KEEFEKTIFAN TEKNIK ECOLA (EXTENDING CONCEPTS THROUGH LANGUAGE ACTIVITIES) TERHADAP PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN CERITA ANAK PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 WONOSOBO.

(1)

CERITA ANAK PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 WONOSOBO

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

oleh Resti Agistiasari NIM 11201244005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA NOVEMBER 2015


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan untuk kedua orang tua, Bapak Ngadenan dan Ibu Suprapti.


(7)

vii

memberikan rahmat dan petunjuk-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi (TAS) yang berjudul “Keefektifan Teknik ECOLA terhadap Pembelajaran Membaca Pemahaman Cerita Anak pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Wonosobo” dengan lancar, untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar sarjana pendidikan.

Keberhasilan dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dekan Fakultas Bahasa dan Seni, Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, serta Penasihat Akademik yang telah memberikan berbagai kemudahan kepada penulis. Rasa hormat dan terima kasih penulis sampaikan kepada Dosen Pembimbing skripsi, Ibu St. Nurbaya, M.Si., M.Hum dan Bapak Dwi Budiyanto, S.Pd., M.Hum yang selalu memberikan bimbingan, arahan, dan dorongan kepada penulis guna perbaikan dalam penulisan skripsi ini.

Penulis sampaikan terima kasih kepada kepala sekolah SMP Negeri 2 Wonosobo, Bapak Herli Wiatmo, S.Pd yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di SMP Negeri 2 Wonosobo. Guru mata pelajaran bahasa Indonesia, Bapak Husni Ash Shidiqi, S.Pd, terima kasih atas semua bantuan dan kemudahan yang diberikan. Siswa-siswi kelas VII D dan VII E SMP Negeri 2 Wonosobo, terima kasih untuk kerjasama yang baik selama penelitian skripsi.

Terima kasih kepada Bapak Ngadenan, Ibu Suprapti, dan Mas Harvian Wigananta yang telah memberikan kasih sayang, dukungan, semangat, dan doa yang tidak terputus selama penulis menempuh studi. Terima kasih kepada Bude Lilik Nasikhatun atas bantuan dan kemudahan yang diberikan selama penulis menyusun skripsi. Terima kasih kepada Venti Khurnia, Yuliyanti, Auliya Muftiningsih, Dzikrina Istighfaroh, Ulfa Aulia, Adistya Oka Sandi P, Ardi Susila, FX. Dalu Pradhah P, dan Untung Purnomo yang telah memberikan semangat dan menjadi sahabat-sahabat terbaik.


(8)

viii

memohon maaf atas kekurangan-kekurangan dalam skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi berbagai pihak sebagaimana mestinya.

Penulis,


(9)

ix

PENGESAHAN... iii

PERNYATAAN... iv

MOTTO... v

PERSEMBAHAN... vi

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

ABSTRAK... xvii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Identifikasi Masalah... 6

C. Pembatasan Masalah... 7

D. Rumusan Masalah... 7

E. Tujuan Penelitian... 8

F. Manfaat Penelitian... 8

G. Batasan Istilah... 9

BAB II KAJIAN TEORI... 10

A. Deskripsi Teori... 10

1. Membaca Pemahaman... 10

a. Hakikat Membaca... 10

b. Hakikat Membaca Pemahaman... 12

c. Taksonomi dalam Membaca Pemahaman Cerita Anak.... 15


(10)

x

d. Pembelajaran Membaca Pemahaman Cerita Anak... 24

e. Penilaian Pembelajaran Membaca Pemahaman Cerita Anak... 25

3. Teknik ECOLA... 27

a. Pengertian Teknik ECOLA... 27

b. Kelebihan Teknik ECOLA... 29

c. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Teknik ECOLA 29 B. Penelitian yang Relevan... 31

C. Kerangka Pikir... 33

D. Pengajuan Hipotesis... 34

BAB III METODE PENELITIAN... 36

A. Desain dan Paradigma Penelitian... 36

1. Desain Penelitian... 36

2. Paradigma Penelitian... 36

B. Variabel Penelitian... 38

1. Variabel Bebas... 38

2. Variabel Terikat... 38

C. Populasi dan Sampel Penelitian... 38

1. Populasi Penelitian... 38

2. Sampel Penelitian... 38

D. Tempat dan Waktu Penelitian... 39

E. Teknik Pengumpulan Data... 39

F. Instrumen Penelitian... 40

1. Jenis Instrumen Penelitian... 40

2. Validitas Instrumen... 41

3. Reliabilitas Instrumen... 42


(11)

xi

H. Teknis Analisis Data... 44

1. Persyaratan Analisis Data... 44

2. Penerapan Teknik Analisis Data... 44

I. Definisi Operasional... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 46

A. Hasil Penelitian... 46

1. Deskripsi Data Hasil Penelitian... 46

a. Data Skor Pretest Kemampuan Membaca Pemahaman Cerita Anak Kelompok Kontrol... 46

b. Data Skor Pretest Kemampuan Membaca Pemahaman Cerita Anak Kelompok Eksperimen... 49

c. Data Skor Posttest Kemampuan Membaca Pemahaman Cerita Anak Kelompok Kontrol... 52

d. Data Skor Posttest Kemampuan Membaca Pemahaman Cerita Anak Kelompok Eksperimen... 56

e. Perbandingan Data Skor Pretest dan Posttest Kemampuan Membaca Pemahaman Cerita Anak Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen... 59

2. Hasil Uji Prasyarat Analisis... 60

a. Hasil Uji Normalitas Sebaran... 60

b. Hasil Uji Homogenitas Varian... 61

3. Analisis Data... 62

a. Uji-t Skor Pretest Pembelajaran Membaca Pemahaman Cerita Anak Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen... 62 b. Uji-t Skor Postest Pembelajaran Membaca Pemahaman


(12)

xii

d. Uji-t Skor Pretest dan Postest Pembelajaran Membaca

Pemahaman Cerita Anak Kelompok Eksperimen... 65

4. Hasil Pengujian Hipotesis... 66

a. Hasil Uji Hipotesis Pertama... 66

b. Hasil Uji Hipotesis Kedua... 68

B. Pembahasan Hasil Penelitian... 68

1. Perbedaan Kemampuan Membaca Pemahaman Cerita Anak Siswa Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen... 70

2. Keefektifan Penggunaan Teknik ECOLA dalam Pembelajaran Cerita Anak pada Siswa SMP Negeri 2 Wonosobo... 75

C. Keterbatasan Penelitian... 79

BAB V PENUTUP... 81

A. Simpulan... 81

B. Implikasi... 82

C. Saran... 82

DAFTAR PUSTAKA... 84


(13)

xiii

Tabel 1 : Klasifikasi Subketerampilan Komprehensi Membaca

Ruddel... 17 Tabel 2 : Pretest-Posttest Control Group Design... 37 Tabel 3 : Deskripsi Statistik Skor Pretest Membaca Pemahaman

Cerita Anak Kelompok Kontrol... 47 Tabel 4 : Kategori Kecenderungan Skor Pretest Membaca

Pemahaman Cerita Anak Kelompok Kontrol... 48 Tabel 5 : Deskripsi Statistik Skor Pretest Membaca Pemahaman

Cerita Anak Kelompok Eksperimen... 50 Tabel 6 : Kategori Kecenderungan Skor Pretest Membaca

Pemahaman Cerita Anak Kelompok Eksperimen... 51 Tabel 7 : Deskripsi Statistik Skor Posttest Membaca

Pemahaman Cerita Anak Kelompok Kontrol... 53 Tabel 8 : Kategori Kecenderungan Skor Posttest Membaca

Pemahaman Cerita Anak Kelompok Kontrol... 55 Tabel 9 : Deskripsi Statistik Skor Posttest Membaca

Pemahaman Cerita Anak Kelompok Eksperimen... 56 Tabel 10 : Kategori Kecenderungan Skor Posttest Membaca

Pemahaman Cerita Anak Kelompok Eksperimen... 58 Tabel 11 : Perbandingan Data Statistik Skor Pretest dan Posttest

Kemampuan Membaca Pemahaman Cerita Anak... 59 Tabel 12 : Rangkuman Hasil Uji Normalitas Sebaran... 60 Tabel 13 : Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Varian... 61 Tabel 14 : Hasil Uji-t Skor Pretest Kemampuan Membaca

Pemahaman Cerita Anak Kelompok Kontrol dan

Kelompok Eksperimen... 63 Tabel 15 : Hasil Uji-t Skor Postest Kemampuan Membaca


(14)

xiv

Pemahaman Cerita Anak Kelompok Kontrol... 65 Tabel 17 : Uji-t Skor Pretest dan Posttest Pembelajaran Membaca


(15)

xv

Gambar I : Paradigma Kelompok Eksperimen... 38 Gambar II : Paradigma Kelompok Kontrol... 38 Gambar III : Histogram Distribusi Frekuensi Skor Pretest

Membaca Pemahaman Cerita Anak Kelompok

Kontrol... 48 Gambar IV : Diagram Kecenderungan Skor Pretest Membaca

Pemahaman Cerita Anak Kelompok Kontrol... 49 Gambar V : Histogram Distribusi Frekuensi Skor Pretest

Membaca Pemahaman Cerita Anak Kelompok

Eksperimen... 51 Gambar VI : Diagram Kecenderungan Skor Pretest Membaca

Pemahaman Cerita Anak Kelompok Eksperimen... 52 Gambar VII : Histogram Distribusi Frekuensi Skor Posttest

Membaca Pemahaman Cerita Anak Kelompok

Kontrol... 54 Gambar VIII : Diagram Kecenderungan Skor Posttest Membaca

Pemahaman Cerita Anak Kelompok Kontrol... 55 Gambar IX : Histogram Distribusi Frekuensi Skor Posttest

Membaca Pemahaman Cerita Anak Kelompok

Eksperimen... 57 Gambar X : Diagram Kecenderungan Skor Posttest Membaca


(16)

xvi

Lampiran 2 : Silabus Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Membaca Cerita Anak SMP Kelas VII Semester 1... 88

Lampiran 3 : RPP Kelompok Eksperimen... 90

Lampiran 4 : RPP Kelompok Kontrol... 100

Lampiran 5 : Teks Bacaan RPP... 108

Lampiran 6 : Kisi-kisi Soal Pretest dan Posttest ... 123

Lampiran 7 : Print Out Iteman... 126

Lampiran 8 : Hasil Analisis Pemaknaan Iteman... 135

Lampiran 9 : Lembar Telaah Soal Pilihan Ganda... 136

Lampiran 10 : Soal PretestPosttest Cerita Anak... 139

Lampiran 11 : Kunci Jawaban PretestPosttest Cerita Anak... 162

Lampiran 12 : Data Skor PretestPosttest Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen... 163

Lampiran 13 : Penghitungan Kecenderungan Skor... 165

Lampiran 14 : Data Distribusi Frekuensi Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen... 167

Lampiran 15 : Normalitas PretestPosttest Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen... 171

Lampiran 16 : Homogenitas PretestPosttest Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen... 175

Lampiran 17 : Uji-t PretestPosttest Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen... 176

Lampiran 18 : Dokumentasi Penelitian... 180

Lampiran 19 : Contoh Hasil Pekerjaan Siswa... 182


(17)

xvii

oleh Resti Agistiasari NIM 11201244005

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji adanya perbedaan kemampuan membaca pemahaman cerita anak antara siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan teknik ECOLA dengan siswa yang mengikuti pembelajaran tanpa menggunakan teknik ECOLA. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk menguji keefektifan teknik ECOLA terhadap pembelajaran membaca pemahaman cerita anak pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Wonosobo.

