STUDI AWAL MENGENAI DONGENG SEBAGAI METO

STUDI AWAL MENGENAI DONGENG SEBAGAI METODE TERAPI UNTUK MENGURANGI DAMPAK PSIKOLOGIS (STRES PASCATRAUMA) BENCANA PADA ANAK-ANAK PASCA GEMPA BUMI DI YOGYAKARTA SKRIPSI

Disusun Oleh: IRANI SORAYA 02/159466/PS/04620 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2008

STUDI AWAL MENGENAI DONGENG SEBAGAI METODE TERAPI UNTUK MENGURANGI DAMPAK PSIKOLOGIS (STRES PASCATRAUMA) BENCANA PADA ANAK-ANAK PASCA GEMPA BUMI DI YOGYAKARTA SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Guna Memenuhi Persyaratan Untuk memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

IRANI SORAYA 02/159466/PS/04620

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2008

LEMBAR PENGESAHAN

Dipertahankan di depan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada dan Diterima untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Psikologi

Pada Tanggal :

Mengesahkan,

Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada

Dekan,

Prof. Dr. H. M. Noor Rochman Hadjam, SU

NIK: 130787642

Panitia Penguji Tanda Tangan

1. DR.Sofia Retnowati, M.S

2. Prof. DR. Endang Ekowarni

3. Mustaq Firin, S.Psi, M.Si

Motto

Semoga kedua tangan ini menjadi alat terciptanya kedamaian Semoga mulut ini hanya mengeluarkan kata-kata yang menyenangkan, Kata-kata yang bisa menjadi obat, kata-kata yang jujur Semoga aku selalu merindukan keharuman sesuatu yang suci Semoga wajah ini memancarkan cahaya welas asih Semoga kedua mata ini selalu melihat karya Sang Pencipta kemanapun memandang Semoga kedua telinga ini hanya mendengarkan gema Sang Pencipta Semoga leher ini menunduk dengan rendah hati hanya pada Yang Esa Semoga Kedua kaki ini melangkah pada jalan yang suci

Halaman Persembahan

Karya ini Kupersembahkan kepada Bunda tercinta Hj.Liana Budi Semoga Allah SWT Memberikan karunia-Nya yang tak terbatas padamu Bunda... “Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai, dan masukkanlah aku

dengan rahmat Mu ke dalam golongan hamba- hamba Mu yang saleh”. QTS.An Naml:19

Dan juga Teruntuk Ayahanda dalam kenangan terindah ; H.Usman Husein bin Tengku Muhammad Husein (alm) ”Ya Rabbi, Ampunilah dia, kasihanilah dia dan sejahterakanlah dia, maafkanlah kesalahannya, hormatilah kedatangannya dan luaskanlah tempat diamnya. Ya Allah Ampunilah kami, dia, dan saudara-saudara kami yang telah

mendahului kami dengan iman, dan janganlah Engkau jadikan gelisah dalam

hati kami dan bagi orang-orang beriman, Wahai Tuhan kami, sesungguhnya Engkaulah Maha penyantun lagi Maha penyayang.”..Allahuma Amien

Bissmillahirrahmanrrahiim

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirrabil’alamin, pujian serta sujud syukur yang tak terhingga atas karunia Allah SWT, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, serta

sahabat. Penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang terdalam kepada Dr. Sofia Retnowati, MS selaku pembimbing yang telah mencurahkan waktu, dorongan dan pengertiannya dalam membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan dengan segala kerendahan hati dan hormat yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dekan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Bapak Prof. Dr. H. M. Noor Rochman Hadjam, SU, beserta seluruh civitas akademika Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

2. Prof. DR. Endang Ekowarni dan Mustaq Firin, S.Psi, M.Si selaku dewan penguji dalam memberikan masukan serta arahan yang terbaik bagi tugas akhir penulis. Dosen-dosen di Fakultas Psikologi yang mempunyai dedikasi tinggi, tidak sekedar mengajar akan tetapi mendidik kami. Semoga kami dapat menjadi manusia yang banyak manfaatnya bagi masyarakat.

3. Dra.Sugihastuti, SU. dari FIB, UGM dan Prof. DR. Burhan Nurgiyantoro dari FISE UNY atas masukannya yang sangat berharga.

4. Keluarga penulis di Depok: Hj.Liana Budi, ibunda yang tak pernah berhenti mendoakan nanda. Ayahanda H.Usman Husein (alm), Kakak-kakak tercinta : drg.Elyta Sari, Arifin Nur, S.T, Heni Yusnita, S.Si, Wahyu Basuki, S.Kom, adik Nasya Tsuraya dan Sherafinna Inaya.

5. Keluarga Besar Tengku Muhammad Husein di Sigli: Nenek Sjahbandi, Nyak wa, Abua, abang dan kakak-kakak serta keluarga besar di Pidie.

6. Keluarga besar Bhe Khi Sjen di Depok.

7. Keluarga Besar Pondok Pesantren Rabingah Prawoto, Yogyakarta. Para staf pengajar, Musyrifah, Pengasuh dan teman-teman semua : Arum, Dee-dee, Deni, Uni, Deespe, Lilie, Rena dan semua. Ana uhibbukifillah.

8. Dra.Indiyah B. Musono, M.Si atas kepercayaannya kepada penulis untuk menggantikan matakuliah psikologi kognitif, Ibu Dra.Siti Aisyah, M.Ag dan Ibu Mustaqillah Munir atas kasih sayangnya yang tak tergantikan.

9. Umi Yuniarsih Mustofa, umiku yang mencurahkan waktu dan hatinya untuk pondok tercinta, darimu aku banyak belajar, umi.

10. Penduduk dan anak-anak pengungsian Aleu Penyaring, Kecamatan Meurebo, Aceh Barat. Sumber kenangan bahagia dan inspirasi penulis : Maisuri, Yulia, Adi, Idul, Zaenal, Syafril, Daniel, Nora, Zahro dan semua yang tak mungkin penulis sebutkan satu persatu.

11. Teman- teman SUPA (Solidaritas UGM Peduli Aceh): Heni, Ka’san, Aris, Agus, Samsi, Hardi dan Agung. I really proud to know u guys!.

12. Teman-teman MHSC Team: Sri Marpinjun (Ibu Pipin-Direktur LSPPA), DR. Indria Laksmi Gamayanti, M.Si, Mas Azied, dan geng ’82 yang akan selalu

punya tempat khusus dihati penulis Plg, P’Wahyu, dan Genia, I luv u all guys!.

13. Rahmat Hidayat, Ph.D terimakasih untuk kepercayaan dan e-mail yang selalu memberi penulis semangat untuk melangkah lebih tinggi.

14. Keluarga Besar SMKN I Meulaboh: Bu Sofyani, Faridah, Hamidah, Ely, Dewi dst, bala tasaba, nekmat tasjuko, disinan rahsia hudep ureung bahgia.

