KEEFEKTIFAN PENDEKATAN OPEN-ENDED DALAM SETTING PEMBELAJARANLEARNING CYCLE 7EPADA MATERI SEGITIGA DAN SEGI EMPAT DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATISSISWA SMP KELAS VII.
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pendidikan adalah upaya yang penting dilakukan karena dengan pendidikan seorang akan menjadi manusia yang berkualitas. UU No 20 tahun 2003 menjelaskan bahwa pendidikan merupakan suatu usaha yang direncanakan untuk menwujudkan suasana belajar yang interaktif sehingga siswa dapat secara aktif mengikuti pembelajaran. Pembelajaran yang demikian akan membuat siswa mengembangkan keterampilan dan potensi yang dimilikinya sehingga memiliki spiritual yang tinggi, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, dan akhlak mulia yang nantinya akan berguna bagi dirinya, masyarakat, bangsa, maupun negara. Pendidikan bersifat merata, terencana, terarah, dan berkesinambungan. Pendidikan diharapkan lebih maju dari periode-periode sebelumnya, sehingga terus dilakukannya peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan dilaksanakan dengan adanya inovasi-inovasi baru dan kreatif dalam pendidikan, selain pembelajaran yang bersifat aktif juga perlu dikembangkan pembelajaran yang dapat mengembangkan kreativitas siswa.
Kreativitas merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa. Kreativitas membantu siswa melihat suatu masalah dari sudut padang yang berbeda sehingga mendorong siswa untuk memunculkan ide atau gagasan yang baru. Hal tersebut penting diperhatikan untuk mengembangkan sumber daya manusia sehingga nantinya akan dapat bersaing dengan negara
(2)
lain. Oleh karena itu perlu adanya pendidikan untuk mengembangkan kreativitas siswa. Salah satu mata pelajaran yang dapat mengembangkan kreativitas adalah matematika. Hal tersebut sesuai dengan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 yang menyatakan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama.
Matematika adalah mata pelajaran yang ada disemua jenjang pendidikan sehingga menjadikan matematika mata pelajaran yang penting diberikan. Menurut Ebbutt dan Straker (Marsigit, 2015) matematika merupakan aktivitas menemukan pola dan hubungan, matematika sebagai kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi, dan penemuan, matematika sebagai kegiatan pemecahan masalah serta matematika sebagai alat komunikasi. Pembelajaran matematika di sekolah adalah sebuah kegiatan atau aktivitas yang dilakukan siswa untuk menemukan suatu konsep dan mengaplikasikanya dalam pemecahan masalah matematika.
Perkembangan zaman menghadirkan teknologi canggih yang tentunya teknologi yang canggih tersebut memerlukan tingkat kemampuan matematika yang tinggi pula. Pentingnya matematika dalam kemajuan teknologi tersebut, membuat tuntutan yang tinggi pula terhadap kemampuan matematika. Kemampuan matematika dapat dilihat dari nilai rapot lulusan sekolah dasar maupun menengah. Kemampuan lulusan yang diharapkan pemerintah tertuang dalam Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi
(3)
Lulusan yang menjelaskan bahwa peserta didik harus memiliki kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif. Apabila melihat hasil rapot siswa, terutama pada matapelajaran matematika dapat dikatakan rata-rata kemampuan matematika siswa masih rendah. Hal ini didukung dengan data rata-rata hasil ujian nasional dari kemdikbud pada mata pelajaran matematika tahun 2015 mencapai 56,4. Data rata-rata nilai tersebut masih rendah dibandingkan mata pelajaran yang lain yaitu bahsasa Indonesia yang mencapai 71,66, bahasa Inggris yang mencapai 60,51, dan IPA mencapai 60,16. Hal tersebut menunjukkan SKL (Standar Kompetensi Lulusan) belum terpenuhi, salah satunya adalah kemampuan berpikir kreatif.
Berpikir kreatif adalah berpikir yang mengarah pada pemerolehan wawasan baru, pendekatan baru, perspektif baru, atau cara baru dalam memahami sesuatu. Sementara menurut Momon (2013: 232), berpikir kreatif adalah kemampuan berpikir seseorang untuk menemukan cara yang berbeda dengan orang lain sehingga menghasilkan suatu produk yang baru. Kemampuan berpikir kreatif dapat dilihat melalui tiga aspek yaitu fluency (kelancaran), flexibility (keluwesan), dan originality (kebaruan). Apabila siswa telah mengerti konsep maka siswa tidak akan terpaku pada buku yang menyediakan contoh proses. Berdasarkan pengalamannya siswa dapat menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri.
Kemampuan guru dalam mengajar mempengaruhi hasil belajar matematika. Guru dituntut untuk dapat membuat inovasi-inovasi dalam pembelajaran seperti pendekatan dan setting pembelajaran yang digunakan
(4)
dalam mengajar. Pendekatan dan setting pembelajaran yang digunakan juga harus sesuai dengan tuntutan zaman. Pembelajaran haruslah terpusat pada siswa sehingga siswa dapat belajar secara bermakna. Dahulu guru yang selalu memberi materi pembelajaran sekarang guru menjadi fasilitator dalam pembelajaran. Pendekatan dan setting pembelajaran hendaknya diperhatikan agar siswa tidak bosan dengan suatu mata pelajaran. Proses mengajar tidak hanya sekedar menyampaikan ilmu pengetahuan atau informasi saja, seperti yang diungkapkan oleh Aunurrahman (2012: 22) bahwa mengajar lebih menitik beratkan peran seorang guru sebagai mediator atau perantara dan fasilitator bagi siswanya. Disebutkan pula, tugas guru sebagai mediator dan fasilitator yaitu 1). Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung jawab dalam membuat rancangan, proses dan penelitian, 2). Memberikan kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya serta ide-ide ilmiahnya, 3). Memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran-pemikiran siswa dapat didorong secara aktif. Oleh karena itu, dalam mengajar seorang guru memerlukan pendekatan, metode, model, dan strategi dalam proses mengajarnya (pembelajaran).
Banyak pendekatan dan setting pembelajaran yang dapat membuat siswa menjadi aktif, kritis, dan menumbuhkan minat siswa. Salah satu pendekatan yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif adalah pendekatan open-ended. Pendekatan open-ended adalah pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan mengajukan pertanyaan terbuka.
(5)
Pertanyaan terbuka tersebut kemudian dijadikan bahan penyampaian materi dalam pembelajaran. Melalui pertanyaan terbuka siswa diharapkan dapat menemukan berbagai jawaban benar atau menggunakan berbagai pendekatan yang digunakan untuk menjawab pertanyaan. Dengan begitu, siswa tidak akan terpaku pada satu jawaban atau pun satu cara pengerjaan saja. Oleh karena itu, pendekatan ini dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.
Salah satu setting pembelajaran yang berpusat pada siswa adalah pembelajaran Learning cycle 7e. Learning cycle 7e terdiri dari tujuh langkah yaitu elicit, engagement (pembangkitan minat siswa), exploration (eksplorasi), explanation (penjelasan), elaboration (pengaplikasian), evaluation (evaluasi), dan extend (memperluas). Model pembelajaran ini merupakan pengembangan dari model pembelajaran learning cycle 5e dengan tahapan seperti learning cycle 7e tanpa ada tahap elicit dan extend. Pada tahap elicit, bertujuan untuk mengetahui pengetahuan awal siswa sebelum pembelajaran dimulai. Tahap engagement hampir sama dengan menarik motivasi siswa yang guru lakukan di awal pembelajaran. Menurut Made Wena (2013: 171) pembangkitan minat siswa dapat dilakukan dengan memberikan pertanyaan yang bersifat kontekstual, dari pertanyaan tersebut siswa akan merespon dengan memberikan jawaban dari pertanyaan. Kemudian tahap exploration, pada tahap ini siswa dibagi menjadi kelompok kecil yang terdiri dari 2-4 siswa. Kelompok-kelompok kecil tersebut diberi kesempatan untuk mengeksplorasi pengetahuannya sendiri. Tahap selanjutnya adalah explanation yaitu tahap
(6)
dimana siswa harus dapat menjelaskan konsep yang didapatkan secara runtut. Elaboration adalah tahap dimana siswa mengaplikasikan konsep pada masalah yang baru. Tahap evaluation yaitu tahap dimana siswa melakukan evaluasi diri terhadap pembelajaran yang dilakukan sehingga siswa mengetahui apa kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap terakhir adalah tahap extend yaitu tahap siswa mengaplikasikan pengetahuan yang didapat dan menghubungkannya dengan konsep yang telah dipelajari maupun yang belum dipelajari. Dengan demikian, model pembelajaran learning cycle 7e dapat memfasilitasi siswa untuk belajar secara aktif dan meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.
Berdasarkan hasil observasi kelas yang dilakukan selama PPL (Praktik Pengalaman Lapangan) pada 10 Agustus 2015 sampai dengan 11 September 2015 di SMP N 2 Tempel menunjukkan bahwa pembelajaran di kelas menggunakan metode ceramah. Guru menjelaskan konsep dan memberikan contoh soal serta cara penyelesaiannya di papan tulis sehingga siswa tahu bagaimana mengerjakan soal tersebut. Kemudian siswa diberikan latihan soal, guru berkeliling mengamati dan membimbing siswa yang kesulitan mengerjakan soal. Hasil dari latihan soal adalah siswa menggunakan cara yang sama dengan cara yang guru contohkan. Apabila dirubah sedikit tipe soalnya dan masih menggunakan konsep yang sama, siswa sudah kebingungan. Pada pembelajaran tersebut kegiatan siswa adalah mendengarkan, mencatat dan berdiskusi apabila diminta untuk berdiskusi. Pembelajaran tersebut membuat siswa hanya terpaku pada contoh soal yang diberikan oleh guru serta cara yang
(7)
sama seperti yang dicontohkan sehingga apabila diberikan soal yang bervariasi, siswa akan kesulitan mengerjakannya. Uraian di atas menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa masih rendah. Selain itu, motivasi dalam mengikuti pembelajaran juga masih rendah dengan banyaknya siswa yang tidak fokus dalam pelajaran. Siswa lebih memilih untuk bercerita hal yang tidak berhubungan dengan pelajaran bersama teman sebangkunya. Selanjutnya berdasarkan keterangan guru matematika, hasil belajar siswa juga masih rendah. Hal ini ditunjukkan dengan hasil ulangan pada satu kelas hanya ada satu siswa yang memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
Berdasar uraian latar belakang di atas pembelajaran dengan pendekatan open-ended dalam setting pembelajaran learning cycle 7e diduga dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa yang juga berimbas pada hasil belajar siswa. Oleh karena itu, peneliti bermaksud melakukan penelitian untuk mengetahui keefektifan pembelajaran dengan pendekatan open-ended dalam setting pembelajaran learning cycle 7e yang ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.
