PERBEDAAN KEPATUHAN FORMAL WAJIB PAJAK SEBELUM DAN SETELAH DILAKUKANNYA PEMERIKSAAN PAJAK (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sidoarjo Utara).

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Jurusan Akuntansi

Diajukan oleh :

ERY FEBRINA 0913010147

Kepada

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR


(2)

(Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sidoarjo Utara)

SKRIPSI

Diajukan oleh :

ERY FEBRINA

0913010147

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(3)

(Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sidoarjo Utara)

ARTIKEL

Diajukan oleh :

ERY FEBRINA

0913010147

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(4)

:

DAlt 'SETEIAH DILAKUKAT-IN'YA

PEMERIKSAAIS

PAJAK

'"

(Studl Kasus Pada l(antor Pelayanan Pqiak Pratama SldoarJo Utaraf

Disusun {f,leh

:

ERY FEIsRINA

0 9 ' t 3 0 1 0 1 4 7 / F E / E A

Telah dipertahankan

dihadapan

dan diterlma

oleh Tim Penguji

Sikripsi

Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi

Universitas

Pemlrangunan

Nasional "Veteran" Jawa Timur

PadE

tanggal : 3l Mei 2013

Pembimblng

:

Pembimbing

.tltama

Sekretaris / /

-,flJ

\ - / '

Dra. Ec. Sri HasJutj.

f{!,.Si

Mengetahui,

Dekan Falrultas

Ekonomi

Ev

Universitas

Pembangunan

Naeional

'r[sfsJ36" Jawa Timur

-^+nAdill---..

Tim Penguli

19630924

X98903

f001


(5)

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, dengan judul “PERBEDAAN KEPATUHAN FORMAL WAJIB PAJAK SEBELUM DAN SETELAH DILAKUKANNYA PEMERIKSAAN PAJAK (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sidoarjo Utara)” Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Skripsi ini dapat diselesaikan tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung, memberikan dorongan, nasehat serta bimbingan kepada penulis. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Bapak Dr. Hero Priono, SE, M.SI, AK selaku Ketua Program Studi Akuntansi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

5. Ibu Dra. Ec. Sri Hastuti, M.SI selaku Dosen Pembimbing yang telah sabar memberikan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan penulis demi kesempurnaan penyusunan skripsi.


(6)

penulisan skripsi ini.

8. Seluruh karyawan KPP Pratama Sidoarjo Utara yang telah banyak membantu menyediakan data – data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.

9. Keluarga saya, Papa, Mama, Adik Early dan Adik Ervy penulis yang selalu memberikan doa dan dukungannya kepada penulis serta memovitasi penulis tanpa putus asa.

10. Geng 16  (Ajeng, Octaria, Siti, Anggun, Mario, Amarus, Defry, Bagus, Rio, Rizky, Dedy, Riza, Andika, Gofur, Soleh) dan seluruh mahasiswa akuntansi yang selalu memberikan doa dan dukungannya kepada penulis serta memotivasi penulis tanpa putus asa.

Penulis berharap semoga Allah SWT selalu berkenan melimpahkan Rahmat-Nya kepada semua pihak atas bantuan yang telah diberikan. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih kurang dari kesempurnaan. Dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak untuk penyempurnaan skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.


(7)

KATA PENGANTAR ………... i

DAFTAR ISI………... iii

DAFTAR TABEL ………... vii

DAFTAR GAMBAR ……… viii

DAFTAR LAMPIRAN ………... ix

ABSTRAK ……….. xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang ………... 1

1.2 PerumusanMasalah ……… 6

1.3 TujuanPenelitian ……… 6

1.4 ManfaatPenelitian ………. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 HasilPenelitianTerdahulu ………. 8

2.2 LandasanTeori ……….. 16

2.2.1 Pajak ……….. 16

2.2.1.1 PengertianPajak ……… 16

2.2.1.2 FungsiPajak ………. 18

2.2.2 PajakPenghasilan ………. 19

2.2.2.1 PengertianPajakPenghasilan ………... 20

2.2.3 PajakPenghasilanPasal 21 ………... 20

2.2.3.1 PemotongPajakPenghasilanPasal 21 ………. 21

2.2.3.2 SubyekPajakPenghasilanPasal 21 …………. 23


(8)

2.2.4.1 Batas WaktuPenyetorandanPelaporanPPh

Pasal 25 ………..……… 31

2.2.5 PemeriksaanPajak ………. 31

2.2.5.1 PengertianPemeriksaanPajak ……… 31

2.2.5.2 RuangLingkupPemeriksaanPajak …………... 32

2.2.5.3 JenisPemeriksaanPajak ……… 34

2.2.6 KepatuhanWajibPajak ………. 36

2.2.6.1 PengertianKepatuhanWajibPajak …………... 36

2.2.6.2 KriteriaWajibPajakPatuh ………... 38

2.2.6.3 JenisKepatuhanWajibPajak ……… 39

2.3 KerangkaPenelitian ………....40

2.4 Hipotesis ………. 44

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 MetodePenelitian………... 44

3.2 ObjekPenelitian ……… 45

3.3 PopulasidanTeknik Sampling………..………... 46

3.3.1 Populasi ………... 46

3.3.2 JumlahSampel ……… 46

3.4 OperasionalisasiVariabel ………. 47

3.5 TeknikPengumpulan Data ……….. 49

3.5.1JenisdanSumber Data ………49

3.5.2PengumpulanData ………... .. 50

3.6 TeknikAnalisisdanUjiHipotesis ………. 50

3.4.1TeknisAnalisis ………... 50


(9)

4.1 DeskripsiObjekPenelitian ………. 52

4.1.1Sejarah Kantor ……….. 52

4.1.2Visi, Misi, danTujuan DJP ………... 52

4.1.2.1 Visi ……… 52

4.1.2.2 Misi ……… 53

4.1.2.3 Tujuan DJP ……….... 53

4.1.3Lokasi Kantor ……… 53

4.1.4Wilayah Kerja ……….... 54

4.1.5GambaranSektor Usaha ………...…. 55

4.1.6StrukturOrganisasi ………...…. 57

4.1.7StrukturOrganisasi di KPP PratamaSidoarjo Utara ...… 61

4.2 DeskripsiHasilPenelitian ………... 62

4.2.1Kepatuhan Formal WajibPajakDalam MemenuhiKewajibannyaMenyetorkan PPH 25 dan PPH 21 ……….... 62

4.2.2Kepatuhan Formal WajibPajakDalam MemenuhiKewajibannyaMelaporkan PPH 25 Dan PPH 21 ……….… 64

4.3 UjiHasilPenelitian ……….. 67

4.3.1 PerbedaanKepatuhanWajibPajakDalam MemenuhiKewajibannyaMenyetorkan PPH 21 Sebelum Dan SesudahDilaksanakan Pemeriksaan ……….………67

4.3.2 PerbedaanKepatuhanWajibPajakDalam MemenuhiKewajibannyaMelaporkan PPH 21 Sebelum Dan SesudahDilaksanakan Pemeriksaan ……… 68


(10)

Sebelum Dan SesudahDilaksanakan

Pemeriksaan ………..…70 4.3.4 PerbedaanKepatuhanWajibPajakDalam

MemenuhiKewajibannyaMelaporkan PPH 25 Sebelum Dan SesudahDilaksanakan

Pemeriksaan ………..……. 72

4.4 Pembahasan ………. 74

4.4.1Implikasi ………74

4.4.2PersamaandanPerbedaanPenelitianSekarang

DenganPenelitianTerdahulu ………..….. 77 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ………... 80

5.2 Saran ………. 81

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

Tabel 1 KontribusiPerJenisPajakPadaPenerimaan Negara …………. 2

Tabel 2 KepatuhanMenyetorkan PPH 21 ……….... 62

Tabel 3 KepatuhanMenyetorkan PPH 25 ……… 63

Tabel 4 KepatuhanMelaporkan PPH 21 ……….. 64

Tabel 5 KepatuhanMelaporkan PPH 25 ……… 65

Tabel 6 TabulasiSilangMenyetorkan PPH 21 Sebelumdan SesudahAdanyaPemeriksaan ……….………... 67

Tabel 7 McNemar Test (Menyetorkan PPH 21) ………... 68

Tabel 8 TabulasiSilangMelaporkan PPH 21 SebelumdanSesudah AdanyaPemeriksaan ………..………. 69

Tabel 9 McNemar Test (MelaporkanPPh 21) ………. 69

Tabel 10 TabulasiSilangMenyetorkan PPH 25 Sebelumdan SesudahAdanyaPemeriksaan………..……... 71

Tabel 11 McNemar Test (MenyetorkanPPh 25) ………... 71

Tabel 12 TabulasiSilangMelaporkan PPH 25 SebelumdanSesudah AdanyaPemeriksaan ………..……… 72

Tabel 13 McNemar Test ( Melaporkan PPH 25) ………..…………. 73

Tabel 14 PersamaandanPerbedaanPenelitianSekarangDengan PenelitianTerdahulu ……… 76


(12)