15. Sahabat yang selalu dihati: Bheti Yuliana Fitrianingsih, S.Ked, Sirath Rizhqi Purnawati, S.Sos, Nurrahmi Kartikawati, S.T.

16. Para adik-adik yang senantiasa menjaga semangatku: Esti Rosiana, Intan Nawangsari Sutarto, Nanda Pratiwi, Diah Arminingsih, Rahmatin Ni’mah.

17. Teman-teman Psikologi 2002: Ririt, Ari, Hani, Iwan, Kiki, Ani, Zahro dan semua yang mengiringi penulis dengan canda.

18. Netty Irawati, S.Psi, Febriyana Maulida, S.Psi, Harwanti Noviandari,S.Psi sahabat tersayang penulis: terimakasih untuk dukungan yang tiada henti-henti.

19. Duma Rahmad Artanto, S.Psi terimakasih untuk teh hangat di musim dingin, cerita indah disaat penat dan untuk waktu yang terluangkan demi mengurusi my harsh and dissonant life , banyak terimakasihku mas Duma.

20. Muhammad Ali Al Farissi, terimakasih untuk semangat yang tertularkan, dan untuk kepercayaan yang begitu besar.

21. Dwi Sapta Yuniardi, terimakasih atas traktiran kopinya, semoga suatu hari ada kesempatan lain untuk bertemu.

22. Shininchi Chiaki dan Megumi Noda (Nodame): terima kasih untuk mottonya yang selalu terpampang di hati.

23. Teman-teman di CBMH (Center for Bioethics and Medical Humanities) Mba Dewi, Mba Ristya, Mba Mely, Mba Oni, Mba Tuti.

24. Teman-teman penulis di program Public Speaking, Due Like PPKB UGM, maaf atas komunikasi yang sempat terputus.

25. Teman- teman OT FKUI 99’: Iin, Dewi, Pinta, Nayu, Mimi yang senantiasa memberikan dorongan kepada penulis.

26. Teman-teman les dan para pengajar: PPB (Pusat Pelatihan Bahasa UGM) TU.75, LIP (lembaga Indonesia-Prancis) Monsieur Laddy Lesmana, “Merci beacoup monsieur, au revoir a Paris”, et pour Mlle.Merry, “merci beacoup madmoiselle, au revoir a Paris”, serta Arka Paramita terima kasih.

27. Teman-teman di Markaz Al Manar, bersemangatlah Fastabiqul Khairat.

Semoga Allah senantiasa melimpahkan segala karunia-Nya agar kita menjadi orang yang pandai bersyukur, Allahuma amien.

B. Saran Penelitian………………………………………………….. 106

C. Hambatan Penelitian……………………………………….......... 107 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………

109 DAFTAR LAMPIRAN……….…………………………………………….

113

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

L1 Daftar Istilah……………………………………………... 114 L2

Artikel Terkait…………………………………………….. 115 L3

Informed Consent Penelitian……………………………… 116 L4

Data Akibat Gempa di Kecamatan P................…………... 123 L5

Modul Dongeng …………………………………………... 124 L6

Surat Ijin Penelitian……………………………………….. 140 L7

Hasil Evaluasi Dongeng…………………………………... 141 L8

Panduan Wawancara……………………………………… 145 L9

Data Verbatim Wawancara……………………………….. 148 L10

Data Recoding dan Pentemaan…………………………… 250 L11

Dokumentasi Penelitian …………………………………..

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1

2 NAD dan Provinsi DIY…………………………............... Tabel 1.2

Perbandingan kerugian oleh bencana alam di provinsi

3 Yogyakarta- Jawa Tengah………………………………… Tabel 4.1

Korban jiwa dan luka-luka gempa bumi 27 Mei 2006

Kegiatan Persiapan Penelitian............................................. 38 Tabel 4.2

40 Tabel 4.3

Jadwal Pelaksanaan Penelitian…………………................

42 Tabel 4.4

Data Korban Dusun B……………………………………..

45 Tabel 4.5

Subjek Penelitian……………………………………….....

73

Perubahan Perilaku siswa…………………………………

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.1

Grafik kerugian berbagai sektor pasca gempa bumi

2 di Yogyakarta dan Jawa Tengah………………………..

Gambar 3.1 Prosedur Penelitian…………………………………..

35 Gambar 5.1

Stressor Pada Anak…………………………………. 104

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat hasil karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis di acu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta,18 Juli 2008

Irani Soraya 02/159466/PS/04620

STUDI AWAL MENGENAI DONGENG SEBAGAI METODE TERAPI UNTUK MENGURANGI DAMPAK PSIKOLOGIS (STRES PASCATRAUMA) BENCANA PADA ANAK-ANAK PASCA GEMPA BUMI DI YOGYAKARTA

Irani Soraya Universitas Gadjah Mada INTISARI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan dua maksud, yang pertama bertujuan sebagai studi awal penggunaan dongeng untuk mengurangi dampak psikologis (stres Pacatrauma) anak-anak korban bencana alam gempa bumi 27 Mei 2006 di Yogyakarta, sedangkan yang kedua adalah sebagai studi eksplorasi mengenai peran keluarga dalam pengasuhan anak pasca bencana alam (gempa bumi 27 mei 2006). Enam orang subjek anak dilibatkan sebagai objek metode dongeng sedangkan salah satu orang tua dan dua orang guru berperan sebagi significant persons anak diwawancarai untuk mengetahui perubahan perilaku yang terjadi pasca bencana dan pasca pemberian metode dongeng. Penelitian mengenai bencana memiliki beberapa kelemahan yakni sulitnya mendapatkan informasi mengenai perilaku subjek penelitian sebelum terjadinya bencana dan menerapkan kontrol penelitian. Peneliti berasumsi bahwa metode dongeng tidak efektif memberikan pengaruh perubahan perilaku pada anak-anak sehingga peneliti mencoba untuk melakukan eksplorasi mengenai faktor peran keluarga dalam pengasuhan anak sebagai faktor yang paling besar mempengaruhi recovery anak. Kata kunci: Bencana, Stres Pascatrauma, Peran Keluarga, Mendongeng

