Penyesuaian diri karyawan golongan pimpinan pada masa pra pensiun di PT. Pertamina [Persero] UP III Palembang.

(1)

Penyesuaian Diri Karyawan Golongan Pimpinan pada Masa Pra Pensiun di PT. Pertamina (Persero) UP III Palembang

Oleh : Cahyaningsih ABSTRAK

Penyesuaian diri adalah suatu proses untuk menemukan dan menggunakan suatu perilaku yang sesuai untuk menghadapi tuntutan yang ada di lingkungan. Pra pensiun adalah masa transisi di manaterkadang orang merasa cemas dan takut karena akan kehilangan relasi, pendapatan dan jabatan dalam pekerjaan mereka. Jika hal ini berlanjut akan menimbulkan penolakan terhadap pensiun. Itulah sebabnya, penyesuaian diri sangat penting untuk membantu mengatasi permasalahan tersebut. Penyesuaian diri yang baik dapat membantu karyawan untuk tetap bekerja dan memiliki relasi yang baik dalam masa pra pensiun.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyesuaian diri yang dilakukan oleh karyawan golongan pimpinan PT. Pertamina (Persero) UP III Palembang pada masa pra pensiun. Penelitian ini dilakukan pada 71 orang subjek yang memiliki karakteristik berada pada golongan pimpinan, usia 52-54 tahun, berada pada masa pra pensiun, tinggal pada perumahan pertamina. Indikator penyesuaian diri adalah berpikir dan bersikap sesuai dengan realita, kontrol diri yang baik, hubungan interpersonal yang baik dan belajar dari pengalaman di masa lalu untuk menyelesaikan masalah. Analisis data menggunakan metode statistik deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan yang signifikan dalam mean teoritik (100) dan mean empirik dengan t test = 5.419 > t tabel = 2.000 (5% taraf signifikansi). Hasil penelitian ini berarti karyawan golongan pimpinan PT. Pertamina (Persero) UP III Palembang pada masa pra pensiun memiliki penyesuaian diri yang tinggi.

Kata kunci : Penyesuaian diri dan masa pra pensiun


(2)

Adjustment of Leadership Employee at Pre Retirement Phase at PT. Pertamina (Persero) UP III Palembang

by : Cahyaningsih

ABSTRACT

Adjustment is a process to find out and adopt modes of appropriate behaviour to face the demand in the environment. Pre retirement is a transitional phase in whice people feel worried and afraid of losing their relationship, income and their position in their job. If this phase continued, it would raise the retirement objection. Therefore, the adjustment was very important to help them deal with their problems.A good adjustment could help employee to stay working and have a good relationship in their pre retirement phase.

This research was aimed to know adjustment which was done by the leadership employee at PT. Pertamina (Persero) UP III Palembang at preretirement phase. This research was conducted to 71 subjects who characteristics were in the leadership employee at PT. Pertamina (Persero) UP III Palembang, they were 52–54 years old, and in pre retirement phase, as well as lived at company housing. The indicators of adjustment were thinking and behaving in based on reality, having good self control, having good interpersonal relationship, and learning to solve problems from the past. Thedata analysis used descriptives statistics method.

The result showed a significant difference between theoretical mean (100) and empirical mean (111.34) with t-test = 5.419 > t-table = 2.000 (5% degree of significance). It meant that the leadership employee at PT. Pertamina (Persero) UP III Palembang had a high adjustment at pre retirement phase.

Key words : Adjustment and pre retirement phase


(3)

Penyesuaian Diri Karyawan Golongan Pimpinan pada

Masa Pra Pensiun di PT. Pertamina (Persero)

UP III Palembang

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh : Cahyaningsih NIM : 029114082

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008


(4)

(5)

(6)

Just do the best

let God do the rest…..

Karya sederhana ini kupersembahkan kepada : Yesus yang selalu memberi kekuatan dan pertolongan

tepat pada waktuNya

Teristimewa untuk bapak Praptono

(Skripsi ini kupersembahkan sebagai kado ulang tahun dan kado menjelang memasuki masa pensiun),

ibu Kris Astuti, mbak Anti dan mbak Tutut. Terima kasih untuk segala dukungan, doa dan kasih sayangnya selama ini.

God bless you all……

di balik kabut

akan ada surya yang bersinar


(7)

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Penyesuaian Diri Karyawan Golongan Pimpinan pada Masa Pra Pensiun di PT. Pertamina (Persero) UP III Palembang” merupakan karya yang tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi manapun sebelumnya, dan sepanjang pengetahuan saya di dalamnya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam skripsi ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 22 November 2007

Cahyaningsih


(8)

Penyesuaian Diri Karyawan Golongan Pimpinan pada Masa Pra Pensiun di PT. Pertamina (Persero) UP III Palembang

Oleh : Cahyaningsih ABSTRAK

Penyesuaian diri adalah suatu proses untuk menemukan dan menggunakan suatu perilaku yang sesuai untuk menghadapi tuntutan yang ada di lingkungan. Pra pensiun adalah masa transisi di manaterkadang orang merasa cemas dan takut karena akan kehilangan relasi, pendapatan dan jabatan dalam pekerjaan mereka. Jika hal ini berlanjut akan menimbulkan penolakan terhadap pensiun. Itulah sebabnya, penyesuaian diri sangat penting untuk membantu mengatasi permasalahan tersebut. Penyesuaian diri yang baik dapat membantu karyawan untuk tetap bekerja dan memiliki relasi yang baik dalam masa pra pensiun.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyesuaian diri yang dilakukan oleh karyawan golongan pimpinan PT. Pertamina (Persero) UP III Palembang pada masa pra pensiun. Penelitian ini dilakukan pada 71 orang subjek yang memiliki karakteristik berada pada golongan pimpinan, usia 52-54 tahun, berada pada masa pra pensiun, tinggal pada perumahan pertamina. Indikator penyesuaian diri adalah berpikir dan bersikap sesuai dengan realita, kontrol diri yang baik, hubungan interpersonal yang baik dan belajar dari pengalaman di masa lalu untuk menyelesaikan masalah. Analisis data menggunakan metode statistik deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan yang signifikan dalam mean teoritik (100) dan mean empirik dengan t test = 5.419 > t tabel = 2.000 (5% taraf signifikansi). Hasil penelitian ini berarti karyawan golongan pimpinan PT. Pertamina (Persero) UP III Palembang pada masa pra pensiun memiliki penyesuaian diri yang tinggi.

Kata kunci : Penyesuaian diri dan masa pra pensiun


(9)

Adjustment of Leadership Employee at Pre Retirement Phase at PT. Pertamina (Persero) UP III Palembang

by : Cahyaningsih

ABSTRACT

Adjustment is a process to find out and adopt modes of appropriate behaviour to face the demand in the environment. Pre retirement is a transitional phase in whice people feel worried and afraid of losing their relationship, income and their position in their job. If this phase continued, it would raise the retirement objection. Therefore, the adjustment was very important to help them deal with their problems.A good adjustment could help employee to stay working and have a good relationship in their pre retirement phase.

This research was aimed to know adjustment which was done by the leadership employee at PT. Pertamina (Persero) UP III Palembang at preretirement phase. This research was conducted to 71 subjects who characteristics were in the leadership employee at PT. Pertamina (Persero) UP III Palembang, they were 52–54 years old, and in pre retirement phase, as well as lived at company housing. The indicators of adjustment were thinking and behaving in based on reality, having good self control, having good interpersonal relationship, and learning to solve problems from the past. Thedata analysis used descriptives statistics method.

The result showed a significant difference between theoretical mean (100) and empirical mean (111.34) with t-test = 5.419 > t-table = 2.000 (5% degree of significance). It meant that the leadership employee at PT. Pertamina (Persero) UP III Palembang had a high adjustment at pre retirement phase.

Key words : Adjustment and pre retirement phase


(10)

(11)

KATA PENGANTAR

Berkat kasih dan pertolonganNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang merupakan prasyarat untuk memperoleh gelar sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Dalam perjalanan menyelesaikan skripsi ini penulis banyak menerima bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Eddy Suhartanto, S.Psi. MSi. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ibu Sylvia Carolina MYM, S.Psi., M.Si., selaku Kaprodi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Terima kasih untuk masukan yang telah diberikan pada penulis.

3. Bapak Minto Istono, S.Psi., M.Si., selaku Wakaprodi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Terima kasih untuk masukan yang diberikan pada penulis.

4. Ibu M.M. Nimas Eki, S.Psi., P.Si. selaku dosen pembimbing akademik dan dosen pembimbing skripsi. Terima kasih untuk bantuan yang sudah diberikan pada peneliti selama ini. Makasih ya bu meskipun cuti tapi masih menyempatkan diri untuk mengadakan bimbingan.

5. Bapak Agung Santoso, S.Psi. yang sudah memberikan bantuan dan saran pada penulis di sela kesibukan menjalankan studi.

6. Semua dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih untuk pelajaran dan pengalaman yang dibagikan selama ini.


(12)

7. General Manager dan Ibu Hj. Dra. Rosmala Dewi selaku Ka. Diklat SDM UP III yang sudah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian di PT. Pertamina (Persero) UP III Plaju Palembang.

8. Ibu Laila Z selaku Ka. Bag. HIK – SDM atas bantuan dan masukan yang sangat membangun. Bapak Hizran A, Ibu Sumiatun Busar, Bapak Marwan di bagian HIK-SDM yang sudah banyak memberikan bantuan dan informasi bagi peneliti.

9. Bapak Fauzi di bagian Ren-Bag yang sudah bersedia memberikan informasi tentang kewirausahaan.

10. Segenap karyawan bagian RTK yang sudah membantu menyebarkan skala penelitian kepada para karyawan PT. Pertamina (Persero) UP III Palembang. 11. Semua karyawan PT. Pertamina (Persero) UP III Palembang yang bersedia

menyediakan waktunya untuk mengisi skala penelitian di sela kesibukan dalam menjalankan tugas di kantor. Tanpa bantuan Bapak dan Ibu penelitian ini tidak dapat berjalan dengan baik.

12. Bapak yang banyak membantu di sela kesibukan kerjanya, memberikan semangat dan dukungan doa. “Skripsi ini untuk hadiah ulang tahun dan memasuki masa pensiun bapak lho……”. Ibu yang tidak pernah bosan mendoakan dan bertanya “Dik, kapan lulus?”. Mbak Anti, mbak Tutut untuk dukungan doanya. Untuk Tiul yang rela menjadi “subjek penderita” selama proses pengolahan data di rumah.

13. Mas Gandung, Pak Gik, Mbak Nanik, Mas Doni dan Mas Muji yang selalu direpotin sejak awal kuliah hingga sekarang.


(13)

14. “Jeng Sri” yang selalu direpotin tentang “statistik”, jadi temen curhat yang menyenangkan. Untuk anak-anak kos Canna : Yessi, Maya, Mb’Marta, Uthe, Jegeg, “Bang” Fany… dan anak-anak Canna yang tidak dapat disebutkan satu persatu makasih untuk suka dukanya. Hidup Canna!!! Untuk Laura dan Nana terimakasih untuk setia berbagi keluh kesah dan “perjuangan” bersama mengejar kelulusan.

15. Untuk Fika, Mita, Ohaq, Mei, Eu, Chiko, Grace, anak-anak bimbingan Bu Nimas dan teman-teman angkatan 2002. Ayo lulus bareng…….

16. Anak-anak PMK Eben Haezer, terima kasih untuk kebersamaan dan sindiran “Kapan lulusnya mbak?”. Tetap semangat dalam-Nya ya….

