LAPORAN AKHIR TIM FORUM DIALOG HUKUM DAN
LAPORAN AKHIR TIM FORUM DIALOG HUKUM DAN NON HUKUM KELOMPOK KERJA BIDANG HUKUM DAN TEKNOLOGI
Disusun Oleh Tim Dibawah Pimpinan :
Prof. Dr. Ahmad M. Ramli, S.H., LL.M.
BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL DEPARTEMEN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005
C. Interpretasi Dan Implementasi Perjanjian-Perjanjian Internasional Di Bidang Keantariksaan Serta Implikasinya Bagi Upaya Perumusan Legislasi Nasional ................ 29
D. Efek Rumah Kaca ....................................................... 31
E. Pembajakan Hak Cipta Dan Mall-Mall Yang Ada Di Indonesia Sebagai Tempat Penjualannya................... 34
F. Situs Web Instansi Pemerintah, Lembaga Legeslatif dan Judikatif sebaga sarana Penyebarluasan dan Layanan Informasi Hukum .......................................... 38
BAB
III TEKNOLOGI INFORMASI MENEMBUS BATAS RUANG DAN
WAKTU
A. Telematika Dan Jaringan Telekomunikasi Global........ 43
B. Teknologi Informasi Sebagai Sasaran dan Sarana Kejahatan ................................................ 47
C. Perkembangan Teknologi Informasi di Beberapa Negara .................................................... 54
BAB IV
INTERPRETASI DAN IMPLEMENTASI PERJANJIAN - PERJANJIAN INTERNASIONAL DI BIDANG KEANTARIKSAAN SERTA IMPLIKASINYA BAGI UPAYA PERUMUSAN LEGISLASI NASIONAL
A. Space Treaty 1967
I. Prinsip-prinsip Pokok......................................... 57
II. Permasalahan Interpretasi dan Implementasi .. 59
III.
Implikasi terhadap Perumusan Legislasi Nasional 61
B. Rescue Agreement 1968
I. Ketentuan Pokok …………………………………. 64
II. Permasalahan Interpretasi dan Implementasi..... 66
III.
Implikasi terhadap Perumusan Legislasi Nasional 67
C. Liability Convention
I. Ketentuan-ketentuan Pokok ……………………. 68
II. Interpretasi dan Implementasi ........................... 71
III.
Implikasi terhadap Upaya Legislasi Nasional…. 73
D. Registration Convention
I. Ketentuan-ketentuan Pokok ……………………. 75
II. Permasalahan Interpretasi dan Implementasi.... 76
III.
Implikasi bagi Perumusan Legislasi Nasional ... 78
E. Moon Agreement 1979.................................................. 79
F. Perjanjian-perjanjian Internasional Terkait Lainnya....... 80
BAB V
EFEK RUMAH KACA
A. Efek Rumah Kaca (Green House Efect)………………. 82
B. Pemanasan Global (Global Warming) ………………… 83
C. Gas-Gas Rumah Kaca ................................................ 85
D. Dampak Pemanasan Global ....................................... 88
E. Meminimalkan Dampak Pemanasan Global............... 92
F. Aspek Hukum Dalam Pemanasan Global.................. 95
BAB VI
PEMBAJAKAN HAK CIPTA DAN MALL-MALL YANG ADA DI INDONESIA SEBAGAI TEMPAT PENJUALANNYA
A. Sasarannya Mall-Mall Yang Ada Di Jabotabek............. 97
B. Pembajakan Hak Cipta Dan Penegakan Hukumnya... 100
C. Upaya Pengurangan Pembajakan ………………........ 103
BAB VII
SITUS WEB INSTANSI PEMERINTAH, LEMBAGA LEGESLATIF
DAN JUDIKATIF SEBAGAI SARANA PENYEBARLUASAN DAN LAYANAN INFORMASI HUKUM
A. Kebutuhan Sistem Informasi Hukum Nasional..................105
B. Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam membangun Sistem Informasi Hukum Nasional.............. 107
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai bagian dari proses peningkatan aktifitas sosial dalam ekonomi, masyarakat dunia telah memasuki suatu masyarakat yang berorientasi kepada informasi. Sistem informasi dan teknologinya telah digunakan dibanyak sektor kehidupan, mulai dari perdaganganbisnis (Electronic – Comerce) pendidikan (electronic education), kesehatan (telemedika), telekarya, transportasi, industri pariwisata, lingkungan sampai ke sektor hiburan. Teknologi Informasi mencakup masalah sistem yang mengumpulkan (Collect), menyimpan (save), memproses, memproduksi dan mengirimkan informasi dari dan ke industri ataupun masyarakat secara efektif dan cepat. Teknologi komputer baik perangkat keras maupun perangkat lunak, jaringan komunikasi meluas dan teknologi multimedia dimungkinkan menjadi tulang punggung di masyarakat abad
21 mendatang.
Namun demikian, selain keuntungan yang menjanjikan dan teknologi khususnya teknologi informasi, teknologi ini juga memberikan persoalan baru dalam tatanan kehidupan masyarakat, misalnya pelanggaran HAKI, penipuan dalam perdagangan elektronik, perpajakan dan sebagainya. Di Indonesia saat ini penggunaan teknologi informasi telah sedemikian luas, namun demikian perangkat hukumperaturan Namun demikian, selain keuntungan yang menjanjikan dan teknologi khususnya teknologi informasi, teknologi ini juga memberikan persoalan baru dalam tatanan kehidupan masyarakat, misalnya pelanggaran HAKI, penipuan dalam perdagangan elektronik, perpajakan dan sebagainya. Di Indonesia saat ini penggunaan teknologi informasi telah sedemikian luas, namun demikian perangkat hukumperaturan
Nasional; - Cyber Law, dukungan mutlak bagi perkembangan Sistem Informasi
Nasional (SISFONAS) berbasis teknologi informasi dan komunikasi; - Sistem Informasi Hukum Nasional menunjang kesiapan berlakunya
undang-undang kebebasan memperoleh informasi public; - Kesiapan regulasi dalam mengantisipasi pembangunan dan
pengoperasian Badan Antariksa di Biak; - Peningkatan Investasi dan Kreativitas Investor Nasional melindungi
perlindungan Hak Kekayaan Intelektual dan Internasional; - Sistem Tanggungjawab dalam Penerbangan Sipil; - Prospek Multimedia dan Industri Penyiaran; - Hukum dan Teknologi (Nuklir).
