Kelakuan Tanah Dengan sifat Kembang Susut Yang Tinggi Pada Stabilisasi Tanah dengan Bahan Serbuk Marmer.

(1)

LAPORAN

HIBAH PENELITIAN

KETEKNIKSIPILAN

KELAKUAN

TANAH DENGAN SIFAT

KEMBANG-SUSUT YANG

TINGGI

PADA

STABILISASI TANAH DENGAN BAHAN

SERBUKMARMER

Nama

Peneliti

:

Ir.

I

Gusti Ngurah Wardana,

MT.

I

Nyoman

Ari

Budiman,

ST,

MT.

Ir.

Tjotc

Gde Suwarsa

Putra,

MT'

Jurusan Teknik SiPil Fakultas

Teknik

Universitas UdaYana

2015

DibiaYai

dari

:

Dana DIPA BLU Universitasudayana Tahun Anggaran 2015

'Duog",

Suiat

perjanjian Kontrak

: Nomor 2623.2 NN14. 1.3 1/PN/SPK/2015


(2)

DAFTAR ISI

LEMBAR

PENGESAHAI[...

...i

KATA

PBNGANTAR...

...ii

ABSTRAK

...

iii

DAFTAR

ISI...

... iv

DAFTAR

GAMBAR

... vi

DAFTAR

TABEL

...vii

BAB

I PBNDAHULUAN...

... 1

1.1 Latar

Belakang...

... I

1.2 Rumusan

Masalah

..-.-.2

1.3

Tujuan

Penelitian

...2

1.4 Manfaat

Penelitian

...2

1.3 Batasan

Masalah....

...3

BAB

II

TINJAUAN

PUSTAKA

...4

2.1

Pengertian

Tanah...

...4

2.2

Klasifikasi

Tanah

...4

2.3

Lempung Sebagai Tanah

Kohesif....

...g 2.3.1. Struktur Tanah

Kohesif...

... g 2.3.2. Struktur Mineral

Lempung..

...9

2.4.

Konstruksi Jalan Raya Secara

Umum...

... l

l

2.4.1. Tanah Dasar

(Subgrade)

. ... I 1 2.5.. Sifat Fisik dan Mekanik Tanah

Lempung..

... 13

2.5.1. Sifat Fisik Tanah

Lempung.

...13

2.5.1.1. Ukuran Butiran

Tanah...

... 13

2.5.1.2. Batas-batas

Atterberg..

... 13

2.5.1.3. Berat Jenis Tanah (Spesific Gravity,

Gs)...

... t6 2.5.1.4. Sifat Kembang Susut

Tanah...

...17

2.5.2. Sifat Mekanis Tanah

Lempung

... lg 2.5.2.1. Pemadatan Tanah (Compaction

Test)

... lg 2.5.2.2. Californian Bearing

Ratio

...25

2.5.2-3. Kuat Tekan Bebas [(Unconfined compression Test (ucr)]...2g

2.6.

Stabilisasi Tanah

Dasar...

...30

2.6.1. Prinsip-prinsip Dasar Stabilisasi

Tanah

...30

2.6.2. Metode Stabilisai

Tanah...

...31

2.7

Stabilisasi Tanah dengan Serbuk

Marmer...

...32

BAB

III

METODE

PENELITIAIY...

...35

3.1

Umum...

...35

3.2

Tahapan

Penelitian.

...35

3.2.1.Studi

Literatur

36

'

3.2.2. Observasi

Lapangan...

...36

3.2.3. Waktu Penelitian di

Laboratorium...

...36

3.2.4. Waktu Penyusunan

Laporan

...36


(3)

3.3.1. Pemilihan

Lokasi...

...37

3.3.2. Pengambilan

Sampel.

...37

3.3.2.1. Sampel Tanah Asli (Undisturbed

Sample)....

...37

3.3.2.2. Sampel Tanah Tidak Asli (Disturbed

Sample)

...38

3.4.

Penelitian

Laboratorium

...38

3.4.1. Persiapan

Bahan/Material...

...38

3.4.2. Pembuatan Benda

Uji...

...38

3.4.3. Cara Pelaksanaan di

Laboratorium...

...39

3.4.3.1 Penelitian Sifat Fisis

Tanah...

...39

3.4.3.2. Penelitian Sifat Mekanik

Tanah....

...47

3.5.

Diagram Kerangka Tahapan

Penelitian

... 53

3.6.

Diagram Kerangka Analisa

Peneltian

... 54

BAB

IV

HASIL DAN

PEMBAHASAI{

...53

4.1

Sifat Fisik dan Mekanis

Tanah...

...53

4.1.1. Sifat Fisik

Tanah

... 53

4.1.1.1. Kadar Air Tanah

Asli

...

...53

4.1.1.2. Berat Volume Tanah

Basah

... 54

4.1.1.3. Pengaruh Penambahan Serbuk Marmer Terhadap Berat Jenis Spesifik

(Gs)...

... 55

4.1.1.4. Pengaruh Penambahan Serbuk Marmer Terhadap Nilai-nilai Konsistensi Aterberg Tanah

Pejaten

.... 56

4.1.1.5. Gradasi Butiran

Tanah

...58

4.1.1.6. Sistim Klasifikasi

Tanah

...58

4.2

Sifat Mekanis

Tanah

...60

4.2.1. Pemadatan

Standar...

...!...r...60

4.2.2. Pengaruh Penambahan Serbuk Marmer terhadap Nilai CBR Laboratorium ,CBR Design dan Nilai Kuat Tekan

Bebas

... 61

4.2.2.1. CBR

Laboratorium....

...61

4.2.2.3. Tes Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test,UCT).,.63 BAB

V

KESIMPULAN DAN

SARAN....

...65

5.1. Kesimpulan

...

... 65

5.2.

Saran

...66

DAFTAR

PUSTAKA

...67 LAMPIRAN


(4)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kapur telah dikenal sebagai salah satu bahan stabilisasi tanah yang baik, terutama bagi stabilisasi tanah lempung yang memiliki sifat kembang-susut yang besar. Tanah-tanah seperti ini, yang lebih dikenal dengan “tanah mengembang”, umumnya mengandung kadar lempung montmorillonite yang cukup tinggi, akan tetapi sifat kembang-susut tersebut akan banyak berkurang, bahkan dapat dihilangkan, bila tanah tersebut dicampur dengan kapur (Ingles dan Metealf, 1972). Adanya unsur cation Ca2+ pada kapur dapat memberikan ikatan antar

partikel yang lebih besar yang melawan sifat mengembang dari tanah (Mochtar 1994). Setelah itu mulai jarang dilakukan orang stabilisasi dengan kapur ini karena antara lain biayanya makin lama makin kurang ekonomis. Hal ini karena untuk tanah-tanah mengembang telah dikenalkan sejak tahun 1980-an cara-cara perbaikan lain yang ternyata lebih baik hasilnya dari pada stabilisasi dengan kapur, yaitu antara lain dengan penggunaan bahan geotextile. Selain itu stabilisasi tanah dengan kapur telah menjadi relaif mahal bagi stabilisasi tanah mengembang (Oriental Consultant, 1992).

Sebetulnya ada alternative lain yang mempunyai prospek besar sebagai bahan stabilisasi untuk tanah mengembang , yakni serbuk marmer. Serbuk marmer di Jawa Timur banyak didapat sebagai hasil buangan (limbah) dari pabrik pengolahan/pemotongan marmer. Saat ini limbah serbuk marmer dijual dipasaran dengan sangat murah bila dibandingkan harga kapur. Jadi besar kemungkinan bahwa stabilisasi tanah dengan serbuk marmer akan menjadi salah satu alternative yang termurah. Apalagi didukung dengan keberadaan sedikitnya 3 (tiga) pabrik pengolahan marmer yang besar di Jawa Timur dan banyaknya pusat-pusat kerajinan marmer rumah tangga/desa di daerah Tulungagung. Jadi pasokan serbuk marmer relative cukup banyak dari limbah tempat-tempat pengolahan tersebut.

Pada dasarnya marmer mempunyai unsur dominan yang sama dengan kapur. Batuan marmer asalnya juga adalah batuan kapur yang kemudian mengalami proses metamorfosa batuan. Akan tetapi sampai sekarang belum pernah dilakukan penelitian tentang seberapa jauh kebaikan-kekurangan serbuk


(5)

2

marmer sebagai bahan stabilisasi tanah. Biarpun unsurnya sama, bangun kristal marmer tidak sama dengan batu kapur biasa. Selain itu, setelah mengalami proses metamorfosa batuan selama berpuluh-puluh tahun, tentunya ada beberapa perubahan sifat dari batuan marmer dibanding dengan batuan kapur. Jadi mungkin sifat reaktif marmer terhadap tanah lempung juga berbeda. Terutama tentang sifatnya terhadap tanah-tanah yang mengembang, masih diperlukan studi untuk mengetahui tingkat kegunaan serbuk marmer ini dalam stabilisasi tanah.

Bertitik tolak dari permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka pada penelitian ini dicoba stabilisasi tanah lempung dengan menggunakan bahan serbuk marmer dengan prosentase bervariasi : O%, 3%, 6%, 9%, 12%, 15%, pada daerah yang banyak mengalami masalah pada bangunannya karena tanahnya memiliki sifat kembang-susut yang sangat besar, dengan harapan penggunaan bahan marmer sebagai bahan stabilisasi dapat meningkatkan daya dukung tanah, serta memenuhi syarat sebagai tanah lapis dasar (sub grade) pada konstruksi jalan

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah yang akan dibahas sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaruh penambahan serbuk marmer dengan prosentase bervariasi : O%, 3%, 6%, 9%, 12%, 15%, terhadap nilai-nilai karakteristik tanah ekspansif?

2. Bagaimanakah pengaruh penambahan serbuk marmer dengan prosentase bervariasi terhadap daya dukung tanah (CBR), daya pengembangan (swelling potential).

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh penambahan serbuk marmer dengan prosentase bervariasi : O%, 3%, 6%, 9%, 12%, 15%, terhadap nilai-nilai karakteristik tanah ekspansif?

2. Mengetahui pengaruh penambahan serbuk marmer dengan prosentase bervariasi terhadap daya dukung tanah (CBR), daya pengembangan (swelling potential),


(6)

3

1.4. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang karakteristik tanah lempung ekspansif menyangkut tentang kembang susut dan sifat fisiknya, serta mengetahui alternatif untuk memperbaiki tanah ekspansif tersebut demi meningkatkan daya dukung tanah dasarnya.

1.5. BatasanMasalah

Dalam penelitian ini ruang lingkup dibatasi mengingat keterbatasan waktu dan tenaga yang ada. Adapun batasan masalah sebagai berikut :

1. Sampel tanah diambil di sekitar Jalan Raya Pejaten.

2. Serbuk marmer diambil dari pabrik pengolahan/pemotongan marmer.di daerah Tulungagung

3. Dalam penelitian ini, digunakan variasi penambahan serbuk marmer sebesar 0%, 3%, 6%, 9%, 12% ,15% terhadap tanah ekspansif.

4. Dalam penelitian ini tidak dibahas mengenai reaksi kimia.

5. Parameter penyelidikan tanah yang ditinjau yaitu karakteristik, kekuatan, daya pengembangan (swelling potential) yang dicampur dengan campuran serbuk marmer dengan variasi kadar yang berbeda-beda .


(7)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Tanah

Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut. Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada berbagai macam pekerjaan teknik sipil, di samping itu tanah berfungsi juga sebagai pendukung pondasi dari bangunan (Das, 1988).

