PUSAT SINEMATOGRAFI DI SURABAYA.

(1)

TUGAS AKHIR

PUSAT SINEMATOGRAFI

DI SURABAYA

JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR

Diajukan Oleh :

DODDY ACHMAD ZUNAIDI

0551010078

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR

2011


(2)

TUGAS AKHIR

PUSAT SINEMATOGRAFI

DI SURABAYA

Dipersiapkan dan disusun oleh :

DODDY ACHMAD ZUNAIDI

NPM : 0551010078

Telah dipertahankan didepan tim penguji Pada tanggal :10 Agustus 2011

Pembimbing Utama

Ir. Lily Syahrial, MT NIP. 19550908 199103 1 00 1

Pembimbing Pendamping

Heru Subiyantoro, ST., MT NPT. 3 7102 96 0061 1

Penguji

Ir. Sri Suryani Y.W., MT NIP. 19670722 199303 2 00 2

Ir. Erwin Djuni. W ., MT NPT. 3 6506 99 0166 1

Ir. Syaifudin Zuhri, MT NIP. 19621019 199403 1 00 1

Tugas Akhir ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana (S-1)

Tanggal : 10 Agustus 2011

Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Ir. Naniek Ratni JAR. M. Kes. NIP. 19590729 198603 2001


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur ditujukan kehadirat Allah SWT, yang mana atas rahmat dan ridho-Nya, sehingga penyusunan Proposal Tugas Akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh Gelar Sarjana Teknik ( S-1 ) Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran“ Jawa Timur di Surabaya. Setiap mahasiswa diwajibkan memenuhi persyaratan kurikulum , dimana salah satunya adalah Tugas Akhir. Mahasiswa yang akan mengambil Tugas Akhir diwajibkan untuk melakukan kegiatan - kegiatan penyusunan usulan judul sebelum menyusun proposal, konsep dan perancangannya sendiri .

Proposal Tugas Akhir ini dimaksudkan untuk memberi gambaran secara garis besar mengenai lingkup proyek yang akan dikerjakan baik keluasan maupun kedalamanya. Adapun judul yang dapat diusulkan oleh penyusun adalah : ”PUSAT SINEMATOGRAFI DI SURABAYA” yang dipergunakan dalam proses perancangan tugas akhir. Pemilihan judul ini didasarkan pada kenyataan bahwa di kota Surabaya sebuah wadah sebagai penampungan apresiasi karya film personal (Indiependent) dari sineas-sineas yang ada di Surabaya pemanfaatannya masih bersifat “dipaksakan”. Disamping itu juga, wadah untuk komunitas sineas di kota Surabaya masih terbilang dalam skala kecil. Maka muncullah ide / gagasan untuk merancang sebuah Pusat Sinematografi yang memang dikhususkan sebagai wadah penampungan apresiasi dan pengembangan karya film dari sineas Indonesia (khususnya dari kota Surabaya), sehingga diharapkan mampu meningkatkan mutu kualitas karya film dan mengembangkan kuantitas bisnis perfilman Indiependent di kota Surabaya.

Penulis menyadari dalam penyusunan laporan tugas akhir ini masih banyak kekurangan, membuka diri untuk kritik serta saran yang membangun dari pembaca guna adanya perbaikan yang berarti, yang pasti nantinya akan dapat membantu saya dalam pengerjaan Tugas Akhir selanjutnya.


(4)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Î Syukur alhamdulilah atas semua Rahmat dan Hidayah yang diberikan Allah SWT

kepada umat-NYA yang tiada henti

Î Keluargaku ; Papa (Alm.), Mama yang tidak pernah berhenti mendoakan dan menyupport aku. (Aku sayang sekali sama Mama, ku usahakan sebentar lagi giliran aku yang kerja keras, mengayomi, dan melindungi Mama)., Mbak Desi dan keluarga di Meri (Mas Hendro, Fahmi, Aisyah) yang senantiasa juga menyupport aku dari jauh., Mbak Dian (yang lagi mengandung keturunannya 7bulan), yang tidak pernah menyerah membantu do’a dan support’nya., Mas Nanda yang siap membantu dan menyupport aku dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Î Pembimbing Bapak Lily Syahrial, MT dan Bapak Heru Subiyantoro, ST, MT terima kasih banyak atas bimbingan dan saran dalam penyelesaian tugas akhir saya.

Î Penguji Bapak Ir. Syaifuddin Zuhri, MT dan Bapak Ir. Erwin Djuni. W, MT, dan juga pengganti ”Ibu’ku” yang ada di kampus Ibu Sri Suryani Y.W, MT Terima Kasih banyak atas saran dan bantuannya dalam menyelesaikan tugas akhir saya. Î SeluruhDosen dan staff teknik Arsitektur UPN, terima kasih atas didikan dan saran –

saran yang telah diberikan kepada kami sebagai mahasiswa.

Î Teman - teman seperguruan Angkatan 2005-2006 Arsitektur UPN dan para senior! Selalu semangat teman dalam menjalani hidup ini.

Î Teman-teman kost dan kontrakkan yang senantiasa membantu do’a dan materi dalam penyelesaian tugas akhir saya. Romey Pintoro, ST yang sergap membantu menepuk bahu saya di saat saya jatuh. Terima Kasih banyak!. Denny Pramono,ST., Slamet, Nahrul(pakdhe), Cholis maaf sudah mengotori dan memberantakkan kamar kost kalian untuk membuat maket. Terima Kasih Banyak!. ”Kelak Jalanmu selalu diterangi oleh Allah SWT”

Î Eva Lutfiani, S.Kom yang tidak pernah menyerah sekalipun untuk memberikan semangat dan kasih sayangnya setiap kali di saat aku jatuh, bingung, kacau, letih, dan patah semangat. Kamu adalah inspirasi’ku dan kamu adalah pengobar api semangat juang’ku!. See-How-Much-I-Love-You. Terima Kasih Banyak Sayang...


(5)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Lembar Pengesahan ... ii

Abstraksi ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... ix

Daftar Diagram... x

Daftar Gambar ... xi

Bab I. Pendahuluan ... 1

1. 1. Latar Belakang ... 1

1. 1. 1. Kondisi Perfilman di Indonesia ... 2

1. 1. 2. Kondisi Perfilman di Surabaya ... 3

1. 2. Tujuan Perancangan ... 4

1. 3. Batasan dan Asumsi ... 5

1. 3. 1. Batasan ... 5

1. 3. 2. Asumsi ... 6

1. 4. Tahapan Perancangan ... 7

1. 5. Sistematika Laporan ... 8

Bab II. Tinjauan Obyek Perancangan ... 11

2. 1. Tinjauan Umum ... 11

2. 1. 1. Pengertian Judul Proyek Tugas Akhir ... 11

2. 1. 2. Studi Literatur... 12

2. 1. 3. Studi Kasus ... 19

2.1.3.1. Gedung Pusat Perfilman H. Usmar Ismail. ... 19


(6)

2.1.3.3. Tunjungan Cineplex 21, Surabaya... 28

2. 1. 4. Kesimpulan Studi Kasus... 32

2. 2. Tinjauan Khusus Perancangan ... 32

2. 2. 1. Lingkup Pelayanan ... 32

2. 2. 2. Pelaku Aktifitas... 33

2. 2. 3. Perhitungan Luas Ruang ... 33

2. 2. 4. Program Ruang ... 40

Bab III. Tinjauan Lokasi Perancangan... 42

3. 1. Latar Belakang Pemilihan Lokasi ... 42

3. 2. Penetapan Lokasi ... 43

3. 3. Kondisi Fisik Lokasi ... 46

3. 3. 1 Aksesibilitas. ... 46

3. 3. 2. Potensi Lingkungan ... 50

3. 3. 3. Batas Lokasi ... 54

3. 3. 4. Infrastruktur Kota ... 56

Bab IV. Analisa Perancangan ... 59

4. 1. Analisa Ruang ... 59

4. 1. 1. Program Ruang ... 61

4. 1. 2. Organisasi Ruang ... 62

4. 1. 3. Hubungan Ruang ... 65

4. 1. 4. Sirkulasi Antar Ruang ... 67

4. 1. 3. Diagram Abstrak ... 68

4. 2. Analisa site ... 68

4. 2. 1. Analisa Aksebilitas ... 68

4. 2. 2. Analisa Pembagian Zonning ... 70

4. 2. 3. Analisa Lingkungan Sekitar... 70


(7)

4. 2. 5. Analisa Kebisingan ... 74

4. 2. 6. Bangunan Sekitar Site ... 74

4. 3. Analisa Bentuk dan Tampilan ... 75

4. 3. 1. Analisa Bentuk ... 75

4. 3. 2. Analisa Tampilan ... 76

Bab V. Konsep Perancangan ... 79

5. 1. Konsep Dasar Perancangan ... 79

5. 1. Fakta ... 79

5. 1. 1. Fakta ... 79

5. 1. 2. Isu ... 80

5. 2. Konsep Bentuk ... 81

5. 3. Konsep Tampilan ... 81

5. 4. Konsep Zonning ... 82

5. 5. Konsep Sirkulasi ... 82

5. 6. Konsep Entrance dan Drop Off ... 83

5. 7. Konsep Orientasi Bangunan ... 84

5. 8. Konsep Struktur ... 84

5. 9. Konsep Mekanikal dan Elektrikal ... 85

Bab VI. Aplikasi Konsep Perancangan ... 88

6. 1. Aplikasi Bentuk ... 88

6. 2. Aplikasi Tampilan... 89

6. 3. Aplikasi Sirkulasi dan Ruang Dalam ... 90

6. 4. Aplikasi Ruang Luar ... 91

6. 5. Aplikasi Ruang Dalam (Interior) ... 92 Penutup ... Daftar Pustaka ... Lampiran ...


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perhitungan Luas Ruang ...39

Tabel 3.1 Perbandingan Lokasi...45

Tabel 4.1 Program Ruang ...61

Tabel 4.2 Ciri – ciri Bentukan Geometri...76

Tabel 5.1 Tabel Lampiran Produksi Film di Indonesia pada tahun 2000-2006...80


(9)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 1.1 Diagram Tahapan Perancangan...7

Diagram 2.1 Struktur Organisasi Pusat Perfilman Usmar Ismail ...22

Diagram 2.2 Struktur Organisasi Fakultas Film dan Televisi-IKJ...27

Diagram 4.1 Organisasi Ruang Secara Makro...62

Diagram 4.2 Organisasi Ruang Secara Makro...63

Diagram 4.3 Organisasi Ruang Fasilitas Penunjang Utama ...64

Diagram 4.4 Organisasi Ruang Fasilitas Servis...64

Diagram 4.5 Organisasi Outdoor Area...65

Diagram 4.6 Sirkulasi Pengunjung ...67


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Ukuran Kebutuhan Ruang Gerak Tubuh Manusia...13

Gambar 2.2.Jarak Tempat Duduk Penonton...13

Gambar 2.3. Luas Baris 16 dan 25...14

Gambar 2.4. Tinggi Tempat Duduk Menanjak/Bertingkat. ...14

Gambar 2.5. Tinggi Tempat Duduk Menanjak/Bertingkat...15

Gambar 2.6. Lokasi Pusat Perfilman Usmar Ismail...19

Gambar 2.7. Lay Out Plan dan Potongan Elevasi Teater dan Bioskop PPUI ...20

Gambar 2.8. Interior Bioskop ...21

Gambar 2.9. Ruang Penyimpanan Video...21

Gambar 2.10.Penyelesaian Eksterior Bangunan...21

Gambar 2.11 Penyelesaian Interior Lobby Bioskop ...21

Gambar 2.12. Interior Ruangan Lobby Teater dan Interior Teater ...23

Gambar 2.13. Interior Teater dan Bioskop Pusat Perfilman Usmar Ismail ...23

Gambar 2.14. Lobi Tunjungan 21 ...28

Gambar 2.15.Movie Selection ...28

Gambar 2.16 Kantin Tunjungan Cineplex 21)...28

Gambar 2.17 Ruang Proyektor Tunjungan Cineplex 21...29

Gambar 2.18 Tempat Duduk Tunjungan Cineplex 21 ...29

Gambar 2.19.Susunan Tempat Duduk Tunjungan Cineplex 21 ...31

Gambar 3.1. Site Area...49

Gambar 3.2. Lingkungan Sekitar Site Joko Dolog ...51

Gambar 3.3. Gapura Arca Joko Dolog...52


(11)