Sebagai sebuah negara hukum, maka segala aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat harus dilandasi dan sejalan dengan aturan hukum. Demikian pula sebaliknya sebagai perangkat acuan maka hukum di Indonesia harus bisa memberikan koridor yang jelas dan terarah sehingga berbagai aktivitas yang akan dilakukan oleh masyarakat dapat dilakukan secara tertata dengan benar.
Dalam hal ini bahwa keberadaan hukum harus selalu bisa beradaptasi dengan berbagai perkembangan yang terjadi, sehingga dengan demikian proses pembangunan masyarakat secara berkesinambungan
tujuan utama
diberlakukannya hukum di negeri ini akan dapat terlaksana dengan baik serta bersifat dinamis mengikuti berbagai perubahan yang terjadi dalam skala nasional maupun internasional.
B. Maksud dan Tujuan
Mengacu kepada latar belakang seperti tersebut diatas, maka maksud dan tujuan pembahasan kelompok kerja hukum dan teknologi adalah untuk memperoleh masukan-masukan pemikiran yang diperlukan bagi peningkatan pembangunan hukum nasional melalui penyusunan kebijakan pemerintah di bidang teknologi. Apakah itu kebijakan melalui pembentukan pada peraturan perundang-undangan maupun kebijakan lain.
C. Ruang Lingkup Pembahasan
Lingkup pembahasan dalam kegiatan tim mencakup isu-isu aktual di bidang hukum dan teknologi antara lain sebagai berikut :
a. Inventarisasi isu-isu aktual di bidang hukum dan teknologi
b. Teknologi informasi menembus batas ruang dan waktu
c. Interpretasi dan implementasi perjanjian-perjanjian internasional di bidang keantariksaan serta implikasinya bagi upaya perumusan legislasi nasional
d. Efek rumah kaca
e. Pembajakan hak cipta dan mall-mall yang ada di indonesia sebagai tempat penjualannya
f. Situs web instansi Pemerintah, lembaga Legislatif dan Judikatif sebagai sarana penyebarluasan dan layanan informasi hukum.
BAB II INVENTARISASI ISU-ISU AKTUAL DI BIDANG HUKUM DAN TEKNOLOGI
A. Perkembangan Regulasi Indonesia yang Terkait Dengan Teknologi Informasi Cyber Crime
Indonesia seperti halnya negara-negara lain di dunia memiliki kepentingan yang sangat besar terhadap keberadaan regulasi di bidang Cyber Crime. Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi (ICT) yang sangat cepat telah mempengaruhi sistem hukum nasional secara keseluruhan, karena kesulitan seringkali dihadapi jika kasus-kasus cyber crime pendekatannya dilakukan melalui hukum konvensional.
Menghadapi persoalan ini Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai langkah konkret berupa pembuatan regulasi baru yang terkait dengan Cyber Crime. Langkah itu antara lain dalam bentuk disahkannya Undang-undang tentang Terorisme yang didalamnya mengakui keberadaan alat-alat bukti elektronik. Di samping itu terdapat pula Undang-undang lainnya yang terkait masalah Cyber crime seperti UU tentang Telekomunikasi, UU Tindak Pidana pencucian uang, disamping juga sudah ada undang-undang tentang Hak Cipta yang mengatur perlindungan software komputer dan menetapkan sanksi pidana bagi pelanggarnya.
I Ketentuan Hukum Positif (Existing Law) terkait Cyber Crime
1. Undang-undang No. 15 Tahun 2003 tentang Terorisme
Pasal 27 Undang-undang ini mengatur masalah alat bukti elektronik yang terkait dengan kegiatan terorisme. Pada prinsipnya alat bukti elektronik diakui sebagai alat bukti yang sah.
Alat Bukti Pemeriksaan Tindak Pidana Terorisme meliputi :
a. Alat Bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana
b. Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu
c. Data, Rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada :
d. Tulisan suara atau gambar
e. Peta, rancangan, foto atau sejenisnya
f. Huruf, tanda, angka, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya
2. Undang-undang No. 25 Tahun 2003 tentang Pencucian Uang.
Undang-undang ini juga mengatur alat bukti elektronik yang diakui sebagai alat bukti yang sah dalam kasus tindak pidana pencucian uang. Dalam pasal 38 UU No. 252003 alat bukti yang diakui selain yang dimaksud dalam Hukum Acara Pidana juga termasuk didalamnya alat bukti lain berupa Informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan dokumen lainnya termasuk data elektronik.
Undang-undang ini mengatur masalah akses tidak sah melalui sarana telekomunikasi berupa larangan melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah atau memanipulasi akses ke jaringan telekomunikasi dan atau akses ke jasa telekomunikasi dan atau akses ke jaringan telekomunikasi khusus, ancaman pidana atas perbuatan ini adalah pidana penjara maksimal 6 tahun dan atau denda maksimal Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah).
4. Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
komitmennya yang menjunjung tinggi Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Pengakuan perlindungan terhadap HKI istilah yang baku Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan dasar bagi suatu Negara untuk dapat maju dalam era masyarakat berbasis pengetahuan (Knowledge Society). Penghargaan terhadap suatu inovasi akan menciptakan efek multiplier dalam perkembangan peran dan kreativitas komunitas intelektual suatu Negara. Hal ini juga merupakan salah satu hal yang diungkapkan Presiden RI dalam pertemuannya dengan Bill Gates di markas Microsoft di Redmond, Amerika Serikat baru-baru ini. Di Indonesia implementasi HKI di bidang program komputer merupakan pengejawantahan dari UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dan sesuai dengan komitmen Indonesia yang telah meratifikasi kesepakatan WTO-TRIPS.
