KAJIAN KARAKTER PERCAMPURAN PENTATONIK DAN DIATONIK DALAM PEMENTASAN MUSIK TRADISI BADUTAN PADA KESENIAN PALUPI LARAS JUMAPOLO, KARANGANYAR.

(1)

i

KAJIAN KARAKTER PERCAMPURAN PENTATONIK DAN DIATONIK DALAM PEMENTASAN MUSIK TRADISI BADUTAN PADA KESENIAN PALUPI LARAS JUMAPOLO, KARANGANYAR

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

Marlina Adhy Restiningrum NIM 11208241038

JURUSAN PENDIDIKAN SENI MUSIK FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

ii

PERSETUJUAN

Skripsi yang berjudul, “Kajian Karakter Percampuran Pentatonik dan Diatonik dalam Pementasan Musik Tradisi Badutan pada Kesenian Palupi Laras Jumapolo, Karanganyar” ini telah disetujui oleh dosen pembimbing untuk diujikan.


(3)

iii

PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul, Kajian Karakter Percampuran Pentatonik dan Diatonik dalam Pementasan Musik Tradisi Badutan pada Kesenian Palupi Laras Jumapolo, Karanganyar ini telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 19 Januari 2016 dan dinyatakan lulus.


(4)

iv

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Marlina Adhy Restiningrum NIM : 11208241038

Jurusan : Pendidikan Seni Musik

Fakultas : Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta Menyatakan bahwa karya ilmiah ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri. Sepanjang sepengetahuan saya, karya ilmiah ini tidak berisi materi-materi yang ditulis oleh orang lain, kecuali bagian-bagian tertentu yang saya ambil sebagai acuan dengan mengikuti tata cara dan etika penulisan karya ilmiah yang lazim. Apabila ternyata terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar, sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.

Yogyakarta, 4 Januari 2016 Penulis


(5)

v MOTTO

Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada padaKu mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai

sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Ucapan syukur yang besar kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memimpin dan memberikan kesempatan besar untuk dapat menyelesaikan karya ini. Dan akhirnya karya ini kupersembahkan untuk keluarga tercinta yang tak pernah kehilangan kesabaran untuk

menantikan kelulusan :

Alm. Singgih Toniyadi (Bapak) Yohana Subekti Handayani (Ibu) Nanang Cristianadi Nugroho (Kakak)

Febriana Adhy Pramesti (Kakak)

serta

Kurniawan Prasetyo sandaran hati yang tidak pernah henti memberi semangat.

Teman-teman musik angkatan 2011 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

dan

Keluarga Besar Gereja Pemulihan Allah Karangpandan khususnya Pdt Hery Bangun dan Pdt Haryono yang tiada henti mendoakan kelulusan.


(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kritus yang telah memberikan kesempatan dan kasih yang amat besar hingga akhirnya skripsi yang berjudul “Kajian Karakter Percampuran Pentatonik dan Diatonik dalam Pementasan Musik Tradisi Badutan pada Kesenian Palupi Laras Jumapolo, Karanganyar” ini dapat terselesaikan dengan lancar.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari adanya bantuan, dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. AM. Susilo Pradoko, M. Si dan Drs. Pujiwiyana, M. Pd selaku Dosen Pembimbing I dan II yang penuh kesabaran dan kebijaksanaan dalam memberikan bimbingan, arahan, dan dorongan semangat hingga penulisan karya ini bisa selesai dengan baik.

2. Kelompok paguyuban seni “Palupi Laras” yang telah memberikan izin serta menyediakan tempat dan waktu untuk penelitian.

3. Sodara Hendi Kristanto, Bapak Ratno, Sodara Wiwin Suhesti, Bapak Hery Sukamto, serta Sodara Agus yang dengan teliti menyediakan waktu, ijin, serta ilmu dalam proses wawancara guna mengambil data penelitian. 4. Video Shoting Ananda Multimedia yang telah membantu dalam proses

pengambilan data dalam bentuk video selama penelitian dilakukan.

5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan dorongan serta bantuan selama penyusunan skripsi ini.


(8)

viii

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat diharapkan bagi penulis dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Yogyakarta, 4 Januari 2016 Penulis


(9)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ...iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ...xv

ABSTRAK... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Permasalahan ... 7

C. Rumusan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II. KAJIAN TEORI ... 10

A. Karakter Musik ... 10

1. Melodi ... 12

2. Harmoni ... 12

3. Irama ...13

4. Tempo ...13

B. Akulturasi Budaya Gamelan Jawa dan Kesenian Badutan ... 13

C. Percampuran Musik……… 17

D. Tangganada Pentatonik dalam Gamelan Jawa ……….. 20


(10)

x

2. Laras Pelog………21

A.Instrumen dalam Gamelan Jawa ………22

B. Tangganada Diatonik………...24

C. Musik Tradisi Badutan ………...26

D.Penelitian yang Relevan………..28

BAB III. METODE PENELITIAN ... 30

A. Pendekatan Penelitian ... 30

B. Data Penelitian ... 31

C. Pengumpulan Data...33

1. Obsevasi ... 33

2. Wawancara ... 35

3. Pengumpulan data melalui materi audio dan visual...38

4. Pengumpulan data dengan dokumen ...38

D. Instrumen Penelitian ... 39

E. Analisis Data ... 40

1. Reduksi Data ... 40

2. Sajian Data ... 42

3. Penarikan Simpulan...42

F. Pengujian Data dan Kesimpulan ... 43

BAB IV. KAJIAN KARAKTER PERCAMPURAN PENTATONIK DAN DIATONIK DALAM PEMENTASAN MUSIK TRADISI BADUTAN PADA KESENIAN PALUPI LARAS JUMAPOLO, KARANGANYAR………..45

A. Karakter Percampuran Pentatonik dan Diatonik dalam Kesenian Badutan………45


(11)

xi

1. Karakter irama dan tempo dalam membawakan lagu-lagu

diatonik dan iringan pentatonik ………46

2. Percampuran melodi antara lagu diatonik dan iringan pentatonik dari serangkaian instrumen gamelan………..56

3. Percampuran Harmoni antara lagu diatonik dan iringan pentatonik dari serangkaian instrumen gamelan………..109

BAB V. PENUTUP ... 126

Kesimpulan ... 126

Saran ... 127

DAFTAR PUSTAKA ... 129


(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 : Contoh Melodi ...12

Gambar 2 : Harmoni tiga suara ...12

Gambar 3 : Notasi Musik Tangganada Mayor Natural / C Mayor ... 24

Gambar 4: Notasi Musik Tangganada a minor asli ... 25

Gambar 5 : Notasi Musik Tangganada a minor harmonis………..25

Gambar 6: Notasi Musik Tangganada a minor melodis ... 25

Gambar 7 : Posisi saat Memainkan Kendang Jaipong ... 47

Gambar 8: Kendang Jaipong ... 47

Gambar 9: Tali Lulang yang diikatkan pada jempol kaki ... 49

Gambar 10 : (a) irama single dan (b) irama doble ……….50

Gambar 11 : Contoh Pola Kendang yang Mengadaptasi pola drum musik pop...51

Gambar 12 : Beberapa Contoh Variasi Ropel Kendang Jaipong …………....51

Gambar 13 : Contoh Perubahan Pola Irama Kendang Jaipong dalam Lagu Morena………...53

Gambar 14 : Susunan Nada Saron Demung Laras Pelog ………...56

Gambar 15 : Intro Lagu Morena oleh Saron Demung ………57

Gambar 16 : Intro Lagu Marai Cemburu oleh Saron Demung ………...57

Gambar 17 : Intro Lagu Tresno Waranggono oleh Saron Demung …………57

Gambar 18 : Posisi Menabuh Saron Demung ……….59


(13)

xiii

Gambar 20 : Susunan Nada Instrumen Saron Barung Laras Pelog………….68

Gambar 21 : Posisi Menabuh Saron Barung ………...69

Gambar 22 : Contoh Percampuran Melodi Saron Barung dengan Lagu Morena……….69

Gambar 23 : Notasi Lagu Morena yang Dibuat oleh Penabuh Saron Demung………72

Gambar 24 : Contoh Ater pada Saron Barung ………75

Gambar 25 : Perbedaan register nada antara instrumen saron demung, saron barung, dan saron panerus dalam laras pelog ... 83

Gambar 26 : Contoh Percampuran Melodi Saron Penerus/Peking dengan Lagu Morena ………...84

Gambar 27 : Posisi Menabuh Saron Penerus/Peking………...86

Gambar 28 : Susunan Nada Instrumen Bonang Barung dan Bonang Penerus Laras Pelog………...………...91

Gambar 29 : Posisi Menabuh Bonang………..92

Gambar 30 : Contoh Percampuran Melodi Bonang dengan Melodi Vokal..92

Gambar 31 : Susunan Nada pada Kenong ……….100

Gambar 32 : Posisi Menabuh Kenong ………...100

Gambar 33 : Susunan Nada Kempul dan Gong ……….101

Gambar 34 : Posisi Menabuh Gong dan Kempul………...102

Gambar 35 : Contoh Percampuran Melodi Kenong, Kempul, dan Gong pada Lagu Morena……….103


(14)

xiv

Gambar 37 : Melodi Lagu Morena Beserta Lirik dan Akord dalam

Diatonis……….110

Gambar 38 : Contoh Harmoni Hasil dari Percampuran Melodi pada Serangkaian Instrumen Gamelan dengan Vokal pada Lagu


(15)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 : Titilaras Gamelan Jawa Slendro ………..20 Tabel 2 : Titilaras Gamelan Jawa Pelog………..21


(16)

xvi

DAFTAR BAGAN

Halaman Bagan 1 : Dinamika Interkultural dan Transkultural………18


(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1: Surat Ijin Penelitian ………..134

Lampiran 2: Surat Keterangan Wawancara………...138

Lampiran 3: Pedoman dan Hasil Wawancara ………...144

Lampiran 4: Notasi Angka ……...……… 172

Lampiran 5: Foto-foto Penelitian ……… 178

Lampiran 6 : Tata Panggung dan Penonton Kesenian Badutan ………183

Lampiran 7 : Senggak Pesinden Khas Badutan………..………...186


(18)

xviii

KAJIAN KARAKTER PERCAMPURAN PENTATONIK DAN DIATONIK DALAM PEMENTASAN MUSIK TRADISI BADUTAN PADA KESENIAN PALUPI LARAS JUMAPOLO, KARANGANYAR

Oleh

Marlina Adhy Restiningrum NIM. 11208241038

ABSTRAK

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah karakter percampuran pentatonik dan diatonik dalam pementasan musik tradisi Badutan pada kesenian Palupi Laras Jumapolo, Karanganyar. Pentatonik adalah pada gamelan sebagai musik pengiring dan diatonik adalah lagu yang dibawakan oleh pesinden. Karakter yang dimaksud adalah dilihat dari unsur-unsur musiknya yaitu melodi, harmoni, irama,dan tempo.

