FAKTOR-FAKTOR YANG DIPERTIMBANGKAN MAHASISWA DALAM MEMILIH TEMPAT KOS (Studi Kasus Pada Mahasiswa UPN “Veteran” Jawa Timur).

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN “Veteran” Jawa Timur

Oleh :

MUSTIKA SARI MAULIDAH 0742010080

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JURUSAN ILMU ADMINISTRASI BISNIS

SURABAYA


(2)

iv

rahmat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

Faktor Faktor yang Dipertimbangkan Mahasiswa dalam Memilih Tempat Kos

(studi kasus pada mahasiswa UPN “Veteran” Jawa Timur). Penulisan skripsil ini merupakan salah satu kewajiban bagi mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, khususnya Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dalam rangka memenuhi tugas akhir akademik untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh gelar Sarjana.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Nurhadi,Drs,M.Si selaku dosen pembimbing utama, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan petunjuk dan pengarahan serta dorongan sejak awal hingga akhir penyusunan skripsi ini.

Penyusunan skripsi ini juga tidak lepas dari bantuan berbagai pihak sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Hj. Suparwati, Dra, M.Si, sebagai dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Sadjudi, Drs, SE, M.Si, sebagai ketua Progdi Ilmu Administrasi Bisnis Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.


(3)

v

4. Bapak dan Ibu Dosen jurusan Ilmu Administrasi Bisnis Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

5. Semua keluarga yang telah memberikan bantuan dan dukungan baik materil maupun spiritual.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun sehingga terjadi kesempurnaan dalam penulisan laporan skripsi ini.

Surabaya, Juni 2011


(4)

vi

HALAMAN JUDUL ... I

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

ABSTRAKSI ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penellitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Landasan Teori ... 6

2.1.1 Pemasaran ... 6

2.1.1.1 Pengertian Pemasaran ... 6

2.1.1.2 Konsep Pemasaran ... 8

2.1.2 Jasa ... 9


(5)

vii

2.1.4 Keputusan Pembelian ... 34

2.1.4.1 Tahapan-tahapan dalam proses pengambilan keputusan.. 39

2.1.4.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian 41 2.1.5 Pengertian Fisik ... 42

2.1.6 Harga ... 44

2.1.6.1 Tujuan Penetapan Harga ... 47

2.1.6.2 Aspek – Aspek dalam Mengukur Harga... 49

2.1.7 Fasilitas ... 50

2.1.8 Lokasi ... 53

2.1.8.1 Langkah-langkah Pemilihan Lokasi ... 53

2.1.8.2 Faktor-faktor Pemilihan Lokasi ... 54

2.2 Kerangka Berpikir ... 57

2.3 Hipotesis ... 59

BAB III METODE PENELITIAN ... 60

3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 60

3.1.1 Definisi Operasional Variabel ... 60

3.1.2 Pengukuran Variabel ... 63

3.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel ... 63

3.2.1 Populasi ... 63

3.2.2 Sampel ... 63


(6)

viii

3.3.3 Pengumpulan Data ... 66

3.4 Teknik Analisis Data ... 67

3.4.1 Uji Validitas ... 67

3.4.2 Uji Reliabilitas ... 68

3.4.3 Analisis Diskriminan ... 69

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 71

4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian Dan Penyajian Data ... 71

4.1.1 Gambaran Umum UPN “Veteran” Jatim... 71

4.1.1.1 Sejarah Singkat UPN “Veteran” Jatim ... 71

4.1.1.2 Visi, Misi Dan Tujuan UPN “Veteran” Jatim ... 73

4.1.2 Penyajian Data ... 74

4.1.2.1 Analisis Diskriptif Identitas Responden ... 74

4.1.2.2 Analisis Diskriptif Variabel-Variabel Penelitian ... 78

4.1.2.3 Analisis Diskriptif Tabulasi Silang ... 87

4.1.2.3.1 Keputusan Konsumen Berdasarkan Jenis Kelamin .. 87

4.1.2.3.2 Keputusan Konsumen Berdasarkan Pekerjaan Ortu . 88 4.1.2.3.3 Keputusan Konsumen Berdasarkan Pendapatan Ortu 89 4.1.2.4 Uji Validitas Dan Uji Reliabilitas ... 90

4.1.2.4.1 Uji Validitas ... 90

4.1.2.4.2 Uji Reliabilitas ... 91


(7)

ix

5.2 Saran ... 107

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

x

Tabel 4.1 Jenis Kelamin Responden ... 74

Tabel 4.2 Deskripsi Fakultas Responden ... 75

Tabel 4.3 Pekerjaan Orang Tua Responden ... 76

Tabel 4.4 Pendapatan Orang Tua Responden ... 77

Tabel 4.5 Keputusan pemilihan tempat kos responden ... 78

Tabel 4.6 Hasil Tanggapan Responden Terhadap Variabel Bentuk fisik ... 79

Tabel 4.7 Hasil Tanggapan Responden Terhadap Variabel Harga ... 80

Tabel 4.8 Hasil Tanggapan Responden Terhadap Variabel Fasilitas ... 82

Tabel 4.9 Hasil Tanggapan Responden Terhadap Variabel Lokasi ... 84

Tabel 4.10 Hasil Tanggapan Responden Terhadap Variabel Kenyamanan .... 885

Tabel 4.11 Keputusan Pemilihan Tempat Kos Berdasarkan Jenis Kelamin .. 87

Tabel 4.12 Keputusan Pemilihan Tempat Kos Berdasarkan Pekerjaan Ortu .. 88

Tabel 4.13 Keputusan Pemilihan Tempat Kos Berdasarkan Pendapatan Ortu 89 Tabel 4.14 Hasil Uji Validitas ... 91

Tabel 4.15 Hasil Uji Reliabilitas ... 92

Tabel 4.16 Diskriptif Variabel Penelitian ... 93

Tabel 4.17 Test Of Equality Of Group Means ... 95

Tabel 4.18 Uji Homoginitas Kovarians ... 97

Tabel 4.19 Eigenvalues ... 98

Tabel 4.20 Nilai Canonical Discriminant Function Coefficients ... 99


(9)

(10)

xii

Gambar 1 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkah Laku

Konsumen ... 16 Gambar 2 Hirarki Kebutuhan Maslow ... 29 Gambar 3 Kerangka Berpikir ... 59


(11)

xiii

Lampiran 3 Statistik Diskriptif Lampiran 4 Tabulasi Silang Lampiran 5 Uji Validitas Lampiran 6 Uji Reliabilitas Lampiran 7 Analisis Diskriminan


(12)

Oleh:

MUSTIKA SARI MAULIDAH

Kebutuhan tempat kos bagi mahasiswa. Pentingnya usaha kos. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan keputusan mahsiswa dalam memilih tempat kos berdasarkan bentuk fisi, harga, fasilitas, lokasi dan kenyamanan.

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa UPN “Veteran” Jawa Timur yang kos di daerak kampus, metode pengambilan sampel yang digunakan adalah Quota Sampling dimana pemilihan sampel secara tidak acak dapat dilakukan berdasarkan kuota untuk setiap kategori dalam suatu populasi target. Sedangkan pengambilan sampel pada penelitian ini adalah 66 responden laki-laki dan 32 responden perempuan. Analisis yang digunakan adalah analisis diskriminan (untuk variabel pembeda).

Hasil analisis diskriminan diperoleh persamaan D = -2.004 – 0.832 X1 + 1.677 X2 – 0.585 X3 + 0.620 X4 – 0.285 X5. Berdasarkan uji f dsimpulkan bahwa Pada kesimpulan tidak terdapat perbedaan keputusan mahasiswa dalam memilih tempat kos berdasarkan pertimbangkan bentuk fisik, harga, fasilitas lokasi, dan kenyamanan. Hal ini dapat dilihat berdasakan nilai Wilks’ Lambda dimana nilai Sig. > 0.05. Hanya variabel harga saja yang mampu membedakan mahasiswa dalam pemilihan tempat kos. Hal ini dapat dilihat dari nilai uji F yang nilai Sig. pada variabel harga kurang dari 0.05.


(13)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Surabaya sebagai kota metropolis yang memiliki posisi yang strategis menjadikan kota Surabaya menjadi tempat berkumpulnya berbagai masyarakat dari berbagai daerah. Hal ini membuat kota Surabaya menjadi padat penduduk. Setiap tahunnya jumlah kedatangan masyarakat ke kota Surabaya selalu meningkat. Kepadatan penduduk secara tidak langsung berpengaruh terhadap meningkatnya jumlah lahan pemukiman di Surabaya. Jumlah ketersediaan lahan pemukiman di Surabaya tidak sebanding dengan jumlah permintaan dari masyarakat. Hal ini membuat harga tanah di Surabaya menjadi tinggi.

Ada banyak alasan yang melatarbelakangi kedatangan masyarakat ke Surabaya. Beberapa alasan kedatangan masyarakat antara lain untuk keperluan sekolah, kursus, kuliah, dan bekerja. Alasan kedatangan untuk sekolah, kursus, kuliah, ataupun bekerja sering kali menuntut masyarakat untuk tinggal menetap cukup lama di Surabaya. Sebagai pendatang baru yang mencoba beradaptasi dengan lingkungan tempat tinggal baru, tentunya para pendatang perlu mengeluarkan biaya-biaya untuk keperluan sehari-hari seperti sandang, pangan, dan papan. Semua keperluan hidup tersebut tentunya memerlukan biaya yang tidak sedikit, sehingga tidak mengherankan jika pendatang mensiasati pengeluarannya agar mampu menekan biaya hidupnya.


(14)

pelajar atau mahasiswa lebih memilih untuk menyewa kamar kos-kosan yang harganya lebih murah jika dibandingkan dengan hotel ataupun apartemen. Mengingat para pelajar atau mahasiswa pendatang ini notabene belum memperoleh penghasilan tetap sendiri, serta masih mengharapkan biaya hidup dari orang tua.

In de kos atau bahasa populernya ngekos merupakan salah satu pilihan tempat tinggal bagi mahasiswa rantau baik dari luar pulau, luar kota, maupun yang asli Surabaya yang menuntut ilmu di suatu perguruan tinggi di Surabaya.

Sebagai salah satu perguruan tinggi swasta di Jawa Timur, UPN “Veteran” Jatim, cukup dikenal masyarakat sebagai salah satu perguruan tinggi swasta terbaik di Surabaya, maka dari sinilah banyak para mahasiswa yang berminat untuk kuliah di UPN “Veteran” Jatim. Demi efisiensi waktu dan tenaga, mahasiswa yang berasal dari luar kota Surabaya tentunya dituntut untuk bertempat tinggal sementara di lingkungan UPN “Veteran” Jatim selam masa kuliah yang ditempuh.

Banyaknya masyarakat yang berasal dari luar daerah tinggal di lingkungan UPN “Veteran” Jatim membuat masyarakat sekitar mengambil peluang untuk menjadikan rumah pribadinya sebagai media investasi yang menjanjikan yaitu sebagai tempat kos-kosan dimana merupakan suatu kebutuhan kota Surabaya untuk bertempat tinggal sementara selama menempuh pendidikan di perguruan tinggi.


(15)

semakin lama semakain meningkat, terbukti dari semakin banyaknya jumlah kos-kosan yang ada di lingkungan UPN “Veteran” Jatim. Terbukti dari data salah satu RW di Medokan Ayu 1, pada RW 05 pada tahun 2007 jumlah tempat kos-kosan di lingkungannya ± 26 tempat kos dan pada tahun 2011 jumlahnya meningkat menjadi ± 50 tempat kos. Tidak hanya pada RW 05 saja yang mengalami peningkatan pertumbuhan investasi rumah kos, tetapi pada RW yang lain juga mengalami peningkatan dalan investasi rumah kos.

Mahasiswa yang kos di lingkungan UPN “Veteran” Jatim adalah mahasiswa yang berasal dari luar daerah Surabaya. Tidak jarang mahasiswa yang berasal dari dalam Surabaya juga memilih tempat kos untuk tinggal sementara karena jarak antara rumah dengan kampus terlalu jauh.