Sejalan dengan komitmen pemerintah secara umum mengenai
HKI, dalam konteks Information
and
Communication Technology (ICT) pemerintah melalui Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) akan menjadwalkan berbagai langkah koordinasi dengan vendor maupun dengan pihak-pihak terkait dalam Communication Technology (ICT) pemerintah melalui Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) akan menjadwalkan berbagai langkah koordinasi dengan vendor maupun dengan pihak-pihak terkait dalam
Menteri Komunikasi dan Informatika, memandang bahwa seperti halnya Negara-negara berkembang lainnya, merupakan tantangan besar bagi Indonesia dalam mengimplementasikan HKI dalam penggunaan software berlisensi, karena dalam satu sisi mahalnya harga lisensi tersebut dibandingkan dengan GDP per kapita yang relatif rendah. Di satu pihak pemerintah menargetkan penyebaran ICT secara lebih merata, tingginya nilai software berlisensi sering merupakan penghambat karena menjadikan biaya investasi maupun biaya operasional tinggi sehingga sulit terjangkau. Oleh karena itu diperlukan alternatif-alternatif yang realistik yang harus disesuaikan dengan visi industri ICT di Indonesia ke depan.
Khususnya mengenai penggunaan software Microsoft di kantor pemerintah, sudah dilakukan pembicaraan antara Microsoft dan pemerintah RI untuk mengatasi penggunaan software bajakan. Sementara ini berbagai alternatif untuk mengatasi masalah ini sudah dibicarakan namun belum ada
permasalahan yang ada. Sebagai langkah pertama dalam kerjasama, akan dilakukan inventarisasi bersama yang dikoordinasikan oleh Depkominfo bersama dengan PT.Microsoft Indonesia untuk mengidentifikasi jumlah komputer dan aplikasi yang digunakannya baik di instansi pemerintah pusat maupun daerah. Pekerjaan besar ini diharapkan dapat diselesaikan dalam waktu empat bulan ke depan, sehingga dapat dipakai sebagai dasar untuk menentukan strategi yang terbaik dalam mengatasi penggunaan software bajakan khususnya di limgkungan pemerintah. Perlu diketahui bahwa beberapa perguruan tinggi saat ini telah memiliki Campus Agreement dengan Microsoft.
5. Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan
Pengakuan atas alat bukti elektronik meskipun bersifat
limitatif terbatas
pada dokumen-dokumen
perusahaan diatur dalam Undang-Undang No. 8 tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan yang mengakui keberadaan dokumen elektronik. Antara lain dinyatakan bahwa suatu data yang originalnya adalah dalam bentuk elektronis atau perusahaan diatur dalam Undang-Undang No. 8 tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan yang mengakui keberadaan dokumen elektronik. Antara lain dinyatakan bahwa suatu data yang originalnya adalah dalam bentuk elektronis atau
Ditegaskan pula bahwa dokumen perusahaan adalah data, catatan dan atau keterangan yang dibuat dan atau diterima oleh perusahaan dalam rangka pelaksanaan kegiatannya, baik tertulis di atas kertas atau sarana lain maupun terekam dalam bentuk corak apapun yang dapat
dilihat, dibaca, atau didengar. Pasal 15 ayat (1) UU Nomor.
8 Tahun 1997 tentang dokumen perusahaan menyatakan bahwa dokumen perusahaan yang telah dimuat dalam microfilm atau media lainnya dan atau hasil cetaknya merupakan alat bukti yang sah.
2. Draft Regulasi terkait Cyber Crime yang Sedang Dipersiapkan
Saat ini Pemerintah Indonesia juga sedang mengajukan melalui Dewan Perwakilan Rakyat beberapa Undang-undang terkait Cyber Crime dan regulasi Cyber Law pada umumnya.
1. RUU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
Salah satu yang sudah final pembahasannya adalah Rancangan Undang-undang tentang Informasi dan transaksi Salah satu yang sudah final pembahasannya adalah Rancangan Undang-undang tentang Informasi dan transaksi
Informasi elektronik dan atau hasil cetak dari informasi elektronik merupakan alat bukti dan memiliki akibat hukum yang sah .
Informasi elektronik dan atau hasil cetak dari informasi elektronik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
Di samping hal-hal tersebut RUU ITE juga mengatur tentang hal-hal yang merupakan perbuatan yang dilarang terkait dengan cyber crime yang terdapat dalam pasal 26 RUU ITE yang berbunyi sebagai berikut :
a. Larangan menggunakan dan mengakses komputer melawan hukum dengan apapun dengan maksud merusak, merubah, mengganti, memperoleh atau menghapus informasi
Secara prinsip, semua orang dilarang : (1)
Menggunakan atau mengakses komputer atau sistem elektronik lainnya tanpa hak dengan maksud merusak, mengganti, merubah, memperoleh, atau menghapus informasi dari komputer atau sistem elektronik lainnya.
Menggunakan atau mengakses komputer atau sistem komputer lainnya dengan maksud memperoleh, mengubah, merusak atau menghancurkan informasi negara, yang berada pada statu dilindungi atau rahasia.
Menggunakan atau mengakses komputer atau sistem elektronik lainnya, tanpa hak dengan maksud memperoleh, merubah, menghapus atau merusak informasi keamanan negara atau hubungan internasional yang dapat menghasilkan ancaman atau kerusakan potensial kepada negara dan juga subjek hukum internasional lainnya 1 .
b. Larangan merusak Sistem Elektronik yang dilindungi Negara.
Setiap orang dilarang untuk melakukan perbuatan
melawan
hukum
yang dapat
mengakibatkan rusaknya program transmisi, informasi atau sistem elektronik yang dilindungi oleh negara 2 .
1 Pasal 26 RUU ITE 2 Pasal 27 RUU ITE 1 Pasal 26 RUU ITE 2 Pasal 27 RUU ITE
mengakses
komputer untuk
memperoleh informasi yang dilindungi negara.
Setiap orang dilarang menggunakan atau mengakses komputer atau sistem elektronik lainnya yang melampaui haknya, baik dari dalam negara atau luar negara, untuk mengambil informasi dalam dari komputer atau sistem elektronik lainnya yang
dilindungi oleh negara. 3
d. Larangan
menggunakan
atau mengakses
komputer atau sistem elektronik lainnya dengan segala cara atau yang melampaui kapasitasnya.