Penelitian ini dilakukan dengan penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi, untuk mendeskripsikan karakter percampuran pentatonik dan diatonik dalam kesenian Badutan. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui 1) observasi, 2) wawancara, 3) Pengumpulan data melalui materi audio dan visual, 4) pengumpulan data dengan dokumen. Dalam menganalisis data menggunakan reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan. Untuk pengujian data dan kesimpulan menggunakan tiga cara yaitu : 1) triangulasi sumber, 2) triangulasi teknik, 3) triangulasi waktu.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1) Melodi : karakter percampuran melodi pentatonik dari serangkaian instrumen gamelan dan diatonik dari lagu yang dibawakan dapat dilihat dari adanya permainan melodi instrumen gamelan yang mengandung unsur memperkuat melodi lagu vokal seperti pada instrumen saron barung pada birama 3 dan 7 terdapat nada sama yang dibunyikan yaitu nada sol dan si. Serta ada pula melodi instrumen gamelan yang tidak mengandung unsur memperkuat melodi vokal, seperti pada melodi instrumen kenong pada birama 1-2, kenong memainkan nada 4 (pat) atau Gis yang tidak sinkron dan berbeda dengan melodi lagu vokal. 2) Harmoni : karakter harmoni kesenian badutan dapat dilihat terdapat penggantian iringan yang seharusnya akord diatonik, seperti akord V dan VI kemudian diganti dengan penggunaan iringan instrumen gamelan yang dimainkan berdasarkan seleh nada, seperti seleh 4 (pat), 6 (nem), 5 (ma), 3 (lu), 7 (pi), 1 (ji). 3) Irama : Irama yang terbentuk dari permainan kendang jaipong meliputi irama single, doble, dan pola drumset. Dalam setiap perpindahan irama terdapat suatu variasi ropel kendang yang membuat suasana Badutan menjadi meriah. 4) Tempo : Kendang jaipong sangat bebas dalam membawakan tempo. Perubahan tempo yang biasa dibawakan adalah alegro dan vivace.


(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara yang dikenal memiliki suku bangsa dan kebudayaan yang beraneka ragam. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kebudayaan yang berbeda dan memiliki ke khas-an masing-masing. Kebudayaan sendiri adalah kebiasaan yang dilakukan berdasarkan hasil olah budi pekerti dan akal pikiran. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan koentjaraningrat dalam Widyosiswoyo (2004:31), bahwa kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar serta keseluruhan dari hasil budipekerti.

Kebudayaan sendiri memiliki berbagai unsur. Menurut C. Kluckhohn dalam Noorkasiani dkk (2007:14) ada tujuh unsur dalam kebudayaan universal, yaitu sistem religi dan upacara keagamaan, sistem organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, sistem mata pencarian hidup, sistem teknologi dan peralatan, bahasa, serta kesenian. Salah satu unsur kebudayaan adalah kesenian. Kesenian berasal dari kata dasar seni. Menurut Ki Hajar Dewantara dalam Hary Sulastyanto dkk (2007:2) Seni adalah segala perbuatan manusia yang timbul dari perasaan dan sifat indah, sehingga menggerakan jiwa perasaan manusia. Sedangkan kesenian adalah salah satu alat untuk mencurahkan makna, agar bisa ditumpahkan kepada manusia lain secara tuntas (PutuWijaya, 2001:15).


(20)

2

patung/pahat, relief, lukis dan gambar, rias, vokal, musik, bangunan, kesusastraan , dan drama. Musik adalah salah satu macam dari kesenian di Indonesia yang banyak mengalami perkembangan menurut tempat dan lokasinya. Di Indonesia setiap daerah dan pulau memiliki musik yang berbeda-beda dengan ciri khas masing-masing.

Salah satu musik daerah asli Indonesia adalah kesenian Karawitan. Kesenian Karawitan dimainkan dengan menggunakan instrumen gamelan Jawa. Seni Gamelan Jawa mengandung nilai-nilai historis dan filosofis bagi Bangsa Indonesia. Dikatakan demikian sebab gamelan Jawa merupakan salah satu seni budaya yang diwariskan oleh para pendahulu dan sampai sekarang masih banyak digemari serta ditekuni (Purwadi dan Efendi Widayat, 2005:1).

Kata karawitan berasal dari bahasa Jawa rawit, yang berarti halus, dan Karawitan berarti kehalusan atau keindahan (Prier, 2011: 85). Arti kata karawitan berkaitan dengan musik karawitan sendiri yang terkenal sebagai musik yang halus, cantik, dan indah. Karawitan di Indonesia juga berkembang berdasarkan tempat atau lokasinya. Perkembangan kesenian Karawitan pada masing-masing daerah memiliki perbedaan pada gaya dan macam instrument gamelan yang digunakan.

Karawitan di Indonesia sendiri terbagi berdasarkan tempat berkembangnya. Seperti yang dijelaskan Wisnusubroto dalam Purwadi dan Efendi Widayat (2005;6)

there are several gamelan ensembles in Indonesia among them are: Gamelan Jawa (Java) from Central/East Java, Gamelan Sunda from


(21)

3

West Java, Gamelan Bali from Bali, Gamelan Kodhok Ngorek special small ensemble for ceremony, Gamelan Monggang special small ensemble for ceremony, Gamelan Carabalen special small ensemble for ceremony, Gamelan Sekati special ensemble played once a year during maulud/sekaten celebration (the birthday of the prophet Mohammad SAW), Gamelan Sengganen gamelan with thick glass keys, Gamelan Jemblung bamboo instruments from Bagelen, Gamelan Bumbung bamboo idiochord instruments from Kediri. Gamelan Jawa adalah karawitan yang berasal dari Jawa Tengah. Secara filosofis, gamelan Jawa merupakan suatu bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Jawa (Purwadi dan Efendy Widayat,2005 : 2). Gamelan Jawa yang lengkap terdiri dari kurang lebih 72 instrumen dan dapat dimainkan oleh niyaga (penabuh) dan pesinden sekitar 10-15 orang disertai dengan gerong. Instrumen dalam gamelan Jawa secara lengkap terdiri atas :

1. Instrumen Gamelan Slendro antara lain :

Gender Barung Slendro, Gender Slendro Penerus, Bonang Penembung Slendro, Bonang Slendro Barung, Bonang Penerus Slendro, Gambang Slendro, Clempung Slendro, Slemtem Slendro, Demung Slendro, Saron Barung Slendro, Saron Peking Slendro, Suling Slendro, Kempul 1 Slendro, Kempul 6 Slendro, Kempul 5 Slendro, Kempul 3 Slendro, Kempul 2 Slendro, Kenong 1 Slendro, Kenong 6 Slendro, Kenong 5 Slendro, Kenong 3 Slendro, Kenong 2 Slendro, Kethuk Slendro, Penonthong 5 Slendro, Penonthong 3 Slendro, Engkuk, Kemong,.

2. Instrumen Gamelan Pelog,

antara lain : Gender Pelog 6, Gender Pelog Barang, Gender Pelog 6 Penerus, Gender Pelog Barang Penerus, Bonang Penembung Pelog,


(22)

4

Bonang Barung Pelog, Bonang Penerus Pelog, Gambang Pelog, Clempung Pelog, Slemtem Pelog, Demung Pelog, Saron Pelog, Saron Peking Pelog, Suling Pelog, Kempul 5 atau 6 Pelog (kalau tumbuk 5/6), Kempul Barang (7) Pelog, Kempul 1 Pelog, Kempul 3 Pelog, Kempul 2 Pelog, Kenong Barang Pelog (7), Kenong 6 Pelog, Kenong 5 Pelog, Kenong 3 Pelog, Kenong 2 Pelog, Kenong 1 Pelog, Rancak Kempyang, Kethuk Pelog, Penonthong 4 Pelog, Penonthong 2 Pelog,

3. Instrumen yang dipakai baik dalam gamelan pelog maupun slendro, antara lain : Rebab, Kecrek, Kendang Gede, Kendang Ciblon, Kendang ketipung, Beduk Besar, Tambur,Gong suwukan, Gong Gede, Kemanak, Kecer Kombali, Kecer Bintang, Kecer Royeh, Kecer Bangkong, Kepyak, Gentha, Celuring, Keprak/Kothak, Zhiter.

Gamelan Jawa sering digunakan sebagai pengiring dalam upacara adat, pengiring tarian Jawa dan pengiring dalam kesenian pertunjukan wayang.

Gendhing karawitan Jawa ditinjau dari tangganada yang digunakan dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu gendhing pelog dan gendhing slendro. Karawitan adalah seni suara yang menggunakan laras slendro dan laras pelog baik suara manusia atau suara instrument gamelan (Purwadi dan Efendy Widayat, 2005:14). Dalam pertunjukannya, niyaga dan pesinden seluruhnya duduk. Untuk niyaga maupun gerong yang berjenis kelamin laki-laki harus duduk secara bersila. Dan bagi niyaga dan pesinden yang berjenis kelamin wanita diwajibkan untuk duduk secara bersimpuh.


(23)

5

dan gerong adalah pakaian tradisi Jawa Tengah. Kebaya untuk wanita dan beskap untuk laki-laki. Dalam memainkan gendhing, seluruh niyaga, pesinden dan pengrawit diwajibkan untuk menjaga perilaku, sopan santun dan tata krama. Hal ini sesuai dengan ajaran kejawen atau kepercayaan masyarakat Jawa bahwa gamelan Jawa adalah sebagai warisan leluhur dan hasil cipta karya manusia yang harus selalu dihargai.

Di masa kini, karawitan sudah banyak mengalami perkembangan. Salah satu musik hasil dari perkembangan musik karawitan adalah musik Badutan. Musik Badutan sering juga disebut dengan Sragenan. Disebut Sragenan karena kesenian ini berkembang sesuai gaya dan tradisi masyarakat Sragen, Jawa Tengah. Musik Badutan sudah ada dari ratusan tahun yang lalu. Musik Badutan pada umumnya dimainkan oleh kurang lebih 10 sd. 15 pengrawit, dengan jumlah penyanyi/sinden kurang lebih 2 sampai 3 orang.

Pada awalnya musik badutan hampir sama dengan karawitan pada umumnya. Hanya perbedaannya, musik badutan ini dibawakan dengan gaya yang jenaka. Sesekali pesinden melawak dengan gaya khas menggoda para penonton maupun niyaga yang lain. Namun kini musik badutan sudah berkembang jauh sesuai perkembangan zaman dan selera masyarakat. Musik badutan kini menjadi sangat berbeda dengan karawitan pada umumnya. Lagu yang dibawakan dalam Kesenian Badutan adalah lagu-lagu yang sedang populer di Indonesia. Lagu yang dibawakan sangat beragam mulai dari lagu campursari, lagu pop, lagu dangdut, dan lagu keroncong. Namun, uniknya seluruh perangkat alat musik badutan adalah murni alat musik gamelan Jawa


(24)

6

yang sama dengan karawitan pada umumnya yakni instrumen gamelan Jawa pelog.

Dengan alat musik yang menggunakan gamelan Jawa (dengan laras pelog), musik Badutan menjadi sangat unik karena sebagian besar lagu-lagu/nyanyian yang dibawakan adalah lagu-lagu yang menggunakan tangganada diatonis. Hal ini menjadi sangat menarik untuk diteliti, bagaimana karakter penggabungan antara tangganada pentatonis dan diatonis yang dimainkan secara bersamaan. Karakter musik yang dimaksud adalah pada melodi, irama, harmoni, dan tempo. Meskipun terdengar tidak selaras, namun musik ini sangat populer dan digemari banyak masyarakat khususnya di daerah Sragen, Jumantono, dan daerah sekitarnya.