Penelitian ini merupakan penelitian jenis eksperimen dengan desain penelitian pretest and posttestcontrol group design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Wonosobo. Adapun sampel penelitian ini adalah siswa kelas VII D sebagai kelas kontrol, dan siswa kelas VII E sebagai kelas eksperimen yang dipilih menggunakan teknik cluster random sampling.Variabel penelitian ini menggunakan variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah teknik ECOLA, sedangkan variabel terikat adalah kemampuan membaca pemahaman cerita anak. Analisis data menggunakan uji-t sampel berhubungan dan uji-t sampel bebas yang dihitung menggunakan program komputer SPSS versi 20.0.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, terdapat perbedaan kemampuan membaca pemahaman cerita anak yang signifikan antara siswa yang mendapat pembelajaran membaca pemahaman cerita anak dengan menggunakan teknik ECOLA dan siswa yang mendapat pembelajaran membaca pemahaman cerita anak tanpa menggunakan teknik ECOLA. Hal tersebut ditunjukkan dengan hasil penghitungan uji-t untuk sampel bebas berupa skor t sebesar 3,884, df sebesar 66, dan p sebesar 0,000. Nilai p lebih kecil dari taraf signifikansi 5% (p 0,000 < 0,05) maka signifikan. Kedua, teknik ECOLA efektif terhadap pembelajaran membaca pemahaman cerita anak pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Wonosobo. Hal tersebut ditunjukkan oleh data skor pretest dan posttest kelompok eksperimen bahwa t sebesar 12,03, df sebesar 33, dan p sebesar 0,000. Kata kunci: ECOLA, membaca pemahaman, cerita anak


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran bahasa Indonesia berbasis kompetensi tidak dapat terlepas dari empat kemampuan dasar berbahasa. Keempat kemampuan dasar berbahasa tersebut adalah menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Setiap kemampuan tersebut tertuang dalam berbagai materi pembelajaran. Seperti kemampuan-kemampuan lainnya, kemampuan-kemampuan membaca juga menjadi salah satu kompetensi yang harus dikuasai siswa. Salah satu materi membaca pada pelajaran bahasa Indonesia kelas VII SMP adalah membaca untuk memahami isi teks sastra yang berupa cerita anak.

Sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, pembelajaran membaca cerita anak kelas VII SMP bertujuan agar siswa mampu menceritakan kembali dan mengomentari cerita anak yang dibaca. Untuk mencapai tujuan tersebut, siswa harus melakukan kegiatan membaca terlebih dahulu. Kegiatan membaca penting dilakukan dalam pembelajaran cerita anak, sebab dengan membaca siswa dapat memahami cerita anak yang dibaca sehingga mereka dapat menceritakan kembali dan mengomentari cerita anak yang dibaca dengan baik.

Kegiatan membaca dalam proses pembelajaran di sekolah disesuaikan dengan tingkat kemampuan berpikir siswa. Bloom (1956), seperti dikutip Utari (2013: 2), mengkategorikan konsep kemampuan berpikir menjadi tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Ranah kognitif terdiri atas enam jenjang tingkatan berpikir yang disusun dari tingkat berpikir level sederhana sampai level


(19)

yang lebih kompleks. Keenam tingkatan tersebut adalah pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6).

Berdasarkan Taksonomi Bloom, terlihat bahwa kegiatan memahami termasuk kegiatan ranah kognitif tingkat C2. Tingkatan berpikir yang berupa pemahaman (C2) merupakan kemampuan untuk memahami instruksi/masalah dan menginterpretasikan/menyatakan kembali materi dengan kata-kata sendiri. Membaca merupakan salah satu kegiatan yang dapat dilakukan untuk mencapai pemahaman tersebut. Melalui kegiatan membaca, siswa mencapai tingkatan berpikir C2 atau pemahaman. Tingkatan berpikir yang dicapai siswa tersebut sesuai dengan tujuan pembelajaran membaca cerita anak, yaitu untuk menceritakan kembali dan mengomentari cerita anak yang dibaca.

Kegiatan membaca penting dilakukan agar siswa dapat memahami materi dengan baik. Menurut Cole (via Wiryodijoyo, 1989: 1), membaca adalah proses psikologis yang melibatkan penglihatan, gerak mata, pembicaraan batin, ingatan, pengetahuan mengenai kata yang dapat dipahami, dan pengalaman pembacanya. Membaca sebagai suatu keterampilan berbahasa, tidak bisa lepas dari pembelajaran bahasa Indonesia. Meskipun membaca merupakan keterampilan reseptif, bukan berarti siswa hanya pasif menerima informasi dari bacaan. Namun, ada proses aktif yang berupa menafsirkan, mengekstraksi, menegosiasikan, dan mengonstruksi makna yang terkandung dalam bacaan (Zuchdi, 2012: 6). Dari berbagai jenis kegiatan membaca, membaca pemahaman merupakan bentuk kegiatan membaca yang paling tepat dan sesuai untuk pembelajaran membaca cerita anak kelas VII SMP.


(20)

Membaca pemahaman penting dilakukan dalam mempelajari cerita anak, sebab dengan membaca siswa menggunakan berbagai macam kemampuan untuk memahami cerita anak yang mereka baca. Pemahaman terhadap bacaan tidak kalah penting dengan kegiatan membaca itu sendiri. Ketika siswa membaca, hal yang harus dicapai adalah pemahaman. Dengan adanya pemahaman terhadap bacaan, siswa mampu menangkap informasi dan materi pembelajaran yang mereka baca. Melalui pemahaman, materi pembelajaran yang dipelajari akan mudah tersimpan di memori sehingga siswa mengerti tentang materi tersebut.

Meskipun demikian, beberapa siswa kurang tertarik untuk mempelajari cerita anak karena mereka malas membaca. Rasa malas tersebut disebabkan karena beberapa teks cerita anak disusun dengan paragraf yang terlalu panjang. Jika dihadapkan pada sebuah teks yang panjang, siswa cenderung malas membaca. Hal inilah yang membuat pemahaman siswa terhadap jalan cerita menjadi kurang. Selain itu, minat membaca siswa cenderung tergantung pada kesan pertama mereka ketika membaca cerita anak. Jika di awal cerita, menurut siswa cerita anak tersebut sudah tidak menarik, maka siswa akan malas untuk melanjutkan kegiatan membacanya. Padahal, menarik tidaknya sebuah cerita bukan ditentukan pada bagian awal cerita. Berdasarkan hal-hal tersebut, dapat diartikan bahwa pemahaman siswa terhadap bacaan masih lemah.

Lemahnya pemahaman bacaan siswa Indonesia tersebut dapat diketahui dari data PISA (Programme for International Student Assesment) yang melakukan tes membaca terhadap siswa Indonesia pada tahun 2009. Dari tes tersebut, didapatkan hasil bahwa 15% siswa Indonesia mampu mengerjakan soal sampai


(21)

level 1a, 40% sampai level 1b, 30% sampai level 2, dan 15% sampai level 3 (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia: 2013). Padahal, soal tes yang diujikan oleh PISA mencapai level 6. Bahkan, data terbaru berdasarkan hasil tes membaca yang diadakan PISA pada tahun 2012, menunjukkan bahwa negara Indonesia berada di urutan 60 dari 65 negara yang mengikuti tes tersebut (Indonesia PISA Center, www.indonesiapisacenter.com/2013/12/hasil-pisa-2012/, diunduh pada 2 Oktober 2015). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam pemahaman bacaan masih kurang.

Setiawan (2012: 5) mengemukakan faktor lain yang menurunkan minat baca siswa dalam pembelajaran bahasa, yaitu ketika materi pemahaman bacaan (reading comprehension), para guru terlalu sering meminta siswanya berhenti di setiap paragraf untuk menjelaskan dan mendiskusikan pemahaman, bukannya mendapatkan gambaran besar, alur, dan informasinya dulu. Akibatnya, siswa tidak lagi bisa menikmati dan mengikuti proses pemahaman bacaan dengan baik.

Sebagai sebuah alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut, guru dapat mencoba teknik ECOLA (Extending Concepts through Language Activities) untuk pembelajaran membaca pemahaman cerita anak kelas VII SMP. Teknik ECOLA merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan dalam pembelajaran membaca pemahaman. Teknik ECOLA (Extending Concepts through Language Activities) adalah teknik yang dikembangkan oleh Smith-Burke pada tahun 1982 (Tierney, dkk., 1990: 154). Meskipun teknik ECOLA merupakan teknik untuk kegiatan membaca, teknik ini juga mengintegrasikan kemampuan berbahasa lainnya, yaitu menulis, berbicara, dan menyimak. Kemampuan tersebut


(22)

bermanfaat untuk memaknai dan mengawasi pemahaman siswa (Tierney, dkk., 1990: 154). Jadi, dapat disimpulkan bahwa teknik ECOLA adalah teknik yang digunakan dalam kegiatan membaca dengan mengintegrasikan empat keterampilan dasar berbahasa untuk mencapai pemahaman bacaan.

Smith-Burke (Tierney, dkk., 1990: 154) mengemukakan bahwa teknik ECOLA memfokuskan kegiatan untuk membangun kemampuan alamiah membaca dan proses monitoring terhadap interpretasi yang tepat pada bacaan. Untuk tujuan tersebut, kerangka pembelajaran ECOLA terletak pada pengalaman-pengalaman belajar yang berupa: membaca dengan tujuan tertentu, tanggapan tertulis, diskusi, dan self-monitoring. Pengalaman-pengalaman belajar tersebut dapat membantu guru dalam dalam proses pembelajaran karena guru dan siswa dapat saling memberikan umpan balik dalam proses diskusi. Selain itu, guru dapat memonitoring bagaimana siswa membaca dan bagaimana interpretasi mereka terhadap bacaan (Tierney, dkk., 1990: 157).

Sebelumnya, penelitian dengan menggunakan teknik ECOLA pernah dilakukan oleh Zuchdi dkk (Zuchdi, dkk., 2012: 120). Penelitian tersebut berjudul Peningkatan Keefektifan Membaca Mahasiswa dengan Teknik ECOLA (Extending Concepts through Language Activities). Adapun hasil dari penelitian tersebut, yaitu (1) teknik ECOLA dapat meningkatkan pemahaman membaca dan (2) penggunaan teknik ECOLA dengan tahapan-tahapannya dapat meningkatkan kemampuan kerja sama dalam tim, terutama untuk melakukan diskusi tentang strategi memahami bacaan. Hal tersebut dibuktikan dari hasil analisis statistik antara skor rerata pretest dan rerata posttest. Peningkatan skor dari rerata pretest


(23)

ke rerata posttest adalah sebanyak 2, 1875. Berdasarkan penelitian tersebut, dapat dilihat bahwa pembelajaran membaca pemahaman menggunakan teknik ECOLA mampu meningkatkan kemampuan memahami bacaan.

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, perlu sebuah penelitian mengenai teknik ECOLA ini apakah tepat untuk pembelajaran membaca pemahaman cerita anak atau tidak. Oleh karena itu, untuk menguji keefektifan teknik ECOLA dalam pembelajaran membaca pemahaman cerita anak, peneliti

memutuskan untuk memilih judul penelitian “Keefektifan Teknik ECOLA

terhadap Pembelajaran Membaca Pemahaman Cerita Anak pada Siswa Kelas VII

SMP Negeri 2 Wonosobo”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:

1. Siswa perlu membaca untuk dapat memahami materi dengan baik. 2. Lemahnya pemahaman siswa terhadap bacaan, khususnya cerita anak. 3. Siswa mengalami kesulitan dalam mencapai pemahaman terhadap bacaan. 4. Perlu ada uji keefektifan teknik ECOLA bagi siswa kelas VII SMP Negeri 2

Wonosobo.

