi dalam permasalahan tersebut.


(16)

5

Teknik assertive training (Joyce & Weil, 1980:419) memiliki tujuan untuk: 1) meningkatkan penggunaan ekspresi dalam berbicara, ekspresi antara perasaan positif dan negatif; 2) mengungkapkan perasaan bertentangan melalui batas yang ditetapkan, dan 3) meningkatkan perilaku self-initiative.

Assertive training (Joyce & Weil, 1980:414) adalah metode pelatihan yang sangat terbuka untuk membantu siswa memperoleh keterampilan sosial yang akan memungkinkan mereka mengekspresikan diri secara nyaman dan lancar dalam situasi yang sebelumnya membuat mereka merasa cemas dan menghambat. Hargie, et al. (Smith & Sharp, 1994:123) mengungkapkan atihan ini direkomendasikan untuk membantu merespon situasi yang sulit ketika perlu memilih bersikap pasif atau agresif. Selain itu, assertive training dapat meningkatkan self-confidence dan hubungan interpersonal.

Dalam assertive training konselor berusaha memberikan keberanian kepada konseli dalam mengatasi kesulitan terhadap orang lain (Willis, 2009). Terapi kelompok assertive training berfokus pada mempraktikkan, melalui permainan peran, kecakapan-kecakapan bergaul yang baru diperoleh sehingga individu-individu diharapkan mampu mengatasi ketidakmampuannya dan belajar cara mengungkapkan perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran mereka secara lebih terbuka disertai keyakinan mereka berhak untuk menunjukkan reaksi terbuka itu (Corey, 2009).

Smith & Sharp (1994:137) mengemukakan kegunaan assertive training bagi siswa korban bullying, yaitu 1) meningkatkan pilihan strategi yang ada untuk mereka ketika berada pada situasi bullying, 2) memberikan kesempatan untuk menyiapkan penerapan strategi yang tegas untuk mengatasi situasi bullying, dan 3) menolong mereka untuk merasa lebih percaya diri dan meningkatkan harga diri.

Penelitian Smith et al. (Aoyama, tt) menunjukkan kegunaan assertive training bagi siswa korban cyberbullying. Teknik ini mengajarkan siswa untuk dapat bersikap tegas dan melindungi diri secara online. Selain itu, assertive training (Cowie & Colliet, tt) dapat membantu anak-anak untuk mengatasi pelaku dengan hasil emosional yang diakibatkan dan memberi mereka strategi untuk


(17)

6

mempertahankan harga diri. Bentuk untuk mempertahankan harga dirinya adalah dengan mendorong korban untuk tetap tenang dan terkontrol ketika mengalami bullying.

Berdasarkan fenomena yang muncul akibat cyberbullying maka perlu strategi bimbingan dan konseling untuk menangani permasalahan tersebut, salah satunya melalui konseling. Teknik assertive training dirancang untuk membantu siswa korban cyberbullying dalam pengelolaan emosi dan berperilaku secara tepat namun tetap menghargai orang lain.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Cyberbullying merupakan fenomena baru dalam bullying yang dilakukan melalui internet, ponsel, chatting, e-mail, website, atau video game. Beran dan Li (Mishna et al., 2010:6) mengungkapkan siswa yang mengalami cyberbullying melaporkan perasaan kesedihan, kecemasan, dan perasaan takut dan tidak dapat konsentrasi sehingga berdampak pada prestasinya.

Tekanan emosional yang dialami oleh korban cyberbullying dapat memiliki sejumlah konsekuensi negatif. Misalnya, korban cyberbullying lebih cenderung menunjukkan gejala depresi dan masalah perilaku, seperti membawa senjata ke sekolah, dibandingkan dengan teman mereka yang bukan korban (Parris et al, 2011). Para peneliti juga menemukan korban cyberbullying antara usia 10 dan 17 lebih mungkin untuk penyalahgunaan narkoba (Parris et al, 2011).

Johnson (2011:6) mengungkapkan konselor perlu memberikan beberapa keterampilan untuk mengatasi trauma terhadap korban cyberbullying. Salah satu keterampilan yang diungkapkan adalah keterampilan ketegasan. Keterampilan ini berguna agar siswa tepat mengungkapkan perasaannya.

Korban cyberbullying adalah siswa yang menerima tindakan dari seseorang atau individu lain berupa ejekan, cemoohan, mempermalukan, dan mengganggu melalui media elektronik berupa pesan teks, e-mail, foto dan chatting sehingga menyebabkan siswa mengalami ketakutan, sedih, cemas, dan penurunan prestasi akademik. Adapun tanda-tanda yang menjadi indikasi siswa sebagai korban adalah 1) gugup (ketika menerima pesan teks, pesan instan, atau email), 2)


(18)

7

gelisah pergi ke sekolah atau berpura-pura menjadi sakit, 3) enggan untuk berbagi informasi mengenai aktivitas online, 4) marah atau depresi yang tidak dapat dijelaskan terutama setelah online, 5) tiba-tiba mematikan atau berjalan jauh dari penggunaan komputer, 6) penarikan dari teman dan keluarga dalam kehidupan nyata, 7) sakit perut atau sakit kepala yang tidak dapat dijelaskan, 8) kesulitan tidur di malam hari, 9) berat badan tidak dapat dijelaskan turun atau naik, dan 10) berpikiran untuk bunuh diri atau melakukan usaha bunuh diri.

Assertive training adalah teknik dalam konseling behavioral yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran siswa secara lebih terbuka serta dapat bertindak dengan tepat juga tetap menghargai orang lain. Assertive training dapat mengurangi perilaku agresi dan kecemasan, salah satu contohnya korban cyberbullying.

Korban cyberbullying mengalami gangguan seperti takut, sedih, cemas, dan sulit berkonsentrasi yang mengakibatkan menurunnya prestasi belajar. Gangguan yang muncul dipengaruhi oleh ketidaktegasan korban baik kepada diri sendiri maupun kepada pelaku. Salah satu bentuk layanan yang dapat diberikan kepada korban adalah keterampilan untuk dapat bersikap tegas. Layanan bimbingan dan konseling melalui konseling behavioral dengan salah satu tekniknya yaitu assertive training dipercaya efektif untuk membantu korban cyberbullying dalam bersikap tegas dan meningkatkan harga diri.

Berdasarkan rumusan masalah, pertanyaan penelitian yang dirumuskan sebagai berikut:

1. Seperti apa gambaran korban cyberbullying dan karakteristik korban cyberbullying pada siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Bandung Tahun Pelajaran 2013/2014?

2. Seperti apa program bimbingan dan konseling melalui teknik assertive training untuk menangani korban cyberbullying pada siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Bandung?


(19)

8

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian adalah mengetahui efektivitas teknik assertive training dalam menangani korban cyberbullying pada siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Bandung. Penelitian tersebut dijabarkan ke dalam beberapa tujuan operasional berikut.

1. Memperoleh gambaran adanya korban cyberbullying dan karakteristik korban cyberbullying pada siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Bandung.

2. Memperoleh program bimbingan dan konseling melalui teknik assertive training untuk menangani korban cyberbullying pada siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Bandung.

3. Mengetahui efektivitas assertive training dalam menangani korban cyberbullying.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu bimbingan dan konseling khususnya dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling melalui assertive training bagi korban cyberbullying.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Sekolah

Penelitian diharapkan menjadi salah satu pertimbangan bagi sekolah dalam membuat kebijakan dan menciptakan sekolah yang bebas bullying.

b. Bagi Guru BK

Penelitian diharapkan menjadi alternatif dalam membantu korban cyberbullying melalui assertive training baik secara preventif maupun kuratif.

c. Bagi Orang Tua

Penelitian diharapkan menjadi dasar bagi orang tua untuk melakukan pemantauan terhadap korban cyberbullying.

d. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian dapat digunakan menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan penanganan korban cyberbullying.


(20)

9

E. Struktur Organisasi

Struktur organisasi skripsi mengenai efektivitas assertive training dalam menangani korban cyberbullying terhadap siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandung Tahun Pelajaran 2013/2014 terdiri dari lima bab. Bab I, berisi latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi. Bab II menyajikan teori relevan mengenai assertive training dan cyberbullying yang dapat digunakan sebagai landasan penelitian. Bab III mengungkap metode penelitian yang digunakan. Bab IV memaparkan hasil penelitian dan pembahasan. Bab V, berisi kesimpulan dan rekomendasi penelitian.


