KEBERHASILAN PROGRAM URBAN FARMING DI KOTA SURABAYA.

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Program Studi Agribisnis

untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pertanian

Oleh :

FIRDAUS HARAHAP

NPM : 0824010012

K e p a d a

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

“VETERAN” JAWA

TIMUR

S U R A B A Y A


(2)

(3)

Dengan mengucapkan puji syukuratas kehadirat Tuhan Yang MahaKuasa yang telah memberikan berkat dan kasih-Nya,sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul“KEBERHASILAN PROGRAM URBAN FARMING DI KOTA SURABAYA”.

Penyusunan

skripsi

ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat penyusunan skripsi strata-1 diJurusan Agribisnis di Fakultas Pertanian UPN

“Veteran” Jawa Timur.

Penulis sangat menyadari bahwa segala keberhasilan dan kesuksesan tidak terlepas dari tuntunan Tuhan dan juga tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :Dr. Ir. Endang Yektiningsih, MP selaku dosen pembimbing utama begitu juga kepada : Dr.Ir. Sumartono, SU selaku dosen pembimbing pendamping yang telah banyak memberikan pengarahan, motivasi, masukan serta meluangkan waktu dan tenaganya dengan penuh kesabaran dan keikhlasan untuk membimbing penulis hingga mampu menyelesaikan skripsi ini.

Terimakasih juga kepada sahabat-sahabatku serta teman-teman Jurusan Agribisnis 2008, serta semua pihak baik dari kelompok tani di Kecamatan Semampir yang telah mengizinkan serta menerima penulis untuk melakukan penelitian,begitu juga kepada tim dosen penguji, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan koreksi dan masukan yang sangat membantu peneliti menjadikan proposal penelitian ini layak untuk dijadikan alat penelitian atau skripsi, tak lupa juga kepada semua dosen Fakultas Pertanian khususnya Program Studi Agribisnis yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.


(4)

Surabaya, Juni2014

Penulis dilanjutkan dalam menyusun skripsi strata-1 dengan sebaik-baiknya.


(5)

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu ... 6

2.2 Urban Farming ... 7

2.1.1 Pengertian ... 7

2.2.2 Sejarah ... 9

2.2.3 Penerapan ... 11

2.3 Landasan Teori ... 16

2.3.1 Pengertian Kelompok Tani ... 16

2.3.2 Ciri Ciri Kelompok Tani ... 19

2.3.3 Unsur Pengikat Kelompok Tani ... 19

2.3.4 Fungsi Kelompok Tani ... 20

2.3.5 Analisis Regresi Linear Berganda ... 21

2.3.6 Analisis Crosstab ... 23


(6)

3.2 Penentuan Populasi Dan Sampel ... 28

3.3 Pengumpulan Data ... 29

3.5 Analisis Data ... 29

3.4 Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel ... 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kota Surabaya ... 35

4.1.1 Geografis Kota Surabaya ... 36

4.1.2 Demografis Kota Surabaya ... 39

4.1.2 Ekonomis Kota Surabaya ... 43

4.2 Gambaran Umum Program Urban Farming di Kota Surabaya ... 45

4.3 Kelompok Tani di Kecamatan Semampir Kelurahan Ujung Kota Surabaya ... 46

4.4 Karakteristik Kelompok Tani di Kecamatan Semampir Kelurahan Ujung ... 48

4.3.1 Karakteristik Anggota Kelompok Tani Berdasarkan Usia ... 48

4.3.2 Karakteristik Anggota Kelompok Tani Berdasarkan Pendidikan ... 49

4.3.3 Karakteristik Anggota Kelompok Tani Berdasarkan Jenis Kelamin ... 51

4.3.4 Karakteristik Anggota Kelompok Tani Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga ... 51

4.3.5 Karakteristik Anggota Kelompok Tani Berdasarkan Pendapatan ... 52

4.3.6 Karakteristik Anggota Kelompok Tani Berdasarkan Lama Mengikuti Urban Farming ... 54

4.3.7 Karakteristik Anggota Kelompok Tani Berdasarkan Lama Pengalaman Bertani ... 55


(7)

4.3.9 Karakteristik Anggota Kelompok Tani Berdasarkan

Lama Menjadi Kelompok Tani ... 57

4.3.10 Karakteristik Anggota Kelompok Tani Berdasarkan Pekerjaan ... 58

4.3.11 Karakteristik Anggota Kelompok Tani Berdasarkan Pengeluaran Rumah Tangga ... 60

4.3.12 Karakteristik Anggota Kelompok Tani Berdasarkan Pertimbangan dalam Mengikuti program Urban Farming ... 61

4.5 PelaksanaanProgram Urban Farming di Kecamatan Semampir ... 62

4.6 Hubungan Antara Varabel keberhasilan Program Urban Farming dengan Variabel Pengetahuan (X1), Ketrampilan (X2), dan Frekuensi Mengikuti Penyuluhan (X3) dengan Variabel keberhasilan program Urban Farming (Y) ... 66

4.6.1 Hubungan Antara Variabel Pengetahuan (x1) dengan Variabel Keberhasilan Program Urban Farming (Y) ... 67

4.6.2 Hubungan Antara Variabel Ketrampilan (x2) dengan Variabel Keberhasilan Program Urban Farming (Y) ... 69

4.6.3 Hubungan Antara Variabel Frekuensi Mengikuti Penyuluhan (x3) dengan Variabel Keberhasilan Program Urban Farming (Y) ... 71

4.7 Uji Normalitas ... 72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 75

5.2 Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 78


(8)

Firdaus Harahap 1) Endang Yektiningsih 2) Sumartono Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian

UPN “Veteran” Jawa Timur ABSTRAK

Negara Indonesia adalah termasuk negara berkembang, pada negara berkembang banyak yang harus dilakukan dan diperhatikan dengan fokus oleh pemerintah dalam melakukan pengembangan dan perwujudan dalam mencapai suatu negara yang lebih maju. Kota Surabaya adalah kota terbesar kedua setelah Jakarta yang merupakan Ibukota negara Indonesia. Urban farming adalah suatu aktivitas pertanian di dalam atau di sekitar perkotaan yang melibatkan ketrampilan, keahlian dan inovasi dalam budidaya dan pengolahan makanan. Di Surabaya, gerakan urban farming yang dibangun berdasarkan ide dan inovasi warga kota, serta didukung pemerintah yang diharapkan memberikan kontribusi positif.

Tujuan dari penelitian ini adalah Mengidentifikasi karakteristik kelompok tani yang mendukung program Urban Farming di Kota Surabaya. Mengidentifikasi pelaksanaan Urban Farming. Menganalisis pengaruh hubungan antara keberhasilan program Urban Farming.Penelitian ini dilaksanakan di PT. Rolas Nusantara Mandiri Surabaya dengan dengan obyek penelitian pemasaran kopi produksi PT. Rolas Nusantara Mandiri Surabaya.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dengan alat analisis Crosstab. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Sedangkan metode penentuan sampel yang digunakan adalah purposive sampling.

Adapun hasil dari penelitian ini menggunakan analisis crosstab antara varabel pengetahuan (X1) dengan varabel keberhasilan program urban farming (Y) yaitu terdapat kecenderungan anggota kelompok tani yang memiliki ketrampilan kategori 3 atau bisa dikatakan sangat terampil memiliki keberhasilan sebesar 97,5 %. Antara varabel ketrampilan (X2) dengan variabel keberhasilan program urban farming (Y) yaitu terdapat kecenderungan anggota kelompok tani yang memiliki pengetahuan kategori 3 atau bisa dikatakan sangat memiliki pengetahuan memiliki keberhasilan sebesar 85 %. Antara variabel frekuensi mengikuti penyuluhan (X3) dengan variabel keberhasilan program urban farming (Y) yaitu terdapat kecenderungan anggota kelompok tani yang memiliki frekuensi mengikuti penyuluhan kategori 3 atau bisa dikatakan sangat sering mengikuti penyuluhan memiliki keberhasilan sebesar 82,5 %

Kata Kunci :Kota Surabaya. Urban Farming. Keberhasilan Program Urban Farming


(9)

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia adalah termasuk negara berkembang, pada negara berkembang banyak yang harus dilakukan dan diperhatikan dengan fokus oleh pemerintah dalam melakukan pengembangan dan perwujudan dalam mencapai suatu negara yang lebih maju. Dari upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk membangun suatu negara yang lebih maju seperti dengan lebih memperhatikan masalah pembangunan suatu negara seperti halnya masalah kemiskinan, masalah distribusi pendapat, masalah pembangunan manusia, masalah utang luar negeri dan banyak lagi masalah yang bisa menghambat kemajuan suatu negara berkembang.

Kota Surabaya adalah kota terbesar kedua setelah Jakarta yang merupakan Ibukota negara Indonesia, semakin besar kota tersebut semakin banyak masalah yang sangat signifikan yang bisa dan akan menghambat jalannya pertumbuhan ekonomi. Seperti halnya masalah penduduk yang menganggur akibat dari jumlah penduduk yang sangat melonjak tinggi dan melonjaknya angka kelahiran yang ada di Kota Surabaya tidak seimbang dengan jumlah lapangan kerja yang berada di Kota Surabaya tersebut. Dengan melonjaknya angka kelahiran yang ada pada Kota Surabaya tersebut semakin banyaknya masalah yang bisa menghambat suatu pembangunan perekonomian yang berhubungan langsung atau secara tidak langsung dengan masalah kemiskinan yang terjadi pada daerah tersebut.

Kota Surabaya merupakan Kota besar kedua setelah Jakarta. Tahun demi tahun perkembang Kota Surabaya semakin pesat, ciri khas Kota besar selama ini identik dengan gedung-gedung yang menjulang tinggi. Seiring maraknya pembangunan gedung tinggi di Surabaya berdampak pada berkurangnya lahan


(10)

untuk bercocok tanam. Sempitnya lahan tidak menjadikan penghalang untuk tidak bercocok tanam. Sebagai kota terbesar kedua, perkembangan Surabaya semakin pesat. Ciri khas kota besar selama in identik dengan hutan beton alias gedung-gedung pencakar langit. Seiring maraknya pembangunan gedung dan perumahan di Surabaya berdampak pada kurangnya lahan untuk bercocok tanam. Namun, sempitnya lahan tidak menjadikan pengahalang untuk tidak bercocok tanam. Dinas pertanian kota Surabaya mengungkapkan saat ini lahan pertanian tinggal 1.200 hektar, sedangkan lahan pekarangan masih cukup luas yakni Sekitar 13.000 hektar. (Yulian 2010).

Kota Surabaya memiliki luas wilayah sebesar 374,36 km2. Wilayah Kota Surabaya dibagi dalam 31 kecamatan dan 163 kelurahan. Surabaya berada pada dataran rendah, ketinggian antara 3 – 6 m di atas permukaan laut kecuali di bagian Selatan terdapat 2 bukti landai yaitu di daerah Lidah dan Gayungan ketinggiannya antara 25 – 50 m diatas permukaan laut dan di bagian barat sedikit bergelombang. Surabaya terdapat muara Kali Mas, yakni satu dari dua pecahan Sungai Brantas. Sesuai dengan visi Kota Surabaya cerdas dan peduli, Dinas Pertanian Kota Surabaya melihat kondisi masyarakat pertanian di Surabaya yang sebagian besar merupakan buruh tani. Merasa perlu melakukan suatu perubahan suatu perubahan yang signifikan.