5. Perlu diadakan uji beda antara kelas eksperimen atau kelas yang menggunakan teknik ECOLA dengan kelas kontrol atau kelas yang tidak menggunakan teknik ECOLA.


(24)

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan, perlu ada pembatasan masalah agar penelitian menjadi lebih fokus. Penelitian ini dibatasi pada dua masalah sebagai berikut.

1. Perbedaan kemampuan membaca pemahaman cerita anak antara siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan teknik ECOLA dengan siswa yang mengikuti pembelajaran tanpa menggunakan teknik ECOLA.

2. Keefektifan teknik ECOLA terhadap pembelajaran membaca pemahaman cerita anak pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Wonosobo.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dikemukakan, dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut.

1. Apakah ada perbedaan kemampuan membaca pemahaman cerita anak antara siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan teknik ECOLA dengan siswa yang mengikuti pembelajaran tanpa menggunakan teknik ECOLA? 2. Apakah teknik ECOLA efektif terhadap pembelajaran membaca pemahaman


(25)

E. Tujuan Penelitian

Berikut tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan.

1. Menguji perbedaan kemampuan membaca pemahaman cerita anak antara siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan teknik ECOLA dengan siswa yang mengikuti pembelajaran tanpa menggunakan teknik ECOLA. 2. Menguji keefektifan teknik ECOLA terhadap pembelajaran membaca

pemahaman cerita anak pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Wonosobo.

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai pengayaan kajian keilmuan yang memberikan bukti secara ilmiah apakah teknik ECOLA efektif terhadap pembelajaran membaca pemahaman cerita anak pada siswa kelas VII SMP atau tidak.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan bagi guru mata pelajaran Bahasa Indonesia dalam menentukan teknik pembelajaran membaca pemahaman cerita anak yang tepat pada siswa kelas VII SMP. Selain itu, teknik ECOLA dapat dimanfaatkan para siswa sebagai pemecahan masalah terkait model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran membaca pemahaman cerita anak.


(26)

G. Batasan Istilah

1. Membaca pemahaman adalah salah satu jenis kegiatan membaca yang dilakukan secara intensif dan melibatkan berbagai kemampuan sehingga pembaca mengerti benar informasi dan maksud yang disampaikan penulis serta pemahaman pembaca menjadi meningkat.

2. Cerita anak adalah cerita yang mengisahkan dunia anak dan refleksi kehidupan anak. Jalan cerita yang dikisahkan pada cerita anak adalah peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan dunia anak-anak. Cerita anak melatih perkembangan daya imajinasi anak. Cerita anak mengandung pesan moral dan pendidikan karena pembacanya adalah anak-anak.

3. Teknik ECOLA (Extending Concepts through Language Activities) adalah salah satu teknik yang dapat digunakan dalam pembelajaran membaca pemahaman. Teknik ECOLA mengintegrasikan kemampuan membaca, menulis, menyimak, dan berbicara. Kemampuan membaca diperlukan saat tahap siswa memahami bacaan. Kemampuan menulis diperlukan saat tahap siswa menentukan interpretasi mereka terhadap bacaan. Kemampuan menyimak dan berbicara diperlukan saat tahap siswa melakukan diskusi. Pengintegrasian keempat kemampuan tersebut bermanfaat sebagai sarana monitoring pembelajaran membaca pemahaman.


(27)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teori 1. Membaca Pemahaman

a. Hakikat Membaca

Membaca merupakan salah satu kemampuan dasar berbahasa. Membaca merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencapai pemahaman. Setiawan (2012: xxiv) menyatakan bahwa membaca adalah kecakapan dasar yang harus dikuasai oleh semua orang. Tanpa kecakapan membaca yang baik, manusia mengalami kesulitan dalam mengembangkan kapasitas intelektual dan kemampuan berpikir.

Berdasarkan Taksonomi Bloom, ada enam tingkatan berpikir, yaitu ingatan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6). Dalam dunia pendidikan, keenam tingkatan tersebut masuk dalam ranah kognitif atau kemampuan intelektual seseorang (Nurgiyantoro, 2010: 57). Ingatan, pemahaman, dan penerapan dalam Taksonomi Bloom, masuk ke dalam kategori tingkat berpikir level rendah, sedangkan analisis, sintesis, dan evaluasi termasuk dalam tingkat berpikir level tinggi (Setiawan, 2012: xxiv). Untuk cakap berpikir, terutama pada level tinggi, manusia membutuhkan landasan informasi dan pengetahuan. Berdasarkan Taksonomi Bloom tersebut, kegiatan membaca merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencapai berbagai tingkatan berpikir, dari level paling rendah sampai level yang paling tinggi.


(28)

Rosenberg (1989: 85) menyatakan bahwa membaca perlu dilakukan untuk memperoleh informasi, berpikir secara mendalam, memperoleh pengalaman, mempertimbangkan ide dan pengalaman lainnya, serta menegaskan kembali keyakinan, gagasan, atau pendapat. Selain itu, kegiatan membaca dilakukan untuk hiburan, mendapatkan pengetahuan, dan ketenangan emosional. Selain itu, dengan membaca, seseorang dapat mengeksplorasi dan membandingkan ide-ide, fakta-fakta atau latar belakang penulis.

Cole (via Wiryodijoyo, 1989: 1) mengemukakan bahwa membaca adalah proses psikologis yang melibatkan penglihatan, gerak mata, pembicaraan batin, ingatan, pengetahuan mengenai kata yang dapat dipahami, dan pengalaman pembacanya. Membaca perlu dilakukan dalam proses belajar agar siswa mampu memahami materi pembelajaran. Meskipun membaca merupakan keterampilan reseptif, bukan berarti siswa hanya pasif menerima informasi dari bacaan. Namun, ada proses aktif yang berupa menafsirkan, mengekstraksi, menegosiasikan, dan mengonstruksi makna yang terkandung dalam bacaan (Zuchdi, 2012: 6).

Membaca adalah salah satu jenis keterampilan berbahasa. Membaca dapat didefinisikan sebagai penafsiran yang bermakna terhadap bahasa tulis (Zuchdi, 2012: 3). Goodman (Harras dan Sulistianingsih, 1998: 1.7) mengemukakan bahwa kegiatan membaca tidak hanya memetik pengertian dari deretan kata yang tersurat, tetapi juga makna dari deretan baris, serta makna di balik deretan baris tersebut. Jadi, pembaca juga melakukan interpretasi terhadap hal-hal yang tersirat yang ada dalam materi bacaan.


(29)

Membaca merupakan kemampuan yang kompleks. Membaca bukanlah kegiatan memandangi lambang tertulis semata. Bermacam kemampuan dikerahkan oleh pembaca agar dia mampu memahami materi yang dibaca (Harjasujana dan Mulyati, 1997: 5). Tampubolon (Zuchdi, 2008: 24) menyatakan bahwa yang termasuk kemampuan dalam membaca adalah kecepatan membaca dan pemahaman isi yang terdiri dari enam faktor, yaitu kompetensi kebahasaan, kemampuan mata, penentuan informasi fokus, teknik dan metode membaca, fleksibilitas membaca, dan kebiasan membaca.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa membaca sebagai suatu keterampilan berbahasa, tidak dapat lepas dari pembelajaran bahasa Indonesia. Kegiatan membaca penting dilakukan dalam proses pembelajaran, sebab dengan kegiatan membaca, siswa mengalami suatu proses berpikir yang melibatkan berbagai kemampuan. Selain itu, kegiatan membaca akan menjadikan siswa lebih aktif dalam mencari informasi, berpikir secara mendalam, membangun pengetahuan, mendapatkan pengalaman, melakukan interpretasi, serta mencapai pemahaman.

b. Hakikat Membaca Pemahaman

Sesuai dengan berbagai tujuan dan bahan bacaan, kegiatan membaca terbagi atas beberapa jenis. Dari sekian banyak jenis membaca, kegiatan membaca yang perlu dilakukan siswa untuk dapat mencapai pemahaman, yaitu kegiatan membaca intensif yang berupa membaca pemahaman. Kegiatan membaca yang tidak disertai pemahaman bukanlah kegiatan membaca (Zuchdi, 2012: 3).


(30)

Pendapat Zuchdi tersebut didukung oleh Soedarso (1999: 58) yang memberikan uraian tentang konsep pemahaman, bahwa pemahaman atau komprehensi adalah kemampuan membaca untuk mengerti ide pokok, detail yang penting, dan seluruh pengertian. Untuk dapat mencapai pemahaman tersebut, diperlukan penguasaan perbendaharaan kata serta pembaca akrab dengan struktur dasar penulisan (kalimat, paragraf, tata bahasa). Kemampuan tiap orang dalam memahami bacaan sangat berbeda. Hal tersebut tergantung pada perbendaharaan kata yang dimiliki, minat, jangkauan mata, kecepatan interpretasi, latar belakang pengalaman sebelumnya, kemampuan intelektual, keakraban dengan ide yang dibaca, tujuan membaca, dan keluwesan dalam mengatur kecepatan (Soedarso: 1999: 58-59).

Vacca dan Vacca (1989: 20) menyatakan bahwa dalam kegiatan membaca terjadi interaksi antara penulis dan pembaca. Dalam interaksi tersebut, hal yang paling penting adalah pemahaman. Davis (via Vacca dan Vacca, 1989: 21) mengemukakan bahwa kecakapan membaca sangat diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran membaca pemahaman. Dalam pembelajaran membaca, siswa perlu memahami apa yang ditulis pengarang sehingga mereka bisa memperoleh pengalaman, pengetahuan, dan kepuasan ketika mempelajari suatu teks. Adapun yang dimaksud kecakapan membaca tersebut adalah kecakapan untuk mengingat arti kata, kecakapan untuk memberikan jawaban atas pertanyaan yang muncul, baik secara eksplisit maupun implisit, kecakapan menggambarkan kesimpulan yang sesuai konten, kecakapan untuk mengenali teknik, tujuan, pikiran, dan suasana hati penulis, serta kecakapan untuk menemukan struktur teks yang dipelajari (Vacca dan Vacca, 1989: 20)


(31)

Membaca pemahaman dilakukan saat pembaca berusaha memahami sesuatu yang pada awalnya tidak sepenuhnya dapat dipahami. Dalam membaca pemahaman, terjadi komunikasi di antara penulis dan pembaca sehingga pembaca tidak hanya sekedar mendapatkan dan mengingat informasi, tetapi juga benar-benar memahami apa yang dikemukakan penulis. Membaca pemahaman berarti mengetahui kenapa hal itu terjadi, apa kaitannya dengan fakta-fakta lain, dalam hal apa mereka sama, dalam hal apa mereka berbeda (Adler dan Doren, 2007: 9-11). Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa dengan membaca pemahaman, pembaca mengalami peningkatan pemahaman dari pemahaman sebelumnya.

Dalam kegiatan membaca pemahaman, terdapat faktor-faktor yang berpengaruh pada tingkat pemahaman. Johnson dan Pearson (via Zuchdi, 2012: 12) menyatakan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi tingkat pemahaman membaca, yaitu faktor dari dalam diri pembaca dan faktor dari luar diri pembaca. Faktor dari dalam diri pembaca yaitu kemampuan kebahasaan, minat, motivasi, dan seberapa baik pembaca dapat membaca. Faktor dari luar diri pembaca yaitu kebahasaan teks, organisasi teks, dan kualitas lingkungan.