(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi, Waktu, Populasi dan Sampel Penelitian 1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian berlokasi di Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Bandung di Jalan Sumatera No. 40 Bandung. Penelitian berlangsung pada tanggal 25 Juli 2013 sampai dengan 1 Oktober 2013.

2. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Bandung. Pertimbangan dalam menentukan populasi penelitian adalah sebagai berikut.

a. Ada sebagian siswa SMP Negeri 5 Bandung menjadi korban cyberbullying dan memperlihatkan tanda-tanda sebagai korban cyberbullying.

b. Siswa memiliki kecenderungan melakukan cyberbullying dan korban cyberbullying tidak dapat melawan.

c. Penggunaan gadget dan media sosial di lokasi penelitian cukup tinggi.

Adapun anggota dalam penelitian adalah 263 orang siswa yang terbagi ke dalam 9 kelas. Berikut rincian masing-masing kelas.

Tabel 3.1 Populasi Penelitian

N o

Kelas Jumlah Siswa

1 8A 30

2 8B 29

3 8C 26

4 8D 30

5 8E 28

6 8F 30

7 8G 28

8 8H 30

9 8I 32


(22)

31

3. Sampel Penelitian

Sampel yang secara nyata diteliti harus representatif dalam arti mewakili populasi. Pengambilan sampel menggunakan teknik sampling purposive sampling atau pengambilan sampel disesuaikan dengan tujuan penelitian (Sukmadinata, 2010:254). Sampel dipilih sesuai dengan pertimbangan peneliti berdasarkan unsur-unsur yang diperlukan. Sampel penelitian adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Bandung dengan karakteristik sebagai berikut.

a. Teridentifikasi mengalami perlakuan cyberbullying dengan kategori tinggi. b. Teridentifikasi sebagai korban cyberbullying dengan kategori tinggi. c. Tercatat sebagai siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Bandung.

Sampel yang digunakan dalam penelitian dengan ukuran 30 orang yang dibagi pada dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Berikut rincian sampel dari masing-masing kelas.

Tabel 3.2 Sampel Penelitian No Kela

s

Kelompok Eksperimen

Kelompok Kontrol

Ukura n

1 8A 3 - 3

2 8B 3 - 3

3 8C 3 2 5

4 8D - 6 6

5 8E - 1 1

6 8F 1 3 4

7 8G 2 2 4

8 8H 2 - 2

9 8I 1 1 2

Ukuran 15 15 30

B. Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan angka-angka, pengolahan statistik, struktur dan percobaan terkontrol (Sukmadinata, 2010).

Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen. Pendekatan dasar dalam eksperimen ini adalah meneliti individu dalam kondisi tanpa


(23)

32

perlakuan dan kemudian dengan perlakuan dan akibatnya terhdap variabel akibat diukur dalam kedua kondisi tersebut (Sukmadinata, 2010).

Desain yang digunakan adalah nonequivalent pre-test – posttest control group design. Desain ini menghadirkan kelompok lain sebagai kontrol yang dipilih secara non-random. Guna mengetahui adanya pengaruh atau tidak, hasil pre-test dan post-test dua kelompok dibandingkan. Kelompok pertama yang menerima treatment atau perlakuan (X) adalah kelompok eksperimen, sedangkan kelompok kedua yang tidak menerima perlakuan adalah kelompok kontrol. Perubahan yang diukur dengan membandingkan pre-test dan post-test. Berikut pola desain penelitian.

Non R O1 X O2 Non R O3 O4

(Heppner, 2008:183)

Dalam penelitian ini, kelompok eksperimen diberikan perlakuan berupa pelaksanaan intervensi teknik assertive training, sedangkan kelompok kontrol tidak diberi perlakuan khusus.

C. Definisi Operasional Variabel 1. Korban Cyberbullying

Korban cyberbullying adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Bandung yang menerima tindakan dari seseorang atau individu baik yang dikenal maupun tidak dikenal dalam bentuk flaming (terbakar atau amarah), harassment (melecehkan), cyberstalking (diikuti dan diancam), denigration (pencemaran nama baik), impersonation (peniruan), outing dan trickery (menyebarkan rahasia pribadi dengan cara menipu), serta exclusion (pengeluaran) melalui media elektronik berupa pesan teks, e-mail, foto dan chatting sehingga menyebabkan siswa mengalami ketakutan, sedih, cemas, dan penurunan prestasi akademik. Adapun bentuk–bentuk atau kegiatan cyberbullying yang menjadi aspek dalam penelitian untuk mengungkap adanya korban cyberbullying. Berikut aspek-aspek untuk mengungkap adanya korban cyberbullying.


(24)

33

a. Flaming (terbakar atau amarah) yaitu kegiatan cyberbullying berupa mengirimkan pesan yang berisi kata-kata amarah atau nafsu. Korban dalam aspek ini menerima pesan melalui chat room atau grup yang bernada amarah, kata-kata kasar, atau vulgar. Korban flaming ditandai dengan hal sebagai berikut: (1) korban menerima pesan melalui chat room atau grup dan (2) korban menerima pesan yang berisi amarah, kata-kata kasar, atau vulgar. b. Harassment (pelecehan) yaitu kegiatan cyberbullying berupa mengirimkan

pesan yang mengganggu secara berulang kali. Korban dalam aspek ini menerima pesan secara pribadi yang bermaksud menghina atau mengganggu secara berulang kali. Korban harassment ditandai dengan hal sebagai berikut: (1) korban menerima pesan secara berulang (lebih dari satu kali) yang bermaksud menghina atau mengganggu dan (2) korban menerima pesan secara pribadi.

c. Cyberstalking (diikuti) yaitu kegiatan cyberbullying berupa mengikuti seseorang di dunia maya secara berulang kali. Korban dalam aspek ini diikuti oleh seseorang dengan sembunyi-sembunyi dan menerima ancaman yang membahayakan. Korban cyberstalking ditandai dengan hal sebagai berikut: (1) siswa diikuti oleh seseorang di dunia maya dengan sembunyi-sembunyi dan (2) siswa berulang kali menerima ancaman membahayakan atau pesan-pesan yang sangat mengintimidasi.

d. Denigration (pencemaran nama baik) yaitu kegiatan cyberbullying dengan menyebarkan keburukan seseorang di dunia maya dengan maksud merusak reputasi orang tersebut. Korban dalam aspek ini menerima kiriman pernyataan atau foto/video yang tidak benar melalui chat room, grup diskusi. Korban denigration ditandai hal sebagai berikut: (1) siswa menerima kiriman pernyataan yang menghina dan tidak benar melalui chat room, pesan teks, forum diskusi; dan (2) siswa menerima atau melihat kiriman berupa foto/video tentang dirinya yang tidak benar.

e. Impersonation (peniruan) yaitu kegiatan cyberbullying dengan berpura-pura menjadi orang lain dan mengirimkan pesan yang tidak baik. Korban dalam aspek ini dijadikan terlihat buruk oleh pelaku yang berpura-pura menjadi


(25)

34

korban. Korban impersonation ditandai dengan hal sebagai berikut: (1) seseorang mengetahui password siswa dan menggunakannya untuk hal negatif dan (2) seseorang berpura-pura menjadi siswa untuk membuat siswa tersebut terlihat buruk atau berada dalam bahaya.

f. Outing (menyebarkan rahasia pribadi) dan trickery (penipuan) adalah kegiatan cyberbullying berupa membujuk atau menipu seseorang untuk mengungkapkan rahasia pribadi lalu menyebarkannya. Korban dalam aspek ini dipermalukan melalui informasi rahasia yang dipaksa oleh seseorang. Korban outing dan trickery ditandai dengan indikator sebagai berikut: (1) siswa dipermalukan melalui informasi rahasia; (2) siswa menerima kiriman informasi atau foto yang memalukan dan mengirimkan serta menyebarkannya kepada orang lain; dan (3) siswa dibujuk untuk mengungkapkan rahasianya dan pelaku menyebarkannya kepada orang lain.

g. Exclusion (pengeluaran) yaitu kegiatan cyberbullying berupa mengeluarkan seseorang secara kejam dan sengaja dari grup. Korban dalam aspek ini dikeluarkan dengan sengaja dari sebuah grup diskusi. Korban exclusion ditandai dengan indikator sebagai berikut: siswa dikeluarkan dari suatu grup diskusi atau online group tanpa alasan.

