EKSPERIMENTASI PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN PROBLEM SOLVING PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS V SD NEGERI SEKECAMATAN KUNDURAN BLORA TAHUN AJARAN 2010 2011

(1)

EKSPERI DAN PR

DITINJA

IMENTASI

ROBLEM SO

AU DARI M SEK Untuk Mem Magist PROGRAM UN PENDEKA

OLVING PA

MOTIVASI B KECAMATA TAHUN A menuhi Seba ter Program AR S

M STUDI P PROGRAM NIVERSITA SU TAN PEMB ADA PEMBE BELAJAR S AN KUNDU AJARAN 20 TESIS agai Persyara Studi Pendid RI INDRIAN 850 809 302

PENDIDIKA M PASCAS

AS SEBELA URAKARTA

2 0 1 1

BELAJARAN ELAJARAN SISWA KEL URAN BLOR 010/2011 atan Mencap dikan Matem NI 2 AN MATEM SARJANA AS MARET A N KONTEK N MATEMA LAS V SD N

RA pai Derajat matika MATIKA T KSTUAL ATIKA NEGERI


(2)

commit to user

ii

EKSPERIMENTASI PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

DAN

PROBLEM SOLVING

PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA

DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS V SD NEGERI

SEKECAMATAN KUNDURAN BLORA

TAHUN AJARAN 2010/2011

Disusun oleh:

ARI INDRIANI

S850809302

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

Pada tanggal : ………

Pembimbing II

Triyanto, S.Si. M.Si.

NIP. 19720508 199802 1 001

Pembimbing I

Dr. Mardiyana, M.Si.

NIP. 19660225 199302 1 002

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Matematika

Dr. Mardiyana, M.Si

NIP. 19660225 199302 1 002


(3)

commit to user

iii

EKSPERIMENTASI PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

DAN

PROBLEM SOLVING

PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA

DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS V SD NEGERI

SEKECAMATAN KUNDURAN BLORA

TAHUN AJARAN 2010/2011

Disusun oleh:

ARI INDRIANI

S850809302

Telah disetujui oleh Tim Penguji

Pada tanggal : ………

Jabatan

Nama

Tanda

Tangan

Ketua

Dr. Riyadi, M.Si.

………

Sekretaris

Dr. Imam Sujadi, M.Si.

………

Anggota Penguji 1. Dr. Mardiyana, M.Si.

………

2. Triyanto, S.Si. M.Si. ………....

Surakarta, Februari 2011

Mengetahui

Direktur Program Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Prof. Drs. Suranto, M.Sc. Ph.D.

NIP 19570820 198503 1 004

Ketua Program Studi

Pendidikan Matematika

Dr. Mardiyana, M.Si.

NIP. 19660225 199302 1 002


(4)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sekolah Dasar merupakan titik awal dari pendidikan formal di Indonesia. Diharapkan dari tempat ini nantinya akan dihasilkan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai generasi penerus untuk mewujudkan tujuan luhur bangsa yaitu meningkatkan kualitas kehidupan manusia Indonesia sehingga terwujud masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Mengingat begitu pentingnya keberadaan Sekolah Dasar, maka pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Menengah (Dirjen Dikdasmen) terus-menerus menekankan peningkatan kualitas pendidikan di Sekolah Dasar. Mengenai pelaksanaan pendidikan Sekolah Dasar, Dirjen Dikdasmen melalui surat edaran No. 2931/C/1/1993 menyerukan untuk meningkatkan kualitas pengajaran tiga kemampuan dasar yaitu membaca, menulis dan berhitung di mana semua itu telah termuat pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika.

Matematika merupakan ilmu dasar yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan ilmu dan teknologi. Hampir semua bidang studi menggunakan materi pelajaran matematika, contohnya persamaan phytagoras dan trigonemetri digunakan untuk mengukur tinggi sebuah benda yang tidak bisa diukur secara langsung seperti gunung, pohon dan lain-lain, matriks


(5)

digunakan pada teknik sipil yakni untuk mengkontruksi jembatan, barisan dan deret digunakan pada pelajaran manajemen perbankan yakni untuk menghitung bunga tunggal dan majemuk, serta masih banyak lagi peranan matematika yang sangat bermanfaat dibidang lain.

Pada mata pelajaran matematika, sepatasnya kita perlu prihatin. Matematika yang posisinya sebagai “ratu” sekaligus “pelayan” dari ilmu pengetahuan dan teknologi justru menjadi mata pelajaran yang dianggap paling sulit bahkan menjadi momok dalam setiap kegiatan belajar mengajar. Akhirnya apa yang diharapkan dari prestasi belajar matematika, ternyata masih jauh dari harapan. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata nilai ujian akhir sekolah bidang studi matematika siswa SD se-Kecamatan Kunduran Blora adalah sebagai berikut:

Tabel 1.1 Rata-rata UAS Matematika Siswa SD Kecamatan Kunduran Blora

Mata Pelajaran 2007/2008 2008/2009 2009/2010

Matematika 4,23 5,91 4,68

Selain itu, prestasi belajar siswa SD pada pokok bahasan operasi bilangan bulat juga masih rendah. Mungkin dikarenakan siswa SD kurang paham atas penjelasan guru tentang cara mempelajari operasi bilangan bulat di mana guru masih menggunakan metode ceramah, kurangnya guru menggunakan alat peraga yang ada di lingkungan sekitar dalam menjelaskan operasi bilangan bulat, misalnya manik-manik, guru kurang mengaitkan pembelajaran operasi bilangan bulat ini dengan kehidupan sehari-hari dan lain sebagainya. Sebagai contohnya: 5 – (-4) = 9 akan tetapi siswa banyak yang


(6)

commit to user

menjawab 5 – (-4) = 1, sedangkan untuk -3 – (-6) = -3, banyak siswa yang menjawab -3 – (-6) = -9. Siswa juga kurang paham dalam mengerjakan soal

cerita. Contohnya: suhu udara di kutub utara C, karena hujan salju

suhunya menjadi C. Berapa derajat celcius perubahan suhu di kutub?

Jawabnya: -5 – 10 = -15. Jadi perubahan suhu yang terjadi di daerah kutub

tersebut adalah C.

Kenyataan di atas menunjukkan masih rendahnya prestasi belajar matematika siswa Sekolah Dasar. Diduga banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar matematika, yang secara garis besar faktor-faktor tersebut dibedakan menjadi faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang meliputi jasmaniah dan psikologis serta faktor yang berasal dari luar diri siswa yang meliputi faktor keluarga, sekolah maupun masyarakat.

Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa dari luar diri siswa diantaranya: masih banyak guru yang menggunakan pola pembelajaran di mana cenderung “text book oriented” dalam arti menyampaikan materi sesuai

dengan apa yang tertulis di dalam buku dan tidak dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Cara pembelajaran yang monoton dengan menggunakan metode ceramah, serta kurikulum yang belum sesuai dengan kebutuhan serta perkembangan jaman.

Pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh guru mempunyai peranan yang sangat penting dalam keberhasilan pendidikan. Penggunaan pendekatan pembelajaran yang tepat akan menentukan keefektifan dan keefisienan dalam proses belajar mengajar. Guru harus senantiasa mampu


(7)

memilih dan menerapkan pendekatan pembelajaran yang tepat sesuai dengan pokok bahasan yang diajarkan. Pendekaran pembelajaran yang telah lama digunakan oleh para guru adalah pendekatan pembelajaran dengan tradisional yang berpusat pada guru.

Sedangkan faktor dari dalam diri siswa yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain: intelegensi, aktivitas, motivasi, minat, dan lain sebagainya. Motivasi belajar siswa untuk mengikuti proses pembelajaran terutama pelajaran matematika sangatlah kurang. Hal ini mungkin dikarenakan siswa belum hafal perkalian dan pembagian, rasa ingin tahu tentang matematika masih rendah, kurang percaya diri terhadap kemampuan yang dimilikinya, merasa kesulitan terhadap pelajaran matematika dan lain sebagainya. Tidak hanya itu, faktor motivasi juga dipengaruhi oleh dirinya sendiri, teman, orang tua maupun lingkungan masyarakat.

Sedangkan harapan yang ingin dicapai dalam tujuan pendidikan matematika seperti yang diamanatkan kurikulum adalah pengelolaan pembelajaran matematika di sekolah dapat bermakna dan dapat membuat siswa mampu menerapkan pengetahuan matematikanya dalam kehidupan sehari-hari dan bidang lain. Kegiatan pembelajaran matematika juga diharapkan mampu membuat siswa terampil menyelesaikan masalah yang dihadapinya, baik dalam bidang matematika maupun dalam bidang yang lain. Kegiatan pembelajaran matematika juga diharapkan mampu membuat siswa berkembang daya nalarnya sehingga mampu berpikir kritis, logis, sistematis,


(8)

commit to user

dan pada akhirnya siswa diharapkan mampu bersikap obyektif, jujur dan disiplin.

Menurut Pao-Nan Chou dan HO-Huan Chen dalam Partono (2009: 3) bahwa pembelajaran seorang guru harus mampu menciptakan kondisi pembelajaran yang dapat membangkitkan semangat belajar siswa, sehingga siswa mempunyai keterampilan, keberanian serta mempunyai kemampuan akademik. Penekanan pembelajaran matematika di sekolah harus relevan dengan kehidupan sehari-hari, supaya pelajaran matematika yang diperolah akan bermanfaat. Dengan demikian matematika akan mempunyai peran yang penting bagi siswa untuk mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya hal ini akan berdampak dalam menciptakan sumber daya manusia yang bermutu.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Prestasi belajar matematika siswa rendah karena pendekatan

pembelajaran yang digunakan guru dalam mengajar kurang tepat. Apakah dengan mengubah pendekatan pembelajaran prestasi belajar matematika siswa dapat berubah?

2. Prestasi belajar matematika siswa rendah karena fasilitas yang


(9)

menyediakan fasilitas yang mendukung pembelajaran prestasi belajar matematika siswa dapat berubah?