Gambar 1 KerangkaPikir ……… 43

Gambar 2 PetaAdministrasiKabupatenSidoarjo ………. 54

Gambar 3 StrukturOrganisasi di KPP PratamaSidoarjo Utara ………....61

Gambar 4 KepatuhanMenyetorkan PPH 21 ……….. 62

Gambar 5 KepatuhanMenyetorkan PPH 25 ……….. 63

Gambar 6 KepatuhanMelaporkan PPH 21 ……… 65


(13)

Lampiran 1 Data PenelitianTentangPenyetoran PPH Pasal 21 Lampiran 2 Data PenelitianTentangPenyetoran PPH Pasal 25 Lampiran 3 Data PenelitianTentangPelaporan PPH Pasal 21 Lampiran 4 Data PenelitianTentangPelaporan PPH Pasal 25

Lampiran 5

PerbedaanKepatuhanWajibPajakDalamMemenuhiKewajibannyaM

enyetorkan PPH 21 Sebelum Dan

SesudahDilaksanakanPemeriksaan

Lampiran 6

PerbedaanKepatuhanWajibPajakDalamMemenuhiKewajibannyaM elaporkan PPH 21 Sebelum Dan SesudahDilaksanakanPemeriksaan

Lampiran 7

PerbedaanKepatuhanWajibPajakDalamMemenuhiKewajibannyaM

enyetorkan PPH 25 Sebelum Dan

SesudahDilaksanakanPemeriksaan

Lampiran 8

PerbedaanKepatuhanWajibPajakDalamMemenuhiKewajibannyaM elaporkan PPH 25 Sebelum Dan SesudahDilaksanakanPemeriksaan Lampiran 9 SuratPerijinanMengadakanPenelitian


(14)

(15)

Oleh : EryFebrina ABSTRAK

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan bagi negara yang begitu penting untuk melaksanakan dan meningkatkan pembangunan Nasional untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bagi masyarakat seluruh Indonesia. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah apakah ada perbedaan kepatuhan wajib pajak dalam melakukan penyetoran dan pelaporan PPh pasal 21 dan 25.

Populasi penelitian ini adalah Wajib Pajak Badan yang telah selesai dan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar pada tahun 2010 dan 2011 sejumlah 956 Wajib Pajak Badan, dan sampel yang digunakan sebanyak 90 Wajib Pajak Badan dengan pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling. Metode analisis data dengan menggunakan McNemar Test, dan perhitungan statistiK dengan menggunakan program SPSS versi 16.0.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada KPP Pratama Sidoarjo Utara adalah tidak ada perbedaan kepatuhan formal Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya menyetorkan PPH 21 sebelum dan sesudah dilakukannya pemeriksaan, tidak ada perbedaan kepatuhan formal Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya melaporkan PPH 21 sebelum dan sesudah dilakukannya pemeriksaan, tidak ada perbedaan kepatuhan formal Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya menyetorkan PPH 25 sebelum dan sesudah dilakukannya pemeriksaan, ada perbedaan kepatuhan formal Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya melaporkan PPH 25 sebelum dan sesudah dilakukannya pemeriksaan.


(16)

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia pajak merupakan salah satu sumber penerimaan bagi negara yang begitu penting untuk melaksanakan dan meningkatkan pembangunan Nasional untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bagi masyarakat seluruh Indonesia. Selain memiliki fungsi budgeter yaitu pajak merupakan salah satu penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan, pajak juga memiliki fungsi regulerend yaitu sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi (Siti Resmi, 2008:3). Karena itu peran dari pajak sendiri harus ditingkatkan lagi, demi tercapainya target penerimaan pajak. Penggunaan pajak sendiri digunakan mulai untuk belanja pegawai, pendanaan di berbagai investasi barang publik yang merupakan tanggung jawab pemerintah, serta digunakan untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman bagi seluruh masyarakat (Siti Resmi, 2003: 2). Dari kedua fungsi tersebut, baik budgeter dan regulerend, pada dasarnya pemerintah menegaskan peran penting pajak, baik sebagai alat penerimaan bagi Negara, maupun sebagai alat untuk melaksanakan berbagai kebijakan


(17)

Salah satu jenis pajak yang merupakan sumber penerimaan negara untuk mendanai pembangunan nasional adalah Pajak Penghasilan (PPh). Dapat dilihat di kontribusi per jenis pajak pada penerimaan negara yang bersumber pada KPP Pratama Sidoarjo Utara di bawah ini :

Tabel 1.1

Kontribusi per Jenis Pajak Pada Penerimaan Negara

Tahun Pajak

Jenis Penerimaan Pajak

PPh Non Migas PPN dan

PPnBM PBB

Pajak Lainnya 2010 115.103.349.826 149.317.503.815 46.016.889.794 271.643.443 2011 183.220.184.858 219.869.220.274 49.609.620.247 94.216.508

Sumber : KPP Pratama Sidoarjo Utara

PPh menempati urutan kedua setelah PPN dan PPnBM sebagai jenis pajak terbesar dalam penerimaan pajak di Indonesia. Sampai saat ini keberadaan PPh kedudukannya penting bagi penerimaan Negara. (KPP:2013)

Dalam pelaksanaan pemungutan PPh, pada tahun 1984 sistem perpajakan di Indonesia mengalami reformasi dengan ditetapkannya Undang – undang perpajakan. Sejak adanya peraturan baru tersebut, Wajib Pajak diperkenalkan dengan self assessment system, yaitu setiap Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk mendaftarkan diri, menghitung, menyetor, dan melaporkan,pajaknya sendiri. Sehingga fiskus hanya bertugas mengawasi, melayani dan memberikan informasi perpajakan bagi


(18)

masyarakat yang membutuhkan. Karena itu diperlukan kesadaran dan kepatuhan dari Wajib Pajak itu sendiri untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia.

Sistem self assessment memungkinkan adanya potensi wajib pajak tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya secara baik akibat kelalaian, kesengajaan, atau ketidaktahuan para Wajib Pajak atas kewajiban perpajakannya. Self assessment system akan berdampak positif pada penerimaan negara jika diimbangi dengan tingkat kepatuhan dari Wajib Pajak itu sendiri.

Data menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia masih rendah karena jumlah Wajib Pajak yang terdaftar di KPP Sidoarjo Utara pada tahun 2010 sebanyak 66.076 Wajib Pajak dan pada tahun 2011 sebanyak 77.233 Wajib Pajak. Sedangkan Wajib Pajak yang melaporkan pajak terutangnya pada tahun 2011 sebanyak 24.557 Wajib Pajak Orang Pribadi dan 2.352 Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak yang melaporkan pajak terutangnya pada tahun 2010 sebanyak 29.020 Wajib Pajak Orang Pribadi dan 2.053 Wajib Pajak Badan. Dengan demikian diantara semua yang Wajib Pajak yang terdaftar, pada tahun 2010 yang melaporkan hanya 47% dan tahun 2011 yang melaporkan hanya 35%. Terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil perhitungan pajak PPh yang harus disetorkan menurut Wajib Pajak dan PPh yang harus disetorkan menurut hasil


(19)

pemeriksaan berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) yang dikeluarkan pemeriksa yaitu sebanyak 470 buah dan tahun 2011 sebanyak 770 buah (Sumber: Aplikasi Laporan Pemeriksaan Pajak). Hal ini dapat menunjukkan bahwa masih banyak Wajib Pajak yang kurang patuh dalam membayar dan melaporkan pajaknya secara jujur. (KPP:2013)

Melihat fenomena ini sudah sepantasnya tingkat pengawasan atau penegakan hukum dilakukan, agar pelaksanaan self assessment system ini dapat berjalan secara efektif. Dengan adanya kepercayaan yang besar dari pemerintah kepada Wajib Pajak untuk menghitung sendiri pajak yang harus dibayar, maka sudah selayaknya kepercayaan itu diimbangi dengan upaya penegakkan hukum dan pengawasan yang ketat atas kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya (Siti Kurnia Rahayu, 2010:261).

Upaya penegakkan hukum yang dilakukan oleh fiskus untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya penyelewengan oleh Wajib Pajak yang telah diberikan kepercayaan melalui self assessment system adalah dengan dilaksanakannya pemeriksaan pajak atau penyidikan pajak dan penagihan pajak (Siti Kurnia Rahayu, 2010:261). Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan professional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan


(20)

ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan (Anang Mury Kurniawan:3)

Agar dapat menghasilkan pemeriksaan yang efisien dan berhasil guna, perlu situasi dimana pemeriksa dapat menjalankan tugas pemeriksaannya dengan baik dan dilain pihak Wajib Pajak merasa hak - haknya diperhatikan. Salah satu bentuk peran positif Wajib Pajak adalah sikap keterbukaan Wajib Pajak. Keterbukaan tersebut diwujudkan dalam bentuk penyelenggaraan pembukuan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sesungguhnya.