Gambar 3.5. McDonald (restoran siap saji) ...53

Gambar 3.6. Show Room Toyota dan Perkantoran...53

Gambar 3.7. Batas Site Sebelah Utara ...54

Gambar 3.8. Batas Site Sebelah Timur ...55

Gambar 3.9. Batas Site Sebelah Selatan ...55

Gambar 3.10. Batas Site Sebelah Barat ...56

Gambar 4.1.Diagram Abstrak...68

Gambar 4.2. Analisa Site Aksesbilitas...69

Gambar 4.3. Analisa Main Entrance ...69

Gambar 4.4. Analisa Zoning ...70

Gambar 4.5. Analisa Lingkungan ...71

Gambar 4.6. Orientasi Matahari dan Curah Hujan ...72

Gambar 4.7. Respon Desain Terhadap Site dan Bangunan ...73

Gambar 4.8. Respon Desain Terhadap Site dan Bangunan ...73

Gambar 4.9. Kebisingan di Sekitar Lingkungan Site...74

Gambar 4.10. Potensi Bangunan di Lingkungan sekitar Site...75

Gambar 4.11. Proses Pembentukan Bangunan ...76

Gambar 4.12. Orientasi Lintasan Matahari ...77

Gambar 4.13. Penyelesaian Sketsa Bangunan terhadap Iklim...77

Gambar 4.14. Penyelesaian Sketsa Bangunan terhadap Iklim...78

Gambar 5.1. Konsep Bentuk ...81

Gambar 5.2. Konsep Tampilan ...81

Gambar 5.3. Konsep Zonning ...82

Gambar 5.4. Konsep Entrance Bangunan ...83

Gambar 5.5. Konsep Orientasi Bangunan...84

Gambar 5.6. Struktur...85


(12)

Gambar 6.1. Aplikasi Bentukan Bangunan...89

Gambar 6.2. Tampilan Bangunan ...89

Gambar 6.3. Bentukan Bangunan dan Site terhadap Bangunan ...90

Gambar 6.4. Bentukan Bangunan dan Site terhadap Bangunan ...90

Gambar 6.5. Bentukan Bangunan dan Site terhadap Bangunan ...90

Gambar 6.5. Aplikasi Sikuen Site Pusat Sinematografi...91

Gambar 6.6. Aplikasi Sikuen Site Pusat Sinematografi...91

Gambar 6.7. Aplikasi Sikuen Site Pusat Sinematografi...92

Gambar 6.8. Bioskop 21 Tunjungan Plaza...92

Gambar 6.9. Aplikasi Interior Bioskop Pusat Sinematografi...92

Gambar 6.10. Suasana Interior Ruang Syuting Usmar Ismail ...93

Gambar 6.11. Aplikasi Interior Ruang Syuting Pusat Sinematografi ...93


(13)

PUSAT SINEMATOGRAFI DI SURABAYA DODDY ACHMAD ZUNAIDI

0551010078

ABSTRAKSI

Perkembangan perfilman dibuktikan dengan banyaknya koleksi Film

Indiependent “Indie” yang dilakukan oleh Sinematek Indonesia yang ada di Pusat

Sinematografi Usmar Ismail, Jakarta yang sampai sekarang menampung semua dokumentasi berbagai film Nasional, kondisi perfilman pada masa sekarang ini telah membuktikan Indonesia bisa ikut dalam berbagai acara festival film internasional seperti halnya Festival Film Perancis di tahun 2007.

Tetapi, di kota Surabaya sebuah wadah sebagai penampungan apresiasi

karya film personal (Indiependent) dari sineas-sineas yang ada di Surabaya

pemanfaatannya masih bersifat “dipaksakan”. Disamping itu juga, wadah untuk komunitas sineas di kota Surabaya masih terbilang dalam skala kecil.

Hal tersebut maka timbul gagasan proyek Pusat Sinematografi di Surabaya sebagai wadah penampungan apresiasi dan pengembangan karya film dari sineas Indonesia (khususnya dari kota Surabaya), sehingga diharapkan mampu meningkatkan mutu kualitas karya film dan mengembangkan kuantitas bisnis perfilman Indiependent di kota Surabaya. Dalam perancangan ini, Pusat Sinematografi direncanakan berlokasi di Jl. Joko Dolog, Surabaya yang

merupakan kawasan yang bersebelahan dengan icon hiburan taman Surabaya,

yaitu Taman Apsari dan Arca Joko Dolog juga dekat dengan Broadcast Design Unair, dari potensi site tersebut sangatlah strategis untuk perencanaan Pusat Sinematografi ini.

Dari isu dan fakta yang ada tersebut, perancangan proyek ini mengambil

tema ”Fun with the Shape” (Kesenangan dalam membentuk sebuah bentuk).

“Bentuk” yang dimaksudkan adalah bentuk dari gambar icon sebuah Proyektor

Film, dimana gambar icon tersebut menjadi ide gagasan dalam proses pencarian

bentuk yang kemudian diaplikasikan menjadi bentuk bangunan Pusat

Sinematografi. Dengan melalui pendekatan teori konsep Analogic Design

(Geoffrey Broadbent dalam buku ”Design in Architecture”). Analog adalah sama, serupa, pengibaratan, pengandaian dengan benda lain yang punya bentuk / makna yang hasilnya adalah memodifikasi bentukan awal. Konsep ini dimaksudkan agar citra dari fasad maupun ruang luar bangunan ini dapat langsung terlihat dan dapat berinteraksi langsung dengan masyarakat sekitar yang ada di eksisting site tersebut .


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. 1. LATAR BELAKANG .

Perkembangan film di Indonesia sejak ditemukannya selalu seiring dengan berjalannya perkembangan teknologi, mulai dari “film bisu hitam-putih sampai film hitam-putih bersuara“ pada akhir tahun 1920 an dan film warna pada 1930 an. Pada awalnya film hanya sebagai tiruan mekanis dari realita atau sarana untuk mereproduksi karya karya seni pertunjukan lainnya seperti “Teater”. Film dianggap sebagai karya seni setelah melalui pencapaian-pencapaian dalam sejarah perfilman dengan para pembuat film yang terkenal pada jamannya. Seniman film tersebut yaitu Usmar Ismail yang telah banyak menciptakan karya-karya filmnya yang khususnya ”Film Nasional” (film yang mengangkat budaya bangsa Indonesia sejak jaman menjelang kemerdekaan).

Film dilahirkan di Indonesia sebagai tontonan umum (awal 1900-an), karena semata-mata menjadi alternatif bisnis besar jasa hiburan di masa depan masyarakat Indonesia yang hidup di kota. Film juga sebelumnya dicap sebagai 'hiburan rendahan' oleh orang kota, namun sejarah membuktikan bahwa film mampu melakukan perkembangan dan perubahan bagi Indonesia kembali sehingga mampu menembus seluruh lapisan masyarakat, dari lapisan menengah dan atas, sampai lapisan intelektual dan budayawan. Alasan utama masyarakat kecil tidak termasuk, karenanya pada jaman tersebut biaya tiket masuk untuk menonton sebuah film dirata-rata masih mahal dan pada jaman tersebut masyarakat kecil masih dilarang untuk menerima ilmu ”film” tersebut yang boleh hanyalah golongan masyarakat menengah, atas, dan golongan intelektual.

Bahkan kemudian seiring dengan kuatnya dominasi sistem Industri Hollywood, lahir film-film perlawanan yang menentang dan tidak ingin disamakan dengan film Hollywood, yang kemudian melahirkan film-film Auteur. Yakni film-film personal sutradara yang sering disebut sebagai Film Seni atau pada jaman sekarang dapat disebut Film Independent ”Indie”.


(15)

1. 1. 1. Kondisi Perfilman di Indonesia.

Dalam perkembangan film di Indonesia, film juga merupakan campuran dari perkembangan teknologi fotografi dan rekaman suara serta campuran dari berbagai kesenian baik Seni Rupa, Teater, Sastra, Arsitektur hingga Musik. Maka kemampuan bertumbuh film sangatlah bergantung pada unsur perkembangan teknologi dan unsur seni yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia sehingga film dapat berkembang pesat, dicangkok dan dihimpun. Dengan demikian tidak tertinggal dan mampu bersaing dengan teknologi media, dan seni lainnya. Berikut ini merupakan kondisi Perfilman di Indonesia :

1. Perfilman Indonesia pernah mengalami krisis hebat ketika Usmar Ismail menutup studionya tahun 1957. Pada tahun 1992 terjadi lagi krisis besar. Tahun 1991 jumlah produksi hanya 25 judul film (padahal rata-rata produksi film nasional sekitar 70 - 100 film per tahun). Celakanya di Indonesia dasar struktur dari keadaan tersebut belum siap. Seperti belum efektifnya jaminan hukum dan pengawasan terhadap pasar video, untuk menjadikannya pasar kedua perfilman nasional setelah bioskop.

2. Faktor yang mempengaruhi rendahnya mutu film nasional salah satunya adalah

rendahnya kualitas teknis karyawan film. Ini disebabkan kondisi perfilman Indonesia tidak memberikan peluang bagi mereka yang berpotensi untuk berkembang.

3. Penurunan jumlah film maupun penonton di Indonesia sudah memprihatinkan.

Jumlah penonton dalam skala nasional tahun 1977/78 - 1987/88 tercatat 937.700.000 penonton dan hingga tahun 1992 menurun sekitar 50 persen. Bahkan di Jakarta dari rata-rata 100.000 - 150.000 penonton, turun menjadi 77.665 penonton tahun 1991. Demikian juga dengan jumlah film, dari rata-rata 75 - 100 film pertahun, tahun 1991 / 92 menurun lebih daripada 50 % tahun 1993 surat izin produksi yang di keluarkan Deppen RI, sampai bulan Mei 1993 baru tercatat 8 buah film nasional untuk diproduksi. Data dari :”webmaster@stieken.ac.id”


(16)

1. 1. 2. Kondisi Perfilman di Surabaya.

Film Indonesia sekarang ini adalah kelanjutan dari tradisi tontonan rakyat sejak masa tradisional, dari masa penjajahan sampai masa kemerdekaan ini. Dan apresiasi masyarakat Indonesia tentang perfilman yang ada di Indonesia sangatlah antusias. Untuk meningkatkan apresiasi penonton film Indonesia adalah dengan cara menyempurnakan permainan trik-trik serealistis (trik-trik dalam perfilman untuk membuat film dapat menjadi sebuah karya visual yang benar-benar nyata), seni akting yang lebih sungguh-sungguh, pembenahan struktur cerita, pembenahan setting budaya yang lebih dapat dipertanggungjawabkan, penyuguhan gambar yang lebih estetis, dsb.

Peningkatan mutu film dari genre-genre film nasional yang laris sekarang ini dapat meningkatkan daya apresiasi film bermutu di lingkungan penonton urban yang marginal ini (para masyarakat yang pada umumnya, yang hanyalah sekedar menonton dan memahami maksud dari film-film tersebut saja dan tidak pernah memahami keindahan dari karya visual tersebut), tetapi mungkin juga dapat ditelaah oleh golongan penonton yang terpelajar dan intelektual ataupun seniman-seniman film.

Penonton Film Indonesia berdasarkan angket penonton tahun 1988 dan 1989 yang dilakukan di Bandung, penonton film Indonesia adalah sebagian besar berusia antara 15 - 35 tahun (90%) dengan tekanan usia pada 20 - 25 tahun (40%), lelaki (57%) dan wanita (43%) yang berpendidikan SMA dan perguruan tinggi sebanyak 42% sedangkan 50% mengaku abstain. Mereka ini mengaku menonton film Indonesia lebih dari sekali selama sebulan (59%) dan ada 12% yang menonton lebih dari 5 kali dalam sebulan.

Dugaan sementara bahwa golongan terpelajar di Indonesia dipenuhi selera seni pertunjukannya oleh film-film impor yang kondisi atau referensi budayanya cukup baik diapresiasi oleh mereka. Namun kondisi semacam ini tidak dapat terus menerus dilakukan karena film-film impor tersebut jauh dari sejarah, mitos, kondisi dan masalah-masalah Indonesia sendiri. Untuk membuat film bermutu yang laris di


(17)

semua golongan penonton dengan latar belakang budaya mereka yang berbeda-beda adalah dengan memberi kesempatan kepada para sineas Indonesia untuk menuangkan aspirasi dan apresiasi pada karya film mereka, sehingga dapat diterima oleh semua kalangan masyarakat.

Komunitas perfilman khususnya sineas-sineas di kota Surabaya terbilang masih sedikit dibandingkan komunitas sineas di kota Jogja, Jakarta, dan Bandung. Salah satunya komunitas sineas di kota Surabaya yang dapat ditemui hanya di Fakultas Komunikasi “FISIP” Unair dan di Broadcast Design Unair tepat di belakang Taman Apsari tersebut itupun juga masih dalam skala kecil, hanya sebatas suatu wadah pembelajaran satru-satunya di Surabaya, maka dari itu dibutuhkan suatu wadah penampungan apresiasi dan pengembangan suatu karya-karya film dari sineas Indonesia, sehingga mampu meningkatkan mutu kualitas perfilman di Indonesia, khususnya di kota Surabaya.