Yogyakarta, 22 November 2007

Cahyaningsih


(14)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Persetujuan ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Halaman Persembahan... iv

Halaman Pernyataan Keaslian Karya... v

Abstrak ... vi

Lembar Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah untuk Kepentingan Akademis... viii

Kata Pengantar ... ix

Daftar Isi ... xii

Daftar Tabel ... xv

Daftar Lampiran... xvi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Penelitian ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

A. Penyesuaian Diri ... 7

1. Pengertian Penyesuaian Diri ... 7

2. Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri... 8

3. Karakteristik Penyesuaian Diri ... 12

B. Pra Pensiun... 17


(15)

1. Pengertian Pra Pensiun ... 17

2. Karakteristik Pra Pensiun... 18

3. Fase-fase Pensiun ... 19

C. Karyawan Pertamina Golongan Pimpinan... 20

D. Penyesuaian Diri pada Karyawan Pertamina Golongan Pimpinan yang Memasuki Masa Pra Pensiun ... 24

E. Pertanyaan Penelitian ... 29

BAB III METODE PENELITIAN... 30

A. Jenis Penelitian... 30

B. Definisi Operasional ... 30

C. Subjek ... 31

D. Metode dan Alat Pengambilan Data ... 31

E. Kredibilitas Alat Pengumpul Data ... 34

1. Validitas ... 34

2. Seleksi Item... 34

3. Reliabilitas ... 36

F. Analisis Data ... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 37

A. Pelaksanaan Penelitian ... 38

B. Hasil Penelitian ... 39

1.Deskripsi Subjek Penelitian ... 39

2.Hasil Uji Asumsi... 39

3. Deskripsi Data Penelitian... 39


(16)

4.Hasil Analisis Data Tambahan... 40

C. Pembahasan ... 41

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 48

A. Kesimpulan ... 48

B. Saran... 48

Daftar Pustaka ... 50


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blue Print Jumlah Item Sebelum Try Out... 33

Tabel 2. Distribusi Item Sahih ... 35

Tabel 4. Deskripsi Data Penelitan... 39

Tabel 5. One Sample t-test... 40


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Skala Penyesuaian Diri ... 52

Data Try Out... 60

Reliabilitas Try Out... 66

Data Item Sahih... 69

Reliabilitas Item Sahih ... 73

Uji Normalitas... 75

Statistik Deskriptif ... 76

Uji One Sample t-test... 77

Kategorisasi... 78

Surat Ijin dan Surat Keterangan Penelitian ... 80


(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap individu pasti pernah mengalami suatu permasalahan atau tuntutan dalam hidupnya. Terkadang tuntutan tersebut dapat menimbulkan konflik, frustrasi bahkan depresi yang membuat kehidupan individu tersebut menjadi tidak nyaman. Manusia dibekali kemampuan untuk menolong dirinya menghadapi permasalahan dengan cara menyesuaikan diri dengan keadaan di sekitarrnya. Davidoff (dalam Muta’din, 2002) mendefinisikan penyesuaian diri sebagai suatu perilaku dimana manusia dituntut untuk mencari titik temu antara keadaan yang ada di lingkungan sekitar dengan diri sendiri.

Tuntutan untuk mencari titik temu antara keadaan di sekitar dengan diri sendiri ini merupakan suatu proses yang memiliki tujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi suatu hubungan yang sesuai atau selaras antara diri dan lingkungan. Proses untuk mendapatkan hubungan yang selaras tersebut melibatkan respon mental dan tingkah laku yang menyebabkan individu berusaha memenuhi kebutuhan, mengatasi konflik, serta frustrasi yang ada (Semiun, 2006). Proses dari penyesuaian diri dapat dilihat dari bagaimana respon yang ditunjukkan oleh individu dalam menghadapi tuntutan yang ada. Penyesuaian diri berbeda menurut norma, budaya serta berbeda pada setiap tingkah laku yang ditunjukkan oleh setiap individu. Oleh karena itu, penyesuaian diri merupakan cara individual dalam bereaksi terhadap tuntutan yang berasal dari dalam atau dari


(20)

luar individu tersebut. Untuk beberapa orang mungkin reaksi yang digunakan efisien dan memuaskan, sedangkan bagi orang lain justru tidak efektif. Apabila respon yang dilakukan tidak efisien dan tidak menimbulkan kesejahteraan pada individu, maka individu tersebut dapat dikatakan tidak mampu dalam menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang baik memiliki kemampuan untuk mengatur dan merencanakan suatu respon sehingga dapat mengatasi frustasi, konflik dan kesulitan yang dihadapi dalam tuntutan yang ada (Semiun, 2006).

Tuntutan yang timbul dari lingkungan sekitar dan diri sendiri juga akan dirasakan oleh karyawan yang akan memasuki masa pensiun. Pensiun adalah suatu keadaan dimana individu telah berhenti bekerja pada suatu pekerjaan yang biasa dilakukan (Eliana, 2003). Pensiun sendiri dapat menimbulkan reaksi positif dan negatif bagi individu yang akan mengalaminya. Reaksi positif muncul ketika individu memiliki pandangan positif terhadap pensiun. Pandangan positif ini ditandai dengan adanya pola pikir dan sikap yang terbuka. Reaksi positif ini salah satunya muncul ketika individu merasa bahwa pensiun adalah saatnya untuk menikmati hasil kerja kerasnya selama ini dan menikmati kebersamaan dengan keluarga, serta lepas dari tanggung jawab dalam melaksanakan tugas selama ini. Reaksi negatif muncul karena adanya pandangan negatif terhadap pensiun, individu merasa bahwa setelah pensiun dirinya menjadi orang yang tidak berguna dan bermakna (Helmi, tanpa tahun).

Saat ini masih banyak di antara karyawan yang menganggap bahwa pensiun akan membuat mereka merasa menjadi orang yang tidak berguna, kehilangan relasi sosial yang selama ini sudah dibangun. Pandangan negatif


(21)

terhadap pensiun dapat menyebabkan munculnya gejala post power syndrome

yaitu gejala emosi yang kurang stabil dari individu dikarenakan hilangnya kekuasaan atau jabatan penting, relasi sosial, serta pendapatan yang dimiliki individu tersebut (Purnamasari, 2005).

Andari (2001) mengatakan bahwa post power syndrome tidak hanya dirasakan pada mereka yang telah memasuki masa pensiun, tapi juga dapat dirasakan oleh individu yang akan memasuki masa pensiun. Hal ini dapat terjadi karena individu menolak datangnya masa pensiun yang diakibatkan adanya perasaan takut kehilangan kekuasaan yang selama ini dimiliki. Individu tersebut menunjukkan mengalami kesulitan mengatasi tuntutan dari dalam diri maupun lingkungan sekitarnya. Kesulitan yang dialami terjadi karena keadaan emosi dan fisik yang tidak stabil sehingga membuat individu menunjukkan keadaan fisik (misalnya penyakit), perilaku dan perasaan yang merugikan baik untuk diri sendiri ataupun orang lain (misalnya pikiran negatif terhadap orang lain, mudah marah). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri sangat penting dilakukan oleh individu yang berada pada masa pra pensiun untuk mempersiapkan dirinya memasuki masa pensiun yang bahagia.

Dinsi (2006) juga menambahkan bahwa memasuki masa pensiun tidaklah mudah, apalagi bila individu yang bersangkutan memiliki kedudukan atau jabatan yang cukup penting di tempat ia bekerja. Persiapan untuk memasuki masa pensiun ini sangat penting, baik secara mental ataupun finansial, apalagi dalam masa transisi dimana individu tersebut harus meninggalkan tugas dan tanggung jawab


(22)

yang diemban selama masa bertugas, karena hal ini dapat menimbulkan perasaan kehilangan identitas dan perasaan tidak berguna.

Djaini (dalam Purnamasari, 2005) mengatakan terdapat fakta yang memperlihatkan bahwa karyawan Pertamina yang menolak masa pensiun menunjukkan sikap yang negatif, misalnya mudah tersinggung, berprasangka negatif terhadap orang lain saat individu tersebut memasuki masa pra pensiun. Djaini (1997) juga menambahkan bahwa hal ini dapat terjadi pada karyawan golongan pimpinan yang berada pada puncak karirnya. Hal ini disebabkan adanya perasaan kecewa karena harus melepaskan segala atribut (jabatan, kekuasaan, status sosial) yang dimiliki saat pensiun nanti.

Adanya fakta penolakan pensiun pada karyawan menunjukkan bahwa penyesuaian diri yang dimiliki kurang baik. Fakta tersebut menunjukkan bahwa proses penyesuaian diri berkaitan dengan gejala post power syndrome. Jika hal ini terjadi pada karyawan golongan pimpinan mungkin gejala yang ditunjukkan akan lebih parah, karena rasa kehilangan terhadap pendapatan, kekuasaan dan jabatan saat menjelang pensiun akan lebih besar. Selain itu karyawan golongan pimpinan juga akan merasa kehilangan berbagai fasilitas yang selama ini mereka dapatkan dari perusahaan. Fasilitas tersebut antara lain mulai dari rumah dinas hingga fasilitas kesehatan yang diperoleh sampai mereka pensiun. Secara umum karyawan yang tinggal di perumahan dinas Pertamina selama masa aktif kerjanya akan mendapatkan berbagai kemudahan karena menerima sarana dan prasarana dari perusahaan yang memadai selama bertahun-tahun. Bisa dikatakan bahwa


(23)

selama bekerja, mereka berada pada zona aman karena pendapatan dan berbagai fasilitas yang diterima tersebut.

Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengangkat tema yang berhubungan dengan penyesuaian diri dan pensiun. Namun, belum ada data atau penelitian yang dapat membuktikan pendapat di atas. Penelitian yang telah dilakukan selama ini berkaitan dengan pensiun adalah dihubungkan dengan tingkat harga diri (Hanayanthi, 2003) dan kecemasan (Prastiti, 2005). Sedangkan yang berkaitan dengan penyesuaian diri antara lain dikaitkan dengan efikasi diri (Sudiro, 2004) dan perilaku asertif (Pasauran, 2002). Oleh karena itu penelitian mengenai penyesuaian diri pada karyawan golongan pimpinan ini penting untuk dilakukan.

Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian ini mencoba untuk melihat penyesuaian diri yang dilakukan karyawan pada golongan pimpinan yang memasuki masa pra pensiun.

B. Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui penyesuaian diri pada karyawan golongan pimpinan pada masa pra pensiun.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk melihat penyesuaian diri karyawan golongan pimpinan pada masa pra pensiun.


(24)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan wacana kepada para karyawan yang akan memasuki masa pensiun mengenai penyesuaian diri yang baik dalam menghadapi masa pra pensiun.


(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penyesuaian Diri

1. Pengertian Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri menurut pendapat umum adalah suatu proses dari kehidupan itu sendiri. Menurut ilmu psikologi penyesuaian diri berarti interaksi antara manusia dengan lingkungannya. Setiap individu baik yang muda, tua, besar dan kecil selalu menghadapi masalah dalam penyesuaian diri. Permasalahan yang dihadapi muncul mulai dari lahir dan terus berlanjut sampai mati dan dapat muncul baik dari dalam maupun dari luar diri individu itu sendiri. Masalah yang muncul biasanya berkaitan dengan pencapaian suatu keseimbangan antara kebutuhan individu dan tuntutan yang ada di lingkungannya (http://en.wikipedia.org/wiki/Adjustment.2006).