Sehubungan dengan hal diatas, maka pemeriksa pajak dalam melaksanakan tugas pengawasan dan pemeriksaan perlu didukung oleh faktor penunjang, salah satunya adalah menerapkan langkah strategi meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Karena tujuan utama dari pemeriksaan pajak adalah meningkatkan kepatuhan, sehingga dengan sistem yang memenuhi standar tersebut dapat berdampak langsung pada peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak (Anang Mury Kurniawan:4).

Berdasarkan uraian diatas yang telah peneliti jelaskan, maka peneliti

tertarik untuk mengambil judul “PERBEDAAN KEPATUHAN

FORMAL WAJIB PAJAK SEBELUM DAN SETELAH

DILAKUKANNYA PEMERIKSAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SIDOARJO UTARA”


(21)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang Masalah diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah ada perbedaan kepatuhan Wajib Pajak dalam melakukan penyetoran pajak antara sebelum dan sesudah dilakukannya pemeriksaan pajak ?

2. Apakah ada perbedaan kepatuhan Wajib Pajak dalam melakukan pelaporan pajak antara sebelum dan sesudah dilakukannya pemeriksaan pajak ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penulis melakukan penelitian ini agar dapat mengetahui dan menguji secara empiris perbedaan kepatuhan formal pelaporan dan penyetoran Wajib Pajak sebelum dan setelah dilaksanakannya pemeriksaan pajak.


(22)

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan wawasan dan gambaran serta penerapan teori yang telah penulis terima selama kuliah mengenai perpajakan.

2. Bagi Akademisi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kepustakaan sebagai informasi bahan pembanding bagi peneliti lain yang ingin membahas masalah ini kepada Universitas Pembagunan National “Veteran” Jawa Timur pada umumnya dan Fakultas Ekonomi khususnya.

3. Bagi Kantor Pelayanan Pajak

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sehubungan dengan tindakan pemeriksaan yang dilakukan pejabat fungsional.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hasil Penelitian Terdahulu

Sebelum penulisan skripsi ini dilakukan telah ada penelitian yang serupa menyangkut kepatuhan wajib pajak. Pada bagian ini dibahas hal – hal yang berhubungan dengan penelitian yang telah dilakukan sehingga dapat diketahui persamaan dan perbedaannya.

1. Yuyun Yuningsih (2010) Judul Penelitian :

Analisis Atas Pemeriksaan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Di Wilayah Kota Bandung. Rumusan Masalah :

- Bagaimana pemeriksaan pajak pada KPP Pratama di wilayah Kota Bandung ?

- Bagaimana kepatuhan Wajib Pajak Badan pada KPP Pratama di wilayah Kota Bandung ?

- Bagaimana pengaruh pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak Badan pada KPP Pratama di wilayah Kota Bandung ?


(24)

Kesimpulan :

- Pemeriksaan Pajak untuk keseluruhan KPP Pratama di wilayah Kota Bandung dikatakan baik hal tersebut terlihat dari tahapan persiapan pemeriksaan mencapai 80,4 %, tahapan pelaksanaan pemeriksaan mencapai 85,7 % dan tahapan pelaporan mencapai 76,9 %.

- Tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan pada KPP Pratama yang ada di Kota Bandung secara keseluruhan masih rendah secara keseluruhan tingkat kepatuhan Wajib Pajak hanya mencapai 47,65 %. Artinya hanya 47,65 % Wajib Pajak Badan yang ada di KPP Pratama yang ada di Kota Bandung memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan Undang – Undang perpajakan dan masih 52,35 % dari Wajib Pajak belum patuh dalam menjalankan kewajibannya sesuai dengan Undang – Undang perpajakan.

- Berdasarkan hasil pengujian hipotesis terbukti bahwa pemeriksaan pajak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak Badan pada KPP Pratama di wilayah Kota Bandung sebesar 94,3 %, sedangkan sisanya sebesar 5,67 % dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diamati dalam penelitian ini.

2. Yani Nurlaila (2010) Judul Penelitian :

Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Dengan Pemeriksaan Pajak Sebagai Variabel


(25)

Moderasi (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukabumi).

Rumusan Masalah :

- Apakah tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan berpengaruh positif terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai pada KPP Pratama Sukabumi ?

- Bagaimanakah pengaruh tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai dengan diperkuat oleh pemeriksaan pajak sebagai variabel moderasi pada KPP Pratama Sukabumi ?

Kesimpulan :

- Tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan berpengaruh positif terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai pada KPP Pratama Sukabumi. Dengan demikian, semakin patuh Wajib Pajak Badan melaporkan dan melunasi kewajiban perpajakannya maka penerimaan Pajak Pertambahan Nilai pada KPP akan meningkat.

- Pengaruh tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan terhadap peningkatan penerimaan pajak pada KPP Pratama Sukabumi tidak diperkuat dengan adanya pemeriksaan pajak sebagai variabel moderasi. Hal tersebut disebabkan karena, personil fungsional / pemeriksa pajak belum optimal dalam melakukan proses pemeriksaan dan atau ikut serta secara aktif dalam melakukan pengawasan jalannya pelaksanaan


(26)

kewajiban perpajakan Wajib Pajak setelah dilakukannya pemeriksaan. Selain itu, perencanaan pemeriksaan belum didukung pengujian dan pengevaluasian informasi, serta penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan dan tindak lanjut hasil pemeriksaan dilaksanakan dengan sebaik – baiknya, sehingga menghasilkan informasi yang handal dan dapat dipercaya. Informasi tersebut dapat dijadikan sebagai acuan para Wajib Pajak dalam menindaklanjuti hasil temuan pemeriksaan pajak berdasarkan saran – saran yang direkomendasikan oleh staf pemeriksa pajak. Dengan demikian, dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.

3. Ervina Krisbianto (2007) Judul Penelitian :

Efektivitas Pelaksanaan Pemeriksaan Dalam Rangka Meningkatkan Penerimaan Negara Dari Sektor Pajak (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Tulungagung).

Rumusan Masalah :

- Sejauhmana efektivitas pelaksanaan pemeriksaan untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak khususnya PPh Orang Pribadi di KPP Tulungagung ?

- Faktor – faktor apa yang mendukung pelaksanaan pemeriksaan, faktor – faktor penghambat apa yang dihadapi KPP Tulungagung dalam pelaksanaan pemeriksaan, dan bagaimana upaya yang


(27)

dilakukan KPP Tulungagung dalam mengatasi hambatan – hambatan tersebut ?

Kesimpulan :

- Hasil penghitungan efektivitas dari segi penyelesaian yang dihitung berdasarkan pada penerbitan dan realisasi Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) yang selesai, dimana tahun 2004 - 2006 mempunyai tingkat efektivitas yang sama yaitu termasuk dalam kriteria efektif dengan prosentase 100 %.

- Hasil penghitungan efektivitas dari segi penyelesaian penerimaan atas hasil pemeriksaan yang dihitung berdasarkan target dan realisasi ketetapan pemeriksaan, dimana tahun 2005 mempunyai efektivitas sebesar 102,7 % yang termasuk dalam kriteria sangat efektif. Sedangkan tahun 2006 mempunyai efektivitas sebesar 106.1 % yang termasuk dalam kriteria sangat efektif. Karena adanya kerjasama yang kooperatif antara petugas pemeriksa dengan Wajib Pajak baik yang mempunyai penghasilan besar, menengah, dan kecil. Mereka memiliki tingkat kesadaran dan kepatuhan yang relatif tinggi mengenai kewajiban perpajakannya.

- Penyelesaian SP3 bisa berhasil karena KPP Tulungagung selalu bisa menyelesaikan SP3 dalam jangka waktu yang telah ditentukan yaitu satu tahun, makanya tidak ada penumpukan SP3 tahun sebelumnya yang harus diakumulasikan pada tahun berikutnya. Selain itu Wajib


(28)

Pajak kooperatif dalam melaksanakan pemeriksaan pajak sehingga tidak ada kesulitan yang terlalu mengkhawatirkan pemeriksa. Itu berarti kinerja dari KPP Tulungagung sudah baik sekali karena bisa memenuhi target yang telah ditentukan, dan sebaiknya KPP Tulungagung bisa mempertahankan hal tersebut.

- Adapun faktor - faktor pendukung secara internal dalam pelaksanaan pemeriksaan yaitu dengan : Informasi tentang Wajib Pajak yang jelas, karena ada jaringan yang menghubungkan KPP satu dengan KPP lainnya di seluruh Indonesia, setiap instansi sudah mengirimkan data tiap bulan secara online karena adanya Sistem Informasi Perpajakan (SIP) sehingga pekerjaan KPP Tulungagung lebih cepat dan efisien. - Adapun faktor - faktor pendukung yang mempengaruhi secara

eksternal dalam pelaksanaan pemeriksaan yaitu dengan : adanya kesadaran yang relatif tinggi dan itikad yang baik dari Wajib Pajak yang ditunjukkkan melalui kepatuhan dan ketepatan waktu dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, serta sikap kooperatif yang

ditunjukkan dalam proses pemeriksaan yaitu dengan

memperbolehkan pemeriksa masuk kedalam ruangan yang dianggap penting untuk mendukung pelaksanaan pemeriksaan, mau meminjamkan catatan / dokumen / buku kepada petugas pemeriksa , memberikan keterangan kepada pemeriksa secara jelas baik lisan maupun tertulis.