Ide membuat Pusat Sinematografi tersebut karena ingin membuat sebuah badan yang menyokong pembuat-pembuat film Nasional yang membutuhkan sarana pengembangan Perfilman yang didalamnya terdapat studio pembuatan editing film dan berbagai sarana lainnya yang mendukung dalam pembuatan Film sehingga nantinya suatu karya Film tersebut dapat ditampilkan dan dapat dinikmati oleh semua kalangan masyarakat khususnya masyarakat di Surabaya.

1. 2. Tujuan Perancangan.

Dengan membuat suatu Pusat Sinematografi di Surabaya tersebut, dimaksudkan agar dapat mengembangkan dunia perfilman di Tanah Air, khususnya di kota Surabaya yang banyak memiliki sineas-sineas berbakat. Dan sebagai wadah aspirasi dan curahan apresiasi karya-karya seni Visual berupa fotografi bahkan Film dan Teater di Surabaya. Bahkan diharapkan menjadi salah satu wadah komunitas sebagai tempat pembelajaran dan pengembangan apresiasi karya Film mereka para kader-kader remaja sineas di ibukota Surabaya ini. Sehingga mampu mengembangkan kualitas dan kuantitas bisnis dan dunia perfilman di Indonesia, khususnya di ibukota Surabaya.


(18)

Bangunan ini baik exterior maupun interiornya nantinya dapat mencerminkan bangunan kesenian yang umumnya representatif baik secara Arsitektural maupun secara umum dan juga agar tercipta sebuah bangunan yang menarik baik dari segi

tampilan maupun dari segi sequence bagi pengguna bangunan secara langsung

ataupun bagi pengunjung, harapannya tercipta optimalisasi fungsi bangunan serta dapat menjadi daya tarik wisatawan domestik maupun asing.

Tujuan yang ingin dicapai adalah mengembangkan dan meningkatkan sumber daya manusia perfilman Indonesia. Selanjutnya dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Membuat sebuah wadah perfilman yang didalamnya terdapat sarana

pembelajaran dan pengembangan Perfilman seperti terdapat ruang studio pembuatan suara musik untuk film, studio pembuatan editing film, studio pembuatan film Animasi dan berbagai sarana lainnya yang mendukung dalam pembuatan Film sehingga nantinya suatu karya Film tersebut dapat ditampilkan dan dapat dinikmati oleh semua kalangan masyarakat khususnya masyarakat di Surabaya.

2. Membuat sebuah wadah komunitas bagi sineas-sineas film yang ada di Surabaya untuk berdiskusi tentang perfilman dengan sineas-sineas yang ada di Surabaya ataupun dengan sineas-sineas lainnya yang ada di Indonesia.

3. Membuat salah satu wadah untuk mengapresiasikan karya-karya film dari sineas-sineas yang ada di Surabaya ataupun dari sineas-sineas-sineas-sineas lainnya yang ada di seluruh Indonesia dan nantinya karya-karya filmnya dapat ditonton langsung oleh masyarakat umum yang ada di Surabaya.

1. 3. Batasan dan Asumsi. 1. 3. 1. Batasan.

Dalam penyelenggaraan sebagai tempat Pusat Sinematografi di Surabaya untuk menghindari pembahasan agar tidak melebar pada masalah - masalah yang tidak seharusya dibahas, maka perlu adanya batasan-batasan yang melingkupi permasalahan yang ada, antara lain:


(19)

1. Kepemilikan proyek Pusat Sinematografi di Surabaya ini bersifat resmi milik swasta.

2. Pusat Sinematografi ini juga terbuka untuk umum, dapat diperuntukkan bila ada observasi pengunjung dan pembukaan karya film perdana yang akan ditampilkan langsung di ruang Mini Bioskop.

3. Batasan usia pengunjung dari usia anak sampai dewasa (semua umur). 4. Pusat Sinematografi di Surabaya di asumsikan dapat melayani dengan

jam kerja antara pukul 09.00 – 17.00 Wib, setiap hari Senin – Jumat dan hari Sabtu digunakan untuk perawatan alat.

5. Bangunan tunggal. (sumber :analisa pribadi)

1. 3. 2. Asumsi.

Perancangan Pusat Sinematografi di Surabaya ini juga perlu adanya asumsi yang dapat menunjang keberlangsungan perancangan tersebut, asumsi – asumsi perancangan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Proyek Pusat Sinematografi di Surabaya ini direncanakan menampung

kebutuhan kegiatan atau aktivitas sampai dengan 10 tahun mendatang, sehingga dapat diprediksikan adanya kenaikan jumlah pengunjung yang ada di Surabaya.

2. Perencanaan dan perancangan Pusat Sinematografi di Surabaya ini

ditekankan pada segi Arsitektural baik interior maupun eksterior bangunan tersebut dan juga disesuaikan dengan segala kebutuhan dan fungsi ruang.

3. Pada Pusat Sinematografi di Surabaya ini membutuhkan sarana

pembelajaran dan pengembangan Perfilman seperti terdapat mini bioskop yang nantinya karya-karya film dapat ditonton langsung oleh masyarakat umum, ruang studio pembuatan suara musik untuk film, studio pembuatan editing film, studio pembuatan film Animasi dan berbagai sarana lainnya yang mendukung dalam pembuatan Film.


(20)

1. 4. Tahapan Perancangan .

Dalam penulisan laporan tugas akhir diperlukan adanya kerangka tahapan perancangan yang khususnya berguna dalam membantu mempermudah perencanaan dan perancangan dalam penulisan laporan tugas akhir. Disamping itu juga dapat mempermudah menyusun perencanaan dari kerangka pikiran konsep, tema, sampai penyusunan analisa studi kasus. Dan di dalam merencanakan dan merancang Pusat Sinematografi di Surabaya ini melalui beberapa tahapan. Tahapan ini yaitu sebagai berikut :

Diagram 1. 1. Diagram Tahapan Perancangan ”Pusat Sinematografi di Surabaya”

( sumber : analisa pribadi, 2009)

Interprestasi Judul

- Studi Bandi Kasus

- Wawancara - Studi Literatur - Survey Lapanga

ng

n ( Site / Lokasi ) Analisa Data

Identifikasi Masalah

Konsep Rancan-Ide Bentuk

Pengembang Rancangan

Batasan dan asumsi


(21)

• Tahap Pengumpulan Data.

Diawali dengan penentuan judul proyek Tugas Akhir melalui studi literatur yang diperoleh dari buku - buku referensi yang dapat melengkapi kelengkapan bahan data untuk tugas akhir, survey lapangan di beberapa tempat, Browsing melalui internet, dapat juga dengan melakukan studi banding langsung ke tempat studi dengan cara wawancara langsung untuk memperoleh data dengan melakukan proses tanya - jawab dengan pihak - pihak yang berkepentingan dengan perencanaan proyek yang kemudian dijadikan bahan data studi kasus judul tugas akhir.

• Tahap Analisa.

Perumusan konsep-konsep rancangan dengan menganalisa ataupun mengolah data dan penyelesaian masalah yang menjadi batasan dan asumsi segala potensi yang dapat menunjang kelayakan bangunan yang akan dirancang.

• Tahap Konsep Desain Bangunan.

Merumuskan gagasan ide rancangan yang bersifat 2Dimensi ataupun 3Dimensi lalu menentukan dan merancang konsep desain bentuk bangunan yang akan dirancang.

1. 5. Sistimatika Laporan .

Dalam penyusunan laporan diharapkan dapat memberikan gambaran secara umum mengenai usulan laporan, mulai dari bagian umum hingga ke bagian khusus dengan pengaturan sedemikian rupa sehingga mencerminkan suatu pola pikir perencanaan yang sistematis. Sistematika penulisan yang dilakukan dalam pemba-hasan laporan ini, meliputi :

- BAB I. PENDAHULUAN .

Pendahuluan, berisi tahapan-tahapan mulai dari latar belakang pemilihan judul, tujuan perancangan, batasan dan asumsi rancangan dan tahap perancangan be-serta dengan uraian penjelasan dari tiap tahapannya yang menjelaskan secara


(22)

rinci isinya. Dikarenakan kurangnya wadah penampungan apresiasi dan pengembangan suatu karya-karya film dari komunitas sineas Indonesia yang mampu meningkatkan mutu kualitas perfilman di Indonesia, khususnya di kota Surabaya. Maka dari sinilah keinginan untuk memberikan wadah atau tempat yang dapat menampung apresiasi dan kreatifitas karya film dari komunitas sineas – sineas Indonesia, khususnya komunitas sineas dari Surabaya sendiri untuk dapat menyalurkan kreativitas dan pengembangan potensi diri khususnya untuk dapat mengembangkan dan mengapresiasikan karya filmnya tersebut. Lalu batasan dan asumsi yang digunakan dalam perancangan nantinya, Juga tahapan perancangan dari mulai proses interpretasi judul sampai pada proses aplikasi pada rancangan gambar.

- BAB II. TINJAUAN UMUM.

Tinjauan Umum Perancangan, mulai dari tahap pengertian judul yang berisi pengertian tentang Pusat Sinematografi di Surabaya itu sendiri yang kemudian disimpulkan menjadi suatu pengertian baru dari rancangan. Tahap studi literatur yang berisi tentang segala data dari bermacam-macam jenis literatur yang digunakan sebagai data penunjang yang berkaitan dengan rancangan. Tahap tinjauan obyek perancangan yang berisi dua obyek studi kasus sejenis secara fungsi dan aktivitas yang digunakan sebagai acuan yang menbantu rancangan nantinya, dari hasil analisa dan pembandingan yang dilakukan pada studi kasus. Tahap kesimpulan studi, lingkup pelayanan yang menjelaskan pembatasan pelayanan rancanangan, serta aktifitas kebutuhan ruang dan perhitungan luasannya yang menguraikan secara rinci kebutuhan ruang yang diperlukan untuk kemudian dihitung secara pasti luasan yang dibutuhkan.

- BAB III. TINJAUAN LOKASI.

Tinjauan Lokasi Perancangan, pemilihan site/lokasi perancangan berada di jalan Joko Dolog, kelurahan Embong Kaliasin, kecamatan Genteng. Lahan memiliki luas ± 2 Ha. Hal ini berdasarkan beberapa pertimbangan seperti curah hujan yang kurang dari 172 mm /tahun, Sebagai kawasan perencanaan merupakan daerah


(23)

dataran rendah dengan ketinggian tanah bervariasi ( ketinggian maksimum + 5 meter dan ketinggian minimum + 4,3 meter dari titik I Tanjung Perak yang mempunyai ketinggian + 3, 6075 meter terhadap ARP ( Air Rendah Purnama ), kondisi tanah stabil, dan yang paling terpenting lokasi site merupakan kawasan yang terkenal sebagai landmark dan ikon dari kota Surabaya, juga merupakan

jantung atau pusat kehidupan yang ada di kota Surabaya sekaligus kawasan ini juga merupakan distrik sentra bisnis dan hiburan di kota Surabaya. Aksesibilitas, Selain itu arus pencapaian cukup mudah, dikarenakan adanya jalan yang lebar dan jarang terjadi kemacetan yaitu dari Jl. Urip Sumoharjo sampai dengan Jl. Basuki Rahmat. Untuk luasan lahannya mampu memenuhi persyaratan luasan yang dibutuhkan proyek, sedangkan untuk jaringan listrik, dan tersedianya sumber air bersih sangatlah memadai pada kawasan tersebut.

- BAB IV. ANALISA PERANCANGAN.

Analisa Perancangan, isinya sudah mengarah ke arah lebih lanjut yaitu mulai dari analisa sampai dengan gambaran secara abstrak tentang konsep perancangan yang akan dibuat. Seperti dari mulai analisa ruang berserta hubungannya, analisa aksesibilitas, view, kebisingan, iklim, potensi daerah sekitar. Sampai dengan diagram abstrak yang kurang lebih menggambarkan secara abstrak konsep bentukan atau lay out.


(24)

BAB II

TINJAUAN OBYEK PERANCANGAN

2. 1. Tinjauan Umum

2. 1. 1. Pengertian Judul Proyek Tugas Akhir

Judul : PUSAT SINEMATOGRAFI DI SURABAYA.

Adapun perlunya penganalisaan arti dan maksud maupun tujuan dari judul tugas akhir ini maka dapat didefinisikan sebagai berikut :

Pusat.

Merupakan arti kata dari segala aktifitas yang ada dan dilakukan di dalam suatu wadah. Jadi wadah tersebut memiliki peran sebagai tempat segala aktifitas yang telah ada dan dilakukan bersama-sama dan menjadi satu pada tempat tersebut. (Sumber Yasyin, 1997, Surabaya).

Sinematografi.