Maraknya bencana alam yang terjadi di Indonesia beberapa tahun belakangan menunjukan betapa Indonesia memiliki risiko yang tinggi akan bencana alam. Bencana alam memiliki kualitas sebagai pengalaman traumatis yang dapat berdampak sebagai penyebab munculnya gangguan stres pascatrauma (Stres Pascatrauma). Risiko ini muncul sebagai dampak bencana yang menyengsarakan individu dan keluarga, kehilangan anggota keluarga yang dikasihi serta hancurnya sistem masyarakat. Dari penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa anak-anak memiliki risiko yang terhadap Stres Pascatrauma (Doherty dalam Pynoos 2001). Mulyadi (2004) juga mengemukakan bahwa bencana yang datang silih berganti dapat berisiko untuk melahirkan generasi-generasi yang mudah emosional, menyelesaikan masalah dengan jalan pintas serta rentan terhadap frustasi. Pendekatan yang khas sangat mutlak diperlukan untuk memberikan pendampingan pada anak korban bencana alam. Metode dongeng selama ini telah

dipercaya sebagai alat penanaman nilai luhur bangsa dan masyarakat. Itulah sebabnya peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimanakah pengaruh dongeng untuk mengurangi dampak psikologis bencana alam pada anak-anak korban gempa 27 Mei 2006 di Yogyakarta. Peneliti menyadari bahwa penelitian bencana memiliki beberapa keterbatasan baik berupa kontrol dan ketiadaan data informasi keadaan anak-anak sebelum terjadinya bencana alam (ketiadaan data pembanding). Selain itu peneliti juga mengungkapkan (melakukan studi eksplorasi) faktor peran orang tua dalam pengasuhan anak pasca bencana sebagai salah satu faktor yang diduga berperan signifikan terhadap proses recovery anak. Enam orang subjek anak diberikan metode dongeng setelah itu diberikan evaluasi serta observasi terhadap perilaku mereka, hasil evaluasi tersebut dibandingkan dengan hasil wawancara terhadap orang tua dan guru (sebagai significant persons anak). Data dianalisis dengan analisis per keluarga yang dilanjutkan dengan analisis antar keluarga (cross cases) dalam bentuk tema terhadap stressor yang terjadi dalam keluarga. Dari penelitian ini peneliti melihat potensi akan pengembangan dongeng untuk anak pascabencana dengan melibatkan orang tua dan guru.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bencana alam masih menjadi permasalahan pelik yang dihadapi pemerintah Indonesia. Belum tuntas proses rekonstruksi dan rehabilitasi bencana alam gempa bumi dan gelombang tsunami 26 Desember 2004 di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Sumatera Utara, negeri ini kembali dilanda berbagai bencana alam. Gempa bumi di Nias, banjir bandang di Aceh Tamiang, tanah longsor di Banjarnegara, luapan lumpur panas di Sidoarjo dan gempa bumi yang mengguncang Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan sebagian Jawa Tengah pada 27 Mei 2006. BAPPENAS (2006), melaporkan bahwa bencana alam merupakan salah satu penyebab kerugian terbesar di negara berkembang dalam kurun waktu sepuluh tahun.

Indonesia berisiko tinggi terhadap bencana alam, hal ini disebabkan karena 18 ribu lebih pulau-pulaunya berada pada jalur pasifik lintasan vulkanik dan tektonik (Dzikron, 2006). Risiko yang dihadapi antara lain terjadinya letusan gunung berapi, gelombang atau tsunami, angin topan, banjir, tanah longsor dan gempa bumi. Pada 27 Mei 2006 gempa bumi berkekuatan 5.9 Skala Richter mengguncang Provinsi DIY dan sebagian Jawa Tengah. Gempa bumi tersebut merupakan satu rangkaian dengan bencana gempa bumi dan gelombang tsunami

26 Desember 2004 di Provinsi NAD dan gempa bumi di Nias pada bulan Maret 2005 (BAPPENAS, 2006).

Kerugian yang ditanggung negara akibat bencana alam tidak sedikit. Gempa dan gelombang tsunami di Provinsi NAD menyebabkan kerugian berkisar US$4.747 juta, dan US$3.134 untuk gempa bumi di Provinsi DIY dan sebagian Jawa Tengah.

Tabel 1.1. Perbandingan kerugian yang disebabkan oleh bencana alam di Provinsi

NAD dan gempa bumi di Provinsi DIY

Korban tewas Kerusakan & kerugian 1

(dalam juta US$) NAD,

(dalam jiwa)

Gempa bumi disertai

gelombang tsunami

DIY- Jawa Gempa bumi

Sumber. Pusat Kesiapan Bencana Asia, Thailand; ECLAC, EM-DAT, World Bank (dalam BAPPENAS, 2006)

Hasil Penilaian awal terhadap bencana alam gempa bumi 27 Mei 2006 di Provinsi DIY dan Jawa Tengah mengungkapkan bahwa kerusakan dan kehancuran terjadi di berbagai sektor. Sektor perumahan mengalami kerugian mencapai Rp.15,3 triliun, sektor produktif (pertanian, perdagangan dan industri) mencapai Rp.9 triliun dan sektor sosial (kesehatan dan pendidikan) mencapai Rp.4 triliun, total keseluruhan mencapai Rp.28.3 triliun (BAPPENAS, 2006).

Gambar 1.1. Grafik kerugian berbagai sektor pada gempa bumi 27 Mei 2006 di

Provinsi DIY& Jawa Tengah

1 Pengukuran akan kerugian dan dampak kerusakan menggunakan metodologi ECLAC, metode ini pertama kali dikembangkan oleh oleh komisi ekonomi PBB pada awal tahun 1970-an. Pengukuran ini menganalisis tiga aspek utama

Sektor perumahan penduduk mengalami kerugian terbesar, yang diikuti dengan sektor produktif dan sektor sosial. Kabupaten Bantul mengalami kerusakan terparah, ribuan rumah penduduk roboh, rata dengan tanah sementara ratusan usaha mengalami kerugian materil, bencana ini juga meluluh lantakkan ratusan sekolah, fasilitas umum seperti rumah sakit dan pasar-pasar.

Perubahan kehidupan yang berlangsung tiba-tiba dan cepat menjadi sumber stres tersendiri bagi para korban (selanjutnya akan disebut sebagai survivor) Banyak permasalahan yang muncul terkait dengan bencana alam seperti kehilangan harta benda, tempat tinggal, pekerjaan, masalah pengungsian, relokasi, pemenuhan kebutuhan hidup yang sulit, pendidikan yang terputus, gangguan dalam kehidupan pribadi (privacy), serta stres yang diakibatkan oleh kehilangan anggota keluarga yang dicintai.

Tabel 1.2. Jumlah Korban Jiwa dan Luka-luka Gempa Bumi 27 Mei 2006 Yogyakarta-Jawa Tengah

Provinsi dan Kabupaten

Korban Jiwa

Korban Luka-luka

3.792 Kota Yogya

318 Kulon Progo

22 2.179 Gunung Kidul

Jawa Tengah

Sumber: Laporan bersama BAPPENAS, Pemerintah Provinsi DIY, Jawa Tengah dan Mitra Internasional, Juli 2006

Korban meninggal mencapai 5.716 jiwa dan 37.927 jiwa mengalami luka-luka.

