Studi deskriptif strategi coping mahasiswa mantan pecandu minuman beralkohol dalam menghadapi masalah.

(1)

vii

A DESCRIPTIVE STUDY OF COPING STRATEGY STUDENT FORMER LIQUOR IN FACING PROBLEM GENERATING STRESS

Vincentius Awan Hananto University Sanata Dharma Yogyakarta

2008

This research done based on phenomenon that student former liquor has strong desire to take to alcohol when facing problem generating stress, and the situation will make former the liquor does various business to master, assuages, or eliminates various pressures experienced by its the which in this research conceived of coping strategy. Basically coping strategy is behaviour or effort for individual to face problem and is specific response to situation that full of pressure.

This research applies qualitative research with study diskriptif. Purpose of this research is to know strategy coping applied by student former liquor, and how coping strategy process. Responder in this research is 4 ( four) student former liquor which has experienced minimum dependency during 3 year and having age between 24-27 years. To explain behavior and identifies subject problem, this research applies interview method. Data analysis done with (1) Does interview transcript, (2) Does coding data, that is by using tables to facilitate comprehends data. (3) Makes conclusion from data which has collected.

From data analysed obtained result that, strategy coping experienced by by student former liquor can emerge in the form of strategy coping without consuming alcohol, that is PFC (Problem Focused Coping) : actif coping, planning, seeking social support instrumental for of reasons, suppresion of competing, restraint coping and EFC (Emotion Focused Coping): positive reinterpretation and growth, acceptance, bounces disengagement, alcohol drug disengagement, seeking social support for emotional reasons and turning to religion

That student former liquor is not annoyed with problem generating stres especially faces desire to return to beverage alcohol, hence student former liquor need support from area, good of family and public


(2)

viii

STUDI DESKRIPTIF STRATEGI COPING MAHASISWA MANTAN PECANDU MINUMAN BERALKOHOL DALAM MENGHADAPI

MASALAH

Vincentius Awan Hananto Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2008

Penelitian ini dilakukan berdasarkan fenomena bahwa mahasiswa mantan pecandu minuman beralkohol mempunyai keinginan yang kuat untuk lari ke alkohol ketika menghadapi masalah, dan keadaan tersebut akan membuat mantan pecandu minuman beralkohol tersebut melakukan berbagai usaha untuk menghadapi masalah yang dialaminya yang dalam penelitian ini disebut sebagai strategi coping. Pada dasarnya strategi coping adalah tingkah laku atau usaha individu untuk menghadapi masalah merupakan respon yang spesifik terhadap situasi yang penuh tekanan.

Skripsi ini menggunakan penelitian kualitatif dengan studi diskriptif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi coping yang digunakan oleh mahasiswa mantan pecandu minuman beralkohol. Subjek dalam studi diskriptif ini adalah 4 (empat) mahasiswa mantan pecandu minuman beralkohol yang telah mengalami ketergantungan minimal selama 3 tahun dan berusia antara 24-27 tahun. Untuk menjelaskan perilaku dan mengidentifikasikan masalah subjek, penelitian ini menggunakan metode wawancara. Analisis data dilakukan dengan (1) Melakukan transkrip wawancara, (2) Melakukan coding data, yaitu dengan menggunakan tabel untuk memudahkan memahami data. (3) Membuat kesimpulan dari data yang sudah terkumpul.

Dari data yang dianalisis diperoleh hasil bahwa, strategi coping mahasiswa mantan pecandu minuman beralkohol bisa muncul dalam bentuk PFC (Problem Focused Coping) actif coping, planning, seeking social support for instrumental reasons, suppresion of competing, restraint coping dan EFC (Emotion Focused Coping) positive reinterpretation and growth, acceptance, mental disengagement, alcohol drug disengagement, seeking social support for emotional reasons dan turning to religion. Agar mahasiswa mantan pecandu minuman beralkohol tidak terganggu dengan masalah yang menimbulkan stres terutama menghadapi keinginan untuk kembali ke minuman beralkohol, maka mahasiswa mantan pecandu minuman beralkohol membutuhkan dukungan dari lingkungan, baik keluarga dan masyarakat.


(3)

i

STUDI DESKRIPTIF

STRATEGI COPING MAHASISWA MANTAN PECANDU

MINUMAN BERALKOHOL DALAM MENGHADAPI

MASALAH

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Psikologi

Disusun Oleh:

Nama : VINCENTIUS AWAN HANANTO

NIM : 019114005

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2009


(4)

(5)

iii

STUDI DESKRIPTIF

STRATEGI COPING MAHASISWA MANTAN PECANDU

MINUMAN BERALKOHOL DALAM MENGHADAPI

MASALAH

SKRIPSI

Dipersiapkan dan disusun oleh Nama : Vincentius Awan Hananto

NIM : 019114005

Telah dipertahankan didepan dosen penguji pada tanggal 12 Februari 2009 dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Nama Lengkap Tanda Tangan

Penguji I A.Tanti Arini, S.Psi., M.Si.

Penguji II Dr. Ch. Siwi Handayani, S.Psi., M.Si.

Penguji III MM. Nimas Eki Suprawati, S.Psi., M.Si.

Yogyakarta, 22 April 2009 Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Dekan,

P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si MOTTO DAN PERSEMBAHAN


(6)

iv

Tetapkanlah satu pilihan terbaik

dari sekian banyak alternatif pilihan

dan

bertanggung jawablah atas pilihan mu itu.

When money is lost,

nothing is lost

When health is lost,

something is lost

When character is lost,

every thing is lost

….…..

KUPERSEM BA HKA N KA RYA SED ERHA NA KU IN I UN TUK : Kemuliaan-Nya, Semua yang kucinta dan mencintaiku, Bapak, Ibu, yang kusayangi, semua sahabat-sahabat terkasihku, dan kau yang begitu sempurna


(7)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa, skripsi yang telah saya susun ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan

dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 20 Februari 2009 Penulis


(8)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Vincentius Awan Hananto

Nomor Mahasiswa : 019114005

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

STUDI DESKRIPTIF

STRATEGI COPING MAHASISWA MANTAN PECANDU MINUMAN BERALKOHOL DALAM MENGHADAPI

MASALAH

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 22 April 2009

Yang menyatakan,


(9)

vii

A DESCRIPTIVE STUDY OF COPING STRATEGY STUDENT FORMER LIQUOR IN FACING PROBLEM GENERATING STRESS

Vincentius Awan Hananto University Sanata Dharma Yogyakarta

2008

This research done based on phenomenon that student former liquor has strong desire to take to alcohol when facing problem generating stress, and the situation will make former the liquor does various business to master, assuages, or eliminates various pressures experienced by its the which in this research conceived of coping strategy. Basically coping strategy is behaviour or effort for individual to face problem and is specific response to situation that full of pressure.

This research applies qualitative research with study diskriptif. Purpose of this research is to know strategy coping applied by student former liquor, and how coping strategy process. Responder in this research is 4 ( four) student former liquor which has experienced minimum dependency during 3 year and having age between 24-27 years. To explain behavior and identifies subject problem, this research applies interview method. Data analysis done with (1) Does interview transcript, (2) Does coding data, that is by using tables to facilitate comprehends data. (3) Makes conclusion from data which has collected.

From data analysed obtained result that, strategy coping experienced by by student former liquor can emerge in the form of strategy coping without consuming alcohol, that is PFC (Problem Focused Coping) : actif coping, planning, seeking social support instrumental for of reasons, suppresion of competing, restraint coping and EFC (Emotion Focused Coping): positive reinterpretation and growth, acceptance, bounces disengagement, alcohol drug disengagement, seeking social support for emotional reasons and turning to religion

That student former liquor is not annoyed with problem generating stres especially faces desire to return to beverage alcohol, hence student former liquor need support from area, good of family and public


(10)

viii

STUDI DESKRIPTIF STRATEGI COPING MAHASISWA MANTAN PECANDU MINUMAN BERALKOHOL DALAM MENGHADAPI

MASALAH

Vincentius Awan Hananto Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2008

Penelitian ini dilakukan berdasarkan fenomena bahwa mahasiswa mantan pecandu minuman beralkohol mempunyai keinginan yang kuat untuk lari ke alkohol ketika menghadapi masalah, dan keadaan tersebut akan membuat mantan pecandu minuman beralkohol tersebut melakukan berbagai usaha untuk menghadapi masalah yang dialaminya yang dalam penelitian ini disebut sebagai strategi coping. Pada dasarnya strategi coping adalah tingkah laku atau usaha individu untuk menghadapi masalah merupakan respon yang spesifik terhadap situasi yang penuh tekanan.

Skripsi ini menggunakan penelitian kualitatif dengan studi diskriptif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi coping yang digunakan oleh mahasiswa mantan pecandu minuman beralkohol. Subjek dalam studi diskriptif ini adalah 4 (empat) mahasiswa mantan pecandu minuman beralkohol yang telah mengalami ketergantungan minimal selama 3 tahun dan berusia antara 24-27 tahun. Untuk menjelaskan perilaku dan mengidentifikasikan masalah subjek, penelitian ini menggunakan metode wawancara. Analisis data dilakukan dengan (1) Melakukan transkrip wawancara, (2) Melakukan coding data, yaitu dengan menggunakan tabel untuk memudahkan memahami data. (3) Membuat kesimpulan dari data yang sudah terkumpul.

Dari data yang dianalisis diperoleh hasil bahwa, strategi coping mahasiswa mantan pecandu minuman beralkohol bisa muncul dalam bentuk PFC (Problem Focused Coping) actif coping, planning, seeking social support for instrumental reasons, suppresion of competing, restraint coping dan EFC (Emotion Focused Coping) positive reinterpretation and growth, acceptance, mental disengagement, alcohol drug disengagement, seeking social support for emotional reasons dan turning to religion. Agar mahasiswa mantan pecandu minuman beralkohol tidak terganggu dengan masalah yang menimbulkan stres terutama menghadapi keinginan untuk kembali ke minuman beralkohol, maka mahasiswa mantan pecandu minuman beralkohol membutuhkan dukungan dari lingkungan, baik keluarga dan masyarakat.


(11)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kuucapkan pada Jesus Kristus, atas berkat, perlindungan, dan bimbinganNya yang telah diberikan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Banyak halangan dan hambatan untuk menyelesaikan skripsi ini, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua yang sangat berarti dalam penyelesaian skripsi ini.

Ucap syukur dan terima kasih kepada :

1. Ibu Tanti Arini, S.Psi., M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberi bimbingan, petunjuk, dan saran-saran hingga penulisan skripsi ini selesai. Terima kasih juga karena waktunya yang begitu sibuk.

2. Ibu dan Bapakku tercinta yang telah dengan tulus dan sabar mendoakan, menjadi sarana dan memberi kesempatan untukku ada di dunia ini.