Suatu ilmu yang mempelajari tentang bidang perfilman yang didalamnya mencakup juga terdapat hal-hal yang ada kaitannya tentang perfilman (film, teater, dan fotografi). (Sumber Yasyin, 1997, Surabaya).

Di.

Suatu kata yang memiliki makna yang menerangkan tempat ataupun lokasi.

(Sumber Yasyin, 1997, Surabaya). • Surabaya.

Merupakan ibukota propinsi Jawa Timur dan sebagai kota kedua metropolitan terbesar setelah Jakarta. (Sumber RTDRK Surabaya).

Jadi dari 4 kata di atas tersebut bila digabungkan menjadi sebuah kata Pusat Sinematografi Di Surabaya, yang artinya suatu wadah perfilman yang ada di Surabaya yang didalamnya mencakup berbagai aktifitas dan kegiatan perfilman yang menjadi satu dalam wadah tersebut, mulai dari pengambilan tempat setting film sampai editing film dan publikasi karya film tersebut.


(25)

Sinematografi didasari oleh 2 hal yaitu Film dan Gambar Bergerak, pengertian 2 hal tersebut sebagai berikut :

1. Film.

“A Layer of molecules held together at the surface of liquid by cohesive attraction”. (Sumber Edward 2004 ).

Secara hakiki film merupakan foto yang memperlihatkan dan memberikan ilusi gerak sebagaimana waktu perekaman. Film dibuat untuk dilihat dan didengar sehingga gambar film bukan gambar tentang sesuatu akan tetapi sebuah gambar sesuatu.

2. Gambar bergerak (motion picture)

“An art that hears and sees the circumstances surrounding or underlying the personal event”. (Sumber Edward 2004 ).

Kesimpulan dari 2 pengertian diatas adalah Seni perekaman gambar yang bergerak tanpa suara yang direkam pada pita film atau video, piring video atau media visual lain yang dikenal pada jaman sekarang.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, Pusat Senimatografi di Surabaya adalah suatu wadah kegiatan yang berfungsi sebagai tempat proses pembuatan film dan juga sekaligus sebagai tempat pengembangan ilmu tentang perfilman yang diperuntukkan bagi sineas film serta wadah berkumpulnya komunitas sineas-sineas Surabaya dan juga sebagai wadah pengapreasian karya-karya film yang telah dibuat oleh sineas-sineas atau sineman film yang ada di Surabaya.

2. 1. 2. Studi Literatur

• Ukuran Kebutuhan Ruang Gerak Tubuh Manusia.

Ukuran yang dibutuhkan untuk ruang gerak badan baik posisi berdiri maupun duduk, yang dapat menjadi pertimbangan dalam proses ruang gerak tubuh manusia didalam ruang kerja pembuatan Film. Dapat terlihat pada gambar 2.1. berikut ini :


(26)

Gambar 2. 1. Ukuran Kebutuhan Ruang Gerak Tubuh Manusia. sumber : Neufert Architect Data

• Standart Ruang Bioskop dan Penonton.

Data standart mengenai analisa ukuran maupun jenis peralatan/perabot yang diperlukan atau ada dalam suatu fasilitas bioskop dan juga standart ruang gerak tubuh manusia berdasarkan buku Neufert Architect Data.

Menurut peraturan tempat pertemuan semua tempat duduk harus dikenali dari tempat duduk yang tidak terikat, tidak dapat diubah, tampat duduk lipat dengan bagian atas tidak bergerak (tegak). Ukuran ruang penonton menentukan luas area yang diperlukan, untuk penonton yang duduk diperlukan 0,5 m² /penonton angka ini diperoleh, lebih jelasnya dapat terlihat dari gambar 2. 3. berikut ini :

1) Luas tempat duduk dalam satu baris.

Gambar 2. 2. Jarak Tempat Duduk Penonton. sumber : Neufert Architect Data


(27)

2) Panjang baris dalam taip koridor 16 tempat duduk, setiap koridor 25 tempat duduk jika disamping 3 atau 4 baris tersedia sebuah pintu keluar dengan luas 1m. (sumber : Neufert Architect Data )

Gambar 2. 3. Luas Baris 16 dan 25. sumber : Neufert Architect Data

• Tinggi Tempat Duduk Penonton.

Teori membuktikan bahwa penonton yang duduk disamping harus melihat ditempat duduk yang lebih tinggi. Untuk diruang penonton tinggi tempat duduk terletak pada garis pandangan, kontruksi garis pandangan berlaku untuk semua tempat duduk diruang penonton. (sumber : Neufert Architect Data ). Dapat terlihat pada gambar 2. 5. berikut ini :

Gambar 2. 4. Tinggi Tempat Duduk Menanjak/Bertingkat. sumber : Neufert Architect Data


(28)

• Ruang Gambar Proyeksi

Keamanan film lebih perlu untuk ruang proyektor karena tanpa penyekat kebakaran hal itu dapat membahayakan penonton. Peraga film melayani banyak proyektor letak ruang proyektor dibelakang dan disisi. Tinggi ruang proyektor 2.80 , ventilasi, dan peredam suara untuk ruang penonton. Ruang proyeksi disesuaikan dengan banyaknya ruang penonton, lebar film 16 mm, 35 mm, dan 70 mm. Tengah sinar proyeksi harus tidak membias lebih dari 5˚

horisontal dan pembias. (sumber : Neufert Architect Data )

Gambar 2. 5. Tinggi Tempat Duduk Menanjak/Bertingkat. sumber : Neufert Architect Data

• Prosedur Pembuatan Film.

Perusahaan studio harus mempunyai peralatan lengkap, dan sudah ada konsep/cerita yang akan di terjemahkan. Setelah perusahaan mendapatkan prosedur atau sebaliknya, maka produser berhubungan dengan penulis cerita, dan mengadakan perjanjian untuk mendapatkan bahan cerita. Kemudian produser berhubungan dengan penulis skenario dan penulis skenario pun mengadakan hubungan dengan penulis cerita, untuk bisa disesuaikan dengan film.

Setelah skenario siap dan disetujui oleh produser, maka produser mencari sutradara. Sutradara mempelajari untuk memulai cerita film dan mengadakan hubungan dengan penulis skenario. Penulis skenario memperinci cerita film menjadi bentuk-bentuk shot , skenario adalah kerangka film/outline film.


(29)

Melakukan permohonan perijinan pada Direktorat Jenderal Film dan Televisi Republik Indonesia. Sutradara membentuk team/staff crew untuk memproduksi film, dengan mencari asisten sutradara, unit manager, dan beberapa asisten yang masih diperlukan.

Setelah siap, diadakan rapat pleno antar produser, sutradara, asisiten, dan staff yang lain guna membicarakan anggaran dan disetujui, termasuk pemilihan pemain yang memgang peranan, pekerjaan siap dinilai. Dalam pelaksanaan pembuatan film, produser tidak berhak ikut campur tangan dalam semua proses, sutradaralah yang bertanggung jawab penuh sejak dimulai sampai akhir untuk dicetak.

Processing dalam Studio

- Film negatif hasil pemotretan (opname) masuk ruang pencucian untuk diproses (dicuci), baik hitam putih maupun berwarna, berupa rush copy

yang harus di-edit.

- Kemudian melakukan editing, potong sambung sesuai jalan cerita film

agar selaras dan harmonis.

- Dicetak kembali dengan film positif sebagai working copy.

- Pengisi suara, dubbing (dialog/komentar) di-edit kembali untuk diperhalus. - Mixing/recording pemberian efek suara, ilustrasi musik.

- Dicetak sesuai keperluan, merupakan release copy.

• Tenaga Ahli Yang Diperlukan Dalam Suatu Tim Pembuatan Film

- Produser : Sebagai pemilik modal, diwakili oleh pelaksana produksi

- Sutradara : Penanggung jawab penuh pelaksanaan penuh pada saat

shooting.

- Camera man : Perekam gambar dengan kamera video. - Script writer : Sebagai sumber cerita/konsep.

- Script editor : Menterjemahkan cerita dalam bahasa film/skenario - Script boy/girl : Mencatat kegiatan/proses shooting.

- Lighting man : Bertugas mempersiapkan tata lampu/cahaya. - Editor : Bertugas menyuting hasil shooting.


(30)

- Sound man : Penata suara dan mempersiapkan tata suara.

- Art director : Penata artistik dan mempersiapkan tata letak peralatan dan bot, kostum, warna, dan semua unsur visual yang medukung.

- Special effect : Ahli membuat efek-efek khusus. - Make up : Menata penampilan pemain.

- Property man : Mempersiapkan peralatan yang diperlukan dalam semasa shooting.

- Unit manager : Mengatur segala kebutuhan, finansial, peralatan dan fasilitas.

- Publik dan fotografi : Mengatur marketing dan promosi, pembuatan iklan dan dokumentasi.

- Titling man : Pembuat judul film

- Penerjemah.

• Persyaratan Ruang

Di dalam program ruang ini terdapat ruang-ruang dengan persyaratan khusus, misalnya : persyaratan akustik, kedap suara, dan lain-lain. Selain itu terdapat kebutuhan akan studio alam (praktek studio di luar ruangan). Lokasi tapak diharapkan jauh dari site kebisingan yang disebabkan aktifitas kendaraan dan lokasi site diharapkan memilki latar belakang pemandangan yang memungkinkan untuk dijadikan sebagai studio alam.

a. Ruang Gelap

- Kedap cahaya, karena bahan film yang peka terhadap cahaya

- Dimungkinkan adanya ventilasi

- Pembuangan udara keluar harus berada dibawah, untuk mencegah uap bahan

kimia naik dan terhirup

- Temperatur harus 21-24 º c

- Kelembaban 45-50%

- Bebas debu dan ada instalasi air

b. Gudang Bahan Kimia dan Gudang Penyimpanan Kamera dan Lensa

- Bebas Debu


(31)

c. Ruang Processing

- Bebas Debu

- Temperatur 25 ºC

d. Ruang Praktek Editing

- Bebas Debu

- Temperatur 25 ºC

e. Ruang Suara (Sound Room)

- Kedap suara

- Temperatur 25 ºC

f. Ruang Efek Khusus (Ruang Optik)

- Temperatur 22 ºC

- Kelembaban 45%

- Ada humidifier

g. Ruang Analisa Warna Film

- Temperatur 20 ºC

- Kelembaban 50%

- Ada humidifier

h. Ruang Foto Transfer

- Temperatur 20-25 ºC

- Ruang harus gelap saat mengisi bahan baku i. Studio Sinema

- Temperatur 20-25 ºC

- Peryaratan akustik ruang

• Pencahayaan

Pencahayaan yang digunakan dalam bangunan harus mempunyai 2 fungsi, sebagai berikut :

1. Sebagai alat penerangan pada ruang-ruang dalam/interior.

2. Sebagai penerangan pada hal-hal khusus, misalnya untuk membaca.

Dan di Pusat Sinematografi ini tentunya membutuhkan 2 fungsi penerangan tersebut. Menurut Ernst Nuefert untuk pengisian cahaya harus diperhatikan kekuatan cahaya pada setiap kegiatan. Karena akan menimbulkan kesilauan yang


(32)

akan menganggu kegiatan di dalam ruangan. Penyilauan akan ditimbulkan melalui refleksi bagiana atas secara langsung maupun tidak langsung.

2. 1. 3. Studi Kasus.

2. 1. 3. 1. Gedung Pusat Perfilman H. Usmar Ismail.

Nama : Gedung Pusat Perfilman H. Usmar Ismail (PPHUI). Lokasi : Jl. HR. Rasuna Said Kav. C.22, Kuningan, Jakarta 12940

Gedung PPHUI merupakan gedung pusat perfilman dan juga merupakan gedung persewaan perkantoran. Bangunan ini di dedikasikan oleh Gubernur Jakarta, tahun 1997 pada area lahan seluas 3.800m2 lalu sekarang bertambah luas menjadi 6.388m2. Gedung ini memilki perpustakaan perfilman dengan koleksi 5.000 buku film dan 6.500 skenario termasuk script. Gedung PPHUI ini tempatnya di sebelah kanan Gedung Triangle, Jakarta yang merupakan Pusat Kebudayaan Jakarta. Gedung ini terletak pada area yang strategis dan menguntungkan juga dalam berbisnis karenanya pada jalan Rasuna Said ini juga terdapat 5 hotel yang terkenal, yaitu The Fourth Season, The Gran Melia, The Ritz Carlton, Manhattan, dan J.W.Marriot.

Gambar 2. 6. Lokasi Pusat Perfilman Usmar Ismail sumber: wordpress_pphui.co.id


(33)

Luas Bangunan dan Fasilitas yang ada.