B.Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:
1. Siswa terpaku pada satu cara penyelesaian masalah seperti yang diajarkan guru.
(8)
3. Kreativitas siswa dalam menyelesaikan masalah masih kurang. 4. Pembelajaran yang digunakan sebelumnya belum bervariasi.
C.Pembatasan Masalah
Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada keefektifan pembelajaran matematika dengan pendekatan open-ended dalam setting pembelajaran Learning cycle 7e ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada materi Segitiga dan Segi Empat di SMP Negeri 2 Tempel kelas VII.
D.Rumusan Masalah
Dari latar belakang dan pembatasan masalah dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah pendekatan open-ended dalam setting pembelajaran learning cycle 7e efektif ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SMP kelas VII?
2. Apakah pembelajaran ekspositori efektif ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SMP kelas VII?
3. Apabila pendekatan open-ended dalam setting pembelajaran learning cycle 7e dan pembelajaran ekspositori efektif ditinjau dari kemapuan berpikir kreatif matematis siswa, manakah yang lebih efektif?
(9)
E.Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mendeskripsikan keefektifan pendekatan open-ended dalam setting pembelajaran learning cycle 7e ditinjau dari kemapuan berpikir kreatif matematis siswa SMP kelas VII.
2. Mendeskripsikan keefektifan pembelajaran ekspositori ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SMP kelas VII.
3. Jika keduanya efektif, mendeskripsikan manakah yang lebih efektif antara pendekatan open-ended dalam setting pembelajaran learning cycle 7e dan pembelajaran ekspositori ditinjau dari kemapuan berpikir kreatif matematis siswa SMP kelas VII.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pelaku pendidikan seperti guru, siswa dan peneliti sebagai calon pendidik.
1. Manfaat penelitian bagi guru
Hasil penelitian dapat dijadikan referensi dan alternatif untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif. Selain itu guru juga dapat mengembangkan upaya untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif. 2. Manfaat penelitian bagi siswa
Siswa menjadi tidak pasif karena adanya pembelajaran yang melibatkan aktivitas mereka sehingga pengalaman belajar siswa bertambah
(10)
dan dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis melaui pendekatan open-ended dalam setting pembelajaran learning cycle 7e. . 3. Manfaat penelitian bagi peneliti
Peneliti dapat mengetahui keefektifan pembelajaran dengan pendekatan open-ended dalam setting pembelajaran learning cycle 7e ditinjau dari kemapuan berpikir kreatif matematis siswa, sehingga peneliti sebagai calon pendidik dapat menggunakan hasil penelitian sebagai salah satu acuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.
(11)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.Deskripsi Teori
1. Keefektifan Pembelajaran Matematika a. Pengertian Keefektifan Pembelajaran
Keefektifan berasal dari kata efektif yang artinya mempunyai pengaruh atau akibat. Sedangkan keefektifan berarti keberhasilan terhadap suatu tindakan tertentu. Pada kegiatan pembelajaran suatu tindakan yang dimaksud adalah penggunaan pendekatan, metode atau strategi oleh guru. Dengan demikian, apabila semakin maksimal hasil yang dicapai maka semakin efektif pula suatu kegiatan pembelajaran.
Eka Nur Anisa (2013: 5) menyatakan bahwa keefektifan pembelajaran adalah keterkaitan antara tujuan dan hasil dari suatu pembelajaran. Ketuntasan hasil pembelajaran menunjukkan tercapainya tujuan pembelajaran yang telah direncanakan sehingga pembelajaran dikatakan efektif. Hal senada diungkapkan oleh Daryanto (2013: 57) bahwa efektivitas merupakan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran. Tingkat pencapaian merupakan ukuran yang harus dicapai siswa dalam pembelajaran. Pencapaian tujuan pembelajaran dapat berupa peningkatan pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan. Mengetahui keefektifan suatu pembelajaran merupakan hal penting karena akan memberikan gambaran sejauh mana pembelajaran dapat mencapai tujuan. Oleh karena itu agar siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran diperlukan kegiatan
(12)
pembelajara inovatif yang memfasilitasi siswa dalam belajar sehingga siswa paham dengan konsep yang disajikan oleh guru.
Pembelajaran yang efektif tidak hanya dilihat dari hasilnya saja tetapi juga melalui proses pembelajaran. Hal tersebut diungkapkan Hamruni (2012: 23) melalui prinsip pembelajaran yang efektif meliputi orientasi pada tujuan, aktivitas, individualitas, dan integritas.
1. Berorientasi pada tujuan
Sangat jelas bahwa pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang berioentasi pada tujuan. Segala kegiatan guru dan siswa dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
2. Aktivitas
Pembelajaran tidak diartikan sebagai transfer ilmu dari guru ke siswa ataupun menghafal informasi yang ada pada sumber belajar. Belajar adalah sebuah aktivitas bagi siswa agar mereka mendapatkan pengalaman belajar. Pengalaman belajar akan membuat belajar menjadi bermakna karena siswa mengalami sendiri prosesnya melalui aktivitas.
3. Individualitas
Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyeluruh dan mengena semua siswanya. Namun, pada hakikatnya tujuan yang dicapai adalah adanya perubahan tingkah laku pada setiap siswa.
(13)
4. Integritas
Mengajar tidak hanya menitikberatkan pada kemampuan kognitif saja. Pembelajaran yang efektif akan melibatkan dan mengembangkan semua aspek yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor.
Berdasarkan uraian di atas, agar pembelajaran efektif maka diperlukan suasana kelas yang dirancang sedemikian sehingga siswa dapat berinteraksi satu sama lain. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dikatakan efektif apabila telah mencapai tujuan yang ditetapkan dengan melalui proses pembelajaran yang menitikberatkan pada kegiatan aktivitas siswa. Tujuan pada penelitian ini dilihat dari hasil tes kemampuan berpikir kreatif dengan ketuntasan belajar menggunakan kriteria ketuntasan minimal 75 sesuai dengan kriteria yang ditetapkan sekolah.
b. Pembelajaran Matematika SMP 1).Pengertian Pembelajaran
Pengertian pembelajaran menyangkut dua pengertian yaitu pengertian belajar dan pembelajaran. Belajar menurut Gagne (Ratna Wilis, 2006: 2) dapat didefinisikan sebagai suatu proses atau kegiatan yang dilakukan oleh suatu kelompok sehingga berubah perilakunya sebagai hasil dari pengalaman. Perubahan perilaku yang dimaksud adalah setelah proses atau kegiatan terjadi, seorang atau suatu kelompok akan mendapatkan sebuah pengalaman atau pengetahuan baru sehingga awalnya tidak tahu menjadi tahu, dari perilaku negatif
(14)
menjadi positif, dari tidak bisa menjadi bisa. Hal serupa juga diugkapkan oleh Zainal Arifin (2012: 6) bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan dalam memenuhi kebutuhannya. Jadi, seorang dikatakan telah belajar apabila mengalami peningkatan yang berupa pengetahuan maupun keterampilan serta dapat menjelaskan atau mempraktikan apa yang telah dipelajari dengan menggunakan caranya sendiri. Aunurrahman (2012: 18) menyebutkan belajar dalam pandangan konstruktivis adalah proses konstruksi pengetahuan yang melibatkan keaktifan siswa. Konstruksi pengetahuan dapat dilakukan dengan menghubungkan bahan yang dipelajari dengan pengalaman-pengalaman yang telah dimiliki siswa sehingga pengetahuan tentang hal yang dipelajari menjadi bermakna.
Istilah belajar tidak pernah lepas dari pembelajaran. Pembelajaran dapat diartikan sebagai proses belajar mengajar. Fenstermacher (Zainal Arifin , 2012: 7) menyatakan suatu aktivitas disebut pembelajaran apabila ada seorang yang memiliki pengetahuan untuk diberikan pada orang lain, adanya pengetahuan yang akan disampaikan, adanya upaya untuk menyajikan atau menyampaikan pengetahuan, adanya penerima pengetahuan, dan adanya hubungan antara pemberi dan penerima. Hubungan yang dimaksud adalah suatu interaksi yang terjadi antara pemberi dan penerima. Sehingga apabila istilah pembelajaran dikaitkan dengan pembelajaran di kelas maka
(15)
pembelajaran merupakan proses interaksi antara guru dengan siswa yang berisikan kegiatan dengan tujuan agar terjadi proses belajar.
Ciri utama pembelajaran adalah dengan adanya interaksi. Hal tersebut dijelaskan oleh Rusman, dkk (2013: 38) yang menyatakan bahwa interaksi adalah ciri utama pembelajaran. Interaksi yang terjadi adalah interaksi antara siswa dengan lingkungan belajarnya, baik dengan guru, antar siswa, dengan media, alat atau sumber belajar yang lain. Ciri lain dari pembelajaran adalah adanya beberapa komponmen yang terlibat yaitu tujuan, materi, strategi, media, dan evaluasi belajar. Hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran bukan hanya penyampaian materi dan menghafal saja tetapi juga terdapat kegiatan-kegiatan seperti penyelesaian masalah, pengembangan konsep dan konstruksi solusi. Oleh karena itu, pembelajaran dengan penyampaian materi secara langsung dan menghafal kurang memberikan tempat bagi siswa untuk menyelesaikan kegiatan penyelesaian masalah, pengembangan konsep dan konstruksi solusi maka diperlukan kegiatan pembelajaran yang mendukung.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah upaya guru yang menyebabkan terjadinya interaksi antara guru dan siswa yang berisikan kegiatan yang bertujuan agar terjadi proses belajar. Perubahan pengalaman yang terjadi adalah dari tidak tahu menjadi tahu, tidak paham menjadi paham dan dari tidak bisa menjadi bisa mengenai matematika. Upaya
(16)
yang guru lakukan berupa suatu aktivitas bagi siswa sehingga siswa dalam proses belajar dapat mengkonstruksi pengetahuannya sendiri dan mampu menyelesaikan masalah yang diberikan.
2).Matematika Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Menurut Piaget (Erman Suherman, 2003: 37) ada empat tahap berkembangan kognitif seseorang berdasarkan usianya. Tahap tersebut adalah tahap sensori motor (dari lahir sampai sekitar 2 tahun), tahap pra operasional (usia 2 tahun sampai dengan 7 tahun), tahap operasi konkret (usia 7 tahun sampai 11 tahun), dan tahap operasi formal (dari usia sekitar 11 tahun ke atas). Berdasarkan teori di atas siswa SMP termasuk dalam tahap operasi formal. Tahap operasi formal adalah tahap dimana seorang anak sudah mampu untuk melakukan penalaran dengan hal-hal yang abstrak. Namun, pada usia ini keabstrakan bersifat pengenalan dan peningkatan sehingga siswa masih memerlukan contoh konkritnya.