3. Prestasi belajar matematika siswa rendah karena motivasi siswa untuk mengikuti pembelajaran matematika masih rendah. Apakah jika kategori motivasi belajar berbeda prestasi belajar matematika juga berbeda? 4. Prestasi belajar matematika siswa rendah karena kurikulum yang belum

sesuai dengan kebutuhan. Apakah dengan perbaikan kurikulum, prestasi belajar matematika siswa dapat meningkat?

C. Pemilihan Masalah

Dari keempat masalah yang diidentifikasi di atas, peneliti melakukan penelitian yang terkait dengan permasalahan pertama dan ketiga, yaitu pendekatan pembelajaran dan motivasi belajar matematika siswa. Adapun pendekatan pembelajaran yang akan digunakan adalah kontekstual dan

problem solving.

Pembelajaran kontekstual merupakan pendekatan pembelajaran yang mengaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Adapun alasan peneliti memilih masalah ini adalah penggunaan pembelajaran kontekstual dikarenakan siswa SD menurut tahap perkembangan kognitif Piaget adalah tahap pra-operasional (usia 7 – 11 tahun) di mana siswa pada saat ini akan dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda.


(10)

commit to user

digunakan untuk menyelesaikan masalah. Pembelajaran ini digunakan agar siswa mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya sejak dini.

Prestasi belajar matematika juga dipengaruhi oleh motivasi belajar. Hal ini digunakan untuk membangun sistem pembelajaran lebih bermakna dan mendorong terjadinya perilaku belajar siswa.

D. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini lebih efektif, efisien, terarah dan dapat dikaji lebih mendalam maka diperlukan pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Materi yang diteliti yaitu operasi bilangan bulat.

2. Prestasi belajar matematika yang dicapai: Kompetensi Dasar (KD) operasi bilangan bulat.

3. Motivasi belajar matematika baik di rumah maupun di sekolah.

E. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, pemilihan masalah dan pembatasan masalah maka masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah ada pengaruh pendekatan pembelajaran yang dilakukan terhadap

prestasi belajar matematika?

2. Apakah ada pengaruh motivasi belajar matematika terhadap prestasi

belajar matematika?


(11)

siswa terhadap prestasi belajar matematika ?

F. Tujuan Penelitian

Dengan mengingat tujuan yang merupakan arahan dari suatu kegiatan untuk mencapai hasil yang diharapkan dan dapat terlaksana dengan baik dan teratur, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh pendekatan pembelajaran terhadap prestasi

belajar matematika.

2. Untuk mengetahui pengaruh motivasi belajar siswa terhadap prestasi

belajar matematika.

3. Untuk mengetahui interaksi antara pendekatan pembelajaran dan motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa.

G. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peningkatan kualitas pendidikan matematika siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Kunduran Blora, manfaat lain dari penelitian ini antara lain:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui penggunaan pendekatan

pembelajaran dengan kontekstual dan problem solving dalam upaya


(12)

commit to user

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai masukan bagi calon guru matematika dalam menentukan pendekatan pembelajaran yang dapat menjadi alternatif lain selain pendekatan pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru matematika dalam pengajaran matematika.

b. Memberi informasi kepada guru atau calon guru matematika untuk lebih meningkatkan motivasi belajar siswa dalam mencapai prestasi belajar.

c. Sebagai bahan pertimbangan dan bahan masukan atau referensi ilmiah untuk penelitian selanjutnya.

 

                 


(13)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Prestasi Belajar Matematika a. Pengertian Prestasi

Menurut Tu’u dalam Otong Kardisaputra (2004: 75) “prestasi merupakan hasil yang dicapai seseorang ketika mengerjakan tugas atau kegiatan”. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998: 895) prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan dan sebagainya). Selain itu, menurut Sutratinah Tirtonegoro (2001: 43) “prestasi adalah hasil pengukuran serta penilaian dari usaha belajar”.

Dari ketiga pengertian prestasi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi adalah hasil yang dicapai oleh siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung.

b. Pengertian Belajar

Menurut Slameto (2003:2) “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Sedangkan menurut Witherington dalam Nanang dan Cucu Suhana (2009: 7) “belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan


(14)

commit to user

sebagai pola-pola respons baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan”.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh seseorang untuk mengubah segala kekurangan yang ada dalam diri yang dilakukan dengan berlatih sungguh-sungguh serta membutuhkan waktu. Dalam hal ini, waktu yang yang digunakan berlansung relatif lama karena terjadi dalam interaksi dengan lingkungannya, artinya siswa berinteraksi dengan seseorang yang mempunyai kemampuan yang lebih dari dirinya.

c. Pengertian Matematika

Menurut James dan James dalam Maswins (2010), “matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak dan terbagi ke dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri”. Sedangkan juga dalam Maswins, Johnson dan Rising (2010) mengatakan matematika adalah pola pikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logik.

Menurut Hamzah dalam Fitri Nur Rohmah “matematika adalah sebagai suatu bidang ilmu yang merupakan alat pikir, komunikasi, alat untuk memecahkan berbagai persoalan praktis, yang unsur-unsurnya logika dan intuisi, analisa dan konstruksi, generalitas dan individualitas, serta mempunyai cabang-cabang antara lain aritmatika, aljabar, geometri, dan analisis”. Dari pengertian di atas matematika merupakan


(15)

ilmu yang bersifat abstrak, asiomatik, dan dedukatif. Sedangkan menurut beberapa pakar pendidikan matematika dalam Partono (2009: 15) bahwa matematika merupakan ilmu yang berkenaan dengan ide-ide, gagasan, konsep dan tersusun secara sistematis untuk memperoleh kemampuan pola pikir yang baik. Selain itu matematika merupakan induk dari ilmu pasti yang kemudian berkembang menjadi ilmu terapan untuk kemajuan teknologi dan kebaikan hidup manusia.

d. Pengertian Prestasi Belajar Matematika

Berdasarkan pengertian prestasi, belajar dan matematika yang telah diuraikan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi belajar matematika adalah hasil yang dicapai siswa dalam mengikuti pelajaran matematika yang mengakibatkan perubahan pada diri seseorang siswa berupa penguasaan dan kecakapan baru yang ditunjukkan dengan hasil yang berupa nilai. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa banyak jenisnya, tetapai dapat digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu:

1) Faktor yang berasal dari diri sendiri (internal), meliputi:

a) Faktor jasmaniah (fisiologi) baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh. Yang termasuk faktor ini adalah panca indera yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya, seperti sakit, cacat tubuh atau perkembangan yang tidak sempurna, berfungsinya kelenjar tubuh yang membawa kelainan tingkah laku.


(16)

commit to user

b) Faktor psikologi, sekurang-kurangnya ada tujuh faktor yang

tergolong kedalam faktor psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu antara lain: intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kelelahan.

2) Faktor yang berasal dari luar diri (eksternal), meliputi: a) Faktor keluarga

Faktor keluarga yang meliputi: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga, dan keadaan ekonomi keluarga.

b) Faktor sekolah

Adapun faktor-faktor yang berasal dari sekolah antara lain: model pembelajaran, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, model belajar siswa, dan tugas rumah.

c) Faktor masyarakat

Sedangkan faktor yang berasal dari masyarakat antara lain: kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.

(Slameto, 2003 : 54-72)

2. Pendekatan Pembelajaran

Menurut Akhmad Sudrajat (2008) “pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses


(17)

pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, didalamya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu ”. Dengan kata lain, pendekatan pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu strategi pembelajaran, metode pembelajaran dan teknik pembelajaran. Adapun pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga yaitu kontekstual, problem solving dan konvensional. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

a. Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran matematika kontekstual telah berkembang di negara-negara lain dengan berbagai nama. Di Belanda dengan nama

RME (Realistic Mathematics Education), di Amerika berkembang

dengan nama CTL (Mathematics in Contextual Teaching Learning)

atau CME (Contextual Mathematics Education). Di Belanda RME telah

berkembang sejak tahun 1970-an, namun usaha pengembangannya masih terus berlangsung hingga kini. Penggagas RME adalah Hans Freudenthal dari Belanda. Gagasan RME muncul sebagai jawaban terhadap adanya gerakan matematika modern di Amerika Serikat dan praktek pembelajaran matematika yang terlalu mekanistik di Belanda. Freudenthal menyatakan bahwa pembelajaran matematika konvensional terlalu berorientasi pada sistem formal matematika sehingga anti didaktik. Sementara itu tahun 1980-an telah terjadi perubahan pijakan


(18)

commit to user

teori belajar pada pembelajaran matematika behavioris dan strukturalis ke arah kognitif dan kontruktivis realistik (Partono, 2009: 20).

Pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau contextual

teaching and learning (CTL) oleh Triyanto (2007: 101) merupakan

suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara dan tenaga kerja. Sedangkan pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) adalah

konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual, yakni:

1) Konstruktivisme (constructivism)

Pembelajaran kontekstual dibangun dalam landasan kostruktivisme yang memiliki anggapan bahwa pengetahuan dibangun siswa secara sedikit demi sedikit (incremental) dan hasilnya diperluas melalui

konteks terbatas. 2) Menemukan (inquiry)

Pembelajaran yang dilakukan oleh siswa merupakan proses

menemukan (inquiry) terhadap sejumlah pengetahuan dan


(19)

3) Bertanya (questioning)

Pembelajaran yang dilakukan siswa diawali dengan proses bertanya. Proses bertanya yang dilakukan siswa sebenarnya merupakan proses berpikir yang dilakukan siswa dalam rangka memecahkan masalah dalam kehidupannya.

4) Masyarakat Belajar (learning community)

Pembelajaran merupakan proses kerja sama antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan gurunya, dan antara siswa dengan lingkungannya.

5) Pemodelan (modeling)

Pemodelan dalam pembelajaran bisa dilakukan oleh guru, siswa, atau dengan cara mendatangkan nara sumber dari luar (outsourcing),

yang terpenting dapat membantu ketuntasan dalam belajar sehingga siswa dapat mengalami akselerasi perubahan secara berarti.