Pusat Perfilman Usmar Ismail tersebut dibangun diatas tanah seluas 1,8 Ha di kawasan Kuningan Jakarta Selatan. Luas bangunan seluruhnya meliputi 11.550 M2 yang terdiri dari :

a. Bangunan induk (perkantoran) seluas 1.620 M2 terdiri dari 3 lantai : - Lantai I disewakan untuk kantor-kantor perusahaan perfilman. - Lantai II untuk kantor-kantor organisasi perfilman.

- Lantai III untuk Kantor Pusat Perfilman dan Sinematek.

b. Ruang Preview, lobby, ruang proyektor, cafetaria dan ruang sidang

sebanyak 3 buah keseluruhannya seluas 1.250 M2. Ruang preview berkapasitas 200 orang dan dapat berfungsi sebagai ruang sidang dan pertemuan.

c. Gedung Bioskop seluas 3400 M2 dengan kapasitas 800 orang yang terdiri dari ruang mekanik, ruang menyimpan film, lobby dan gudang.

Untuk lebih jelasnya Lay Out Plan Teater dan Bioskop Pusat Perfilman Usmar Ismail dapat dilihat pada gambar 2. 8. berikut ini.

Gambar 2. 7. Lay Out Plan dan Potongan Elevasi Teater dan Bioskop Pusat Perfilman Usmar Ismail


(34)

Kompleks Pusat Perfilman terdiri dari 3 buah gedung yaitu :

- Gedung Bioskop yang terletak pada bagian depan komplek menghadap

jalan Rasuna Said

- Ruang Preview Room terletak dibagian belakang komplek

- Dan gedung Pusat Perfilman yang terdiri dari kantor organisasi dan perusahaan perfilman, kantor Pusat Perfilman, dan Sinematek.

Gambar 2. 8. Interior Bioskop dan Gambar 2. 9. Ruang Penyimpanan Video sumber: wordpress_pphui.co.id

Gubahan Bentuk Bangunan dan Tampilan Bangunan.

Bentuk geometri dasar dari bangunan berbentuk persegi yang memanjang dan pada atas bangunan terdapat 2 bentuk bangunan yang menonjol yang berbentuk kubah. Bentukan ini dibuat dengan maksud karena ruang yang ada di dalamnya merupakan ruang akustik, ruang tersebut adalah teater dan bioskop yang kapasitas orangnya cukup besar dapat menampung sekitar 800 oarang dalam ruangan itu.

Gaya bangunan tersebut seperti juga bangunan-bangunan perkantoran yang dibangun pada tahun 70-an bergaya International Style, bercat putih dengan dominasi garis-garis horizontal. Bangunan ini baik exterior maupun interiornya tidak mencerminkan bangunan kesenian yang umumnya representatif.

Gambar 2. 10. Penyelesaian Eksterior Bangunan dan Gambar 2. 11. Penyelesaian Interior Lobby Bioskop


(35)

Struktur organisasi

Struktur Organisasi juga berperan penting dalam suatu perancangan, karena dengan struktur organisasi dapat terlihat hubungan antar pengelola maupun tingkatan suatu pengelola dalam suatu perancangan bangunan. Sehinnga pada tahap perancangan aktifitas ruang dalam perancangan btersebut dapat terlihat dan tertata dengan jelas hubungan antar aktifitas pengelola dalam suatu organisasi. Dapat dilihat pada diagram 2. 1. berikut ini

Diagram 2. 1. Struktur Organisasi Pusat Perfilman Usmar Ismail

Kepala Pengelola

Kepala Hubungan

Kepala Studi Produksi

Kepala Studio Pasca Produksi

Kepala Administrasi Studio

Kepala Kajian Media

Pelaksana Studio


(36)

Penyelesaian interior

Gambar 2. 12. Interior Ruangan Lobby Teater dan Interior Teater sumber: wordpress_pphui.co.id

Dapat terlihat pada gambar yang diambil dari interior Ruangan Lobby Teater dan Interior Teater pada Pusat Perfilman Usmar Ismail di Jakarta (gambar dari wordpress_pphui.co.id), penyelesaian pada ruang interior ruangan lobby Teater mengggunakan aplikasi warna natural dan polos yaitu warna krem/putih yang dipadu dengan warna coklat kayu pada lantai parquette, menjadikan kesan ruangan yang elegan dan formal. Skala ruangan yang besar memberikan kesan ruangan yang luas dan besar. Ditambah dengan pencahayaan buatan berupa

spotlight yang tersebar merata di seluruh ruangan menambah kelenggangan ruangan yang nyaman. Dan juga pada interior teater dan bioskop terebut dapat terlihat kesan elegan dan adanya sedikit sentuhan pop art pada permainan plafon dan dipadu dengan warna merah pada seating penonton yang menjadikan nuansa ruangan bioskop dan teater terlihat nyaman dan elegan. Dan tidak lupa dengan akustik ruang yang pada dinding-dindingnya dilapisi oleh karpet dan hardboard yang dikemas dengan tema elegan dan dipadukan dengan warna ruangan tersebut.

Gambar 2. 13. Interior Teater dan Bioskop Pusat Perfilman Usmar Ismail sumber: wordpress_pphui.co.id


(37)

2. 1. 3. Studi Kasus.

2. 1. 3. 2. Fakultas Film dan Televisi – IKJ (Institut Kesenian Jakarta).

Nama : Fakultas Film dan Televisi – IKJ (Insititut Kesenian Jakarta). Lokasi : Jl. Cikini Raya (komplek Ismail Marzuki) no.72, Jakarta 10330. Fakultas Film dan Televisi-IKJ adalah sekolah yang bergelut dalam bidang Audio Visual selama 30 tahun telah mencetak lebih dari 300 alumni yang diluluskan. Mungkin bukan hanya mencetak lulusan yang banyak tapi mereka telah memberi warna tersendiri bagi industri perfilman dan pertelevisian di Tanah Air. Serta pencapaian prestasi, baik di tingkat nasional maupun internasional yang membanggakan.

Agar menjadi lembaga pendidikan audio visual yang selalu mengikuti perkembangan zaman, FFTV-IKJ dari waktu ke waktu memperbarui dirinya. Secara internal, pembaharuan itu mencakup kurikulum sistem pengajaran yang efektif. Sedangkan secara eksternal FFTV-IKJ selalu membina ”link” atau hubungan dengan dunia industri perfilman/pertelevisian maupun lembaga-lembaga pendidikan didalam dan di luar negeri.

Adapun kerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan dan industri terkait antara lain berjalan dengan :

- CILECT (Persatuan Sekolah Film dan Televisi Dunia).

- FEMMIS (Sekolah Film di Perancis).

- AUSTALIAN FILM (Australia).

- Nederlands Film en Television and Radio School (Belanda).

- ECCO Films (Belanda).

- FINED (Forum Indonesia - Nederland). - Pusat-pusat Kebudayaan Asing di Indonesia.

(Goethe Insitut, British Council, Japan Foundation, Eramus Havis, Center Culture Francis).

- Direktorat Jenderal Kebudayaan – Departemen Pendidikan Nasional.

- Dinas Kebudayaan DKI Jakarta.


(38)

- Yayasan Mitra Budaya dan Cemara 6.

- JIFFEST (Jakarta Internasional Film dan Festival). - Dewan Kesenian Jakarta.

- Sinematek Indonesia (SI). - Pusat Perfilman Indonesia.

Fasilitas yang Ada.

1. Ruang Kuliah :

a. Ruang Kuliah(Tata Visual).

- Alat : TV monitor 25 inci, VHS player, video proyektor, proyektor film.

b. Ruang pemutaran film.

- Alat : TV monitor 29 inci, VHS Player, LD/VCD player, DVD player dan sound sistem.

c. Ruang Multiguna

- Alat : Video proyektor, proyektor film 35 mm, proyektor film 16 mm, TV monitor 52 inci, VHS Player, LD/VCD Player, DVD player.

2. Ruang Praktika a. Studio Mini b. Kontrol Studi TV c. Studio Suara I d. Studio Suara II e. Studio Fotografi f. Ruang Editing Film g. Editing Video Linier h. Editing Video non Linier

i. Kamar Gelap

j. Ruang Audio non Visual k. Grafik dan Animasi


(39)

m. Lab.Foto h/p dan Warna n. Ruang Studio Foto dan Sinema

3. Ruang-Ruang Lain

a. Ruang pimpinan dan administrasi b. Ruang peralatan

c. Ruang perpustakaan

d. Ruang dewan mahasiswa fakultas

e. Ruang TV-IKJ.

Jenis Keseluruhan Ruang .

1. Ruang kuliah dengan kapasitas 60 mahasiswa.

2. Gedung Soemarjono, terdapat 4 ruang kuliah @70 mahasiswa. 3. Ruang multiguna.

4. Ruang dekan. 5. Pembantu Dekan 1. 6. Pembantu Dekan 2. 7. Pembantu Dekan 3. 8. Pembantu Dekan 4. 9. Ketua Jurusan Film. 10. Sekretaris Jurusan Film. 11. Ketua Jurusan Fotografi. 12. Sekretaris Jurusan Fotografi. 13. Ketua Jurusan Televisi. 14. Sekretaris Jurusan Televisi. 15. Ketua Jurusan Kajian Media.

16. Kepala Pusat Pengembangan Proses Audio Visual. 17. Kepala Hubungan Masyarakat.

18. Kepala Studio Produksi. 19. Kepala Studio Pasca Produksi. 20. Pelaksana Administrasi Studio.


(40)

21. Pelaksana Teknik Mekanik. 22. Pelaksana Teknik Fotografi. 23. Pelaksana Teknik Elektronik. 24. Pelaksana Teknik Komputer. 25. Pelaksana Studio Mini/Pengemudi.

Struktur Organisasi.

Diagram 2. 2. Struktur Organisasi Fakultas Film dan Televisi-IKJ

sumber:wordpress_fftv.net.id

Kasubag Akademik Kasubag

Akademik

Dekan

Pudek I Pudek II Pudek III

Kajur dan Sekjur Film-Televisi-Fotografi Kabag TU

Kepala-kepala Studio Film-Televisi-Fotografi Pelaksana

Administrasi

Akademik Pelaksana

Administrasi Umum

Pelaksana Administrasi Keuangan Pelaksana

Sekretariat Akademik

Pelaksanaan Perpustakaan

Pelaksana Teknik Mekanik dan Elektronik

Pelaksana Teknik Fotografi


(41)

2. 1. 3. Studi Kasus.

2. 1. 3. 3. Tunjungan Cineplex 21, Surabaya

• Alamat: Jl. Basuki Rachmat 8-21, Plasa Tunjungan III Lt. 5 Surabaya

• Berdiri tanggal 16 Oktober 1996

• Waktu Operasional:

o Minggu – Jumat :12.00 - 20.30

o Sabtu :12.00-23.00

• Security dari jam 21.00- 12.00

Gambar 2.14. Lobi Tunjungan 21 Gambar 2.15. Movie Selection

• Loket menggunakan computer (otomatis).

• Ruang-ruang yang tersedia:

ƒ 4 bh gedung theater

ƒ Loket 2 lajur

ƒ Kantin


(42)

ƒ Ruang Proyektor

Gambar 2.17. Ruang Proyektor Tunjungan Cineplex 21

ƒ Ruang Teknisi

ƒ Kantor Pengurus

ƒ Toilet Wanita dan Pria

• Kapasitas Tempat Duduk:

ƒ Tunjungan 1 : 248 tempat duduk

ƒ Tunjungan 2 : 224 tempat duduk

ƒ Tunjungan 3 : 184 tempat duduk

ƒ Tunjungan 4 : 248 tempat duduk

Gambar 2.18. Tempat Duduk Tunjungan Cineplex 21

• Ukuran pita film yang digunakan 35 mm. setiap filmnya menggunakan

kurang lebih 6 roll yang digulung menjadi 1 roll besar kemudian ditayangkan oleh proyektor. Proses penggulungan 6 roll menjadi 1 roll besar memerlukan waktukurang lebih ½ Jam.

• Tunjungan 21 dalam memutar film tidak bergantian dengan Cineplex yang lain sehingga tidak pernah lerjadi di tengah-tengah film karena pita film terlambat dikirim dari Cineplex yang lain.

• Ukuran layar 6 m X 12m


(43)

• Jarak layar dengan kursi barisan pertama 5 m

• Lapisan plafon : Karpet

• Lapisan dinding: • Triplek

• Partikel Board

• Karpet Lapisan Lantai

• Karpet dan Vinyl (Studio Theamer) • Granit (Lobby)

• Keramik(K.antor, lokel)

• Menggunakan Sprinkler pada setiap ruang untuk mengatasi kebakaran

• AC menggunakan AC Central milik Tunjungan Plasa

• Pencahayaan tiap studio menggunakan lampu 60 watt dengan Dimmer.