Tempat kos yang yang ada di lingkungan UPN “Veteran” Jatim hampir sebagaian besar menawarkan fasilitas yang sama, tergantung dari masing-masing mahasiswa dalam menentukan tempat kos mana yang menurut mereka sesuai dengan kebutuhan mereka. Pada umumnya mahasiswa melihat tempat kos diantaranya adalah bentuk fisik suatu bangunan tempat kos, harga yang ditawarkan, fasilitas yang didapatkan, lokasi tempat kos serta kenyaman yang dirasakan dalam memilih tempat kos. Tidak jarang mahasiswa sering pindah tempat kos setelah menetap beberapa lama di suatu tempat kos karena tidak sesuai dengan yang diinginkan mahasiswa. Berangkat dari sinilah, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Faktor-Faktor Yang Dipertimbangkan Mahasiswa Dalam Memilih Tempat Kos”.


(16)

Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah ada perbedaan keputusan mahasiswa dalam memilih tempat kos

berdasarkan pertimbangkan bentuk fisik, harga, fasilitas lokasi, dan kenyamanan?

2. Diantara variabel pertimbangan bentuk fisik, harga, fasilitas, lokasi, dan kenyamanan mana yang memberikan kontribusi terbesar terhadap perbedaan keputusan mahasiswa dalam memilih tempat kos?

1.3 Tujuan Penelitian

Dari uraian latar belakang diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui perbedaan keputusan mahasiswa dalam memilih tempat

kos berdasarkan pertimbangkan bentuk fisik, harga, fasilitas lokasi, dan kenyamanan.

2. Untuk mengetahui variabel pertimbangan bentuk fisik, harga, fasilitas, lokasi, dan kenyamanan yang memberikan kontribusi terbesar terhadap perbedaan keputusan mahasiswa dalam memilih tempat kos.


(17)

Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut:

a. Manfaat Teoritis.

Hasil penelitian ini daiharapkan dapat memberikan bukti secara empiris mengenai faktor-faktor yang dipertimbangkan mahasiswa dalam memilih tempat kos.

b. Secara Praktis. 1. Bagi Pemilik kos

Sebagai bahan inforamasi dari pemakai jasa yang dapat dijadikan salah satu acuan dalam menentukan kebijakan yang diambil pemilik kos dalam menarik pemakai jasa untuk bertempat tinggal di kos tersebut.

2. Bagi Penelitian Selanjutnya

Sebagai tambahan informasi untuk menambah pengetahuan dan wawasan, khususnya dalam bidang penilaian tempat kos di daerah UPN “Veteran” Jatim, serta faktor - faktor yang dipertimbangankan mahasiswa dalam memilih tempat kos di daerah UPN “Veteran” Jatim.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pemasaran

2.1.1.1 Pengertian Pemasaran

Pemasaran mengandung arti yang luas karena membahas mengenai masalah yang terdapat dalam perusahaan dan hubungannya dengan perdagangan barang dan jasa.

Menurut Kotler (2002:9) yang diterjemahkan Ancellawati: “Pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain”.

Proses pertukaran melibatkan kerja. Penjual harus mencari pembeli, mengenali kebutuhan mereka, merancang produk yang tepat, mempromosikan produk tersebut, menyimpan dan mengangkutnya, menetapkan harganya, memberikan layanan purna jual dan sebagainya. Kegiatan seperti pengembangan produk, penelitian, komunikasi, distribusi, penetapan harga dan layanan merupakan inti kegiatan pemasaran.

Lebih lanjut mengenai pengertian manajemen pemasaran didefinisikan oleh Kotler (2002:10): “Penganalisaan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan


(19)

program-program yang bertujuan menimbulkan pertukaran dengan pasar yang dituju dengan maksud untuk mencapai sasaran perusahaan”.

Apabila kedua definisi di atas dibandingkan maka dapat kita tarik sebuah kesimpulan bahwa pada dasarnya kegiatan manajemen pemasaran meliputi proses penganalisaan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan yang dilakukan oleh individu atau kelompok dalam hubungannya dengan produk barang dan jasa untuk memperoleh apa yang diinginkan.

Pendapat Marius P Angipora (2003:3), menyatakan pemasaran adalah kegiatan manusia yang di arahkan untuk memuaskan kebutuhan dan kegiatan dan keinginan manusia melalui proses pertukaran.

Pendapat Marius P Angipora (2004:4), mendefisikan pemasaran kedalam dua pengertian dasar, yaitu :

a. Dalam arti kemasyarakatan

Pemasaran adalah setiap kegiatan tukar-menukar yang bertujuan untuk memuaskan keinginan manusia. Dalam konteks ini perlu melihat dalam wawasan yang lebih luas yaitu:

1. Siapa yang digolongkan pemasar. 2. Apa yang dipasarkan.


(20)

a. Dalam arti bisnis.

Adalah sebuah sistem dari kegiatan bisnis yang dirancang untuk merencanakan, membari harga, mempromosikan, dan mendistribusikan jasa serta barang-barang pemuas keinginan pasar.

2.1.1.2 Konsep Pemasaran

Pendapat oleh Fandy Tjiptono (2005:5), menganjurkan konsep pemasaran baru yaitu konsep pelanggan. Konsep ini merupakan orientasi manajemen yang menekankan bahwa perusahaan menjalin relasi dengan pelanggan sasaran individual yang terseleksi yang menjadi mitra perusahaan dalam merancang, menawarkan, mendefinisi, dan merealisasikan nilai pelanggan superior. Konsep pelanggan menyiratkan adanya reorentasi pemasaran, dari yang sebelumnya menempatkan pemasaran sebagai konsep sentral dalam perilaku perusahaan, menjadi orientasi pada pelanggan sebagai fokus utama.

Konsep pelanggan dapat dijabarkan kedalam enam karakteristik pokok yaitu sebagai berikut:

1. Diarahkan pada realisasi nilai-nilai pelanggan indivual dan redevinisi nilai-nilai tersebut.

2. Mencakup intimasi antar mitra dalam system pemasaran dan konsekuensinya lebih berfokus pada relasi dibandingkan dangan transaksi.


(21)

4. Mendorong kekesuaian antara nilai pelanggan dan kapasitas perusahaan berdasarkan sistem balikan pasar yang menggukur secara berkesinambungan perilaku kepuasan dan kebutuhan pelanggan individual yang belum terpenuhi. 5. Mencerminkan gagasan bahwa pemasaran merupakan “a state of mind” yang

tidak hanya dibatasi pada satu bidang fungsional.

6. Menstimulasi organisasi internal untuk terus-menerus dipantau dan diadaptasikan dengan perubahan kebutuhan dan preferensi pelanggan, serta selalu menempatkan pelanggan sebagai fokus utama.

Konsep pelanggan terimplikasi pada perubahan relasi antar empat elemen utama sistem pemasaran yaitu Customers, Competitors, Chanel Mamber dan Company.

2.1.2 Jasa

Menurut Fandy Tjiptono (2005:16), jasa dapat didefinisikan sebagai setiap tindakan atau perbuatan yang ditawarkan oleh suatu pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuai. Walaupun demikian, produk jasa berhubungan dengan produk fisik maupun tidak.

Maksudnya ada produk jasa murni seperti (konsultan psikologi, konsultan hokum, dan konsultan keuangan), ada pula jasa yang membutuhkan produk fisik sebagai persyaratan utama (misal kapal laut dalam sarana transportasi air, pesawat sebagai sarana transportasi udara, kereta api, bus sebagai saran transportasi darat).


(22)

Dalam praktek tidaklah mudah membedakan barang dan jasa, karena sering pembelian barang dibarengi dengan unsur jasa atau pelayanan, ataupun sebaliknya. Suatu jasa sering diperluas dengan cara memasukakan atau memambahkan produk fisik pada penawaran jasa tersebut.

2.1.2.1 Karakteristik Jasa

Pendapat Fandi Tjiptono (2005:18), jasa memiliki sejumlah karakteristik unik yang membedakan dari barang dan berdampak pada cara memasarkannya. Karakteristik tersebut antara lain:

1. Intagiblility.

Bila barang merupakan suatu objek, alat, atau benda, jika jasa adalah perbuatan, tindakan, pengalaman, proses, kinerja atau usaha.

2. Inseparability.

Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual, lalu dikonsumsi, sedangakan jasa pada umumnya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi pada waktu dan tempat yang sama.

3. Variability.

Jasa bersifat sangat variable karena merupakan non standardized ou put, Artinya banyak variasi bentuk kualitas, dan jenis, tergantung kepada siapa, kapan, dan di mana jasa tersebut diproduksi.


(23)

2.1.2.2 Klasifikasi Jasa

Klasifikasi jasa menurut Fandy Tjiptono (2005:23), jasa diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Berdasarkan sifat tindakanya.

2. Berdasarkan hubungan dengan pelanggan.

3. Berdasarkan tingkat customization dan kemampuan mempertahankan standar konstan dalam penyampaian jasa.

4. Berdasarkan sifat permintaan dan penawaran jasa 5. Berdasarkan metode penyampaian jasa

2.1.2.3 Dimensi Kualitas Jasa

Melalui serangkaian penelitian terhadap berbagai macam industri jasa mengidentifikasi sepuluh dimensi pokok kualitas jasa:

1. Reliabilitas, meliputi dua aspek utama, yaitu kosistensi kinerja (performance) dan sifat dapat dipercaya (dependability). Hal ini berarti perusahaan mampu menyampaikan jasanya secara benar sejak awal (right from the first time), memenuhi janjinya secara akurat dan andal (misalnya, menyampaikan jasa sesuai dengan janji yang disepakati), menyampaikan data (record) secara tepat, dan mengirimkan tagihan yang akurat.

2. Responssivitas atau daya tanggap, yaitu kesediaan dan kesiapan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan menyampaikan jasa secara cepat. Beberapa


(24)

contoh diantaranya: ketepatan waktu pelayanan, pengiriman slip transaksi secepatnya, kecepatan menghubungi kembali pelanggan, dan penyampaian layanan secara cepat. 3. Kompetensi, yaitu penguasaan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat menyampaikan jasa sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Termasuk didalamnya adalah pengetahuan dan keterampilan karyawan kontak, pengetahuan dan keterampilan personil dukungan operasional, dan kapabilitas riset organisasi.

4. Akses, meliputi kemudahan untuk dihubungi atau ditemui (approachability) dan kemudahan kontak. Hal ini berarti lokasi fasilitas jasa mudah dijangkau, waktu mengantri atau menunggu tidak terlalu lama, saluran komunikasi perusahaan mudah dihubungi (contohnya, telepon, surat, email, fax, dan seterusnya), dan jam operasi nyaman.

5. Kesopanan (courtesy), meliputi sikap santun, respek, atensi, dan keramahan para karyawan kontak (seperti resepsionis, operator telepon, bell person, teller bank, kasir, dan lain-lain).

6. Komunikasi, artinya menyampaiakan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang mudah mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. Termasuk didalamnya adalah penjelasan mengenai jasa/layanan yang ditawarkan, biaya jasa, trade off antara jasa dan biaya, serta proses penanganan masalah potensial yang mungkin timbul.

7. Kredibilitas, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencangkup nama perusahaan, reputasi perusahaan, karakter pribadi karyawan kontak, dan interaksi dengan pelanggan (hard selling versus soft selling approach).


(25)

8. Keamanan (security), yaitu bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan. Termasuk didalamnya adalah keamanan secara fisik (physical safety), keamanan financial (financial security), privasi, dan kerahasiaan (confidentiality).

9. Kemampuan memahami pelanggan, yaitu berupaya memahami pelanggan dan kebutuhan spesifik mereka, memberikan perhatian individual, dan mengenal pelanggan regular.

10. Bukti fisik (tangibles), meliputi penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil, dan bahan-bahan komunikasi perusahaan (seperti kartu bisnis, kop surat, dan lain-lain).

Kompetensi, kesopanan, kredibilitas, dan keamanan disatukan menjadi jaminan (assurance). Sedangkan akses, komunikasi, dan kemampuan memahami pelanggan diintregasikan menjadi empati (empathy). Dengan demikian, terdapat lima dimensi utama yang disusun sesuai dengan urutan tingkat kepentingan relatifnya, yaitu :

1. Reliabilitas (rebility), berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang disepakati.

2. Daya tanggap (responssiveness), berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan merespons permintaan mereka, serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian memberikan jasa secara cepat.