6) Refleksi (reflection)

Refleksi pembelajaran merupakan respons terhadap pengetahuan dan keterampilan yang baru diterima dari proses pembelajaran. Siswa dituntut untuk mengedepankan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan dan keterampilan yang baru sebagai wujud pengayaan atau revisi dari pengetahuan dan keterampilan sebelumnya.

7) Penilaian yang Sebenarnya (authentic assessment)


(20)

commit to user

diperoleh siswa di mana penilai tidak hanya guru, tetapi juga teman siswa atau pun orang lain.

Pendekatan pembelajaran ini mengasumsikan bahwa secara natural pikiran mencari makna konteks sesuai dengan situasi nyata lingkungan seseorang, dan itu dapat terjadi melalui pencarian hubungan yang masuk akal dan bermanfaat. Pemaduan materi pelajaran dengan konteks keseharian siswa di dalam pembelajaran kontekstual akan menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang mendalam di mana siswa kaya akan pemahaman masalah dan cara untuk menyelesaikannya. Siswa mampu secara independen menggunakan pengetahuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah baru dan belum pernah dihadapi, serta memiliki tanggung jawab yang lebih terhadap belajarnya seiring dengan peningkatan pengalaman dan pengetahuan mereka.

Adapun landasan filosofi pendekatan kontekstual adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus membangun pengetahuan di benak mereka. Bahwa pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta yang terpisah tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan. Menurut Supardi (2006: 14), ada beberapa teori atau pendapat yang menjadi acuan pembelajaran matematika yang kontekstual, dan pada dasarnya pembelajaran matematika yang kontekstual mengacu pada kontrukstivisme dan teori belajar bermakna.

Sedangkan menurut Supardi (2006), dalam Center for Occupation and Development contextual learning is a proven concept


(21)

that incorporates much of the most recent research in cognitive science. It is also a reaction to the essentially behaviorist theories that have dominated American education for many decades. The contextual approach recognizes that learning is a complex and multifaceted process that goes far beyond drill-oriented, stimulus-and-response methodologies.

Pembelajaran secara kontekstual merupakan suatu konsep pembuktian bahwa hampir semua penelitian digabungkan dalam ilmu pengetahuan. Hal ini juga merupakan suatu reaksi terhadap teori perilaku dasar yang sudah mendominasi di Amerika selama beberapa dekade. Pendekatan pembelajaran kontekstual adalah suatu proses kompleks dan dari berbagai sudut pandang dapat berjalan kearah yang lebih jauh, meliputi orientasi gerakan serta metode stimulasi dan umpan balik.

Sedangkan menurut Clemente Charles Hudson dan Vesta R. Whisler Contextual teaching and learning is a conception of teaching and learning that helps teachers relate subject matter content to real world situations; and motivates students to make connections between knowledge and its applications to their lives as family members, citizens, and workers; and engage in the hard work that learning

requires[1].

Dalam konteks belajar dengan pendekatan kontekstual, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Siswa harus menyadari bahwa apa yang mereka pelajari akan berguna bagi hidupnya nanti. Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya guru lebih banyak berurusan dengan strategi dara pada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi siswa. Sedangkan dalam Teachers’ Beliefs And Intentions


(22)

commit to user

different approaches to teaching. Prosser and Trigwell (1997) devised an additional instrument, the Perceptions of the Teaching Environment Inventory, to measure various aspects of the perceived teaching

context”. Yaitu variabel kontekstual dapat menjelaskan perbedaan cara

guru dalam mengajar. Prosser dan Trigwell (1997) menambah rancangan instrumen tambahan, persepsi persediaan pengajaran, untuk mengukur berbagai aspek konteks pengajaran.

Menurut Triyanto (2007: 106), secara garis besar langkah-langkah penerapan CTL dalam kelas sebagai berikut:

1) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna

dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.

2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan konvensional untuk semua

topik.

3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

4) Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok). 5) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.

6) Lakukan refleksi di akhir pertemuan. 7) Lakukan penilaian yang sebenarnya. b. Pembelajaran Problem Solving

Pembelajaran dengan problem solving (pemecahan masalah)

dipandang sebagai pembelajaran yang meningkatakan kemampuan siswa dalam berpikir tinggi. Karena siswa setiap harinya selalu dihadapkan pada suatu masalah, disadari atau tidak. Karena itu pembelajaran dengan problem solving sejak dini diperlukan agar siswa


(23)

dapat menyelesaikan problematika kehidupannya. Dalam pembelajaran matematika ini aspek pemecahan masalah menjadi semakin penting. Ini dikarenakan matematika merupakan pengetahuan yang logis, sistematis, berpola, abstrak, dan yang tak kalah penting menghendaki pembuktian. Istilah problem solving sering digunakan dalam berbagai bidang

ilmu dan memiliki pengertian yang berbeda-beda pula. Tetapi problem

solving dalam matematika memiliki kekhasan tersendiri. Secara garis

besar terdapat tiga macam interpretasi istilah problem solving menurut

Branca, N. A.dalam Krulik, S. & Reys, R. E. (1980: 3-6) dalam

pembelajaran matematika, yaitu:

1) Problem solving sebagai tujuan

Para pendidik, matematikawan, dan pihak yang menaruh perhatian pada pendidikan matematika seringkali menetapkan problem solving

sebagai salah satu tujuan pembelajaran matematika. Bila problem

solving ditetapkan atau dianggap sebagai tujuan pengajaran maka ia

tidak tergantung pada soal atau masalah yang khusus, prosedur, atau metode, dan juga isi matematika. Anggapan yang penting dalam hal ini adalah bahwa pembelajaran tentang bagaimana menyelesaikan

masalah (solve problems) merupakan “alasan utama” (primary

reason) belajar matematika.

2) Problem solving sebagai proses

Pengertian lain tentang problem solving adalah sebagai sebuah


(24)

commit to user

diartikan sebagai proses mengaplikasikan segala pengetahuan yang dimiliki pada situasi yang baru dan tidak biasa. Dalam interpretasi ini, yang perlu diperhatikan adalah metode, prosedur, strategi dan heuristik yang digunakan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah. Masalah proses ini sangat penting dalam belajar matematika dan yang demikian ini sering menjadi fokus dalam kurikulum matematika. Sebenarnya, bagaimana seseorang melakukan proses

problem solving dan bagaimana seseorang mengajarkannya tidak

sepenuhnya dapat dimengerti. Tetapi usaha untuk membuat dan menguji beberapa teori tentang pemrosesan informasi atau proses

problem solving telah banyak dilakukan. Dan semua ini memberikan

beberapa prinsip dasar atau petunjuk dalam belajar problem solving

dan aplikasi dalam pengajaran.

3) Problem solving sebagai keterampilan dasar

Pengertian problem solving sebagai keterampilan dasar lebih dari

sekedar menjawab tentang pertanyaan: apa itu problem solving?

Problem solving adalah suatu pendekatan pembelajaran dalam

menghadapi masalah. Problem solving juga merupakan suatu prosedur

yang didalamnya terdapat langkah-langkah yang harus diikuti dalam memecahkan sebuah masalah yang dihadapi seseorang sebagai perorangan atau seseorang bagai pemimpin organisasi atau anggota organisasi. Sedangkan menurut Dr.Marlow Ediger ”problem solving is


(25)

of diffuculty, pupils must be able to solve personal mathematics

problems”. Yaitu pemecahan masalah adalah suatu keterampilan yang

penting untuk berkembang. Saat perkembangan dan meningkatnya tingkat kesulitan, siswa harus mampu memecahkan masalah matematika secara pribadi.

Sedangkan menurut Polya (1945) ”defines problem-solving as

the process used to solve a problem that does not have obvious

solutions” yaitu polya mendefinisikan problem solving adalah proses

untuk menyelesaikan masalah yang tidak mempunyai jawaban yang jelas. Adapun empat langkah cara menyelesaikan masalah menurut Polya (1971), yaitu:

1) Understand the problem (memahami masalah).

2) Devise a plan (buat sebuah rencana).

3) Carry out the plan (terapkan rencana tadi).

4) Look back (periksa kembali).

(Sumardyono, 2006: 24) Pentingnya problem solving juga dapat dilihat pada perannya

dalam pembelajaran. Stanic & Kilpatrick seperti dikutip McIntosh, R. & Jarret, D. (2000:8) dalam buku ”Tips dalam Penerapan Pembelajaran

Problem Solving” (Suyadi, 2009:27), membagi peran problem solving

sebagai konteks menjadi beberapa hal:


(26)

commit to user

2) Untuk menarik minat siswa akan nilai matematika, dengan isi yang berkaitan dengan masalah kehidupan nyata.

3) Untuk memotivasi siswa, membangkitkan perhatian siswa pada topik atau prosedur khusus dalam matematika dengan menyediakan kegunaan kontekstualnya (dalam kehidupan nyata).

4) Untuk rekreasi, sebagai sebuah aktivitas menyenangkan yang

memecah suasana belajar rutin.

5) Sebagai latihan, penguatan keterampilan dan konsep yang telah

diajarkan secara langsung (mungkin ini peran yang paling banyak dilakukan oleh kita selama ini).

Suatu soal dapat dijadikan sebagai sarana dalam pembelajaran dengan problem solving, jika dipenuhi syarat-syarat antara lain: siswa

memiliki pengetahuan prasyarat untuk mengerjakan soal yang diberikan, siswa belum tahu algoritma/cara pemecahan soal, soal terjangkau oleh siswa, siswa mau dan berkehendak untuk menyelesaikan soal. Sedangkan ciri-ciri suatu soal disebut ”problem

dalam perspektif ini paling tidak memuat dua hal yaitu: soal tersebut menantang pikiran (challenging) dan soal tersebut tidak otomatis

diketahui cara penyelesaiannya (non routine).

Jika problem solving ini diterapkan, maka langkah-langkah yang


(27)

1) Guru mengajarkan materi pelajaran seperti biasanya, pemanfaatan alat peraga atau media masih dimungkinkan, apalagi untuk anak Sekolah Dasar.

2) Guru dengan tanya jawab memberikan contoh soal.

3) Guru memberikan satu atau dua soal yang harus dipecahkan siswa

berdasarkan persyaratan soal sebagai sebuah problem solving.