• Tata suara:

• Tunjungan 1 : SDDS (Sony Dinamie Digital Sound) - K channel • Tunjungan 2 : Dolby Digital - 6 channel

• Tunjungan 3 : Dolby Digital - 6 channel

• Tunjungan 4 : DTS (Digital Theater System) - 6 channel

• Cross Offer Aktif:

¾ Proyektor jenis Victoria 5 Cineme C Canica Milano Italy

¾ SDDS (Sony Dinamic Digital Sound) DFP - D 2000 No. 12766

¾ CP 500 Digital Cinema Processor No. 250

¾ THX Monitor Model D. 1138 Serial No. C 0514

¾ Digital Sound Head 700 No. 503913

¾ Digital Film Sound Reader DFP - R 2000 No, 12627

¾ Amplifier:

ƒ Crown Marco-Tech 1200 No. A 303749

ƒ Crown Marco-Tech 1200 No. A 3 04097

ƒ Crown Marco - Tech 1200 No. A 304085

ƒ Crown Marco-Tech 1200 No. A 304101


(44)

(45)

2. 1. 4. Kesimpulan Studi Kasus.

Studi tersebut pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan dunia perfilman di Indonesia baik dalam segi kualitas seni dalam perfilman maupun dalam segi kuantitas dalam bisnis perfilman dengan cara mendidik dan mengembangkan talenta para sineas-sineas Indonesia dalam membuat karya-karya filmnya.

Dan juga diperuntukkan kepada kalangan masyarakat umum sehingga dapat memilki timbal-balik juga dari pengetahuan yang dikembangkan dari yayasan tersebut sehingga masyarakat memilki pengetahuan lebih tentang apresiasi dari karya-karya film yang dibuat para sineas-sineas Indonesia.

2. 2. Tinjauan Khusus Perancangan. 2. 2. 1. Lingkup Pelayanan.

Pusat Sinematografi di Surabaya ini merupakan suatu wadah pengembangan dan pembelajaran dalam perfilman bagi sines-sineas Indonesia khususnya di Surabaya dan juga dapat ditujukan kepada masyarakat Surabaya agar dapat memberikan aspirasinya terhadap sebuah karya film. Secara umum lingkup pelayanannya ini bersifat domestik dengan titik pelayanan pada wilayah Surabaya khususnya dan Jawa Timur pada umumnya. Lingkup pelayanannya dapat ditujukan kepada masyarakat tetapi bukan untuk tidak selalu terbuka pada semua masyarakat umum dalam skala besar, tetapi terbuka untuk kalangan sineas di Surabaya maupun dari wilayah lain.

Lingkup pelayanan dapat dibagi menjadi 3 lingkup pelayanan, yaitu :

- Lingkup pelayanan regional, diharapkan sasarannya dapat dicakup oleh

masyarakat kota Surabaya dan sekitarnya, dan juga sebagai sarana tempat sosial budaya.

- Lingkup pelayanan nasional, diharapkan sebagai salah satu pilihan tempat diskusi masalah perfilman para komunitas sineas Indonesia.

- Lingkup pelayanan internasional, diharapkan sebagai salah satu pilihan tempat di Indonesia, khususnya di Surabaya untuk mengadakan acara pemutaran film


(46)

indie dari karya sineas Surabaya dan sebagai wadah diskusi para komunitas sineas Indonesia.

2. 2. 2. Pelaku Aktifitas

a. Sineas

b. Tenaga Pengelola Ruang Fasilitas

- Kepala Pengelola (Pimpinan dan Administrasi)

- Kepala Pusat Pengembangan Tata Audio Visual

- Kepala Hubungan Masyarakat

- Kepala Studi Produksi - Kepala Studi Pasca Produksi - Pelaksana Administrasi Studio

- Pelaksana Teknik Mekanik

- Pelaksana Teknik Fotografi - Pelaksana Teknik Elektronik

- Pelaksana Teknik Komputer

c. Pengunjung

- Masyarakat umum

- Para sineas-sineas yang ada di Surabaya ataupun sineas-sineas lainnya yang ada di Indonesia.

2. 2. 3. Perhitungan Luas Ruang.

Dalam sebuah perencanaan Pusat Sinematografi dibutuhkan jenis ruang, luas ruang dan kapasitas orang yang beraktifitas di dalam ruang tersebut, agar besaran ruang-ruang aktifitas yang ada di dalam Pusat Sinematografi tersebut dapat mencukupi kapasitas orang yang beraktifitas di dalamnya sehingga dapat menghindari adanya ketidak-leluasaaan orang bergerak dan juga dapat menjadikan ruang tersebut sebuah ruang yang nyaman, dalam hal nyaman untuk melakukan berbagai aktifitas di dalamnya. Seperti halnya telah tertera dan dapat dilihat pada tabel berikut ini :


(47)

Fasilitas Pendidikan

RUANG KAPASITAS

(orang) PENDEKATAN

LUAS (m2)

Workshop

R. Kelas

Terbagi dalam 3 kelas 10 orang.

Pendekatan:

- STK: 40m2/kelas

40m2 x 3 kelas 120

R. Mentor

1 Tentor untuk 1 Kelas Pendekatan:

- NAD: 6,7 m2/orang

6,7 m2 x 3 orang 20

Perpustakaan

R. Baca

75 orang pengunjung Pendekatan:

- NAD: 6,7 m2/orang

6,7 m2 x 75 orang 502

R. Administrasi

3 Librarian Pendekatan:

- NAD: 6,7 m2/orang

6,7 m2 x 3 orang 20

758

Fasilitas Perawatan Koleksi

RUANG KAPASITAS

(orang) STANDART

LUAS (m2)

R. Kurator 4 Org

Pendekatan: - STK: 5 m²/org 4 org x 5 m²/org

20

Lab. Proses Pendekatan:

- STK: 120 m² 120

R. Restorasi 25% Lab proses

120 x 25% 30

R. Fumugasi 25% Lab proses


(48)

R. Regristrasi Pendekatan:

- STK: 40 m² 40

R. Karantina Pendekatan:

- STK: 80 m² 80

R. Persiapan Pendekatan:

- STK: 30 m² 150

R. Cuci Pendekatan:

- STK: 30 m² 30

500

Fasilitas Bioskop Regular

RUANG KAPASITAS SUMBER STANDART PERHITUNGAN LUAS

Studio 1 300kursi PAH 30 x 20m 30 x 20 600 m²

R. Proyektor R.Sound dan Lighting

R. untuk Layar

NMH 7 m x 5 m

Kedalaman = 1.8 m Tebal Layar = 0.6 m Lebar Layar = 17 m

4 studio x (7 x 5 )

{( 1.8 + 0.6 )x17}x4

140 m² 163 m² Toilet (2 pasang ) 520 pria 520 wanita Pria :

- 3 toilet = @1,8 m² - 5 urinal = @0,4 m² - 3 wastafel = @0,54 m²

Wanita : - 5 wc = @1,8 m² - 3 wastafel = @ 0,54 m²

- 2 x (3 x 1,8) = 10,8m²

- (5 x 0,4) = 2m² - (3 x 0.54) = 1.62m²

- 2 x (3 x 0,54)=3,24m² - 2 x (3 x 1,8) = 10,8m²

14.42 m²

14.04 m²

Total

Sirkulasi 30 % Total seluruh

2010.46m² 603.14m² 2613.6m²


(49)

Fasilitas Penunjang Æ Ruang Publik

RUANG KAPASITAS SUMBER STANDART PERHITUNGAN LUAS

Entrance Hall 1254 orang dari jumlah keseluruhan tempat duduk bioskop

NAD 60% x total penonton ruang berdiri : 25%:75% dimana = 0,65 – 0,9 m²

60% x 1254 = 752.4 m²

Maka 752.4 x 0.65

489 m²

Lobby - 0.5 kapasitas bioskop = 0.5 x 627 - 25% x 627 = 156.75

NMH 0.6 m² / 0rang 156.75 x 0.6 94.05 m²

Loket 5 buah NMH 1 x 1.524 1.524 x 5 7.62 m² Ruang monitor

dan operator

15 m²

Total

Sirkulasi 30 % Total seluruh

605.7 m² 181.7 m² 787.4 m²

Coffee Shop .

RUANG KAPASITAS SUMBER STANDART PERHITUNGAN LUAS

Ruang Makan 42 meja ( 4 kursi ) Æ 1 meja = 13.32 m²

30 meja ( 2 kursi ) Æ 1 meja = 8.5m²

NAD (42 x 13.32)+30%

(30x8.5) + 30%

727.2 m²

331.5 m²

Bar NAD 10% luas R.makan 100 m² Panggung AS dan SB 5 x 3 15 m² Toilet 2

pasang

Dapur Gudang Bahan

NAD

35% Luas R.Makan 15% Luas Dapur

35% x 1058.732 15% x 370.55

10.3 m² 11.9 m²

370.55 m² 56 m² Total

Sirkulasi 30 % Total seluruh

1622.45 m² 486.73 m² 2109.2 m²


(50)

Ruang Pengelola

RUANG KAPASITAS SUMBER STANDART PERHITUNGAN LUAS

Ruang Manajer

NAD 42 m²

Ruang Wakil Manajer

NAD 30 m²

Ruang Rapat NAD 5 x 3 58 m² Ruang Tamu R.Sekretaris R.Staff Toilet R.Loker dan Ganti Musholla R.Istirahat Karyawan Storage 6 orang NAD NAD NAD AS AS AS Pria :

- 2 k.m = @1,8 m² - 5 urinal = @0,4 m² - 2 wastafel = @0,54 m²

- sirkulasi 30% Wanita : - 3 wc = @1,8 m² - 2 wastafel = @0,54 m²

- sirkulasi 30%

10 m² 10 m² 42 m² 13 m² 13 m² 36 m² 50.5 m² 41.5 m² 80 m² Total

Sirkulasi 30 % Total seluruh

426 m² 127.8 m² 553.8 m²

Parkir

RUANG KAPASITAS SUMBER STANDART PERHITUNGAN LUAS

Pengunjung NAD Kapasitas 1055 orang -Asumsi 20% dengan mobil = 247


(51)

orang, 1 mobil 4 orang = 62 mobil, std luas = 12.5 m² /mobil Æ jadi luas untuk mobil 775

-Asumsi 50% dengan motor = 328

orang, 1 motor 2 orang = 164 motor,

std luas =2m² /motor Æ jadi luas untuk motor 328

- Asumsi 30% dengan kendaraan umum = 350 orang Pengelola NAD Asumsi jumlah

pengelola =

150orang. -Asumsi 20% dengan mobil = 30

orang, 1 mobil 2 orang = 15 mobil, std luas = 12.5 m² /mobil Æ jadi luas

untuk mobil

187.5m² -Asumsi 60% dengan motor = 90

orang, 1 motor 2 orang = 45 motor,

std luas = 2 m² /motor Æ jadi luas untuk motor 90

-20% sisanya menggunakan kendaraan umum/diantar/jalan kaki. 277.5 m² *hasil jumlah luas parkir sudah di +30% untuk sirkulasi.


(52)

MEE

RUANG KAPASITAS SUMBER STANDART PERHITUNGAN LUAS

Ruang Mekanikal dan Elektrikal : - R.Gardu

PLN

- R. Genset & R. Trafo - R.AHU - R. Mesin

AC R. Pompa

-Tandon - R.Tandon

Atas - R. Mesin

Lift - R.Cooling Tower SB NMH SB SB SB SB SB AS

25 m²

60 m²

20 m²/ruang

160 m²

50 m²

80 m²

15 x 20

25 m² 60 m² 300 m² 160 m² 50 m² 80 m² 40.5 m²

20 m² Total 735.5 m²

Fasilitas Tambahan Æ Galeri Perfilman

RUANG KAPASITAS SUMBER STANDART PERHITUNGAN LUAS

Ruang Pamer 20 display AS 20 x 6m 120 m² Ruang Pamer

Temporer

AS 75 m²

Walk of Fame AS 1.524 x 7 15 m² Total

Sirkulasi 30 % Total seluruh

210 m² 63 m² 273 m²


(53)

Luas Bangunan Keseluruhan adalah :

FASILITAS UTAMA 1730 m2

FASILITAS PENUNJANG 2165 m2

FASILITAS SERVICE 1280 m2

FASILITAS OUTDOOR AREA 1520 m2

FASILITAS LUAS BANGUNAN 12165,96 m2

Ditambah 30% Sirkulasi 3649,78 m2

TOTAL 15185,74 m2

Luas total beserta fasilitas parkir = 15815,74 m2 + 1520 m2

= 17335,74 m2 (1,7 ha)

Luas lahan yang dibutuhkan sekitar 2 hektar

Keterangan :

AD : Arsitek Data ”Ernst Nuefert”. NAD : Neufert Architect’s Data

- TSS : Time Saver Standard For Building Types

2. 2. 4. Program Ruang. 1. Ruang Praktika :

- Ruang Kelas Film.