Erman Suhenrman (2003: 16) menyatakan bahwa matematika adalah suatu ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui proses penalaran. Proses penalaran merupakan proses berpikir yang menghasilkan suatu konsep. Proses tersebut dapat diperoleh melalui aktivitas siswa dalam pembelajaran.
Matematika yang abstrak, sistematik, logik, dan memiliki aturan yang ketat akan susah diterima oleh siswa sekolah menengah. Oleh karena, itu dalam membelajarkan matematika perlu suatu
(17)
strategi, sehingga matematika dalam dunia pendidikan memiliki karakteristik tersendiri tetapi tidak lepas dari hakekat matematika. Matematika dalam dunia pendidikan disebut dengan matematika sekolah. Ebbutt dan Straker (Marsigit, 2015: 235-237) mengemukakan karakteristik matematika sekolah yaitu:
a. Matematika adalah kegiatan menemukan pola dan hubungan. Matematika merupakan ilmu eksak yang strukturnya terorganisir dan berkesinambungan satu sama lain, sehingga siswa belajar matematika dengan cara menemukan pola pada topik yang dipelajari.
b. Matematika sebagai kreativitas siswa, sehingga dalam belajar matematika siswa memerlukan imajinasi, intuisi yang merupakan pengetahuan awal mereka mengenai suatu konsep, dan kemampuan menemukan konsep. Kreativitas masing – masing siswa berbeda sehingga siswa dapat menjelaskan kepada siswa lain bagaimna cara menemukan konsep atau memecahkan suatu masalah.
c. Matematika sebagai kegiatan pemecahan masalah. Matematika sebagai ilmu wajib yang ada disetiap jenjang pendidikan memiliki struktur yang berkesinambungan sehingga suatu konsep dapat dikaitkan dengan konsep yang lain, inilah yang menjadikan masalah matematika menjadi kompleks. Permasalahan tersebut kemudian harus dicari solusinya. Kegiatan pemecahan masalah akan membuat siswa memiliki kemampuan berpikir yang tinggi.
(18)
d. Matematika sebagai alat berkomunikasi. Dengan mempelajari matematika, siswa akan membicarakan persoalan matematika baik dengan teman ataupun dengan guru. Hal tersebut membuat siswa mengetahui bagaimana sebenarnya karakteristik persoalan matematika. Selain itu, siswa juga membaca dan menulis matematika yang hampir semua topik matematika menggunakan simbol-simbol yang harus dipelajari terlebih dahulu untuk mengetahuinya.
Karakteristik pembelajaran matematika sekolah menurut Erman Suherman (2003: 67-68) yaitu:
a. Pembelajaran Matematika Bertahap
Matematika diajarkan pada tiap jenjang sekolah dengan tingkat keabstrakan masing-masing. Mulai dari yang konkrit dilanjutkan ke hal yang abstrak, dari yang sederhana ke hal yang kompleks, atau dari konsep yang mudah ke konsep yang sukar. Hal-hal tersebut dapat dilihat pada materi matematika pada tiap jenjang dari SD, SMP, dan SMA.
b. Pembelajaran Matematika Mengikuti Metode Spiral
Pembelajaran matematika dalam mengenalkan konsep baru harus memperhatikan konsep yang telah siswa terima atau telah dipelajari. Metode spiral yang dimaksud adalah metode spiral naik, artinya pembelajaran matematika tidak sekedar mengulang atau mengaitkan tetapi juga harus memperdalam dan memperluas.
(19)
c. Pembelajaran Matematika Menekankan Pola Pikir Deduktif
Matematika adalah ilmu deduktif. Namun, penerapan di sekolah harus menyesuaikan tingkat intelektualnya. Pada siswa SMP pembelajaran matematika belum seluruhnya menggunakan metode deduktif tetapi masih dicampur dengan metode induktif. Artinya, dalam pembelajaran tidak selalu menyampaikan definisi terlebih dahulu, bisa memulai pembelajaran dengan contoh-contoh terlebih dahulu. Hal tersebut juga harus disesuaikan dengan materi atau topik yang akan dibahas.
d. Pembelajaran Matematika Menganut Kebenaran Konsistensi
Pembelajaran matematika di sekolah tidak selalu mengunakan metode deduktif dalam penyampaiannya. Metode induktif juga digunakan tergantung pada konteks materi yang akan dipelajari. Walaupun demikian, generalisasi suatu konsep haruslah bersifat deduktif karena kebenaran matematika sesuai dengan struktur deduktif aksiomatiknya.
c. Materi Segitiga dan Segi Empat SMP Kelas VII
Penelitian dilakukan di SMP kelas VII semester genap dengan mengambil materi pembelajaran segitiga dan segi empat. Materi pembelajaran sesuai dengan lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006 mengenai Standar Isi. Berikut adalah tabel Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada materi segitiga dan segi empat.
(20)
Tabel 1. SK dan KD Materi Segitiga dan Segi Empat SMP Kelas VII Standar Kompetensi (SK) Kompetensi Dasar (KD) 6. Memahami konsep segi
empat dan segitiga serta menentukan ukurannya
6.1 Mengidentifikasi sifat-sifat
segitiga berdasarkan sisi dan sudutnya
6.2 Mengidentifikasi sifat-sifat
persegi panjang, persegi,
trapesium, jajargenjang, belah ketupat dan layang-layang 6.3 Menghitung keliling dan luas
bangun segitiga dan segi empat serta menggunakannya dalam pemecahan masalah 6.4 Melukis segitiga, garis tinggi,
garis bagi, garis berat dan garis sumbu
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui topik apa saja yang harus dipelajari oleh siswa. Tujuan pembelajaran materi segitiga dan segi empat sesuai Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yaitu memahami konsep segitiga dan segi empat serta mengenal macam-macam segi empat beserta sifat-sifatnya. Selanjutnya, menentukan ukuran-ukuran segitiga dan segi empat yang meliputi keliling maupun luas bangun segitiga dan segi empat serta dapat menerapkannya dalam pemecahan masalah. Melalui Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) kemudian dirumuskan indikator-indikator pembelajaran.
Materi segitiga dan segi empat juga terdapat dalam pembelajaran di Sekolah Dasar (SD) sehingga siswa sudah mengenal beberapa sifat-sifat segitiga dan segi empat. Keliling dan luas pun sudah pernah diajarkan. Namun, pembelajaran materi tersebut di SMP tidak semudah di SD. Pembelajaran di SMP menekankan pada pemahaman
(21)
konsep sehingga siswa tidak sekedar mengetahui rumus tetapi mengetahui darimana rumus tersebut didapatkan. Selain itu, permasalah yang dihadapi siswa SMP juga lebih rumit daripada di SD sehingga siswa membutuhkan kemampuan berpikir lebih daripada ketika duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).
2. Pendekatan Open-Ended dalam Setting Pembelajaran Learning Cycle 7E
a. Pengertian Pendekatan Open-Ended
Pendekatan open-ended adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika. Pendekatan pembelajaran sendiri diartikan sebagai cara pandang terhadap proses pembelajaran yang di dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatarbelakangi metode pembelajaran (Iif Khoiru A, 2011: 4). Sagala (Suyono, 2015: 55) menyebutkan bahwa pendekatan pembelajaran adalah proses yang akan ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Disebutkan juga pendekatan pembelajaran adalah aktivitas guru dalam memilih kegiatan pembelajaran, apakah guru akan menjelaskan suatu pengajaran dengan materi bidang studi yang sudah tersususun dalam urutan tertentu atau dengan menggunakan materi yang terkait satu dengan lainnya dalam tingkat kedalaman berbeda atau bahkan merupakan materi yang dalam suatu kesatuan disiplin ilmu. Erman Suherman (2003: 74) berpendapat bahwa pendekatan pembelajaran matematika adalah cara yang digunakan
(22)
oleh guru dalam menempuh proses pembelajaran sehingga konsep yang diberikan atau diajarkan dapat dengan mudah dipahami oleh siswa.
Open-ended adalah pendekatan yang dikembangkan pada tahun 1970 di Jepang dan merupakan pendekatan yang baru pada masa itu. Pehkonen (1997: 56) menyatakan bahwa pendekatan open-ended adalah pendekatan yang menekankan pada pemahaman dan kreativitas siswa melalui permasalahan yang bersifat terbuka. Suatu masalah dikatakan terbuka apabila masalah tersebut tidak dijabarkan secara lengkap sehingga memberikan kesempatan pada siswa untuk bebas memberikan jawaban mereka. Pemberian masalah terbuka memungkinkan siswa menjawab permasalahan dengan berbagai macam jawaban, akan tetapi tidak semua jawaban siswa dibenarkan. Pendekatan ini tetap mengutamakan kebenaran siswa dalam menyelesaikan permasalahan. Black (2007: 7) menyatakan hal yang hampir serupa yaitu pendekatan open-ended adalah pendekatan yang digunakan oleh orang Jepang untuk membelajarkan matematika kepada siswanya. Pendekatan open-ended berusaha menjauhkan siswa dari rasa bosan belajar dengan melakukan pembelajaran aktif selain itu, siswa diberi kesempatan untuk menyelesaikan permasalahan dengan cara yang berbeda sehingga siswa tidak terpaku hanya pada satu cara saja. Siswa mengeksplorasi sendiri pengetahuan mereka dalam menyelesaikan masalah, dalam hal ini guru juga memberikan wadah pada siswa agar dapat belajar melalui sudut pandang yang baru, sehingga selain dapat menyelesaikan masalah dengan
(23)
berbagai cara, siswa juga akan menemukan banyak jawaban benar terhadap permasalahan yang diberikan.
Mihajlovic (2015: 35) mengemukakan bahwa pendekatan open-ended adalah pendekatan yang memfasilitasi siswa belajar dengan menggunakan pengalaman untuk menemukan sesuatu yang baru. Hal baru tersebut dapat diperoleh siswa melalui aktivitas dalam belajar. Erman Suherman (2003: 124) menyatakan bahwa pendekatan openended adalah pendekatan pembelajaran yang memfasilitasi adanya kegiatan interaktif dalam pembelajaran matematika sehingga menstimulasi siswa untuk menjawab pertanyaan dengan menggunakan berbagai strategi.
