ANALISA PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS PABRIK PADA RUMAH POTONG HEWAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE KUALITATIF (ACTIVITY RELATIONSHIP CHART) (STUDI KASUS DI PT. ABATTOIR SURYA JAYA, BENOWO, SURABAYA).

(1)

ANALISA PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS PABRIK PADA RUMAH POTONG HEWAN DENGAN MENGGUNAKAN

METODE KUALITATIF (ACTIVITY RELATIONSHIP CHART)

(STUDI KASUS DI PT. ABATTOIR SURYA JAYA, BENOWO, SURABAYA)

SKRIPSI

Disusun Oleh :

AHMAD ALAND ANANTA 1032010067

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN “ JAWA TIMUR


(2)

SKRIPSI

ANALISA PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS PABRIK PADA RUMAH POTONG HEWAN DENGAN MENGGUNAKAN

METODE KUALITATIF (Activity Relationship Chart) (Studi Kasus di PT. Abattoir Surya Jaya, Surabaya)

Disusun oleh :

AHMAD ALAND ANANTA NPM : 1032010067

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 5 – Desember 2013

Tim Penguji : Pembimbing :

1. 1.

Drs. Pailan, M.Pd Ir. Rus Indiyanto, MT NIP. 19530504 198303 1 001 NIP. 19650225 199203 1 001

2. 2.

Ir. Yustina Ngatilah, MT Dwi Sukma D ST, MT NIP. 19810726 200501 1 002 NIP. 19810726 200501 1 002 3.

Ir. Rus Indiyanto, MT

NIP. 19650225 199203 1 001

Mengetahui

Ketua Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Surabaya


(3)

SKRIPSI

ANALISA PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS PABRIK PADA RUMAH POTONG HEWAN DENGAN MENGGUNAKAN

METODE KUALITATIF (Activity Relationship Chart) (Studi Kasus di PT. Abattoir Surya Jaya, Surabaya)

Disusun oleh :

AHMAD ALAND ANANTA NPM : 1032010067

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 5 – Desember 2013

Tim Penguji : Pembimbing :

1. 1.

Drs. Pailan, M.Pd Ir. Rus Indiyanto, MT NIP. 19530504 198303 1 001 NIP. 19650225 199203 1 001

2. 2.

Ir. Yustina Ngatilah, MT Dwi Sukma D ST, MT NIP. 19810726 200501 1 002 NIP. 19810726 200501 1 002 3.

Ir. Rus Indiyanto, MT

NIP. 19650225 199203 1 001

Mengetahui

Dekan Fakultas Teknologi Industri

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Surabaya


(4)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas

segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat terselesaikan Tugas Akhir/Skripsi

dengan judul “Analisa Perancangan Tata Letak Fasilitas Pabrik Pada Rumah

Potong Hewan Dengan Menggunakan Metode Kualitatif Activity Relationship

Chart (Studi Kasus di PT. Abattoir Surya Jaya, Benowo, Surabaya).

Tugas Akhir/Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh

oleh mahasiswa jenjang pendidikan Strata-1 (Sarjana) Jurusan Teknik Industri,

Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa

Timur guna meraih gelar kesarjanaan.

Dalam penyusunan Tugas Akhir/Skripsi ini penulis ingin mengucapkan

rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. R. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Ir. Sutiyono, MT selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri

UPN “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak DR. Ir. Minto Waluyo, MM selaku Ketua Jurusan Teknik Indutri

UPN “Veteran” Jawa Timur.

4. Bapak Drs. Pailan, MPd selaku Sekretaris Jurusan Teknik Indutri

UPN “Veteran” Jawa Timur.


(5)

6. Bapak Dwi Sukma D, ST, MT selaku Dosen Pembimbing II Skipsi.

7. Segenap staff Dosen Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran” Jawa Timur yang telah memberikan banyak

pengetahuan selama masa perkuliahan.

8. Segenap Pimpinan PT. Abattoir Surya Jaya, Benowo, Surabaya yang telah

memberikan bimbingan dan data-data yang dibutuhkan dalam penyusunan

skripsi ini.

9. Pihak – pihak terkait yang membantu dalam penyelesaian Tugas

Akhir/Skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Tugas Akhir/Skripsi ini terdapat

kesalahan dan kekurangan yang masih perlu diperbaiki, untuk itu sebagai penulis,

kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna

kesempurnaan Tugas Akhir/Skripsi ini. Akhir kata, semoga Tugas Akhir/Skripsi

ini bermanfaat bagi semua pihak.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surabaya, 5 November 2013


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI……….. iii

DAFTAR TABEL…...……….……….... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN………. ix

ABSTRAK………. x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang…………...………...………... 1

1.2 Perumusan Masalah………... 2

1.3 Batasan Masalah………...…… 2

1.4 Asumsi - asumsi………...…... 3

1.5 Tujuan Penelitian………...……….. 3

1.6 ManfaatPenelitian………...………. 3

1.7 SistematikaPenulisan………...……… 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perancangan Tata Letak Pabrik ...….……….... 6

2.1.1 Pengertian Tata Letak Pabrik .……… 6

2.1.2 Tujuan Perancangan Tata Letak Pabrik ……….…………. 7

2.1.3 Prinsip Dasar dalam Perancangan Tata Letak Pabrik ... 9

2.1.4 Langkah – Langkah Perancangan Tata Letak Pabrik ... 9


(7)

2.2 Prinsip Dasar Sistem Pemindahan Bahan ..………. 11

2.3 Tipe Tata Letak Fasilitas Produksi ...………..………….... 13

2.3.1 Tata Letak Berdasarkan Aliran Proses Produksi ...……... 13

2.3.1.1 Keuntungan ...……...……...……...…….. 14

2.3.1.2 Kerugian ...……...……...……...……... 14

2.3.2 Tata Letak Berdasarkan Lokasi Material Tetap ...……... 14

2.3.2.1 Keuntungan ...……...……...……...…….. 15

2.3.2.2 Kerugian ...……...……...……...……... 15

2.3.3 Tata Letak Berdasarkan Kelompok Produk …...……... 16

2.3.3.1 Keuntungan ...……...……...……...…….. 16

2.3.3.2 Kerugian ...……...……...……...……... 17

2.3.4 Tata Letak Berdasarkan Fungsi atau Macam Proses .…... 17

2.3.4.1 Keuntungan ...……...……...……...…….. 18

2.3.4.2 Kerugian ...……...……...……...……... 18

2.3.5 Tata Letak Berposisi Tetap (Fixed Position Layout) .….... 24

2.3.5.1 Keuntungan ...……...……...……...…….. 19

2.3.5.2 Kerugian ...……...……...……...……... 20

2.4 Hubungan Perancangan Tata Letak Pabrik dengan Produktivitas.. 21

2.5 Metode Kualitatif Guna Menganalisis Aliran Bahan …………... 22

2.5.1 Activity Relationship Chart ... 23

2.5.2 Activity Relationship Diagram ... 25

2.5.3 Activity Template Block Diagram... 27

2.6 Pengaruh Pemindahan Bahan Pada Perencanaan Tata Letak …….. 28


(8)

2.8 Membuat Plant Layout Menggunakan CAD ……….. 29

2.9 Penelitian Terdahulu ... 31

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian………….………...………... 38

3.2 Identifikasi Variabel ...………. 38

3.2.1 Variabel Bebas dan Terikat ... 38

3.2.2 Definisi Operasional Variabel ... 39

3.3 Pengumpulan Data ………... 40

3.4 Pengolahan Data ...……….. 40

3.5 Langkah-Langkah Penelitian dan Pemecahan Masalah ..………... 41

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengolahan Data...………. 44

4.1.1 Identifikasi Sistem Awal... 44

4.2 Analisa Kondisi Usulan ...………... 49

4.2.1 Penentuan Activity Relationship Chart (ARC) ... 49

4.2.2 Work Sheet Pada Activity Relationship Diagram ... 53

4.2.3 Activity Template Block Diagram ……….. 54

4.2.4 Activity Relationship Diagram ……… 57

4.3 Layout Usulan ...……….. 58

4.3.1 Deskripsi Layout Usulan ... 60


(9)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan...……….. 65

5.2 Saran……… 65

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Standart Penggambaran Derajat Hubungan Aktivitas ... 24

Tabel 2.2 Worksheet Pembuatan ARD ... 26

Tabel 2.3 Jarak Perpindahan Bahan Antar Fasilitas Sebelum Perbaikan ... 36

Tabel 2.4 Jarak Perpindahan Bahan Antar Fasilitas Setelah Perbaikan ... 37

Tabel 4.1 Jarak Antar Departemen ... 45

Tabel 4.2 Perhitungan Luas Departemen ... 45

Tabel 4.3 Karakteristik Hubungan Antar Aktivitas ... 50

Tebel 4.4 Karakteristik Alasan Hubungan Antar Aktivitas ... 50

Tabel 4.5 Work Sheet Activity Relationship Diagram (ARD) ... 53

Tabel 4.6 Perhitungan Luas Departemen Usulan ... 61

Tabel 4.7 Jarak Antar Departemen Usulan ... 62


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Product Layout ... 13

Gambar 2.2 Possition Layout ... 14

Gambar 2.3 Group Technology Layout ... 16

Gambar 2.4 Process Layout ... 17

Gambar 2.5 Peta V-Q ... 20

Gambar 2.6 ARC ( Activity Relationship Chart) ... 23

Gambar 2.7 ATBD ( Activity Template Block Diagram) ... 27

Gambar 2.8 ARC ( Activity Relationship Chart) ... 33

Gambar 3.1 Langkah-langkah Penelitian dan Pemecahan Masalah ... 41

Gambar 4.1 Layout Awal Proses Produksi ... 46

Gambar 4.2 ARC ( Activity Relationship Chart) ... 51

Gambar 4.3 Block Template ... 55

Gambar 4.4 ATBD ( Activity Template Block Diagram) ... 56

Gambar 4.5 ARD ( Activity Relationship Diagram) ... 57


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Sejarah Perusahaan

Lampiran 2 Lokasi Perusahaan

Lampiran 3 Tata Letak Perusahaan

Lampiran 4 Bidang dan Hasil Usaha

Lampiran 5 Denah Lokasi PT. Abattoir Surya Jaya

Lampiran 6 Denah Tata Letak Awal PT. Abattoir Surya Jaya

Lampiran 7 Denah Tata Letak Usulan PT. Abattoir Surya Jaya


(13)

ANALISA PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS PABRIK PADA RUMAH POTONG HEWAN DENGAN MENGGUNAKAN

METODE KUALITATIF (ACTIVITY RELATIONSHIP CHART)

(STUDI KASUS DI PT. ABATTOIR SURYA JAYA, BENOWO, SURABAYA) Ahmad Aland Ananta

Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Jl. Raya Rungkut Madya Gunung Anyar, Surabaya 60924

E-mail : aland_ananta@yahoo.com

Abstraksi

Perencanaan tata letak fasilitas produksi dan area kerja adalah suatu permasalahan yang sering dijumpai dalam dunia industri. Tata letak fasilitas produksi berperan penting dalam efisiensi proses produksi serta proses pemindahan antar departemen kerja didalam bangunan industri tersebut.