4) Siswa dengan dipandu guru menyelesaikan soal yang dipakai

sebagai bahan ajar dalam pembelajaran dengan problem solving.

(Suyadi, 2009: 30) c. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional adalah salah satu pembelajaran yang sudah lama dikenal dan merupakan suatu pengajaran di mana dalam proses belajar mengajar, penyampaian pelajaran masih mengandalkan metode ceramah yaitu suatu metode mengajar dengan menyampaikan informasi atau pengetahuan secara lisan kepada siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif.

Dalam pembelajaran ini guru berperan sangat aktif, dan siswa berkesan pasif, hanya mendengarkan guru secara teliti serat mencatat hal-hal penting yang dikemukakan oleh guru. Guru memegang peranan yang penting dalam menentukan urutan-urutan langkah-langkah dalam menyampaikan isi atau materi pelajaran kepada siswa. Hal ini mengakibatkan siswa menjadi jenuh, kurang kreatif, kurang inisiatif, sangat tergantung oleh guru dan tidak terlatih untuk berdiri sendiri


(28)

commit to user

dalam belajar. Siswa tidak diberi kesempatan untuk menetukan konsep yang diajarkan, sehingga siswa tidak mampu menguasai bahan yang diajarkan.

Adapun ciri-ciri dari pembelajaran antara lain:

1. Bahan pelajaran disajikan kepada kelompok, kepada kelas sebagai keseluruhan tanpa memperhatikan siswa secara individual.

2. Kegiatan pembelajaran umumnya berbentuk ceramah, tugas tertulis, dan media lain menurut pertimbangan guru.

3. Siswa umumnya bersifat pasif, karena yang utama mendengarkan

uraian guru.

4. Kecepatan belajar siswa tergantung dari kecepatan guru mengajar. 5. Keberhasilan belajar siswa umunya dinilai guru secara subyektif.

6. Guru berfungsi sebagai penyebar atau penyalur pengetahuan

(sebagai sumber informasi/pengetahuan).

Belajar dengan pembelajaran konvensional menyebabkan siswa menjadi belajar menghafal (rote learning) yang kurang mengakibatkan

timbulnya pengertian. Siswa menjadi pasif dan daya kritis siswa akan terhambat. Untuk itu diperlukan suatu pembaharuan metode pembelajaran yang dapat mengarah pada peningkatan prestasi belajar siswa. Suatu metode yang dapat membuat siswa aktif dalam belajar, membentuk siswa yang kreatif, berpikir logis, kritis, dan inovatif.

Adapun keuntungan atau kebaikan konvensional adalah: 1) Guru dapat menguasai seluruh arah kelas.


(29)

2) Organisasi kelas sederhana. Sedangkan keburukannya adalah:

1) Guru sukar mengetahui sampai di mana murid-murid telah mengerti pembicaraannya.

2) Murid sering kali memberi pengertian lain dari hal yang

dimaksudkan guru. 3. Motivasi

Motivasi berasal dari kata “motif” yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan didalam subyek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Berawal dari kata “motif”, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan atau mendesak.

Menurut Gambrell (2001) motivation theory has been discussed as an important aspect of students’ success in schools. Research has shown that motivation influences students’ involvement and academic achievement. There also is a growing interest in understanding the relationships between motivation and teacher-students’ relationship. This study seeks to investigate the nature and magnitude of relationship between students’-faculty interactions, students’ critical thingking skills,

students’-to-students’ relations and students’ motivation.

Teori motivasi membicarakan tentang aspek yang penting bagi kesuksesan siswa di sekolah. Dalam penelitian mengatakan motivasi mempengaruhi keterlibatan dan prestasi akademik siswa. Penelitian ini menumbuhkan minat untuk mengerti hubungan antara motivasi dan hubungan guru-siswa. Belajar mencari penelitian yang alami dan besarnya


(30)

commit to user

hubungan antara siswa, kemampuan berinteraksi, keahlian berpikir kritis siswa pada hubungan siswa dan motivasi siswa.

Menurut Sartain dalam Ngalim Purwanto (1990: 61), “motivasi adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu organism yang mengarahkan tingkah laku terhadap suatu tujuan (goal) atau perangsang

(incentive)”. Tujuan (goal) adalah yang menentukan atau membatasi

tingkah laku organism itu. Jika yang kita tekankan ialah faktanya atau objeknya, yang menarik organism itu, maka kita pergunakan istilah

“perangsang (incentive)”. Sedangkan menurut Merrian dan Brockett

(1997) dan Knowles (1990) “motivation is particularly crucial in adult

learning because a higher degree of autonomy is desirable and

appropriate for adults”yaitu motivasi merupakan penelitian yang penting

dalam pembelajaran pendewasaan seseorang karena dianggap berderajat tinggi yang layak diharapkan dalam pendewasaan seseorang.

Dari beberapa definisi motivasi tersebut, pada dasarnya mengandung arti atau maksud yang sama yaitu bahwa motivasi adalah dorongan yang menyebabkan terjadinya suatu perbuatan guna mencapai suatu tujuan. Yang dimaksud motivasi dalam hal ini adalah motivasi belajar, yaitu suatu dorongan atau kemauan seseorang untuk melakukan aktivitas belajar agar prestasi belajar dapat dicapai. Atau motivasi belajar merupakan kekuatan (power motivation), daya pendorong (driving force),

atau alat pembangun kesediaan dan keinginan yang kuat dalam diri peserta didik untuk belajar secara aktif, kreatif, efektif, inovatif, dan


(31)

menyenangkan dalam rangka perubahan tingkah laku, baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor.

Motivasi mempunyai tiga komponen pokok, yaitu menggerakkan, mengarahkan dan menopang tingkah lakuk manusia. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

a. Menggerakkan berarti menimbulkan kekuatan pada individu,

memimpin seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu. Misalnya kekuatan dalam hal ingatan, respons-respons efektif, dan kecenderungan mendapat kesenangan.

b. Motivasi juga mengarahkan atau menyalurkan tingkah laku. Dengan

demikian individu menyediakan suatu orientasi tujuan.

c. Untuk menjaga dan menopang tingkah laku, lingkungan sekitar harus menguatkan (reinforce) intensitas dan arah dorongan serta kekuatan

individu.

(Ngalim Purwanto, 1990: 72) Menurut sifatnya motivasi dibagi menjadi dua yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi/dorongan yang dikarenakan orang tersebut senang melakukannya. Sebagai contoh orang yang senang membaca, tidak usah ada yang menyuruh atau mendorong, ia sudah rajin mencari buku-buku untuk dibacanya. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah dorongan terhadap perilaku seseorang yang ada di luar perbuatan yang dilakukannya. Sebagai contoh seseorang itu belajar, karena tahu besok paginya akan ujian dengan


(32)

commit to user

harapan mendapat nilai baik, sehingga akan dipuji pacar atau temannya. Menurut Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2009: 28-29) tinggi rendahnya motivasi belajar siswa dapat terlihat dari indikator motivasi itu sendiri. Mengukur motivasi belajar dapat diamati dari sisi-sisi, antara lain: durasi belajar, sikap terhadap belajar, frekuensi belajar, konsistensi terhadap belajar, kegigihan dalam belajar, loyalitas terhadap belajar, visi dalam belajar, achievement dalam belajar.

B. Penelitian yang Relevan

Adapun beberapa hasil penelitian terdahulu yang akan mendukung teori dan konsep penelitian yang akan dilakukan, diantaranya oleh Fitri Nur Rohmah (2005) yang menyimpulkan bahwa adanya perbedaan prestasi belajar matematika siswa ditinjau dari penggunaan model pengajaran dan motivasi pada pokok bahasan bilangan bulat, dan tidak ada interaksi antara model pengajaran dan motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika pada pokok bahasan bilangan bulat.

Disamping penelitian di atas peneliti juga mengambil tinjauan pustaka dari penelitian yang dilakukan oleh Wigig Waskito (2008), Tri Andari (2010), Setiawan (2003) dan Wahyu Wijayanti (2009). Pada penelitian yang dilakukan oleh Wigig Waskito (2008) menunjukkan bahwa prestasi belajar matematika siswa yang bermotivasi belajar tinggi lebih baik daripada siswa yang bermotivasi belajar sedang, tetapi keduanya lebih baik daripada siswa yang bermotivasi belajar rendah.


(33)

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Tri Andari (2010) menyimpulkan bahwa pembelajaran matematika menggunakan pendekatan kontekstual pada materi pokok bangun datar menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik disbanding dengan menggunakan pendekatan konvensional. Penelitian yang dilakukan Setiawan (2003) menyimpulkan pembelajaran efektif mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

kemampuan problem solving pada matematika terutama taraf keefektifan

kategori “cukup tinggi” dan “kurang tinggi”, lainnya tidak signifikan. Dan menurut Wahyu Wijayanti (2009) menyimpulkan siswa yang mengikuti pembelajaran matematika menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual bermedia VCD pada pokok bahasan geometri dan pengukuran bangun ruang mempunyai kompetensi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan siswa yang mengikuti pembelajaran matematika menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual yang bermedia LKS.

C. Kerangka Berpikir

Prestasi belajar matematika dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam penelitian ini antara lain pendekatan pembelajaran dan motivasi belajar siswa yang mempengaruhi prestasi belajar siswa. Pendekatan pembelajaran yang diteliti adalah pendekatan pembelajaran kontekstual (CTL), problem solving

dan konvensional, sebagai usaha dalam kegiatan belajar mengajar sehingga diperoleh prestasi yang maksimal. Pada penelitian ini diungkapkan pengaruh


(34)

commit to user

pendekatan pembelajaran dan motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa.

Pembelajaran konstektual (Contextual Teaching and Learning) adalah

konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sehingga penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan pembelajaran konvensional. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendekatan pembelajaran kontekstual dapat menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik.

Sedangkan pembelajaran matematika yang menggunakan problem

solving akan lebih efektif dan lebih baik, jika dibandingkan dengan

pembelajaran dengan konvensional. Karena dengan problem solving dapat

memotivasi siswa untuk mengembangkan keterampilan siswa, meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir tinggi, akan lebih merangsang indera siswa dan akan membawa kesan yang mendalam sehingga lebih lama tersimpan dalam diri siswa. Dengan demikian dapat diduga prestasi belajar matematika

siswa yang pembelajarannya menggunakan problem solving lebih baik

daripada menggunakan konvensional.