Seperti yang telah diuraikan bahwa pendekatan open-ended menggunakan masalah terbuka pada pembelajarannya. Masalah terbuka adalah masalah yang tidak lengkap sehingga siswa dapat secara bebas mengisi atau menjawab permasalahan sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. Nohda (Ahmad Mabruri W, 2015: 58) menyatakan masalah terbuka diklasifikasikan dalam tiga tipe yaitu: (1) prosesnya terbuka, artinya suatu masalah memiliki cara penyelesaian yang beragam, (2) jawaban terbuka, artinya suatu masalah memiliki banyak jawaban yang benar, dan (3) pengembangannya terbuka. Adanya masalah terbuka menjadikan kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa seperti yang diungkapkan Mihajlovic (2015: 36) bahwa penggunaan masalah open-ended akan membuat siswa lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran yang ditunjukkan dengan seringnya siswa
(24)
mengungkapkan pendapat dengan cara mereka sendiri dengan jawaban yang unik (tidak biasanya) sehingga kegiatan tersebut akan meningkatkan kreativitas matematika siswa.
Dari beberapa pengertian pendekatan open-ended di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan open-ended adalah pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa yang menekankan pada aktivitas dan pemecahan masalah terbuka sehingga siswa dapat memberikan cara atau penyelesaian yang berbeda dari permasalahan yang diberikan. Pertanyaan atau problem terbuka yaitu pertanyaan yang memiliki multi jawaban benar sehingga siswa dapat mengembangkan berbagai cara atau metode dalam menyelesaikan masalah.
Pokok pikiran dari pendekatan pembelajaran open-ended pada pelajaran matematika adalah kegiatan pembelajaran untuk membangkitkan interaksi antara matematika dan siswa sehingga merangsang siswa untuk menjawab pertanyaan dengan berbagai strategi. Kegiatan matematika dan kegiatan siswa dalam pembelajaran open-ended dirumuskan sebagai berikut:
a. Kegiatan siswa harus terbuka
Kegiatan siswa harus terbuka artinya kegiatan pembelajaran harus memberikan kebebasan pada siswa untuk melakukan segala sesuatu secara bebas.
(25)
b. Kegiatan matematika adalah ragam berpikir
Kegiatan matematika adalah kegiatan yang didalamnya terdapat kegiatan pengabstraksian dari pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari kedalam dunia matematika atau sebaliknya. Pada dasarnya, kegiatan matematika akan mengundang proses manipulasi dan manifestasi dalam dunia matematika.
c. Kegiatan siswa dan kegiatan matematika merupakan satu kesatuan Dalam pembelajaran matematika guru diharapkan dapat mengangkat pemahaman siswa bagaimana mememcahkan masalah dan perluasan serta pendalaman dalam berpikir matematika sesuai dengan kemampuan individu. Kegiatan siswa dan matematika dikatakan terbuka jika kebutuhan dan berpikir matematika siswa terperhatikan guru melalui kegiatan-kegiatan matematika yang bermanfaat untuk menjawab permasalahan matematika lainnya.
Pendekatan open-ended bukan pendekatan yang tidak memiliki celah berikut adalah keuntungan dan kelemahan menggunakan pendekatan open-ended yaitu:
Keuntungan menggunakan masalah open-ended: a. Partisipasi siswa lebih aktif dalam pembelajaran b. Siswa lebih sering mengutarakan ide mereka
c. Setiap siswa dapat menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri d. Siswa dapat mengembangkan kemampuan matematika dan berpikir
(26)
Kelemahan menggunakan pendekatan open-ended:
a. Guru tidak selalu memiliki alat untuk mengevaluasi hasil pekerjaan siswa yang berbeda-beda atau alat untuk mempromosikan pemecahan masalah yang levelnya lebih tinggi.
b. Susah dalam membangun situasi yang bermakna c. Susah dalam meringkas pembelajaran.
b. Pengertian Model Pembelajaran Learning Cycle 7E
Model pembelajaran learning cycle adalah salah satu model dalam pembelajaran konstruktivis. Pembelajaran konstruktivis adalah pembelajaran yang menekankan bahwa belajar adalah suatu kegiatan yang berupa aktivitas siswa dalam menemukan pengetahuan dan konsep bukan sekedar kegiatan transfer informasi dan fakta. Pembelajaran siklus (learning cycle) pada awalnya terdiri dari tiga tahap yaitu eksplorasi (exploration), pengenalan konsep (concept introduction), dan penerapan konsep. Tiga tahap tersebut kemudian mengalami pengembangan menjadi lima tahap. Lima tahap pembelajaran siklus ini disebut sebagai learning cycle 5e yang tahapannya terdiri atas engagement (pembangkitan minat), eksplorasi (exploration), penjelasan (explanation), elaborasi (elaboration), dan evaluasi (evaluation). Pada tahun 2003 pembelajaran siklus dikembangkan lagi menjadi tujuh langkah oleh Eisenkraft. Dengan demikian, pembelajaran learning cycle 7e adalah model pembelajaran yang menggunakan pendekatan konstruktivis melalui 7 tahap.
(27)
Tujuh langkah pembelajaran siklus (learning cycle 7e) tidak jauh berbeda dengan dengan learning cycle 5e, hanya saja ada perubahan pada beberapa tahap yaitu pada tahap engagement, elaboration dan evaluation. Pada tahap engagement berkembang menjadi tahap elicit dan engage kemudian tahap elaboration dan evaluasi menjadi elaboration, evaluation dan extend.
Berikut tabel perubahan model pembelajaran learning cycle 5e menjadi learning cycle 7e yang dikembangkan oleh Eisenkraft:
Tabel 2. Perbedaan Tahap Learning Cycle 5E dan Learning Cycle 7E
Learning Cycle 5E Learning Cycle 7E
Engage Elicit
Engage
Exploration Exploration
Explanation Explanation
Elaboration Evaluation
Elaboration Evaluation
Extend
Tahap-tahap pembelajaran learning cycle 7e adalah: a. Elicit
Eliciting prior knowledge atau memunculkan pemahaman awal siswa adalah tahap pertama pembelajaran. Eisenkraft (2003: 57) mengemukakan bahwa tahap elicit bertujuan untuk memastikan apa yang siswa tahu sebelum kegiatan belajar. Sementara itu, Mecit (2006: 3) menyatakan bahwa tahap elicit adalah tahap memunculkan pengetahuan awal siswa mengenai materi yang akan dipelajari sehingga guru dapat menganalisa dan mengetahui apakah ada
(28)
miskonsepsi siswa terhadap materi sebelum kegiatan belajar berlangsung. Pada tahap ini, guru berusaha mendatangkan pengetahuan awal siswa tentang materi yang akan dibahas.
Pengetahuan awal dapat dimunculkan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan mendasar kepada siswa sehingga siswa menjadi penasaran dengan materi yang akan dipelajari. Pertanyaan yang diajukan berupa pertanyaan singkat yang berhubungan dengan kehidupan siswa sehari-hari atau tentang materi yang pernah siswa pelajari di jenjang sebelumnya. Pengetahuan awal dari siswa sangat penting diketahui oleh guru agar guru dapat segera merancang pembelajaran yang sesuai dengan pengetahuan awal siswa.
Oleh karena, itu dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa elicit adalah tahap pertama dalam pembelajaran siklus 7e. Pada tahap ini, guru membimbing siswa untuk memunculkan pemahaman awal tentang materi yang akan dipelajari. b. Engagement (Pembangkitan Minat)
Tahap kedua dari model pembelajaran learning cycle 7e adalah engagement atau pembangkitan minat. Tahap ini hampir sama dengan menarik motivasi siswa yang guru lakukan di awal pembelajaran. Menurut Made Wena (2013: 171) pada tahap ini guru berusaha membangkitkan dan mengembangkan minat serta keingintahuan siswa pada materi yang akan diajarkan. Pembangkitan minat siswa dapat dilakukan dengan memberikan pertanyaan faktual
(29)
yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, dari pertanyaan tersebut siswa akan merespon dengan memberikan jawaban dari pertanyaan.
Mecit (2006: 3) mengemukakan bahwa pembangkitan minat dapat dilakukan dengan menggunakan media atau percobaan sederhana untuk menangkap perhatian siswa. Sejalan dengan hal tersebut, Eisenkraft (2003: 57) menyebutkan hal-hal yang dapat dilakukan untuk membangkitkan minat siswa adalah dengan melihat suatu percobaan, mengamati gambar, memahami studi kasus, dan sebagainya. Melalui pengamatan tersebut siswa tertarik terhadap materi yang akan disampaikan.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa engage adalah tahap yang bertujuan untuk menangkap perhatian siswa yang dapat dilakukan dengan cara mengaitkan materi dalam kehidupan sehari-hari baik itu menggunakan media maupun melalui pertanyaan faktual sehingga siswa termotivasi mengikuti pembelajaran.
c. Exploration (Eksplorasi)
Tahap ketiga setelah engagement (pembangkitan minat) adalah exploration (eksplorasi) . Made Wena (2013: 171) mengatakan pada tahap ini siswa dibagi menjadi kelompok kecil yang terdiri dari 2-4 siswa. Kelompok-kelompok kecil tersebut diberi kesempatan untuk mengeksplorasi pengtahuannya sendiri. Tahap ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa dalam mengontruksi pengetahuannya sendiri. Eisenkraft (2003: 57)
(30)
menjelaskan hal-hal yang dapat siswa lakukan pada tahap eksplorasi yaitu mengamati, mengumpulkan data, memisahkan variabel, merancang dan merencanakan percobaan, membuat grafik, menganalisa hasil, mengembangkan hipotesis, dan mengorganisir penemuan mereka.