Setiap orang dilarang : (1)
menggunakan atau mengakses komputer atau sistem elektronik lainnya yang dimiliki oleh negara tanpa adanya otorisasi;
menggunakan atau mengakses komputer atau sistem elektronik lainnya tanpa atau otorisasi sebelumnya atau yang melampaui batas kewenangannya terhadap yang dilindungi oleh negara, yang dapat merusak benda tersebut.
menggunakan atau mengakses komputer atau sistem elektronik lainnya tanpa atau otorisasi
Pasal 28 RUU ITE Pasal 28 RUU ITE
merusak atau mengakibatkan kekacauan komputer atau sistem elektronik yang
digunakan oleh negara 4 .
e. Larangan mengakses komputer tanpa otorisasi dengan maksud memperoleh keuntungan atau informasi finansial dari lembaga perbankan atau lembaga finansial.
Setiap orang dilarang : (1)
Menggunakan atau mengakses komputer atau
sistem elektronik tanpa otorisasi atau melebihi kewenangannya dengan maksud memperoleh kekayaan atau informasi finansial dari Bank Indonesia, atau informasi finansial dari Bank Indonesia atau lembaga perbankan atau lembaga finansial, perusahaan kartu kredit, kartu pembayaran atau lainnya selain informasi konsumen yang disimpan.
Menggunakan atau mengakses komputer atau sistem elektronik tanpa otorisasi dari
Pasal 29 RUU ITE Pasal 29 RUU ITE
f. Larangan
Akses Melawan Hukum dalam
Komputer yang Dilindungi tanpa adanya Otorisasi atau yang Melebihi Kewenangan
Setiap orang dilarang menggunakan atau mengakses komputer atau sistem elektronik Bank Indonesia tanpa adanya otorisasi atau yang melebihi kewenangaan dengan maksud memperkaya diri atau menggunakannya dengan perbuatan yang melawan
hukum. 6
g. Larangan untuk mengambil keuntungan atau kode akses (Menggunakan Password untuk Menjebol Komputer Lembaga atau Lembaga Lain yang dilindungi oleh Negara.)
Setiap orang dilarang:
Menyebarkan, menukarkan, atau menggu- nakan kode akses (password) atau informasi yang serupa, untuk menjebol komputer atau sistem elektronik dengan maksud mensalah gunakan, yang dapat mempengaruhi sistem
5 Pasal 30 RUU ITE 6 Pasal 31 RUU ITE 5 Pasal 30 RUU ITE 6 Pasal 31 RUU ITE
Bank
Indonesia, lembaga
perbangkan atau lembaga finanasial, dan perdagangan domestik atau internasional.
Menyebarkan, menukarkan atau menggunakan kode akses atau password, atau informasi yang serupa, yang dapat digunakan untuk menjebol komputer atau sistem elektronik dengan maksed mensalahgunakan komputer atau
sistem komputer yang dilindungi negara. 7
h. Larangan dalam Hubungan Internasional yang Merusak Komputer yang Dilindungi Negara dibawah Jurisdiksi Indonesia.
Setiap orang dilarang untuk melakukan tindakan, dalam konteks hubungan internasional, yang merusak dengan maksud dengan Every person merusak komputer atau sistem elektronik yang dilindungi dibawah jurisdiksi
Indonesia dan dapat diakses secara umum. 8
7 Pasal 32 RUU ITE
8 Pasal 32 RUU ITE 8 Pasal 32 RUU ITE
Larangan untuk menggunakan dan mengakses secara melawan hukum dengan segala cara dengan maksud merusak, mengganti, merubah, memperoleh atau menghapus informasi.
Pada prinsipnya setiap orang dilarang : (1)
Menggunakan atau mengakses komputer atau sistem elektronik, tanpa hak dengan maksud merusak, mengganti, merubah, memperoleh atau menghapus informasi dari komputer atau sistem elektronik lainnya.
Menggunakan atau mengakses komputer atau sistem komputer lainnya dengan segala cara dengan maksud memperoleh, merubah, merusak atau menghancurkan informasi negara, dalam status dilindungi atau rahasia.
Menggunakan atau mengakses komputer atau sistem elektronik lainnya tanpa hak dengan maksud memperoleh, merubah, menghapus atau merusak informasi keamanan negara atau hubungan internasional yang dapat menjadi Menggunakan atau mengakses komputer atau sistem elektronik lainnya tanpa hak dengan maksud memperoleh, merubah, menghapus atau merusak informasi keamanan negara atau hubungan internasional yang dapat menjadi
j.
Larangan untuk Merusak Sistem Elektronik yang Dilindungi oleh Negara
Setiap orang dilarang melakukan perbuatan melawan hukum yang dapat mengakibatkan kerusakan pada transmisi program, informasi atau
sistem elektronik yang dilindungi oleh negara. 10
k.
Larangan untuk mengakses komputer untuk memperoleh informasi yang dilindungi Negara.
Setiap orang dilarang untuk menggunakan atau mengakses komputer atau sistem elektronik lainnya tanpa hak atau melebihi kewenangannya, baik yang diberikan dari negara atau tidak, ntuk memperoleh information didalam komputer atau
sistem elektronik yang dilindungi oleh negara. 11
9 Pasal 26 RUU ITE
10 Pasal 27 RUU ITE 11 Pasal 28 RUU ITE 10 Pasal 27 RUU ITE 11 Pasal 28 RUU ITE
Larangan untuk Menggunakan atau Mengakses Komputer atau Sistem Elektronik lainnya dengan Segala Cara atau yang Melebihi Kewenangannya.
Setiap orang dilarang : (1).
Menggunakan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik yang dimiliki dan dilindungi oleh negara tanpa adanya otorisasi; Menggunakan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik tanpa otorisasi atau melebihi kewenangannya yang dilindungi oleh negara, yang dapat berakibat rusaknya sesuatu.