Gempa yang terjadi pada pagi hari pukul 05.54 WIB membuat banyak orang terperangkap di dalam rumah khususnya anak-anak dan orang tua, sehingga mayoritas korban merupakan orang yang berusia lanjut dan anak-anak yang kemungkinan tidak sempat menyelamatkan diri ketika gempa berlangsung (http://www.gudeg.net/gempa, 20 Oktober 2006). Kondisi tersebut menyebabkan ratusan orang mengalami kehilangan anggota keluarga baik bapak, ibu maupun saudara serta anak-anak yang terancam kehilangan orang tua. Gempa yang terjadi pada dini hari ini berpotensi menimbulkan trauma psikologis bagi para survivor baik orang dewasa maupun anak-anak.

Bencana alam yang terjadi seperti gempa bumi, tsunami, angin topan mempunyai kualitas katastropik sebagai pengalaman traumatis serta menjadi sumber stres bagi survivor yang apabila tidak ditangani akan dapat menyebabkan gangguan perilaku dalam waktu dekat maupun yang akan datang (Bell et al, 2001). Salah satu risiko yang menjadi kekhawatiran pasca terjadinya bencana alam adalah terjadinya Post Traumatic Stress Disorders (PTSD) atau gangguan stres pascatrauma.

Gejala-gejala gangguan stres pascatrauma dapat muncul 7 hari sampai dengan

30 tahun setelah peristiwa traumatis (http://www.KCM.com/ 29 Desember 2004), gejala-gejala ini dapat hilang-timbul sepanjang masa sehingga dapat menganggu fungsi kerja dan kehidupan apabila tidak dikelola dengan benar. Stres karena kehilangan anggota keluarga, rumah dan lingkungan akan dirasakan lebih berat dialami anak, karena mereka merupakan kelompok yang masih rentan dan membutuhkan pengayoman segera dan berkelanjutan. Hal ini mengingat emosi 30 tahun setelah peristiwa traumatis (http://www.KCM.com/ 29 Desember 2004), gejala-gejala ini dapat hilang-timbul sepanjang masa sehingga dapat menganggu fungsi kerja dan kehidupan apabila tidak dikelola dengan benar. Stres karena kehilangan anggota keluarga, rumah dan lingkungan akan dirasakan lebih berat dialami anak, karena mereka merupakan kelompok yang masih rentan dan membutuhkan pengayoman segera dan berkelanjutan. Hal ini mengingat emosi

Kehidupan pascabencana seringkali membawa dampak buruk pada anak, di saat perhatian orang tua dan pengampunya terserap pada pembangunan kembali rumah maupun penghidupan, anak-anak kerap terabaikan dan secara tanpa sadar terpengaruh oleh trauma yang dialami orang dewasa disekitarnya, berbeda dengan orang dewasa yang mampu berbagi beban dan ganjalan yang ditanggungnya kepada orang lain, pemulihan trauma pada anak memerlukan penangganan dan kompleksitas tersendiri (http:/WorldPress.blog/).

Mulyadi (Gerbang, 2004) pemerhati anak dan ketua Komisi Nasional HAM perlindungan anak (Komnas HAM PA), mengemukakan bahwa bencana yang datang silih berganti, konflik sosial dikhawatirkan dapat mengancam masa depan anak-anak Indonesia. Musibah dan peristiwa yang traumatis diperkirakan dapat melahirkan generasi-generasi yang mudah menyerah (putus asa), sangat emosional, dan menyelesaikan masalah melalui jalan pintas.

Supratiknya (2001) mengemukakan bahwa perkembangan anak sangat terkait dengan orang tua, lingkungan dan situasi alam sekitar. Faktor-faktor tersebut dapat menunjang perkembangan anak untuk menjadi manusia yang sehat dikemudian hari, dalam keadaan lain faktor-faktor tersebut dapat menjadi penyebab adanya gangguan perkembangan dan penyesuaian diri anak. Lingkungan memegang peran yang penting karena melalui lingkungan anak akan belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial. Bencana yang terjadi membuat sistem keluarga porak poranda yang dampaknya akan dialami oleh Supratiknya (2001) mengemukakan bahwa perkembangan anak sangat terkait dengan orang tua, lingkungan dan situasi alam sekitar. Faktor-faktor tersebut dapat menunjang perkembangan anak untuk menjadi manusia yang sehat dikemudian hari, dalam keadaan lain faktor-faktor tersebut dapat menjadi penyebab adanya gangguan perkembangan dan penyesuaian diri anak. Lingkungan memegang peran yang penting karena melalui lingkungan anak akan belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial. Bencana yang terjadi membuat sistem keluarga porak poranda yang dampaknya akan dialami oleh

Secara psikologis, anak mempunyai perkembangan kognisi, emosi, dan sosial yang berbeda dengan orang dewasa, sehingga dalam perlakuan yang diberikan pun harus dibedakan dengan perlakuan pada orang dewasa. Demikian pula pada penanganan aspek psikologis yang dialami anak pascabencana ini harus dilakukan melalui sudut pandang yang sesuai dengan perkembangan dan dunia anak.

Dunia anak adalah dunia bermain, melalui bermain anak mencapai tahap- tahap dalam perkembangannya. Bencana yang terjadi tidak hanya menghancurkan rumah dan merobohkan sekolah, akan tetapi anak-anak terancam kehilangan ruang publik yang selama ini menjadi tempatnya bermain, waktu dan minat anak untuk bermain pun nyaris hilang karena anak harus membantu orang tua membersihkan puing-puing, mereka menjadi terlalu lelah baik secara fisik maupun secara batin (http://www.jogjamediacenter.net/ 22 Juni 2006).

Pascabencana alam gempa bumi disertai gelombang tsunami 26 Desember 2004 di Provinsi NAD metode bermain telah dimanfaatkan sebagai media untuk penanganan trauma. Seperti yang dilakukan oleh Komnas HAM Perlindungan Anak di Nias melalui metode terapi bermain (play therapy) (www.gatra.com; 4 Mei 2005). Relawan Unicef (Organisasi internasional yang menanggani masalah anak-anak) di Mata Le, Aceh Besar anak-anak memberikan terapi melalui teknik menggambar dan menulis (www.tempointeraktif.com;17 Januari 2005). Children

Center Unicef –Departemen Sosial di Lhoong, Aceh Besar anak-anak diberikan berbagai permainan dan pengasuhan melalui cerita anak mengenai makna hidup (www.KCM.com; 1 Februari 2005).

Pengalaman peneliti selama dua bulan sebagai relawan di Provinsi NAD juga semakin meyakinkan peneliti akan pentingnya memanfaatkan permainan seperti mendongeng dan drama sebagai sarana pendampingan anak-anak pasca pengalaman traumatis yang mereka alami.

