Mehendi ( Tradisi Seni Hias Tubuh Dalam Pernikahan Orang India dan Perkembangannya)
MEHENDI
(Tradisi Seni Hias Tubuh Dalam Pernikahan Orang India dan Perkembangannya)
Studi Etnografi : Tentang Tradisi Mehendi di Daerah Kampung Kubur, Kelurahan Petisah Tengah Kecamatan Medan Petisah, Kota-Medan
SKRIPSI
DIAJUKAN GUNA MEMENUHI SALAH SATU SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA (S-1) ILMU SOSIAL DAN
ILMU POLITIK
Disusun oleh:
ERIKA M NADEAK
060905023
DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMUTERA UTARA
MEDAN
(2)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Halaman Persetujuan
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan Oleh:
Nama : Erika M Nadeak Nim : 060905023
Judul : MEHENDI ( Tradisi Seni Hias Tubuh Dalam Pernikahan Orang India dan Perkembangannya)
Pembimbing Ketua Departemen
( Dra. Nita Savitri, M.Hum ) (
NIP. 19641104 199103 1 002 NIP.19621220198903 1005 Dr. Fikarwin Zuska )
Dekan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
NIP :19680525 199203 1 002 ( Prof. Dr. Badaruddin, M.Si )
(3)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PERNYATAAN ORIGINALITAS
MEHENDI (Tradisi Seni Hias Tubuh Dalam Pernikahan Orang
India dan Perkembangannya)
SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan di sini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaan saya.
Medan, November 201
(4)
ABSTRAKSI
Erika M Nadeak.2011. "Mehendi (Tradisi Seni Hias Tubuh Dalam Pernikahan Orang India dan Perkembangannya). Studi Etnografi Tentang Tradisi Mehendi di Daerah Kampung Kubur, Kelurahan Petisah Tengah Kecamatan Medan Petisah, Kota-Medan)”. Skripsi ini terdiri dari 5 bab, halaman, tabel, foto dan beberapa lampiran yang terdiri dari surat penelitian, pedoman wawancara, angket dan gambar.
Tulisan ini menjelaskan bagaimana peranan tradisi Mehendi ini dalam pernikahan India yang kini dapat berkembang menjadi milik umum bukan hanya orang India saja bahkan sudah menjadi “trend” bagi kalangan dunia gaya masa kini yang mana tradisi Mehendi ini merupakan warisan budaya dari India yang sudah ada dan di jalankan sejak zaman nenek moyang mereka dulu dan tradisi ini masih berlanjut hingga saat ini.
Penelitian ini dikaji melalui pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian etnografi Pengumpulan data, dilakukan dengan menggunakan observasi tanpa partisipasi dan wawancara mendalam dengan informan kunci, biasa dan pangkal. Informan kunci ditujukan pada pelukis Mehendi, kepala lingkungan dan lurah dan juga beberapa para pelaku yang pernah menggunakan seni Mehendi ini. Observasi dilakukan untuk mengamati bagaimana cara pembuatan ukiran Mehendi ini, alat dan bahan apa saja yang digunakan serta siapa saja yang datang kepada para pelukis Mehendi yang ada di daerah Kampung Kubur. Untuk pengumpulan data, peneliti menggunakan pedoman wawancara yang dilengkapi foto, dan catatan lapangan. Pelukis Mehendi yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah seseorang yang dapat mengukirkan ukiran Mehendi pada bagian tubuh baik yang tradisional maupun yang kontemporer dan juga banyak mengetahui mengenai tradisi Mehendi.
Hasil penelitian menunjukkan, tradisi Mehendi merupakan salah satu dari beberapa rangkaian proses pernikahan orang India yang wajib dilakukan pada saat resepsi/acara pernikahan bagi perempuan India yang beragama Hindu, Budha, Islam ataupun Kristen yang mana proses melukiskan Mehendi dalam pernikahan masyarakat India dianggap sebuah tradisi yang diturunkan oleh para leluhur India dan proses ini mereka jadikan sampai saat ini sebagai warisan budaya dari para leluhur yang masih harus dijaga dan dipertahankan bagi masyarakat India di manapun berada karena pemakaian Mehendi dalam acara pernikahan dipercaya bahwa pada saat pernikahan akan terhindar dari segala pengaruh hal-hal yang jahat yang dapat mempengaruhi pesta pernikahan nantinya sehingga sampai saat ini mereka tetap melestarikannya tetapi kini tradisi Mehendi ini telah berkembang bukan hanya milik India saja tetapi sudah menjadi milk umum.