3. Mas Rendra, mba Lusy, mas Yo dan keluarga besar yang telah banyak memberikan dukungan serta doa.

4. myEve yang telah banyak memberikan dukungan berupa waktu, tenaga, dan pikiran dalam proses penyelesaian skripsi ini. Terimakasih atas kepercayaan serta kesabaran yang telah diberikan kepadaku.

5. Management, staff, dan crew serta para mitra usaha Chicken and Shake. Let’s Shake Totally.

6. Poncowati Group yang selalu member motivasi dalam penyelesaian skripsi ini. Finnaly I’m done brother.

7. Prof. Sugeng yang telah banyak member input materi dalam skripsi ini


(12)

x

for the support!!

9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis,


(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………..………... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………... ii

HALAMAN PENGESAHAN………...…….………... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN………... iv

HALAMAN MOTTO………...………... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………...………... vi

ABSTRAK...………... viii

ABSTRACT………..………... ix

KATA PENGANTAR………... ix

DAFTAR ISI………... x

DAFTAR TABEL…………...………... xv

DAFTAR GAMBAR………..……...………... xvi

DAFTAR LAMPIRAN………...………... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………... 1

B. Rumusan Masalah………...………... 9

C. Tujuan Penelitian…...………... 9

D. Manfaat Penelitian...………... 9

BAB II LANDASAN TEORI A. Minuman Beralkohol...………... 10

1. Pengertian Minuman Beralkohol... 10

2. Jenis-Jenis Minuman Beralkohol... 11


(14)

xii

3. Efek Minuman Beralkohol... 12

4. Pecandu Alkohol... 12

5. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Seseorang Menjadi Pecandu Minuman Beralkohol... 14

6. Mantan Pecandu Alkohol... 16

7. Organisasi-Organisasi yang Peduli Terhadap Alkohol... 16

B. Stress dan Coping………...………... 18

1. Stress... 18

a. Pengertian Stress... 18

b. Sumber Stress... 18

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stress... 20

d. Pendekatan-Pendekatan Stress... 21

e. Gejala Stress... 22

2. Coping.………. . 24

a. Pengertian Coping... 24

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Coping... 32

C. Mahasiswa... 33

D. Masalah-Masalah yang Dihadapi Mahasiswa Mantan Pecandu Alkohol... 35

E. Strategi Coping Mantan Pecandu Alkohol Dalam Menghadapi Masaslah….. 35

F. Pertanyaan Penelitian... 37

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 38

B. Subjek Penelitian…... 39


(15)

xiii

D. Keabsahan Data Penelitian... 42

1. Kredibilitas... 42

2. Konfirmabilitas... 44

E. Metode Analisis Data... 45

BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN, HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian... 47

1. Persiapan Penelitian... 47

2. Tempat dan Waktu Penelitian... 47

3. Proses Penelitian... 48

B. Hasil Penelitian... 51

1. Data Demografi Subjek…... 51

2. Hasil Analisis Per Subjek…..………... 52

a. Subjek 1………. 52

1. Awal Konsumsi Sampai Berhenti Konsumsi……….. . 52

2. Masalah-masalah yang Menimbulkan Stres pada Subjek 1 dan Strategi Copingnya……….………… 56

b. Subjek 2………. 59

1. Awal Konsumsi Sampai Berhenti Konsumsi……….. . 59

2. Masalah-masalah yang Menimbulkan Stres pada Subjek 2 dan Strategi Copingnya……… 62

c. Subjek 3………. 67

1. Awal Konsumsi Sampai Berhenti Konsumsi……….. . 67

2. Masalah-masalah yang Menimbulkan Stres pada Subjek 3 dan Strategi Copingnya……… 69


(16)

xiv

1. Awal Konsumsi Sampai Berhenti Konsumsi……….. . 72

2. Masalah-masalah yang Menimbulkan Stres pada Subjek 4 dan Strategi Copingnya……….……… 74

3. Hasil Analisis 4 Subjek………. 78

C. Pembahasan……… 83

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 96

B. Saran... 97

DAFTAR PUSTAKA... 100


(17)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data Demografi Responden... 51 Tabel 2. Penyebab Subjek 1 Mengkonsumsi Alcohol, Menjadi Pecandu dan Berhenti

Mengkonsumsi Alkohol ……... 55 Tabel 3. Masalah yang Dihadapi Subjek 1 dan Strategi Copingnya………... 58 Tabel 4. Penyebab Subjek 2 Mengkonsumsi Alcohol, Menjadi Pecandu dan Berhenti

Mengkonsumsi Alkohol ……... 62 Tabel 5. Masalah yang Dihadapi Subjek 2 dan Strategi Copingnya………... 64 Tabel 6. Penyebab Subjek 3 Mengkonsumsi Alcohol, Menjadi Pecandu dan Berhenti

Mengkonsumsi Alkohol ……... 69 Tabel 7. Masalah yang Dihadapi Subjek 2 dan Strategi Copingnya………... 70 Tabel 8. Penyebab Subjek 4 Mengkonsumsi Alcohol, Menjadi Pecandu dan Berhenti

Mengkonsumsi Alkohol ……... 74 Tabel 9. Masalah yang Dihadapi Subjek 4 dan Strategi Copingnya………... 76 Tabel 10. Kategorisasi Penyebab Subjek Mengkonsumsi Alkohol, Menjadi Pecandu, dan

Berhenti Mengkonsumsi Alkohol……….. 78 Tabel 11. Kategorisasi Bentuk EFC Pada Subjek Awal Memutuskan Berhenti- Setelah

Menjadi Mantan Pecandu……… ……….. 80 Tabel 12. Kategorisasi Bentuk PFC Pada Subjek Awal Memutuskan Berhenti- Setelah


(18)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Skema I. Kerangka Konseptual Penelitian Strategi Coping Pecandu Alkohol Sampai Menjadi Mantan Pecandu Alkohol... 36


(19)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lembar Persetujuan Subjek………. 103 Verbatim dan Koding... 107


(20)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Minuman keras telah menjadi masalah dunia. Negara Afrika, Amerika Latin, Amerika Utara, Eropa, Asia, Australia maupun di mana saja manusia hidup, bahkan di antara suku-suku bangsa primitif di pulau-pulau terpencil di Indonesia kecanduan alkohol telah menjadi salah satu persoalan hidup manusia yang utama. Kecanduan alkohol menghancurkan kehidupan keluarga, pekerjaan, merusak tubuh, dan menjadi sebab utama dari segala macam perbuatan kriminal. Sedikit sekali tempat di bumi ini yang terbebas dari pengaruh yang merusak ini (Garry, 2000).

Terjadinya perubahan hidup di Indonesia, globalisasi, industrialisasi disertai cepatnya arus informasi berpengaruh terhadap perubahan drastis meningkatnya pemakaian minuman beralkohol tinggi atau sering disebut minuman keras (miras) di kalangan anak muda. Peningkatan penyalahgunaan NAPZA dapat dilihat dalam tabel 1.

Tabel 1. Data Penyalahgunaan NAPZA Indonesia

2001 2002 2003 2004 2005 2006 Total Narkotika 1.907 2.040 9.929 3 .874 8 .171 9 .422 29.343 Psikotropika 1.648 1.632 2 .590 3 .887 6 .733 5 .658 22.148 Bahan Adiktif 62 79 6 21 6 48 1 .348 2 .275 5.033 Jumlah Total 3.617 3.751 7.140 8.409 16.252 17.355 56.524

Kenaikan (%) - 3,7 90,3 17,8 93,3 6,8 205


(21)

Masalah kenakalan remaja seputar pecandu alkohol yang terjadi di kota-kota besar dinilai banyak pihak sudah sampai pada tataran yang memprihatinkan, karena gaya hidup seperti itu cenderung diimitasi kalangan generasi muda di segala lapisan masyarakat bahkan sampai di pelosok-pelosok desa. Jumlah pengkonsumsi alkohol belakangan ini menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, di tempat-tempat tontonan dan tempat-tempat kongkow di pinggir jalan pasti dijumpai orang-orang berbau ”naga”, istilah bagi orang yang menengak miras. Bahkan yang lebih mengkhawatirkan, perbuatan menenggak miras belakangan ini sudah dianggap hal biasa yang dapat dilakukan secara bebas oleh para peminum alkohol.

Peminum alkohol adalah orang yang mengkonsumsi minuman keras, yaitu minuman beralkohol yang mengandung zat ethanol. Warna dan rasanya bermacam-macam tergantung bahan-bahan yang digunakan untuk membuatnya. Hampir setiap orang dapat menjadi orang yang hidupnya bergantung (dependent) kepada obat-obatan, khususnya alkohol. Kecanduan biasanya terjadi jikalau orang yang bersangkutan terus-menerus membiasakan minum minuman keras dalam takaran yang makin tinggi. Mulai dari pemakaian coba-coba, penyalahgunaan berkala, kebiasaan, pergaulan, sampai pemakaian rutin dan kecanduan.

Joewana (1989) menjelaskan bahwa perilaku minum minuman keras atau alkohol memiliki beberapa tahap yaitu : tahap coba-coba, merupakan tahap awal pengenalan terhadap obat-obatan dan alkohol, tahap ini dapat menyebabkan seseorang menjadi pemakai secara kadang-kadang atau justru berhenti sama sekali setelah merasakan bahan bahan tersebut. Tahap ketergantungan, seseorang


(22)

telah menjadi pemakai tetap obat-obatan dan alkohol, pada tahap ini telah ada gangguan fisik, sosial pada pemakai.

Subandi (1995) menyebutkan bahwa tahapan/tingkatan penyalahgunaan NAPZA sebagai berikut : (1) Tahap coba-coba atau perkenalan, di mana orang sekedar ingin tahu dan merasakan barang tersebut tetapi juga ada yang terpaksa menggunakan karena mendapat tekanan teman-temannya. (2) Tahap rekreasional atau setelah seseorang mencoba sekali atau dua kali, mungkin dia akan berhenti atau semakin sering memakai karena merasakan adanya kenikmatan. (3) Tahap reguler, seseorang menggunakan secara tetap, meskipun tidak ada acara yang khusus. Tahap ini sudah ada perubahan fisik dan perilaku, gejala ketagihan mulai muncul, sehingga tindak kriminalpun sering terjadi. (4) Tahap kompulsif, seseorang sudah sangat tergantung, perubahan fisik dan perilaku semakin menonjol, biasanya darahnyapun sudah mengandung narkotik, kalau dalam waktu tertentu tidak mendapat narkoba akan timbul gejala ketagihan dan yang paling parah bisa mengalami psikosa bahkan ada yang meninggal dunia.

Seorang peminum alkohol yang telah sampai pada tahap kompulsif akan sulit sekali menghentikan kebiasaan minum alkohol. Masyarakat awam menyebut seseorang yang telah sampai pada tahap kompulsif ini dengan sebutan pecandu alkohol.