Berikut adalah pendapat beberapa tokoh tentang definisi penyesuaian diri, menurut Carter V. Good (1959) penyesuaian diri adalah suatu proses menemukan dan memakai suatu perilaku yang cocok dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya. Sedangkan Laurance F. Shaffer (2006) berpendapat bahwa penyesuaian diri adalah suatu proses di mana makhluk hidup memelihara keseimbangan antara kebutuhan dan keadaan sekitarnya yang mempengaruhi pemuasan kebutuhan tersebut (http://en.wikipedia.org/wiki/Adjustment.2006). Semiun (2006) mengatakan bahwa penyesuaian diri adalah proses individu untuk mengatasi tuntutan internal dan eksternal, konflik, frustasi, tingkah laku dan


(26)

situasi yang ada di sekitar. Serta Morris dan Marsto (dalam Herastuti, 2006) berpendapat bahwa penyesuaian diri adalah suatu usaha untuk mengatasi stress dengan cara menyeimbangkan antara kebutuhan individu dengan tuntutan yang ada dan kemungkinan pemenuhan yang realistik untuk mengaturnya sebaik mungkin sesuai dengan kemampuan.

Dari deskripsi penyesuaian diri di atas, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah suatu proses perilaku seseorang yang dilakukan untuk mengatasi tuntutan yang ada di sekitar lingkungannya.

2. Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri

Menurut Derajat (1996), faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah :

a. Frustrasi (tekanan perasaan)

Frustrasi adalah proses yang membuat seseorang merasa ada hambatan dalam proses pemenuhan kebutuhannya sehingga tidak mampu menyesuaikan diri untuk mengatasi tuntutan yang ada. Contohnya ketika orang merasakan tekanan perasaan yang berat, antara lain merasa tidak mampu, tidak berdaya maka individu akan merasa pesimis dalam menghadapi tuntutan karena sudah membayangkan kegagalan yang akan dihadapi.

b. Konflik (pertentangan batin)

Konflik adalah adanya dua macam dorongan yang saling berlawanan satu dan lainnya dan tidak dapat dipenuhi dalam waktu yang bersamaan. Jika terdapat konflik, maka seseorang akan mengalami hambatan dalam menghadapi permasalahan yang dihadapi. Konflik sendiri ada tiga jenis yaitu:


(27)

1) Approach approach conflict

Adalah bila individu mengalami pertentangan antara dua hal yang sama-sama diingini tetapi tidak mungkin diambil keduanya.

2) Approach avoidance conflict

Adalah jika individu mengalami pertentangan antara dua hal yang satu diingini dan yang satu tidak diingini.

3) Avoidance avoidance conflict

Adalah jika individu menghadapi pertentangan antara dua hal yang sama-sama tidak diingini.

c. Kecemasan (anxiety)

Kecemasan terjadi ketika individu yang sedang menghadapi suatu permasalahan mengalami tekanan perasaan (frustrasi) dan pertentangan batin (konflik). Kecemasan ini dapat berupa perasaan takut, tidak berdaya, rasa bersalah yang tidak dapat dihindari oleh individu. Jika dibiarkan, perasaan ini dapat menghambat individu dalam menyesuaikan diri dalam menghadapi permasalahan tersebut.

Scheneiders (1964) menuliskan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang dalam penyesuaian diri antara lain :

a. Keadaan fisik

Keadaan fisik dan faktor bawaan berpengaruh pada proses penyesuaian dirinya. Faktor fisik yang dimaksud adalah terdiri dari sistem syaraf, kelenjar otot, kesehatan dan penyakit. Keadaan fisik yang baik dapat mempengaruhi fungsi psikologis individu. Kesehatan yang baik akan membuat individu lebih


(28)

siap menghadapi tuntutan dalam hidupnya sehingga individu tersebut mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan tersebut.

b. Perkembangan dan kematangan intelektual, sosial, moral, emosional

Perkembangan dan kematangan individu adalah kondisi utama yang mempengaruhi untuk mencapai penyesuaian diri ketika individu mencapai perkembangan berikutnya. Kematangan yang dimaksud adalah kematangan intelektual, sosial dan emosional. Kematangan intelektual, sosial maupun emosional seseorang dapat membantu individu dalam proses penyesuaian diri sehingga mampu mengatasi tuntutan yang dihadapi. Namun, terkadang meskipun keadaan intelektual individu tidak terlalu baik, individu tersebut masih dapat menyesuaikan diri dengan keadaan di lingkungan karena memiliki kemampuan dalam bersosialisasi.

c. Faktor psikologis

Faktor psikologis memiliki pengaruh yang cukup besar jika dibandingkan dengan yang lain, karena berhubungan dengan individu sendiri. Hal ini meliputi pengalaman, belajar, pembiasaan dan kemampuan mengarahkan diri. Pengalaman yang positif maupun negatif membuat individu mendapatkan suatu pelajaran yang dapat digunakan dalam menghadapi tuntutan di kemudian hari. Jika pembelajaran ini sering dilakukan maka individu dapat memiliki suatu kekuatan untuk mengarahkan dirinya pada tindakan yang menuju pada penyesuaian diri yang baik.


(29)

d. Keadaan lingkungan

Penyesuaian diri yang baik dipengaruhi oleh faktor lingkungan di mana individu tersebut tinggal. Keluarga dan lingkungan di mana individu menjadi bagian dari lingkungan tersebut memberikan peranan penting karena didalamnya terdapat nilai, kepercayaan, peran sosial, sikap dan cara berpikir yang digunakan dan berhubungan dengan penyesuaian diri di dalam moral dan sosial. Selain itu, sekolah juga membentuk pola-pola penyesuaian diri yang dapat digunakan sampai individu tersebut dalam lingkungan kerja, perkawinan, moral dan sosial. Apa yang didapat individu dari keluarga, lingkungan dan sekolah tersebut dapat membantu individu dalam menyesuaikan diri dengan berbagai tuntutan yang ada dalam masyarakat.

e. Faktor kebudayaan

Lingkungan memiliki kebudayaan sendiri-sendiri dan punya pengaruh pada individu yang tinggal di lingkungan tersebut. Budaya memiliki nilai, tradisi, dan standar yang mempengaruhi dalam penyesuaian diri. Tradisi yang kurang sehat pada lingkungan akan membuat individu mengalami konflik serta gangguan perilaku yang dapat membuat individu mengalami hambatan dalam proses penyesuaian diri. Agama adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan. Pengalaman dan keyakinan dalam suatu agama diyakini dapat membantu individu dalam menjaga kesehatan mental, sehingga mampu menyelesaikan masalah atau tuntutan yang dihadapi. Kemampuan menyelesaikan masalah ini menunjukkan proses penyesuaian diri yang baik dari individu tersebut.


(30)

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri antara lain :

a. Keadaan fisik

Keadaan fisik yang kurang baik akan membuat individu semakin terbeban karena merasa tidak mampu menghadapi beratnya tuntutan yang ada.

b. Keadaan psikologis

Keadaan psikologis yang kurang baik seperti depresi, perasaan cemas, konflik yang dirasakan individu dapat menghambat individu dalam menyesuaikan diri dengan tututan yang dihadapi. Keadaan psikologis juga meliputi perkembangan dan kematangan intelektual, moral dan emosional. Kematangan individu dalam intelektual, moral dan emosional membantu individu menyesuaikan diri dengan tuntutan yang ada di lingkungan sehingga mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.

c. Lingkungan

Tradisi, nilai, kepercayaan, standar, sikap, cara berpikir dan pengalaman yang diterima individu baik dari agama, lingkungan keluarga maupun lingkungan tempat tinggal mempengaruhi individu dalam proses penyesuaian diri. Bila pengaruh yang diberikan baik maka individu tidak akan mengalami gangguan dalam proses penyesuaian diri.

3. Karakteristik Penyesuaian Diri

Menurut Harbert dan Runyon (1984) karakteristik penyesuaian diri yang sehat adalah :


(31)

a. Memiliki persepsi yang tepat terhadap realita

Penyesuaian diri lebih melihat pada situasi yang sebenarnya. Menyadari bahwa persepsi yang dimiliki terkadang berbeda dengan realita yang ada di sekitar dan dengan terpaksa kita harus mengubah tujuan yang sudah kita buat sebelumnya.

b. Kemampuan menguasai stress dan kecemasan

Coping yang berhasil dapat dilihat dari jawaban dari suatu pencarian tujuan yang memberikan petunjuk hidup dan membuat dapat bertahan hidup dari suatu kejadian yang tak dapat dielakkan, frustasi, stress yang terjadi dalam hidup.

c. Memiliki kesan diri yang baik

Memiliki penilaian yang positif terhadap diri sendiri, meskipun demikian individu juga tidak boleh melupakan keadaan dirinya yang sebenarnya. Harus mau menerima kelemahannya sama seperti menerima kelebihan yang dimiliki. d. Kemampuan mengekspresikan perasaan

Mampu merasakan dan mengekspresikan perasaan secara realistis dan terkontrol. Misalnya ketika seseorang merasa marah ia dapat mengekpresikan rasa marahnya tanpa melukai orang lain secara fisik maupun psikis. Masalah dalam mengekspresikan emosi ada dua, overcontrol dan undercontrol.

Overcontrol menunjukkan blunted affect yaitu perasaan atau pengalaman yang padam/ tumpul; undercontrol menunjukkan ekspresi emosi yang berlebihan.


(32)

e. Memiliki hubungan interpersonal yang baik

Memiliki hubungan yang produktif serta saling memberi manfaat antara satu dan yang lainnya.

Menurut Scheneiders (1964) individu yang memiliki penyesuaian diri normal memiliki karakteristik :

a. Tidak ditemukan emosi yang berlebihan

Tidak ditemukan emosi yang berlebihan bukan berarti individu tidak memiliki emosi tapi mampu menunjukkan kontrol dan ketenangan emosi, sehingga dapat menghadapi permasalahan yang timbul dan menentukan pemecahan masalah yang tepat.

b. Tidak ada mekanisme pertahanan diri

Memberikan respon yang normal terhadap permasalahan yang terjadi, bukan dengan menggunakan mekanisme pertahanan diri untuk memecahkan suatu masalah.

c. Tidak ada frustrasi personal

Frustrasi dapat membuat individu mengalami kesulitan merespon permasalahan yang ada. Jika merasa frustrasi atau merasa tidak berdaya, maka individu tersebut akan mengalami kesusahan mengorganisasi kemampuan berpikir, perasaan, motivasi dan tingkah laku untuk menghadapi permasalahan yang ada di sekitarnya.

d. Pertimbangan rasional dan kemampuan mengarahkan diri

Tidak memiliki emosi yang berlebih sehingga mampu berpikir dan melakukan pertimbangan terhadap suatu permasalahan, serta memiliki kemampuan untuk


(33)

mengorganisasi pikiran, tingkah laku dan perasaan meskipun dalam situasi yang sulit.

e. Kemampuan untuk belajar

Suatu proses penyesuaian diri yang normal dapat diindikasikan dari memiliki perkembangan untuk memecahkan suatu masalah dari situasi yang penuh dengan konflik, frustrasi atau stress. Selain itu juga ditandai dengan adanya proses belajar yang berkelanjutan dalam menghadapi tuntutan yang ada dalam kehidupan.

f. Memanfaatkan pengalaman masa lalu

Individu yang memiliki penyesuaian diri yang normal memiliki kemampuan melihat pengalaman dirinya dan pengalaman orang lain untuk belajar mengatasi situasi konflik dan stress.