PT. Abattoir Surya Jaya adalah industri yang menyediakan daging dan memiliki banyak pesaing. Penerapan Tata letak yang kurang tepat dapat mengurangi produktivitas pekerja karena faktor kelelahan dan jam kerja yang panjang. Dapat dilihat faktor back

tracking yang terjadi antara departemen ruang pemotongan, ruang stimulasi, chilling room, bonning room, dan blast freezer. Seharusnya proses produksi yang sesuai dengan

ketetapan ialah bersistem line flow.

ARC (Activity Relationship Chart) adalah suatu cara atau teknik yang sederhana di dalam merencanakan tata letak fasilitas atau departemen berdasarkan derajat hubungan aktivitas yang sering dinyatakan dalam penilaian kualitatif dan cenderung berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang bersifat subyektif dari masing-masing departemen.

Dengan metode ARC (Activity Relationship Chart), unit produksi PT. Abattoir Surya Jaya dapat menghemat jarak 31 m dari kondisi awal, dapat menghemat luas area kerja sebesar 26 m2 dari kondisi awal, Produksi berlangsung optimal karena ruang produksi telah disusun berurutan sesuai standart operasional produksi (line flow).


(14)

Analisys of Facility Layout Plan at Modern Slaugter House Using Qualitative Method (Activity Relationship Chart)

(Case Study in PT. Abattoir Surya Jaya Benowo, Surabaya)

Ahmad Aland Ananta

Industiral Engineering Major, Faculty of Industrial Technology, Universitas pembangunan Nasional “Veteran” East Java Jl. Raya Rungkut Madya Gunung Anyar, Surabaya 60924

E-mail : aland_ananta@yahoo.com

Abstract

Layout of production facility and work area planning is a problem which often be found in industrialized worlds. Production facility layout played an important role in the efficiency of the production process and the inter-departmental of work in the industrial building.

PT. Abattoir Surya Jaya is standart operasional produksi blast freezer. The production process should be in accordance with the rrdinance is line flow system.

ARC (Activity Relationship Chart) is a simple technique in planning the layout of the facility or Department based on the degree of activity relationship which is often expressed in qualitative assessment and tend to be based on considerations of the subjective judgement of each Department.

Using ARC (Activity Relationship Chart) method, production units in PT. Abattoir Surya Jaya, can save distance 31 m from the initial conditions, can save broad work area for 26 m2 from initial condition. Production lasting optimal because production room have been arranged according to production operational standard ( Line Flow).


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perencanaan tata letak fasilitas produksi dan area kerja yang ada adalah suatu permasalahan yang sering dijumpai dalam dunia industri. Pihak management perusahaan tidak dapat memecahkan masalah tersebut, walaupun hanya sekedar mengatur peralatan atau memindahkan departemen kerja didalam bangunan industri tersebut.

PT. Abattoir Surya Jaya adalah industri yang menyediakan daging dan memiliki banyak pesaing, hal ini merupakan kendala industri untuk memenuhi permintaan pemesan atau konsumen dengan biaya paling murah dan dapat menghadapi persaingan untuk meratakan ketidakseimbangan yang terdapat antara unit produksi dengan permintaan. Pihak management perusahaan harus mengolah sistem produksi, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, dan juga mengatur tata letak fasilitas pabrik pada PT. Abattoir Surya Jaya.

Aktifitas produksi suatu industri secara normalnya harus berlangsung cepat dengan tata letak yang tidak selalu berubah-ubah, maka dari itu pengaturan berbagai tata ruang dan fasilitas harus disesuaikan dengan berbagai aktifitas yang dilakukan para pekerja agar proses produksi berlangsung lancar dengan kenyamanan pekerja yang terjamin.

Sistem Modern Slaughter sudah diterapkan di RPH ini, akan tetapi alur tata letak fasilitas yang ada di PT. Abattoir Surya Jaya ini belum sesuai dengan


(16)

Standart Operasional Prosedur yang telah ditetapkan sehingga timbul back

tracking pada beberapa kegiatan produksi.

Dengan adanya masalah tersebut maka dilakukan penelitian dengan menggunakan metode kualitatif Activity Relationship Chart. Metode kualitatif

Activity Relationship Chart merupakan metode yang cocok dalam merancang tata

letak baru pada PT. Aabttoir Surya Jaya ini, dengan tolak ukur kedekatan hubungan antar departemen satu dengan yang lainnya serta mengkonversikan dengan alasan – alasan yang mendasarinya.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu “Bagaimana merancang tata letak fasilitas rumah potong hewan PT. Ababttoir Surya Jaya dengan menggunakan metode Activity

Relationship Chart ?

1.3 Batasan Masalah

Agar penulisan dapat berjalan sesuai dengan alurnya maka perlu di berikan batasan-batasan masalah sebagai berikut :

Penelitian hanya melakukan perencanaan tata letak fasilitas rumah potong hewan divisi produksi dan cold storage di PT. Abattoir Surya Jaya.


(17)

1.4 Asumsi

Sedangkan beberapa asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tidak ada perubahan standart operasional prosedur pada rumah potong hewan di PT. Abattoir Surya Jaya.

2. Kondisi perusahaan tidak berubah selama penelitian.

3. Pengukuran dilakukan menggunakan alat ukur standart yang dihitung secara matematis

4. Karakteristik alasan hubungan antar aktivitas diperoleh dari manajemen PT. Abattoir Surya Jaya

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dalam penyusunan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Memperpendek jarak antar departemen dengan metode Activity Relationship

Chart

2. Memberikan usulan tata letak fasilitas baru pada rumah potong hewan yang sesuai dengan alur produksi pemotongan hewan

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Bagi penulis, untuk mengetahui sejauh mana pengaruh faktor-faktor kemajuan teknologi, pemanfaatan ruang, desain tata letak yang efisien, dan


(18)

kemudahan melakukan proses produksi, serta strategi produksi yang tepat waktu.

2. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi perusahaan dalam mendesain fasilitas dan ruang yang tepat dan memberikan kenyamanan pekerja.

3. Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bacaan untuk menambah ilmu pengetahuan tentang tata letak fasilitas di rumah potong hewan . Selain itu dapat digunakan sebagai acuan penelitian berikutnya.

1.7 Sistematika Penulisan

Pada dasarnya sistematika penulisan berisikan mengenai uraian yang akan dibahas pada masing-masing bab, sehingga dalam setiap bab akan mempunyai pembahasan topik tersendiri. Adapun sistematika penulisan dari tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang penelitian, perumusan masalah yang diteliti, tujuan dan manfaat penelitian, batasan dan asumsi yang dipakai dalam penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi dasar-dasar teori yang digunakan untuk mengolah dan menganalisa data-data yang diperoleh dari pelaksanaan penelitian, yaitu teori mengenai tata letak fasilitas pabrik dengan menggunakan pendekatan grafik


(19)

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisi langkah-langkah dalam melakukan penelitian ini yaitu hal-hal yang dilakukan untuk mencapai tujuan dari penelitian atau gambaran atau urutan kerja menyeluruh selama pelaksanaan penelitian.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini berisi pengolahan dari data yang telah dikumpulkan dan melakukan analisa, langkah-langkah pemecahan masalah dan metode analisis serta pembahasan penelitian.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini berisi kesimpulan dan saran dari analisa yang telah dilakukan sehingga dapat memberikan suatu rekomendasi sebagai masukan bagi pihak perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perancangan tata letak pabrik

Perancangan tata letak pabrik ini merupakan satu elemen penting dalam menjalankan suatu proses produksi karena tanpa tata letak pabrik yang baik maka proses produksi akan kacau. Maka itu dalam merancang suatu pabrik tata letak fasilitas tidak dapat dikesampingkan dan harus diperhatikan.

2.1.1 Pengertian tata letak pabrik

(J.M. Apple et all, 2005) mendefinisikan perancangan tata letak pabrik sebagai perencanaan dan integrasi aliran komponen suatu produk untuk mendapatkan interelasi yang paling efektif dan efisien antar operator, peralatan, dan proses transformasi material dari bagian penerimaan sampai ke bagian pengiriman produk jadi. Dalam perkembangannya, perancangan tata letak pabrik adalah pengaturan dari fasilitas (gedung, tenaga keija, bahan, dan mesin-mesin) yang digunakan secara bersama-sama untuk memenuhi tujuan yang sudah ditetapkan. Jadi, perancangan tata letak pabrik dapat juga diartikan pengaturan dari fasilitas-fasilitas yang ada sedemikian rupa sehingga dapat mencapai tujuannya dengan tidak mengesampingkan kendala yang ada. Dengan tata letak pabrik yang baik, sebuah pabrik dapat menghasilkan hasil produksi yang maksimal dengan kondisi aktivitas produksi yang optimal. Perancangan tata letak dibutuhkan apabila pabrik mengalokasikan mesin-mesin baru, juga perlu bagi sebuah pabrik untuk meninjau lagi tata letaknya karena dirasakan ada penurunan produktivitas ataupun untuk memperbaiki kinerja pabrik.


(21)

Perancangan tata letak tidak hanya diperlukan saat membangun perusahaan baru, tetapi juga saat mengembangkan perusahaan, melakukan konsolidasi atau mengubah struktur perusahaan. Perusahaan yang telah mapan membutuhkan perubahan tata letak fasilitasnya setiap dua atau tiga tahun sekali.

Teknik Tata letak pabrik terfokus pada pengaturan unsur-unsur fisik di sebuah fasilitas pabrik yang bertujuan meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Permasalahan tata letak pabrik sangat menarik perhatian banyak pihak karena terkait dengan dampak strategis bagi perusahaan. Permasalahan tata letak pabrik merupakan persoalan yang kompleks, sehingga penyelesaiannya harus melalui pendekatan sistem. Dampaknya, tata letak pabrik menjadi salah satu pelajaran khas teknik industri.(Rika Arnpuh Hadiguna,ST,MT,et all, 2008). 2.1.2 Tujuan perencanaan dan pengaturan tata letak pabrik.

Perencanan dan pengaturan tata letak pabrik memiliki tujuan untuk mengatur area kerja dan fasilitas produksi yang paling ekonomis dan efektif untuk meningkatkan produktivitas (Wignjosoebroto, 2003). Keuntungan perencanaan tata letak pabrik yang baik adalah sebagai berikut:

Menaikkan output produksi.

Tata letak yang baik akan memberikan output yang lebih besar dengan biaya yang sama atau bahkan lebih kecil.

• Mengurangi waktu tunggu.

Mengatur keseimbangan antara waktu operasi produksi dan bebena dari masing-masing departemen atau mesin dengan baik sehingga dapat mengurangi waktu tunggu.


(22)

• Mengurangi proses material handling.

Proses desain layout yang baik harus direncanakan sehingga sedapat mungkin mengurangi material handling yang bersifat mekanis dan lagi seluruh gerakan harus diupayakan menuju daerah shipping.

• Penghematan penggunaan area untuk produksi, gudang dan service. Jalan lintas, material yang menumpuk, jarak antar mesin-mesin yang berlebihan semuanya itu akan menambah area yang dibutuhkan untuk pabrik. Perencanaan tata letak yang optimal dapat mengatasi segala masalah pemborosan pemakaian ruangan.

• Mengurangi inventory in-process.

Sistem produksi pada dasamya menghendaki agar bahan baku secepat mungkin berpindah dari satu operasi ke operasi berikutnya untuk mengurangi menumpuknya bahan setengah jadi. Masalah ini dapat diatasi dengan mengurangi waktu tunggu dari bahan yang menunggu untuk segera diproses.

• Proses manufacturing yang lebih singkat.

Dengan mengurangi jarak antara operasi satu dengan operasi berikutnya dan mengurangi bahan yang menunggu serta storage yang tidak diperlukan. Waktu yang diperlukan dari bahan baku untuk berpindah dari satu tempat ketempat lainnya dalam pabrik dapat diperpendek sehingga secara total waktu produksi akan dapat pula dipersingkat.

• Mengurangi faktor yang bisa merugikan dan mempengaruhi kualitas dari bahan baku ataupun produk jadi. Tata letak pabrik yang direncanakan dengan baik dapat mengurangi kerusakan-kerusakan


(23)

yang dapat terjadi pada bahan baku atau produk jadi. Penyebab kerusakan itu antara lain getaran-getaran, debu, panas, dan lain-lain.

• Mengurangi kemacetan dan kesimpangsiuran.

Material yang menunggu, gerakan pemindahan yang tidak perlu, serta banyaknya perpotongan dari lintasan yang ada akan menyebabkan kesimpangan.

2.1.3 Prinsip dasar dalam perencanaan tata letak pabrik

Menurut (Sumanyang, 2003:133 )Dalam perencanaan tata letak pabrik yang baik terdapat prinsip-prinsip dasar harus dipenuhi, yaitu:

• Integrated, semua faktor dan elemen produksi yang ada menjadi satu unit operasi yang besar.

• Minimalization, meminimalkanjarak perpindahan bahan atau material yang bergerak dari satu operasi ke operasi berikutnya.

• Constant, aliran kerja dalam pabrik berlangsung dengan lancar dengan menghindari gerakan bolak-balik, gerakan memotong dan kemacetan. • Area utilization, semua area yang ada dimanfaatkan secara efektif dan

efisien.

• Welfare, kepuasan kerja dan rasa aman dari pekeija dijaga dengan sebaik- baiknya.

• Flekxibility, pengaturan tata letak pabrik harus flesibel. 2.1.4 Langkah -langkah perencanaan Tata Letak Pabrik

Tata letak pabrik berhubungan erat dengan segala proses perencanaan dan pengaturan letak dari pada mesin, peralatan, aliran bahan dan orang--orang yang bekerja di masing-masing stasiun kerja yang ada. Tata


(24)

letak yang baik dari segala fasilitas produksi dalam suatu pabrik merupakan dasar untuk membuat operasi kerja menjadi lebih efektif dan efisien (Jay Haizer dan Barry Render, 2007)

Pada dasarnya proses pengaturan segala fasilitas produksi dalam pabrik ini akan di bedakan dalam dua tahapan, yaitu:

• Pengaturan tata letak mesin dan fasilitas produksi lainnya yaitu pengaturan dari semua mesin-mesin dan fasilitas yang di perlukan untuk proses produksi.

• Pengaturan tata letak departemen yaitu pengaturan bagian atau departemen serta hubungan antar departemen dalam pabrik.

Secara singkat, langkah-langkah yang diperlukan dalam perencanaan layout pabrik tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

• Analisa produk • Analisa proses

• Analisa data masa lalu dan analisa pasar

• Analisa macam dan jurnlah mesin atau equipment dan luas area yang dibutuhkan.

• Pegembangan altematif tata letak.

• Perancangan tata letak mesin dan departemen dalam pabrik. 2.1.5 Pertimbangan dalam perencanaan kembali tata Ietak pabrik

Pada umumnya perencanaan kembali tata letak pabrik disebabkan oleh beberapa pertimbangan seperti:

• Perubahan dalam desain produk, model dan lain-lain. • Perubahan lokasi pabrik suatu daerah pemasaran.


(25)

• Perubahan ataupun peningkatan volume produksi yang pada akhimya membawa perubahan ke arah modifikasi segala fasilitas produksi yang ada.

• Keluhan dari pekerja terhadap kondisi area kerja yang tidak memenuhi persyaratan.

• Perbaikan dilakukan dengan melakukan penyesuaian terhadap perkembangan teknologi dan permintaan dari user. Perbaikan tersebut dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi.

• Keluhan dari pekerja terhadap kondisi area kerja yang tidak memenuhi persyaratan.

• Peningkatan jumlah (bottle neck) dalam aktifitas pemindahan bahan, gudang yang terlalu sempit, dan lain-lain. 2.2 Prinsip Dasar Sistem Pemindahan Bahan

Pemindahan bahan merupakan aktifitas yang "non-produktif". Pemindahan bahan ini tidak memberikan nilai perubahan apa-apa terhadap material atau bahan yang dipindahkan karena tidak terjadi perubahan bentuk, dimensi, sifat-sifat fisik ataupun kimia pada material yang dipindahkan. Kegiatan pemindahan bahan atau material justru dapat menarnbah biaya. Pada dasarnya pemindahan bahan membutuhkan biaya yang besar, tetapi tidak memberikan nilai tarnbah kepada material produk yang dipindahkan. Pengeliminasian perpindahan bahan ini di lakukan dengan cara mengatur tata letak fasilitas produksi atau departemen yang ada agar jarak perpindahan bahan dapat dieliminasi (Heizer dan Render, 2006)


(26)

Dalarn prinsip dasar sistem pemindahan bahan harus dipertimbangkan beberapa aturan dasar sebagai berikut:

• Pemindahan bahan yang tidak begitu penting sebaiknya dihindari. Misalnya, penggabungan operasi pemindahan bahan dengan mempertimbangkan kemungkinan gerakan bersamaan antara pekerja dengan material.

• Penempatan mesin dan peralatan produksi lainnya direncanakan sedemikian rupa sehingga jarak antar operasi seminimal mungkin dan gerakan bolak-balik sebaiknya dihindari.

• Peralatan pemindahan bahan yang dibutuhkan dipilih secara efektif dan efisien.

• Peralatan pemindahan bahan yang dibutuhkan dipilih secara seksama dan cermat dari segi teknis maupun segi ekonomis.

• Bahan sebaiknya dipindahkan dalam volume, kuantitas, atau unit-unit yang kecil.

• Material sedapat--dapatnya dipindah melalui lintasan yang lurus dan pendek.

• Aktitfitas-aktifitas pemindahan bahan sedapat-dapatnya dikelompokan, dikombinasi, dan dieliminasi.

• Sebaiknya, operator yang berpindah dari pada material yang dipindahkan


(27)

2.3 Tipe Tata Letak Fasilitas Produksi

Pemilihan dan penempatan alternatif layout merupakan langkah kritis dalam proses pembuatan fasilitas produksi, karena disini layout yang dipilih akan menentukan hubungan fisik dari aktivitas–aktivitas produksi yang berlangsung (Wignjosoebroto, 2003). Disini ada empat macam atau tipe tata letak yang secara klasik umum diaplikasikan dalam desain layout yakni :

2.3.1 Tata letak fasilitas berdasarkan aliran proses produksi (production line

product atau product layout)

GUDANG BAHAN BAKU

(MATERIAL ) Mesin Bubut Mesin Perata Mesin Bubut Mesin Drill Mesin Press Mesin Gerinda Mesin Drill Mesin Drill Mesin Pelengkung Mesin Drill Mesin Perata Mesin Drill PROSES PERAKITAN (ASSEMBLY)

GUDANG PRODUK JADI

Gambar 2.1 Product Layout

(Sumber : Wignjosoebroto, 2003)

Dengan memakai tata letak tipe aliran produksi ini segala fasilitas-fasilitas untuk proses manufakturing atau juga perakitan akan diletakkan berdasarkan garis aliran (flow line) dari proses produksi tersebut. tata letak berdasarkan aliran produksi ini merupakan tipe layout yang paling populer untuk pabrik yang bekerja atau produksi secara massal (mass production).


(28)

2.3.1.1 Keuntungan yang bisa diperoleh untuk pengaturan berdasarkan aliran produksi adalah :

a. Aliran pemindahan material berlangsung lancar, sederhana, logis dan biaya material handling rendah karena aktivitas pemindahan bahan menurut jarak terpendek.

b. Total waktu yang dipergunakan untuk produksi relatif singkat.

c. Work in proses jarang terjadi karena lintasan produksi sudah

diseimbangkan.

2.3.1.2 Kerugian dari tata letak tipe ini adalah :

a. Adanya kerusakan salah satu mesin (machine break down) akan dapat menghentikan aliran proses produksi secara total.

b. Tidak adanya fleksibilitas untuk membuat produk yang berbeda.

c. Stasiun kerja yang paling lambat akan menjadi hambatan bagi aliran produksi.

2.3.2 Tata letak fasilitas berdasarkan lokasi material tetap (fixed material

location layout atau position layout)

Gambar 2.2 Possition Layout

(Sumber : Wignjosoebroto, 2003)

G U D A N G BA H A N BA K U (M A T E RI A L ,K O M P O N E N , S P A RE P A RT S ,D L L ) G U D A N G P R O D U K J A D I Mesin Las Fasilitas Pengecatan Mesin Gerinda Mesin Gergaji/potong Mesin Keling Mesin Gerinda


(29)

Untuk tata letak pabrik yang berdasarkan proses tetap, material atau komponen produk yang utama akan tinggal tetap pada posisi atau lokasinya sedangkan fasilitas produksi seperti tools, mesin, manusia serta komponen-komponen kecil lainnya akan bergerak menuju lokasi material atau komponen produk utama tersebut.

2.3.2.1 Keuntungan yang bisa diperoleh dari tata letak berdasarkan lokasi material tetap ini adalah :

a. Karena yang bergerak pindah adalah fasilitas–fasilitas produksi, maka perpindahan material bisa dikurangi.

b. Bilamana pendekatan kelompok kerja digunakan dalam kegiatan produksi, maka continuitas operasi dan tanggung jawab kerja bisa tercapai tercapai dengan sebaik–baiknya.

c. Kesempatan untuk melakukan pengkayaan kerja (job enrichment) dengan mudah bisa diberikan.

d. Fleksibilitas kerja sangat tinggi, karena fasilitas–fasilitas produksi dapat

diakomodasikan untuk mengantisipasi perubahan–perubahan dalam rancangan produk, berbagai macam variasi produk yang harus dibuat (product mix) atau volume produksi.

2.3.2.2 Kerugian dari tata letak tipe ini adalah :

a. Adanya peningkatan frekuensi pemindahan fasilitas produksi atau operator pada saat operasi kerja berlangsung.

b. Memerlukan operator dengan skill yang tinggi disamping aktivitas supervisi yang lebih umum dan intensif.

c. Memerlukan pengawasan dan koordinasi kerja yang ketat khususnya dalam penjadwalan produksi.


(30)

2.3.3 Tata letak fasilitas berdasarkan kelompok produk (product famili, product

layout atau group technology layout)

GUDANG BAHAN BAKU

Mesin Bubut Mesin Drill Perakitan Mesin Drill Mesin Gerinda Mesin Press Mesin Drill Mesin Bubut Mesin Press Pengecatan Mesin Las Perakitan Mesin Perata Perakitan Mesin Gerinda Mesin Drill

GUDANG BAHAN BAKU

Perakitan

Mesin Gerinda

Gambar 2.3 Group Technology Layout

(Sumber : Wignjosoebroto, 2003)

Tata letak tipe ini didasarkan pada pengelompokkan produk atau komponen yang akan dibuat. Produk–produk yang tidak identik dikelompok-kelompok berdasarkan langkah–langkah pemrosesan, bentuk, mesin atau peralatan yang dipakai dan sebagainya. Disini pengelompokkan tidak didasarkan pada kesamaan jenis produk akhir seperti halnya pada tipe produk layout.

2.3.3.1 Keuntungan yang diperoleh dari tata letak tipe ini adalah :

a. Dengan adanya pengelompokkan produk sesuai dengan proses pembuatannya maka akan dapat diperoleh pendayagunaan mesin yang maksimal.

b. Lintasan aliran kerja menjadi lebih lancar dan jarak perpindahan material diharapkan lebih pendek bila dibandingkan tata letak berdasarkan fungsi atau macam proses (process layout).

c. Berdasarkan pengaturan tata letak fasilitas produksi selama ini, maka suasana kerja kelompok akan bisa dibuat sehingga keuntungan


(31)

-d. Memiliki keuntungan yang bisa diperoleh dari product layout.

e. Umumnya cenderung menggunakan mesin–mesin general purpose sehingga mestinya juga akan lebih rendah.

2.3.3.2 Kerugian dari tipe ini

a. Diperlukan tenaga kerja dengan keterampilan tinggi untuk mengoperasikan semua fasilitas produksi yang ada.

b. Kelancaran kerja sangat tergantung pada kegiatan pengendalian produksi khususnya dalam hal menjaga keseimbangan aliran kerja yang bergerak melalui individu–individu sel yang ada.

c. Bilamana keseimbangan aliran setiap sel yang ada sulit dicapai, maka diperlukan adanya buffers dan work in process storage.

d. Beberapa kerugian dari product dan process layout juga akan dijumpai disini.

e. Kesempatan untuk bisa mengaplikasikan fasilitas produksi tipe special

purpose sulit dilakukan.

2.3.4 Tata letak fasilitas berdasarkan fungsi atau macam proses (functional atau process layout)

GUDANG BAHAN BAKU

Mesin Bubut Perakitan Mesin Gerinda Mesin Perata Perakitan Mesin Gerinda Mesin Perata Mesin Perata Pengecatan Mesin Bubut Mesin Bubut Pengelasan Mesin Drill Mesin Bubut

GUDANG BAHAN BAKU

Mesin Drill

Pengelasan

Pengecatan

Gambar 2.4 Process Layout


(32)

Tata letak berdasarkan macam proses ini sering dikenal dengan process atau

functional layout yang merupakan metode pengaturan dan penempatan dari segala

mesin serta peralatan produksi yang memiliki tipe atau jenis sama kedalam satu departemen.

2.3.4.1 Keuntungan yang bisa diperoleh dari tata letak tipe ini adalah :

a. Total investasi yang rendah untuk pembelian mesin atau peralatan produksi lainnya.

b. Fleksibilitas tenaga kerja dan fasilitas produksi besar dan sanggup

mengerjakan berbagai macam jenis dan model produk.

c. Kemungkinan adanya aktivitas supervisi yang lebih baik dan efisien melalui spesialisasi pekerjaan.

d. Pengendalian dan pengawasan akan lebih mudah dan baik terutama untuk pekerjaan yang sukar dan membutuhkan ketelitian tinggi.

e. Mudah untuk mengatasi breakdown daripada mesin yaitu dengan cara memindahkannya ke mesin yang lain tanpa banyak menimbulkan hambatan-hambatan siginifikan.

2.3.4.2 Kerugian dari tipe ini adalah :

a. Karena pengaturan tata letak mesin tergantung pada macam proses atau fungsi kerjanya dan tidak tergantung pada urutan proses produksi, maka hal ini menyebabkan aktivitas pemindahan material.

b. Adanya kesulitan dalam hal menyeimbangkan kerja dari setiap fasilitas produksi yang ada akan memerlukan penambahan space area untuk work


(33)

c. Pemakaian mesin atau fasilitas produksi tipe general purpose akan menyebabkan banyaknya macam produk yang harus dibuat menyebabkan proses dan pengendalian produksi menjadi kompleks.

d. Tipe process layout biasanya diaplikasikan untuk kegiatan job order

yang mana banyaknya macam produk yang harus dibuat menyebabkan proses dan pengendalian produksi menjadi lebih kompleks.

e. Diperlukan skill operator yang tinggi guna menangani berbagai macam aktivitas produksi yang memiliki variasi besar

2.3.5 Layout yang Berposisi Tetap (Fixed Position Layout)

Sistem berdasarkan product layout maupun process layout, produk bergerak menuju mesin sesuai dengan urutan proses yang dijalankan. Layout yang berposisi tetap ditunjukkan bahwa mesin, manusia serta komponen-komponen bergerak menuju lokasi material untuk menghasilkan produk. Layout ini biasanya digunakan untuk memproses barang yang relatif besar dan berat sedangkan peralatan yang digunakan mudah untuk dilakukan pemindahan. Contoh dari industri ini adalah industri pesawat terbang, penggalangan kapal, pekerjaan konstruksi bangunan (Wignjosoebroto, 2003).

2.3.5.1 Keuntungan tata letak tipe Tetap (Fixed Position Layout)

1. Karena yang berpindah adalah fasilitas-fasilitas produksi, maka perpindahan

material dapat dikurangi.

2. Bila pendekatan kelompok kerja digunakan dalam kegiatan produksi, maka kontinyuitas produksi dan tanggung jawab kerja bisa tercapai dengan sebaik-baiknya.


(34)

2.3.5.2 Kerugian tata letak tipe Tetap (Fixed Position Layout)

1. Adanya peningkatan frekuensi pemindahan fasilitas produksi atau operator pada saat operasi berlangsung.

2. Adanya duplikasi peralatan kerja yang akhirnya menyebabkan perubahan

space area dan tempat untuk barang setengah jadi.

3. Memerlukan pengawasan dan koordinasi kerja yang ketat khususnya dalam penjadwalan produksi.

Ditinjau dari bahasan keuntungan dan kerugian tiap tipe tata letak, maka dapat dibuat keputusan tipe tata letak apa yang akan digunakan. Untuk membuat keputusan digunakan peta Variasi-Quantitas (Peta V-Q). Jika variasi produk kecil dan kuantitasnya besar maka cenderung digunakan product layout, sebaliknya jika variasinya besar dan kuantitasnya kecil gunakan process layout. Dan group

technology layout digunakan jika variasi sedang dan kuantitasnya sedang. Fixed location layout digunakan jika variasi rendah dan kuantitas rendah. Peta V-Q

ditunjukkan seperti pada gambar 2.4

Volume

Tinggi

Sedang

Rendah

Product Layout

Group Technology

Layout

Process Layout Fixed

Location Layout

Rendah Sedang Tinggi Variasi


(35)

2.4 Hubungan Perancangan Tata Letak Pabrik Dengan Produktivitas

Perbaikan desain layout pabrik diperlukan karena adanya beberapa kondisi

yang terjadi dalam perusahaan misalnya karena adanya kebijakan-kebijakan dari top

level management terkait dengan target perusahaan untuk menaikkan output produksi, sehingga diperlukan perbaikan desain layout agar bisa memberikan 17

output produksi yang lebih besar dengan biaya produksi yang sama/lebih sedikit. Waktu produksi yang terlalu lama dikarenakan banyaknya delay (waktu tunggu),

banyaknya keluhan– keluhan dari pekerja dikarenakan kondisi area kerja yang

kurang memenuhi syarat sehingga produktivitas pekerja menurun. Beberapa kondisi

tersebut bisa digunakan sebagai alasan mengapa kita harus memperbaiki desain

layout pabrik (Satria, 2007). Untuk lebih spesifik, berikut ini adalah beberapa alasan mengapa harus memperbaiki desain layout pabrik :

1) Menaikkan output produksi.

2) Mengurangi waktu tunggu.

3) Mengurangi proses material handling.

4) Penghematan penggunaan areal untuk produksi, gudang, dan service.

5) Pemanfaatan fasilitas produksi dan tenaga kerja dengan lebih optimal.

6) Mengurangi biaya simpan produk setengah jadi (inventory in-process).

7) Mempersingkat proses manufacturing.

8) Mengurangi resiko kesehatan dan keselamatan kerja operator.

9) Mempermudah aktivitas supervisi (pengawasan kerja).

10) Mengurangi kemacetan dan kesimpangsiuran aliran material.


(36)

Berdasarkan uraian diatas bisa disimpulkan bahwa alasan utama mengapa desain layout harus diperbaiki adalah karena desain layout tersebut sudah tidak efisien lagi dilihat dari target produksi perusahaan dan karena banyaknya gangguan pada proses produksi sehingga menghambat kelancaran serta kesuksesan proses produksi.

2.5 Metode Kualitatif Guna Menganalisis Aliran Bahan 2.5.1 Activity Relationship Chart (ARC)

Aliran bahan dapat diukur menggunakan cara kualitatif dengan tolak ukur derajat kedekatan hubungan antara satu fasilitas (departemen) dengan lainnya. Nilai- nilai yang menunjukkan derajat hubungan dicatat sekaligus dengan alasan – alasan yang mendasarinya dalam sebuah peta hubungan aktivitas (Activity

Relationship Chart) yang telah dikembangkan oleh Richard Muther.

Pada hubungan aktivitas atau ARC adalah suatu cara atau teknik yang sederhana di dalam merencanakan tata letak fasilitas atau departemen berdasarkan derajat hubungan aktivitas – yang sering dinyatakan dalam penilaian kualitatif dan cenderung berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang bersifat subyektif – dari masing-masing departemen (Hadiguna, Rika Ampuh dan Setiawan, Heri, 2008).


(37)

Gambar 2.6 ARC


(38)

Disini kode huruf seperti A, E, I dan seterusnya menunjukkan bagaimana

aktivitas dari masing-masing departemen tersebut akan mempunyai hubungan secara

langsung dan erat kaitannya satu sama lain. Kode-kode huruf ini akan diletakkan pada

bagian atas dari kotak yang tersedia dan pemberian warna khusus juga diberikan

untuk mempermudah analisis. Selanjutnya kode angka 1,2,3 dan seterusnya –

diletakkan di bagian bawah kotak yang ada – mencoba menjelaskan alasan pemilhan

derajat hubungan antara masing-masing departemen tersebut. Kode huruf yang

menjelaskan derajat hubungan antara masing-masing departemen ini secara khusus

telah distandarkan, yaitu sebagai berikut :

Tabel 2.1 Standard Penggambaran Derajat Hubungan Aktivitas


(39)

Sebagai hasil dari ARC yang sangat berguna untuk perencanaan dan analisa

hubungan aktivitas antar masing-masing departemen, maka data yang didapat

selanjutnya akan dimanfaatkan untuk menentukan letak masing-masing

departemen tersebut, yaitu melalui apa yang disebut dengan Activity Relationship

Diagram atau ARD.

2.5.2 Activity Relationship Diagram (ARD)

Activity Diagram adalah diagram yang menggambarkan berbagai alir aktivitas dalam Sistem yang sedang dirancang, bagaimana masing – masing alur data berawal, decision yang mungkin terjadi dan bagaimana mereka berakhir. Activity diagram merupakan state diagramkhusus, dimana sebagian besar state adalah action dan sebagian besar transisi di trigger oleh selesainya state sebelumnya (internal prosesing). Oleh karena itu, activity diagram tidak menggambarkan behavior internal sebuah Sistem secara eksak, tetapi le bih menggambarkan proses - proses dan jalur - jalur aktivitas dari level atas secara umum. Sebuah aktivitas dapat direalisasikan oleh satu use case atau lebih. Aktivitas menggambarkan proses yang berjalan, sementara use case menggambarkan bagaimana actor menggunakan Sistem untuk melakukan aktivitas

Pada dasarnya diagram ini menjelaskan mengenai hubungan pola aliran

bahan dan lokasi dari masing-masing departemen penunjang terhadap departemen


(40)

Data didapatkan dari ARC, dimana ARC tersebut dipindahkan ke

dalam worksheet untuk mempermudah pembacaan.

Tabel 2.2 Worksheet Pembuatan ARD

(Sumber : Wignjosoebroto, 2003

Data yang telah disusun secara lebih sistematik dalam Work Sheet ini, suatu

ARD akandapat dengan mudah dibuat. Di sini ada dua cara yang bisa

dipergunakan untuk membuat diagram (yang selanjutnya akan dipakai sebagai

landasan untuk perencanaan tata letak departemen-departemen yang ada), yaitu

sebagai berikut :

a. Dengan membuat suatu Activity Template Block Diagram

b. Dengan menggunakan kombinasi-kombinasi garis dan pemakaian

kode warna yang telah distandarkan untuk setiap hubungan aktivitas


(41)

2.5.3 Activity Template Block Diagram (ATBD)

Activity Template Block Diagram merupakan suatu rangkaian template

berdasarkan data yang diperoleh dari Activity Relationship Diagramda Activity

Relationship Chart.

Pada ATBD, data yang telah dikelompokkan dalam lembar kerja kemudian

dimasukkan ke dalam suatu activity template.

Tiap-tiap template akan menjelaskan mengenai departemen yang

bersangkutan dan hubungannya dengan aktivitas-aktivitas dari departemen lain.

Template ini hanya bersifat memberi penjelasan mengenai hubungan aktivitas antara departemen satu dengan departemen yang lain.

Gambar 2.7 Activity Template Block Diagram ATBD (Sumber : Wignjosoebroto, 2003)


(42)

Pada dasarnya kode yang tercantum dalam lembar kerja dimasukkan ke

dalam ATBD kecuali huruf U (Unimportant), karena dianggap tidak memberi

pengaruh apa- apa dari aktivitas departemen satu ke departemen lainnya. Seperti

halnya pada lembar kerja, maka disini kode angka yang menjelaskan mengenai

alasan pemilihan derajat hubungan antara departemen juga tidak dimasukkan ke

dalam diagram ini. Langkah selanjutnya adalah dengan memotong dan mengatur

template tersebut sesuai dengan urutan derajat aktivitas yang dianggap penting

dan diperlukan.

2.6 Pengaruh Pemindahan Bahan Pada Perencanaan Tata Letak Pabrik Tata letak pabrik merupakan suatu aktivitas desain yang berkaitan dengan

tanggung jawab dalam pengaturan lokasi dari setiap fasilitas manufakturing baik

yang berhubungan langsung dengan fungsi layanan atau service. Desain layout

akan memiliki pengaruh yang kuat dalam menentukan biaya dan tingkat

efisiensi dari sistem material handling yang diaplikasikan dibandingkan dengan

desain lainnya. Dengan demikian pada saat perencanaan layout suatu pabrik pada

saat itulah secara bersamaan juga dipikirkan desain fasilitas material handling

yang akan diaplikasikan. Perlu dicamkan benar-benar bahwasanya sekali

pabrik itu telah berdiri, layout fasilitas produksinya sudah ditetapkan dan

mesin serta peralatan produksi lainnya sudah terpasang. Maka disaat itu pula akan

tipis kemungkinannya kita bisa memperbaiki matode material handling akan

hampir tidak ada kesempatan lagi untuk mengeliminir operasi yang sedang


(43)

2.7 Biaya Pemindahan Bahan pada Perencanaan Tata Letak Pabrik Perpindahan material terjadi pada semua siklus proses manufaktur produk,

baik itu sebelum maupun sesudah proses produksi. Perpindahan material

merupakan pekerjaan yang tidak produktif, karena tidak adanya suatu

pekerjaan yang diselesaikan. Sehingga tidak memberikan nilai tambah pada

barang yang sedang dihasilkan. Perpindahan material seringkali menimbulkan

biaya antara 5 – 90 % dari total biaya produksi, dengan rata-rata biasanya sebesar

25 % (Hadiguna, Rika Ampuh dan Setiawan, Heri, 2008)

2.8 Membuat Plant Layout menggunakan CAD

Menurut (H.W. Kwari, 2008), Computer Aided Design (CAD) adalah suatu

sistem komputer yang menampilkan grafik dari suatu alat dan program analisa

sistem desain.

Dengan menggunakan CAD, suatu desain dapat dihasilkan dengan cepat

dengan kunci fungsi terminal dan pena khusus. Papan gambar konvensional,

kalkulator, dan desain manual dapat dengan mudah dikerjakan menggunakan

CAD. Hard copy dapat dibuat menggunakan suatu alat cetak (printer) yang

dihubungkan ke terminal grafis. Usaha yang sinergis dalam menuju keberhasilan

suatu penggabungan antara desain dan komputer mempunyai empat manfaat

penting:

a. Perancang dapat dengan seketika melihat dan mengoreksi

kesalahan di dalam pengerjaan gambar mereka atau masukan yang


(44)

b. Perancang dapat memonitor kemajuan dari suatu solusi masalah dan

mengakhiri jalannya program atau memodifikasi data masukan sesuai

dengan yang diperlukan.

c. Perancang dapat mengambil keputusan pada poin-poin

hubungan yang kritis, yang mana akan memandu komputer di

dalam melanjutkan pemecahan masalah.

d. Tampilan grafis bisa saja tidak menampilkan data yang dapat langsung

dimengerti atau diinterpretasikan dalam daftar keluaran komputer

atau bahkan dalam keluaran yang sudah diplot. Dengan

pemrograman yang pintar, komputer dapat menampilkan dalam

banyak sudut pandang, gambar bergerak, garis putus-putus, garis

lurus dalam berbagai ukuran.

Karena itulah, pembuatan layout akan lebih mudah divisualisasi

menggunakan CAD. Apalagi dengan semakin berkembangnya software-software

CAD, misalnya software Autocad 2008. Sehingga tidak perlu memindahkan

barang-barang asli di lapangan, tetapi cukup memindahkan gambar visualisasi di

dalam CAD untuk mengetahui letak yang lebih baik. Sehingga tidak

membutuhkan energi dan biaya yang banyak untuk mendapatkan letak layout


(45)

2.9 Penelitian Terdahulu

a. Usulan Rancangan Ulang Tata Letak Fasilitas Untuk Meminimumkan Jarak Lintasan di Restoran Liana Sidoarjo dengan metode Activity Relationship Chart

Permasalahan yang ada di restoran ini adalah jalur lintasan yang dilalui konsumen dan pelayan kurang efisien yang menyebabkan terjadi kemacetan dijalur lintasan tersebut dan restoran ini belum dapat memenuhi permintaan dengan optimal. Karena tata letaknya masih kurang tepat, dimana untuk melakukan pemindahan material antar departemen, jarak yang dibutuhkan cukup jauh sehingga memerlukan waktu yang cukup lama. Disamping itu pula dalam pengaturan tata letak fasilitas produksi pada restoran ini hanya menggunakan pengalaman saja, hal ini menyebabkan arus pelayanan menjadi terkesan tidak teratur dan hubungan koordinasi antar bagian kurang efektif seperti seperti letak kamar mandi yang terlalu jauh dengan ruang tamu, letak gudang penyimpanan bahan baku kering dan bahan mentah (pendingin) yang tidak berhubungan langsung dengan dapur. Kasir yang letaknya dekat dengan ruang bakery dan ruang makan indoor tetapi jauh dengan ruang makan VIP dan outdoor. Aliran

aktivitas bisa diukur secara kualitatif dengan menggunakan tolak ukur derajat kedekatan hubungan antara satu fasilitas (departemen) dengan lainnya. Nilai-nilai yang menunjukkan derajat hubungan dicatat sekaligus dengan alasan-alasan yang mendasarinya dalam sebuah peta hubungan aktivitas (Activity Relationship

Chart) yang telah dikembangkan oleh (Richard Muther, 2000) dalam bukunya


(46)

ARC (Activity Relationship Chart) ataupun matriks yang memuat frekuensi serta jarak dan perpindahan material dan ukuran bangunan yang akan ditempati oleh fasilitas. Dalam teknik ini mempunyai kemampuan untuk mengatur maksimum 18 fasilitas dalam suatu layout (Sunderesh Heragu, 1997).

Dengan adanya permasalahan yang ada tersebut, maka dilakukan penelitian dengan metode analisa Activity Relationship Chart dengan harapan dapat meminimalkan panjang jarak lintasan material dan konsumen yang secara tidak langsung dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja serta arus pelayanan terkesan lebih teratur.

Hasil perancangan layout diperoleh panjang jarak pada kondisi awal sebesar 622,12 m, sedangkan pada panjang jarak lintasan pada kondisi usulan sebesar 541,93 m. Hal ini berarti pada perancangan layout kondisi usulan dengan menggunakan metode analisa Activity Relationship Chart dapat meminimumkan panjang jarak lintasan sebesar 80,19 m atau mengefisiensi panjang jarak lintasan 12,89 % dari layout kondisi awal.

b. Perencanaan Ulang Tata Letak Fasilitas Berdasarkan Hasil Hubungan Kedekatan Proses Produksi Rokok (Studi Kasus PT. Bayi Kembar Malang)

PT. Bayi Kembar merupakan salah satu perusahaan rokok yang berlokasi di

Kabupaten Malang. Sesuai dengan observasi yang telah dilakukan, ditemukan

adanya permasalahan berupa output produksi yang belum mencapai hasil yang

diharapkan, penumpukan material pada beberapa stasiun kerja,dan adanya


(47)

dihasilkan kurang optimal. Saat ini dalam satu shift, PT Bayi Kembar hanya

dapat memproduksi sekitar 1.600.000 batang rokok filter dan 800.000 batang

rokok kretek. Sedangkan target produksi perusahaan adalah 2.000.000 batang

rokok filter dan 1.000.000 batang rokok kretek dalam satu shift. Permasalahan

pada proses produksi PT. Bayi Kembar diharapkan dapat diatasi dengan adanya

perencanaan ulang tata letak fasilitas. Tata letak fasilitas dapat didefinisikan

sebagai tata carapengaturan bangunan dimana manusia, bahan material, dan

mesin-mesin bekerja bersama-sama untuk tujuan tertentu. (Heragu, 2006).

Agar alternatif layout dapat tepat sasaran, maka analisa hubungan kedekatan

dapat dijadikan salah satu pendekatan untuk mengidentifikasi kondisi layout saat

ini. Activity Relationship Chart dari fasilitas-fasilitas yang ada pada PT. Bayi

Kembar, sesuai dengan hasil brainstorming dengan pihak manajemen produksi,

ditunjukkan pada gambar dibawah ini:

Gambar 2.8 Activity Relationship Chart


(48)

Dari ARC di atas dapat dilihat terdapat beberapa stasiun kerja yang mutlak harus didekatkan, seperti stasiun kerja pelembaban, perajangan tembakau, dan pengeringan tembakau, serta stasiun kerja penghancuran tembakau dengan pemisahan ganggang tembakau. Hal tersebut dikarenakan stasiun-stasiun kerja tersebut merupakan stasiun kerja yang berurutan dan terhubung dengan konveyor. Stasiun kerja yang mutlak tidak boleh didekatkan adalah stasiun kerja penghancuran tembakau dengan stasiun kerja primery dan pemisahan ganggang tembakau dengan stasiun kerja primery. Hal tersebut dikarenakan proses pada stasiun kerja penghancuran tembakau dan pemisahan ganggang menghasilkan banyak debu, sementara mesin primery sensitif terhadap debu.

Berdasarkan hasil simulasi analisa hubungan kedekatan activity

relationship chart, activity relationship diagram, space relationship diagram, dan

perhitungan space requirement, dirancang dua alternatif layout serta dilakukan simulasi terhadap kedua alternatif tersebut. Berdasarkan hasil simulasi pada kedua alternatif layout maka dipilih layout kedua sebagai layout yang lebih efektif karena dapat meningkatkan jumlah output sebesar 25%, sehingga dapat mencapai target produksi PT. Bayi Kembar.

c. Analisis Tata Letak Fasilitas Berdasarkan Produk Layout (Studi Kasus: UKM Sandal AMORITA’S)

UKM AMORITA’S yang memproduksi sandal ini terdapat beberapa

permasalahan, salah satunya yaitu peletakan fasilitas yang tidak sesuai dengan

aliran proses. Ketidakteraturan ini mengakibatkan terjadinya arus bolak-balik pada


(49)

pembuatan sandal ini awalnya memiliki area tersendiri, tetapi seiring berjalannya

waktu area yang digunakan untuk proses produksi beralih fungsi sebagai tempat

tinggal yang mengakibatkan area untuk melakukan produksi berkurang. Saat ini

area yang tersedia adalah kurang lebih 6m x 8m, yang terdiri dari 4 bagian

produksi utama. Dimana pada setiap bagian memiliki fungsi yang berbeda yaitu

bagian meja fabrikasi, bagian mesin jahit, bagian perakitan dan bagian

penyimpanan. Dengan memperkerjakan 6 orang pekerja, UKM ini dapat

melakukan kegiatan produksi dengan kapasitas produksi 360 kodi/ bulan atau 554

sandal/hari. Analisis perbaikan pada tata letak fasilitas disesuaikan dengan prinsip

dasar dalam perencanaan tata letak fasilitas. Teknik kualitatif pada teknik ini

bertujuan untuk menganalisis secara ringkas beberapa kedekatan kualitatif yang

dapat diterapkan untuk analisis dan perbaikan tata letak fasilitas. Untuk

pengolahan data pada teknik ini dilakukan usulan terhadap tata letak lantai

produksi dengan tolak ukur derajat kedekatan hubungan antara satu departemen

dengan yang departemen lainnya. Dalam teknik kualitatif untuk menganalisis

aliran bahan terdiri dari dua pemetaan yang akan digunakan yaitu peta hubungan

aktivitas dan diagram hubungan wilayah atau area. Pemetaan yang pertama yaitu

usulan dengan menggunakan bentuk area dan peralatan yang sebenarnya. Dalam

proses pembuatan tata letak ini menggunakan tahapan berdasarkan tahapan

menurut Tompkins, 1996. Analisis pertama yaitu analisis teknik konvensional,

tetapi di dalam penggunaannya teknik ini, dibatasi hanya untuk mengetahui alur


(50)

Penataan dan pemanfaatan fasilitas yang terdapat pada UKM ini kurang

baik, salah satunya yaitu peletakan mesin kompresor dan mesin tekan yang berada

didekat pintu masuk sehingga menghalagi pergerakan untuk mengangkut barang

jadi maupun bahan baku. UKM. Amorita’s memiliki bentuk area yang bersudut

banyak atau berkontur sehingga mempersulit peletakan, contonya yaitu peletakan

rak peralatan sampel dan mesin tekan yang dapat menghalangi pergerakan

operator. Apabila dilihat dari jarak perpindahan bahan tata letak tersebut kurang

efisien karena terdapat beberapa fasilitas yang seharusnya jaraknya didekatkan

tetapi pada prakteknya jarak yang harus ditempuh harus melewati beberapa

fasilitas lain

. Setelah diketahui usulan tata letak fasilitas yang baru, dilakukan analisis

dengan membandingkan besarnya jarak yang ditempuh antara tata letak sebelum

perbaikan dan tata letak setelah perbaikan.

Berikut hasil perhitungan jarak berdasarkan hubungan kedekatan antar

departemen yang dianalisa menggunakan Activity Relationship Chart:


(51)

Tabel 2.4 Jarak Perpindahan Bahan Antar Fasilitas Setelah Perbaikan

Dari data Tabel 2.4 dapat diketahui jumlah jarak pada tata letak setelah

perbaikan lebih pendek dibanding dengan jarak pada tata letak sebelum perbaikan,

terdapat selisih sebesar 819,5 cm sehingga dalam melakukan proses produksi

semakin besar pula efesinsi kerja karena operator menghemat jarak tempuh pada

perpindahan material. Selisih jarak tersebut, apabila dilihat dari perhitungan jarak

tempuh membuktikan apabila tata letak setelah perbaikan lebih baik karena jarak

tempuh material lebih kecil sehingga waktu yang diperlukan dalam proses

produksi lebih singkat. Selain itu dengan meminimasi besar jarak tempuh dapat


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengamataan obyek ini dilakukan di Rumah Potong Hewan PT. Ababttoir

Surya Jaya, Benowo, Surabaya. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan

September sampai penelitian selesai dilaksanakan.

3.2 Identifikasi Variabel

Variabel adalah faktor yang mempunyai besaran dan variasi nilai. Variabel

itu sendiri terbagi menjadi dua yaitu variabel bebas dan variabel terikat.

3.2.1 Identifikasi Variabel a. Variabel Bebas

Variabel bebas merupakan variabel yang menjadi sebab timbulnya atau

berubahnya variabel dependen (terikat). Sehingga variabel independen dapat

dikatakan sebagai variabel yang mempengaruhi. Variabel dependen merupakan

variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel

independen (bebas). Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah:

1. Ukuran ruang kerja

2. Banyaknya backtracking (bolak-balik)

3. Jarak antar ruang produksi/ departemen.


(53)

b. Variabel Terikat

Variabel terikat adalah variabel yang berubahnya ditentukan oleh variabel

bebas. Adapun variabel terikat dalam penelitian ini adalah alur produksi line flow

yang sesuai dengan Standart Operasional Prosedur di PT. Abattoir Surya Jaya,

Benowo, Surabaya.

3.2.2 Definisi Operasional Variabel a. Variabel Bebas

1. Ukuran Ruang Kerja

Ukuran ruang kerja yang memiliki satuan meter (M) merupakan suatu

parameter penting untuk menentukan perubahan ukuran dan tata letak fasilitas.

Ukuran yang terlalu besar dapat memperlambat proses produksi karena

perpindahan jarak operator semakin jauh ke departemen berikutnya

2. Banyaknya backtracking

Backtracking dalam satu proses produksi sangat mempengaruhi kegiatan produksi yang berlangsung. Faktor lelah karyawan dan pemborosan jam kerja

disebabkan oleh adanya backtracking ini.

3. Jarak antar ruang produksi/ departemen

Jarak antar ruang produksi, ataupun departemen merupakan bagian inti

dari proses produksi, karena semakin jauh jarak antar ruang semakin banyak

waktu dan tenaga yang dikeluarkan oleh pekerja

4. Tata letak awal pabrik

Tata letak awal adalah tata letak yang saat ini ada dalam rumah potong

hewan PT. Abattoir Surya Jaya, yang merupakan bagian inti dari proses


(54)

b. Variabel Terikat

Alur produksi line flow yang sesuai dengan Standart Operasional

Prosedur adalah suatu bentuk model guna meningkatkan produktivitas

perusahaan dan operator dalam melakukan kegiatan proses produksi

3.3 Pengumpulan Data

Data yang diperlukan disini adalah data-data yang dapat digunakan sebagai variabel input yang diperlukan dalam pembuatan model nantinya yaitu data primer dan data sekunder.