(5)
UCAPAN TERIMA KASIH
Dalam hal ini, penulis adalah seorang manusia biasa yang memiliki keterbatasan dan kemampuan dimana selama masa penulisan membutuhkan perhatian, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang turut memberikan sumbangsih yang sangat berguna bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Secara umum penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh jajaran civitas akademik USU, khususnya pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, yang kiranya telah banyak memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung kepada penulis. Pada saat ini penulis bisa menuai atau merasakan buah kebaikan tersebut di penghujung masa studi penulis di kampus USU, khususnya di Departemen Antropologi Sosial tercinta. Petunjuk dan bimbingan yang telah diberikan oleh Bapak dan Ibu Dosen FISIP – USU, terutama di Departemen Antropologi Sosial, merupakan kenangan yang tidak penulis lupakan dalam perjalanan hidup penulis, sekalipun di sana terdapat pahit dan manis perjalanan proses belajar mengajar, akan tetapi penulis menikmati masa-masa itu.
Dalam penyelesaian skripsi ini dari awal hingga selesai, penulis telah melibatkan berbagai pihak, telah banyak menerima bimbingan, dorongan, nasehat, bahkan bantuan secara moral dan material dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. Fikarwin Zuska, sebagai Ketua Departemen Antopologi FISIP USU, dan Bapak Drs. Agustrisno, M.SP sebagai
(6)
Sekretaris Departemen Antopologi FISIP USU dan sebagai ketua Penguji. Ibu Dra. Sri Alem br. Sembiring, MSi sebagai dosen penasehat akademik yang telah mendidik dan mengarahkan saya selama kuliah di Departemen Antropologi Sosial. Ibu Dra. Nita Savitri, MHum sebagai dosen Pembimbing Utama, yang telah bersedia membimbing penulis selama sebagai mahasiswa di Departemen Antropologi Sosial dan juga telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga karena Ibu telah banyak membantu penulis dalam proses dari mulai penelitian di lapangan hingga penyelesaian skripsi ini. Ibu telah membimbing penulis dengan baik dan penuh kesabaran. Bapak Drs. Nurman Achmad, S.Sos M. Soc.Sc sebagai penguji.
Seluruh dosen FISIP USU khususnya di Departemen Antropologi Sosial yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan di Departemen Antropologi Sosial FISIP USU. Bapak dan Ibu dosen dan staf Departemen FISIP USU tercinta yang dengan ketulusan hati memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis, sehingga mampu menyelesaikan studi sampai menjadi seorang sarjana.
Rekan-rekan kerabatku mahasiswa Antropologi Sosial FISIP USU, terkhususnya angkatan 2006: Sari Ariesta Ginting, S.Sos dan Inggrid Indrawati Sihombing, S.Sos merupakan teman terbaik selama masa perkuliahan, begitu banyak kenangan yang sudah kita lewati bersama-sama sedih, senang, terharu, tertawa, menangis, bertengkar, selisih paham, tidak sependapat dan masih banyak lagi kenangan yang mungkin tidak tersebutkan semuanya dan pasti semua itu tidak akan terlupakan sampai seumur hidup. Berikut juga dengan kerabat lainnya yaitu para senina ku, ( Enny E Sitanggang, S.Sos, Ruly Tumanggor, S.Sos,
(7)