(29)

- Adapun faktor - faktor penghambat yang mempengaruhi pelaksanaan pemeriksaan yang bersifat internal maupun eksternal, yaitu : jumlah pemeriksa yang kurang, yaitu tahun 2004 sebanyak 6 orang, tahun 2005 sebanyak 3 orang, tahun 2006 sebanyak 3 orang, dan tingkat pengetahuan WP yang kurang tentang pajak, terlebih masih banyaknya WP yang tidak bisa menghitung, memperhitungkan, melapor, dan menyetorkan sendiri kewajiban perpajakannya.

- Ada beberapa upaya yang dilakukan oleh KPP Tulungagung dalam mengatasi masalah tersebut, yaitu : prosedur pemeriksaan yang tidak berbelit - belit, dilakukan perpanjangan dalam menyelesaikan kewajiban perpajakannya, dan ketetapan secara jabatan. Maksudnya pada saat SPT masuk harus dilengkapi dengan data pendukung, membuat surat edaran, dan jika WP mengajukan keberatan harus dilengkapi dengan bukti - bukti pendukung yang lengkap dan dapat dibuktikan kebenarannya.

4. Dwi Rahayu (2010) Judul Penelitian :

Analisis Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Semarang Selatan.

Rumusan Masalah :

- Bagaimana pengaruh pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban formal pelaporan dan penyetoran pajak ?


(30)

- Bagaimana pengaruh pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban material pengisian Surat Pemberitahuan Pajak ?

Kesimpulan :

- Tindakan pemeriksaan memiliki pengaruh terhadap peningkatan kepatuhan kewajiban formal pelaporan PPh Pasal 25 Wajib Pajak di KPP Pratama Semarang Selatan. Hal ini ditunjukan nilai p=0.032 lebih kecil daripada α = 0.05 sehingga hasil hipotesis menerima H1. - Tindakan pemeriksaan memiliki pengaruh terhadap peningkatan

kepatuhan kewajiban formal pelaporan PPh Pasal 21 Wajib Pajak di KPP Pratama Semarang Selatan. Hal ini ditunjukan dengan hasil pengujian hipotesis nilai p=0.006 lebih kecil daripada α =0.05, sehingga H2 diterima.

- Pemeriksaan berpengaruh terhadap peningkatan kepatuhan kewajiban formal penyetoran PPh Pasal 25 Wajib Pajak di KPP Pratama Semarang Selatan. Hal ini ditunjukan dengan hasil pengujian hipotesis nilai p=0.032 lebih kecil daripada α=0.05 , sehingga H3 diterima.

- Tindakan pemeriksaan berpengaruh terhadap peningkatan kepatuhan kewajiban formal penyetoran PPh Pasal 21 Wajib Pajak di KPP Pratama Semarang Selatan. Hal ini ditunjukan dengan hasil pengujian


(31)

hipotesis nilai p=0.004 lebih kecil dari α = 0.05, sehingga H4 diterima.

- Tindakan pemeriksaan berpengaruh terhadap peningkatan kepatuhan material Wajib Pajak di KPP Pratama Semarang Selatan.Hal ini ditunjukan dengan hasil pengujian hipotesis Nilai p =0.034 lebih kecil daripada 0.05, sehingga H5 diterima yang menerima H5. Kondisi tersebut didukung dengan peningkatan rata - rata persentase penghasilan neto fiskal terhadap peredaran usaha Wajib pajak setelah dilakukan pemeriksaan sebesar 0,68%.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Pajak

2.2.1.1 Pengertian Pajak

Pemerintah melaksanakan pembangunan nasional yang terus – menerus dan berkesinambungan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materiil maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan tujuannya, pemerintah perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan yang memadai. Dana yang digunakan salah satunya berasal dari penerimaan kas negara dalam bentuk pajak.

Sebagai bahan pembanding, penulis akan memberikan beberapa definisi mengenai pajak itu sendiri. Banyak para ahli yang mendefinisikan pajak secara bermacam – macam, namun definisi –


(32)

definisi tersebut memiliki inti dan tujuan yang sama. Di bawah ini definisi pajak menurut beberapa ahli perpajakan.

Adapun definisi pajak menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani yang telah diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo, S.H (1991) adalah sebagai berikut :

“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan – peraturan, dengan tidak mendapat prestasi – kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan” (Waluyo dan Wirawan B. Ilyas, 2002:4).

Definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH adalah sebagai berikut :

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang – undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum” (Mardiasmo, 2009:1).

Sedangkan definisi pajak menurut S. I. Djajadiningrat adalah sebagai berikut :

“Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan,


(33)

kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum” (Siti Resmi, 2008:1)

Dapat dilihat dari definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pajak adalah pungutan resmi dari pemerintah yang berdasarkan Undang – Undang dengan menyerahkan sebagian dari kekayaannya ke kas negara dan dapat dipaksakan dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik secara langsung yang digunakan untuk membiayai pembangunan nasional dan memelihara kesejahteraan umum.

2.2.1.2 Fungsi Pajak

Menurut Mardiasmo (2009:1) pajak memiliki dua fungsi, yaitu :

1. Fungsi Budgetair

Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran – pengeluarannya.

2. Fungsi Mengatur (Regulerend)

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.


(34)

Menurut Siti Resmi (2008:3) pajak mempunyai fungsi sebagai berikut :

1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan.

2. Fungsi Regulerend (Pengatur)

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan – tujuan tertentu di luar bidang keuangan.

2.2.2 Pajak Penghasilan

Pengenaan Pajak Penghasilan di Indonesia dimulai dengan adanya tenement tax (huistaks) pada tahun 1816, yakni sejenis pajak yang dikenakan sebagai sewa terhadap mereka yang menggunakan bumi sebagai tempat berdirinya rumah atau bangunan.

Undang – Undang Perpajakan yang mengatur Pajak Penghasilan (PPh) sejak 1 Januari 1984 adalah UU No. 7 Tahun 1983. Sebelum tahun 1983, pengenaan Pajak Penghasilan diistilahkan dengan nama : Pajak Perseroan (Ord. PPs 1925), Pajak Kekayaan (Stb. 1932), Pajak Pendapatan (Ord. PPd 1944), dan Pajak Penjualan (UU No. 19 Drt. Th. 1951). (Siti Resmi, 2008:79)


(35)

2.2.2.1 Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)

Undang – Undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur pengenaan Pajak Penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.

PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya. (Ervina, 2007)

2.2.3 Pajak Penghasilan Pasal 21

Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Orang Pribadi.


(36)

2.2.3.1 Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21

Yang termasuk pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 yaitu : 1. Pemberi kerja.

Yang termasuk pemberi kerja adalah orang pribadi atau badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.

2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah.

Yang termasuk bendahara atau pemegang kas pada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga – lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan. 3. Dana pensiun, dana penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja,

dan badan – badan lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.

4. Perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan, jasa, termasuk jasa tenaga ahli dengan status


(37)

Wajib Pajak dalam negeri yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya.

5. Perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan denga kegiatan, jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Wajib Pajak luar negeri.

6. Yayasan (termasuk yayasan di bidang kesejehteraan, rumah sakit, pendidikan, kesenian, olahraga, kebudayaan), lembaga, kepanitiaan, asosiasi, perkumpulan, organisasi massa, organisasi sosial politik, dan organisasi lainnya dalam bentuk apapun dalam segala bidang kegiatan sebagai pembayar gaji, upah, honorarium, atau imbalan dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi.

7. Perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang membayarkan honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan.

8. Penyelenggara kegiatan.

Termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuj apapun


(38)

kepada Wajib Pajak Orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.

Yang tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah :

1. Kantor perwakilan negara asing.

2. Organisasi – organisasi internasional yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

3. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang semata – mata mempekerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

2.2.3.2 Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21

Penerima penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah :

1. Pegawai.

Yaitu setiap orang pribadi, yang melakukan pekerjaan berdasarkan suatu perjanjian atau kesepakatan kerja baik tertulis maupun tidak tertulis, termasuk yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau BUMN dan BUMD.


(39)

2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya.

3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi :

a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris.

b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan / peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya. c. Olahragawan.

d. Penasehat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator.

e. Pengarang, peneliti, dan penertjemah.

f. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik computer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan.

g. Agen iklan.


(40)

i. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara.

j. Petugas dinas luar asuransi.

k. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya.

4. Penerima upah.

Yaitu orang pribadi yang menerima upah harian, upah mingguan, upah borongan, atau upah satuan.

5. Peserta yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi :

a. Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olahraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya.

b. Peserta rapat, konferensi, siding, pertemuan, atau kunjungan kerja.

c. Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu.

d. Peserta pendidikan, pelatihan, dan magang. e. Peserta kegiatan lainnya.