Dalam penyebarannya, kini kelompok kesenian Badutan tidak hanya ada di Sragen Jawa Tengah, namun sudah meluas ke daerah-daerah yang lain. Salah satu kelompok kesenian yang mengangkat musik badutan dalam setiap pementasannya adalah kelompok kesenian Palupi Laras di Desa Bakalan, Jumapolo, Karanganyar. Pementasan musik badutan tersebut sangat digemari baik oleh seluruh lapisan masyarakat, baik anak-anak, kaum muda maupun kaum tua. Hal ini terlihat saat pertunjukan yang diadakan di Jumantono pada tanggal 3 Mei 2015, hampir seluruh penonton ikut berjoget mengikuti irama musik badutan dan menyaksikan pertunjukan hingga berakhir.

Musik badutan merupakan musik daerah yang harus dijaga dan dilestarikan. Hal ini dikarenakan musik badutan merupakan aset bangsa


(25)

7

Indonesia dan mempunyai peran yang penting dalam kehidupan masyarakat pendukungnya. Selain itu, musik badutan dapat menjadi alat pemersatu masyarakat dalam menjaga komunikasi dan kerukunan antar warga.

B. Fokus permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti memfokuskan pada karakter percampuran pentatonik dan diatonik dalam pementasan musik tradisi Badutan pada kesenian Palupi Laras, Desa Bakalan Jumapolo Karanganyar. Karakter yang dimaksud adalah dalam percampuran melodi, irama, harmoni, dan tempo dalam lagu diatonik dan iringan pentatonik.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus masalah tersebut, permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. “Bagaimanakah karakter percampuran melodi antara lagu-lagu diatonik dan iringan pentatonik ?”

2. “Bagaimanakah karakter percampuran harmoni antara lagu-lagu diatonik dan iringan pentatonik ?”

3. “Bagaimanakah karakter irama dalam membawakan lagu-lagu diatonik dan iringan pentatonik, serta percampurannya ?”

4. “Bagaimanakah perbedaan tempo antara lagu-lagu diatonik dan iringan pentatonik, serta percampurannya ?”


(26)

8 D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan antara lain untuk :

1. Mendeskripsikan karakter percampuran melodi antara lagu-lagu diatonik dan iringan pentatonik.

2. Mendeskripsikan karakter percampuran harmoni antara lagu-lagu diatonik dan iringan pentatonik.

3. Mendeskripsikan karakter irama dalam membawakan lagu-lagu diatonik dan iringan pentatonik, serta percampurannya.

4. Mendeskripsikan perbedaan tempo antara lagu-lagu diatonik dan iringan pentatonik, serta percampurannya.

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil dari Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat untuk mempelajari karakter dari Musik Badutan yang unik dan berbeda dengan musik yang lain. Adalah karakter penggabungan antara tangganada pentatonik dan diatonik yang dimainkan secara bersamaan. Karena kesenian ini merupakan kekayaan daerah, sudah seharusnya kesenian ini dijaga dan dilestarikan serta diwariskan pada generasi muda dengan maksud menjaga eksistensi kesenian tersebut.


(27)

9 2. Manfaat Praktis

a. Bagi Mahasiswa Pendidikan Seni Musik

Menambah referensi khususnya dalam Karakter Percampuran Pentatonik dan Diatonik dalam Pementasan Musik Tradisi Badutan. Sehingga mahasiswa akan lebih mengenal dan mudah untuk mempelajari musik daerah ini.

b. Bagi Masyarakat

Menambah referensi masyarakat mengenai Musik Badutan khususnya dalam Karakter Percampuran Pentatonik dan Diatonik dalam Pementasan Musik Tradisi Badutan.

c. Bagi Keluarga Kesenian Badutan Palupi Laras

Menambah populer kesenian tersebut, karena setiap masyarakat yang membaca kajian ini akan lebih mengetahui tentang kesenian tersebut. Dan selanjutnya diharapkan banyak masyarakat yang tertarik mengundang kesenian ini untuk tampil, sehingga menambah penghasilan para pemain. Maka dari itu para pemain keseniaan ini akan lebih serius dalam penggarapan musiknya sehingga kesenian Badutan Palupi Laras akan lebih maju dan berkembang.

d. Bagi Peneliti

Sebagai akses untuk mempelajari Karakter Percampuran Pentatonik dan Diatonik dalam Pementasan Musik Tradisi Badutan serta menjadi pengalaman menuliskan karya ilmiah.


(28)

10 BAB II KAJIAN TEORI

A. Karakter Musik

Dalam terminologi psikologi, karakter (character) adalah watak, perangai, sifat dasar yang khas, satu sifat atau kualitas yang tetap terus menerus dan kekal dapat dijadikan ciri untuk mengidentifikasi seorang pribadi (Mujib, 2006:45). Dalam bahasa Indonesia, karakter dapat diartikan sebagai sifat kejiwaan/ tabiat/ watak (Narwanti, 2011:1). Karakter bukan sekedar sebuah kepribadian (personality) karena sesungguhnya karakter adalah kepribadian yang ternilai (Narwanti, 2011:2). Kepribadian dianggap sebagai ciri, karakteristik, gaya, sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan seseorang sejak lahir (Doni Koesoema, 2010:80). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:895) kepribadian diartikan sebagai sifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang atau suatu bangsa yang membedakannya dari orang atau bangsa lain. Dari keseluruhan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan suatu hal yang unik yang hanya ada pada individual ataupun suatu kelompok, yang menjadikannya sebagai ciri atau sifat pembeda dari yang lain.

Musik adalah cabang seni yang membahas dan menetapkan berbagai suara kedalam pola-pola yang dapat dimengerti dan dipahami manusia (Banoe, 2003:288). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia


(29)

11

(2005:766) musik diartikan sebagai nada atau suara yang disusun demikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan (terutama yang menggunakan alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi-bunyi itu). Menurut Masduki (2004:42-43), terdapat beberapa definisi musik diantaranya adalah:

1. Musik adalah seni bunyi yang meliputi segala suara. Kegiatan musik tidak semata instrumental, tetapi juga kegiatan vokal. Musik bukan hanya diatonik, melainkan kegiatan seni bunyi dengan sistem yang manapun. Dari sini dikenal istilah musik populer, musik daerah, musik tradisional, modern, dan kontemporer.

2. Musik adalah produk kebudayaan manusia. Keterkaitan antara musik dan manusia selalu menjadi fokus kajian karena kebudayaan musik adalah produk konseptual Cognitive dan perilaku Behavior masyarakat.

3. Musik adalah bahasa universal, tidak ada etnik di dunia yang tidak bermusik. Dua perspektif dalam memahami musik, yaitu (1) barat, melihat musik berdasarkan fenomena bunyi; (2) timur, memahami musik dengan melihat berbagai konteks dan konsep kultural tempat musik itu tumbuh.

Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa musik adalah segala macam produk kebudayaan manusia dalam bentuk suara baik instrumental maupun seni bunyi dengan sistem manapun.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa karakter musik adalah suatu hal yang unik dari sebuah karya seni suara oleh manusia baik instrumental maupun seni bunyi dengan sistem manapun. Musik juga memiliki ciri, karakteristik, gaya, sifat khas yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan masyarakat. Maka dari itu muncul lah kesenian-kesenian daerah dan musik rakyat. Sesuai dengan pendapat Dieter Mack (2001:3) suatu musik rakyat atau folklor yang populer selalu merupakan hasil kerjasama masyarakat sendiri, artinya


(30)

12

masyarakat lah yang aktif dan membuat sesuatu untuk diri sendiri.

Adapun dalam kajian ini akan membahas tentang karakter musik Badutan, unsur-unsur musik yang akan dikaji antara lain:

1. Melodi

Melodi adalah permainan rangkaian nada-nada yang tersusun atau teratur tinggi-rendahnya sehingga menjadi sebuah lagu. Melodi dimainkan pada awal lagu (intro), diantara bait kedua syair lagu dan refrain (interlude), serta diakhir sebuah lagu (coda). Menurut Prier (2011:113) melodi adalah suatu urutan nada yang utuh dan membawa makna. Contoh Melodi :

Gambar 1. Contoh Melodi

Sumber : Bentuk Penyajian Musik Iringan Kesenian Tayub di kabupaten Sragen, (Pratama, 2014:7)

2. Harmoni

Harmoni adalah keselarasan antara melodi dan ritme dengan menyisipkan hiasan-hiasan (ornament) dan dinamika sehingga melodi dalam lagu bisa dimainkan dengan keras, lembut, terputus-putus, bergelombang, atau bergetar. (Hendro, 2007:2). Contoh Harmoni tiga suara :

Gambar 2. Contoh Harmoni Tiga Suara

Sumber : Bentuk Penyajian Musik Iringan Kesenian Tayub di kabupaten Sragen, 2014:8

Harmoni juga dapat ditemukan dalam permainan karawitan Jawa. Menurut Purwadi (2009:49) antara lain terdiri dari :


(31)

13

a. Gembyang : suatu interval yang dipisahkan oleh 4 nada atau 4 bilah instrumen (satu oktaf)

b. Kempyung : suatu interval yang dipisahkan oleh 2 nada atau 2 bilah instrumen (kwint)

c. Gembyung : suatu interval yang dipisahkan oleh 1 nada atau satu bilah instrumen

3. Irama

Irama adalah unsur musik pokok yang menghidupkan penyajian musik berhubungan dengan panjang pendek nada dan tekanan pada melodi, sebagai unsur musik pokok yang pertama (Prier 2011:76). Irama sering pula dikaitkan dengan istilah gaya dalam musik. Menurut Prier (2011: 52) Gaya dalam musik berarti irama dan lagu dalam nyanyian, musik dan sebagainya. Oleh sebab itu untuk memahami dan menguasai bentuk irama dan gaya pada musik musik Badutan adalah dengan mendengar dan melihat langsung pementasan musik tersebut.

Irama dalam Karawitan Jawa terdiri dari :

a. Irama gropak/suwukan : menurut Sumarsam (1995:354) irama suwukan adalah suatu bagian dari inggah dalam gendhing dimainkan khususnya untuk mengakhiri gendhing.

b. Irama lancar : menurut Sumarsam (1995:347) irama lancar adalah irama yang mana perbandingan antara ketukan kerangka gendhing


(32)

14

dan tingkat kerapatan paling tinggi tabuhan instrumen-instrumen tertentu adalah 1/2.

c. Irama Wiled : menurut Sumarsam (1995:354) irama wiled adalah irama yang mana perbandingan antara ketukan kerangka gendhing dan tingkat kerapatan paling tinggi tabuhan instrumen-instrumen tertentu adalah 1/16.

d. Irama dadi : menurut Sumarsam (1995:347) irama wiled adalah irama yang mana perbandingan antara ketukan kerangka gendhing dan tingkat kerapatan paling tinggi tabuhan instrumen-instrumen tertentu adalah 1/8.

e. Irama rangkep : menurut Sumarsam (1995:347) irama wiled adalah irama yang mana perbandingan antara ketukan kerangka gendhing dan tingkat kerapatan paling tinggi tabuhan instrumen-instrumen tertentu adalah 1/32.

f. Irama tanggung : menurut Sumarsam (1995:347) irama wiled adalah irama yang mana perbandingan antara ketukan kerangka gendhing dan tingkat kerapatan paling tinggi tabuhan instrumen-instrumen tertentu adalah 1/4.

4. Tempo

Tempo musik berkaitan erat dengan panjangnya hitungan dasar dalam musik dan biasanya terkait dengan not ¼ dan dengan not ½ dalam musik (Prier, 2011:214). Cepat dan lambat pada tempo dapat


(33)

15

diatur dengan alat pengukur kecepatan yang disebut metronome. Sebuah lagu dan notasi musik biasa terdapat tanda tempo maupun perubahan tempo, misalnya lagu dimainkan menjadi lebih cepat dan lebih lambat.

Menurut Purwadi (2009:49) tempo dalam karawitan Jawa, terdiri dari :

a. Seseg : Presto, Alegro

b. Netral : Allegretto, Moderato c. Tamban : Adagio, Largo

B. Akulturasi Budaya Gamelan Jawa dalam Kesenian Badutan

Akulturasi dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2005:24) diartikan sebagai percampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling mempengaruhi. Akulturasi yang terjadi dalam gamelan Jawa sudah berlangsung semenjak zaman penjajahan Belanda. Hal ini dapat dilihat dari upacara adat kraton yang tercatat Purbadipura dalam Sumarsam (1995:1). Dari tata upacara kraton yang terjadi dari abad ke 19 dan awal abad ke 20 tersebut, terdapat adanya percampuran antara adat tradisi Jawa dan Kolonial Belanda. Adanya permainan bersama dua jenis gamelan dengan orkes gesek Eropa dan berpakaian dengan cara Belanda. Hal tersebut merupakan perwujudan musikal yang unik sebagai suatu akibat reaksi dari orang Jawa terhadap keadaan politik tertentu sepanjang terjadinya hubungan terus menerus antara orang-orang Jawa


(34)

16

dan Kolonial Belanda (Sumarsam, 1995:3).

Hasil penggabungan gagasan-gagasan dan elemen-elemen Eropa ke dalam ritus tradisional Jawa mencerminkan perkembangan alamiah praktek-praktek kebudayaan kraton Jawa (Sumarsam, 1995:6). Percampuran dengan elemen-elemen Eropa ini juga terjadi dalam upacara-upacara penting kraton, antara lain : musik mars militer, musik popular untuk dansa, penghormatan suara meriam dan tembakan salvo, dan tontonan kembang api. Ritual-ritual kraton campuran ini tidak berlangsung lama. Ritual-ritual kraton yang bersifat campuran makin lama makin menipis, walaupun sisa-sisanya masih dapat ditemukan pada awal abad ke 20.

Setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1950-an dan 1960-an pemerintah mendirikan sekolah gamelan ASKI (Akademi Seni Karawitan Indonesia). Sebagai bagian upaya memasakinikan gamelan, akademi ini juga mendorong anggota pengajar dan mahasiswanya untuk mencipta komposisi-komposisi baru untuk gamelan (Sumarsam, 1996:14). Di Jawa mulai tahun 1970-an, sebagai akibat dari perkembangan riset di sekolah-sekolah gamelan, ilmu kesarjanaan gamelan berkembang. Timbulnya teori-teori gamelan karya musisi-musisi Jawa mengakibatkan teori gamelan yang di ilhami pikiran Eropa bercampur dengan perspektif musisi Jawa. Hal ini juga diakibatkan oleh meningkatnya kerjasama antara para teoritisi-teoritisi gamelan, Jawa maupun Barat. Dalam periode ini teoritisi-teoritisi gamelan memperhatikan pentingnya pandangan


(35)

17

musisi Jawa sebagai bagian pertimbangan masukan untuk meng“asli”kan teori gamelan. Suasana intelektual tahun 1970-an ini mengingatkan kita pada suasana intelektual pada abad ke-19, ketika intelektual Jawa, Indo, dan Eropa mempunyai hubungan akrab. Sumarsam (1996:15).

Di luar kraton, seni gamelan Jawa juga terus mengalami perkembangan. Pertunjukan wayang, tari-tarian, dan karawitan banyak dipergunakan masyarakat sebagai iringan dan hiburan dalam upacara-upacara adat seperti pernikahan, tasyukuran, klenengan dan lain-lain. Pertunjukan seni gamelan juga berkembang ke daerah-daerah pelosok di Jawa Tengah. Adapun persebaran kesenian gamelan ini berkembang mengikuti selera dan gaya daerah-daerah tempat berkembangnya. Minat masyarakat akan gamelan Jawa, membuat banyaknya paguyuban-paguyuban dan grub-grub kesenian gamelan bermunculan di masyarakat.

Sragen dan Karanganyar merupakan salah satu tempat berkembangnya seni gamelan secara aktif. Hampir seluruh kelurahan dan kecamatan di daerah Sragen dan Karanganyar memiliki grub kesenian karawitan. Seni gamelan ini berkembang menjadi musik rakyat yang banyak disukai dan dikagumi. Adapun beberapa kesenian rakyat yang merupakan bentuk perkembangan dari gamelan jawa antara lain : Campursari, Campursari Sragenan, Klenengan, Tayub, dan Kesenian Badutan.

Kesenian Badutan adalah kesenian tradisi khas masyarakat Sragen yang paling terlihat perkembangannya. Kesenian ini berkembang menjadi


(36)

18

musik populer bagi masyarakat Sragen dan sekitarnya. Musik Badutan awalnya hampir sama dengan seni karawitan pada umumnya. Hanya perbedaanya sesekali pesinden bergaya jenaka layaknya seorang pelawak dan menggoda pengrawit atau penontonnya. Namun kini kesenian Badutan juga mengalami akulturasi. Akulturasi ini terjadi dengan bercampurnya musik Badutan dengan musik-musik yang sedang populer di Indonesia sekarang.

Pada tahun 2000-an sampai 2015-an ini, Musik dangdut sedang menjadi musik yang sangat populer di Indonesia. Hampir seluruh stasiun TV memutarkan musik dangdut dalam berbagai acaranya. Kini muncul lagu-lagu dangdut baru dengan bahasa dan aransement musik yang easy listening atau mudah dihafalkan dan didengarkan sehingga mudah akrab bila mendengarnya. Hal ini menjadikan dangdut sebagai musik populer yang berada pada puncak kejayaannya di Indonesia. Hal ini juga mempengaruhi musik-musik daerah di Sragen khususnya kesenian Badutan. Kesenian Badutan kini mengalami perkembangan dengan bercampurnya Badutan dengan lagu-lagu dangdut Indonesia. Namun, perkembangan ini hanya berlaku pada lagu yang dibawakan saja dan tidak berlaku pada instrumen yang ada pada Kesenian Badutan. Kini Badutan sering dimainkan dengan membawakan lagu-lagu dangdut yang sedang populer di Indonesia. Perkembangan musik Badutan ini juga berlaku pada seluruh grup dan paguyuban Badutan yang ada di Sragen dan daerah sekitarnya.


(37)

19 C. Percampuran Musik

Percampuran sering pula dikaitkan dengan istilah sinkretisme. Musik sinkretik berarti mencampur musik (mixing) dari kategori-kategori yang berbeda (Vincent McDermott dalam Sulistiyanto, 2008: 22). Dari pernyataan tersebut dapat dijelaskan bahwa percampuran musik dari kategori yang berbeda disebut dengan sinkretik. Menurut Sulistiyanto (2008:25) percampuran dalam musik sendiri dapat diartikan sebagai percampuran idiom, aspek-aspek musikal yang berasal dari kategori genre musik yang berlainan.

Sinkretisme atau percampuran budaya musik ini memiliki berbagai dampak yang muncul dari masyarakat. Berikut adalah bagan proses sinkretisme atau percampuran budaya musik yang terjadi di masyarakat :


(38)

20

Bagan 1. Dinamika Interkultural dan Transkultural

Sumber :. Pendekatan Sinkretik Sebagai Salah Satu Pengembangan Idiom Musik Kontemporer (Vincent McDermott dalam Sulistiyanto, 2008:27)

Dari bagan tersebut dapat dilihat bahwa ada tiga reaksi yang terjadi dalam masyarakat saat ada suatu kebudayaan musik baru yang masuk dalam suatu lingkungan masyarakat. Yaitu yang pertama terjadi penolakan. Hal itu akan mengakibatkan adanya rekulturalisasi yang berorientasi terhadap hal yang bersifat mapan sehingga akan melahirkan sikap-sikap yang menolak proses negosiasi dan cenderung bersifat seperti isolasi diri, tradisionalisme, purisme (memegang teguh kemurnian tradisi). Yang kedua adalah terjadinya reaksi selektif. Yaitu memilah-milah secara selektif hal yang dianggap perlu dalam proses kebudayaan.


(39)

21

Pada tahapan transformasi ini akan mengalami peristiwa transkulturasi (adopsi, adaptasi) yang akan menghasilkan bentuk baru melalui proses peleburan elemen-elemen kebudayaan. Yang ketiga adalah reaksi positif terbuka. Dalam hal ini jika berlangsung dalam waktu yang lama akan terjadi dekulturalisasi dan tradisi suatu bangsa yang sudah berakar secara turun menurun akan hilang.

Musik tradisi Badutan dapat digambarkan sebagai suatu kebudayaan yang terlahir karena adanya percampuran atas tradisi murni dengan musik tradisi baru yang berkembang di dalam masyarakat. Apabila digambarkan dalam bagan, musik tradisi Badutan merupakan hasil dari sinkretisme kualitas tambahan. Dalam hal ini, musik badutan terbentuk berawal dari reaksi selektif masyarakat dimana masyarakat dapat memilah-milah musik yang menurut masyarakat adalah musik yang baik dan disukai menurut selera masyarakat. Dimana tradisi murni karawitan masih dijaga dan dicampur dengan musik dangdut yang mana musik tersebut sangat disukai masyarakat pada zaman sekarang. Dari pernyataan-pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa musik badutan merupakan perwujudan dari sinkretisme kualitas tambahan dimana musik karawitan sebagai musik tradisi murni masih dijaga kemudian dicampur dengan musik dangdut yang merupakan musik yang disukai masyarakat pada masa sekarang.


(40)

22

D. Tangganada Pentatonik dalam Gamelan Jawa 1. Tangganada Pentatonik

Pentatonik menurut Prier (2011:158) adalah istilah untuk sistem nada/ tangganada yang terdiri dari lima nada. Terdapat bermacam-macam tangganada pentatonik, namun dalam gamelan Jawa dibagi menjadi 2 macam. Yaitu laras pelog dan laras slendro. Yang dimaksud dengan laras adalah notasi yang dipergunakan dalam gamelan (Yoyok dan Siswandi, 2008:156)

a. Laras Slendro

Tabel 1. Titilaras Gamelan Jawa Slendro

Sumber : Pendidikan Seni Budaya SMP (Yoyok dan Siswandi, 2008 :156)

Menurut Prier (2011:202), Bila ditranskripsi ke notasi internasional langkah nada dalam slendro adalah sbb. : do – re – mi – sol - la ; atau tanpa setengah nada.

Dalam sistem gamelan Jawa baik laras slendro maupun pelog, dikenal memiliki Pathet. Pathet adalah wilayah atau

Notasi Kepatihan Dulu biasa dibaca Sekarang biasa dibaca

1 Barang Ji

2 Gulu/Jangga Ro

3 Dhadha Lu

5 Lima Ma

6 Enem Nem


(41)

23

susunan nada didalam laras dan nada-nada tersebut mempunyai fungsi dan kedudukan sendiri-sendiri (Yoyok dan Siswandi, 2008:157). Pathet digunakan dalam memainkan suatu gending jawa. Patet Laras Slendro ada 3 macam, yaitu Slendro Patet Nem, Slendro Patet Sanga, dan Slendro Patet Manyura.

Gambar 3. Slendro Patet Nem Gambar 4. Slendro Patet Sanga

Gambar 5. Slendro Patet Manyura Sumber : Kamus Musik, 2011:154

2. Laras Pelog

Dalam Prier (2011:157) Pelog termasuk dalam tangganada pentatonik (5 nada). Namun ternyata alat musik gamelan pelog (misalnya saron di Jawa Tengah) selalu memuat tujuh nada yang disebut menurut urut-urutan yakni : 1 (siji), 2 (loro), 3 (telu), 4 (papat), 5 (lima), 6 (enem), 7 (pitu).

Notasi Kepatihan

Dulu biasa dibaca

Sekarang biasa dibaca

1 Panunggul/manis Ji


(42)

24

Tabel 2. Titilaras Gamelan Jawa Pelog

Sumber : Pendidikan Seni Budaya SMP (Yoyok dan Siswandi, 2008 : 15)

Menurut Prier (2011:157) Pelog memiliki 3 macam patet/ modus, diantaranya :

1) Modus/Patet Nem : 1 – 2 – 3 – 5 – 6 (kira-kira d – es – f – a – bes)

Gambar 6. Pelog Patet Nem Sumber : Kamus Musik, 2011:154

2) Modus/Patet Barang : 2 – 3 – 5 – 6 – 7 (kira-kira e – f – a – bes –c) seperti tangganada “satu kruis”.

Gambar 7. Pelog Patet Barang Sumber : Kamus Musik, 2011:154

3) Modus/Patet Lima : 4 – 5 – 6 – 1 – 2 (kira-kira g – a – bes – d –es) seperti tangganada “satu mol”.

3 Dhadha Lu

4 Pelog Pat

5 Lima Ma

6 Enem Nem


(43)

25 Gambar 8. Pelog Patet Lima Sumber : Kamus Musik, 2011:154

Menurut Prier (2011:157) nampak sesuatu yang unik dalam Gamelan Pelog yaitu bahwa nada 2(ro) sekali (dalam Patet Nem) berfungsi sebagai es dan sekali (dalam Patet Barang) sebagai e. Inilah mungkin karena tinggi nada (pitch) dari bilah 2 (ro) dilaraskan antara es dan e, sehingga telinga kita dapat menafsirkan nada ini atau sebagai es atau sebagai e, menjadi suatu kompromi. Ternyata dalam music vocal dan pada alat musik yang dapat dilaraskan (Rebab, Sitar, Suling) ketepatan nada selalu disesuaikan dengan pola mi – fa – sol – si – do, maka dalam patet nem nada re diambil nada lebih rendah (es) dan dalam Patet Barang diambil nada lebih tinggi e. Hal serupa terjadi pula dengan nada 5 (ma), dalam Petet Nem berfungsi sebagai a dan dalam Patet Lima berfungsi sebagai as.

E. Instrumen dalam Gamelan Jawa

Instrumen musik gamelan, Yudoyono (1984:15) menjelaskan bahwa :

Gamelan ialah sebuah pernyataan musikal berupa kumpulan alat-alat musik tradisional dalam jumlah besar yang terdapat di pulau Jawa. Gamelan yang lengkap mempunyai kira-kira 75 alat dan dapat dimiankan oleh 30 niyaga (penabuh) dengan disertai 10 sampai 15 pesinden.

Instrument gamelan lengkap terdiri atas: 1. Instrumen Gamelan Slendro, terdiri dari :

Gender Barung Slendro, Gender Slendro Penerus, Bonang Penembung Slendro, Bonang Slendro Barung, Bonang Penerus Slendro, Gambang


(44)

26

Slendro, Clempung Slendro, Slemtem Slendro, Demung Slendro, Saron Barung Slendro, Saron Peking Slendro, Suling Slendro, Kempul 1 Slendro, Kempul 6 Slendro, Kempul 5 Slendro, Kempul 3 Slendro, Kempul 2 Slendro, Kenong 1 Slendro, Kenong 6 Slendro, Kenong 5 Slendro, Kenong 3 Slendro, Kenong 2 Slendro, Kethuk Slendro, Penonthong 5 Slendro, Penonthong 3 Slendro, Engkuk, Kemong,. 2. Instrumen Gamelan Pelog, terdiri dari :

Gender Pelog 6, Gender Pelog Barang, Gender Pelog 6 Penerus, Gender Pelog Barang Penerus, Bonang Penembung Pelog, Bonang Barung Pelog, Bonang Penerus Pelog, Gambang Pelog, Clempung Pelog, Slemtem Pelog, Demung Pelog, Saron Pelog, Saron Peking Pelog, Suling Pelog, Kempul 5 atau 6 Pelog (kalau tumbuk 5/6), Kempul Barang (7) Pelog, Kempul 1 Pelog, Kempul 3 Pelog, Kempul 2 Pelog, Kenong Barang Pelog (7), Kenong 6 Pelog, Kenong 5 Pelog, Kenong 3 Pelog, Kenong 2 Pelog, Kenong 1 Pelog, Rancak Kempyang, Kethuk Pelog, Penonthong 4 Pelog, Penonthong 2 Pelog, 3. Instrumen yang dipakai baik dalam gamelan pelog maupun slendro,

terdiri dari :

Rebab, Kecrek, Kendang Gede, Kendang Ciblon, Kendang ketipung, Beduk Besar, Tambur,Gong suwukan, Gong Gede, Kemanak, Kecer Kombali, Kecer Bintang, Kecer Royeh, Kecer Bangkong, Kepyak, Gentha, Celuring, Keprak/Kothak, Zhiter.


(45)

27

Dalam kesenian Badutan memang tidak semua perangkat gamelan lengkap dipakai. Adapun dalam kajian ini, penelitian difokuskan untuk membahas melodi, harmoni, irama, dan tempo dalam karakter tangganada pentatonik yang dimainkan dalam setiap alat musik Gamelan Jawa yang dipakai dalam kesenian Musik Tradisi Badutan. Antara lain :

1. Saron Barung

2. Saron Penerus/Peking 3. Saron Demung 4. Kenong

5. Kempul

6. Bonang Barung 7. Bonang Penerus 8. Gong

9. Kendang jaipong

F. Tangganada Diatonik

Menurut Prier (2011:32) Tangganada Diatonik adalah istilah untuk tangganada dengan tujuh nada “natural” (Heptatonik), dengan langkah -langkah satu atau setengah nada. Berdasarkan uraian pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tangganada diatonik adalah tangganada yang melewati jarak interval satu nada dan setengah nada.

Tangganada Diatonik ada 2 macam, antara lain : 1. Tangganada Mayor


(46)

28

Mayor sejak dulu ditafsirkan sebagai gembira, menyenangkan (Prier,2011:112). Jarak interval tangganada mayor dalam 1 oktaf adalah sebagai berikut: 1 – 1 – ½ - 1 – 1 – 1 – ½

Berikut salah contoh notasi musik susunan tangganada mayor :

Gambar 3. Notasi Musik Tangganada Mayor Natural / C Mayor (dok. Marlina 2015)

2. Tangganada Minor

Menurut Prier (2011:112) tangganada minor ada beberapa macam, antara lain :

a. Minor Asli

Tangganada minor asli adalah la-si-do-re-mi-fa-sol-la

Gambar 4. Contoh Tangganada a minor asli (dok. Marlina 2015)

b. Minor Harmonis

Tangganada minor harmonis adalah la-si-do-re-mi-fa-sel-la

Gambar 5. Notasi Musik Tangganada a minor harmonis (dok. Marlina 2015)

c. Minor Melodis

Tangganada minor melodis adalah la-si-do-re-mi-fi-sel-la

Gambar 6. Notasi Musik Tangganada a minor melodis (dok. Marlina 2015)


(47)

29

Adapun dalam kajian ini, penelitian difokuskan untuk membahas melodi, harmoni, irama, dan tempo beberapa lagu yang dinyanyikan oleh pesinden dalam tangganada diatonik dalam kesenian Musik Badutan.

G. Musik Tradisi Badutan

Musik Badutan adalah perkembangan dari musik karawitan. Seluruh instrumen musik yang ada dalam kesenian badutan sama dengan karawitan. Hanya saja kesenian badutan dibawakan dengan format instrumen gamelan yang lebih kecil. Karena tidak semua instrumen gamelan format besar digunakan. Musik Badutan sering juga disebut dengan Sragenan. Disebut sragenan karena musik ini adalah perkembangan kesenian karawitan yang berkembang di daerah Sragen Jawa Tengah. Pemberian nama badutan pada musik ini sesuai dengan arti kata badut. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia badut diartikan sebagai pelawak atau berbuat yang lucu-lucu (2005:85). Hal ini sesuai dengan ciri khas kesenian badutan dimana seorang pesinden seringkali membawakan lagu dengan gaya yang jenaka. Sesekali pesinden melawak dan menggoda para penonton maupun para niyaga yang ada disekitarnya.

Musik Badutan sering disajikan pada acara pernikahan atau khitanan. Musik Badutan dibawakan oleh kurang lebih 10-15 niyaga dengan pesinden kurang lebih 3 orang. Kostum yang dikenakan yaitu kebaya untuk pengrawit perempuan dan pesinden, serta beskap untuk


(48)

30

pengrawit laki-laki. Dalam perkembangannya kini musik badutan tidak hanya ada di Sragen Jawa Tengah namun sudah berkembang ke daerah-daerah lain sekitarnya. Pada awalnya kesenian badutan hampir sama dengan karawitan pada umumnya. Namun, kini musik badutan semakin berkembang menurut perkembangan zaman dan selera masyarakat.

Musik badutan kini menjadi sangat berbeda dengan karawitan pada umumnya. Musik badutan sangat tidak terbatas dalam membawakan lagu. Lagu yang dibawakan adalah lagu-lagu yang sedang populer di Indonesia. Lagu yang dibawakan sangat beragam mulai dari lagu campursari, lagu pop, lagu dangdut, dan lagu keroncong. Namun, uniknya seluruh perangkat alat musik badutan adalah murni alat musik gamelan Jawa yang sama dengan karawitan pada umumnya. Dengan alat musik yang menggunakan gamelan jawa (dengan laras pelog dan slendro), musik Badutan menjadi sangat unik karena sebagian besar lagu-lagu/nyanyian yang dibawakan adalah lagu-lagu yang menggunakan tangganada diatonis.

Adapun dalam kajian ini penelitian difokuskan untuk membahas salah satu kelompok Musik Badutan yaitu kelompok kesenian Palupi Laras yang beralamat di Desa Bakalan Jumapolo, Karanganyar, Jawa Tengah. Salah satu kelebihan dari kelompok ini dibanding dengan kelompok yang lain adalah adanya penabuh kendang jaipong yang tergolong masih muda yang menjadikan pembawaan dalam memainkan kendang jaipong tergolong lebih variatif dan meriah dalam sebuah


(49)

31

pertunjukan musik Badutan. Hal itulah yang membuat kesenian Palupi Laras menjadi lebih gayeng atau seru dibanding kelompok Badutan yang lain.

H. Penelitian yang relevan

Penelitian yang relevan berisi literatur-literatur yang terkait dengan objek bahasan. Melalui literatur ini diharapkan dapat membantu penulis untuk meneliti sisi lain yang belum pernah diteliti oleh penulis lain. Berikut adalah deskripsi berbagai tulisan tersebut.

1. Yugo Pratomo dalam penelitian tentang “Bentuk Penyajian Musik Iringan Kesenian Tayub di Kabupaten Sragen” tulisan ini mengulas mengenai bentuk penyajian dari kesenian Tayub di kabupaten Sragen serta unsur-unsur musik seperti melodi, irama, tekstur, tempo dan dinamik yang ada dalam kesenian Tayub. Tayub merupakan salah satu hasil perkembangan dari Seni Gamelan di Jawa sama halnya seperti kesenian Badutan. Instrumen musik yang dipakai dalam Kesenian Tayub sama dengan instrumen yang dipakai dalam kesenian Badutan. Maka dari itu, tulisan ini berfungsi bagi peneliti untuk membandingkan permainan dari masing-masing instrumen gamelan yang dipakai pula dalam kesenian Badutan serta unsur-unsur musik yang ada pula dalam kesenian Tayub dan kesenian Badutan.

2. Gatot Danar Sulistiyanto dalam penelitian tentang “Pendekatan Sinkretik sebagai Salah Satu Pengembangan Idiom Musik


(50)

32

Kontemporer” tulisan ini mengulas mengenai perkembangan Seni Gamelan Jawa yang bercampur dengan instrumen-instrumen modern dan karya musik kontemporer pada era modern. Tulisan ini bermanfaat bagi penulis untuk melihat reaksi dari masyarakat ketika tradisi murni yaitu gamelan Jawa kemudian dipadukan dengan musik-musik modern sehingga tercipta karya-karya musik-musik kontemporer serta melihat bagaimana percampuran nada-nada yang terbentuk dari gamelan Jawa yang pentatonik dengan dicampur instrumen-instrumen modern yang diatonik.

Dari kedua penelitian tersebut relevansinya bagi penelitian ini adalah untuk membandingkan karakter kesenian Tayub dan kesenian Badutan dalam hal instrumen gamelan yang dipakai serta unsur-unsur musik didalamnya. Kemudian untuk membandingkan karakter dari musik kontemporer hasil percampuran instrumen gamelan dengan instrumen-instrumen modern yang diatonik yang tercipta pula dalam karakter Kesenian Badutan.


(51)

33 BAB III

METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi. Menurut Moleong (2004:6) metode penelitian kualitatif adalah Penelitian yang menghasilkkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya. Proses dalam penelitian kualitatif melibatkan upaya-upaya penting, antara lain : mengajukan pertanyaan, menyusun prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari para informan atau partisipan, menganalisis data secara induktif, mereduksi, memverifikasi, dan menafsir atau menangkap makna dari konteks masalah yang diteliti (Nugrahani,2014:25).

Menurut Malinowski dalam James P Spradlay (2007: xi) tujuan utama penelitian kualitatif dengan melakukan etnografi adalah “to graps the native’s point ot of view, his relation to life, to relise his vision and his world” artinya menangkap sudut pandang native tersebut, hubungannya dengan kehidupan, menyadari visinya, dan dunianya. Sementara menurut Radcliffe Brown (dalam James P Spradlay, 2007: xi) menjabarkan tujuan etnografi sebagai usaha untuk membangun suatu jaringan yang komplek dalam struktur sosial “a complex network of social relations “, atau “social structure”. Dikatakan oleh Radcliffe Brown (dalam James P Spradlay, 2007: xi),


(52)

34

existing relations. It is this that I regard it as my business to study if I am working…. As a social anthropologist” yang artinya Saya (Radcliffe Brown) menggunakan istilah struktur sosial untuk menunjuk pada jaringan hubungan yang sedang terjadi itu. Inilah yang saya (Radcliffe Brown) anggap pekerjaan pengkajian saya jika saya bekerja sebagai antropolog sosial.

Berdasarkan dua pandangan diatas apabila dikombinasikan, penelitian etnografi bertujuan untuk mendeskripsikan dan membangun struktur sosial dan budaya suatu masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut peneliti tidak hanya melakukan interview dengan beberapa informan, melainkan dengan melakukan observasi sambil berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat tersebut.

Penelitian ini dilakukan untuk mendiskripsikan karakter percampuran pentatonik dan diatonik dalam pementasan kesenian Badutan. Variabel dalam penelitian ini adalah karakter percampuran pentatonik dan diatonik, meliputi : unsur-unsur musik yaitu irama, melodi, harmoni, dan tempo dari percampuran permainan instrumen gamelan yang digunakan dalam tangganada pentatonik dan lagu dalam tangganada diatonik.

B. Tahapan Penelitian

Dibagi dalam 3 tahapan yaitu :

1. Pra Penelitian : dilakukan di Desa Bakalan Jumapolo Karanganyar dengan melakukan observasi awal/pra penelitian pada tanggal 3 Mei 2015, 11 Juni 2015, dan 25 Juni 2015. Observasi awal ini bertujuan untuk sekedar mengenal dan mengamati instrument yang dipakai


(53)

35

dalam kesenian badutan, anggota kelompok kesenian, dan waktu kesenian diselenggarakan.

2. Penelitian : penelitian dilakukan dengan observasi serta berpartisipasi langsung dalam setiap persiapan pagelaran Kesenian Badutan serta dalam persiapan pembuatan notasi angka bersama penabuh instrumen saron demung dilakukan pada 17 Agustus 2015, 17 September 2015, 21 September 2015, 26 September 2015. Observasi tahap ini bertujuan untuk meneliti lebih lanjut mengenai karakter kesenian badutan yakni melodi, irama, harmoni, dan tempo serta wujud kesenian Badutan secara lebih mendalam. Selain itu peneliti juga melakukan wawancara langsung kepada beberapa narasumber yaitu Hendi Kristanto selaku Pemimpin Badutan Palupi Laras, Pesinden Wiwin Suhesti, Key informan dan penabuh saron demung Ratno, dan pengamat seni karawitan yaitu Hery Sukamto. Wawancara dilakukan pada tanggal 6 September 2015, 13 September 2015, 20 September 2015, 27 September 2015.

3. Pasca Penelitian : dilakukan pada tanggal 2 Oktober 2015 untuk memastikan kembali data yang telah diperoleh selama melakukan penelitian baik observasi maupun hasil wawancara dengan kembali mengamati setiap tahapan penampilan Kesenian Badutan Palupi Laras.


(54)

36 C. Data Penelitian

Bentuk data adalah deskriptif kualitatif mengenai permainan instrumen musik yang digunakan dalam kesenian Badutan Palupi Laras dan lagu yang dibawakan. Sumber data dalam penelitian ini dikelompokkan kedalam dua jenis data yakni data primer dan data sekunder. Data primer adalah melalui wawancara langsung, dengan narasumber Hendi Kristanto selaku pimpinan dalam kelompok kesenian Badutan Palupi Laras, Wiwin Suhesti selaku sinden kesenian Badutan, Ratno selaku key informan dan pemegang instrument demung, Hery Sukamto sebagai pengamat seni karawitan. Dan selanjutnya peneliti turun ke lapangan serta mencatat semua aktivitas dalam lokasi penelitian. Selain itu, peneliti juga mendokumentasikan melalui foto dan video. Kemudian data sekunder, sumber data diperoleh dari buku referensi.

Penelitian ini dilakukan pada kelompok Kesenian Badutan Palupi Laras di Desa Bakalan Jumapolo, Karanganyar, Jawa Tengah. Pementasan musik badutan tersebut sangat digemari oleh seluruh lapisan masyarakat, baik anak-anak, kaum muda maupun kaum tua. Kesenian Palupi Laras adalah salah satu kelompok yang masih sangat aktif memainkan musik Badutan. Keistimewaan kelompok Palupi Laras ini adalah penabuh kendang jaipong yang tergolong masih muda dan memiliki kreativitas tinggi dalam membawakan instrument kendang jaipong sehingga mampu memberikan sajian musik yang lebih gayeng dan meriah. Hal ini terlihat saat pertunjukan yang diadakan di Jumantono pada tanggal 3 Mei 2015,


(55)

37

hampir seluruh penonton ikut berjoget mengikuti irama musik badutan dan menyaksikan pertunjukan hingga berakhir.

D. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan guna memperoleh data yang diperlukan sebagai tujuan utama sebuah penelitian. Ada berbagai macam strategi yang digunakan dalam pengumpulan data. Istilah strategi dapat diartikan sebagai kegiatan yang terencana untuk mencapai tujuan dengan menggunakan teknik, taktik, dan kiat tertentu (Nugrahani, 2014:46). Adapun strategi penelitian yang dipakai adalah strategi penelitian etnografi. Strategi penelitian etnografi merupakan salah satu strategi penelitian kualitatif yang di dalamnya peneliti menyelidiki suatu kelompok kebudayaan di lingkungan yang alamiah dalam periode waktu yang cukup lama dalam pengumpulan data utama, data observasi, dan data wawancara (Cresswell, 2010:20). Strategi pengumpulan data yang akan digunakan dalam strategi etnografi, dengan melakukan:

1. Observasi

Dalam strategi penelitian etnografi, observasi dilakukan untuk menetapkan informan dan subyek yang akan diteliti. Adapun penelitian yang dipakai adalah informan yang memiliki syarat enkulturasi penuh, keterlibatan langsung, memiliki waktu yang cukup dan non analitis atau informan mendiskripsikan berbagai kejadian dan


(56)

38

tindakan tanpa analisis mengenai arti, atau signifikansi dari kejadian dan tindakan itu (Spradley dalam Dirgantara, 2012:39).

Dalam penelitian ini warga sebagai pemilik budaya adalah anggota grub kesenian yaitu pengrawit, ketua paguyuban, pesinden, serta warga masyarakat sebagai penikmat musik dan penonton. Dalam observasi, peneliti juga melakukan pengamatan. Dalam melakukan pengamatan, peneliti mencatat semua aktivitas dalam lokasi penelitian terutama pada saat pementasan berlangsung. Selain itu peneliti juga mengajukan pertanyaan kepada informan dan partisipan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. Peneliti saat melakukan observasi membawa buku sebagai media pencatatan dan alat rekam.

Adapun rambu-rambu yang harus ditaati oleh peneliti saat melakukan observasi, antara lain :

a. Sejarah

Peneliti melakukan observasi dan wawancara dengan tokoh adat setempat mengenai sejarah lahir dan berkembangnya musik badutan.

b. Instrument/Alat musik

Peneliti melakukan pengamatan pada alat musik apa saja yang digunakan, tata letak alat-alat gamelan, posisi dan cara memainkannya dengan melihat pentas musik badutan.

c. Akulturasi Budaya


(57)

39

beberapa anggota pengrawit musik badutan. d. Perpaduan Instrumen dan Nyanyian/Vokal

Peneliti melakukan pengamatan pada perpaduan instrument dan nyanyiannya pada saat pentas dan persiapannya. Selain itu juga melakukan wawancara dengan anggota pengrawit dan pesinden. e. Karakter masing-masing Instrumen

Karakter yang dimaksud mengacu pada melodi, irama, harmoni, dan tempo.

Observasi dilakukan dalam dua tahap yaitu obervasi awal pra penelitian dan observasi saat penelitian. Observasi pra penelitian dilakukan pada tanggal 3 Mei 2015, 11 Juni 2015, dan 25 Juni 2015. Pada observasi awal ini bertujuan untuk sekedar mengenal dan mengamati instrument yang dipakai dalam kesenian badutan, anggota kelompok kesenian, dan waktu kesenian diselenggarakan. Observasi tahap saat penelitian dilakukan pada tanggal 17 Agustus 2015, 17 September 2015, 21 September 2015, 26 September 2015, dan 2 Oktober 2015. Pada tahap kedua ini observasi dilakukan bertujuan untuk meneliti lebih lanjut mengenai karakter kesenian badutan yakni melodi, irama, harmoni, dan tempo serta wujud kesenian Badutan secara lebih mendalam.


(58)

40 2. Wawancara

Wawancara dalam etnografi sebaiknya dilakukan dengan penuh persahabatan. Wawancara sebaiknya dilakukan ketika informan memiliki banyak waktu misalnya saat hari minggu atau saat libur, sehingga informasi yang didapat lengkap dan lebih mendalam. Wawancara yang dipakai adalah wawancara semi terstruktur. Wawancara semi terstruktur adalah wawancara dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Wawancara ini bertujuan untuk menemukan pemasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya (Sugiyono, 2011:223).

Kisi-kisi yang disampaikan dalam melakukan wawancara antara lain :

a. Instrumen yang dipakai dalam Kesenian Badutan

Wawancara akan dilakukan dengan Hendi Kristanto selaku pimpinan dalam kelompok kesenian Badutan Palupi Laras. Wawancara ini berfungsi untuk mengetahui bagaimana permainan melodi dan fungsi masing-masing instrument gamelan dalam mengiringi lagu-lagu diatonik.

b. Lagu-lagu yang biasa dibawakan dalam Kesenian Badutan

Wawancara akan dilakukan dengan Wiwin Suhesti selaku pesinden dalam kelompok kesenian Badutan Palupi Laras. Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui lagu apa saja yang


(59)

41

dibawakan oleh pesinden sehingga peneliti dapat mengkaji lagu-lagu tersebut sebagai lagu-lagu diatonik. Dan peran apa saja yang harus dilakoni oleh seorang pesinden.

c. Irama dan Tempo yang dimainkan dalam Kesenian Badutan

Wawancara akan dilakukan dengan Hendi Kristanto selaku pemegang instrumen kendang sebagai pengendali tempo dan irama dalam Kesenian Badutan. Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana tempo dan perubahannya pada sebuah lagu dalam permainan Kesenian Badutan.

d. Harmoni dan Melodi yang dimainkan dalam Kesenian Badutan Wawancara akan dilakukan dengan Ratno selaku key informan dan pemegang instrumen Saron Demung sebagai pemain melodi intro dan pembuat notasi dalam Kesenian Badutan. Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana permainan melodi dari masing-masing intrumen gamelan dan Harmoni dari seperangkat instrument gamelan yang dimainkan secara bersamaan.

e. Sejarah Kesenian Badutan

Wawancara akan dilakukan dengan Hery Sukamto selaku ketua RT dan tokoh masyarakat desa Bakalan Jumapolo. Beliau juga yang mengetahui perkembangan Kesenian Badutan dari waktu ke waktu.

f. Antusias masyarakat mengenai Kesenian Badutan


(60)

42 penanggap Kesenian Badutan.

Wawancara dilakukan secara langsung atau face to face interview. Dengan wawancara secara langsung, data yang diperoleh akan lebih jelas dan lengkap. Wawancara secara intensif dilakukan pada tanggal 6 September 2015, 13 September 2015, 20 September 2015, 27 September 2015, dan 2 Oktober 2015. Wawancara dilakukan dengan pemimpin Paguyuban Palupi Laras Hendi Kristanto, Pesinden Wiwin Suhesti, Pemegang instrument dan key informan demung Ratno, pengamat seni karawitan Hery Sukamto, dan selaku penonton Agus.

3. Pengumpulan data melalui materi audio dan visual.

Data ini bisa berupa foto, objek-objek seni, videotape, atau segala jenis suara/bunyi (Creswell, 2010:267). Data dapat berupa foto berisi tentang gambar masing-masing instrumen gamelan dalam kesenian Badutan, serta cara memainkannya. Selain itu juga foto pada saat pementasan berlangsung. Kemudian data berupa video berisi tentang video pementasan Badutan. Dalam pendokumentasian video pada saat pementasan peneliti dibantu oleh ananda video shothing sebagai usaha memenuhi kelengkapan data.


(61)

43 4. Pengumpulan data dengan dokumen

Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang (Sugiyono, 2011:240). Dokumen yang berbentuk gambar berisi foto-foto dari kegiatan kesenian Badutan. Dokumen yang berbentuk tulisan berisi tentang catatan sejarah kesenian Badutan dan Gamelan Jawa, serta dokumen yang berupa video pementasan Badutan. Hasil penelitian juga akan semakin kredibel apabila didukung oleh foto-foto atau karya tulis akademik dan seni yang telah ada (Sugiyono, 2011:240).

E. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, yang berperan sebagai instrument merupakan peneliti sendiri. Instrument bukanlah suatu definisi oprasional atau berupa alat lainnya, melainkan manusianya (peneliti), yang merupakan perabot terlatih, sensitive dan lentur, sehingga mampu menjaring elemen-elemen yang menonjol dan mentargetkan kelengkapan penelitian (Nugrahani, 2014:56). Menurut Sugiyono (2011:222), Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya.


(62)

44

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat-alat pengumpulan data sebagai berikut :

1. Alat Tulis

Alat tulis digunakan untuk mencatat informasi sebagai data dari hasil wawancara dan observasi. Alat tulis yang digunakan adalah : pensil/pulpen dan buku memo/notes.

2. Kamera dan Alat Rekam Video

Kamera dan alat rekam video digunakan untuk mengambil gambar sebagai bahan dokumentasi dan alat untuk penelitian pada saat proses pementasan musik tradisi Badutan. Kamera dan alat rekam video yang digunakan adalah xiaomi mi4. Dalam perekaman video peneliti juga dibantu oleh ananda video shoting dengan tujuan tercapainya suatu kelengkapan data penelitian.

3. Alat Perekam Suara

Alat ini dipergunakan dalam penelitian untuk merekam suara subjek penelitian selama penelitian berlangsung. Terutama pada saat melakukan wawancara. Alat perekam suara yang digunakan adalah xiaomi mi4.

F. Analisis Data

Menurut Patton dalam Nugrahani (2014:170), analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan ke dalam suatu pola kategori dan satuan uraian dasar. Sedangkan menurut Singarimbun dan


(63)

45

Effendi dalam Basrowi dan Suwandi (2008:207), analisis data kualitatif itu dilakukan dengan menginterpretasikan data, untuk mencari makna dan implikasinya yang lebih luas sebagai hasil penelitian. Analisis data model interaktif ini memiliki tiga langkah komponen, antara lain :

1. Reduksi Data

Langkah pertama dalam analisis data interaktif adalah reduksi data. Dalam reduksi data, peneliti melakukan proses pemilihan atau seleksi, pemusatan perhatian atau pemfokusan, penyederhanaan dan pengabstraksi dari semua jenis informasi yang mendukung data penelitian yang diperoleh dan dicatat selama proses penggalian data di lapangan (Nugrahani, 2014 :174). Sedangkan menurut Sugiyono (2011:247) mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.

Pada dasarnya proses reduksi data merupakan langkah analisis data kualitatif yang bertujuan untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, memperjelas, membuat fokus, dengan membuang hal-hal yang kurang penting, dan mengorganisasikan serta mengatur data sedemikian rupa sehingga sajian narasi data dapat dipahami dengan baik, dan mengarah pada simpulan yang dapat dipertanggungjawabkan (Nugrahani,2014: 175). Maka dari itu, data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data


(64)

46

selanjutnya, dan mencari bila diperlukan.

Karena selama melakukan penelitian data yang diperoleh dilapangan jumlahnya cukup banyak kompleks dan rumit, maka dari itu perlu dicatat secara rinci dan teliti. Adapun data yang diperoleh adalah karakter percampuran pentatonik dan diatonik, meliputi : instrumen musik yang digunakan dan bentuk permainan dari masing-masing instrumen dalam tangganada pentatonik dan lagu yang dinyanyikan dalam tangganada diatonik, serta unsur-unsur musik seperti irama, melodi, harmoni, dan tempo dalam kesenian Badutan dan wujud pementasan kesenian Badutan.

2. Sajian Data

Setelah reduksi data, langkah kedua adalah sajian data. Sajian data adalah sekumpulan informasi yang memberi kemungkinan kepada peneliti untuk menarik simpulan dan pengambilan tindakan (Nugrahani, 2014:175). Dalam penelitian kualitatif, sajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat tentang karakter percampuran pentatonik dan diatonik, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya (Sugiyono, 2011:249). Dengan demikian maka akan mempermudah memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

3. Penarikan Simpulan

Langkah terakhir dalam analisis data interaktif adalah penarikan simpulan/verifikasi. Penarikan simpulan merupakan


(65)

47

kegiatan penafsiran terhadap hasil analisis dan interpretasi data (Nugrahani, 2014:176). Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali kelapangan mengumpulkan data maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel (Sugiyono, 2011:252).

G.Pengujian Data dan Kesimpulan

Dalam penelitian kualitatif ada beberapa faktor yang mempengaruhi keabsahan data, diantaranya adalah subyektivitas, metode pengumpulan dan sumber data penelitian. Pengujian data hingga memperoleh kesimpulan dapat dilakukan dengan menggunakan triangulasi sumber, triangulasi teknik, dan triangulasi waktu. Menurut Sugiyono (2009:372), Triangulasi adalah pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Dijelaskan sebagai berikut:

1. Triangulasi Sumber

Triangulasi Sumber yaitu Pengecekan data yang diperoleh melalui beberapa sumber. Dalam kajian ini yang menjadi sumber wawancara adalah para pemain, penggemar serta penonton Badutan. Hasil


(66)

48

wawancara berupa instrumen gamelan yang digunakan, kemudian cara memainkan instrumen dalam kesenian Badutan. Selain itu wawancara juga mengenai percampuran melodi, irama, harmoni dan tempo dari serangkaian instrumen gamelan dan vokal yang dinyanyikan oleh pesinden serta kewajiban sang sinden dan MC untuk dapat melawak dan memberi candaan kepada para penonton. Wawancara dilakukan terus-menerus sampai data yang diperoleh sama.

2. Triangulasi Teknik

Triangulasi Teknik yaitu pengecekan data pada narasumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Dalam kajian ini data yang diperoleh melalui wawancara, dicek kembali dengan observasi dan dokumentasi. Hasil wawancara berupa instrumen gamelan yang digunakan, kemudian cara memainkan instrumen dalam kesenian Badutan. Selain itu wawancara juga mengenai percampuran melodi, irama, harmoni dan tempo dari serangkaian instrumen gamelan dan vokal yang dinyanyikan oleh pesinden serta kewajiban sang sinden dan MC untuk dapat melawak dan memberi candaan kepada para penonton. Selanjutnya kembali dicocokan dengan hasil observasi pada saat pementasan Kesenian Badutan dan dokumentasi seperti foto atau video.

3. Triangulasi Waktu


(67)

49

waktu atau situasi yang berbeda. Waktu sering mempengaruhi kredibilitas data, oleh karenanya baik penelitian itu berupa wawancara ataupun observasi dilakukan pada waktu yang lebih bebas dan tidak terikat seperti malam hari atau pada saat para narasumber sedang libur. Tujuannya agar narasumber tidak terburu-buru sehingga informasi yang diberikan lebih valid dan lengkap. Hasil wawancara berupa instrumen gamelan yang digunakan, kemudian cara memainkan instrumen dalam kesenian Badutan. Selain itu wawancara juga mengenai percampuran melodi, irama, harmoni dan tempo dari serangkaian instrumen gamelan dan vokal yang dinyanyikan oleh pesinden serta kewajiban sang sinden dan MC untuk dapat melawak dan memberi candaan kepada para penonton.


(68)

50 BAB IV

KAJIAN KARAKTER PERCAMPURAN PENTATONIK DAN DIATONIK DALAM PEMENTASAN MUSIK TRADISI BADUTAN PADA KESENIAN

PALUPI LARAS JUMAPOLO, KARANGANYAR

A. Karakter Percampuran Pentatonik dan Diatonik dalam Kesenian Badutan

Berdasarkan sumber data yang diperoleh dari penelitian dengan melakukan etnografi dan melalui serangkaian wawancara, observasi, dan dokumentasi, diperoleh bahwa bentuk karakter musik badutan disajikan dengan serangkaian instrumen gamelan yang dimainkan secara bersamaan dengan 3 sampai dengan 4 sinden. Urutan pertunjukan badutan diawali dengan karawitan seperti bonangan kemudian dilanjutkan ke bonangan, tembang-tembang kemudian masuk ke gendhing dan diakhiri dengan pertunjukan Badutan sragenan. Pada sesi Badutan sragenan diantara lagu-lagu yang dimainkan terdapat percampuran antara diatonik dari lagu yang dibawakan oleh sinden, dan pentatonik dari serangkaian musik gamelan yang dimainkan bersamaan. Berdasarkan wawancara dengan Hendi Kristanto (27 tahun, 6 September 2015) pada saat masuk dalam sesi Badutan sragenan, instrument gamelan yang dipakai hanyalah kendang jaipong, balungan (saron demung, barung, dan penerus), bonang (barung dan penerus), kenong, kempul serta gong.

Karakter musik badutan yang tercipta dari serangkaian instrument gamelan yang dimainkan bersama-sama dipadukan dengan lagu dari sinden, dapat dilihat dari unsur-unsur musiknya adalah sebagai berikut :


(69)

51

1. Karakter irama dan Tempo dalam membawakan lagu-lagu diatonik dan iringan pentatonik

Dalam pertunjukan kesenian Badutan, kendang merupakan instrument penentu inti tempo dan berfungsi sebagai pemimpin dan penentu utama irama dari serangkaian instrument gamelan yang lain. Kendang yang dipakai dalam kesenian badutan adalah kendang jaipong. Penggantian kendang dengan menggunakan kendang jaipong itu lah yang membuat karakter musik badutan menjadi sangat kentara karakternya. Kendang jaipong tersebut juga merupakan instrument yang membuka atau memulai suatu lagu dan kemudian disambut melodi awal oleh saron demung dan kemudian dilanjutkan oleh nyanyian sinden dan instrument gamelan lainnya. Berikut posisi pengendang Badutan saat memainkan Kendang Jaipong :

Gambar 7. Posisi saat memainkan Kendang Jaipong (dok. Marlina 2015)


(70)

52

Gambar 8. Kendang Jaipong (dok. Marlina 2015)

Menurut wawancara dengan Hendi Kristanto (27 tahun, 6 September 2015) suara yang dibentuk dari sebuah kendang jaipong sangat beragam mulai dari dlang, tlung, tak, dah, dedlang, det det, plung, bang, tung dan masih banyak lagi. Namun secara sederhana suara dapat di jelaskan dalam 4 macam suara yaitu dlang, tlung, tak, dah. Ada satu teknik permainan kendang jaipong dimana terdapat sebuah tali lulang yang mengikat pada membran kendang, dimana tali tersebut di ikatkan di jempol kaki sang pengendang. Saat di pukul dengan tali ditarik dan diulur akan menimbulkan suara yang sudah berbeda-beda.


(71)

53

Gambar 9. Tali Lulang yang diikatkan pada jempol kaki (dok. Marlina 2015)

Berdasarkan wawancara dengan Hendi Kristanto (27 tahun, 6 September 2015) permainan kendang musik badutan dibagi menjadi 2, yaitu irama single dan irama doble. Permainan single dan doble pada kendang jaipong ini banyak mengadaptasi dari permainan ketipung pada musik dangdut. Dalam hal ini, kendang merupakan satu-satunya instrument yang mendahului atau sebagai pengajak instrument lain untuk masuk dalam irama single maupun doble. Irama single biasanya digunakan pada awalan lagu, kemudian doble biasanya digunakan pada saat masuk reff atau intro tengah dan bait kedua supaya nuansa lagu lebih meriah. Berikut irama single dan doble dari kendang jaipong yang mengadaptasi dari ketipung dangdut :


(1)

D

Double : irama yang terkesan mencepat karena terdapat instrumen yang berubah pukulan menjadi dua kali

Down beat : nada yang berbunyi tepat pada ketukan

E

Enharmonis : sebutan bagi nada yang tertulis dan bernama beda, tetapi tingginya sama

F

Filler : isian baik melodi maupun ritmis dalam mengisi kekosongan atau jeda antara kalimat lagu.

G

Gamelan : istilah untuk alat musik tradisional yang terdapat terutama di Jawa, Bali, dan Sunda.

Gayeng : Seru atau meriah

Gong : sebutan untuk instrumen gamelan dengan bentuk pencon yang disusun secara menggantung dan memiliki ukuran yang besar. Gendhing : Sebutan lagu-lagu khas jawa


(2)

I

Intro : Bagian awal sebuah lagu yang biasanya berbentuk melodi Imbal : Teknik permainan bersahut-sahutan dalam instrumen

gamelan jawa, khususnya pada instrumen bonang dan saron demung serta saron barung

Instrumen musik : alat musik

K

Kejawen : Kepercayaan masyarakat Jawa

Karawitan : Sajian musik dari instrumen gamelan jawa Kendang Jaipong : Jenis kendang yang berasal dari Jawa Barat

Key Informan : Narasumber yang bertindak sebagai narasumber kunci yang mengetahui seluk beluk dan perkembangan suatu hal yang diteliti.

Kenong : Sebutan untuk instrumen gamelan dengan bentuk pencon dan disusun dengan ditidurkan pada sebuah rancaan dan disusun dengan bentuk huruf U. Bentuk lebih besar dari Bonang Barung dan lebih kecil dari kempul.

Kempul : Sebutan untuk instrumen gamelan dengan bentuk pencon yang disusun dengan menggantung dan memiliki bentuk yang kebih kecil daripada gong


(3)

Klenengan : Sajian Seni Karawitan/seni gamelan Jawa Ketawang : Jenis irama yang terdapat dalam seni Karawitan

L

Laras : Susunan nada pada instrumen gamelan

Lancaran : Jenis irama yang terdapat dalam seni Karawitan Ladrang : Jenis irama yang terdapat dalam seni Karawitan

M

Melawak/Ndagel : Berbuat sesuatu yang lucu

MC : Pembawa acara

N

Notasi : Sebuah partitur yang menggambarkan nada-nada pada sebuah lagu


(4)

O

Oktaf : Istilah untuk nada yang terdapat pada tingkat ke delapan dalam tangga nada diatonik.

P

Pesinden : Perempuan yang bertindak sebagai penyanyi dalam seni gamelan Jawa.

Pengrawit :Orang yang memainkan instrumen gamelan dalam sebuah seni karawitan

Pelog : Tangganada yang terdapat dalam gamelan Jawa

Pengendang : Orang yang bertindak sebagai penabuh instrumen kendang

Pencu : Instrumen gamelan yang terbuat dari logam dan berbentuk cekungan yang tengahnya menonjol untuk dipuku atau ditabuh seperti instrumen gong, kempul kenong, ketuk, dan bonang

R

Ropel : filler dalam permainan kendang

Refrain/reff : Bagian bait ke dua dalam sebuah lagu dimana memiliki tema yang berbeda dengan bait pertama dan pada umumnya adalah menjadi melodi utama dan diulang-ulang.


(5)

S

Slendro : Tangganada yang terdapat dalam gamelan Jawa

Saron demung : Instrumen gamelan jawa dengan bentuk bilah logam yang disusun secara berjajar diatas ricikan dari paling besar dengan nada rendah hingga paling kecil dengan nada tinggi Saron barung : Instrumen gamelan jawa dengan bentuk bilah logam yang

disusun secara berjajar diatas ricikan dari paling besar dengan nada rendah hingga paling kecil dengan nada tinggi. Bentuk saron barung lebih kecil dari saron demung dan lebih besar dari saron penerus.

Saron penerus/peking : Instrumen gamelan jawa dengan bentuk bilah logam yang disusun secara berjajar diatas ricikan dari paling besar dengan nada rendah hingga paling kecil dengan nada tinggi. Bentuk saron penerus adalah lebih kecil dari saron barung.

Seleh nada : Jatuhnya nada pada ketukan ke empat setiap birama dalam sebuah gendhing karawitan


(6)

T

Tangganada : Susunan nada-nada yang disusun keatas, dari nada terendah ke nada tertinggi, maupun kebawah, dari nada tertinggi ke nada terendah.

Tabuh : memainkan instrumen gamelan dengan dipukul

U