Menggunakan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik tanpa adanya otorisasi atau yang melebihi kewenangannya yang dilindungi
oleh
publik
yang dapat
mengakibatkannya kerusakan.
Merusak atau mengakibatkan kekacauan komputer atau sistem komputer yang
digunakan oleh negara. 12
12 Pasal 29 RUU ITE 12 Pasal 29 RUU ITE
otorisasi dengan maksud memperkaya diri atau memperoleh informasi finansial dari lembaga perbangkan atau lembaga finansial.
Setiap orang dilarang: (1)
Menggunakan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik tanpa adanya otorisasi atau yang melampaui bata denga maksud meperkaya diri atau memperoleh informasi finansial dari Bank Indonesia, atau lembaga perbankan atau lembaga finansial, perusahaan kartu kredit, kartu pembayaran atau informasi konsumen lainnya.
Menggunakan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik tanpa otorisasi dari perusahaan kartu kredit atau bentuk lainnya kartu pembayaran dalam dalam transaksi
elektronik untuk memperoleh keuntungan. 13
13 Pasal 30 RUU ITE 13 Pasal 30 RUU ITE
Larangan untuk Mengakses secara Melawan Hukum Komputer yang dilindungi tanpa Otorisasi atau yang melampaui Kewenangan
Setiap orang dilarang untuk menggunakan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik bank Indonesia tanpa otorisasi atau yang melebihi kewenangan dengan maksud untuk memperoleh
keuntungan atau menyalagunakannya. 14
o.
Larangan untuk mengambil keuntukngan Kode akses (Penggunaan Password untuk menjebol komputer Lembaga Monetary atau lembaga lainnya yang dilindungi oleh Negara.)
Setiap orang dilarang: (1).
Menyebarkan, menukarkan atau menggunakan kode akses (password) or atau informasi lainnya yang serupa, untuk digunakan dalam menjebol komputer atau sistem elektronik dengan maksed menyalahgunakan, yang dapat mempengaruhi bank Indonesia, lembaga perbankan atau finansial dan perdaganan domestik dan asing.
14 Pasal 31 RUU ITE
Menyebarkan menukarkan atau menggunakan kode akses atau password, atau informasi yang serupa yang dapat digunakan untuk menjebol komputer atau sistem elektronik dengan maksed menyalahgunakan komputer atau sistem elektronik yang dilindungi oleh
negara. 15
p.
Larangan dalam Hubungan Internasional untuk merusak Komputer yang Dilindungi oleh Negara dibawah kewenangan Indonesia.
Setiap orang dilarang dalam konteks hubungan internasional untuk merusak komputer atau sistem elektronik yang dilindungi negara dibawah jurisdiksi Indonesia dan dapat diakses secara
umum. 16
15 Pasal 32 RUU ITE 16 Pasal 32 RUU ITE
2. RUU tentang Transfer Dana
Ketentuan tentang cyber crime juga terdapat dalam RUU tentang transfer dana yang menyatakan sebagai berikut :
Pasal 91 : (1)
Barang siapa yang dengan sengaja dan melawan
Transfer Dana dengan maksud mengambil dan atau memindahkan seluruh atau sebagian Dana milik orang lain, dipidana dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun danatau denda sekurang- kurangnya Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah).
Pengurus, pejabat, dan atau pegawai Bank yang dengan sengaja dan melawan hukum menerbitkan mengeluarkan Perintah Transfer Dana dengan maksud mengambil dan atau memindahkan seluruh atau sebagian Dana milik orang lain, dipidana dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun Pengurus, pejabat, dan atau pegawai Bank yang dengan sengaja dan melawan hukum menerbitkan mengeluarkan Perintah Transfer Dana dengan maksud mengambil dan atau memindahkan seluruh atau sebagian Dana milik orang lain, dipidana dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun
banyak Rp.
15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah).
Pasal 92 :
Barang siapa yang dengan sengaja menerima dan atau menampung baik untuk diri sendiri ataupun untuk orang lain suatu Dana yang diketahui atau sepatutnya harus diduga berasal dari Perintah Transfer Dana yang dibuat secara melawan hukum, dipidana dengan pidana penjara sekurang- kurangnya 4 (empat) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun
danatau
denda
sekurang-kurangnya Rp.
100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah).
sengaja mengubah,
menghilangkan, menghapus sebagian atau seluruh informasi yang tercantum dalam Perintah Transfer Dana, dengan maksud untuk mengakibatkan kerugian Pengirim danatau Penerima yang berhak danatau menghilangkan, menghapus sebagian atau seluruh informasi yang tercantum dalam Perintah Transfer Dana, dengan maksud untuk mengakibatkan kerugian Pengirim danatau Penerima yang berhak danatau
15 (lima belas) tahun danatau denda sekurang- kurangnya Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah).
Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila dilakukan oleh pengurus, pejabat, dan atau pegawai Bank, maka pidana yang ditentukan dalam ayat (1) ditambah dengan sepertiganya.
Pasal 94 : Barang siapa yang dengan sengaja dan melawan hukum
menggandakan, merusak, dan atau menghilangkan suatu sistem informasi Transfer Dana, dipidana dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama
15 (lima belas) tahun danatau denda sekurang-kurangnya Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah).
Pasal 95 Barang siapa yang dengan sengaja dan melawan hukum,
dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri dan atau orang lain, menahan dan atau mengintersepsi pengiriman Perintah Transfer Dana melalui komputer atau media elektronik lainnya, dipidana dengan pidana penjara sekurang- kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun
danatau
denda
sekurang-kurangnya Rp.
100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah).
3. RUU tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
Di samping rancangan regulasi tersebut, saat ini masalah Cyber Crime juga sedang dibahas dan diintegrasikan ke dalam rancangan KUHP yang merupakan kodifikasi hukum pidana nasional sebagai revisi dari KUHP yang dibuat Pemerintah kolonial Belanda.
B. Teknologi Informasi Menembus Batas Ruang dan Waktu
Secara umum banyak orang yang tercengang dan kagum terhadap perkembangan di dunia “cyberspace” beserta kecanggihan teknologi dan aplikasinya, namun sangat jarang yang memberi perhatian memadai terhadap masalah hukum dan kebijakan yang ditimbulkannya.