Yang tidak termasuk dalam penerima penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 antara lain :


(41)

1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsultan atau pejabat lain dai negara asing, dan orang – orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.

2. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.

2.2.3.3 Objek Pajak Penghasilan Pasal 21

Penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah sebagai berikut :

1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur. 2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun

secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya.

3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima


(42)

secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis.

4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan.

5. Imbalan kepada buka pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan.

6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.

7. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh : a. Bukan Wajib Pajak.

b. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.

c. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).


(43)

Adapun penghasilan yang tidak dipotong Pajak penghasilan Pasal 21 adalah :

1. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi bea siswa.

2. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan yang diberikan, kecuali penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya.

3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran jaminan hari tua kepada badan penelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja.

4. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan oleh Pemerintah.

5. Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung oleh pemberi kerja. 6. Penghasilan yang dibayarkan kepada Pegawai Negeri Sipil

golongan II D dan anggota TNI/Polri berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah atau Ajun Inspektur Tingkat Satu ke bawah yang dibebankan kepada keuangan negara atau keuangan daerah berupa honorarium dan imbalan lain dengan nama apapun.


(44)

7. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.

Penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final adalah :

1. Uang tebusan pensiun yang dibayarkan oleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri keuangan dan Tunjangan Hari Tua atau Tabungan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja.

2. Uang pesangon.

3. Hadiah dan penghargaan perlombaan.

4. Honorarium atau komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dan petugas dinas luar asuransi.

5. Penghasilan bruto berupa honorarium dan imbalan lain dengan nama apapun yang diterima oleh pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri yang sumber dananya berasal dari keuangan negara atau keuangan daerah, kecuali yang dibayarkan oleh pegawai negeri sipil golongan II D kebawah dan anggota TNI/Polri berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah atau Ajun Inspektur Tingkat Satu ke bawah.


(45)

2.2.3.4 Batas Waktu Penyetoran Dan Pelaporan PPh Pasal 21

Adapun batasan waktu penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21, yaitu :

1. Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetorkan atau dibayarkan selambat – lambatnya tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setekah masa pajak berakhir. 2. Wajib Pajak diwajibkan untuk menyampaikan Surat

Pemberitahuan selambat – lambatnya 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.

2.2.4 Pajak Penghasilan Pasal 25

Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah angsuran Pajak Penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan. Angsuran Pajak Penghasilan pasal 25 tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan.


(46)

2.2.4.1 Batas Waktu Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 25

Batasan waktu dalam menyetorkan dan melaporkan Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah :

1. Pajak Penghasilan Pasal 25 harus disetorkan atau dibayarkan selambat – lambatnya tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

2. Wajib Pajak diwajibkan untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa selambat – lambatnya 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.

2.2.5 Pemeriksaan Pajak

2.2.5.1 Pengertian Pemeriksaan Pajak

Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan


(47)

2.2.5.2 Ruang Lingkup Pemeriksaan Pajak

Pemeriksaan pajak dapat dibedakan berdasarkan pada ruang lingkup cakupannya, yaitu :

1. Pemeriksaan Lapangan

Pemeriksaan Lapangan adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak di tempat kedudukan / kantor, tempat usaha (pabrik), atau pun pekerjaan bebas, domisili atau tempat tinggal. Pemeriksaan Lapangan dapat meliputi 1 jenis pajak atau seluruh jenis pajak untuk tahun berjalan atau tahun – tahun sebelumnya. Pemeriksaan Lapangan dibedakan menjadi: a. Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL)

 Pemeriksaan Lapangan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak untuk 1 atau lebih jenis pajak secara terkordinasi antar seksi.

 Terkordinasi antara fungsional dan Account Representative di kantor unit pelaksana pemeriksa.

 Dalam tahun berjalan atau tahun – tahun sebelumnya.

 Menggunakan teknik pemeriksaan yang dianggap perlu menurut keadaan tujuan pemeriksaan.

b. Pemeriksaan Lengkap

 Dilakukan satu atau lebih jenis pemeriksaan.

 KSO (Kerja Sama Operasi).


(48)

 Teknik yang lazim dalam pemeriksaan.

Jangka waktu pemeriksaan dalam pemeriksaan adalah 4 bulan sejak terbit Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) sampai dengan tanggal Lapangan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan dapat diperpanjang menjadi 8 bulan.

2. Pemeriksaan Kantor

Pemeriksaan Kantor adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak dikantor unit pemeriksaan (Direktorat Jenderal Pajak). Jangka waktu pemeriksaan kantor adalah 3 bulan sejak Wajib Pajak harus datang memenuhi panggilan sampai dengan tanggal Lapangan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan dapat diperpanjang menjadi 6 bulan. Mekanisme perpanjangan jangka waktu pemeriksaan dalam hal kondisi regular dan adanya indikasi transfer pricing :

a. Perpanjangan hanya bisa dilakukan 1 kali.

b. Dilakukan dengan surat pemberitahuan perpanjangan pemeriksaan.

c. Surat pemberitahuan tersebut dapat disampaikan secara manual atau surat biasa atau melalui elektronik (email). d. Memperhatikan jangka waktu Surat Pemberitahuan Lebih


(49)

e. Surat pemberitahuan maksimal disampaikan 1 minggu sebelum berakhirnya jangka waktu.

f. Disampaikan kepada yang menerbitkan persetujuan (kepala kantor).

2.2.5.3 Jenis Pemeriksaan Pajak

Apabila dikelompokkan sesuai jenisnya maka pemeriksaan pajak dapat dilaksanakan berdasarkan jenis pemeriksaan sebagai berikut :

1. Pemeriksaan Rutin

Pemeriksaan Rutin adalah pemeriksaan yang bersifat rutin yang dilakukan terhadap Wajib Pajak yang berhubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak bersangkutan.

2. Pemeriksaan Kriteria Seleksi

Pemeriksaan Kriteria Seleksi difokuskan terhadap Wajib Pajak yang dikategorikan sebagai Wajib Pajak besar dan menengah baik skala nasional, regional maupun lokal.

3. Pemeriksaan Khusus

Pemeriksaan Khusus dilakukan berdasarkan analisis resiko (risk based audit) terhadap data dan informasi yang diterima. Pemeriksaan yang secara khusus dilakukan terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan adanya data, informasi, laporan atau


(50)

pengaduan yang berkaitan dengan Wajib Pajak tersebut atau untuk memperoleh data atau informasi untuk tujuan tertentu lainnya.

4. Pemeriksaan Bukti Permulaan

Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan. Bukti permulaan adalah keadaan, perbuatan, bukti baik keterangan, tulisan atau benda – benda yang dapat memberikan adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana.

5. Pemeriksaan Pajak Lokasi

Pemeriksaan yang dilakukan terhadap cabang, perwakilan, pabrik atau tempat usaha yang pada umumnya berbeda lokasinya dengan Wajib Pajak domisili, berdasarkan permintaan dari unit pelaksanaan (UPP) yang berada di luar wilayahnya.

6. Pemeriksaan Tahun Berjalan

Pemeriksaan yang dilakukan dalam tahun berjalan terhadap Wajib Pajak untuk jenis – jenis pajak tertentu atau untuk seluruh jenis pajak dapat dilakukan terhadap Wajib Pajak domisili atau Wajib Pajak lokasi.


(51)

7. Pemeriksaan Terintegrasi

Pemeriksaan terintegrasi dilakukan terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan yang KPP domisilinya berbeda dengan KPP lokasi tempat usahanya agar dilakukan pemeriksaan terintegrasi antar Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak.

2.2.6 Kepatuhan Wajib Pajak

2.2.6.1 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak

Kepatuhan Wajib Pajak yang dikemukakan oleh Norman D. Nowak (Moh. Zain:2004) di dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:138) yaitu :

“Suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan tercermin dalam situasi dimana :

Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan.

Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas.

Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar.


(52)

Menurut Safri Nurmantu dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:138), kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan :

“Sebagai suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.”

Menurut Chaizi Nasucha yang dikutip dari Siti Kurnia Rahayu (2010:139), kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari :

Kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri.

Kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT).

Kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang.

Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.

Dapat dilihat dari pengertian diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa kepatuhan Wajib Pajak adalah tindakan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya yaitu pelaporan dan penyetoran sesuai dengan ketentuan peraturan undang – undang dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku.


(53)

2.2.6.2 Kriteria Wajib Pajak Patuh

Menurut Keputusan Menteri Keuangan

No.544/KMK.04/2000, bahwa criteria kepatuhan Wajib Pajak adalah :

1. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam 2 tahun terakhir.

2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.

3. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.

4. Dalam 2 tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal terhadap Wajib Pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk masing – masing jenis pajak yang terutan paling banyak 5 %. 5. Wajib Pajak yang laporan keuangannya untuk 2 tahun terakhir

diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.