Urban farming adalah suatu aktivitas pertanian di dalam atau di sekitar perkotaan yang melibatkan ketrampilan, keahlian dan inovasi dalam budidaya dan pengolahan makanan. Hal utama yang menyebabkan munculnya aktivitas ini adalah upaya memberikan kontribusi pada ketahanan pangan, menambah penghasilan masyarakat sekitar juga sebagai sarana rekreasi dan hobi (Enciety, 2011).

Di Surabaya, gerakan urban farming yang dibangun berdasarkan ide dan inovasi warga kota, serta didukung pemerintah yang diharapkan memberikan


(11)

kontribusi positif, seperti meningkatkan jumlah variasi makanan yang tersedia dan memungkinkan sayuran, buah-buahan segar diproduksi di kota.

Konsep Urban Farming (Pertanian Perkotaan) merupakan suau konsep kegiatan pertanian yang tidak membutuhkan lahan luas. Konsep ini merupakan salah satu alternatif yang dilakukan Pemerintah Kota Surabaya. Tanaman yang biasa ditanam dalam program ini meliputi dari tanaman hias, tanaman sayuran, tanaman obat keluarga (toga), dan tanaman buah.

Menurut definisi Badan Pusat Statisik, sektor pertanian adalah salah satu sektor dari sembilan sector lapangan usaha lainnya dalam penghitungan produk domestik regional bruto (PDRB) yang penyajiannya dibedakan dalam 9 sektor meliputi Sektor Pertanian, Sektor Pertambangan dan Penggalian, Sektor Industri Pengolahan, SektorListrik, Gas, dan Air Bersih, Sektor Konstruksi, Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran, Sektor Angkutan dan Komunikasi, Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan.

Berdasarkan definisi BPS tersebut, Sektor pertanian terdiri dari 5 subsektor meliputi Subsektor Tanaman Bahan Makanan (Tabama), Subsektor Perkebunan, Subsektor Peternakan, Subsektor Kehutanan, dan Subsektor Perikanan. Subsektor tanaman bahan makanan mencakup komoditi tanaman bahan makanan seperti padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, kacang kedele, sayur-sayuran, buah-buahan, kentang, kacang hijau, tanaman pangan lainnya, dan hasil produk ikutannya. Termasuk pula di sini hasil dari pengolahan yang dilakukan secara sederhana oleh petani yang bersangkutan seperti beras tumbuk, gaplek, dan sagu. Termasuk dalam kategori di sini adalah usaha tanaman hias.

Studi mengenai pertanian kota pada saat ini berkembang cukup pesat khususnya yang ada kaitannya dengan permasalahan kesehatan masyarakat,


(12)

serta untuk mengantisipasi permasalahan ketahanan pangan, banjir, penurunan panas kota, efisiensi energi, kualitas udara, perubahan iklim, hilangnya habitat, dan pencegahan kejahatan (Mazeereuw, 2005).

1.2 Rumusan Masalah

Penduduk di kota Surabaya setiap tahun semakin bertambah, bisa dlihat dari semakin banyaknya pembangunan perumahan baru yang bahkan sampai pinggiran kota. Hal tersebut yang mengakibatkan semakin sempitnya lahan di kota Surabaya, padahal perluasan lahan untuk pertanian sudah tidak memungkinkan lagi.

Urban Farming yang ada di kota Surabaya saat ini kurang berjalan dengan baik dikarenakan beberapa faktor antar lain Keterampilan, Pengetahuan, frekuensi mengikuti penyuluhan.

Berdasarkan uraian diatas ada permasalahan yang cukup menarik untuk dikaji adalah :

1. Bagaimana karakteristik kelompok tani yang mendukung program Urban

Farming di Kota Surabaya?

2. Bagaimana pelaksanaan Urban Farming ?

3. Faktor apakah yang mempengaruhi kelompok tani dalam mendukung keberhasilan program Urban Farming?

1.3 Tujuan

Setelah mengetahui permasalahan yang ada, maka selanjutnya dapat dibuat tujuan penelitian yang meliputi :

1. Mengidentifikasi karakteristik kelompok tani yang mendukung program

Urban Farming di Kota Surabaya.


(13)

3. Menganalisis faktor yang mempengaruhi keberhasilan program Urban Farming.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penlitian ini adalah:

1. Penulis berharap dapat memberikan sumbangan pemikirannya bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta dapat menjadi bahan studi perbandingan bagi penulis dimasa yang akan datang.

2. Penerapan dan perbandingan teori-teori yang pernah penulis terima dibangku kuliah terhadap kenyataan yang sebenarnya.

3. Menambah bahan pustaka (literature) di perpustakaan.

4. Menjadi sumber pendukung bagi perusahaan sebagai bahan pertimbangan bagaimana program Urban Farming di Kota Surabaya.


(14)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Bagian Kesejahteraan Rakyat Pemerintah Kota Surabaya (2010) berjudul Evaluasi Pelaksanaan Urban Farming dapat dibuat kesimpulan pelaksanaan urban farming bermanfaat bagi masyarakat. Tingkat keberhasilan juga ditandai dengan keberhasilan panen yang mencapai 64,7% . Pemanfaatan 38,3% hasil panen dikonsumsi sendiri, 2,3% dijual, serta kombinasi dijual dan dikonsumsi sendiri mencapai 38,3%. Meski urban farming tidak ditujukan untuk produksi masal namun dari program tersebut telah menghasilkan/memberi tambahan pendapatan rata-rata >Rp. 90.000 (26,3%) dan rata-rata tambahan pendapatan <Rp. 10.000 (24,1 %) setiap panen.

Penelitian oleh Jaegopal Hutapea dan Ali Zum Mashar (2009), dengan judul Ketahanan Pangan dan Teknologi Produktivitas Menuju Kemandirian Pertanian Indonesia dapat disimpulkan :

1. Laju pertumbuhan produksi pangan nasional dalam dasa warsa terakhir rata-rata cenderung terus menurun sedangkan laju pertumbuhan jumlah penduduk terus meningkat yang berarti semakin meningkat ketergantungan pangan nasional pada impor merupakan bahaya laten bagi kemandirian dan ketahanan pangan nasional.

2. Produksi pangan yang terus menurun lebih disebabkan karena: produktivitas hasil budi daya petani rata-rata masih rendah dan perluasan areal lahan pertanian stagnan serta lahan yang ada cenderung menurun kualitasnya sehingga perlu upaya mengatasi permasalahan tersebut dengan terobosan yang konstruktif dalam produktivitas dan perluasan lahan.


(15)

Hasil penelitian dari Muhtar Sarman (2011) dengan judul Program Pengentasan Kemiskinan menyebutkan bahwa terdapat empat pokok masalah yang dihadapi dalam program pengentasan kemiskinan yakni: Pertama, penentuan kelompok sasaran program masih sangat dipengaruhi oleh vested interest dari aparat pemerintah. Kedua pilihan usaha yang dikembangkan oleh kelompok cenderung hanya terbatas pada jenis usaha telah dikenali dan tanpa melihat prospek usaha maupun pasar. Ketiga, tidak ada cara untuk mengantisipasi kasus kegagalan usaha yang dialami oleh anggota pokmas. Keempat peran pendamping pokmas yang tidak maksimal.

2.2 Urban Farming

Urban Farming adalah kegiatan pertanian yang dilakukan dengan

memanfaatkan lahan di perkotaan.Kegiatan Urban Farming mencakup kegiatan produksi, distribusi, hingga pemasaran produk-produk pertanian yang dihasilkan. Umumnya Urban Farming dilakukan sebagai kegiatan untuk menghasilkan pendapatan bagi petani, meski di beberapa tempat Urban Farming juga dilakukan sebagai kegiatan rekreasional saja.

2.2.1 Pengertian

Urban farming adalah suatu aktivitas pertanian di dalam atau di sekitar perkotaan yang melibatkan ketrampilan, keahlian dan inovasi dalam budidaya dan pengolahan makanan.Hal utama yang menyebabkan munculnya aktivitas ini adalah upaya memberikan kontribusi pada ketahanan pangan, menambah penghasilan masyarakat sekitar juga sebagai sarana rekreasi dan hobi (anonymus.2011).

Definisi Urban Farming sendiri menurut Balkey Mailkey (2010) adalah Rantai industri yang memproduksi, memproses dan menjual makanan dan energi untuk


(16)

memenuhi kebutuhan konsumen kota. Semua kegiatan dilakukan dengan metoda using dan re-using sumber alam dan Limbah perkotaan.

Pertanian kota atau yang saat ini lebih dikenal dengan sebutan Urban

farming adalah praktek pertanian (meliputi kegiatan tanaman pangan,

peternakan, perikanan, kehutanan) di dalam atau di pinggir kota. Urban farming juga dapat dikatakan sebagai aktifitas pertanian di dalam atau di sekitar kota yang melibatkan ketrampilan, keahlian, dan inovasi dalam budidaya pengolahan makanan bagi masyarakat (keluarga miskin) melalui pemanfaatan pekarangan, lahan-lahan kosong guna menambah gizi, meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan keluarga serta memotivasi keluarga miskin untuk membentuk suatu kelompok pertanian guna untuk membangun dirinya sendiri agar lebih mandiri dan maju di Kota Surabaya. Kegiatan dimaksud merupakan salah satu proyek yang bersifat spesifik dalam memacu peningkatan taraf hidup masyarakat miskin.

Berdasarkan dari Buku Petunjuk Pelaksanaan Program Urban Farming tahun 2012 Kota Surabaya, tujuan dari program ini yakni :

1. Mengurangi kemiskinan melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha budidaya sayuran disesuaikan dengan potensi yang ada di wilayahnya.

2. Mengoptimalkan pemanfaatan lahan sempit di perkotaan.

3. Mengembangkan dan memperluas kesempatan berusaha dan

kesempatan kerja produktif, serta kepentingan pembelajaran bagi masyarakat miskin.

4. Mengembangkan pola pembinaan yang partisipatif dan berkelanjutan dalam memberdayakan masyarakat Gakin, dalam upaya perbaikan gizi


(17)

buruk sekaligus dapat meningkatkan pendapatan keluarga secara mandiri.

5. Pembelajaran dan peningkatan SDM di bidang Pertanian.

Dalam Buku Petunjuk Pelaksanaan Program Urban Farming 2012 Kota Surabaya terdapat beberapa manfaat dari Program Urban Farming. Menurut Buku tersebut manfaat dari urban farming yakni: (1) Urban Farming memberikan kontribusi penyelamatan lingkungan dengan pengelolaan sampah Reuse dan Recyde, (2) Membantu menciptakan kota yang bersih dengan pelaksaan 3 R (reuse, reduse, recyde) untuk pengelolaan sampah kota,(3) Dapat menghasilkan 0² dan meningkatkan kualitas lingkungan kota, (4) Meningkatkan Estetika Kota,(5) Menjadi penghasilan tambahan penduduk kota.