Data primer yang diperoleh melalui metode pengukuran dengan satuan meter (M). Tujuan dari metode ini adalah untuk mendapatkan semua data yang ada dalam sistem nyata yang tidak bisa didapatkan dari data sekunder.

Data sekunder diperoleh melalui manager produksi PT. Abattoir Surya

Jaya. Data yang didapat berupa luas bangunan total, data dari masing masing

departemen produksi serta data standart operasional prosedur rumah potong

hewan

3.4 Pengolahan Data

Setelah data terkumpul langkah selanjutnya adalah melakukan pengolahan

data, sehingga diperoleh hasil yang dapat dipergunakan untuk memecahkan

masalah. Pengolahan data akan dilakukan dengan metode kualitatif dengan

menggunakan tolak ukur derajat kedekatan hubungan aktifitas (Activity


(55)

3.5 Langkah-Langkah Penelitian dan Pemecahan Masalah

Mulai

Studi Lapangan Mengumpulkan data dan informasi tentang ukuran ruag kerja dan jarak

antar ruang produksi

Studi Pendahuluan

Studi Literatur Teori tentang tata letak fasilitas dan

teori kualitatif hubungan aktifitas

(Activity Relationship Chart)

Identifikasi Masalah

Analisis dan Pembahasan Kesimpulan dan Saran

Selesai Pengumpulan data 1. Identifikasi sistem dan layout awal 2. Pengukuran jarak antar departemen

3. Pengukuran luas departemen

Pengolahan Data Penentuan Tata Letak Fasilitas di PT. Abattoir Surya Jaya dengan hubungan aktivitas (Activity Relationship Chart)

`

Pembuatan Layout Awal

Panjang Jarak Lintasan Awal (PLA) Panjang Jarak Lintasan Usulan (PLU)

Pembuatan Layout Usulan Dengan Software Autocad

PLU < PLA

Ya

Tidak

Pembuatan ATBD Pembuatan Work Sheet

ARD


(56)

Penjelasan langkah-langkah penelitian dan pemecahan masalah :

1. Pengambilan data

Pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara terhadap manajemen PT.

Abattoir Surya Jaya serta pengukuran di lapangan yang digunakan sebagai data

primer dan mengambil data di buku- buku referensi yang digunakan sebagai data

sekunder.

2. Pembuatan model tata letak

Untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi penelitian ini

menggunakan metode Activity Relationship Chart. Variabel–variabel pembangun

model yang cukup banyak dalam sistem serta kompleksitas sistem menjadi salah

satu pertimbangan utama pemilihan metode ini. Serta digunakan software autocad

sebagai penunjang penerapan metode ini.

3. Analisa dan pembahasan

Pada tahapan dilakukan analisa dan interpretasi terhadap seluruh hasil

penelitian. Analisa awal yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya yaitu

menganalisa variabel-variabel output hasil dari simulasi model. Hasil yang

didapat dari simulasi selanjutnya dianalisis seberapa jauh perubahan suatu

variabel terhadap sistem sesuai dengan skenario kebijakan yang dilakukan.

Analisa keseluruhan akan dilakukan sesuai dengan tujuan dan kontribusi

penelitian.

4. Kesimpulan dan saran

Setelah pengolahan dan analisa data, maka langkah selanjutnya adalah menarik

kesimpulan, kemudian diberikan juga saran sebagai rekomendasi yang dapat


(57)

handling serta meningkatkan kenyamanan dan keamanan kerja, yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktifitas perusahaan.


(58)

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengumpulan Data 4.1.1 Identifikasi Sistem Awal

Pengidentifikasian sistem produksi saat ini di PT. Abattoir Surya Jaya

dilakukan dengan cara pengukuran dengan mengunakan alat ukur standart secara

matematis dengan satuan meter dan dibantu dengan pihak – pihak yang terkait

dalam bagian produksi di rumah potong hewan seperti manajer produksi serta

karyawan bagian produksi,

Berikut beberapa karakteristik sistem produksi rumah potong hewan dalam

tata letak awal :

1. Lahan proses produksi PT. Abattoir Surya Jaya berukuran 537 m2

2. Terdapat 2 pintu pada holding ground.

3. Holding ground pada PT. Ababttoir Surya Jaya berkapasitas 500 ekor sapi 4. Urutan sistem produksi tidak berjalan secara Line flow, sehingga terjadi

back tracking.

5. Pintu utama pada proses modern slaughter berukuran kecil sehingga

apabila terjadi kebakaran mobil pemadam kebakaran tidak dapat memasuki

ruang tersebut.

6. Jarak antar departemen produksi terlalu jauh dan harus melewati


(59)

Didapatkan hasil perhitungan total jarak antar departemen di PT. Abattoir

Surya Jaya sebesar 79 m. Data dapat dilihat pada perhitungan berikut:

Tabel 4.1 Jarak Antar Departemen

No Dari Ke Jarak

1 R. Staf Produksi Holding Ground 25 m

2 Holding Ground R. Penimbangan 4 m

3 R. Penimbangan Gang Way 3 m

4 Gang Way Gudang 6 m

5 Gudang R. Pemotongan 4 m

6 R. Pemotongan R. Stimulasi 3 m

7 R. Stimulasi Chilling Room 5 m

8 Chilling Room Bonning Room 8,5 m

9 Bonning Room Blast Frezeer 5 m

10 Blast Freezer Packaging 2,5 m

11 Packaging Cold Storage 13 m

Total 79 m

Sumber: Data primer, diolah

Didapatkan hasil pengamatan luas departemen awal di PT. Abattoir Surya

Jaya seluas 537 m2. Data dapat dilihat pada perhitungan berikut :

Tabel 4.2 Penghitungan Luas Departemen

No Departemen

Ukuran Departemen Luas ( m2) ( P X L ) Panjang (P) Lebar (L)

1 R. Staf Produksi 6 m 3 m 18 m2

2 Holding Ground 20 m 11 m 220 m2

3 R. Penimbangan 3 m 2 m 6 m2

4 Gang Way 3,5 m 2 m 6 m2

5 Gudang 4 m 4 m 16 m2

6 R. Pemotongan 11 m 5 m 55 m2

7 R. Stimulasi 9 m 4 m 36 m2

8 Chilling Room 9 m 4 m 36 m2

9 Bonning Room 9 m 4 m 36 m2

10 Blast Freezer 9 m 4 m 36 m2

11 Packaging 4 m 3 m 12 m2

12 Cold Storage 10 m 6 m 60 m2

Total 537 m2


(60)

Gambar 4.1 Layout Awal Proses Produksi

• R. Staf Produksi

Ruang Staf Produksi merupakan ruangan yang digunakan untuk

aktivitas karyawan dalam penerimaan uang masuk , uang keluar serta

melayani konsumen untuk menunjang proses produksi rumah potong

hewan pada PT. Abattoir Surya Jaya

Holding Ground

Holding ground merupakan kandang penyimpanan bahan baku yaitu sapi, Holding Ground pada PT. Abattoir Surya Jaya ini mempunyai

kapasitas 300 ekor sapi.

Ruang Pemotongan

Ruang pemotongan merupakan ruangan yang digunakan untuk proses

pemotongan hewan baik secara elektrik dan mekanik Sumber: Data sekunder, diolah


(61)

Ruang Stimulasi

Ruang stimulasi merupakan proses pengeluaran darah dengan

listrik ini, proses ini disebut bleeding system yaitu usaha untuk

mengeluarkan darah sesempurna mungkin dari tubuh sapi sehingga produk

daging sapi yang dihasilkan dapat terhindar dari bakteri pengkontaminasi

darah. Selain itu bleeding system juga dimaksudkan untuk mematikan

reflek sapi yang seringkali timbul setelah penyembelihan sehinga tidak

membahayakan pekerja yang menagngani sapi tersebut.

Gudang

Gudang merupakan ruangan yang digunakan untuk menyimpan alat

alat produksi serta peralatan dan kelengkapan guna menujang sistem

pemotongan hewan di PT. Abattoir Surya Jaya

Chilling room

Chilling room merupakan ruangan untuk menghilangkan dan mengurangi kadar cairan darah dan air pada daging sapi. Chilling room

pada PT. Abattoir Surya Jaya mempunyai kapasitas 50 pasang karkas,

proses pada chilling room ini agar mendapatkan hasil maksimal dilakukan

selama 24 jam dengan temperatur 0° C - 5° C.

Bonning room

Bonning room merupakan ruangan yang digunakan untuk melakukan proses pemisahan keseluruhan bagian daging sapi. Dalam proses Bonning


(62)

Blast freezer

Blast freezer merupakan ruangan yang digunakan untuk membekukan daging sapi yang sudah siap dikemas. Air Blast Freezer pada PT. Abattoir

Surya Jaya ini mempunyai kapasitas sebesar @5 ton/ unit/hari, dengan

temperatur -40° C.

Packaging

Packaging merupakan proses pengemasan daging sapi beku yang sudah digolongkan menjadi beberapa bagian .

Cold storage

Cold storage merupakan ruangan yang digunakan untuk menyimpan daging yang sudah dikemas. Unit cold storage pada PT. Abattoir Surya

Jaya ini berkapasitas 180 ton.

Berdasarkan gambar 4.1 layout awal bagian produksi PT. Abattoir Surya

Jaya diketahui bahwa penataan departemen unit produksi belum teratur dan belum

sesuai dengan urutan proses operasinya. Dari lay out awal diketahui bahwa faktor

back tracking yang terjadi antara departemen ruang pemotongan, ruang stimulasi, chilling room, bonning room, dan blast freezer.

Proses pengolahan bahan baku (sapi) hingga produk jadi (daging beku) pada

PT. Abattoir Surya Jaya ini dimulai dari r. staf produksi guna mencatat

administrasi produk keluar masuk maupun bahan baku datang yang mempunyai

luas 6m x 3m dengan jarak ke proses selanjutnya yaitu holding ground (20m x

11m) sejauh 25m, kemudian dilakukan penimbangan di r. penimbangan dengan


(63)

jarak 3m dari r. penimbangan. Penempatan gudang seluas 4m x 4m berguna untuk

meletakkan safety tools operator saat melakukan pemotongan, jarak gudang

dengan r. pemotongan sebesar 4m. Setelah proses pemotongan, bahan baku (sapi)

memasuki ruang stimulasi berukuran 9m x 4m dengan jarak 3m dari r.

pemotongan, selanjutnya daging olahan memasuki chilling room berukuran 9m x

4m yang berjarak 5m dari r. stimulasi, kemudian daging yang telah layu

memasuki bonning room berukuran 9m x 4m yang berjarak 8,5m dari chilling

room, jarak tersebut sangat jauh dan melewati beberapa departemen yang sudah dilalui sebelumnya (backtracking). Proses selanjutnya yaitu proses pembekuan

daging di blast freezer berukuran 9m x 4m yang berjarak 5m dari bonning room,

proses berikutnya yaitu packaging yang mempunyai ukuran 4m x 3m dengan

jarak 2,5 dari blast freezer, penempatan packaging di posisi ini sangat menggangu

aktivitas karyawan dan mengurangi kehigenisan produk, setelah daging dipack,

daging memasuki ruang cold storage berkapasitas 5 ton yang berukuran 10m x

6mdengan jarak 13m dari packaging.