g. Sikap realistis dan objektif

Mampu bersikap realistis dan objektif seperti kenyataan yang sebenarnya. Hal ini dapat dilakukan dari melihat pengalaman, belajar, memiliki pemikiran yang rasional, serta mampu menilai situasi dan permasalahan yang ada.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kriteria penyesuaian diri antara lain :

a. Memiliki kemampuan berpikir dan bersikap sesuai dengan realita

Individu dapat melihat suatu permasalahan secara realistis dan objektif, dapat menilai dan berpikir sesuai dengan kenyataan yang ada. Menyadari terkadang persepsi tidak sesuai dengan keadaan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan


(34)

melihat pengalaman, belajar, memiliki pemikiran rasional, mampu menilai situasi dan permasalahan yang ada.

b. Memiliki kemampuan kontrol diri yang baik

Individu memiliki kemampuan untuk merasakan dan mengekspresikan serta mengontrol perasaan dengan baik tanpa harus merugikan orang lain dan diri sendiri, menerima kelemahan dan kelebihan diri, mampu berpikir, melakukan pertimbangan terhadap permasalahan, mampu mengorganisasi pikiran, tingkah laku dan perasaan, sehingga membuat individu dapat bertahan dari kejadian yang tidak dapat dielakkan, frustrasi dan stress, serta menentukan pemecahan masalah yang tepat.

c. Memiliki hubungan interpersonal yang baik

Individu memiliki hubungan yang saling membangun satu sama lain dengan orang yang ada di sekitarnya.

d. Memiliki kemampuan belajar dari pengalaman di masa lalu untuk memecahkan masalah

Individu mampu melihat pengalaman yang terjadi di masa lalu baik dari pengalaman pribadi maupun dari pengalaman orang lain sebagai suatu pelajaran untuk memecahkan permasalahan dari keadaan yang penuh dengan konflik, frustrasi atau stress yang terjadi dalam hidupnya dan ada proses belajar yang berkelanjutan untuk menghadapi tuntutan yang ada.

Karakteristik di atas akan digunakan sebagai indikator alat ukur penyesuaian diri.


(35)

B. Pra Pensiun

1. Pengertian Pra Pensiun

Pensiun adalah suatu keadaan di mana seseorang sudah tidak bekerja lagi karena usia yang lanjut dan harus diberhentikan. Individu tersebut akan mendapatkanpesangon atau uang pensiun. Jika mendapatkan uang pensiun maka uang tersebut akan didapatkan sampai individu tersebut meninggal dunia (http://id.wikipedia.org/wiki/Pensiun.2006).

Pensiun seringkali diidentikkan dengan usia tua yang menandakan bahwa individu tersebut sudah tidak berguna lagi bagi perusahaan atau organisasi di tempat mereka bekerja (Rini, 2001).

Kimmel dalam (Prastiti, 2004) mengatakan bahwa pensiun adalah suatu perubahan sosial yang dialami individu dalam suatu perkembangan hidup seseorang. Perubahan yang menuntut individu untuk memiliki penyesuaian diri dari keadaan yang semula bekerja menjadi tidak bekerja, berkurangnya penghasilan, dan bertambahnya waktu luang.

Parkman et. al (1990) memiliki pendapat yang hampir serupa dengan Kimmel. Parkinson et. al berpendapat bahwa pensiun adalah suatu proses pelepasan diferensial yang dialami individu dalam usia tertentu di perusahaan, yaitu hanya melepaskan diri dari profesi dan tidak melepaskan diri dari kegiatan lain (Parkman et.al, 1990).

Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pensiun adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami perubahan hidup mulai dari


(36)

perubahan sosial, perubahan aktivitas dari bekerja menjadi tidak bekerja, hingga pada perubahan penghasilan.

Berbagai perubahan dan penyesuaian tidak hanya terjadi pada masa pensiun, karena pada masa pra pensiun individu juga mulai mengalami berbagai perubahan baik secara fisik maupun psikologis. Pra pensiun sendiri adalah keadaan yang berawal dari pertama kali individu mendapatkan pekerjaan, biasanya individu merasa bahwa pensiun masih lama terjadi dan fase ini berakhir ketika individu akan mendekati masa pensiun atau biasa disebut dengan The Remote Phase serta keadaan dimana individu menyadari bahwa masa pensiun akan segera datang dan mulai mempersiapkan diri dalam program pensiun yang ada pada perusahaan atau biasa disebut dengan The Remote Phase Achley (dalam Santrock, 2002 dan Eliana, 2003).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pra pensiun adalah keadaan yang berawal dari individu mendapatkan pekerjaan hingga mulai mempersiapkan diri dan berpartisipasi dalam suatu program pensiun yang ada dalam perusahaan.

2. Karakteristik Pra Pensiun

Individu yang memasuki masa pra pensiun apabila dilihat dari usianya yaitu sekitar 50an tahun sampai awal 60 tahun termasuk dalam dewasa tengah. Pada usia ini individu tersebut memiliki beberapa karakteristik dan mulai menunjukkan adanya beberapa perubahan dalam perkembangannya. Karakteristik individu dewasa tengah antara lain dilihat dari segi ekonomi dan pekerjaan, keadaan fisik, psikis dan sosial.


(37)

Dari segi ekonomi menunjukkan memiliki pendapatanyang tinggi karena berprestasi dalam pekerjaan, memiliki posisi yang tinggi, kekuasaan dan prestise. Sedangkan perubahan yang terjadi antara lain perubahan fisik, psikis dan sosial. Perubahan fisik yang terjadi antara lain adalah kulit keriput, rambut yang memutih, cepat lelah, berkurangnya daya ingat, penglihatan dan pendengaran, rentan terkena penyakit. Perubahan psikologis ditunjukkan dengan adanya perasaan cemas yang berlebihan, merasa tidak dianggap oleh masyarakat sekitar dan merasa jenuh dengan kegiatan sehari-hari. Serta dari sosial ditunjukkan adanya keinginan untuk aktif dalam kegiatan organisasi atau pelayanan dalam masyarakat (Hurlock, 1980 dan Santrock, 2002).

Pada usia dewasa tengah individu perlu menyiapkan masa pensiun baik secara keuangan maupun secara psikologis. Individu perlu belajar untuk memilih minat dan mengisi waktu luang di masa mendatang dengan baik. Kegiatan ini adalah salah satu bagian penting dari persiapan memasuki masa pensiun tersebut (Santrock, 2002).

3. Fase-fase Pensiun

Achley (dalam Santrock, 2002 dan Eliana, 2003) menyatakan ada beberapa fase pada pensiun, di antaranya :

a. Fase Pra Pensiun (Preriterement Phase)

1) Fase Jauh (The Remote Phase)

2) Fase Dekat (The Near Phase)

b. Fase Pensiun (Retirement Phase)


(38)

2) Fase Kekecewaan (The Disenchantment Phase)

3) Fase Re-orientasi (TheReorientation Phase)

4) Fase Stabil (The Stability Phase)

c. Fase Masa Pasca Pensiun (End of Retirement Role)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pensiun terdiri dari tiga fase antara yaitu Fase Pra Pensiun yaitu, Fase Pensiun, dan Fase Masa Pasca Pensiun Dalam penelitian ini fase yang akan dilihat adalah fase dekat (the near phase)

pada fase pra pensiun.

C. Karyawan Pertamina Golongan Pimpinan

Golongan pimpinan jika dibandingkan dengan golongan yang ada di bawahnya memiliki beberapa kelebihan, dilihat dari segi pekerjaan, ekonomi dan sosial. Golongan pimpinan dalam perusahaan ini terdiri dari beberapa jenjang, mulai dari golongan 1 yaitu golongan pimpinan yang paling tinggi dan golongan 9 yaitu golongan pimpinan yang paling rendah. Golongan 1 adalah pembina atau pimpinan puncak, golongan 2-4 adalah golongan utama (pimpinan divisi), 5-6 adalah pengawas, golongan 7-9 adalah supervisor (Purnamasari, 2003).

Secara umum meskipun berada pada jenjang yang berbeda, karyawan yang berada pada beberapa golongan ini memiliki tugas dan tanggung jawab untuk dapat menyusun, mengatur dan mengontrol pekerjaan setiap anak buahnya, bahkan mereka dituntut untuk dapat menjadi motivator bagi setiap karyawan yang ada di bawah pimpinannya. Perbedaan tugas dan tanggung jawab yang dilaksanakan tergantung pada di divisi mana mereka memimpin atau ditempatkan.


(39)

Pada umumnya di suatu perusahaan seorang karyawan yang memiliki golongan atau pangkat yang cukup tinggi adalah karyawan yang sebagian besar pekerjaannya dihabiskan di dalam kantor (pekerjaannya mengandalkan pikiran) bukan di pabrik atau sejenisnya yang pekerjaannya banyak mengandalkan kekuatan fisik. Namun di perusahaan ini, karyawan golongan pimpinan tidak hanya menjalankan pekerjaan di dalam kantor saja atau tidak hanya bekerja di lapangan (seperti pabrik, kilang) saja, tetapi bisa juga menjalankan pekerjaannya di dalam kantor dan di lapangan (pabrik, kilang), karena pabrik atau kilang termasuk bagian dari perusahaan yang memegang peranan penting dalam perusahaan. Relasi yang mereka miliki cukup luas karena terkadang mereka diharuskan untuk bekerja sama dengan rekan dari luar perusahaan dan bagi karyawan golongan pimpinan yang berada pada golongan 2-9 diharuskan untuk berelasi dengan beberapa orang yang memiliki kedudukan penting di perusahaan tersebut bahkan dengan beberapa pihak luar yang memiliki kerjasama dengan perusahaan. Tanggung jawab, tugas dan relasi yang luas ini membuat pengalaman kerja yang mereka miliki lebih banyak jika dibandingkan dengan karyawan yang bukan pimpinan.

Secara ekonomi, kehidupan mereka dapat dikatakan cukup mapan. Karena selain mendapatkan gaji yang lebih besar, mereka juga mendapatkan beberapa fasilitas lain dari perusahaan, antara lain fasilitas kesehatan yang lebih lengkap, misalnya dengan fasilitas ditempatkan di ruang VIP ketika mereka dirawat di rumah sakit, beberapa barang inventaris dari perusahaan misalnya perabotan rumah tangga. Meskipun karyawan yang bukan pimpinan juga mendapatkan


(40)

fasilitas perabotan rumah tangga namun barang yang didapat memiliki perbedaan. Semakin tinggi golongan karyawan tersebut maka semakin lengkap fasilitas yang didapatkan. Lingkungan tempat tinggal karyawan golongan pimpinan dibedakan menjadi tiga tempat, ada perumahan yang memang dikhususkan untuk karyawan golongan pimpinan saja, yaitu perumahan yang dikhususkan untuk golongan 1-3 dan perumahan lain untuk golongan 4-5 dan ada juga perumahan yang dihuni oleh karyawan pimpinan yang berada pada golongan 5 sampai pada karyawan yang bukan pimpinan. Pada umumnya mereka ditempatkan di rumah dinas yang lebih besar beserta isinya yang lebih lengkap. Semakin tinggi golongan seorang karyawan, maka semakin lengkap barang inventaris yang diberikan oleh perusahaan.