Menurut Buku Pelaksanaan urban farming tahun 2012 Kota Surabaya, terdapat model-model dari urban farming. Model-model urban farming tersebut yaitu :

1. Memanfaatkan lahan tidur dan lahan kritis.

2. Memanfaatkan Ruang Terbuka Hijau (Privat dan Publik). 3. Mengoptimalkan kebun sekitar rumah.

4. Menggunakan ruang (vertikultur).

2.2.2 Sejarah

Urban Farming sudah ada sejak zaman dulu di Persia, tepatnya di Machu Pichu di mana sampah-sampah rumah tangga dikumpulkan menjadi satu dan dijadikan pupuk. Air yang telah digunakan masyarakat dikumpulkan menjadi sumber pengairan melalui sistem drainase yang telah dirancang khusus oleh para arsitek kota di masa itu. Pada Perang Dunia II di Amerika dicanangkan


(18)

program tersebut pemerintah Amerika Serikat mampu menyediakan 40% kebutuhan pangan warganya pada waktu itu(Martin).

Perhatian akan manfaat Urban Farming menjadi berkembang ketika masyarakat di berbagai belahan dunia menyadari bahwa semakin hari pertumbuhan penduduk semakin besar dan kebutuhan akan makanan bertambah sementara luas lahan pertanian semakin berkurang. Maka mulailah lahan-lahan kosong di daerah perkotaan dipakai sebagai tempat untuk bercocok tanam. Mulai dari lahan satu meter persegi di depan rumah hingga atap-atap gedung-gedung pencakar langit kini telah mulai dimanfaatkan sebagai tempat untuk melaksanakan kegiatan Urban Farming.

Dengan melakukan kegiatan urban farming banyak manfaat yang bisa didapat, seperti :

1) Membantu peningkatan ketahanan pangan masyarakat karena dengan adanya kegiatan pertanian di lahan perkotaan membantu meningkatkan produksi pertanian yang semakin turun akibat konversi lahan pertanian yang terjadi. Apalagi jika kegiatan Urban Farming dilakukan secara vertikal sehingga tidak membutuhkan banyak lahan tetapi produksi tetap banyak.

2) Membantu upaya pelestarian lingkungan, karena sampah-sampah rumah, tangga masyarakat perkotaan dapat-dijadikan kompos dan digunakan sebagai pupuk untuk bercocok tanam. Selain itu karena produk pertanian yang dihasilkan ada di kota, tidak perlu biaya transportasi untuk mengangkutnya ke pasar sehingga menghemat penggunaan bahan bakar dan mengurangi emisi karbon.


(19)

3) Membantu peningkatan kondisi ekonomi masyarakat. Dengan adanya kegiatan urban farming memberi kesempatan berwirausaha, menambah lapangan pekerjaan baru bagi penduduk perkotaan, serta membantu penyediaan makanan bagi masyarakat miskin perkotaan.

4) Menjembatani perbedaan-perbedaan sosial di masyarakat. Di beberapa negara Urban Farming mampu menjadi kegiatan yang mempersatukan masyarakat perkotaan untuk menciptakan lingkungan dan kualitas hidup bersama yang lebih baik. (Martin Bailkey) .

2.2.3 Penerapan

Di berbagai belahan dunia kegiatan Urban Farming semakin marak, pertama kali muncul di Amerika Serikat kegiatan Urban Farming kini telah ada di negara-negara maju dan berkembang seperti Inggris, China, Jepang, India, Thailand, Mesir, Kuba dan lain sebagainya. Di Indonesia sendiri kegiatan Urban Farming mulai hadir baik dalam skala besar yang terorganisir secara profesional maupun dalam skala kecil yang berbasis perseorangan maupun komunitas lokal.

Urban Farming saat ini dianggap sebagai salah satu solusi untuk menjawab permasalahan global terkait menipisnya persediaan pangan akibat pertumbuhan penduduk dan konversi lahan pertanian yang terjadi. Saya sendiri tertarik untuk mencobanya di depan kos-kosan saya dengan bermodalkan polybag dan lahan seadanya, siapa tahu dari hal kecil ini saya bisa memberi makna yang besar bagi orang-orang di sekitar saya dan turut berperan dalam menjaga ketersediaan pangan global. (Martin Bailkey. 2010).

Perkotaan pertanian umumnya dilakukan untuk menghasilkan pendapatan atau makanan dan kegiatan yang menghasilkan, meskipun dalam beberapa komunitas dorongan utama adalah rekreasi dan relaksasi. Perkotaan pertanian


(20)

memberikan kontribusi untuk keamanan pangan dan keamanan pangan ada dalam dua cara : pertama, meningkatkan jumlah makanan yang tersedia bagi orang yang tinggal di kota, dan kedua, memungkinkan sayuran segar dan buah-buahan dan produk daging yang akan dibuat tersedia untuk konsumen perkotaan. Bentuk umum dan efisien perkotaan pertanian adalah biointensive metode. Karena pertanian perkotaan mempromosikan hemat energi produksi pangan lokal ,perkotaan dan pinggiran kota pertanian umumnya dipandang sebagai pertanian berkelanjutan.

Pengakuan degradasi lingkungan di dalam kota melalui relokasi sumber daya untuk melayani penduduk perkotaan telah mengilhami pelaksanaan skema yang berbeda pertanian perkotaan di seluruh dunia maju dan berkembang. Dari model bersejarah seperti Machu Picchu untuk desain untuk produktif baru pertanian, kota, ide lokasi, pertanian di atau sekitar kota mengambil banyak karakteristik.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pertanian kota (urban agriculture) mengandung arti yaitu suatu aktivitas pertanian yang dapat berupa kegiatan bertani, beternak, perikanan, kehutanan, yang berlokasi di dalam kota atau di pinggiran suatu kota, dengan melakukan proses pengolahan, menghasilkan, dan menjual serta mendistribusikan berbagai macam hasil produk makanan dan non-makanan dengan menggunakan sumber daya manusia dan sumber daya alam (tanah, air, unsur hara, udara dan sinar matahari) serta bertujuan untuk menyediakan dan memenuhi konsumsi produk pangan bagi masyarakat yang tinggal di suatu kota.

Selain itu, karakteristik dari pertanian kota diantaranya adalah kedekatannya dengan pasar, kompetisi tinggi untuk lahan, lahan yang sangat terbatas, menggunakan sumber daya kota seperti sampah organik dan air buangan,


(21)

rendahnya tingkat organisasi petani, mengandalkan produk yang dapat terurai, dan memiliki tingkat spesialisasi yang tinggi.

Berdasarkan literatur, terdapat beberapa peranan dari pertanian kota (urban agriculture) terhadap pertumbuhan dan perkembangan kota, diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Meningkatkan ekonomi lokal dengan menciptakan lapangan pekerjaan baru.

2) Meningkatkan efisiensi biaya transportasi.

3) Penyediaan kebutuhan pangan bagi penduduk kota dan sekitarnya sehingga ketahanan pangan dapat berkelanjutan.

4) Peningkatan taraf hidup masyarakat.

5) Peningkatan pendapatan daerah kota dengan adanya diversifikasi dari kegiatan pertanian, diantaranya kegiatan wisata pertanian, kegiatan pengolahan hasil pertanian dan lain sebagainya.

Berdasarkan pengertian simanjuntak Urban Farming tersebut selain di lakukan di Kota Surabaya adapun program dan kebijakan yang diterapkan dalam pengembangan pertanian kota dapat dilihat di beberapa kota di negara lain yang menggunakan konsep pertanian kota, diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Kota Beijing, China. Kota Beijing menggunakan pertanian kota untuk membantu dalam peningkatan dan keseimbangan sektor ekonomi, keseimbangan sosial, dan perlindungan lingkungan. Kebijakan yang diterapkan pemerintah Kota Beijing dan didukung oleh RUAF China (anggota Jaringan Internasional dari Pusat Penelitian tentang pertanian kota dan Ketahanan Pangan) dalam mengembangkan pertanian kota yaitu penerapan Program Aksi 221 (The 221 Action Program). Terdapat


(22)

dua pilar utama dari program tersebut, yaitu peningkatan kebutuhan kualitas pangan serta perbaikan lahan pertanian dan sumberdaya air di Kota Beijing. Dua pilar tersebut digunakan untuk menggerakkan dua input pendukung yaitu modal dan teknologi serta menciptakan satu kerangka informasi yang digunakan untuk menyebarkan teknologi, pengalaman dan hasil praktik terbaik dari pelaksanaan program tersebut, salah satu bentuknya adalah pembuatan website.

2) Lokal membuat suatu peraturan yaitu kebijakan mengenai penggunaan lahan publik yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian oleh masyarakat. Selain itu, pemerintah kota juga menyediakan beberapa kebutuhan petani kota diantaranya Kota Rosario, Argentina. Kota Rosario menerapkan konsep pertanian kota sebagai tanggapan dari krisis ekonomi yang melanda kotanya. Pada akhir tahun 2001, Negara Argentina mengalami krisis ekonomi dimana terdapat hutang yang besar, produk domestik bruto yang menurun, peningkatan tingkat pengangguran sebesar, 25%, nilai mata uang peso Argentina yang mengalami penurunan sebesar 75%, dan tingkat inflasi yang meningkat. Hal tersebut berdampak juga terhadap perkembangan Kota Rosario, yang merupakan kota terbesar ketiga di Negara Argentina, Dengan kondisi ekonomi yang memburuk, sebagian besar penduduk Kota Rosario mulai melakukan kegiatan pertanian untuk tetap bertahan hidup dengan menyediakan kebutuhan pangan bagi mereka sendiri dan keluarganya. Melihat hal tersebut, pemerintah yaitu peralatan pertanian, benih-benih, dan kebutuhan, penting lainnya yang berkiatan dengan kegiatan pertanian. Dalam mendukung aktivitas pertanian tersebut, pemerintah kota membuat Program Pertanian kota (PAU-Programa de Agricultura Urabana), dimana kebijakan dihasilkan dari, kesepakatan bersama antara petani kota,


(23)

pemetintah kota, tenaga ahli pertanian dan perwakilan dari organisasi non-pemerintah. Program PAU telah membantu para petani kota untuk

mengamankan dan mempertahankan lahan pertanian mereka,

memberikan keuntungan nilai tambah dari produk , pertanian, dan menciptakan market dan sitem pasar baru.