Alloynina Ayu Ning Putri Ginting, S.Sos, dan Hemalea Ginting ) Heksanta Bangun, S.Sos; Helena Damanik, S.Sos; Rebecca, S.Sos; Sidriyani Handayani, S.Sos; Gabriella Natalia, S.Sos; Lisnawati Tinendung, S.Sos; Mardiana Harahap, S.Sos; Masridanur, S.Sos; Melda Elisyah Simanjuntak, S.Sos; Lasmi, S.Sos, Sri Novika Putri, Desi, Kevin Ginting, S.Sos; Noprianto Tarigan, S.Sos; Danielly Aros, S.Sos; Deny Nitra Silaen, Firman Januari Tambunan, Wilfrid Syahputra Silitonga, Rikky Hermawan, Nanta, Umar, Hendra Gunadi, Badai, Alvian Azis, Beny, S.Sos; Ucil dan Fadli Siambaton, S.Sos dan teman-teman yang lain di Antropologi Sosial stambuk 2006, terima kasih telah menjadi teman seperjuangan selam kuliah di FISIP USU ini. Terima kasih juga kepada senior-senior saya yang telah membantu, memberikan dukungan serta motivasi dan perhatian kepada saya selama di kampus FISIP USU, yaitu: Bang Kia, S.Sos; Bang Ales Turnip, S.Sos; Bang Arnov, S.Sos; Bang Erwin, S.Sos; Bang Hariman, S.Sos; Bang Erold, S.Sos; Bang Heri Sianturi, Bang Heri manurung, Bang Andri, Bang Daniel, S.sos; Kak Tuti, S.sos; Kak Eva, S.sos; Kak Domi, S.sos; Naomi, S.Sos; Kak Tika, S.Sos; Kak Vivian, S.Sos; Kak Rafika, S.Sos; Kak Ria, Kak Sukma, Kak Sri, S.Sos; Kak Fera, S.Sos; dan senior-senior lainnya yang tidak dapat disebutkan semuanya dan tidak ketinggalan juga para junior-junior yang selalu memberikan dukungan dan motivasi kepada saya, yaitu Betrin, Duma, Ana, Santa, Ria, Febri, Putri, Helen, Dea dan masih banyak lagi yang belum tersebutkan satu persatu oleh penulis.
Selain itu, tanpa bantuan dari para informan di lapangan, skripsi ini hanya akan menjadi diskusi teoritis. Penulis juga berterima kasih kepada semua informan yang telah memberikan semua informasi yang penulis butuhkan dan telah menyempatkan waktu bagi penulis dan selalu memberikan semangat bagi
(8)
penulis untuk melanjutkan penelitian di lapangan. Rasa terima kasih ini penulis sampaikan yang sebesar-besarnya kepada mereka.
Tidak lupa pula penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Camat, yang telah mengizinkan peneliti untuk meneliti di daerah tersebut. Terima kasih juga kepada Lurah dan Kepala Lingkungan yang telah memberikan data (jumlah penduduk, distribusi penduduk berdasarkan umur, distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin, distribusi penduduk berdasarkan agama, distribusi penduduk berdasarkan mata pencaharian, distribusi penduduk berdasarkan pendidikan, dan lain-lain) dan informasi tentang daerah Kampung Kubur ini.
Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada terkhususnya kedua orang tuaku yang tersayang. Kepada Bapakku tercinta B. Nadeak dan Ibundaku tercinta T. Sitohang yang sangat begitu bararti di dalam hidupku yang telah memberikan saya kesempatan dan membiayai perkuliahanku walau dengan berpeluh keringat selama ini. Terima kasih juga buat Abangku J. Nadeak dan kakak iparku T. br Situmorang yang telah memberikanku keponakan-keponakan yang lucu dan manis-manis yaitu Ruth Damayanthi br. Nadeak, Resty Anggreani br. Nadeak, Rouly Maria br. Nadeak, Reynaldo Christian Nadeak dan yang paling imut dan baru saja lahir yaitu Rafael Nazar Yefta Nadeak dan buat Abangku T. L. Nadeak dan kakak iparku R.br Siahaan semoga Tuhan memberikan rejeki kepada mereka agar dapat memberikan keponakan yang lucu buatku, buat Abangku R.E. Nadeak dan kakak iparku E. br Situmeang yang sebentar lagi akan memberikan keponakan baru buatku semoga nanti persalinannya lancar yach, sudah tidak sabar menunggu keponakan baru dari kalian dan buat kakakku tersayang T. br. Nadeak,
(9)
cepat pulang yach kami semua rindu kepadamu dan yang paling teristimewa buat Abangku Charles Nadeak, S.Sos yang sangat banyak sekali membantu dalam segala hal baik moril maupun materil dan juga buat calon kakak iparku Anita Magdalena br. Rajagukguk, SH yang sebentar lagi akan melaksanakan pernikahannya. Terima kasih buat pemberian doa, motivasi, dan semangat yang mereka berikan, karena tanpa bantuan mereka penulis tidak akan dapat menyelesaikan skripsi ini. Kiranya Tuhan selalu memberkati kalian dan selalu memberikan rezeki yang berlimpah.