Selain pendekatan pembelajaran, prestasi belajar matematika juga dipengaruhi oleh motivasi belajar siswa. Karena jika tidak ada motivasi dari siswa untuk belajar, maka selamanya siswa tidak akan tertarik dengan


(35)

pelajaran matematika dan tidak memperoleh kepuasan dari belajar matematika dan belajar menjadi tidak bermakna. Siswa yang mempunyai motivasi tinggi dalam proses belajar mengajar akan lebih cepat memahami konsep yang dipelajarinya dan menguasai materi matematika yang diberikan. Jadi, dalam mempelajari materi pelajaran matematika siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi kemungkinan besar prestasi belajarnya akan lebih baik dibandingkan dengan siswa yang motivasi belajarnya rendah. Dengan demikian motivasi belajar siswa berpengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar matematika.

Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa, pendekatan pembelajaran dan motivasi belajar siswa adalah faktor penting yang harus diperhatikan oleh guru dalam proses pembelajaran. Pendekatan pembelajaran yang digunakan

adalah dalam penelitian in adalah kontekstual, problem solving, dan

konvensional. Di mana pendekatan pembelajaran merupakan faktor dari luar siswa sedangkan motivasi belajar siswa merupakan faktor dari dalam siswa.

Untuk siswa yang mempunyai motivasi tinggi, jika diberikan

pembelajaran dengan problem solving akan mempunyai prestasi belajar

matematika lebih baik karena dengan problem solving siswa dapat

memecahkan problematika kehidupannya dan meningkatkan kemampuan siswa untuk berpikir tinggi sehingga memberikan kesan yang mendalam dan tersimpan lama dalam diri siswa. Sedangkan untuk siswa yang mempunyai motivasi sedang, jika diberikan pembelajaran dengan kontekstual dan


(36)

commit to user

Untuk siswa yang mempunyai motivasi rendah, jika diberikan pembelajaran dengan kontekstual akan mempunyai prestasi belajar matematika lebih baik karena siswa dapat membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Secara sederhana skema kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:

Keterangan:

A : Penggunaan Pendekatan Pembelajaran

1. Kelompok Eksperimen (Pembelajaran Matematika dengan kontekstual

dan problem solving)

2. Kelompok Kontrol (Pembelajaran Matematika Konvensional)

B : Motivasi Belajar Siswa Y : Prestasi Belajar Siswa

Gambar 2.1 Paradigma Penelitian

Prestasi belajar Matematika (Y) Motivasi Belajar Siswa (B)

Pendekatan Pembelajaran (A)


(37)

D. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Pendekatan pembelajaran kontekstual memberikan prestasi belajar

matematika lebih baik daripada pendekatan pembelajaran problem solving,

pendekatan pembelajaran kontekstual memberikan prestasi belajar matematika lebih baik daripada konvensional, dan pendekatan pembelajaran problem solving memberikan prestasi belajar matematika

lebih baik daripada konvensional.

2. Prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai motivasi lebih tinggi lebih baik daripada siswa yang mempunyai motivasi lebih rendah.

3. Pada motivasi tinggi prestasi belajar matematika dengan problem solving

lebih baik daripada kontekstual, dan keduanya lebih baik daripada konvensional, sedangkan untuk motivasi sedang prestasi belajar matematika dengan kontekstual dan problem solving sama dan keduanya

lebih baik daripada konvensional dan untuk motivasi rendah prestasi

belajar matematika dengan kontekstual lebih baik daripada problem


(38)

commit to user

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah SD Negeri se-Kecamatan Kunduran Blora.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester I tahun ajaran 2010/2011, adapun pelaksanaan penelitian sebagai berikut:

a. Tahap perencanaan dimulai pada bulan Juli 2010 sampai dengan

September 2010. Dalam tahap perencanaan meliputi: penyusunan usulan penelitian, instrumen, skenario pembelajaran, pengajuan ijin penelitian, konsultasi instrumen dan skenario pembelajaran dengan guru dan kepala sekolah tempat penelitian.

b. Tahap pelaksanaan pada bulan Oktober 2010 sampai dengan

November 2010. Dalam tahap ini meliputi: uji coba instrumen, melaksanakan proses penelitian dan mengumpulkan data.

c. Tahap penyelesaian pada bulan November 2010 sampai dengan

Februari 2011. Tahap ini meliputi proses analisis data, penyusunan laporan penelitian.


(39)

B. Metode Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang diteliti, maka jenis penelitian yang

digunakan adalah penelitian semu (quasi experimental). Tujuan

eksperimental semu adalah untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan atau memanipulasi semua variabel yang relevan. Manipulasi variabel dalam penelitian ini dilakukan pada variabel bebas yaitu model pembelajaran

dengan kontekstual dan problem solving untuk kelas eksperimen dan

konvensional untuk kelas kontrol. Sedangkan variabel lain yang ikut mempengaruhi variabel terikat adalah motivasi belajar siswa.

C. Populasi, Sampel, dan Pengambilan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah subjek penelitian (Suharsimi Arikunto, 2006:130). Adapun yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Kunduran Blora.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Suharsimi Arikunto, 2006:131). Pada penelitian ini ada 9 SD Negeri yang dijadikan sampel, yaitu 3 SD Negeri untuk kelas eksperimen dengan pembelajaran kontekstual, 3 SD Negeri untuk kelas eksperimen dengan pembelajaran problem solving dan 3 SD negeri untuk kelas kontrol. Hasil


(40)

commit to user

penelitian terhadap sampel ini akan digunakan untuk melakukan generalisasi terhadap populasi yang ada.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah stratified cluster random sampling. Adapun langkah-langkah yang

ditempuh dalam pengambilan sampel adalah: dari populasi, seluruh siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Kunduran Blora yang berjumlah 44 SD Negeri, dibagi berdasarkan peringkat nilai UAN,yaitu :

1) SD Negeri peringkat atas ( 14 SD) 2) SD Negeri peringkat tengah ( 14 SD ) 3) SD Negeri peringkat bawah ( 16 SD)

Dari masing – masing peringkat dipilih secara random 3 SD Negeri melalui teknik random sampling. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut:

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Kontekstual Problem Solving Konvensional

SD Negeri Sendangwates SD Negeri Gagaan SD Negeri Kunduran 3

SD Negeri Jagong 1 SD Negeri Jagong 2 SD Negeri Kunduran 2

SD Negeri Ngilen 1 SD Negeri Sambiroto SD Negeri Bejirejo

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Identifikasi Variabel

Dalam penelitian ini ada dua variabel yang penulis amati yaitu variabel bebas dan variabel terikat.


(41)

a. Variabel Bebas

1) Pendekatan Pembelajaran

a) Definisi operasional: pendekatan pembelajaran pada dasarnya

merupakan bentuk pembelajaran yang didalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan dan melatari metode pembelajaran, yang meliputi kelas eksperimen dengan menggunakan konteksual

dan problem solving, sedangkan kelas kontrol dengan

konvensional.

b) Indikator: berupa langkah-langkah dari masing-masing model

pembelajaran.

c) Skala pengukuran: skala nominal dengan tiga kategori d) Simbol: , i = 1,2,3

2) Motivasi

a) Definisi operasional: motivasi belajar matematika adalah suatu dorongan atau kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas belajar matematika.

b) Indikator: hasil skor angket yang dikerjakan siswa.

c) Skala pengukuran: skala interval diubah ke skala ordinal dengan tiga kategori yaitu motivasi tinggi, sedang, rendah.

i. Kelompok tinggi: X X SD

2 1 2

2 > +

ii. Kelompok sedang: X SD X X SD

2 1 2

1

2 2


(42)

commit to user

iii. Kelompok rendah: X X SD

2 1 2

2 < −

Dengan X2 =skor motivasi siswa.

= 2

X rata-rata skor motivasi siswa.

SD=standar deviasi skor motivasi siswa. d) Simbol: , j = 1, 2, 3

b. Variabel Terikat

Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah prestasi belajar matematika siswa.

1) Definisi operasional: prestasi belajar matematika adalah hasil

kegiatan belajar matematika yang dinyatakan dalam bentuk angka, huruf maupun kalimat dan merupakan pencerminan hasil belajar yang dicapai dalam periode tertentu.

2) Indikator: nilai tes matematika dengan simbol (AB) 3) Skala pengukuran: skala interval.

4) Simbol: Xij, i = 1, 2, 3 dan j = 1, 2, 3.

2. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Metode Angket

Angket atau yang juga dikenal sebagai kuesioner merupakan cara pengumpulan data melalui pengajuan pertanyaan-pertanyaan tertulis kepada subjek penelitian, responden, atau sumber data dan


(43)

jawabannya diberikan secara tertulis. Alat pengumpul data dengan kuesioner adalah berupa daftar pertanyaan yang disiapkan oleh peneliti untuk disampaikan kepada responden yang jawabannya diisi oleh responden sendiri.

Dalam penelitian ini, metode angket (kuesioner) digunakan untuk mengumpulkan data tentang motivasi belajar siswa dalam pelajaran matematika. Angket yang digunakan adalah pilihan ganda yaitu suatu bentuk angket dimana siswa memilih jawaban yang disediakan. Bentuk angket yang digunakan yaitu angket langsung tutup. Langsung artinya angket tersebut diisi secara langsung oleh subjek penelitian. Tertutup artinya alternatif jawaban sudah ada dan subjek diminta untuk memilih satu alternatif saja.

b. Metode Tes

Tes adalah cara pengumpulan data yang menghadapkan sejumlah pertanyaan-pertanyaan atau suruhan-suruhan kepada subjek peneliti. Dalam mengukur ada atau tidaknya serta besarnya kemampuan objek yang diteliti, digunakan tes. Untuk manusia, instrumen yang berupa tes ini dapat digunakan untuk mengukur kemampuan dasar dan pencapaian atau prestasi.