Pada tahap ini, siswa diberikan kesempatan untuk berdiskusi, mencoba, menganalisa, membaca buku, dan melakukan berbagai hal guna dapat menyelesaikan permasalahan atau menemukan konsep yang sedang mereka pelajari. Karena pada tahap ini siswa berkelompok, maka akan ada saling tukar pikiran antar siswa dalam satu kelompok.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tahap eksplorasi adalah tahap siswa mencari tahu atau mengeksplor pengetahuannya sendiri. Pada tahap ini siswa dikelompokkan ke dalam kelompok kecil sehingga mereka dapat berdiskusi untuk menemukan konsep yang mereka pelajari. Guru pada tahap ini bertindak sebagai fasilitator. d. Explanation (Penjelasan)
Pada tahap ini, guru ditunntut untuk mendorong siswa agar dapat menjelaskan konsep dengan bahasanya sendiri. Konsep yang dijelaskan berasal dari hasil eksplorasi yang telah dilakukan siswa pada tahap sebelumnya. Setelah siswa menjelaskan apa yang diperoleh, kemudian penjelasan dikritisi dan dikomentari guru dan siswa lain (Made Wena, 2013: 172). Hal senada juga diungkapkan
(31)
oleh Mecit (2006: 3) bahwa setelah tahap eksplorasi siswa diminta untuk menjelaskan hasil diskusi mereka mengenai konsep yang didapatkan. Pada tahap ini, siswa menjelaskan di depan kelas yang diperhatikan oleh seluruh siswa lain dan guru. Hal yang dijelaskan berupa hasil dan teori atau rumus yang digunakan untuk menemukan konsep yang mereka presentasikan. Ketika salah satu perwakilan kelompok menjelaskan hasil diskusi, siswa lain bertugas mendengarkan dan memberi komentar apabila ada perbedaan hasil diskusi. Pada tahap ini guru bertindak sebagai penegas dari apa yang siswa diskusikan.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tahap explain atau menjelaskan adalah tahap dimanan siswa menjelaskan konsep, rumus, atau teori yang ia peroleh dari hasil eksplorasi kepada teman-temannya dan kepada guru. Pada tahap ini guru dan siswa lain memberikan masukkan atas penjelasan siswa.
e. Elaboration
Elaborasi adalah tahap kelima pada model pembelajaran learning cycle 7e. Pada tahap ini siswa mengaplikasikan konsep dan pengetahuan yang telah didapatkan melalui situasi dan keadaan yang baru. Dengan mengaplikasikan atau menerapkan, siswa akan mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna. Seperti dikatakan Abruscato (1996: 39), bahwa pada tahap ini guru merancang situasi baru atau masalah baru yang dapat diselesaiakan berdasarkan
(32)
pengetahuan siswa yang diperoleh melalui tahap-tahap sebelumnya. Sejalan dengan hal tersebut, Eisenkraft (2003: 58) menyatakan bahwa pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk mengaplikasikan konsep yang baru mereka pelajari dalam konteks yang berbeda. Pada tahap ini, tugas guru adalah membimbing siswa apabila siswa merasa kesulitan mengaplikasikan atau menyelesaikan permasalahan yang diberikan.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tahap elaborasi adalah tahap di mana siswa mengaplikasikan pengetahaunan yang mereka peroleh melalui suatu pemasalahan atau konteks yang baru. f. Evaluation
Evaluasi adalah tahap keenam dalam pembelajaran siklus 7e. Pada tahap ini, siswa diberikan soal evaluasi yang dikerjakan secara individu. Eisenkraft (2003: 58) mengemukakan bahwa tahap evaluasi bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam belajar. Evaluasi akan mengukur sejauh mana siswa paham terhadap materi yang telah dipelajari. Evaluasi ini juga berlaku bagi guru yaitu mengetahui sejauh mana keberhasilan guru dalam mengajar. Linda Liana (2014:19) menyatakan pada tahap ini guru dituntut harus dapat mengamati pengetahuan atau pemahaman siswa dalam menerapkan dalam menerapkan konsep baru. Dengan evaluasi, siswa akan mengetahui kemajuan maupun kekurangannya dalam proses pembelajaran yang sudah dilakukan.
(33)
g. Extend (memperluas)
Extend adalah tahap terakhir (ketujuh) dari pembelajaran siklus 7e. Pada tahap ini siswa mendapatkan tantangan untuk dapat mengaplikasikan konsep yang telah mereka pelajari dan menghubungkan konsep yang telah dipelajari dengan yang belum dipelajari. Eisenkraft (2003: 59) menyatakan bahwa tahap extend bertujuan mempertegas materi yang didapatkan dan mengaplikasikannya ke konteks yang baru. Konteks baru di sini adalah pengetahuan yang belum dipelajari atau permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Mecit (2006: 4) juga mengemukakan bahwa tahap extend adalah tahap di mana siswa memperluas pengetahuannya dengan cara mencari hubungan antara materi yang dipelajari dengan materi yang belum (akan) dipelajari atau hubungannya dengan masalah di kehidupan sehari-hari. Jadi, dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tahap extend adalah tahap yang yang bertujuan untuk memperluas dan mempertegas pengetahuan yang didapatkan oleh siswa. Pada tahap ini, siswa diharapkan dapat menghubungkan konsep yang diperoleh dengan masalah di kehidupan sehari-hari, masalah yang belum pernah mereka pelajari atau menghubungkannya dengan materi yang akan dipelajari pada pertemuan selanjutnya.
(34)
Tabel 3. Penerapan Pembelajaran Learning Cycle 7E di Kelas No Tahap Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
1 Elicit Mengajukan
pertanyaan mendasar terkait konsep yang akan dipelajari. Memberikan respon pada pertanyaan guru. Berusaha mengingat pengalaman yang telah dipelajari. 2 Engagement Membangkitkan
minat dan
keingintahuan siswa.
Mengajukan pertanyaan faktual terkait konsep yang akan dipelajari.
Mengaitkan topik dengan pengalaman siswa. Mengembangkan minat/rasa keingintahuan siswa. Memberikan respon pada pertanyaan guru. Berusaha mengingat pengalaman yang telah dipelajari 3 Exploration Membentuk
kelompok dan memberi
kesempatan untuk bekerjasama.
Guru sebagai fasilitator.
Menelaskan definisi dan penjelasan dengan menggunakan penjelasan siswa sebagai bahan diskusi
Memandu jalannya diskusi. Membentuk kelompok dan bekerja dalam kelompok. Membuat prediksi baru.
Mencermati dan berusaha
memahami penjelasan guru.
Berdiskusi
4 Explanation Mendorong siswa menjelakan konsep dengan kalimatnya sendiri.
Meminta bukti dan klarifikasi dari penjelasan siswa.
Mendengar secara
Mencoba memberi penjelasan terhadap konep yang dipelajari. Menggunakan catatan dan pengamatan
(35)
kritis penjelasan siswa dalam memberi penjelasan. Melakukan pembuktian. 5 Elaboration Mengingatkan siswa
pada penjelasan alternative dan mempertimbangkan bukti saat mereka mengeksplorasi masalah baru.
Mendorong dan memfasilitasi siswa mengaplikasikan konsep .
Menerapkan konsep dalam situasi yang baru.
Bertanya, mengusulkan pemecahan, membuat keputusan, melakukan percobaan, dan pengamatan. 6 Evaluation Mendorong siswa
melakukan evaluasi diri sehingga siswa mengetahui kekurangan dan kelebihannya. Melakukan evaluasi belajarnya sendiri.
7 Extend Memberikan permasalahan yang berkaitan dengan materi yang telah diberikan.
Menerapkan konsep yang telah dipelajari dan mengaitkan dengan materi lain yang belum dipelajari.
c. Pendekatan Open-Ended dalam Setting Pembelajaran Learning Cycle 7E
Pada penelitian ini, peneliti menggabungkan pembelajaran dengan pendekatan open-ended dengan model pembelajaran learning cycle 7e. Berikut adalah tahapannya:
(36)
Tabel 4. Tahap Pembelajaran dengan Open-Ended dalam Setting Learning Cycle 7E
No
Tahap Kegiatan Guru
1 Elicit Mengajukan pertanyaan mendasar terkait konsep yang akan dipelajari.
2 Engagement Mengajukan pertanyaan faktual yang bersifat terbuka terkait konsep yang akan dipelajari. Sehingga pertanyaan terbuka tersebut menjadi awal pembelajaran yang aktif. Pertanyaan terbuka dikaitkan dengan pengalaman siswa sehingga dapat membangkitkan minat siswa.
3 Exploration (Eksplorasi)
Guru membentuk kelompok yang terdiri dari kelompok kecil yang bertujuan agar siswa mengeksplorasi masalah yang telah diberikan secara berkelompok. Pada tahap ini siswa diberikan LKS untuk dapat bereksplorasi.
4 Explanation (Penjelasan)
Guru mendorong siswa menjelakan konsep dengan kalimatnya sendiri.
Meminta bukti dan klarifikasi dari penjelasan siswa.
Mendengar secara kritis penjelasan siswa 5 Elaboration Mengingatkan siswa pada penjelasan
alternative dan mempertimbangkan bukti saat mereka mengeksplorasi masalah baru.
Mendorong dan memfasilitasi siswa mengaplikasikan konsep. Hasil yang diharapkan adalah siswa dapat menyelesaikan masalah dengan lebih dari satu cara. Secara lancar, luwes, terperinci, dan penyelesaian bersifat baru.
6 Evaluation Mendorong siswa melakukan evaluasi diri sehingga siswa mengetahui kekurangan dan kelebihannya.
7 Extend Memberikan permasalahan yang berkaitan dengan materi yang telah diberikan. Sehingga siswa dapat menghubungkan konsep yang telah ia pelajari dan belum dipelajari.
(37)
Pembelajaran dengan pendekatan open-ended dalam model pembelajaran learning cycle 7e, diharapkan dapat membangkitkan kemampuan berpikir kreatif matematis pada siswa karena dengan soal terbuka siswa dapat menemukan berbagai solusi dalam memecahkan masalah.
d. Pembelajaran Ekspositori
Syaiful dan Aswan (2013: 21) mengungkapkan bahwa pembelajaran ekpositori adalah pembelajaran di mana guru lebih dominan dalam kelas. Namun, pembelajaran sudah dipersiapkan secara rapi sebelumnya sehingga pada saat di kelas siswa tinggal menyimak secara tertib.
Pembelajaran ekspositori dapat menggunakan metode ceramah, tanya jawab dan latihan. Menurut Suyono dan Hariyanto (2015: 94) metode ceramah adalah metode pembelajaran yang dilakukan dengan cara memberikan informasi secara lisan dari guru kepada siswa-siswanya. Metode ceramah memusatkan pembelajaran pada guru sehingga aktifitas di dalam kelas didominasi oleh guru. Namun, metode ini juga dapat efektif apabila kondisi siswa benar-benar teratur sehingga informasi yang disampaikan guru dapat diterima tanpa ada halangan. Hal tersebut juga perlu didukung dengan adanya metode lain seperti metode tanya-jawab. Syaiful dan Aswan (2013: 94) mengemukakan bahwa metode tanya jawab adalah metode yang digunakan dengan memberikan pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa tetapi tidak menutup
(38)
kemungkinan pertanyaan juga bisa diajukan oleh siswa. Pertanyaan dalam metode ini berupa pertanyaan terarah yang membimbing siswa menuju konsep. Metode ini juga merupakan metode yang sudah lama ada tetapi masih banyak digunakan dalam pembelajaran yang terpusat pada guru. Selain metode ceramah dan tanya jawab juga dengan menggunakan metode latihan. Metode latihan digunakan untuk membiasakan siswa melakukan sesuatu seperti halnya melakukan latihan soal. Metode ini memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasah ketrampilan mereka.