Semua kebaikan orang-orang yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini akan tetap penulis kenang selama-lamanya, hingga akhir hayat penulis. Segala dukungan yang diberikan keluarga penulis baik dukungan moral dan cinta kasih keluarga penulis, membuat penulis selalu bersemangat untuk menyelesaikan studi ini. Saudara-saudara penulis dan teman-teman penulis baik di kuliah, gereja, dan sebagainya, serta orang-orang yang tidak disebutkan penulis ucapkan selain terima kasih yang sebesar-besarnya.
Penulis menyadari tulisan ini jauh dari kesempurnaan, terdapat kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, penulis sangatlah berterima kasih apabila ada kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca dalam penyempurnaan tulisan ini.
Medan, November 2011 Hormat saya,
(10)
RIWAYAT HIDUP
Erika M Nadeak, lahir pada tanggal 27 Maret 1987 di Medan, beragama Kristen Protestan, anak keenam dari enam bersaudara dari pasangan ayahanda B. Nadeak dan Ibunda T.br Sitohang.
Pendidikan formal penulis: Sekolah Dasar Negeri 064983 Medan tamat pada tahun 1999, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Perguruan Kristen Free Methodist Medan tamat pada tahun 2002, Sekolah Menengah Atas Perguruan Swasta Eka Prasetya Medan tamat pada tahun 2005. Kemudian pada tahun 2006 mengikuti pendidikan di Universitas Sumatera Utara dengan program studi Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
(11)
0B
KATA PENGANTAR
Mehendi merupakan hasil dari seni melukis atau seni yang mengaplikasikan pasta henna (bubuk pacar) ke permukaan kulit, maka berkas noda akan tertinggal di kulit dan meninggalkan motif yang diinginkan. Perayaan Mehendi merupakan salah satu dari beberapa rangkaian proses pernikahan orang India yang wajib dilakukan pada saat resepsi / acara pernikahan bagi perempan India yang beragama Hindu, Budha, Islam ataupun Kristen. Proses melukiskan Mehendi dalam pernikahan masyarakat India dianggap sebuah tradisi yang diturunkan oleh para leluhur India. Proses inilah yang mereka jadikan sampai saat ini menjadi warisan budaya dari para leluhur yang masih dijaga dan dipertahankan bagi masyarakat India dimanapun berada.
Tetapi dewasa ini seni tradisi Mehendi atau mentatokan henna semakin diminati orang karena keunikan dan beragam motif yang bisa diterapkan. Seni Mehendi telah berkembang dari fungsi aslinya yang dulu pada awalnya seni Mehendi dipergunakan sebagai salah satu rangkaian tradisi dalam pernikahan India kini seni Mehendi ini dapat dipergunakan oleh siapa saja dan kapan saja bahkan bisa dikatakan populer atau menjadi trend bagi dunia fashion di seluruh dunia karena telah banyak orang yang bukan asli India telah memakainya.
Semoga dengan tulisan ini dapat menjadi studi perbandingan bagi orang yang masih mempertahankan adat istiadatnya. Selain itu penulis berharap skripsi ini dapat berguna khususnya bagi mahasiswa antropologi untuk memperluas wawasan tentang tradisi Mehendi.
(12)
Penulis sadar tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan maka penulis berharap pembaca dapat memberi kritik dan masukan, agar skripsi ini dapat lebih baik lagi. Atas kritik dan sarannya diucapkan terimakasih.