3) Kota Vancouver, Canada. Kota Vancouver terletak pada zona pertanian yang sangat produktif di Negara Kanada, dengan kondisi iklim yang baik untuk pertanian dan kondisi tanah yang subur. Hal itu yang membuat Kota Vancouver merupakan kota yang ideal untuk mengembangkan berbagai macam produk pertanian, diantaranya sayur-sayuran dan buah-buahan. Kebijakan yang telah diterapkan di kota tersebut adalah meningkatkan keberlanjutan pembangunan diantaranya yaitu penerapan konsep pertanian kota. Untuk menciptakan kesatuan konsep antara pertanian kota dalam perencanaan kota dan proses pengembangan kota, pemerintah kota mendirikan Badan Kebijakan Pangan Kota Vancouver (VFPC). Selain itu, VFPC juga melibatkan beberapa kelompok, diantaranya para petani, ahli gizi, penjual bahan pangan dan perwakilan kelompok masyarakat. Peran utama dari badan ini adalah meningkatkan dan mendukung kegiatan dari organisasi lokal, diantaranya dengan melakukan penguatan kelompok komunitas melalui pendidikan dan pelatihan dalam rangka mencapai tujuan dan manfaat dari aspek sosial, lingkungan dan ekonomi dari suatu komunitas.,

4) Kota Kampala, Negara Uganda. Kegiatan pertanian kota di Kota Kampala diperkuat dengan kebijakan kota dengan menyatukan kegiatan pertanian dalam perencanaan kotanya. Penyatuan kebijakan pertanian kota dalam perencanaan kota terkait erat dengan kebijakan politik dari kewenangan pemimpin kota tersebut, yang menyatakan pentingnya pertanian kota


(24)

dalam mendukung ketahanan pangan. Kota ini merupakan salah satu contoh yang menerangkan bahwa penerapan konsep pertanian kota memliki kaitan dengan peran/kewenangan dari pembuat suatu kebijakan atau pemberi keputusan di suatu kota. (Jekson)

2.3 Landasan teori

2.3.1 Pengertian Kelompok Tani

Pada dasarnya pengertian kelompok tani tidak bisa dilepaskan dari pengertian kelompok itu sendiri. Menurut Mulyana (2005) kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu samalain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut. Kelompok pada dasarnya adalah gabungan dua orang atau lebih yang berinteraksi untuk mencapai tujuan bersama, dimana interaksi yang terjadi bersifat relatif tetap dan mempunyai struktur tertentu. Menurut Polak (1976) maksud struktur sebuah kelompok adalah susunan dari pola antar hubungan intern yang agak stabil, yang terdiri atas: (1) suatu rangkaian status-status atau kedudukan kedudukan para anggotanya yang hirarkis; (2) peranan-peranan sosial yang berkaitan dengan status-status itu; (3) unsur-unsur kebudayaan (nilai-nilai), norma-norma, model) yang mempertahankan, membenarkan dan mengagungkan struktur.

Menurut Sukanto (1986) ada beberapa hal yang harus menjadi ciri kelompok yaitu; setiap anggota kelompok harus sadar sebagai bagian dari kelompok ada hubungan timbal balik antara sesama anggota, dan terdapat suatu faktor yang dimiliki bersama oleh para anggota sehingga hubungan diantara mereka semakin kuat. Perry dan Perry (Winardi, 2004) mengemukakan bahwa yang menjadi ciri-ciri suatu kelompok adalah: (1) ada interaksi antar anggota yang berlangsung secara kontinyu untuk waktu yang relatif lama; (2) setiap anggota menyadari


(25)

bahwa ia merupakan bagian dari kelompok, dan sebaliknya kelompoknyapun mengakuinya sebagai anggota; (3) adanya kesepakatan bersama antar anggota mengenai norma-norma yang berlaku, nilai-nilai yang dianut dan tujuan atau kepentingan yang akan dicapai; (4) adanya struktur dalam kelompok, dalam arti para anggota mengetahui adanya hubungan-hubungan antar peranan, norma tugas, hak dan kewajiban yang semuanya tumbuh di dalam kelompok itu.Departemen pertanian RI (1980) memberi batasan bahwa kelompok tani adalah sekumpulan orang-orang tani atau petani, yang terdiri atas petani dewasa pria dan wanita maupun petani taruna atau pemuda tani yang terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama serta berada di lingkungan pengaruh dan pimpinan kontak tani.

Dalam rangka pembangunan sub sektor pertanian, kelompok tani adalah sebagai berikut:

1. Anggota pengurus kelompok tani pertanian, baik yang merupakan kegiatan proyek maupun kegiatan pembangunan swadaya.

2. Merupakan pengorganisasian petani yang mengatur kerjasama dan pembagian tugas anggota maupun pengurus dalam kegiatan usahatani kelompok di hamparan kebun.

3. Besaran kelompok tani disesuaikan dengan jenis usahatani dan kondisi di lapangan, dengan jumlah anggota berkisar 20-30 orang.

4. Keanggotaan kelompok tani bersifat non formal.Pemilihan pengurus tiap kelompok tani dan anggotanya dilakukan secara musyawarah sehingga diperoleh kesepakatan kelompok dan dukungan masyarakat dan instansi terkait. Susunan kepengurusan kelompok tani minimal terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Bendahara serta dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan kelompok.


(26)

Tugas dan Tanggung Jawab Anggota Kelompok Tani

1. Bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan usahatani.

2. Wajib mengikuti dan melaksanakan petunjuk pengurus kelompok tani dan petugas/penyuluh serta kesepakatan yang berlaku.

3. Wajib bekerja sama dan akrab antar sesama anggota, penggurus maupun dengan petugas/penyuluh.

4. Hadir pada pertemuan berkala dan aktif memberikan masukan, saran dan pendapat demi berhasilnya kegiatan usaha tani kelompok.

Tugas dan Tanggung Jawab Pengurus Kelompok Tani.

1. Membina kerjasama dalam melaksanakan usahatani dan kesepakatan yang berlaku dalam kelompok tani. Dalam hal ini pengurus melakukan koordinasi terhadap anggota dengan mengidentifikasi jumlah anggota kelompok tani yang bertambah atau berkurang.

2. Wajib mengikuti petunjuk dan bimbingan dari petugas/penyuluh untuk selanjutnya diteruskan pada anggota kelompok. Pengurus wajib menyampaikan informasi yang disampaikan oleh penyuluh kepada kelompok taninya.

3. Bersama petugas/penyuluh membuat rencana kegiatan kelompok dalam bidang produksi, pengolahan, pemasaran dan lain-lain.Mendorong dan menggerakkan aktivitas, kreativitas dan inisiatif anggota.Yakni dengan menumbuhkan swadaya dan swakarsa anggota.

4. Secara berkala, minimal satu bulan sekali mengadakan pertemuan/ musyawarah dengan para anggota kelompok yang dihadiri oleh petugas /penyuluh.


(27)

5. Mempertanggung jawabkan tugas-tugas yang telah dilaksanakan kepada anggota, selanjutnya membuat rencana dan langkah perbaikan. (Anonimous, 2007)

Kelompok tani pada dasarnya adalah organisasi non formal di perdesaan yang ditumbuhkembangkan “dari, oleh dan untuk petani “, memiliki karakteristik sebagai berikut:

2.3.2 Ciri Kelompok Tani

1. Saling mengenal, akrab dan saling percaya diantara sesama anggota. 2. Mempunyai pandangan dan kepentingan yang sama dalam berusaha

tani.

3. Memiliki kesamaan dalam tradisi dan atau pemukiman, hamparan usaha, jenis usaha, status ekonomi maupun sosial, bahasa, pendidikan dan ekologi.

4. Ada pembagian tugas dan tanggung jawab sesama anggota berdasarkan kesepakatan bersama.

2.3.3 Unsur Pengikat Kelompok Tani

1. Adanya kepentingan yang sama diantara para anggotanya.

2. Adanya kawasan usaha tani yang menjadi tanggung jawab bersama diantara para anggotanya.

3. Adanya kader tani yang berdedikasi untuk menggerakkan para petani dan kepemimpinannya diterima oleh sesama petani lainnya.

4. Adanya kegiatan yang dapat dirasakan manfaatnya oleh sekurang kurangnya sebagian besar anggotanya.


(28)

5. Adanya dorongan atau motivasi dari tokoh masyarakat setempat untuk menunjang program yang telah ditentukan.

2.3.4 Fungsi Kelompok Tani

1. Kelas Belajar

Kelompok Tani merupakan wadah belajar mengajar bagi anggotanya guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap (PKS) serta tumbuh dan berkembangnya kemandirian dalam berusaha tani sehingga produktivitasnya meningkat, pendapatannya bertambah serta kehidupan yang lebih sejahtera.

2. Wahana Kerjasama

Kelompok tani merupakan tempat untuk memperkuat kerjasama diantara sesama petani dalam kelompoktani dan antar kelompoktani serta dengan pihak lain. Melalui kerjasama ini diharapkan usaha taninya akan lebih efisien serta lebih mampu menghadapi ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan.

3. Unit Produksi

Usahatani yang dilaksanakan oleh masing masing anggota kelompoktani, secara keseluruhan harus dipandang sebagai satu kesatuan usaha yang dapat dikembangkan untuk mencapai skala ekonomi, baik dipandang dari segi kuantitas, kualitas maupun kontinuitas.

Pengembangan kelompoktani diarahkan pada peningkatan kemampuan kelompoktani dalam melaksanakan fungsinya, peningkatan kemampuan para anggota dalam mengembangkan agribisnis, penguatan kelompoktani menjadi organisasi petani yang kuat dan mandiri yang dicirikan antara lain :


(29)

1. Adanya pertemuan/rapat anggota/rapat pengurus yang diselenggarakan secara berkala dan berkesinambungan;

2. Disusunannya rencana kerja kelompok secara bersama dan dilaksanakan oleh para pelaksana sesuai dengan kesepakatan bersama dan setiap akhir pelaksanaan dilakukan evaluasi secara partisipasi.

3. Memiliki aturan/norma yang disepakati dan ditaati bersama. 4. Memiliki pencatatan/pengadministrasian organisasi yang rapih.

5. Memfasilitasi kegiatan-kegiatan usaha bersama di sektor hulu dan hilir. 6. Memfasilitasi usaha tani secara komersial dan berorientasi pasar.

7. Sebagai sumber serta pelayanan informasi dan teknologi untuk usaha para petani umumnya dan anggota kelompoktani khususnya.

8. Adanya jalinan kerja sama antara kelompoktani dengan pihak lain.

9. Adanya pemupukan modal usaha baik iuran dari anggota atau penyisihan hasil usaha/kegiatan kelompok.

2.3.5 Analisi regresi Linear Berganda

Analisis regresi merupakan salah satu teknik analisis data dalam statistika yang seringkali digunakan untuk mengkaji hubungan antara beberapa variabel dan meramal suatu variabel (Kutner, Nachtsheim dan Neter, 2004). Istilah

“regresi” pertama kali dikemukakan oleh Sir Francis Galton (1822-1911), seorang antropolog dan ahli meteorologi terkenal dari Inggris. Dalam makalahnya yang

berjudul “Regression towards mediocrity in hereditary stature”, yang dimuat

dalam Journal of the Anthropological Institute, volume 15, hal.246-263, tahun 1885. Galton menjelaskan bahwa biji keturunan tidak cenderung menyerupai biji


(30)

induknya dalam hal besarnya, namun lebih medioker (lebih mendekati rata-rata) lebih kecil daripada induknya kalau induknya besar dan lebih besar daripada induknya kalau induknya sangat kecil (Draper dan Smith, 1992).Dalam mengkaji hubungan antara beberapa variabel menggunakan analisis regresi, terlebih dahulu peneliti menentukan satu variabel yang disebut dengan variabel tidak bebas dan satu atau lebih variabel bebas. Jika ingin dikaji hubungan atau pengaruh satu variabel bebas terhadap variabel tidak bebas, maka model regresi yang digunakan adalah model regresi linier sederhana. Kemudian Jika ingin dikaji hubungan atau pengaruh dua atau lebih variabel bebas terhadap variabel tidak bebas, maka model regresi yang digunakan adalah model regresi linier berganda (multiple linear regression model). Kemudian untuk mendapatkan model regresi linier sederhana maupun model regresi linier berganda dapat diperoleh dengan melakukan estimasi terhadap parameter-parameternya menggunakan metode tertentu.Adapun metode yang dapat digunakan untuk mengestimasi parameter model regresi linier sederhana maupun model regresi linier berganda adalah dengan metode kuadrat terkecil (ordinary least square/OLS) dan metode kemungkinan maksimum (maximum likelihood estimation/MLE) (Kutner et.al, 2004).