Berdasarkan uraian tentang membaca pemahaman tersebut, dapat disimpulkan bahwa membaca pemahaman merupakan salah satu bentuk kegiatan membaca secara intensif dan melibatkan berbagai kemampuan sehingga pembaca mengerti benar informasi dan maksud yang disampaikan penulis serta pemahaman pembaca menjadi meningkat. Selain itu, membaca pemahaman memberikan kesempatan bagi pembaca untuk menganalisis, mengevaluasi, dan mengapresiasi


(32)

bacaan. Untuk dapat memahami informasi dan maksud yang disampaikan penulis tersebut, diperlukan berbagai macam kemampuan dan keterampilan. Selain itu, tingkat pemahaman pembaca terhadap bacaan dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu, baik dari dalam diri pembaca maupun dari luar diri pembaca.

c. Taksonomi dalam Membaca Pemahaman Cerita Anak

Pemahaman terhadap bacaan terbagi atas berbagai level tingkat pemahaman. Heilman, Timothy, dan William (via Zuchdi, 2012: 10-11) menyatakan bahwa ada tiga level pemahaman dalam membaca, yaitu pemahaman literal, pemahaman interpretatif, dan pemahaman kritis. Pada level pemahaman literal, siswa memahami ide dan informasi yang tertera langsung dalam bacaan. Pada level pemahaman interpretatif, siswa memahami ide dan informasi yang tidak tertera langsung dalam bacaan. Pada level pemahaman kritis, siswa menganalisis, mengevaluasi, dan menanggapi informasi dalam bacaan.

Dalam pembelajaran membaca pemahaman cerita anak, komprehensi atau pemahaman yang harus dicapai mencakup tiga level pemahaman di atas, yaitu pemahaman literal, interpretatif, dan kritis. Pada level pemahaman literal, siswa mampu memahami unsur-unsur cerita anak, misalnya siapa saja tokohnya, dimana setting ceritanya, bagaimana alurnya, dan lain-lain. Pada level pemahaman interpretatif, siswa mampu menemukan pesan dan moral yang terkandung dalam cerita anak yang dibaca. Pada level pemahaman kritis, siswa mampu mengapresiasi cerita anak yang mereka baca, misalnya dengan mengungkapkan


(33)

kesan mereka setelah membaca, mengemukakan ide dan gagasan mereka setelah membaca, dan lain-lain.

Berkaitan dengan hal tersebut, pemahaman siswa terhadap teks dapat diukur dengan didasarkan pada keterampilan komprehensi Ruddel. Ruddel (1978) mengklasifikasikan tujuh subketerampilan utama dari keterampilan komprehensi yang dapat digolongkan dalam tingkat komprehensi faktual, interpretif, dan aplikatif (Zuchdi, 2008: 100). Tingkatan faktual berkaitan dengan kemampuan siswa dalam memahami informasi yang tersurat dalam bacaan. Tingkatan interpretif berkaitan dengan kemampuan siswa dalam memahami informasi yang tersirat dalam bacaan. Tingkatan aplikatif berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menerapkan isi bacaan untuk menemukan apa yang dikatakan dan dimaksudkan oleh pengarang dan bagaimana menggunakan ide-ide yang disampaikan pengarang dalam wacana.


(34)

Tabel 1: Klasifikasi Subketerampilan Komprehensi Membaca Ruddell (Zuchdi, 2008: 78)

Kompetensi Keterampilan

Tingkat Komprehensi Faktual Interpretif Aplikatif 1. Ide-ide penjelas

a. Mengidentifikasi √ √ √

b. Membandingkan √ √ √

c. Menggolongkan √ √

2. Urutan √ √ √

3. Sebab dan akibat √ √ √

4. Ide pokok √ √ √

5. Memprediksi √ √

6. Menilai

a. Penilaian pribadi √ √ √

b. Identifikasi perwatakan

√ √ √

c. Identifikasi motif pengarang

√ √

7. Pemecahan masalah √

Adapun penjelasan dari tujuh subketerampilan yang dikategorikan oleh Ruddel tersebut adalah sebagai berikut.

1) Kompetensi keterampilan ide-ide penjelas yang ada dalam bacaan, yaitu dengan melakukan identifikasi terhadap sejumlah ide, membandingkan ide yang satu dengan ide yang lain dalam bacaan atau menggolongkan ide-ide yang sama dan ide-ide yang berbeda yang ditemukan dalam bacaan.


(35)

2) Kompetensi keterampilan mengurutkan informasi dalam bacaan. Pada kompetensi ini, Ruddel membagi urutan komprehensi yang harus dikuasai oleh pembaca.

3) Kompetensi keterampilan sebab akibat berkaitan dengan kemampuan pembaca untuk menemukan hubungan sebab akibat dari teks yang dibaca, baik dengan menemukan hubungan sebab akibat secara langsung lewat informasi yang tersurat maupun informasi yang tersirat dalam teks.

4) Kompetensi keterampilan menemukan ide pokok berkaitan dengan kemampuan pembaca menentukan ide utama yang ditulis oleh penulis dalam teks yang dibaca.

5) Kompetensi memprediksi berkaitan dengan kemampuan pembaca untuk memprediksi atau mencoba mencari informasi yang mungkin merupakan hal utama, jawaban, atau permasalahan yang dikemukakan oleh penulis.

6) Kompetensi keterampilan menilai berkaitan dengan kemampuan pembaca untuk memberikan penilaian terhadap pribadi, identifikasi perwatakan, dan identifikasi motif pengarang.

7) Kompetensi keterampilan pemecahan masalah berkaitan dengan kemampuan pembaca menemukan alternatif pemecahan masalah setelah membaca teks.

2. Cerita Anak

a. Pengertian Cerita Anak

Cerita anak merupakan salah satu materi pembelajaran bahasa Indonesia kelas VII SMP. Endraswara (2005: 207) menyatakan bahwa cerita anak adalah


(36)

cerita yang di dalamnya mencerminkan refleksi kehidupan yang dapat dipahami oleh anak, melukiskan perasaan anak, dan menggambarkan pemikiran-pemikiran anak. Meskipun demikian, tokoh dalam cerita anak tidak harus berupa anak-anak. Cerita anak memuat nilai-nilai yang berpengaruh terhadap perkembangan psikologis anak seperti kesenangan, kegembiraan, kenikmatan, cita-cita, dan petualangan.

Kurniawan (2013: 22) mengemukakan bahwa cerita anak adalah cerita yang mengacu pada dunia yang dapat dipahami anak-anak. Cerita anak menggunakan bahasa yang mudah dipahami anak-anak, sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual dan emosionalnya. Cerita anak boleh ditulis dan dinikmati orang dewasa, tujuannya agar orang dewasa semakin tahu dan memahami dunia anak, asalkan yang ditulis harus berisi kehidupan anak dengan bahasa yang mudah dipahami anak.

Nurgiyantoro (2005: 218) menyatakan bahwa cerita anak adalah cerita yang berisi berbagai model peristiwa kehidupan sebagaimana yang dijumpai dalam kehidupan sesungguhnya di dunia sehingga anak mudah mengimajinasikan cerita tersebut. Dalam cerita anak, kiasan-kiasan kehidupan, simbol dan perumpamaan kehidupan diwujudkan dalam bentuk alur cerita melalui tokoh-tokoh. Cerita anak harus dikisahkan sesuai dengan tingkatan pemahaman dan kondisi kejiwaan anak. Hal tersebut mencakup berbagai segi, misalnya yang melibatkan aspek emosi, perasaan, pikiran, saraf sensori, dan pengalaman moral yang diekspresikan dalam bentuk kebahasaan yang dapat dipahami anak.


(37)

Nurgiyantoro (2005: 219) menyatakan bahwa dalam cerita anak, anak adalah subjek yang menjadi fokus perhatian dan tercermin secara konkret dalam cerita. Tokoh dalam cerita anak boleh siapa saja, namun mesti ada anak-anaknya, dan tokoh tersebut tidak hanya menjadi pusat perhatian tapi juga sebagai pusat pengisahan. Cerita anak yang baik adalah cerita yang mengantarkan dan berangkat dari kacamata anak sehingga ketika membaca cerita tersebut anak mudah memahami, mengidentifikasi, dan berimajinasi.

Seperti karya sastra yang lain, dalam cerita anak juga terdapat unsur-unsur yang berupa unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Nurgiyantoro (2005: 221) mengungkapkan bahwa yang termasuk unsur intrinsik cerita anak yaitu tokoh dan penokohan, alur, latar, tema, amanat, stile, nada, dan sudut pandang, sedangkan yang termasuk dalam unsur ekstrinsik cerita anak dapat berupa ideologi atau jati diri pengarang, pandangan hidup pengarang, kondisi sosial budaya masyarakat yang dijadikan latar cerita, dan lain-lain.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa cerita anak adalah refleksi atau cerminan kehidupan dunia anak-anak yang dituangkan dalam alur cerita dan tokoh-tokoh sehingga ketika anak membaca cerita anak, pemahaman dan daya imajinasi mereka dapat berkembang. Cerita anak mengandung nilai dan pesan-pesan yang bermanfaat untuk pertumbuhan dan perkembangan psikologis anak. Bahasa yang digunakan dalam cerita anak haruslah bahasa yang mudah dipahami oleh anak-anak. Selain itu, cerita anak mengandung unsur-unsur seperti karya fiksi lainnya, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.


(38)

b. Macam Cerita Anak

Cerita anak terbagi menjadi beberapa macam dan jenis. Nurgiyantoro (2005: 286-303) mengkategorikan cerita anak berdasarkan isi ceritanya menjadi berbagai macam, yaitu:

1) Fiksi realistik

Mitchell (via Nurgiyantoro, 2005: 289), menyatakan bahwa fiksi realistik adalah cerita yang berkisah tentang isu-isu pengalaman kehidupan anak secara nyata, berkisah tentang realitas kehidupan. Cerita fiksi realistik menampilkan model kehidupan sehari-hari yang dialami anak, misalnya pengalaman berada dalam situasi tertentu yang mirip, bertemu dan berinteraksi dengan berbagai macam karakter orang, melihat bagaimana orang menjalani kehidupan, dan lain-lain sehingga cerita fiksi realistik mampu memberikan preferensi kepada anak dalam proses pemahaman kehidupan.

Nurgiyantoro (2005: 290) mengemukakan bahwa cerita fiksi realistik adalah sebuah metafora dan model kehidupan nyata yang sengaja ditawarkan oleh pengarang. Sebagai sebuah model, cerita fiksi realistik bisa mengisahkan sesuatu yang baik atau buruk, sebagaimana problematika kehidupan yang bermacam-macam. Melalui cerita fiksi realistik, anak dapat memaknai dan mengambil pesan-pesan sebagai filter bagi kehidupannya sendiri.

Cerita fiksi realistik terdiri dari berbagai macam. Nurgiyantoro (2005: 291-292) membaginya menjadi cerita petualangan, cerita keluarga, cerita binatang, cerita sekolah, dan cerita olahrga. Cerita petualangan mengangkat berbagai kisah petualangan anak seperti mendaki gunung, mengikuti aliran


(39)

sungai, pergi ke tempat-tempat yang belum dikenal dan misterius, dan lain-lain. Cerita keluarga mengangkat hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari di tengah keluarga seperti kisah anak-anak di sebuah keluarga, bagaimana hubungan antaranggota keluarga, rekreasi bersama keluarga, perjuangan anak dalam keluarga, dan lain-lain. Cerita binatang mengangkat kisah tentang anak dan binatang, seperti cerita anak dengan binatang peliharaanya, cerita anak petani, dan bagaimana anak memperlakukan binatang-binatang itu. Cerita sekolah mengangkat kehidupan anak-anak di sekolah, bagaimana interaksi anak dengan orang-orang di sekolah dan berbagai peristiwa yang terjadi di sekolah. Cerita olahraga mengangkat aktivitas olahraga anak-anak. Seringkali, cerita olahraga berkaitan dengan cerita sekolah.

2) Fiksi fantasi

Cerita fiksi fantasi adalah cerita yang menawarkan sesuatu yang sulit diterima oleh jangkauan pikiran manusia. Cerita fantasi dikembangkan dari imajinasi yang dapat diterima pembaca. Meskipun demikian, dalam cerita fiksi fantasi terdapat bagian-bagian tertentu yang sebenarnya masuk akal dan logis, hanya saja kemudian hal itu dicampuradukkan dengan sesuatu yang tidak masuk akal. Cerita fiksi fantasi membantu anak untuk mengembangkan daya fantasi. Lewat berbagai kisah yang fantastik, lewat daya imajinasinya, anak dapat mengembangkan berbagai potensi dirinya.

3) Fiksi historis

Fiksi historis berkisah tentang masa lalu, dan itu lazimnya dilakukan terhadap peristiwa-peristiwa besar yang monumental lengkap dengan para tokoh


(40)

pelaku sejarahnya. Cerita fiksi historis berangkat dari peristiwa dan tokoh dalam sejarah. Fiksi historis berbeda dengan buku sejarah. Meskipun berangkat dari tokoh dan fakta sejarah, fiksi historis tetap menampilkan adanya faktor imajinasi penulis.

c. Manfaat Cerita Anak

Cerita anak sebagai salah satu genre sastra anak, memiliki nilai dan manfaat terhadap perkembangan anak. Endraswara (2005: 213) menyatakan bahwa cerita anak memiliki nilai dan fungsi yaitu:

1) Memenuhi kebutuhan kemanusiaan

Pengajaran sastra anak berfungsi untuk memberikan pengetahuan kepada siswa. Pengetahuan yang dimaksud mencakup beberapa hal, seperti pendidikan kepribadian, pembentukan sikap, dan pengembangan nilai-nilai pendidikan. Karya sastra anak yang tidak bersifat mendidik justru akan merusak perkembangan kejiawaan anak. Menurut Tarigan (via Endraswara, 2005: 214), sastra anak memiliki nilai-nilai, yaitu (1) memberi kesenangan, kegembiraan, dan kenikmatan; (2) memupuk dan mengembangkan imajinasi; (3) memberikan pengalaman-pengalaman baru; (4) memberikan wawasan menjadi perilaku insani; (5) memperkenalkan kesemestaan pengalaman; (6) memberi harta warisan sastra dari generasi terdahulu; (7) memupuk perkembangan bahasa (8) memupuk perkembangan sosial; (9) memupuk perkembangan kepribadian; (10) memupuk perkembangan kognitif.


(41)

Kecerdasan emosional anak dapat dibentuk melalui pengajaran sastra anak. Cerita anak akan mengajarkan kepada anak tentang cara pemecahan masalah dan sekaligus menyajikan cara pemecahan masalah yang memuaskan. Dengan sastra anak, siswa akan mendapatkan pelajaran yang berharga dalam rangka mengidentifikasi diri, hubungan sosial, dan upaya memecahkan masalah yang dihadapi. Hal tersebut berarti sastra anak menyajikan aneka perkembangan emosi anak, seperti cinta saudara, cinta pada sesama, rasa benci, rasa marah, rasa frustasi, dan sebagainya.

d. Pembelajaran Membaca Pemahaman Cerita Anak

Pada silabus mata pelajaran bahasa Indonesia kelas VII SMP Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), pembelajaran membaca pemahaman cerita anak tertera pada Standar Kompetensi Membaca : memahami isi berbagai teks bacaan sastra dengan membaca. Adapun Kompetensi Dasar dari Standar Kompetensi tersebut adalah menceritakan kembali cerita anak yang dibaca dan mengomentari buku cerita yang dibaca.

Berdasarkan Kompetensi Dasar yang dikemukakan tersebut, terdapat indikator-indikator yang harus dicapai siswa dalam pembelajaran membaca pemahaman cerita anak. Indikator pembelajaran membaca pemahaman cerita anak adalah sebagai berikut.

a) Siswa mampu menentukan pokok-pokok cerita anak yang dibaca. b) Siswa mampu merangkai pokok-pokok cerita anak menjadi urutan cerita.


(42)

c) Siswa mampu menceritakan kembali cerita dengan bahasa sendiri secara lisan dan tulis.

d) Siswa mampu menentukan unsur/bagian buku cerita yang akan dikomentari. e) Siswa mampu mengomentari cerita dengan alasan yang logis dan bahasa yang

santun.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada pembelajaran membaca pemahaman cerita anak, untuk dapat memahami dan menangkap makna teks cerita anak sesuai indikator, diperlukan kegiatan membaca pemahaman. Dengan kegiatan membaca pemahaman, siswa tidak hanya sekedar membaca, tetapi juga memahami cerita anak secara intensif. Dengan kegiatan membaca pemahaman dalam pembelajaran membaca pemahaman cerita anak, diharapkan siswa mampu benar-benar mengerti cerita anak yang dibaca sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

e. Penilaian Pembelajaran Membaca Pemahaman Cerita Anak

Penilaian pembelajaran membaca pemahaman cerita anak dimaksudkan untuk mengukur kompetensi siswa memahami materi dan informasi yang terdapat dalam teks cerita anak. Dengan melakukan penilaian, akan terlihat apakah tujuan pembelajaran membaca pemahaman cerita anak sudah tercapai ataukah belum. Soal untuk penilaian pembelajaran membaca pemahaman cerita anak dibuat berdasarkan tingkatan pemahaman taksonomi Ruddel.

Nurgiyantoro (2010: 377-378) mengemukakan, bentuk tes yang dapat dipilih untuk penilaian pembelajaran membaca pemahaman cerita anak, yaitu tes


(43)

kompetensi membaca dengan merespon jawaban. Tes kompetensi membaca dengan cara ini mengukur kemampuan siswa dengan cara memilih jawaban yang telah disediakan oleh pembuat soal. Soal tersebut berupa soal objektif pilihan ganda. Soal yang dibuat dapat bervariasi tingkat kesulitannya. Soal yang dibuat hendaknya memancing pemahaman siswa tentang fakta, pesan, dan tema tentang teks yang dibacanya. Pertanyaan-pertanyaan terkait pemahaman cerita anak tersebut dapat berupa pertanyaan seputar tema, pesan, nilai-nilai, kandungan moral, makna tersirat, perwatakan tokoh, jenis alur yang dipakai, latar, stile, dan sarana retorika.

Djiwandono (2011: 118) mengemukakan bahwa penyelenggaraan tes pemahaman bacaan selalu diawali dengan pemberian suatu teks bagi siswa yang kemudian terdapat pertanyaan yang perlu dijawab. Pada hal ini, perlu diperhatikan isi, gaya penulisan, dan kosakata teks bacaan tersebut. Pada penilaian pembelajaran membaca pemahaman cerita anak, siswa terlebih dahulu membaca teks cerita anak yang telah dipilih sesuai dengan bidang dan jangkauan pemahaman siswa. Selanjutnya, siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait teks cerita anak yang dibaca tersebut.

Selain penilaian menggunakan tes kompetensi membaca dengan merespon jawaban, penilaian pembelajaran membaca pemahaman cerita anak dapat dilakukan dengan tes kompetensi membaca dengan mengonstruksi jawaban. Tes ini melibatkan siswa untuk mengemukakan jawaban dengan mengkreasikan bahasa berdasarkan pemahaman dan informasi yang diperoleh dari teks yang dibaca. Tugas dalam bentuk ini merupakan tugas otentik yang menuntut siswa


(44)

untuk aktif berunjuk kerja. Unjuk kerja berbahasa menanggapi dan mengonstruksi jawaban dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis, misalnya berupa menjawab pertanyaan secara terbuka atau menceritakan kembali isi informasi teks bacaan (Nurgiyantoro, 2010: 388-389).

3. Teknik ECOLA

a. Pengertian Teknik ECOLA

Teknik ECOLA (Extending Concepts through Language Activities) (Tierney, 1990: 154), adalah teknik yang dikembangkan oleh Smith-Burke pada tahun 1982. Teknik ECOLA merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan dalam kegiatan membaca pemahaman. Meskipun teknik ECOLA merupakan teknik untuk kegiatan membaca, teknik ini mengintegrasikan kemampuan berbahasa lainnya, yaitu menulis, berbicara, dan menyimak. Kemampuan tersebut bermanfaat untuk memaknai dan mengawasi pemahaman siswa (Tierney, dkk, 1990: 154). Jadi, dapat disimpulkan bahwa teknik ECOLA adalah teknik yang digunakan dalam kegiatan membaca dengan mengintegrasikan empat keterampilan dasar berbahasa untuk mencapai pemahaman bacaan.

Smith-Burke (Tierney, 1990: 154) menyatakan bahwa teknik ECOLA memfokuskan kegiatan untuk membangun kemampuan alamiah membaca dan proses monitoring terhadap interpretasi yang tepat pada bacaan. Untuk tujuan tersebut, kerangka pembelajaran ECOLA terletak pada pengalaman-pengalaman belajar yang berupa: membaca dengan tujuan tertentu, tanggapan tertulis, diskusi, dan self-monitoring. Smith-Burke (Tierney, 1990: 157) menyatakan bahwa


(45)

pengalaman-pengalaman belajar tersebut dapat membantu guru dalam proses pembelajaran karena guru dan siswa dapat saling memberikan umpan balik dalam proses diskusi. Selain itu, guru dapat memonitoring bagaimana siswa membaca dan bagaimana interpretasi mereka terhadap bacaan.

Adapun penjelasan mengenai kerangka pembelajaran teknik ECOLA adalah sebagai berikut.

1) Membaca dengan tujuan tertentu

Tujuan membaca teks dikembangkan berdasarkan pada maksud penulis dan beberapa alasan mengapa guru memilih teks tersebut. Meskipun demikian, tujuan-tujuan membaca tetap ditentukan oleh siswa.

2) Tanggapan tertulis

Untuk mengendapkan pemahaman siswa terhadap bacaan, siswa diharapkan menuangkan interpretasi mereka melalui kegiatan menulis. Hasil interpretasi tersebut dapat ditinjau ulang setelah siswa melakukan diskusi.

3) Diskusi

Diskusi dipandang sebagai dasar untuk membangkitkan gagasan-gagasan, menguji tujuan, mengevaluasi pemaknaan, dan mempertimbangkan efikasi atas strategi yang digunakan para siswa ketika membaca.

4) Self-monitoring

Para siswa didorong untuk mengungkapkan kebingungan mereka, melakukan interpretasi secara mandiri, dan melakukan diskusi tentang strategi untuk memahami bacaan secara baik.