Medan, November 2011 Hormat saya,
Erika. M. Nadeak
(13)
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN
PERNYATAAN ORIGINALITAS
ABSTRAKSI ... i
UCAPAN TERIMA KASIH ... ii
RIWAYAT HIDUP ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
BAB I : PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1
1.2. Ruang Lingkup Permasalahan dan Lokasi Penelitian... 5
1.2.1.Ruang Lingkup Permasalahan... 5
1.2.2.Lokasi Penelitian ... 6
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6
1.3.1.Tujuan Penelitian ... 6
1.3.2. Manfaat Penelitian ... 6
1.4. Tinjauan Pustaka... 7
1.5. Metode Penelitian ... 20
1.5.1. Data Primer ... 20
1.5.2. Data Sekunder ... 26
1.6. Analisis Data ... 27
BAB II : GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN 2.1. Sejarah Singkat Kedatangan Orang India Tamil di Kota Medan dan Kampung Kubur ... 28
2.1.1.Hubungan-hubungan Sosial yang dijalin oleh Orang India Tamil ... 29
2.1.2. Hubungan Sosial di Bidang Keagamaan ... 32
2.2. Lokasi-lokasi pemukiman orang Tamil di Kota Medan ... 36
2.3. Komunitas India Tamil di Kampung Kubur ... 38
2.4. Kependudukan dan Komposisi berdasarkan Suku bangsa, Agama, dan Pendidikan... 43
(14)
2.6. Sistem Kekerabatan... 50
2.7. Organisasi Kemasyarakatan ... 51
2.8. Sarana dan Prasarana... 51
BAB III : TRADISI MEHENDI DALAM PERNIKAHAN ORANG INDIA 3.1.Tradisi Mehendi sebagai Tradisi dalam Pernikahan ... 54
3.1.1.Peranan Mehendi dalam Pernikahan ... 58
3.1.2.Rangkaian Acara Pernikahan bagi Orang India ... 60
3.2. Pihak-pihak yang berhak menggunakan Mehendi ... 61
3.3. Tata-cara penggunaan Mehendi dalam Pernikahan ... 63
3.4. Makna-makna ukiran Mehendi... 66
3.4.1.Mehendi tradisional ... 69
3.4.2.Pelukis Mehendi tradisional ... 71
BAB IV : PERKEMBANGAN MEHENDI SEBAGAI TREN MASA KINI 4.1. Mehendi sebagai ”gaya hidup” masa kini ... 74
4.2. Mehendi sebagai seni ukir tubuh ... 77
4.2.1.Alat, bahan dan cara untuk melukis Mehendi ... 81
4.2.2.Gaya dan ukiran Mehendi... 83
4.2.3.Motif-motif ukiran Mehendi ... 84
4.3. Para Pelukis Ukiran Mehendi ... 88
4.3.1.Mehendi kontemporer ... 92
4.3.2.Pelukis Mehendi Kontemporer ... 93
BAB V : PENUTUP 5.1. Kesimpulan ... 99
5.2. Saran ... 102
Daftar Pustaka ... 103
Lampiran-Lampiran
1. Interview Quide 2. Daftar Informan 3. Daftar Istilah
4. Life History Para Pelukis Mehendi
5. Peta Kelurahan Petisah Tengah dan daerah Kampung Kubur 6. Surat Penelitian
(15)
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa (Etnik) ... 43
Tebel 2 : Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama ... 44
Tabel 3 : Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin ... 45
Tabel 4 : Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan ... 46
Tabel 5 : Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 48
Tabel 6 : Sarana dan Prasarana Menurut Tempat Peribadatan ... 51
Tabel 7 : Sarana dan Prasarana Menurut Pendidikan ... 52
(16)
DAFTAR GAMBAR
Foto 1 : Pintu masuk mesjid Gaudiyah ... 38
Foto 2 : Lokasi pekuburan Kampung Kubur ... 38
Foto 3 : Salah satu pamflet yang ada di Kampung kubur ... 39
Foto 4 : Jalan masuk menuju Kampung Kubur ... 39
Foto 5 : Salah satu pamflet yang ada di Kampung Kubur. ... 41
Foto 6 : Cambride (salah satu gedung tinggi di Kampung Kubur)... 41
Foto 7 : Pemukiman daerah Kampung Kubur. ... 41
Foto 8 : Tangga menuju pemukiman Kampung Kubur. ... 41
Foto 9 : Pemukiman daerah Kampung Kubur. ... 42
Foto 10 : Fasilitas pemukiman Kampung Kubur... 42
Foto 11 : Jenis mata pencaharian warga Kampung Kubur... 49
Foto 15 : Salon yang ada di daerah Kampung Kubur. ... 50
Foto 17 : Daun pacar (inai) ... 64
Foto 18 : Bubuk henna. ... 65
Foto 19 : Ukiran Mehendi dengan desain gelap. ... 67
Foto 25 : Ukiran Mehendi dengan desain kurang gelap. ... 68
Foto 29 : Trend Mehendi saat ini. ... 75
Foto 31 : Alat melukis Mehendi ... 82
Foto 32 : Kegiatan melukis Tato ... 82
(17)
ABSTRAKSI
Erika M Nadeak.2011. "Mehendi (Tradisi Seni Hias Tubuh Dalam Pernikahan Orang India dan Perkembangannya). Studi Etnografi Tentang Tradisi Mehendi di Daerah Kampung Kubur, Kelurahan Petisah Tengah Kecamatan Medan Petisah, Kota-Medan)”. Skripsi ini terdiri dari 5 bab, halaman, tabel, foto dan beberapa lampiran yang terdiri dari surat penelitian, pedoman wawancara, angket dan gambar.