(54)

2.2.6.3 Jenis Kepatuhan Wajib Pajak

Ada dua macam kepatuhan Wajib Pajak, yaitu :

1. Kepatuhan Formal

Suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakan dengan menitik beratkan pada nama dan bentuk kewajiban saja, tanpa memperhatikan hakekat kewajiban tersebut. Disini Wajib Pajak harus menyetorkan dan melaporkan kewajiban perpajakannya secara tepat waktu dengan mengabaikan apakah isi SPT tersebut sudah benar atau belum. (http://pascasarjana-stiami.ac.id/2010/12/kepatuhan-perpajakan/)

2. Kepatuhan Materiil

Suatu keadaan dimana Wajib Pajak selain memenuhi kewajiban yang berhubungan dengan nama dan bentuk kewajiban perpajakan, juga terutama memenuhi hakekat kewajiban perpajakannya. Wajib Pajak selain memperhatikan tanggal penyampaian SPT tetapi juga memperhatikan kebenaran yang sesungguhnya dari isi dan hakekat SPT tersebut. (http://pascasarjana-stiami.ac.id/2010/12/kepatuhan-perpajakan/)


(55)

2.3 Kerangka Pemikiran

Sistem pemungutan pajak di Indonesia adalah self assessment system, dimana Wajib Pajak diberi kepercayaan dan tanggung jawab penuh dari pemerintah atas pajak terutangnya. Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terhutang. Dengan diterapkannya sistem tersebut, kebenaran pembayaran pajak tergantung pada kejujuran Wajib Pajak itu sendiri dalam melaporkan kewajiban perpajakannya. Menurut Drs. Kustadi Arianta (1984) dalam Eny Susanti (2009), kewajiban perpajakan merupakan perwujudan dari pengabdian dan sarana peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama – sama melaksanakan perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional dengan tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaannya dipercayakan sepenuhnya kepada anggota masyarakat.

Aparat pajak menerapkan upaya pengawasan untuk mencegah Wajib Pajak melakukan tax evasion ataupun tax avoidance. Pemeriksaan merupakan salah satu upaya pengawasan yang diterapkan oleh aparat pajak. Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan professional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan.


(56)

Di dalam ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan, yang berhak mengadakan pemeriksaan pajak adalah petugas pemeriksa pajak yang dikoordinasikan oleh Direktorat Pemeriksaan Pajak dan Unit Pemeriksa dan Penyidikan Pajak. Pemeriksaan pajak tidak diserahkan pada pihak ketiga. Untuk keperluan pemeriksaan petugas pemeriksa harus dilengkapi dengan Surat Pemeriksaan dan harus memperlihatkannya kepada Wajib Pajak.

Menurut Norman D. Nowak (Moh. Zain:2004) di dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:138) Kepatuhan Wajib Pajak yaitu :

“Suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan tercermin dalam situasi dimana :

Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan.

Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas.

Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar.

Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.”

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suryadi (2003) di dalam Eny Susanti (2009) disebutkan bahwa kepatuhan Wajib Pajak dibentuk oleh dimensi pemeriksaan pajak, penegakan hukum, dan kompensasi pajak. Tujuan pemeriksaan adalah untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemeriksaan pajak adalah salah satu dimensi dari kepatuhan Wajib


(57)

Pajak, mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kepatuhan Wajib Pajak tersebut.

Bagian vital dari fungsi pengawasan dalam self assessment system adalah pemeriksaan pajak. Tujuan dari pemeriksaan pajak itu sendiri adalah untuk menguji kebenaran pajak terutang yang dilaporkan Wajib Pajak berdasarkan data, informasi dan bukti pendukung. Dengan kata lain, tujuan pemeriksaan pajak yaitu untuk melihat kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Pemeriksaan pajak sangat penting dilakukan untuk menghindari adanya Wajib Pajak yang tidak membayarkan pajak terhutangnya dengan benar.

Melihat dari pemikiran diatas, maka pemeriksaan pajak sangat penting dilakukan sebagai upaya meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya. Maka dari itu, penelitian ini mencoba meneliti adakah perbedaan kepatuhan formal Wajib Pajak sebelum dan setelah dilaksanakannya pemeriksaan pajak.


(58)

Dari kerangka berpikir tersebut, dapat ditunjukkan suatu paradigma penelitian sebagai berikut :

GAMBAR KERANGKA PIKIR

Mc Nemar Test Sebelum Dilakukan Pemeriksaan

Pajak

Tingkat Kepatuhan Formal Wajib Pajak berdasarkan kepatuhan pelaporan PPh Pasal 21 dan 25, kepatuhan penyetoran PPh Pasal 21

dan 25

Sesudah Dilakukan Pemeriksaan Pajak

Tingkat Kepatuhan Formal Wajib Pajak berdasarkan kepatuhan pelaporan PPh Pasal 21 dan 25, kepatuhan penyetoran PPh Pasal 21


(59)

2.4 Hipotesis

Menurut Sugiyono (2007:5) hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan teori dan belum menggunakan fakta. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

H1 : Kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya melaporkan PPh 25 dan PPh 21 secara tepat waktu sesudah dilaksanakannya pemeriksaan adalah lebih besar bila dibandingkan dengan kondisi sebelum dilaksanakannya pemeriksaan.

H2 : Kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya menyetorkan PPh 25 dan PPh 21 secara benar sesudah dilaksanakannya pemeriksaan adalah lebih kecil bila dibandingkan dengan kondisi sebelum dilaksanakannya pemeriksaan.


(60)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian menurut Sugiyono (2006:1) adalah metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah komparatif kuantitatif. Jenis penelitian komparatif kuantitatif menurut Sugiyono (2006:11) adalah suatu penelitian yang bersifat membandingkan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada perbedaan kepatuhan Wajib Pajak dalam melakukan penyetoran dan pelaporan pajak terutangnya antara sebelum dan sesudah dilaksanakannya pemeriksaan pajak pada KPP Pratama Sidoarjo Utara.

3.2 Objek Penelitian

Menurut Sugiyono (2006:13) objek penelitian adalah sasaran ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu tentang sesuatu hal objektif, valid, dan reliable tentang sesuatu hal (variabel tertentu).


(61)

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa objek penelitian digunakan untuk memperoleh data sesuai tujuan dan kegunaan tertentu yang objektif, valid dan realible. Objek penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah mengenai kepatuhan Wajib Pajak sebelum dan sesudah dilaksanakannya pemeriksaan pajak pada KPP Pratama Sidoarjo Utara.

3.3 Populasi dan Teknik Sampling 3.3.1 Populasi

Menurut Sugiyono (2006:90) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek / subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian di tarik kesimpulan. Dalam penelitian ini, populasi yang digunakan adalah Wajib Pajak Badan yang telah selesai dan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar pada tahun 2010 dan 2011 sejumlah 956 Wajib Pajak Badan di KPP Pratama Sidoarjo Utara.

3.3.2 Jumlah Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2006:91). Teknik pengambilan sampel di dalam suatu penelitian merupakan salah satu bagian yang penting, maka dari itu teknik pengambilan sampel yang dilakukan dalam


(62)

yaitu pengambilan sampel dari populasi secara acak tanpa memperhatikan strata dan setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel (Sugiyono, 2011:82). Peneliti menggunakan rumus slovin dalam menghitung sampel yang akan diteliti (Husein Umar, 2009:78)

Keterangan :

= N

1 + ² Dimana :

n = ukuran sampel

N = ukuran populasi

e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan.

Dengan perhitungan menggunakan rumus slovin dan 10% tingkat batas kesalahan, dapat diketahui bahwa jumlah sampel yang digunakan sebanyak 90 Wajib Pajak Badan di KPP Pratama Sidoarjo Utara.

3.4 Operasionalisasi Variabel

Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara member arti atau menspesifikasi kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut (Nizar, 2012:43). Dalam penelitian ini, definisi operasional dan


(63)

1. Kepatuhan Formal Wajib Pajak Sebelum Dilakukan Pemeriksaan Pajak (μ1)

Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan yang menyetorkan dan melaporkan PPh 21 dan 25 dan jumlah Wajib Pajak yang tidak menyetorkan dan melaporkan PPh 21 dan 25.

2. Kepatuhan Formal Wajib Pajak Setelah Dilakukan Pemeriksaan Pajak (μ2)

Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan yang menyetorkan dan melaporkan PPh 21 dan 25 dan jumlah Wajib Pajak yang tidak menyetorkan dan melaporkan PPh 21 dan 25.

Indikator yang digunakan untuk mengukur variabel tersebut adalah: 1. Penyetoran Pajak

Penyetoran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak Badan atas pajak terutangnya.

2. Pelaporan Pajak

Pelaporan pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak Badan atas SPT Masa dan Tahunannya.

3. Pemeriksaan Pajak

Pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh KPP Pratama Sidoarjo Utara dengan cara memeriksa SPT Masa dan Tahunan Wajib Pajak jika terjadi kurang bayar dan lebih bayar terhadap Wajib Pajak yang melaporkan.