- Ruang Kelas Audio Visual

- Ruang Multiguna.

- Studio Musik

- Studio Dubbing Suara

- Ruang Editing Film dan Audio Visual - R. Studio Grafis dan Desain Animasi - Lab. Foto Film h/p dan Warna

- Ruang Fitting Room

- Ruang Studio Spesial Efek Khusus

2. Fasilitas Penunjang

- Lobby


(54)

- Ruang Pimpinan dan Karyawan Pengelola

- Musholla

- Ruang Perpustakaan, Galeri, dan Coffee Shop

- Bioskop

3. Fasilitas Servis

- Dapur dan Pantry

- Gudang Peralatan

- Ruang Ganti Karyawan

- Ruang Genset, Ruang ME, Ruang Panel, Ruang AHU. - Toilet

- Tangga Darurat / Kebakaran

4. Fasilitas Outdoor Area

- Taman Baca


(55)

BAB III

TINJAUAN LOKASI PERANCANGAN

3. 1. Latar Belakang Pemilihan Lokasi

Kota Surabaya sebagai pemilihan lokasi Pusat Sinematografi di Surabaya ini, karena Surabaya sebagai kota terbesar kedua di Indonesia. Dikategorikan pula sebagai kota metropolis, karena tingkat pertumbuhan penduduknya yang juga cukup padat setelah Jakarta.

Kota di Surabaya dibagi menjadi lima kawasan yaitu Surabaya Pusat, Surabaya Utara, Surabaya Timur, Surabaya Selatan, Surabaya Barat. Struktur tata ruang kota Surabaya yang cenderung dilayani satu pusat utama yaitu kawasan pusat kota memberikan dampak terhadap jalur transportasi dengan terjadinya kelambatan waktu pergerakan ke kawasan pusat kota. Dampak yang lain adalah terhadap perkembangan fisik kota, yang disebabkan kelengkapan fasilitas yang cenderung memusat.

Menyadari pertumbuhan struktur tata ruang kota Surabaya tersebut, maka perlu pengendalian pembangunan fisik di kawasan pusat kota agar pola penyebaran pembangunan di kota Surabaya dapat dilakukan secara merata dan juga dapat mengurangi beban pelayanan fasilitas yang melonjak secara drastis karena adanya pertumbuhan pembangunan yang meningkat serta dapat mengurangi adanya kepadatan bangunan di pusat kota.

Untuk pemerataan pembangunan maka perencanaan Pusat Sinematografi di Surabaya ini terletak di Surabaya Pusat, karena memiliki beberapa pertimbangan sebagai berikut :

- Kawasan ini terkenal sebagai landmark dan ikon dari kota Surabaya. - Kawasan ini memiliki potensi besar dalam berkembang.

- Kawasan ini merupakan jantung atau pusat kehidupan yang ada di kota Surabaya. - Kawasan ini juga merupakan distrik sentra bisnis dan hiburan di kota Surabaya.


(56)

3. 2. Penetapan Lokasi

Sebagai dasar alternatif pemilihan lokasi site Pusat Sinematografi di Surabaya yaitu dengan memperhatikan beberapa kriteria untuk mempermudah dalam pemilihan lokasi site yaitu sebagai berikut :

- Aspek Pencapaian.

Mudah dicapai baik dari dalam kota maupun luar kota hal ini memberi nilai lebih, karena tempat dapat mudah dijangkau.

- Aspek Tata Kota.

Dalam aspek tata kota daerah Basuki Rahmat merupakan daerah Unit Distrik Jasa dan Hiburan maka dari itu dalam perencanaan Pusat Perfilman tersebut membutuhkan lokasi atau lahan sebagai proyek perancangan yang pada dasarnya merupakan lahan yang diperuntukkan untuk perdagangan, mengingat proyek yang dipilih merupakan fasilitas untuk perfilman. Lokasi terletak pada area perdagangan atau bisnis atau dapat disebut juga sebagai Distrik Jasa dan Hiburan, dengan alasan sebagai berikut :

1. Penggunaan daya listrik yang besar.

2. Frekuensi penggunaan akses melalui jaringan telepon maupun internet relatif tinggi.

- Aspek Penyediaan Tanah.

Dibutuhkan lahan yang cukup luas untuk menampung segala fasilitas yang dibutuhkan di dalam komplek perfilman sehingga segala aktifitas di dalam perfilman tersebut dapat berjalan dengan baik. Lokasi terbebas dari getaran dalam volume yang relatif tinggi ( misalnya getaran dari sebuah pabrik ), ini dikarenakan dalam pada perencanaan pusat perfilman dalam aktifitas ruang-ruang perencanaan pusat perfilman yang berupa Studio dan didalamnya terdapat perangkat komputer dan kamera yang tidak tahan terhadap getaran atau goncangan.

- Aspek Aktifitas Penunjang.

Adanya komplek lembaga pendidikan Broadcast Design Unair, tempat peninggalan budaya sejarah yaitu Arca Joko Dolog, pertokoan atau ruko, perkantoran,


(57)

perhotelan, restoran siap saji, pusat perbelanjaan, dan tempat rekreasi yang dapat mendukung aktifitas .

- Aspek Sarana Prasarana.

Tersedianya sarana dan prasarana infrastuktur kota seperti telah tersedianya air bersih, listrik, telepon, dan beberapa akses kendaraan yang dapat memudahkan pencapaian para pengunjung dalam mencapai site seperti angkot taksi dan lain – lain, yang dapat mendukung pelaksanaan operasional.

Berdasarkan kriteria di atas, maka pemilihan lokasi perencanaan Pusat Sinematografi ini berada di Jl. Joko Dolog Surabaya. Penetapan Lokasi yang berada pada kawasan Surabaya Pusat ini juga didasari pertimbangan potensi bangunan di sekitar site yang berupa fasilitas umum, perdagangan, serta merupakan kawasan golongan menengah atas yang sekiranya dapat menjadi daya dukung perencanaan Pusat Sinematografi di Surabaya.

Beberapa lokasi di Surabaya Pusat yang dapat menjadi pertimbangan berdasarkan kriteria pemilihan lokasi untuk Pusat Sinematogarafi ini adalah sebagai berikut : 1. Jl. Joko Dolog.

Site yang diambil merupakan lahan kosong yang berada di daerah Basuki Rahmat, yang kemudian dipotong setengah dari lahan tersebut. Yang kemudian bersebelahan dengan The House, Taman Apsari, dan Arca dan Taman Joko Dolog.

2. Jl. Njagir.

Site tersebut ada di jalan Kali Njagir dan pada jalan Njagir ini merupakan lahan kosong, lahan ini berada di sebelah kantor Pajak dekat dengan rel kereta api Wonokromo.

3. Jl. Mayjend Sungkono.

Site pada jalan Mayjend Sungkono ini merupakan lahan kosong. Site ini berada di sebelah restoran cepat saji McDonald yang ada di daerah Mayjend Sungkono tersebut dan dekat sekali pada arah Tol ke Gresik.


(58)

Dari ketiga lokasi yang diusulkan, akan diambil perbandingan mengenai letak lokasi, aksesbilitas, daerah peruntukan, jaringan infrastruktur, dan arus lalu lintas, sebagaimana berikut :

Tabel 3.1. Perbandingan Lokasi

No Kriteria pilihan Joko Dolog Mayj. Sungkono Lingkar

Dalam Persyaratan

1 Letak Lokasi 2 2 2

1. Dekat dengan jalan raya, kurang strategis. 2. Dekat dengan jalan raya,

strategis.

2 Aksesbilitas 3 3 2

1. Kurang Baik, pencapaian ke lokasi site sulit karena arus lalulintas yang padat. 2. Sedang, cukup mudah. 3. Baik, pencapaian ke lokasi

site mudah. 3 Daerah

Peruntukan 2 2 2

1. Kurang Baik. 2. Baik. 4 Jaringan

Infrastruktur 2 2 2

1. Kurang Lengkap 2. Lengkap

5 Arus Lalu

Lintas 2 1 2

1. Sering terjadi kemacetan. 2. Jarang terjadi kemacetan. TOTAL 11 10 10

Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan 2009

Berdasarkan hasil perbandingan lokasi tersebut di atas, maka lokasi yang ditetapkan yaitu berada di kawasan Surabaya Pusat yaitu Jl. Joko Dolog, hal ini dikarenakan nilai perbandingan lokasi tersebut memiliki nilai yang terbesar (11).

Penetapan lokasi ini juga didasari pertimbangan potensi bangunan di sekitar site yang berupa fasilitas umum, jasa dan perdagangan, serta merupakan kawasan golongan menengah atas yang sekiranya dapat menjadi daya dukung perencanaan Pusat Sinematografi di Surabaya.


(59)

3. 3. Fisik Lokasi

Kemiringan tanah kawasan perencanaan UD. Embong Kali Asin merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian tanah bervariasi ( ketinggian maksimum + 5 meter dan ketinggian minimum + 4,3 meter dari titik 1 BPP Tanjung Perak yang mempunyai ketinggian + 3,6075 meter terhadap ARP ( Air Rendah Purnama ).

Pusat Sinematografi ini berada di wilayah Surabaya Pusat, yaitu jalan Joko Dolog. Dalam pembagian unit pengembangan Surabaya, kawasan ini merupakan unit pengembangan Tunjungan. Batas wilayah unit pengembangan Tunjungan :

• Sebelah Utara :

- UP. V Tanjung Perak berbatasan dengan Kelurahan Simolawang, kecamatan

Simokerto dan Kelurahan Peneleh, Alun-alun Contong dan Jepara, Kecamatan Bubutan.

- Sebagian UP. III Tambak Wedi berbatasan dengan kelurahan Simokerto,

Kecamatan Simokerto.

• Sebelah Selatan :

- UP. VII Wonokromo berbatasan dengan Kelurahan Tembok Dukuh,

Kecamatan Bubutan dan sebagian Kelurahan Dr. Sutomo dan Keputran, Kecamatan Tegalsari.

• Sebelah Barat :

- UP. XI Tambak Osowilangun berbatasan dengan sebagian Kelurahan Tembok

Dukuh, Kecamatan Bubutan.

- UP. VII Wonokromo berbatasan dengan Kelurahan Kedungdoro, Wonorejo

dan sebagian Kelurahan Dr. Sutomo, Kecamatan Tegalsari.

• Sebelah Timur :

- UP. IV Dharmahusada berbatasan dengan Kelurahan Embong Kaliasin,

Ketabang dan Kapasan, Kecamatan Genteng. Kelurahan Tambakrejo dan sebagian Kelurahan Simokerto dan Kecamatan Simokerto.


(60)

• Peraturan Bangunan.

Kota Surabaya Pusat dalam perencanaan penggunaan lahan merupakan kawasan terbangun, dilihat dari kondisi eksistingnya diwilayah ini penggunaan lahannya merupakan pola pusat lipat ganda seperti terdapat pada kawasan perdagangan dan jasa di sekitar jalan Joko Dolog. Dalam wilayah ini terdiri dari beberapa penggunaan lahan, yaitu untuk perumahan, ruang terbuka hijau, fasilitas perdagangan dan jasa, perkantoran, pendidikan, kesehatan. Peraturan bangunan pada lokasi sesuai dengan rujukan RDTRK kota Surabaya, antara lain :

1. KDB : 50 % dan > 50%

2. KLB : 100%

3. GSB untuk bangunan perumahan : + 5 m

4. GSB untuk bangunan perdagangan : + 10 m

5. Damija (m) : 25 meter

(Sumber :Tata Kota Surabaya, Mei 2003).

• Klasifikasi dan kondisi ruas jalan utama pada kawasan perencanaan (jalan Joko Dolog) yaitu antara lain sebagai berikut :

Kondisi / Jenis Perkerasan : baik dan beraspal.

Lebar Jalan (m) : 19,20 m.

Lebar Trotoar (m) : 2,75 + 0,50 m.

Lebar Saluran Tepi : 1,00 + 1,00 m.

(Sumber :Tata Kota Surabaya, Mei 2003).

• Data tapak yang ada pada kawasan perencanaan tepatnya di sekitar site Joko Dolog antara lain sebagai berikut :

1. Suhu harian : suhu minimum 27,2 º C dan suhu maksimum 28,8 º C

2. Kelembaban : 66 % - 85 %

3. Tekanan udara : 1007,5 Mbs – 1012,2 Mbs


(61)

• Kondisi Site.

Dalam suatu perencanaan dan perancangan sebuah bangunan khususnya ditujukan pada Pusat Sinematografi ini haruslah menganalisa dan melihat kondisi site yang akan digunakan sebagai site proyek tersebut, sehingga sebelum proses pembangunan nanti, bangunan yang akan dirancang dapat menyesuaikan dengan keadaan di sekitar site Joko Dolog. Kondisi site tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

Topografi :

Sebagai kawasan perencanaan merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian tanah bervariasi ( ketinggian maksimum + 5 meter dan ketinggian minimum + 4,3 meter dari titik I Tanjung Perak yang mempunyai ketinggian + 3, 6075 meter terhadap Air Rendah Purnama / ARP. ( Sumber : Tata Kota Surabaya, Mei 2003 ).