Sifat dan karakteristik tanah sangat tergantung pada keadaan topografi dan geologi yang membentuk tanah tersebut.Sifat-sifat fisik banyak tergantung pada faktor ukuran, bentuk dan komposisi kimia butiran. Istilah tanah dalam bidang mekanika tanah dimaksudkan sebagai campuran dari partikel yang terdiri dari salah satu atau berbagai jenis partikel berikut, yang tergantung dari ukuran partikel yang dominan seperti:

a. Berangkal (boolders)

Potongan batuan yang besar biasanya diambil lebih dari 250 sampai 300 mm. Untuk ukuran 150 sampai 250 mm fragmen batuan ini disebut krokol

(cobbles) atau pebbles

b. Kerikil (gravel)

Partikel batuan yang berukuran 5mm sampai 150 mm c. Pasir (sand)

Partikel batuan yang berukuran 0,075 mm sampai 5 mm, berkisar dari kasar (5 sampai 3 mm) sampai halus (< l mm)

d. Lanau (silt)

Partikel batuan berukuran 0,002 sampai 0,074 mm e. Lempung (clay)

Partikel mineral yang berukuran lebih kecil 0,002 mm. Partikel-partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi bagi tanah kohesif.


(8)

5

Partikel mineral yang diam dan berukuran lebih kecil dari 0,001 mm.Apabila suatu ukuran partikel mendominasi suatu tanah, maka tanahtersebut akan diberi nama sesuai dengan partikel tersebut. Misalnya pasir, kerikil, kerikil kepasiran, lempung dan sebagainya. Suatu pengecualian terdapatpada lempung dan lanau, yang deposit lanau dominan dengan kandungan-kandungan lempung lebih dan 10 sampai 25 akan disebut lempung (Bowles, 1997)

2.2 Lempung dan Mineral Penyusunnya

Mineral lempung merupakan senyawa aluminium silikat yang kompleks. Mineral ini terdiri dari dua lempung kristal pembentuk kristal dasar, yaitu silica tetrahedra dan aluminium oktahedra (Das, 1988).

Das (1988) menerangkan bahwa tanah lempung sebagian besar terdiri dari partikel mikroskopis dan sub-mikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas bila hanya dengan mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan pipih dan merupakan partikel-partikel dari mika, mineral-mineral lempung (clay mineral), dan mineral-mineral yang sangat halus lain. Tanah lempung sangat keras dalam kondisi kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang. Namun pada kadar air yang lebih tinggi lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak. Kohesif menunjukan kenyataan bahwa partikel-pertikel itu melekat satu sama lainnya sedangkan plastisitas merupakan sifat yang memungkinkan bentuk bahan itu dirubah-rubah tanpa perubahan isi atau tanpa kembali ke bentuk aslinya dan tanpa terjadi retakan-retakan atau terpecah-pecah.

Dalam terminologi ilmiah, lempung adalah mineral asli yang mempunyai sifat plastis saat basah, dengan ukuran butir yang sangat halus dan mempunyai komposisi berupa hydrous aluminium dan magnesium silikat dalam jumlah yang

besar. Batas atas ukuran butir untuk lempung umumnya adalah kurang dari 2 μm (1μm = 0,000001m), meskipun ada klasifikasi yang menyatakan bahwa batas atas

lempung adalah 0,005 m

Menurut Das (1988), satuan struktur dasar dari mineral lempung terdiri dari silika tetrahedron dan aluminium oktahedron. Satuan-satuan dasar tersebut bersatu membentuk struktur lembaran (Das, 1988) seperti yang digambarkan pada


(9)

6

Gambar 2.1 sampai dengan Gambar 2.4 berikut ini. Jenis-jenis mineral lempung tergantung dari komposisi susunan satuan struktur dasar atau tumpuan lembaran serta macam ikatan antara masing-masing lembaran

Gambar 2.1 Single silica tetrahedral

Gambar 2.2 Isometric silica sheet

Gambar 2.3 Single alluminium oktahedron


(10)

7

Umumnya partikel-partikel lempung mempunyai muatan negatif pada permukaannya. Hal ini disebabkan oleh adanya substitusi isomorf dan oleh karena pecahnya keping partikel pada tepi-tepinya. Muatan negatif yang lebih besar dapat dijumpai pada partikel-partikel yang mempunyai spesifik yang lebih besar. Jika ditinjau dari mineraloginya, lempung terdiri dari berbagai mineral penyusun, antara lain mineral lempung (kaolinite, montmorillonite dan illite group) dan mineral-mineral lain yang mempunyai ukuran sesuai dengan batasan yang ada

(mika group, serpentinite group).

2.2.1Kaolinite

Kaolinite merupakan hasil pelapukan sulfat atau air yang mengandung karbonat pada temperatur sedang.Warna kaolinite murni umumnya putih, putih kelabu, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan. Kaolinite disebut sebagai mineral lempung satu banding satu (1:1). Bagian dasar dari struktur ini adalah lembaran tunggal silika tetrahedral yang digabung dengan satu lembaran alumina oktahedran (gibbsite) membentuk satu unit dasar dengan tebal kira-kira 7,2 Å (1 Å=10-10 m) seperti yang terlihat pada Gambar 2.5, hubungan antar unit dasar ditentukan oleh ikatan hidrogen dan gaya bervalensi sekunder. Mineral kaolinite

berwujud seperti lempengan – lempengan tipis, masing-masing dengan diameter 1000 Å sampai 20000 Å dan ketebalan dari 100 Å sampai 1000 Å dengan luasan spesifik per unit massa ± 15 m2/gr.


(11)

8

2.2.2Montmorillonite

Montmorillonite disebut juga mineral dua banding satu (2:1) karena satuan susunan kristalnya terbentuk dari susunan dua lempeng silika tetrahedral mengapit satu lempeng alumina oktahedral ditengahnya. Struktur kisinya tersusun atas satu lempeng Al2O3 diantara dua lempeng SiO2. Karena struktur inilah

Montmorillonite dapat mengembang dan mengkerut menurut sumbu C dan mempunyai daya adsorbsi air dan kation lebih tinggi.

Tebal satuan unit adalah 9,6 Å (0,96 μm), seperti ditunjukkan Gambar 2.6 di

bawah ini yang dikutip Das (1988). Hubungan antara satuan unit diikat oleh ikatan gaya Van der Walls, di antara ujung-ujung atas dari lembaran silika itu sangat lemah, maka lapisan air (n.H2O) dengan kation yang dapat bertukar dengan mudah menyusup dan memperlemah ikatan antar satuan susunan kristal mengakibatkan antar lapisan terpisah. Ukuran unit massa sangat besar, dapat menyerap air dengan sangat kuat, mudah mengalami proses pengembangan.

Gambar 2.6. Struktur montmorillonite

2.2.3Illite

Mineral illite mempunyai hubungan dengan mika biasa, sehingga dinamakan pula hidrat-mika.Illite memiliki formasi struktur satuan kristal, tebal dan komposisi yanghampir sama dengan montmorillonite. Perbedaannya ada pada :

a. Pengikatan antar unit kristal terdapat pada kalium (K) yang berfungsi sebagai penyeimbang muatan, sekaligus sebagai pengikat.


(12)

9

b. Terdapat ± 20% pergantian silikon (Si) oleh aluminium (Al) pada lempeng tetrahedral.

c. Struktur mineralnya tidak mengembang sebagaimana montmorillonite

Gambar satuan unit illite seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7 berikut ini:

Gambar 2.7. Struktur illite

Substitusi dari kation–kation yang berbeda pada lembaran oktahedral akan mengakibatkan mineral lempung yang berbeda pula. Apabila ion-ion yang disubstitusikan mempunyai ukuran yang sama disebut ishomorphous. Bila sebuah anion dari lembaran oktahedral adalah hydroxil dan dua per tiga posisi kation diisi oleh aluminium maka mineral tersebut disebut gibbsite dan bila magnesium disubstitusikan kedalam lembaran aluminium dan mengisi seluruh posisi kation, maka mineral tersebut disebut brucite.

2.3 Lapisan Tanah Dasar (Subgrade)

Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkan ke lapisan dibawahnya (Sukirman, 1995).


(13)

10

Gambar 2.8. Susunan lapisan konstruksi perkerasan lentur

Dalam Sukirman (1995) dijelaskan bahwa lapisan tanah setebal 50-100 cm diatas mana akan diletakkan lapisan pondasi bawah dinamakan lapisan tanah dasar. Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah aslinya baik, tanah yang didatangkan dari tempat lain dan dipadatkan atau tanah yang distabilisasi dengan kapur atau bahan lainnya. Pemadatan yang baik diperoleh jika dilakukan pada kadar air optimum dan diusahakan kadar air tersebut konstan selama umur rencana. Hal ini dapat dicapai dengan perlengkapan drainase yang memenuhi syarat.

Sebelum diletakkan lapisan-lapisan lainnya, tanah dasar dipadatkan terlebih dahulu sehingga tercapai kestabilan yang tinggi terhadap perubahan volume. Ketentuan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat ditentukan oleh sifat-sifat daya dukung tanah dasar. Masalah-masalah yang sering ditemui menyangkut tanah dasar adalah:

- Perubahan bentuk tetap dari jenis tanah tertentu akibat beban lalu lintas. - Sifat mengembang dan menyusut tertentu akibat perubahan kadar air.

- Daya dukung tanah dasar yang tidak merata pada daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda.


(14)

11

- Perbedaan penurunan (differential settlement) akibat terdapatnya lapisan-lapisan tanah lunak di bawah tanah dasar akan mengakibatkan perubahan bentuk tetap.

- Kondisi geologist dari lokasi jalan perlu dipelajari dengan teliti, jika ada kemungkinan lokasi jalan berada pada daerah patahan, dll.

2.4 Tanah Ekspansif

Tanah ekspansif (expansive soil) adalah tanah lempung yang lunak dan mudah tertekan sehingga sering menjadi masalah dalam pelaksanaan konstruksi. Selain itu, tanah ini mempunyai sifat-sifat yang kurang baik, seperti plastisitas yang tinggi sehingga sulit dipadatkan, dan permeabilitas rendah sehingga air susah keluar dari tanah. Sifat–sifat tersebut menyebabkan tanah ekspansif memiliki kembang susut yang besar.

Proses pengembangan (swelling) terjadi karena kandungan air yang tinggi, sehingga tanah yang jenuh air ini akan mengembang dan tegangan efektif tanah akan mengecil seiring dengan peningkatan tegangan air pori. Begitu juga sebaliknya saat terjadi proses susut (shringkage) pada tanah. Tanah yang kehilangan air secara tiba-tiba akan mengalami penyusutan volume pori akibat kehilangan air. Hal ini akan menyebabkan tanah mengalami kembang susut yang besar. Untuk memperbaiki sifat tanah ekspansif tersebut, tanah ekspansif umumnya distabilisasi dengan bahan-bahan yang sesuai dengan sifat tanah lempung sehingga menjadi lebih baik dan memenuhi syarat sebagai bahan konstruksi.

Tanah lempung sebagian besar terdiri atas partikel mikroskopis yang berbentuk lempengan–lempengan pipih dan merupakan partikel–partikel dari mika, dan mineral–mineral tanah berbutir halus atau butir–butir koloid dengan ukuran butiran partikel tanah <0,002 mm. Namun dalam beberapa kasus partikel berukuran antara 0,002 sampai 0,005 mm juga masih digolongkan sebagai partikel lempung.

Karakteristik tanah ekspansif dipengaruhi oleh dua hal, yaitu faktor mikroskopik dan faktor makroskopik. Yang dimaksud faktor mikroskopik adalah faktor–faktor dalam tanah yang menyebabkan tanah ekspansif mengalami


(15)

12

kembang susut, antara lain: mineralogi tanahnya, perilaku air dan jumlah

exchangeable cation serta besarnya specific surface dari partikel tanah. Sedangkan yang dimaksud faktor makroskopik adalah properti tanah secara fisik, antara lain indeks plastisitas dan berat volume tanah.