(64)

4. Kepatuhan Formal Wajib Pajak

Kepatuhan formal Wajib Pajak dalam hal penyetoran pajak terutangnya dan pelaporan SPT Masa dan Tahunannya. Wajib Pajak yang menyetorkan pajak terutangnya tahun 2010 sebanyak 5.520 Wajib Pajak dan tahun 2011 sebanyak 5.762 Wajib Pajak. Sedangkan yang melaporkan SPT Tahunan pada tahun 2010 sebanyak 2.053 Wajib Pajak Badan, SPT Tahunan pada tahun 2011 sebanyak 2.352 Wajib Pajak Badan,

3.5 Teknik Pengumpulan Data 3.5.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu :

1. Kepatuhan Wajib Pajak selama 12 (dua belas) masa pajak dalam pemenuhan kewajiban formalnya, baik dalam menyetorkan pajak terutangnya maupun melaporkan SPT Masanya. Berkaitan dengan pemenuhan kewajiban formal ini, penulis akan berupaya memperhatikan tanggal – tanggal jatuh tempo penyetoran pajak dan penyampaian SPT yang jatuh tempo jatuh pada hari libur nasional. Hal ini dikarenakan adanya ketentuan perpajakan yang memberikan aturan – aturan khusus mengenai jatuh tempo kewajiban tersebut.


(65)

3.5.2 Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah dokumentasi yaitu mengkopi, mencatat, mempelajari, dan menganalisa kepatuhan Wajib Pajak Badan dan Orang Pribadi di KPP Pratama Sidoarjo Utara. Dan data yang digunakan untuk menganalisa kepatuhan Wajib Pajak adalah tanggal lapor dan tanggal setor PPh Pasal 21 dan 25 milik Wajib Pajak Badan yang dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) di KPP Pratama Sidoarjo Utara pada tahun 2010 dan 2011.

3.6 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis 3.6.1 Teknik Analisis

1. Mc Nemar Test

Teknik statistik ini digunakan untuk menguji hipotesis komparatif dua sampel yang berkolerasi. Jadi hipotesis penelitian ini merupakan perbandingan antara nilai sebelum dan sesudah ada perlakuan / treatment pemeriksaan.

3.6.2 Uji Hipotesis

Untuk menguji hipotesis yang diduga ada perbedaan kepatuhan formal Kepatuhan Wajib Pajak Badan dan Orang Pribadi sebelum dan sesudah dilakukan pemeriksaan digunakan Mc Nemar Test. Dengan perumusan sebagai berikut :


(66)

Ho : μ1 = μ2 ; (tidak ada perbedaan kepatuhan formal Wajib Pajak sebelum dan sesudah dilakukannya pemeriksaan)

Ha : μ1 ≠ μ2 ; (ada perbedaan kepatuhan formal Wajib Pajak sebelum dan sesudah dilakukannya pemeriksaan)

1. Mc Nemar Test

Digunakan untuk mengukur perbandingan kepatuhan formal Wajib Pajak antara sebelum dan sesudah dilakukannya pemeriksaan pajak.

Dalam melakukan pengujian tersebut, perhitungan statistik yang penulis lakukan adalah menggunakan program komputer yang khusus menangani berbagai pengujian statistik yaitu SPSS 16.0. Ketentuan pengujian menurut (Wahana Komputer, 2009:158) adalah:

1) Ho diterima dan Ha ditolak jika nilai signifikan pada output > 5%.

2) Ho ditolak dan Ha diterima jika nilai sigifikan pada output < 5%.


(67)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Obyek Penelitian 4.1.1 Sejarah Kantor

Pada awalnya adalah kantor Dinas Luar Tingkat II Sidoarjo,yang merupakan bagian dari Kantor Inspeksi pajak Mojokerto. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan RI.No.276/KMK.01/1989 tanggal 26 Maret 1989 Kantor Pelayanan Pajak Sidoarjo berbentuk dengan type B. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan RI No.758/KMK.01/2001 tanggal 23 Juli 2001 Kantor Pelayanan Pajak Sidoarjo dipecah menjadi Kantor Pelayanan Pajak Sidoarjo Timur dan Kantor Pelayanan Pajak Sidoarjo Barat.Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-158/PJ./2007 tanggal 5 November 2007,KPP Sidoarjo Timur dipecah menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sidoarjo Utara dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sidoarjo Selatan dan mulai berlaku sejak tanggal 27 November 2007.

4.1.2 Visi, Misi, dan Tujuan DJP 4.1.2.1 Visi

Yaitu menjadi institusi pemerintah yang menyelenggarakan lsistem administrasi perpajakan modern yang efektif, efisien, dan dipercaya serta dibanggakan masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi.


(68)

4.1.2.2 Misi

Yaitu menghimpun penerimaan Pajak Negara berdasarkan Undang-Undang Perpajakan yang mampu menunjang kemandirian pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efisien.

4.1.2.3 Tujuan DJP

1. Peningkatan Pelayanan Perpajakan.

2. Peningkatan Kepatuhan WP melalui Pengawasan dan Penegakan Hukum. 3. Peningkatan Efektivitas dan Efisiensi Organisasi Melalui Reformasi dan

Modernisasi.

4. Peningkatan Profesionalisme dan Integritas SDM.

4.1.3 Lokasi Kantor

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sidorjo Utara terbentuk pada tanggal 27 November 2007 seiring dengan adanya modernisasi di lingkungan Departemen Keuangan. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sidoarjo Utara merupakan pecahan dari KPP Sidoarjo Timur dan berlokasi di Jalan Pahlawan No.55 Sidoarjo dengan luas bangunan 2300 m2 yang terdiri dari 2 bangunan yang masing-masing merupakan bangunan 2 lantai.


(69)

4.1.4 Wilayah Kerja

KPP Pratama Sidoarjo Utara merupakan unit operasional Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah Kantor Wilayah Jawa Timur II. Wilayah kerja KPP Pratama Sidoarjo Utara meliputi empat kecamatan yang terletak di Kabupaten Sidoarjo. Keempat kecamatan yang menjadi wilayah kerja KPP Pratama Sidoarjo Utara adalah sebagai berikut :

1. Kecamatan Buduran terdiri dari 15 desa 2. Kecamatan Sedati terdiri dari 16 desa 3. Kecamatan Waru terdiri dari 17 desa 4. Kecamatan Gedangan terdiri dari 15 desa


(70)

4.1.5 Gambaran Sektor Usaha

Wilayah kerja KPP Pratama Sidoarjo Utara merupakan pusat daerah industri dan perdagangan di Kabupaten Sidoarjo. Posisi wilayah KPP Pratama Sidoarjo Utara yang berbatasan langsung dengan Kota Surabaya membuat banyak pelaku ekonomi yang awalnya melakukan kegiatan usaha di Surabaya, beralih atau mencoba mengembangkan usahanya ke wilayah Sidoarjo. Sektor usaha yang dominan di wilayah kerja KPP Pratama Sidoarjo Utara adalah sebagai berikut :

1. Perdagangan

Jumlah Wajib Pajak yang terdaftar dengan kegiatan usaha perdagangan baik perdagangan besar maupun eceran sebanyak 7.146 WP. Daerah pusat perdagangan di wilayah KPP Pratama Sidoarjo tersebar di sepanjang Jalan Raya Sidoarjo-Surabaya termasuk Kecamatan Buduran, Gedangan, dan Waru. Banyak ruko dan pusat perbelanjaan yang dibangun di wilayah KPP Pratama Sidoarjo Utara. Penerimaan pajak dari sektor perdagangan pada tahun 2010 mencapai Rp 86.019.292.215,- atau sekitar 35,06% dari total penerimaan PPh dan PPN.

2. Industri

Wajib Pajak yang kegiatan usahanya di sektor industri jumlahnya 1.857 WP. Daerah industri terutama terdapat di Kecamatan Waru, yaitu kawasan industri Berbek dan Tambaksawah. Daerah industri juga terdapat di Kecamatan Gedangan, yaitu di Desa Wedi dan Karangbong. Penerimaan pajak dari sektor industri pada tahun 2010 mencapai Rp


(71)

72.730.820.291,- atau sekitar 29,64% dari total penerimaan PPh dan PPN.

3. Konstruksi

Wajib Pajak yang bergerak di bidang konstruksi jumlahnya 771 WP. Banyaknya bangunan-bangunan baru yang dibangun di wilayah KPP Pratama Sidoarjo Utara merupakan potensi bagi kontraktor-kontraktor yang ada di Sidoarjo. Jumlah penerimaan pajak tahun 2010 dari sektor usaha konstruksi mencapai Rp 19.098.328.610,- atau sekitar 7,78% dari total penerimaan PPh dan PPN.

4. Real Estate

Selama 5 tahun terakhir, Kabupaten Sidoarjo menjadi daerah hunian yang cukup diminati oleh para pendatang yang bekerja di Surabaya dan sekitarnya. Kondisi pemukiman di Surabaya yang sudah sangat padat membuat banyak orang yang lebih memilih tinggal di Sidoarjo. Hal ini membuat banyak developer yang membangun perumahan di wilayah Sidoarjo. Jumlah Wajib Pajak yang terdaftar dengan kegiatan usaha di sektor real estate sebanyak 771 WP. Jumlah penerimaan pajak tahun 2010 dari sektor usaha real estate mencapai Rp 18.799.951.570,- atau sekitar 7,66% dari total penerimaan PPh dan PPN.