Mulyadi (2005) mengemukakan bahwa dongeng bermanfaat untuk membantu merangsang perkembangan anak terutama sisi intelektual dan emosi. Melalui cerita anak-anak belajar nilai moral dan pengetahuan akan norma yang berlaku di masyarakat. Mendongeng juga dianggap sebagai sarana komunikasi dan sosialisasi nilai-nilai dalam keluarga. Melalui kegiatan ini anak-anak dapat menyerap nilai-nilai positif, seperti keberanian, kejujuran, rasa cinta tanah air, kemanusiaan, dan membedakan hal yang baik dan yang buruk.

Hal ini senada dengan pendapat Wirawan (2005) mengemukan bahwa : mendongeng adalah cara yang sederhana, murah, berbobot, yang dapat memberdayakan masyarakat serta meningkatkan diri dari generasi ke generasi untuk membangun sebuah dunia yang damai. Kegiatan ini sangat penting, mengingat bahwa proses rekonstruksi dan rehabilitasi yang dilakukan pemerintah dan masyarakat umumnya baru mengacu kepada perbaikan fisik, bangunan dan sarana fasilitas umum, penangganan terhadap pengalaman traumatis anak-anak seringkali terabaikan

B. Rumusan Masalah

Bencana alam adalah sebuah fenomena yang mau tidak mau harus di hadapi oleh pemerintah, masyarakat maupun keluarga. Permasalahan-permasalahan yang muncul pasca terjadinya bencana alam memerlukan penangganan yang terbaik dan tepat. Penangganan ini tidak hanya meliputi pembangunan dan perbaikan fisik bangunan yang hancur akibat bencana akan tetapi penangganan terhadap risiko yang dialami oleh keluarga maupun anak-anak berupa dampak-dampak psikologis. Salah satu risiko yang dikhawatirkan pasca terjadinya bencana alam adalah adanya gangguan stres pascatrauma.

Berangkat dari permasalahan yang diuraikan diatas serta belajar dari pengalaman dalam penangganan pascabencana tsunami di Provinsi NAD, peneliti sangat tertarik untuk melakukan eksplorasi mengenai dampak psikologis bencana terhadap keluarga dan anak-anak. Penelitian ini juga sekaligus ingin mengungkap bagaimana dongeng dapat dimanfaatkan untuk mengurangi dampak psikologis bencana terhadap anak-anak terutama pasca gempa bumi 27 Mei 2006 di Provinsi DIY.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai penelitian awal untuk menggali informasi mengenai dampak psikologis bencana terhadap keluarga dan anak-anak serta untuk menggali pemanfaatan mendongeng untuk mengurangi dampak psikologis bencana pada anak-anak.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat kepada:

1. Bidang keilmuan psikologi sebagai dasar informasi ilmiah untuk mengkaji lebih lanjut dongeng sebagai salah satu media terapi alternatif untuk anak- anak serta sebagai penelitian awal untuk mengembangkan teori mengenai psikologi dongeng.

2. Masyarakat serta pengambil kebijakan bidang penangganan pasca bencana alam : memperoleh informasi mengenai dampak psikologis bencana alam terhadap kondisi anak-anak dan keluarga.

E. Keaslian Penelitian

Pasca terjadinya bencana alam tsunami di provinsi NAD maupun gempa bumi

27 Mei 2006 di DIY dan Jawa tengah telah menumbuhkan minat penelitian dalam khasanah akademisi penelitian ilmiah di Indonesia, hal ini merupakan perkembangan yang menggembirakan. Penelitian terkait dengan bencana telah dilakukan oleh Jannah (2007) tentang kearifan kontekstual masyarakat Aceh dalam menghadapi bencana, Nugraheni (2007) tentang energi nrima dan gotong royong survivor gempa Jogja, Handayani (2007) meneliti program pemulihan kognitif spiritual survivor gempa Jogja, Sari (2007) meneliti efektivitas metode relaksasi untuk mengurangi kecemasan survivor gempa Jogja, Nugroho (2007) 27 Mei 2006 di DIY dan Jawa tengah telah menumbuhkan minat penelitian dalam khasanah akademisi penelitian ilmiah di Indonesia, hal ini merupakan perkembangan yang menggembirakan. Penelitian terkait dengan bencana telah dilakukan oleh Jannah (2007) tentang kearifan kontekstual masyarakat Aceh dalam menghadapi bencana, Nugraheni (2007) tentang energi nrima dan gotong royong survivor gempa Jogja, Handayani (2007) meneliti program pemulihan kognitif spiritual survivor gempa Jogja, Sari (2007) meneliti efektivitas metode relaksasi untuk mengurangi kecemasan survivor gempa Jogja, Nugroho (2007)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Bencana

Pembahasan mengenai pengertian dan karakteristik bencana merupakan bagian dari penelitian untuk mengenali penyebab, dampak dan kerusakan yang diakibatkan bencana bagi kehidupan manusia.

1. Pengertian Bencana

Organisasi kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) mendefinisikan bencana sebagai:

“Any occurrence, that causes damage, ecological disruption, loss on human life, deterioration of health and health services, on a scale sufficient to warrant an extra ordinary response from outside the affected community or

area”

Pada definisi tersebut bencana paling tidak memiliki tiga kriteria yaitu :

a. Bencana adalah peristiwa yang menyebabkan kerusakan secara ekologis dalam skala yang luas.

b. Bencana adalah peristiwa yang terjadi dalam satu waktu dan menyebabkan kerusakan struktural dan masalah pada proses sosial.

c. Bencana adalah peristiwa yang menyebabkan gangguan serius pada aktivitas normal (dalam Witruk, 2006). Terdapat beberapa pandangan dalam mendefinisikan bencana. Norris (dalam Handayani, 2007) mengemukakan bahwa bencana adalah terjadinya peristiwa mendadak atau tiba-tiba, yang mempunyai potensi menakutkan, mengerikan, mengejutkan, atau menimbulkan kehilangan dan kerugian bagi masyarakat luas secara simultan. The Center for Research on The Epidemiology of Disasters

(CRED) mendefinisikan bencana sebagai situasi atau peristiwa yang melebihi kapasitas atau kemampuan lokal sehingga mengharuskan adanya permintaan pertolongan secara eksternal baik tingkat nasional maupun internasional (dalam Handayani, 2007).

Melengkapi definisi diatas, dalam sudut pandang psikologi Quarantelli (dalam Bell et al, 2001) mengemukakan pendapatnya bahwa bencana tidak selalu dipandang sebagai kekuatan yang menyebabkan kerusakan-kerusakan fisik akan tetapi kekuatan dan dampak yang ditimbulkannya terhadap fungsi sosial. Bencana menyebabkan kerusakan sistem sosial dalam tingkatan individu, kelompok maupun organisasi.