Dalam penelitian ini tes digunakan untuk mengetahui prestasi belajar matematika siswa. Tes tersebut berbentuk soal-soal obyektif tentang materi operasi bilangan bulat.


(44)

commit to user

c. Metode Dokumentasi

Penelitian ini menggunakan metode bantu dokumentasi. Menurut Suharsimi Arikunto (2006:158) dokumentasi di sini yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya. Metode ini digunakan untuk memperoleh data nilai ulangan pada materi sifat-sifat operasi hitung bilangan yang digunakan untuk uji keseimbangan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. 3. Uji Instrumen

Sebelum angket dan tes digunakan pada penelitian terlebih dahulu diujicobakan pada siswa-siswa sekolah lain yang memiliki karakteristik yang hampir sama dengan tempat penelitian. Uji coba dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen yang digunakan valid, reliabel dan juga untuk mengetahui tingkat kesukaran dan daya pembeda soal.

a. Validitas Isi

Suatu instrumen dikatakan valid menurut validitas isi apabila isi instrumen tersebut telah merupakan sampel yang representatif dari keseluruhan isi hal yang akan diukur. Validitas tidak dapat ditentukan dengan mengkorelasikan instrumen dengan suatu kriteria sebab tes itu adalah kriteria dari suatu kinerja. Agar memiliki validitas isi, instrumen tes prestasi belajar menurut Budiyono (2003: 58) harus diperhatikan hal-hal berikut:


(45)

1) Bahan ujian (tes) harus merupakan sampel yang representatif untuk mengukur sampai seberapa jauh tujuan pembelajaran tercapai ditinjau dari materi yang diajarkan maupun dari sudut proses belajar.

2) Titik berat bahan yang harus diujikan harus seimbang dengan titik berat bahan yang telah diajarkan.

3) Tidak diperlukan pengetahuan lain yang tidak atau belum

diajarkan untuk menjawab soal-soal ujian dengan benar.

Sedangkan untuk angket motivasi belajar siswa dapat mempunyai validitas isi jika memenuhi:

1) Butir-butir angket sudah sesuai dengan kisi-kisi angket. 2) Kesesuaian kalimat dengan Ejaan Yang Disempurnakan.

3) Kalimat pada butir-butir angket merupakan kalimat yang mudah

dipahami oleh siswa sebagai responden.

4) Ketepatan dan kejelasan perumusan petunjuk pengisian angket. 5) Kalimat pada butir angket tidak menimbulkan makna ganda.

6) Butir angket tidak memerlukan pengetahuan yang lain dalam

menjawab.

Untuk menilai apakah suatu instrumen mempunyai validitas isi

yang valid, biasanya dilakukan melalui experts judgement atau

penelitian yang dilakukan oleh para pakar dan semua kriteria penelaahan instrumen tes harus disetujui oleh validator.


(46)

commit to user

b. Konsistensi Internal

Tujuan uji konsistensi internal ini adalah untuk mengetahui apakah instrumen tes prestasi telah konsisten, yaitu kesemuaan butir harus mengukur hal yang sama dan menunjukkan kecenderungan yang sama pula. Konsistensi internal tiap butir soal dapat dilihat dari korelasi antara skor tiap butirnya dengan skor total.

Untuk menghitung konsistensi internal butir ke-i, rumus yang digunakan adalah rumus korelasi momen produk dari Karl Pearson,

sebagai berikut: 

∑ ∑ ∑

∑ ∑ ∑ ∑  

Keterangan: =

xy

r indeks konsistensi internal untuk butir ke-i

=

n banyaknya subyek yang dikenai tes (instrumen) =

X skor untuk butir ke-i (dari subyek uji coba)

=

Y total skor (dari subyek uji coba)

Jika terdapat n buah butir, maka akan dilakukan perhitungan sebanyak n kali. Jika indeks konsistensi internal untuk butir ke-i kurang dari 0,3 maka butir tersebut harus dibuang.

(Budiyono, 2003: 65)

c. Reliabilitas

Suatu instrumen disebut reliabel, menurut Budiyono (2003: 65), jika seseorang melakukan pengukuran instrumen yang sama pada waktu yang berbeda maka hasil pengukurannya adalah sama. Atau


(47)

jika dilakukan oleh orang yang berbeda tetapi dengan kondisi yang sama, maka pengukuran dengan instrumen yang sama akan memberi hasil yang sama.

Tes prestasi belajar dalam penelitian ini menggunakan tes pilihan ganda, dengan setiap jawaban benar akan diberi skor 1 dan setiap jawaban salah akan diberi skor 0. Sehingga untuk mengukur reliabilitas dari tes prestasi belajar menggunakan teknik Kuder-Richardson atau biasa disebut dengan KR-20 yaitu:

⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ −

=

2

2 11 1 t i i t s q p s n n r Dengan: = 11

r indeks reliabilitas instrumen =

n banyaknya butir instrumen =

i

p proporsi banyaknya subyek yang menjawab benar pada butir ke-i

i i p

q =1−

=

2 t

s variansi total

(Budiyono, 2003: 69)

Sedangkan uji reliabilitas yang dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen angket reliabel atau tidak, dengan menggunakan Rumus Alpha. Suharsimi arikunto (2006: 196) berpendapat bahwa ”Rumus Alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya bukan 1 adan 0, misalnya angket atau soal bentuk uraian”. Adapun Rumus Alpha adalah:


(48)

commit to user

⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ −

=

2

2 11 1 1 t i s s n n r Dengan:

indeks reliabilitas instrumen banyaknya butir instrumen =

2 i

s variansi belahan ke-i, i= 1, 2, 3, ...,k

(

kn

)

Atau variansi butir ke-i, i= 1, 2, 3, 4, ..., n =

2 t

s variansi skor-skor yang diperoleh subyek uji coba

(Budiyono, 2003: 70)

Instrumen dengan indeks reliabilitas lebih dari 0,7 atau r11 >0,7 saja yang dapat dianggap baik atau dapat digunakan dalam kaitannya dengan uji reliabilitas.

(Budiyono, 2003: 72)

d. Tingkat Kesukaran

Sebuah butir mempunyai tingkat kesukaran baik, dalam arti dapat memberikan distribusi yang menyebar, tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Tingkat kesukaran didapat dengan menggunakan

rumus:

JS B

TK =

TK = indeks kesukaran setiap butir soal

B = banyaknya siswa yang menjawab benar setiap butir soal


(49)

Setelah diperoleh, kemudian diinterpretasikan sebagai berikut: 00 , 1 70 ,

0 <TK ≤ : butir soal mudah

70 , 0 30

,

0 <TK ≤ : butir soal sedang

30 , 0 00

,

0 <TK ≤ : butir soal sukar

Dalam penelitian ini soal dianggap baik jika tingkat kesukarannya

adalah , , . Butir soal yang tidak memiliki indeks

kesukaran baik harus dihitung atau diperbaiki.

e. Daya Pembeda

Suatu butir soal mempunyai daya pembeda baik jika kelompok siswa pandai menjawab benar butir soal lebih banyak daripada kelompok siswa tidak pandai. Untuk menghitung daya pembeda digunakan rumus, yaitu:

∑ ∑ ∑

∑ ∑ ∑ ∑

Keterangan: =

d indeks konsistensi internal untuk butir ke-i

=

n banyaknya subyek yang dikenai tes (instrumen) =

X skor untuk butir ke-i (dari subyek uji coba)

=

Y total skor (dari subyek uji coba)

Setelah diperoleh, kemudian diinterpretasikan sebagai berikut: 30

, 0 ≥

d : butir digunakan

30 , 0 <

d : butir disisihkan


(50)

commit to user

E. Teknik Analisis Data

1. Uji Prasyarat

Uji prasyarat di sini menggunakan uji normalitas dengan metode Lilliefors dan uji homogenitas dengan metode Bartlett. Uji prasyarat digunakan untuk uji keseimbangan dan uji hipotesis. Adapun pengujian datanya adalah sebagai berikut:

a. Uji Normalitas

Untuk menguji apakah data yang diperoleh berdistribusi normal atau tidak maka dilakukan uji normalitas. Dalam penelitian ini uji normalitas yang digunakan adalah metode Lilliefors yaitu:

a. Menentukan Hipotesis :

0

H sampel berasal dari populasi normal.

: 1

H sampel tidak berasal dari populasi normal. b. Tingkat Signifikansi, α =0,05

c. Statistik Uji

( ) ( )

zi S zi

F Maks

L= −

Dengan:

; ~ ,

) (zi

S = proporsi cacah Zzi terhadap seluruh z.

i

z = skor standar untuk

(

)

S X X

zi = i

S = standar deviasi sampel =


(51)

d. Daerah Kritik

{

L L L n

}

DK = / > α,

n

Lα, diperoleh dari tabel Lilliefors pada tingkat signifikansi

α

dan derajat bebas n (ukuran sampel).

e. Keputusan Uji

0

H ditolak jika LDK atau H0 tidak ditolak jika LDK.

(Budiyono, 2009:170) b. Uji Homogenitas

Sebelum data yang diperoleh dianalisis, maka terlebih dahulu diuji homogenitasnya untuk mengetahui bahwa populasi-populasi homogen. Dalam uji homogenitas ini penulis menggunakan ujiBartlett.

Langkah-langkah yang ditempuh dalam uji Bartlett adalah: a. Hipotesis : 0 H   : 1

H  paling sedikit ada dua yang tidak sama b. Tingkat Signifikansi, α =0,05

c. Statistik Uji

⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − =

= 2 1

2 2,303 log log

j k j j s f RKG f c χ Dengan: 2 1 , 2

~

χ

αk

χ


(52)

commit to user

k = cacah populasi

N = banyaknya seluruh nilai (ukuran)

nj = banyaknya nilai (ukuran) sampel ke-j = ukuran sampel ke-j

fj = nj -1 = derajat kebebasan untuk sj2; j = 1, 2, ...,k

f = N – k = ∑ = derajat kebebasan untuk RKG

⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ =

j j f SS

RKG ;

(

)

j j j j n X X SS 2 2

− =

=

(

nj −1

)

sj2

(

)

⎟⎟ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − − + =

f f k c j 1 1 1 3 1 1

d. Daerah Kritik

{

2/ 2 > 2 ;−1

}

= k

DK χ χ χ α

Untuk beberapa α dan (k-1), nilai

χ

α2,k1dapat dilihat pada tabel nilai chi-kuadrat dengan derajat kebebasan (k-1).

e. Keputusan Uji

0

H ditolak jika χ2∈DKatau tidak ditolak jika χ2∉DK.