Suyono dan Hariyanto (2015: 94) mengemukakan bahwa pembelajaran ekspositori dikembangkan oleh David Ausebel dimana pada kelas-kelas dengan tingkat lebih tinggi tidak harus selalu menekankan pada aktifitas siswa. Hal demikian dikarenakan dengan pembelajaran ekspositori siswa akan menerima informasi yang banyak dengan waktu yang lebih singkat sehingga pembelajaran ini dirasa lebih efisien. Namun, dengan syarat persiapan pembelajaran harus benar-benar disiapkan serta didukung suasana belajar yang nyaman bagi siswa.
Syaiful dan Aswan (2013: 21) mengungkapkan prosedur pembelajaran ekspositori sebgai berikut:
1. Preparasi, yaitu kegiatan persiapan yang dilakukan guru. Persiapan dilakukan secara matang guna kelancaran pembelajaran yang akan disampaikan.
(39)
2. Apersepsi, yaitu kegiatan yang dilakukan guru menghubungkan materi yang akan dipelajari dengan materi terdahulu atau materi yang pernah siswa pelajari. Hal ini dilakukan agar kegiatan belajar tiap pertemuan saling berkesinambungan.
3. Presentasi, yaitu kegiatan guru menyajikan materi pembelajaran. Penyajian materi dilakukan dengan menjelaskan atau ceramah atau dapat juga dengan menginstruksikan siswa untuk membaca sumber yang telah dipersiapkan oleh guru.
4. Resitasi, yaitu kegiatan tanya jawab dengan guru sebagai penanya mengenai materi yang telah dijelaskan, sehingga secara tidak langsung siswa dengan bimbingan guru menyimpulkan kembali pokok-pokok masalah yang telah dipelajari.
Jadi, pembelajaran ekspositori merupakan pembelajaran yang berpusat pada guru dengan rencana pembelajaran yang telah dipersiapkan secara matang sehingga siswa langsung menerima informasi dari guru.
3. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Makna berpikir kreatif tidak akan lepas dari pengertian kreativitas karena berpikir kreatif adalah suatu cara berpikir yang akan mendorong terjadinya kreativitas. Definisi kreativitas sendiri bermacam-macam tergantung siapa yang mendefinisikanya. Momon Sudarma (2013: 18) mengutarakan makna kreativitas dalam empat sudut pandang yaitu kreativitas sebagai dorongan, proses, produk, dan person. Kreativitas dipandang sebagai dorongan atau kekuatan dari dalam diri individu untuk
(40)
melakukan sesuatu atau mendapatkan suatu hasil yang terbaik. Kreativitas dipandang sebagai proses yang menghasilkan sesuatu yang baru, baik gagasan baru maupun sesuatu yang baru. Kemudian, kreativitas dipandang sebagai kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang baru yang berupa sebuah produk, baik produk berupa ide maupun barang. Kreativitas dipandang sebagai person atau pelakunya, yaitu kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan yang orang lain tidak dapat melihatnya. Artinya, apabila dihadapkan pada suatu masalah seorang akan dapat melihat permasalahan dari sudut pandang yang berbeda.
Pendapat lain mengenai kreativitas diungkapkan oleh Romey (Aiken, 1973: 409) yang menyatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk mengkombinasikan teknik, gagasan, ide, atau pendekatan dengan cara yang baru. Dedi Supriadi (1994: 7) mengungkapkan bahwa kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan sesuatu yang baru berupa gagasan atau karya nyata yang berbeda dengan gagasan atau karya yang sudah ada sebelumnya. Hal senada diungkapkan oleh Aizikovitsh (2011: 1088) yang mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan kognitif seseorang untuk menemukan solusi suatu masalah atau menemukan ide baru dari hal yang biasa atau sudah ada. Selanjutnya As Cropley (Haylock, 1997:68) mengemukakan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk memperoleh ide yang asli, baru dan berdaya cipta.
Berdasarkan definisi-definisi kreativitas di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kreativitas adalah kemampuan kognitif seorang untuk
(41)
menghasilkan suatu ide atau sebuah karya yang baru dan berbeda dengan ide atau karya yang sudah ada.
Kreativitas terbentuk bukan tanpa proses. Proses berpikir yang menghasilkan idea tau karya kreatif disebut proses berpikir kreatif. McGregor (Ali Mahmudi, 2008: 6) menyatakan bahwa berpikir kreatif merupakan salah satu jenis berpikir, sehingga melalui berpikir akan diperoleh wawasan, pendekatan, perspektif atau cara yang baru dalam memahami sesuatu. Berpikir kreatif dapat dipicu oleh adanya masalah yang menantang. Memperoleh hal yang baru dalam berpikir kreatif juga diungkapkan oleh Bergström (Pehkonen, 1997: 63) yaitu berpikir kreatif adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan sesuatu yang baru dan tidak terduga. Sementara itu, Momon Sudarma (2013: 232) mendefinisikan kemampuan berpikir kreatif sebagai kemampuan berpikir seseorang untuk menemukan cara yang berbeda dengan orang lain sehingga menghasilkan produk yang baru. Berpikir kreatif adalah kegiatan berpikir yang divergen dan lateral. Hal tersebut diungkapkan oleh Zaleha Izhab H (2004: 65) bahwa berpikir divergen adalah memikirkan hal dari aspek yang berbeda atau memberikan alternatif jawaban sebanyak mungkin dari suatu pertanyaan. Dalam berpikir divergen (meluas) pikiran haruslah terbuka, fleksibel, dan memiliki kemampuan melihat situasi dari berbagai aspek untuk memikirkan beberapa alternatif jawaban yang lain. Kemudian berpikir lateral (imajinatif) yaitu kemampuan mengembangkan kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda.
(42)
Pembelajaran dalam matematika memerlukan kreativitas di dalamnya sehingga siswa dapat berpikir lebih luas guna menyelesaikan masalah matematika. Kreativitas dalam matematika lebih sering disebut sebagai kemampuan berpikir kreatif matematis, hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Ali Mahmudi (2008: 7) bahwa kreativitas dalam matematika disebut juga sebagai berpikir kreatif matematis (mathematical creative thinking). Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis adalah kemampuan untuk menemukan solusi dari suatu permasalahan matematika menggunakan berbagai cara atau metode.
Berpikir kreatif memilki beberapa ciri yang dapat digunakan untuk mengetahui seberapa tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa. Haylock (1997: 68) menyebutkan ada tiga ciri untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif siswa yaitu fluency (kelancaran), flexibility (keluwesan), dan originality (keaslian). Leikin (2013) juga menyebutkan fluency, flexibility, dan originality sebagai ciri dari berpikir kreatif. Sedangkan Guilford (Dedi Supriadi, 1994) menyatakan empat komponen dalam berpikir kreatif matematis yaitu fluency, flexibility, originality, dan elaboration. Pada penelitian ini, aspek yang digunakan adalah fluency, flexibility,dan originality
a. Fluency (kelancaran)
Kelancaran menurut Haylock (1997: 71) adalah banyaknya jawaban benar yang diberikan. Kelancaran berarti tanpa ada halangan,
(43)
sehingga suatu masalah dapat diselesaikan secara cepat. Pada pembelajaran matematika ditunjukkan dengan kemampuan dapat memeberikan banyak jawaban benar dalam waktu yang singkat.
b. Flexibility (keluwesan)
Keluwesan menurut Haylock (1997: 71) yaitu kemampuan memberikan banyak cara atau ide yang berbeda. Keluwesan dalam berpikir kreatif matematis yaitu kemampuan memberikan banyak cara atau ide yang berbeda dalam mengerjakan dan menyelesaikan permasalahan matematika.
c. Originality (keaslian)
Orisinil berarti asli. Aiken (1973: 411 ) menyatakan bahwa orisinal merupakan kemampuan untuk memberikan jawaban yang tidak biasanya digunakan. Mann (2005: 39) menjelaskan penilaian orisinal yaitu memberika skor 0 apabila lebih dari 5% sampel populasi ada pada masalah atau jawaban yang sama. Skor 1 diberikan pada 1%-4,99% sampel populasi dan skor 2 diberikan pada sampel populasi yang ada pada masalah atau jawaban yang sama. Jadi, dapat disimpulkan bahwa orisinal adalah kemampuan menyelesaikan permasalahan dengan ide atau gagasan yang baru, asli dari pemikiran siswa, atau jawaban berbeda dengan jawaban siswa lain.
(44)
B.Hasil Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian yang relevan terhadap judul adalah sebagai berikut: 1. Penelitian Linda Liana (2014) dengan judul “Pembelajaran Matematika
dengan Model Learning Cycle 5E terhadap Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Siswa Kelas VIII SMP” dengan hasil pembelajaran matematika dengan model learning cycle 5e efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa (thit = 2,24 > t0,5:31 = 1,65), pembelajaran matematika dengan metode konvensional tidak efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah siswa (thit = -1,56 < t0,5:31 = 1,65), dan pembelajaran matematika dengan model learning cycle 5e lebih efektif dibandingkan pembelajaran matematika dengan metode konvensional ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah siswa.
2. Penelitian Liza Istianah (2013), “Pembelajaran TPS Berbasis Open-ended
Problem Ditinjau dari Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis” dengan
hasil pembelajaran kooperatif TPS berbasis open-ended problem dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.
3. Penelitian Agus Setiawan (2015), dengan judul “Eksperimentasi Model Learning Cycle 7E (Elicit, Engagement, Exploration, Explanation, Elaboration, Evaluation and Extand) dengan Problem Posing pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar Ditinjau dari Kreativitas Belajar Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri di Kabupaten Mesuji Lampung” yang menyimpulkan bahwa model Learning Cycle 7E meningkatkan prestasi siswa yang memiliki kreativitas tinggi pada materi bangun ruang sisi datar.
(45)
4. Penelitian Tri Rokhimah (2015), dengan judul “Keefektifan Pendekatan Saintifik Berbasis Masalah Open Ended dalam Pembelajaran Matematika ditinjau dari Kemampuan Berpikir Kreatif dan Rasa Ingin Tahu Peserta Didik Kelas VIII SMP N 2 Wates Kulon Progo” dengan hasil pendekatan saintifik berbasis masalah open ended efektif ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif siswa.