Soetarso (1997) mengemukakan bahwa bencana paling tidak memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Adanya kerusakan pada pola-pola kehidupan normal. Kerusakan ini biasanya cukup parah, kadangkala mendadak, tidak diduga dan jangkauannya luas.

b. Merugikan manusia, baik berupa kematian, luka, kesengsaraan, maupun akibat negatif pada kesehatan.

c. Merugikan struktur sosial seperti kerusakan sistem pemerintahan, bangunan, komunikasi dan berbagai pelayanan umum utama lainnya. Munculnya kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal atau penampungan, makanan, bantuan kesehatan dan pelayanan sosial.

Berdasarkan beberapa pengertian mengenai bencana diatas maka peneliti menyimpulkan bahwa bencana adalah sebuah kejadian atau peristiwa yang terjadi Berdasarkan beberapa pengertian mengenai bencana diatas maka peneliti menyimpulkan bahwa bencana adalah sebuah kejadian atau peristiwa yang terjadi

2. Penyebab Bencana

Departemen sosial (1997), meninjau dari faktor penyebabnya membagi bencana kedalam empat kategori yaitu:

a. Bencana karena alam : Bencana ini terjadi ditinjau dari letak geografi, kondisi topografi, keadaan iklim, dinamika bumi, faktor demografi, dan kondisi sosial ekonomi masyarakat, maka kemungkinan terjadinya bencana yang diakibatkan oleh alam di wilayah Indonesia cukup besar yang setiap saat bisa terjadi tanpa dapat diperkirakan secara tepat tentang waktu, tempat maupun intensitasnya. Bencana yang disebabkan oleh alam yaitu : gunung meletus, gempa bumi, tanah longsor, gelombang atau tsunami, banjir lahar, gas beracun dan kekeringan.

b. Bencana karena ulah manusia: Bencana ini terjadi akibat pesatnya perkembangan industri besar maupun kecil di dalam negeri yang kurang memperhatikan wawasan lingkungan dan tidak berorientasi pada pembangunan berkelanjutan sehingga memperbesar tingkat pencemaran udara, tanah dan air yang diakibatkan pembuangan limbah industri, disamping itu pula kepadatan penduduk dengan segala aspeknya dapat menimbulkan kerawanan akan bencana (kebakaran). Jenis-jenis bencana karena ulah manusia antara lain: kebakaran, banjir, pergolakan sosial, dan perang.

c. Interaksi akibat bencana karena alam dengan bencana karena ulah manusia Peristiwa bencana ini sering berakibat ganda yaitu menimbulkan korban, kerusakan sarana, prasarana dan lingkungan secara beruntun serta menganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat, menganggu kehidupan sosial, ekonomi dan keamanan nasional serta menghambat laju pembangunan nasional.

d. Wabah penyakit: Keadaan kesehatan lingkungan dan gizi masyarakat yang masih buruk seperti kurangnya penggunaan air bersih, kurangnya jamban keluarga, kurangnya rumah sakit, banyaknya pemukiman kumuh, kekurangan kalori dan protein dan lain-lain yang dapat menyebabkan timbulnya wabah penyakit.

Dari uraian mengenai penyebab bencana maka dapat disimpulkan bahwa bencana dapat terjadi karena faktor alam, manusia dan interaksi antara faktor alam dan faktor manusia serta akibat wabah penyakit.

3. Dampak Bencana

Soetarso (1997) mengemukakan bahwa dampak bencana dapat bersifat primer, yaitu menyengsarakan orang dan merusak lingkungan secara langsung saat bencana terjadi, antara lain: kematian, sakit, kecacatan, stres, dan trauma emosional, menghancurkan pemukiman dan bisnis, menimbulkan musibah secara ekonomi dan kesengsaraan finansial dalam setiap bencana paling berat dialami oleh masyarakat miskin, dampak sekunder yaitu berupa timbulnya masalah keluarga, terutama bila kepala keluarga mengalami kematian, atau kecacatan, pemberian bantuan yang tidak tepat dapat menyebabkan masalah berupa korban Soetarso (1997) mengemukakan bahwa dampak bencana dapat bersifat primer, yaitu menyengsarakan orang dan merusak lingkungan secara langsung saat bencana terjadi, antara lain: kematian, sakit, kecacatan, stres, dan trauma emosional, menghancurkan pemukiman dan bisnis, menimbulkan musibah secara ekonomi dan kesengsaraan finansial dalam setiap bencana paling berat dialami oleh masyarakat miskin, dampak sekunder yaitu berupa timbulnya masalah keluarga, terutama bila kepala keluarga mengalami kematian, atau kecacatan, pemberian bantuan yang tidak tepat dapat menyebabkan masalah berupa korban

Response Handbook (www.nswiop.edu.au dalam Handayani, 2007) bencana membawa dampak antara lain:

Dalam buku

a. Pengaruh terhadap emosional meliputi: shock, terguncang, merasa ngeri, rentan, menyalahkan, marah, merasa bersalah, sedih, mati rasa, kehilangan harapan, kehilangan kesenangan dari kegiatan-kegiatan dan kesulitan untuk merasa cinta dan bahagia.

b. Pengaruh kognitif meliputi gangguan konsentrasi, gangguan dalam membuat keputusan, gangguan memori, ketidakpercayaan, kebingungan, mimpi buruk menurunnya self efficacy, menyalahkan diri sendiri dan disosiasi.

c. Pengaruh fisik yaitu kelelahan yang amat sangat, susah tidur, keteganggan gastrointestinal, respon terkejut, hyperarousal, meningkatnya rasa nyeri secara fisik, menurunnya respon kekebalan, sakit kepala, menurunnya nafsu makan, menurunnya libido, rentan sakit.

d. Pengaruh interpersonal meliputi meningkatnya konflik antar relasi, menarik diri, menurunnya keakraban dalam relasi, mengasingkan diri, gangguan performansi kerja, gangguan performansi sekolah, menurunnya tingkat kepuasan, ketidakpercayan, eksternalisasi kesalahan, merasa ditolak, hilangnya perasan over protektif.

Dari uraian mengenai dampak bencana dapat ditarik kesimpulan bahwa bencana dilihat dari kerugian dibagi menjadi dampak primer (kematian, sakit, Dari uraian mengenai dampak bencana dapat ditarik kesimpulan bahwa bencana dilihat dari kerugian dibagi menjadi dampak primer (kematian, sakit,

B. Dampak Psikologis Bencana

Rubonis & Bickman (dalam Bell et al, 2001) mengungkapkan, dari penelitian mengenai bencana dan dampaknya ditemukan bahwa bencana dapat berakibat pada perilaku dan kesehatan mental, penelitian ini juga menunjukkan adanya faktor-faktor risiko dampak bencana terhadap masalah emosi yang terjadi jauh setelah masa bencana. Gejala lain seperti meningkatnya penyakit tukak lambung juga ditemukan pada kondisi pasca terjadinya peristiwa yang menimbulkan stres seperti pada kondisi pengungsian, kebanjiran, gempa bumi dan perang (Davidoff, 1981). Beberapa psikolog mengemukakan bahwa pengalaman bencana termasuk salah satu yang dapat menyebabkan trauma psikologis (Carr, 2001).

