Buka BAB 4 Isu Strategis

(1)

BAB IV

ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

Analisis isu-isu strategis dijabarkan dari permasalahan internal dan eksternal yang masih dihadapi. Selain permasalahan yang dihadapi, penjabaran isu-isu strategis juga terkait dengan pemanfaatan potensi yang ada di daerah serta permasalahan berkaitan dengan keberlanjutan pembangunan (sustainability). Penentuan isu-isu strategis dilakukan mendasarkan pada kondisi umum daerah terkait urusan pemerintahan yang relevan pada berbagai aspek, meliputi (1) aspek geografi dan demografi (2) aspek kesejahteraan masyarakat, (3) aspek pelayanan umum, dan (4) aspek daya saing daerah. Selanjutnya, melalui diskusi dengan para pemangku kepentingan, dicari hubungan sebab akibat antara satu permasalahan dengan permasalahan lain.

4.1. Identifikasi Permasalahan

Berdasarkan hasil diskusi dan curah pendapat dengan para pemangku kepentingan di Kabupaten Cilacap berbagai permasalahan yang harus diangkat dalam pembangunan lima tahun ke depan adalah sebagai berikut:

4.1. 1 Fokus Urusan Wajib 1. Urusan Pendidikan

a) Masih rendahnya tingkat partisipasi sekolah b) Masih rendahnya rata-rata lama sekolah c) Tidak meratanya pelayanan pendidikan

d) Masih Rendahnya jumlah guru yang memenuhi kualifikasi lulusan S1/D4 dan sertifikasi tenaga pendidik.

e) Masih belum efektifnya keberhasilan wajib belajar 9 tahun f) Masih rendahnya angka melanjutkan sekolah SMP ke SMA/SMK g) Masih rendahnya cakupan pendidikan vokasi tingkat SMA h) Masih rendahnya cakupan pendidikan anak usia dini (PAUD) 2. Urusan Kesehatan


(2)

b) Semakin meningkatnya prevalensi HIV/AIDS c) Masih rendahnya rasio pelayanan kesehatan

d) Masih rendahnya pencapaian indikator kinerja standar pelayanan minimum (SPM) bidang kesehatan.

e) Masih belum tercukupinya ketersediaan tenaga medis f) Masih rendahnya cakupan pelayanan kesehatan 3. Urusan Pekerjaan Umum

Masih buruknya kuantitas dan kualitas sebagian infrastruktur jalan, jembatan dan jaringan irigasi.

4. Urusan Perumahan

a. Masih rendahnya persentase rumah tangga pengguna air bersih. b. Masih adanya rumah tangga yang belum bisa mengakses listrik. c. Masih adanya rumah tangga yang belum bisa mengakses fasilitas

sanitasi.

d. Masih adanya rumah tangga yang kurang layak huni 5. Urusan Penataan Ruang

a. Masih rendahnya ketersediaan dokumen rencana detail tata ruang kawasan perkotaan sesuai dengan ketentuan dalam RTRW.

b. Masih kurangnya luasan ruang terbuka hijau publik di kawasan perkotaan.

c. Meningkatnya permohonan perubahan penggunaan lahan pertanian .

6. Perencanaan Pembangunan

a. Masih lemahnya sinergi antarbidang dan antar organisasi dalam perencanaan.

b. Masih lemahnya ketersediaan dan akurasi data untuk keperluan perencanaan.

c. Masih kurangnya kapabilitas dan kompetensi SDM perencanaan. 7. Urusan Perhubungan

a. Belum efektifnya pelaksanaan ujian kendaraan bermotor. b. Semakin tingginya tingkat kecelakaan lalu lintas.

c. Masih tingginya tingkat pelanggaran izin angkutan umum/trayek oleh kendaraan angkutan penumpang umum.


(3)

e. Belum tersedianya sarana kapal angkutan penyeberangan khususnya untuk angkutan kendaraan roda empat, barang, dan wisatawan untuk melayani masyarakat Kutawaru, Kampung Laut dan sekitarnya.

f. Masih kurangnya rambu dan marka parkir. 8. Urusan Lingkungan Hidup

a. Potensi semakin tingginya emisi Gas Rumah Kaca.

b. Masih sangat rendahnya cakupan sampah yang diangkut.

c. Masih minimnya fasilitas sistem pengelolaan sampah perkotaan. d. Tingginya skor kerawanan bencana Kabupaten Cilacap

e. Masih perlunya peningkatan efektifitas pengendalian lahan kritis f. Masih perlunya peningkatan cakupan penanganan lahan kritis g. Belum optimalnya sistem informasi dan komunikasi kebencanaan

yang terpadu dan terintegrasi antar wilayah.

h. Belum terpenuhinya cakupan pelayanan sesuai standar pelayanan minimal bidang lingkungan hidup mencakup pelayanan pencegahan pencemaran air, pelayanan pencegahan pencemaran udara dari sumber tidak bergerak, pelayanan penyediaan informasi status kerusakan lahan dan/atau tanah untuk produksi biomass, serta pelayanan tindak lanjut pengaduan masyarakat akibat adanya dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

9. Urusan Pertanahan

Masih rendahnya cakupan sertifikasi tanah. 10.Urusan Kependudukan dan Catatan Sipil

a. Masih rendahnya cakupan penduduk ber-KTP. b. Masih rendahnya cakupan bayi berakta kelahiran.

c. Masih rendahnya tingkat kepemilikan penduduk berakte kelahiran. d. Belum tercatatnya pasangan muslim berakta perkawinan di Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil.

e. Belum adanya petugas registrar di tingkat desa dan operator sistem informasi kependudukan di tingkat kecamatan.


(4)

11.Urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

a. Masih kurangnya jaminan perlindungan bagi perempuan dan anak dari tindak kekerasan.

b. Masih kurangnya cakupan pelayanan terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan sesuai dengan SPM mencakup penanganan pengaduan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak, pelayanan kesehatan bagi perempuan dan anak korban kekerasan, rehabilitasi sosial bagi perempuan dan anak korban kekerasan, penegakan dan bantuan hukum serta pemulangan dan reintegrasi sosial perempuan dan anak korban kekerasan.

12.Urusan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera

a. Masih kurangnya kesadaran masyarakat terhadap perencanaan keluarga berencana sehat dan sejahtera.

b. Masih kurangnya cakupan alat kontrasepsi/akseptor keluarga berencana.

c. Masih kurangnya cakupan peserta keluarga berencana aktif. d. Masih kurangnya tingkat kesejahteraan keluarga.

e. Masih kurangnya cakupan pelayanan sesuai standar pelayanan minimal bidang keluarga berencana, meliputi; komunikasi, informasi, dan edukasi keluarga berencana dan keluarga sejahtera (KIE KB dan KS) serta penyediaan obat dan alat kontrasepsi. 13.Urusan Sosial

a. Masih tingginya penyandang masalah kesejahteraan dan sosial (PMKS).

b. Masih rendahnya cakupan PMKS yang mendapatkan bantuan. c. Masih rendahnya cakupan penyediaan sarana dan prasarana sosial

bagi PMKS.

14.Urusan Ketenagkerjaan

a. Tingginya potensi gejolak hubungan industrial.

b. Tidak sebandingnya pertumbuhan penduduk usia kerja dengan kesempatan kerja yang ada.

c. Rendahnya tingkat pendidikan dan ketrampilan kerja para pencari kerja yang berakibat lemahnya daya saing tenaga kerja


(5)

ketika memasuki pasar kerja baik dalam negeri maupun luar negeri.

d. Pengendalian kasus kecelakaan kerja yang masih harus terus ditingkatkan.

e. Masih rendahnya cakupan pelayanan sesuai standar pelayanan minimal (SPM) bidang ketenagakerjaan yang mencakup pelayanan pelatihan kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja, pelayanan penyelesaian perselisihan hubungan indsutrial, pelayanan keikutsertaan jamsostek dan pelayanan pengawasan ketenagakerjaan.

15.Urusan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah

a. Masih rendahnya daya saing produk UMKM Kabupaten Cilacap. b. Masih belum efektifnya promosi produk UMKM Kabupaten

Cilacap.

c. Lemahnya permodalan UMKM.

d. Terbatasnya akses UMKM terhadap sumber-sumber permodalan. e. Masih kurangnya kerjasama kemitraan ekonomi dan bisnis yang

melibatkan UMKM Kabupaten Cilacap. 16.Urusan Penanaman Modal

a. Belum tersusunnya Rencana Umum Penanaman Modal (RUPM) Kabupaten Cilacap.

b. Masih terkonsentrasinya penanaman modal di kecamatan tertentu.

c. Perlu ditingkatkannya promosi penanaman modal yang inklusif dengan mempertimbangkan pendekatan spasial, keterkaitan sektoral dan penyerapan tenega kerja.

d. Kurangnya daya saing domestik Kabupaten Cilacap yang mendukung iklim usaha yang kondusif.

e. Belum terpenuhinya cakupan pelayanan bidang penanaman modal sesuai standar pelayanan minimal yang mencakup tersedianya informasi peluang usaha sektor/bidang usaha unggulan; terselenggaranya fasilitasi pemerintah daerah dalam rangka kerjasama kemitraan yang melibatkan UMKM dan


(6)

koperasi; dan terselenggaranya promosi peluang penanaman modal Kabupaten Cilacap.

17.Urusan Kebudayaan

Masih sangat rendahnya cakupan pelayanan bidang kesenian dan kebudayaan sesuai standar pelayanan minimal yang meliputi perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan kesenian serta pelayanan sarana dan prasarana untuk mengembangkan kesenian dan kebudayaan.

18.Urusan Kepemudaan dan Olahraga

a. Prestasi Olah raga yang masih harus ditingkatkan

b. Ketersediaan dan ketercukupan sarana dan prasarana olah raga yang semakin berkurang

19.Urusan Kesatuan Bangsa dan Politik dalam Negeri a. Masih rendahnya kesadaran politik masyarakat

b. Risiko ancaman gangguan terhadap ketentraman, ketertiban dan keindahan yang semakin tinggi

c. Kecenderungan semakin rendahnya partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan umum

20.Urusan Otonomi Daerah dan Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian

a. Kurangnya kualitas dan ketersediaan tenaga fungsional auditor dan P2UD untuk mendukung kualitas hasil pengawasan.

b. Belum optimalnya pendapatan daerah guna mendukung kemandirian daerah.

c. Belum optimalnya pengelolaan perusahaan daerah/BUMD sehingga kontribusi terhadap PAD juga belum optimal.

21.Urusan Ketahanan Pangan

a. Masih perlu ditingkatkannya ketersediaan energi dan protein per kapita, penguatan cadangan pangan, informasi pasokan, harga dan akses pangan ke daerah.

b. Masih perlu ditingkatkannya upaya untuk menjaga stabilitas harga dan pasokan pangan, skor pola pangan harapan (PPH),


(7)

pengawasan dan pembinaan keamanan pangan, serta penanganan daerah rawan pangan.

c. Masih rendahnya cakupan pelayanan sesuai standar pelayanan minimal bidang ketahanan pangan yang meliputi pelayanan ketersediaan dan cadangan pangan, pelayanan distribusi dan akses pangan, keanekaragaman dan keamanan pangan serta penanganan kerawanan pangan

d. Masih adanya konversi lahan pertanian

e. Belum optimalnya pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutu, aman, merata dan terjangkau.

22.Urusan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa

a. Masih lemahnya kapasitas kelembagaan di tingkat desa dalam rangka pemberdayaan masyarakat;

b. Masih belum optimalnya pemberdayaan potensi modal sosial lokal di tingkat desa oleh pemerintah daerah.

23.Urusan Statistik

a. Kurang terintegrasinya data dasar yang diperlukan untuk perencanaan pembangunan dan evaluasi

b. Belum sinkronnya data dasar antar instansi

c. Kurang optimalnya koordinasi antara BPS dan instansi pemerintah dalam penyediaan data yang masih harus dioptimalkan

24.Urusan Kearsipan

Belum adanya standar sistem informasi untuk arsip daerah 25.Urusan Komunikasi dan Informatika

Masih perlu ditingkatkannya cakupan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan minimal bidang komunikasi dan informatka yang meliputi pelaksanaan diseminasi informasi nasional melalui berbagai media informasi; dan pengembangan dan pemberdayaan kelompok informasi masyarakat.

26.Urusan Perpustakaan

a. Terbatasnya fasilitas bacaan yang bisa diakses oleh masyarakat b. Belum optimalnya pemanfaatan perpusatakaan daerah/desa yang


(8)

4.1. 2 Fokus Urusan Pilihan 27.Urusan Pertanian

a. Terbatasnya kemampuan SDM dalam penanganan pasca panen dan pemasaran hasil produksi.

b. Kurangnya penyediaan dan belum optimalnya pemanfaatan jaringan irigasi tingkat usaha tani dan tingkat pedesaan.

c. Lemahnya modal dan terbatasnya akses permodalan rumah tangga petani dan peternak.

d. Masih kurangnya pelayanan kesehatan hewan dan masyarakat veteriner.

e. Masih rendahnya tingkat pendapatan / kesejahteraan petani. f. Belum optimalnya produksi dan produktivitas sektor pertanian,

peternakan dan perkebunan.

g. Masih terbatasnya pengetahuan, kemampuan dan kompetensi para penyuluh.

h. Kurangnya balai penyuluhan. 28.Urusan Kehutanan

Masih perlunya peningkatan efektifitas pengendalian persentase luas kerusakan kawasan hutan.

29.Urusan Energi dan Sumber Daya Mineral

a. Belum terakomodasinya secara menyeluruh para pelaku usaha pertambangan yang berizin.

b. Kurang tertibnya pengusaha pertambangan terhadap kewajiban-kewajibannya sehingga diperlukan pembinaan dan pengawasan pertambangan secara terpadu.

30.Urusan Pariwisata

a. Kurangnya jenis dan rendahnya kualitas obyek wisata. b. Belum optimalnya promosi potensi pariwisata.

c. Masih terbatasnya paket-paket wisata dan atraksi wisata yang dapat dijual kepada wisatawan.

d. Rendahnya sarana dan prasarana pendukung dan SDM bidang pariwisata.

e. Terbatasnya otoritas pemerintah daerah terhadap pengelolaan obyek wisata.


(9)

31.Urusan Kelautan dan Perikanan

a. Masih rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan b. Belum optomalnya produktivitas perikanan budidaya. c. Maraknya penangkapan ikan ilegal.

d. Tingkat kerusakan sumber daya perikanan dan kelautan yang belum terkendali di kawasan Segara Anakan.

e. Terbatasnya kapasitas sumber daya sektor perikanan dan kelautan. 32.Urusan Perdagangan

a. Masih lemahnya perlindungan terhadap konsumen. b. Masih rendahnya nilai dan volume produk-produk ekspor

Kabupaten Cilacap

c. Belum optimalnya pengelolaan pasar-pasar tradisional. 33.Urusan Perindustrian

a. Belum optimalnya keterkaitan industri hulu dan hilir.

b. Masih rendahnya kontribusi industri kecil dan menengah terhadap PDRB.

c. Belum tertatanya sentra-sentra industri kecil dan menengah di Kabupaten Cilacap

34.Urusan Ketransmigrasian

Rendahnya pemberangkatan calon transmigran dibandingkan dengan jumlah pendaftar transmigran.

4.2 ISU-ISU STRATEGIS

Isu strategis merupakan rangkuman atas berbagai permasalahan yang telah diidentifikasi dari seluruh urusan. Isu strategis juga merangkum berbagai potensi yang secara strategis potensial untuk dijadikan pokok-pokok strategi pembangunan lima tahun ke depan dalam rangka perwujudan visi dan misi. Permasalahan dan potensi tersebut bisa berupa faktor yang berasal dari dalam Kabupaten Cilacap (internal) maupun faktor yang berasal dari luar Kabupaten Cilacap, baik itu nasional maupun internasional.


(10)

1. Ketimpangan Antarsektor, Ketimpangan Antarwilayah, dan Ketimpangan Pendapatan

Kemiskinan adalah potret hasil pembangunan sekaligus muara dari setiap persoalan pembangunan. Tinggi rendahnya tingkat kemiskinan menggambarkan permasalahan pembangunan yang dimensinya bukan hanya meliputi dimensi pendapatan atau ekonomi, melainkan juga dimensi sosial, budaya dan politik.

Kemiskinan masih menjadi permasalahan yang dihadapi Kabupaten Cilacap. Angka kemiskinan di Kabupaten Cilacap masih relatif tinggi (jumlah penduduk miskin 281.950 dan persentasenya 17.15 pada tahun 2011), meskipun jumlah maupun persentasenya cenderung menurun. Tingkat keparahan maupun tingkat kedalaman kemiskinan juga cenderung menurun (Indeks kedalaman kemiskinan sebesar 2,59 dan keparahan kemiskinan sebesar 0,6 pada tahun 2011). Dilihat berdasarkan sebarannya, peta kemiskinan di Kabupaten Cilacap cenderung tidak merata. Jumlah penduduk miskin di beberapa kecamatan masih sangat tinggi, yaitu Kecamatan Majenang, Kecamatan Gandrungmangu, Kecamatan Kesugihan dan Kecamatan Kroya.

Selain kemiskinan, salah satu akar permasalahan yang ada di Kabupaten Cilacap adalah dualisme ekonomi. Dualisme tersebut merupakan konsekuensi keberadaan kilang migas dan industri besar non-migas di Kabupaten Cilacap. Peranan sektor migas di Kabupaten Cilacap sangat besar sehingga tampak adanya perbedaan yang menonjol pada kinerja ekonomi Kabupaten Cilacap, khususnya antara PDRB dengan migas dan PDRB tanpa migas. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada aspek pertumbuhan ekonomi, kontribusi sektoral dan pendapatan per kapita. Oleh karena itu strategi pembanguan jangka panjang Kabupaten Cilacap harus selalu mempertimbangkan struktur ekonomi Kabupaten Cilacap yang bersifat dualistik tersebut.

Dualisme ekonomi diperkuat dengan adanya kecenderungan sektoral dalam penyerapan tenaga kerja. Sektor pertanian merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Sektor lain juga banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor perdagangan. Meskipun sektor-sektor tersebut menyerap banyak tenaga kerja, sektor migas dan industri besar


(11)

non-migas lah yang memiliki kontribusi paling besar dalam PDRB. Dualisme ini berakibat pada ketimpangan produktivitas antarsektor yang mencolok. Produktivitas sektor industri pengolahan rata-rata sebesar Rp 295,94 juta per tahun. Sektor perdagangan, hotel dan restoran pada urutan kedua dengan rata Rp 85,08 juta tahun. Produktivitas sektor pertanian rata-rata hanya Rp12,93 juta per tahun.

Deskripsi mengenai struktur ekonomi Kabupaten Cilacap di atas memberikan gambaran persoalan mendasar Kabupaten Cilacap, yakni ketimpangan antarsektor, khususnya antara sektor migas dengan non-migas dan sektor pertanian dengan sektor industri. Ketimpangan antarsektor tersebut selanjutnya juga berdampak pada kesenjangan antar wilayah. Hal ini disebabkan karena sektor migas dan industri besar terkonsentrasi di Kecamatan tertentu saja, sedangkan sektor pertanian relatif tersebar di semua kecamatan. Lebih jauh, keberadaan sektor migas lebih banyak memberikan benefit kepada aktivitas di luar Kabupaten Cilacap. Pola kesenjangan di Kabupaten Cilacap juga tergambar pada perbedaan pendapatan perkapita antar wilayah. Pendapatan perkapita di wilayah Barat dan Barat Laut cenderung lebih rendah dibanding pendapatan perkapita wilayah Selatan dan Tenggara. Pola pertumbuhan yang tidak merata dan kecenderungan terjadinya kesenjangan antar wilayah di Kabupaten Cilacap ini memberikan petunjuk adanya keharusan untuk merumuskan strategi dan kebijakan yang lebih mengarah pada terciptanya pemerataan antar wilayah, khususnya antara wilayah Barat dan Barat Laut Kabupaten Cilacap dan wilayah Selatan dan Tenggara Kabupaten Cilacap.

Dari perspektif spasial, pola pertumbuhan dan kontribusi ekonomi mempunyai dua corak yang berbeda. Wilayah Cilacap Barat dan Barat Laut adalah wilayah-wilayah yang terdiri dari kecamatan-kecamatan yang mempunyai kontribusi besar terhadap PDRB Kabupaten Cilacap tetapi tingkat pertumbuhannya yang relatif lebih rendah, sedangkan wilayah Selatan dan Tenggara adalah wilayah-wilayah yang terdiri dari kecamatan-kecamatan yang kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Cilacap lebih kecil tetapi tingkat pertumbuhannya yang relatif lebih tinggi. Wilayah Barat dan Barat Laut tersebut memiliki pusat pertumbuhan di Kecamatan Majenang,


(12)

sedangkan wilayah Tenggara dan Selatan di Kecamatan Cilacap Utara, Cilacap Tengah dan Cilacap Selatan.

Ketimpangan produktivitas antarsektor selain mengakibatkan kesenjangan antarwilayah juga berdampak pada kesenjangan pendapatan penduduk. Ketimpangan pendapatan antar kelompok masyarakat di kabupaten Cilacap cenderung meningkat dan hal ini merupakan masalah pembangunan yang jangka panjang yang perlu diselesaikan. Meningkatnya kesenjangan pendapatan antar kelompok ini ditunjukkan oleh meningkatnya Indeks Gini (pada tahun 2011 Indeks gini sebesar 0,32). Kesenjangan pendapatan ini juga ditunjukkan oleh adanya perbedaan Upah Minimum Kabupaten (UMK) antara wilayah Cilacap Kota, wilayah Cilacap Timur dan wilayah Cilacap Barat.

Berangkat dari permasalahan pembangunan yang telah dijabarkan, strategi pembangunan dalam jangka panjang harus diarahkan pada formulasi kebijakan yang mendorong bertumbuh berkembangnya sektor pertanian, sektor industri kecil dan menengah dan sektor non-migas lainnya dengan mempertimbangkan pendekatan spasial.

Kebijakan yang bersifat spasial tersebut sekaligus dimaksudkan untuk memperkuat strategi jangka panjang pembangunan Kabupaten Cilacap sebagaimana tertuang dalam kebijakan RTRW Kabupaten Cilacap. Strategi ini dilakukan untuk mempercepat pertumbuhan wilayah Barat dan Barat Laut dengan pusat pertumbuhan di Kecamatan Majenang. Selain itu, untuk mengakselerasi terciptanya pemerataan pertumbuhan antar wilayah dan sekaligus mendorong perkuatan efek penyebaran (spread effect), perlu ditunjang dengan mengembangkan Kecamatan Sidareja sebagai wilayah pertumbuhan selain Kecamatan Majenang dan Kecamatan Cilacap Utara, Tengah dan Selatan.

Strategi mempercepat pertumbuhan dengan pendekatan spasial tersebut dilakukan dengan mengembangkan sektor-sektor basis sebagai modal dasar untuk mendorong tumbuhnya daya saing sekaligus motor penggerak pertumbuhan pada setiap kecamatan. Dengan demikian, ibukota kecamatan, selain berperan sebagai pusat pelayanan kawasan sebagaimana yang tertuang dalam RTRW, juga berperan sebagai pusat aktivitas ekonomi pendukung dan pendorong pusat-pusat pertumbuhan wilayah.


(13)

Di samping mendorong bertumbuh kembangnya sektor pertanian, sektor industri kecil menengah dan sektor non-migas lainnya dengan mempertimbangkan pendekatan spasial, pembangunan juga perlu diprioritaskan pada pembangunan yang berbasih pada kekuatan sektor non-migas, khususnya sektor pertanian dan perdagangan yang terkait dengan perkembangan sektor pertanian dalam arti luas. Hal ini penting dilakukan terutama untuk mengatasi perbedaan pola pertumbuhan dan pola aktivitas ekonomi antarsektor yang muncul karena perbedaan produktivitas antar sektor, kontribusi antar sektor, serta perbedaan struktur ekonomi antara migas dan non-migas.

2. Pendidikan dan Kebudayaan

Persoalan kemiskinan dan kesejehateraan juga berkaitan dengan dimensi pendidikan. Semakin terdidik masyarakat, semakin besar peluangnya untuk mampu memberdayakan dirinya, dan semakin mungking untuk mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi. Mempertimbangkan hal tersebut, pendidikan menjadi isu strategis dalam pembangunan lima tahun ke depan. Hal ini mengingat persoalan pendidikan di Kabupaten Cilacap masih menjadi kendala dalam rangka mewujudkan masyarakat Cilacap yang sejahtera.

Dari aspek kesejahteraan, partisipasi pendidikan di Kabupaten Cilacap yang ditunjukan oleh indikator APM masih relatif rendah, khususnya partisipasi pada pendidikan lanjut. Jika dibandingkan dengan target MDGs, APM Kabupaten Cilacap tidak akan mencapai target MDGs jika tidak ada akselerasi. Oleh karena itu, perlu ditempuh strategi laju peningkatan APM tersebut agar dapat memenuhi komitmen MDGs. Pendekatan kesetaraan gender dalam mengakses pendidikan sebagai pelayanan publik dasar juga harus menjadi pendekatan dalam meningkatkan partisipasi pendidikan.

Rata-rata lama pendidikan Kabupaten Cilacap juga masih relatif rendah, yakni 6,86 tahun pada 2011. Hal ini mengindikasikan masih perlu ditingkatkanya efektivitas program-program dalam rangka wajib belajar sembilan tahun.


(14)

pendidikan di Kabupaten Cilacap cenderung belum merata. Meskipun rasio siswa per guru, dan rasio siswa per kelas secara umum telah memenuhi standar, tetapi sebarannya masih belum merata. Oleh karena itu, peningkatan infrastruktur dan sumber daya pendidikan harus diarahkan dalam rangka pemerataan pendidikan tersebut dengan tetap mengedepankan pendekatan spasial menuju pemerataan kualitas pendidikan.

Berkaitan dengan kualitas pendidikan, kualifikasi tenaga pendidikan juga masih perlu ditingkatkan dengan memperhatikan standar pelayanan minimum dan standar operasional prosedur (SOP).

Salah satu isu penting menyangkut pendidikan nasional saat ini adalah lemahnya relevansi pendidikan. Indikasinya adalah pergeseran pengangguran, dari pengangguran tidak terdidik ke pengangguran berpendidikan tinggi. Dalam kaitannya dengan hal ini, relevansi pendidikan juga menjadi isu strategis di yang diangkat dalam pembangunan Cilacap lima tahun ke depan. Pendidikan vokasi merupakan salah satu yang perlu ditingkatkan sehingga lulusan sekolah tingkat lanjut lebih siap masuk pasar tenaga kerja dengan kemampuan dan keahlian praktis yang dimilikinya.

Melalui strategi pendidikan tersebut, visi Cilacap berbudaya dan sejahtera diharapkan bisa terwujud. Salah satu tolok ukur kunci untuk melihat terwujudnya Cilacap berbudaya dan sejahtera adalah meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM Kabupaten Cilacap cenderung meningkat dari tahun ke tahun, tetapi peningkatan tersebut tergolong relatif lambat. Tahun 2005, IPM Kabupaten Cilacap adalah 69,50 meningkat menjadi 71,73 pada tahun 2010. Berdasarkan nilaishortfall reduction, perkembangan IPM yang lambat tersebut disebabkan lambatnya perkembangan angka harapan hidup dan melek huruf. Bahkan peningkatan angka rata-rata lama sekolah tergolong sangat lambat. Gambaran ini sekaligus menunjukkan masalah-masalah pokok yang perlu mendapat prioritas pada periode pembangunan mendatang.

Kebudayaan juga menjadi isu strategis dalam pembangunan Kabupaten Cilacap mendatang. Hal ini mengingat semakin terpinggirkannya budaya dan kearifan lokal(local wisdom)di tengah derasnya arus dan hingar bingar globalisasi dan modernisasi. Globalisasi yang beriringan dengan derasnya arus informasi tidak hanya membawa dampak positif, tetapi juga


(15)

membawa dampak negatif bagi masyarakat Indonesia terutama generasi mudanya. Semakin maraknya narkoba di kalangan generasi muda bersamaan dengan tren budaya yang menonjolkan hedonisme adalah gambaran ancaman yang nyata bagi generasi muda Indonesia.

Hal ini perlu disikapi dengan arif oleh pemerintah dengan kembali menengok nilai-nilai serta budaya lokal untuk dijadikan pijakan dalam berkreasi. Nilai-nilai gotong royong, tepo seliro, dan toto kromo yang telah lama tertanam dalam kebudayaan dan kesenian Indonesia harus digali kembali dalam kehidupan bermasyarakat Kabupaten Cilacap khususnya.

3. Derajat Kesehatan Masyarakat

Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu dimensi penting dalam soal kemiskinan. Orang dengan derajat kesehatan yang rendah produktivitasnya juga rendah. Produktivitas yang rendah selanjutnya menjadi salah satu sebab pendapatan yang rendah. Derajat kesehatan rendah juga menjadi salah satu indikasi kualitas sumber daya mausia (SDM) yang rendah. Mempertimbangkan hal tersebut derajat kesehatan menjadi salah satu isu strategis yang diangkat dalam pembangunan lima tahun ke depan.

Persoalan kesehatan di Kabupaten Cilacap masih menjadi salah satu kendala dalam upaya mewujudkan SDM yang kualitas dan Cilacap sejahtera. Isu derajat kesehatan ini terkait dengan aspek kesejahteraan masyarakat sekaligus isu pelayanan. Dari sisi kesejahteraan masyarakat, angka gizi buruk, angka kematian balita, angka kematian ibu, prevalensi HIV dan penyakit menular lainnya masih relatif tinggi. Walaupun kasus kematian bayi mengalami penurunan, akan tetapi kasus kematian bayi di Kabupaten Cilacap masih tergolong tinggi, bahkan termasuk ke dalam 4 (empat) terbanyak di Jawa Tengah. Dilihat dari sebaran per-kecamatan, tiga kecamatan dengan kasus kematian bayi paling tinggi adalah Kecamatan Wanareja, Kecamatan Cimanggu dan Kecamatan Majenang.

Angka kematian bayi di Kabupaten Cilacap menurun dan sudah mencapai target penurunan yang ditetapkan dalam MDGs. Target MDGs adalah 10,0, sementara tingkat kematian bayi di Kabupaten Cilacap sudah mencapai 9,3. Dengan mempertimbangkan berbagai sebab kematian bayi,


(16)

yakni: (1) masalah kesehatan ibu hamil, (2) masalah usia melahirkan ibu, dan (3) tenaga penolong persalinan.

Angka kematian ibu (AKI) di Kabupaten Cilacap cenderung menurun dan telah melampaui target MDGs. Penyebab kematian ibu maternal yang terbesar adalah kematian ibu nifas.

Masalah gizi buruk juga masih merupakan isu strategis dalam bidang kesehatan. Kasus gizi buruk di Kabupaten Cilacap masih tergolong tinggi dan cenderung semakin memburuk (pada tahun 2011 sebanyak 0,43 persen). Kabupaten Cilacap adalah satu dari tiga kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang menghadapi masalah gizi buruk. Masalah gizi buruk ini sesungguhnya mencerminkan kondisi kesehatan lingkungan yang buruk, pendapatan rendah, dan aspek pelayanan kesehatan yang belum menjangkau semua lapisan masyarakat.

Semakin meningkatnya jumlah penderita penyakit menular dan prevalensi HIV/AIDS di Kabupaten Cilacap harus menjadi diperhatikan dan diwaspadai oleh Pemerintah Kabupaten Cilacap.

Persoalan derajat kesehatan yang diangkat sebagai isu strategis dalam pembangunan Kabupaten Cilacap lima tahun ke depan juga terkait dengan upaya peningkatan pelayanan di bidang kesehatan. Infrastruktur dan sumber daya pendukung dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Kabupaten Cilacap harus menjadi perhatian dengan tetap mengedepankan pendekatan spasial. Dengan wilayah yang sangat luas penempatan tenaga medis harus harus diarahkan pada pemenuhan yang merata. Jumlah tenaga medis saat ini khususnya jumlah dokter masih jauh dari standar kementerian kesehatan.

4. Penduduk dan Tenaga Kerja

Pertumbuhan penduduk di Kabupaten Cilacap cenderung menurun dan berada di bawah tingkat pertumbuhan alamiahnya. Dilihat dari komposisi umur penduduk, tingkat ketergantungan penduduk cenderung menurun dan hampir memasuki tahap bonus demografi. Situasi demikian mempunyai dua makna dan konsekuensi sekaligus. Pertama, penduduk usia produktif di Kabupaten Cilacap semakin besar dan hal ini merupakan potensi untuk menumbuhkan peningkatan produktivitas. Tetapi, yang kedua, jika


(17)

usia produktif ini tidak diimbangi penciptaan lapangan kerja, maka bonus demografi tersebut akan perpotensi menimbulkan masalah kependukan yang jauh lebih kompleks yakni demographic trap dengan potensi pengangguran yang meningkat. Oleh karena itu, strategi yang perlu ditempuh adalah memperluas penciptaan lapangan kerja untuk menyerap ledakan penduduk usia kerja tersebut.

Mempertimbangkan hal tersebut, kependudukan dan kesempatan kerja diangkat menjadi isu strategis pembangunan lima tahun ke depan. Meskipun secara statistik, pertumbuhan penduduk Kabupaten Cilacap relatif rendah, namun pengendalian penduduk melalui program KB (keluarga berencana) harus menjadi salah satu prioritas. Langkah strategisnya adalah dengan meningkatkan efektivitas program KB melalui peningkatan cakupan akseptor keluarga berencana. Sampai dengan tahun 2011 akseptor KB mencapai 73,07 persen, sedangkan cakupan peserta KB aktif baru mencapai 72,77 persen (semakin menurun dibandingkan sebelumnya).

Berkaitan dengan persoalan kependudukan dan angkatan kerja, dukungan adminsitrasi kependudukan sangat vital. Administrasi kependudukan yang valid sangat diperlukan demi mendukung perencanaan pembangunan yang terkait dengan kependudukan, angkatan kerja dan aspek lain yang terkait dengannya, seperti basis data pemilih. Kebijakan administrasi kependudukan diarahkan untuk meningkatkan cakupan penduduk KTP sejalan dengan penerapan E-KTP, cakupan penduduk ber-akte kelahiran serta pencatatan pasangan ber-ber-akte nikah. Hal ini selain berkaitan dengan kesadaran masyarakat untuk tertib administrasi pendudukan, juga berkaitan dengan sinergi dan koordinasi antar instansi melalui sistem informasi kependudukan yang mendukung.

5. Lingkungan Hidup, Bencana dan Perubahan Iklim

Lingkungan, bencana dan perubahan iklim merupakan isu global. Isu ini berkaitan dengan keberlanjutan pembangunan, yakni daya dukung lingkungan hidup dalam menopang kegiatan pembangunan. Bagi Kabupaten Cilacap, isu lingkungan hidup, bencana dan perubahan iklim merupakan faktor yang berpengaruh terhadap dinamika ekonomi masyarakat yang


(18)

berbasis pertanian, perikanan dan kelautan. Oleh karena itu, persoalan ini menjadi isu strategis pembangunan Kabupaten Cilacap.

Arah kebijakan berkaitan dengan hal tersebut adalah dengan meningkatkan efektivitas antisipasi, adaptasi dan mitigasi. Dengan antisipasi, adaptasi serta mitigasi yang lebih efektif, outcome yang diharapkan adalah terkendalinya kerusakan lingkungan hidup, bencana dan perubahan iklim. Jika terjadi bencana, kerusakan yang ditimbulkan serta korban bisa diminimalisir melalui mitigasi yang lebih efektif.

Berdasarkan struktur geologi Kabupaten Cilacap memberikan pengaruh terhadap pola rawan bencana yang dapat terjadi di Kabupaten Cilacap. Di dalam Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 9 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Cilacap Tahun 2011-2031 di Kabupaten Cilacap terdapat beberapa wilayah rawan bencana, yaitu:

1. Rawan Gempa Bumi (9 kecamatan)

2. Rawan Tsunami (9 kecamatan dengan luas kurang lebih 5.856 Ha) 3. Rawan Banjir (16 kecamatan)

4. Rawan Kekeringan (12 kecamatan)

5. Rawan Longsor (4 kecamatan dengan luas kurang lebih 97 Ha)

Strategi yang harus dilakukan berkaitan dengan isu lingkungan adalah pemantauan dan pengendalian faktor pencemar dan perusak lingkungan secara berkelanjutan. Kompetensi dan profesionalisme petugas pemantauan, pencegahan serta penanganan lingkungan dan bencana juga perlu ditingkatkan. Begitu juga dengan sosialisasi kepada masyarakat berkaitan dengan kesadaran akan lingkungan serta jalur-jalur mitigasi bencana sebagaimana telah ditetapkan.

6. Ketahanan Pangan

Kabupaten Cilacap telah berhasil dalam mencapai surplus produksi beras. Hal ini merupakan prestasi bagi pemerintah Kabupaten Cilacap. Surplus produksi beras ini tentu saja merupakan faktor penting dalam kaitannya dengan ketahanan pangan khususnya dari aspek produksi. Berkaitan dengan upaya untuk terus mempertahankan prestasi ini, isu


(19)

ketahanan pangan menjadi salah satu isu strategis dalam pembangunan lima tahun ke depan. Persoalannya adalah isu ketahanan pangan ini bukan saja menyangkut aspek produksi, tetapi aspek availability (ketersediaan), diversifikasi (keragaman pangan),affordability(keterjangkauan daya belinya oleh masyarakat) serta acsessability dan distribusinya. Selain itu, isu ketahanan pangan ini juga merupakan isu global. Hal ini berkaitan dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk, sementara daya dukung lingkungan dan lahan dalam penyediaan sumber-sumber pangan bagi penduduk semakin berkurang. Untuk Kabupaten Cilacap, isu ketahanan pangan ini secara khusus berkaitan dengan laju konversi lahan pertanian, produktivitas pertanian, serta diversifikasi pangan. Oleh karena itu, arah kebijakan berkaitan dengan ketahanan pangan adalah bagaimana konversi lahan bisa dikendalikan melalui peningkatan disiplin dan ketaatan dan konsistensi pemanfaatan ruang dan wilayah (RTRW). Disamping itu, kebijakan di sektor pertanian harus diarahkan pada peningkatan produktivitas pertanian sekaligus peningkatan diversifikasi pangan melalui rekayasa pengolahan pasca panen.

7. Kapasitas Keuangan Daerah

Program dan kegiatan yang telah direncanakan berkaitan dengan seluruh isu strategis pembangunan membutuhkan pendanaan yang memadai. Pendanaan tersebut bersumber dari pendapatan asli daerah (PAD) dan dana perimbangan. Dilihat dari kontribusinya, poris pendanaan yang bersumber dari PAD relatif lebih kecil dibandingkan dengan porsi pendanaan yang berasal dari dana perimbangan. Hal ini mengindikasikan ketergantungan fiskal Kabupaten Cilacap, sekaligus terbatasnya ruang fiskal Kabupaten Cilacap. Berkaitan dengan hal tersebut kapasitas keuangan ini diangkat menjadi salah satu isu strategis.

Arah kebijakan berkaitan dengan isu ini adalah meningkatkan kemandirian dan ruang fiskal dengan mendorong penerimaan dari sumber PAD. Strategi yang harus ditekankan untuk meningkatkan kemandirian daerah tersebut adalah meningkatkan optimalisasi potensi pajak dan retribusi baik melalui ekstensifikasi maupun intensifikasi dan meningkatkan


(20)

Diskresi pajak bumi dan bangunan (PBB) serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) kepada pemerintah daerah harus bisa dioptimalkan dengan meningkatkan cakupan wajib pajaknya melalui tertib dan disiplin administrasi pertanahan yang lebih baik.

Arah kebijakan berikutnya terkait dengan isu strategis kapasitas keuangan daerah adalah meningkatkan kapasitas pemerintah dalam mengelola program dan kegiatan dan keuangan daerah. Dalam lima tahun terakhir rasio realisasi anggaran cenderung menurun. Hal ini mengindikasikan semakin melemahnya kapasitas pemerintah daerah dalam mengelola kegiatan dan keuangan daerah. Lebih khusus lagi, rasio realisasi belanja modal terhadap anggaran pada belanja modal sangat rendah. Hal ini dapat menjadi kendala dalam mewujudkan misi-misi yang ditetapkan dalam RPJMD. Program dan kegiatan yang telah direncanakan dalam rangka mencapai sasaran dan misi bisa terkendala karena kapasitas SKPD penanggung jawab yang tidak cukup dalam melaksanakan program dan kegiatan yang direncanakan tersebut.

Rendahnya rasio realisasi terhadap anggaran juga bisa disebabkan karena lemahnya perencanaan keuangan. Dalam perencanaan keuangan, anggaran cenderung bersifat longgar sehingga meskipun target output tercapai, seringkali sisa anggaran masih besar (anggaran cenderung lebih besar dari realisasi). Oleh karena itu, kebijakan berkaitan dengan isu kapasitas keuangan daerah harus juga arahkan pada peningkatan kapasitas pemerintah beserta instansinya dalam menjalankan fungsi perencanaan dan pelaksanaannya. Instrumen-instrumen yang diperlukan untuk mendukung perencanaan anggaran yang baik mutlak diperlukan, seperti analisis standar belanja (ASB), analisis beban kerja (ABK), analisis standar harga yang rasional serta instrument-instrumen pendukung lainnya.

8. Infrastruktur dan Daya Saing

Isu untuk mengembangkan potensi lokal melalui sinergi sektor pertanian, kelautan, industri dan pariwisata telah diangkat sebagai salah satu misi pembangunan lima tahun ke depan. Misi tersebut menjadi sangat strategis dalam menyelesaikan permasalahan pembangunan sebagaimana telah diulas dalam isu strategis pertama. Salah satu implementasinya, adalah


(21)

penyediaan dan peningkatan infrastruktur untuk menjadi daya tarik investor di sektor-sektor potensial tersebut. Oleh karena itu infrastruktur dan daya saing menjadi salah satu isu strategis pembangunan Kabupaten Cilacap ke depan. Dalam hal ini, pendekatan spasial dan sektoral dalam pembangunan infrastruktur pendukungnya untuk tujuan mengatasi persoalan kemiskinan dan ketimpangan harus dikedepankan.

Strategi investasi yang harus dikembangkan adalah investasi yang bersifat inklusif, bukan investasi yang ekslusif pada sektor-sektor industri besar dan padat modal saja. Dengan demikian, investasi yang diharapkan masuk dan berkembang di Kabupaten Cilacap adalah investasi yang arahnya pada pengembangan potensi lokal melalui sinergi sektor pertanian, perikanan kelautan, industri dan pariwisata. Hal ini ini perlu mengingat sifat dan struktur perekonomian Kabupaten Cilacap yang dualistik.

Arah pengembangan investasi dilakukan melalui dua jalur. Pertama, kebijakan investasi dengan tetap mempertahankan iklim kondusif bagi berkembangnya industri besar yang sudah ada. Kedua, kebijakan fasilitasi investasi dalam rangka mendorong tumbuhnya industri mikro, kecil dan sektor-sektor potensial. Arah kebijakan yang kedua ini dimaksudkan untuk mendorong tumbuhnya industri-industri yang mempunyai kemampuan mencipatkan lapangan kerja yang lebih besar.

Untuk mendorong investasi pada industri-industri yang mempunyai daya serap tenaga kerja yang tinggi ini, penyebaran infrastruktur yang semakin merata sangat diperlukan. Selain itu, berbagai insentif diperlukan untuk mendorong tumbuhnya sarana perekonomian baik berupa sarana perdagangan maupun keuangan yang semakin merata. Rencana pengembangan infrastruktur sebagaimana sudah direncakan dalam Perda RTRW perlu mendapat prioritas, karena pengembangan infrastruktur tersebut akan dapat mengakselerasi pertumbuhan ekonomi yang semakin cepat, khususnya untuk wilayah Cilacap Barat dan wilayah pedesaan.


(1)

yakni: (1) masalah kesehatan ibu hamil, (2) masalah usia melahirkan ibu, dan (3) tenaga penolong persalinan.

Angka kematian ibu (AKI) di Kabupaten Cilacap cenderung menurun dan telah melampaui target MDGs. Penyebab kematian ibu maternal yang terbesar adalah kematian ibu nifas.

Masalah gizi buruk juga masih merupakan isu strategis dalam bidang kesehatan. Kasus gizi buruk di Kabupaten Cilacap masih tergolong tinggi dan cenderung semakin memburuk (pada tahun 2011 sebanyak 0,43 persen). Kabupaten Cilacap adalah satu dari tiga kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang menghadapi masalah gizi buruk. Masalah gizi buruk ini sesungguhnya mencerminkan kondisi kesehatan lingkungan yang buruk, pendapatan rendah, dan aspek pelayanan kesehatan yang belum menjangkau semua lapisan masyarakat.

Semakin meningkatnya jumlah penderita penyakit menular dan prevalensi HIV/AIDS di Kabupaten Cilacap harus menjadi diperhatikan dan diwaspadai oleh Pemerintah Kabupaten Cilacap.

Persoalan derajat kesehatan yang diangkat sebagai isu strategis dalam pembangunan Kabupaten Cilacap lima tahun ke depan juga terkait dengan upaya peningkatan pelayanan di bidang kesehatan. Infrastruktur dan sumber daya pendukung dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Kabupaten Cilacap harus menjadi perhatian dengan tetap mengedepankan pendekatan spasial. Dengan wilayah yang sangat luas penempatan tenaga medis harus harus diarahkan pada pemenuhan yang merata. Jumlah tenaga medis saat ini khususnya jumlah dokter masih jauh dari standar kementerian kesehatan.

4. Penduduk dan Tenaga Kerja

Pertumbuhan penduduk di Kabupaten Cilacap cenderung menurun dan berada di bawah tingkat pertumbuhan alamiahnya. Dilihat dari komposisi umur penduduk, tingkat ketergantungan penduduk cenderung menurun dan hampir memasuki tahap bonus demografi. Situasi demikian mempunyai dua makna dan konsekuensi sekaligus. Pertama, penduduk usia produktif di Kabupaten Cilacap semakin besar dan hal ini merupakan potensi


(2)

usia produktif ini tidak diimbangi penciptaan lapangan kerja, maka bonus demografi tersebut akan perpotensi menimbulkan masalah kependukan yang jauh lebih kompleks yakni demographic trap dengan potensi pengangguran yang meningkat. Oleh karena itu, strategi yang perlu ditempuh adalah memperluas penciptaan lapangan kerja untuk menyerap ledakan penduduk usia kerja tersebut.

Mempertimbangkan hal tersebut, kependudukan dan kesempatan kerja diangkat menjadi isu strategis pembangunan lima tahun ke depan. Meskipun secara statistik, pertumbuhan penduduk Kabupaten Cilacap relatif rendah, namun pengendalian penduduk melalui program KB (keluarga berencana) harus menjadi salah satu prioritas. Langkah strategisnya adalah dengan meningkatkan efektivitas program KB melalui peningkatan cakupan akseptor keluarga berencana. Sampai dengan tahun 2011 akseptor KB mencapai 73,07 persen, sedangkan cakupan peserta KB aktif baru mencapai 72,77 persen (semakin menurun dibandingkan sebelumnya).

Berkaitan dengan persoalan kependudukan dan angkatan kerja, dukungan adminsitrasi kependudukan sangat vital. Administrasi kependudukan yang valid sangat diperlukan demi mendukung perencanaan pembangunan yang terkait dengan kependudukan, angkatan kerja dan aspek lain yang terkait dengannya, seperti basis data pemilih. Kebijakan administrasi kependudukan diarahkan untuk meningkatkan cakupan penduduk KTP sejalan dengan penerapan E-KTP, cakupan penduduk ber-akte kelahiran serta pencatatan pasangan ber-ber-akte nikah. Hal ini selain berkaitan dengan kesadaran masyarakat untuk tertib administrasi pendudukan, juga berkaitan dengan sinergi dan koordinasi antar instansi melalui sistem informasi kependudukan yang mendukung.

5. Lingkungan Hidup, Bencana dan Perubahan Iklim

Lingkungan, bencana dan perubahan iklim merupakan isu global. Isu ini berkaitan dengan keberlanjutan pembangunan, yakni daya dukung lingkungan hidup dalam menopang kegiatan pembangunan. Bagi Kabupaten Cilacap, isu lingkungan hidup, bencana dan perubahan iklim merupakan faktor yang berpengaruh terhadap dinamika ekonomi masyarakat yang


(3)

berbasis pertanian, perikanan dan kelautan. Oleh karena itu, persoalan ini menjadi isu strategis pembangunan Kabupaten Cilacap.

Arah kebijakan berkaitan dengan hal tersebut adalah dengan meningkatkan efektivitas antisipasi, adaptasi dan mitigasi. Dengan antisipasi, adaptasi serta mitigasi yang lebih efektif, outcome yang diharapkan adalah terkendalinya kerusakan lingkungan hidup, bencana dan perubahan iklim. Jika terjadi bencana, kerusakan yang ditimbulkan serta korban bisa diminimalisir melalui mitigasi yang lebih efektif.

Berdasarkan struktur geologi Kabupaten Cilacap memberikan pengaruh terhadap pola rawan bencana yang dapat terjadi di Kabupaten Cilacap. Di dalam Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 9 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Cilacap Tahun 2011-2031 di Kabupaten Cilacap terdapat beberapa wilayah rawan bencana, yaitu:

1. Rawan Gempa Bumi (9 kecamatan)

2. Rawan Tsunami (9 kecamatan dengan luas kurang lebih 5.856 Ha) 3. Rawan Banjir (16 kecamatan)

4. Rawan Kekeringan (12 kecamatan)

5. Rawan Longsor (4 kecamatan dengan luas kurang lebih 97 Ha)

Strategi yang harus dilakukan berkaitan dengan isu lingkungan adalah pemantauan dan pengendalian faktor pencemar dan perusak lingkungan secara berkelanjutan. Kompetensi dan profesionalisme petugas pemantauan, pencegahan serta penanganan lingkungan dan bencana juga perlu ditingkatkan. Begitu juga dengan sosialisasi kepada masyarakat berkaitan dengan kesadaran akan lingkungan serta jalur-jalur mitigasi bencana sebagaimana telah ditetapkan.

6. Ketahanan Pangan

Kabupaten Cilacap telah berhasil dalam mencapai surplus produksi beras. Hal ini merupakan prestasi bagi pemerintah Kabupaten Cilacap. Surplus produksi beras ini tentu saja merupakan faktor penting dalam kaitannya dengan ketahanan pangan khususnya dari aspek produksi.


(4)

ketahanan pangan menjadi salah satu isu strategis dalam pembangunan lima tahun ke depan. Persoalannya adalah isu ketahanan pangan ini bukan saja menyangkut aspek produksi, tetapi aspek availability (ketersediaan), diversifikasi (keragaman pangan),affordability(keterjangkauan daya belinya oleh masyarakat) serta acsessability dan distribusinya. Selain itu, isu ketahanan pangan ini juga merupakan isu global. Hal ini berkaitan dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk, sementara daya dukung lingkungan dan lahan dalam penyediaan sumber-sumber pangan bagi penduduk semakin berkurang. Untuk Kabupaten Cilacap, isu ketahanan pangan ini secara khusus berkaitan dengan laju konversi lahan pertanian, produktivitas pertanian, serta diversifikasi pangan. Oleh karena itu, arah kebijakan berkaitan dengan ketahanan pangan adalah bagaimana konversi lahan bisa dikendalikan melalui peningkatan disiplin dan ketaatan dan konsistensi pemanfaatan ruang dan wilayah (RTRW). Disamping itu, kebijakan di sektor pertanian harus diarahkan pada peningkatan produktivitas pertanian sekaligus peningkatan diversifikasi pangan melalui rekayasa pengolahan pasca panen.

7. Kapasitas Keuangan Daerah

Program dan kegiatan yang telah direncanakan berkaitan dengan seluruh isu strategis pembangunan membutuhkan pendanaan yang memadai. Pendanaan tersebut bersumber dari pendapatan asli daerah (PAD) dan dana perimbangan. Dilihat dari kontribusinya, poris pendanaan yang bersumber dari PAD relatif lebih kecil dibandingkan dengan porsi pendanaan yang berasal dari dana perimbangan. Hal ini mengindikasikan ketergantungan fiskal Kabupaten Cilacap, sekaligus terbatasnya ruang fiskal Kabupaten Cilacap. Berkaitan dengan hal tersebut kapasitas keuangan ini diangkat menjadi salah satu isu strategis.

Arah kebijakan berkaitan dengan isu ini adalah meningkatkan kemandirian dan ruang fiskal dengan mendorong penerimaan dari sumber PAD. Strategi yang harus ditekankan untuk meningkatkan kemandirian daerah tersebut adalah meningkatkan optimalisasi potensi pajak dan retribusi baik melalui ekstensifikasi maupun intensifikasi dan meningkatkan peran BUMD sebagai salah satu sumber PAD juga harus ditingkatkan.


(5)

Diskresi pajak bumi dan bangunan (PBB) serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) kepada pemerintah daerah harus bisa dioptimalkan dengan meningkatkan cakupan wajib pajaknya melalui tertib dan disiplin administrasi pertanahan yang lebih baik.

Arah kebijakan berikutnya terkait dengan isu strategis kapasitas keuangan daerah adalah meningkatkan kapasitas pemerintah dalam mengelola program dan kegiatan dan keuangan daerah. Dalam lima tahun terakhir rasio realisasi anggaran cenderung menurun. Hal ini mengindikasikan semakin melemahnya kapasitas pemerintah daerah dalam mengelola kegiatan dan keuangan daerah. Lebih khusus lagi, rasio realisasi belanja modal terhadap anggaran pada belanja modal sangat rendah. Hal ini dapat menjadi kendala dalam mewujudkan misi-misi yang ditetapkan dalam RPJMD. Program dan kegiatan yang telah direncanakan dalam rangka mencapai sasaran dan misi bisa terkendala karena kapasitas SKPD penanggung jawab yang tidak cukup dalam melaksanakan program dan kegiatan yang direncanakan tersebut.

Rendahnya rasio realisasi terhadap anggaran juga bisa disebabkan karena lemahnya perencanaan keuangan. Dalam perencanaan keuangan, anggaran cenderung bersifat longgar sehingga meskipun target output tercapai, seringkali sisa anggaran masih besar (anggaran cenderung lebih besar dari realisasi). Oleh karena itu, kebijakan berkaitan dengan isu kapasitas keuangan daerah harus juga arahkan pada peningkatan kapasitas pemerintah beserta instansinya dalam menjalankan fungsi perencanaan dan pelaksanaannya. Instrumen-instrumen yang diperlukan untuk mendukung perencanaan anggaran yang baik mutlak diperlukan, seperti analisis standar belanja (ASB), analisis beban kerja (ABK), analisis standar harga yang rasional serta instrument-instrumen pendukung lainnya.

8. Infrastruktur dan Daya Saing

Isu untuk mengembangkan potensi lokal melalui sinergi sektor pertanian, kelautan, industri dan pariwisata telah diangkat sebagai salah satu misi pembangunan lima tahun ke depan. Misi tersebut menjadi sangat strategis dalam menyelesaikan permasalahan pembangunan sebagaimana


(6)

penyediaan dan peningkatan infrastruktur untuk menjadi daya tarik investor di sektor-sektor potensial tersebut. Oleh karena itu infrastruktur dan daya saing menjadi salah satu isu strategis pembangunan Kabupaten Cilacap ke depan. Dalam hal ini, pendekatan spasial dan sektoral dalam pembangunan infrastruktur pendukungnya untuk tujuan mengatasi persoalan kemiskinan dan ketimpangan harus dikedepankan.

Strategi investasi yang harus dikembangkan adalah investasi yang bersifat inklusif, bukan investasi yang ekslusif pada sektor-sektor industri besar dan padat modal saja. Dengan demikian, investasi yang diharapkan masuk dan berkembang di Kabupaten Cilacap adalah investasi yang arahnya pada pengembangan potensi lokal melalui sinergi sektor pertanian, perikanan kelautan, industri dan pariwisata. Hal ini ini perlu mengingat sifat dan struktur perekonomian Kabupaten Cilacap yang dualistik.

Arah pengembangan investasi dilakukan melalui dua jalur. Pertama, kebijakan investasi dengan tetap mempertahankan iklim kondusif bagi berkembangnya industri besar yang sudah ada. Kedua, kebijakan fasilitasi investasi dalam rangka mendorong tumbuhnya industri mikro, kecil dan sektor-sektor potensial. Arah kebijakan yang kedua ini dimaksudkan untuk mendorong tumbuhnya industri-industri yang mempunyai kemampuan mencipatkan lapangan kerja yang lebih besar.

Untuk mendorong investasi pada industri-industri yang mempunyai daya serap tenaga kerja yang tinggi ini, penyebaran infrastruktur yang semakin merata sangat diperlukan. Selain itu, berbagai insentif diperlukan untuk mendorong tumbuhnya sarana perekonomian baik berupa sarana perdagangan maupun keuangan yang semakin merata. Rencana pengembangan infrastruktur sebagaimana sudah direncakan dalam Perda RTRW perlu mendapat prioritas, karena pengembangan infrastruktur tersebut akan dapat mengakselerasi pertumbuhan ekonomi yang semakin cepat, khususnya untuk wilayah Cilacap Barat dan wilayah pedesaan.