Faktor-faktor makroskopik tanah ekspansif dipengaruhi oleh perilaku mikroskopiknya. Yang terjadi pada skala mikro akan mempengaruhi skala makro tanah ekspansif. Faktor makroskopik tanah ekspansif adalah faktor yang menunjukkan perilaku kembang susut tanah. Batas Atterberg merupakan salah satu parameter yang termasuk karakteristik makroskopis tanah yang dapat digunakan sebagai indikator untuk mengetahui potensi kembang susut tanah.

Dilihat dan skala makronya, karakteristik tanah ekspansif yang berpotensi besar untuk mengalami kembang susut, secara umum mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Mempunyai harga batas cair dan indek plastisitas yang tinggi. b. Mempunyai harga swelling indeks yang besar.

c. Mempunyai kandungan organik.

2.5 Identifikasi Tanah Ekspansif

Cara-cara yang biasa digunakan untuk mengidentifikasi tanah ekspansif ada tiga cara, yaitu :

2.5.1Identifikasi Mineralogi

Analisa mineralogi sangat berguna untuk mengidentifikasi potensi kembang susut suatu tanah lempung. Identifikasi dilakukan dengan cara :

a. Difraksi sinar X (X-Ray Diffraction) b. Penyerapan terbilas (Dye Absorbsion)

c. Penurunan panas (Differensial Thermal Analysis) d. Analisa kimia (Chemical Analysis)


(16)

13

2.5.2Cara Tidak Langsung

Hasil uji sejumlah indeks dasar tanah dapat digunakan untuk evaluasi berpotensi ekspansif atau tidak pada suatu contoh tanah. Uji indeks dasar adalah sebagai berikut :

a. Batas–batas Atterberg

b. Kembang Susut Tanah (Swelling)

c. Aktivitas Tanah

2.5.3Cara Langsung

Metode pengukuran terbaik adalah dengan pengukuran langsung, yaitu suatu cara untuk menentukan potensi pengembangan dan tekanan pengembangan dari tanah ekspansif dengan menggunakan Oedometer Terzaghi. Contoh tanah yang berbentuk silinder tipis diletakkan dalam konsolidometer yang dilapisi dengan lapisan pori pada sisi atas dan bawahnya yang selanjutnya diberi beban sesuai dengan yang diinginkan. Besarnya pengembangan contoh tanah dibaca beberapa saat setelah tanah dibasahi dengan air. Besarnya pengembangan adalah pengembangan tanah dibagi dengan tebal awal contoh tanah.

Adapun cara pengukuran tekanan pengembangan ada dua cara yang umum digunakan. Cara pertama yaitu pengukuran dengan beban tetap sehingga mencapai persentase mengembang tertinggi, kemudian contoh tanah diberi tekanan untuk kembali ke tebal semula. Cara kedua yaitu contoh tanah direndam dalam air dengan mempertahankan volume atau mencegah terjadinya pengembangan dengan cara menambah beban diatasnya setiap saat. Metode ini sering juga disebut constan volume method.

2.6 Sifat Fisik Tanah Ekspansif

Tanah dalam keadaan asli mempunyai sifat-sifat yaitu sifat dasar dari tanah yang berguna untuk mengetahui jenis tanah.Sifat fisik tanah berhubungan dengan tampilan dan ciri umum tanah. Sifat fisik tanah lempung dapat diketahui dengan melihat beberapa keadaan antara lain sebagai berikut:


(17)

14

2.6.1Ukuran Butiran

Tanah memiliki ukuran partikel yang berbeda tergantung jenis tanah tersebut.Tanah lempung merupakan jenis tanah dengan ukuran butir lebih kecil dari 2 mikron.Ukuran butir dapat ditentukan dengan menyaring sejumlah tanah melalui seperangkat saringan yang disusun dengan lubang yang paling besar berada paling atas dan makin bawah semakin kecil. Menurut departemen pertanian Amerika Serikat (USDA) dalam Das (1988) tanah dapat diklasifikasikan berdasarkan teksturnya

2.6.2Kadar Air Tanah (Water Content)

Kadar air (w) yang juga disebut sebagai water content didefinisikan sebagai perbandingan antara berat air dan berat butiran padat dari volume tanah yang diselidiki. Kadar air dihitung sebagai berikut:

w = x 100% (2.1)

dengan :

w = Kadar air Ww = Berat air

Ws = Berat tanah kering

2.6.3Berat Jenis Tanah (Specific of Gravity)

Berat jenis (Gs) adalah perbandingan antar berat butir tanah dengan beratair suling dengan volume sama pada suhu tertentu. Berat butir tanah adalah perbandingan antara berat butir dan isi butir.Sedangkan berat isi air adalah perbandingan antara berat air dengan isi air. Untuk isi air sama dengan isi butir tanah maka berat jenis tanah adalah perbandingan antara berat butir tanah denganair destilasi pada temperatur tertentu.

Besarnya berat jenis tanah didapat dengan rumus :

Gs = = = (2.2) dengan :


(18)

15

γs = Berat volume butiran W2= Berat piknometer + tanah

γw = Berat volume air W3= Beratpiknometer+tanah+air

Vw = Volume air W4= Berat piknometer + air

Ws = Berat butiran tanah

Menurut Bowles (1997), nilai berat jenis tanah dapat dikelompokkan seperti pada Tabel 2.1 berikut ini :

Tabel 2.1 Macam-macam tanah berdasarkan berat jenisnya

Macam Tanah Berat Jenis (Gs)

Kerikil

Pasir 2,65 – 2,68 Lanau anorganik 2,62 – 2,68 Lempung organic 2,58 – 2,65 Lempung anorganik 2,68 – 2,75

Humus 1,37

Gambut 1,25 – 1,8

2.6.4Angka Pori (Void Ratio)

Angka pori (e) didefinisikan sebagai perbandingan antara besarnya volume ruang kosong dan volume butir padat. Semakin besar nilai angka pori maka daya dukung tanah semakin kecil. Angka pori dihitung dengan rumus:

(2.3) dengan :

e = Angka pori Vv = Volume pori

Vs = Volume butir padat

Perhitungan angka pori juga dapat dilakukan dengan persamaan berikut :

(2.4) dengan :

e = Angka pori


(19)

16 Ht = Tinggi efektif sampel (cm)

Tinggi efektif sampel (Ht) didapat dengan rumus :

(2.5)

2.6.5Porositas (Porocity)

Porositas (np) didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume

ruang kosong dengan volume massa tanah. Porositas merupakan ukuran bagi kerapatan tanah dan banyak gunanya untuk perhitungan-perhitungan pada rembesan. Porositas dinyatakan dalam Persamaan 2.6 dan Persamaan 2.7 yaitu :

x 100% (2.6) atau

(2.7) dengan :

np = Porositas Vv = Volume pori

V = Volume massa tanah e = Angka pori

2.6.6Derajat Kejenuhan (Degree of Saturation)

Derajat kejenuhan (S) dan massa tanah didefinisikan sebagai perbandingan antara volume air dengan volume pori. Umunya derajat kejenuhan ini dinyatakan dalam persen atau desimal. Derajat kejenuhan berkisar (0% – 100%) atau (0 – 1). Berbagai macam klasifikasi tanah berdasarkan derajat kejenuhannya (Hardiyatmo, 1992) dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Klasifikasi tanah berdarkan derajat kejenuhan

Keadaan Tanah Derajat Kejenuhan (S)

Tanah kering 0 Tanah agak lembab >0-0,25 Tanah lembab 0,26-0,50 Tanah sangat lembab 0,51-0,75 Tanah basah 0,76-0,99 Tanah Jenuh 1


(20)

17

Batas-batas antara masing-masing wujud tanah tersebut disebut Batas Atterberg, yang terdiri atas batas cair (LL), batas plastis (PL), dan batas susut (SL) menurut Das (1988), dapat dilihat pada Gambar 2.9

Basah Makin kering Kering Keadaan cair

(liquid)

Keadaan plastis (plastic)

Keadaan semi beku

(semi solid)

Keadaan beku

(solid)

Batas cair Batas Batas pengerutan (liquid limit) (plastic limit) (shrinkage limit)

Gambar 2.6 Batas–batas konsistensi tanah

Pengukuran batas-batas ini dilakukan secara rutin untuk sebagian besar penyelidikan yang meliputi tanah berbutir halus (Bowles, 1997). Dua angka yang paling penting adalah batas cair dan batas plastis yang disebut batas-batas Atterberg. Penentuan batas-batas Atterberg ini dilakukan hanya pada bagian tanah yang melalui saringan no.40 (Wesley, 1977). Beberapa percobaan untuk menentukan batas-batas Atterberg adalah:

1. Batas Cair (Liquid Limit)

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan kadar air suatu tanah pada keadaan batas cair. Batas cair (LL) adalah kadar air batas dimana suatu tanah berubah dan keadaan cair menjadi keadaan plastis.

Pendekatan yang digunakan untuk menentukan batas cair, dapat digunakan data jumlah pukulan dan kadar air yang dihitung dengan persamaan:

... (2.8) dengan :

LL = Batas cair

Wc = Kadar air pada saat tanah menutup N = Jumlah pukulan pada kadar air Wc


(21)

18

Nilai batas cair yang digunakan pada penelitian ini merupakan kadar air pada jumlah pukulan (N) adalah 25. Nilai batas cair dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori menurut Tabel 2.3 berikut ini :

Tabel 2.3 Nilai batas cair tanah

Kategori Persentase

Low Liquid Limit 20-25%

Intermediate Liquid Limit 25-50% High Liquid Limit 50-70% Very High Liquid Limit 70-80%

Extra High Liquid Limit >80%

2. Batas Plastis (Plastic Limit)

Batas plastis (PL) didefinisikan sebagai kadar air, dinyatakan dalam persen, di mana tanah apabila digulung sampai dengan diameter 1/8 in (3,2mm) menjadi retak-retak. Batas platis merupakan batas terendah dari tingkat keplastisan suatu tanah (Das, 1988). Cara pengujiannya adalah sangat sederhana, yaitu dengan cara menggulung massa tanah berukuran elipsoida dengan telapak tangan di atas kaca datar hingga terjadi retak-retak rambut.

3. Indek Plastisitas (Plasticity Index)

Indeks plastisitas (PI) suatu tanah adalah bilangan dalam persen yang merupakan selisih antara batas cair dengan batas plastis suatu tanah (Das,1988). Pendekatan untuk menentukan indeks plastisitas suatu tanah adalah:

IP = LL - PL (2.9)

dengan:

IP = Indek plastisitas LL = Batas cair PL = Batas plastis


(22)

19

Besaran indeks plastis dapat digunakan sebagai indikasi awal

swelling pada tanah lempung. Potensi mengembang didefinisikan sebagai persentase mengembang contoh tanah lempung yang telah dipadatkan pada kadar air optimum metode AASHTO, setelah direndam dengan tekanan 1psi. Potensi mengembang tanah ekspansif sangat erat hubungannya dengan indeks plastisitas seperti terlihat dalam Tabel 2.4 berikut :

Tabel 2.4 Hubungan potensi mengembang dengan indeks plastisitas

Potensi Mengembang Indeks Plastisitas

Rendah 0 – 15 Sedang 15 – 35

Tinggi 35 – 55 Sangat Tinggi ˃55

4. Batas Susut (Shrinkage Limit)

Suatu tanah akanmenyusut apabila air yang dikandungnya secara perlahan-lahan hilang dalam tanah. Dengan hilangnya air secara terus-menerus, tanah akan mencapai suatu tingkat keseimbangan dimana penambahan kehilangan air tidak menyebabkan perubahan volume. Kadar air dinyatakan dalam persen dan perubahan volume suatu massa tanah berhenti didefinisikan sebagai batas susut (shrinkage limit) (Das, 1988).