5. Penelitian Wita Ratna P. (2015), dengan judul “Perbandingan Keefektifan Model Learning Cycle 5E dan 7E dalam Pembelajaran Bangun Ruang Sisi Datar Ditinjau dari Prestasi Belajar, Kemampuan Berpikir Kreatif, dan Self-Efficacy Siswa Sekolah Menengah Pertama” dengan hasil pembelajaran matematika menggunakan model Learning Cycle 7E di sekolah kategori tinggi efektif ditinjau dari prestasi dan self-efficacy namun tidak efektif ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif, sedangkan pembelajaran matematika menggunakan model Learning Cycle 7E di sekolah kategori rendah tidak efektif ditinjau dari prestasi, self-efficacy dan kemampuan berpikir kreatif.
6. Penelitian Charles Black (2007) dengan judul “Applying the Open-Ended Approach to Improve Performance in Middle School Math” dengan hasil kelas yang dikenai pembelajaran open-ended rata-rata nilainya meningkat 5,8% dari sebelum dikenai pembelajaran open-ended. Sedangakan pada kelas kontrol tanpa perlakuan pendekatan open-ended rata-rata nilai siswa tetap brdasarkan tes pertama dan tes kedua. Sehingga pembelajaran dengan open-ended lebih efektif.
(46)
C.Kerangka Pikir Penelitian
Pembelajaran matematika merupakan pembelajaran yang dapat mengembangkan kreativitas siswa sesuai tujuan pembelajaran yang tertera pada Permendiknas No. 22 Tahun 2006. Pengembangan kreativitas ditekankan pada proses berpikirnya sehingga diperlukan pengembangan kemampuan berpikir kreatif. Salah satu pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif adalah dengan pemberian masalah terbuka. Melalui pemberian masalah terbuka siswa dapat dengan bebas menyelesaikan permasalahan dengan caranya sendiri atau menyebutkan beberapa jawaban yang mungkin.
Pembelajaran ekspositori yang sering digunakan guru adalah pembelajaran yang dirancang secara matang oleh guru sehingga siswa akan langsung menerima materi yang jelaskan. Pembelajaran ekspositori memberi kesempatan siswa menerima informasi yang banyak dan waktu yang lebih singkat sehingga pembelajaran ini dirasa lebih efisien dengan syarat persiapan pembelajaran harus benar-benar disiapkan serta didukung suasana belajar yang nyaman bagi siswa. Hal tersebut secara tidak langsung akan melatih kelancaran siswa.
Pendekatan open-ended adalah pendekatan pembelajaran yang terpusat pada siswa. Pendekatan ini menggunakan masalah terbuka dalam pembelajarannya. Masalah terbuka memungkinkan siswa untuk menyelesaikan permasalahan menggunakan berbagai strategi. Siswa diberikan kesempatan secara bebas untuk mengeksplor cara yang akan digunakan. Siswa juga
(47)
berkesempatan untuk menemukan berbagai jawaban yang sesuai dengan konteks permasalahan.
Kemampuan berpikir kreatif merujuk pada aspek kelancara, keluwesan dan kebaruan sehingga pembelajaran kelompok adalah hal utama yang perlu diterapkan. Hal ini dikarenakan dengan berdiskusi siswa akan saling bertukar pikiran sehingga mengetahui berbagai cara penyelesaian dalam menyelesaikan masalah. Model pembelajaran learning cycle 7e adalah salah satu model pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk berdiskusi kelompok. Selain itu model pembelajaran ini dapat meningkatkan motivasi dan keaktivan siswa, terlebih adalah hasil belajar siswa. Hal tersebut dikarenakan hasil belajar adalah tujuan utama pendidikan.
Pembelajaran Learning Cycle 7E Learning Cycle 7E yang dipadukan dengan pendekatan open-ended diperkirakan efektif ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif matematis dan lebih efektif dari pada pembelajaran ekspositori.
(48)
Ekspositori: Pembelajaran secara langsung
.
Memberi kesempatan untuk tanya jawab.
Latihan soal.
Evauasi
.
Pembelajaran Matematika
Tujuan Pembelajaran Standar Kompetensi Lulusan
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Pendekatan Pembelajaran
.
Kelancaran.
.
Keluwesan.
.
Kebaruan.
Open-Ended dalam setting learning cycle 7e
Pemunculan pemahaman awal
Pembangkitan minat dengan masalah terbuka Mendiskusikan masalah
terbuka dengan kelompok
Menjelaskan perolehan konsep
Mengaplikasikan konsep Evaluasi
Penegasan dan perluasan konsep
Kemampuan Berpikir Kreatif
Matematis Hasil Belajar
(49)
D.Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Pembelajaran dengan pendekatan open-ended dalam setting pembelajaran learning cycle 7e efektif ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas VII SMP.
2. Pembelajaran ekspositori efektif ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas VII SMP.
3. Pembelajaran dengan pendekatan open-ended dalam setting pembelajaran learning cycle 7e lebih efektif dari pada pembelajaran ekspositori ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.
(50)
BAB III
METODE PENELITIAN
A.Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah quasi experimental research atau penelitian eksperimen semu. Penelitian dilakukan dengan cara mendeskripsikan keefektifan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dan apabila pada keduanya efektif, keefektifan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dibandingkan untuk mengetahui mana yang lebih efektif. Kelompok eksperimen, menggunakan pembelajaran dengan pendekatan open-ended yang dipadukan dengan model pembelajaran learning cycle 7e, sedangkan kelompok kontrol, menggunakan pembelajaran ekspositori.
Desain eksperimen semu yang digunakan dalam penelitian ini adalah pretest post-test nonequivalent control group design. Gambaran desainnya adalah sebagai berikut:
Tabel 5. Desain Penelitian
Kelompok Pretest Perlakuan Posttest
Eksperimen XE OE YE
Kontrol XK OK YK
Keterangan:
XE = Hasil pretest kelompok eksperimen XK = Hasil pretest kelompok kontrol
OE =Pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended dalam setting learning cycle 7e.
OK = Pebelajaran ekspositori
YE = Hasil posttest kelompok eksperimen YK = Hasil posttest kelompok kontrol
(51)
Berikut juga disajikan diagram alir penelitian ini.
Gambar 2. Diagram Alir Penelitian Open-Ended
Berpikir Kreatif
Dimulai dari
Kajian Teori Hipotesis
Penyusunan Instrumen
Pengumpulan Data
Tes: Berpikr Kreatif Validasi:
Validasi Isi
Analisis Data
Asumsi Analisis
Pengujian Hipotesis
Kesimpulan
Observasi: Lembar Obesrvasi
Keterlaksanaan Pembelajaran
1. Normalitas 2. Homogenitas 3. Kemampuan Awal
t -Test
(52)
B.Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi merupakan semua anggota sekelompok orang, kejadian, atau objek yang telah dirumuskan secara jelas. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 2 Tempel tahun pelajaran 2015/2016 yang terdiri dari kelas VII A, VII B, VII C, VII D, dan VII E. Sampel penelitian ada dua kelas yang diambil dari lima kelas yang ada. Satu kelas adalah kelas eksperimen, kelas yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan open-ended dalam setting pembelajaran learning cycle 7e dan satu kelas adalah kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran ekspositori. Teknik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling dengan semua kelas berpeluang untuk menjadi sampel. Sampel penelitian terpilih kelas VII A sebagai kelas eksperimen dan kelas VII B sebagai kelas kontrol.
C.Tempat dan waktu Penelitian
Peneliti melakukan penelitian di SMP Negeri 2 Tempel yang beralamat di Desa Banyurejo, Tempel, Sleman, Yogyakarta. SMP Negeri 2 Tempel merupakan tempat peneliti melakukan PPL.
Waktu penelitian adalah pada tanggal 29 Maret – 17 Mei 2016 . Adapun jadwal penelitian sebagai berikut:
(53)
Tabel 6. Jadwal Penelitian Kelas Eksperimen (Pendekatan
Open-Ended dengan LC 7E)
Kelas Kontrol (Pembelajaran Ekspositori)
Waktu Kegiatan Waktu Kegiatan
Selasa/ 29 Maret 2016
Pretest Kemampuan
Berpikir Kreatif Rabu/ 30 Maret 2016
Pretest Kemampuan Berpikir Kreatif Pretest Ketercapaian KD
Rabu/ 30 Maret 2016
Pretest Ketercapaian KD
Selasa/ 12 April 2016
Sifat – sifat segitiga I (jenis – jenis segitiga dan ketaksamaan segitiga)
Jumat/ 01 April 2016
Sifat – sifat segitiga I (jenis – jenis segitiga dan ketaksamaan segitiga) Selasa/ 19
April 2016
Sifat – sifat segitiga II (sudut dalam dan sudut luar segitiga)
Rabu/ 13 April 2016
Sifat – sifat segitiga II (sudut dalam dan sudut luar segitiga) Sabtu/ 23
April 2016
Sifat – sifat segi empat
Jumat/ 15 April 2016
Sifat – sifat segi empat
Selasa/ 26
April 2016 Luas dan Keliling I
Rabu/ 20
April 2016 Luas dan Keliling I Kamis/ 28
April 2016 Luas dan Keliling II
Jumat/ 22
April 2016 Luas dan Keliling II Sabtu/ 30
April 2016 Melukis Segitiga
Rabu/ 27
April 2016 Melukis Segitiga Selasa/ 03
Mei 2016
Melukis Garis pada Segitiga
Jumat/ 29April 2016
Melukis Garis pada Segitiga
Sabtu/ 14 Mei 2016
Posttest Kemampuan
Berpikir Kreatif Rabu/ 04 Mei 2016
Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif Posttest Ketercapaian KD Selasa/ 17 Mei 2016 Posttest Ketercapaian KD
D.Variable Penelitian 1. Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat. Variabel bebas pada penelitian ini adalah pendekatan dan model pembelajaran yang digunakan.
(54)
2. Variabel Terikat
Variabel terikat merupakan variabel yang menjadi akibat atau variabel yang tergantung pada variabel yang mendahuluinya. Variabel terikat pada penelitian ini adalah kemampuan berpikir kreatif matematis yang akan diujikan pada siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.
3. Variabel Kontrol
Variabel kontrol pada penelitian ini adalah guru pengajar, jumlah jam pembelajaran, dan materi pelajaran yang sama antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
E.Definisi Operasional Variable Penelitian 1. Variabel Bebas
a. Pendekatan Open-Ended dalam Setting Pembelajaran Learning Cycle 7E. Pendekatan open-ended merupakan pendekatan pembelajaran interaktif dengan pengajuan masalah terbuka atau soal yang tidak lengkap pada pembelajarannya. Pemberian masalah terbuka memberikan kesempatan pada siswa untuk menjawab atau menyelesaikan permasalahan dengan menggunakan lebih dari satu strategi pada konteks yang disajikan melalui LKS.