4.2 Pengolahan Data

4.2.1 Penentuan Activity Relationship Chart ( ARC )

Activity Relationship Chart ( ARC ) merupakan cara untuk menganalisa

aliran kerja yaitu hubungan keterkaitan dengan tolak ukur derajat kedekatan

hubungan antar kegiatan satu dengan yang lainnya, dalam penelitian ini data

diperoleh melalui pengamatan dan pengukuran matematis yang disetujui oleh


(64)

aktivitas yang digunakan dalam merancang tata letak dengan menggunakan

metode Activity Relationship Chart ( ARC ) sebagai berikut:

Tabel 4.3 Tabel Karakteristik Hubungan Antar Aktivitas

Tabel 4.4 Karakteristik Alasan Hubungan Antar Aktivitas

Kode Faktor Pengaruh

1 Menjaga kualitas daging 2 Urutan aliran kerja

3 Menggunakan tenaga kerja yang sama 4 Mengurangi kecelakaan kerja pada operator 5 Kebersihan dan Kenyaman

6 Menggunakan catatan yang sama

7 Adanya bau yang mengganggu operasional

8 Derajat komunikasi antar operator

Sumber : Data Manajemen Produksi PT. Abattoir Surya Jaya Sumber: Wignjosoebroto, 2003


(65)

Gambar 4.2 Activity Relationship Chart

Dari gambar 4.2 lembar kerja Activity Relationship Chart diatas dapat

dilihat terdapat beberapa departemen kerja yang mutlak harus didekatkan, seperti

yang terlihat pada kode garis dengan symbol huruf A, yaitu Gang way

(mempunyai derajat keterkaitan A) mutlak perlu didekatkan dengan ruang

pemotongan, karena gang way merupakan urutan aliran kerja yang tepat, dan

menggunakan tenaga kerja yang sama, serta menggunakan catatan bahan baku A

B C


(1)

ukuran yaitu pada gang way, gudang dan ruang stimulasi ketiga ruang tersebut mengalami perubahan ukuran ruang dikarenakan dalam departemen tersebut mempunyai banyak ruang kosong yang tidak bermanfaat dan dapat membuang tenaga dan waktu proses produksi daging. Keuntungan yang didapat dengan pemindahan lokasi kegiatan unit produksi ini adalah :

1. Pemindahan antar operasi kegiatan yang minimum.

2. Mempunyai keterkaitan kegiatan yang terencana dikarenakan letak operasi kegiatan berikutnya sedekat mungkin dengan operasi kegiatan sebelumnya. 3. Jarak yang ditempuh menjadi dekat sehingga dapat mengurangi waktu tempuh

Dapat dilihat jarak antar departemen usulan perancangan tata letak baru dengan metode Activity Relationship Chart sebagai berikut:

Tabel 4.7 Jarak Antar Departemen

No Dari Ke Jarak

1 R. Staf Produksi Holding Ground 20 m

2 Holding Ground R. Penimbangan 4 m

3 R. Penimbangan Gang Way 3 m

4 Gang Way Gudang 8 m

5 Gudang R. Pemotongan 3 m

6 R. Pemotongan R. Stimulasi 1 m

7 R. Stimulasi Chilling Room 1 m

8 Chilling Room Bonning Room 1 m

9 Bonning Room Blast Frezeer 1 m

10 Blast Freezer Packaging 1 m

11 Packaging Cold Storage 5 m

Total 48 m

Sumber: Data primer, diolah

Didapatkan hasil perhitungan total jarak antar departemen usulan pada PT. Abattoir Surya Jaya sebesar 48 m2.


(2)

4.4 Pembahasan

Pada tata letak awal gambar 4.1 terlihat bahwa departemen staf produksi berjauhan dengan cold storage, kemudian terdapat back tracking yang terjadi antara departemen ruang pemotongan, ruang stimulasi, chilling room, bonning room, dan blast freezer, serta terdapat gudang yang menghambat antara proses pemotongan dengan ruang stimulasi.

Berdasarkan permasalahan pada layout awal dilakukan perancangan tata letak dengan metode Activity Relationship Chart. Dapat dilihat layout usulan pada gambar 4.6 dengan meletakkan ruang staf produksi berdekatan dengan cold storage agar data daging yang siap distribusikan ke konsumen dapat diinformasikan secara cepat oleh karyawan, letak ruang packaging tidak berada di area karyawan melakukan proses pemindahan ke departemen berikutnya, karena dapat mengurangi kehigenisan produk sebelum di pack, serta letak gudang berdekatan dengan ruang pemotongan, ruang stimulasi, chilling room dan bonning room, dan letak keempat ruang tersebut saling berdekatan agar diperoleh jarak waktu kerja yang minimal, kondisi karyawan tidak mudah lelah dan pelayanan yang optimal.

Setelah dilakukan analisa pada tata letak awal di PT. Abattoir Surya Jaya dengan metode Activity Relationship Chart didapatkan layout baru dengan perbandingan ukuran dan jarak sebagai berikut:

Tabel 4.8 Perbandingan Sebelum dan Sesudah Usulan

Keterangan Lay Out Awal Lay Out Usulan Selisih

Total Luas Departemen 537 m2 511 m2 26 m2

Total Jarak Antar Departemen 79 m 48 m 31 m Sumber: Data primer, diolah


(3)

Nilai peningkatan yang diperoleh dengan melakukan usulan pada layout adalah : 1. Penghematan jarak dan waktu tempuh.

Pada proses pengolahan daging dari satu ruang ke ruang yang lainnya waktu dapat dihemat dengan cara mengurangi jarak perpindahan antar ruang. Hal ini dilakukan dengan menempatkan letak kegiatan operasi berikutnya sedekat mungkin dengan letak kegiatan sebelumnya. Dengan adanya layout usulan unit produksi pada PT. Abattoir Surya Jaya dapat menghemat jarak 31 m dari kondisi awal.

2. Penghematan Ruang

Departemen atau ruang produksi yang ada pada PT. Abattoir Surya Jaya keseluruhan berukuran besar karena kapasitas bahan baku (sapi) pada holding ground juga sangat banyak, tetapi pekerja dan mesin yang melakukan proses produksi tidak sebanyak bahan baku yang tersedia. Dengan adanya perubahan ukuran pada gang way, gudang dan chilling room dapat menghemat luas departemen sebesar 26 m2 dari kondisi awal

3. Proses produksi yang optimal.

Dengan adanya back tracking, dilakukan perubahan tata letak unit produksi, ruang stimulasi diletakkan bersebelahan dengan chilling room, bonning room bersebelahan dengan blast freezer, packaging berdekatan dengan cold storage dan letak gudang berdekatan dengan ruang stimulasi, chilling room, bonning room, packaging. Produksi berlangsung optimal karena ruang produksi telah disusun berurutan sesuai standart operasional produksi ( line flow ). Penerapan layout usulan berdasarkan Activity Relationship Chart mempunyai nilai efisiensi sebesar 8,7% dari kondisi awal.


(4)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Dari hasil penelitian dengan menggunakan metode Activity Relationship Chart di rumah potong hewan PT. Abattoir Surya jaya dapat memperpendek jarak antar departemen sebesar 31 m dari kondisi awal.

2. Dengan adanya layout usulan baru alur produksi line flow dapat dicapai sehingga jarak antar departemen juga semakin dekat, proses produksi berjalan lancar serta dapat menghilangkan backtracking dan juga dapat mengefisiensikan panjang jarak dan luas proses produksi sebesar 8,7 % dari kondisi awal

5.2 Saran

1. Penyempurnaan tata letak ruang unit produksi PT. Abattoir Surya Jaya perlu dilakukan dengan mendekatkan ruang yang saling berkaitan agar kegiatan produksi lebih optimal serta pengaturan tata letak ruang dengan metode Activity Relationship Chart ( ARC ) sangat dianjurkan karena berguna untuk perencanaan dan analisis penataan antar ruang yang tingkat kedekatan dan kepentingannya sangat tinggi

2. Sebagai pertimbangan untuk penelitian perencanaan tata letak fasilitas selanjutnya yang lebih detail , disarankan menggunakan metode systematic layout planning.


(5)

3. Untuk penelitian tata letak pabrik selanjutnya yang dilakukan di PT. Abattoir Surya Jaya disarankan menggunakan tolak ukur waktu proses produksi pada layout awal dan layout usulan


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Apple, James M, Charles, 2005, “Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan” : Edisi Ketiga”, Institute Teknologi Bandung, Bandung.

C. Bao, S.Wang, S. Guo, and Y.Lu.2005, “Integrated Process Design for the Inter-Enterprise Plant Layout Planning of Dynamic Mass Flow Networks”, 7.-8. Nov, pages 9-10. Universitas Karlsruhe.

Eddy Herjanto, 2004, Manajemen Operasi Pemotongan Hewan, Edisi ketiga, Penerbit Grafindo,

Hadiguna, Rika Ampuh dan Setiawan, Heri, 2008, “Tata Letak Pabrik”, Andi Yogyakarta, Yogyakarta.

Handoyo, 2012, Metodologi Penelitian Edisi Revisi, Surabaya

Heizer.J. and Barry Render (2004). 7thedition.Operasionals Management,New jersey:

Prentice Hall, Inc

Heragu, Sunderesh. (2006),Facilities Design, PWS Publishing Company, Boston. H.W. Kwari dan Kwari, M. Andy, 2005. AutoCad 2008 , 2 Dimensi Jilid 2. Jakarta:

PT. Elex Media Komputindo.

Purnomo, Hari, 2004, Perencanaan dan Perancangan Fasilitas Edisi Pertama, Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta.

Safirin, Tutuk M, 2002, Metodologi Penelitian, Penerbit Unesa University Press, Surabaya

Satria, 2007, Jurnal Teknik Industri, Plant Layout/Facilities Layout

Sutalaksana, Iftikar Z, dkk, 2006, “Teknik Perancangan Sistem Kerja”, ITB, Bandung.

Wignjosoebroto, Sritomo. 2003, “Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan”. Edisi Ketiga, Guna Widya, Surabaya.