(46)

b. Kelebihan Teknik ECOLA

Kerangka pembelajaran ECOLA terletak pada pengalaman-pengalaman belajar yang berupa: membaca dengan tujuan tertentu, tanggapan tertulis, diskusi, dan self-monitoring. Smith-Burke (Tierney, 1990: 157) menyatakan bahwa pengalaman-pengalaman belajar tersebut dapat membantu guru dalam proses pembelajaran karena guru dan siswa dapat saling memberikan umpan balik dalam proses diskusi. Selain itu, guru juga dapat memonitoring bagaimana siswa membaca dan bagaimana interpretasi mereka terhadap bacaan.

Zuchdi (2012: 120) mengemukakan bahwa teknik ECOLA dapat meningkatkan kemampuan pemahaman bacaan. Hal tersebut terjadi karena teknik ECOLA memuat proses monitoring terhadap hasil interpretasi. Selain itu, teknik ECOLA mendorong siswa untuk mendiskusikan strategi yang efektif untuk memperoleh pemahaman yang baik. Proses diskusi dalam teknik ECOLA mampu membangun kemampuan siswa untuk bekerja sama dalam tim. Dengan penerapan ECOLA suasana dalam proses pembelajaran menjadi lebih dinamis. Siswa terlatih untuk memberikan respon dan argumentasi mereka menjadi lebih baik. Suasana pembelajaran juga menjadi lebih menyenangkan.

c. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Teknik ECOLA

Smith-Burke (Tierney, 1990: 155), mengemukakan bahwa teknik ECOLA dibangun melalui lima tahap, yaitu:


(47)

Guru dapat mendorong siswa untuk menentukan sendiri tujuan mereka dalam membaca. Penentuan tujuan dalam membaca dapat didasarkan pada pertimbangan tujuan penulis. Namun demikian, siswa dapat juga menentukan tujuan mereka dengan mempertimbangkan alasan guru ketika memberikan bahan bacaan.

2) Membaca dalam hati

Siswa diingatkan tentang tujuan mereka membaca sehingga memunculkan kesadaran bahwa mereka harus dapat mendukung interpretasi dengan ide-ide dari bacaan, yang didasarkan pada latar belakang pengetahuan atau alasan-alasan mereka. Smith-Burke menyarankan bahwa hal itu layak dilakukan untuk siswa yang berbeda dengan tujuan yang berbeda pula ketika membaca. 3) Mewujudkan pemahaman melalui aktivitas menulis

Tujuan dari tahap ini adalah mengembangkan kemampuan siswa untuk melakukan self-monitoring dan mulai belajar mengungkapkan apa yang tidak mereka mengerti. Selama melakukan tahap ini, setiap siswa dan guru menuliskan tanggapan atas seluruh pertanyaan dan tujuan membaca. Dalam menuliskan tanggapan, siswa menjamin bahwa jawaban mereka akan terjamin kerahasiaannya. Siswa didorong untuk menginterpretasikan dan menuliskan segala sesuatu yang membingungkan. Untuk mengklarifikasi masalah-masalah yang ditemui tersebut, siswa didorong untuk bertanya pada siswa lain. Hal ini merupakan tanggung jawab siswa lain untuk menjelaskan bagaimana mereka menghadapi permasalahan tersebut.


(48)

Siswa diorganisasikan dalam kelompok yang tidak lebih dari empat orang dan diberi batas waktu tertentu. Mereka diharapkan mendiskusikan hasil interpretasi mereka, membandingkan tanggapan, dan mengubah kesimpulan mereka. Setiap siswa diharapkan saling bertukar gagasan dan menjelaskan alasan mereka.

5) Menulis dan membandingkan

Tahap terakhir yang harus ditempuh siswa, baik dalam kelompok kecil maupun secara individul, adalah memunculkan interpretasi yang lain. Jika hal tersebut dilakukan di dalam kelompok, maka konsensus yang terjadi harus diperkaya dengan diskusi dan kesepakatan. Setelah meninjau hasil interpretasi yang telah dilengkapi, para siswa didorong untuk mendiskusikan perubahan (interpretasi) yang telah dibuat untuk mengungkapkan strategi yang mereka temukan untuk membantu memahami bacaan.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan tentang teknik ECOLA adalah penelitian yang dilakukan oleh Zuchdi, dkk (2006). Penelitian tersebut berjudul Peningkatan Keefektifan Membaca Mahasiswa dengan Teknik ECOLA (Extending Concepts through Language Activities). Adapun hasil dari penelitian tersebut, yaitu (1) teknik ECOLA dapat meningkatkan komprehensi membaca dan (2) penggunaan teknik ECOLA dengan tahapan-tahapannya dapat meningkatkan kemampuan kerja sama dalam tim, terutama untuk melakukan diskusi tentang strategi memahami bacaan. Hal tersebut dibuktikan dari hasil analisis statistik antara skor rerata


(49)

pretest dan rerata posttest. Peningkatan skor dari rerata pretest ke rerata posttest adalah sebanyak 2,1875. Berdasarkan data yang dikemukakan tersebut, tujuan penelitian sudah tercapai terbukti bahwa teknik ECOLA dapat meningkatkan komprehensi membaca dan tahapan-tahapan dalam teknik ECOLA mampu meningkatkan kerjasama tim.

Persamaan penelitian Zuchdi dengan penelitian ini adalah penggunaan teknik ECOLA untuk diuji keefektifannya. Selain itu, teknik ECOLA pada kedua penelitian ini digunakan dalam pembelajaran membaca pemahaman. Perbedaan penelitian Zuchdi dengan penelitian ini terletak pada objek penelitian. Sasaran yang menjadi objek penelitian Zuchdi adalah mahasiswa, sedangkan sasaran objek penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP. Selain itu, metode penelitian yang digunakan dalam penelitian Zuchdi adalah metote penelitian tindakan kelas, sedangkan penelitian ini menggunakan metode eksperimen.

Selain itu, penelitian ini relevan dengan penelitian Pangestuti (2014) yang berjudul Keefektifan Penggunaan Strategi Kegiatan Pengamatan Terarah dalam Pembelajaran Membaca Cerita Anak Siswa Kelas VII SMP Negeri 4 Ngaglik Sleman. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan kemampuan membaca cerita anak yang signifikan antara kelompok yang menggunakan strategi kegiatan pengamatan terarah sebagai strategi membaca cerita anak dan kelompok yang tidak menggunakan strategi kegiatan pengamatan terarah. Hal tersebut ditunjukkan dengan hasil penghitungan uji-t. Nilai thitung lebih kecil dari ttabel pada db 61 dan taraf siginifikansi 5% (3, 084 > 1, 994). Strategi pengamatan terarah efektif digunakan dalam pembelajaran membaca cerita anak. Hal ini ditunjukkan


(50)

dari hasil uji-t pretest dan posttest kelompok kontrol dan eksperimen. Hasil penghitungan tersebut menunjukkan bahwa thitung kelompok eksperimen lebih besar dari ttabel pada db 31 (9, 397 > 2, 039). Perbedaan penelitian Pangestuti (2014) dengan penilitian ini adalah strategi yang diuji. Jika penelitian Pangestuti menggunakan strategi pengamatan terarah, penelitian ini menggunakan teknik ECOLA untuk diuji keefektifannya terhadap pembelajaran membaca cerita anak.

C. Kerangka Pikir

Membaca sebagai suatu kemampuan berbahasa sangat penting untuk dikuasai oleh siswa. Salah satu kegiatan membaca yang ada dalam pembelajaran bahasa Indonesia kelas VII SMP adalah kegiatan membaca untuk memahami isi teks sastra yang berupa cerita anak. Cerita anak merupakan teks yang sangat menarik karena menyajikan cerita fiktif namun penuh makna dan pesan yang dapat dijadikan teladan.

Meskipun demikian, beberapa siswa kurang tertarik untuk mempelajari teks cerita anak karena mereka malas membaca. Kebanyakan siswa kurang antusias dalam mempelajari teks cerita anak karena banyaknya tulisan tersebut sehingga mereka malas membaca. Jika dihadapkan pada sebuah teks yang panjang, siswa cenderung enggan membaca.

Membaca penting dilakukan dalam proses pembelajaran membaca pemahaman cerita anak, sebab dengan adanya pemahaman terhadap bacaan, siswa mampu menangkap informasi dan materi pembelajaran yang mereka baca.


(51)

Melalui pemahaman, materi pembelajaran yang dipelajari akan mudah tersimpan di memori sehingga siswa mengerti tentang materi tersebut.

Teknik ECOLA (Extending Concepts trough Language Activities) adalah teknik yang dikembangkan oleh Smith-Burke pada tahun 1982. Teknik ECOLA merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan oleh guru sebagai alternatif dalam kegiatan membaca pemahaman cerita anak. Teknik ECOLA mengintegrasikan kemampuan berbahasa menulis, berbicara, dan menyimak. Kemampuan tersebut bermanfaat untuk memaknai dan mengawasi pemahaman siswa (Tierney, dkk, 1990: 154).

D. Pengajuan Hipotesis 1. Hipotesis Nol

a. Tidak terdapat perbedaan kemampuan membaca pemahaman cerita anak yang signifikan antara siswa yang mendapat pembelajaran menggunakan teknik ECOLA dengan siswa yang mendapat pembelajaran tanpa menggunakan teknik ECOLA.

b. Pembelajaran membaca pemahaman cerita anak siswa kelas VII SMP Negeri 2 Wonosobo menggunakan teknik ECOLA tidak efektif dibanding pembelajaran membaca pemahaman cerita anak siswa kelas VII SMP Negeri 2 Wonosobo tanpa menggunakan teknik ECOLA.

2. Hipotesis Alternatif

a. Terdapat perbedaan kemampuan membaca pemahaman cerita anak yang siginifikan antara siswa yang mendapat pembelajaran menggunakan teknik


(52)

ECOLA dengan siswa yang mendapat pembelajaran tanpa menggunakan teknik ECOLA.

b. Pembelajaran membaca pemahaman cerita anak siswa kelas VII SMP Negeri 2 Wonosobo menggunakan teknik ECOLA efektif dibanding pembelajaran membaca pemahaman cerita anak siswa kelas VII SMP Negeri 2 Wonosobo tanpa menggunakan teknik ECOLA.


(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain dan Paradigma Penelitian 1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen semu. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah pretest posttest control group design. Kelompok yang diberi treatment atau perlakuan disebut kelompok eksperimen. Sedangkan kelompok yang tidak diberi treatment atau perlakuan disebut kelompok kontrol. Desain penelitian ini dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 2: Desain Penelitian Pretest Posttest Control Group

Kelompok Pretest Perlakuan Posttest

Eksperimen Y1 X Y2

Kontrol Y1 - Y2

Keterangan:

Y1 : pretest (tes awal) Y2 : posttest (tes akhir)

X : pembelajaran membaca pemahaman cerita anak dengan menggunakan teknik ECOLA

2. Paradigma Penelitian

Paradigma penelitian merupakan hubungan antara variabel-variabel dalam suatu kegiatan penelitian. Peta penelitian dapat digambarkan sebagai berikut.