Harus diketahui bahwa apabila batas susut ini semakin kecil, maka tanah akan lebih mudah mengalami perubahan volume, yaitu semakin sedikit jumlah air yang dibutuhkan untuk menyusut (Bowles, 1997). Perhitungan batas susut ini dapat digunakan rumus:

SL = (2.10) dengan : SL = Batas susut : V1 = Volume tanah basah

W = Berat tanah kering : V2 = Volume tanah kering

w = Kadar air tanah basah

Acuan mengenai hubungan derajat mengembang tanah lempung dengannilai persentase susut linier dan persentase batas susut Atterberg,


(23)

20

seperti yang tercantum dalam Tabel 2.5 berikut :

Tabel 2.5 Klasifikasi potensi mengembang didasarkan pada batas Atterberg

Batas Susut Atterberg (%) Susut Linier (%) Derajat Mengembang

< 10 >8 Kritis 10 – 12 5 – 8 Sedang

> 12 0 – 8 Tidak kritis

2.6.7Spesific Surface

Spesific surface merupakan perbandingan antara luas permukaan suatu bahan terhadap massa bahan yang bersangkutan. Spesific surface didapat dengan Persamaan 2.11 berikut ini:

Spesific Surface (SS) = ... (2.11)

Makin kecil ukuran butiran, makin kecil spesific surface-nya.Sebagai contoh butiran lempung montmorillonite dapat mempunyai Ss mencapai 800m2/gram.

2.6.8Aktivitas Tanah

Sifat plastis suatu tanah diebabkan oleh air yang terserap di sekeliling permukaan partikel lempung (absorbed water), maka tipe dan jumlah mineral lempung yang terkandung di dalam suatu tanah akan mempengaruhi batas plastis dan batas cair tanah yang bersangkutan (Das, 1988).

Harga indeks plastis (PI) suatu tanah akan bertambah menurut garis lurus sesuai dengan bertambahnya persentase dari fraksi berukuran lempung (% berat butiran yang Iebih kecil dari 2�) yang dikandung oleh tanah. Hubungan antara PI dengan fraksi berukuran lernpung untuk tiap tanah berbeda-beda (Skempton, 1953dalam Das, 1988). Hubungan antara PI dan persentase butiran yang lolos ayakan 2� didefinisikan sebagai suatu besaran yang disebut aktivitas (activity) atau yang dapat ditulis sebagai berikut :


(24)

21 dengan :

Ak = Aktivitas (activity)

IP = Indeks plastisitas

Dari rumus tersebut kategori tanah terbagi dalam tiga golongan menurut

Skempton (1953) dalam Das (1988)yaitu : a. Ak < 0,75 ( tidak aktif)

b. 0,75 < Ak < 1,25 (normal)

c. Ak > 1,25 (aktif)

Untuk tanah yang dipadatkan dengan pemadatan standar pada kadar air optimum, tingkat keaktifannya ditentukan berdasarkan persamaan berikut :

Ak = (2.13)

dengan:

Ak = Aktivitas (activity)

IP = Indeks plastisitas

CF = Presentase fraksi lempung dalam tanah (%) 10 = Konstanta

Lempung yang aktif mempunyai potensi pengembang yang besar. Nilai tipikal untuk aktivitas beberapa kandungan mineral lempung dapat dilihat pada Tabel 2.6 sebagai berikut :

Tabel 2.6 Hubungan aktivitas dengan mineral lempung

Mineral Aktifitas

Kaolinite 0,33 – 0,46

Illite 0,99

Montmorillonite (Ca) 1,50 Montmorillonite (Na) 7,20

Harga aktifitas tanah tersebut dapat dipakai untuk mengidentifikasi potensi mengembang dari tanah tersebut.Seed, Woodward, dan Lundgren (1964) dalam Das (1988) mengidenfikasikan potensi mengembang dari tanah berdasarkan aktivitas dengan rumus:


(25)

22

S’ = 3,6 x 10-5. Ak2,44.CF3,44 (2.14)

dengan:

S’ = Persen pengembang (swelling)

Ak = Aktivitas

CF = Persen fraksi lempung dalam tanah

Harga indeks plastisitas juga bisa secara langsung dipergunakan untuk mengevaluasi potensi mengembang dari tanah lempung seperti yang terlihat pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Perkiraan sweeling potential berdasarkan indeks plastisitas

IP (%) Sweeling Potential

0 – 15 Lemah

15 – 25 Sedang

25 – 55 Tinggi

> 55 Sangat tinggi

Selain itu menurut Seed, Woodward dan Lundgren (1964) dalam Das (1988) memberikan hubungan aktifitas dengan fraksi berukuran lempung untuk menentukan potensi mengembang (swelling potential) dari suatu jenis tanah. Hubungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.10

.


(26)

23

2.6.9Kembang Susut

Tanah lempung yang banyak mengandung butir-butir koloid mengakibatkan kembang susut yang besar.Sifat mudah mengembang dan menyusut tanah lempung dapat dikarakteristikkan dari batas plastis dan indeks plastisitas yang tinggi. Permeabilitas tanah tergantung pada ukuran butir tanah. Karena ukuran butiran tanah lempung berukuran kecil, kemampuan meloloskan air (permeabilitas) juga kecil dengan koefisien permeabilitas berkisar antara 10-6 sampai 10-7 cm/detik.

Tanah lempung bersifat kohesif dan plastis. Kohesi menunjukan kenyataan bahwa partikel-partikel tanah melekat satu sama lainnya, sedangkan plastisitas adalah sifat yang memungkinkan bentuk bahan itu berubah ke bentuk aslinya tanpa terjadi retakan atau terpecah-pecah.

Penyusutan (shrinkage) pada tanah lempung sebagian besar terjadi karena peristiwa kapiler, dimana pada penurunan kadar air dalam proses mengering tanah akan diikuti segera dengan kenaikan yang tajam dan tegangan efektif antar butiran. Dan sebagai konsekuensinya volume tanah tersebut akan menyusut. Mekanisme pengembangan dari tanah lempung sedikit lebih kompleks dari penyusutannya.

Tingkat pengembangan secara umum bergantung pada beberapa faktor, yaitu:

a. Tipe dan jumlah mineral yang ada di dalam tanah. b. Kadar air.

c. Susunan tanah.

d. Konsentrasi garam dalam air pori. e. Sementasi.

f. Adanya bahan organik, dll.

Menurut Kormonik dan David (1969) dalam Trisnayani (2008) pengembangan dan tanah disebabkan oleh dua hal:

a. Sebab mekanis

Bila kadar air dalam tanah naik dan tanah menjadi jenuh, maka tegangan kapiler mengecil sedangkan tegangan pori didapat dari tegangan hidrostatis


(27)

24

biasa. Dengan sedirinya tegangan efektif menurun dan tanah cenderung untuk mengembang seperti volume semula.

b. Sebab fisika–kimia

Pengembangan disebabkan oleh masuknya kadar air pada partikel-partikel tanah lempung. Mineral jenis montmorillonite maupun illite akan

menyebabkan mengembangnya jarak antar unit lapisan struktur dasar.

Kondisi ini dapat bila kadar air dalam tanah naik. Hal ini disebabkan kadar air yang masuk menghasilkan tegangan yang melampaui tegangan pengikat antar unit lapisan struktur dan lapisan dasar tersebut, sehingga molekul air dari dua kutub H dan OH tertarik untuk mengikat partikel tanah yang bermuatan negatif. Tekanan air yang masuk sebagian disebabkan oleh tegangan osmosis.

Tegangan osmosis ini terjadi karena perbedaan konsentrasi larutan air disekitarnya (air bebas). Sehingga terjadinya kecenderungan oleh air untuk bergerak dari tempat yang konsentrasinya rendah ke tempat yang

konsentrasinya tinggi. Tekanan osmosis bersama dengan tekanan lainya, mempunyai tendensi untuk memperkecil harga tegangan efektif tanah karena proses absorbsi pada permukaan partikel.

2.7 Sifat Mekanik Tanah Ekspansif

Sifat mekanik tanah adalah sifat-sifat tanah yang mengalami perubahan setelah diberikan gaya-gaya tambahan atau pembebanan dengan tujuan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah.

2.7.1Pemadatan Tanah

Pemadatan merupakan suatu usaha untuk mempertinggi kerapatan tanah dengan pemakaian energi mekanis untuk menghasilkan pemampatan partikel atau suatu proses ketika udara pada pori-pori tanah dikeluarkan dengan cara mekanis. Di lapangan biasanya digunakan mesin gilas, alat-alat pemadat dengan getaran dan alat tekan statik yang menggunakan piston dan mesin tekanan.

Keuntungan yang diperoleh dengan pemadatan ini, antara lain:

a. Berkurangnya penurunan permukaan tanah yaitu gerakan vertikal di dalam massa tanah itu sendiri akibat berkurangnya angka pori


(28)

25 b. Bertambahnya kekuatan tanah

c. Berkurangnya penyusutan akibat berkurangnya kadar air dari nilai patokan pada saat pengeringan

Ada dua macam percobaan pemadatan yang dilakukan di laboratorium (Wesley, 1977), yaitu:

a. Percobaan pemadatan standar (Standard Compaction Test)

Dalam percobaan ini, tanah dipadatkan dalam cetakan berdiameter 102 mm dan tinggi 115 mm, menggunakan alat tumbuk dengan diameter 50,8 mm, berat 2,5 kg dengan tinggi jatuh 30 cm. Tanah ini dipadatkan dalam 3 lapis dimana tiap lapis dipadatkan 25 kali pukulan.

b. Percobaan pemadatan modified (Modified Compaction Test)

Pelaksanaan percobaan ini tidak jauh berbeda dengan cara percobaan pemadatan standar. Cetakan yang digunakan dan banyaknya tumbukan tiap lapis sama, hanya berat pemukul yang digunakan lebih besar yaitu 4,5 kg dengan tinggi jatuh 45 cm dan jumlah lapisan tanah sebanyak 5 lapis.

Pengujian-pengujian ini dilakukan dengan memadatkan sampel tanah basah dalam cetakan dengan jumlah lapisan tertentu. Setiap lapisan dipadatkan dengan sejumlah tumbukan yang ditentukan dengan massa dan tinggi jatuh tertentu.

Usaha pemadatan dilihat dari energi tiap satuan volume tanah yang telah dipadatkan, sehingga didapat suatu hubungan berat volume tanah kering dengan kadar air tanah. Bila kadar air suatu tanah rendah maka tanah tersebut akan kaku dan sukar dipadatkan. Namun bila ditambahkan air pada tanah yang dipadatkan tersebut maka air akan berfungsi sebagai pembasah/pelumas pada partikel-partikel tanahnya. Karena adanya air, partikel-partikel tersebut akan lebih mudah bergerak dan bergeser satu sama lainya dan membuat kedudukan yang lebih rapat. Untuk usaha pemadatan yang sama, berat volume kering dari tanah akan naik pula pada saat air sama dengan nol dan berat volume basah sama dengan berat volume kering. Pada usaha yang sama itu pula, peningkatan kadar air secara bertahap akan menyebabkan berat dari bahan padat tanah per satuan volume juga meningkat secara bertahap, sampai adanya penambahan kadar air tertentu yang akan menurunkan berat volume kering tanah dari tanah tersebut, hal ini disebabkan karena air lebih banyak menempati ruang pori-pori tanah. Pada keadaan ini


(29)

26

dimana kadar air yang memberikan berat volume kering maksimum disebut kadar air optimum. Dan setiap pekerjaan pemadatan yang telah dilakukan, dihitung :

1. Kadar air

2. Berat volume tanah basah (

γ

b) , dengan persamaan:

γb = (2.15)

dengan:

W = Berat tanah yang dipadatkan pada cetakan V = Volume cetakan

3. Berat volume kering tanah (

γ

d) , dengan persamaan:

γd = (2.16)

dengan: w = Kadar air

γb = Berat volume basah

Berdasarkan data yang diperoleh maka dapat digambarkan grafik hubungan antara berat volume kering dengan kadar air. Dari grafik ini dapat ditentukan juga kadar air optimum (Wopt) dan berat volume kering maksimum (γdmax).