Berbagai keadaan yang melekat pada karyawan golongan pimpinan seperti pekerjaan dan keadaan ekonomi di atas membuat mereka berada pada lingkungan sosial yang berbeda dengan karyawan yang bukan pimpinan. Lingkungan tempat tinggal yang berbeda, pendapatan yang besar, relasi yang lebih luas, tanggung jawab dalam pekerjaan dan kedudukan yang tinggi ini membuat mereka memiliki status sosial yang dipandang lebih tinggi dari karyawan yang bukan pimpinan. Pekerjaan dan jabatan yang dimiliki membuat mereka lebih dihormati, dihargai dan menjadi panutan bagi anak buahnya. Selain status sosial mereka juga menunjukkan gaya hidup yang terlihat sedikit berbeda dengan karyawan yang golongannya lebih rendah daripada mereka. Bisa dikatakan mereka memiliki gaya hidup sedikit berlebihan yang sebetulnya hal ini bukanlah suatu hal yang dilarang. Gaya hidup yang berlebihan ini didukung dengan pendapatan yang besar


(41)

dan mendapat dukungan fasilitas tambahan dari perusahaan yang lebih lengkap jika dibandingkan dengan karyawan yang bukan pimpinan.

Perusahaan memiliki program pelatihan untuk karyawan yang akan memasuki masa pensiun dan tidak bersifat wajib. Program ini biasanya disebut dengan “Kewirausahaan”. Kewirausahaan ditujukan untuk karyawan beserta pasangannya (suami atau istri karyawan tersebut) dan dilaksanakan ketika karyawan memasuki 2 atau 3 tahun menjelang masa pensiun. Namun, ada sedikit perbedaan tentang kewirausahaan tersebut antara karyawan golongan pimpinan dan yang bukan pimpinan. Bagi karyawan yang bukan pimpinan, mereka juga mengikuti program kewirausahaan yang sama, hanya saja mereka tidak mengikuti program ini di kota yang sama. Biasanya pelatihan diadakan di kota Bandung atau Surabaya. Pemilihan kota tergantung pada kebijakan perusahaan yang setiap tahunnya dapat berubah. Sementara untuk karyawan golongan pimpinan, kewirausahaan biasa dilaksanakan di kota Bali dan Yogyakarta. Pemilihan kota yang akan dituju sebagai tempat pelatihan berdasarkan pada golongan karyawan tersebut. Karyawan yang berada pada golongan 5-1 mengikuti pelatihan ke Bali dan karyawan pada golongan 9-6 ke Yogyakarta. Meskipun terdapat perbedaan tempat pelatihan yang didasarkan pada golongan karyawan, namun materi pelatihan yang diberikan tidak memiliki perbedaan. Kegiatan dalam program ini selain diadakan untuk memberikan pelatihan kewirausahaan, juga diadakan konsultasi dengan psikolog sebagai persiapan untuk memasuki masa lansia. Semua fasilitas dan biaya yang diadakan untuk pelatihan ini ditanggung


(42)

sepenuhnya oleh perusahaan. Kewirausahaan ini bukan akhir dari program perusahaan untuk mempersiapkan karyawan dalam menghadapi pensiun.

Selain itu ada program yang disebut dengan Masa Persiapan Pensiun Karyawan (MPPK). Sekitar enam bulan sebelum memasuki MPPK karyawan akan diberikan surat pemberitahuan dari perusahaan. Surat tersebut berisi tentang pemberitahuan bahwa karyawan tersebut sebentar lagi akan memasuki MPPK dan berisi tentang hak dan kewajiban yang harus dilakukan karyawan sebelum memasuki MPPK. Saat karyawan memasuki MPPK, karyawan tersebut akan berhenti bekerja namun tetap akan mendapat gaji bersih sama seperti saat masih aktif bekerja serta diperbolehkan tetap tinggal di perumahan dinas dan mendapatkan fasilitas dari perusahaan selama satu tahun. Program ini berlaku bagi semua karyawan baik yang berada pada golongan pimpinan maupun karyawan yang bukan pimpinan.

D. Penyesuaian Diri Pada Karyawan Pertamina Golongan Pimpinan yang Memasuki Masa Pra Pensiun

Keadaan ekonomi, pekerjaan, sosial dan budaya pada karyawan golongan pimpinan yang telah disebutkan sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kelas dalam berbagai bidang tersebut. Perbedaan tersebut menunjukkan adanya kehidupan dan tuntutan yang lebih besar yang diharapkan dari mereka. Kehidupan yang memiliki fasilitas yang lengkap, besarnya tanggung jawab dan pengalaman dalam pekerjaan, pendapatan yang diperoleh, serta perbedaan pada pelayanan dalam program kewirausahaan menunjukkan adanya kelebihan yang


(43)

dimiliki oleh karyawan golongan pimpinan jika dibandingkan dengan karyawan yang bukan pimpinan.

Pada umumnya para karyawan yang berada pada masa pra pensiun adalah mereka yang berusia di atas 50 tahun. Secara fisik mereka juga sudah mengalami perubahan, misalnya stamina yang mulai menurun meskipun tidak terlalu ekstrim. Keadaan stamina yang menurun ini akan membuat mereka lebih mudah mengalami berbagai macam penyakit. Secara psikologis mereka mulai mengalami kecemasan menghadapi hari tua karena akan menghadapi banyak perubahan dalam hidupnya. Masa pensiun yang semakin dekat akan membuat mereka menunjukkan perasaan cemas karena merasa keberadaan mereka tidak akan dianggap oleh masyarakat serta mulai merasakan adanya kejenuhan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Disamping adanya perubahan di tersebut dalam hal pekerjaan mereka justru menunjukkan adanya prestasi kerja yang semakin meningkat seiring dengan pengalaman kerja yang semakin bertambah (Hurlock,1980). Keadaan fisik dan psikologis yang terjadi tersebut menunjukkan bahwa dalam masa pra pensiun para karyawan golongan pimpinan tersebut akan menghadapi banyak perubahan dalam kehidupan mereka.

Keadaan pimpinan yang memiliki kedudukan, kekuasaan, relasi yang luas dan kehidupan ekonomi yang mapan tidak akan berlangsung lama, karena cepat atau lambat mereka akan menghadapi masa pensiun. Masa di mana mereka harus rela untuk melepaskan kedudukan, kekuasaan, relasi, pendapatan yang besar serta kehidupan yang didukung oleh fasilitas dari perusahaan. Lepasnya segala hal yang melekat pada karyawan golongan pimpinan ini akan membawa banyak perubahan


(44)

dalam kehidupan mereka. Menghadapi suatu perubahan dalam kehidupan tidaklah mudah, namun hal ini dapat diantisipasi jika individu tersebut memiliki penyesuaian diri yang baik. Penyesuaian diri akan membuat individu mampu bertahan menghadapi setiap perubahan dan tantangan di tempat individu tersebut tinggal. Oleh karena itu, penyesuaian diri perlu dilakukan sedini mungkin sejak karyawan golongan pimpinan berada pada masa pra pensiun. Dengan adanya penyesuaian diri yang baik diharapkan para karyawan golongan pimpinan ini dapat memiliki persiapan dalam menghadapi masa pensiun.

Di satu sisi penyesuaian diri yang baik dalam menghadapi masa pensiun pada karyawan golongan pimpinan kemungkinan dapat dilakukan karena memiliki relasi yang luas, serta pengalaman yang lebih luas khususnya dalam bidang pekerjaan. Jika dihubungkan dengan faktor yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri yang baik, karyawan golongan pimpinan menunjukkan memiliki kematangan dalam pengalaman yang lebih banyak, dengan memiliki pengalaman yang lebih tersebut mereka mengetahui langkah apa yang dapat digunakan dalam merespon tuntutan yang ada, serta adanya dukungan dari faktor lingkungan dengan memiliki relasi yang luas menunjukkan kematangan sosial individu karena mampu menjalin hubungan dengan berbagai pihak. Namun, di sisi yang lain karyawan pada masa pra pensiun dapat mengalami kesulitan dalam proses penyesuaian diri karena mulai menunjukkan adanya berbagai penurunan dari segi fisik dan psikologis. Penurunan ini bisa ditunjukkan dengan keadaan fisik yang rentan terkena berbagai penyakit dan mulai munculnya rasa kecemasan untuk kehilangan jabatan, relasi serta takut tidak dapat memenuhi kebutuhan ekonomi


(45)

karena penurunan pendapatan. Penurunan yang dialami dapat menjadi penghambat dalam penyesuaian diri jika tidak dihadapi dengan lapang dada karena akan membuat karyawan tersebut tidak mampu menerima perubahan yang terjadi dalam dirinya yang akan berakibat pada ketidakmampuan untuk menghadapi tuntutan yang ada di sekitarnya.


(46)

Skema Penyesuaian Diri Karyawan Golongan Pimpinan pada Masa Pra Pensiun

Penyesuaian Diri Karakteristik Karyawan Pertamina

Golongan Pimpinan 1. Ekonomi

• Pendapatan yang tinggi

• Rumah dinas yang lebih besar beserta barang inventaris yang lebih lengkap

• Fasilitas dari perusahaan yang lebih lengkap

2. Pekerjaan dan jabatan

• Menyusun, mengatur dan

mengontrol pekerjaan anak buah yang dipimpin

• Pengalaman kerja yang lebih luas • Mampu bekerja sama dengan rekan

dari luar perusahaan

• Mampu bekerja sama dengan orang yang kedudukannya lebih tinggi di perusahaan (untuk golongan 2-9)

Karakteristik Pra Pensiun 1.Ekonomi

• Pendapatan tinggi

2.Psikologis

• Cemas berlebihan, merasa tidak dianggap dalam masyarakat, jenuh dengan kegiatan sehari-hari

3. Fisik

• Penurunan fungsi tubuh (penglihatan, pendengaran, daya ingat, cepat lelah, mudah terkena penyakit)

4. Sosial

• Aktif dalam kegiatan di masyarakat (organisasi, pelayanan masyarakat)

5.Pekerjaan

• Berprestasi, posisi lebih tinggi, lebih banyak jaminan kerja

• Memiliki kematangan dalam

pengalaman yang lebih banyak sehingga mampu merespon suatu tuntutan

• Memiliki kematangan sosial

sehingga mampu menjalin hubungan dengan berbagai pihak

Penyesuaian Diri Tinggi

Penyesuaian Diri Rendah

• Penurunan dari segi fisik mengakibatkan rentan terhadap penyakit

• Dari segi psikologis adanya kecemasan menghadapi perubahan di hari tua, kecemasan kehilangan jabatan dan relasi, kecemasan merasa tidak berguna karena pendapatan menurun


(47)

E. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan keadaan karyawan golongan pimpinan yang telah dijelaskan di atas, baik dilihat dari kelebihan yang mereka miliki atau kemungkinan penyesuaian diri yang akan terjadi pada masa pra pensiun, melalui penelitian ini peneliti ingin mengetahui penyesuaian diri yang dilakukan karyawan golongan pimpinan pada masa pra pensiun.


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah sebuah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan sampai pada deskripsi yaitu menganalisa dan menyajikan fakta, memberikan suatu gambaran mengenai suatu situasi atau kejadian yang terjadi dalam masyarakat. Data yang dikumpulkan bersifat deskriptif sehingga penelitian ini tidak menggunakan hipotesis. Sedangkan menurut Whitney (dalam Nazir, 1988) penelitian deskriptif digunakan untuk mempelajari masalah, tata cara dan situasi tertentu yang terjadi dalam masyarakat.

B. Definisi Operasional

Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah variabel penyesuaian diri. Penyesuaian diri adalah suatu proses perilaku seseorang yang dilakukan untuk mengatasi tuntutan yang ada di sekitar lingkungannya. Variabel penyesuaian diri disusun berdasarkan karakteristik yang telah diungkapkan dalam landasan teori. Karakteristik tersebut adalah sebagai berikut :

a. Memiliki kemampuan berpikir dan bersikap sesuai dengan realita b. Memiliki kemampuan kontrol diri yang baik

c. Memiliki hubungan interpersonal yang baik

d. Memiliki kemampuan belajar dari pengalaman di masa lalu untuk memecahkan masalah


(49)

Penskoran skala akan memberikan gambaran tentang penyesuaian diri pada karyawan golongan pimpinan pada masa pra pensiun. Semakin tinggi nilai yang dimiliki karyawan golongan pimpinan, maka semakin tinggi penyesuaian diri yang dimiliki karyawan pimpinan pada masa pra pensiun. Jika nilai yang dimiliki karyawan golongan pimpinan rendah, maka penyesuaian diri yang dimiliki karyawan tersebut juga rendah.