Masykur (dalam Nugroho, 2007) meneliti mengenai dampak psikologis pada survivor gempa 27 Mei 2006 mengemukakan bahwa survivor mengalami dampak psikologis meliputi dampak emosional, kognitif dan sosial. Dampak emosional ditandai dengan perilaku terkejut, marah, sedih, mati rasa, duka yang mendalam, sensitifitas yang berlebihan, dan mengalami keterpakuan dengan bencana yang Masykur (dalam Nugroho, 2007) meneliti mengenai dampak psikologis pada survivor gempa 27 Mei 2006 mengemukakan bahwa survivor mengalami dampak psikologis meliputi dampak emosional, kognitif dan sosial. Dampak emosional ditandai dengan perilaku terkejut, marah, sedih, mati rasa, duka yang mendalam, sensitifitas yang berlebihan, dan mengalami keterpakuan dengan bencana yang

Erikson (dalam Bell et al, 2001) menyatakan bahwa gejala-gejala gangguan yang dialami oleh para survivor bencana muncul dari rusaknya konstruksi masyarakat dan hilangnya rasa kemasyarakatan, rasa kebersamaan dan karena hancurnya komunitas serta sistem yang dibangun.

Dari uraian mengenai dampak psikologis bencana dapat ditarik kesimpulan bahwa bencana berpotensi menimbulkan gangguan-gangguan emosi (Rubonis & Bickman dalam Bell et al, 2001), serta dampak kognitif dan sosial (Masykur dalam Nugroho, 2007) yang oleh Erikson (dalam Bell et al, 2001) disimpulkan sebagai hasil dari rusaknya konstruksi masyarakat dan hancurnya sistem serta komunitas.

1. Bencana dan Dampaknya terhadap Keluarga dan Anak-anak

Dalam perkembangan seorang anak, keluarga memiliki atribusi yang besar, Hurlock (1990) mengemukakan bahwa keluarga pada masa perkembangan anak berfungsi sebagai :

a. Perasaan aman karena menjadi anggota kelompok yang stabil.

b. Orang-orang yang dapat diandalkan dan dapat memenuhi kebutuhan fisik maupun psikologis.

c. Sumber kasih sayang dan penerimaan yang tidak terpengaruh oleh apa yang mereka lakukan.

d. Model pola perilaku yang disetujui guna belajar menjadi sosial.

e. Bimbingan dalam pengembangan pola perilaku yang disetujui secara sosial.

f. Orang-orang yang dapat diharapkan bantuannya dalam memecahkan

masalah yang dihadapi tiap anak dalam penyesuaian pada kehidupan.

g. Bimbingan dan bantuan dalam mempelajari kecakapan-kecakapan motorik, verbal dan sosial yang diperlukan untuk penyesuaian.

h. Membantu kemampuan anak untuk mencapai keberhasilan di sekolah dan kehidupan sosial.

i. Bantuan dalam menetapkan aspirasi yang sesuai dengan minat dan kemampuan. j. Sumber persahabatan saat mereka cukup untuk mendapatkan teman di luar rumah atau bila teman di luar rumah tidak ada. Pada masa terjadinya bencana sampai masa rekonstruksi, kehidupan keluarga (orang tua dan anak-anak) terus-menerus terancam oleh tekanan yang disebabkan oleh perubahan kehidupan yang terjadi pascabencana. Perubahan ini dapat bernilai negatif terhadap kehidupan keluarga seperti meninggalnya anggota keluarga, cacat, sakit dan terpisah dari anggota keluarga yang lain. Perubahan kehidupan yang berlangsung cepat mempunyai risiko terjadinya gangguan stres yang dialami oleh orang tua yang kemudian dapat mempengaruhi anak-anak.

Pascabencana perhatian orang tua akan tertuju pada pembangunan kembali rumah, fasilitas umum sampai dengan sistem sosial, hal ini otomatis menyebabkan anak kehilangan haknya untuk bermain, sebagai salah satu tugas perkembangannya.

The American Academy of Child and Adolesence (AACAP) berpendapat bahwa reaksi anak dan remaja terhadap bencana alam dipengaruhi oleh seberapa besar dampak pada saat bencana dan setelah bencana terjadi. Kematian salah satu anggota keluarga ataupun teman dekat menjadi salah satu penyebab paling besar terjadinya trauma. Selain itu rusak atau runtuhnya rumah atau hancurnya sekolah akan menyebabkan terjadinya beban psikologis, dampak dari pengalaman traumatis yang dialami anak bisa mempengaruhi perkembangan di masa depan, prestasi belajar, produktivitas, dan kesehatan.

Takada dan Nakamura (1999) mengemukakan bahwa bencana memiliki dampak buruk terhadap anak-anak. Anak belum mampu untuk memahami penyebab terjadinya bencana dan kemampuan mereka untuk coping masih sangat terbatas. Reaksi anak terhadap bencana terutama berkaitan dengan stres pengalaman kehilangan anggota keluarga, teman, mainan, rusaknya rumah, kehilangan mainan dan tempat bermain. Dalam kondisi pasca bencana reaksi anak akan lebih jelas sebagai gangguan fisik dan perilaku dibanding gangguan psikologis.

Pasca terjadinya gempa bumi besar di Jepang pada tahun 1995 Takada dan Nakamura (1999) melakukan survey untuk mengevaluasi trauma yang mungkin terjadi pada anak-anak. Trauma ini lebih kepada gangguan fisik dan perubahan Pasca terjadinya gempa bumi besar di Jepang pada tahun 1995 Takada dan Nakamura (1999) melakukan survey untuk mengevaluasi trauma yang mungkin terjadi pada anak-anak. Trauma ini lebih kepada gangguan fisik dan perubahan