Secara teoritis berat volume kering maksimum pada suatu kadar air tertentu dengan pori-pori tanah tidak mengandung udara sama sekali (zero air void/ZAV) dapat dirumuskan:

γzav = (2.17)

dengan:

γzav = Berat volume pada kondisi ZAV

γw = Berat volume air

e = Angka pori Gs = Berat jenis tanah

Untuk keadaan tanah jenuh 100% artinya e = w x Gs, sehingga:

γzav = (2.18)

Dalam keadaan bagaimanapun kurva pemadatan tidak mungkin memotong


(30)

27

2.7.2Percobaan Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)

Percobaan kuat tekan bebas (Unconfined Compression Test) merupakan suatu cara pemeriksaan untuk mendapatkan daya dukung tanah. Dalam percobaan ini yang didapat adalah kuat tekan bebas dari tanah yaitu besarnya tekanan aksial yang diperlukan untuk menekan suatu silinder tanah sampai pecah atau sebesar 20% dari tinggi tanah mengalami perpendekan bila tanah tersebut tidak pecah. Dan hasil tes ini akan dibuatkan tabel kuat tekan bebas dengan beberapa perhitungan sebagi berikut:

a. Regangan dari setiap pembebanan dihitung dengan rumus :

ε =

(2.19)

dengan :

∆L = Pemendekan/pengurangan tinggi benda uji (cm)

L0 = Tinggi benda uji mula-mula

ε = Regangan aksial

b. Luas rata-rata penampang benda uji dengan koreksi akibat pemendekan dengan rumus :

A = (2.20)

dengan :

A = Luas rata-rata benda uji (cm3)

A0 = Luas penampang benda uji mula-mula (cm3)

ε = Regangan aksial

c. Tekanan aksial yang bekerja pada benda uji pada setiap pembebanan dengan rumus :

σ = (2.21)

dengan :

A = Luas rata-rata benda uji (cm3)

P = Gaya beban yang bekerja dihitung dari pembacaan arloji ukur cincin beban (kg)

σ = Tekanan aksial


(31)

28

persamaan (2.21) dikalikan dengan faktor kalibrasi dari alat yang digunakan e. Nilai sudut geser tanah yang diperoleh dari perhitungan :

�= (α – 450) x 2 (2.22)

dengan :

� = Sudut geser tanah

α = Sudut runtuh tanah saat tes

f. Besarnya nilai kohesi diperoleh dari perhitungan :

cu = (2.23)

dengan :

cu = Nilai kohesi qu = Kuat tekan bebas

2.7.3Percobaan CBR (California Bearing Ratio)

Metodeuji CBR pertama diperkenalkan oleh O.J Porter, California State Highway Department. Metode ini mengkombinasikan load penetrationtest di laboratorium maupun di lapangan dengan design chart empiris untuk mendapatkan kekuatan tanah dan sekaligus mendapatkan tebal perkerasan jalan. Tahanan penetrasi diukur dengan jarum berdiameter 5 cm (3 in2) yang ditekan ke dalam massa tanah dengan kecepatan 1,25 mm/menit. Observasi dilakukan dengan pembacaan beban dan penetrasi jarum ke dalam massa tanah. Beban standar sesuai dengan penetrasi standar ditentukan dengan memakai crushed stone (Redana, 2010). Nilai CBR didapat melalui persamaan:

CBR = x 100 % (2.24)

Beban standar untuk berbagai penetrasi standar CBR diberikan pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8 Beban standar

Penetrasi Jarum (mm) Beban Standar (kg) Beban Standar (kPa)

2,5 1370 6900

5 2055 10300

7,5 2630 13000

10 3180 16000


(32)

29

Tes penetrasi CBR dilakukan setelah tanah dipadatkan pada CBR mould

berdiameter 150 mm dan tinggi 175 mm. Pada saat pemadatan, densitas kering dan kadar air tanah dijaga sama dengan nilai dilapangan. Untuk mensimulasi konsolidasi tanah paling jelek di lapangan, setelah dipadatkan, tanah direndam selama kurang lebih 4 jam sebelum tes penetrasi dilakukan. Pada kondisi terendam maupun tidak terendam, spesimen harus dibebani beban tambahn sesuai beban yang terjadi di lapangan. Beban 2,5 kg setara dengan kira-kira lapisan tanah setebal 6,5 cm di lapangan.

Pada saat pengujian penetrasi, pembacaan beban dilakukan pada penetrasi 0,05; 1,0; 1,5; 2,0; 2,5; 3,0; 4,0; 5,0; 7,5; 10,0; dan 12,5 mm. Grafik beban dan penetrasi kemudian di-plot. Nilai CBR biasanya dihitung berdasar pembacaan beban pada penetrasi 2,5; 5,0; 7,5; 10; dan 12,5 mm, dibagi dengan beban standar masing-masing.

2.8 Daya Dukung Tanah

Struktur perkerasan didesain untuk dapat menahan dan menyalurkan beban roda kendaraan sedemikian rupa sehingga tegangan yang disalurkan pada lapisan-lapisan perkerasan dan tanah dasar yang ada dibawahnya mampu dipikul oleh masing-masing lapisan tersebut sesuai kapasitasnya.Tanah dasar yang umumnya tanah asli (galian atau timbunan), yang relatif lemah, memiliki peranan yang sangat penting bagi kestabilan sistem perkerasan dan juga nilai ekonomi. Untuk kondisi desain tertentu, makin tinggi stabilitas tanah dasar akan makin tipis struktur perkerasan yang diperlukan.

Stabilitas tanah dasar dapat diperoleh dari berbagai percobaan di lapangan dan di laboratorium, seperti misalnya pengujian CBR, Dinamic Cone Penetration,

Resistance dan Plate Bearing.Oleh karena itu, untuk penyederhanaan ditetapkan parameter bebas daya dukung tanah (DDT) yang dapat dikorelasikan secara empiris dengan berbagai nilai stabilitas tanah dasar.Adapun persamaannya adalah sebagai berikut:


(33)

30

2.9. Serbuk Marmer

Sebuk marmer hasil pemotongan marmer dengan harga yang relative sangat murah diperkirakan dapat menggantikan kapur sebagai bahan stabilisasi tanah yang ekonomis. Akan tetapi penelitian tentang serbuk marmer ini sebagai stabilisasi tanah masih sangat minim. Serbuk marmer (MP) yang digunakan berasal dari Kabupaten Tulungagung. Secara fisika serbuk marmer berwarna putih terang dan mempunyai berat jenis 2,79. Serbuk marmer mempunyai ukuran butir yang halus dengan 100,00% butirannya lolos ayakan Nomor 200 berdiameter 0,08 mm. Secara fisika serbuk marmer dapat dilihat pada Gambar 2.10

Gambar 2.10. Serbuk Marmer

Sebelum digunakan, serbuk marmer dikeringkan dengan cara dioven pada suhu 110⁰±5⁰C. Berat konstan serbuk marmer diperoleh setelah dioven selama 72 jam dengan kehilangan berat sebesar 34,67%. Kehilangan berat pada serbuk marmer ditunjukkan Gambar 2.11. Pengujian komposisi kimia serbuk marmer dilaksanakan dengan beberapa metode. Metode Atomic Absorption Spectrophotometry(ASS) digunakan untuk menentukan komposisi Kalsium (Ca), Ferrum (Fe) dan Magnesium (Mg). Metode Gravimetri digunakan untuk


(34)

31

menentukan komposisi Silikon (Si) dan untuk menentukan komposisi Aluminium (Al)

Gambar 2.11. Kehilangan Berat Serbuk Marmer

digunakan metode Spektrofotometri. Hasil analisis kimia menunjukkan komposisi serbuk marmer adalah Silikon Dioksida (SiO2) sebesar 17,63%, Kalsium

Karbonat (CaO3) sebesar 2,73% dan beberapa unsur lainnya. Komposisi

kimiaserbuk marmer ditunjukkan pada Tabel 2.9.

Tabel 2.9. Komposisi Kimia Serbuk Marmer

Unsur Kimia Kandungan

(%)

Silikon Dioksida (SiO2) Kalsium Karbonat (CaCO3) Kalsium Oksida (CaO) Magnesium Karbonat (MgO3) Magnesium Oksida (MgO) Ferii Oksida (Fe2O3)

Alumunium Dioksida (AlO3)

17,63 2,73 1,53 0,20 0,09 0,01 0,002


(35)

32

BAB III

METODE DAN PELAKSANAAN

3.1 Umum

Perencanaan terhadap segala macam kegiatan mempunyai suatu metode yang perlu diperhatikan untuk lebih mendekatkan pada tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Dengan menggunakan metode yang tepat terhadap setiap kegiatan yang dilakukan akan dicapai suatu hasil yang baik terutama terhadap penggunaan waktu dan biaya.

Tahapan dari proses penelitian ini dimulai dan gagasan atau ide setelah melihat suatu permasalahan yang dilanjutkan dengan pemahaman terhadap studi literatur sebagai pedoman dalam melaksanakan penelitian. Langkah berikutnya adalah observasi lapangan, pemilihan lokasi untuk pengambilan sampel, penelitian di laboratorium, analisa data sampai penyusunan laporan dan menarik kesimpulan dan analisa yang dilakukan.

3.2 Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah adalah suatu usaha untuk mengidentifikasi terjadinya suatu masalah, serta mengetahui penyebab dan langkah apa yang akan diambil selanjutnya.

3.3 Studi Literatur

Studi literatur adalah suatu usaha yang dilakukan untuk mengumpulkan berbagai acuan atau pendukung secara teoritis. Mengingat pentingnya studi literatur ini, maka sebaiknya tinjauan berbagai pustaka didukung oleh banyak buku/penulisan dan referensi.

Dalam hal ini beberapa buku didapat dari perpustakaan Jurusan Teknik Sipil Universitas Udayana dan lain-lain.

3.4 Pemilihan Lokasi

Pada penelitian ini pengambilan sampel tanah dilakukan di Jalan Raya Pejaten, Bali. Lokasi ini dipilih karena memiliki jenis tanah lempung, sehingga kemungkinan mempunyai potensi kembang susut yang tinggi yang dapat menyebabkan kerusakan bahkan keruntuhan konstruksi.


(36)

33

3.5 Persiapan Alat dan Bahan

Dilakukan persiapan alat-alat untuk pengambilan sampel hingga pengujian di laboratorium, bahan-bahan yang disiapkan selain sampel tanah lolos saringan nomor 4 (4,75 mm) adalah serbuk marmer dari Tulungagung

3.6 Metode Pengambilan Sampel

Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah metode random . Waktu pengambilan sampel diusahakan antara pukul 08.00-11.00 Wita, dengan harapan dapat mengurangi pengaruh cuaca panas matahari terhadap sampel yang akan diambil. Selain itu, untuk mencegah perbedaan struktur dan komposisi yang terlalu jauh, dilakukan juga usaha-usaha sederhana untuk melindungi sampel. Sampel tanah tidak terganggu (undisturbed sample) diambil 3 titik menggunakan tabung sampel, yang ditutup rapat dengan plastik atau dilapisi lilin. Tanah terganggu (disturbed sample), sampel dimasukkan kedalam karung, diikat, dan diletakan ditempat yang kering. Kemudian secepatnya dibawa ke laboratorium untuk dilakukan penelitian.