Regresi artinya peramalan penaksiran atau pendugaan pertama kali diperkenalkan pada tahun 1877 oleh Sir Francis Galtoon (1822-1911).Analisis regresi digunakan untuk menentukan bentuk dari hubungan antar variabel. Tujuan utama dalam penggunaan analisis itu adalah untuk meramalkan atau memperkirakan nilai dari suatu variabel dalam hubungannya dengan variabel yang lain. Disamping hubungan linear dua variabel, hubungan linear dari dua variabel bisa juga terjadi misalnya; hubungan antara hasil penjualan dengan harga dan daya beli.


(31)

2.3.6. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik adalah persyaratan statistik yang harus dipenuhi pada analisis regresi linear berganda yang berbasis ordinary least square (OLS). Jadi analisis regresi yang tidak berdasarkan OLS tidak memerlukan persyaratan asumsi klasik, misalnya regresi logistikatau regresi ordinal. Demikian juga tidak semua uji asumsi klasik harus dilakukan pada analisis regresi linear, misalnya uji multikolinearitas tidak dilakukan pada analisis regresi linear sederhana dan uji autokorelasi tidak perlu diterapkan pada data cross sectional.

Uji asumsi klasik juga tidak perlu dilakukan untuk analisis regresi linear yang bertujuan untuk menghitung nilai pada variabel tertentu. Misalnya nilai return saham yang dihitung dengan market model, atau market adjusted model. Perhitungan nilai return yang diharapkan dapat dilakukan dengan persamaan regresi, tetapi tidak perlu diuji asumsi klasik.

Uji asumsi klasik yang sering digunakan yaitu uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, uji normalitas, uji autokorelasi dan uji linearitas. Tidak ada ketentuan yang pasti tentang urutan uji mana dulu yang harus dipenuhi. Analisis dapat dilakukan tergantung pada data yang ada. Sebagai contoh, dilakukan analisis terhadap semua uji asumsi klasik, lalu dilihat mana yang tidak memenuhi persyaratan. Kemudian dilakukan perbaikan pada uji tersebut, dan setelah memenuhi persyaratan, dilakukan pengujian pada uji yang lain.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki nilai residual yang terdistribusi normal. Jadi uji normalitas bukan dilakukan pada masing-masing variabel tetapi pada nilai residualnya. Sering terjadi kesalahan yang jamak yaitu bahwa uji normalitas dilakukan pada masing-masing variabel. Hal ini tidak


(32)

dilarang tetapi model regresi memerlukan normalitas pada nilai residualnya bukan pada masing-masing variabel penelitian.

Pengertian normal secara sederhana dapat dianalogikan dengan sebuah kelas. Dalam kelas siswa yang bodoh sekali dan pandai sekali jumlahnya hanya sedikit dan sebagian besar berada pada kategori sedang atau rata-rata. Jika kelas tersebut bodoh semua maka tidak normal, atau sekolah luar biasa. Dan sebaliknya jika suatu kelas banyak yang pandai maka kelas tersebut tidak normal atau merupakan kelas unggulan. Pengamatan data yang normal akan memberikan nilai ekstrim rendah dan ekstrim tinggi yang sedikit dan kebanyakan mengumpul di tengah. Demikian juga nilai rata-rata, modus dan median relatif dekat.

Uji normalitas dapat dilakukan dengan uji histogram, uji normal P Plot, uji Chi Square, Skewness dan Kurtosis atau uji Kolmogorov Smirnov. Tidak ada metode yang paling baik atau paling tepat. Tipsnya adalah bahwa pengujian dengan metode grafik sering menimbulkan perbedaan persepsi di antara beberapa pengamat, sehingga penggunaan uji normalitas dengan uji statistik bebas dari keragu-raguan, meskipun tidak ada jaminan bahwa pengujian dengan uji statistik lebih baik dari pada pengujian dengan metode grafik.

Jika residual tidak normal tetapi dekat dengan nilai kritis (misalnya signifikansi Kolmogorov Smirnov sebesar 0,049) maka dapat dicoba dengan metode lain yang mungkin memberikan justifikasi normal. Tetapi jika jauh dari nilai normal, maka dapat dilakukan beberapa langkah yaitu: melakukan transformasi data, melakukan trimming data outliers atau menambah data observasi. Transformasi dapat dilakukan ke dalam bentuk Logaritma natural, akar kuadrat, inverse, atau bentuk yang lain tergantung dari bentuk kurva normalnya, apakah condong ke kiri, ke kanan, mengumpul di tengah atau menyebar ke samping kanan dan kiri.


(33)

b. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas adalah untuk melihat ada atau tidaknya korelasi yang tinggi antara variabel-variabel bebas dalam suatu model regresi linear berganda. Jika ada korelasi yang tinggi di antara variabel-variabel bebasnya, maka hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikatnya menjadi terganggu. Sebagai ilustrasi, adalah model regresi dengan variabel bebasnya motivasi, kepemimpinan dan kepuasan kerja dengan variabel terikatnya adalah kinerja. Logika sederhananya adalah bahwa model tersebut untuk mencari pengaruh antara motivasi, kepemimpinan dan kepuasan kerja terhadap kinerja. Jadi tidak boleh ada korelasi yang tinggi antara motivasi dengan kepemimpinan, motivasi dengan kepuasan kerja atau antara kepemimpinan dengan kepuasan kerja. Alat statistik yang sering dipergunakan untuk menguji gangguan multikolinearitas adalah dengan variance inflation factor (VIF), korelasi pearson antara variabel-variabel bebas, atau dengan melihat eigenvalues dan condition index (CI).

Beberapa alternatif cara untuk mengatasi masalah multikolinearitas adalah sebagai berikut:

1) Mengganti atau mengeluarkan variabel yang mempunyai korelasi yang tinggi.

2) Menambah jumlah observasi.

3) Mentransformasikan data ke dalam bentuk lain, misalnya logaritma natural, akar kuadrat atau bentuk first difference delta.

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas adalah untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan varians dari residual satu ke pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang memenuhi persyaratan adalah di mana terdapat


(34)

kesamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap atau disebut homoskedastisitas.

Deteksi heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan metode scatter plot dengan memplotkan nilai ZPRED (nilai prediksi) dengan SRESID (nilai residualnya). Model yang baik didapatkan jika tidak terdapat pola tertentu pada grafik, seperti mengumpul di tengah, menyempit kemudian melebar atau sebaliknya melebar kemudian menyempit. Uji statistik yang dapat digunakan adalah uji Glejser, uji Park atau uji White.

Beberapa alternatif solusi jika model menyalahi asumsi heteroskedastisitas adalah dengan mentransformasikan ke dalam bentuk logaritma, yang hanya dapat dilakukan jika semua data bernilai positif. Atau dapat juga dilakukan dengan membagi semua variabel dengan variabel yang mengalami gangguan heteroskedastisitas.

d. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi adalah untuk melihat apakah terjadi korelasi antara suatu periode t dengan periode sebelumnya (t -1). Secara sederhana adalah bahwa analisis regresi adalah untuk melihat pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat, jadi tidak boleh ada korelasi antara observasi dengan data observasi sebelumnya. Sebagai contoh adalah pengaruh antara tingkat inflasi bulanan terhadap nilai tukar rupiah terhadap dollar. Data tingkat inflasi pada bulan tertentu, katakanlah bulan Februari, akan dipengaruhi oleh tingkat inflasi bulan Januari. Berarti terdapat gangguan autokorelasi pada model tersebut. Contoh lain, pengeluaran rutin dalam suatu rumah tangga. Ketika pada bulan Januari suatu keluarga mengeluarkan belanja bulanan yang relatif tinggi, maka tanpa ada pengaruh dari apapun, pengeluaran pada bulan Februari akan rendah.


(35)

Uji autokorelasi hanya dilakukan pada data time series (runtut waktu) dan tidak perlu dilakukan pada data cross section seperti pada kuesioner di mana pengukuran semua variabel dilakukan secara serempak pada saat yang bersamaan. Model regresi pada penelitian di Bursa Efek Indonesia di mana periodenya lebih dari satu tahun biasanya memerlukan uji autokorelasi.

Beberapa uji statistik yang sering dipergunakan adalah uji Durbin-Watson, uji dengan Run Test dan jika data observasi di atas 100 data sebaiknya menggunakan uji Lagrange Multiplier. Beberapa cara untuk menanggulangi masalah autokorelasi adalah dengan mentransformasikan data atau bisa juga dengan mengubah model regresi ke dalam bentuk persamaan beda umum (generalized difference equation). Selain itu juga dapat dilakukan dengan memasukkan variabel lag dari variabel terikatnya menjadi salah satu variabel bebas, sehingga data observasi menjadi berkurang 1.

e. Uji Linearitas

Uji linearitas dipergunakan untuk melihat apakah model yang dibangun mempunyai hubungan linear atau tidak. Uji ini jarang digunakan pada berbagai penelitian, karena biasanya model dibentuk berdasarkan telaah teoretis bahwa hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikatnya adalah linear. Hubungan antar variabel yang secara teori bukan merupakan hubungan linear sebenarnya sudah tidak dapat dianalisis dengan regresi linear, misalnya masalah elastisitas.

Jika ada hubungan antara dua variabel yang belum diketahui apakah linear atau tidak, uji linearitas tidak dapat digunakan untuk memberikan adjustment bahwa hubungan tersebut bersifat linear atau tidak. Uji linearitas digunakan untuk mengkonfirmasikan apakah sifat linear antara dua variabel yang diidentifikasikan secara teori sesuai atau tidak dengan hasil observasi yang ada. Uji linearitas


(36)

dapat menggunakan uji Durbin-Watson, Ramsey Test atau uji Lagrange Multiplier.

2.3.7. Kerangka Pemikiran

Urban Farming merupakan suatu kegiatan pertanian yang dilakukan dengan

memanfaatkan lahan di perkotaan. Urban Farming merupakan suatu program yang dicanangkan oleh perintah kota Surabaya sebagai suatu kegiatan untuk menghasilkan pendapatan bagi petani. Namun pada kenyataannya program urban farming di Kota Surabaya belum menunjukkan hasil yang maksimal. Keberhasilan Program Urban Farming sangat tergantung oleh kelompok tani. Kelompok Tani adalah sekumpulan petani yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu samalain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut. Dalam mencapai keberhasilan program urban farming, anggota kelompok tani dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu ketrampilan, sikap, pengetahuan, serta banyaknya bantuan. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari ketrampilan, sikap, pengetahuan, serta banyaknya bantuan terhadap keberhasilan program Urban farming digunakan analisis regresi linear berganda. Analisis regresi linear berganda merupakan salah satu teknik analisis data dalam statistika yang seringkali digunakan untuk mengkaji hubungan antara beberapa variabel dan meramal suatu variabel (Kutner, Nachtsheim dan Neter, 2004).