Menurut Hawari (2003) ada tiga kelompok penyalahgunaan NAPZA yaitu kelompok ketergantungan pertama yang dapat ditandai dengan kepribadian yang tidak stabil, cemas, depresi. Kelompok ketergantungan kedua yang ditandai dengan kepribadian anti sosial. Kelompok ketergantungan ketiga terutama


(23)

kelompok ini terdapat pada remaja karena dorongan ingin tahu, pengaruh lingkungan dan tekanan kelompok sebaya.

Menurut DepKes RI (2000) bahwa penyalahgunaan NAPZA mempunyai dimensi yang luas dan kompleks, baik dari sudut medis, psikiatrik, kesehatan jiwa, maupun psikososial. Penyalahgunaan NAPZA adalah penyakit kronik yang berulangkali kambuh, yang hingga sekarang belum ditemukan upaya penanggulangan secara universal baik dari sudut prevensi, terapi, maupun rehabilitasi.

Efek penggunaan NAPZA berbeda pada setiap orang tergantung berapa banyak digunakan, cara pemakaian, seberapa sering digunakan, dan bagaimana kondisi badan yang bersangkutan. Pengaruh yang bisa ditimbulkan menurut panduan NAPZA DinKes DIY (2002) sebagai berikut:

1. Jangka pendek :

Kenikmatan sesaat: menghilangkan stress, perasaan gembira dan bebas yang terus menerus, menghilangkan rasa sakit-lapar serta menimbulkan gairah bercinta. Penurunan fungsi tubuh: sulit bernafas, tekanan darah dan jantung melemah, pupil mata mengecil, mengantuk, pemakai merasa hangat, berat. Dosis yang tinggi menyebabkan mabuk dan muntah. Dosis yang berlebihan menyebabkan pernafasan menjadi lemah, suhu tubuh menurun dan denyut jantung menjadi tidak teratur. Ketika napas menjadi lemah akan menghentikan fungsi alat tubuh sehingga kematianpun terjadi.


(24)

2. Jangka panjang

Dapat menyebabkan impotensi, kekebalan tubuh menurun, masa bodoh, lamban, gangguan haid, dan mengganggu janin jika hamil. Alkohol menyebabkan gangguan lambung, kanker, saluran pencernaan, gangguan syaraf tepi.

Efek lain dari pecandu alkohol adalah pecandu akan tergantung secara fisik dan psikologis (kejiwaan) karena alkohol merupakan anti depresan yang memperlambat kegiatan-kegiatan bagian otak dan sistem syaraf. Hal ini tidak saja mengganggu pecandu sendiri, tetapi juga orang-orang di sekitarnya, khususnya keluarga dekat ( Joyce, 1999).

Pestonjee (1992) menyatakan bahwa para pecandu alkohol sering tidak kuasa menghadapi efek ketergantungan dari alkohol dan mereka merasa kesulitan untuk berhenti mengkonsumsi alkohol. Hal ini menjadi masalah bagi mereka, karena efek ketergantungan terhadap alkohol tersebut sangat menganggu aktivitas sehari-hari. Tidak jarang pecandu alkohol merasa tertekan, mengalami konflik internal maupun eksternal, bahkan menjadi frustasi akibat dari ketergantungan terhadap alkohol. Para pecandu mempunyai harapan untuk dapat mengendalikan emosi yang bergejolak dalam dirinya ketika menghadapi ketergantungannya terhadap alkohol. Keadaan tersebut akan membuat seseorang melakukan berbagai usaha untuk menguasai, meredakan, atau menghilangkan berbagai tekanan yang dialaminya. Individu yang menghadapi masalah akan berusaha untuk merespon agar dampak yang ditimbulkan berkurang atau hilang. Tingkah laku


(25)

atau usaha individu untuk menghadapi masalah merupakan respon yang spesifik terhadap situasi yang penuh tekanan. Menurut Parry (1992) berbagai usaha yang dilakukan tersebut dikenal dengan strategi mengatasi masalah.

Mengenai proses kesembuhan dari ketergantungan alkohol, para ahli percaya bahwa perkembangan yang dicapai dalam proses penyembuhan ketergantungan biasanya lambat sampai peminum itu sendiri benar-benar mengambil keputusan untuk berhenti minum. Terkadang keluarganya mengambil keputusan untuk tidak lagi melindungi peminum itu sampai orang itu sendiri melihat akibat-akibat yang parah dari tingkah lakunya. Perubahan tidak pernah benar-benar terjadi sebelum peminum membentur garis yang terbawah, mengalami akibat yang begitu menyedihkan dari perbuatannya, dan mengakui bahwa dirinya tak dapat dikendalikan lagi. Apabila seseorang telah memutuskan untuk benar-benar tidak mengkonsumsi alkohol maka orang tersebut disebut mantan pecandu alkohol (Garry, 2000 ).

Mantan pecandu alkohol adalah orang yang merasakan alkohol sebagai masalah besar dalam hidupnya. Setelah mengakui begitu, mereka memutuskan untuk bertindak. Mereka, dengan bukti hidup diri mereka sendiri, membuat keputusan bahwa alkohol adalah racun, dan secara jujur berusaha membentuk gaya hidup bermutu tanpa alkohol dalam bentuk

apapun. Mereka menjalankan hidup bersih dari alkohol (Joyce,1999).

Apabila individu menghadapi suatu tekanan atau stres, maka akan terjadi suatu proses penyesuaian terhadap situasi tersebut yang lazim disebut


(26)

sebagai coping mechanism atau strategi mengatasi masalah, yang mana individu dalam menghadapi tekanan-tekanan atau stress akan memberikan reaksi yang berbeda dalam menghadapinya.

Lazarus (dalam Stone & Neale, 1984) mengemukakan pendapat bahwa strategi coping adalah tingkah laku yang mengarah pada pemecahan masalah untuk membebaskan diri dari bahaya yang nyata atau tidak nyata. Tingkah laku tersebut melibatkan pikiran yang secara sadar digunakan untuk mengatasi dan mengontrol perasaan dan pengalaman seseorang yang ditimbulkan oleh situasi yang menekan.

Permasalahan yang sering dihadapi para mantan pecandu alkohol adalah jika mereka mengalami stres atau tekanan maka ada keinginan untuk lari ke alkohol. Menurut Heriadyi Willy (2005) salah satu problema terberat bagi mantan pecandu adalah mendapatkan kepercayaan dari orang lain, sehingga mereka merasa diasingkan. Sering ketika seorang pecandu yang telah berhenti, kemudian tidak dipercayai, maka ia merasa tidak kuat dan akhirnya kembali lagi menggunakan alkohol. Dari latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melihat lebih jauh lagi bagaimana strategi coping para mantan pecandu alkohol dalam menghadapi masalah.

Strategi coping yang digunakan berfungsi untuk mengurangi masalah dengan mempelajari cara-cara keterampilan yang baru. Penggunaan strategi tersebut lebih memiliki kecenderungan untuk individu yang mengalami stress dan mengalami keyakinan dapat mengubah situasi. Fungsi strategi coping yang lain adalah mengatur respon emosional terhadap stress. Pengaturan ini


(27)

dilakukan melalui perilaku individu seperti penggunaan alkohol, bagaimana meniadakan fakta-fakta yang tidak menyenangkan melalui strategi kognitif. Individu bila dihadapkan dengan kondisi ketidakmampuan untuk mengubah kondisi yang penuh dengan stress maka individu yang bersangkutan akan cenderung untuk mengakui emosinya.

Subjek pada penelitian ini adalah mahasiswa. Secara sosiologis mahasiswa merupakan kelas lanjutan dari kelompok masyarakat yang merupakan generasi penerus bangsa. Disamping sarat dengan prestise dan kebanggan, mahasiswa juga penuh dengan beban moral dan tanggung jawab sosial (Bactiar, 2002 : 16). Adanya beban moral dan tanggung jawab sosial ini menjadikan tekanan psikologis bagi mahasiswa, yang merupakan sumber stress.

Adanya berbagai permasalahan yang dihadapi oleh mahasiswa menyebabkan beberapa mahasiswa lari ke alkohol untuk sekedar melupakan permasalahan yang mereka hadapi. Menurut Heriadi Willy (2005 : 48), yang merangkum opini yang dimuat di Kedaulatan Rakyat 2 September 2003, di daerah Sleman banyak terjadi penyalahgunaan narkoba, banyak sekolah dan kampus, banyak pelajar dan mahasiswa sehingga menjadi “pasar” peredaran gelap dan penyalahgunaan alkohol. Selama ini yang menjadi sasaran para pengedar dan bandar adalah pelajar dan mahasiswa. Jika hal ini tidak mendapatkan perhatian serius maka dimungkinkan beberapa tahun kedepan akan lahir ratusan bahkan ribuan peminum alkohol baru dari kalangan


(28)

mahasiswa, yang tentu saja akan membawa dampak dengan masa depan bangsa ini (Murdoko, 2005).

Dari latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melihat lebih jauh lagi bagaimana strategi coping para mantan pecandu alkohol dalam menghadapi masalah.

B. Rumusan Masalah

Apa strategi coping yang digunakan mantan pecandu alkohol?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui strategi coping mantan pecandu minuman beralkohol dalam menghadapi masalah.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan wawasan bagi perkembangan ilmu psikologi klinis, khususnya mengenai strategi coping pecandu alkohol dalam menghadapi masalah.

2. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai adanya strategi dalam menyelesaikan masalah bagi pecandu alkohol


(29)

10

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Minuman Beralkohol

1. Pengertian Minuman Beralkohol

Minuman beralkohol mengandung zat ethanol. Warna dan rasanya bermacam-macam tergantung bahan-bahan yang digunakan untuk membuatnya. Beragam jenis minuman beralkohol: bir, anggur, brandy, arak, whisky, berem, tuak, dan lain-lain (Joyce,1999).

Hawari (2003) menyatakan minuman beralkohol adalah jenis minuman keras yang mengandung alkohol dan termasuk zat adiktif. Minuman beralkohol (miras) menurut Ferko (1990) adalah obat tertua yang digunakan oleh manusia dimasa lalu untuk pengobatan dan untuk kepentingan sosial, namun minuman keras biasanya digunakan sebagai obat-obatan yang disalahgunakan karena pemberian minuman keras secara berulang-ulang selama periode tertentu akan berakibat terjadinya toleransi dan ketergantungan fisik terhadap minuman keras meningkat.

Dollery (1991) menyatakan bahwa minuman keras dalam pengertian umum adalah etanol, etil alkohol atau hidroksi etana, terdapat didalam sejumlah minuman dan sediaan obat; alkohol adalah cairan tidak berwarna dengan bau harum, rasanya pahit dan membakar; alkohol diperoleh melalui fermentasi pati atau gula pada minuman keras, sedang alkohol untuk industri dan pengobatan diperoleh melalui sintesis dari etilen dan asam sulfat atau


(30)

hidroksi etilen pada temperatur tinggi, membentuk azeotrop dengan air selama proses destilasi,sehingga konsentrasi maksimal alkohol yang terdestilasi adalah 94,9%.