Karakteristik korban cyberbullying dalam penelitian adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Bandung yang mengalami gejala-gejala baik secara fisik, psikologis, sosial, dan akademik sebagai akibat dari tindakan cyberbullying yang dialami. Adapun aspek yang terkait dengan karakteristik korban cyberbullying adalah sebagai berikut.

a. Aspek fisik yang ditandai dengan indikator sebagai berikut: (1) sulit tidur di malam hari; (2) sakit perut yang tidak dapat dijelaskan; (3) sakit kepala yang tidak dapat dijelaskan; (4) berat badan naik atau turun secara drastis; dan (5) kurang nafsu makan.

b. Aspek psikologis yang ditandai dengan indikator sebagai berikut: (1) menunjukkan emosi negatif seperti marah, gugup, sedih, takut, frustrasi, dan khawatir ketika menerima pesan atau setelah online; (2) tampak enggan


(26)

35

ketika menggunakan komputer, telepon genggam; (3) menghindar apabila membahas tentang penggunaan komputer; (4) tampak tidak suka ketika menerima chat, e-mail, dan pesan teks; dan (5) gelisah saat pergi ke sekolah. c. Aspek sosial yang ditandai dengan menarik diri dari interaksi sosial dengan

teman-teman dan keluarga dalam kehidupan nyata

d. Aspek akademik yang ditandai dengan penurunan prestasi akademik. 2. Teknik Assertive Training

Assertive training adalah teknik dalam konseling behavioral yang digunakan peneliti untuk mengungkapkan perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran siswa korban cyberbullying di SMP Negeri 5 Bandung secara lebih terbuka serta dapat bertindak dengan tepat juga tetap menghargai orang lain. Assertive training sebagai latihan agar korban cyberbullying dapat meningkatkan harga dirinya sehingga mampu menghargai dirinya dan orang lain. Dalam pelaksanaannya, assertive training dilakukan dalam lima tahap inti yaitu

a. Mengidentifikasi perilaku korban cyberbullying yang dilakukan untuk mendiskusikan situasi di mana korban memiliki beberapa kesulitan dalam mengekspresikan perasaan dan mengidentifikasi jenis perasaan yang bermasalah seperti takut, sedih, merasa terancam serta tekanan emosional lain yang perlu diperbaiki.

b. Menetapkan prioritas untuk situasi dan perilaku, dalam langkah kedua ini korban dilatih untuk mengungkapkan perasaannya. Prioritas pada tahap ini adalah korban dapat menentukan situasi cyberbullying yang dialami dan perilaku yang ditampilkan ketika menerima cyberbullying.

c. Memerankan situasi adalah siswa terlibat dalam latihan asertif dalam berperilaku atau bermain peran mengenai cara bersikap tegas tanpa menyinggung perasaan orang lain. Pada tahap ini peneliti mencontohkan kepada korban cyberbullying cara bersikap tegas yang benar tanpa menyinggung perasaan orang lain.

d. Mengulangi bermain peran agar korban terbiasa dengan perilaku baru yang telah dipelajari pada tahap sebelumnya. Setelah korban


(27)

36

mendapatkan latihan bersikap tegas, korban dilatih kembali dengan memerankan situasi yang telah dirancang dalam bentuk bermain peran atau role playing secara berulang.

e. Memindahkan pada situasi nyata yaitu mengaplikasikan perilaku tegas dalam kehidupan sehari-hari. Korban awalnya ditugaskan untuk mengaplikasikan hasil seluruh latihan pada kehidupan sehari-hari. Selanjutnya korban diminta untuk melaporkan kepada peneliti dan membuat perjanjian untuk bersikap tegas.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian yang dilakukan adalah menggunakan angket pre-test dan angket post-test karakteristik korban cyberbullying. Angket yang digunakan terdiri dari dua angket. Angket pertama digunakan untuk mengungkap adanya korban cyberbullying dan menghitung gambaran siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandung yang menjadi korban cyberbullying. Angket kedua digunakan untuk siswa yang mengalami tanda-tanda atau dampak sebagai korban cyberbullying. Dari kedua angket tersebut, siswa yang memiliki kategori tinggi pada keduanya menjadi sampel penelitian. Post-test diberikan kepada siswa yang menjadi sampel penelitian. Hasil dari post-test menjadi salah satu tolak ukur keefektifan teknik assertive training dalam menangani korban cyberbullying.

E. Pengembangan Instrumen 1. Jenis Instrumen

Adapun instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data ini adalah menggunakan angket atau kuesioner. Angket yang digunakan untuk mengungkap korban cyberbullying dan karakteristik korban cyberbullying menggunakan model skala Guttman dengan dua alternatif pilihan yaitu Ya dan Tidak.


(28)

37

Kisi-kisi instrumen penelitian yang dikembangkan terdiri dari instrumen pengungkap korban Cyberbullying dan instrumen untuk mengetahui karakteristik korban cyberbullying. Berikut kisi-kisi instrumen tersaji dalam Tabel 3.3 dan Tabel 3.4.

Tabel 3.3

Kisi-Kisi Instrumen Pengungkap Korban Cyberbullying

No Aspek Indikator Item (+)

1 Flaming 1. Menerima pesan yang berisi amarah melalui media online umum.

1,2,3,4 4 2. Menerima pesan yang berisi kata-kata

kasar melalui media online umum.

5,6,7,8 4 3. Menerima pesan yang berisi kata vulgar

atau frontal melalui media online umum.

9,10,11 3 2 Harassment 1. Menerima pesan yang mengganggu

secara pribadi

12,13,14 3 2. Siswa menerima pesan secara berulang

(lebih dari satu kali) yang bermaksud menghina atau mengganggu;

15,16,17 6

3 Cyberstalking 1. Diikuti di dunia maya dengan sembunyi-sembunyi

18,19,20 3 2. Berulang kali menerima ancaman

membahayakan atau pesan-pesan yang sangat mengintimidasi.

21,22,23, 24,25,26, 27,28

8

4 Denigration 1. Menerima kiriman pernyataan yang menghina dan tidak benar melalui chat room, pesan teks, forum diskusi.

29,30,31 3

2. Menerima atau melihat kiriman berupa foto/video tentang dirinya yang tidak benar

32,33,34 3

5 Impersonation 3. Pelaku mengetahui password korban dan menggunakannya untuk hal negatif

35,36 3

4. Membuat korban terlihat buruk atau berada dalam bahaya.

37,38,39 4 6 Outing dan

Trickery

1. Dipermalukan melalui informasi rahasia 40,41,42 3 2. Menerima kiriman informasi atau foto

yang memalukan dan mengirimkan serta menyebarkan kepada orang lain

43,44 2

3. Dibujuk untuk mengungkapkan rahasianya dan pelaku menyebarkan kepada orang lain.

45,46,47, 48

4

7 Exclusion Siswa dikeluarkan dari suatu grup diskusi atau online group tanpa alasan.


(29)

38

No Aspek Indikator Item (+)

Total jumlah item 51

Tabel 3.4

Kisi-Kisi Karakteristik Korban Cyberbullying

No Aspek Indikator Item (+)

1 Fisik 1. Sulit tidur di malam hari 1,2 2

2. Sakit perut yang tidak jelas 3,4,5 3 3. Sakit kepala yang tidak jelas 6,7,8 3 4. Berat badan naik atau turun secara drastis 9,10 2

5. Kurang nafsu makan 11,12 2

6. Detak jantung bertambah cepat. 13,14,15 3 2 Psikologis 1. Menunjukkan emosi negatif seperti marah,

gugup, sedih, takut, frustrasi, dan khawatir ketika menerima pesan atau setelah online

16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23

8

2. Tampak enggan ketika menggunakan komputer, telepon genggam

24,25,26 3 3. Menghindar apabila membahas tentang

penggunaan komputer/ gadget.