(37)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional Keberhasilan Program

Urban Farming

Kelompok tani

Karakteristik Kelompok Tani

Ketrampilan Pengetahuan

Analisis regresi Linier Berganda

Berpengaruh Tidak Berpengaruh

Frekuensi mengikuti penyuluhan


(38)

3.1 Penentuan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kota Surabaya tepatnya di Kecamatan Semampir. Lokasi penelitian ini ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Semampir merupakan salah satu lokasi yang melaksanakan program urban farming selama 2 tahun.

3.2 Penentuan Populasi Dan Sample

Populasi pada penelitian ini adalah anggota kelompok tani yang melaksanakan program Urban Farming di Kecamatan Semampir kota Surabaya. Jumlah kelompok tani di wilayah Kelurahan Ujung Kota Surabaya sebanyak 12 kelompok dengan rata-rata jumlah anggota kelompok sebanyak 42 orang sebagaimana yang tersaji dalam Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Nama Kelompok Tani dan Jumlah Anggota Kelompok Tani di Wilayah Kelurahan Ujung Kecamatan Semampir, Kota Surabaya.

No Nama Kelompok Tani Jumlah Anggota

1 Harum Abadi 42 orang

2 Melati 46 orang

3 Bunga Sepatu 42 orang

4 Flamboyan 63 orang

5 Tomat 34 orang

6 Cabe Rawit 34 orang

7 Sawi 38 orang

8 Bougenvil 38 orang

9 Anggrek 42 orang

10 Mawar 40 orang

11 Strawbery 46 orang

12 Rahayu Subur 42 orang

Rata-rata 42,25 orang

Sumber : Ketua Pelaksana ( diolah )

Dari 12 kelompok tani tersebut diatas yang melaksanakan Program Urban Farming secara terus menerus selama 3 (tiga) tahun hanya 8 kelompok, dan yang mempunyai kesempatan lomba Urban Farming ada 2 kelompok yaitu Kelompok Tani Bougenvil dan kelompok tani anggrek Oleh karena itu, sampel


(39)

kelompok tani yang diambil dalam penelitian ini adalah kedua kelompok tani tersebut. Jumlah anggota kelompok tani Bougenvil sebanyak 38 dan kelompok tani anggrek sebanyak 42 Dari jumlah tersebut yang diambil sebagai sampel penelitian masing-masing sebanyak 40 orang (50%).

3.3 Pengumpulan Data

Untuk memeperoleh data yang di butuhkan dam penelitian ini dilakukan dengan cara :

Wawancara.:

Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan melakukan wawancara langsung dengan daftar pertanyaan dan catatan pada masyarakat yang mengikuti dan yang tidak mengikuti program Urban Farming untuk memperoleh serta menunjang penulisan.

Observasi:

Observasi merupakan tehnik pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan secara langsung atau tidak langsung terhadap kondisi kegiatan masyarakat miskin mengikuti program Urban Farming

3.4 Analisis data

Data yang telah terkumpul dianalisis dengan metode yang disesuaikan dengan tujuan penelitian.

1. Untuk menjawab tujuan pertama yaitu Mengidentifikasi karakteristik kelompok tani mendukung program Urban Farming di Kota Surabaya dengan digunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif yaitu dengan memberikan ulasan atau interpretasi terhadap data yang diperoleh sehingga menjadi lebih jelas dan bermakna dibandingkan


(40)

dengan sekedar angka-angka. Langkah-langkahnya adalah reduksi data, penyajian data dengan bagan dan teks, kemudian penarikan kesimpulan 2. Untuk menjawab tujuan kedua yaitu mengidentifikasi pelaksanaan program

urban farming yang ada di kelurahan ujung kota surabaya menggunakan metode analisis deskriptif. Cara menganalisis dengan mendeskripsikan atau menggambarkan pelaksanaan program Urban Farming di kelurahan ujung sebagaimana adanya tanpa membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi,

3. Untuk menjawab tujuan ketiga yaitu menganalisis faktor yang mempengaruhi keberhasilan program Urban Farming di Kelurahan Ujung Kota Surabaya. digunakan analisis regresi linier berganda. Dengan variabel independen dalam penelitian ini meliputi pengetahuan, keterampilan, sikap dan banyak bantuan sedangkan yang menjadi variabel dependen yaitu keberhasilan program Urban Farming. Analisis regresi linier berganda adalah hubungan secara linear antara dua atau lebih variabel independen (X1, X2,….Xn)

dengan variabel dependen (Y). Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen apakah masing-masing variabel independen berhubungan positif atau negatif dan untuk memprediksi nilai dari variabel dependen apabila nilai variabel independen mengalami kenaikan atau penurunan. Persamaan regresi linear berganda sebagai berikut:

Y’

= a + b

1.

X

1

+ b

2.

X

2

+ b

3.

X

3

+ e

Keterangan:

Y’ = Keberhasilan X1 = Keterampilan


(41)

X3 = frekuensi mengikuti penyuluhan

a = Konstanta (nilai Y’ apabila X1, X2, X3 = 0)

b = Koefisien regresi (nilai peningkatan ataupun penurunan) e = Error

3.5 Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel

1. Urban Farming adalah memanfaatkan lahan tidur di perkotaan yang dikonversi menjadi lahan pertanian produktif hijau yang di lakukan oleh masyarakat dan komunitas sehingga dapat memberikan manfaat bagi mereka

2. Kelompok tani adalah para petani di Kecamatan Semampir yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya) keakraban dan keserasian yang dipimpin oleh seorang ketua. Terdapat 12 kelompok tani di Kecamatan Semampir. 3. Analisis deskriptif adalah cara menganalisis dengan mendeskripsikan

atau mengambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi, dalam penelitian analisis data terhadap 40 responden.

4. Analisis regresi linier berganda adalah hubungan secara linear antara dua atau lebih variabel independen yang meliputi pengetahuan, ketrampilan, frekuensi penyuluhan dengan variabel dependen keberhasilan program. 5. Dalam penelitian ini untuk mendapatkan data dengan cara sebagai

berikut :

Kuesioner, untuk mendapatkan data kualitatif tentang variabel-variabel yang mempengaruhi keberhasilan program Urban Farming yaitu untuk memperoleh gambaran deskriptif mengenai responden berkaitan dengan variabel penelitian yang digunakan maka digunakan angka indeks jawaban responden. Teknis yang digunakan adalah dengan


(42)

menggunakan angka indeks. Angka indeks ini digunakan untuk mengetahui persepsi umum responden mengenai sebuah variabel yang diteliti. Seluruh variabel independen akan menggunakan skala Likert 1-6 dengan penilaian Skala Likert merupakan skala yang dipakai untuk mengukur keberhasilan, ketrampilan, pengetahuan dan frekuensi mengikuti penyuluhan seseorang/sekelompok orang tentang fenomena social. (Sugiyono, 2001)

Indikator-indikator yang telah ditentukan diukur dengan skala penilaian Likert yang memiliki lima tingkat preferensi jawaban yang masing-masing mempunyai skor 1-5 dengan rincian sebagai berikut: Tabel 2. Pengukuran Skala Likert

No Tingkat jawaban

responden Simbol Skor jawaban

1 Sangat Setuju SS 5

2 Setuju S 4

3 Cukup Setuju CS 3

4 Tidak Setuju TS 2

5 Sangat Tidak setuju STS 1

Sumber : Metode Penelitian (Sugiyono, 2001)

Dilihat pada tabel 3.1 diatas, deskripsi pengukuran variabel Penelitian Faktor-Faktor yang mempengaruhi keberhasilan program Urban Farming dengan skala likert berdasarkan skor jawaban yang dipilh oleh responden. 6. Keberhasilan adalah suatu keadaan dimana usaha program Urban

Farming di Kecamatan Semampir mengalami peningkatan dari hasil yang

sebelumnya .

Indikator dalam menentukan keberhasilan program Urban Farming seseorang/kelompok diberi skor skala likert 5 poin, antara lain:

1. Melaksanakan program Urban Farming 2. Mengikuti program Urban Farming


(43)

3. Mengikuti terus menerus kegiatan Urban Farming

4. Melaksanakan hasil pelatihan dan penyuluhan Urban Farming 5. Mempunyai perencanaan terkait dengan Urban Farming 6. Menularkan pengetahuan dan ketrampilan Urban Farming

7. Keterampilan adalah kelebihan atau kecakapan yang dimiliki oleh masing-masing anggota kelompok tani di Kecamatan Semampir untuk mampu menggunakan akal, fikiran, ide dan kreatifitasnya dalam mengerjakan atau menyelesaikan sesuatu.

Indikator dalam menentukan ketrampilan seseorang/kelompok diberi skor skala likert 5 poin, antara lain:

a. Ketrampilan dalam memilih bibit sendiri untuk ditanam

b. Ketrampilan dalam menanam sendiri tanaman yang akan ditanam c. Ketrampilan dalam memupuk sendiri tanaman yang ditanam d. Ketrampilan dalam merawat sendiri tanaman yang ditanam e. Ketrampilan dalam memanen sendiri tanaman yang ditanam f. Ketrampilan dalam mengolah sendiri hasil panen

g. Ketrampilan dalam memasarkan sendiri hasil panen

8. Pengetahuan adalah sesuatu yang hadir dan terwujud dalam jiwa dan pikiran masing-masing anggota kelompok tani di Kecamatan Semampir dikarenakan adanya reaksi, persentuhan, dan hubungan dengan lingkungan dan alam sekitarnya. Pengetahuan ini meliputi emosi, tradisi, keterampilan, informasi, akidah, dan pikiran-pikiran.