2. Jenis-Jenis Minuman Beralkohol :

Menurut Permenkes RI no.86/Men.Kes/IV/97 minuman keras adalah semua jenis minuman beralkohol, tetapi bukan obat, yang meliputi : minuman keras golongan A, golongan B dan golongan C.

a. Golongan A adalah minuman keras dengan kadar etanol (C1H5OH) dari 1–5 persen, yang antara lain : Bintang Baru Bir, Champindo Anggur Buas, San Miquel, Jinro (Korean Gingseng Wine), Tigerlarger Beer, Anker Bir, Bali Hai Bir, dan Baby Breem.

b. Golongan B adalah minuman keras etanol 5-20 persen, yang antara lain : Anggur Malaga, Anggur Kolesom cap 39, Whisky, Anggur Beras Kencur, Mc.Donald (arak kolesom), dan Anggur Orang Tua.

c. Golongan C adalah minuman keras dengan kadar etanol lebih dari 20 persen hingga 55 persen, yang antara lain meliputi : Kuda Mas Brendi, Mansion House, Mc. Donald Brandy, Orang Tua Arak, dan Kuda Pacu

Ronodikoro dan Prakosa (1992) menyatakan bahwa pemakaian zat-zat berbahaya ini telah mempunyai sejarah yang panjang; Anggur, bir dan liqua telah mulai dikonsumsi oleh manusia sejak tahun 8000 sebelum masehi


(31)

3. Efek Minuman Beralkohol

Menurut Joyce (1999) Efek minuman beralkohol adalah sebagai berikut :

a. Mengkonsumsi minunam beralkohol secara terus menerus dalam jangka panjang dapat merusak sistem di tubuh.

b. Alkohol akan merusak fungsi otak dan sistem saraf secara permanen. Hati merupakan organ yang berfungsi memecahkan dan mengeluarkan alkohol dari darah. Organ vital ini akan mengalami radang hati (hepatitis), sirosis dan kanker hati.

c. Konsumsi alkohol secara terus menerus dapat menyebabkan penyakit jantung, tekanan darah tinggi, gagal jantung dan stroke.

d. Jumlah alkohol yang berlebihan akan mengiritasi lambung sehingga timbul gastritis.

e. Alkohol mengandung efek diuretik (meningkatkan jumlah urin), sehingga jika berlebihan akan menimbulkan kerusakan ginjal.

f. Alkohol dapat meningkatkan gairah seksual, namun, bila berlebihan malah dapat menimbulkan impotensi.

4. Pecandu Alkohol

Bila seseorang mengkonsumsi minuman yang mengandung alkohol, zat tersebut diserap oleh lambung, masuk ke aliran darah dan tersebar ke seluruh jaringan tubuh, yang mengakibatkan terganggunya semua sistem yang ada di dalam tubuh. Akibat alkohol tergantung pada berbagai faktor, antara


(32)

lain berat tubuh, usia, gender, dan sudah tentu frekuensi dan jumlah alkohol yang dikonsumsi. (Joyce,1999)

Sebenarnya, hampir setiap orang dapat menjadi orang yang hidupnya bergantung kepada obat-obatan, khususnya alkohol. Kecanduan biasanya terjadi jikalau orang yang bersangkutan terus-menerus membiasakan minum-minuman keras dalam takaran yang tinggi (Garry, 2000 : 177).

Alkoholisme adalah penyakit menahun yang ditandai dengan kecenderungan untuk meminum lebih daripada yang direncanakan, kegagalan usaha untuk menghentikan minum minuman keras dan terus meminum minuman keras walaupun dengan konsekuensi sosial dan pekerjaan yang merugikan Semua orang dari semua kelompok umur bisa terkena. Makin banyak anak-anak dan orang dewasa memiliki masalah alkohol dengan konsekuensi yang mengerikan. Alkoholisme biasanya mempengaruhi kemampuan seseorang untuk bersosialisasi dan untuk bekerja dan menyebabkan banyak kerusakan perilaku lain ( Garry,2000).

Kalau seseorang membiasakan diri dengan minum-minuman keras, dengan sendirinya tubuh menjadi terbiasa dengan rangsangan-rangsangan alkohol tersebut. Untuk mencapai perasaan puas seringkali dosis minuman keras itu harus ditambah, sampai suatu saat tubuh menjadi begitu bergantung kepada minuman keras tersebut supaya dapat memberi reaksi yang menyenangkan perasaan. Kemudian, si peminum itu menjadi kecanduan secara jasmani ataupun kimiawi, sehingga sulit sekali untuk dapat diubah kembali.


(33)

5. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Seseorang Menjadi Pecandu Minuman Beralkohol

Penyebab seseorang menjadi pecandu alkohol belum diketahui secara pasti, namun penggunaan alkohol bukan satu satunya faktor penyebab. Dari orang-orang yang meminum alkohol, sekitar 10% menjadi pecandu. Pengkonsumsi alkohol memiliki angka kejadian yang lebih tinggi dibandingkan pecandu zat lainnya. Hal ini dikarenakan minuman keras sangat mudah didapatkan dan mempunyai sifat adiktif (Putu.B,2002).

Alkoholisme lebih sering diderita para anak-anak pecandu dari pada anak-anak yang diadopsi, yang memperlihatkan bahwa alkoholisme melibatkan kelainan genetik atau biokimia. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa orang yang beresiko menjadi alkoholik tidak mudah mengalami keracunan, karena itu otak mereka kurang sensitif terhadap efek yang ditimbulkan oleh alkohol. Selain kemungkinan kelainan genetik, latar belakang dan kepribadian tertentu dapat menjadi faktor pendukung seseorang menjadi pecandu. Pecandu sering berasal dari keluarga yang pecah dan dari mereka yang hubungan dengan orang tuanya kurang harmonis. Pecandu alkohol cenderung merasa terisolasi, sendiri, malu, depresi atau bermusuhan. Mereka biasa memamerkan perilaku perusakan diri, dan mungkin secara seksual tidak dewasa. Meskipun demikian, penyalahgunaan dan ketergantungan alkohol sangat umum sehingga mudah dikenali di antara orang-orang dengan berbagai kepribadian (Joyce,1999).


(34)

Menurut WHO (1996) faktor penyebab penyalahgunaan NAPZA pada remaja ada beberapa, antara lain sebagai berikut :

a. Faktor Individu/Perorangan

1) Adanya kepercayaan bahwa obat dapat mengatasi semua persoalan. 2) Harapan untuk dapat memperoleh kenikmatan dari efek obat yang ada. 3) Untuk dapat menghilangkan rasa sakit atau ketidaknyamanan yang

didirasakan.

4) Bagi generasi muda adanya tekanan kelompok sebaya untuk dapat diterima/diakui dalam kelompoknya.

5) Sebagai pernyataan tidak puas terhadap sistem atau nilai sosial yang berlaku.

6) Sebagai pernyataan sudah dewasa atau ikut zaman (mode). 7) Ingin coba-coba.

8) Kurang pengawasan dari orangtua. b. Faktor lingkungan

1) Tempat tinggal berada di lingkungan peredaran atau pemakaian narkotika, psikotropika atau zat Adiktif lainnya.

2) Bersekolah di tempat atau di lingkungan yang rawan terhadap obat yang sering digunakan.

3) Bergaul dengan para pengedar dan para pemakai.

Siswanto (1993) menambahkan lagi dua faktor yang saling berkaitan yang menyebabkan seseorang menyalahgunakan NAPZA yaitu : a) faktor kemudahan mendapatkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya, dan


(35)

b) faktor khasiat narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya, di mana orang menyalahgunakan NAPZA tentu mengharap suatu khasiat dari zat tersebut.

6. Mantan Pecandu Alkohol

Mantan pecandu alkohol adalah orang yang merasakan alkohol sebagai masalah besar dalam hidupnya. Setelah mengakui begitu, mereka memutuskan untuk bertindak. Mereka, dengan bukti hidup diri mereka sendiri, membuat keputusan bahwa alkohol adalah racun, dan secara jujur berusaha membentuk gaya hidup bermutu tanpa alkohol dalam bentuk apapun, mereka menjalankan hidup bersih dari alkohol (Joyce,1999).

Mengacu pada Mediacastore tersebut, mantan pecandu alkohol adalah seseorang yang pernah mengalami kecanduan alkohol (dalam kehidupannya sehari-hari tidak bisa melepaskan diri dari alkohol), kemudian karena adanya suatu sebab sehingga dalam kehidupannya sehari-hari bisa lepas dari alkohol. Dengan demikian, mantan pecandu alkohol adalah seseorang yang penah kecanduan, namun sekarang sudah tidak lagi mengkonsumsi alkohol.

7. Organisasi-Organisasi yang Peduli Terhadap Alkohol

Saat ini banyak sekali LSM yang bergerak di bidang narkoba, mulai dari LSM yang didirikan oleh organisasi-organisasi keagamaan sampai LSM yang berasal dari masyarakat umum. Bidang kegiatan LSM pun bermacam-macam, mulai dari yang mengadakan konseling, rehabilitasi pecandu, pembinaan mantan pecandu, dan sebagainya. Selain LSM yang berasal dari orang-orang yang belum pernah terlibat dalam penggunaan narkoba namun


(36)

peduli terhadap korban narkoba, ada juga organisasi yang berasal dari mantan pecandu sendiri.

Setelah bisa terlepas dari pengaruh alkohol, ada beberapa orang mantan pecandu yang mengorganisasikan diri dan peduli terhadap pecandu alkohol yang lain agar bisa lepas dari alkohol. Organisasi mantan pecandu alkohol yang telah sadar dan peduli terhadap para mantan pecandu yang lain adalah Alcoholics Anonymous. Menurut Gordon (1999) Alcoholics Anonymous (Pecandu Alkohol Anonim) yang dikenal sebagai AA, dibentuk pada tahun 1937, dengan pesat berkembang. AA dijalankan oleh orang yang merasakan alkohol sebagai masalah besar dalam hidupnya. Setelah mengakui begitu, mereka memutuskan untuk bertindak. Mereka, dengan bukti hidup diri mereka sendiri, membuat keputusan bahwa alkohol adalah racun, dan secara jujur berusaha membentuk gaya hidup bermutu tanpa alkohol dalam bentuk apapun. Setelah menjalankan hidup bersih dari alkohol melalui program bantu diri gratis ini, mereka berusaha membantu orang lain yang masih berjuang melawan ketergantungannya terhadap alkohol.

