Hubungan antara konsep diri dan pembelian impulsif pada remaja perempuan.

(1)

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DAN KECENDERUNGAN PEMBELIAN IMPULSIF PADA REMAJA PEREMPUAN

Yulius Ardi Nugraha ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja perempuan. Hipotesis dalam penelitian ini yaitu ada hubungan negatif antara konsep diri dengan kecenderungan pembelian impulsif. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 200 remaja perempuan dengan rentang umur 18-21 tahun. Instrumen dalam penelitian ini menggunakan skala konsep diri yang terdiri dari 51 item dengan realibilitas αs = 0,971 dan skala kecenderungan pembelian impulsif yang terdiri dari 30 item dengan reabilitas α = 0,947. Analisis data menggunakan Spearman Rho karena berdasarkan hasil uji normalitas data yang didapatkan tidak normal. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel konsep diri berkorelasi secara negatif dan signifikan dengan kecenderungan pembelian impulsif (r = -0,215 , p = 0,001). Hasil ini menunjukkan bahwa hipotesis penelitian ini diterima, terdapat hubungan yang negatif antara konsep diri dan kecenderungan pembelian impulsif.


(2)

ii

RELATIONSHIP BETWEEN SELF CONCEPT AND IMPULSIVE BUYING TENDENCY IN FEMALE ADOLESCENT

Yulius Ardi Nugraha ABSTRACT

The research aimed to know the correlation between self concept and impulsive buying tendency in female adolescent. The hypothesis of this research were a negative relationship between self concept and impulsive buying tendency. The subject of this research were 200 female adolescents from 18-21 years old. The instruments used in this research were self concept scale consisting of 51 items with reliability of alpha stratified (αs = 0,971) and impulsive buyingtendency scale consisting of 30 items with realibility (α = 0,947). The data analysis used Spearman rho because based on the result of the normality test variable impulsive buying tendency show the distribution of data is not normal. The analysis result used Spearman rho showed the variable of self concept correlated negatively and significant with the impulsive buying tendency (r = -0,215 , p = 0,001). This showed that research hypothesis was accepted, there was negative correlation between self concept and impulsive buying tendency.


(3)

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DAN KECENDERUNGAN PEMBELIAN IMPULSIF PADA REMAJA PEREMPUAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

Disusun Oleh: Yulius Ardi Nugraha

129114044

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

ii SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DAN KECENDERUNGAN PEMBELIAN IMPULSIF PADA REMAJA PEREMPUAN

Disusun oleh: Yulius Ardi Nugraha

NIM: 129114044

Telah Disetujui Oleh:

Dosen Pembimbing,


(5)

iii SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DAN KECENDERUNGAN PEMBELIAN IMPULSIF PADA REMAJA PEREMPUAN

Dipersiapkan dan ditulis oleh: Yulius Ardi Nugraha

NIM: 129114044

Telah dipertanggungjawabkan di depan Panitia Penguji Pada tanggal: 15 November 2016

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji:

Nama Lengkap Tanda Tangan

Penguji I : P. Eddy Suhartanto, M.Si. ………

Penguji II : Minta Istono, M.Si. ………....

Penguji III : P. Henrietta P.D.A.D.S., M.A. ………....

Yogyakarta, Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Dekan,


(6)

iv

HALAMAN MOTTO

“Bagaimanapun juga, kita akan tetep memerlukan Tuhan dalam

setiap kehidupan yang kita jalani”

-Ardi-“Ingatlah selalu dan berfokuslah pada 98 batu bata yang

terpasang baik, daripada 2 batu bata yang jelek”

-Ajahn


(7)

Brahm-v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Semua hasil dari usaha yang sudah saya lakukan ini, saya persembahkan untuk Tuhan Yesus Kristus yang setiap harinya memberikan berkat, kekuatan, dan penolong untuk diriku.

Bapak ku, Ibu ku, Kakak ku, Adik ku yang selalu menjadi rekan dan memberikan dukungan berupa kasih sayang setiap harinya.


(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis tidak memuat karya orang lain, kecuali telah saya sebutkan dalam daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 10 Januari 2017 Penulis,


(9)

vii

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DAN KECENDERUNGAN PEMBELIAN IMPULSIF PADA REMAJA PEREMPUAN

Yulius Ardi Nugraha ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja perempuan. Hipotesis dalam penelitian ini yaitu ada hubungan negatif antara konsep diri dengan kecenderungan pembelian impulsif. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 200 remaja perempuan dengan rentang umur 18-21 tahun. Instrumen dalam penelitian ini menggunakan skala konsep diri yang terdiri dari 51 item dengan realibilitas αs = 0,971 dan skala kecenderungan pembelian impulsif yang terdiri dari 30 item dengan reabilitas α = 0,947. Analisis data menggunakan Spearman Rho karena berdasarkan hasil uji normalitas data yang didapatkan tidak normal. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel konsep diri berkorelasi secara negatif dan signifikan dengan kecenderungan pembelian impulsif (r = -0,215 , p = 0,001). Hasil ini menunjukkan bahwa hipotesis penelitian ini diterima, terdapat hubungan yang negatif antara konsep diri dan kecenderungan pembelian impulsif.


(10)

viii

RELATIONSHIP BETWEEN SELF CONCEPT AND IMPULSIVE BUYING TENDENCY IN FEMALE ADOLESCENT

Yulius Ardi Nugraha ABSTRACT

The research aimed to know the correlation between self concept and impulsive buying tendency in female adolescent. The hypothesis of this research were a negative relationship between self concept and impulsive buying tendency. The subject of this research were 200 female adolescents from 18-21 years old. The instruments used in this research were self concept scale consisting of 51 items with reliability of alpha stratified (αs = 0,971) and impulsive buyingtendency scale consisting of 30 items with realibility = 0,947). The data analysis used Spearman rho because based on the result of the normality test variable impulsive buying tendency show the distribution of data is not normal. The analysis result used Spearman rho showed the variable of self concept correlated negatively and significant with the impulsive buying tendency (r = -0,215 , p = 0,001). This showed that research hypothesis was accepted, there was negative correlation between self concept and impulsive buying tendency.


(11)

ix

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPERLUAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, Saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Yulius Ardi Nugraha

Nomor Mahasiswa : 129114044

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, dengan karya ilmiah yang berjudul:

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DAN KECENDERUNGAN PEMBELIAN IMPULSIF PADA REMAJA PEREMPUAN Dengan demikian saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan dan mengalihkan dalam media lain, serta

mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Dengan demikian pernytaan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 10 Januari 2017 Yang menyatakan,


(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan karuniaNya sehingga akhirnya penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Universitas Sanata Dharma.

Skripsi ini tidak akan pernah selesai tanpa adanya bantuan dan dukungan dari banyak pihak maupun secara langsung dan tidak langsung. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak P. Eddy Suhartanto, MSi. selaku Kepala Program Studi Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu Ratri Sunar Astuti, S. Psi., M. Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang sangat membantu selama masa perkuliahan dari awal sampai akhir perkuliahan.

4. Bapak T. M. Raditya Hernawa M. Psi. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang selalu memberikan dukungan, saran dan kritik serta rekan diskusi dalam pengerjaan skripsi hingga dapat selesai dengan baik.

5. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi Sanata Dharma yan telah mendidik dan membagikan keilmuannya baik ilmu psikologi maupun nilai kehidupan lainnya.


(13)

xi

6. Seluruh staff dan karyawan ( Mas Gandung, Bu Nanik, Mas Muji, Mas Donny, Pak Gie, Pak Bonny) Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma atas segala bantuan yang diberikan.

7. Teman-teman subjek penelitian yang berkenan membantu memberikan waktu untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

8. Bapak dan Ibu ku yang selalu menyayangi ku dengan segala cara yang kalian berikan kepada ku. Anak laki-laki satu satunya ini memang sering membuat jengkel, maaf ya Pak Bu. Terima kasih sudah menjadi orang tua yang begitu baik terhadap ku. Tuhan berkati bapak ibu, sehat sehat yaa pak buu.

9. Mas Didik, Mbak Nia, Mas Randy, Mbak Irine, Dhek Shinta, keponakan Reynard, keponakan baru mungil Bayi Regina aku sayang kalian semua. Terima kasih sudah saling pengertian satu sama lain dan saling menjaga. 10. Galuh Sekardhita.. Kehadiranmu banyak membawa sukacita. Kita pun

belajar satu sama lain dari pengalaman yang kita bagi. Semoga kita bisa terus belajar bersama yaaah. Terimakasih untuk segala pelepas lelah selama proses pengerjaan skripsi ini. Emm, you are my bundle of joy 11. Staff P2TKP : Pak Cahya, Pak Priyo, Pak Adi, Pak Toni, Pak Tius, Pak

Landung, Suster Dewi, Mbak Thia, Mbak Dyah, Mbak Clara, Anin, anju, Bella, Bibin, Christy, Ester, Fiona, Grace, Lito, Lukas, Natasha, Pudar, Rika, Yovi, Cia, Dimas, Estu, Jejes, Lenny, Pipit, Retha, Shasa, Stanis, Tiara, Bayu, Edo, Chopie, Dian, Ivie, Panca, Patricia, Putri, Age, Andre,


(14)

xii

Doni, Chika, Koleta, Rini, Wira yang menjadi rekan kerja selama 3 tahun ini.

12. Untuk tiga sahabat ku Leonardus Dimas, Michael Banya dan Alfredo Hendrasta. Terima kasih buat keseruannya, dan pengalaman yang boleh terjadi.

13. Group Babi (Anju Hassudungan, Alito Purwa, Margaretha Langen, Leonardus Dimas, Setiawati Tjandra, Jessica Christy, Sofia Rosari) yang sudah mencar. Terima kasih atas kebersamaannya.

14. Monica Santi, Novia Feoh, Erlin Sanjaya rekan diskusi dalam pengerjaan skripsi.

Semoga Tuhan selalu memberikan berkat dan damai sejahtera untuk semua yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi siapapun yang membacanya.

Yogyakarta, 10 Januari 2017


(15)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN……… iii

HALAMAN MOTTO………... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN……….. v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………... vi

ABSTRAK……….. vii

ABSTRACK……….. viii

LEMBARPERNYATAAN PERSETUJUAN……… ix

KATA PENGANTAR………x

DAFTAR ISI……….xiii

DAFTAR TABEL………xvii

DAFTAR GAMBAR……….. xviii

DAFTAR LAMPIRAN………. xix

BAB I PENDAHULUAN……… 1

A. Latar Belakang Masalah………... 1

B. Rumusan Masalah………. 7

C. Tujuan Penelitian……….…………... 7

D. Manfaat Penelitian... 8

BAB II LANDASAN TEORI... 9


(16)

xiv

1. Pengertian Konsep Diri... 9

2. Dimensi Konsep Diri... 10

3. Faktor Pembentuk Konsep Diri... 12

4. Jenis-jenis Konsep Diri... 13

5. Peran Penting Konsep Diri ... 15

B. Pembelian Impulsif... 16

1. Pengertian Pembelian Impulsif... 16

2. Aspek-aspek Pembelian Impulsif... 17

3. Faktor Yang Mempengaruhi Pembelian Impulsif... 19

4. Pembelian Impulsif Pada Remaja Perempuan... 21

C. Remaja Perempuan... 22

1. Definisi Remaja Perempuan ... 22

2. Tahap-tahap Perkembangan Remaja Perempuan……...23

3. Aspek Perkembangan Remaja Perempuan... 24

D. Dinamika Hubungan Konsep Diri Dan Pembelian Impulsif Pada Remaja Perempuan... 26

E. Bagan Hubungan Konsep diri dan Pembelian impulsif ... Pada Remaja Perempuan... 29

F. Hipotesis Penelitian... 30

BAB III METODE PENELITIAN... 31

A. Jenis Penelitian... 31

B. Variabel Penelitian... 31


(17)

xv

1. Konsep Diri... 31

2. Kecenderungan Pembelian Impulsif... 32

D. Subjek Penelitian...32

E. Metode Pengumpulan Data... 33

F. Validitas & Reliabilitas ... 35

1. Validitas... 35

2. Seleksi Item... 36

3. Reliabilitas... 38

G. Metode Analisis Data... 40

1. Uji Normalitas... 40

2. Uji Linearitas... 40

3. Uji Hipotesis... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 41

A. Pelaksanaan Penelitian... 41

B. Deskripsi Subjek Penelitian... 41

C. Deskripsi Data Penelitian... 42

D. Hasil Penelitian... 44

1. Uji Normalitas... 44

2. Uji Linearitas... 46

3. Uji Hipotesis... 47

E. Pembahasan... 48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 52


(18)

xvi

B. Keterbatasan penelitian... 52

C. Saran... 52

DAFTAR PUSTAKA... 54


(19)

xvii DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Penskoran Jawaban Skala Konsep Diri... 34

Tabel 2 : Distribusi Item Skala Uji Coba Konsep Diri... 34

Tabel 3 : Penskoran Jawaban Skala Pembelian Impulsif... 35

Tabel 4 : Distribusi Item Skala Uji Coba Pembelian Impulsif... 35

Tabel 5 : Distribusi Item Skala Konsep Diri Setelah Uji Coba... 37

Tabel 6 : Distribusi Item Skala Pembelian Impulsif Setelah Uji Coba.. ... 38

Tabel 7 : Data Usia Subjek Penelitian... 41

Tabel 8 : Deskripsi Data Penelitian... 42

Tabel 9 : Perbandingan Data Teoritik Dan Empiris...42

Tabel 10 : Uji One Sample t-test Skala Konsep Diri... 43

Tabel 11 : Uji One Sample t-test Skala Pembelian Impulsif... 43

Tabel 12 : Hasil Uji Normalitas... 44

Tabel 13 : Hasil Uji Linearitas... 46

Tabel 14 : Hasil Uji Hipotesis...48


(20)

xviii DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Bagan Hubungan Konsep Diri dan Kecenderungan Pembelian Impulsif Pada Remaja Perempuan... 29 Gambar 2 : Grafik Normal Q-Q Plot Konsep Diri... 45 Gambar 3 : Grafik Normal Q-Q Plot Kecenderungan Pembelian Impulsif. ... 46 Gambar 4 : Grafik Plot Linearitas...47


(21)

xix DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Skala Uji Coba... 59

Lampiran 2 : Skala Penelitian... 72

Lampiran 3 : Uji Reliabilitas Skala... 83

Lampiran 4 : Uji Koefisien Alpha Berstrata... 89

Lampiran 5 : Uji One Sample t-test... 92

Lampiran 6 : Uji Normalitas dan Uji Linearitas... 94


(22)

1 BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kegiatan belanja merupakan aktivitas yang menyenangkan bagi kebanyakan orang, sehingga sebagian orang sulit dipisahkan dari kebiasaan belanja. Umumnya orang berbelanja untuk memenuhi kebutuhan, namun sering juga orang berbelanja hanya untuk memenuhi hasrat atau dorongan dalam dirinya (Fitri, 2006). Menurut Rahayu (kompas.com, 2015), ada alasan mendasar seseorang menyukai aktivitas berbelanja, yaitu merasa senang memiliki barang baru, melihat benda yang bagus dan senang mengenakan sesuatu yang terlihat menarik. Menurut Irawan (marketing.co.id, 2012), konsumen Indonesia memiliki karakter unik dalam berbelanja. Konsumen Indonesia ketika berbelanja suka memamerkan produk yang dimilikinya dan cenderung melakukan pembelian yang tidak terencana atau impulsif.

Riset yang dilakukan oleh lembaga Frontier Consulting Group tahun 2012 menunjukkan bahwa pembelian secara impulsif atau pembelian yang tidak direncanakan di Indonesia relatif sangat tinggi yaitu 15% hingga 20% dibandingkan dengan Amerika. Perilaku belanja masyarakat Indonesia lebih tidak teratur dibandingkan dengan Australia yang memiliki waktu dan jam tertentu untuk berbelanja. Konsumen Indonesia tidak memiliki hari tertentu dalam belanja dan menganggap bahwa belanja serta rekreasi sebagai dua hal yang sama (marketing.co.id, 2012).


(23)

Pada bulan Juni 2013, Lembaga Nielsen melaporkan penelitian terhadap 1804 responden di lima kota besar di Indonesia yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya, Makassar dan Medan. Hasil survei menunjukkan pembelian impulsif di Indonesia semakin meningkat (AC Nielsen dalam Kramadibrata, 2014). Dari hasil wawancara yang dilakukan tersebut, 21 % pembelanja mengaku tidak membuat perencanaan sebelum melakukan pembelian. Angka pembelian meningkat dua kali lipat menjadi 39 persen bila dibanding tahun 2010 (antaranews.com, 2011).

Daily Mail (2014) melansir bahwa hampir setengah warga Inggris (44%) terkena kebiasaan berbelanja yang tidak sehat, yaitu 13% memilih berhutang pada teman atau keluarga demi membeli sesuatu yang diinginkan dan 12% bahkan memilih terus menggesek kartu kredit demi berbelanja. Survei juga menunjukkan bahwa mahasiswa perempuan merupakan para pembeli impulsif terbesar dan 39% mengaku bahwa motivasi utamanya hanyalah untuk memperbaruhi isi lemarinya (detik.com, 2014).

Pengertian pembelian impulsif adalah pembelian yang tidak rasional dan diasosiasikan dengan pembelian yang cepat dan tidak direncanakan, diikuti oleh konflik pikiran dan dorongan emosional (Verplanken & Herabadi, 2001). Seseorang yang membeli secara impulsif kurang memperhatikan perencanaan dan pertimbangan sehingga memunculkan respon emosi tertentu setelah melakukan pembelian (Rook 1987; Rook & Fisher 1995; Verplanken & Herabadi 2001, dalam Vohn & Faber, 2007). Selain itu, Rook (1987, dalam Sneath, Lacey, & Kennett-Hensel, 2009) perilaku pembelian yang terjadi


(24)

secara tiba-tiba dengan dorongan yang besar dapat menimbulkan konflik emosional. Pembelian impulsif terjadi apabila seseorang mengalami dorongan begitu kuat, terjadi terus menerus yang mengakibatkan keinginan melakukan pembelian dan sulit menolak dorongan yang muncul tersebut (Rook, 1987).

Menurut Mowen dan Minor (2002), pembelian impulsif sering dilakukan pada masa remaja dibandingkan orang tua. Selain itu Wood (1998, dalam Henrietta, 2012) dalam penelitiannya menunjukkan hasil bahwa terdapat peningkatan pembelian impulsif pada usia 18 hingga 39 tahun dan akan menurun setelah melewati usia 39 tahun. Hal ini dikarenakan orang yang lebih tua cenderung lebih mampu untuk mengendalikan ekspresi emosionalnya dibanding orang yang lebih muda (Lawton, Kleban, Rajagopal, & Dean, 1992; McConatha et al., 1994, dalam Lin & Chuang 2005). Penelitian lain yang dilakukan Lin dan Lin (2005) pada subjek remaja dengan rentang usia 15 hingga 19 tahun yang menunjukkan umur 19 tahun lebih impulsif dibanding umur lainnya. Hal ini diperkuat dengan artikel yang dipublikasikan oleh Jawa Pos yang menuliskan bahwa 20,9% dari 1.074 responden remaja di Jakarta dan Surabaya mengaku menggunakan uang bayaran kuliah untuk membeli barang yang tidak dibutuhkan (Jawa Pos dalam Sitohang, 2009). Berdasarkan fenomena-fenomena tersebut remaja sering dijadikan tujuan marketing (Lin & Chuang, 2005; Lin & Chen, 2012).

Santrock (2007) menyatakan remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju ke masa dewasa antara umur 13 tahun hingga 21 tahun dan mengalami perkembangan yang pesat secara fisik, kognitif dan


(25)

sosioemosi. Pada aspek fisik, perubahan pada remaja ditandai dengan perubahan hormon seksual sehingga lebih memperhatikan kondisi fisiknya. Perubahan ini pula yang mengakibatkan remaja memiliki minat yang tingi akan penampilan termasuk daya tarik, bentuk tubuh seseorang (Virvialite, Saladiene, & Zvinklyte, 2011). Keadaan ini dilihat sebagai hal penting yang dapat menimbulkan perasaan tidak puas, kurang percaya diri dan rendahnya harga diri bila tidak sesuai dengan yang diinginkan. Pada aspek perkembangan sosioemosi, remaja memiliki emosi yang kurang stabil. Sedangkan pada kognitifnya, seorang remaja cenderung berpikir secara abstrak dan tergesa-gesa (Santrock, 2003). Remaja akan melakukan apa saja untuk terlihat sama dengan identitas dirinya, termasuk melakukan pembelian yang tak direncanakan (Papalia, Old, & Feldmen, 2009).

Utami dan Sumaryono (2008) menjelaskan bahwa pembelian impulsif di Indonesia banyak terjadi pada remaja perempuan dibandingkan remaja laki-laki. Menurut Lina dan Rosyid (1997), perempuan memiliki kecenderungan lebih besar untuk berperilaku membeli secara impulsif dibandingkan laki-laki. Hal ini disebabkan karena konsumen perempuan cenderung lebih emosional sehingga cenderung mudah untuk terpengaruh untuk berbelanja yang tak terencana. Santrock (2003) juga mengatakan bahwa remaja putri memiliki perhatian lebih mengenai kencan, penampilan, dan aktivitas berbelanja. Selain itu remaja perempuan dipandang memiliki harga diri yang rendah dari pada laki-laki (Coopersmith, 2007; Baron, Byrne & Branscombe, 2006; dalam


(26)

Santrock, 2012) dan cenderung lebih impulsif daripada laki-laki (Dittmar & Wood dalam Verplanken & Herabadi, 2001; Lin & Lin, 2005).

Rook (1987) menyatakan bahwa pembelian impulsif memiliki dampak negatif terhadap konsumennya. Konsumen ini kurang memperhatikan konsekuensi negatif yang mungkin muncul dari tindakan mereka (Hoch & Loewenstein, 1991; Rook, 1987; O’Guinn & Faber, 1989 dalam Kacen & Lee, 2002). Dampak negatif yang dapat diterimanya adalah mendapatkan kesulitan keuangan setelah melakukan pembelian, mengalami kekecewaan terhadap barang yang dibeli karena tidak sesuai dengan kegunaan. Konsekuensi negatif lain yang muncul adalah munculnya alasan-alasan pembenaran dari pembelian yang dilakukan (Fitri, 2006).

Pembelian impulsif dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni faktor diluar diri dan faktor dalam diri. Faktor di luar diri yang dapat mempengaruhi pembelian impulsif terdiri dari konformitas (Sitohang, 2009), lingkungan toko, lingkungan toko, harga, pelayanan dan perkembangan teknologi (Verplanken & Herabadi, 2001). Sedangkan faktor dalam diri yang mempengaruhi pembelian impulsif terdiri dari usia, gender, harga diri, kontrol diri, mood dan kepribadian (Verplanken & Herabadi, 2001).

Terkait dengan kepribadian, Hurlock (1997) menyatakan bahwa konsep diri merupakan inti dari pola perkembangan kepribadian individu yang akan memengaruhi berbagai bentuk sifat. Konsep diri juga dikatakan berperan dalam perilaku individu, karena seluruh sikap dan pandangan individu terhadap dirinya akan memengaruhi individu tersebut dalam menafsirkan


(27)

setiap aspek pengalaman-pengalamannya. Selain itu Susana, et al., (2006) menyatakan bahwa konsep diri adalah inti dari kepribadian seseorang yang menyangkut pandangan dan sikap individu terhadap dirinya baik mengenai dimensi fisik, karakteristik individu dan motivasi diri.

Senada dijelaskan oleh Rosenber (dalam Ferrinadewi, 2008) bahwa konsep diri menjelaskan aspek-aspek kepribadian individual yang merupakan ekspresi diri seseorang. Menurut Calhoun dan Acolella (1995), konsep diri memiliki tiga dimensi yaitu pengetahuan individu tentang dirinya sendiri, pengharapan yang dimiliki individu untuk dirinya sendiri, dan penilaian mengenai dirinya sendiri. Penelitian yang dilakukan oleh Harter (dalam Santrock, 2002) menunjukkan bahwa penampilan fisik secara konsisten berkorelasi kuat dengan penerimaan sosial dari teman sebayanya.

Penelitian Lord dan Eccles (dalam Santrock, 2002) menambahkan adanya hubungan antara konsep diri dan keterkaitan fisik untuk meramalkan rasa percaya diri seseorang. Penelitian Engel (1994) juga memaparkan bahwa perbedaan perilaku yang terjadi pada konsumen terkait dengan pembedaan konsep diri konsumen. Menurut Fitts (dalam Agustiani, 2009) konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang. Calhoun dan Acocella (1995) membagi konsep diri menjadi konsep diri positif dan negatif yang memiliki perilaku berbeda yang dihasilkan.

Konsep diri positif menunjukkan adanya penerimaan diri dimana individu dengan konsep diri positif mengenal dirinya dengan baik sekali. Konsep diri yang positif bersifat stabil dan bervariasi. Individu yang memiliki


(28)

konsep diri positif dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri sehingga evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi positif dan dapat menerima dirinya apa adanya. Individu yang memiliki konsep diri positif akan merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas, yaitu tujuan yang memiliki kemungkinan besar untuk dapat dicapai. Sedangkan seseorang dengan konsep diri negatif mempunyai perasaan tidak aman, kurang menerima dirinya, tidak menyukai dan menghormati diri sendiri. Selain itu memiliki gambaran yang tidak pasti terhadap dirinya, sulit mendefinisikan diri sendiri dan mudah terpengaruh oleh bujukan dari luar, mempunyai banyak persepsi yang saling berkonflik dan merasa aneh serta asing terhadap diri sendiri sehingga sulit bergaul

Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa apabila remaja yang memiliki konsep diri positif akan memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang rendah dibandingkan remaja yang memiliki konsep diri negatif. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti mengenai hubungan antara konsep diri dan pembelian impulsif pada remaja perempuan.

2. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara konsep diri terhadap pembelian impulsif yang terjadi pada remaja perempuan?

3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada hubungan konsep diri terhadap pembelian impulsif yang dilakukan remaja perempuan.


(29)

4. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini secara teoritis bermanfaat menambah referensi keilmuan khususnya di bidang psikologi konsumen dan industri serta mengembangkan penelitian-penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi kepada remaja perempuan pentingnya mengetahui konsep diri masing-masing individu. Setelah itu remaja perempuan mampu memberikan evaluasi diri secara lebih positif.


(30)

9 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Diri

1. Pengertian konsep diri

Istilah konsep diri bermula dari seorang tokoh yang bernama William James (Bracken, 1996). Ia merupakan tokoh pertama yang membedakan dua hal mendasar dari self, yaitu “I” dan “me”. Konsep “I” menunjuk pada individu sebagai subjek dan “Me” menunjuk pada individu sebagai objek (Bracken, 1996). Menurut James (dalam Bracken, 1996), “I” sebagai diri yang mengetahui (knower) dan “Me” sebagai diri yang diketahui. “Me” inilah yang selanjutnya disebut sebagai konsep diri. “I” disebut sebagai juga dengan subjective self karena hal inilah yang mengorganisasikan dan menginterpretasikan pengalaman seseorang. Sedangkan “Me” disebut juga

objective self karena merupakan ciptaan dari “I”.

Fitts (dalam Agustiani, 2009), mengemukakan bahwa konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam berinteraksi dengan lingkungan. Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang mengenai dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang dia peroleh dari interaksi dengan lingkungan (dalam Agustiani, 2009). Chaplin (2002) mengartikan knsep diri sebagai evaluasi diri terhadap diri sendiri dan penilaian atau penafsiran mengenai dirinya sendiri oleh individu yang bersangkutan. Deaux, Dane, dan Wrightsman (1993, dalam Sarwono &


(31)

Meinarno, 2009) mengartikan konsep diri sebagai sekumpulan keyakinan, perasaan dan kesadaran seseorang mengenai dirinya. Keyakinan seseorang mengenai dirinya bisa berkaitan dengan bakat, minat, kemampuan, penampilan fisik. Kemudian orang mempunyai perasaan dan kesadaran terhadap keyakinan yang dimilikinya dengan merasa positif atau negatif, bangga atau tidak bangga.

Menurut Noesjirwan (dalam Amaliah, 2012), konsep diri didefinisikan sebagai seluruh pandangan seseorang terhadap dirinya yang meliputi bagaimana seseorang melihat dirinya, pemikiran juga pendapatnya mengenai dirinya sendiri, serta sikap terhadap dirinya. Calhoun dan Acocella (1995) menyatakan bahwa konsep diri merupakan hal-hal yang penting bagi seorang individu untuk menentukan bagaimana seseorang bertindak dari berbagai situasi.

Berdasarkan beberapa teori mengenai konsep diri tersebut, dapat disimpulkan bahwa konsep diri merupakan pandangan seseorang mengenai dirinya sendiri secara menyeluruh yang meliputi keyakinan, penilaian dan berkaitan dengan evaluasi terhadap diri sendiri sehingga seseorang secara sadar mengetahui apa yang dilakukan serta bagaimana sikap terhadap dirinya.

2. Dimensi Konsep Diri

Menurut Calhoun dan Acocella (1995), ada 3 dimensi konsep diri, yaitu pengetahuan seseorang tentang dirinya sendiri, pengharapan seseorang akan dirinya, dan penilaian seseorang mengenai dirinya sendiri.


(32)

a. Pengetahuan tentang diri

Individu mengetahui mengenai kuantitas mengenai dirinya, seperti usia, jenis kelamin, suku bangsa dan pekerjaan. Selain itu juga mengetahui kualitas yang ada pada dirinya sendiri, misalnya berpenampilan kurang menarik.

b. Pengharapan akan diri

Pandangan tentang diri seseorang tidak terlepas dari kemungkinan menjadi apa di masa mendatang. Setiap harapan seseorang dapat membangkitkan kekuatan seseorang untuk mencapai harapan di masa depan. Namun setiap orang pada dasarnya memiliki harapan yang berbeda-beda. Singkatnya, setiap individu memiliki pengharapan bagi dirinya sendiri.

c. Penilaian tentang diri

Penilaian tentang diri merupakan hasil evaluasi terhadap diri. Seseorang memberikan evaluasi seberapa besar ia akan menyukai dirinya sendiri. Semakin besar ketidaksukaan terhadap diri saat ini dengan diri ideal, maka akan memunculkan harga diri rendah. Sebaliknya bila seseorang cukup puas dengan diri saat ini, maka mengindikasikan harga diri yang tinggi pula.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa konsep diri memiliki tiga dimensi, yaitu pengetahuan terhadap dirinya, harapan mengenai dirinya sendiri, dan penilaian mengenai diri sendiri. Pengetahuan tentang diri berkaitan dengan dirinya dari segi kualitas maupun kuantitas, seseorang dapat memperoleh pengetahuan dengan


(33)

membandingkan dirinya dengan orang lain. Harapan mengenai diri berkaitan dengan pengharapan seseorang terhadap dirinya di masa mendatang. Sedangkan penilaian akan dirinya dilihat dari diri ideal seseorang dengan diri aktual saat ini.

3. Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri

Burns (1993) menyebutkan bahwa ada lima hal yang mempengaruhi dalam pembentukan konsep diri seseorang. Lima hal tersebut yaitu:

a. Keadaan fisik

Keadaan fisik seseorang dapat mempengaruhi individu dalam menumbuhkan konsep dirinya. Pandangan mengenai tubuh dijelaskan sebagai bentuk evaluasi terhadap diri fisik seseorang.

b. Bahasa

Bahasa merupakan sistem simbol yang digunakan seseorang dalam membentuk koseptualisasi dan verbalisasi. Seseorang menggunakan simbol bahasa untuk proses pembedaan individu satu dengan lainnya. Seseorang menerima informasi dengan memahami apa yang orang lain katakan. Informasi yang didapatkan akan secara konsisten berkembang menjadi bagian dari konsep diri.

c. Umpan balik dari lingkungan

Umpan balik dari lingkungan menjelaskan bagaimana orang lain memberikan pandangan dan penilaian terhadap dirinya. Orang-orang terdekat atau significant others berperan penting dalam mepengaruhi konsep diri seseorang.


(34)

d. Identifikasi

Identifikasi adalah cara yang disadari seseorang dan digunakan dalam berpikir, berperilaku dengan cara yang sama dengan orang lain. Seseorang akan bertindak sejauh mana ia merasa cocok dengan pandangan terhadap dirinya dan persetujuan dari lingkungan mengenai konsep dirinya.

e. Pola Asuh Keluarga

Dalam keluarga, seseorang akan merasakan apakah dirinya dicintai atau tidak, diterima atau tidak, dan berharga atau tidak. Keluarga dipandang sebagai agen sosialisasi pertama bagi seseorang.

4. Jenis-jenis Konsep Diri

Calhoun dan Acocella (1995), konsep diri dibagi menjadi dua, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif.

a. Konsep Diri Positif

Konsep diri positif dapat dikatakan sebagai penerimaan terhadap diri. Seseorang akan memiliki kerendahan hati daripada sikap egois atau keangkuhan. Dengan kata lain, individu dapat menerima dirinya apa adanya. Seseorang yang memiliki konsep diri positif berarti dirinya tahu betul mengenai dirinya. Hal ini memunculkan evaluasi yang positif terhadap diri dan cenderung dapat menerima keberadaan orang lain.

Konsep diri positif mengindikasikan bahwa gambaran tentang diri sesuai dengan kenyataan dirinya (real self). Orang dengan konsep diri positif akan memiliki penghargaan tinggi atas dirinya dan tertuju pada keberhasilan(Susana , et al., 2006). Seseorang dengan konsep diri positif


(35)

akan mampu menghadapi kehidupan di depannya, menganggap bahwa dirinya dapat mencapai segala sesuatu dan memiliki sikap percaya diri.

Ciri lain dari orang dengan konsep diri ini akan mampu menerima kritik dari orang lain, mau mengambil resiko dan mandiri. Selain itu individu dengan konsep diri positif yakin pada kemampuan yang dimilikinya, bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukannya. Seseorang tersebut yakin ia memiliki control diri terhadap peristiwa yang terjadi, sabar terhadap suatu kegagalan dan tahu bagaimana cara untuk menanganinya.

Berdasarkan uraian tersebut, seseorang yang memiliki konsep diri yang positif adalah seseorang yang memahami mengenai dirinya baik mengenai kelebihan maupun kekurangannya. Dengan memahami kelebihan maupun kekurangannya, seseorang akan lebih mampu memberikan evaluasi yang positif mengenai dirinya sesuai dengan realitas sebenarnya.

b. Konsep Diri Negatif

Calhoun dan Acocella (1995), menyebutkan tipe orang seseorang yang memiliki konsep diri negatif, yaitu memiliki pandangan tentang diri yang terlalu stabil, teratur dan dapat dikatakan kaku. Ketika dirinya sudah memandang bahwa dirinya kurang menarik, maka pandangan tersebut akan tetap bertahan dalam jangka waktu yang lama. Tipe lainnya memiliki pandangan mengenai diri yang benar-benar tidak teratur atau tidak memiliki keutuhan dalam dirinya. Seseorang dengan pola yang


(36)

seperti ini tidak benar-benar tahu mengenai dirinya sendiri, siapa dirinya, kekuatan maupun kelemahan dan hal apa yang perlu dihargai di dalam dirinya.

Individu dengan konsep diri negatif akan kurang mampu menerima kritik dari orang lain tentang dirinya, kurang memiliki kemampuan bertahan dalam tekanan ketika mendapatkan kritikan. Seseorang dengan konsep diri negatif memiliki emosi dan kondisi psikologis yang kurang stabil, dan mudah terpengaruh dengan lingkungan. Konsep diri negatif mendorong seseorang untuk harus dicintai dan diperhatikan oleh orang lain. Individu dengan konsep diri negatif akan lebih mudah merasa frustasi dan akan menyalahkan lingkungan atas kekurangan yang terjadi pada dirinya. Seseorang dengan konsep diri negatif lebih bergantung dengan penilaian dan kesan dari orang lain terhadap dirinya.

Dapat disimpulkan bahwa seseorang dengan konsep diri negatif terdiri dari dua tipe dimana seseorang tidak benar-benar tahu mengenai dirinya atau kaku yang tidak mengijinkan penyimpangan terhadap dirinya.

5. Peran Penting Konsep Diri

Konsep diri memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Folker (dalam Burns, 1993) menyebutkan ada tiga fungsi dari konsep diri yaitu:

a. Konsep diri merupakan pemelihara konsistensi internal atau keseimbangan dalam diri seseorang. Manusia memang cenderung untuk bersikap konsisten dengan pandangannya sendiri. Hal ini bisa


(37)

dimaklumi karena bila pandangan, ide, perasaan dan persepsinya tidak membentuk suatu keharmonisan atau bertentangan maka akan menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan.

b. Konsep diri mempengaruhi cara seseorang menginterpretasikan pengalamannya. Pengalaman terhadap suatu peristiwa diberi arti tertentu oleh setiap orang. Seseorang akan memandang dirinya tergantung dari pengalaman yang diperolehnya. Pengalaman-pengalaman tersebut berupa Pengalaman-pengalaman yang positif maupun bersifat negatif.

c. Konsep diri sebagai suatu harapan yang dimiliki seseorang. Setiap

orang mempunyai suatu harapan tertentu terhadap dirinya dan hal itu tergantung dari bagaimana individu itu melihat dan mempersepsikan dirinya sebagaimana adanya.

B. Pembelian Impulsif

1. Pengertian Pembelian Impulsif

Rook (1987), menyatakan bahwa pembelian impulsif merupakan aktivitas pembelian yang dilakukan seseorang yang tidak memiliki perencanaan, pertimbangan dan tidak berdasarkan pada penilaian atau sebuah evaluasi tertentu terhadap produk dan manfaat dari produk yang dibeli. Pembelian impulsif adalah suatu aktivitas yang dilakukan seseorang untuk membeli yang sebelumnya tidak diakui secara sadar dari sebuah pertimbangan membeli yang terbentuk sebelum memasuki toko (Mowen & Minor, 2002). Rook dan Gardner (dalam Lin; Chuang, 2005) mengungkapkan


(38)

bahwa pembelian impulsif merupakan pembelian yang tidak terencanakan dengan pengambilan keputusan yang relatif cepat dan bias subjektif untuk memilih suatu barang. Definisi ini didukung oleh Verplanken dan Herabadi (2001) dengan mengatakan mengenai pembelian impulsif kurang menggunakan rasional dan cenderung dilakukan secara cepat. Gasiorowska (dalam Henrietta 2012), mendefinisikan pembelian impulsif sebagai pembelian yang tidak reflektif, sebenarnya tidak diharapkan pembeli, terjadi secara spontan, dan diiringi dengan munculnya yang mendadak untuk membeli produk-produk tertentu.

Berdasarkan uraian definisi mengenai pembelian impulsif tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelian impulsif merupakan pembelian yang cenderung dilakukan secara tiba-tiba atau bersifat spontan, tidak rasional, dilakukan secara cepat dan tidak reflektif.

2. Aspek-aspek Pembelian Impulsif

Verplanken dan Herabadi (2001), menyebutkan adanya dua aspek dalam pembelian impulsif. Aspek-aspek pembelian impulsif tersebut adalah: a. Aspek Kognitif

Pada aspek kognitif, pembelian impulsif kurang mampu membuat pertimbangan dan perencanaan ketika melakukan kegiatan pembelian. Kurangnya perencanaan maupun pertimbangan ini didasarkan pada tidak adanya evaluasi atas konsekuensi yang akan muncul setelah membeli. Seorang impulsive buyer akan mengabaikan hal-hal yang terjadi di masa


(39)

depan. Pembeli juga akan cenderung enggan untuk memberikan pendapat mengenai kualitas barang yang dibeli.

b. Aspek Afektif

Pembelian impulsif berkaitan dengan pengaruh emosi pembeli, minat dan sikap pembeli terhadap produk tertentu. Mayoritas pembeli melakukan pembelian impulsif didominasi oleh aspek afektif. Pada aspek afektif meliputi dorongan emosional yang cukup kuat, meliputi perasaan senang, bahagia ketika menginginkan suatu barang untuk dibeli serta memiliki kesulitan untuk meninggalkan keinginannya itu. Namun setelah melakukan pembelian, biasanya muncul rasa penyesalan (Rook, 1987; Verplanken & Herabadi, 2001). Afeksi yang bersifat positif cenderung dapat menjadi penyebab awal terjadinya pembelian impulsif (Vohs & Faber, 2007). Konsumen akan merasa bahagia serta gembira ketika menginginkan suatu produk untuk dibeli dan merasa sulit meninggalkan keinginannya tersebut. hal ini mengakibatkan konsumen harus membeli barang tersebut guna memuaskan keinginannya.

Berdasarkan aspek-aspek mengenai pembelian impulsif, dapat disimpulkan bahwa aspek kognitif, adalah ketika seseorang melakukan pembelian impulsif karena kurangnya perencanaan dan pertimbangan sebelum dan pada saat melakukan pembelian. Sedangkan aspek afektif, adalah ketika seseorang melakukan pembelian didasarkan pada emosi, perasaan senang, tertarik dan memiliki dorongan yang kuat untuk membeli produk-produk tertentu.


(40)

3. Faktor yang mempengaruhi pembelian Impulsif

Pembelian impulsif dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor lingkungan dan faktor personal.

a. Faktor lingkungan

Penelitian yang dilakukan oleh Lin dan Chen (2012), mendapatkan bahwa kecemasan terhadap kehidupan sosial mempengaruhi remaja untuk melakukan pembelian secara impulsif. Penilaian yang negatif pada remaja dapat mempengaruhi pembelian impulsif. Hal ini disebabkan karena remaja memiliki ketakutan sendiri ketika dirinya berhadapan dengan teman sebayanya dan mendapatkan penilaian yang negatif. Hal ini diperkuat dimana konformitas remaja perempuan memicu dalam pembelian impulsif.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh (Tendai & Crispen, 2009) menunjukkan bahwa pengaruh gerai toko dan desain dari pertokoan menyebabkan pembelian impulsif semakin meningkat. Tampilan yang menarik memberikan daya tarik untuk seseorang memasuki pertokoan. b. Faktor personal

Faktor personal merupakan faktor yang mempengaruhi pembelian impulsif yang berasal dari dalam diri individu. Penelitian yang dilakukan oleh Gasiorowska (2011), menyebutkan bahwa perempuan memiliki tingkat pembelian impulsif yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Perempuan juga dapat melihat produk-produk di pertokoan lebih lama selama berbelanja. Perempuan pada umumnya memiliki kesenangan


(41)

berbelanja lebih tinggi dan lebih menganggap bahwa berbelanja adalah aktifitas sosial yang wajar dilakukan perempuan.

Lin dan Chuang (2005), menemukan bahwa kecerdasan emosi berpengaruh terhadap pembelian impulsif seseorang. Penelitian yang dilakukannya menunjukkan bahwa orang dengan tingkat control diri dan kecerdasan emosi seseorang memberikan pengaruh terhdap pembelian impulsif. Seseorang yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi akan lebih rendah dalam melakukan pembelian impulsif. Sebaliknya bila kecerdasan emosi seseorang rendah cenderung akan lebih tinggi melakukan pembelian impulsif.

Faktor personal lain yang mempengaruhi pembelian impulsif adalah

mood seseorang. Dorongan mood pembeli mempengaruhi pembelian seseorang. Verplanken dan Herabadi (2001) menyebutkan bahwa perasaan positif biasanya akan lebih mendorong seseorang melakukan pembelian impulsif. Perasaan yang positif tersebut menyangkut perasaan senang, bersemangat dan merasa bahagia ketika melakukan pembelian. Kepribadian seseorang juga dipandang mempengaruhi pembelian impulsif seseorang. Seseorang dalam membeli barang akan menyesuaikan dengan kepribadian yang dimilikinya. Kepribadian merupakan suatu variabel yang sangat berguna dalam menganalisa perilaku konsumen (Mowen & Minor, 2002). Menurut Susana, et al., (2006) menyatakan bahwa konsep diri merupakan inti dari kepribadian seseorang yang menyangkut sikap individu terhadap dirinya baik fisik, dan motivasi individu.


(42)

Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi pembelian impulsif adalah faktor lingkungan dan personal. Faktor lingkungan yang mempengaruhi pembelian impulsif terdiri dari harga, konformitas, dan lingkungan pertokoan. Sedangkan faktor personal terdiri dari mood, jenis kelamin, kontrol diri, kecerdasan emosi dan kepribadian seseorang.

4. Pembelian Impulsif pada Remaja Perempuan

Remaja adalah salah satu bagian terpenting dari sebuah pemasaran karena remaja sering menghabiskan waktunya untuk berbelanja dan cenderung bersama teman-temannya (Lin & Chang, 2005; Lin & Chen, 2012). Remaja biasanya akan berbelanja dengan teman-teman sebayanya. Kondisi seperti ini meningkatkan pembelian impulsif remaja karena adanya ketakutan untuk dinilai negatif oleh temannya (Lin & Chen, 2012). Remaja perempuan cenderung lebih impulsif daripada remaja pria (Lin & Lin, 2005; Pantecost & Andrew, 2010) yang dikarenakan remaja perempuan memiliki intensitas kegiatan yang lebih dekat dengan pembelian yang lebih intens. Remaja perempuan lebih signifikan melakukan pembelian yang bersifat impulsif dan melihat produk lain selama berbelanja daripada remaja laki-laki. Remaja perempuan cenderung menganggap wajar bahwa kesenangan dalam berbelanja wajar dialami oleh perempuan daripada laki-laki (Gasiorowska, 2011).

Dapat disimpulkan bahwa remaja perempuan cenderung melakukan pembelian bersama teman-temannya dan hal tersebut meningkatkan


(43)

kecenderungan untuk membeli secara impulsif. Remaja perempuan juga juga memiliki aktivitas membeli lebih dekat daripada remaja laki-laki dan demi mencari sensasi saja.

C. Remaja Perempuan

1. Definisi Remaja Perempuan

Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju kedewasaan. Masa remaja termasuk dalam masa perkembangan yang dilihat baik dari aspek biologis, genetik, lingkungan dan pengalaman berinteraksi dengan keluarga dan teman. Perkembangan masa remaja melibatkan perubahan yang besar di bagian fisik biologis, kognitif dan sosio emosi. Masa tersebut berlangsung dari masa remaja dimulai sampai masa akhir remaja (Santrock, 2002, 2007: Papalia, Old, Feldmen, 2009).

Remaja dengan kata lain adolescence (Ali & Astori, 2009), mengartikan remaja sebagai masa dimana seseorang mengalami pertumbuhan untuk mencapai kematangan. Masa remaja merupakan masa disaat seseorang dipenuhi dengan segala macam perubahan dan terkadang menjadi masa tersulit dalam kehidupan manusia. Tugas perkembangan utama remaja adalah mempersiapkan diri memasuki masa dewasa dan ditandai dengan masa pubertas (Larson et al., 2002; Sarigiani & Peterson, 2002; dalam Santrock, 2007).

Santrock (2002), masa remaja dibagi menjadi masa awal remaja dan akhir remaja. Masa remaja berlangsung antara umur 10 hingga 21 tahun. Awal remaja dimulai ketika seseorang berumur 10 sampai dengan 13 tahun.


(44)

Sedangkan akhir remaja berlangsung antara 18 tahun sampai dengan 21 tahun. Ali dan Astori (2009), juga mengemukakan hal yang sama bahwa remaja akhir dimulai umur 17 atau 18 tahun sampai dengan 21 atau 22 tahun.

Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang disetai perubahan fisik, kognitif dan sosio emosinya. Masa remaja dimulai dari umur 13 sampai 21 tahun dan dibagi menjadi masa awal remaja (10-13 tahun) dan remaja akhir (18-21 tahun).

2. Tahap-tahap perkembangan Remaja Perempuan

Sullivan (dalam Alwisol, 2004) menyebutkan dan membagi masa remaja menjadi dua masa, yaitu remaja awal dan remaja akhir. Hal yang sama dikatakan oleh Santrock (2007), yang membagi masa remaja menjadi masa remaja awal dan masa remaja akhir.

a. Masa Remaja Awal

Masa remaja awal (early adolescence) berlangsung kurang lebih di masa sekolah menegah pertama atau sekolah menengah akhir atau berkisar 10 sampai 13 tahun. Di masa ini perubahan pubertal dimulai juga pada masa ini. Sullivan (dalam Alwisol, 2009) menganggap masa remaja awal merupakan masa perkembangan kepribadian. Sullivan juga menambahkan bahwa masa remaja ingin membutuhkan afeksi dari orang lain dan pengharghaan dari teman-teman sebayanya dalam pergaulan.


(45)

b. Masa Remaja Akhir

Remaja akhir kurang lebih berlangsung pada pertengahan dasawarsa yang kedua dari kehidupan. Remaja yang dikategorikan sebagai remaja akhir berusia antara 18 sampai 21 tahun. Karakteristik yang muncul dalam remaja akhir berupa minat mengenai karir, pacaran, dan eksploitasi mengenai identitas diri atau konsep dirinya lebih menonjol daripada masa remaja awal (Santrock, 2007).

Eksplorasi mengenai diri identitasnya dilakukan untuk lebih menunjukkan keberadaan dan siapa dirinya. Masa remaja akhir cenderung lebih bisa menentukan pilihan yang dirasa paling tepat bagi dirinya. Pengambilan keputusan dengan tepat dan secara bertanggung jawab menjadi ciri remaja akhir. Santrock (2002) mengatakan bahwa remaja akhir memiliki pengambilan keputusan yang lebih baik dari pada remaja awal.

Dari tahapan perkembangan remaja, dapat disimpulkan bahwa terdapat dua tahap perkembangan remaja, yaitu masa remaja awal dan masa remaja akhir. Perkembangan remaja perempuan sama dengan perkembangan remaja pada umumnya.

3. Aspek-aspek Perkembangan Remaja Perempuan

a. Perkembangan Fisik

Perkembangan fisik pada remaja dapat secara nyata dilihat dan diawali pada masa pubertas. Perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada remaja perempuan adalah bertambahnya tinggi badan, berat badan yang naik,


(46)

tumbuhnya payudara, menstruasi, tumbuhnya rambut halus pada beberapa bagian tubuh dan produksi keringat yang meningkat. (Gunarsa, 1981; Papalia, Old & Feldmen, 2009). Sedangkan perubahan fisik pada laki-laki ditandai dengan perubahan suara yang lebih besar, tumbuhnya jakun, dada lebih bidang, masa otot bertambah dan tumbuhnya kumis (Santrock, 2002). Adanya perubahan fisik tersebut menyebabkan remaja semakin memperhatikan penampilan fisiknya.

b. Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif remaja ditandai dengan meningkatnya proses berpikir yang idealistik, abstrak dan logis. Ketika memasuki transisi ini, remaja akan merasa lebih egosentris, merasa tak terkalahkan, memandang dirinya sedang berada dalam panggung, ingin diperhatikan dan unik, Santrock (2007). Ketika seorang remaja berpikir demikian, maka remaja mencoba untuk memproses berbgai informasi yang ada diluar dirinya agar dapat pengetahuan yang lebih kompleks. Hal ini dilakukan agar remaja dapat melakukan pengambilan keputusan secara tepat.

c. Perkembangan Sosioemosi

Perkembangan sosioemosi yang berlangsung dimasa remaja meliputi tuntutan untuk menjadi mandiri, konflik dengan orang tua dan keinginan untuk lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman-teman sebayanya. Selain itu remaja akan lebih mencoba membangun relasi yang intim dengan teman sebaya sebagai bentuk membuka diri (Santrock, 2007).


(47)

Hal lain, (Rochmah, 2005) remaja kurang memiliki pengelolaan emosi yang kurang stabil. Dalam keadaan emosi yang gembira, dapat secara tiba-tiba berubah menjadi sedih dan dapat menjadi ragu terhadap dirinya sendiri. Remaja cenderung membuat keputusan yang lebih didasarkan pada situasi emosinya.

Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa remaja memiliki tiga aspek perkembangan fisik, kognitif dan sosioemosi yang melekat pada kehidupannya. Setiap aspek mempunyai pengaruh terhadap perilaku yang dilakukan.

D. Dinamika Hubungan Konsep Diri Dan Pembelian Impulsif Pada Remaja Perempuan

Menurut Verplanken dan Herabadi (2001), pembelian impulsif dapat dipengaruhi oleh konformitas, harga, lingkungan toko, usia, jenis kelamin, kondisi perasaan, kontrol diri dan kepribadian. Salah satu unsur inti dari kepribadian adalah konsep diri. Konsep diri sebagai penentu bagaimana seseorang bersikap dan berperilaku (Fitts, dalam Agustiani 2009). Konsep diri berperan sebagai kerangka acuan untuk menentukan sikap seseorang dalam situasi tertentu. Susana, et al., (2006) juga menyatakan bahwa konsep diri menyangkut pandangan individu mengenai fisik, karakteristik dan motivasi seseorang dalam berperilaku.

Menurut Santrock (2007), pematangan konsep diri merupakan hal penting dalam perkembangan remaja berkaitan dengan perkembangan fisik kognitif remaja. Masa remaja mempunyai dua fase dari masa remaja awal


(48)

hingga remaja akhir. Masa remaja adalah masa yang unik dalam kehidupan. Remaja adalah masa dimana banyak perubahan yang terjadi pada diri seorang remaja. Remaja memiliki ciri tersendiri dalam perkembangannya. Perubahan-perubahan yang terjadi pada remaja meliputi Perubahan-perubahan fisik, kognitif dan sosioemosi (Santrock, 2007). Perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada remaja mendorong remaja untuk lebih memperhatikan daya tarik fisiknya terkait dengan penilaian orang lain (Santrock, 2002). Keadaan ini dilihat sebagai hal penting yang akan menimbulkan perasaan tidak puas, kurangnya percaya diri dan rendahnya harga diri pada remaja (Papalia, Old & Feldmen, 2009). Keadaan ini juga didukung dengan kondisi sosioemosi remaja yang belum memiliki pengelolaan emosi yang stabil yang mempengaruhi pengambilan keputusan yang cenderung berdasarkan kondisi emosionalnya (Rochmah, 2005). Salah satu hal yang terjadi terkait pengambilan keputusan yang kurang matang adalah dalam hal pembelian barang. Remaja dapat melakukan banyak pembelian barang untuk diterima di lingkungan teman-temannya (Sitohang, 2009).

Menurut Lin dan Chen (2012), remaja merupakan bagian terpenting dalam penjualan berbagai macam produk. Kondisi ini memungkinkan remaja dapat mengalami pembelian yang tidak terencanakan dan bersifat spontan atau yang sering disebut pembelian impulsif. Menurut Mowen dan Minor (2002), remaja sering melakukan pembelian yang tidak direncanakan. Wood (dalam Henrietta, 2012) juga mengatakan bahwa pembelian impulsif cenderung naik ketika umur 18-39 tahun. Dalam hal ini mahasiswa termasuk dalam rentang


(49)

usia tersebut dan masuk dalam kategori remaja akhir yang rentan melakukan pembelian impulsif.

Engel (1994) memaparkan bahwa perilaku konsumen dalam melakukan pembelian dipengaruhi oleh konsep diri seseorang. Seseorang dengan konsep diri yang positif mampu memahami dirinya dengan baik mengenai kelebihan maupun kekurangannya (Calhoun & Acocella 1995). Dengan memahami kelebihan maupun kekurangannya, seseorang akan lebih mampu memberikan evaluasi yang positif mengenai dirinya sesuai dengan realitas sebenarnya. Dengan kata lain seseorang akan lebih bisa menerima dirinya secara positif, tidak cemas akan penilaian orang lain dan tidak perlu melakukan pembelian berbagai macam produk demi diterima orang lain (Sitohang, 2009). Sedangkan seseorang dengan konsep diri yang negatif akan lebih sensitif dengan kritik orang lain terhadap dirinya baik mengenai penampilan maupun hal lain. Selain itu, seseorang dengan konsep diri negatif memliki harapan untuk diterima dan dicintai orang lain. Hal ini mendorong seseorang untuk melakukan berbagai macam pembelian demi menutupi kekurangannya terkait dengan kondisi psikologis yang tidak stabil. Dari uraian tersebut, dapat dikatakan bila seseorang memiliki konsep diri yang cenderung positif maka tidak berusaha untuk melakukan berbagai macam pembelian. Berbeda dengan seseorang dengan konsep diri negatif, maka pembelian impulsif cenderung tinggi.


(50)

E. Bagan Hubungan Konsep Diri Dan Kecenderungan Pembelian Impulsif Pada Remaja Perempuan

Gambar 1. Bagan dinamika hubungan konsep diri terhadap pembelian impulsif pada remaja

KONSEP DIRI

Konsep Diri Positif Kontrol diri yang baik, gambaran diri

baik, harga diri tinggi, emosi yang

stabil.

Konsep Diri Negatif Emosi yang tidak stabil, kontrol diri

kurang baik, gambaran diri buruk,

harga diri rendah

Mampu menerima diri dengan baik

Kurang menerima diri Pembelian Impulsif rendah Pembelian Impulsif tinggi Tidak tergoda mencoba membeli berbagai barang Mencoba berbagai macam barang untuk menutupi kekurangan


(51)

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan negatif antara konsep diri dengan pembelian impulsif. Semakin positif konsep diri yang dimiliki maka semakin rendah pembelian impulsif yang terjadi. Sebaliknya, semakin negatif konsep diri, maka semakin tinggi tingkat pembelian impulsif yang terjadi.


(52)

31 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dengan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja ini menggunakan metode penelitian kuantitatif korelasional. Menurut Azwar (2009), penelitian korelasional bertujuan menyelidiki hubungan antara suatu variabel dengan variabel lain yang berdasarkan koefisien korelasi.

B. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel tergantung:

Variabel bebas (X) : konsep diri

Variabel tergantung (Y) : kecenderungan pembelian impulsif

C. Definisi Operasional 1. Konsep Diri

Konsep diri adalah pandangan mahasiswa perempuan mengenai dirinya sendiri secara menyeluruh yang meliputi keyakinan, penilaian dan berkaitan dengan evaluasi terhadap diri sendiri, sehingga mahasiswa perempuan secara sadar mengetahui apa yang dilakukan serta bagaimana sikap terhadap dirinya. Konsep diri diukur dengan menggunakan skala pengukuran psikologis yang disusun berdasarkan dimensi konsep diri yang terdiri dari pengetahuan, harapan, dan penilaian diri. Semakin tinggi skor


(53)

konsep diri yang diperoleh menunjukkan semakin positif konsep dirinya. sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh dari konsep diri menunjukkan semakin negatif konsep diri subjek penelitian.

2. Kecenderungan Pembelian Impulsif

Pembelian impulsif adalah pembelian yang cenderung dilakukan oleh mahasiswa perempuan secara tiba-tiba atau bersifat spontan, tidak rasional, dilakukan secara cepat dan tidak reflektif. Dalam pembelian impulsif memiliki dua aspek yang meliputi, yaitu aspek kognitif dan aspek afektif.

Pada aspek kognitif, seseorang yang melakukan pembelian impulsif kurang mampu dalam mempertimbangkan dan melakukan perencanaan ketika melakukan pembelian. Aspek afektif menjelaskan bahwa pembelian impulsif dilakukan karena seseorang memiliki perasaan senang, bahagia maupun rasa bersalah setelah melakukan pembelian.

Pembelian impulsif diukur mengunakan skala kecenderungan pembelian impulsif berdasarkan kedua aspek tersebut. Semakin tinggi skor kecenderungan pembelian impulsif yang dimiliki, maka kemungkinan besar terjadinya pembelian impulsif. Sebaliknya, semakin rendah skor kecenderungan pembelian impulsif yang dimiliki, semakin rendah kemungkinan seseorang melakukan pembelian impulsif.

D. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa perempuan yang berumur 18-21 tahun. Dalam rentang umur tersebut termasuk dalam usia


(54)

remaja akhir (Santrock, 2007). Jenis penelitian sampel dalam penelitian ini adalah non-probability sampling yang berarti tidak semua populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel. Teknik pengambilan sampel menggunakan convenience sampling yaitu teknik penarikan sampel yang didasari pada kemudahan menemukan sampel (Purwanto & Sulistyastuti, 2007). Sampel yang digunakan oleh peneliti adalah mahasiswa perempuan Universitas Sanata Dharma.

E. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penyebaran skala konsep diri dan skala kecenderungan pembelian impulsif. Skala terdiri atas beberapa pernyataan yang ditujukan kepada subjek penelitian. Adapun rincian skala tersusun sebagai berikut:

1. Skala Konsep Diri

Pembuatan skala konsep diri ini dibuat berdasarkan pada tiga dimensi konsep diri menurut Calhoun dan Acocella. Tiga dimensi tersebut adalah: pengetahuan, harapan, dan penilaian. Skala yang digunakan merupakan bentuk model penskalaan model Likert yang terdiri dari pernyataan favorabel dan unfavorabel dengan empat alternatif jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Pemilihan berdasarkan tingkat kesesuaian ini bertujuan agar subjek akan mempertimbangkan sejauh mana isi pernyataan dalam skala konsep diri dan benar menggambarkan keadaan dirinya melalui perilakunya (Azwar, 2012). Skala ini tidak menggunakan alternatif pilihan jawaban netral dengan tujuan


(55)

agar menghindari kencenderungan subjek memilih kategori tengah demi mencari aman (Supratiknya, 2014).

Tabel 1.

Penskoran Jawaban Skala Konsep Diri Jawaban Item Sangat Sesuai (SS) Sesuai (S) Tidak Sesuai (TS) Sangat Tidak Sesuai (STS)

Favorabel 4 3 2 1

Unfavorabel 1 2 3 4

Pada skala konsep diri peneliti membuat 60 item yang terdiri dari 20 item dimensi pengetahuan diri, 20 item harapan diri, 20 item penilaian tentang diri.

Tabel 2.

Distribusi Item Skala uji Coba Konsep Diri

Dimensi Item Jumlah

Favorabel Unfavorabel Pengetahuan Diri 1, 2, 5, 6, 9, 10,

12, 17, 18, 20

3, 4, 7, 8, 11, 13,

14, 15, 16, 19 20 Harapan Diri 21, 24, 27, 28, 29,

31, 33, 34, 36, 39

22, 23, 25, 26, 30,

32, 35, 37, 38, 40 20 Penilaian Diri 41, 43, 45, 46, 48,

49, 51, 52, 53, 60

42, 44, 47, 50, 54,

55, 56, 57, 58, 59 20

Total 30 30 60

2. Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif

Pembuatan skala kecenderungan pembelian impulsif ini dibuat berdasarkan pada dua aspek pembelian impulsif yang terdiri dari aspek kognitif dan aspek afektif menurut Verplanken dan Herabadi (2001). Peneliti juga menggunakan tipe skala Likert dalam skala kecenderungan pembelian impulsif. Pernyataan yang diberikan dalam item terdiri atas pernyataan favorabel dan unfavorabel. Alternatif pilihan jawaban bergerak dari Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (ST), Sangat Tidak Sesuai (STS).


(56)

Tabel 3.

Penskoran Jawaban Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif Jawaban Item Sangat Sesuai (SS) Sesuai (S) Tidak Sesuai (TS) Sangat Tidak Sesuai (STS)

Favorabel 4 3 2 1

Unfavorabel 1 2 3 4

Pada skala kecenderungan pembelian impulsif peneliti membuat 40 item yang terdiri dari 20 item aspek kognitif dan 20 item dari aspek afektif dalam pembelian impulsif.

Tabel 4.

Distribusi ItemSkala Uji Coba Kecenderungan Pembelian Impulsif

Aspek Item Jumlah

Favorabel Unfavorabel

Aspek Kognitif 4, 13, 18, 19, 24, 26, 27, 36, 37, 39

3, 5, 6, 8, 20, 25, 35,

31, 38, 40 20

Aspek Afektif 1, 9, 12, 17, 22, 23, 28, 29, 34, 32

2, 7, 10, 11, 14,15,

16, 21, 30, 33 20

Total 20 20 40

F. Validitas & Reliabilitas

Supratiknya (2014) menyatakan bahwa tujuan dilakukannya analisis item adalah untuk memeriksa ciri-ciri respon subjek dalam ujicoba terhadap masing-masing item dalam melakukan seleksi item, yaitu memutuskan item mana yang dipandang memenuhi syarat dalam pembuatan bentuk final tes dan item yang harus digugurkan.

1. Validitas

Validitas adalah tingkat kemampuan alat tes mengukur secara tepat dan cermat mengenai apa yang seharusnya diukur (Azwar, 2009). Dalam penelitian ini validitas yang digunakan oleh peneliti adalah validitas isi dengan melalui proses expert judgement dengan melalui proses penilaian


(57)

dosen pembimbing skripsi. Penilaian ini bertujuan untuk melihat kesesuaian item dengan apa yang ingin diukur.

2. Seleksi Item

Proses uji coba dilaksanakan pada tanggal 12 Agustus 2016 dengan menyebar 80 skala konsep diri dan pembelian impulsif. Uji coba ditujukan kepada mahasiswa usia 18-21 tahun Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Setelah melakukan uji coba, peneliti melakukan seleksi item. Uji seleksi dilakukan untuk melihat item mana yang dianggap layak untuk menjadi alat ukur dalam penelitian. Pengujiannya dilakukan dengan cara menghitung koefisien korelasi antara distribusi skor item dengan distribusi skor skala itu sendiri yang akan menghasilkan koefisien korelasi total (Azwar, 2012). Bila item memiliki koefisien korelasi ( ) ≥ 0,30 maka dianggap memiliki daya beda yang memuaskan, sedangkan yang ≤ 0,30 dianggap memiliki daya beda yang rendah.

a. Seleksi Item Konsep Diri

Skala konsep diri meliputi tiga dimensi yaitu dimensi pengetahuan, harapan, dan penilaian. Dari hasil uji coba terdapat 60 item yang dianalisis pada masing-masing dimensinya. Dimensi pengetahuan memiliki daya beda berkisar antara -0,190 hingga 0,646. Dimensi harapan memiliki daya beda berkisar antara 0,394 hingga 0,795. Dimensi penilaian memiliki daya beda berkisar antara 0,195 hingga 0,852.

Berdasarkan seleksi item tersebut diperoleh 51 item yang memiliki daya beda ≥ 0,30 atau terdapat 9 item yang gugur karena daya bedanya


(58)

dibawah ≤ 0,30. Item yang gugur tersebut yaitu item nomor 3, 4, 7, 9, 11, 14, 15, 16, dan 60. Setelah item tersebut digugurkan, dimensi pengetahuan memiliki daya beda berkisar 0,457 hingga 0,690. Dimensi harapan memiliki daya beda antara 0,394 hingga 0,795 dan dimensi penilaian berkisar antara 0,329 hingga 0,868.

Tabel 5.

Distribusi Item Skala Konsep Diri Setelah Uji Coba

Dimensi Item Jumlah

Favorabel Unfavorabel

Pengetahuan Diri

1, 2, 5, 6, 9*, 10, 12, 17, 18, 20

3*, 4*, 7*, 8, 11*, 13, 14*,

15*, 16*, 19 12

Harapan Diri

21, 24, 27, 28, 29, 31, 33, 34, 36, 39

22, 23, 25, 26, 30, 32, 35,

37, 38, 40 20

Penilaian Diri

41, 43, 45, 46, 48, 49, 51, 52, 53, 60*

42, 44, 47, 50, 54, 55, 56,

57, 58, 59 19

Total 28 23 51

Keterangan:

Tanda *: Item gugur

b. Seleksi Item Kecenderungan Pembelian Impulsif

Skala Kecenderungan pembelian impulsif memiliki dua aspek yaitu aspek kognitif dan aspek afektif. Dari hasil uji coba terhadap 40 item, daya beda berkisar antara -0,422 hingga 0,792. Berdasarkan seleksi item terdapat 8 item yang gugur, yaitu 3, 7, 8, 12, 15, 26, 30, 32. Dari item yang gugur diketahui ada tiga item gugur di aspek kognitif dan lima item di aspek afektif. Untuk menyeimbangkan jumlah item dari kedua aspek, maka peneliti melakukan pengguguran item secara manual pada aspek kognitif sebanyak dua item yaitu item nomor 4 dan 31. Setelah mengalami pengguguran item, daya beda skala kecenderungan pembelian impulsif berkisar antara 0,365 hingga 0,801.


(59)

Tabel 6.

Distribusi ItemSkala Kecenderungan Pembelian Impulsif Setelah Uji Coba

Aspek Item Jumlah

Favorabel Unfavorabel

Aspek Kognitif (4), 13, 18, 19, 24, 26*, 27, 36, 37, 39

3*, 5, 6, 8*, 20, 25,

35, (31), 38, 40 15 Aspek Afektif 1, 9, 12*, 17, 22, 23,

28, 29, 34, 32*

2, 7*, 10, 11, 14,15*,

16, 21, 30*, 33 15

Total 16 14 30

Keterangan:

Tanda * : Item gugur

Tanda ( ) : Item yang sengaja digugurkan

3. Reliabilitas

Reliabilitas memiliki arti sejauh mana hasil dari suatu pengukuran dapat dipercaya. Reliabilitas merupakan konsistensi hasil pengukuran apabila prosedur pengetesannya dilakukan berulang kali terhadap populasi atau kelompok (Supratiknya, 2014). Pada penerapannya, koefisien reliabilitas berada pada rentang 0,00 sampai 1,00. Semakin mendekati 1,00 maka realibilitasnya semakin tinggi, begitu pula sebaliknya semakin mendekati 0,00 maka reliabilitasnya semakin rendah.

Teknik reliabilitas yang digunakan adalah Cronbach alpha. Cronbach alpha digunakan karena dinilai mampu dengan tepat mengevaluasi konsistensi internal berkaitan dengan skala yang tidak mengandung jawaban salah atau benar dan tidak ada tingkat kesulitan item (Supratiknya, 2014).

Nilai reliabilitas skala konsep diri sebelum digugurkan pada dimensi pengetahuan 0,731. Dimensi harapan sebesar 0,933 dan dimensi penilaian sebesar 0,924. Setelah melakukan pengguguran item, reabilitas skala konsep


(60)

diri pada dimensi pengetahuan sebesar 0,888. Reliabilitas dimensi harapan sebesar 0,933 dan penilaian sebesar 0,930.

Uji reliabilitas selanjutnya menggunakan penghitungan koefisien

alpha berstrata (

α

s). Koefisien alpha berstrata digunakan untuk mengidentifikasi reabilitas pada pengukuran yang bersifat multidimensional serta mengukur internal konsistensi skala pengukuran yang terdiri dari beberapa subtes (Widhiarso, 2011). Berikut ini adalah rumus untuk melakukan penghitungan koefisien reliabilitas alpha berstrata:

α

s = Keterangan:

= varian butir komponen ke-i = reabilitas komponen ke-i = varian skor total tes

α

s = = 0,971

Berdasarkan penghitungan koefisien alpha berstrata, skala konsep diri memiliki nilai reliabilitas sebesar 0,971 (αstrata = 0,971). Sementara itu, reliabilitas skala pembelian impulsif sebelum melakukan seleksi item sebesar 0,923. Setelah dilakukan pengguguran item, angka reliabilitasnya menjadi 0,947.


(61)

G. Metode Analisis Data 1. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah uji yang dilakukan untuk melihat apakah data penelitian berasal dari distribusi normal atau tidak. Data dari sebuah penelitian dikatakan normal apabila p > 0,05 dan sebaliknya ketika data penelitian memiliki nilai p < 0,05 maka data tersebut dikatakan tidak normal (Santoso, 2010). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis Kolmogorov-Smirnov untuk melihat normalitasnya.

2. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk melihat apakah data mengikuti garis lurus atau tidak. Apabila data mengikuti garis lurus, maka peningkatan atau penurunan kuantitas di satu variabel akan diikuti secara linear oleh peningkatan atau penurunan kuantitas di varibel lain. Data dikatakan linear jika memiliki p <0,05 (Santoso, 2010).

3. Uji Hipotesis

Uji hipotesis akan dilakukan dengan statistik parametrik yaitu Pearson Product Moment bila data yang dihasilkan dalam perhitungan normal. Sebaliknya jika data yang dihasilkan tidak normal, maka uji hipotesis dilakukan dengan Spearman Rho karena teknik tersebut tidak mensyaratkan normalitas data (Santoso, 2010). Pengujian hipoteis korelasi akan dilakukan dengan program SPSS 16.0 For Windows.


(62)

41 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan data dilaksanakan mulai tanggal 1 sampai 4 September 2016 di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Peneliti menyebar skala penelitian ini hanya ditujukan untuk mahasiswa perempuan dengan kisaran umur 18 sampai 21 tahun. Partisipan subjek dalam penelitian ini meliputi prodi Psikologi, Pendidikan Biologi, Pendidikan Fisika, Farmasi, Pendidikan Bahasa Inggris, dan Sastra Asing. Cara yang digunakan peneliti adalah masuk ke dalam kelas untuk menyebarkan skala penelitian. Cara lain yang digunakan untuk mengambil data adalah menitipkan skala penelitian ke kelas-kelas perkuliahan. Peneliti membagikan skala sebanyak 200 eksemplar untuk digunakan dalam penelitian ini.

B. Deskripsi Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa perempuan dengan rentang usia antara 18 tahun sampai 22 tahun.

Tabel 7.

Data Usia Subjek Penelitian

Usia Jumlah

18 25

19 19

20 38

21 18


(63)

C. Deskripsi Data Penelitian

Peneliti melakukan analisis deskriptif untuk melihat mean teoritik dan mean empirik dari subjek penelitian. Subjek penelitian dapat dikatakan memiliki konsep diri yang cenderung positif jika nilai mean empiriknya lebih besar daripada mean teoritik, begitu juga sebaliknya. Ketika subjek penelitian dikatakan memiliki kecenderungan melakukan pembelian impulsif yang tinggi jika nilai mean empiriknya lebih besar dari pada mean teoritiknya.

Tabel 8.

Deskripsi Data Penelitian

Skala X

Minimum

X

Maximal Mean

Standar Deviasi Konsep

Diri 125 210 163,28 15,746

Kecenderungan

Pembelian Impulsif 32 100 65,49 11,451 Kemudian dilanjutkan dengan melakukan perbandingan mean empirik dan mean teoritik pada skala konsep diri dan skala pembelian impulsif. Perbandingan tersebut dapat dilihat dari tabel 9 berikut ini yang berisi mean teoritik, mean empirik, SD teoritik dan SD empirik.

Tabel 9.

Perbandingan Data Teoritis dan Empiris Skala Mean

Teoritik Mean Empirik SD Teoritik SD Empirik Konsep

Diri 127,5 163,28 25,5 15,746

Kecenderungan Pembelian Impulsif

75 65,49 15 11,451

Setelah dilakukan penghitungan mean teoritik dengan cara manual


(64)

Windows, dapat diketahui bahwa pada skala konsep diri mean empiriknya (163, 28) lebih besar dari pada mean teoritik (127,5) dan pembelian impulsif mean empiriknya (65,49) lebih kecil dari pada mean teoritik (75).

Kemudian peneliti melakukan uji one sample t-test terhadap skala konsep

diri dan pembelian impulsif. Tabel 10.

Uji One Sample t-test Skala Konsep Diri One-Sample Test

Test Value = 127.5 T Df Sig.

(2-tailed)

Mean Difference

95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Konsep

Diri

32.135 199 .000 35.780 33.58 37.98

Hasil pengujian One Sample t-Test pada skala konsep diri

menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000 yang menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara mean teoritik dengan mean empiris. Pada tabel 9 dapat dilihat bahwa mean empiris empirik dari konsep diri lebih besar dibandingkan mean teoritik (163,28 > 127,5). Hal ini menunjukkan bahwa subjek dalam penelitian ini memiliki konsep diri yang relatif tinggi.

Tabel 11.

Uji One Sample t-test Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif One-Sample Test

Test Value = 75 t Df Sig.

(2-tailed)

Mean Difference

95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Pembelian


(65)

Hasil pengujian One Sample t-Test pada skala kecenderungan pembelian impulsif menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000 yang menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara mean teoritik dengan mean empiris. Pada tabel 9 dapat dilihat bahwa mean teoritik dari kecenderungan pembelian impulsif lebih besar dibandingkan mean empirik (75 > 65,49). Hal ini menunjukkan bahwa subjek dalam penelitian ini memiliki tingkat kecenderunagn pembelian impulsif yang relatif rendah.

D. Hasil Penelitian 1. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah uji yang dilakukan untuk melihat apakah

data penelitian berasal dari populasi yang sebarannya normal (Santoso, 2010). Uji asumsi normalitas dapat dilakukan dengan menggunakan analisis Kolmogorov-Smirnov di dalam proram SPSS. Jika nilai p lebih kecil dari pada 0,05 maka dapat dikatakan bahwa data tersebut berada secara signifikan serta memiliki sebaran yang tidak normal. Sebaliknya jika nilai p lebih besar dari pada 0,05 maka dapat disimpulkan tidak berbeda secara signifikan dan memiliki sebaran data yang normal (Santoso, 2010).

Tabel 12.

Hasil Uji Normalitas

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic Df Sig. Konsep Diri .053 200 .200* .995 200 .712 Kecenderungan

Pembelian Impulsif


(66)

Berdasarkan hasil uji normalitas tersebut, nilai p skala konsep diri adalah 0,200 dan lebih besar dari 0,05. Hal ini dapat diartikan bahwa data yang didapatkan berbeda secara signifikan dan memiliki sebaran data yang normal. Sedangkan nilai p skala kecenderungan pembelian impulsif adalah 0,044 dan lebih kecil dari 0,05 dan dapat dikatakan bahwa data yang didapatkan berdistribusi tidak normal.

Gambar 2. Grafik Normal Q-Q Plot Konsep Diri

Dari grafik tersebut dapat dikatakan bahwa data yang tersebar mendekati garis normal yang melintang sehingga data tersebut berdistribusi normal.


(67)

Gambar 3. Grafik Normal Q-Q Plot Kecenderungan Pembelian Impulsif

Berdasarkan grafik tersebut, data yang tersebar ada yang menjauhi

garis normal yang melintang sehingga dapat dikatakan bahwa data tersebut berdistribusi tidak normal.

2. Uji Linearitas

Pengujian linearitas dalam penelitian ini menggunakan SPSS 16.00

for Windows. Suatu data dapat dikatakan linear jika p lebih kecil dari 0,05 (p<0,05).

Tabel 13.

Hasil Uji Linearitas

Setelah dilakukan uji linearitas, didapatkan hubungan konsep diri dengan kecenderungan pembelian impulsif dengan nilai p 0,001 sehingga

Sum of

Squares Df

Mean

Square F Sig.

Konsep Diri * Pem- belian Impulsif Between Groups

Combined 11129.367 63 176.657 1.605 .012 Linearity 1261.189 1 1261.189 11.460 .001 Deviation

from Linearity

9868.177 62 159.164 1.446 .039 Within Groups 14966.613 136 110.049


(68)

dapat dikatakan bahwa hubungan konsep diri dan kecenderungan pembelian impulsif linear karena nilai p yang didapatkan lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05).

Gambar 4. Grafik Plot Linearitas

Dari gambar grafik tersebut, dapat dilihat bahwa hubungan linear antara konsep diri dengan kecenderungan pembelian impulsif tidak signifikan karena data yang menyebar dan tidak mengumpul.

3. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis korelasi Spearman rho.

Koefisien korelasi Spearman rho (rx) digunakan apabila data tidak

berdistribusi normal sehingga diperlukan uji non parametrik. Dalam penelitian ini variabel pembelian impulsif memiliki data yang tidak berdistribusi normal, sehingga uji hipotesis dilakukan dengan korelasi Spearman rho.


(69)

Tabel 14.

Hasil Uji Hipotesis

Correlations Konsep Diri Kecenderungan Pembelian Impulsif Spearman's rho

Konsep Diri Correlation Coefficient

1.000 -.215**

Sig. (1-tailed) . .001

N 200 200

Kecenderungan Pembelian Impulsif

Correlation Coefficient

-.215** 1.000

Sig. (1-tailed) .001 .

N 200 200

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

Dengan menggunakan program SPSS 16.00 for Windows, korelasi

Spearman rho menunjukkan bahwa konsep diri berkorelasi negatif dan signifikan dengan kecenderungan pembelian impulsif dengan koefisien korelasi sebesar -0,215. Nilai negatif menunjukkan bahwa kedua variabel mempunyai hubungan korelasi yang negatif. Sarwono (2006) membagi criteria koefisien korelasi sebagai berikut:

Tabel 15

Kriteria Koefisien Korelasi

Koefisien Korelasi Kategori

0,00 Tidak ada korelasi antar dua variable 0,00 – 0,25 Korelasi tidak kuat

0,25 – 0,50 Korelasi cukup 0,50 – 0,75 Korelasi kuat 0,75 – 0,99 Korelasi sangat kuat

1,00 Korelasi sempurna

Berdasarkan kriteria koefisien korelasi, maka -0,215 termasuk dalam korelasi sangat rendah.

E. Pembahasan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dengan kecenderungan pembelian impulsif pada tahap remaja akhir.


(70)

Hasil analisis yang dilakukan dengan menggunakan korelasi Spearman rho menunjukkan korelasi antara konsep diri dengan kecenderungan pembelian impulsif bersifat negatif yaitu dengan nilai r = -0,215 dengan signifikansi p

= 0,001 (p ≤ 0,05). Hal tersebut memiliki arti bahwa hipotesis dalam

penelitian ini diterima. Sifat negatif dari angka koefisien korelasi (r) menunjukkan hubungan negatif atau berbanding terbalik. Semakin positif konsep diri yang dimiliki individu maka kecenderungan pembelian impulsif semakin rendah. Demikian pula sebaliknya, semakin negatif konsep diri maka semakin tinggi kecenderungan seseorang melakukan pembelian impulsif.

Ketika seseorang memasuki masa remaja, seseorang akan menjadi sangat memperhatikan diri dengan adanya perkembangan yang meliputi fisik, kognitif dan sosioemosi (Santrock, 2007). Kecenderungan masa remaja yaitu memiliki minat yang besar akan daya tarik penampilan yang akan mempengaruhi rasa percaya diri, rasa puas terhadap diri, dan perkembangan identitas dari dirinya. Remaja diharapkan untuk dapat mengetahui gambaran mengenai dirinya secara utuh yang berkaitan dengan fisik, sosial dan psikologis. Ketiga hal tersebut mempengaruhi konsep diri seseorang (Santrock, 2007).

Remaja dengan konsep diri yang positif akan yakin terhadap kemampuan dirinya dan menerima keadaan apapun pada dirinya serta tahu betul mengenai dirinya (Calhoun & Acocella, 1995). Subjek dengan konsep diri positif akan memiliki penghargaan tinggi akan dirinya dan mampu


(1)

1.

Uji One Sample t-test Konsep Diri

One-Sample Test

Test Value = 127.5

t Df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Konsep Diri 32.135 199 .000 35.780 33.58 37.98

2. Uji One Sample t-test Kecenderungan Pembelian Impulsif

One-Sample Test

Test Value = 75

t Df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Impulsive


(2)

LAMPIRAN 6


(3)

1. Uji Normalitas

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Konsep_Diri .053 200 .200* .995 200 .712

Impulsive_Buying .064 200 .044 .989 200 .110

a. Lilliefors Significance Correction


(4)

2. Uji Linearitas

ANOVA Table

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

Konsep Diri *

Pembelian Impulsif

Between Groups (Combined) 11129.367 63 176.657 1.605 .012

Linearity

1261.189 1 1261.189 11.46

0 .001

Deviation from

Linearity 9868.177 62 159.164 1.446 .039

Within Groups 14966.613 136 110.049


(5)

LAMPIRAN 7


(6)

1. Uji Hipotesis

Correlations

Konsep_Diri Impulsive_Buying Spearman's rho Konsep Diri Correlation

Coefficient 1.000 -.215

**

Sig. (1-tailed) . .001

N 200 200

Kecenderungan Pembelian Impulsif

Correlation

Coefficient -.215

** 1.000

Sig. (1-tailed) .001 .

N 200 200

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).