3. Jaminan (assurance), yakni perilaku para karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan dan perusahaan bias menciptakan rasa


(26)

aman bagi para pelanggannya. Jaminan juga berarti bahwa para karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau masalah pelanggan.

4. Empati (empathy), berarti perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman.

5. Bukti fisik (tangibles), berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan, dan material yang digunakan perusahaan, serta penampilan karyawan.

2.1.3 Perilaku konsumen

Perilaku konsumen menyangkut masalah keputusan yang diambil seseorang dalam persaingannya dan penentuan untuk mendapatkan dan mempergunakan barang dan jasa.

Konsumen mengambil banyak macam keputusan membeli setiap hari. Kebanyakan perusahaan besar meneliti keputusan membeli konsumen secara amat rinci untuk menjawab pertanyaan mengenai apa yang dibeli konsumen, dimana mereka membeli, bagaimana dan berapa banyak mereka membeli, serta mengapa mereka membeli. Pemasar dapat mempelajari apa yang dibeli konsumen untuk mencari jawaban atas pertanyaan mengenai apa yang mereka beli, dimana dan berapa banyak, tetapi mempelajari mengenai alasan tingkah laku konsumen bukan hal yang mudah, jawabannya seringkali tersembunyi jauh dalam benak konsumen.


(27)

Pengertian perilaku konsumen seperti diungkapkan oleh Mowen, (2002) yaitu studi tentang unit pembelian (buying unit) dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi dan pembuangan, barang, jasa, pengalaman serta ide-ide”. Selanjutnya Swastha dan Handoko, (2000) mengatakan: perilaku konsumen (consumer behavior) dapat didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa, termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan menentukan kegiatan-kegiatan tertentu.

Dari pengertian di atas maka pengertian prilakun konsumen dapat disimpulkan yaitu perilaku konsumen merupakan tindakan-tindakan dan hubungan sosial yang dilakukan oleh konsumen perorangan, kelompok maupun organisasi untuk menilai, memperoleh dan menggunakan barang-barang serta jasa melalui proses pertukaran atau pembelian yang diawali dengan proses pengambilan keputusan yang menentukan tindakan-tindakan tersebut.

Dalam memahami perilaku konsumen perlu dipahami siapa konsumen, sebab dalam suatu lingkungan yang berbeda akan memiliki penelitian, kebutuhan, pendapat, sikap dan selera yang berbeda. Selain proses terjadinya keputusan pembelian, wacana lain tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen adalah penting bagi pemasar.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen adalah faktor situasional, psikologis, marketing mix, dan sosial budaya. Faktor situasional meliputi lingkungan sosial, lingkungan fisik, dampak sementara, dan keadaan sebelumnya.


(28)

Faktor psikologis meliputi motivasi, persepsi pembelajaran, sikap dan psikologiapik. Faktor marketing mix meliputi produk, harga, promosi, dan distribusi, sedangkan faktor sosial dan budaya meliputi kelompok referensi, keluarga, kelas, sosial dan budaya.

Menurut Kotler, (2001) faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah kebudayaan, faktor sosial, pribadi, psikologis. Sebagian faktor-faktor tersebut tidak diperhatikan oleh pemasar tetapi sebenarnya harus diperhitungkan untuk mengetahui seberapa jauh faktor-faktor perilaku konsumen tersebut mempengaruhi pembelian konsumen”

Budaya Sosial

Kelompok Acuan

Keluarga

Peran dan Status

Pribadi

Umur dan Tahap daur hidup Pekerjaan Situasi ekonomi Gaya hidup Kepribadian dan konsep diri Psikologis Motivasi Persepsi Pengetahuan Keyakinan dan Sikap Pembeli Budaya Subbudaya Kelas Sosial

Gambar 2.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkah Laku Konsumen

.(Kotler, 2001)

Adapun penjelasannya sebagai berikut: 1. Faktor kebudayaan

Menurut Kotler, (2001) kebudayaan merupakan penentu keinginan dan perilaku yang paling mendasar untuk mendapatkan nilai, persepsi, preferensi dan perilaku dari lembaga-lembaga penting lainnya.


(29)

Faktor kebudayaan memberikan pengaruh paling luas dan dalam pada tingkah laku konsumen. Pemasar harus mengetahui peran yang dimainkan oleh:

a. Budaya. Budaya adalah kumpulan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan dan tingkah laku yang dipelajari oleh seorang anggota masyarakat dari keluarga dan lembaga penting lainnya.

b. Sub budaya. Sub budaya adalah sekelompok orang dengan sistem nilai terpisah berdasarkan pengalaman dan situasi kehidupan yang umum

c. Kelas sosial. Kelas sosial adalah divisi masyarakat yang relatif permanen dan teratur dengan para anggotanya menganut nilai-nilai, minat dan tingkah laku yang serupa.

Selanjutnya Sumarwan (2004), mengemukakan pendapatnya mengenai budaya, menurutnya definisi budaya adalah segala nilai, pemikiran, simbol yang mempengaruhi perilaku, sikap, kepercayaan dan kebiasaan seseorang dan masyarakat. Budaya bukan hanya yang bersifat abstrak, seperti nilai, pemikiran dan kepercayaan, budaya bisa berbentuk objek material. Rumah, kendaraan, peralatan elektronik, pakaian, adalah contoh-contoh produk yang bisa dianggap sebagai budaya suatu masyrakat. Undang-undang, makanan, minuman, musik, teknologi, dan bahasa adalah beberapa contoh lain dari budaya suatu masyarakat. Objek material dari budaya disebut artifak budaya (cultural artifacts) atau manifestasi material dari sebuah budaya. Budaya akan memberikan petunjuk kepada seseorang tentang perilaku yang bisa diterima oleh suatu masyarakat, dan budaya juga memberikan rasa memiliki identitas bagi seseorang dalam suatu masyarakat.


(30)

Dengan pemahaman terhadap kebudayaan memungkinkan pemasar menginterpretasikan reaksi konsumen ke dalam strategi pemasaran. Konsumen secara biologis mungkin serupa, tetapi pandangan-pandangannya terhadap dunia, nilai-nilai yang mereka anut, bagaimana mereka bertindak adalah berbeda sesuai dengan latar belakang budayanya.

Sumarwan, (2004) menjelaskan bahwa dalam suatu budaya terdapat unsur-unsur budaya. Unsur-unsur-unsur budaya yang dimaksudkan adalah :

a. Nilai (Value). Nilai adalah kepercayaan atau segala sesuatu yang dianggap penting oleh seseorang atau suatu masyarakat. Nilai bisa berarti sebuah kepercayaan tentang suatu hal, namun nilai bukan hanya kepercayaan. Nilai biasanya jumlahnya relatif lebih sedikit. Nilai mengarahkan seseorang untuk berprilaku yang sesuai dengan budayanya. Nilai biasanya berlangsung lama dan sulit berubah. Nilai tidak terkait dengan suatu objek atau situasi. Nilai diterima oleh anggota masyarakat. Nilai akan mempengaruhi sikap seseorang, yang kemudian sikap akan mempengaruhi prilaku seseorang.

b. Norma (Norms). Hampir semua masyarakat memiliki norma. Norma lebih spesifik dari nilai. Norma akan mengarahkan seseorang tentang prilaku yang diterima dan yang tidak diterima. Norma adalah aturan masyarakat tentang sikap baik dan buruk, tindakan yang boleh dan tidak boleh. Norma terbagi ke dalam dua macam. Pertama adalah norma (enacted norms) yang disepakati berdasarkan aturan pemerintah dan ketatanegaraan, biasanya berbentuk peraturan, undang-undang. Norma ini harus dipatuhi oleh masyarakat, dan


(31)

dalam banyak hal jika norma tersebut dilangar, akan dikenakan sanksi. Norma kedua disebut cresive norm, yaitu norma yang ada dalam budaya dan bisa dipahami dan dihayati jika orang tersebut berinteraksi dengan orang-orang dari budaya yang sama. Ada tiga jenis cresive norm, yaitu sebagai berikut.

1). Kebiasaan. Kebiasaan adalah berbagai bentuk perilaku dan tindakan yang diterima secara budaya. Kebiasaan tersebut diturunkan dari generasi ke generasi secara turun menurun. Kebiasaan juga menyangkut berbagai jenis perayaan yang terus menerus dilakukan secara rutin.

2). Larangan. Larangan adalah bentuk kebiasan yang mengandung aspek moral, biasanya berbentuk tindakan yang tidak boleh dilakukan oleh seseorang dalam suatu masyarakat. Pelanggaran terhadap larangan tersebut akan mengakibatkan sangsi sosial. Larangan yang berlaku di masyarakat Indonesia bisa bersumber dari budaya atau dari nilai-nilai agama.

3). Konvensi. Konvensi menggambarkan norma dalam kehidupan sehari-hari. Konvensi menggambarkan anjuran atau kebiasaan bagaimana seseorang harus bertindak sehari-hari, dan biasanya berkaitan dengan perilaku konsumen yaitu perilaku rutin yang dilakukan oleh konsumen.

c. Mitos. Mitos adalah unsur penting budaya lainnya. Mitos menggambarkan sebuah cerita atau kepercayaan yang mengandung nilai dan idealisme bagi suatu masyarakat. Mitos seringkali sulit dibuktikan kebenarannya.

d. Simbol. Simbol adalah segala sesuatu (benda, nama, warna, konsep) yang memiliki arti penting lainnya (makna budaya yang diinginkan).


(32)

2. Faktor sosial

Sumarwan (2004), mendefinisikan kelas sosial adalah bentuk lain dari pengelompokan masyarakat ke dalam kelas atau kelompok berbeda. Menurut Kotler, (2001) kelas sosial merupakan Pembagian masyarakat yang relatif homogen dan permanen yang tersusun secara hierarkis dan yang anggotanya menganut nilai-nilai, minat, dan perilaku yang serupa.

Kelas sosial ditentukan oleh satu faktor tunggal, seperti pendapatan, tetapi diukur sebagai kombinasi dari pekerjaan, pendapatan, pendidikan, kekayaan dan variabel lain. Dalam beberapa sistem sosial, anggota dari kelas yang berbeda memelihara peran tertentu dan tidak dapat mengubah posisi sosial mereka.

Menurut Kotler, (2001) Tingkah laku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, yaitu:

a. Kelompok. Kelompok adalah dua orang atau lebih yang berinteraksi untuk mencapai sasaran individu atau bersama. Beberapa merupakan kelompok primer yang mempunyai interaksi reguler tapi informal-seperti keluarga, teman, tetangga dan rekan sekerja. Beberapa merupakan kelompok sekunder, yang mempunyai interaksi lebih formal dan kurang reguler. Ini mencakup organisasi seperti kelompok keagamaan, asosiasi profesional dan serikat pekerja.

b. Keluarga. Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat dan telah diteliti secara mendalam, pemasar tertarik dalam peran dan pengaruh suami, istri dan anak-anak pada pembelian berbagai produk dan jasa.


(33)

c. Peran dan status. Peran terdiri dari aktivitas yang diharapkan dilakukan seseorang menurut orang-orang yang ada disekitarnya. Setiap peran membawa status yang mencerminkan penghargaan yang diberikan oleh masyarakat. Orang seringkali memilih produk yang menunjukkan statusnya dalam masyarakat.

Menurut Mangkunegara, (2000) dalam hubungan dengan perilaku konsumen faktor sosial ini dapat dikarakteristikan antara lain:

a. Kelas sosial golongan atas memiliki kecenderungan membeli barang-barang yang mahal, membeli pada toko yang berkualitas dan lengkap (toko serba ada, supermarket), konservatif dalam konsumsinya, barang-barang yang dibeli cenderung untuk dapat menjadi warisan bagi keluarga.

b. Kelas sosial golongan menengah cenderung membeli barang untuk menepatkan kekayaan, membeli barang dengan jumlah yang banyak dan kualitasnya cukup memadai. Mereka berkeinginan membeli kendaraan, rumah mewah, perabot rumah tangga.

c. Kelas sosial golongan rendah cenderung membeli barang dengan mementingkan kuantitas daripada kualitasnya. Pada umumnya mereka membeli barang untuk kebutuhan sehari-hari, memanfaatkan penjualan barang-barang yang diobral atau penjualan dengan harga promosi.