Indikator dalam menentukan pengetahuan seseorang/kelompok diberi skor skala likert 5 poin, antara lain:

a. Pengetahuan tentang semua jenis tanaman obat


(44)

c. Pengetahuan tentang semua jenis tanaman yang termasuk dalam sayur – sayuran

d. Pengetahuan tentang tentang Pengendalian hama dan penyakit e. Pengetahuan tentang cara pembibitan

f. Pengetahuan tentang Langkah apa saja dilakukan pra tanam? g. Pengetahuan tentang tehnik perawatan tanaman

9. Frekuensi mengikuti penyuluhan adalah mediator bagi kelompok tani untuk mendapatkan informasi serta pengetahuan yang didapat dari pihak

– pihak yang dianggap memahami menegenai program Urban Farming. Indikator dalam menentukan frekuensi mengikuti penyuluhan seseorang/kelompok diberi skor skala likert 5 poin, antara lain:

a. Anggota kelompok tani sangat antusias dalam mengikuti penyuluhan

b. Menurut anggota kelompok tani tim penyuluh adalah orang yang benar-benar memahami mengenai program Urban farming

c. Anggota kelompok tani mengikuti penyuluhan dari awal sampai akhir pertemuan

d. Penyuluhan yang dilakukan selama ini sangat efektif

e. Kelompok tani sering melakukan diskusi kelompok sendiri tanpa menunggu adanya tim penyuluh

f. Anggota kelompok tani mengikuti penyuluhan

g. Pertemuan rutin antar kelompok tani terus dilaksanakan bahkan telah diagendakan oleh masing-masing organisasi


(45)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Kota Surabaya

Kota Surabaya memiliki visi yaitu “Menuju Surabaya Lebih Baik Sebagai Kota Jasa Dan Perdagangan Yang Cerdas, Manusiawi, Bermartabat, Dan

Berwawasan Lingkungan” merupakan kalimat yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan, dan harapan masyarakat. Perubahan di tengah jumlah penduduk yang terus bertambah membawa tuntutan untuk meningkatkan daya dukung kota secara berkelanjutan, karakteristik penduduk yang terus mengalami dinamika, Derajat sumber daya manusia yang harus terus didukung oleh peningkatan kualitas lingkungan kota, Pertumbuhan ekonomi yang harus diimbangi dengan penguatan struktur ekonomi lokal yang mampu bersaing di kawasan regional dan internasional, Peningkatan partisipasi masyarakat, reformasi birokrasi, serta peningkatan aksesibilitas, kapasitas, dan kualitas pelayanan publik merupakan tiga tantangan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Adapun misi yang telah ditetapkan adalah sebagai berikut :

1. Misi membangun kehidupan kota yang lebih cerdas melalui peningkatan sumber daya manusia yang didukung oleh peningkatan kualitas intelektual, mental-spiritual, ketrampilan, serta kesehatan warga secara terpadu dan berkelanjutan.

2. Misi menghadirkan suasana kota yang manusiawi melalui peningkatan aksesibilitas, kapasitas, dan kualitas pelayanan publik, reformasi birokrasi, serta pemanfaatan sumber daya kota untuk sebesar-besar kesejahteraan warga.

3. Misi mewujudkan peri kehidupan warga yang bermartabat melalui pembangunan ekonomi berbasis komunitas yang mengutamakan


(46)

perluasan akses ekonomi demi mendukung peningkatan daya cipta serta kreatifitas segenap warga Kota Surabaya dalam upaya penguatan struktur ekonomi lokal yang mampu bersaing di kawasan regional dan internasional.

4. Misi menjadikan Kota Surabaya semakin layak huni melalui pembangunan infrastruktur fisik dan sosial secara merata yang berwawasan lingkungan.

4.1.1. Geografis Kota Surabaya

Secara geografis kota Surabaya sebagai ibukota Provinsi Jawa Timur terletak di tepi pantai utara Provinsi Jawa Timur atau tepatnya berada diantara 7° 9'- 7° 21' Lintang Selatan dan 112° 36' - 112° 54' Bujur Timur. Wilayah kota Surabaya memiliki batas administrasi yaitu :

1. Sebelah Barat : Kabupaten Gresik

2. Sebelah Utara : Selat madura dan Kabupaten Bangkalan 3. Sebelah Timur : Selat Madura

4. Sebalah Selatan : Kabupaten Sidoarjo

Sebagaimana daerah tropis lainnya, Surabaya mengenal 2 musim yaitu musim hujan dan kemarau. Curah hujan rata-rata 172 mm, dengan temperatur berkisar maksimum 30° C dan minimum 25° C. Temperatur kota Surabaya berada pada kisaran 22 - 33°C dengan kelembaban udara 97%. Kawasan wilayah kota Surabaya terbagi menjadi 80 % dataran rendah, ketinggian 3-6 m, kemiringan < 3 %, 20 % perbukitan dengan gelombang rendah, Ketinggian > 30 m dan kemiringan 5-15 %


(47)

Gambar 2. Peta Administrasi Kota Surabaya

Secara topografi, sebagian besar (25.919,04 Ha) merupakan dataran rendah dengan ketinggian 3 - 6 meter di atas permukaan laut pada kemiringan kurang dari 3 persen, sebagian lagi pada sebelah barat (12,77 persen) dan sebelah selatan (6,52 persen) merupakan daerah perbukitan landai dengan ketinggian 25 - 50 meter di atas permukaan laut dan pada kemiringan 5 – 15 persen.

Jenis batuan yang ada terdiri dari 4 jenis yang pada dasarnya merupakan tanah liat atau unit-unit pasir. Sedangkan jenis tanah, sebagian besar berupa tanah alluvial, selebihnya tanah dengan kadar kapur yang tinggi (daerah perbukitan). Secara geografis, Kota Surabaya terletak di hilir sebuah Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas yang bermuara di Selat Madura. Beberapa sungai besar yang berfungsi membawa dan menyalurkan banjir yang berasal dari hulu


(48)

mengalir melintasi Kota Surabaya, antara lain Kali Surabaya dengan Q rata - rata = 26,70 m3/detik, Kali Mas dengan Q rata - rata = 6,26 m3/detik dan Kali Jagir dengan Q rata - rata = 7,06 m3/detik. Sebagai daerah hilir, Kota Surabaya dengan sendirinya merupakan daerah limpahan debit air dari sungai yang melintas dan mengakibatkan terjadinya banjir pada musim penghujan.

Penggunaan lahan Kota Surabaya saat ini didominasi permukiman yang berkembang sangat pesat terutama di Surabaya bagian Timur dan Barat. Keseluruhan kawasan permukiman menempati lebih dari 42% dari luas kota keseluruhan. Jika dilihat pada tabel 2, tanah kosong di Surabaya masih cukup luas. Tanah kosong tersebut merupakan lahan subur yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk perkembangan pertanian di Surabaya.

Tabel 3. Penggunaan Lahan Kota Surabaya

No. Penggunaan Lahan Luas (Ha)

1. Perumahan 13.711,00

2. Sawah 3.506,19

3. Tegalan 1.808,90

4. Tambak 4.982,71

5. Jasa 2.982,06

6. Perdagangan 573,32

7. Industri Sedang 2.370,38

8. Tanah Kosong 1.784,90

9. Lain-Lain 918,29

Total 32.637,75

Sumber : Badan Pertanahan Nasional Kota Surabaya, 2013

Pada pola penggunaan lahan wilayah pesisir dan laut Kota Surabaya terdapat pulau kecil yang merupakan hasil sedimentasi endapan lumpur yaitu berada di pulau galang, teluk lamongan, pantai kenjeran, pantai timur dan Pantai utara Surabaya. Sedangkan pada bagian barat laut saat ini masih bisa dijumpai hamparan tambak garam, yang berada di Kecamatan Benowo, Asemrowo, dan Tandes. Sedangkan untuk kegiatan penangkapan ikan yang masih bersifat tradisional yang berada di Teluk Lamong dan pantai Timur Surabaya.


(49)

4.1.2. Demografis Kota Surabaya

Wilayah Kota Surabaya dibagi dalam 31 kecamatan dan 163 kelurahan dengan jumlah penduduk sampai dengan tahun 2002 mencapai 3.377.596 jiwa. Dengan luas wilayah 32.882 Km2, maka kepadatan penduduk rata-rata adalah 342.421 jiwa per km2.

Tabel 4. Jumlah penduduk, luas wilayah dan kepadatan penduduk menurut kecamatan.

No. Kecamatan Jumlah

Penduduk Luas Wilayah Km2 Kepadatan Penduduk

1. Genteng 46.548 405 11.493

2. Bubutan 84.165 386 21.882

3. Tegalsari 85.606 429 19.955

4. Simokerto 79.819 259 30.625

5. Tambaksari 204.805 899 22.781

6. Gubeng 128.127 799 16.036

7. Krembangan 106.664 834 12.789

8. Semampir 151.429 876 17.286

9. Pabean Cantian 69.423 68 1.209

10. Wonokromo 133.211 847 15.727

11. Sawahan 170.605 693 24.618

12. Tandes 103.084 1107 9.312

13. Karangpilang 72.469 923 7.851

14. Wonocolo 80.276 677 11.858

15. Rungkut 121.084 2108 5.744

16. Sukolilo 119.873 2368 5.062

17. Kenjeran 163.438 77 21.226

18. Benowo 47.404 2372 2.282

19. Lakarsantri 54.133 3405 2.696

20. Mulyorejo 94.728 1421 6.666

21. Tenggilis Mejoyo 72.467 552 13.128

22. Gunung Anyar 62.120 971 6.398

23. Jambangan 46.430 419 11.081

24. Gayungan 42.717 607 7.037

25. Wiyung 67.987 1246 5.456

26. Dukuh Pakis 64.249 994 6.464

27. Asem Rowo 42.704 1544 2.766

28. Suko Manunggal 100.612 923 10.901

29. Bulak 37.214 672 5.538

30. Pakal 51.195 2207 2.148

31. Sambi Kerep 61.101 1794 3.406

TOTAL 3.377.596 32.882 342.421


(50)

Secara administrasi pemerintahan Kota Surabaya dikepalai oleh seorang Walikota yang juga membawahi koordinasi atas wilayah administrasi kecamatan yang dikepalai oleh Camat. Jumlah kecamatan yang ada di Kota Surabaya sebanyak 31 kecamatan dan jumlah kelurahan sebanyak 160 kelurahan dan terbagi lagi menjadi 1.405 Rukun Warga (RW) dan 9.271 Rukun Tetangga (RT). Berikut kecamatan beserta kelurahan di Kota Surabaya.

Tabel5. Kecamatan dan Kelurahan di Wilayah Surabaya Selatan

Kecamatan Kelurahan

Wonokromo - Darmo

- Jagir - Ngagel

- Sawunggaling

- Wonokromo

Wonocolo - Bendul Merisi

- Jemur Wonosari - Margorejo - Sidosermo - Siwalankerto

Wiyung - Babatan

- Balas Klumprik - Jajar Tunggal - Kelurahan Wiyung

Karang Pilang - Karangpilang

- Kebraon - Kedurus

- Waru Gunung

Jambangan - Jambangan

- Karah - Kebonsari - Pagesangan

Gayungan - Dukuh Menanggal

- Gayungan

- Ketintang - Menanggal

Dukuh Pakis - Dukuh Kupang

- Dukuh Pakis - Gunung Sari - Pradah Kali Kendal

Sawahan - Banyu Urip

- Kupang Krajan - Pakis

- Petemon - Putat Jaya

- Sawahan


(51)

Tabel6. Kecamatan dan Kelurahan di Wilayah Surabaya Timur

Kecamatan Kelurahan

Gubeng - Airlangga

- Baratajaya - Gubeng - Kertajaya - Mojo

- Pucang Sewu

Gunung Anyar - Gunung Anyar

- Gunung Anyar Tambak - Rungkut Menanggal - Rungkut Tengah

Sukolilo - Gebang Putih

- Keputih

- Klampis Ngasem - Medokan Semampir - Menur Pumpungan - Nginden Jangkunga - Semolowaru

Tambaksari - Gading

- Dukuh Setro - Kapas Madya - Pacarkeling - Pacarkembang - Ploso

- Rangkah - Tambaksari

Mulyorejo - Dukuh Sutorejo

- Kalijudan - Kalisari

- Kejawan Putih Tambak - Manyar Sabrangan - Mulyorejo

Rungkut - Kalirungkut

- Kedung Baruk - Medoan Ayu - Penjaringan Sari - Rungkut Kidul - Wonorejo

Tenggilis Mejoyo - Kendangsari

- Kutisari - Panjang Jiwo - Prapen

- Tenggilis Mejoyo Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)