AA kini memiliki ribuan anggota (pria dan wanita) di berbagai penjuru dunia. Dua pertiga dari anggota AA telah membentuk landasan tetap gaya hidup tanpa alkohol, dan lebih dari separo anggota tidak pernah minum lagi, meski banyak orang mengatakan pecandu alkohol tidak akan pernah sembuh. Dari program AA telah meluncur program lain seperti Narcotics Anonymous (NA--Pecandu Narkotik Anonim), Coke Anonymous (untuk pecandu kokain),


(37)

Ala-Teen (untuk pecandu alkohol remaja), program untuk keluarga pecandu...dan ratusan program lainnya (Gordon,1999)

B. Stress dan Coping 1. Stress

a. Pengertian Stress

Menurut Cranwell-Ward (1990) stress dapat diartikan sebagai reaksi fisiologis dan psikologis yang terjadi jika seseorang merasakan tidak seimbang antara tuntutan yang dihadapi dengan kemampuan untuk mengatasinya. Sarafino (1990) mengemukakan bahwa stress adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh transaksi antara individu dengan hubungan lingkungan yang menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber-sumber yang akan mempengaruhi sistem biologis, psikologis, dan sosial dari seseorang. Atkinson (1990) mengatakan bahwa stress adalah suatu kondisi yang terjadi apabila individu dihadapkan dengan kejadian yang mereka rasakan sebagai ancaman terhadap kesejahteraan fisik maupun ketidakpastian akan kemampuan untuk menghadapi kejadian tersebut.

b. Sumber Stress

Sarafino (1990) mengungkapkan bahwa sumber stress terdiri atas: 1) Sumber stress dalam keluarga yaitu sumber stress yang berasal dari

keluarga, menyangkut berbagai aktivitas kehidupan yang terjadi dalam sebuah keluarga, sumber stress yang muncul bisa diakibatkan oleh adanya interaksi di antara anggota keluarga yang bisa menimbulkan


(38)

perselisihan, contoh sumber stress yang berasal dari keluarga misalnya kelahiran anggota keluarga baru, masalah keuangan, adanya perbedaan tujuan dari masing-masing anggota keluarga, kematian pasangan hidup dan anggota keluarga yang lain.

2) Sumber stress dari lingkungan yaitu lingkungan sebagai sumber stress di dalamnya mencakup atas interaksi yang terjadi di antara individu-individu dalam lingkungan, lingkungan sebagai sumber stress sangat tergantung dari tingkatan perkembangan individu yang bersangkutan, bagi anak lingkungan sekolah atau bermain bisa merupakan sumber stress, lingkungan sekolah sebagai sumber stress dapat berupa hal-hal berkaitan dengan tugas-tugas sekolah, hubungan dengan guru serta tentang aktivitas yang secara rutin diterapkan di sekolah.

Menurut Sarafino (1990) sumber stress berasal dari :

1) Lingkungan teman (teman sekolah, teman bermain, teman sekerja, teman senasib).

2) Lingkungan masyarakat di mana individu dipengaruhi oleh aktivitas sehari-hari yang berada disekitarnya.

3) Lingkungan keluarga di mana individu sangat dipengaruhi oleh orang tua dan sanak keluarganya. Stress lingkungan keluarga bersumber dari interaksi di antara para anggota keluarga seperti perselisihan, perasaan acuh tak acuh, beda tujuan, beda keinginan, tinggal di lingkungan yang terlalu sesak, kehadiran anggota keluarga baru, kematian keluarga yang disayangi.


(39)

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stress

Menurut Hardjana (1994) faktor-faktor yang mempengaruhi stress ada dua yaitu :

1) Faktor pribadi meliputi unsur intelektual, motivasi dan kepribadian. Unsur intelektual berkaitan dengan sistem berpikir, sedangkan motivasi dalam hal cita-cita hidup dan kepribadian menyangkut harga diri.

2) Faktor situasi yaitu bila peristiwa, keadaan mengandung tuntutan berat, mendesak dan berhubungan dengan perubahan hidup, lingkungan atau situasi, orang yang berada di daerah asing (lebih mudah mengalami stress), dan semua keadaan perubahan (baik pada fisik, mental maupun sosial individu).

Soewadi (1996) menyatakan bahwa orang dengan kelelahan fisik yang sangat, mudah mengalami stress dan juga orang yang berkepribadian tipe A lebih mudah mengalami gangguan akibat adanya stress dari pada orang yang berkepribadian tipe B, umur yang lebih muda akan lebih mudah pula menderita stress dari pada orang tua.

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi stress adalah: (1) faktor pribadi yang mencakup intelektual, motivasi, kepribadian, (2) faktor situasi yaitu keadaan mengandung tuntutan berat, mendesak dan berhubungan dengan perubahan hidup; lingkungan atau situasi yaitu berada di daerah asing, dan semua keadaan perubahan baik pada fisik, mental maupun sosial individu.


(40)

Selain kedua faktor di atas faktor kelelahan fisik yang sangat, kepribadian tipe A, umur muda akan lebih mudah mengalami stress.

d. Pendekatan-Pendekatan Stress

Ada tiga model pendekatan untuk menganalisis stress sebagai suatu konsep yaitu (Smet, 1994):

1) Stress sebagai suatu stimulus, pada dasarnya lebih memfokuskan pada aspek lingkungan, di mana stress itu sendiri dipandang sebagai stimulus atau variabel bebas. Stress sebagai suatu stimulus disebabkan oleh kondisi lingkungan yang menekan. seperti lingkungan kerja yang tidak mengenakan, penempatan yang padat atau kondisi lingkungan yang bising dan sebagainya. Stress yang muncul sebagai akibat tekanan dari lingkungan seringkali dialami oleh masyarakat umum. Sumber-sumber masalah potensial yang terdapat pada lingkungan walaupun proporsionalnya tidak dominan, kadangkala dapat mengakibatkan ketidakseimbangan pada individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Ketidakseimbangan ini sering kali sangat sulit untuk dilihat karena berada pada batas antara coping dengan keseluruhan perilaku coping yang muncul pada individu yang mengalami stress.

2) Stress sebagai suatu respon, pendekatan stress sebagai suatu respon lebih memfokuskan pada reaksi seseorang terhadap stress, di mana stress dipandang sebagai suatu respon atau variabel terikat. Stress suatu respon akan muncul dalam dua bentuk yaitu: stress yang berupa


(41)

respon-respon psikologis dan fisiologis. Secara psikologis respon stress yang muncul dapat berupa perilaku, pola pikir, emosi, perasaan stress. Wujud respon fisiologis dapat berupa jantung berdebar-debar, perut mules, badan berkeringat dan sebagainya, respon psikologis ini dinamakan dengan ketegangan.

3) Stress sebagai interaksi antara individu dengan lingkungan, memfokuskan pada masalah dan strain (ketegangan), yang menitikberatkan pada aspek interaksi yang terjadi antara individu dengan lingkungannya. Stress tidak hanya dipandang sebagai masalah atau respon saja, tetapi juga adanya pengaruh yang berupaya untuk mempengaruhi masalah baik melalui strategi perilaku, kognitif dan emosional. Stress yang terjadi menurut pandangan pendekatan ini adalah merupakan suatu proses yang melibatkan individu yang berada dalam lingkungan tertentu. Reaksi stress dalam pendekatan ini dapat muncul walaupun masalahnya sejenis, dengan demikian dapat dikatakan bahwa tumbuhnya kesadaran terhadap stress merupakan proses yang kompleks dan dinamis.

e. Gejala Stress

Gejala stress ini dapat terlihat melalui reaksi terhadap stress dan berdasarkan pengamatan seperti yang diungkapkan para pakar berikut ini : Menurut Mahfud (1999) bahwa gejala stress ditemukan dalam segala segi baik fisik, emosi, intelektual maupun interpersonal. Gejala stress


(42)

berbeda-beda pada setiap orang karena stress sifatnya sangat subyektif dan merupakan pengalaman pribadi, namun setidak-tidaknya dapat ditemukan gejala-gejala tertentu yang menunjukkan bahwa seseorang mengalami stress.

1) Gejala fisikal dapat dilihat pada orang yang terkena stress antara lain adalah sakit kepala, pusing, pening, tidak tidur teratur, susah tidur, bangun terlalu awal, sakit punggung, susah buang air besar, sembelit, gatal-gatal pada kulit, tegang, pencernaan terganggu, tekanan darah naik atau serangan jantung, keringat berlebihan, selera makan berubah, lelah atau kehilangan daya energi, kesalahan atau kekeliruan dalam kerja, gugup, mudah luka, gangguan pernafasan, migrain, dan ketegangan otot.

2) Gejala emosional antara lain sedih, depresi, mudah menangis,hati merana, mudah marah, dan panas, gelisah, cemas, rasa harga diri menurun, merasa tidak aman, terlalu peka, mudah tersinggung, marah-marah, mudah menyerang, bermusuhan dengan orang lain, tegang, bingung, meredam perasaan, komunikasi tidak efektif, mengur ung diri, mengasingkan diri, kebosanan, ketidakpuasan kerja, lemah mental, kehilangan spontanitas dan kreativitas, serta kehilangan semangat hidup.

3) Gejala intelektual antara lain sulit berkonsentrasi, sulit membuat keputusan, mudah lupa, pikiran kacau, daya ingat melemah, melamun secara berlebihan, kehilangan rasa humor yang sehat, produktivitas


(43)

atau prestasi menurun dan dalam bekerja banyak melakukan kesalahan.

4) Gejala hubungan antar personal yaitu kehilangan kepercayaan kepada orang lain, mudah mempersalahkan orang lain, mudah membatalkan janji atau tidak memenuhi janji, suka mencari kesalahan orang lain atau menyerang orang lain, terlalu membentengi atau mempertahankan diri, meningkatnya penggunaan psikotropika dan minuman keras, sabotase, meningkatnya agresitas dan kriminalitas, dan usaha bunuh diri.

2. Coping

a. PengertianCoping

Manusia dalam rentang perkembangannya akan dihadapkan dengan berbagai hambatan yang bisa dikategorikan sebagai suatu tahapan krisis (Smet, 1994). Kondisi fisik suatu lingkungan mempunyai andil cukup besar dalam memunculkan masalah pada individu, sehingga reaksi individu dalam menghadapi kondisi lingkungan yang penuh masalah berupaya untuk menyeimbangkan dirinya dengan lingkungannya (Smet, 1994). Reaksi ini akan diikuti dengan berbagai tindakan sebagai upaya untuk mengatasi dan mencari pemecahan masalah sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu agar tercipta keseimbangan ini disebut coping yang pada hakekatnya merupakan hubungan yang terjadi antar individu dengan lingkungan dan prosesnya bersifat dinamis.


(44)

Smet juga menggambarkan coping sebagai suatu proses individu untuk mengatur jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan, baik yang berasal dari individu maupun daya yang digunakan individu dalam menghadapi masalah, disamping itu ia mengemukakan bahwa coping dipandang sebagai suatu proses akan didahului oleh peristiwa yang penuh dengan masalah yang dihadapi oleh individu. Penafsiran dan penilaian terhadap masalah selanjutnya akan diikuti oleh respon coping dan strateginya yaitu faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi dalam pembentukan coping dan strateginya. Proses selanjutnya adalah tahapan mengurangi bahaya, toleransi dan penyesuaian terhadap peristiwa-peristiwa negatif sebagai realisasi dari fungsi tugas coping. Tahapan selanjutnya dari proses coping adalah hasil akhir coping yang diwujudkan dalam bentuk perilaku.

Pengertian Coping menurut Baron & Byrne (1991) adalah respon individu untuk mengatasi masalah, respon tersebut sesuai dengan apa yang dirasakan dan dipikirkan untuk mengontrol, mentolerir dan mengurangi efek negatif dari situasi yang dihadapi, sedangkan Taylor (1991) mengemukakan bahwa coping terdiri dari usaha-usaha yang berorientasi kepada tindakan atau perilaku maupun pikiran untuk mengatasi berbagai permasalahan.

Apabila individu menghadapi suatu tekanan atau stres, maka akan terjadi suatu proses penyesuaian terhadap situasi tersebut yang lazim disebut sebagai coping mechanism atau strategi mengatasi masalah, yang


(45)

mana individu dalam menghadapi tekanan-tekanan atau stress akan memberikan reaksi yang berbeda dalam menghadapinya.

Flokman & Lazarus (dalam Smet, 1994) secara umum membedakan bentuk dan fungsi coping dalam dua klasifikasi yaitu :

1) Problem Focused Coping (PFC) adalah merupakan bentuk coping yang lebih diarahkan kepada upaya untuk mengurangi masalah, artinya coping yang muncul terfokus pada masalah individu yang akan mengatasi stress dengan mempelajari cara-cara keterampilan yang baru. Penggunaan strategi PFC lebih memiliki kecenderungan untuk individu yang mengalami stress dan mengalami keyakinan dapat mengubah situasi.

2) Emotion Focused Coping (EFC) merupakan bentuk coping yang diarahkan untuk mengatur respon emosional terhadap stress. Pengaturan ini dilakukan melalui perilaku individu seperti penggunaan alkohol, bagaimana meniadakan fakta-fakta yang tidak menyenangkan melalui strategi kognitif. Individu bila dihadapkan dengan kondisi ketidakmampuan untuk mengubah kondisi yang penuh dengan stress maka individu yang bersangkutan akan cenderung untuk mengakui emosinya.


(46)

Aldwin&Revenson (1987) mengemukakan pengklasifikasian bentuk coping sebagai berikut :

1) Perilaku coping yang berorientasi pada masalah (PFC):

a) Kehati-hatian (cautiouness). Pengertian dari kehati-hatian adalah ketika individu mengalami masalah, maka individu memikirkan dan mempertimbangkan secara matang beberapa alternatif pemecahan masalah yang mungkin dilakukan, meminta pendapat dan pandangan dari orang lain tentang masalah yang dihadapi, bersikap hati-hati sebelum memutuskan sesuatu dan mengevaluasi strategi yang pernah dilakukan.

b) Tindakan instrumental (instrumental action). Individu mengambil tindakan yang ditujukan untuk menyelesaikan masalah secara langsung serta menyusun rencana serta langkah apapun yang diperlukan. Meliputi usaha-usaha langsung individu menemukan solusi masalahnya, misal dengan menyusun suatu rencana dan kemudian melaksanakan langkah-langkah yang telah direncanakan itu.

c) Negosiasi (Negotiation). Individu melakukan usaha-usaha yang ditujukan kepada orang lain yang terlibat atau yang menjadi penyebab masalah yang sedang dihadapinya untuk ikut serta memikirkan atau menyelesaikan masalah. Negosiasi merupakan salah satu taktik yang diarahkan langsung pada orang lain yang menjadi penyebab masalah. Individu mencoba mengadakan


(47)

kompromi/mengubah pikiran orang lain demi mendapatkan hal yang positif dari situasi problematik tersebut.

Carver & Scheier (1989) mengemukakan bentuk-bentuk PFC sebagai berikut:

a) Menghadapi masalah secara aktif (active coping), merupakan proses pengambilan langkah langkah aktif untuk mencoba menghilangkan / menghindari tekanan dengan memulai tindakan langsung pada pangkal permasalahan, meningkatkan usaha, dan menghadapi masalah dengan cara-cara yang bijaksana.

b) Perencanaan (planning), adalah memikirkan bagaimana mengatasi tekanan. Perencanaan melibatkan strategi-strategi tindakan, memikirkan tindakan yang diambil dan menentukan cara penanganan terbaik untuk memecahkan masalah.

c) Fokus pada satu bidang, mengurangi aktifitas yang lain (Suppresion of competing). Individu dapat menahan diri untuk tidak terlibat dalam aktivitas -aktivitas kompetetif atau menahan alur informasi yang bersifat kompetetitif agar bisa berkonsentrasi penuh pada satu tantangan/ancaman yang dihadapi.

d) Pengendalian diri (restraint coping), merupakan suatu respon yang bersifat menahan diri yang dianggap bermanfaat dan diperlukan untuk mengatasi tekanan.

e) Mencari dukungan sosial karena alasan instrumental (seeking social support for instrumental reasons), adalah upaya untuk


(48)

mencari dukungan sosial, berupa bantuan langsung maupun informatif seperti mencari nasihat, informasi, dan bimbingan.

2) Perilaku coping yang berorientasi pada emosi (EFC)

Aldwin&Revenson (1987) mengemukakan pengklasifikasian bentuk EFC sebagai berikut :

a) Pelarian diri dari masalah (Escapism). Individu berusaha menghindari masalah dengan makan, tidur, merokok berlebihan, atau mengandaikan dirinya berada pada situasi lain yang menyenangkan.

b) Pengurangan beban masalah (Minimization), meliputi usaha yang disadari untuk tidak memikirkan masalah/bersikap seolah-olah tidak ada sesuatu yang terjadi.

c) Menyalahkan diri (self blame), merupakan bentuk coping yang lebih diarahkan kedalam daripada berusaha untuk keluar dari masalah. Misal : individu menyesali apa yang pernah terjadi.

d) Pencarian makna (seeking meaning), merupakan usaha pencarian makna kegagalan yang dialami dan mencoba untuk menemukan jawaban dari masalah dengan melihat segi-segi penting dalam kehidupan.


(49)

Carver & Scheier (1989) aspek yang termasuk dalam EFC adalah sebagai berikut:

a) Reinterpretasi dan perkembangan yang positif (positive reinterpretation and growth), yaitu mengatur emosi yang berkaitan dengan distress, bukan menghadapi stressor itu sendiri. b) Mencari dukungan sosial karena alasan emosional (seeking social

support for emotional reasons), merupakan upaya untuk mencari dukungan sosial seperti, mendapat dukungan moral, simpati/pengertian.

c) Penerimaan (acceptance), yaitu individu menerima kenyataan akan situasi yang penuh stres, menerima bahwa kenyataan tersebut pasti terjadi. Penerimaan dapat memiliki dua makna, yaitu sebagai sikap menerima tekanan sebagai suatu kenyataan dan sikap menerima karena belum adanya strategi menghadapi masalah secara aktif yang dapat dilakukan.

d) Mengalihkan pada agama (turning to religion), merupakan upaya yang dilakukan individu untuk kembali pada agama, ketika berada pada tekanan untuk berbagai macam alasan: agama dapat berperan sebagai sumber dukungan moral.

e) Pelepasan emosi (focus on and venting emotion), merupakan upaya yang dilakukan individu dengan cara mengekspresikan perasaannya.


(50)

f) Penolakan (denial), yaitu menolak untuk percaya bahwa suatu stressor itu ada, atau mencoba bertindak seolah-olah stressor tersebut tidak nyata.

g) Tindakan pelarian (behavioral disengagement), adalah kecenderungan untuk menurunkan upaya dalam mengatasi tekanan, bahkan menyerah/menghentikan upaya untuk mencapai tujuan. Penyimpangan perilaku disebut juga ketidakberdayaan (helplessness). Paling banyak terjadi pada saat individu tidak mengharapkan hasil yang tidak terlalu baik.

h) Pelarian secara mental (mental disengagement), Merupakan variasi dari tindakan pelarian, terjadi ketika kondisi pada saat itu menghambat munculnya tindakan pelarian. Strategi yang menggambarkan pelarian secara mental ini adalah melakukan tindakan tindakan alternatif untuk melupakan masalah, melamun, melarikan diri dengan tidur, membenamkan diri nonton televisi. i) Penyimpangan dalam penggunaan alkohol (alcohol-drug

disengagement), merupakan upaya yang dilakukan seseorang untuk menghilangkan tekanan melalui pemakaian obat- obatan/ minum-minuman keras.


(51)

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Coping

Perilaku coping dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain jenis kelamin, sedangkan eksternal antara lain dukungan sosial (dalam Yesamine, 2000). Dilihat dari faktor internal, hasil penelitian Pearlin dan Scooler (dalam Sadiyati, 1995) menyimpulkan bahwa perbedaan sifat, minat dan orientasi antara laki-laki dan perempuan dalam membawakan peran jenisnya mempengarhhuhi strategi coping yang digunakan dalam menghadapi masalah. Laki-laki cenderung mengarahkan usaha untuk menghadapi dan mengatasi masalah secara langsung (PFC), sedangkan perempuan lebih tertuju pada usaha untuk mengurangi atau menghilangkan tekanan emosi yang dirasakan dan untuk mempertahankan keseimbangan afeksinya (EFC).

Baron dan Bayrne (1991) menyimpulkan dari beberapa penelitian sebelumnya bahwa jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap coping individu. Menurut Baron dan Bayrne, perbedaan sifat, minat dan orientasi seperti yang diungkapkan Pearlin dan Scooler lebih dimungkinkan karena adanya perbedaan isi problem yang direspon. Maksudnya adalah perbedaan sifat, minat dan orientasi antara laki-laki dan perempuan disebabkan masalah yang dihadapi laki-laki dan perempuan berbeda. Dengan demikian, perbedaan strategi coping yang dilakukan seseorang tidak didasarkan pada jenis kelaminnya namun didasarkan pada masalah-masalah yang dihadapi seseorang.


(52)

Tingkat pendidikan yang relatif cukup tinggi (SMA - S1) membuat pengalaman bertambah sehingga mendukung pemilihan strategi mengatasi masalah. Semakin baik tingkat pendidikannya, individu semakin cenderung dapat menemukan strategi dalam menyelesaikan masalahnya. Sementara individu yang tingkat pendidikannya kurang baik, maka individu tersebut cenderung mengalami hambatan dalam menyelesaikan masalahnya (Baron & Bayrne. 1991).

C. Mahasiswa

Mahasiswa dilihat dari aspek jalur pendidikan formal merupakan fase terakhir bagi individu dalam mengikuti aktivitas dan proses pembelajaran. Mahasiswa adalah lulusan SMU/sederajad SMU yang kuliah di kampus perguruan tinggi. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (1989) mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, mahasiswa adalah siswa yang maha. Menurut Direktorat Kemahasiswaan Ditjen Perguruan Tinggi dan Departemen P dan K (dalam Sarwono dkk, 1979) mahasiswa didefinisikan sebagai golongan pemuda (umur 18 – 30 tahun) yang secara resmi terdaftar dalam salah satu perguruan tinggi dan aktif dalam perguruan tinggi yang bersangkutan (Puspitasari, 2001 : 16). Oleh menteri P dan K, dalam Mohammad Ali, Minan Sukarnan dan Cece Rakmat, 1984 (Puspitasari, 2001 : 16-17) mahasiswa adalah kelompok manusia penganalisa yang mempunyai tanggung jawab untuk mengembangkan kemampuan penalaran individual.

Secara sosiologis mahasiswa merupakan kelas lanjutan dari kelompok masyarakat yang tersekolahkan dari alumni SMU, SMK, atau MA. Disamping


(53)

sarat dengan prestise dan kebanggan, mahasiswa juga penuh dengan beban moral dan tanggung jawab sosial (Bactiar, 2002 : 16). Adanya beban moral dan tanggung jawab sosial ini menjadikan tekanan psikologis bagi mahasiswa, yang merupakan sumber stress.

Adanya berbagai permasalahan yang dihadapi oleh mahasiswa menyebabkan beberapa mahasiswa lari ke narkoba untuk sekedar melupakan permasalahan yang mereka hadapi. Menurut Heriadi Willy (2005 : 48), yang merangkum opini yang dimuat di Kedaulatan Rakyat 2 September 2003, di daerah Sleman banyak terjadi penyalahgunaan narkoba, banyak sekolah dan kampus, banyak pelajar dan mahasiswa sehingga menjadi “pasar” peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba. Selama ini yang menjadi sasaran para pengedar dan bandar adalah pelajar dan mahasiswa.

Winarto (2003) menyatakan perkembangan psikologis remaja sedang dalam tahap pencarian identitas diri sehingga membuat mereka memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar dan mudah dipengaruhi oleh lingkungan. Dapat disimpulkan bahwa remaja adalah individu yang sedang berkembang dalam fase transisi (peralihan antara masa anak-anak dan masa dewasa) dengan rentang usia masa remaja untuk masyarakat Indonesia adalah usia 11 tahun sampai dengan 24 tahun dan pada masa remaja ini terjadi kegoncangan sehingga dapat menimbulkan munculnya penyesuaian negatif didalam diri remaja tersebut (Monks dkk, 1988).


(54)

D. Masalah-Masalah yang Dihadapi Mahasiswa Mantan Pecandu Alkohol

Mengacu pada pendapat Sarafino (1990), sumber stress mahasiswa adalah (1) dari dalam keluarga, misalnya: masalah keuangan, konflik dengan orang tua atau saudara, kematian anggota keluarga, dan sebagainya; (2) dari lingkungan, misalnya berkaitan dengan tugas-tugas kampus, hubungan dengan dosen, interaksi dengan teman mahasiswa, hubungan dengan pacar, dan aktivitas-aktivitas yang diterapkan di kampus. Selain itu, jika mengacu Soewadi (1996) yang menyatakan bahwa orang dengan kelelahan fisik yang sangat dan umur yang lebih muda akan lebih mudah pula menderita stress, maka mahasiswa termasuk seseorang yang rentan terhadap stress.

Masalah penting yang juga harus dihadapi seorang mantan pecandu alkohol adalah cara mengatasi kekambuhan. Karakter pribadi penyalahguna minuman beralkohol yang sangat rentan terhadap stresor dapat menjadi faktor terjadinya kekambuhan (Purwanto, 2002)

E. Strategi Coping Mantan Pecandu Alkohol Dalam Menghadapi Masalah

Beberapa jenis kejadian oleh seseorang dapat dipersepsi sebagai tekanan dibandingkan dengan yang lain. Berbagai macam kejadian yang membuat seseorang diharuskan untuk mengupayakan suatu penyelesaian, membuat perubahan, atau mempergunakan sumber daya yang ada, dapat berpotensi menjadi stress(Purwanto, 2002)


(55)

Apabila individu menghadapi suatu tekanan atau stres, maka akan terjadi suatu proses penyesuaian terhadap situasi tersebut yang lazim disebut sebagai coping strategy atau strategi mengatasi masalah.

Gambar 1: Kerangka Konseptual Penelitian Strategi Coping Pecandu Alkohol Sampai Menjadi Mantan Pecandu Alkohol.

Secara garis besar, terdapat dua strategi coping yang dapat dilakukan yaitu Problem-focused coping dan Emotion-focused coping. Ketika masih menjadi pecandu alkohol, subjek didominasi oleh coping EFC. Hal ini dikarenakan karakteristik dari EFC adalah menghindari sumber masalah dengan tujuan untuk mengurangi atau menghindari perasaan atau emosi yang tidak menyenangkan yang diakibatkan oleh sumber masalah yang dihadapi tersebut. Salah satu bentuk dari EFC tersebut adalah penyimpangan dalam penggunaan alkohol (Carver & Scheier, 1989) merupakan upaya yang dilakukan seseorang

Stress

Stress

Masalah-masalah

Masalah-masalah

Pecandu Alkohol

Mantan Pecandu Alkohol

Coping

Coping

EFC

EFC PFC

PFC Konsumsi

Alkohol

Konsumsi Alkohol


(56)

untuk menghilangkan tekanan melalui pemakaian obat- obatan/ minum-minuman keras. Setelah menjadi mantan pengkonsumsi alkohol coping yang dilakukan subjek tidak selalu didominasi dengan EFC. Kecenderungan para subjek menggunakan coping PFC maupun EFC secara seimbang dan kontekstual. Keefektifan dari kedua strategi ini tergantung pada sumber masalah yang dihadapi. Strategi coping tersebut di atas tidak bersifat statis, karena kedua strategi dapat saling bergantian dalam penggunaannya. Suatu saat individu menggunakan strategi problem focused coping, namun saat yang lain individu tersebut menggunakan strategi emotional focused coping. Hal ini tergantung pada kondisi yang dihadapi karena karakteristik dari Problem-focused coping adalah mencari dan menghadapi hal-hal yang dianggap sebagai sumber masalah dengan cara mempelajari strategi atau keterampilan-keterampilan baru dengan tujuan mengurangi tingkat masalah yang dihadapi atau dirasakan (Lazarus, 1993).

F. Pertanyaan Penelitian

1 Apa penyebab subjek mengkonsumsi alkohol?

2 Faktor apa yang menyebabkan subjek berhenti mengkonsumsi alkohol? 3 Masalah apa yang dihadapi para mantan pecandu alcohol?

4 Bagaimanakah strategi coping yang dilakukan seorang mantan pecandu alkohol ketika menghadapi masalah?

5 Apa yang dilakukan para mantan pecandu alkohol jika keinginan untuk mengkonsumsi alkohol muncul?


(57)

38

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif, karena bersifat menggambarkan atau melukiskan peristiwa dan mendeskripsikan sesuai keadaan objek penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat Faisal (2000 : 20) yang menjelaskan bahwa penelitian deskriptif (descriptive research) dimaksudkan untuk eksplorasi dan klasifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti.

Menurut Issac & Michael (dalam Rakhmat, 1984: 34), metode deskriptif bertujuan melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat. Sedangkan menurut Singarimbun (1982: 4) penelitian deskriptif biasanya mempunyai dua tujuan: Pertama, untuk mengetahui perkembangan sarana fisik tertentu atau frekuensi terjadinya suatu aspek fenomena sosial tertentu. Kedua, untuk mendeskripsikan secara terperinci fenomena sosial tertentu. Penelitian deskriptif biasanya dilakukan tanpa hipotesa yang telah dirumuskan secara ketat.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Moleong (2007 : 3) menekankan kriteria pendekatan kualitatif pada temuan data/informasi yang bersifat deskriptif dalam bentuk data-data berupa keterangan subjek, uraian kata-kata atau kalimat dan bukan pada data-data yang


(58)

terbatas pada angka-angka. Dengan demikian penelitian kualitatif dapat dipahami sebagai penelitian yang dilaksanakan secara intensif, terperinci dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga atau gejala tertentu melalui metode kualitatif. Melalui penelitian ini penulis berusaha mengamati fenomena, menggambarkan serta menganalisis strategi coping mantan pengkonsumsi minuman beralkohol dalam menghadapi situasi yang penuh tekanan.

B. Subjek Penelitian

Penentuan subjek penelitian ini menggunakan teknik purposive. Teknik purposive yaitu pemilihan subjek penelitian secara sengaja oleh peneliti berdasarkan tujuan dan kriteria atau pertimbangan tertentu (Faisal, 2000 : 67). Dalam penelitian ini subjek penelitian/subjek/informan yang digunakan didasarkan pada keterlibatan subjek penelitian yang terlibat langsung dengan permasalahan yang diteliti, sehingga dapat memberikan data dan informasi yang diperlukan. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa mantan pecandu alkohol, yaitu mahasiswa yang pernah kecanduan alkohol dan setelah mengalami masalah besar dalam hidupnya kemudian membuat keputusan untuk hidup tanpa alkohol dalam bentuk apapun.

Adapun ciri-ciri atau kriteria subjek penelitian yang dipilih adalah sebagai berikut:

1. Subjek statusnya adalah mahasiswa.


(59)

3. Saat ini mahasiswa tersebut telah terbebas dari kecanduannya terhadap alkohol dan tidak mengkonsumsi alkohol sama sekali selama satu sampai dua tahun.

C. Metode Pengumpulan Data

Ada beberapa macam teknik pengumpulan data yang digunakan dalam suatu penelitian, teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik wawancara. Menurut Bungin (2001 : 208) wawancara digunakan untuk mewawancarai informan guna memperoleh data dan informasi mengenai masalah penelitian. Dalam penelitian ini penelitian mewawancarai subjek penelitian yang telah ditetapkan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan yaitu mahasiswa mantan pecandu alkohol. Dalam penelitian ini pihak yang diwawancarai terdiri dari empat orang.

Tujuan diadakannya wawancara dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh keterangan informasi atau penjelasan dari subjek penelitian tentang strategi coping yang digunakan subjek dalam menghadapi situasi yang penuh tekanan.

Wawancara dilakukan dengan menggunakan panduan atau petunjuk wawancara, berisi tentang pokok-pokok yang akan ditanyakan dalam proses wawancara, dengan maksud agar pokok-pokok yang direncanakan tersebut tercakup seluruhnya (Moleong, 2007 : 159). Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pedoman wawancara, sehingga dalam wawancara ini peneliti membuat kerangka dan garis besar hal-hal yang


(60)

ditanyakan dalam proses wawancara. Penyusunan pedoman wawancara ini dilakukan sebelum melakukan wawancara. Pedoman wawancara ini dibutuhkan untuk membantu penelitian agar tetap fokus tentang persoalan yang akan ditanyakan.

Tabel 2. Pedoman wawancara dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Hal yang ingin diungkap Model pertanyaan

1. Fase mengkonsumsi minuman beralkohol

 Kapan mulai mengkonsumsi alkohol?