(54)

a. Paradigma kelompok eksperimen

Gambar I: Paradigma Kelompok Eksperimen b. Paradigma kelompok kontrol

Gambar II: Paradigma Kelompok Kontrol

Dari desain penelitian dan paradigma penelitian, kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dikenai pengukuran pretest. Manipulasi eksperimen menggunakan teknik ECOLA untuk kelompok eksperimen dan tanpa menggunakan teknik ECOLA untuk kelompok kontrol. Setelah itu, kedua kelompok dikenai pengukuran dengan menggunakan posttest. Pengukuran dengan menggunakan pretest dan posttest menggunakan soal objektif pilihan ganda yang masing-masing berjumlah 30 soal.

treatment/ perlakuan pembelajaran dengan menggunakan teknik ECOLA kelompok eksperimen tingkat kemampuan membaca pemahaman cerita anak treatment/ perlakuan pembelajaran tanpa menggunakan teknik ECOLA kelas kontrol tingkat kemampuan membaca pemahaman cerita anak


(55)

B. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah teknik ECOLA karena teknik ini akan digunakan untuk perlakuan pada kelompok eksperimen. Sementara itu, kelompok kontrol dikenai perlakuan tanpa menggunakan teknik ECOLA, sehingga teknik pembelajaran ini dapat dikendalikan oleh peneliti untuk diukur tingkat keefektifannya.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat merupakan hasil yang telah dicapai siswa setelah memperoleh perlakuan. Variabel terikat pada penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam membaca pemahaman cerita anak setelah diberi perlakuan yang berupa penggunaan teknik ECOLA.

C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Wonosobo dengan jumlah keseluruhan sebanyak 8 kelas. Setiap kelas terdiri dari 34 siswa.

2. Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah sejumlah siswa yang dipilih secara acak dari populasi. Teknik penyampelan yang digunakan adalah cluster random sampling (penyampelan secara acak berdasarkan klaster). Pengambilan sampel


(56)

dilakukan secara acak dengan cara mengundi semua kelas yang masuk ke dalam populasi sehingga seluruh populasi mempunyai kemungkinan yang sama.

Berdasarkan hasil pengundian tersebut, diperoleh kelas yang menjadi kelas kontrol dan kelas yang menjadi kelas eksperimen. Kelas kontrol dan kelas eksperimen merupakan kelas yang kedudukannya sejajar (tidak ada kelas yang lebih unggul daripada kelas lain). Kedudukan sejajar kelas kontrol dan kelas eksperimen tersebut perlu adanya sebab kedua kelas tersebut berangkat dari titik nol yang sama.

Berdasarkan hasil pengundian, ditentukan bahwa kelas VII D SMP Negeri 2 Wonosobo menjadi kelas kontrol dan kelas VII E SMP Negeri 2 Wonosobo menjadi kelas eksperimen.

D. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 2 Wonosobo pada bulan Agustus 2015. Jadwal penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 88.

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode tes. Tes yang dilakukan berupa tes dalam bidang bahasa. Tes bahasa yang dilaksanakan pada penelitian ini adalah tes membaca pemahaman cerita anak. Tes tersebut berupa soal objektif pilihan ganda dengan empat alternatif jawaban. Jumlah soal yang diujikan sebanyak 30 soal pretest dan 30 soal posttest. Dalam penelitian ini hal yang diukur adalah penggunaan teknik ECOLA dalam pembelajaran membaca pemahaman cerita anak apakah efektif


(57)

atau tidak. Selain itu, hal yang diukur adalah kemampuan membaca pemahaman cerita anak siswa apakah meningkat, tetap, atau menurun.

F. Instrumen Penelitian 1. Jenis Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan berupa tes pemahaman yang berfungsi untuk mengukur kemampuan pemahaman awal siswa dan pemahaman akhir siswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tes buatan sendiri. Tes buatan sendiri adalah tes yang dibuat sendiri oleh peneliti yang disusun berlandaskan teori, berpedoman pada kurikulum yang digunakan dan disesuaikan dengan bahan pengajaran. Instrumen penelitian disusun berdasarkan kurikulum yang digunakan di SMP Negeri 2 Wonosobo, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Penyusunan instrumen pada penelitian ini melalui beberapa tahap. Pertama, penilaian bahan bacaan yang dinilai sesuai dengan tingkat kemampuan pemahaman siswa serta sesuai dengan tema dan jenis cerita anak. Kedua, pembuatan kisi-kisi soal berdasarkan tingkatan pemahaman taksonomi Ruddel. Ketiga, pembuatan soal beserta kunci jawabannya. Soal yang hendak digunakan sebagai instrumen penelitian ini, sebelumnya diujikan kepada siswa sehingga diperoleh data sebagai analisis kesahihan instrumen.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes pemahaman membaca cerita anak, yaitu berupa soal tes objektif sebanyak 30 soal dengan 4


(58)

alternatif jawaban. Siswa yang mampu menjawab dengan benar mendapat skor 1, sedangkan siswa yang belum mampu menjawab dengan benar mendapat skor 0. 2. Validitas Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes pemahaman, maka validitas instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi dan validitas konstruk. Pada penelitian ini, instrumen berpedoman pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan disesuaikan dengan bahan pengajaran membaca pemahaman cerita anak serta dikonsultasikan (expert judgement) pada guru mata pelajaran bahasa Indonesia SMP Negeri 2 Wonosobo, yaitu Husni Ash Shidiqi, S. Pd.

Sebelum instrumen diujikan pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, terlebih dahulu instrumen yang berupa soal tes membaca pemahaman tersebut diujikan pada kelas di luar sampel untuk mengetahui valid atau tidaknya instrumen. Hasil uji coba kemudian dianalisis dengan bantuan program Iteman. Soal dinyatakan valid apabila Indeks Daya Beda (IDB) lebih dari 0,25 dan Indeks Tingkat Kesulitan (ITK) antara 0,20-0,80.

3. Reliabilitas Instrumen

Instrumen berbentuk tes objektif dengan jawaban mutlak, siswa mendapat skor 1 untuk jawaban benar dan skor 0 untuk jawaban salah. Uji reliabilitas instrumen dilakukan dengan menggunakan rumus koefisien Alpha Cronbroach. Pengujian tingkat kepercayaan tes dilakukan dengan membandingkan skor butir-butir soal. Jika butir-butir-butir-butir tes tersebut menunjukkan tingginya tingkat kesesuaian (degree of agreement), tes tersebut akurat atau mengukur secara konsisten. Untuk


(59)

mengukur tingkat reliabilitas instrumen, digunakan program iteman. Data dikatakan reliabel jika nilai Alpha Cronbroach memiliki nilai lebih besar atau sama dengan 0,90. Akan tetapi, untuk soal yang dibuat guru cukup memenuhi nilai lebih besar atau sama dengan 0, 60 (Nurgiyantoro, 2004: 354).

G. Prosedur Penelitian 1. Tahap Praeksperimen

Sebelum eksperimen dilakukan, terlebih dahulu diadakan uji validasi soal oleh siswa dan guru. Uji validasi soal oleh siswa kelas VII G SMP Negeri 2 Wonosobo. Validasi soal dilakukan selama dua jam pelajaran dengan 40 soal yang diujikan. Hasil uji validasi soal dianalisis dengan bantuan program Iteman. Syarat valid soal yaitu apabila nilai prep correction sebesar 0,20-0,80 dan nilai point biser sebesar ≥ 0,25. Apabila setiap soal memenuhi syarat tersebut, soal dikatakan valid. Selain dilakukan validasi soal oleh siswa, validasi soal juga dilakukan oleh guru. Guru yang menjadi validator soal yaitu Bapak Husni Ash Shidiqi, S. Pd selaku guru mata pelajaran bahasa Indonesia SMP Negeri 2 Wonosobo. Validasi oleh guru tersebut menggunakan lembar telaah butir soal.

Setelah dilakukan analisis valid tidaknya instrumen, soal yang telah valid dipilih sejumlah 30 butir untuk disusun menjadi soal pretest. Selanjutnya, dilaksanakan pretest untuk kelompok eksperimen yaitu kelas VII E dan kelompok kontrol yaitu kelas VII D.


(60)

2. Tahap Eksperimen

Pada tahap eksperimen, dilakukan kegiatan treatment untuk mengetahui peningkatan kemampuan membaca pemahaman cerita anak siswa. Tindakan ini melibatkan empat unsur pokok, yaitu teknik ECOLA, guru, peneliti, dan siswa. Guru sebagai pelaku memanipulasi proses belajar mengajar. Memanipulasi yang dimaksud adalah memberikan perlakuan dengan menggunakan teknik ECOLA untuk membaca pemahaman cerita anak pada kelompok eksperimen. Siswa sebagai unsur yang menjadi sasaran manipulasi. Peneliti sebagai pengamat yang mengamati langsung proses pembelajaran.

Pada kelompok eksperimen, siswa yang menggunakan teknik ECOLA dapat mengembangkan sendiri konsep dan fakta dalam menyimpulkan pelajaran yang diajarkan oleh guru. Sementara itu, pada kelompok kontrol siswa mendapatkan pembelajaran membaca pemahaman cerita anak tanpa menggunakan teknik ECOLA. Selama perlakuan, materi yang dipilih untuk teknik ECOLA disesuaikan dengan kurikulum SMP, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk pembelajaran Bahasa Indonesia.

3. Tahap Pascaeksperimen

Sebagai langkah terakhir setelah mendapat perlakuan kedua kelompok diberikan posttest. Pemberian posttest dimaksudkan untuk melihat pencapaian peningkatan keterampilan membaca pemahaman cerita anak setelah diberikan perlakuan. Selain itu, pemberian posttest untuk membandingkan dengan nilai yang dicapai siswa saat pretest dan posttest, apakah hasil membaca pemahaman cerita anak sama, semakin meningkat atau menurun.


(61)

H. Teknik Analisis Data 1. Persyaratan Analisis Data

Sebelum dilakukan teknik analisis data dengan menggunakan uji-t, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis, yaitu berupa uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dilakukan terhadap hasil pretest dan posttest pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Pengujian normalitas dilakukan dengan rumus Kolmogorov-Smirnov. Hasil uji normalitas kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dianalisis dengan taraf signifikansi 0,05 (5%). Jika hasil tersebut lebih besar dari 0,05, maka data tersebut berdistribusi normal. Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui homogenitas populasi dalam penelitian. Uji homogenitas dalam penelitian ini menggunakan bantuan program SPSS 20.0 dengan uji statistik one way anova. Kelompok dinyatakan homogen jika hasil uji homogenitas varian kelompok eksperimen dan kelompok kontrol menunjukkan nilai signifikansi lebih besar dari taraf signifikansi 0,05.

2. Penerapan Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji-t. Penggunaan teknik analisis ini dimaksudkan untuk menguji perbedaan kemampuan membaca pemahaman cerita anak kelompok eksperimen yang menggunakan teknik ECOLA dan kelompok kontrol yang tidak menggunakan teknik ECOLA. Selain itu uji-t digunakan untuk mengetahui keefektifan teknik ECOLA pada pembelajaran membaca pemahaman cerita anak pada kelas eksperimen. Penghitungan data dengan teknik analisis uji-t dihitung dengan bantuan SPSS versi 20.0.


(62)

I. Definisi Operasional

1. Teknik adalah cara operasional yang digunakan untuk mencapai tujuan. 2. Teknik ECOLA adalah teknik membaca pemahaman yang mengintegrasikan

keterampilan membaca, menulis, menyimak, dan berbicara.

3. Cerita anak adalah cerita yang berkisah tentang refleksi kehidupan anak-anak yang dituangkan dalam alur cerita dan tokoh-tokoh.

4. Membaca pemahaman adalah salah satu jenis kegiatan membaca yang dilakukan secara intensif dan saksama sehingga pembaca mengerti benar informasi dan maksud yang disampaikan penulis.