3.6.1Sampel Tanah Tidak Terganggu (Undisturbed Sample)

Sampel tanah tidak terganggu adalah suatu contoh tanah yang masih menunjukkan sifat-sifat asli yang dimiliki oleh tanah. Contoh tanah ini diusahakan tidak mengalami perubahan dalam struktur, kadar air atau susunan kimia. Sampai saat ini sampel yang benar-benar asli sangat sulit diperoleh. Namun, dengan teknik pengambilan yang benar dan cara pengamatan yang tepat, maka kerusakan-kerusakan terhadap contoh tanah bisa dikurangi sekecil mungkin. Contoh tanah tidak terganggu dapat diambil dengan memakai tabung sampel.

Dalam penelitian ini sampel diambil dengan memasukkan tabung sampel ke dalam tanah dengan cara dipukul, kemudian tabung sampel diangkat dan ditutup rapat dengan plastik serta celah-celah penutupnya diberi selotip. Hal ini dilakukan untuk mencegah penguapan air dalam sampel.

3.6.2Sampel Tanah Terganggu (Disturbed Sample)

Sampel tanah terganggu diperlukan apabila penggunaan tanah memang tidak dalam keadaan aslinya, sehingga sedikit usaha-usaha yang diperlukan untuk melindungi struktur tanah asli dari sampel tersebut.


(37)

34

cangkul dan sekop kemudian dimasukkan ke dalam karung dan diikat.Meskipun merupakan sampel tanah terganggu, dilakukan juga usaha-usaha sederhana untuk melindungi sampel tersebut dan perubahan kondisi sekitar yang terlalu drastis, yaitu dengan meletakkan sampel tersebut ditempat yang kering.

3.7 Metode Penelitian di Laboratorium

Percobaan dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik Universitas Udayana. Adapun langkah-langkah pengujian yang akan dilaksanakan di laboratorium adalah sebagai berikut:

3.7.1Persiapan Bahan

a.Tanah ekspansif

Sampel tanah diambil dari lapangan sesuai dengan kebutuhan kemudian dikeringkan dan diayak. Dalam hal ini bahan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sampel tanah tidak terganggu tanpa dilakukan pencampuran bahan tambahan, sampel tanah terganggu yang dicampur dengan semen dan abu sekam padi dengan kadar yang bervariasi.

b. Serbuk marmer

Serbuk marmer mempunyai ukuran butir yang halus dengan 100,00% butirannya lolos ayakan Nomor 200 berdiameter 0,08 mm.

3.7.2Pembuatan Benda Uji

Pembuatan benda uji dilakukan untuk pengujian-pengujian sesuai dengan penelitian yang dilaksanakan di laboratorium.Jumlah dan macamnya tergantung pada jenis penelitiannya. Untuk benda uji sampel tanah terganggu yang dicampur dengan campuran serbuk marmer dengan prosentase : 0%, 3%, 6%, 9%, 12% dan 15% dari berat kering tanah ekspansif. Pada setiap campuran tersebut mempergunakan kadar air optimum yang diperoleh dari hasil tes pemadatan sampel tanah.

3.7.3Cara Pelaksanaan di Laboratorium

Adapun cara pelaksanaan di laboratorium, antara lain:

3.7.3.1Pemeriksaan Kadar Air


(38)

35 Peralatan :

a. Oven dengan temperatur 105°C-110°C b. Cawan

c. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram untuk berat tanah sampel 50 gram, 0,1 gram untuk berat 50-500 gram dan 1,0 gram untuk berat tanah lebih besar dari 500 gram

d. Desikator Benda uji :

Sampel tanah yang digunakan merupakan sampel tanah tidak terganggu

Pelaksanaan:

a. Cawan dibersihkan dan ditimbang beratnya

b. Tanah yang akan diperiksa ditempatkan dalam cawan yang sudah diketahui beratnya. Kemudian cawan beserta isinya ditimbang Dalam keadaan terbuka cawan yang berisi tanah di oven selama 16-24 jam

c. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator, setelah dingin kemudian ditimbang

3.7.3.2Pemeriksaan Gradasi Butiran (Analisis Ukuran Butiran)

Analisis ukuran butiran dilakukan dengan dua cara, yaitu: A. Analisis tanah berbutir kasar

Tujuan :Untuk menentukan pembagian butiran tanah dengan memakai saringan

Peralatan:

a. Satu set saringan No. 10, No. 20, No. 40, No. 60, No. 140, No. 200

b. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram. c. Mat penggerak ayakan mekanis

d. Oven


(39)

36 Pelaksanaan:

a. Benda uji yang telah disiapkan dioven dengan suhu 105°C-110°C atau suhu kamar sampai beratnya tetap.

b. Saring benda uji dengan saringan yang telah disusun sesuai dengan ukuran di atas

c. Saringan digoyang dengan mesin penggerak ayakan selama ± 15 menit.

d. Timbang berat tanah yang tertahan di atas masing-masing saringan dihitung terhadap berat total benda uji.

B. Analisis hidrometri untuk tanah yang berbutir halus

Tujuan: Untuk menentukan pembagian butiran tanah yang lewat saringan No.200

Peralatan:

a. Ayakan No.200 b. Hidrometer c. Mixer d. Water Glass

e. Oven f. Timbangan g. Stop watch

h. Air suling, pipet, talam Pelaksanaan:

a. Contoh tanah yang lewat saringan no.10 ditimbang seberat lebih kurang 50 gram, kemudian dicampur dengan air suling yang telah dicampur dengan reagen Water Glass dan didiamkan kurang lebih 16 jam

b. Setelah perendaman campuran dituang ke dalam mixer dan dikocok selama kurang lebih 10 menit agar butir-butimya terpisah. c. Setelah pengocokan selesai, campuran dimasukkan ke dalam gelas

ukur dan ditambahkan air suling sampai mencapai 1000 ml. kemudian tutup bagian atas tabung dengan sumbat dari karet dan


(40)

37

dikocok dengan cara membolak-balikannya.

d. Setelah dikocok selama 30 detik masukan tabung ke dalam bak perendam yang suhu airnya konstan, kemudian hydrometer dimasukkan ke dalam suspensi dan siapkan stopwatch.

e. Dilakukan pembacaan hydrometer pada waktu 15 detik, 30 detik, 1 menit, 2 menit tanpa memindahkan hidrometer.

f. Untuk pembacaan selanjutnya, hidrometer dimasukkan tepat sebelum pembacaan dimulai yang dilakukan pada waktu 5, 15, 30, 60, 120, 240, dan 1440 menit. Setiap perubahan tempratur pada setiap suspensi dicatat.

g. Setelah pembacaan terakhir, suspensi dituang ke dalam saringan No.200 dan cuci dengan air sampai air yang lewat saringan jernih, kemudian tanah yang tertahan di atas saringan No. 200 dioven dan dilakukan analisis saringan.

Perhitungan:

a. Faktor air higroskopis yaitu perbandingan antara berat contoh tanah yang dioven berat contoh tanah kering udara yang dihitung terlebih dahulu.

b. Berat kering oven contoh tanah yang digunakan untuk tes hidrometer dengan mengalikan berat tanah kering udara dengan faktor air higroskopisnya .

c. Berat total contoh tanah yang diwakili oleh contoh tanah yang dites dihitung dengan membagi berat kering oven contoh tanah dengan persentase bagian yang lewat saringan kemudian dikalikan 100 d. Persentase tanah yang tertinggal dalam suspensi dapat dihitung

dengan rumus:

P’ = x 100 (hydrometer type 152 H) (3.1)

P' = Persentase berat tanah yang tinggal dalam suspensi R = Pembacaan hidrometer yang telah dikoreksi

W = Berat total contoh tanah kering yang diperiksa a = Angka koreksi


(41)

38

e. Diameter butir tanah dihitung dengan rumus:

D = (3.2)

K = Harga konstan berdasarkan temperatur suspensi dan berat jenis tanah

L = Jarak vertikal dan kedalaman dimana berat jenis suspensi diukur yang dipengaruhi oleh hidrometer, ukuran silinder dan berat jenis suspensi

T' = Waktu pembacaan terhadap waktu mulainya sedimentasi (dalam menit)

3.7.3.3Pemeriksaan Berat Jenis (Gs)

Tujuan: Untuk menentukan berat jenis tanah dengan perbandingan antara berat butir tanah dengan berat air destilasi pada suhu tertentu. Peralatan :

a. Piknometer yaitu botol gelas dengan leher sempit dengan tutup (dari gelas) yang berlubang kapiler, dengan kapasitas 50cc atau lebih besar

b. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram c. Air suling

d. Oven dengan suhu 105°C-110°C e. Desikator

f. Termometer

g. Cawan porselen dengan penumbuk berkepala karet untuk menghancurkan gumpalan tanah menjadi butiran tanah

h. Mat vakum atau kompor i. Saringan no.40

Benda Uji: Sampel yang akan diselidiki dikeringkan dalam oven selama 24 jam , kemudian ditumbuk dan disaring dengan saringan no.40. Pelaksanaan :

a. Piknometer dibersihkan dari kotoran dan dikeringkan kemudian ditimbang beratnya


(42)

39

b. Tanah dengan berat kira-kira ±10 gram dimasukkan ke dalam piknometer kemudian ditimbang

c. Piknometer yang telah berisi tanah diisi air kira-kira ±10 cc sehingga tanah terendam seluruhnya dan dibiarkan 10-15 menit. Tambahkan air sampai 1/3 piknometer.

d. Piknometer berisi tanah dan air direbus kurang lebih 10 menit kemudian didinginkan dalam desikator

e. Piknometer ditambah air sampai penuh dan ditutup. Bagian luar piknometer dikeringkan dengan kain kering kemudian piknometer berisi tanah dan air ditimbang. Air dalam piknometer diukur suhunya.

f. Piknometer dikosongkan dan dibersihkan kemudian diisi dengan air sampai penuh dan tutup. Bagian luar dikeringkan dengan kain kemudian piknometer penuh air ditimbang.

3.7.3.4Pemeriksaan Berat Volume Tanah

Tujuan : Untuk menentukan berat volume tanah. Berat volume tanah merupakan perbandingan antara berat tanah basah dengan volumenya

Peralatan :

a. Cincin uji

b. Pisau pemotong contoh

c. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram

Benda uji:Sampel tanah yang digunakan merupakan sampel tanah tidak terganggu

Pelaksanaan:

a. Cincin dalam keadaan bersih ditimbang

b. Benda uji disiapkan dengan menekan cincin pada tabung contoh sampai cincin terisi penuh

c. Ratakan kedua permukaan dan bersihkan cincin sebelah luar. d. Cincin dan contoh ditimbang dengan ketelitian


(43)

40

e. Volume tanah dihitung dengan mengukur ukuran dalam cincin

3.7.3.5Pemeriksaan Batas Cair

Tujuan: Untuk menentukan batas cair tanah. Peralatan :

a. Cawan porselen b. Spatula

c. Mat batas cair Cassagrande

d. Alat pembarut (grooving tool)

e. Saringan no.40

f. Penumbuk berkepala karet g. Air suling

h. Alat-alat pemeriksa kadar air Benda Uji :

a. Contoh tanah yang perlu disediakan untuk pemeriksaan ini sebanyak ± 100 gram dan disaring lewat saringan no.40.

b. Bila tanah berbutir kasar, mula-mula dikeringkan dalam suhu udara secukupnya sampai dapat disaring.

c. Gumpalan-gumpalan tanah dipecahkan dengan cara ditumbuk dalam mortar dengan penumbuk berkepala karet sehingga butir-butimya tidak rusak.