C. Subjek

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah karyawan PT. Pertamina (Persero) di wilayah Unit Pengolahan III, Sumatra Selatan sebanyak 71 orang. Penelitian ini menggunakan try out terpakai dikarenakan situasi di lapangan yang tidak memungkinkan peneliti untuk mengadakan try out dan dilanjutkan dengan penelitian. Kriteria subjek yang diteliti dalam penelitian ini adalah karyawan Pertamina yang berada pada golongan pimpinan dan akan memasuki masa pensiun sekitar 1 atau 2 tahun mendatang dan bertempat tinggal di perumahan Pertamina. Peneliti menggunakan kriteria ini agar data yang diperoleh benar-benar data yang ingin diteliti.

D. Metode dan Alat Pengambilan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala penyesuaian diri. Skala penelitian ini menggunakan metode summated rating atau berbentuk skala Likert. Metode Likert terdiri dari beberapa kontinum kesikapan, dan kontinum kesikapan yang digunakan antara lain STS (Sangat Tidak Sesuai), TS


(50)

(Tidak Sesuai), S (Sesuai) dan SS (Sangat Sesuai). Penelitian ini tidak menggunakan kontinum N (Netral) agar subjek dapat menjawab pernyataan yang diberikan dengan benar adanya atau tanpa manipulasi. Modifikasi skala Likert ini dilakukan berdasarkan tiga alasan. Pertama, kategori undecided memiliki arti ganda, bisa diartikan subjek belum mampu memberikan jawaban dan bisa juga diartikan subjek tidak sesuai tapi bukan pula berarti tidak sesuai atau bahkan ragu-ragu. Kedua, jawaban di tengah seperti ini menimbulkan kecenderungan untuk menjawab ke tengah (central tendency effect), terutama bagi subjek yang ragu-ragu terhadap arah jawabannya. Ketiga, maksud kategorisasi jawaban SS-S-TS-STS adalah untuk melihat kecendurangan pendapat subjek , ke arah sesuai atau ke arah tidak sesuai. Kategori jawaban tengah (Netral) akan menghilangkan banyak informasi yang dapat diperoleh dari subjek (Hadi, 1991).


(51)

Berikut ini adalah blue print skala penyesuaian diri yang disusun berdasarkan karakteristik penyesuaian diri :

Tabel 1

Blue Print jumlah item sebelum Try Out

Nomor Item Jumlah

Item No Indikator Penyesuaian

Diri Favorabel Unfavorabel %

1. Berpikir dan bersikap sesuai dengan realita

1, 2, 10, 17, 25, 33, 41, 42, 57, 65

9, 18, 26, 34, 49, 50, 58, 66, 73

19 25 2. Kontrol diri yang baik 3, 11, 19, 28,

36, 44, 59, 67, 68, 74

4, 12, 20, 27, 35, 43, 51, 52, 60

19 25 3. Hubungan interpersonal

yang baik

6, 14, 21, 22, 38, 54, 61, 62, 69, 75

5, 13, 29, 30, 37, 45, 46, 53, 70

19 25 4 Belajar dari pengalaman

di masa lalu untuk memecahkan masalah

7, 8,15, 31, 32, 39, 40, 55, 56, 63

16, 23, 24, 47, 48, 64, 71, 72, 76

19 25

Total 40 36 76 100

Skala ini tersusun dari 40 item favorabel dan 36 item unfavorabel, secara keseluruhan skala yang digunakan terdiri dari 76 item. Item-item favorabel

merupakan item positif, yaitu item yang mendukung indikator penyesuaian diri pada karyawan golongan pimpinan yang memasuki masa pra pensiun. Item-item

unfavorabel merupakan item negatif, yaitu item yang tidak mendukung indikator penyesuaian diri pada karyawan golongan pimpinan yang memasuki masa pra pensiun.

Pernyataan yang bersifat favorabel untuk jawaban “SS” diberi nilai 4, “S” diberi nilai 3 “TS” diberi nilai 2, dan “STS”diberi nilai 1. Sedangkan untuk


(52)

pernyataan yang unfavorabel untuk jawaban “SS” diberi nilai 1, “S” diberi nilai 2, “TS” diberi nilai 3, dan “STS” diberi nilai 4.

E. Kredibilitas Alat Pengumpul Data 1. Validitas

Validitas memiliki arti kecermatan dan ketepatan dari suatu alat ukur dalam melakukan fungsi alat ukurnya. Suatu alat ukur dapat dikatakan cermat dan tepat jika koefisien validitasnya menunjukkan rx = 1,0. Tetapi, dalam kenyataannya suatu koefisien validitas tidak akan mencapai angka maksimal 1,0 (Azwar, 2003).

Penelitian ini mengunakan validitas isi untuk mengukur validitas pada alat ukur yang digunakan. Menurut Azwar (2003) validitas isi adalah pengujian validitas yang diperoleh dari pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau profesional judgement sehingga item yang dibuat tidak keluar dari tujuan pengukuran yang sudah ditentukan. Pengujian isi skala dilakukan dengan mengkonsultasikan dengan orang yang lebih ahli, dalam hal ini konsultasi item dilakukan dengan dosen pembimbing.

2. Seleksi item

Seleksi item dilakukan dengan melihat koefisien korelasi item total (rix)

yang menunjukkan adanya kesesuaian fungsi item dengan fungsi skala yang digunakan dalam mengungkap perbedaan individual. Kriteria koefisien korelasi item total yang digunakan adalah rix > 0,30. Item yang memiliki nilai koefisien


(53)

(Azwar, 2003). Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik Alpha dari program SPSS for windows version 12..

Dari 76 item yang diberikan, diperoleh sebanyak 54 item yang sahih dan 32 item yang gugur, yaitu 12 item pada indikator berpikir dan bersikap sesuai dengan realita, 15 item pada indikator kontrol diri yang baik, 17 item pada indikator hubungan interpersonal yang baik dan 10 item pada indikator belajar dari pengalaman di masa lalu untuk memecahkan masalah. Karena jumlah item setiap indikator tidak sama, maka peneliti menyamakan jumlah item untuk setiap indikator dengan cara mengurangi jumlah item pada indikator yang memiliki jumlah item lebih dari 10. Dari hasil penyetaraan item tersebut diperoleh 40 item sahih yang masing-masing terdiri dari 20 item untuk item favorabel dan item

unfavorabel.

Berikut ini adalah tabel distribusi item dalam tiap indikator dan kategori sifat item setelah try out :

Tabel 2

Distribusi item sahih

Nomor Item Jumlah

Item No

Indikator Penyesuaian Diri

Favorabel Unfavorabel %

1. Berpikir dan bersikap sesuai dengan realita

1,2,10,25, 33, 41, 42

9,26, 73 10 25 2. Kontrol diri yang baik 11, 28, 59, 67,

68

20, 35, 43, 52, 60

10 25 3. Hubungan interpersonal yang

baik

6, 21, 62 13, 29, 30, 45, 46, 53, 70

10 25 4 Belajar dari pengalaman di

masa lalu untuk memecahkan masalah

7, 8, 55, 56, 63

23, 47, 71, 72, 76

10 25


(54)

Item yang gugur sebanyak 36 item. Item favorabel 3, 14, 15, 17, 19, 22, 31, 36, 38, 39, 40, 44, 54, 57, 61, 65, 69, 74, 75 dan item unfavorabel 4, 5, 12, 16,18, 24, 27, 34, 37, 38, 48, 49, 50, 51, 58, 64, 66.

3. Reliabilitas

Reliabilitas memiliki konsep bahwa hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Tinggi rendahnya suatu reliabilitas dapat ditunjukkan oleh suatu angka yang disebut dengan koefisien reliabilitas. Koefisien reliabilitas ini besarnya mulai 0,0 sampai dengan 1,0 (Azwar, 2003). Pengukuran reliabilitas dilakukan dengan perhitungan reliabilitas koefisien alpha (α) dari Cronbach dengan menggunakan program SPSS for windows version 12.

Data yang diperoleh untuk menghitung koefisien reliabilitas alpha diperoleh lewat penyajian data dalam skala yang dikenakan hanya satu kali saja pada sekelompok responden (single-trial administration). Jika nilai koefisiennya mencapai minimal 0,900 maka skala yang digunakan dapat dikatakan baik atau reliabel (Azwar, 2003). Reliabilitas dalam penelitian ini adalah α = 0,928 maka alat ukur dalam penelitian ini dapat dikatakan reliabel.

F. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik deskriptif, dengan penyajian data melalui tabel, perhitungan mean dan standar deviasi, serta menggunakan kategorisasi. Untuk mengetahui signifikansi perbedaan antara mean teoritik dan empirik dilakukan uji t dengan mengunakan program SPSS for windows version 12.


(55)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan data dilakukan mulai dari tanggal 1 Agustus 2007 sampai dengan tanggal 15 Agustus 2007. Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan PT. Pertamina (Persero) UP III Palembang. Peneliti memperoleh data dan informasi di tiga bagian (divisi) pada perusahaan tersebut. Ketiga bagian tersebut antara lain RTK (Rumah Tangga Kantor) yaitu bagian yang mengurus keluar masuk surat dalam perusahaan serta mengurus pembelian peralatan kantor, bagian HIK-SDM (Hubungan Industrial Ketenagakerjaan-Sumber Daya Manusia) yaitu bagian yang mengurus hak dan kewajiban karyawan di perusahaan yang akan memasuki masa pensiun, serta bagian Ren-Bag (Rencana Bagian) yaitu bagian yang mengatur tentang program “kewirausahaan” sebagai program yang menawarkan berbagai informasi mengenai kewirausahaan pada karyawan yang akan memasuki masa pensiun.

Pada selang waktu di atas pemberian skala dilakukan beberapa kali. Tahap pertama dilakukan pada tanggal 1 Agustus 2007, peneliti membagikan skala melalui bagian RTK (Rumah Tangga Kantor). Skala yang dibagikan sebanyak 100 skala dan kembali sebanyak 33 skala, namun yang memenuhi syarat hanya sebanyak 13 skala. Untuk memenuhi target peneliti kembali menyebarkan angket pada tanggal 9 Agustus 2007 dan 10 Agustus 2007 sebanyak 65 skala dan kembali pada tanggal 15 Agustus 2007 sebanyak 58 skala. Selain disebarkan melalui


(56)

bagian RTK (Rumah Tangga Kantor), skala disebarkan melalui bagian HIK-SDM (Hubungan Industrial Ketenagakerjaan-Sumber Daya Manusia). Karena selama penelitian peneliti mengalami kendala memperoleh subjek sesuai dengan yang diinginkan, peneliti memutuskan untuk mencari data dengan menggabungkan data uji coba dan penelitian.

Penggabungan subjek uji coba dan penelitian dilakukan berdasarkan beberapa alasan berikut :

a. Peneliti mengalami kesulitan dalam memperoleh subjek uji coba dan penelitian. Hal ini disebabkan karena keadaan di lapangan yang tidak memungkinkan.

b. Waktu yang dimiliki untuk mengadakan penelitian hanya 15 hari sehingga peneliti kurang maksimal dalam memperoleh jumlah subjek penelitian yang diinginkan.