(Budiyono, 2009:176)

2. Uji Keseimbangan

Uji keseimbangan dilakukan pada saat sebelum ketiga kelompok dikenai perlakuan yang berbeda. Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah ketiga kelompok tersebut dalam keadaan seimbang. Dengan kata lain secara statistik, apakah terdapat perbedaan mean yang berarti dari tiga


(53)

populasi yang independen. Statistik uji yang digunakan adalah anava satu jalan dengan sel tak sama. Adapun model untuk data pada populasi pada analisis anava satu jalan dengan sel tak sama adalah:

Dengan : =

ij

X data ke-i pada perlakuan ke-j

=

µ rerata dari seluruh data (rerata besar, grand mean) =

=µ µ

αj j efek perlakukan ke-j pada variabel terikat

= −

= ij j

ij X µ

ε deviasi data terhadap rerata populasinya yang

berdistribusi normal dengan rerata 0. i = 1, 2, 3, …, ; j = 1, 2, 3, …, k

k = cacah populasi (cacah perlakuan, cacah klasifikasi)

Tabel 3.1

Tata Letak Data Anava Satu jalan Sel Tak Sama

    .... Total

Data Amatan

… …

… … … …

Cacah Data Jumlah Data Rerata

Jumlah Kuadrat Suku Koreksi Variasi

… … … … … …


(54)

commit to user

Dari tabel di atas, perlu diketahui bahwa:

k

T T

T T

G =

= 1+ 2 +...+

N G X = j j j j j n T X SS 2 2 =

Adapun langkah pengujiannya adalah sebagai berikut: a. Hipotesis

3 2 1

0:µ = µ =µ

H

: 1

H paling sedikit ada dua rerata yang tidak sama b. Tingkat Signifikansi: α = 0, 05

c. Statistik Uji

( )

N G2 1 =

( )

=

j i ij X , 2 2

( )

=

j j j n T2 3

Berdasarkan besaran-besaran itu, JKA, JKG, dan JKT diperoleh: JKA = (3) – (1)

JKG = (2) – (3) JKT = (2) – (1)

Derajat kebebasan untuk masing-masing jumlah kuadrat itu adalah: dkA = k – 1

dkG = N – k dkT = N – 1


(55)

Berdasarkan jumlah kuadrat dan derajat kebebasan masig-masing diperoleh rerata sebagai berikut:

dkA JKA

RKA=

dkG

JKG

RKG =

Maka statistik ujinya adalah:

RKG RKA

F =

d. Daerah Kritik

{

F F F k N k

}

DK = / > α; 1,

e. Keputusan Uji

0

H ditolak apabila harga statistik yang bersesuaian melebihi harga

daerah kritiknya. Harga kritik tersebut diperoleh dari tabel distribusi F pada tingkat signifikasi

α

.

3. Uji Hipotesis

a. Tahap 1 (Uji Anava Dua Jalan Sel Tak Sama)

Dalam pengujian hipotesis digunakan analisis variansi dua jalan 3 x 3 dengan frekuensi sel tak sama. Model dari analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama yaitu:

( )

ij ijk j

i ijk

X =µ+α +β + αβ +ε

Keterangan: =

ijk

X data amatan ke-k pada baris ke-i dan kolom ke-j

=

µ rerata dari seluruh data amatan (rerata besar, grand mean) =

i


(56)

commit to user

=

j

β efek kolom ke-j pada variabel terikat

( )

αβ ij =kombinasi efek baris ke-i dan kolom ke-j pada variabel terikat

=

ijk

ε deviasi data amatan terhadap rerata populasinya

( )

µij yang berdistribusi normal dengan rerata 0, deviasi amatan terhadap rerata populasi tersebut disebut galat.

i= 1, 2, 3 j= 1, 2, 3 k= 1, 2, ...,n

banyaknya data amatan pada baris ke-i dan kolom ke-j.

Tabel 3.2

Tata Letak Data Anava Dua jalan Sel Tak Sama

Motivasi

Tinggi (B1) Sedang (B2) Rendah (B3) Pendekatan pembelajaran

konstekstual (A1) (AB)11 (AB)12 (AB)13

Pendekatan pembelajaran

problem solving (A2) (AB)21 (AB)22 (AB)23

Metode pembelajaran

konvensional (A3) (AB)31 (AB)32 (AB)33

1) Langkah Pengujian Hipotesis :

0A

H αi =0untuk setiap i= 1, 2, 3 :

1A

H paling sedikit ada satu αiyang tidak nol :

0B

H βj =0untuk setiap j= 1, 2, 3 :

1B

H paling sedikit ada satu βj yang tidak nol


(57)

:

0AB

H

( )

αβ ij =0untuk setiap i= 1, 2, 3 dan j= 1, 2, 3 :

1AB

H paling sedikit ada satu

( )

αβ ij yang tidak nol 2) Komputasi

a) Komponen komputasi

Tabel 3.3

Rerata dan Jumlah Rerata

Motivasi Siswa

Total

b1 b2 b3

kontekstual a1

11

AB AB12 AB13 A1

Problem

solving a2 AB21 AB22 AB23 A2

konvensional a3

31

AB AB32 AB33 A3

Total B1 B2 B3 G

Pada analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama, didefinisikan notasi-notasi sebagai berikut:

= = j i ij n N ,

banyaknya seluruh data amatan

=

ij

n banyaknya data amatan pada sel ij

=

h

n rerata harmonik frekuensi seluruh sel =

j i nij

pq , 1 ij k ijk k ijk ij n X X SS 2 2 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − =

= jumlah kuadrat deviasi data amatan pada sel ij


(58)

commit to user

=

ij

AB rerata pada sel ij

=

=

i ij i AB

A jumlah rerata pada baris ke-i

=

=

j ij j AB

B jumlah rerata pada baris ke-j

= =

j i ij AB G ,

jumlah rerata semua sel

Untuk memudahkan perhitungan, didefinisikan besaran-besaran (1), (2), (3), (4), dan (5) sebagai berikut:

( )

pq G2

1 =

( )

=

j j p B 2 4

( )

=

j i ij SS ,

2

( )

=

j i ij AB , 2 5

( )

=

i i q A2 3

b) Jumlah Kuadrat

( ) ( )

{

3 − 1

}

=nh

JKA

( ) ( )

{

4 − 1

}

=nh

JKB

( ) ( ) ( ) ( )

{

1 + 5 − 3 − 4

}

=nh

JKAB

( )

2

= JKG JKG JKAB JKB JKA

JKT = + + +

Dimana:

JKA = Jumlah Kuadrat Baris


(59)

JKA B = Jumlah Kuadrat Interaksi

JKG = Jumlah Kuadrat Galat

JKT = Jumlah Kuadrat Total

c) Derajat Kebebasan

1 − = p dkA 1 − =q dkB

(

−1

)(

−1

)

= − − +1

= p q pq p q

dkAB

(

n

)

N pq

dkG

ij

ij − = −

=

1

1

=N

dkT

d) Rerata Kuadrat

dkA JKA RKA= dkAB JKAB RKAB= dkB JKB RKB= dkG JKG RKG = Statistik uji RKG RKA

Fa =

RKG RKB

Fb =

RKG RKAB

Fab =

e) Daerah Kritik

i. Daerah kritik untuk adalah DK=

{

Fa/Fa >Fα;p−1,Npq

}

ii. Daerah kritik untuk adalah DK=

{

Fb/Fb >Fα;q−1,Npq

}


(60)

commit to user

iii. Daerah kritik untuk adalah DK=

( )( )

{

Fab/Fab >Fα;p−1 q−1Npq

}

f) Keputusan Uji

0

H ditolak apabila harga statistik yang bersesuaian melebihi

harga daerah kritiknya. Harga kritik tersebut diperoleh dari tabel distribusi F pada tingkat signifikasi

α

.

g) Rangkuman Analisis

Tabel 3.4

Rangkuman Anava Dua Jalan Sel Tak Sama

Sumber variansi

dk JK RK Statistik uji Ftabel

A (baris) p-1 JKA RKA=JKA/dkA Fa=RKA/RKG F*

B (kolom) q-1 JKB RKB=JKB/dkB Fb=RKB/RKG F*

AB (interaksi)

(p-1)(q-1) JKAB RKAB=JKAB/dkAB Fab=RKAB/RKG F*

G (galat) N-pq JKG RKG=JKG/dkG -

Total N-1 JKT - -

Keterangan: untuk N > 120, Nilai Ftabel (F*) diperoleh dari software

Minitab agar perhitungan lebih akurat. h) Kesimpulan Uji Hipotesis

(Budiyono, 2009: 229-231)

b. Tahap 2 (Uji Komparasi Ganda)

Untuk mengetahui perbedaan rerata setiap pasangan baris, setiap pasangan kolom dan setiap pasangan sel pada baris dan kolom yang sama dilakukan uji komparasi ganda dengan menggunakan metode Scheffe.


(61)

Adapun langkah-langkah untuk melakukan uji Scheffe adalah sebagai berikut:

1) Identifikasi semua pasangan komparasi.