Pelaksanaan :

a. Tanah diletakan dalam porselen dan dicampur secara merata dengan air suling kira-kira 15-20 ml

b. Tanah yang telah dicampur tadi diletakan pada cawan cassagrande

sedemikian rupa sehingga permukaan tanah rata dan dibuat mendatar dengan ujung terdepan tepat pada ujung terbawah mangkok. Dengan demikian tebal tanah terdalam akan setebal 1 cm c. Pada garis tengah mangkok dibuat alur dengan pembarut sehingga

terpisah menjadi dua bagian simetris.

d. Dengan bantuan alat pemutar, cawan diangkat dan diturunkan dengan kecepatan 2 putaran per detik sampai kedua bagian tanah


(44)

41

bertemu sepanjang kira-kira 12,7 mm. Jumlah pukulan yang diperlukan dicatat. Sebagian contoh diambil untuk diperiksa kadar airnya.

e. Pada percobaan pertama, jumlah pukulan yang diperlukan antara 30-40 kali pukulan, air ditambahkan sedikit demi sedikit dan aduk. Percobaan di atas diulangi beberapa kali sehingga 4 buah data hubungan antara kadar air dan jumlah pukulan.

f. Dari data tersebut dibuat grafik, dimana kadar air sebagai ordinat dan jumlah pukulan sebagai absis. Garis lurus ditarik sebagai penghubung dari titik-titik yang diperoleh. Batas cair tanah adalah kadar air tanah yang diperoleh dan perpotongan garis penghubung tersebut dengan garis vertikal 25 kali pukulan.

3.7.3.6Pemeriksaan Batas Plastis

Tujuan: Untuk mengetahui batas plastis tanah. Peralatan :

a. Cawan porselen b. Spatula

c. Pelat kaca d. Saringan No.40

e. Batang pembanding berupa kawat 0 3 mm f. Alat-alat pemeriksaan kadar air

Benda Uji :

a. Contoh tanah yang perlu disediakan untuk pemeriksaan ini sebanyak ± 8 gram.

b. Apabila contoh tanah mengandung butir¬butir kasar mula-mula dikeringkan terlebih dahulu kenudian baru dipecahkan dengan penumbuk lalu disaring

Pelaksanaan :

a. Contoh tanah diletakan pada cawan porselen ditambahkan air sedikit demi sedikit


(45)

42

gulungan tanah di atas pelat kaca sampai terbentuk batangan-batangan dengan diameter 3 mm. Bila belum menunjukan retak-retak maka tanah terlalu basah dan perlu dikeringkan dengan cara didiamkan atau diaduk-aduk dalam cawan pencampur.

c. Contoh tanah yang sudah menunjukan retak-retak pada diameter 3mm menandakan tanah tersebut dalam keadaan plastis.

d. Contoh tanah tersebut diambil dan periksa kadar airnya.

3.7.3.7Pemeriksaan Batas Susut

Tujuan : Untuk mengetahui batas susut suatu tanah. Peralatan :

a. Cawan porselen b. Spatula

c. Cawan susut dan porselen atau monel berbentuk bulat dengan dasar rata, berdiameter ± 1,44 cm dan tinggi ± 1,27 cm d. Pisau perata (straight edge)

e. Air raksa

f. Gelas ukur 25 cc

g. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram Benda uji :

a. Contoh tanah lolos saringan no.40 disediakan sebanyak ±30 gram. Bila tanah mengandung butir kasar, mula-mula dikeringkan dalam suhu udara secukupnya, sampai dapat disaring.

b. Gumpalan-gumpalan tanah dipecahkan dengan cara ditumbuk dalam mortar dengan penumbuk berkepala karet sehingga butir-butirnya tidak rusak.

Pelaksanaan :

a. Contoh tanah diletakkan pada cawan porselen dan diaduk secara merata dengan air destilasi sehingga mengisi semua pori-pori tanah dan jangan sampai ada udara yang terperangkap di dalamnya. b. Banyaknya air sedemikian rupa sehingga bila benda uji berupa

tanah plastis kadar air lebih 10% dari batas cair, sedangkan bila benda uji berupa tanah kurang plastis sehingga konsistensi tanah


(46)

43 sedikit di atas batas cair.

c. Cawan susut dibersihkan dan ditimbang, kemudian tentukan volume cawan susut. Caranya cawan ditaruh dalam mangkok porselen dengan air raksa sampai penuh. Cawan ditekan dengan pelat gelas kaca di atas permukaan cawan jangan sampai ada udara yang terperangkap. Air raksa yang melekat di luar cawan dibersihkan, air raksa dipindahkan pada mangkok lain dan beratnyadihitung. Volume cawan sama dengan berat air raksa dibagi berat jenisnya.

d. Bagian dalam cawan diolesi dengan pelumas. Cawan diisi dengan tanah basah yang telah disiapkan kira-kira 1/3 volumenya dan diletakan ditengahnya. Cawan dipukul-pukulkan pada bidang kokoh sehingga tanah mengisi sudut-sudut cawan. Tanah ditambahkan sehingga terisi penuh sampai tepi atas, lalu diratakan dengan pisau perata dan tanah yang melekat di luar cawan dibersihkan sehingga volume tanah sama dengan volume cawan. e. Cawan yang berisi tanah basah kemudian ditimbang lalu dibiarkan

tanah mengering di udara sampai berubah dari warna tua menjadi muda. Kemudian cawan berisi tanah dimasukkan dalam oven. Didinginkan dalam desikator dan setelah itu ditimbang.

f. Volume tanah kering ditentukan dengan cara tanah kering dan cawan dikeluarkan dan celupkan dalam mangkok gelas berisi air raksa sampai melimpah. Mangkok ditempatkan dalam cawan porselen dan ditekan tanah dengan pelat gelas berpaku tiga secara hati-hati di atas mangkok dan berat air raksa tersebut dihitung. Volume tanah kering sama dengan berat air raksa dibagi berat jenisnya.

3.7.3.8Pemeriksaan Pemadatan Standar

Tujuan : Untuk menentukan hubungan antara kadar air dan kepadatan tanah dengan jalan memadatkan dalam cetakan silinder yang berukuran tertentu dengan menggunakan alat penumbuk 2,5 kg dan tinggi jatuh 30 cm.


(47)

44 Peralatan :

a. Silinder pemadatan standar b. Penumbuk tanah standar

c. Alat untuk mengeluarkan contoh tanah dari silinder d. Timbangan

e. Oven f. Pisau perata g. Saringan no 4

h. Alat-alat pemeriksaan kadar air

i. Talam, alat pengaduk, sendok dan kantong plastik Benda Uji :

a. Contoh tanah dikeringkan sampai kering, kemudian ditumbuk dengan palu karet sehingga menjadi gembur dan disaring dengan saringan no.4. kemudian bagian tertahan disingkirkan. Jumlah contoh tanah yang dipakai ±2 kg untuk setiap percobaan.

b. Kemudian sampel tanah terganggu ditambahkan campuran semen dan abu sekam padi dengan perbandingan 3:2 (tiga untuk semen dan dua untuk abu sekam padi) dengan persentase penambahan yaitu sebesar 0%, 4%, 8%, 12%, 16%, dan 20% dari berat kering tanah ekspansif . Setelah dicampur barulah diberikan air dengan kadar yang berbeda-beda kemudian diperam dengan jalan memasukkannya ke dalam kantong plastik selama 16-24 jam Pelaksanaan :

a. Alat silinder pemadatan yang akan digunakan dibersihkan, kemudian ditimbang dan dicatat beratnya.

b. Pelat alas dan silinder sambungan dipasang dan dikelem.

c. Sejumlah tanah lembab yang telah disiapkan dimasukkan ke dalam silinder pemadat selapis demi selapis. Tanah dipadatkan dalam 3 lapis dan tiap-tiap lapisan dipadatkan dengan 25 kali tumbukan. d. Setelah selesai pemadatan lepas silinder sambungan, kemudian

tanah dipotong dengan pisau perata sehingga tanah rata dengan permukaan silinder. Bagian yang berlubang ditambal dan diratakan


(48)

45 kembali dengan pisau perata.

e. Pelat dasar dilepaskan, kemudian silinder ditimbang beserta tanahnya dan dicatat beratnya, sehingga didapatkan berat tanah dalam keadaan basah. Tanah di dalam silinder dikeluarkan dan diambil bagian atas, tengah dan bawah untuk diperiksa kadar airnya. Kadar air yang dipergunakan dalam perhitungan adalah kadar air rata-rata dari ketiganya.

3.7.3.9Pemeriksaan Kuat Tekan Bebas (UCT)

Tujuan : Untuk menentukan besarnya kekuatan tekan bebas suatu tanah Peralatan :

a. Cetakan benda uji

b. Alat untuk mengeluarkan contoh tanah c. Pisau tipis dan tajam

d. Mistar ukur e. Timbangan f. Oven

g. Mesin Tekan Bebas h. Stopwatch

i. Alat-alat pemeriksaan kadar air Bendauji :

a. Sampel tanah tidak terganggu

b. Sampel tanah terganggu ditambahkan campuran semen dan abu sekam padi dengan perbandingan 3:2 (tiga untuk semen dan dua untuk abu sekam padi) dengan persentase penambahan yaitu sebesar 0%, 4%, 8%, 12%, 16%, dan 20% dari berat kering tanah ekspansif tersebut dicampur dengan kadar air optimum kemudian dilakukan tes pemadatan

Pelaksanaan :

a. Benda uji dikeluarkan dari silinder pemadatan kemudian diukur diameter serta tingginya. Setelah benda uji tersebut diiris–iris baru kemudian ditimbang beratnya.


(49)

46

b. Benda uji kemudian diletakan pada mesin tekan bebas sehingga pelat atas menyentuh permukaan benda uji.

c. Jarum arloji ukur pada beban dan arloji regangan diatur pada angka nol

d. Pengujian pembebanan dimulai dengan menggunakan kecepatan regangan 0,5% - 2% per menit terhadap tinggi benda uji per menitnya, yang mana kecepatan ini diperkirakan sedemikian sehingga pecahnya benda uji tidak melampaui 10 menit. beban setiap regangan 0,5%, 1%, 2% dan seterusnya beban dibaca dan dicatat sampai contoh tanah mengalami keruntuhan atau sampai mencapai regangan 20%.

3.7.3.10 Pemeriksaan Daya Dukung Tanah Dasar (CBR)

Tujuan:Untuk mengetahui daya dukung tanah dasar Peralatan :

a. Mesin penetrasi (loa ding machine) berkapasitas sekurang-kurangnya 4,45 ton dengan kecepatan penetrasi sebesr 1,27 mm per menit.

b. Cetakan logam berbentuk silinder dengan diameter dalam 152,4 ± 0,68 mm tinggi 50,8 mm dan keping alas logam uang berlubang-lubang dengan tebal 0,53 mm dan diameter berlubang-lubang tidak lebih dari 1,59 mm.

c. Piringan pemisah dari logam (spacer disc) dengan diameter luar 150,8 mm dan tebal 61,4 mm.

d. Alat penumbuk.

e. Alat pengukur perkembangan (swell) yang terdiri dari keeping pengembangan yang berlubang-lubang dengan batang pengukur, tripod logam, dan arloji pengukur.

f. Keping beban dengan berat 2,27 kg, diameter 1994,2 mm, dengan lubang tengah berdiameter 54,0 mm. Torak penetrasi dari logam berdiameter 49,63 mm dan panjang yang tidak kurang dari 101,6 mm.


(50)

47

g. Satu buah arloji beban dan satu buah arloji pengukur penetrasi dengan ketelitian 0,001 inchi (0,9025 mm). Peralatan lain seperti talam, alat perata, tempat untuk meredam.

h. Alat timbangan.

Benda uji:

Benda uji harus dipersiapkan menurut cara pemeriksaan pemadatan:

a. Contohd iambi lkira-kira seberat 5 kg atau lebih untuk tanah dan 5,5 kg untuk campuran tanah agregat.

b. Kemudian beban tersebut dicampur dengan air sampai kadar air optimum yang ditentukan pada percobaan pemadatan (atau kadar air yang dikehendaki).

c. Cetakan dipasang pada keeping alas dan ditimbang.Piring pemisah (spacerdisc) dimasukkan diatas keeping alas dan pasang kertas saring diatasnya.

d. Bahan tersebut kemudian dipadatkan dalam cetakan seperti pada percobaan pemadatan. Apabila benda akan direndam periksa kadar airnya sebelum dipadatkan.Dana pabila benda uji tersebut tidak terendam pemeriksaan kadar air dilakukan setelah benda uji dikeluarkan dar icetakan.

e. Leher sambungan dibuka dan diratakan dengan alat perata mistar logam.Lubang-lubang yang mungkin terjadi ditambal. Halini disebabkan oleh lepasnya butir-butir kasar dengan bahan yang lebih halus.Piringan pemisah dikeluarkan,dibalikan,dan pasang kembali cetakan berisi benda uji pada keeping alas dan ditimbang.

f. Untuk pemeriksaan CBR langsung,benda uji telah siap diperiksa.Bila dikehendaki CBR yang direndam (Soaked CBR) harus dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

- Keping pengembangan dipasang diatas permukaan benda uji dan kemudian dipasang keping pemberat yang dikehendaki (seberat 4,5 kg atau 10 lbs ) atau sesuai dengan keadaan beban perkerasan. Cetakan beserta beban direndam didalam


(51)

48

air sehingga air dapat meresap dari atas maupun dari bawah. Tripod beserta arloji pengukur pengembangan dipasang. Pembacaan pertama dicatat dan dibiarkan selama 96 jam. Permukaan air selama perendaman harus tetap (kira-kira 2,5 cm diatas permukaan benda uji).Tanah berbutir halus atau berbutir kasar yang dapat melakukan air lebih cepat dapat direndam dalam waktu yang lebih singkat sampai pembacaan arloji tetap. Pada akhir perendaman catat pembacaan arloji pengembangan.

- Cetakan dikeluarkan dari bak air,dimiringkan selama15 menit sehingga air bebas mengalir habis. Selama pengeluaran air dijaga agar permukaan benda uji tidak terganggu.

- Beban diambil dari keping alas kemudian cetakan beserta isinya ditimbang.Benda uji CBR yang direndam telah siap untuk diperiksa.

Pelaksanaan:

a. Keping pemberat seberat minimal 4.5 kg (10 pound) atau sesuai dengan beban perkerasan diletakkan di atas permukaan benda uji. b. Untuk benda uji yang direndam beban harus sama dengan beban

yang dipergunakan waktu perendaman.Pertama–tama meletakkan keping pemberat2.27 kg (5 pound) untuk mencegah pengembangan permukaan benda uji pada bagian lubang keeping pemberat.Pemberat selanjutnya dipasang torak yang disentuhkan pada permukaan benda uji.

c. Kemudian torak penetrasi diatur pada permukaan benda uji.Sehingga arloji beban menunjukkan beban permulaan sebesar 4.5 kg (10 pound). Pembebanan ini diperlukan untuk menjamin bidang sentuh yang sempurna antara torak dengan permukaan benda uji .Kemudian arloji penunjuk beban dan arloji penunjuk penetrasi dinolkan.


(1)

61 Tabel 4.5 Hasil CBR, UCT

Parameter Tanah

Persentase Penambahan Serbuk Marmer

0 % 3 % 6 % 9 % 12 % 15 %

1. CBR Laboratorium, %

10 Tumbukan 4.00 5.13 5.67 5.80 5.93 5.37

25 Tumbukan 5.67 6.37 7.57 7.90 8.13 7.50

56 Tumbukan 6.00 7.47 9.00 9.00 8.70 6.67

2. CBR Design, (%) 4.50 5.00 7.40 7.67 7.50 5.60

3. UCT (kg/cm2) 2.20 3.25 3.45 3.78 3.60 3.40

Berdasarkan Tabel 4.5,dapat diketahui bahwa nilai CBR akan mengalami perubahan apabila terjadi penambahan kadar Serbuk Marmer pada tanah, dimana nilai CBR akan meningkat dengan bertambahnya kadar Serbuk Marmer. Disamping itu menigkatnya nilai CBR tanah adalah akibat dari energi atau jumlah pukulan pada pemadatan yang lebih tinggi, artinya nilai CBR semakin tinggi dengan menambahnya energi pukulan. Pada dasarnya daya dukung tanah ditentukan oleh kekuatan gesernya. Makin padat tanah maka kekuatan geser tanah semakin tinggi, sehingga daya dukung tanah akan makin bertambah pula.

Meningkatnya nilai CBR akibat naiknya prosentase Serbuk Marmer, hal ni disebabkan karena partikel-partikel tanah terikat antara satu dengan yang lainnya akibat adanya Serbuk Marmer sehingga terbentuk satu kesatuan tanah yang lebih kuat. Nilai CBR terus bertambah sampai pada kadar Serbuk Marmer 12%, kemudian nilai CBR menurun sampai kadar 15% Serbuk Marmer. Hal ini disebabkan karena pemakaian Serbuk Marmer yang melebihi kadar optimum, sehingga menyebabkan butiran tanah menjadi seragam. Apabila suatu jenis tanah mempunyai bentuk butiran yang seragam, hal itu akan menyebabkan kekuatan dari campuran tanah menjadi lebih lemah. Sedangkan meningkatnya nilai CBR akibat jumlah pukulan yang meningkat pada pemadatan tanah, hal ini disebabkan karena dengan energi pemadatan yang lebih tinggi, maka volume pori tanah akan semakin kecil dan tanah semakin padat, sehingga bidang kontak antar butiran


(2)

62

tanah semakin tinggi yang menyebabkan tegangan efektif ( ’) dari tanah menjadi semakin besar

4.2.2.2 CBR Design

Nilai CBR design digunakan dalam menentukan tebal perkerasan jalan. Untuk mendapatkan nilai CBR design yang merupakan nilai gaya dukung dari sampel tanah, maka harus diketahui lebih dahulu kadar air optimum (wopt) dan

kepadatan kering maksimum ( d.max) dari sampel tanah yang akan diteliti. Nilai

kadar air optimum (wopt) dan kepadatan kering maksimum ( d.max) diambil dari

data pemadatan standar yang telah dilaksanakan terlebih dahulu.

Nilai CBR design adalah nilai CBR laboratorium pada (95% d.max,)

dimana nilai ini merupakan daya dukung material tersebut. Grafik hubungan antara kurve pemadatan dan nilai CBR laboratorium untuk mendapatkan nilai CBR design. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa tanah dengan campuran Serbuk Marmer 0% dengan (95% x d.max), diperoleh nilai CBR designnya yaitu

4,50%. Sedangkan pada tanah dengan penambahan prosentase Serbuk Marmer yang optimum (9% Serbuk Marmer) dengan (95%x d.max) diperoleh nilai CBR

design adalah 7,67%.

4.2.2.3 Test Kekuatan Tekan Bebas [Unconfined Compression Test (UCT)] Penentuan nilai UCT ini dilakukan untuk mengetahui besarnya gaya dukung ultimit (qu) dari masing-masing campuran tanah dengan Serbuk Marmer.

Dari data tersebut dapat digambarkan hubungan antara penambahan kadar campuran Serbuk Marmer dengan nilai kuat tekan bebas (qu) dan CBR design


(3)

63

Gambar 4.3. Grafik Hubungan Antara Penambahan Serbuk Marmer Terhadap Tegangan Tanah (UCT) dan Nilai CBR Design

Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa dengan penambahan prosentase campuran Serbuk Marmer sampai pada kadar 9%, dengan kadar air yang sama menyebabkan meningkatnya harga kuat tekan bebas tanah (qu) sampai

puncaknya yaitu sebesar 3,78 kg/cm2 , kemudian menurun sampai pada kadar campuran 15% Serbuk Marmer.


(4)

64 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini serta didasarkan atas data-data hasil penelitian yang diperoleh selama dilaboratorium sampai dengan analisa data dan pembahasan yang diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan data-data serta hasil penelitian di laboratorium menurut system klasifikasi AASHTO, tanah Desa Pejaten Tabanan termasuk dalam kelompok A-7-6 dengan nilai grup indeks = 57 sehingga dapat ditulis A-7-6 ( 57). Sedangkan menurut system klasifikasi USCS (Unifield Soil Clasipication System) tanah Desa Pejaten termasuk jenis tanah lempung dengan plastisitas tinggi (CH). Sedangkan sesuai dengan diagram segitiga Missisipi, tanah Pejaten termasuk Campuran Tanah Liat dan Lempung Berlanau.

2. Karakteristik Tanah Lempung Pejaten

a. Kadar air tanah asli rata-rata di daerah Pejaten sebesar 57,94 % b. Berat jenis (Gs) tanah lempung di daerah Pejaten sebesar 2,662. c. Dari pengujian batas-batas Atterberg diperoleh:

- Nilai batas cair (liquid limit) tanah lempung di daerah Pejaten sebesar 83.00% yang termasuk extra high liquid limit.

- Nilai batas plastis (plastic limit) tanah lempung di daerah Pejaten sebesar 33,86%.

- Nilai batas susut (shrinkage limit) tanah lempung di daerah Pejaten sebesar 50.64%.

- Nilai indeks plastisitas tanah lempung di daerah Pejaten sebesar 49,14%.

d. Pada test CBR, dengan penambahan kadar Serbuk Marmer 9% dengan energi pemadatan sebanyak 56 pukulan, mendapatkan nilai CBR Design tertinggi yaitu 9,00 % sehingga memenuhi syarat minimum CBR Design (menurut Bina Marga yaitu sebesar 6%).


(5)

65

e. Nilai kuat tekan bebas (qu) dari tanah Pejaten setelah dicampur dengan

Serbuk Marmer mencapai peningkatan dengan puncaknya pada kadar campuran Serbuk Marmer 9.00%, yaitu sebesar 3,78 kg/cm2.Jadi untuk mencapai nilai-nilai karakteristik tanah yang optimal diperlukan penambahan kadar Serbuk Marmer sebesar 9% dari berat kering tanah lempung Pejaten, Tabanan.

5.2 Saran-Saran

Berkaitan dengan penelitian yang dilakukan mengenai tanah Pejaten yang distabilisasi dengan Serbuk Marmer dapat disarankan :

1. Untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan stabilisasi tanah dengan menggunakan bahan Serbuk Marmer agar dilakukan penelitian terhadap komposisi kimia Serbuk Marmer serta reaksinya dalam campuran tanah

2. Dengan melihat tanah Pejaten yang merupakan jenis campuran tanah liat dan lempung berlanau, maka perlu juga diteliti penggunaan stabilisasi tanah dengan memakai Serbuk Marmer terhadap penurunan lapisan tanah (consolidation Settlement).

3. Stabilisasi tanah dengan menggunakan Serbuk Marmer perlu penelitian lebih lanjut dari segi ekonomis maupun dari segi teknis pelaksanaan terhadap penggunaan metode stabilisasi yang lain.


(6)

66

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. 1990. Panduan Praktikum Mekanika Tanah. Laboratorium Mekanika Tanah Bagian Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Udayana. 2. Bowles, J.E, 1997. Analisis dan Desain Pondasi Jilid I.Jakarta: Erlangga.

Craig, R. F, 1986. Mekanika Tanah.Jakarta : Erlangga.

3. Das, B.M, Endah, N dan Indrasurya, 1988, Mekanika Tanah (Prinsip prinsip Rekayasa Geoteknis). Jilid I. Jakarta : Erlangga.

4. Hardiyatmo, Hary Christady. 1992. Mekanika Tanah 1. Jakarta: Gramedia. 5. Redana, I W. 2011.Mekanika Tanah. Denpasar: Udayana University Press. 6. Sukirman, Silvia. 1995. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Bandung: Nova. 7. Wesley, L. D. 1977.Mekanika Tanah Cetakan IV. Jakarta: Badan Penerbit