Hasil assesment Hapsari (2005) terhadap anak-anak yang tinggal di lima pengungsian pasca terjadinya bencana tsunami dan gempa bumi Provinsi NAD menjelaskan bahwa dampak berat yang dialami anak-anak pascabencana adalah yang diakibatkan oleh kehilangan orang tua maupun keluarganya. Anak-anak terancam menjadi yatim piatu atau terpisah dari orang-orang yang mereka cintai. Anak-anak ini juga terancam akan adanya perdagangan anak maupun adopsi anak-anak secara ilegal. Masalah lainnya adalah risiko terjadinya putus sekolah pascabencana terkait dengan lumpuhnya fungsi keluarga dalam memenuhi kebutuhan anak-anak akan pendidikan. Risiko lain yang dialami anak-anak adalah adanya risiko kekurangan gizi yang mungkin hanya mengkonsumsi bahan-bahan logistik seperti supermi dan biskuit, ancaman ini dapat menyebabkan anak-anak terancam kekurangan gizi yang menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh sehingga mudah terserang penyakit. Dampak jangka panjang dari masalah kekurangan gizi ini adalah anak-anak dalam jangka panjang akan terjadi fenomena sumber daya dan generasi yang hilang karena tidak mampu bersaing secara kecerdasan, kreativitas dan produktivitas secara global. Risiko lain adalah terjangkiti penyakit karena kondisi pasca bencana yang tidak layak atau dengan sanitasi yang buruk, risiko lain yaitu: kehilangan tempat bermain, kelaparan, tidak mendapat hak pengasuhan yang layak, kehilangan sahabat atau teman Hasil assesment Hapsari (2005) terhadap anak-anak yang tinggal di lima pengungsian pasca terjadinya bencana tsunami dan gempa bumi Provinsi NAD menjelaskan bahwa dampak berat yang dialami anak-anak pascabencana adalah yang diakibatkan oleh kehilangan orang tua maupun keluarganya. Anak-anak terancam menjadi yatim piatu atau terpisah dari orang-orang yang mereka cintai. Anak-anak ini juga terancam akan adanya perdagangan anak maupun adopsi anak-anak secara ilegal. Masalah lainnya adalah risiko terjadinya putus sekolah pascabencana terkait dengan lumpuhnya fungsi keluarga dalam memenuhi kebutuhan anak-anak akan pendidikan. Risiko lain yang dialami anak-anak adalah adanya risiko kekurangan gizi yang mungkin hanya mengkonsumsi bahan-bahan logistik seperti supermi dan biskuit, ancaman ini dapat menyebabkan anak-anak terancam kekurangan gizi yang menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh sehingga mudah terserang penyakit. Dampak jangka panjang dari masalah kekurangan gizi ini adalah anak-anak dalam jangka panjang akan terjadi fenomena sumber daya dan generasi yang hilang karena tidak mampu bersaing secara kecerdasan, kreativitas dan produktivitas secara global. Risiko lain adalah terjangkiti penyakit karena kondisi pasca bencana yang tidak layak atau dengan sanitasi yang buruk, risiko lain yaitu: kehilangan tempat bermain, kelaparan, tidak mendapat hak pengasuhan yang layak, kehilangan sahabat atau teman

Penelitian mengenai korban kebakaran di California menunjukkan bahwa terdapat gejala stres pascatrauma atau biasa disebut PTSD (Post Traumatic Stress Disorders) pada anak yang rumahnya terbakar, gejala yang dilaporkan berupa adanya mimpi buruk berulang-ulang dan menolak untuk mengingat tentang pengalamannya tersebut (Jones, Ribbe & Cunningham dalam Bell et al, 2001). Ketakutan dan kecemasan spesifik yang berhubungan dengan kejadian pascabencana (tornado, gempa), depresi dan stres pascatrauma serta kecemasan ditemukan pada korban bencana alam (Vogel &Vernberg dalam Bell et al, 2001) dari 5000 anak dan remaja survivor dari badai Hugo banyak dilaporkan kasus gangguan stres pascatrauma

Astuti (2007) melakukan penelitian akan stres pascatrauma pada anak-anak survivor gempa Jogjakarta menemukan bahwa respon awal anak terhadap trauma psikis secara umum meliputi gangguan pada kognisi (daya ingat, prestasi sekolah, dan kemampuan belajar) gangguan afeksi, (murung, depresi, cemas yang berlebihan, mimpi buruk dsb.) relasi interpersonal (menarik diri, kehilangan minat, untuk berinteraksi dengan orang lain) fungsi kontrol dan tingkah laku (agresif, hiperaktif, dan sulit berkonsentrasi) fungsi vegetatif (pusing, muntah, gejala psikosomatis) dan berbagai simtom reaksi formasi.

Dari uraian diatas telah disampaikan bahwa bencana telah membawa dampak yang besar terhadap kehidupan keluarga baik orang tua maupun pada anak-anak. Dalam kondisi yang berubah secara cepat orang tua dihadapkan pada kenyataan Dari uraian diatas telah disampaikan bahwa bencana telah membawa dampak yang besar terhadap kehidupan keluarga baik orang tua maupun pada anak-anak. Dalam kondisi yang berubah secara cepat orang tua dihadapkan pada kenyataan

C. Metode Dongeng

Dunia anak adalah dunia bermain, melalui bermain anak mencapai tahap- tahap dalam perkembangannya. Freud (dalam Tedjasaputra, 2001) mengemukakan teori mengenai fungsi bermain bagi anak. Bermain adalah sarana yang digunakan anak untuk mengeluarkan perasaan negatif, seperti pengalaman yang tidak menyenangkan dan harapan-harapan yang tidak dapat terpenuhi dalam kehidupan nyata. Anak memproyeksikan harapan maupun konflik pribadi melalui bermain. Bermain menurut Freud mempunyai efek katarsis yang sangat penting bagi perkembangan emosi anak.

Vygotsky (dalam Tedjasaputra, 2001) mengemukakan bahwa kegiatan bermain pada anak membantu anak untuk menjadi lebih percaya diri, dan lebih mandiri, kegiatan bermain pasif seperti membaca juga membantu anak untuk mendapatkan pemahaman (insight) terhadap masalah pribadi mereka dan memberi ide kepada mereka bagaimana memecahkan masalah .

Hurlock (1978) menggolongkan aktivitas bermain kedalam dua jenis yakni bermain aktif dan bermain pasif. Bermain aktif berfungsi selain sebagai sarana perkembangan sosialisasi anak juga sebagai sarana perkembangan motorik. Permainan pasif merupakan pelengkap bagi permainan aktif. Salah satu contoh dari permainan pasif adalah membaca dan mendengarkan cerita (dongeng). Dongeng sangat berarti bagi perkembangan jiwa anak, pada usianya anak sangat mengemari seni dongeng ini, dan dari dongeng itu sendiri anak banyak menangkap manfaatnya. Manfaat dari dongeng itu sendiri bahwa anak akan diajari untuk bersikap proaktif yang akan dikembangkan terus selama hidupnya, sekaligus membantu pertumbuhan jiwa dan kreativitasnya.

Uraian diatas menegaskan bahwa bermain mempunyai arti yang sangat penting bagi perkembangan emosi anak. Bermain menurut Freud mempunyai efek katarsis yang sangat penting bagi perkembangan emosi anak. Salah satu jenis bermain yang sangat penting adalah mendengarkan dongeng. Vygotsky (dalam Tedjasaputra, 2001) percaya bermain membantu anak untuk menjadi lebih percaya diri, dan lebih mandiri, kegiatan bermain pasif seperti membaca juga membantu anak untuk mendapatkan pemahaman (insight) terhadap masalah pribadi mereka dan memberi ide kepada mereka bagaimana memecahkan masalah

1. Definisi Dongeng