27,28,29 3 4. Tampak tidak suka ketika menerima chat,

e-mail, dan pesan teks

30, 31, 32, 33, 34, 35

6 5. Gelisah saat pergi ke sekolah. 36,37,38 3 3 Sosial Menarik diri dari interaksi sosial dengan

teman-teman dan keluarga dalam kehidupan nyata

39,40,41,42,43 5

4 Akademik Penurunan prestasi akademik. 44, 45,46 3

Total jumlah item 46

3. Pedoman Skoring

Instrumen pengungkap adanya korban cyberbullying dan karakteristik korban cyberbullying menggunakan jawaban Ya dan Tidak. Keseluruhan instrumen menggunakan pernyataan positif sehingga alternatif jawaban siswa diberi skor 1 dan 0, semakin tinggi alternatif jawaban siswa maka semakin tinggi adanya korban cyberbullying dan semakin tinggi gejala atau karakteristik yang dialami oleh korban cyberbullying. Kriteria penyekoran instrumen adalah sebagai berikut.

Tabel 3.5

Kriteria Penyekoran Instrumen


(30)

39

Ya 1

Tidak 0

F. Uji Coba Alat Ukur 1. Uji Validitas

a. Penimbangan Instrumen

Penimbangan instrumen bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan instrumen dari segi konstruk, isi, dan bahasa. Penimbangan atau uji validitas rasional dilakukan oleh empat orang dosen ahli, yaitu Dr. Nurhudaya, M.Pd, Dr. Ilfiandra, M.Pd, Eka Sakti Yudha, M.Pd, dan Ari Rakhmat, M.Pd. Uji validitas rasional dilakukan dengan meminta pendapat dosen ahli untuk memberikan penilaian pada setiap item dengan kualifikasi Memadai (M) dan Tidak Memadai (TM). Item yang diberikan nilai M berarti item tersebut dapat digunakan sedangkan item yang diberikan nilai TM berarti item tersebut dapat diperbaiki atau tidak digunakan.

Hasil penimbangan instrumen menunjukkan beberapa item yang perlu diperbaiki secara bahasa dan isi. Beberapa item tidak dapat digunakan dan diganti dengan item lain. Hasil uji validitas rasional dijadikan instrumen untuk digunakan pada saat pengumpulan data.

b. Uji Keterbacaan

Instrumen untuk mengungkap korban dan karakteristik korban cyberbullying yang diujicobakan terlebih dahulu dilakukan uji keterbacaan kepada siswa di luar populasi penelitian yaitu kepada lima orang siswa kelas 8 SMP dengan tujuan untuk mengukur sejauh mana siswa dapat memahami instrumen penelitian. Setelah uji keterbacaan, maka pernyataan-pernyataan yang kurang dipahami oleh siswa tersebut diperbaiki menggunakan pernyataan yang dapat lebih dipahami. Setelah diperbaiki, maka dilakukan uji coba dan uji validitas instrumen.

c. Uji Validitas Butir Item

Validitas berkenaan dengan tingkat kesahihan dan ketepatan dari masing-masing item dalam instrumen. Untuk menguji ketepatan item-item butir


(31)

40

pernyataan dilakukan dengan mengoreksi hasil uji coba yang sebelumnya dilakukan menggunakan korelasi biserial titik. Korelasi biserial titik (point biserial) merupakan salah satu bentuk korelasi dari Pearson yang digunakan dalam situasi khusus, yaitu untuk mengkorelasikan satu ubah prediktor yang bersifat dikhotomis (biner atau binomial) dengan satu peubah kriteria yang berskala interval atau rasio (Furqon, 2008:107). Pengujian validitas dilakukan dengan bantuan pengolahan data statistik menggunakan program komputer Microsof Excel 2013.

Adapun langkah uji validitas dengan instrumen adalah dengan menghitung koefisien korelasi skor setiap butir item dengan rumus Korelasi Biserial Titik, yaitu.

(Furqon, 2008:108) Keterangan:

rpbis = koefisien korelasi biserial titik

µp = rata-rata kelompok p (kelompok kesatu) µt = rata-rata seluruh subjek

St = simpangan baku untuk seluruh subjek p = proporsi subjek kelompok satu

q = proporsi subjek kelompok dua

Setelah menghitung nilai korelasi setiap item dalam instrumen pengungkap korban cyberbullying yang berjumlah 51 item dan instrumen karakteristik korban cyberbullying yang berjumlah 46 item, maka dilanjutkan pada langkah membandingkan besar nilai t hitung dengan t tabel dengan kriteria seperti berikut.

Jika t hitung > t tabel berarti valid, dan Jika t hitung < t tabel berarti tidak valid.

Untuk menentukan skor t hitung (nilai signifikansi), maka digunakan rumus sebagai berikut.


(32)

41

Keterangan:

t = harga t hitung untuk signifikansi r = koefisien korelasi

n = banyaknya sampel

Untuk menentukan t tabel dengan mencari dk = 51 -2 = 49 dan dk = 46-2=44. Dengan nilai dk=49 dan dk=44 maka diperoleh t tabel dengan tingkat

kepercayaan 95% (α=0.05) adalah 1.684. Perhitungan validitas butir item

menggunakan bantuan perhitungan program Microsoft Office 2013 dan dari 51 pernyataan instrumen didapat sebanyak 50 pernyataan valid dan 1 pernyataan tidak valid serta dari 46 pernyataan instrumen didapat sebanyak 45 pernyataan valid dan 1 pernyataan tidak valid. Penentuan valid dan tidak valid pun menggunakan hasil pertimbangan apabila nilai signifikansinya rendah.

Hasil uji validitas pada instrumen pengungkap korban cyberbullying menunjukkan seluruh pernyataan (51 item) dinyatakan valid dengan nilai signifikansi 1.692 – 17.355. Pada butir item nomor 46 memiliki nilai signifikansi paling rendah, sehingga peneliti memutuskan untuk membuang item pernyataan nomor 46. Dari keseluruhan butir item yang telah dilakukan uji validitas, jumlah butir item yang dipakai adalah 50 butir item.Hasil uji validitas pada instrumen pengungkap karakteristik korban cyberbullying menunjukkan seluruh pernyataan (46 item) dinyatakan valid dengan nilai signifikansi 2.94 – 24.83. Pada butir item nomor 11 memiliki nilai signifikansi paling rendah, sehingga peneliti memutuskan untuk membuang item pernyataan nomor 11. Dari keseluruhan butir item yang telah dilakukan uji validitas, jumlah butir item yang dipakai adalah 45 butir item yang dipakai.


(33)

42

Salah satu ciri instrumen ukur yang berkualitas baik adalah reliabel, yaitu mampu menghasilkan skor yang cermat dengan error pengukuran kecil (Azwar, 2012:111). Reliabilitas mengacu kepada keterpercayaan atau konsistensi hasil ukur yang mengandung makna seberapa tinggi kecermatan pengukuran.

Uji reliabilitas alat ukur atau instrumen dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rumus koefisien Alpha Cronbach yang dihitung menggunakan bantuan software SPSS versi 20 dan Microsoft Excel 2013. Peneliti menggunakan dua rumus untuk perhitungan masing-masing instrumen. Untuk instrumen yang berjumlah genap, maka menggunakan formula alpha untuk skala yang dibelah dua:

(Azwar, 2012:118) Keterangan:

Sy12 dan Sy22 = varians skor Y1 dan varians skor Y2 Sx2 = varians skor x

Sedangkan untuk instrumen yang berjumlah tidak genap tetapi masih dapat dibagi ke dalam beberapa bagian – dalam hal ini tiga bagian, formula koefisien alpha adalah:

(Azwar, 2012:118) Keterangan:

Sy12, Sy22 dan Sy32 = varians skor masing-masing belahan

Sx2 = varians skor x

Adapun tolak ukur menentukan koefisien reliabilitasnya dengan menggunakan kriteria interpretasi r yang dapat dilihat pada tabel 3.6 berikut.

Tabel 3.6

Interpretasi Reliabilitas

Koefisien reliabilitas α Kriteria Reliabilitas > 0.900 Sangat Reliabel


(34)

43

0.700 – 0.900 Reliabel 0.400 – 0.700 Cukup Reliabel

0.200 - 0.400 Kurang Reliabel < 0.200 Tidak Reliabel

(Sugiyono, 2007) Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus di atas, menunjukkan reliabilitas instrumen pengungkap korban cyberbullying sebesar 0.925 atau berada pada kategori sangat reliabel dan reliabilitas instrumen pengungkap karakteristik korban cyberbullying sebesar 0.973 atau berada pada kategori sangat reliabel. Dengan demikian kedua instrumen ini terandalkan untuk mengungkap korban dan karakteristik korban cyberbullying.

G. Analisis Data

Data penelitian yang diperoleh merupakan data korban dan data karakteristik korban cyberbullying. Data tersebut diolah dan dianalisis berdasarkan langkah-langkah berikut.

1. Penyekoran

Instrumen dalam penelitian ini menggunakan dua alternatif respon jawaban, yaitu Ya dan Tidak. Kedua instrumen terdiri dari pernyataan-pernyataan positif atau pernyataan yang mendukung indikator dan aspek mengenai cyberbullying. Skor yang diberikan kepada responden yang menjawab Ya adalah 1, sedangkan responden yang menjawab tidak diberi skor 0. Setelah masing-masing item diberi skor, maka selanjutnya adalah menjumlah skor dari masing-masing item secara keseluruhan dan menjumlah skor dari masing-masing siswa.

2. Pengelompokkan Data

Setelah skoring dilakukan, langkah selanjutnya adalah mengelompokkan data untuk kepentingan kategorisasi data. Beberapa hal yang diperlukan dalam pengelompokkan data adalah skor maksimal siswa, skor minimal siswa, skor keseluruhan siswa, rata-rata aktual, standar deviasi atau simpangan. Berikut rumusan untuk pengelompokkan data pada kategori tinggi, rendah, dan sedang.


(35)

44

Tabel 3.7

Rumusan Kategori Skala Kategori Rentang Skor Tinggi X > (µ +1,0 σ) Sedang (µ - 1,0 σ)≤X< (µ +1,0 σ) Rendah X < (µ - 1,0 σ)

(Azwar, 2012:149) Keterangan:

X : skor subjek µ : rata-rata baku

σ : deviasi standar baku

Hasil perhitungan untuk instrumen pengungkap korban cyberbullying diperoleh rata-rata baku atau rata-rata ideal sebesar 24.5 (dibulatkan menjadi 25) dan deviasi standar baku sebesar 6.06 (dibulatkan menjadi 6), sehingga diperoleh kategori sebagai berikut.

Tabel 3.8

Rumusan Kategori Korban Cyberbullying Kategori Rentang Skor

Tinggi X > 31 Sedang 19≤X< 31 Rendah X < 19

Sedangkan hasil perhitungan untuk instrumen pengungkap korban cyberbullying diperoleh rata-rata baku atau rata-rata ideal sebesar 23 dan deviasi standar baku sebesar 6.803 (dibulatkan menjadi 7), sehingga diperoleh kategori sebagai berikut.

Berdasarkan perhitungan di atas, maka pembagian kategori korban cyberbullying disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 3.9

Kategori Korban Cyberbullying Rentang

Skor

Kategori Kualifikasi


(36)

45

Rentang Skor

Kategori Kualifikasi

cyberbullying dengan intensitas yang tinggi. Hal tersebut menggambarkan siswa menerima perlakuan cyberbullying seperti flaming, harassment, cyberstalking, denigration, impersonation, outing &trickery, dan exclusion dengan intensitas yang tinggi.

19 - 31 Sedang Kategori ini diartikan siswa mengalami tindakan

cyberbullying dengan intensitas yang sedang. Hal tersebut menggambarkan siswa menerima perlakuan cyberbullying seperti flaming, harassment, cyberstalking, denigration, impersonation, outing &trickery, dan exclusion dengan intensitas yang sedang.

< 19 Rendah Kategori ini diartikan siswa mengalami tindakan

cyberbullying dengan intensitas yang rendah. Hal tersebut menggambarkan siswa menerima perlakuan cyberbullying seperti flaming, harassment, cyberstalking, denigration, impersonation, outing &trickery, dan exclusion dengan intensitas yang rendah.

Tabel 3.10

Rumusan Kategori Karakteristik Korban Cyberbullying Kategori Rentang Skor

Tinggi X > 30 Sedang 16≤X< 30 Rendah X < 16

Dari rumusan tabel 3.10 diperoleh sampel sebanyak 30 orang yang dibagi ke dalam 15 orang kelompok eksperimen dan 15 orang kelompok kontrol. Kelompok eksperimen adalah kelompok yang berada pada kategori sedang hingga tinggi, sedangkan kelompok kontrol berada pada kategori sedang.

Berdasarkan perhitungan di atas, maka pembagian kategori korban cyberbullying disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 3.11

Kategori Korban Cyberbullying Rentang

Skor

Kategori Kualifikasi

> 30 Tinggi Kategori ini diartikan siswa mengalami dampak cyberbullying dengan intensitas yang tinggi. Hal


(37)

46

Rentang Skor

Kategori Kualifikasi

tersebut menggambarkan siswa mengalami dampak yang tinggi secara fisik, psikologis, sosial, dan akademik.

16 – 30 Sedang Kategori ini diartikan siswa mengalami dampak cyberbullying dengan intensitas yang sedang. Hal tersebut menggambarkan siswa mengalami dampak yang sedang secara fisik, psikologis, sosial, dan akademik.

< 16 Rendah Kategori ini diartikan siswa mengalami dampak cyberbullying dengan intensitas yang rendah. Hal tersebut menggambarkan siswa mengalami dampak yang rendah secara fisik, psikologis, sosial, dan akademik.

3. Perumusan Program Intervensi

Perumusan rancangan program intervensi dilakukan untuk menunjang pelaksanaan treatment. Rancangan program intervensi melalui teknik assertive training dalam menangani korban cyberbullying disusun berdasarkan hasil pre-test. Rancangan program disesuaikan dengan kebutuhan korban cyberbullying untuk mereduksi dampak negatif cyberbullying. Uji kelayakan (judgment) dilakukan untuk rancangan intervensi kepada tiga dosen ahli dan dua orang guru Bimbingan dan Konseling.

G. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data yang diperoleh dari pre-test, posttest, dan indeks gain dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Data dianalisis untuk menjawab pertanyaan penelitian, yaitu gambaran korban cyberbullying, rumusan program intervensi melalui teknik assertive training dalam menangani korban cyberbullying, dan efektivitas teknik assertive training dalam menangani korban cyberbullying. Pengolahan data menggunakan software SPSS Versi 20 dan Microsoft Excel 2013.

Setelah data dinyatakan normal dan homogen, maka selanjutnya data dapat dihitung dengan menggunakan statistika parametris untuk menentukan hipotesisnya. Teknik statistika yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam


(38)

47

penelitian yaitu menguji perbedaan dua rata-rata. Pasangan hipotesis yang diuji adalah.

Ho : Teknik assertive training tidak efektif dalam menangani korban cyberbullying

H1 : Teknik assertive training efektif dalam menangani korban cyberbullying Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.

(Sudjana,2005:239) Keterangan:

= rata-rata gain kelompok eksperimen = rata-rata gain kelompok kontrol n1 = jumlah sampel kelompok eksperimen n2 = jumlah sampel kelompok kontrol s = nilai standar deviasi gabungan

Adapun rumus standar deviasi gabungan adalah sebagai berikut.

(Sudjana, 2005:239) Keterangan:

n1 = banyak data kelompok eksperimen n2 = banyak data kelompok kontrol s12 = varians kelompok eksperimen s22 = varians kelompok kontrol

Kriteria pengujian adalah: terima Ho jika –t1-1/2α < t < t1-1/2α, dimana t1-1/2α diperoleh dari daftar distribusi t dengan dk = (n1+n2 -2) dan peluang (1-1/2α). Untuk harga t lainnya Ho ditolak (Sudjana, 2005:240).


(39)

48

H. Prosedur Penelitian

Prosedur dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Menyusun proposal penelitian yang diseminarkan pada mata kuliah metode riset. Selanjutnya direvisi menjadi proposal skripsi yang disahkan oleh dewan skripsi dan ketua jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan.

2. Mengajukan permohonan pengangkatan dosen pembimbing pada tingkat fakultas.

3. Mengajukan permohonan izin penelitian dari jurusan yang direkomendasikan untuk mengajukan permohonan izin penelitian ke tingkat fakultas dan universitas. Surat yang telah disahkan diserahkan kepada SMP Negeri 5 Bandung.

4. Melakukan studi pendahuluan ke lokasi penelitian, yaitu SMP Negeri 5 Bandung.

5. Melakukan validasi kesesuaian instrumen cyberbullying.

6. Menyebarkan instrumen pengungkap adanya korban cyberbullying kepada siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Bandung Tahun Pelajaran 2013/2014.