2) Menentukan hipotesis yang bersesuaian dengan komparasi. 3) Mencari harga statistik uji F antara lain:

a) Komparasi rerata antar baris

(

)

⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + − = ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ − ⋅ j i j i j i n n RKG X X F 1 1 2

b) Komparasi rerata antar kolom

(

)

⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + − = ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ − ⋅ j i j i j i n n RKG X X F 1 1 2

c) Komparasi rerata antar sel pada kolom yang sama

(

)

⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + − = − kj ij kj ij kj ij n n RKG X X F 1 1 2

d) Komparasi rerata antar sel pada baris yang sama

(

)

⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + − = − ik ij ik ij ik ij n n RKG X X F 1 1 2 Keterangan: = ⋅ − ⋅ j i


(62)

commit to user

=

⋅ − ⋅i j

F nilai Fobspada pembandingan kolom ke-i dan kolom

ke-j =

−kj ij

F nilai Fobspada pembandingan rerata pada sel ke-ij dan

rerata pada sel ke-kj =

i

X rerata pada baris ke-i =

j

X rerata pada baris ke-j =

i

X rerata pada kolom ke-i

= ⋅j

X rerata pada kolom ke-j

RKG = rerata kuadrat galat yang diperoleh dari perhitungan analisis variansi.

=

i

n ukuran sampel baris ke-i

=

j

n ukuran sampel baris ke-j

=

⋅i

n ukuran sampel kolom ke-i

=

j

n ukuran sampel kolom ke-j

=

ij

n ukuran sampel sel ij

=

kj

n ukuran sampel sel kj

=

ik

n ukuran sampel sel ik

4) Menentukan daerah kritik (DK) dengan menggunakan rumus

sebagai berikut:

(

)

{

i j i j p N pq

}

j

i F F q F

DK = / > −1 α; 1,

(

)

{

i j i j q N pq

}

j

i F F q F


(63)

(

)

{

ij kj ij kj pq N pq

}

kj

ij F F pq F

DK = / > −1 α; 1,

(

)

{

ij ik ij ik pq N pq

}

ik

ij F F pq F

DK = / > −1 α; 1,

5) Menentukan keputusan uji (beda rerata) untuk setiap pasangan

komparasi rerata atau H0ditolak jika FDK. 6) Menentukan kesimpulan dari uji yang sudah ada.


(1)

commit to user

Tidak terdapatnya interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan motivasi belajar matematika siswa kemungkinan disebabkan oleh keterbatasan penelitian ini yang tidak mampu mengontrol variabel-variabel lain diluar motivasi belajar siswa, antara lain dalam pengisian angket yang kurang jujur dimungkinkan menjadikan data motivasi belajar yang kurang akurat, sehingga motivasi siswa dalam penelitian ini tidak sesuai dengan karakter motivasi belajar siswa. Oleh karena itu, pendekatan pembelajaran tidak bergantung pada motivasi belajar siswa.

                             


(2)

commit to user

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Kesimpulan Penelitian

Penarikan kesimpulan dalam suatu penelitian merupakan hal yang penting untuk menggambarkan apa yang telah diteliti dan menggambarkan hasil dari suatu penelitian beserta kajiannya. Berdasarkan hasil analisis yang telah dituliskan pada BAB IV, maka dapat ditarik kesimpulan pada siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Kunduran Blora adalah sebagai berikut:

1. Prestasi belajar matematika siswa kelas V SD dengan menggunakan

pendekatan pembelajaran kontekstual lebih baik dibanding dengan

menggunakan pendekatan pembelajaran problem solving, model

pembelajaran kontekstual memberikan prestasi yang lebih baik dibanding dengan menggunakan pembelajaran konvensional dan pendekatan pembelajaran problem solving memberikan prestasi yang sama dengan menggunakan pembelajaran konvensional.

2. Prestasi belajar matematika siswa kelas V SD tidak dipengaruhi oleh motivasi belajar siswa.

3. Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan motivasi belajar matematika siswa kelas V SD. Sehingga pada pendekatan pembelajaran kontekstual menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik

daripada problem solving dan konvensional, sedangkan pendekatan


(3)

commit to user

dengan konvensional untuk setiap kategori motivasi belajar pada pokok bahasan Operasi Bilangan Bulat.

B. Implikasi Hasil Penelitian

Berdasarkan pada landasan teori dan kesimpulan pada hasil penelitian ini, penulis akan menyampaikan implikasi yang berguna secara teoritis maupun praktis dalam upaya meningkatkan prestasi belajar matematika siswa.

1. Implikasi Teoritis

Dari kesimpulan telah dinyatakan bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar matematika siswa pada materi Operasi Bilangan Bulat

dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual, problem

solving dan konvensional. Hal ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk mengembangkan pendekatan pembelajaran matematika pada materi pokok Operasi Bilangan Bulat pada khususnya dan materi pokok lainnya pada umumnya. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian secara teoritis untuk memilih dan mempersiapkan pendekatan pembelajaran matematika yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Ditinjau dari hasil rata-rata prestasi belajar matematika siswa dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual lebih baik dibanding menggunakan pendekatan pembelajaran problem solving dan konvensional, dan pendekatan pembelajaran problem solving sama dengan konvensional. Sehingga secara teoritis dapat dijadikan sebagai salah satu


(4)

acuan untuk meningkatkan prestasi belajar matematika siswa. Dengan demikian secara teoritis untuk meningkatkan prestasi belajar matematika siswa dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan pembelajaran yang menekankan pada pembelajaran yang dikaitakan dengan kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan hasil pengamatan dalam proses pembelajaran terhadap siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual dalam meningkatkan aktifitas belajar siswa selama proses pembelajaran matematika berlangsung, baik aktifitas siswa secara individu maupun aktifitas siswa dalam berkelompok. Pada kelompok terjadi diskusi antar siswa maupun guru dalam menjelaskan materi, mengerjakan soal latihan ataupun tugas yang dikaitakan dengan kehidupan nyata. Dengan demikian secara teoritis penelitian ini dapat dijadikan salah satu acuan untuk meningkatkan aktifitas siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual.

2. Implikasi Praktis

Dari uraian pada implikasi teoritis, bahwa proses belajar mengajar matematika membutuhkan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan aktifitas siswa dan tidak memberi kesan menjenuhkan. Pembelajaran dengan cara mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari seperti pendekatan pembelajaran kontekstual akan memberi kesempatan yang luas bagi siswa siswa untuk dapat berpikir secara logis


(5)

commit to user

mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda.

C. Saran

Dalam penelitian ini memberikan suatu pemikiran yang berhubungan dengan peningkatan prestasi belajar matematika disarankan:

1. Kepada Guru

a. Diharapkan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran matematika,

guru lebih banyak melibatkan keaktifan siswa dan guru hanya sebagai motivator dan fasilitator saja.

b. Dalam menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual maupun

problem solving, guru diharapkan sebelumnya mempersiapkan dengan sebaik-baiknya, agar proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik dan lancar sesuai dengan skenario pembelajaran sehingga dapat mecapai tujuan yang diharapkan.

c. Hendaknya guru matematika mau mencoba menggunakan pendekatan

pembelajaran kontekstual dan problem solving untuk mengajarkan materi pelajaran yang sesuai, dan mau melakukan koreksi serta refleksi untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

d. Hendaknya guru matematika menggunakan pendekatan kontekstual dan problem solving secara menarik, agar motivasi siswa untuk mengikuti pembelajaran matematika lebih baik.


(6)

2. Kepada Kepala Sekolah

a. Diharapkan kepala sekolah menyarankan kepada guru matematika

khususnya dan guru mata pelajaran lainnya agar dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dapat memilih pendekatan pembelajaran yang sesuai untuk memperoleh hasil yang lebih baik, misalnya pendekatan pembelajaran kontekstual dan problem soving.

b. Diharapkan kepala sekolah memberikan dorongan maupun memotivasi

para guru untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran yang bervariasi dan inovatif.

c. Mengirimkan penataran atau pembinaan guru yang berkaitan dengan

pembelajaran.

d. Sekolah diharapkan menyediakan sarana dan prasarana yang cukup

sesuai dengan kebutuhan guru. 3. Para Peneliti/Calon Peneliti

Penulis berharap agar para peneliti atau calon peneliti dapat meneruskan atau mengembangkan penelitian ini untuk variabel-variabel yang sejenis yang masih bayak jumlahnya, seperti model pembelajran problem possing, RME, inquiry, dan lain sebagainya untuk meningkatkan prestasi belajar matematika siswa.


Dokumen yang terkait

EKSPERIMEN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DAN PENDEKATAN SAINTIFIK Eksperimen Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Kontekstual dan Pendekatan Saintifik Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Motivasi Siswa Kelas VIII

0 2 16

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN METODE PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DAN PROBING Eksperimentasi Pembelajaran Matematika Dengan Metode Pembelajaran Problem Solving dan Probing Prompting Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Tingkat

0 3 17

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN METODE PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DAN PROBING Eksperimentasi Pembelajaran Matematika Dengan Metode Pembelajaran Problem Solving dan Probing Prompting Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Tingkat

0 4 16

EKSPERIMEN PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PROBLEM Eksperimen Pembelajaran Matematika Melalui Problem Solving Learning Dan Problem Posing Learning Ditinjau Dari Motivasi Siswa Terhadap Prestasi Belajar (Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Colomadu Tahun Aj

0 3 17

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR DITINJAU DARI KEAKTIFAN DAN Eksperimentasi Pembelajaran Problem Solving Terhadap Hasil Belajar Ditinjau Dari Keaktifan Dan Kemandirian Siswa Kelas X Sma Negeri 1 Susukan.

0 4 12

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR DITINJAU DARI KEAKTIFAN DAN Eksperimentasi Pembelajaran Problem Solving Terhadap Hasil Belajar Ditinjau Dari Keaktifan Dan Kemandirian Siswa Kelas X Sma Negeri 1 Susukan.

0 3 18

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI STRATEGI PROBLEM POSING DITINJAU DARI EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI STRATEGI PROBLEM POSING DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA (Pada Siswa Kelas VII Semester Gasal SMP Negeri 4 Delanggu T

0 0 16

PENDAHULUAN EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI STRATEGI PROBLEM POSING DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA (Pada Siswa Kelas VII Semester Gasal SMP Negeri 4 Delanggu Tahun Ajaran 2010/2011).

0 0 7

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PROBLEM SOLVING PADA POKOK BAHASAN PECAHAN DITINJAU DARI MINAT BELAJAR SISWA.

0 1 19

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DAN PROBLEM POSING BERBANTUAN ALAT PERAGA DITINJAU DARI KREATIVITAS BELAJAR SISWA.

0 0 10