Perlindungan hak-hak pribadi (privacy right) dan arus informasi lintas batas merupakan sisi dilematis yang dihadapi oleh masyarakat informasi. Disatu pihak ingin dicapai kebebasan arus informasi (free flow of information), sementara dilain pihak harus tetap menjamin perlindungan terhadap hak-hak pribadi. Ciri-ciri intrinsik teknologi komputer dan sistem yang dikembangkannya memungkinkan penyebaran informasi tersebut menjangkau lintas batas negara (transborder).
Dalam hubungan ini aspek yang berkaitan dengan hukum perdata meliputi masalah yurisdiksi penegakkan hukum serta pilihan hukum, misalnya dalam kontrak-kontrak yang dilakukan secara elektronis (e- transaction).
Masalah yurisdiksi menyangkut kewenangan instansi yang berhak menyelesaikan sengketa yang (mungkin) timbul. Sedangkan masalah pilihan hukum memberikan berbagai alternatif dalam hal para pihak tidak mencantumkan ketentuan tentang hukum yang berlaku dalam transaksi elektronis yang mereka lakukan. Sementara itu masalah penegakkan hukum akan sangat memperhatikan berfungsinya perangkat hukum, Masalah yurisdiksi menyangkut kewenangan instansi yang berhak menyelesaikan sengketa yang (mungkin) timbul. Sedangkan masalah pilihan hukum memberikan berbagai alternatif dalam hal para pihak tidak mencantumkan ketentuan tentang hukum yang berlaku dalam transaksi elektronis yang mereka lakukan. Sementara itu masalah penegakkan hukum akan sangat memperhatikan berfungsinya perangkat hukum,
Agar terdapat jaminan penyebaran informasi lintas batas nasional tidak merugikan berbagai pihak, maka beberapa negara tetap melakukan pembatasan-pembatasan tertentu, seperti yang telah diterapkan oleh Amerika Serikat, jerman dan Perancis. Beberapa instrumen internasional yang berkaitan dengan pembatasan tersebut, antara lain : “Data Protection Convention of the Council of Europe (1980)”, Council of Europe Convention for the Protection Individuals with Regard to Automatic Processing of Personal Data (1981)”, European Community Directive on the Protection of Individuals with Regards to the Processing of Personal Data on the Freemovementn of such data of 1995”.
Seorang futurolog Amerika Serikat , Alfin Toffler dalam bukunya “Power Shift” 17 sebagaimana juga dikemukakan dalam karyanya “The Third
Wave”, meramaikan penghujung abad 20 berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka pada awal abad millenium akan ditandai oleh pesatnya teknologi informasi mampu membentuk suasana “Total Information War”, yang sering disebut “battle of information and battle of communication”. Perdebatan pro dan kontra tentang manfaat kegunaan teknologi informasi yang banyak dibicarakan mempengaruhi aspek kehidupan masyarakat, mencakup nilai-nilai moral, etika serta perilaku ditengah perubahan paradigma bisnis di Indonesia.
Toffler, Alfin. “Power Shift”, A Bantam Book, USA, November 1990, hlm. 153
C. Interpretasi Dan Implementasi Perjanjian-Perjanjian Internasional Di Bidang Keantariksaan Serta Implikasinya Bagi Upaya Perumusan Legislasi Nasional
Sebagai negara yang mempunyai kepentingan dalam penerapan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi keantariksaan untuk memenuhi kebutuhan nasionalnya. Indonesia perlu mengembangkan sistem hukum antariksa nasional. Melalui sistem hukum nasional yang merupakan bagian dari sistem hukum nasional Indonesia, diharapkan kegiatan keantariksaan dapat berlangsung dengan tertib, bermanfaat serta mendorong kemajuan. Dalam pengembangan hukum antariksa nasional, beberapa prinsip perlu diperhatikan, antara lain :
a. Didasarkan atas kepentingan nasional.
b. Tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan hukum nasional yang berlaku.
c. Tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum internasional, khususnya di bidang keantariksaan.
Sebagaimana diketahui, Indonesia telah meratifikasi 4 (empat) dari
5 (lima) perjanjian internasional di bidang keantariksaan, masing-masing:
18 “Space Treaty 1967” 19 ,”Rescue Agreement 1968” , “Liability Convention
20 1972” 21 , dan “Registration Convention 1975” . Sementara “Moon
18
Diratifikasi dengan Undang-undang No.16 tahun 2002. 19 Diratifikasi dengan Keppres No.4 tahun 1999.
20 Diratifikasi dengan Keppres No.20 tahun 1996. 21 Diratifikasi dengan Keppres No.5 tahun 1997.
Agreement 1979” belum diratifikasi. Dengan meratifikasi, berarti ketentuan yang terdapat dalam perjanjian-perjanjian internasional tersebut ditransformasi dari ketentuan hukum internasional menjadi bagian dari hukum nasional. Konsekuensinya, setiap upaya legislasi nasional di bidang keantariksaan harus memperhatikan dan tunduk kepada ketentuan- ketentuan hukum internasional termaksud. Persoalannya, seiring dengan perkembangan kegiatan keantariksaan maka intrepretasi dan implementasi perjanjian-perjanjian internasional diantara berbagai negara dapat bervariasi sesuai dengan kepentingan nasional masing-masing. Indonesia pun akan menjadikan kepentingan nasionalnya sebagai dasar pertimbangan bagi perumusan legislasi nasionalnya, khususnya dalam perumusan RUU Keantariksaan
D. Efek Rumah Kaca
Teknologi adalah bentuk aplikasi dari ilmu pengetahuan dalam mewujuddkan kesejahteraan umat manusia. Teknologi diciptakan agar hidup manusia dipermudah, dan lebih produktif atau lebih efisien, yang akhirnya manusia akan hidup lebih nyaman dan lebih sejahtera. Namun belakangan ini teknologi ibarat pisau bermata dua, satu sisi teknologi memang dapat mempermudah dan mensejahterakan umat manusia, namu disisi yang lain teknologi mempunyai dampak yang negative terhadapap kehidupan manusia. Dengan meningkatnya teknologi dan pemanfaatannya bagi kehidupan umat manusia, justru manusia dihadapkan kepada Teknologi adalah bentuk aplikasi dari ilmu pengetahuan dalam mewujuddkan kesejahteraan umat manusia. Teknologi diciptakan agar hidup manusia dipermudah, dan lebih produktif atau lebih efisien, yang akhirnya manusia akan hidup lebih nyaman dan lebih sejahtera. Namun belakangan ini teknologi ibarat pisau bermata dua, satu sisi teknologi memang dapat mempermudah dan mensejahterakan umat manusia, namu disisi yang lain teknologi mempunyai dampak yang negative terhadapap kehidupan manusia. Dengan meningkatnya teknologi dan pemanfaatannya bagi kehidupan umat manusia, justru manusia dihadapkan kepada
Perkembangan teknologi pertanian seperti penggunaan pupuk buatan dan penggunaan peptisida untuk pemberantasan hama, jelas akan merugikan kesehatan. Perkembangan teknologi pangan seperti pengawetan makanan, penggunaan kemasan makanan dari plastik dan foam, penggunaan penyedap kakanan dan sebagainya juga merugikan kesehatan. Perkembangan teknologi pertambangan dengan menggunakan bahan-bahan kimia, limbahnya juga akan menggancam kesehatan manusia, seperti kasus di Buyat beberapa waktu yang lalu. Di sektor perhubungan, khususnya transportasi, dengan meningkanya peggunaan kendaraan bermotor, maka emisi atau gas buangan kendaraan bermotor tersebut akan mengganngu kesehatan masyarakat.
Baru-baru ini pemerintah, dalam hal ini Presiden RI mengeluarkan Inpres (Instruksi Presiden) No. 10 Tahun 2005 berkaitan dengan penghematan BBM (bahan bakar minyak) . Tetapi Inpres tersebut lebih didorong oleh alasan ekonomi, dan tidak didasari oleh alasan yang lebih bersifat global. Sebanarnya disamping alasan ekonomi dan politik, penghematan bahan bakar minyak akan lebih berbobot lagi kalau dilandasi pula alasan global, yakni adanya efek rumah kaca yang mengakibatkan
“global warming” (pemanasan bumi) sebagai dampak dari polusi udara (air pollution). Dengan perkataan lain pemansan global atau efek rumah kaca adalah merupakan salah satu dampak dari sektor pembangunan (teknologi transportasi), khususnya asap kendaraan bermotor. Meskipun gas buangan kendaraan bermotor atau teknologi transportasi ini bukan satu-satunya penyebab efek rumah kaca atau pemanasan bumi, namun gas buangan kendaraan motor di Indonesia saat ini mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam efek rumah kaca (nurhasanah zisyahoo.co)
Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, pasal 4 ayat 6 menyebutkan bahwa baku mutu lingkungan adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang adanya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsure lingkungan hidup. Udara adalah salah satu lingkungan hidup kita, oleh sebab itu zat-zat atau gas-gas yang ada didalamnya harus sesuai dengan baku mutu lingkungan seperti yang diatur dalam Undang-Undang tersebut. Apabila melebih dari ambang batas yang ditentukan akan terjadi polusi udara, dan menggangu kesehatanan masyarakat.
Salah satu bentuk implementasi Undang-Undang No. 41982 ini adalah Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH) No. 2 tahun 1988. tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan. Didalam undang-undang ini telah ditetapkan baku mutu Salah satu bentuk implementasi Undang-Undang No. 41982 ini adalah Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH) No. 2 tahun 1988. tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan. Didalam undang-undang ini telah ditetapkan baku mutu
E. Pembajakan Hak Cipta Dan Mall-Mall Yang Ada Di Indonesia Sebagai Tempat Penjualannya
Pada tanggal 15 April Tahun 1994 Pemerintah Indonesia menandatangani persetujuan akhir yang memuat hasil-hasil Perundingan Perdagangan Multilateral Putaran Uruguay (Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiation). Dan meratifikasi Persetjuan Pembentukan WTO (Agreement Establishing the WTO) dengan Undang-undang No. 7 tahun 1994 pada tanggal 2 November 1994. Sebagai anggota WTO, Indonesia harus menyesuaikan system HKI nasional dengan Perjanjian TRIPS.
Meskipun Indonesia telah memiliki Undang-undang tentang Hak Cipta, Paten dan Merek, Undang-undang tersebut pada saat itu belum sesuai dengan standart minimal yang diharuskan pada Perjanjian TRIPS. Sebagai Konsekuensinya, undang-undang tersebut telah direvisi dan diubah dengan: (1) Undang-undang No. 121997 Tentang Perubahan atas Undang-
undang No. 61982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang No. 7 Tahun 1987;
(2) Undang-undang No. 13 Tahun 1997 Tentang Perubahan atas
Undang-undang No. 61 Tahun 1989; (3) Undang-undang No. 14 Tahun 1997 Tentang Perubahan atas
Undang-undang No. 19 Tahun 1992 Tentang Merek.
Sementara itu, untuk menyusun UU Hak Cipta yang sesuai dengan Perjanjian TRIPS pada tahun 2002, UU Hak Cipta disahkan dengan UU nomor 19 tentang Hak Cipta (menggantikan UU Hak Cipta Tahun 1982 sebagaimana telah diubah pada tahun 1987 dan Tahun 1992.
Untuk memenuhi ketentuan-ketentuan tentang “Persyaratan Khusus Sehubungan dengan Tindakan Pembatasan” sebagaimana diatur dalam Bagian III, Bab 4 Perjanjian TRIPS, satu bab khusus telah ditambahkan ditambahkan pada Undang-Undang Kepabeanan Tahun 1995 (UU No. 51995). Bab X dari Undang-undang tersbut terdiri dari ketentuan tentang larangan dan pembatasan eksport-import dan pengawasan eksport-import atas barang-barang hasil pelanggaran HKI (khususnya Hak Cipta).