7. Menyebarkan instrumen karakteristik korban cyberbullying sebagai pre-tes kepada siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Bandung Tahun Pelajaran 2013/2014. Instrumen ini digunakan untuk pemilihan sampel.

8. Merumuskan program intervensi pada sampel eksperimen selaku korban cyberbullying.

9. Melakukan validasi terhadap program intervensi melalui teknik assertive training dalam menangani korban cyberbullying.

10.Memberikan intervensi berupa assertive training kepada korban selama enam sesi..

11.Memberikan instrumen post-test kepada sampel penelitian.

12.Melaksanakan pengolahan dan penganalisisan data. Selanjutnya dilakukan pembahasan dan mengambil kesimpulan mengenai efektivitas teknik assertive training dalam menangani korban cyberbullying.


(40)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian assertive training dalam menangani korban cyberbullying pada siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandung Tahun Pelajaran 2013/2014 diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

1. Secara umum gambaran korban cyberbullying dan karakteristik korban cyberbullying pada siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandung Tahun Pelajaran 2013/2014 berada pada kategori rendah. Artinya, ciri-ciri perilaku cyberbullying yang dialami korban mencakup flaming, harassment, cyberstalking, denigration, impersonation, outing &trickery, dan exclusion serta dampak yang dialami korban baik pada fisik, psikologis, sosial, dan akademik berada pada intensitas yang rendah. Kendatipun demikian, korban memerlukan keterampilan untuk menangani dan mereduksi dampak negatif cyberbullying. Oleh karena itu, perlu ada upaya secara responsif untuk mereduksi dampak negatif cyberbullying.

2. Hasil validasi oleh pakar bimbingan dan konseling terhadap rumusan program intervensi melalui teknik assertive training dinilai cukup memadai sebagai layanan intervensi dalam menangani korban cyberbullying. Program intervensi melalui assertive training dalam menangani korban cyberbullying memuat dasar pemikiran, deskripsi kebutuhan, tujuan, prosedur assertive training, asumsi intervensi, sasaran intervensi, sesi intervensi, indikator keberhasilan, pengembangan tema, langkah-langkah implementasi pelaksanaan assertive training dalam menangani korban cyberbullying, evaluasi program, rencana operasional, dan satuan kegiatan layanan bimbingan dan konseling.

3. Assertive training efektif dalam menangani korban cyberbullying. Artinya, melalui teknik assertive training terjadi perubahan ke arah yang positif pada korban. Hal ini ditunjukkan dengan menurunnya dampak cyberbullying pada seluruh aspek, baik aspek fisik, psikologis, sosial, dan akademik.


(41)

110

B. Rekomendasi

Rekomendasi hasil penelitian ditujukan kepada sekolah, konselor, orang tua dan peneliti selanjutnya.

1. Sekolah

Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan adanya korban cyberbullying dengan intensitas yang relatif rendah. Kendati pun demikian, cyberbullying perlu segera diatasi. Adapun rekomendasi bagi pihak sekolah untuk melakukan pemantauan terhadap penggunaan gadget dan internet pada siswa agar dapat mengetahui aktivitas siswa di dunia maya. Pihak sekolah dapat bekerja sama dengan orang tua untuk melakukan pemantauan penggunaan gadget dan internet tersebut. Hal ini dapat mengurangi tingkat dan risiko dari perilaku cyberbullying. Pihak sekolah perlu mengeluarkan kebijakan anti-bullying agar sekolah bebas dari berbagai bentuk bullying. Ini dapat dimulai dengan mengadakan seminar bahaya cyberbullying untuk guru, siswa, orang tua, dan seluruh anggota sekolah.

2. Konselor

Penelitian yang telah dilakukan terbukti efektif dalam menangani korban cyberbullying. Layanan intervensi yang telah dilakukan diharapkan dapat menjadi referensi bagi konselor dalam menangani korban cyberbullying melalui assertive training. Selain penggunaan layanan sebagai upaya intervensi terhadap konseli yang menjadi korban, konselor perlu melakukan upaya preventif atau pencegahan terhadap siswa yang menjadi korban cyberbullying pada kategori rendah.

Hasil penelitian menunjukkan adanya korban cyberbullying yang rendah. Ini dapat dipengaruhi oleh korban yang malu untuk mengungkapkan masalahnya. Kecenderungan konseli yang malu untuk mengungkapkan permasalahan cyberbullying dapat diatasi dengan penggunaan konselor teman sebaya. Konseli merasa malu ketika mengungkapkan masalahnya kepada orang yang lebih dewasa karena akan dianggap sebagai pengadu. Konselor teman sebaya


(42)

111

diperlukan agar dapat menjadi sarana untuk berbagi masalah konseli dan dapat membimbing konseli untuk menggunakan media online secara bijak.

Adapun langkah – langkah yang dapat dilakukan oleh konselor di sekolah untuk menangani korban cyberbullying melalui teknik assertive training sebagai berikut.

a. Mengidentifikasi adanya korban cyberbullying melalui instrumen pengungkap korban cyberbullying dan instrumen pengungkap karakteristik korban cyberbullying.

b. Mengumpulkan korban cyberbullying untuk membuat kontrak melaksanakan assertive training.

c. Mengidentifikasi situasi, perilaku, dan perasaan yang dialami korban cyberbullying.

d. Menetapkan situasi, perilaku, dan perasaan yang bermasalah untuk diubah. e. Memberikan latihan cara berperilaku asertif.

f. Melakukan bermain peran untuk mengaplikasikan latihan asertif.

g. Memberikan homework untuk latihan berperilaku asertif pada kehidupan sehari-hari.

h. Mengidentifikasi perubahan perilaku yang dialami korban cyberbullying. i. Korban cyberbullying mampu mengaplikasikan perilaku asertif pada

kehidupan sehari-hari.

3. Orang Tua

Hasil penelitian menunjukkan adanya korban cyberbullying di sekolah. Walaupun korban cyberbullying berada pada kategori rendah, perlu adanya upaya pencegahan oleh berbagai pihak termasuk orang tua. Orang tua memiliki peran penting dalam menangani keterlibatan siswa yang menjadi korban cyberbullying. Siswa beraktivitas lebih lama di rumah dibandingkan dengan di sekolah. Orang tua diharapkan dapat melakukan pemantauan gadget dan internet siswa. Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua dengan melakukan pendekatan terhadap korban. Orang tua perlu lebih banyak meluangkan waktu untuk berbicara dengan korban


(43)

112

terutama mengenai cara berinteraksi secara online dan penggunaan gadget yang tepat.

4. Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini terbatas pada pengkajian tentang assertive training dalam menangani korban cyberbullying. Oleh sebab itu, peneliti selanjutnya diharapkan mengkaji tema-tema berikut.

a. Mengembangkan keterampilan sosial korban cyberbullying agar korban mampu bersosialisasi dengan baik.

b. Mengembangkan intervensi berdasarkan konsep anger management. c. Meningkatkan konsep diri korban cyberbullying.


(44)

DAFTAR PUSTAKA

Aoyama, I.et al. Cyberbullying among high school students: Cluster analysis of sex and age differences and the level of parental monitoring. Makalah untuk publikasi dalam the International Journal of Cyber Behavior, Psychology

and Learning (IJCBPL). [Online] Dirujuk dari

http://icbtt.arizona.edu/sites/default/files/Cyberbullying%20among%20hig h%20school%20students.pdf. Pada 20 Oktober 2012.

Astuti, P.R. (2008). Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Menanggulangi Kekerasan Pada Anak. Jakarta: Grasindo.

Azwar, S. (2012). Penyusunan Skala Psikologi (Edisi 2). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bauman, S. (2010). “Cyberbullying in a Rural Intermediate School: An Exploratory Study”. Journal of Early Adolescence. 30, (6), 803-833. Cassidy, W., Jackson, M., dan Brown K. (2009). “Sticks and Stones Can Break

My Bones, But How Can Pixels Hurt Me?: Students Experiences with Cyberbullying”. School Psychology International. 30, (4), 383-402. ________________________________. (2012). “Under the Radar: Educators and

Cyberbullying in Schools”. School Psychology International. 33, (5), 520-532.

Coloroso, B. (2007). Stop Bullying (Alih Bahasa Santi Indra Astuti). Jakarta: Serambi.

Corey, G. (2009). Terapi dan Praktek Konseling & Psikoterapi (Alih bahasa E. Koswara). Bandung: Refika Aditama.