1. Hidrografi :

Kedalaman air tanah pada kawasan perencanaan adalah 2,0 sampai dengan 3,0m ( Sumber : Tata Kota Surabaya, Mei 2003 ).

2. Geologi tanah :

Menurut data kemampuan tanah dan jenis tanah dari peta data pokok Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya tahun 1992, kondisi tanah pada kawasan adalah :

Lereng : Mempunyai kemiringan 0 – 2 %

Kedalaman efektif tanah : Lebih dari 90 cm

Tekstur tanah : Halus

Drainase : Tidak pernah tergenang

Erosi : Tidak ada erosi

Faktor pembatas : Air tanah asin


(62)

Gambar 3.1. Site Area

Sumber : Tata Kota Surabaya, 2000 - 2005

(Lokasi proyek merupakan lahan kosong yang berada di jalan Joko Dolog) • Data Lokasi :

• Lokasi : Jl. Joko Dolog

• Kelurahan : Embong Kaliasin

• Kecamatan : Genteng

• Kotamadya : Surabaya

• Propinsi : Jawa Timur

• KDB maksimum : = 50% dan > 50%

• GSB maksimum : 300%

• GSB (m) : 6 meter - 10 meter

• Damija (m) : 25 meter


(63)

3. 3. 1. Aksesibilitas.

Aktifitas di ruas sepanjang jalan Joko Dolog ini dipengaruhi oleh 3 faktor, diantaranya sebagai berikut :

1. Kepadatan lalu lintas biasanya terjadi pada pagi hari dan sore hari pada jam-jam masuk dan pulang kerja, tetapi tidak sampai menyebabkan kemacetan.

2. Kepadatan dikarenakan dimensi jalan tidak sesuai lagi dengan jumlah kendaraan yang melewatinya, disamping itu juga disebabkan karena jalan Joko Dolog berhadapan dengan Taman Apsari yang merupakan simbol hiburan taman yang ada di Surabaya, taman tersebut masih banyak pedagang kaki lima yang menjajakan dagangannya terutama pada waktu akhir Minggu, karena taman tersebut padat aktifitasnya digunakan untuk tempat berinteraksi para remaja.

Selain itu arus pencapaian cukup mudah, dikarenakan adanya jalan yang lebar dan jarang terjadi kemacetan. Pencapaian dari dalam kota menuju lokasi site dapat dilalui dari beberapa alternatif jalur, antara lain :

- Alternatif jalur 1 :

Jl. Panglima Sudirman – Jl. Basuki Rahmat – Jl. Joko Dolog (dari arah Bambu Runcing), Jl. Urip Sumoharjo – Jl. Basuki Rahmat – Jl. Joko Dolog (dari arah BRI Tower).

- Alternatif jalur 2 :

Jl. Tunjungan – Jl. Pemuda – Jl. Taman Apsari (arah putar balik) – Jl. Joko Dolog.

3. 3. 2. Potensi Lingkungan / Site.

Potensi bangunan disekitar site tidak terlepas dari keadaan di sekitar site yaitu:

- Kawasan merupakan daerah perumahan yang mayoritas merupakan

masyarakat golongan menengah atas.

- Fasilitas lainnya yaitu kawasan ini merupakan daerah perkantoran,

perdagangan bahkan fasilitas hiburan umum yang berupa seperti bank swasta, show room, ruko, restoran siap saji, kampus, sekolah, dan Mall.


(64)

- Pada kawasan ini juga terdapat peninggalan cagar budaya sejarah ”Joko Dolog” yaitu tepatnya di belakang kawasan tersebut, tetapi sayangnya keberadaan fasilitas kebudayaan masih kurang optimal, fasilitasnya hanya sebatas Gapura dan pagar / tembok pembatas itupun juga digunakan PKL (pedagang kaki lima) untuk menjajakan panganannya.

Jl. Taman Apsari

Gambar 3.2. Lingkungan Sekitar Site Joko Dolog Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan 2011

U

SITE

Jalan raya yang menjadi aksesbilitas utama pada jalan Basuki Rahmat

Tunjungan Plaza dan Mcdonald Basuki

Rahmat

yang menjadi ikon pusat hiburan pada daerah

McDonal d

tersebut

Cagar budaya sejarah “Candi Joko Dolog”

Adanya perkantoran dan showroom mobil pada jalan


(65)

• Gambar berikut ini merupakan Gapura Arca Joko Dolog yang ada di belakang tepat site Basuki Rachmat tersebut . Gapura arca Joko Dolog ini merupakan bangunan pra-sejarah peninggalan nenek moyang, keadaan bangunan tersebut masih utuh dan menjadi cagar budaya yang juga dilindungi oleh Pemerintah, yang dimana di sekeliling bangunan pra-sejarah tersebut telah dipagari. Bangunan ini juga dapat memberikan potensi budaya pada perencanaan konsep bangunan Pusat Sinematografi tersebut.

Gambar 3. 3. Gapura Arca Joko Dolog Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan 2011

• Gambar berikut merupakan sikuen bangunan Tunjungan Plaza. Bangunan ini

merupakan Mall untuk kaum umum khususnya diperuntukkan bagi kalangan muda sampai tua. Bangunan Tunjungan Plaza merupakan contoh bangunan hiburan yang dapat memberikan potensi ”hiburan” besar pada daerah tersebut.

Gambar 3. 4. Tunjungan Plaza Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan 2011


(66)

• Gambar berikut ini merupakan sikuen bangunan Tunjungan Plaza dan McDonald. 2 bangunan ini merupakan ”duo ikon hiburan” bagi kalangan muda sampai tua. Mengingat daerah Basuki Rachmat merupakan daerah sentra bisnis dan hiburan. Dan Tunjungan Plaza tersebut juga dapat memberikan potensi lingkungan yang besar pada daerah sekitar site tersebut dan juga dapat memberikan potensi tema bentuk bangunan ”hiburan” yang dapat diadaptasi pada Pusat Sinematografi.

Gambar 3. 5. McDonald (restoran siap saji) Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan 2011

• Gambar berikut ini merupakan sikuen bangunan yang ada di sepanjang Basuki

Rachmat. Beberapa bangunan di sepanjang daerah tersebut mayoritas bangunan bisnis dan kantor penyewaan. Sikuen bangunan pada sepanjang daerah tersebut dapat memberikan potensi pada perencanaan tema dan konsep Pusat Sinematografi tersebut yang bersifat perkantoran dan hiburan

Gambar 3. 6. Show Room Toyota dan Perkantoran Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan 2011


(1)

Aplikasi bentuk yang mengambil dari bentuk segi empat kemudian diaplikasikan langsung menjadi sebagai bentuk dominan dari bangunan Pusat Sinematografi ini.

Gambar 6.1. Aplikasi Bentukan Bangunan

6. 2. Aplikasi Tampilan

Tipologi bangunan mengambil dari bentuk icon proyektor film yang kemudian mengambil nilai bentuk tersebut, seperti bundar, persegi panjang, dan batang. Dari ketiga bentuk tersebut diaplikasikan menjadi fasad bangunan Pusat Sinematografi.


(2)

6. 3. Aplikasi Sirkulasi dan Orientasi Bangunan.

Sirkulasi dalam site menggunakan pola sirkulasi linier, dengan pengelompokkan pengguna kendaraan bermotor dan servis. Penggunaan pola sirkulasi ini agar dapat memudahkan dan memperjelas arah yang akan dituju bagi pengunjung karena hanya menggunakan satu entrance. Tujuan sirkulasi dalam site ditata menggunakan pola linier ini juga ditujukan agar pengguna jalan dapat dengan mudah bersirkulasi di dalamnya dan dapat berinteraksi dengan aktifitas yang ada di dalam eksisting sekitar site maupun di dalam bangunan. Area sirkulasi in dan out pada motor dan mobil pengunjung memiliki satu arah yang sama, ini ditujukan agar pengunjung tidak merasa bingung.

Gambar 6.3. Bentukan Bangunan dan Site terhadap Bangunan

Bangunan Pusat Sinematografi ini berorientasi pada 2 arah mata angin yaitu Barat dan Timur. Pertama ke arah Barat yang berorientasi pada jalan Basuki Rachmat dan yang kedua, berorientasi ke arah Timur yaitu pada jalan Taman Apsari. Karena dari 2 sisi inilah yang memberikan peluang pada tampilan fasade bangunan untuk mengorientasikannya pada eksisting sekitar site.

Gambar 6.4. Bentukan Bangunan dan Site terhadap Bangunan


(3)

6. 4. Aplikasi Ruang Luar

Dalam penyelesaian ruang luar pada Pusat Sinematografi di Surabaya ini antara lain :

1. Memberikan pola bentuk tatanan taman dimaksudkan untuk memperkuat kesan sirkulasi dan sebagai penanda arah sirkulasi. Selain itu juga mampu menunjang keberadaan sikuen – sikuen lansekap.

Gambar 6.5. Aplikasi Sikuen Site Pusat Sinematografi

2. Permainan elevasi lantai diterapkan pada beberapa poin, perbedaan elevasi ini diterapkan kedalam bentuk tangga. Hal ini untuk mengarahkan pengunjung dan menghindari kesan jenuh, dan memberi kesan kejutan saat ingin memasuki gedung Sinematografi ini.

Gambar 6.6. Aplikasi Sikuen Site Pusat Sinematografi


(4)

3. Penggunaan detail arsitektur pada material membentuk sikuen – sikuen penunjuk arah sirkulasi dalam site.

Gambar 6.7. Aplikasi Sikuen Site Pusat Sinematografi

6. 5. Aplikasi Ruang Dalam Bangunan (Interior)

Pada pengaplikasian ruang dalam ini banyak mengaplikasi teori studio dari studi kasus yang telah ada. Pada interior bioskop konsep bentukan, tata letak, jumlah seat penonton dan bentuk susunan tempat duduk juga diaplikasikan sama dengan Bioskop 21 Tunjungan Plaza.

Gambar 6.9. Aplikasi Interior Bioskop Pusat Sinematografi

Gambar 6.8. Bioskop 21 Tunjungan Plaza


(5)

Interior bioskop juga didukung dengan teknologi material akustik artificial untuk mendapatkan sound dan lighting yang optimal. Pengaplikasian studio untuk syuting film juga mengaplikasi dari studi kasus Usmar Ismail. Dapat terlihat pada gambar berikut ini :

Gambar 6. 10. Suasana Interior Ruang Syuting Usmar Ismail

Gambar 6. 11. Aplikasi Interior Ruang Syuting Pusat Sinematografi

Interior pada ruang syuting juga didukung dengan teknologi material akustik artificial untuk mendapatkan sound dan lighting yang optimal ditabah dengan scafolding untuk membantu kamera dalam mengambil gambar dari sudut paling atas. Untuk pengaplikasian lobby dibuat adanya patio (taman dalam), agar suasana di luar ruangan dapat dimasukkan ke dalam ruangan. Dapat terlihat pada gambar berikut ini :

Gambar 6.12. Aplikasi Interior Lobby Pusat Sinematografi


(6)

DAFTAR PUSTAKA

A, Idrus H . 1996. Kamus Umum Baku Bahasa Indonesia. Bintang Usaha Jaya. Surabaya. Chiara, Joseph De and Jhon C. Time Sarver Standart for Building Type.

Frick, Heinz. 1999. Ilmu Bahan Bangunan, Konsius, Yogyakarta

Panero, Julius & Zelnik, Martin. 2003. Dimensi Manusia & Ruang Interior. Erlangga. Jakarta

Neufert, Ernest. 1996. Data Arsitek Jilid 1. Penerbit Erlangga. Jakarta. Neufert, Ernest. 2002. Data Arsitek Jilid 2. Penerbit Erlangga. Jakarta. Poewardaminta, WJS. Kamus Umum Baku Bahasa Indonesia.

Penyusunan Rencana Teknik Ruang Kota. UD. Basuki Rachmat. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surabaya. Bapekko Surabaya Tutt, Paricia and David Adler. New Matric Hand Book. London. Geoffrey Broadbent dalam buku ”Design in Architecture” Film Format, http://en.wikipedia.org/wiki/Film_format

References

1.The History of Kodak Roll Films. Retrieved on 2007-06-17. 2.”webmaster@stieken.ac.id”

3 .wordpress_pphui.co.id 4. wordpress_fftv.net.id 5. Eagle Awards.co.id). 6. Wikipedia.film_net.id one stop movie_net.id

”webmaster@stieken.ac.id””webmaster@stieken.ac.id”