Sanksi yang tegas untuk penggunaaneksplorasi secara tidak sah atas hak cipta adalah 7 tahun penjara dan denda Rp. 1.000.000.000 atau kira- kira US100.000.
Indonesia telah memenuhi ketentuan Pasal 10 Perjanjian TRIPS untuk memberikan perlindungan atas program computer dan kompilasi data sebagai karya sastra sebagaimana diatur dalam Konvensi Bern. Menurut
Pasal 12 UU Hak Cipta, program komputer dan kompilasi data termasuk dalam lingkup perlindungan.
Pasal 2 (2) Undang-undang Hak Cipta menyatakan bahwa pencipta atau pemegang hak cipta atas karya sinematografi dan program computer memiliki hak untuk menyewakan sebagaimana diatur oleh Pasal 11 Perjanjian TRIPS.
Di samping memberikan perlindungan hingga 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia atas karya-karya konvensional seperti sastra, karya seni musik (Pasal 29 UU Hak Cipta), Indonesia juga melindungi semua karya termasuk piranti lunak (software) selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan (Pasal 30), sebagaimana diatur oleh Pasal 12 Perjanjian TRIPS.
Dengan diberlakukannya Undang-undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 yang mulai efektif tanggal 29 Juli Tahun 2003 maka perlu diadakan sosialisasi kepada para pemiliki mall yang berada di Jabotabek tentang pentingnya HaKI itu khususnya Hak Cipta bagi masyarakat Indonesia.
Pada saat ini pemerintah sedang berusaha untuk meningkatkan iklim usaha yang sehat dan dinamis, sehingga mampu mendorong pelaku ekonomi dapat lebih berkembang dan maju dan berkompetisi dalam era globalisasi. Dalam menyadari Hak Kekayaan Intelektual merupakan salah satu kunci pertimbangan dalam keputusan bisnis perlu mewujudkan iklim yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya karya-karya intelektual di masyarakat di seluruh Indonesia.
Dalam keadaan ekonomi yang cukup memprihatinkan sekarang ini, investasi asing merupakan hal yang banyak diharapkan akan turut membantu pemulihan ekonomi Indonesia. Sistem HKI yang baik, dalam hal ini mencakup perlindungan hokum yang lebih kuat dan akan berdampak pada meningkatkan arus investasi modal asing ke Indonesia.
Permasalahan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia (1) Permasalahan HKI di Indonesia, pada dasarnya sama dengan
permasalahan HKI di negara-negara lain baik di negara maju maupun dinegara-negara berkembang yang membedakan adalah jumlah dan kualitas. Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa pembajakan buku, kaset, CD music dan sebagainya dinegara majupun itu terjadi akan tetapi jumlah pelanggarannya sangat sedikit, sedangkan di Indonesia dikatagorikan sebagai negara ke tiga yang terbesar di dunia yang melakukan pembajakan.
(2) Hal lain yang perlu dikemukan adalah efektitas penegakan hukum.
Walaupun terjadi pembajakan di luar negeri cukup banyak, mereka memiliki system penegakan hukum yang amat baik, karena apabila masyarakat melaporkan masalah pembajakan tersebut dapat segera ditangani langsung oleh polis dan para penegak hukum lainnya, hal tersebut biasanya terjadi di negara-negara maju.
(3) Isu lain berkaitan dilema pasar. Kebanyakan kita terbelenggu oleh
keengganan mengganti kebiasaan membeli barang bajakan dengan membeli barang yang asli karena yang bajakan jauh lebih murah dibanding yang asli. Sebagian kita mensejajarkan kedudukan antara kaduanya sebagai persaingan antara dua produk yang kompetitif. Padahal sudah jelas yang pertama illegal, yang kedua sah. Keterbelengguan ini disebabkan oleh dibiarkannya peredaran produk illegal untuk diperjual belikan secara bebas ditengah-tengah masyarakat.
F. Situs web instansi Pemerintah, lembaga Legislatif dan Judikatif sebagai sarana penyebarluasan dan layanan informasi hukum.
Kebutuhan informasi hukum yang sangat mendesak seyogianya dapat dipenuhi dan diakses secara mudah dan murah bagi yang membutuhkannya serta dapat diandalkan dan tersaji secara tepat waktu. Informasi Hukum yang jelas, akurat dan mutakhir dirasakan sangat urgen bagi :
1. Perancangan dan pembahasan Amandemen Undang Undang Dasar 1945, Undang-undang dan lain-lain produk perundang-undangan baik di Pusat maupun Daerah;
2. Penentuan Kebijakan Pemerintah : dari Presiden , Menteri, Gubernur, BupatiWalikota sampai ke Camat serta bagaimana kebijakan Pemerintah Daerah (otonom) menggunakan limpahan kewenangan dari Pemerintah Pusat.
3. Pemeriksaan dan investigasi oleh Polisi, Jaksa, Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Obudsman Nasional, komisi Judisial dsb;
4. Penyusunan putusan pengadilan oleh Hakim Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Mahkamah Militer, Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi serta berbagai Pengadilan Ad-Hoc yang sekarang sedang berkembang;
5. Pelaksanaan tugas para Pengacara dan Pembela perkara di lembaga- lembaga Bantuan Hukum termasuk penyusunan strategi pembelaan (pleidooi) bagi kliennya;
6. Pelaksanaan tugas para Debitur dan Mediator di dalam perkara bisnis dan atau ekonomi;
7. Pelaksanaan tugas para guru besar dan dosen Fakultas Hukum, agar mutu pendidikan Sarjana Hukum Indonesia tetap up-to-date dengan mengajarkan teori maupun hukum nasional dan internasional yang paling mutakhir;
8. Pembinaan kesadaran hukum masyarakat, agar setiap warga negara dan penduduk mengetahui apa yang merupakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara;
9. Informasi Hukum yang paling mutakhir itu juga sangat penting bagi para mahasiswa untuk dapat menyusun skripsi, tesis dan disertasinya secara baik sehingga dapat meningkatkan kecerdasan bangsa;
10. Dan lain-lain.