Model pembelajaran learning cycle 7e merupakan model pembelajaran berdasarkan teori konstruktivis yang mengedepankan kegiatan siswa dalam pembelajaran. Pembelajaran dimulai dari tahap elicit yaitu pemunculan pengetahuan awal siswa, engage yaitu
(55)
membangkitkan minat siswa, explore yaitu kegiatan eksplorasi siswa dalam kelompok, explain yaitu menjelaskan konsep yang diperoleh, elaborate yaitu mengaplikasikan konsep yang diterima, evaluate yaitu mengevaluasi hasil belajar, dan extend yaitu mengaplikasikan konsep pada konteks yang baru. Tahap pembelajaran learning cycle tersebut tertera pada RPP.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah kemampuan berbikir kretaif matematis siswa. Kemampuan berpikir kreatif matematis adalah kemampuan siswa untuk menghasilkan jawaban atau menyelesaikan permasalahan matematika menggunakan ide (gagasan) baru dengan lancar dan berbagai strategi. Dalam penelitian ini, kemampuan berpikir kreatif yang dinilai meliputi aspek kelancran yaitu kemampuan memberikan banyak jawaban dalam waktu tertentu dengan benar, keluwesan yaitu kemampuan memberikan banyak penyelesaian berbeda pada suatu permasalahan matematika, dan kebaruan yaitu kemampuan menyelesaikan permasalahan matematika dengan menggunakan cara yang baru, unik atau berbeda dengan cara yang lain.
F. Perangkat Pembelajaran
Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang
(56)
menggambarkan cara-cara dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus, sedangkan Lembar Kegiatan Siswa adalah lembar yang berisi tugas atau soal-soal yang diberikan pada siswa sebagai sarana untuk berlatih dan memperdalam pemahaman tentang materi (Zainal Arifin, 2012: 126-140). RPP pada penelitian yang digunakan terdiri dari dua macam yaitu RPP dengan pembelajaran ekspositori untuk kelas kontrol dan RPP dengan pendekatan open-ended dalam setting pembelajaran learning cycle 7e untuk kelas eksperimen. Penyusunan RPP akan dilakukan dengan mempelajari standar isi yang memuat kompetensi dasar sesuai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), mempelajari materi yang akan digunakan dalam penelitian, merumuskan indikator pencapaian kompetensi, menentukan tujuan pembelajaran, menyusun RPP, mengkonsultasikan RPP dengan dosen pembimbing, dosen ahli dan guru matematika, dan merevisi RPP yang sudah dikonsultasikan.
LKS dalam penelitian ditujukan untuk kelas eksperimen. Penyusunan LKS dengan dengan memahami pendekatan open-ended, menyusun LKS sesuai pendekatan, mengonultasikan LKS pada dosen pembimbing, dosen ahli dan guru matematika, merevisi LKS yang sudah dikonsultasikan.
G.Instrumen Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui keefektifan pendekatan open-ended dalam setting pembelajaran learning cycle 7e ditinjau dari kemampuan
(57)
berpikir kreatif matematis sehingga instrumen yang digunakan adalah lembar hasil observasi kegiatan pembelajaran dan tes berpikir kreatif matematis. Lembar observasi digunakan untuk mengetahui keterlaksanaan pembelajaran dengan pendekatan dan model yang diujikan dan tes kemampuan berpikir kreatif matematis untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dalam menyelesaikan masalah.
1. Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran.
Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran digunakan untuk mengamati dan mengetahui hasil keterlaksanaan pembelajaran baik menggunakan pendekatan open-ended yang dipadukan dengan model learning cycle 7e maupun pembelajaran ekspositori. Lembar observasi ini disajikan dalam kalimat deskriptif kegiatan guru maupun kegiatan siswa dan diisi dengan membubuhkan checklist pada kolom “ya” atau “tidak”. Berikut adalah kriteria keterlaksanaan pembelajaran yang digunakan (Aidillah, 2013).
Tabel 7. Kriteria Keterlaksanaan Pembelajaran
Nilai Kriteria
> 80% Berhasil
55% - 80% Cukup Berhasil
40% - 55 % Kurang Berhasil
< 40% Tidak berhasil
2. Tes Berpikir Kreatif Matematis
Tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana dengan cara dan aturan yang sudah ditentukan (Ali Hamzah, 2014: 100). Instrumen pada penelitian
(58)
ini adalah tes berfikir kreatif matematis yang digunakan untuk mengukur tingkat berfikir kreatif matematis siswa. Tes yang akan dilakukan adalah tes terlulis yang berbentuk uraian. Penyusunan tes dilakukan dengan membaca referensi, menyusun kisi-kisi, merumuskan indikator, menyusun butir soal, dan melakukan validitas soal.
Aspek yang diukur dalam tes kemampuan berfikir kretif matematis adalah kelancaran, keluwesan, dan kabaruan. Berikut disajikan indikator tes berfikir kreatif matematis yang dimodifikasi dari Haylock (1997: 68) :
Tabel 8. Indikator Tes Berpikir Kreatif Matematis
Aspek Indikator No Soal
Kelancaran
Memberikan banyak jawaban dalam waktu tertentu dengan benar pada suatu permasalahan matematika.
1
Keluwesan Memberikan banyak cara penyelesaian berbeda pada suatu permasalahan matematika.
2-3
Keaslian/ Kebaruan
Menyelesaikan permasalahan matematika menggunakan cara yang baru, unik, atau berbeda dengan cara yang lain.
3-4
H.Validitas dan Reliabilitas
Persyaratan yang harus dipenuhi suatu instrumen adalah validitas dan reliabilitas.
1. Validitas
Validitas yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi bertujuan untuk mengetahui apakah instrumen yang dibuat mengukur hal yang ingin diukur dan mewakili aspek – aspek yang akan diukur. Validitas isi ini dilakukan dengan cara mengonsultasikan instrumen kepada para ahli yaitu dosen pembimbing dan dosen ahli (selain
(59)
dosen pembimbing). Hasil validasi berupa instrumen digunakan tanpa perbaikan, instrumen digunakan dengan perbaikan atau instrumen diperbaiki secara total.
2. Estimasi Reliabilitas
Syarat suatu instrumen adalah valid dan reliabel maka perlu diestimasi reliabilitas instrumennya. Karena instrumen yang akan digunakan adalah tes uraian maka menggunakan koefisien alpha menurut Suharsimi Arikunto (2009: 109):
22
11 1 1 j i n n r Keterangan: 11
r = reliabilitas instrumen n = banyaknya butir soal
2 i
= jumlah variansi butir 2
j
= variansi skor soal
Reliabilitas instrumen dapat dilihat pada lampiran.
I. Teknik Pengumpulan Data
Ada beberapa teknik pengumpulan data yang akan peneliti gunakan yaitu dokumentasi, observasi dan tes.
1. Dokumentasi
Salah satu teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi. Peneliti mendokumentasikan data-data dari hasil penelitian seperti surat-surat, foto kegiatan pembelajaran dan data-data yang relevan sehingga hasil penelitian yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan.
(60)
2. Observasi
Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung pada obyek penelitian. Pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan di kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Hasil pengamatan ditulis dalam lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran yang telah tersedia.
3. Tes
Pengumpulan data tes dilakukan menggunakan pretest dan post-test untuk mengukur ketercapaian Kompetensi Dasar (KD) dan kemampuan berpikir kreafif. Pretest merupakan tes yang dilakukan diawal pertemuan sebelum siswa dikenai perlakuan. Posttest merupakan tes yang dilakukan diakhir pertemuan setelah siswa dikenai perlakuan pembelajaran dengan pendekatan open-ended dalam setting model learning cycle 7e maupun pembelajaran ekspositori.
Jenis soal yang digunakan adalah 15 soal pilihan ganda dan satu essay untuk tes ketercapaian Kompetensi Dasar (KD) dan 4 soal essay untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Tes ketercapaian Kompetensi Dasar (KD) diperlukan dalam penelitian ini karena tujuan utama pembelajaran adalah hasil belajar siswa. Apabila penerapan perlakuan efektif tetapi tidak berimbas pada hasil belajar maka penelitian yang dilakukan tidak mendukung tujuan pembelajaran yang ditetapkan.
(61)
J. Teknik Analisis data
Data hasil penelitian yang diperoleh melalui instrumen dianalisis. Analisis dilakukan untuk mengetahui efektivitas pembelajaran dengan pendekatan open-ended dalam setting pembelajaran learning cycle 7e dan pembelajaran ekspositori ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SMP kelas VII SMP Negeri 2 Tempel. Berikut teknik analisis data yang akan digunakan:
1. Analisis Data Hasil Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran
Data hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran adalah data yang diperoleh dari lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran. Hasilnya berupa deskripsi keterlaksanaan pembelajaran di kelas eksperimen yang menggunakan pendekatan open-ended dalam setting learning cycle 7e maupun keterlaksanaan pembelajaran di kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran ekspositori.
Analisis data dilakukan dengan menghitung persentase keterlaksanaan pembelajaran selama penelitian apakah sudah sesuai dengan RPP ataukah belum sesuai. Pada lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran jawaban “Ya” diberi skor 1, sedangkan jawaban “Tidak” diberi skor 0. Kemudian persentase dihitung dengan menggunakan rumus:
% 100
y x p
Keterangan:
p : persentase keterlaksanaan pembelajaran setiap pertemuan x : Skor yang diperoleh setiap pertemuan
(62)
y : Skor total tiap pertemuan
Kemudian dihitung persentase rata-rata keterlaksanaan pembelajaran dengan rumus:
% 100
n p p
Keterangan:
p : Persentase rata-rata keterlaksanaan pembelajaran.
p : Jumlah skor yang diperoleh setiap pertemuan. n : Jumlah pertemuan atau tatap muka.2. Analisis Data Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kreatif a. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dilakukan untuk mendeskripsikan hasil pretest dan post-test pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Analisis deskriptif meliputi rata-rata perolehan nilai, simpangan baku, ragam, nilai maksimum, dan nilai minimum. Selain itu juga akan diseskripsikan nilai rata-rata tiap aspek kemampuan berpikir kreatif matematis.
b. Uji Asumsi Analisis
Uji asumsi analisis yang akan digunakan dalam pnelitian adalah uji normalitas, uji homogenitas, dan uji kemampuan awal siswa.
1).Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui data hasil penelitian pretest maupun posttest berasal dari populasi yang
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)