Cowie, H & Colliet, P. Tackling Cyberbullying. [Online] Dirujuk dari www.ynternet.org/forumouvert/8-9-10-docu-hc.pdf. Pada 21 Oktober 2012.

Cowie, H & Collety, P. (2008). Cyber Training. United Kingdom.

Cowie, H & Jennifer, D. (2009). Penanganan Kekerasan Di Sekolah (Alih bahasa Ursula Gyani). Indeks.

Fahanshah, D. (2012). Profil Bullying Remaja Putri Dan Implikasinya Bagi Program Bimbingan Pribadi Sosial Di Sekolah: Studi Deskriptif terhadap Siswi Kelas IX Sekolah Menengah Pertama Negeri I


(45)

2

Dayeuhkolot Tahun Ajaran 2011/2012. Skripsi Sarjana pada FIP UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Fauziah, R. (2010). Penggunaan Teknik Assertive Training dalam Mereduksi Perilaku Konsumtif Remaja. Skripsi Sarjana pada FIP UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Furqon, Prof. (2009). Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Heppner, P.P. et al. (2008). Research Design in Counseling. USA: Thomson

Higher Education

Hilman, A.dkk. (2012). “Kecemasan pada Korban Perilaku Cyber Bullying di Sekolah Menengah Pertama”. Makalah pada Seminar Mata Kuliah Populasi Khusus Kelompok 7.

Johnson, J.M (2009). Dampak cyber bullying: Sebuah jenis baru dari agresi relasional. Makalah berdasarkan sebuah program yang disajikan pada Konferensi Tahunan ACA, Charlotte, NC.

Johnson, L.D. (2011). Counselor and Cyberbullying: Guidelines for prevention, interventions, and counseling. Dirujuk dari http://counselingoutfitters.com/vistas11/Article_63.pdf. Pada 10 Oktober 2012.

Joyce, B & Weil, M. (1980). Models of Teaching. New Jersey: Prentice-Hall. Kowalski, R.M, Limber, S.P, dan Agatson, P.W. (2008). Cyberbullying: Bullying

in The Digital Age. USA: Blackwell Publishing.

Kowalski, R.M, Morgan, C.A, dan Limber, S.P. (2012). “Traditional Bullying as a Potential Warning Sign of Cyberbullying”. School Psychology International. 33(5), 505-579.

Li, Q. (2006). “Cyberbullying in Schools: A research of gender differences”. School Psychology International. 27(x), 1-14.

Mishna, F. et al. (2010). “Interventions to Prevent and Reduce Cyber Abuse of Youth: A Systematic Review”. Research on Social Work Practice. 21(I), 5-13.

Monks, C.P, Robinson, S, dan Worlidge, P. (2012). “The Emergence of Cyberbullying: A Survey of Primary School Pupils’ Perceptions and Experiences”. School Psychology International. 33, (5), 477-491.


(46)

3

Napitupulu, E.L. (2012). Kekerasan di Dunia Maya Mengamcam Anak-Anak.

[Online] Dirujuk dari:

http://edukasi.kompas.com/read/2012/01/23/18024424/Kekerasan.di.Du nia.Maya.Mengancam.Anak-anak. Pada 1 Oktober 2012.

National Crime Prevention Council. (2007). Teens and Cyberbullying. A report on research.

Nilia, Y. (2011). Profil Asertivitas Siswa Terhadap Bullying Berdasarkan Jenis Kelamin. Skripsi Sarjana pada FIP UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Nocentini, A. et al. (2010). “Cyberbullying: Labels, Behaviours and Definition in

Three European Countries”. Australian Journal of Guidance and Counseling. 20, (2), 129-142.

Orourke, T. (2012). 10 Signs your Child is Cyberbullying Victim. [Online]. Dirujuk dari : http://info.uknowkids.com/blog/bid/173713/10-Signs-Your-Child-is-a-Cyberbullying-Victim. Pada 20 Oktober 2012.

Parris, L. et al. (2011). “High School Students' Perceptions of Coping With Cyberbullying”. Youth & Society. 44(2), 284-306.

Patchin, J.W & Hinduja, S. (2006). “Bullies Move Beyond the Schoolyard: A preliminary Look at Cyberbullying”. Youth Violence and Juvenile Justicce. 4, (2), 148-169.

______________________. (2010). Cyberbullying Factsheet: Identification, Prevention, and Response.

______________________. (2012). Cyberbullying Prevention and Response. New York. Routledge.

Pratiwi, M.D. (2011). “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Cyberbullying”. Makalah pada seminar dan workshop APSIFOR Indonesia, Semarang, 16-17 November 2011.

Price, M & Dalgeish, J. (2010). Research Summary Report. Boystown. Priyatna, A. (2010). Let’s End Bullying. Jakarta: Elexmedia.

Shariff, S. (2008). Cyber Bullying: Issues and Solutions for the schools, the classroom and the home. London: Routledge.

Smith, P.K & Sharp, S. (1994). School Bullying: Insights and Perspectives. Canada: Routledge.


(47)

4

Sudjana, Prof.Dr. (2005). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, N.S. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosda.

Swearer, S.M, Espelage, D.L, dan Napolitano S.A. (2009). Bullying Prevention & Intervention: Realistic Strategies for Schools. New York: The Guilford Press.

Syaripudin, dkk. (2010). Internet Sehat. Creative Commons.

Tenenbaum, L.S, Varjas, K., Meryes, J., dan Parris, L. (2011). “Coping Strategies and Perceived Effectiveness in Fourth through Eight Grade Victims of Bullying”. School Psychology International. 32, (3), 263-287.

Widoretno, H. (2012). Teknik Role Playing Untuk Mengurangi Perilaku Bullying Siswa: Studi Pra-Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII SMPN 9 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012. Skripsi Sarjana pada FIP UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Willis, S.S. (2009). Konselling Individual: Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta.

Yilmaz, H. (2011). “Cyberbullying in Turkish middle schools: An exploratory study”. School Psychology International, 32(6), pp. 645-654.

Yusuf, S. (2001). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Rosda. _______. (2009). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung:


(1)

diperlukan agar dapat menjadi sarana untuk berbagi masalah konseli dan dapat membimbing konseli untuk menggunakan media online secara bijak.

Adapun langkah – langkah yang dapat dilakukan oleh konselor di sekolah untuk menangani korban cyberbullying melalui teknik assertive training sebagai berikut.

a. Mengidentifikasi adanya korban cyberbullying melalui instrumen pengungkap korban cyberbullying dan instrumen pengungkap karakteristik korban cyberbullying.

b. Mengumpulkan korban cyberbullying untuk membuat kontrak melaksanakan assertive training.

c. Mengidentifikasi situasi, perilaku, dan perasaan yang dialami korban cyberbullying.

d. Menetapkan situasi, perilaku, dan perasaan yang bermasalah untuk diubah. e. Memberikan latihan cara berperilaku asertif.

f. Melakukan bermain peran untuk mengaplikasikan latihan asertif.

g. Memberikan homework untuk latihan berperilaku asertif pada kehidupan sehari-hari.

h. Mengidentifikasi perubahan perilaku yang dialami korban cyberbullying. i. Korban cyberbullying mampu mengaplikasikan perilaku asertif pada

kehidupan sehari-hari.

3. Orang Tua

Hasil penelitian menunjukkan adanya korban cyberbullying di sekolah. Walaupun korban cyberbullying berada pada kategori rendah, perlu adanya upaya pencegahan oleh berbagai pihak termasuk orang tua. Orang tua memiliki peran penting dalam menangani keterlibatan siswa yang menjadi korban cyberbullying. Siswa beraktivitas lebih lama di rumah dibandingkan dengan di sekolah. Orang tua diharapkan dapat melakukan pemantauan gadget dan internet siswa. Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua dengan melakukan pendekatan terhadap korban. Orang tua perlu lebih banyak meluangkan waktu untuk berbicara dengan korban


(2)

112

terutama mengenai cara berinteraksi secara online dan penggunaan gadget yang tepat.

4. Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini terbatas pada pengkajian tentang assertive training dalam menangani korban cyberbullying. Oleh sebab itu, peneliti selanjutnya diharapkan mengkaji tema-tema berikut.

a. Mengembangkan keterampilan sosial korban cyberbullying agar korban mampu bersosialisasi dengan baik.

b. Mengembangkan intervensi berdasarkan konsep anger management. c. Meningkatkan konsep diri korban cyberbullying.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Aoyama, I.et al. Cyberbullying among high school students: Cluster analysis of sex and age differences and the level of parental monitoring. Makalah untuk publikasi dalam the International Journal of Cyber Behavior, Psychology and Learning (IJCBPL). [Online] Dirujuk dari http://icbtt.arizona.edu/sites/default/files/Cyberbullying%20among%20hig h%20school%20students.pdf. Pada 20 Oktober 2012.

Astuti, P.R. (2008). Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Menanggulangi Kekerasan Pada Anak. Jakarta: Grasindo.

Azwar, S. (2012). Penyusunan Skala Psikologi (Edisi 2). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bauman, S. (2010). “Cyberbullying in a Rural Intermediate School: An

Exploratory Study”. Journal of Early Adolescence. 30, (6), 803-833.

Cassidy, W., Jackson, M., dan Brown K. (2009). “Sticks and Stones Can Break My Bones, But How Can Pixels Hurt Me?: Students Experiences with

Cyberbullying”. School Psychology International. 30, (4), 383-402.

________________________________. (2012). “Under the Radar: Educators and

Cyberbullying in Schools”. School Psychology International. 33, (5),

520-532.

Coloroso, B. (2007). Stop Bullying (Alih Bahasa Santi Indra Astuti). Jakarta: Serambi.

Corey, G. (2009). Terapi dan Praktek Konseling & Psikoterapi (Alih bahasa E. Koswara). Bandung: Refika Aditama.

Cowie, H & Colliet, P. Tackling Cyberbullying. [Online] Dirujuk dari www.ynternet.org/forumouvert/8-9-10-docu-hc.pdf. Pada 21 Oktober 2012.

Cowie, H & Collety, P. (2008). Cyber Training. United Kingdom.

Cowie, H & Jennifer, D. (2009). Penanganan Kekerasan Di Sekolah (Alih bahasa Ursula Gyani). Indeks.

Fahanshah, D. (2012). Profil Bullying Remaja Putri Dan Implikasinya Bagi Program Bimbingan Pribadi Sosial Di Sekolah: Studi Deskriptif terhadap Siswi Kelas IX Sekolah Menengah Pertama Negeri I


(4)

2

Dayeuhkolot Tahun Ajaran 2011/2012. Skripsi Sarjana pada FIP UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Fauziah, R. (2010). Penggunaan Teknik Assertive Training dalam Mereduksi Perilaku Konsumtif Remaja. Skripsi Sarjana pada FIP UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Furqon, Prof. (2009). Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Heppner, P.P. et al. (2008). Research Design in Counseling. USA: Thomson

Higher Education

Hilman, A.dkk. (2012). “Kecemasan pada Korban Perilaku Cyber Bullying di

Sekolah Menengah Pertama”. Makalah pada Seminar Mata Kuliah Populasi Khusus Kelompok 7.

Johnson, J.M (2009). Dampak cyber bullying: Sebuah jenis baru dari agresi relasional. Makalah berdasarkan sebuah program yang disajikan pada Konferensi Tahunan ACA, Charlotte, NC.

Johnson, L.D. (2011). Counselor and Cyberbullying: Guidelines for prevention, interventions, and counseling. Dirujuk dari http://counselingoutfitters.com/vistas11/Article_63.pdf. Pada 10 Oktober 2012.

Joyce, B & Weil, M. (1980). Models of Teaching. New Jersey: Prentice-Hall. Kowalski, R.M, Limber, S.P, dan Agatson, P.W. (2008). Cyberbullying: Bullying

in The Digital Age. USA: Blackwell Publishing.

Kowalski, R.M, Morgan, C.A, dan Limber, S.P. (2012). “Traditional Bullying as a

Potential Warning Sign of Cyberbullying”. School Psychology

International. 33(5), 505-579.

Li, Q. (2006). “Cyberbullying in Schools: A research of gender differences”. School Psychology International. 27(x), 1-14.

Mishna, F. et al. (2010). “Interventions to Prevent and Reduce Cyber Abuse of Youth: A Systematic Review”. Research on Social Work Practice. 21(I), 5-13.

Monks, C.P, Robinson, S, dan Worlidge, P. (2012). “The Emergence of Cyberbullying: A Survey of Primary School Pupils’ Perceptions and


(5)

Napitupulu, E.L. (2012). Kekerasan di Dunia Maya Mengamcam Anak-Anak.

[Online] Dirujuk dari:

http://edukasi.kompas.com/read/2012/01/23/18024424/Kekerasan.di.Du nia.Maya.Mengancam.Anak-anak. Pada 1 Oktober 2012.

National Crime Prevention Council. (2007). Teens and Cyberbullying. A report on research.

Nilia, Y. (2011). Profil Asertivitas Siswa Terhadap Bullying Berdasarkan Jenis Kelamin. Skripsi Sarjana pada FIP UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Nocentini, A. et al. (2010). “Cyberbullying: Labels, Behaviours and Definition in

Three European Countries”. Australian Journal of Guidance and Counseling. 20, (2), 129-142.

Orourke, T. (2012). 10 Signs your Child is Cyberbullying Victim. [Online]. Dirujuk dari : http://info.uknowkids.com/blog/bid/173713/10-Signs-Your-Child-is-a-Cyberbullying-Victim. Pada 20 Oktober 2012.

Parris, L. et al. (2011). “High School Students' Perceptions of Coping With Cyberbullying”. Youth & Society. 44(2), 284-306.

Patchin, J.W & Hinduja, S. (2006). “Bullies Move Beyond the Schoolyard: A

preliminary Look at Cyberbullying”. Youth Violence and Juvenile

Justicce. 4, (2), 148-169.

______________________. (2010). Cyberbullying Factsheet: Identification, Prevention, and Response.

______________________. (2012). Cyberbullying Prevention and Response. New York. Routledge.

Pratiwi, M.D. (2011). “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Cyberbullying”. Makalah pada seminar dan workshop APSIFOR Indonesia, Semarang, 16-17 November 2011.

Price, M & Dalgeish, J. (2010). Research Summary Report. Boystown. Priyatna, A. (2010). Let’s End Bullying. Jakarta: Elexmedia.

Shariff, S. (2008). Cyber Bullying: Issues and Solutions for the schools, the classroom and the home. London: Routledge.

Smith, P.K & Sharp, S. (1994). School Bullying: Insights and Perspectives. Canada: Routledge.


(6)

4

Sudjana, Prof.Dr. (2005). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, N.S. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosda.

Swearer, S.M, Espelage, D.L, dan Napolitano S.A. (2009). Bullying Prevention & Intervention: Realistic Strategies for Schools. New York: The Guilford Press.

Syaripudin, dkk. (2010). Internet Sehat. Creative Commons.

Tenenbaum, L.S, Varjas, K., Meryes, J., dan Parris, L. (2011). “Coping Strategies and Perceived Effectiveness in Fourth through Eight Grade Victims of

Bullying”. School Psychology International. 32, (3), 263-287.

Widoretno, H. (2012). Teknik Role Playing Untuk Mengurangi Perilaku Bullying Siswa: Studi Pra-Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII SMPN 9 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012. Skripsi Sarjana pada FIP UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Willis, S.S. (2009). Konselling Individual: Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta.

Yilmaz, H. (2011). “Cyberbullying in Turkish middle schools: An exploratory study”. School Psychology International, 32(6), pp. 645-654.

Yusuf, S. (2001). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Rosda. _______. (2009). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung:


Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANALISIS MATEMATIS SISWA (Kasus: Eksperimen pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 5 Metro Tahun Pelajaran 2011/2012)

1 9 58

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 12 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 6 60

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 5 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 15 67

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH (PBM) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA (Kuasi Eksperimen pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 22 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 11 79

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH (PBM) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA (Kuasi Eksperimen pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 22 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 11 68

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 5 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 18 64

PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA (Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 1 Gadingrejo Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2013/2014)

2 27 61

PENGARUH ACTIVE LEARNING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PENGELOLAAN LINGKUGAN (Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Talangpadang Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)

0 8 56

PENGARUH ACTIVE LEARNING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PEMANASAN GLOBAL (Studi Kuasi Eksperimen Pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 1 Pagelaran Tahun Pelajaran 2014/2015)

0 3 53

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PROBING-PROMPTING DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 9 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014/2015)

0 12 50