 Apa yang menyebabkan harus mengkonsumsi alkohol?

 Apakah ada masalah yang cukup berat saat itu?

 Bagaimana kamu menyikapi masalahmu saat itu?

 Adakah tekanan kelompok saat itu?bagaimana?

2. Fase kecanduan minuman beralkohol  Kapan mulai kecanduan alkohol?

 Masalah apa yang menyebabkan pemakaian alkohol?

 Bagaimana cara menyikapi masalah ketika itu?

3. Usaha yang dilakukan untuk

melepaskan ketergantungan terhadap minuman beralkohol

 Darimanakah keinginan untuk lepas dari alkohol?

 Apa yang menyebabkan hal itu?

 Usaha yang dilakukan apa saja?

 Bagaimanakah proses yamg terjadi saat itu?

 Adakah tekanan teman-teman untuk tetap mengkonsumsi alkohol?

 Adakah gangguan fisik yang terjadi saat itu? Apa saja?


(61)

4. Keinginan untuk kembali mengkonsumsi alkohol

 Adakah keinginan untuk kembali mengkonsumsi alkohol?

 Usaha apa yang dilakukan supaya tidak relaps?

 Apakah yang terjadi ketika keinginan tersebut muncul lagi? 5. Strategi yang digunakan dalam

menghadapi tekanan sehari –hari

 Bagaimanakah strategi yang digunakan saat ini ketika menghadapi tekanan?

 Bagaimana tekanan kelompok saat ini?

 Bagaimana anda menyikapi suatu tekanan dalam hidup?

D. Keabsahan Data Penelitian 1. Kredibilitas

Kredibilitas dalam penelitian kualitatif digunakan untuk mengganti konsep validitas. Kredibilitas dimaksudkan untuk merangkum bahasan menyangkut kualitas penelitian kualitatif. Kredibilitas dalam penelitian kualitatif terletak pada keberhasilannya mencapai maksud mengeksplorasi masalah atau mendiskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang komplek. Deskripsi mendalam yang menjelaskan kemajemukan atau kompleksitas aspek-aspek yang terkait dan interaksi dari berbagai aspek menjadi salah satu ukuran kredibilitas penelitian kualitatif (Poerwandari, 2001: 102).

Dalam penelitian kualitatif validitas dicapai melalui orientasinya dan upayanya mendalami dunia empiris dengan menggunakan metode yang paling


(1)

Bicara mengenai skripsi, Subjek terlihat menyimpan kekecewaan seakan putus asa

580

585

590

600

605

610

615

620

625

menghabiskan waktu lama untuk kuliah ... sayang deh kalau nggak segera diselesaikan.

T : Adanya beban berat antara kerja dan kuliah ini apakah kamu ada

keinginan lari dari masalah?... misalnya terus minum alkohol lagi ... J : Keinginan itu memang selalu ada ...

namun selalu saya tahan, aku tidak mau jatuh untuk kedua kalinya ... bagaimanapun aku harus tetap menyelesaikan studi.

T : Katamu tadi kamu kesulitan membagi waktu antara kuliah dan kerja ....

J : Iya sih ... namun dalam hati kecilku masih selalu ada keinginan untuk menjadi sarjana .... apalagi di

lingkunganku ... sarjana dianggap sebagai suatu kebanggaan ... selain itu aku juga ingin memberikan kebanggan kepada orang tuaku ... selama ini aku belum bisa

menyenangkan orang tuaku.

T : Selain masalah kesulitan menyusun skripsi ... persoalan kuliah apalagi yang kamu anggap sebagai masalah berat? Misalnya hubungan dengan teman kampus ... atau dosen atau yang lain?

J : Apa ya? .... kalau teman kampus sih enggak masalah ... soalnya teman seangkatanku tinggal sedikit ... paling kalau di kampus cuma ketemu adik-adik kelas yang aku banyak yang enggak kenal ... mungkin masalah yang bikin aku males ke kampus, karena aku enggak punya teman lagi ... mayoritas temanku seangkatan sudah lulus.

T : Selain itu apa lagi?

J : Apa ya? .... Oh, itu tuh ... aku paling keki kalau nyari referensi buat proposalku ... ke perpus aku males ... paling lewat internet atau ke toko

PFC restraint coping: namun selalu saya tahan, aku tidak mau jatuh untuk kedua kalinya ...

Masalah Internal (Fase Berhenti Mengonsumsi) : teman seangkatan tinggal sedikit


(2)

Subjek kalau bicara kerja lebih bersemangat

630

635

640

645

650

655

660

665

670

buku... tapi kadang-kadang nyari buku juga sulit .... apalagi kalau aku capek habis kerja .... tambah pusing deh ... penginnya ngrevisi proposal, tapi mau nyari referensi udah capek ...

T : Kalau dari segi keuangan gimana? J : Sebenarnya orang tuaku masih sering

memberi berapapun aku minta .... tapi aku enggak enak sendiri .... maka aku nyambi kerja. Soal uang kuliah, ayahku baik loh ... aku sendiri yang sungkan kalau minta lagi ... aku kan kuliah sudah tujuh tahun ... jadi untuk beli buku, bensin, makan atau ke internet .... pake uangku sendiri ....

T : Jadi mengenai keuangan .... kamu nggak pernah punya masalah? J : Enggak begitu bermasalah ... namun

kadang-kadang juga bikin stress sih misalnya banyak kebutuhan ... sedangkan gajiku hampir habis ... mau minta orang tua malu.... T : Kalau boleh tahu, satu bulan

kira-kira berapa pengeluaranmu?

J : Sekitar satu sampe satu setengah juta.

T : Cukup besar ya? Memang kebutuhanmu banyak?

J : Saya kira nggak begitu besar ... untuk bahan bakar saja sebulan sudah banyak, kan saya pake

mobil.... Kebutuhan lain, seperti beli pulsa, langganan internet, makan, dsb ... kadang-kadang malah bisa lebih satu setengah juta ....

T : Kamu bisa cerita tentang banyaknya kebutuhan yang bikin stress ... contohnya apa?

J : Pernah uangku habis banyak buat ”ngragati” motor ... ganti ban, variasi dan servis .... kebetulan aku juga baru beli buku referensi yang cukup mahal ... beli kado ultah temen ...

Masalah Internal (Fase Berhenti Mengonsumsi) : Perasaan malu meminta uang ke orang tua untuk mencukupi kebutuhan


(3)

Subjek

675

680

685

690

695

700

705

710

715

wah uangku terkuras deh ... mau minta ortu kalau enggak ada

hubungannya dengan SPP dan kuliah aku sungkan ....

T : Terus untuk mengatasi masalah keuangan ini gimana?

J : Jika ada kesulitan aku sering sharing dengan teman dan pinjam teman kantor ... tapi gantian, kalau aku ada uang ... dipinjem teman juga tak kasih.

T : Hubungan dalam keluarga ada yang kamu rasakan berat enggak?

J : Saat ini kondisi keluargaku cukup baik ... aku merasa betah di rumah, apalagi setelah aku sering sharing dengan ortu .... jika ada masalah dengan pekerjaan, aku juga sering minta saran ortu.

T : Kalau situasi tempat kerja dan kondisi pekerjaan gimana? Ada yang bikin kamu tertekan enggak?!

J : Sebenarnya tempat kerja dan hubungan dengan teman-teman cukup enak .... tapi yang sering bikin aku tertekan adalah rasa capek dan target atau pekerjaan yang belum beres ....

T : Memang pekerjaanmu sering ditarget?

J : Iya ... tapi sebenarnya kerjaku adalah kerja team ... jadi target kami penuhi dengan kerjasama dengan teman-teman .... Aku paling nggak enak sama teman-teman ... kalau aku jadi penyebab pekerjaan nggak beres atau di bawah target. T : Kalau boleh tahu ... kerjamu apa? J : Aku kerja di perusahaan periklanan

... aku ada di team media luar ruang ruang ... aku ikut di lapangan, misalnya pasang spanduk, baliho, neon box, dan lain-lain. Pemasangan ini kami kerjakan bersama teman-teman ....

PFC seeking social support for instrumental reasons: Jika ada kesulitan aku sering sharing dengan teman dan pinjam teman kantor

PFC seeking social support for emotional reasons: jika ada masalah, minta saran orang tua


(4)

sudah terlihat lelah, peneliti pamit pulang 720 725 730 735 740 745 750 755 760

T : Dari kerjamu yang cukup menyita waktu ini ... bagaimana dengan urusan skripsimu?

J : Itulah yang bikin aku sering tertekan ... aku sering enggak enak sama dosen pembimbing .... revisi proposal sering sebulan lebih baru saya kerjakan .... aku ngajukan proposal sudah dari semester kemarin loh, berarti sudah hampir dua semester ... belum acc.

T : Bagaimanakah strategi yang kamu gunakan saat ini jika menghadapi tekanan-tekanan tersebut?

J : Masalah harus dihadapi dan diselesaikan karena kalau lari maka masalah akan bertambah besar. Selain itu saat ini saya lebih banyak sharing dengan orang lain ... dan punya banyak kesibukan .... saya juga jadi lebih banyak berdoa dan mendekatkan diri dengan Tuhan. T : Bagaimana godaan dari keinginan

minum alkohol untuk mengurangi tekanan tersebut?

J : Jika ada keinginan tersebut ... saya alihkan ke kegiatan lain, misalnya baca-baca referensi untuk

proposal atau nyelesaikan pekerjaan yang belum tuntas .... saya juga lebih banyak berdoa. T : Bagaimana kamu menyikapi suatu

tekanan dalam hidup?

J : Saat ini saya telah yakin tidak akan kembali ke minuman keras karena telah mempunyai arah dan tujuan yang jelas. Saya menyadari bahwa dalam melangkah, dampaknya juga kena orang lain, misalnya keluarga, pacar, dsb. Maka saya harus kuat menghadapi masalah. Saya juga lebih mendekatkan diri dengan Tuhan melalui doa dan kegiatan-kegiatan keagamaan.

EFCAcceptance :masalah harus dihadapi dan diselesaikan PFC seeking social support for instrumental reasons:

- sharing dengan orang lain EFC turning to religion : - banyak berdoa

- mendekatkan diri dengan Tuhan

EFC turning to religion : - banyak berdoa.

PFC planning coping : - mempunyai arah dan tujuan yang jelas. - sadar dampak negatif alkohol

- kuat menghadapi masalah

EFC turning to religion : - doa


(5)

765

770

T : Terima kasih ya ... kamu telah membantuku mengumpulkan data. J : Sama-sama .... semoga aku juga

cepet kelar ... aku sebenarnya ingin bisnis sendiri seperti kamu loh .... tapi kalau sudah selesai kuliahku saja.

T : Saya doakan saja ... kamu cepet selesai dan sukses ... aku sekalian pamit ya ...

- kegiatan-kegiatan keagamaan


(6)