(52)

Tabel7. Kecamatan dan Kelurahan di Wilayah Surabaya Pusat

Kecamatan Kelurahan

Tegalsari - Kelurahan Dr. Soetomo

- Kedungdoro - Keputran - Tegalsari - Wonorejo

Simokerto - Kapasan

- Sidodadi - Simokerto - Simolawang - Tambak Rejo

Genteng - Embong Kaliasin

- Genteng - Kapasari - Ketabang - Peneleh

Bubutan - Alun-Alun Contong

- Bubutan - Gundih - Jepara

- Tembok Dukuh Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)

Tabel8. Kecamatan dan Kelurahan di Wilayah Surabaya Barat

Kecamatan Kelurahan

Bulak - Bulak

- Kedung Cowek - Kenjeran - Sukolilo

Kenjeran - Bulak Banteng

- Sidotopo Wetan

- Tambak Wedi

- Tanah Kali Kedinding

Semampir - Ampel

- Pegirian - Sidotopo - Ujung

- Wonokusumo

Pabean Cantikan - Bongkaran

- Krembangan Utara

- Nyamplungan

- Perak Timur - Perak Utara

Krembangan - Dupak

- Kemayoran

- Krembangan Selatan - Moro Krembangan - Perak Barat Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)


(53)

Tabel9. Kecamatan dan Kelurahan di Wilayah Surabaya Barat

Kecamatan Kelurahan

Benowo - Kandangan

- Klakalrejo - Romokalisari

- Sememi

- Tambak Oso Wilangun

Pakal - Babat Jerawat

- Benowo

- Pakal

- Sumber Rejo

- Tambak Dono

Asem Rowo - Asemrowo

- Genting - Greges - Kalianak

- Tambak Langon

Sukomanunggal - Putat Gede

- Simomulyo - Simomulyo Baru - Sonokwijenan - Sukomanunggal - Tanjung Sari

Tandes - Balongsari

- Banjar Sugihan - Karangpoh - Manukan Kulon

- Manukan Wetan

- Tandes

Sambikerep - Bringin

- Lontar

- Made

- Sambikerep

Lakarsantri - Bangkingan

- Jeruk - Lakarsantri - Lidah Kulon - Lidah Wetan - Sumur Welut Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)

4.1.3. Ekonomis Kota Surabaya

Kondisi ekonomi kota Surabaya dapat dilihat dari pendapatan perkapita, pendapatan domestik regional bruta, tingkat investasi, kemiskinan, dan perkembangan sektor industri baik besar, sedang, kecil, rumah tangga, dan jasa serta perdagangan.


(54)

Pada umumnya indikator pendapatan regional per kapita disajikan atas dasar harga berlaku, dengan konsekuensi bahwa data tersebut masih mengandung faktor inflasi. Pendapat regional perkapita penduduk Kota Surabaya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Seiring dengan meningkatnya PDRB per kapita, grafik Pendapatan Regional per kapita juga mengalami peningkatan dari Rp. 15,59 juta pada tahun 2008 menjadi Rp. 28,01 juta pada tahun 20013 atau mengalami peningkatan sebesar 79,67%. Peningkatan nilai PDRB per kapita dan Regional per kapita ini membuktikan bahwa secara makro keberhasilan perekonomian Kota Surabaya semakin membaik. Meskipun inflasi di Kota Surabaya cukup tinggi yaitu sebesar 14,12%, dengan nilai PDRB per kapita dan Pendapatan Regional per kapita yang meningkat, memberikan arti bahwa daya beli masyarakat Kota Surabaya juga semakin membaik.

Bila diamati dalam kurun waktu hampir tujuh tahun mulai 2007 - 2013, pada permulaan dekade delapan maka secara pintas pertumbuhan PDRB Surabaya mengalami kenaikan yang signifikan seperti yang tergambar pada gambar 3.

Gambar 3. Grafik Pendapatan Domestik Rasional Bruto (PDRB) Surabaya dalam rupiah Tahun 2007 - 2013


(1)

Gambar 4. Kurva Uji Normalitas P – P plot

Dari analisis kurva dapat dilihat bahwa data menyebar di sekitar diagram dan mengikuti model regresi sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang diolah merupakan data yang berdistribusi normal sehingga uji normalitas terpenuhi.


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

a. Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai karakteristik kelompok tani di Kecamatan Semampir Kelurahan Ujung diketahui bahwa ditemukan prosentasi terbesar untuk kelompok tani yang ada di kecamatan semampir kelurahan ujung yang melaksanakan program urban farming yaitu berusia antara 27 – 32 tahun. Anggota kelompok tani yang mengikuti program

Urban Farming berpendidikan SMA. Anggota kelompok tani berjenis

kelamin perempuan. Anggota kelompok tani dalam satu keluarga terdiri dari 4 orang. Pendapatan dari angggota kelompok tani antara Rp. 3.000.000 - < Rp. 4.000.000 perbulannya. Anggota kelompok tani

mengikuti urban farming selama 2 tahun dan memiliki pengalaman bertani

selama 2 tahun. Anggota kelompok tani tidak pernah mendapatkan

pelatihan. Mereka menjadi anggota kelompok tani selama 2 tahun sejak mengikuti program Urban Farming. Anggota kelompok tani yaitu bekerja

sebagai Ibu rumah tangga. Anggota kelompok tani yang mengikuti

program Urban Farming mengeluarkan biaya untuk semua kebutuhannya setiap bulan bekisaran antara Rp. 2.000.000 - < Rp.3.000.000.

Pertimbangan dalam mengikuti program Urban Farming yaitu menambah penghasilan keluarga, menambah pengetahuan, menambah ketrampilan, untuk penghijauan dan melestarikan lingkungan

b. Program Urban farming di Kecamatan Semampir ini dibentuk pada bulan

april tahun 2012 yang disosialisasikan oleh dinas pertanian Kelurahan Ujung. Dari sana terbentuk 12 kelompok tani. Kelompok tani tersebut

terbagi menjadi 3 tingkat tahapan yaitu tingkat tahapan pemula, berkembang dan maju. Masing - masing kelompok tani menentukan sendiri


(3)

tanaman apa yang akan dibudidayakan secara musyawarah dan menurut kesepakatan dari semua anggota dari kelompok tani. Perkembangan

program Urban Farming saat ini mulai menunjukkan arah yang baik

c. Dari hasil penelitian menggunakan analisis crosstab antara varabel pengetahuan (X1) dengan varabel keberhasilan program urban farming (Y) yaitu terdapat kecenderungan anggota kelompok tani yang memiliki ketrampilan kategori 3 atau bisa dikatakan sangat terampil memiliki keberhasilan sebesar 97,5 %. Antara varabel ketrampilan (X2) dengan variabel keberhasilan program urban farming (Y) yaitu terdapat kecenderungan anggota kelompok tani yang memiliki pengetahuan kategori 3 atau bisa dikatakan sangat memiliki pengetahuan memiliki keberhasilan sebesar 85 %. Antara variabel frekuensi mengikuti penyuluhan (X3) dengan variabel keberhasilan program urban farming (Y) yaitu terdapat kecenderungan anggota kelompok tani yang memiliki frekuensi mengikuti penyuluhan kategori 3 atau bisa dikatakan sangat sering mengikuti penyuluhan memiliki keberhasilan sebesar 82,5 %

5.2. Saran

Dari hasil evaluasi ada beberapa rekomendasi yang dapat diberikan oleh peneliti sebagai bahan masukan bagi perbaikan program urban farming dimasa yang akan datang.

a. Perkembangan program Urban Farming diharapkan bisa lebih baik lagi terutama untuk pengembangan hasil produksi.

b. Program Urban Farming perlu dikembangkan diseluruh kelompok tani yang ada di kelurahan Ujung. Tidak hanya pada beberapa kelompok tani saja.


(4)

c. Paket bantuan atau dana stimulan dari pemerintah kota Surabaya hendaknya tidak hanya berupa bibit, pupuk, pestisida, serta penyuluhan. Tetapi diharapkan terdapat bantuan berupa dana segar.

d. Perlu pengembangan diversifikasi dari bantuan yang diberikan untuk mendorong kewirausahaan kelompok tani.

e. Keterlibatan pihak perbankan atau swasta dalam pengembangan program Urban Farming, misalnya dalam bentuk pemberian pinjaman tanpa bunga bagi kelompok tani penerima bantuan yang ingin mengembangkan usahanya.

f. Keberpihakan dari pemerintah kota Surabaya untuk menyalurkan hasil produksi dari kelompok Tani dikelurahan Ujung.


(5)

Daftar Pustaka

Annisya, N. 2012. Implementasi Program Urban Farming Pada Kelompok

Sumber Trisno Alami Di Kecamatan Bulak Kota Surabaya

.http://www.scribd.com/doc/143913427/ Diakses pada tanggal 1 Januari 2014

Anonymus. 2007. Pedoman Penumbuhan Dan Pengembangan Kelompoktani Dan Gabungan Kelompok Tani. http://kelembagaandas.wordpress-.com. Diakses pada tanggal 17 Pebruari 2014

Anonymusa. 2009. Uji Asumsi Klasik. http://www.konsultanstatistik.com/

Anonymusb. 2009. Urban Farming Bertani di Perkotaan. http://lh.surabaya.-go.id. Diakses pada tanggal 16 Pebruari 2014

Anomymusa. 2013. defenisi atau pengertian keterampilan.

http://keterampilansikalad-i-.blogspot.com. Diakses pada tanggal 15 April 2014

Anonymusb. 2013. Definisi Sikap. http://id.wikipedia.org/wiki/Sikap. Diakses pada tanggal 15 April 2014

Anonymusc, 2013. Regresi Linear Berganda. http://datamfr.files.wordpress.com. Diakses pada tanggal 15 Maret 2014

Ibrahim, F. 2013. Pengertian Keberhasilan, Kegagalan, dan Manajemen Dalam Wirausaha. http://fauzyibrahim.-blogspot-.com. Diakses pada tanggal 15 April 2014

Adlany, M. 2012. Definisi Pengetahuan. http://www.alhassanain.com. Diakses pada tanggal 15 April 2014

Draper, N. dan Smith, H. 1992. Analisis Regresi Terapan. Edisi Kedua. Terjemahan Oleh Bambang Sumantri. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Dwi, C. 2011. Analisis Regresi Linear Berganda.

http://duwiconsultant.blogspot.com. Diakses pada tanggal 15 Maret 2014 Effi, D., 2009, Metodologi Penelitian Agribisnis, UPN Press, Surabaya

Santoso, S. 2000. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Sarman, M. 2011. Program Pengentasan Kemiskinan. Skripsi. Jurusan Administrasi Negara. Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur

Sembiring, R.K. 2003. Analisis Regresi. Edisi Kedua. Bandung: Institut Teknologi Bandung.


(6)

Widarjono, A. 2007. Ekonometrika: Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis. Edisi Kedua. Yogyakarta: Ekonisia Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia