PERAN COUNTRY OF ORIGIN REPUTATION PERUSAHAAN, CONSUMER ETHNOCENTRISME, ANIMOSITY DAN TRUST PADA PRODUK BAJAJ INDIA DI PT. BAJAJ MITRA SUKSES ABADI.

(1)

PT. BAJAJ MITRA SUKSES ABADI

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Untuk Menyusun Skripsi S-1 Program Studi Manajemen

Oleh:

Ratna Dewi Is Wulandari 0612010144/FE/EM

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(2)

PT. BAJAJ MITRA SUKSES ABADI

S K R I P S I

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Untuk Menyusun Skripsi S-1 Jurusan Manajemen

Oleh:

Ratna Dewi Is Wulandari 0612010144/FE/EM

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(3)

PT. BAJAJ MITRA SUKSES ABADI

S K R I P S I

Oleh:

Ratna Dewi Is Wulandari 0612010144/FE/EM

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(4)

CONSUMER ETHNOCENTRISME, ANIMOSITY DAN

TRUST PADA PRODUK BAJAJ INDIA DI

PT. BAJAJ MITRA SUKSES ABADI

Disusun Oleh :

Ratna Dewi Is Wulandari 0612010144/FE/EM

Telah Dipertahankan Dihadapan Dan Diterima Oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur

Pada Tanggal 11 Juni 2010 Pembimbing Utama Tim Penguji:

Ketua

Wiwik Handayani, SE, MSi Drs. Ec. Gendut Sukarno, MS

Sekretaris

Drs. Ec. Panji Sugiyono, MM

Anggota

Wiwik Handayani, SE, MSi

Mengetahui Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Dr. H. Dhani Ichsanuddin Nur, MM NIP. 030 202 389


(5)

x

Ratna Dewi Is Wulandari 0612010144/FE/EM

ABSTRAKSI

Pertumbuhan perdagangan internasional dan pembentukan supranasional ekonomi dan politik blok perdagangan telah terasa memperluas kehadiran di pasar produk-produk yang berbeda asal-usul nasional. Hal ini telah merangsang minat dalam menjelaskan peran country of origin dalam pasar domestik dan internasional dan konsekuensi-konsekuensinya pada perilaku konsumen. Keputusan pembelian konsumen dapat menentukan keberhasilan strategi perusahaan di dalam negeri dan pasar luar negeri. Sekarang ini, produk asal dapat membawa suatu hambatan perdagangan barang dan jasa di dalam atau antar negara. Preferensi konsumen untuk produk-produk dalam dan luar negeri dapat dipengaruhi oleh kepercayaan di perusahaan asing, ethnosentrisme konsumen dan perasaan negatif terhadap negara tertentu. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah Consumer Animosity berpengaruh terhadap Consumer Ethnocentrisme, untuk mengetahui apakah Country of Origin Reputation berpengaruh terhadap Consumer Animosity, untuk mengetahui apakah Country of Origin Reputation dan Consumer Animosity berpengaruh terhadap Consumer Trust dan untuk mengetahui apakah Consumer Ethnocentrisme, Consumer Animosity dan Consumer Animosity berpengaruh terhadap Consumer Purchase.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua orang yang datang ke Dealer PT. Bajaj Mitra Sukses Abadi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalm penelitian ini adalah purposive sampling, sehingga sampel yang digunakan adalah 150 orang. Teknik analisis digunakan dalam penelitian ini adalah Structural Equation Modeling (SEM).

Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) diperoleh hasil bahwa Animosity berpengaruh positif terhadap Ethnocentrisme, Animosity berpengaruh negatif terhadap Trust, Animosity berpengaruh negatif terhadap Purchase Intention, Trust berpengaruh positif terhadap Purchase Intention dan Ethnocentrisme berpengaruh negatif terhadap Purchase Intention.

Kata Kunci: country of origin reputation, consumer ethnocentrisme, animosity, trust


(6)

iii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

ABSTRAKSI ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7

2.1. Peneltian Terdahulu ... 7

2.2. Landasan Teori ... 8

2.2.1. Manajemen Pemasaran ... 8

2.2.2. Perilaku Pembelian Terhadap Produk Asing ... 9

2.2.3. Reputasi Country of Origin Reputation ... 13

2.2.3.1. Pengertian Reputasi Country of Origin Reputation ... 13


(7)

iv

2.2.5. Pengertian Animosity ... 20

2.2.5.1. Indikator Animosity ... 21

2.2.6. Pengertian Trust ... 22

2.2.6.1. Indikator Trust ... 23

2.2.7. Pengertian Purchase Intention ... 23

2.2.7.1. Indikator Purchase Intention ... 24

2.2.8. Pengaruh Animosity Terhadap Consumer Ethnocentrisme ... 25

2.2.9. Pengaruh Country of Origin Reputation Terhadap Animosity ... 26

2.2.10.Pengaruh Country of Origin Reputation Terhadap Trust ... 26

2.2.11.Pengaruh Animosity Terhadap Trust ... 28

2.2.12.Pengaruh Consumer Ethnocentrisme Terhadap Purchase Intention ... 30

2.2.13.Pengaruh Animosity Terhadap Phurcase Intention ... 31

2.2.14.Pengaruh Trust Terhadap Purchase Intention ... 31

2.3. Kerangka Konseptual ... 33

2.4. Hipotesis ... 33

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

3.1. Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel ... 34


(8)

v

3.2.1. Populasi ... 37

3.2.2. Sampel ... 38

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 39

3.3.1. Jenis Data ... 39

3.3.2. Pengumpulan Data ... 39

3.4. Teknik Analisis Dan Uji Hipotesis ... 40

3.4.1. Teknik Analisis SEM ... 40

3.4.2. Asumsi Model (Structural Equation Model) ... 42

3.4.3. Pengujian Hipotesis dan Hubungan Kausal ... 44

3.4.4. Pengujian model dengan One-Step Approach ... 44

3.4.5. Pengujian model dengan Two-Step Approach ... 45

3.4.6. Evaluasi Model ... 46

BAB IV PEMBAHASAN ... 51

4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 51

4.1.1. Gambaran Umum PT. Bajaj Mitra Sukses Abadi (BMSA) ... 51

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 54

4.2.1. Deskripsi Karakteristik Responden ... 54

4.3. Deskripsi Karakteristik Responden ... 56

4.3.1. Deskripsi Variabel Animosity (X1) ... 56


(9)

vi

4.3.5. Deskripsi Variabel Purchase Intention (Z) ... 62

4.4. Deskripsi Hasil Analisis Dan Uji Hipotesis ... 64

4.4.1. Uji Normalitas Sebaran dan Linieritas ... 64

4.4.2. Evaluasi atas Outlier ... 65

4.4.3. Deteksi Multicollinierity dan Singularity ... 66

4.4.4. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 67

4.4.5. Pengujian Model Dengan One-Step Approach ... 72

4.4.6. Pengujian Hipotesis dan Hubungan Kausal ... 75

4.5. Pembahasan ... 76

4.5.1. Pengaruh Animosity Terhadap Consumer Ethnocentrisme ... 77

4.5.2. Pengaruh Animosity Terhadap Faktor Trust ... 78

4.5.3. Pengaruh Animosity Terhadap Purchase Intention ... 79

4.5.4. Pengaruh Trust Terhadap Purchase Intention ... 80

4.5.5. Pengaruh Ethnocentrisme Terhadap Purchase Intention ... 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

5.1. Kesimpulan ... 83

5.2. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

vii

Juli-Desember 2009 ... 3

Tabel 3.1. Goodness of Fit Indices ... 47

Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 54

Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 55

Tabel 4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 55

Tabel 4.4. Hasil Jawaban Responden untuk Pernyataan Variabel Animosity (X1) ... 56

Tabel 4.5. Hasil Jawaban Responden untuk Pernyataan Variabel Consumer Ethnocentrisme (X2) ... 58

Tabel 4.6. Hasil Jawaban Responden untuk Pernyataan Variabel Reputation COO (X3) ... 59

Tabel 4.7. Hasil Jawaban Responden untuk Pernyataan Variabel Trust (Y) 61 Tabel 4.8. Hasil Jawaban Responden untuk Pernyataan Variabel Purchase Intention (Z) ... 63

Tabel 4.9. Hasil Pengujian Normalitas ... 65

Tabel 4.10. Hasil Pengujian Outlier Multivariate ... 66

Tabel 4.11. Faktor Loading dan Konstruk dengan Confirmatory Factor Analysis ... 68

Tabel 4.12. Pengujian Reliability Consistency Internal ... 69

Tabel 4.13. Construct Reliability & Variance Extrated ... 71

Tabel 4.14. Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices ... 73

Tabel 4.15. Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices ... 74


(11)

viii

Gambar 4.1. Model Pengukuran Kausalitas One Step Approach ... 73 Gambar 4.2. Model Pengukuran Kausalitas One Step Approach – Modifikasi ... 74


(12)

i

melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “

PERAN COUNTRY OF ORIGIN REPUTATION

PERUSAHAAN, CONSUMER ETHNOCENTRISME, ANIMOSITY

DAN TRUST PADA PRODUK BAJAJ INDIA DI PT. BAJAJ

MITRA SUKSES ABADI

Menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini tidak akan terselesaikan tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP., Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin N, MM., Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Drs. Ec. Gendut Sukarno, MS., Ketua Program Studi Manajemen Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

4. Ibu Wiwik Handayani, SE, MSi sebagai Dosen Pembimbing yang telah mengarahkan dan meluangkan waktu guna membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Seluruh staf Dosen Fakultas Ekonomi UPN “Veteran” Jawa Timur yang telah memberikan ilmunya.


(13)

ii

7. Orang tua saya, Bapak Sugito dan Ibu Istiyah, adik saya Venti Arianty Sagita dan keluarga saya yang selalu memberikan do’a dan restunya kepada penulis. 8. Semua teman-teman yang telah memberikan ilmunya dan do’a restunya

kepada penulis

9. Semua pihak yang telah membantu dan tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terimakasih.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang menbangun akan penulis terima dengan senang hati demi sempurnanya skripsi ini.

Surabaya, Juni 2010


(14)

1 1.1. Latar Belakang Masalah

Perkembangan dunia menuju era globalisasi sekarang ini sangat mempengaruhi kegiatan perekonomian. Globalisasi itu sendiri merupakan sebuah istilah yang berhubungan dengan peningkatan keterkaitan antar negara maupun manusia di seluruh dunia. Globalisasi juga menyatukan unit-unit ekonomi dunia menjadi satu unit-unit ekonomi dunia. Perdagangan dalam era globlaisasi memungkinkan kemudahan antar negara sehingga variasi jenis produk yang beredar di suatu negara menjadi semakin beragam.

Pertumbuhan perdagangan internasional dan pembentukan ekonomi dan politik blok perdagangan telah terasa memperluas kehadiran di pasar produk-produk yang berbeda asal-usul nasional. Hal ini telah merangsang minat dalam menjelaskan peran country of origin dalam pasar domestik dan internasional dan konsekuensi-konsekuensinya pada perilaku konsumen. Country of Origin (COO) merupakan identitas dalam atribut produk yang mempengaruhi evaluasi konsumen dalam mengidentifikasi asal negara suatu produk. Pada perilaku pembelian dalam keputusan pembelian, konsumen dapat menentukan keberhasilan strategi perusahaan di dalam negeri dan pasar luar negeri. Sekarang ini, produk asal dapat membawa suatu hambatan perdagangan barang dan jasa di dalam atau antar negara. Preferensi konsumen untuk produk-produk dalam dan luar negeri dapat dipengaruhi oleh trust di perusahaan asing, consumer ethnocentrisme dan perasaan negatif terhadap negara tertentu.


(15)

Globalisasi telah meningkatkan peluang bagi perusahaan untuk mendistribusikan barang-barang mereka kepada konsumen di seluruh dunia. Pada saat yang sama, konsumen dapat memilih dari berbagai produk dan jasa di hampir semua kategori. Hal ini dapat mengakibatkan konsumen untuk menolak produk asing karena mereka tidak cukup mengenal dengan produk asing dan perusahaan membutuhkan lebih banyak informasi untuk mengurangi ketidakpastian. Country of Origin dapat bertindak sebagai suatu mekanisme yang meratakan kemajuan ketika memutuskan antara produk dan perusahaan-perusahaan dari negara yang berbeda. Ketika konsumen harus mengambil keputusan dalam kondisi informasi asimetris dan rasionalitas terbatas, mereka mungkin akan termotivasi untuk mencari informasi tambahan yang berkaitan dengan produk sebelum membelinya. (Torres dan Gutierrez, 2007:1)

Indonesia sendiri merupakan salah satu dari negara berkembang (World Bank Group, 2006) dimungkinkan memiliki karakter konsumen yang serupa dan produsen di Indonesia juga lebih percaya diri jika menggunakan merek asing (Susanto, 2007). Kecenderungan tersebut menimbulkan juga efek, Country of Origin (COO) karena COO diasosiasikan dengan negara tertentu sebagai produsen.

Variasi tersebut diduga juga akan mempengaruhi proses evaluasi produk dalam hal ini persepsi dan sikap konsumen terhadap suatu produk. Kondisi ini menunjukkan pentingnya untuk melakukan kajian efek merek dalam bahasa lokal dan asing serta COO. Country-of Origin (COO)


(16)

merupakan suatu bentuk identitas dalam atribut produk yang mempengaruhi evaluasi konsumen dalam mengidentifikasi asal negara suatu produk (Thakor dan Pacheco, 1997). Konsumen sering mengasosiasikan suatu perusahaan atau merek tertentu dengan negara tertentu yang merupakan efek dari COO.

Saat ini sudah banyak merek yang ikut bermain di pasar kendaraan bermotor. Persaingan boleh dibilang semakin ketat namun diantara berbagai banyak merek baru yang bermunculan yang paling bersaing tetap dalam produk kendaraan bermotor yaitu Bajaj yang berasal dari India.

Tabel 1.1

Data Penjualan Kendaraan Bermotor Bajaj di Surabaya Bulan Juli-Desember 2009

Bulan Jumlah Penjualan

Target Realisasi Juli 250 210

Agustus 250 176

September 250 168

Oktober 250 185

November 250 165

Desember 250 159

Sumber: PT. Bajaj Mitra Sukses Abadi (Januari 2010)

Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa realisasi penjualan kendaraan bemotor merek Bajaj yang berasal dari negara India mengalami ketidaksesuaian antara realisasi penjualan dengan target penjualan. Hal ini diduga karena negara asal produk tersebut tidak terlalu dikenal oleh masyarakat Indonesia pada umumnya, sehingga mempengaruhi nilai jual produk tersebut di Indonesia meskipun perusahaan tersebut telah berpedoman pada 3 (tiga) nilai dasar (Brand Value) yaitu Innovation, Perfection dan Speed.


(17)

Dari uraian tersebut penelitian ini mengusulkan sebuah model yang mempertimbangkan perspektif konsumen yang berbeda. Seperti yang dikatakan oleh Jin et al. (2006), Balabanis et al. (2002), dan Parameswaran dan Pisharodi (1994), persepsi konsumen dapat dipengaruhi oleh asosiasi Country of Origin dalam bentuk kualitas sinyal (perspektif kognitif), hubungan emosional (afektif perspektif) dan sebuah sinyal yang berkaitan dengan norma-norma sosial dan individu (normatif perspektif). Dari perspektif kognitif, perusahaan country of origin reputation dapat dipahami sebagai isyarat informatif dan dianggap sebagai atribut tambahan kualitas (Ahmed dan d'Astous, 1996). Sehubungan dengan perspektif afektif, penekanannya adalah pada ikatan emosional konsumen terhadap asal-usul geografis suatu produk. Perspektif ini mengusulkan psikologis dan perilaku reaksi asal negara-negara tertentu (seperti persaingan) (Nijssen dan Douglas, 2004). Akhirnya, perspektif normatif berfokus pada hubungan antara sosial dan norma-norma moral dan sikap konsumen (Balabanis et al., 2002).

Berdasarkan keterangan tersebut diatas maka judul dalam penelitian ini adalah: Pembelian produk asing: PERAN COUNTRY OF ORIGIN REPUTATION PERUSAHAAN, CONSUMER ETHNOCENTRISME, ANIMOSITY DAN TRUST PADA PRODUK BAJAJ INDIA DI PT. BAJAJ MITRA SUKSES ABADI.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka perumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah:


(18)

1. Apakah Animosity berpengaruh terhadap Consumer Ethnocentrisme ? 2. Apakah Country of Origin Reputation berpengaruh terhadap Animosity ? 3. Apakah Country of Origin Reputation berpengaruh terhadap Trust ? 4. Apakah Animosity berpengaruh terhadap Trust ?

5. Apakah Consumer Ethnocentrisme berpengaruh terhadap Purchase Intention ?

6. Apakah Animosity berpengaruh terhadap Purchase Intention ? 7. Apakah Consumer Trust berpengaruh terhadap Purchase Intention ? 1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang diajukan, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah Animosity berpengaruh terhadap Consumer Ethnocentrisme.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah Country of Origin Reputation berpengaruh terhadap Animosity.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah Country of Origin Reputation berpengaruh terhadap Trust.

4. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah Animosity berpengaruh terhadap Trust.

5. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah Consumer Ethoncentrisme berpengaruh terhadap Purchase Intention.

6. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah Animosity berpengaruh terhadap Purchase Intention.

7. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah Trust berpengaruh terhadap Purchase Intention.


(19)

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan untuk dapat digunakan :

1. Memberikan informasi dan masukan kepada perusahaan mengenai peran country of origin reputation, animosity dan trust dalam hal ini kendaraan bermotor merek Bajaj dari India.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan serta pengalaman tentang peran country of origin reputation, animosity dan trust serta memberikan informasi bagi pihak-pihak lain yang berkeinginan melakukan penelitian sejenis dengan lebih lanjut.


(20)

7 2.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Nadia Huitzilin Jimenez Torres dan Sonia San Martin Guiterrez (2007) dengan judul The purchase of foreign products: The role of firm’s country-of-origin reputation, consumer ethnocentrism, animosity and trust dan variabel-variabel yang digunakan adalah country of origin reputation, consumer ethnocentrisme, animosity, trust dan purchase intention. Penelitian ini memiliki kesimpulan yakni perusahaan reputasi dan trust konsumen diperlukan untuk membangun hubungan bisnis yang melibatkan konsumen dan perusahaan-perusahaan dari negara yang berbeda, sedangkan animosity dapat memperkuat consumer etnocentrisme, menurunkan niat untuk membeli produk-produk asing dan mengurangi trust di perusahaan asing.

Tidak hanya itu juga terdapat penelitian terdahulu yang dilakuka oleh Citra dan Syahlani (2008) yang memiliki judul Efek merek Domestik dengan Asing dan Informasi country-of-origin terhadap persepsi dan sikap konsumen. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah country-of-origin, Persepsi dan Sikap. Kesimpulan dari penelitian ini adalah produk susu olahan dalam bahasa Inggris dipersepsikan lebih berkualitas dibandingkan dengan merek dalam bahasa Indonesia karena adanya pengaruh country-of-origin.


(21)

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Manajemen Pemasaran

Pemasaran adalah proses sosial yang didalamnya terdapat individu dan kelompok untuk mendapatkan apa yang dibutuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.

Definisi manajerial, pemasaran yang sering digambarkan sebagai “Seni menjual produk”. Peter Drucker, ahli teori manajemen mengatakan sebagai berikut (Sunarto, 2003:7): “Orang dapat mengasumsikan bahwa akan selalu ada kebutuhan akan penjualan. Akan tetapi, tujuan pemasaran bukan untuk memperluas penjualan. Tujuan pemasaran adalah untuk mengetahui dan memahami pelanggan sedemikian rupa sehingga produk atau jasa itu cocok dengan pelanggan dan selanjutnya menjadi dirinya sendiri. Idealnya, pemasaran hendaknya menghasilkan seorang pelanggan yang siap untuk membeli. Semua yang dibutuhkan selanjutnya adalah menyediakan produk atau jasa itu”.

Pemasaran berurusan dengan pengidentifikasian dan pemenuhan kebutuhan manusia. Salah satu definisi paling singkat tentang pemasaran adalah memenuhi kebutuhan dengan cara yang menguntungkan. (Sunarto, 2003:2)

Memahami masalah pemasaran tidak kalah pentingnya dibandingkan memahami masalah-masalah lain, seperti masalah permodalan, personalia maupun pengelolaan kegiatan produksi, apabila seseorang ingin mempelajari kegiatan perusahaan secara menyeluruh.


(22)

Masalah pemasaran ini merupakan salah satu mata rantai yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan-kegiatan perusahaan sehari-hari yang lain. (Asri dan Suprihanto, 1986:177)

Manajemen pemasaran adalah kegiatan menganalisa, merencanakan, mengimplementasi, dan mengawasi segala kegiatan (program) guna mencapai tingkat pemasaran sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Kegiatan utamanya terletak pada merancang penawaran yang dilakukan perusahaan agar dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan pasar dengan menggunakan politik harga, cara-cara komunikasi, cara-cara distribusi, menyajikan informasi, memotivasi dan melayani pasar. (Alma, 2002:86)

2.2.2. Perilaku Pembelian Terhadap Produk Asing

Menurut beberapa penelitian efek berurusan dengan country of origin, telah terfokus pada pengaruh relatif informasi country of origin versus atribut produk lain atau telah dianggap sebagai petunjuk lain (seperti nama merek, harga dan garansi) dengan yang untuk mengevaluasi kualitas produk (Agarwal dan Kamakura, 1999; Tan et al., 2001; Thorelli et al., 1989; Bilkey dan Ness, 1982). Lebih dari itu, studi yang mendefinisikan country of origin sebagai salah satu unsur dari sebuah merek yang mengarah konsumen untuk mengidentifikasi perusahaan dengan domisili country of origin bahkan jika produk dibawah evaluasi tidak dibuat di sana (Ahmed et al., 2004; Thakor dan Kohli, 1996; Jin et al., 2006). Country of origin telah dianggap sebagai "negara pembuatan",


(23)

"negara berkumpul" dan "desain negara" (Han dan Terpstra, 1988; Hamzaoui dan Meruka, 2006; Ahmed dan Astous, 1996; Bilkey dan Nes, 1982 ; Klein et al., 1998). Tetapi dalam semua kasus, hal ini telah dianggap sebagai petunjuk yang mampu meringkas informasi pada produk, merek dan perusahaan-perusahaan dari negara yang berbeda.

Preferensi konsumen untuk produk-produk dari asal negara tertentu dapat merupakan akibat dari beragam alasan: produk ketergantungan, gambaran tentang country of origin, persamaan antar negara, suatu negara tingkat perkembangan dan / atau konsumen keyakinan, stereotip dan pengalaman (Cordell, 1992). keyakinan dan persepsi tentang negara, yang pada gilirannya mempengaruhi evaluasi mereka pada saat pembelian (Hamzaoui dan Merunka, 2006; Tan et al., 2001). Agarwal dan Kamakura (1999) menetapkan bahwa kualitas produk bervariasi dalam negara, dan perbedaan itu konsisten dengan persepsi masing-masing konsumen produk asal. Namun, Agarwal dan Kamakura (1999) menunjukkan bahwa country of origin efeknya berbanding terbalik dengan peningkatan informasi mengenai atribut lainnya. Keputusan untuk membeli produk dipengaruhi dalam cara yang berbeda oleh atribut country of origin. Efek yang dihasilkan oleh country of origin membawa serta konsekuensi yang berbeda untuk setiap konsumen tergantung pada keadaan, waktu pembelian dan jenis produk (Dodds et al., 1991).

Teori sinyal dapat memberikan wawasan tentang peran country of origin reputation sebagai alat yang dapat digunakan perusahaan untuk


(24)

menyampaikan informasi tentang kualitas dan perilaku mereka (Singh dan Sirdeshmukh 2000). Pendekatan ini dapat membantu dalam upaya untuk menghubungkan kesulitan-kesulitan yang mendasari pembelian produk asing dan relevansi country of origin untuk pengambilan keputusan yang efisien.

Teori sinyal menyediakan kerangka kerja untuk mempelajari masalah ketidakpastian konsumen akibat dari informasi perusahaan keuntungan lebih dari konsumen. Teori ini mengusulkan bahwa perusahaan yang produknya unggulan untuk kualitas rata-rata akan mengirimkan sinyal yang kredibel konsumen kemudian digunakan untuk membedakan perusahaan dengan produk-produk berkualitas tinggi (Boulding dan Kirmani, 1993). Sinyal menyebarkan informasi secara diam-diam dan melalui pesan yang eksplisit dalam mengungkapkan informasi mengenai kualitas suatu perusahaan, perilaku masa depan, tujuan, nilai-nilai dan kemampuan (Bergen et al., 1992; Kirmani dan Rao, 2000). Suatu sinyal akan menjadi efisien klasifikasi metode pemecahan masalah di pasar internasional, yang menguntungkan perusahaan berkualitas tinggi tetapi tidak untuk perusahaan berkualitas rendah (Boulding dan Kirmani, 1993). Tidak diragukan lagi teori yang berguna untuk memahami reputasi perusahaan sebagai sinyal yang digunakan untuk menyampaikan informasi pada perusahaan asing untuk konsumen (Bilkey dan Nes, 1982; Ahmed et al., 2004; Teh dan Agarwal, 2000).


(25)

Dalam literatur internasional, asal produk dan efek yang dikaitkan dengan emosi yang berbeda dan normatif variabel yang diambil dari orang lain disiplin ilmu seperti psikologi dan sosiologi (Balabanis et al., 2002), dimana konsep ethnocentrisme dan animosity memiliki akar. Ethnocentrisme ini awalnya digunakan untuk menjelaskan pola-pola perilaku kelompok tertentu dan hubungan antar kelompok.

Menurut Sharma et al. (1995), ethnocentrisme adalah fenomena sosial yang menyiratkan kecenderungan untuk membedakan kelompok, sebuah preferensi untuk hal-hal dari milik salah satu kelompok sendiri dan persepsi dari kelompok itu sebagai superior. Perilaku ini akan mengamankan kelangsungan hidup kelompok dan tidak terbatas pada negara bangsa, melainkan untuk setiap kelompok yang berusaha mempertahankan dan melindungi norma-norma dan nilai-nilai budaya dan identitasnya sendiri.

Animosity adalah sebuah variabel yang baru-baru ini telah dimasukkan ke riset pemasaran dan mengacu kepada konsekuensi ekonomi respons emosional manusia. Konsep animosity diperkenalkan oleh Klein et al. (1998) untuk menggambarkan emosi konsumen negatif yang berkaitan dengan peristiwa animosity internasional antara bangsa-bangsa. Jika konsumen berpikir bangsa asing merusak negara mereka sendiri, mereka akan cenderung untuk menunjukkan animosity terhadap negara tertentu.


(26)

Sifat emosional animosity menunjukkan bagaimana ketegangan internasional dapat berdampak pada hubungan antara orang-orang dari berbagai bangsa. Studi oleh Ettenson dan Klein (2005) menunjukkan bahwa emosi konsumen negatif terhadap suatu negara (animosity) dan konsekuensi yang terkait dengan perilaku politik; konsumen secara tidak langsung protes tentang peristiwa-peristiwa internasional. Baik ethnocentrisme dan animosity mungkin akan memiliki pengaruh pada perilaku konsumen yang didahului dengan aspek kognitif dan afektif (Russell dan Russell, 2006; Balabanis et al., 2002; Ang et al., 2004).

2.2.3. Pengertian Country of Origin Reputation

Country of Origin (COO) merupakan isyarat dalam atribut produk yang mempengaruhi evaluasi konsumen dalam mengidentifikasi asal negara suatu produk. Suatu produk memiliki informasi COO yang disampaikan melalui kemasan, bahan mentah yang khas dari suatu negara, komponen informasi tenpat mendesain, informasi asal usul produk, informasi asal pabrik, simbol-simbol seperti bendera nasional suatu negara, dan semacamnya. Aspek COO tersebut dapat dimanipulasi tanpa mengubah fisik suatu produk. (Arnoud et al, 2005 dalam Citra Syablani, 2008:167)

Konsumen sering mengasosiasikan suatu perusahaan atau merek tertentu dengan negara tertentu yang merupakan efek dari COO. Sikap konsumen terhadap produk tertentu yang diproduksi di negara tertentu bisa


(27)

positif, negatif ataupun netral, tergentung pada persepsi dan pengalaman konsumen.

Kecenderungan umum yang meningkat di pasar global adalah meminjam citra kuat asal usul suatu produk, khususnya dengan menggunakan nama merek. Hal ini dilakukan untuk menambah atau membedakan citra merek yang memiliki sedikit hubungan atau tidak sama sekali dengan asal usul produk dalam bentuk sesuangguhnya.

Efek COO mmepengaruhi penilaian kosnumen atas kualitas dan merek. Konsumen mengevaluasi suatu produk lebih baik apabila produk tersebut berasal atau dibuat dari suatu negara yang memiliki citra dan persepsi positif.

Reputasi adalah variabel yang sangat relevan dalam beberapa konteks (Anderson dan Weitz, 1992; Doney dan Cannon, 1997; Herbig dan Milewicz, 1995). Yang mengungkapkan informasi terkait dengan perilaku perusahaan, sejarah, nilai-nilai, prestise dan karakteristik. Beberapa studi telah menganggap reputasi sebagai komponen dari suatu nilai intangible perusahaan (Habersam dan Piber, 2003; Anderson dan Weitz, 1992). Membangun reputasi yang solid memerlukan investasi yang signifikan dan itu merupakan aset berharga. Bahkan, jika suatu perusahaan tidak melaksanakan suatu kegiatan memuaskan, akibatnya perusahaan dapat kehilangan reputasinya, atau menderita kerugian finansial.

Reputasi adalah suatu sinyal yang menyampaikan informasi pada perusahaan negara dan tindakan mereka dari waktu ke waktu. Herbig dan


(28)

Milewicz (1995:5) mendefinisikan reputasi sebagai perkiraan konsistensi dari waktu ke waktu dari suatu atribut dari suatu entitas.

Konsumen menggunakan reputasi sebagai sarana untuk mengevaluasi produk dan karakteristik dan kemampuan dari perusahaan suatu negara (Jones et al., 1997). Dalam situasi ketidakpastian yang tinggi bila kualitas tidak teramati, dampak positif dari reputasi adalah meningkatkan kemungkinan pembelian dan mengurangi ketidakpastian konsumen (Anderson dan Weitz, 1992). Sinyal memungkinkan konsumen untuk menghukum perusahaan yang gagal untuk memenuhi janji mereka, maka perusahaan dari satu negara tertentu memiliki insentif untuk menciptakan dan mempertahankan reputasi mereka untuk pembuatan produk-produk berkualitas.

Sebuah studi oleh Wang (2005) menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan dengan reputasi tinggi kurang dipengaruhi oleh konsumen 'perasaan nasionalistis. Negara-negara dengan reputasi perusahaan memiliki kemungkinan yang lebih besar berhasil meningkatkan daya saing produk mereka dan mengekspor mereka di pasar internasional (Fernández et al. 2005). Jadi, reputasi perusahaan rendah mungkin akan mencoba untuk menyembunyikan country of origin dan sinyal atribut lainnya (Thakor dan Kohli, 1996), sedangkan yang lain mungkin membentuk suatu label kualitas asing. Namun demikian, jumlahnya terbatas studi empiris yang mengkaji efektivitas perusahaan country of origin reputation sebagai sinyal kualitas (Chisik, 2003; Hong dan Wyer, 1990).


(29)

Sebuah produk country of origin memungkinkan konsumen untuk menyimpulkan informasi tentang produk dan nilai, manfaat, implisit risiko dan hasil di masa depan, khususnya ketika produk tidak diketahui atau sangat sulit untuk mengevaluasi sebelum membeli (Jiménez, 2002). Konsep reputasi country of origin dari produk perusahaan terletak pada persepsi konsumen produk asing. Literatur mengemukakan argumen yang menegaskan keberadaan ide-ide prasangka pada country of origin reputation perusahaan dan pembuatan barang-barang tertentu yang berkualitas rendah (Haucap, 1997; Teh dan Agarwal, 2000). Contoh adalah reputasi yang sangat baik teknologi informasi produk yang diproduksi di Jepang (Srikatanyoo dan Gnoth, 2002).

Country of origin reputation perusahaan menentukan kualitas yang dirasakan rata-rata suatu negara ekspor dan juga jenis barang di mana sebuah bangsa mengkhususkan (Chisik, 2003). Konsumen dapat membedakan produk oleh country of origin reputation akan tetapi mereka mungkin juga generalisasi sikap dan pendapat mereka pada produk suatu negara dan perusahaan atas dasar keakraban, karakteristik umum (misalnya teknologi tinggi, kualitas produk, nilai uang, desain , status dan kredibilitas) dan pengalaman sebelumnya dengan negara asal (Kinra, 2006; Balabanis et al., 2002). Singkatnya, ketika konsumen nyaris tidak akrab dengan produk asal, reputasi merupakan alternatif cara untuk mengevaluasi produk (Bilkey dan Nes, 1982).


(30)

2.2.3.1.Indikator Country of Origin Reputation

Reputation merupakan suatu sinyal yang menyampaikan informasi pada perusahaan negara dan tindakan mereka dari waktu ke waktu. Yang dibentuk 7 indikator (Torres dan Guiterrez, 2007:21), yaitu:

1. Keyakinan bahwa negara dari perusahaan asal inovatif

2. Pendapat bahwa country of origin perusahaan memiliki citra merek yang terhormat

3. Keyakinan bahwa negara asal perusahaan bergengsi 4. Keyakinan bahwa negara asal perusahaan diakui baik

5. Berpendapat bahwa perusahaan-perusahaan negara asal memiliki reputasi buruk di pasar

6. Keyakinan bahwa negara asal perusahaan sering disebutkan dalam media

7. Keyakinan bahwa country of origin perusahaan memiliki reputasi yang lebih baik daripada yang lain

2.2.4. Pengertian Consumer Ethnocentrisme

Consumer Etnocentrisme adalah variabel yang menjelaskan sebagian preferensi untuk suatu produk berdasarkan asal-usulnya. Konsep ethnocentrisme muncul dari studi tentang peristiwa sosial dalam hal kelompok interaksi dan saling keterkaitan. Hal ini sering diterapkan kolektif sosial, sebagai ungkapan sifat manusia yang tampak pada identitas, perlindungan dan pelestarian kelompok. Kelompok referensi adalah kunci untuk mengevaluasi aspek-aspek lain, sehingga karenanya


(31)

mungkin ethnocentrisme dipahami sebagai cara untuk melestarikan budaya kelompok, solidaritas, kerjasama, kesetiaan dan kelangsungan hidup (Caruana, 1996).

Definisi ethnocentrisme ini awalnya diperkenalkan oleh Sumner (1996:13), yang mendefinisikannya sebagai suatu pandangan di mana satu kelompok adalah pusat dari segala sesuatu, dan yang lain akan diberi nilai dengan skala dan referensi. Setiap kelompok memelihara keunggulan tersendiri dan memandang dengan tidak senang pada pihak luar. Perspektif ini dapat membantu untuk menjelaskan sebagian perilaku pembelian konsumen. Konsumen menggunakan perilaku mereka untuk membedakan diri mereka sebagai anggota kolektif sosial (Jin et al. 2006). Akibatnya, konsumen mungkin merasa kewajiban moral untuk melestarikan kesejahteraan kelompok. Shimp dan Sharma (1987:280) mendefinisikan consumer etnocentrisme sebagai sebuah keyakinan yang dipegang oleh konsumen pada kelayakan dan memang moralitas pembelian produk buatan luar negeri.

Consumer ethnocentrisme normatif menyiratkan keyakinan bahwa pembelian produk dalam negeri lebih menguntungkan daripada pembelian impor (Luque-Martinez et al., 2000). Dalam literatur tentang perilaku konsumen, ethnocentrisme dianggap sebagai komponen sikap yang sangat terkait dengan faktor-faktor sosial dan antar-ras (Ouellet, 2007).

Klein dan Ettenson (1999) mengusulkan bahwa orang yang etnosentris percaya bahwa membeli produk asing yang tidak patriotik dan amoral, melukai ekonomi dan dapat mengurangi tingkat kerja (Shimp dan


(32)

Sharma, 1987; Javalgi et al., 2005; Ruyter et al., 1998). Ethnocentrisme memiliki pengaruh negatif pada evaluasi dan niat membeli konsumen, meskipun mungkin berbeda di dalam kebudayaan dan antara negara yang berbeda product of origin (Balabanis dan Diamantopoulos, 2004; Grier et al., 2006). Granzin dan Painter (2001) menegaskan bahwa etnosentrisme menyebabkan kecenderungan konsumen untuk melindungi ekonomi dalam negeri mereka dan untuk membantu pekerja rumah tangga dengan siapa mereka mengidentifikasi. Konsumen yang menampilkan etnosentrisme lebih besar menekankan aspek positif dari produk domestik (Ruyter et al., 1998), dan asumsikan produk domestik lebih unggul daripada produk-produk yang diimpor dari negara lain, daerah dan lintas-asosiasi nasional (Kinra, 2006; Marín, 2005).

2.2.4.1.Indikator Consumer Ethnocentrisme

Consumer ethnocentrisme adalah variabel yang menjelaskan sebagian preferensi untuk suatu produk berdasarkan asal-usulnya.. Yang dibentuk 6 indikator (Torres dan Guiterrez, 2007:21), yaitu :

1. Membeli produk dalam negeri, bukan barang impor

2. Merasa wajib untuk menghindari pembelian produk buatan luar negeri 3. Keyakinan bahwa pembelian produk asing berarti negara-negara lain

akan menjadi kaya sendiri

4. Membeli produk asing akan melukai perekonomian domestik dan menyebabkan pengangguran

5. Preferensi untuk produk domestik meskipun jangka panjang implikasi biaya


(33)

6. Membeli produk asing hanya jika alternatif domestik tidak tersedia 2.2.5. Pengertian Animosity

Animosity didefinisikan oleh Klein et al. (1998:90) sebagai sikap antipati untuk berhubungan dalam bidang politik, atau ekonomi yang dapat mempengaruhi perilaku pembelian konsumen di pasar internasional.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Russell (2006) menekankan bahwa definisi yang dikemukakan oleh Klein tersebut membatasi diri dlam kegiatan ekonomi atau peristiwa politik. Namun, apapun yang sedang berlangsung dapat memicu respons emosional negatif. Saat ini, banyak sekali konflik yang terjadi di seluruh dunia dan ketegangan yang mungkin ada antara bangsa-bangsa dengan alasan yang berbeda (Wang, 2005).

Animosity dapat memicu berbagai variasi antara konsumen di berbagai negara dan wilayah yang mungkin terhadap beberapa negara dengan berbagai alasan yang berbeda. Dengan demikian, Riefler dan Diamantopoulos (2007:104), memberikan perhatian kepada konsekuensi operasional dari definisi aslinya, yang menggambarkan animosity sebagai sikap antipati yang berasal dari sejarah tertentu atau peristiwa yang sedang berlangsung.

Penerapan animosity mungkin berlaku untuk menjelaskan animosity tidak hanya di banyak negara, tetapi juga dalam konteks geografis lain seperti daerah-daerah, masyarakat, otonom atau sub-zona tertentu. Animosity antar daerah dapat hadir dalam batas-batas nasional


(34)

dan telah disebut sebagai "daerah permusuhan" oleh Shimp et al., (2004). Ouellet (2007) menegaskan adanya animosity antara kelompok-kelompok penduduk di dalam suatu negara. Walaupun, belum ada penelitian telah ditemukan bukti keberadaan kelompok animosity di suatu negara. Dalam pengertian ini, sebuah studi yang dilakukan oleh Ang et al. (2004) menunjukkan bagaimana konsumen mungkin mengalami kebencian terhadap dua negara yang berbeda (Jepang dan Amerika Serikat) dan dapat bervariasi di antara negara (Thailand, Indonesia, Korea, Singapura dan Malaysia).

Konsep animosity mengandaikan adanya kontribusi baru ke pengetahuan tentang perilaku konsumen. Sebuah studi oleh Klein et al. (1998), mendefinisikan konsep animosity adalah orang pertama yang berhubungan dengan ketegangan antara bangsa-bangsa dalam perilaku pembelian konsumen yang terdiri dari kebencian, dan persaingan ekonomi global. (Russell dan Russell, 2006; Nijssen dan Douglas, 2004; Fernández et al., 2001; Klein et al., 1998; Ettenson dan Klein, 2005).

2.2.5.1.Indikator Animosity

Animosity merupakan sikap antipati berhubungan dengan sesuatu. Yang dibentuk 5 indikator (Torres dan Guiterrez, 2007:21), yaitu :

1. Merasa antipati terhadap negara tertentu

2. Menghindari orang-orang dari negara tertentu jika memungkinkan 3. Tidak menyukai orang-orang dari negara tertentu

4. Merasa kewajiban untuk tidak menyukai orang-orang dari negara tertentu 5. Keengganan untuk terkait dengan negara tertentu


(35)

2.2.6. Pengertian Trust

Trust adalah sebuah variabel yang memainkan peran yang sangat penting dalam hubungan (Morgan dan Hunt, 1994; Sirdeshmukh et al., 2002; Harris dan Goode, 2004; Moorman et al., 1993; Anderson dan Weitz, 1989). Hunt et al. (2006) mengkategorikan pertukaran jangka panjang antara perusahaan dan pelanggan akhir sebagai bentuk hubungan pemasaran yang berusaha untuk mengembangkan, membangun dan mempertahankan pertukaran relasional yang sukses. Sirdeshmukh et al. (2002) dan Kalwani dan Narayandas (1995) yang menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang membentuk pertukaran relasional dan mengembangkan trust mencapai keunggulan kompetitif, kinerja keuangan yang superior, tingkat kepuasan konsumen yang lebih besar dan loyalitas. Lebih jauh, motivasi untuk terlibat dalam pertukaran relasional dengan perusahaan menyiratkan manfaat yang diperoleh dari menjalin hubungan dengan terpercaya dan mitra non-oportunistik (Morgan dan Hunt, 1994; Kalwani dan Narayandas, 1995).

Trust adalah faktor yang dikaitkan dengan sukses membangun pertukaran hubungan, hal tersebut merupakan harapan yang menghasilkan manfaat dan menurunkan ketidakpastian konsumen (Morgan dan Hunt, 1994; Crosby et al., 1990; Teo dan Liu, 2007; Gruen, 1995). Sejalan dengan Ganesan (1994); Rousseau et al. (1998); Anderson dan Weitz (1989), memahami trust sebagai kesediaan konsumen untuk menjadi


(36)

percaya bahwa mitra pertukaran yang dipilih (perusahaan) akan bertindak dalam kepentingan konsumen dan akan bertindak secara bertanggung jawab dengan integritas. Menurut Moorman et al. (1993), menunjukkan trust bergantung pada integritas perusahaan, kejujuran, kesediaan untuk bekerja sama, kehandalan dan kompetensi.

2.2.6.1.Indikator Trust

Trust merupakan harapan yang menghasilkan manfaat dan menurunkan ketidakpastian konsumen. Yang dibentuk 6 indikator (Torres dan Guiterrez, 2007:21), yaitu :

1. Pemenuhan janji-janji oleh perusahaan

2. Keyakinan bahwa perusahaan melakukan transaksi jujur

3. Keyakinan bahwa perusahaan akan bertindak dalam kepentingan terbaik konsumen

4. Pendapat bahwa perusahaan peduli terhadap kepuasan konsumen

5. Keyakinan bahwa perusahaan-perusahaan negara itu memberikan informasi yang rinci dan jujur

6. Kepercayaan dalam kapasitas teknik dari perusahaan asal negara tersebut

2.2.7. Pengertian Purchase Intention

Purchase intention adalah kesediaan konsumen untuk membeli produk tertentu (Doods et al., 1991; Grewal et al., 1998). Psikologi sosial menunjukkan bahwa niat harus menjadi alat prediksi terbaik perilaku


(37)

individu, karena minat pembelian konsumen mencerminkan ekspresi sendiri pembelian probabilitas, terlepas dari faktor-faktor relevan lainnya yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen dan keputusan konsumen (Young et al., 1998). Para peneliti telah menggunakan sebagian besar variabel ini sebagai anteseden dari perilaku karena menyederhanakan pengukuran perilaku, terutama jika kesulitan dalam mengamati proses pembelian setiap orang (Chandon et al., 2005; Young et al., 1998 ; Newberry et al., 2003); bagaimanapun, setiap prediksi perilaku konsumen yang didasarkan pada purchase intention masih jauh dari sempurna.

Beberapa penelitian telah mencatat perbedaan antara niat dan perilaku (Newberry et al., 2003; Bemmaor, 1995 Young et. Al, 1998). Konsumen di berbagai negara memberikan prioritas berbeda untuk faktor-faktor yang mempengaruhi purchase intention (Lee dan Green, 1991). Sebuah studi oleh lebih baru Chandon et al. (2005) mengukur purchase intention konsumen terhadap bahan makanan, mobil dan laptop. Kesimpulan mereka memberikan bukti yang menunjukkan bahwa semakin kuat purchase intention konsumen, semakin besar kemungkinan konsumen membeli produk yang dievaluasi.

2.2.7.1.Indikator Purchase Intention

Purchase intention merupakan kesediaan konsumen untuk membeli produk tertentu, yang memiliki 6 indikator (Torres dan Guiterrez, 2007:21), yaitu :


(38)

1. Menolak kemungkinan untuk membeli 2. Kemungkinan untuk membeli

3. Menerima ide untuk membeli 4. Kesediaan untuk membeli 5. Akan menghindari membeli 6. Akan mempertimbangkan membeli

2.2.8. Pengaruh Animosity Terhadap Consumer Ethnocentrisme

Konsumen yang menolak ide untuk membeli suatu produk tertentu mungkin karena keinginan membeli suatu produk asing lainnya. Namun, animosity dapat berpotensi meningkatkan ketidakpastian dan ketidakpercayaan mengenai perusahaan dan produk asing. Ketika sikap negatif konsumen timbul terhadap benda-benda, orang, ide-ide atau produk dari satu negara tertentu ke yang lain, maka animosity mungkin sebenarnya meningkatkan consumer ethnocentrisme (Torres dan Gutierrez, 2007:9)

Klein et al. (1998) dan Shankarmahesh (2006) telah mendefinisikan animosity adalah variabel penting untuk dipertimbangkan ketika mempelajari evaluasi konsumen produk asing, terutama jika itu dapat memperkuat consumer ethnocentrisme. Temuan Nijssen dan Douglas (2004) secara empiris mengkonfirmasi bahwa animosity mampu meningkatkan consumer ethnosentrisme konsumen di negara-negara di dunia.


(39)

2.2.9. Pengaruh Country of Origin Reputation Terhadap Animosity

Isyarat informasi yang berkaitan dengan atribut produk bisa mengaktifkan perasaan dendam karena mereka dapat merangsang subyektif persaingan terhadap suatu negara (Russell, 2006). Makalah penelitian Russell (2006) menggambarkan bagaimana country of origin mempengaruhi persepsi persaingan konsumen. Menurut Bagozzi (1992), evaluasi kognitif mendahului respons emosional. Bersaing dengan suatu negara dapat sebagian dipengaruhi oleh informasi yang relevan mengenai perusahaan country of origin reputation yang diselenggarakan oleh konsumen.

Meskipun terdapat suatu bukti empiris yang menunjukkan bahwa reputasi dapat mempengaruhi animosity, beberapa studi telah menganalisa efek mediator emosi pada tanggapan konsumen terhadap kualitas sinyal tersebut sebagai merek (Nowak et al., 2006) dan iklan (Holbrook dan Rajeev, 1987). Perusahaan yang berusaha untuk mengurangi efek animosity bisa mengirim sinyal ke pasar tentang perilaku mereka di masa lalu, sejarah, nilai-nilai dan gengsi (reputasi).

2.2.10.Pengaruh Country of Origin Reputation Terhadap Trust

kepada perusahaan berkaitan dengan country of origin untuk memproduksi barang dengan atribut khusus, dan untuk berperilaku sesuai dengan kepentingan konsumen. Jika produk asing yang terkait dengan perusahaan asing yang memiliki reputasi buruk atau dengan negara-negara berkembang yang memiliki biaya produksi rendah, ketidakpercayaan


(40)

konsumen akan produk pada perusahaan tersebut akan menurun (Hamzaoui dan Merunka, 2006). Sebaliknya, perusahaan-perusahaan yang menikmati reputasi positif akann meningkatkan kepercayaannya.

Konsumen menyimpulkan keandalan kinerja perusahaan dapat dinilai melalui perilaku masa lalu perusahaan dengan konsumen lain, perusahaan dan organisasi. Dalam konteks ini, reputasi perusahaan dapat menjadi efektif jika konsumen percaya perusahaan akan memenuhi tanggung jawab mereka, janji-janji dan apa pun yang diharapkan dari mereka (Singh dan Sirdeshmukh, 2000). Reputasi yang baik secara positif mempengaruhi preferensi konsumen untuk produk-produk tertentu dan meningkatkan kehandalan yang dirasakan perusahaan (O'Cass dan Grace, 2003; San Martín, 2003).

Reputasi perusahaan membantu konsumen untuk membedakan antara perusahaan dan produk-produk yang dilakukan dengan meningkatkan kepercayaan konsumen, meningkatkan kredibilitas perusahaan untuk memproduksi dan menjual produk-produk berkualitas tinggi, dan dengan menciptakan isyarat berdasarkan biaya (Anderson dan Weitz, 1992; Doney dan Cannon , 1997; Herbig dan Milewicz, 1995). Konsumen lebih memilih perusahaan-perusahaan yang secara sukarela memutuskan untuk bertindak dengan integritas, menghindari perilaku oportunistik dan penawaran produk-produk bernilai. Secara ringkas, bukti empiris menunjukkan bahwa reputasi perusahaan untuk berperilaku dalam cara yang spesifik dan diinginkan dapat mempengaruhi penilaian


(41)

kepercayaan (Ganesan, 1994; Doney dan Cannon, 1997; Chen dan Barnes, 2007; Bennett dan Gabriel, 2001; San Martín, 2003)

2.2.11.Pengaruh Animosity Terhadap Trust

Trust adalah penting ketika mempelajari konsumen keadaan emosi dan memicu mekanisme. Jika informasi yang relevan terbatas, seperti yang terjadi ketika sebuah hubungan sedang dimulai, evaluasi dari kehandalan suatu perusahaan dapat dibuat atas dasar emosional individu. Gagasan bahwa emosi memainkan peran penting dalam menghasilkan dan mempertahankan trust dikuatkan oleh penelitian Dunn dan Schweitzer (2005). Penelitian yang dilakukan Dunn dan Schweitzer menunjukkan bahwa emosi valensi positif (kebahagiaan dan syukur) meningkatkan trust dan valensi negatif emosi (amarah dan kesedihan) dan mengurangi trust. Para peneliti berpendapat bahwa emosi harus dibedakan oleh tingkat bahwa individu memiliki kontrol atas mereka.

Dalam valensi negatif emosi, marah dapat dibedakan karena diminta oleh orang lain dan tingkat individu kontrol atas sumber-sumber adalah nol, sedangkan kesalahan kesedihan atau emosi valensi negatif dengan tingkat tinggi yang dirasakan kontrol individu. Tingkat yang dirasakan pengendalian emosi berarti bahwa dampak dari respon emosional pada trust bervariasi. Emosional dengan tingkat rendah kontrol individu mungkin memiliki pengaruh lebih besar pada anggapan adanya kepercayaan.


(42)

Valensi negatif emosi menjalankan peranan penting dalam mengikis trust, tetapi umumnya konsumen tidak akan dapat melihat pengaruh signifikan bahwa keadaan emosional mereka terhadap penilaian mereka, sikap dan perilaku. Kiefer (2005) menyelidiki bagaimana pengaruh emosi valensi negatif trust dalam keadaan perubahan organisasi.

Berdasarkan studi longitudinal, ditemukan bukti bahwa untuk mengkonfirmasi pandangan bahwa emosi negatif dipicu oleh peristiwa tertentu mengurangi kepercayaan dan dapat menimbulkan perilaku oportunistik yang dapat merusak hubungan. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, animosity menjelaskan perasaan negatif seperti kemarahan, antipati dan penolakan terhadap orang-orang, ide-ide atau/dan produk yang berasal dari negara tertentu. Antipati terhadap sebuah negara dapat mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh konsumen terutama yang berhubungan dengan contry of origin.

Ettenson dan Klein (2005) melakukan suatu studi longitudinal yang menunjukkan efek negatif pada konsumen animosity evaluasi. Emosi adalah unsur penting dalam membangun dan mempertahankan trust. Meskipun tidak ditemukan bukti empiris menghubungkan dan, studi oleh Dunn dan Schweitzer (2005) dan Kiefer (2005) semua mengkonfirmasi bahwa emosi negatif dapat mengurangi. Jika dianggap sebagai kemarahan kebencian, animosity atau antipati terhadap suatu negara, maka tampaknya bahwa animosity dapat mempengaruhi trust..


(43)

2.2.12.Pengaruh Consumer Ethnocentrisme Terhadap Purchase Intention Literatur tentang etnocentrisme dan animosity mengusulkan kedua konsep sebagai pendahulunya dari phurchase intention dari produk-produk buatan luar negeri dan produk dalam negeri (Marín, 2005). Klein et al. (1998) menunjukkan, konsep ethnocentrisme harus disertakan ketika melibatkan unit analisis memahami proses perilaku pembelian konsumen, karena studi-studi tentang consumer ethnocentrisme umumnya menemukan bahwa consumer ethnocentrisme cenderung menghindari membeli produk dari negara asing (Suh, 2002; Shimp dan Sharma, 1987; Granzin dan Painter, 2001; Ang et al., 2004; Sharma et al., 1995). Preferensi, evaluasi dan niat membeli konsumen tersebut dipengaruhi oleh ethnocentrisme.

Sebagai contoh, Shimp dan Sharma (1987) menemukan bahwa consumer ethnocentrisme Amerika berbanding terbalik dengan niat mereka untuk membeli mobil buatan luar negeri. Penelitian selanjutnya dengan konsumen Korea Portugis dan menguatkan fakta bahwa ethnocentrisme meningkatkan penolakan terhadap produk-produk asing dan meningkatkan niat pembelian terhadap produk domestik (Granzin dan Painter, 2001; Suh, 2002). Riset terbaru mengenai etnocentrisme di Spanyol menunjukkan bahwa konsumen lebih memilih untuk membeli produk-produk dalam negeri daripada impor asing sebagai konsekuensi dari ethnosentrisme mereka (Marín, 2005);


(44)

2.2.13.Pengaruh Animosity Terhadap Purchase Intention

Mengenai efek dari, literatur menunjukkan bahwa animosity terhdap salah satu negara asing tertentu (permusuhan) dapat berdampak negatif pada konsumsi produk-produk dari negara (Klein et al., 1998; Klein, 2002), terlepas dari baik konsumen penilaian pada kualitas produk atau apakah produk memiliki atribut berharga seperti harga dan kualitas. Jika konsumen memiliki perasaan animosity yang berkaitan dengan peperangan, sengketa politik dan ekonomi, dll, niat mereka untuk membeli produk yang berasal dari negara itu mungkin akan tidak ada.

Pada gilirannya, animosity bisa menjadi yang di atas untuk konsumen menolak produk asing yang dibuat di negara-negara dengan animosity, antipati, kemarahan mereka arahkan (Nijssen dan Douglas, 2004). Klein et al. (1998) mencatat bahwa konsumen Cina yang melaporkan persaingan terhadap Jepang yang rendah menunjukkan kesediaan untuk membeli produk-produk Jepang sebagai konsekuensi dari ekonomi masa lalu dan konflik bersenjata antara dua negara yang mereka menolak untuk lupa. Demikian pula, Ettenson dan Klein (2005) menjelaskan penolakan terhadap produk Perancis oleh konsumen Australia dalam hal emosi negatif terhadap negara itu. Temuan mereka menunjukkan hubungan langsung yang signifikan antara animosity dan purchase intention.

2.2.14.Pengaruh Trust Terhadap Purchase Intention

Secara keseluruhan, trust telah dilihat sebagai syarat penting untuk membangun hubungan yang sukses antara perusahaan dan pelanggan


(45)

(Singh dan Sirdeshmukh, 2000, Morgan dan Hunt, 1994; Doney dan Cannon, 1997; Ganesan, 1994) seperti yang memperkuat keyakinan positif pada perilaku masa depan perusahaan. Konsumen mungkin lebih suka untuk saling berhubungan dengan perusahaan-perusahaan yang perilaku diatur oleh trust, norma-norma sosial dan aturan-aturan budaya pada permainan yang adil (Singh dan Sirdeshmukh, 2000).

Trust mempengaruhi perilaku konsumen dan mungkin merupakan elemen yang diperlukan untuk memulai pertukaran relasional dengan perusahaan asing. Hal ini terkait dengan sukses pertukaran relasional sebagai variabel yang mempengaruhi secara positif perilaku pembelian (Garbarino dan Johnson, 1999). Ini juga memainkan peran penting ketika hubungan dibuat antara konsumen dan perusahaan dengan sosial dan budaya yang berbeda asal-usul (Pavlou dan Gefen, 2004).

Ketika konsumen tidak punya pengalaman untuk menghadapi keputusan pembelian yang berkaitan dengan produk asing, kepercayaan bisa menjadi mekanisme yang efektif untuk memotivasi purchase intention. Gagasan ini diperkuat oleh Pavlou dan Gefen (2004) dalam suatu sampel dari konsumen yang melibatkan 22 kebangsaan yang berbeda, studi yang menunjukkan hubungan positif antara trust dan niat untuk membuat pembelian on-line. Dalam konteks yang berbeda, Chaudhuri dan Holbrook (2001) menemukan hasil yang sama yang menunjukkan hubungan yang signifikan antara trust dan purchase intention untuk membeli merek yang berbeda 107. Secara ringkas, berdasarkan penelitian sebelumnya yang menekankan pengaruh positif kepercayaan pada niat pembelian (Garbarino dan Johnson, 1999; Bart et al. 2005; Gefen dan Straub 2003; Yoon, 2002).


(46)

2.3. Kerangka Konseptual

2.4. Hipotesis

Berdasarkan teori, rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Diduga animosity berpengaruh positif terhadap consumer ethnocentrisme kendaraan bermotor merek Bajaj.

2. Diduga country of origin reputation berpengaruh positif terhadap animosity kendaraan bermotor merek Bajaj.

3. Diduga country of origin reputation berpengaruh positif terhadap trust kendaraan bermotor merek Bajaj.

4. Diduga animosity berpengaruh negatif terhadap trust kendaraan bermotor merek Bajaj.

5. Diduga consumer ethnocentrisme berpengaruh negatif terhadap purchase intention kendaraan bermotor merek Bajaj.

6. Diduga animosity berpengaruh negatif terhadap purchase intention kendaraan bermotor merek Bajaj.

7. Diduga trust berpengaruh positif terhadap purchase intention kendaraan bermotor merek Bajaj.


(47)

34

3.1. Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel 3.1.1. Definisi Operasional Variabel

Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian ini maka variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Variabel Animosity (X1)

Animosity merupakan sikap antipati terhadap suatu negara yang

berasal dari sejarah tertentu atau peristiwa yang sedang berlangsung. Yang dibentuk 5 indikator (Torres dan Guiterrez, 2007:21), yaitu :

1. Merasa antipati terhadap negara tertentu

2. Menghindari orang-orang dari negara tertentu jika memungkinkan 3. Tidak menyukai orang-orang dari negara tertentu

4. Merasa kewajiban untuk tidak menyukai orang-orang dari negara tertentu

5. Keengganan untuk terkait dengan negara tertentu b. Variabel Consumer Ethncentrisme(X2)

Consumer ethnosentrisme merupakan sikap kecenderungan

seseorang untuk lebih memilih membeli produk-produk yang diproduksi oleh negaranya sendiri daripada produk-produk yang diproduksi oleh negara asing. Yang dibentuk 6 indikator (Torres dan Guiterrez, 2007:21), yaitu :


(48)

1. Membeli produk dalam negeri, bukan barang impor.

2. Merasa wajib untuk menghindari pembelian produk buatan luar negeri.

3. Keyakinan bahwa pembelian produk asing berarti negara-negara lain akan menjadi kaya sendiri.

4. Membeli produk asing akan melukai perekonomian domestik dan menyebabkan pengangguran.

5. Preferensi untuk produk domestik meskipun jangka panjang implikasi biaya.

6. Membeli produk asing hanya jika alternatif domestik tidak tersedia. c. Variabel Reputation COO (X3)

Reputation merupakan suatu bentuk identitas dalam atribut

produk yang mempengaruhi evaluasi konsumen dalam mengidentifikasi asal negara suatu produk.(Thakor dan Pacheco, 1997). Yang dibentuk 7 indikator (Torres dan Guiterrez, 2007:21), yaitu:

1. Keyakinan bahwa country or origin lebih inovatif

2. Pendapat bahwa country of origin memiliki citra merek yang terhormat

3. Keyakinan bahwa negara asal lebih bergengsi

4. Keyakinan bahwa negara asal perusahaan diakui baik

5. Berpendapat bahwa negara asal memiliki reputasi buruk di pasar 6. Keyakinan bahwa negara asal sering disebutkan dalam media

7. Keyakinan bahwa country of origin memiliki reputasi yang lebih baik daripada yang lain


(49)

d. Variabel Trust (Y)

Trust merupakan harapan yang menghasilkan manfaat dan

menurunkan ketidakpastian konsumen. Yang dibentuk 6 indikator (Torres dan Guiterrez, 2007:21), yaitu :

1. Pemenuhan janji-janji

2. Keyakinan bahwa negara asal melakukan transaksi jujur

3. Keyakinan bahwa negara asal akan bertindak dalam kepentingan terbaik konsumen

4. Pendapat bahwa negara asal peduli terhadap kepuasan konsumen 5. Keyakinan konsumen bahwa Negara asal tersebut memberikan

informasi yang jujur

6. Kepercayaan dalam kapasitas teknik dari negara asal tersebut e. Variabel Purchase Intention (Z)

Purchase intention merupakan kesediaan konsumen untuk membeli produk tertentu, yang memiliki 6 indikator (Torres dan Guiterrez, 2007:21), yaitu :

1. Menolak kemungkinan untuk membeli 2. Kemungkinan untuk membeli

3. Menerima ide untuk membeli 4. Kesediaan untuk membeli 5. Akan menghindari membeli


(50)

3.1.2. Pengukuran Variabel

Pengukuran variabel dalam penelitian ini menggunakan skala interval yang menggunakan semantic defferensial scale atau skala perbedaaan semantik berisikan serangkaian karakteristik bipolar (dua kutup). Selain itu pada skala perbedaan simantik, responden diminta untuk menjawab atau memberikan penilaian terhadap suatu konsep atau objek tertentu (Riduwan, 2003:19).

Digunakan jenjang 7 dalam penelitian ini mengikuti pola sebagai berikut, misalnya :

Dimana jawaban nilai 7 berarti Baik dengan pernyataan yang diberikan, nilai 1 berarti sangat tidak setuju dengan pernyataan yang diberikan, sedangkan nilai 4 merupakan nilai tengah antara setuju dengan tidak setuju dari pernyataan yang diberikan.

3.2. Teknik Penentuan Sampel 3.2.1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 2003:55). Populasi dalam penelitian ini adalah semua orang yang datang ke Dealer PT. Bajaj Mitra Sukses Abadi.

1 7 Sangat Tidak Setuju Sangat Setuju


(51)

3.2.2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2003:56). Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan sampling purposive yaitu teknik penentuan sampel dengan menggunakan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2003:61) yaitu :

1. Orang yang datang dan menanyakan informasi tentang sepeda motor merek Bajaj di Dealer PT. Bajaj Mitra Sukses Abadi.

2. Orang yang mempunyai keinginan untuk membeli sepeda motor merek Bajaj di PT. Bajaj Mitra Sukses Abadi.

Pedoman pengukuran sampel menurut Ferdinand (2002 : 48) : a. 100 - 200 sampel untuk teknik maksimum likelihood estimation

b. Tergantung pada jumlah parameter yang diestimasi. Pedomannya adalah 5 -10 kali jumlah parameter yang diestimasi.

c. Tergantung pada jumlah indikator yang digunakan dalam seluruh variabel laten. Jumlah sampel adalah jumlah indikator dikali 5-10. Bila terdapat 20 parameter yang diestimasi maka besar sampel yang harus diperoleh 100-200 responden.

Berdasarkan hal tersebut diatas peneliti mempunyai 30 parameter dikali 5 sama dengan 150, sehingga jumlah responden yang digunakan adalah 150 orang responden untuk dijadikan sampel dalam penelitian ini.


(52)

3.3. Teknik Pengumpulan Data 3.3.1. Jenis Data

a. Data Primer

Data yang diolah dalam penelitian ini diperoleh dengan menyebarkan kuisioner kepada konsumen yang mempunyai keinginan untuk membeli sepeda motor merek Bajaj .

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data tentang sepeda motor merek Bajaj dan lain sebagainya yang dapat mendukung penelitian ini.

3.3.2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam skripsi ini dilakukan dengan menggunakan beberapa cara berikut :

a. Wawancara

Wawancara yang dilakukan dengan cara mengadakan tanya jawab secara langsung kepada responden. Teknik ini dilakukan untuk menanggapi responden yang kurang jelas dalam menjawab kuesioner untuk mempermudah penulisan tentang masalah yang diselidiki dalam penelitian.

b. Kuisioner

Merupakan daftar pertanyaan untuk memperoleh data berupa jawaban dari responden


(53)

3.4. Teknik Analisis Dan Uji Hipotesis 3.4.1. Teknik Analisis SEM

Model yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah Structural Equation Model (SEM). SEM adalah sekumpulan teknik-teknik statistikal yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan yang relatif "rumit" secara simultan. Hubungan yang rumit itu dapat dibangun antara satu atau beberapa variabel dependen dengan satu atau beberapa variabel independen. Masing-masing variabel dependen dan independen dapat berbentuk faktor (konstruk) yang dibangun dari beberapa variabel indikator. Tentu saja variabel-variabel itu dapat berbentuk variabel tunggal yang diobservasi atau yang diukur langsung dalam sebuah proses penelitian. Model pengukuran variable animosity,

consumer ethnocentrisme, reputation COO, trust, dan purchase intention

yang menggunakan Confirmatory Factor Analysis. Penaksiran pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikatnya menggunakan koefisien jalur. Langkah-langkah dalam analisis SEM model pengukuran dengan contoh faktor animosity dilakukan sebagai berikut :

Persamaan Dimensi Faktor animosity

X11 = λ11 Faktor animosity + er_11 X12 = λ12 Faktor animosity + er_12 X13 = λ13 Faktor animosity + er_13 X14 = λ14 Faktor animosity + er_14


(54)

Bila persamaan di atas dinyatakan dalam sebuah pengukuran model untuk diuji unidimensionalitasnya melalui confirmatory factor analysis, maka model pengukuran dengan contoh faktor animosity akan nampak sebagai berikut :

Faktor animosity

Gambar 3.1 : Model pengukuran Faktor Animosity Keterangan :

X11 = pertanyaan tentang ... X12 = pertanyaan tentang ... X13 = pertanyaan tentang ... X14 = pertanyaan tentang ... X15 = pertanyaan tentang ... er_i = eror term X1j

Demikian juga faktor lain seperti consumer ethnocentrism, reputation,

trust dan purchase intention.

Animosity (X1)

X1.1

X1.2

X1.3

er_1.1

er_1.2

er_1.3

X1.4 er_1.4


(55)

3.4.2. Asumsi Model (Structural Equation Model) a. Uji Normalitas Sebaran dan Linieritas

1. Normalitas dapat diuji dengan melihat gambar histogram data atau dapat diuji dengan metode-metode statistik.

2. Menggunakan Critical Ratio yang diperoleh dengan membagi koefisien sampel dengan standard errornya dan Skewness value

yang biasanya disajikan dalam statistik deskriptif dimana nilai statistik untuk menguji normalitas itu disebut sebagai Z-value. Pada tingkat signifikasi 1%, jika nilai Z lebih besar dari nilai kritis, maka dapat diduga bahwa distribusi data adalah tidak normal.

3. Normal Probability Plot (SPSS 10.1).

4. Linieritas dengan mengamati scatterplots dari data yaitu dengan memilih pasangandata dan dilihat pola penyebarannya untuk menduga ada tidaknya linieritas.

b. Evaluasi atas Outlier

1. Mengamati nilai Z-score : ketentuannya diantara ± 3.0 non outlier.

2. Multivariate Outlier diuji dengan kriteria jarak Mahalonobis pada

tingkat p < 0.001. Jarak diuji dengan Chi-Square (χ) pada df sebesar jumlah variabel bebasnya. Ketentuan : bila Mahalanobis > dari nilai χ adalah multivariate outlier.

Outlier adalah obsevasi atau data yang memiliki karakteristik unik


(56)

dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim untuk sebuah variabel tunggal atau variabel kombinasi (Hair, 1998).

c. Deteksi Multicollinierity dan Singularity

Deteksi dengan mengamati Determinant matriks covarians. Dengan ketentuan apabila determinant sample matrix mendekati angka 0 (kecil), maka terjadi multikolinieritas dari singularitas (Tabachnick dan Fidell, 1998)

d. Uji Validitas dan Reliabilitas

Dimensi yang diukur melalui indikator-indikator dalam daftar pertanyaan perlu dilihat reliabilitasnya dan validitas, dalam hal ini dijelaskan sebagi berikut:

a. Uji Validitas

Validitas menyangkut tingkat akurasi yang dicapai oleh sebuah indikator dalam menilai sesuatu atau akuratnya pengukuran atas apa yang seharusnya diukur. Karena indikator multidimensi, maka uji validitas dari setiap latent variabel/ construct akan diuji dengan melihat loading faktor dari hubungan antara setiap observed variabel dan latent variabel.

b. Uji Reliabilitas

Adalah ukuran mengenai konsistensi internal dari indikator-indikator sebuah konstruk yang menunjukkan derajat sampai dimana


(57)

masing-masing indikator itu mengidikasikan sebuah konstruk yang umum. Sedangkan reliabilitas diuji dengan construct reliability dan variance extraced. Construct reliability dan Variance extraced dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Construct reliability = [ Σ Standardize Loading]² [ Σ Standardize Loading]² + Σεј]

Variance Extracted = Σ Standardize Loading² Σ Standardize Loading² + Σεј

Sementara εј dapat dihitung dengan formula εј = 1 - (Standardize

Loading) secara umum, nilai construct reliability yang dapat diterima

adalah ≥ 0,7 dan variance extracted ≥ 0,5 (Hair et.al., 1998).

Standardize Loading dapat diperoleh dari out put AMOS 4.01, dengan

melihat nilai estimasi setiap construct standardize regression weigths

terhadap setiap butir sebagai indikatornya

3.4.3. Pengujian Hipotesis dan Hubungan Kausal

Pengaruh langsung (koefisien lajur) diamati dari bobot regresi terstandar, dengan pengujian signifikansi pembanding nilai CR (Critical

Ratio) atau p (probability) yang sama dengan nilai t hitung. Apabila t

hitung lebih besar dari pada t table berarti signifikan.

3.4.4. Pengujian model dengan One-Step Approach

Dalam model SEM, model pengukuran dan model structural parameter-parameternya dieliminasi secara bersama-sama. Cara ini agak mengalami kesulitan dalam memenuhi tuntutan fit model. Kemungkinan


(58)

terbesar disebabkan oleh terjadinya interaksi antara measurement model

dan structural model yang diestimasi bersama (One Step Approach to

SEM) yang digunakan apabila model diyakini bahwa dilandasi teori yang kuat serta validitas dan reliabilitas yang sangat baik.

3.4.5. Pengujian model dengan Two-Step Approach

Two-Step Approach digunakan untuk mengatasi masalah sampel data

yang relatif kecil jika dibandingkan dengan jumlah butir instrumentasi yang digunakan (Hartline & Ferrel, 1996), dan keakuratan realibilitas indikator-indikator terbaik dapat dicapai dalam two-step approach.

Two-Step Approach bertujuan untuk menghindari interaksi antara model

pengukuran dan model struktual pada One-Step Approach (Hair, et.al., 1998).

Yang dilakukan dalan two-step approach to SEM adalah : estimasi terhadap measurement model dan estimasi terhadap structural model

(Anderson dan Gerbing, 1988). Cara yang dilakukan dalam menganalisis SEM dengan two-step approach adalah sebagai berikut :

a. Menjumlahkan skala butir-butir setiap konstruk menjadi sebuah indikator summed-scale bagi setiap konstruk. Jika terdapat skala yang berbeda setiap indikator tersebut distandarisasi (Z-scores) dengan mean = 0, deviasi standar = 1, yang tujuannya adalah untuk mengeliminasi pengaruh-pengaruh skala yang berbeda tersebut (Hair,


(59)

b. Menetapkan error (ε) dan lambda (λ) term, error term dapat dihitung dengan rumus 0,1 kali σ2 dan lambda term dengan rumus 0,95 kali σ (Anderson dan Gerbing, 1988).

Perhitungan construk reliability (α) telah dijelaskan pada bagian sebelumnya dan deviasi standar (σ) dapat dihitung dengan bantuan program aplikasi statistik SPSS. Setelah error (ε) dan lambda (λ) terms

diketahui, skor-skor tersebut dimasukkan sebagai parameter fix pada analisis model pengukuran SEM

3.4.6. Evaluasi Model

Hair et.al., (1998) menjelaskan bahwa pola "confirmatory"

menunjukkan prosedur yang dirancang untuk mengevaluasi utilitas hipotesis-hipotesis dengan pengujian fit antara model teoritis dan data empiris. Jika model teoritis menggambarkan "good fit" dengan data, maka model dianggap sebagai yang diperkuat. Sebaliknya, suatu model teoritis tidak diperkuat jika teori tersebut mempunyai suatu "poor fit" dengan data. Amos dapat menguji apakah model "good fit"atau "poor fit". Jadi "good fit" model yang diuji sangat penting dalam penggunaan structural equation model.

Pengujian terhadap model yang dikembangkan dengan berbagai kriteria Goodness of Fit, yakni Chi-square, Probabilty, RMSEA, GFI, TLI,

CFI, AGFI, CMIN/ DF. Apabila model awal tidak good fit dengan data

maka model dikembangkan dengan pendekatan two step approach to SEM.


(60)

Tabel 3.2. Goodness of Fit Indices GOODNESS OF FIT INDEX KETERANGAN CUT-OF VALUE

X²- Chi square Menguji apakah covariance populasi yang

diestimasi sama dengan covariance sample [apakah model sesuai dengan data].

Diharapkan kecil, s.d 5 atau

paling baik diantara 1dan 2 Probability Uji sigifikansi terhadap perbedaan matriks

covariance data dan matriks covariance yang diestimasi.

Minimum 0,1 atau 0,2 atau ≥

0,05 RMSEA Mengkompensasi kelemahan Chi-Square pada

sample besar.

≤ 0,08 GFI

Menghitung proporsi tertimbang varians dalam matriks sample yang dijelaskan oleh matriks covariance populasi yang diestimasi [analog dengan R² dalam regresi berganda]

≥ 0,09 AGFI GFI yang disesuaikan terhadap DF ≥ 0,09 CMIND/DF Kesesuaian antara data dan model ≤ 2,00

TLI Pembandingan antara model yang diuji terhadap

baseline model. ≥ 0,95

CFI Uji kelayakkan model yang sensitive terhadap

besarnya sample dan kerumitan model. ≥ 0,94 Sumber : Hair et.al., (1998)

1. X²- Chi Square Statistic

Alat uji paling fundamental untuk mengukur overall fit adalah

Likelihood Ratio Chi-Square Statistic. Chi-Square ini bersifat sangat

sensitif terhadap besarnya sampel yang digunakan. Karenanya bila jumlah sampel cukup besar (lebih dari 200), statistik Chi-Square ini harus didampingi oleh alat uji lain. Model yang diuji akan dipandang baik atau memuaskan bila nilai Chi-Square-nya rendah. Semakin kecil nilai X² semakin baik model itu. Karena tujuan analisis adalah mengembangkan dan menguji sebuah model yang sesuai dengan data


(61)

atau yang fit terhadap data, maka yang dibutuhkan justru sebuah nilai X² yang kecil dan tidak signifikan.

X² bersifat sangat sensitif terhadap besarnya sampel yaitu terhadap sampel yang telalu kecil maupun yang terlalu besar. Penggunaan

Chi-Square hanya sesuai bila ukuran sampel antara 100 dan 200. Bila

ukuran sampel ada diluar rentang itu, uji signifikan akan menjadi kurang reliabel. Oleh karena itu pengujian ini perlu dilengkapi dengan alat uji yang lain.

2. RMSEA- The Root Mean Square Erorr of Approximation

RMSEA adalah sebuah indeks yang dapat digunakan mengkompensasi Chi-Square Statistik dalam sampel yang besar. Nilai RMSEA menunjukkan Goodness-Of -Fit yang dapat diharapkan bila model diestimasi dalam populasi nilai RMSEA yang lebih kecil atau sama dengan 0,08 merupakan indeks untuk dapat diterimanya model yang menujukkan sebuah close fit dari model itu berdasakan Degress Of Freedom.

3. GFI- Goodness of Fit Index

GFI adalah analog dari R² dalam regresi berganda. Indeks kesesuaian ini akan menghitung proporsi tertimabang dari varian dalam matriks kovarians sampel yang dijelaskan oleh matriks kovarians populasi yang terestimasi. GFI adalah sebuah ukuran non-statistikal yang mempunyai rentan nilai antara 0 (Poor Fit) sampai dengan 1,0 ( Perfect Fit). Nilai yang tinggi dalam indeks ini menunjukkan sebuah "better fit".


(62)

4. AGFI-Adjusted Goodness of Fit Index

AGFI = GFI/ DF tingkat penerimaan yang rekomendasikan adalah bila AGFI mempunyai nilai sama dengan atau lebih besar dari 0,90. GFI maupun AGFI adalah kriteria yang memperhitungkan proporsi tertimbang dari varian dalam sebuah matriks kovarians sampel. Nilai sebesar 0,95 dapat diinterpretasikan sebagai tingkatan yang baik (Good

Overal Model Fit) sedangkan besaran nilai antara 0,90 sampai 0,95

menunjukkan tingkatan cukup (Adequate Fit).

5. TLI-Tucker Lewis Index

TLI adalah sebuah alternatif incremental fit indeks yang membandingkan sebuah model yang diuji terhadap sebuah baseline model. Nilai yang direkomendasikan sebagi acuan untuk diterimanya sebuah model adalah penerimaan ≥ 0,95 dan nilai yang sangat mendekati 1 menunjukkan A Very Good Fit.

6. CMIN/ Df sebagai salah satu indikator untuk mengukur tingkat fitnya

sebuah model. Dalam hal ini CMIN/ DF tidak lain adalah statistik Chi-Square, X² dibagi DF-nya sehingga disebut X² relatif. Nilai X² relatif kurang dari 2,0 atau bahkan kadang kurang dari 3,0 adalah indikasi dari acceptable fit antara model dan data. Nilai X² relatif yang tinggi menandakan adanya perbedaan yang signifikan antara matriks kovarians yang diobservasi dan yang diestimasi.


(63)

7. CFI/ Comparative Fit Index

Besaran indeks ini adalah pada rentang nilai sebesar 0,1 dan semakin mendekati 1, mengindikasikan tingkat fit yang paling tinggi (A Very

Good Fit). Nilai yang direkomendasikan adalah CFI > 0,95.

Keunggulan dari indeks ini besarannya tidak dipengaruhi oleh ukuran sampel karena itu sangat baik untuk mengkur tingkat penerimaan sebuah model. Indeks CFI adalah identik dengan Relative Noncentrality Index (RNI).


(64)

4.1. Deskripsi Obyek Penelitian

4.1.1. Gambaran Umum PT. Bajaj Mitra Sukses Abadi (BMSA)

PT. Bajaj Mitra Sukses Abadi (BMSA) didirikan pada tanggal 22 November 2006, yang memiliki 3 showroom. Sebagai pemain baru, motor dari India ini pun memilih lebih spesifik dalam menggarap pasar, yakni focus pada segmen motor sport. Alhasil dengan mengusung tiga tipe sport, sejak 2007 hingga kini mengaku sudah berhasil menguasai market share motor sport hingga lebih dari 10 persen. Menurut Branch Manager PT. Bajaj Mitra Sukses Abadi Cabang Mayjen Sungkono, AM Lavianto untuk mencapai target penjualan tahun ini yang dipatok 15 persen dari market share sport, selain mengandalkan inovasi produk per tahun sekitar 2 unit baru, mereka juga gencar pelakukan pameran di mal dan beriklan di media masa.

Di wilayah Surabaya yang memiliki 3 cabang, dimana setiap bulannya target penjualannya sekitar 250 unit. Dan untuk pelayanan purna jual, menyediakan garansi hingga 3 tahun. Di setiap cabang yang berjumlah 12 cabang di Jatim, selalu dilengkapi dengan customer service, sales, dan spare part, sehingga makin memudahkan customer.


(1)

82

Akibatnya, konsumen mungkin merasa kewajiban moral untuk melestarikan kesejahteraan kelompok, hal lainnya yaitu consumer etnocentrisme sebagai sebuah keyakinan yang dipegang oleh konsumen pada kelayakan dan memang moralitas pembelian produk buatan luar negeri. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Shimp dan Sharma (1987) menemukan bahwa consumer ethnocentrisme Amerika berbanding terbalik dengan niat mereka untuk membeli mobil buatan luar negeri. Penelitian selanjutnya dengan konsumen Korea Portugis dan menguatkan fakta bahwa ethnocentrisme meningkatkan penolakan terhadap produk-produk asing dan meningkatkan niat pembelian terhadap produk domestik (Granzin dan Painter, 2001; Suh, 2002). Riset terbaru mengenai etnocentrisme di Spanyol menunjukkan bahwa konsumen lebih memilih untuk membeli produk-produk dalam negeri daripada impor asing sebagai konsekuensi dari ethnosentrisme mereka (Marín, 2005).


(2)

83 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan analisis SEM, maka dilihat dari tingkat probabilitas arah hubungan kausal, hipotesis yang menyatakan bahwa :

a. Animosity berpengaruh positif signifikan terhadap consumer ethnocentrisme.

b. Animosity berpengaruh negatif tidak sifignifikan terhadap trust.

c. Animosity berpengaruh negatif tidak sifignifikan terhadap purchase intention.

d. Trust berpengaruh positif sifignifikan terhadap purchase intention. e. Consumer ethnocentrisme berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap

purchase intention.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan diatas maka saran yang dapat penulis berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut :


(3)

84

1. Sebaiknya perusahaan dapat memperbaiki reputasinya di mata konsumen sehingga konsumen merasa yakin terhadap perusahaan, yang akan dapat meyakinkan konsumen untuk membeli produk tersebut.

2. Sebaiknya perusahaan dapat meningkatkan kepercayaan konsumen sehingga konsumen merasa tertarik dan berminat untuk melakukan pembelian terhadap produk atau barang yang diproduksi oleh perusahaan. 3. Bagi penelitian selanjutnya, disarankan agar di masa yang akan datang,

untuk penelitian selanjutnya juga membahas variable-variabel lain seperti merek, persepsi dan sikap konsumen (Citra dan Syahblani, 2008).


(4)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner

Lampiran 2 Rekapitulasi Jawaban Responden Variabel Animosity (X1), Variabel Consumer Ethnocentrisme (X2), Variabel Reputation COO (X3), Variabel Trust (Y) dan Variabel Purchase Intention (Z)

Lampiran 3 Hasil Pengujian Normalitas Lampiran 4 Hasil Pengujian Outlier

Lampiran 5 Hasil Pengujian Reliability Consistency Internal

Lampiran 6 Hasil Pengujian Validitas Standardize faktor loading dan construct dengan confirmatory factor analysis

Lampiran 7 Hasil Pengujan Construct Reliability dan Variance Extraced Lampiran 8 Hasil Pengujian Kausalitas


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Agrawal, J. and Kamakura, W.A., 1999, Country of origin: A competitive advantage?, International Journal of Research in Marketing, 16:4, pp. 255-267. dalam Torres dan Guiterfez, 2007.

Alma, Buchari, 2002, Manajemen Pemasaran Dan Pemasaran Jasa, Cetakan Kelima, Penerbit Alfabeta, Bandung.

Asri, Marwan dan Suprihanto, John, 1986, Manajemen Perusahaan pendekatan Operasional, Edisi Satu, penerbit BPFE, Yogyakarta.

Chisik, R., 2003, Export industry policy and reputational comparative advantage, Journal of International Economics, 59:2, pp. 423-451. dalam Torres dan Guiterfez, 2007. dalam Torres dan Guiterfez, 2007. Citra, Angia Clara dan Paramitasari, Suci Syablani, 2008. Efek Merek Domestik

Vs Asing Dan Informasi Country of Origin Terhadap Persepsi Dan Sikap Konsumen, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol23, No.2, 164-177.

Ferdinand, Augusty. 2002. Structural Equation Modeling dalam Penelitian Manajemen. Penerbit BP UNDIP. Semarang.

Fernández, P; Del Río, M.L. and Bande, B., 2003, Etnocentrismo y animosidad del consumidor: antecedentes y consecuencias, Revista Europea de Dirección y Economía de la Empresa, 12:1, pp.177-188. dalam Torres dan Guiterfez, 2007.

Granzin, K.L. and Painter, J.J., 2001, Motivational influences on buy domestic purchasing: Marketing management implications from a Study of Two Nations, Journal of International Marketing, 9:2, pp. 73-94. dalam Torres dan Guiterfez, 2007.

Hair, J.F. et. Al, 1998, Multivariate Data Analysis, Fifth Edition, Prentice-Hall International, Inc., New Jersey.

Hunt, S.D., Arnett, D.B., Madhavaram, S., 2006, The explanatory foundations of relationship marketing theory, The Journal of Business and Industrial Marketing, 21:2, pp. 72-87. dalam Torres dan Guiterfez, 2007.

Jin, Z., Chansarkar, B., Kondap, N.M., 2006, Brand origin in an emerging market: perceptions of Indian consumers, Asia Pacific Journal of Marketing and Logistics, 18:4, pp.283-302. dalam Torres dan Guiterfez, 2007.

Klein, J.G. and Ettenson R., 1999, Consumer animosity and consumer ethnocentrism: An analysis of unique antecedent, Journal of International Consumer Marketing, 11:4, pp. 5-24. dalam Torres dan Guiterfez, 2007.


(6)

Klein, J.G., Ettenson, R., Morris, M., 1998, The animosity model of foreign product purchase: an empirical test in the People's Republic of China, Journal of Marketing, 62:1, pp. 89-100. dalam Torres dan Guiterfez, 2007.

Nijssen, E.J. and Douglas S.P., 2004, Examining the animosity model in a country with a high level of foreign trade, International Journal of Research in Marketing, 21:1, pp. 23-38. dalam Torres dan Guiterfez, 2007.

Ouellet, J.F., 2007, Consumer Racism and Its Effects on Domestic Cross-Ethnic Product Purchase: An Empirical Test in the United States, Canada, and France, Journal of Marketing, 71:1, pp. 113-128. dalam Torres dan Guiterfez, 2007.

Riefler, P. and Diamantopoulos, A., 2007, Consumer animosity: a literature review and a reconsideration of its measurement, International Marketing Review, 24: 1, pp. 87-119. dalam Torres dan Guiterfez, 2007.

Russell, D.W. and Russell, C.A., 2006, Explicit and implicit catalysts of consumer resistance: The effects of animosity, cultural salience and country-of-origin on subsequent choice, International Journal of Research in Marketing, 23:3, pp. 321-331. dalam Torres dan Guiterfez, 2007.

Shimp, T.A., Dunn, T.H., Klein, J.G., 2004, Remnants of the U.S. Civil War and Modern Consumer Behavior, Psychology and Marketing, 21:2, pp. 75-91. dalam Torres dan Guiterfez, 2007.

Singh, J. and Sirdeshmukh, D., 2000, Agency and Trust Mechanisms in Consumer Satisfaction and Loyalty Judgments, Journal of the Academy of Marketing Science, 28:1, pp. 150-167. dalam Torres dan Guiterfez, 2007.

Sugiyono, 2003, Statistika untuk Penelitian, Cetakan kelima, Penerbit CV. Alphabeta, Bandung.

Sunarto, 2003, Manajemen Pemasaran, Penerbit BPFE-UST, Yogyakarta.

Torres, Nadia Huitzilin Jiménez dan Sonia San Martín Gutierrez, 2007, Department of Economics and Business Administration. The purchase of foreign products: The role of firm’s country-of-origin reputation, consumer ethnocentrism, animosity and trust. Universidad de Burgos. dalam Torres dan Guiterfez, 2007.

Wang, J., 2005, Consumer nationalism and corporate reputation management in the global era, Corporate Communications: An International Journal, 10:3, pp. 223-239. dalam Torres dan Guiterfez, 2007.