(72)

4.1.6 Struktur Organisasi

Pegawai KPP Pratama Sidoarjo Utara terdiri dari 83 orang (termasuk kepala kantor). Terdapat 3 orang pegawai golongan IV, 38 orang pegawai golongan III dan 42 orang pegawai golongan II.

Secara umum tugas Kepala Kantor dan masing - masing Kepala Seksi adalah sebagai berikut :

1. Kepala Kantor

Mengingat KPP Pratama merupakan penggabungan dari KPP, KP PBB, dan Karikpa maka Kepala Kantor KPP Pratama mempunyai tugas mengkoordinasikan pelaksanaan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Tidak Langsung lainnya dan Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Sub Bagian Umum

Membantu dan menunjang kelancaran tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan tugas dan fungsi pelayanan kesekretariatan terutama dalam hal pengaturan kegiatan tata usaha dan kepegawaian, keuangan, rumah tangga serta perlengkapan.

3. Seksi Pelayanan

Membantu tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen


(73)

dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan dan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi WP, serta kerja sama perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku.

4. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Membantu tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan

pengumpulan, pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha angka penerimaan pajak, pengalokasian dan penatausahaan bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan, pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filling dan penyiapan laporan kinerja.

5. Seksi Pengawasan dan Konsultan (WASKON I, II, III)

Membantu tugas kepala kantor mengkoordinasikan pengawasan kepatuhan Wajib pajak (PPh, PPN, PBB, BPHTB dan Pajak lainnya), bimbingan atau himbauan kepada Wajib Pajak dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil Wajb Pajak, analis kinerja wajib pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, dan melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku. Dalam satu KPP Pratama terdapat 3 (tiga) Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang pembagian tugasnya didasarkan pada cakupan wilayah (teritorial tertentu).


(1)

79

5 Ery Febrina (2013)

Tidak ada perbedaan kepatuhan formal Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya

menyetorkan PPH 21 dan 25 sebelum dan sesudah dilakukannya pemeriksaan, tidak ada perbedaan kepatuhan formal Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya melaporkan PPH 21 sebelum dan sesudah dilakukannya pemeriksaan, dan ada perbedaan kepatuhan formal Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya melaporkan PPH 25 sebelum dan sesudah dilakukannya pemeriksaan.

Sumber : Peneliti (Bab II)


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Metode statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Mc Nemar Test. Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa :

1. Tidak ada perbedaan kepatuhan formal Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya dalam menyetorkan PPH 21 sebelum dan sesudah dilakukannya pemeriksaan pajak.

2. Tidak ada perbedaan kepatuhan formal Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya dalam menyetorkan PPH 25 sebelum dan sesudah dilakukannya pemeriksaan pajak.

3. Tidak ada perbedaan kepatuhan formal Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya dalam melaporkan PPH 21 sebelum dan sesudah dilakukannya pemeriksaan pajak.

4. Ada perbedaan kepatuhan formal Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya dalam melaporkan PPH 25 sebelum dan sesudah dilakukannya pemeriksaan pajak.


(3)

81

5.2 Saran

Untuk mencapai manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini, maka dikemukakan saran :

1. Bagi KPP Pratama Sidoarjo Utara, hendaknya lebih meningkatkan kepatuhan dengan memperhatikan faktor wajib pajak, misalnya : mengadakan penyuluhan pajak dari petugas pajak, memberikan pengawasan terhadap pajak terutama oleh petugas pajak, memberikan pelayanan yang baik dari petugas pajak terhadap Wajib Pajak, meningkatkan kegiatan penyuluhan/sosialisasi sebagai salah satu upaya dalam memberikan pemahaman tentang ketentuan perpajakan kepada wajib pajak agar mereka melaksanakan kewajiban perpajakannya, pemeriksaan pajak secara konsisten dan merata, penegakan hukum yang adil dan transparan serta memberikan kompensasi yang lebih baik kepada masyarakat wajib pajak, memberikan kemudahan dalam adminstrasi proses atau prosedur pembayaran pajak yang tidak berbelit-belit, sehingga diharapkan akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak, peraturan perpajakan hendaknya diperketat agar dapat mengurangi terjadinya penghindaran pajak dan kecurangan dalam membayar pajak yang dapat merugikan Negara.

2. Bagi penelitian selanjutnya, hendaknya memperluas obyek penelitian, tidak hanya di daerah Sidoarjo Utara saja.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU :

B. Ilyas, Wirawan dan Waluyo, 2002. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat Djarwanto, 1996. Mengenal Beberapa Uji Statistik Dalam Penelitian. Yogyakarta: Liberty Irianto, Agus, 2004. Statistik Konsep Dasar dan Aplikasinya. Yogyakarta: Kencana Prenuda

Media

Komputer, Wahana, 2009. Pengolahan Data Statistik Dengan SPSS 16.0. Jakarta: Salemba Infotek

Martono, Nanang, 2011. Metode Penelitian Kuantitatif: Analisis Isi dan Analisis Data Sekunder. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Priantara, Diaz, 2012. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Mitra Wacana Media Resmi, Siti, 2008. Perpajakan: Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat

Rahayu, Siti Kurnia, 2010. Perpajakan Indonesia: Konsep dan Aspek Formal. Yogyakarta: Graha Ilmu

Sugiyono, 2007. Statistik Non Parametris. Bandung: CV Alfabeta Bandung Sugiyono, 2006. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: CV Alfabeta Bandung

Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Kuantitatyif Kualitatif dan R & D. Bandung: CV Alfabeta Bandung

Umar, Husein, 2009. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Zain, Mohammad, 2005. Manajemen Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat

ARTIKEL :

Rahayu, Dwi. Analisis Pengaruh Pemeriksaan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Semarang Selatan. Semarang

SKRIPSI :

Fitrandy, Nizar, 2012. Perbedaan Profitabilitas Sebelum Dan Setelah Diterapkannya Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Perusahaan Telekomunikasi Di Bursa Efek Indonesia. Surabaya


(5)

Hasiana, Marisa. Pengaruh Pemeriksaan Pajak Dan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas Tahun 2002 - 2008. Bandung

Krisbianto, Ervina, 2007. Efektivitas Pelaksanaan Pemeriksaan Dalam Rangka Meningkatkan Penerimaan Negara Dari Sektor Pajak (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Tulungagung). Tulungagung

Nurlaila, Yani, 2010. Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Dengan Pemeriksaan Pajak Sebagai Variabel Moderasi (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukabumi). Bandung

Syahab, Zakiah Muhammad. Analisis Pengaruh Pemeriksaan Pajak, Kepatuhan Wajib Pajak, Dan Penambahan Jumlah Wajib Pajak Terdaftar Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Badan Di Lingkungan Kanwil DJP Jakarta Selatan. Jakarta Yuningsih, Yuyun, 2010. Analisis Atas Pemeriksaan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib

Pajak Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Di Wilayah Kota Bandung. Bandung

PERUNDANG – UNDANGAN :

SE-85/PJ/2011. Tentang Kebijakan Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan

LITERATUR DARI KPP PRATAMA SIDOARJO UTARA : Kurniawan, Anang Mury. Pemeriksaan Pajak

WEBSITE : www.pajak.go.id

http://id.wikipedia.org/wiki/Pajak_Penghasilan

http://bkssulindafinaccountingmalfi.blogspot.com/2012/05/uji-mcnemar.html

http://arini2992.blogspot.com/2011/06/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html#!/2011/06/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html

http://dwiky-a-p-fisip09.web.unair.ac.id/artikel_detail-36731-Kuliah-statistik%20non%20parametrik.html


(6)

http://blog.uin-malang.ac.id/abdulaziz/files/2010/08/Uji-Dua-Sampel-A.pdf http://www.slideshare.net/wacir/statistika-non-parametrik

http://www.docstoc.com/docs/50115221/BAB-4-STATISTIK-NON-PARAMETRIK http://elqorni.wordpress.com/2011/10/01/statistik-non-parametrik/

http://statsdata.blogspot.com/2011/12/jasa-pengolahan-data-dan-konsultasi.html http://skripsimahasiswa.blogspot.com/2009/08/statistik-non-parametris.html http://winnerstatistik.blogspot.com/2008/02/significant-test-non-parametrik.html

http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rja&ved=0C D4QFjAD&url=http%3A%2F%2Fwidhiarso.staff.ugm.ac.id%2Ffiles%2FUji%2520

Normalitas.pdf&ei=mp8gUYutJc-mrAfTiIGgCg&usg=AFQjCNEiMn9OcIt8DYKtJ33pfYXk4EGe_w&bvm=bv.4255 3238,d.bmk

http://www.konsultanstatistik.com/2011/07/simulasi-uji-beda.html http://sro.web.id/uji-normalitas.html

http://statistikian.blogspot.com/2012/09/uji-normalitas-dengan-kolmogorov-smirnov.html http://pascasarjana-stiami.ac.id/2010/12/kepatuhan-perpajakan/