(63)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan perbedaan kemampuan membaca pemahaman cerita anak antara siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan teknik ECOLA dan siswa yang mengikuti pembelajaran tanpa menggunakan teknik ECOLA. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk membuktikan keefektifan teknik ECOLA terhadap pembelajaran membaca pemahaman cerita anak pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Wonosobo.

Data penelitian ini meliputi data skor tes awal (pretest) dan skor tes akhir (posttest) kemampuan membaca pemahaman cerita anak. Data skor pretest diperoleh dari skor hasil tes awal dan data skor posttest diperoleh dari skor tes akhir. Data tersebut diambil dari kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Berikut disajikan hasil penilaian pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.

1. Deskripsi Data Hasil Penelitian

a. Data Skor Pretest Kemampuan Membaca Pemahaman Kelompok Kontrol

Kelompok kontrol merupakan kelas yang mendapat pembelajaran membaca pemahaman cerita anak tanpa menggunakan teknik ECOLA. Sebelum kelompok kontrol diberi pembelajaran, terlebih dahulu diadakan pretest membaca pemahaman cerita anak dengan tes berbentuk pilihan ganda sejumlah 30 butir. Subjek pada pretest kelompok kontrol sebanyak 34 siswa.


(64)

Dari data hasil pretest kelompok kontrol diperoleh skor tertinggi yakni 20 dan skor terendah 14 dengan mean 16,76, median 17, mode 17, dan standar deviasi 1,41. Hasil penghitungan skor pretest kelompok kontrol dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3: Deskripsi Statistik Skor Pretest Membaca Pemahaman Cerita Anak Kelompok Kontrol

N

Valid 34 Missing 0

Mean 16,7647

Median 17,0000

Mode 17,00

Std. Deviation 1,41547

Variance 2,004

Range 6,00

Minimum 14,00

Maximum 20,00

Sum 570,00

Data skor pretest membaca pemahaman cerita anak kelompok kontrol dapat disajikan dalam bentuk histogram sebagai berikut.


(65)

Gambar III: Histogram Distribusi Frekuensi Skor Pretest membaca Pemahaman Cerita Anak Kelompok Kontrol

Berdasarkan Tabel 3 dan Gambar III diketahui bahwa siswa yang memperoleh skor tertinggi yaitu 20 sebanyak 1 siswa. Kemudian siswa yang memperoleh skor terendah yaitu 14 sebanyak 1 siswa. Skor 17 diperoleh siswa terbanyak yaitu 9 siswa. Berdasarkan data statistik yang dihasilkan dapat disajikan kategori kecenderungan perolehan skor pretest kemampuan membaca pemahaman cerita anak kelompok kontrol dalam Tabel 4 dan Gambar IV.

Tabel 4: Kategori Kecenderungan Skor Pretest Membaca Pemahaman Cerita Anak Kelompok Kontrol

No Kategori Interval Frekuensi Frekuensi (%) Frekuensi Kumulatif Frekuensi Kumulatif (%)

1 Rendah <16 7 20 7 20

2 Sedang 16-18 23 68 30 88

3 Tinggi >18 4 12 34 100

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10


(66)

Tabel 4 tersebut dapat disajikan dalam bentuk diagram pie sebagai berikut.

Gambar IV: Diagram Kecenderungan Skor Pretest Membaca Pemahaman Cerita Anak Kelompok Kontrol

Dari diagram di atas, diperoleh informasi bahwa terdapat 7 (20%) siswa yang skornya masuk ke dalam kategori rendah, 23 (68%) siswa yang skornya masuk ke dalam kategori sedang dan 4 (12%) siswa skornya masuk ke dalam kategori tinggi.

b. Data Skor Pretest Membaca Pemahaman Cerita Anak Kelompok Eksperimen

Kelompok eksperimen merupakan kelas yang mendapat pembelajaran membaca pemahaman cerita anak dengan menggunakan teknik ECOLA. Sebelum kelompok eksperimen diberi pembelajaran, terlebih dahulu dilakukan pretest pemahaman cerita anak dengan tes berbentuk pilihan ganda sejumlah 30 butir soal. Subjek pada pretest kelompok eksperimen sebanyak 34 siswa. Data hasil pretest kelompok ekperimen diperoleh skor tertinggi 21, skor terendah 12, dengan

12%

68% 20%

tinggi sedang rendah


(67)

skor rerata 16,82, median 17, mode 17 dan standar deviasi 1, 97. Skor pretest dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5: Deskripsi Statistik Skor Pretest Membaca Pemahaman Cerita Anak Kelompok Eksperimen

N

Valid 34 Missing 0

Mean 16,8235

Median 17,0000

Mode 17,00

Std. Deviation 1,97669

Variance 3,907

Range 9,00

Minimum 12,00

Maximum 21,00

Sum 572,00

Data skor pretest membaca pemahaman cerita anak kelompok eksperimen dapat disajikan dalam bentuk histogram sebagai berikut.


(68)

Gambar V: Histogram Distribusi Frekuensi Skor Pretest Membaca Pemahaman Cerita Anak Kelompok Eksperimen

Berdasarkan Tabel 5 dan Gambar V dapat diketahui bahwa siswa yang memperoleh skor tertinggi yaitu 21 sebanyak 1 siswa, kemudian siswa yang memperoleh skor terendah yaitu 12 sebanyak 1 siswa. Skor 17 diperoleh siswa terbanyak yaitu 9 siswa. Berdasarkan data statistik yang dihasilkan dapat disajikan kategori kecenderungan perolehan skor pretest kemampuan membaca pemahaman cerita anak kelompok eksperimen dalam Tabel 6 dan Gambar VI.

Tabel 6: Kategori Kecenderungan Skor Pretest Membaca Pemahaman Cerita Anak Kelompok Eksperimen

No Kategori Interval Frekuensi Frekuensi (%) Frekuensi Kumulatif Frekuensi Kumulatif (%)

1 Rendah <15 3 9 3 9

2 Sedang 15-18 24 71 27 29

3 Tinggi >18 7 20 34 100

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10


(69)

Tabel 6 tersebut dapat disajikan dalam bentuk diagram pie sebagai berikut.

Gambar VI: Diagram Kecenderungan Skor Pretest Membaca Pemahaman Cerita Anak Kelompok Eksperimen

Dari diagram tersebut, diperoleh informasi bahwa terdapat 3 (9%) siswa yang skornya masuk ke dalam kategori rendah, 24 (71%) siswa yang skornya masuk ke dalam kategori sedang, dan 7 (20%) siswa yang skornya masuk ke dalam kategori tinggi.

c. Data Skor Posttest Kemampuan Membaca Pemahaman Cerita Anak Kelompok Kontrol

Pemberian posttest kemampuan membaca pemahaman cerita anak pada kelompok kontrol dilakukan untuk melihat pencapaian kemampuan membaca pemahaman cerita anak tanpa menggunakan teknik ECOLA. Subjek pada posttest kelompok kontrol sebanyak 34 siswa.

Data hasil posttest kelompok kontrol diperoleh skor tertinggi 23 dan skor terendah 13 dengan mean 18, median 18, mode 19, dan standar deviasi 2,63. Hasil penghitungan skor posttest kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.

20%

71% 9%

tinggi sedang rendah


(70)

Tabel 7: Deskripsi Statistik Skor Posttest Kemampuan Membaca Pemahaman Cerita Anak Kelompok Kontrol

N

Valid 34 Missing 0

Mean 18,0588

Median 18,0000

Mode 19,00

Std. Deviation 2,63934

Variance 6,966

Range 10,00

Minimum 13,00

Maximum 23,00

Sum 614,00

Data skor posttest kemampuan membaca pemahaman cerita anak kelompok kontrol dapat disajikan dalam bentuk histogram sebagai berikut.


(71)

Gambar VII: Histogram Distribusi Frekuensi Skor Posttest Memahami Cerita Anak Kelompok Kontrol

Berdasarkan Tabel 7 dan Gambar VII dapat diketahui bahwa siswa yang memperoleh skor tertinggi yaitu 23 sebanyak 2 siswa dan siswa yang memperoleh skor terendah yaitu 13 sebanyak 1 siswa. Skor 19 diperoleh siswa terbanyak yaitu 7 siswa. Berdasarkan data statistik yang dihasilkan dapat disajikan kategori kecenderungan perolehan skor posttest kemampuan membaca pemahaman cerita anak kelompok kontrol dalam Tabel 8 dan Gambar VIII.

0 1 2 3 4 5 6 7 8


(72)

Tabel 8: Kategori Kecenderungan Skor Posttest Membaca Pemahaman Cerita Anak Kelompok Kontrol

No Kategori Interval Frekuensi Frekuensi (%)

Frekuensi Kumulatif

Frekuensi Kumulatif

(%)

1 Rendah <16 6 18 6 18

2 Sedang 16-19,6 19 56 25 74

3 Tinggi >19,6 9 26 34 100

Tabel 8 dapat disajikan dalam bentuk diagram pie sebagai berikut.

Gambar VIII: Diagram Kecenderungan Skor Posttest Membaca Pemahaman Cerita Anak Kelompok Kontrol

Dari diagram di atas, diperoleh informasi bahwa terdapat 6 (18%) siswa yang skornya masuk ke dalam kategori rendah, 19 (56%) siswa yang skornya masuk ke dalam kategori sedang, dan 9 (26%) siswa yang skornya masuk ke dalam kategori tinggi.

26%

56% 18%

tinggi sedang rendah


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS METODE EXTENDING CONCEPT THROUGH LANGUAGE ACTIVITIES (ECOLA) DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN TEKS EKSPOSISI (Penelitian Eksperimen Semu terhadap Siswa Kelas X SMA Negeri 6 Bandung.

5 28 43

METODE EXTENDING CONCEPTS THROUGHT LANGUAGE ACTIVITIES (ECOLA) DINA PANGAJARAN MACA PAMAHAMAN BIOGRAFI: Studi Kuasi Ékspérimén ka Siswa Kelas XI-IPA 2 SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung Taun Ajaran 2013/2014.

0 0 6

EFEKTIVITAS STRATEGI ECOLA (EXTENDING CONCEPT THROUGH LANGUAGE ACTIVITIES) DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN TEKS ARAB: Eksperimen Kuasi Terhadap Siswa Kelas XI SMA Manggala Tahun Ajaran 2012/2013.

0 0 48

KEEFEKTIFAN STRATEGI PSRT (Prepare, Structure, Read, Think) TERHADAP KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN TEKS DESKRIPSI PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 BAMBANGLIPURO.

0 7 207

KEEFEKTIFAN STRATEGI ANTICIPATION GUIDE DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 YOGYAKARTA.

2 19 203

KEEFEKTIFAN STRATEGI LISTEN-READ-DISCUSS DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN TEKS EKSPLANASI PADA SISWA KELAS VII SMP.

1 1 228

KEEFEKTIFAN STRATEGI THINK-TALK-WRITE DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN TEKS EKSPLANASI PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 PRAMBANAN.

0 0 223

KEEFEKTIFAN STRATEGI QUESTIONING THE AUTHOR (QtA) DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI DI KECAMATAN PLERET.

0 0 231

KEEFEKTIFAN STRATEGI GMA (GROUP MAPPING ACTIVITY) DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN CERITA ANAK PADA SISWA KELAS VII DI SMPN 1 SANDEN BANTUL.

0 2 234

PENGARUH METODE ECOLA (EXTENDING CONCEPTH TRHOUGH LANGUAGE ACTIVITIES) DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA KRITIS TAJUK RENCANA - repository UPI S IND 1200724 Title

0 0 4