Sumarwan, (2004) mengemukakan pendapat yang menyebutkan bahwa ada sembilan variabel yang menentukan status atau kelas sosial seseorang, kesembilan variable tersebut digolongkan ke dalam tiga kategori, yaitu sebagai berikut :


(34)

1). Status pekerjaan. Status pekerjaan akan menentukan kelas sosial seseorang. Status sosial seseorang akan ditentukan oleh keluarga tempat ia tinggal. Pekerjaan yang dilakukan orang tua, baik ayah atau ibu akan menentukan kelas sosial. Di daerah pedesaan penghargaan terhadap guru masih sangat tinggi, maka status pekerjaan sebagai guru dianggap sebagai kelas sosial yang sangat baik atau kelas atas.

2). Pendapatan. Pendapatan akan menentukan daya beli seseorang, yang selanjutnya akan mempengaruhi pola konsumsinya. Beberapa profesi seperti pengusaha besar, para eksekutif perusahaan, dokter, pengacara, dan akuntan akan memiliki pendapatan yang jauh lebih tinggi dari profesi lainnya. Semakin tinggi pendapatan seseorang semakin besar peluangnya ia masuk ke dalam kategori kelas atas.

3). Harta benda. Pendapatan yang tinggi biasanya diikuti oleh pemilikan harta benda yang banyak.

b. Variable Interaksi

1). Prestis Individu. Kelas sosial akan ditentukan oleh penghargaan yang diberikan orang lain kepada seseorang. Seseorang dikatakan memiliki prestis pribadi jika ia dihormati oleh orang lain dan orang-orang sekelilingnya. Seseorang pada kelas sosial tertentu akan lebih senang untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan seseorang pada kelas sosial yang sama. Mereka akan merasa nyaman bergaul dengan orang pada kelas sosial yang sama.


(35)

2). Asosiasi. Kelas sosial seseorang dapat diketahui dengan cara mengidentifikasi dengan siapa ia berkomunikasi dan bergaul dalam kehidupan sehari-hari. Inilah yang disebut sebagai variabel asosiasi.

3). Sosialisasi. Sosialisasi adalah sebuah proses yaitu seseorang belajar berbagai keterampilan, membentuk sikap dan kebiasaan dalam menjalani kehidupan masyarakat. Bagaimana seseorang melakukan sosialisasi akan menentukan kelas sosial seseorang.

c. Variable Politik

1). Kekuasaan. Kekuasaan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain dan memimpin orang lain. Orang-orang yang terpilih sebagai pemimpin atau ketua partai politik yang besar adalah orang-orang yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi dan memimpin orang lain. Mereka termasuk ke dalam kelas sosial atas.

2). Kesadaran kelas..Kesadaran kelas adalah kesadaran seseorang terhadap kelas sosial tempat ia berada bahwa mereka berada dalam suatu kelompok yang berbeda dengan yang lain, dan memiliki minat politik dan ideologi yang sama. Orang dengan orientasi politik dan sosial yang sama akan cenderung berkumpul dan berkelompok bersama.

3). Mobilitas. Konsep lain untuk memahami kelas sosial adalah mobilitas. Mobilitas adalah perubahan seseorang dari satu kelas ke kelas sosial yang lain. Seseorang mungkin berubah dari kelas sosial bawah ke kelas sosial


(36)

menengah atau atas. Konsumen yang berubah status sosial harus mempelajari bagaimana melakukan pola konsumsi yang baru.

3. Faktor pribadi

Menurut Kotler, (2001) “Faktor pribadi didefinisikan sebagai karakteristik psikologis seseorang yang berbeda dengan orang lain yang menyebabkan tanggapan yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungan”. Sumarwan, (2004) mendefinisikan kepribadian yaitu kepribadian berkaitan dengan adanya perbedaan karakteristik yang paling dalam pada diri (inner psychological characteristics)

manusia, perbedaan karakteristik tersebut menggambarkan ciri unik dari masing-masing individu. Perbedaan karakteristik akan mempengaruhi respons individu terhadap lingkungannya (stimulus) secara konsisten. Perbedaan karakteristik akan mempengaruhi perilaku indvidu tersebut. Individu dengan karakteristik yang sama cenderung akan bereaksi yang relatif sama terhadap situasi lingkungan yang sama.

Lebih lanjut Kotler, (2001) mengatakan bahwa keputusan membeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi, yaitu:

a. Umur dan tahap daur hidup. Orang mengubah barang dan jasa yang mereka beli selama masa hidupnya. Selera akan makanan, pakaian, perabot dan rekreasi sering kali berhubungan dengan umur. Membeli juga dibentuk oleh tahap daur hidup keluarga, tahap-tahap yang mungkin dilalui oleh keluarga sesuai dengan kedewasaannya. Pemasar seringkali menentukan sasaran pasar dalam bentuk


(37)

tahap daur hidup dan mengembangkan produk yang sesuai serta rencana pemasaran untuk setiap tahap.

Menurut Sumarwan, (2004) memahami usia konsumen adalah penting, karena konsumen yang berbeda usia akan mengkonsumsi produk dan jasa yang berbeda. Perbedaan usia juga akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek. Dari sisi pemasaran, semua penduduk berapapun usianya adalah konsumen. Namun, pemasar perlu mengetahui dengan pasti apakah usia dijadikan dasar untuk segmentasi pasar produknya. Jika ya, maka pemasar perlu mengetahui pasar potensial dari produk yang dipasarkannya. Artinya ia perlu mengetahui komposisi dan distribusi usia penduduk dari suatu wilayah atau daerah yang dijadikan target pasarnya.

b. Pekerjaan. Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang dibelinya. Pemasar berusaha mengenali kelompok pekerjaan yang mempunyai minat di atas rata-rata akan produk dan jasa mereka. Sebuah perusahaan bahkan dapat melakukan spesialisasi dalam memasarkan produk menurut kelompok pekerjaan tertentu.

Menurut Sumarwan, (2004) pendidikan dan pekerjaan adalah dua karakteristik konsumen yang saling berhubungan. Beberapa profesi seperti dokter, pengacara, akuntan, peneliti memerlukan syarat pendidikan formal agar bisa bekerja sebagai profesi tersebut. Dan selanjutnya, profesi dan pekerjaan seseorang akan mempengaruhi pendapatan yang diterimanya. Pendapatan dan pendidikan tersebut kemudian akan mempengaruhi proses keputusan dan pola konsumsi seseorang.


(38)

Tingkat pendidikan seseorang juga akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianutnya, cara berpikir, cara pandang bahkan persepsinya terhadap suatu masalah. Konsumen yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap informasi, pendidikan juga mempengaruhi konsumen dalam pilihan produk maupun merek. Pendidikan yang berbeda akan menyebabkan selera konsumen juga berbeda. Dari sisi pemasaran, semua konsumen dengan tingkat pendidikan yang berbeda adalah konsumen potensial bagi semua produk dan jasa. Pemasar harus memahami kebutuhan konsumen dengan tingkat pendidikan yang berbeda, dan produk apa yang bisa memenuhi kebutuhan tersebut. Selanjutnya, pemasar menentukan target konsumen yang akan dilayaninya.

c. Situasi ekonomi. Situasi ekonomi sekarang akan mempengaruhi pilihan produk. Pemasar produk yang peka terhadap pendapatan mengamati kecenderungan dalam pendapatan pribadi, tabungan dan tingkat minat. Bila indikator ekonomi menunjukkan resesi, pemasar dapat mengambil langkah-langkah untuk merancang ulang, memposisikan kembali dan mengubah harga produknya.

d. Gaya hidup. Pola kehidupan seseorang yang diwujudkan dalam aktivitas (pekerjaan, hobi, berbelanja, olahraga, kegiatan sosial), minat (makanan, mode, keluarga, rekreasi) dan opini yang lebih dari sekedar kelas sosial dan kepribadian seseorang, gaya hidup menampilkan pola bereaksi dan berinteraksi seseorang secara keseluruhan di dunia.


(39)

e. Kepribadian dan Konsep Diri. Kepribadian setiap orang jelas mempengaruhi tingkah laku membelinya. Kepribadian mengacu pada karakteristik psikologi unik yang menyebabkan respons yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungan dirinya sendiri. Kepribadian biasanya diuraikan dalam arti sifat-sifat seperti rasa percaya diri, dominasi, kemudahan bergaul, otonomi, mempertahankan diri, kemampuan menyesuaikan diri, dan keagresifan. Kepribadian dapat bermanfaat untuk menganalisis tingkah laku konsumen untuk pemilihan produk atau merek tertentu.

Selanjutnya Sumarwan, (2004) berpendapat bahwa karakteristik dari kepribadian seperti dikemukakan di bawah ini:

a. Kepribadian Menggambarkan Perbedaan Individu. Kepribadian menunjukkan karakteristik yang terdalam pada diri manusia merupakan gabungan dari banyak faktor yang unik, karena itu tidak ada dua manusia yang sama persis. Ada mungkin dua manusia yang memiliki kesamaan dalam satu karakteristik, tetapi pada karakteristik lainnya mungkin berbeda. Kepribadian yang berbeda bisa diamati dengan perilakunya yang berbeda antara satu orang dengan orang lainnya. Karena itu sifat manusia bisa dianggap sebagai suatu kepribadian jika sifat tersebut telah menyebabkan ia berperilaku yang berbeda dengan perilaku orang lain. Jika perilaku seseorang telah bisa menggambarkan perbedaan dengan orang lain, maka ia telah memiliki kepribadian yang berbeda dengan orang tersebut. b. Kepribadian. Menunjukkan Konsistensi dan Berlangsung Lama. Karakteristik


(40)

individu tersebut secara konsisten dalam waktu yang relatif lama. Kepribadian cenderung bersifat permanen dan sulit berubah. Suatu sifat manusia disebut sebagai suatu kepribadian jika sifat tersebut telah menyebabkan perilaku orang tersebut konsisten sepanjang waktu. Sifat penyabar telah menjadi kepribadiannya karena perilakunya selalu konsisten menunjukkan bahwa ia adalah penyabar. Karena itu pemasar tidak bisa mengubah kepribadian konsumen agar sesuai dengan produk yang mereka hasilkan. Namun, pemasar dapat mengidentifikasi karakteristik apa pada diri konsumen yang mempengaruhinnya dalam membeli suatu produk. Pemasar dapat membuat komunikasi pemasaran yang menyentuh karakteristik konsumen yang menjadi target pasar mereka. Kepribadian bersifat konsisten, namun pola konsumsinya mungkin beragam. Hal ini disebabkan pola konsumsi bukan hanya dipengaruhi oleh kepribadian, juga faktor lain seperti sikap, motivasi, sosial budaya, lingkungan, dan daya beli konsumen. Intinya, kepribadian adalah salah satu dari banyak faktor yang mempengaruhi pola konsumsi seseorang.

c. Kepribadian Dapat Berubah. Kepribadian bersifat permanen dan konsisten, namun bukan berarti bisa berubah. Situasi bisa menyebabkan seseorang mengubah kepribadiannya.

4. Faktor psikologis

Menurut Kotler, (2001) faktor psikologis sebagai bagian dari pengaruh lingkungan tempat tinggal dan hidup pada waktu sekarang tanpa mengabaikan pengaruh dimasa lampau atau antisipasinya pada waktu yang akan datang”


(41)

Pilihan barang yang dibeli seseorang lebih lanjut disampaikan oleh Kotler, (2001) dipengaruhi oleh faktor psikologi yang meliputi :

a.. Motivasi. Kebutuhan yang cukup untuk mengarahkan seseorang mencari cara untuk memuaskan kebutuhan. Dalam urutan kepentingan, jenjang kebutuhannya adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan pengaktualisasian diri. Mula-mula seseorang mencoba untuk memuaskan kebutuhan yang paling penting. Kalau sudah terpuaskan, kebutuhan itu tidak lagi menjadi motivator dan kemudian orang tersebut akan mencoba memuaskan kebutuhan paling penting berikutnya.

Kebutuhan

Mengaktuali-sasikan diri (pengembangan diri dan realisasi)

Kebutuhan akan penghargaan diri, pengakuan, status

Kebutuhan Sosial (rasa memiliki, cinta)

Kebutuhan akan rasa aman (kepastian, perlindungan)

Kebutuhan Fisiologis (Lapar,haus)


(42)

1). Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs). Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan dasar manusia, yaitu kebutuhan tubuh manusia untuk mempertahankan hidup. Kebutuhan tersebut meliputi makanan, air, udara, rumah, pakaian, dan seks. Seorang ekonom yang bernama Enggel membuat suatu teori yang terkenal dengan teori Enggel, yang menyatakan bahwa semakin sejahtera seseorang maka semakin kecil persentase pendapatannya untuk membeli makanan

2). Kebutuhan Rasa Aman (Safety Needs). Kebutuhan rasa aman adalah kebutuhan tingkat kedua setelah kebutuhan dasar. Ini merupakan kebutuhan perlindungan bagi fisik manusia. Manusia membutuhkan perlindungan dari gangguan kriminalitas, sehingga ia bisa hidup dengan aman dan nyaman ketika berada di rumah maupun ketika bepergian. Keamanan secara fisik akan menyebabkan diperolehnya rasa aman secara psikis, karena konsumen tidak merasa was-was dan khawatir serta terancam jiwanya di mana saja ia berada.

3). Kebutuhan Sosial (Sosial Needs Atau Belonginess Needs). Setelah kebutuhan dasar dan rasa aman terpenuhi, manusia membutuhkan rasa cinta dari orang lain, rasa memiliki dan dimiliki, serta diterima oleh orang-orang sekelilingnya. Inilah kebutuhan tingkat ketiga dari Maslow, yaitu kebutuhan sosial. Kebutuhan tersebut berdasarkan kepada perlunya manusia berhubungan satu dengan yang lainnya.


(43)

4). Kebutuhan Ego (Egoistic or Esteem Needs). Kebutuhan ego atau esteem

adalah kebutuhan tingkat keempat, yaitu kebutuhan untuk berprestasi sehingga mencapai derajat yang lebih tinggi dari yang lainnya. Manusia tidak hanya puas dengan telah terpenuhinya kebutuhan dasar, rasa aman, dan sosial. Manusia memiliki ego yang kuat untuk bisa mencapai prestasi kerja dan karier yang lebih baik untuk dirinya maupun lebih baik dari orang lain. Manusia berusaha mencapai prestis, reputasi, dan status yang lebih baik. Bahkan seorang individu ingin dikenali sebagai orang yang berprestasi maupun sukses.

5). Kebutuhan Aktualisasi Diri (Need for Self-Actualization). Derajat tertinggi atau kelima dari kebutuhan yaitu keinginan dari seorang individu untuk menjadikan dirinya sebagai orang yang terbaik sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya. Seorang individu perlu mengekspresikan dirinya dalam suatu aktivitas untuk membuktikan dirinya bahwa ia mampu melakukan hal tersebut. Kebutuhan aktualisasi diri juga menggambarkan keinginan seseorang untuk mengetahui, memahami dan membentuk suatu sistem nilai, sehingga ia bisa mempengaruhi orang lain. Kebutuhan aktualisasi diri adalah keinginanuntuk bisa menyampaikan ide, gagasan dan sistem nilai yang diyakininya kepada orang lain.

b. Persepsi. Menurut Kotler, (2001) “Persepsi adalah proses yang dilalui orang dalam memilih, mengorganisasikan dan mengintepretasikan informasi guna membentuk gambaran yang berarti mengenai dunia”.


(44)

Orang dapat membentuk persepsi berbeda dari rangsangan yang sama karena 3 macam proses penerimaan indera menurut Kotler, (2001) yaitu:

1). Perhatian selektif. Kecenderungan bagi manusia untuk menyaring sebagian besar informasi yang mereka hadapi, berarti bahwa pemasar harus bekerja cukup keras untuk menarik perhatian konsumen.

2). Distorsi selektif. Menguraikan kecenderungan orang untuk meng-intepretasikan informasi dengan cara yang akan mendukung apa yang telah mereka yakini.

3). Ingatan selektif. Orang cenderung lupa akan sebagian besar hal yang mereka pelajari. Mereka cenderung akan mempertahankan atau mengingat informasi yang mendukung sikap dan keyakinan mereka, karena adanya ingatan selektif. c. Pengetahuan. Pembelajaran menggambarkan perubahan dalam tingkah laku

individual yang muncul dari pengalaman. Pentingnya praktik dari teori pengetahuan bagi pemasar adalah mereka dapat membentuk permintaan akan suatu produk dengan menghubungkannya dengan dorongan yang kuat, menggunakan petunjuk yang membangkitkan motivasi, dan memberikan peranan positif.

Kotler (2000), menyatakan pembelajaran menggambarkan perubahan dalam tingkah laku individual yang muncul dari pengalaman. Ahli teori pembelajaran mengatakan bahwa kebanyakan tingkah laku manusia dipelajari. Pembelajaran berlangsung melalui saling pengaruh dorongan, rangsangan, petunjuk respon dan pembenaran.


(45)

d. Keyakinan dan sikap. Melalui tindakan dan pembelajaran, orang mendapatkan keyakinan dan sikap. Keduanya ini, pada waktunya mempengaruhi tingkah laku membeli. Keyakinan adalah pemikiran deskriptif yang dimiliki seseorang mengenai sesuatu. Keyakinan didasarkan pada pengetahuan yang sebenarnya, pendapat atau kepercayaan dan mungkin menaikkan emosi atau mungkin tidak.

Pemasaran tertarik pada keyakinan bahwa orang yang merumuskan mengenai produk dan jasa spesifik, karena keyakinan ini menyusun citra produk dan merek yang mempengaruhi tingkah laku membeli yang mempengaruhi tingkah laku membeli. Bila ada sebagian keyakinan yang salah dan menghalangi pembelian, pemasar pasti ingin meluncurkan usaha untuk mengoreksinya.

Sikap menguraikan evaluasi, perasaan dan kecenderungan dari seseorang terhadap suatu obyek atau ide yang relatif konsisten. Sikap menempatkan orang dalam suatu kerangka pemikiran mengenai menyukai atau tidak menyukai sesuatu mengenai mendekati atau menjauhinya.

Menurut Kotler, (2000) “Keyakinan adalah pemikiran deskriptif yang dimiliki seseorang mengenai sesuatu. Keyakinan ini mungkin didasarkan pada pengetahuan sebenarnya, pendapat atau kepercayaan dan mungkin menaikkan emosi dan mungkin tidak”.


(46)

2.1.4 Keputusan Pembelian

Sumarwan (2004), mendefinisikan keputusan sebagai pengambilan tindakan dari dua atau lebih pilihan alternatif. Seorang konsumen yang hendak melakukan pilihan maka ia harus memiliki pilihan alternatif.

Pemasar perlu mengetahui siapa yang terlibat dalam keputusan membeli dan peran apa yang dimainkan oleh setiap orang untuk banyak produk, cukup mudah untuk mengenali siapa yang mengambil keputusan. Menurut Enggel dkk, (1994) beberapa peran dalam keputusan membeli:

a. Pemrakarsa: orang yang pertama menyarankan atau mencetuskan gagasan membeli produk atau jasa tertentu.

b. Pemberi pengaruh: orang yang pandangan atau sarannya mempengaruhi keputusan membeli.

c. Pengambil keputusan: orang yang akhirnya membuat keputusan membeli atau sebagian dari itu, apakah akan membeli, apa yang dibeli, bagaimana membelinya atau di mana membeli.

d. Pembeli: orang yang benar-benar melakukan pembelian

e. Pengguna: orang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk atau jasa.

Mengetahui peserta utama proses pembelian dan peran yang mereka mainkan membantu pemasar untuk menyesuaikan program pemasaran.

Semakin kompleks keputusan yang harus diambil biasanya semakin banyak pertimbangannya untuk membeli. Menurut Kotler, (2000) adapun jenis-jenis tingkah


(47)

laku membeli konsumen berdasarkan pada derajat keterlibatan dan tingkat perbedaan antara merek, yaitu:

a. Tingkah laku membeli yang komplek. Tingkah laku membeli konsumen dalam situasi yang bercirikan keterlibatan tinggi konsumen dalam pembelian dan perbedaan besar yang dirasakan diantara merek.

Pembeli ini akan melewati proses pembelajaran, pertama mengembangkan keyakinan mengenai produk, kemudian sikap, dan selanjutnya membuat pilihan membeli yang dipikirkan masak-masak. Pemasar dari produk yang banyak melibatkan peserta harus memahami tingkah laku pengumpulan informasi dan evaluasi dari konsumen yang amat terlibat. Mereka perlu membantu pembeli belajar mengenai atribut kelas produk dan kepentingan relatif masing-masing, dan mengenai apa yang ditawarkan merk tertentu, mungkin dengan menguraikan panjang lebar keunggulan mereka lewat media cetak.

b. Tingkah laku membeli yang mengurangi ketidakcocokan. Tingkah laku membeli konsumen dalam situasi yang bercirikan keterlibatan konsumen yang tinggi tetapi sedikit perbedaan yang dirasakan diantara merek. Tingkah laku membeli yang mengurangi ketidakcocokan terjadi ketika konsumen amat terlibat dalam pembelian barang yang mahal, jarang dibeli dan beresiko tetapi melihat sedikit perbedaan diantara merek.

c. Tingkah laku membeli yang mencari variasi. Tingkah laku membeli yang menjadi kebiasaan terjadi di bawah kondisi keterlibatan konsumen yang rendah dan perbedaan merek yang dirasakan besar.


(48)

Konsumen tampaknya mempunyai keterlibatan yang rendah dengan kebanyakan produk yang mempunyai harga murah dan sering dibeli. Dalam hal ini, tingkah laku konsumen tidak diteruskan lewat urutan keyakinan – sikap – tingkah laku yang biasa. Konsumen tidak mencari informasi secara ekstensif mengenai merek mana yang akan dibeli. Sebaliknya, mereka secara pasif menerima informasi ketika menonton televisi atau membaca majalah. Pengulangan iklan menciptakan pengenalan akan merek bukan keyakinan pada merek. Konsumen tidak membentuk sikap yang kuat terhadap suatu merek; mereka memilih merek karena sudah dikenal. Karena keterlibatan mereka dengan produk tidak tinggi, konsumen mungkin tidak mengevaluasi pilihan bahkan setelah membeli. Jadi, proses membeli melibatkan keyakinan merek yang terbentuk oleh pembelajaran pasif, diikuti dengan tingkah laku membeli, yang mungkin diikuti atau tidak dengan evaluasi.

Karena pembeli tidak memberikan komitmen yang kuat pada suatu merek, pemasar produk yang kurang terlibat pada beberapa perbedaan merek seringkali menggunakan harga dan promosi penjualan untuk merangsang konsumen agar mau mencoba produk.

d. Tingkah laku membeli yang menjadi kebiasaan. Konsumen menjalani tingkah laku membeli yang mencari variasi dalam situasi yang ditandai oleh keterlibatan konsumen rendah, tetapi perbedaan merk dianggap berarti.

Dalam kategori produk seperti ini, strategi pemasaran mungkin berbeda untuk merk yang menjadi pemimpin pasar dan untuk merk yang kurang ternama.


(49)

Perusahaan akan mendorong pencarian variasi dengan menawarkan harga rendah, penawaran khusus, kupon, sampel gratis, dan iklan yang menunjukkan alasan untuk mencoba sesuatu yang baru.

Menurut Kotler, (2000) tahap-tahap yang dilewati pembeli untuk mencapai keputusan membeli melewati lima tahap, yaitu:

a. Pengenalan kebutuhan. Proses membeli dimulai dengan pengenalan kebutuhan yaitu pembeli mengenali adanya masalah atau kebutuhan. Pembeli merasakan perbedaan antara keadaan nyata dan keadaan yang diinginkan.

b. Pencarian informasi. Seorang konsumen yang sudah terkait mungkin mencari lebih banyak informasi tetapi mungkin juga tidak. Bila dorongan konsumen kuat dan produk yang dapat memuaskan ada dalam jangkauan, konsumen kemungkinan akan membelinya. Bila tidak, konsumen dapat menyimpan kebutuhan dalam ingatan atau melakukan pencarian informasi yang berhubungan dengan kebutuhan tersebut.

c. Evaluasi alternative. Tahap dari proses keputusan membeli, yaitu ketika konsumen menggunakan informasi untuk mengevaluasi merk alternatif dalam perangkat pilihan. Konsep dasar tertentu membantu menjelaskan proses evaluasi konsumen. Pertama, kita menganggap bahwa setiap konsumen melihat produk sebagai kumpulan atribut produk. Kedua, konsumen akan memberikan tingkat arti penting berbeda terhadap atribut berbeda menurut kebutuhan dan keinginan unik masing-masing. Ketiga, konsumen mungkin akan mengembangkan satu himpunan keyakinan merek mengenai dimana posisi setiap merek pada setiap


(50)

atribut. Keempat, harapan kepuasan produk total konsumen akan bervariasi pada tingkat atribut yang berbeda. Kelima, konsumen sampai pada sikap terhadap merek berbeda lewat beberapa prosedur evaluasi. Ada konsumen yang menggunakan lebih dari satu prosedur evaluasi, tergantung pada konsumen dan keputusan pembelian.

Bagaimana konsumen mengevaluasi alternatif barang yang akan dibeli tergantung pada masing-masing individu dan situasi membeli spesifik. Dalam beberapa keadaan, konsumen menggunakan perhitungan dengan cermat dan pemikiran logis. Pada waktu lain, konsumen yang sama hanya sedikit mengevaluasi atau tidak sama sekali; mereka membeli berdasarkan dorongan sesaat atau tergantung pada intuisi. Kadang-kadang konsumen mengambil keputusan membeli sendiri; kadang-kadang mereka bertanya pada teman, petunjuk bagi konsumen, atau wiraniaga untuk memberi saran pembelian.

Pemasar harus mempelajari pembeli untuk mengetahui bagaimana sebenarnya mereka mengevaluasi alternatif merek. Bila mereka mengetahui proses evaluasi apa yang sedang terjadi, pemasar dapat membuat langkah-langkah untuk mempengaruhi keputusan membeli.

d. Keputusan membeli. Dalam tahap evaluasi, konsumen membuat peringkat merek dan membentuk niat untuk membeli. Pada umumnya, keputusan membeli konsumen yaitu membeli merek yang paling disukai, tetapi dua faktor dapat muncul antara niat untuk membeli dan keputusan untuk membeli. Faktor pertama adalah sikap orang lain, yaitu pendapat dari orang lain mengenai harga, merek


(51)

yang akan dipilih konsumen. Faktor kedua yaitu faktor situasi yang tidak diharapkan, harga yang diharapkan dan manfaat produk yang diharapkan. Akan tetapi peristiwa-peristiwa yang tak diharapkan bisa menambah niat pembelian. e. Tingkah laku pasca pembelian. Tahap dari proses keputusan pembeli, yaitu

konsumen mengambil tindakan lebih lanjut setelah membeli berdasarkan pada rasa puas atau tidak puas. Yang menentukan pembeli merasa puas atau tidak puas dengan suatu pembelian terletak pada hubungan antara harapan konsumen dengan prestasi yang diterima dari produk. Bila produk tidak memenuhi harapan, konsumen merasa tidak puas, bila memenuhi harapan konsumen merasa puas, bila melebihi harapan konsumen akan merasa puas.

Konsumen mendasarkan harapan mereka pada informasi yang mereka terima dari penjual, teman dan sumber-sumber yang lain. Bila penjual melebih-lebihkan prestasi produknya, harapan konsumen tidak akan terpenuhi dan hasilnya ketidakpuasan. Semakin besar antara kesenjangan antara harapan dan prestasi, semakin besar ketidakpuasan kosumen. Hal ini menunjukkan bahwa pembeli harus membuat pernyataan yang jujur mengenai prestasi produknya sehingga pembeli akan puas.

2.1.4.1 Tahapan-tahapan dalam proses pengambilan keputusan pembelian.

Menurut Kotler, (2000) tahap-tahap yang dilewati pembeli untuk mencapai keputusan membeli melewati lima tahap, yaitu:


(52)

a. Pengenalan kebutuhan. Proses membeli dimulai dengan pengenalan kebutuhan yaitu pembeli mengenali adanya masalah atau kebutuhan. Pembeli merasakan perbedaan antara keadaan nyata dan keadaan yang diinginkan.

b. Pencarian informasi. Seorang konsumen yang sudah terkait mungkin mencari lebih banyak informasi tetapi mungkin juga tidak. Bila dorongan konsumen kuat dan produk yang dapat memuaskan ada dalam jangkauan, konsumen kemungkinan akan membelinya.

c. Evaluasi alternative. Tahap dari proses keputusan membeli, yaitu ketika konsumen menggunakan informasi untuk mengevaluasi merk alternatif dalam perangkat pilihan. Konsep dasar tertentu membantu menjelaskan proses evaluasi konsumen, antara lain:

1. kita menganggap bahwa setiap konsumen melihat produk sebagai kumpulan atribut produk.

2. konsumen akan memberikan tingkat arti penting berbeda terhadap atribut berbeda menurut kebutuhan dan keinginan unik masing-masing.

3. konsumen mungkin akan mengembangkan satu himpunan keyakinan merek mengenai dimana posisi setiap merek pada setiap atribut.

4. harapan kepuasan produk total konsumen akan bervariasi pada tingkat atribut yang berbeda.

5. konsumen sampai pada sikap terhadap merek berbeda lewat beberapa prosedur evaluasi. Ada konsumen yang menggunakan lebih dari satu prosedur evaluasi, tergantung pada konsumen dan keputusan pembelian.


(53)

Bagaimana konsumen mengevaluasi alternatif barang yang akan dibeli tergantung pada masing-masing individu dan situasi membeli spesifik. Dalam beberapa keadaan, konsumen menggunakan perhitungan dengan cermat dan pemikiran logis.

d. Keputusan membeli. Dalam tahap evaluasi, konsumen membuat peringkat merek dan membentuk niat untuk membeli. Pada umumnya, keputusan membeli konsumen yaitu membeli merek yang paling disukai, tetapi dua faktor dapat muncul antara niat untuk membeli dan keputusan untuk membeli. Faktor pertama adalah sikap orang lain, yaitu pendapat dari orang lain mengenai harga, merek yang akan dipilih konsumen. Faktor kedua yaitu faktor situasi yang tidak diharapkan, harga yang diharapkan dan manfaat produk yang diharapkan. Akan tetapi peristiwa-peristiwa yang tak diharapkan bisa menambah niat pembelian. e. Tingkah laku pasca pembelian. Tahap dari proses keputusan pembeli, yaitu

konsumen mengambil tindakan lebih lanjut setelah membeli berdasarkan pada rasa puas atau tidak puas. Yang menentukan pembeli merasa puas atau tidak puas dengan suatu pembelian terletak pada hubungan antara harapan konsumen dengan prestasi yang diterima dari produk.

2.1.4.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian

Menurut Kotler (2000:2004) faktor-faktor keputusan pembelian adalah sebagai berikut :

1. Desain fisik yaitu merupakan tampilan produk jasa yang dibeli dan akan menjadi daya tarik dan sangat berperan mempengaruhi minat konsumen.


(54)

2. Harga, yaitu merupakan penentu kritis yang membedakan produk yang ditawarkan oleh pengusaha yang satu dengan pengusaha lainnya.

3. Lokasi yaitu tempat berbelanja strategis, tempatnya nyaman, dan kemudahan mencapai tempat tujuan.

4. Pelayanan, yaitu kemampuan dalam memberikan suatu pelayanan pada konsumennya. Dimana apabila kualitas layanan yang diterima konsumen lebih baik maka konsumen cenderung akan mencobanya kembali

5. Keamanan, yaitu keadaan dimana konsumen merasa nyaman dalam berbelanja.

6. Fasilitas, yaitu berupa penampilan fasilitas fisik seperti : gerdung dan ruangan front office, tersedia tempat parkir, kebersihan, kerapiha ruangan, kelengkapan peralatan komunikais dan penampilan karyawan.

2.1.5 Pengertian Fisik

Bukti fisik adalah lingkunagan fisik dimana jasa disampaikan dan dimana perusahaan dan konsumennya berinteraksi, serta setiap komponen tangible

memfasilitasi penampilan komunikasi jasa tersebut. Contoh dari bukti fisik adalah desian fasilitas, keindahan lingkungan, fungsi, peralatan rambu-rambu, pakaian karyawan dan lain-lain.

Dalam pemasaran jasa orang berfungsi sebagai penyedia jasa yang semua sangat mempengaruhi kualitas jasa yang diberikan. Untuk mencapai kualitas diperlukan kualitas pelatihan staf sehingga karyawan mampu memberikan kepuasan


(55)

padam konsumen. Lingkungan fisik atau bukti fisik merupakan lingkungan fisik tempat jasa diciptakan dan langsung berinteraksi dengan konsumen. Terdapat 2 bukti fisik, yaitu:

1. Bukti penting (essntial evidence) merupakan keputusan yang buat oleh pemberi jasa mengenai desain dan tata letak dari gedung,uanan, dan lin-lain. 2. Bukti pendukung (peripheralevidence) merpakan nilai tambah yang bila

berdiri sendiri tidak akan berarti apa-apa. Jadi hanya berfungsi sebagai pelengkap saja sekalipun peranannya sangat penting dalam proses produksi jasa, misalnya : meja, papan tulis, audio an video pada jasa pendidikan.

Menurut yazid (2006:136), bukti jasa mencakup representatif tangible tentang jasa seperti periklanan dan bentuk-bentuk komunikasi lain yang mencangkup lingkungan fisik dimana jasa disajikan dan konsumen karyawan berinteraksi. Elemen-elemen dari bukti fisik mempengaruhi konsumen melalui atribut-atribut eksterior (rambu-rambu, tempat parker, halaman, taman) dan atribut-atribut interior (desain, layout, pencahayaan, musik, peralatan, dan dekorasi).

Menurut Lovelock dan Wright (2005:216), bukti fisik dan atmosfer yang menyertai mempengaruhi perilaku pembeli dalam tiga hal, antara lain:

1. Sebagai medium yang menimbulkan perhatian untuk membuat panorama jasa tersebut menonjol dari bangunan pesaing dan untuk menarik pelanggan dari segmen sasara.


(56)

2. Sebagai medium yang menciptakan pesan, dengan menggunakan isyarat-isyarat simbolis untuk berkomunikasi dengan pelanggan yang diinginkan tentang sifat dan kualitas khusus pengalaman jasa tersebut.

3. Sebagai medium yang menciptakan efek dengan menggunakan warna, tekstur, suara, bau, dan desain ruangan untuk menciptakan atau meningkatkan selera untuk barang, jasa atau pengalaman tertentu.

2.1.6 Harga

Menurut Rambat Lupiyoadi (2001:86) kegiatan penetapan harga memainkan peranan penting dalam proses bauran pemasaran, karena penetapan harga terkait langsung nantinya dengan revenue yang diterima oleh perusahaan. Keputusan penetapan harga juga sedemikian penting dalam menentukan seberapa jauh sebuah layanan jasa dinilai konsumen dan juga dalam proses pembangunan citra. Penetapan harga juga memberikan persepsi tertentu dalam kualitas. Penetapan harga biasanya dilakukan dengan menambah persentase diatas/besarnya nilai biaya produksi. Pendekatan ini bagaimanapun juga dapat mengakibatkan kehilangan benefit dalam strategi pemasaran. Perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang jasa perlu menggunakan startegi penetapan harga agar mampu bersaing dalam pasar yang kompetitif.

Benefit yang dimiliki suatu produk jasa harus dibandingkan dengan berbagai biaya (pengorbanan) yang ditimbulkan dalam menngkonsumsi layanan jasa tersebut. Dalam berbagai situasi konsumen dihadapkan pada berbagai timbangan mengenai apa


(57)

yang mereka dapatkan dengan biaya sekian bila mengkonsumsi layanan jasa tersebut. Biaya-biaya tersebut dapat berupa waktu yang harus dikorbankan untuk mendapatkan jasa, upaya fisik (energi yang dikeluarkan untuk mendapatkan jasa).

Harga yang dibebankan terhadap jasa yang ditawarkan menjadikan indikasi kualitas jasa macam apa yang akan konsumen terima, Rambat Lupiyoadi (2001:86).

Menurut Kotler (2001:439) harga memiliki dua peranan dalam proses pengambilan keputusan para pembeli, yaitu:

1. Peranan alokasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam membantu para pembeli untuk memutuskan cara memperoleh manfaat atau utilitas terrtinggi yang diharapkan berdasarkan daya belinya. Dengan demikian adanya harga dapat membantu para pembelian untuk memutuskan cara mengalokaskan daya belinya pada berbagai jenis barang dan jasa.

2. Peranan informasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam mendidik konsumen mengenai faktor-faktor produk seperti kualitas. Hal ini terutama bermanfaat dalam situasi dimana pembeli mengalami kesulitan untuk menilai factor produk atau manfaatnya aecara obyektif. Persepsi yang sering berlaku adalah bahwa harga yang mahal mencerminkann kualitas yang tinggi.

Harga memegang peranan penting dalam pemasaran baik itu bagi penjual maupun pembeli. Untuk lebih jelasnya dibawah ini akan dikemukakan pengertian tentang harga yang dikemukakan oleh para ahli:


(58)

Menurut Swastha (2002:211) pengertian harga adalah: “Sejumlah uang (ditambah beberapa barang kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi barang beserta pelayanannya”.

Sedangkan menurut Kotler (2002:442); “Harga adalah sejumlah uang yang dibebankan atas suatu produk atau jasa. Secara lebih luas lagi harga adalah jumlah yang memiliki atau nilai yang dinyatakan produk atau jasa tersebut”.

Menurut Irawan (2006:110) pengertian harga adalah: “Pencerminan nilai yang dinyatakan dengan rupiah”.

Berdasarkan pendapat dari para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa harga adalah merupakan alat tukar untuk mengukur suatu nilai uang yang terkandung dalam suatu barang atau jasa, sedangkan yang dipakai sebagai alat pengukur adalah uang.

Dari pengertian di atas, timbulah pengertian tentang kebijakan harga, dimana dalam pelaksanaannya akan diikuti oleh kebijakan harga tertentu yang sebelumnya diputuskan oleh perusahaan. Kebijakan harga tersebut dimaksudkan dengan langkah guna mendukung dan mengarahkan harga agar tercipta suatu hubungan antara produsen dan konsumen.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan harga yang ditetapkan oleh perusahaan, biasanya kebijakan harga tersebut berlaku untuk sementara waktu saja selama masa menguntungkan perusahaan. Oleh karena itu perusahaan harus mengikuti perkembangan harga dan situasi pasar. Unsur harga tersebut dalam waktu tertentu dirubah atau tidak. Apabila selama batas waktu tertentu keadaan menguntungkan, maka kebijakan harga harga tersebut ditinjau kembali apabila situasi


(59)

dan kondisi perusahaan mengalami perubahan, sehingga tidak mungkin lagi untuk dipertahankan agar produsen maupun konsumen tidak saling dirugikan.

2.1.6.1 Tujuan Penetapan Harga

Tujuan penetapan harga perlu ditentukan terlebih dahulu, karena tujuan perusahaan dapat tercapai. Hal ini penting karena tujuan perusahaan merupakan dasar atau pedoman bagi perusahaan dalam menjalankan kegiatan pemasaran termasuk kebijakan penetapan harga. Tujuan ini berasal dari perusahaan itu sendiri yang selalu berusaha menetapkan harga barang dan jasa setepat mungkin.

Adapun dari penetapan harga menurut Assauri (2004:204): a. Memperoleh laba yang maksimum

b. Mendapatkan share pasar tertentu c. Memerah pasar (market skimming)

d. Mencapai tingkat hasil penerimaan penjualan maksimum pada waktu itu. e. Mencapai keuntungan yang ditargetkan

f. Memproduksikan produknya.

6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Harga

Dalam kenyataan, tingkat harga yang terjadi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Swastha (2002:242) antara lain:

a. Keadaan perekonomian b. Penawaran dan permintaan c. Elastisitas permintaan d. Persaingan


(60)

e. Biaya

f. Tujuan perusahaan g. Pengawasan pemerintah

Sedangkan menurut Basu Swastha (2000:148), terdapat empat tujuan penetapan harga antara lain:

a. Mencegah atau mengurangi persaingan

Seiring dengan semakin ketatnya persaingan dunia bisnis, maka diperlukan aturan dan batasan-batasan dalam bersaing, salah satunya adalah dengan penetapan harga. Melalui kebijakan harga para pelaku usaha tidak akan menetapkan harga dengan seenaknya. Dengan demikian harga atas produk barang atau jasa yang memiliki kesamaan akan mempunyai harga yang sama ataupun jika berbeda hanyalah memiliki perbedaan yang sedikit.

b. Mempertahankan atau memperbaiki market share

Dengan adanya penetapan harga, maka market share dapat terjaga. Mempertahankan

marketshare dapat dilakukan apabila kemampuan dan kapasitas produksi masih cukup longgar, selain itu kondisi keuangan harus benar-benar baik dan juga adanya kemampuan yang tinggi dalam bidang pemasaran.

c. Mencapai target pengembalian investasi

Pada dasarnya penetapan harga yang dilakukan oleh perusahaan adalah untuk memperoleh laba dan sekaligus untuk menutup biaya operasional. Harga yang telah ditentukan dimaksudkan untuk menutup investasi secara berangsur-angsur, di mana dana yang digunakan untuk mengembalikan investasi hanya bisa diambilkan dari laba


(61)

perusahaan. Dengan adanya investasi tersebut diharapkan perusahaan dapat bertahan dan usaha akan bertambah besar.

d. Mencapai laba maksimal

Harga ditetapkan atas dasar pertimbangan untung/rugi yang akan diderita oleh perusahaan. Dalam penetepan harga, perusahaan tentunya akan mengutamakan laba dan kemampuan atau daya beli konsumennya. Penetapan harga dengan pertimbangan laba yang bagus disertai daya beli masyarakat yang besar, maka akan mudahlah bagi pengusaha dalam memperoleh keuntungan yang maksimal.

2.1.6.2 Aspek- aspek dalam mengukur harga

Dalam penentuan harga haruslah melalui berbagai tahap pertimbangan. Hal ini dikarenakan agar harga harus sesuai dengan kondisi atau keadaan atas produk yang ingin diberi harga. Ada tiga aspek yang perlu diperhatikan dalam mengukur harga, yaitu:

a. Nilai nominal produk

Yaitu suatu nilai produk yang didasarkan atas besarnya biaya produksi atau kualitas produk tersebut.

b. Nilai jual produk

Yaitu jual atas suatu produk yang disebutkan dalam suatu ukuran nilai mata uang. c. Jumlah uang yang harus dibayar oleh konsumen

Yaitu sejumlah uang yang harus dibayarkan oleh pembeli kepada penjual atas suatu produk yang dibelinya. Harga merupakan satu-satunya unsure dalam pemasaran yang dapat menghasilkan pendapatan, untuk itu sangat diperlukan keseriusan dalam


(62)

penanganannya. Harga atas suatu produk merupakan sebagai factor penentu yang utama atas suatu permintaan, selain itu harga juga bisamempengaruhi terhadap adanya persaingan dalam suatu bisnis.

Dengan penetapan harga yang kompetitif dan sesuai dengan keinginan atau kehendak kensumen maka perilaku konsumen akan berubah (terpengaruh untuk melakukan pembelian). Sehingga berdasar pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa harga sangat berpengaruh atas perilaku konsumen dalam melakukan pembelian pada suatu produk.

2.1.7 Fasilitas

Fasilitas (facility) merupaka hal yang sangat penting dalam perkembangan perusahaan untuk masa yang akan datang, dimana fasilitas adalah sarana dan prasarana yang disediakan untuk dipakai atau dipergunakan serta dinikmati oleh konsumen, sebab dengan fasilitas yang dapat menimbulkan suatu keputusan yang tinggi dalam diri konsumen sehingga dapat mendorong konsumen untuk selalu berhubungan dan melakukan pembelian terhadap barang atau jasa tiap kali konsumen membutuhkannya. Sarana dan prasarana (fasilitas) yang perlu dimengerti adalah merupakan penanaman modal, dengan demikian setiap pengadaan sudah optimal dengan rencana penggunaan dan pemanfaatan secara optimal, dalam perencanaan sudah harus direncanakan pula aspek perencanaan dan operasionalisasinya.

Fasilitas menurut Richard F Gerson (2004:21) secara umum adalah segala sesuatu yang disengaja disediakan untuk dipakai atau dipergunakan serta dinikmati


(63)

konsumen baik ada biaya tamabahan atau tidak, agar konsumen mendapatkan kemudahan, keamanan, kenyamanan.

Menurut Fandy Tjiptono (2005:145) fasilitas fisik perusahaan pada hakikarnya membungkus atau mengemas jasa yang ditawarkan dan mengkonsumsi citra eksternal tentang apa yang ada didalamnya kepada para pelanggan.

Jadi dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa fasilitas adalah segala sesuatu yang disengaja untuk dapat dinikmati dengan memberikan kemudahan-kemudahan dan kenyamanan sehingga menimbulkan kepuasan pada konsumen, maka penyediaan fasilitas harus diperhatikan agar tidak mengecewakan dan beralih ke perusahaan lain.

Fasilitas menurut Moenir (2000:121) adalah beberapa fasilitas yang dimaksud antara lain:

a. Fisilitas ruang yang terdiri dari ruangan-ruangan

1. Pelayanan yang cukup aman dan tertib, seperti meja, layanan dan loket penjualan karcis.

2. Informasi, dilengkapi dengan bahan-bahan yang penting secara umum inginkan diketahui oleh orang-orang yang berkepentingan.

3. Ruang tunggu, dilengkapi dengan penerangan yang cukup untuk dapat membaca, tempat duduk, meja kecil, asbak, dan bak sampah.

4. Kamar kecil, dilengkapi dengan pengairan yang baik agar tidakmenimbulkan bau yang tidak sedap.


(64)

5. Kantin, menyediakan makanan agar konsumen yang ada di dalam tidak mengalami kejenuhan.

b. Telepon umum

Fasilitas telepon sangat diperlukan dan sangat membantu orang-orang yang sedang dalam keperluan mendesak untuk komunikasi dengan keluarga dan teman. c. Alat hiburan

Berfungsi untuk menyenangkan suatu ruangan agar tidak mengalami kejenuhan dalam menunggu.

d. Fasilitas jasa informasi

Fasilitas jasa yang diberikan pada layanan informasi khususnya jasa layanan informasi para konsumen, misalnya yang tersedia pada bidang telekomunikasi adalah nomor-nomor telepon yang dimiliki para konsumen dan nomor-nomor layanan informasi lain.

2.1.8 Lokasi

Pemilihan lokasi mempunyai fungsi yang strategis karena dapat ikut menentukan tercapainya tujuan badan usaha. Lokasi dapat didefinisikan sebagai “tempat, kedudukan secara fisik yang mempunyai fungsi strategis karena dapat ikut menentukan tercapainya tujuan badan usaha” (Sriyadi, 1991:60). Lokasi atau tempat atau letak adalah “tempat dimana perusahaan itu didirikan” (Manullang, 1991:41). Jadi, lokasi di sini adalah tempat di mana suatu jenis usaha atau bidang usaha akan dilaksanakan


(65)

2.1.8.1 Langkah-Langkah Pemilihan Lokasi

Karena bersifat strategi, maka pemilihan lokasi harus didasarkan atas pengkajian seksama yang berkaitan dengan unit ekonomi dari instalasi spesifik yang hendak dibangun baik dari segi teknik konstruksi (keadaan tanah, iklim, gempa bumi) maupun kelangsungan operasi dan produksi di masa depan.

Selain dari waktu ke waktu muncul faktor-faktor baru yang akan mempengaruhi pertimbangan misal perhatian yang semakin besar dan peraturan yang bertambah ketat atas masalah lingkungan hidup.

Adapun beberapa indikator suatu lokasi yang diperkirakan oleh perusahaan dalam menarik minat konsumen antara lain:

1. Dekat dengan pusat perkantoran

Merupakan lokasi yang memberikan nilai lebih, karena konsumen dalam membeli rumah selalu mempertimbangkan jarak antara tempat bekerja dengan rumah yang dibeli.

2. Dekat dengan pusat pendidikan

Lokasi peruamahan yang baaik, sesuai dengan keinginan konsumen adalah lokasi yang dekat dengan pusat pendidikan, sehingga konsumen akan merasakan kemudahan dalam mendidik anaknya.

3. Dekat dengan pusat pembelanjaan

Perumahan yang dekat dengan pusat pembelanjaan akan memiliki nilai jual yang tinggi, karena masyarakat pada umumnya tidak bisa lepass dari kebutuhan sehari-hari


(66)

2.1.8.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Lokasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi usaha menurut Manullang (1991), antara lain:

1. Lingkungan masyarakat

2. Kedekatan dengan pasar atau konsumen 3. Tenaga kerja

4. Kedekatan dengan bahan mentah , supplier

Langkah-langkah dalam pemilihan Lokasi antara lain: 1. Memilih wilayah atau daerah secara umum.

Ada 5 faktor yang menjadi dasar antara lain: a. Dekat dengan pasar

b. Dekat dengan bahan baku

c. Tersedianya fasilitas pengangkutan d. Terjaminnya pelayanan umum

e. Kondisi iklim dan lingkungan yang menyenangkan

2. Memilih masyarakat tertentu di wilayah yang dipilih pada tingkat pemilihan pertama.

Pilihan didasarkan atas 5 faktor yaitu:

a. Tersedianya tenaga kerja yang cukup dalam jumlah dan skill yang diperlukan b. Tingkat upah yang lebih murah

c. Adanya perusahaan yang bersifat suplementer atau komplementer d. Adanya kerjasama yang baik antar sesama usaha yang ada


(1)

4.2. Pembahasan

Hasil peneliatian ini menunjukkan bahwa dari ke lima variabel bebas antara lain bentuk fisik, harga, fasilitas, lokasi dan kenyamanan yang digunakan peneliti sebagai

prediktor untuk membedakan mahasiswa yang memilih tempat kos antara

≤ Rp. 250.000 dan > Rp. 250.000, dimana hanya terdapat satu variabel bebas yang secara signifikan dapat digunakan untuk membedakan keputusan mahasiswa dalam memilih tempat kos yang dilihat berdasarkan nilai uji F yaitu variabel harga sebesar nilai Sig 0.03. sedangkan pada variabel lain nilai Sig. > 0.05. Ada perbedaan pertimbangan harga antara kelompok responden dengan biaya kos ≤ Rp. 250.000 per bulan dan kelompok responden dengan biaya kos > Rp. 250.000 per bulan dalam keputusan pemilihan tempat kos mahasiswa.

Pertimbangan harga yang diutamakan mahasiswa adalah besarnya harga per bulan yang sesuai dengan bentuk fisik bangunan dan sesuai dengan kemampuan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok responden dengan biaya kos

≤ Rp. 250.000 per bulan lebih mengutamakan atau mempertimbangkan harga yang ditawarkan oleh para pemilik jasa tergantung pada fasilitas yang ditawarkan oleh

pemilik jasa tempat kos dari pada kelompok responden dengan biaya kos > Rp. 250.000 per bulan.

Berdasarkan nilai fungsi diskriminan kanonikal terllihat bahwa variabel pertimbangan bentuk fisik, harga, fasilitas, lokasi dan kenyaman memiliki hubungan yang lemah dengan keputusan mahasiswa dalam memilih tempat kos. Dalam hal ini,

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(2)

105

keputusan mahasiswa dalam memilih tempat kos di lingkungan UPN “Veteran” Jatim lebih dipengaruhi oleh factor harga yang ditawarkan oleh pemilik jasa.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Tidak ada perbedaan keputusan mahasiswa dalam memilih tempat kos berdasarkan pertimbangkan bentuk fisik, harga, fasilitas lokasi, dan kenyamanan. Hal ini dapat dilihat berdasakan nilai Wilks’ Lambda yang nilai Sig, > 0.05. Pertimbangan harga terbukti mampu membedakan keputusan mahasiswa dalam memilih tempat kos. Dimana kelompok responden dengan biaya kos ≤ Rp. 250.000 per bulan lebih mengutamakan atau mempertimbangkan harga yang ditawarkan oleh para pemilik jasa tergantung pada fasilitas yang ditawarkan oleh pemilik jasa tempat kos dari pada kelompok responden dengan biaya kos > Rp. 250.000 per bulan.

2. Diantara variabel pertimbangan bentuk fisik, harga, fasilitas, lokasi, dan kenyamanan, yang memberikan kontribusi terbesar terhadap perbedaan keputusan mahasiswa dalam memilih tempat kos adalah variabel harga. Hal ini dapat dilihat dari nilai uji F yang nilai Sig. pada variabel harga kurang dari 0.05.

106

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(4)

107

5.2. Saran

Beberapa saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah :

1. Agar dapat terus meningkatkan kualitas jasa penyedia tempat tinggal sementara di area UPN ’Veteran” Jatim sehingga dapat bersaing dengan tempat kos yang lain, hendaknya masyarakat yang memiliki kos di sekitar area UPN ’Veteran” Jatim lebih memperhatikan faktor-faktor yang menjadi pertimbangan keputusan mahasiswa dalam memilih tempat kos.

2. Agar pemilik kos mempertimbangkan harga yang diberikan kepada mahasiswa yang akan menetap sementara.

3. Diharapkan kepada RT/RW dan Kelurahan setempat untuk mendata jumlah tempat kos yang ada di wilayah daerah setempat.

4. Melakukan proses analisis diskriminan serupa terhadap responden dengan karakteristik dan jumlah sampel yang lebih luas sehingga dapat memperoleh informasi yang bermanfaat untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi pertimbangan keputusan mahasiswa dalam memilih tempat kos.


(5)

Alma Buchori, 2000. Manajemen Pemasaran Dan Pemasaran Jasa. Penerbit Alfa Beta, Bandung.

Angipora, Marius P, 2002. Dasar-Dasar Pemasaran Edisi Revisi. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Angipora, Marius P, 2003. Dasar-Dasar Pemasaran Edisi Revisi. Jakarta : Raja

Grafindo Persada.

Angipora, Marius P, 2004. Dasar-Dasar Pemasaran Edisi Revisi. Jakarta : Raja

Grafindo Persada.

Assauri, Sofjan, 2004. Manajemen Pemasaran Dasar, Konsep dan Strategi, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Engel, Etlal, 2001. Perilaku Konsumen. Erlangga, Jakarta. Fandy, tjiptono.2005.Manajemen Pemasaran.Andi. Jogjakarta

Konsumen. Yogyakarta : BPFE.

Kotler, Philip, 2000. Manajemen Pemasaran. PT. Indeks Kelompok Gramedia.

Jakarta.

Kotler, Philip, 2001. Manajemen Pemasaran Edisi Milenium, Jilid Satu, Jakarta : Prenhallindo.

Kotler, Philip. 2002. Manajemen Pemasaran. PT. Indeks Kelompok Gramedia.

Jakarta

Lovelock dan Wright, 2005. Manajemen Pemasaran Jasa. Penerbit PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Malhotra, 2002, “Riset Pemasaran” , Penerbit Graha Ilmu,Yogyakarta.

Mangkunegara. 2000. Perilaku Konsumen (Edisi Revisi). Bandung: Refika Aditama. Manullang. 1991. Manajemen Personalia. Medan : Ghalia Indonesia.

Moenir, H.A.S, 2000. Manajemen Pelayanan Umum Di Indonesia, Cetakan Kedua. Jakarta: Bumi Aksara.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(6)

Mowen, John L. dan Minor Micheal, 2002. Perilaku Konsumen (Jilid I). Jakarta: Penerbit Airlangga.

Nazir, Moh, 1999, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta

Rambat, Lupiyoadi, 2001. Manajemen Pemasaran Jasa Teori dan Praktik, Jakarta: Salemba Empat.

Siagian, Dergibson, 2006. Metode Statistika Untuk Bisnis Dan Ekonomi. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sriyadi. 1991. Bisnis Manajemen Perusahaan Modern. Semarang : IKIP Press. Sugiyono, 2004. Metode Penelitian Bisnis. Penerbit CV. Alfabeta, Bandung.

Sumarwan, Ujang, 2004. Perilaku Konsumen (Teori dan Penerapannya Dalam Pemasaran), Penerbit Ghalia Indonesia, Bogor.

Supranto, 2004. Analisis Multivariate arti dan Intepretasi. Penerbit Rineka Cipta. Swastha, Basu, 2002. Asas-Asas marketing (Edisi Ketiga), Yogyakarta : Liberty Swastha, dan Hani, Handoko. 2000. Manajemen Pemasaran Analisa Perilaku.

Yogyakarta : Liberty

Swastha, Irawan, 2006. Azas-Azas Marketing. Penerbit Liberty, Yogyakarta. Terry, R. George, 2008. Prinsip-Prinsip Manajemen, Jakarta: PT Bumi Aksara. Tjiptono, Fandi, 2002. Strategi Pemasaran Edisi Kedua, Yogyakarta : ANDI.

Tjiptono, Fandi, 2003. Strategi Pemasaran Cetakan Revisi Pertama, Yogyakarta : Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada.

Tjiptono, Fandi, 2005. Pemasaran Jasa Edisi Pertama, Malang : Bayumedia Publishing.

Umar, Husein, 2002. Metode Riset Bisnis, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Yazid, 2006. Pemasaran Jasa Konsep Dan Implementasi. Penerbit Ekonesia,


Dokumen yang terkait

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MAHASISWA AKUNTANSI DALAM PEMILIHAN PROFESI SEBAGAI AKUNTAN PEMERINTAH (Studi Kasus Mahasiswa Akuntansi UPN “Veteran” Jawa Timur).

0 0 94

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MAHASISWA AKUNTANSI DALAM MEMILIH KARIR SEBAGAI AKUNTAN PUBLIK (Studi Kasus Pada Mahasiswa di UPN “Veteran” Jawa Timur).

0 0 93

FAKTOR-FAKTOR YANG DIPERTIMBANGKAN MAHASISWA DALAM MEMILIH FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UPN ’’VETERAN” JAWA TIMUR.

0 2 115

FAKTOR-FAKTOR YANG DIPERTIMBANGKAN MAHASISWA DALAM MEMILIH FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UPN ’’VETERAN” JAWA TIMUR (Studi Kasus Mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur).

0 0 115

FAKTOR - FAKTOR YANG DIPERTIMBANGKAN KONSUMEN DALAM MENGGUNAKAN KARTU FLEXI (Studi Kasus Pada Mahasisiwa FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur).

0 1 118

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN KARIR MAHASISWA AKUNTANSI UPN “ VETERAN “ JAWA TIMUR.

0 7 101

FAKTOR - FAKTOR YANG DIPERTIMBANGKAN KONSUMEN DALAM MENGGUNAKAN KARTU FLEXI (Studi Kasus Pada Mahasisiwa FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur)

0 0 19

DALAM MEMILIH TEMPAT KOS (Studi Kasus Pada Mahasiswa UPN “Veteran” Jawa Timur)

0 0 17

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MAHASISWA AKUNTANSI DALAM PEMILIHAN PROFESI SEBAGAI AKUNTAN PEMERINTAH (Studi Kasus Mahasiswa Akuntansi UPN “Veteran” Jawa Timur)

0 0 23

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MAHASISWA AKUNTANSI DALAM MEMILIH KARIR SEBAGAI AKUNTAN PUBLIK (Studi Kasus Pada Mahasiswa di UPN “Veteran” Jawa Timur) yang diajukan Rininta Adriani 0813115021FEAK

0 0 22