Selain mencari data dengan menggunakan skala, peneliti juga mencari data tambahan berupa hal-hal apa saja yang menjadi hak dan kewajiban para karyawan saat memasuki masa pensiun dan mengenai program “Kewirausahaan” yang menjadi program pelatihan bagi para karyawan yang akan memasuki masa pra pensiun. Data tambahan ini diperoleh peneliti pada bagian HIK-SDM dan Ren-Bag (Rencana-Ren-Bagian) pada tanggal 10, 14 dan 15 Agustus 2007. Pada bagian HIK-SDM peneliti mendapatkan informasi mengenai kewajiban dan hak para karyawan yang akan memasuki masa pensiun. Pada bagian Ren-Bag (Rencana Bagian) peneliti memperoleh informasi mengenai program “kewirausahaan”.


(57)

B. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Subjek Penelitian

Dari 71 skala yang disebarkan pada subjek penelitian hanya terdapat 30 orang subjek yang mengisi data secara lengkap, sedangkan identitas subjek pada 41 skala lainnya tidak diisi. Tidak semua subjek menuliskan identitas usia mereka pada skala penelitian. Namun, menurut informasi yang didapat oleh peneliti dari seorang karyawan dari perusahaan tersebut, sebagian besar subjek yang mengisi skala penelitian tersebut berusia 53-54 tahun.

2. Hasil Uji Asumsi

Langkah selanjutnya yang dilakukan setelah skoring adalah melakukan uji normalitas dengan menggunakan One-sample Kolmogorov-Smirnov Test pada program SPSS for windows version 12. Uji normalitas ini dilakukan untuk melihat normal atau tidaknya distribusi data yang dilakukan pada penelitian ini. Uji Kolmogorov-Smirnov test ini memperlihatkan hasil yang diperoleh sebesar 0,265. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa distribusi data penelitian ini terdistribusi normal karena memenuhi syarat yaitu p > 0,05.

Skala yang sudah didapat diolah dan dianalisis dengan statistik deskriptif pada program SPSS for windows version 12.

3. Deskripsi Data Penelitian

Tabel 4

Deskripsi Data Penelitian

N Min Max Mean SD

Teoritik 71 40 160 100 20


(58)

Penyesuaian diri secara umum memiliki nilai mean empirik (111.34) lebih besar dari mean teoritik (100). Hal ini menunjukkan ada perbedaan nilai antara mean empirik dan mean teoritik. Data ini menunjukkan bahwa penyesuaian diri karyawan golongan pimpinan pada masa pra pensiun tinggi. Untuk melihat apakah perbedaan antara mean empirik dan mean teoritik signifikan, maka dilakukan signifikansi perbedaan mean dengan menggunakan one sample t-test.

4. Hasil Analisis Data Tambahan

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS 12, maka diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 5

One-Sample t-test

Test value = 100

90% Confidence Interval of the

Difference

t df

Sig.(2-tailed) Mean Difference

Lower Upper Total 5.419 70 . 000 11.338 7.17 15.51

One sample t-test dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Uyanto, 2006) :

t = x - µo

S ⁄ √ N

x = Mean empirik

µo = Mean teoritik S = SD empirik N = Jumlah subjek


(59)

Berdasarkan hasil perhitungan dari rumus di atas, maka diperoleh nilai t-hitung = 5.419 > dari t-tabel = 2.000 (taraf signifikansi 5%, db = 60). Nilai ini menunjukkan bahwa perbedaan pada nilai mean empirik dan teoritik signifikan.

Selanjutnya analisis data dilakukan dengan mengkategorisasikan skor yang diperoleh dari setiap subjek menjadi tiga kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah. Kategorisasi ini bertujuan untuk menempatkan subjek ke dalam kelompok yang telah ditentukan tersebut (tinggi, rendah, sedang). Kategorisasi hanya dilakukan secara umum tidak dilihat per indikator.

Skor Kategori

152 < X Tinggi

76 < X 152 Sedang

X < 76 Rendah

Kategori Jumlah Subjek Presentase

Tinggi 25 Orang 35,21 %

Sedang 46 Orang 64,79 %

Rendah - -

C. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara mean empirik (111.34) dan mean teoritik (100) dengan t hitung (5.419) > t tabel (2.000) dengan taraf signifikansi 5% dan db=60. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan golongan pimpinan yang memasuki masa pra pensiun memiliki penyesuaian diri


(60)

yang tinggi. Ini berarti subjek memiliki kapasitas yang baik untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan yang ada di sekitarnya dengan memiliki kemampuan berpikir dan bersikap sesuai dengan realita, memiliki kontrol diri yang baik, memiliki hubungan interpersonal yang baik, serta kemampuan yang baik untuk belajar dari pengalaman di masa lalu guna menyelesaikan suatu masalah.

Berdasarkan karakteristik pra pensiun yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, penyesuaian diri yang tinggi tersebut dipengaruhi oleh adanya pengalaman kerja dan kematangan sosial yang dimiliki oleh karyawan golongan pimpinan. Berbagai pengalaman mengatasi permasalahan dalam pekerjaan membuat karyawan golongan pimpinan memiliki kemampuan mengatasi suatu masalah. Kemampuan untuk mengatasi masalah atau tuntutan dalam kehidupan mereka diakibatkan karena karyawan golongan pimpinan sudah terlatih untuk mencari dan menemukan solusi dari suatu masalah yang dihadapi. Kemampuan menyelesaikan masalah tersebut tidak hanya didapatkan dari pengalaman kerja, tetapi juga dapat diperoleh dari pengetahuan yang didapatkan dari program “kewirausahaan”. Program ini banyak memberikan informasi tentang berbagai kemungkinan permasalahan yang akan ditemui oleh para karyawan tersebut pada saat sebelum maupun sesudah masa pensiun.

Selain pengalaman kerja serta kematangan sosial yang dimiliki oleh karyawan golongan pimpinan, ada beberapa hal yang memungkinkan subjek mempunyai kemampuan penyesuaian diri yang tinggi. Beberapa hal tersebut antara lain kemampuan untuk bersikap sesuai dengan realita, kontrol diri yang


(61)

baik, hubungan interpersonal yang baik, serta kemampuan untuk belajar dari pengalaman di masa lalu untuk memecahkan masalah.

Berikut adalah penjelasan bagaimana subjek mempunyai kemampuan untuk berpikir dan bersikap yang sesuai dengan realita. Sebelum pensiun subjek mengikuti beberapa program untuk persiapan memasuki masa pensiun yaitu “kewirausahaan” dan MPPK. Pada program pertama yaitu “kewirausahaan” subjek mendapatkan informasi tentang perubahan fisik dan berbagai macam penyakit yang sering diderita, persoalan secara psikologis yang dialami oleh orang yang akan memasuki masa pensiun dan lansia, serta solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Dalam program ini karyawan juga diberikan informasi tentang berbagai bentuk usaha yang dapat dipilih jika ingin menjadi wirausahawan saat pensiun nanti.

Program yang kedua yaitu MPPK. Program ini berlangsung selama 1 tahun sehingga meskipun sudah tidak bekerja, dalam jangka waktu 1 tahun tersebut karyawan masih mendapatkan gaji bersih sama seperti saat masih aktif bekerja. Selama tiga bulan sebelum masa MPKK dimulai, karyawan akan mendapatkan 90 % uang pesangon yang di peroleh saat pensiun. Sebagian uang pesangon yang diperoleh ini dapat digunakan bagi karyawan untuk mempersiapkan segala sesuatu sebelum masuk masa pensiun. Misalnya sebagai modal usaha untuk wirausaha atau bahkan untuk membeli rumah. Pandangan dan persiapan yang dimiliki karyawan dari kedua program ini akan membuat mereka memiliki pikiran dan sikap yang sesuai dengan realita. Karena dengan pengetahuan yang ada tersebut mereka akan menyadari bahwa segala sesuatu


(62)

yang mereka miliki (dalam hal ini jabatan, kekuasaan, pendapatan finansial, dan kesehatan) saat ini hanya bersifat sementara dan akan banyak mengalami perubahan sesuai dengan bertambahnya usia mereka.

Program-program tersebut membantu mempersiapkan karyawan memasuki masa pensiun. Hal ini dapat membuat subjek memiliki kemampuan untuk berpikir dan bersikap sesuai dengan realita.

Kontrol diri yang baik disebabkan adanya pengetahuan dan kapasitas intelektual yang dimiliki oleh karyawan golongan pimpinan. Kapasitas intelektual tersebut membantu subjek untuk melihat pengetahuan yang diperoleh sebagai petunjuk untuk menguasai perasaan dan keadaan yang dialami saat menghadapai suatu masalah.

Hubungan interpersonal yang baik disebabkan oleh kebiasaan karyawan golongan pimpinan menjalin kerjasama dengan orang lain baik dari dalam maupun dari luar perusahaan. Sehingga kemungkinan besar mereka tidak mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan interpersonal yang baik.

Kemampuan belajar untuk memecahkan masalah disebabkan oleh pengalaman yang dimiliki subjek selama ini dijadikan sebagai pengetahuan. Sehingga tidak membuat kesalahan yang sama di kemudian hari dan hal ini menjadi kebiasaan dalam setiap menghadapi suatu masalah. Selain itu subjek memiliki kapasitas intelektual yang baik sehingga subjek mengetahui strategi pemecahan masalah dengan menggunakan pengalaman yang dimiliki tersebut.

Uraian di atas menjelaskan bagaimana karyawan golongan pimpinan pada masa pra pensiun mempunyai penyesuaian diri yang tinggi.


(63)

Meskipun penyesuaian diri karyawan golongan pimpinan pada masa pra pensiun ada yang menunjukkan pada kategori tinggi yaitu sebanyak 25 orang (35,21 %), namun, ada 46 orang (64,79 %) yang berada pada kategori sedang. Penyesuaian diri pada tingkat sedang tersebut disebabkan oleh penurunan fisik yang terjadi ketika harus memegang dua sampai tiga pekerjaan.

Keadaan ini terjadi karena terjadi krisis atau kekurangan tenaga kerja di perusahaan yang diakibatkan karena adanya pensiun dini serta karyawan yang semakin banyak memasuki masa MPPK dan pensiun, sementara tidak ada perekrutan karyawan baru.

Berikut penjelasan mengenai krisis tenaga kerja yang terjadi di perusahaan. Penyebab pertama adalah adanya pengajuan pensiun dini oleh karyawan yang mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan tahun lalu.

Penyebab kedua adalah semakin banyaknya karyawan yang memasuki MPPK dan pensiun. Karyawan yang MPPK tahun 2006 dan pensiun tahun 2007 sebanyak 195 orang, MPPK tahun 2007 dan pensiun tahun 2008 sebanyak 186 orang, MPPK tahun 2008 dan pensiun tahun 2009 sebanyak 159 orang. Berkurangnya karyawan karena hal-hal di atas tidak diimbangi dengan perekrutan karyawan baru. Hal inilah yang akhirnya mengakibatkan seorang karyawan bisa memegang dua sampai tiga pekerjaan sekaligus.

Kebijakan untuk memegang dua sampai tiga pekerjaan tentu saja menyebabkan munculnya perasaan lelah dan kejenuhan bekerja, terutama bagi karyawan yang bekerja di lapangan (sebagian besar pekerjaannya dilakukan di luar kantor, misalnya di pabrik atau kilang) yang mengandalkan kekuatan fisik


(64)

dalam menjalankan tugas. Perasaan lelah dan kejenuhan bekerja ini juga didukung oleh keadaan karyawan pra pensiun yang berusia 52-54 tahun. Meski belum memasuki golongan lansia dan pada umumnya berada pada puncak karir, tetapi karyawan golongan pimpinan sudah mulai mengalami perubahan fisik walaupun perubahan yang ditunjukkan tidak drastis.

Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa penyesuaian diri yang sedang atau tidak terlalu tinggi ini dipengaruhi oleh situasi kekurangan tenaga kerja di perusahaan sehingga menyebabkan seorang karyawan memegang tugas dan tanggung jawab lebih dari satu. Tugas dan tanggung jawab yang lebih besar ini menuntut stamina yang baik, sedangkan di sisi lain kondisi fisik mulai menurun. Beratnya tugas dan tanggung jawab serta keadaan fisik yang menurun ini membuat karyawan golongan pimpinan menjadi cepat lelah dan jenuh dalam bekerja.

Semiun (2006) mengatakan bahwa penilaian penyesuaian diri dapat dilihat dari kapasitas yang dimiliki individu untuk mengatasi tuntutan yang dihadapi. Meskipun dilihat dari perkembangannya, usia dewasa tengah mengalami penurunan fisik seperti berkurangnya daya ingat, penurunan dalam penglihatan dan pendengaran, serta mudah terkena penyakit (Hurlock, 1980 dan Santrock, 2002) serta perubahan psikologis yang terjadi diantaranya memiliki perasaan cemas karena merasa tidak dianggap oleh masyarakat sekitar, dan jenuh dengan kegiatan sehari-hari (Hurlock, 1980) yang memungkinkan untuk mengganggu dalam pekerjaannya dan persiapan menghadapi masa pensiun, namun berbagai


(65)

perubahan perkembangan tersebut tidak menghambat karyawan golongan pimpinan dalam menghadapi berbagai tuntutan di masa pra pensiun.

Adanya penyesuaian diri pada masa pra pensiun ini membuat karyawan golongan pimpinan memiliki kesiapan dalam menghadapi tuntutan di mana mereka dapat menghadapi perasaan cemas dan takut dalam menghadapi pensiun dengan baik. Penelitian ini membuktikan bahwa penelitian yang diungkapkan oleh Djaini (dalam Purnamasari, 2005) bahwa ada perasaan kecewa pada karyawan Pertamina karena harus kehilangan pendapatan, jabatan dan relasi di kantor yang mengakibatkan munculnya sikap penolakan terhadap pensiun ternyata tidak diperlihatkan oleh karyawan golongan pimpinan PT. Pertamina (Persero) UP III Palembang.Pensiun justru sangat dinantikan karena mereka dapat beristirahat dari rutinitas pekerjaan yang padat saat ini sehingga tidak akan memberikan dampak negatif pada pekerjaan serta hubungan dengan sesama rekan kerja di kantor.


(66)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :

Karyawan golongan pimpinan PT. Pertamina (Persero) pada masa pra pensiun menunjukkan memiliki penyesuaian diri yang tinggi. Perbedaan antara mean empirik dan mean teoritik menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan, yaitu dengan nilai mean empirik (111.34) yang lebih besar daripada mean teoritik (100) dengan t-hitung = 5.419 dan t-tabel = 2.000 (taraf signifikansi 5 %).

B. Saran

1. Bagi karyawan yang berada pada masa pra pensiun

Karyawan yang berada pada masa pra pensiun akan mulai mengalami banyak perubahan dan tuntutan dalam hidupnya. Perubahan yang dialami dapat berupa psikis dan psikologis. Agar dapat menghadapi tuntutan yang ada karyawan hendaknya memiliki kemampuan untuk berpikir dan bersikap sesuai dengan realita, memiliki kontrol diri yang baik, memiliki hubungan interpersonal yang baik serta dapat belajar dari pengalaman di masa lalu untuk menyelesaikan masalah, sehingga tidak mengalami hambatan dalam pekerjaan maupun relasi di kantor dan di lingkungan tempat tinggal dalam menghadapi masa transisi menuju masa pensiun.


(67)

2. Bagi peneliti lain

Bagi peneliti lain yang ingin meneliti hal yang serupa hendaknya dapat melakukan wawancara pada subjek yang diteliti sehingga memperoleh informasi yang lebih mendalam.

Peneliti lain bisa meneliti lebih lanjut mengenai penelitian yang dilakukan oleh Djaini (dalam Purnamasari, 2005) yang menyebutkan bahwa ada perasaan kecewa pada karyawan karena harus kehilangan pendapatan, jabatan dan relasi di kantor yang mengakibatkan munculnya sikap penolakan terhadap pensiun.


(68)

DAFTAR PUSTAKA

Andari, S. 2001. Post Power Syndrome Pada Masa Lanjut Usia. Media Informasi Penelitian. 168 Tahun ke 25 September-Desember 2001. Publica Media Grafika. Yogyakarta

Azwar, S. 2003. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Deradjat, Z, Dr. 1996. Kesehatan Mental. Jakarta : PT. Toko Gunung Agung

Dinsi, V. 2006. Ketika Pensiun Tiba. Jakarta : Wijawiyata Media Utama

Eliana, Rika. 2003. Konsep Diri Pensiunan. http://library.usu.ac.id/download/fk/y_rika%20eliana.pdf. Diakses tanggal 4 Desember 2006

Habert, Audrey and Runyon, Richard. P, 1984. Psychology of Adjustment. United States of America : The Dorsey Press.

Hadi . 1991. Analisis Butir untuk Instrumen Angket, Tes dan Skala Nilai dengan BASICA. Yogyakarta : Andi Ofset

Hanayanthi, N.N.T. 2003. Perbedaan Tingkat Harga Diri Laki-laki dan Wanita dalam Masa Pensiun pada Pensiunan Bank Indonesia. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Helmi, A. F.(tanpa tahun). Stres Manajemen Untuk Karyawan Pra Purna Karya.http://avin.staff.ugm.ac.id/data/karyailmiah/stressmanajemen_avin. pdf-Microsoft Internet Explorer. Diakses tanggal 4 Desember 2006

Herastuti, F. 2006. Penyesuaian Diri Wanita yang Hidup Menjanda Karena Suami Meninggal. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma


(69)

Hurlock, E. B. 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Penerbit Erlangga

Kristianti, E. 2006. Peran Perempuan Jawa yang Bekerja dalam Pengambilan Keputusan Publik. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Muta’din, Z. Penyesuaian Diri Remaja. 2002. http://www.e-psikologi.com/remaja/16082.htm. diakses tanggal 4 Desember 2006

Nazir, Moh. Metode Penelitian. 1988. Jakarta : Ghalia Indonesia

Parkman et.al. 1990. Masa Pensiun yang Bahagia. Jakarta : Binarupa Aksara

Pasauran, H. Y. 2002. Hubungan Antara Perilaku Asertif dan Penyesuaian Diri pada Dewasa Dini dalam Kelompok Kerja. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Prastiti, K. H. 2005. Studi Deskriptif Kecemasan dalam Menghadapi Masa Pensiun pada Guru SD di Kelurahan Sardono Harjo Kecamatan Ngaklik Sleman Yogyakarta. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Purnamasari, S. E 2003. Hubungan Sindrom Pasca Kekuasaan Dengan Kepuasan Hidup Pada Pensiunan Karyawan Pertamina Golongan Pimpinan di Surabaya. Insight. Tahun I/ Nomor 2. Agustus 2003. Fakultas Psikologi Universitas Wangsa Manggala. Yogyakarta

Rini, J. F. 2001. Pensiun dan Pengaruhnya. http://www.e-psikologi.com/epsi/lanjutusia.asp. Diakses tanggal 21 Januari 2007

Santrock, W. J. 2002. Life Span Development Perkembangan Masa Hidup edisi kelima. Jakarta : Erlangga

Schneiders, A. A. 1964. Personal Adjustment and Mental Hygiene. New York : Hold Rinehart and Winston


(70)

Semiun, OFM, Y. 2006. Kesehatan Mental 1 Pandangan umum mengenai penyesuaian diri dan kesehatan mental serta teori-teori yang terkait.

Yogyakarta : Penerbit Kanisius

Sudiro, L H. D. 2004. Hubungan Antara Efikasi Diri dan Penyesuaian Diri di Tempat Kerja pada Petugas Pengatur Lalu Lintas Udara (Air Traffic Controler). Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Uyanto, S. 2006. Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta : Graha Ilmu

Vembriarto. 1993. Sosiologi Pendidikan. Jakarta : Gramedia Widiasarana

(Anonim).2006. Adjustment. http://en.wikipedia.org/wiki/Adjustment. Diakses tanggal 21 Januari 2007

(Anonim).2006. http://id.wikipedia.org/wiki/Pensiun. Diakses tanggal 4 Desember 2006


(71)

(72)

Kepada Yth. Bapak/Ibu di tempat

Dengan hormat,

Di tengah kesibukan Bapak/Ibu dalam menjalankan tugas, maka perkenankanlah saya memohon kesediaan Bapak/Ibu untuk meluangkan waktu sejenak untuk mengisi beberapa pernyataan dalam angket yang saya lampirkan berikut.

Bantuan Bapak/Ibu dalam penelitian ini sangat saya butuhkan dalam rangka susunan tugas akhir saya dari Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Untuk mencapai maksud tersebut maka saya sangat mengharapkan kesediaan Bapak/ Ibu untuk membaca dan mengisi lengkap pernyataan sesuai dengan keadaan Bapak/ Ibu saat ini tanpa ada pengaruh dan paksaan dari pihak manapun. Semua jawaban yang Bapak/Ibu berikan adalah benar, tidak ada jawaban yang dianggap salah atau memalukan apabila sesuai dengan keadaan yang Bapak/ Ibu alami.

Jawaban Bapak/ Ibu tidak ada hubungannya dengan karir dan status Bapak/Ibu sebagai karyawan. Semua jawaban dan identitas Bapak/Ibu saya jamin kerahasiaannya.

Atas bantuan dan kerjasamanya, saya ucapkan banyak terima kasih. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi Bapak/Ibu dan peneliti sendiri.

Hormat saya,


(1)

77

One sample t-test T-Test

One-Sample Statistics

N Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean total 71 111.34 17.629 2.092

One-Sample Test

Test Value = 100

95% Confidence Interval of the

Difference

t df

Sig. (2-tailed)

Mean Differenc

e Lower Upper total 5.419 70 .000 11.338 7.17 15.51


(2)

Lampiran Kategorisasi

Norma Kategori (µ + 1,0 σ) ≤ X Tinggi

(µ - 1,0 σ) ≤ X < (µ + 1,0 σ) Sedang

X < (µ - 1,0 σ) Rendah

Keterangan :

X Maksimum teoritik : Skor tertinggi yang mungkin diperoleh subjek dalam skala yaitu 4

X Minimum teoritik : Skor terendah yang mungkin diperoleh subjek dalam skala yaitu 1

X : Skor total subjek

µ : Mean teoritis, yaitu rata-rata teoritis dari skor maksimum dan skor minimum

σ : Standar deviasi, yaitu luas jarak sebaran yang dibagi dalam 6 satuan standar deviasi

X min = 40 x 1 = 40 X max = 40 x 4 = 160 Range = 160 – 40 = 120 SD = 120 : 6 = 20 Mean = 160 + 40 = 100

2


(3)

79

= 120 < X

Sedang = 100 – 20 < X < 100 + 20 = 80 < X < 120

Rendah = 100 – 20 < X = 80 < X


(4)

(5)

(6)