Tulisan ini menjelaskan bagaimana peranan tradisi Mehendi ini dalam pernikahan India yang kini dapat berkembang menjadi milik umum bukan hanya orang India saja bahkan sudah menjadi “trend” bagi kalangan dunia gaya masa kini yang mana tradisi Mehendi ini merupakan warisan budaya dari India yang sudah ada dan di jalankan sejak zaman nenek moyang mereka dulu dan tradisi ini masih berlanjut hingga saat ini.
Penelitian ini dikaji melalui pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian etnografi Pengumpulan data, dilakukan dengan menggunakan observasi tanpa partisipasi dan wawancara mendalam dengan informan kunci, biasa dan pangkal. Informan kunci ditujukan pada pelukis Mehendi, kepala lingkungan dan lurah dan juga beberapa para pelaku yang pernah menggunakan seni Mehendi ini. Observasi dilakukan untuk mengamati bagaimana cara pembuatan ukiran Mehendi ini, alat dan bahan apa saja yang digunakan serta siapa saja yang datang kepada para pelukis Mehendi yang ada di daerah Kampung Kubur. Untuk pengumpulan data, peneliti menggunakan pedoman wawancara yang dilengkapi foto, dan catatan lapangan. Pelukis Mehendi yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah seseorang yang dapat mengukirkan ukiran Mehendi pada bagian tubuh baik yang tradisional maupun yang kontemporer dan juga banyak mengetahui mengenai tradisi Mehendi.
Hasil penelitian menunjukkan, tradisi Mehendi merupakan salah satu dari beberapa rangkaian proses pernikahan orang India yang wajib dilakukan pada saat resepsi/acara pernikahan bagi perempuan India yang beragama Hindu, Budha, Islam ataupun Kristen yang mana proses melukiskan Mehendi dalam pernikahan masyarakat India dianggap sebuah tradisi yang diturunkan oleh para leluhur India dan proses ini mereka jadikan sampai saat ini sebagai warisan budaya dari para leluhur yang masih harus dijaga dan dipertahankan bagi masyarakat India di manapun berada karena pemakaian Mehendi dalam acara pernikahan dipercaya bahwa pada saat pernikahan akan terhindar dari segala pengaruh hal-hal yang jahat yang dapat mempengaruhi pesta pernikahan nantinya sehingga sampai saat ini mereka tetap melestarikannya tetapi kini tradisi Mehendi ini telah berkembang bukan hanya milik India saja tetapi sudah menjadi milk umum.
(18)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
Medan merupakan kota yang diwarnai dengan budaya berbagai etnis yang menempatinya, tidak hanya etnis asli Indonesia, tetapi juga berbagai etnis pendatang seperti India, Tionghoa, dan Arab yang telah bermukim di Indonesia. Kemajemukan budaya yang terlihat di kota Medan, ditandai dengan adanya 13 etnis yang tinggal di kota Medan, yaitu : Melayu, Batak Toba, Batak Karo, Batak Mandailing, Batak Simalungan, Batak Pak-Pak, Nias, Aceh, Jawa, Minangkabau, Cina, Arab, dan India / Tamil.
Kedatangan orang-orang India / Tamil dalam jumlah besar dan hingga kini sekarang menetap dan membentuk komunitas0F
1
di berbagai wilayah Sumatera Timur dan khususnya Medan terjadi sejak pertengahan abad ke-19, yaitu sejak dibukanya Industri perkebunan di Tanah Deli. Mereka ingin mengadu nasib dengan menjadi kuli perkebunan. Menurut catatan Lukman Sinar (2001) pada tahun 1874 dibuka 22 perkebunan dengan memakai kuli bangsa Cina sebanyak 4,476 orang, kuli Tamil 459 orang dan orang Jawa 316 orang.
Perkembangan jumlah kuli semakin meningkat pada tahun-tahun berikutnya, yang terbanyak adalah kuli Cina (53.806 orang pada tahun 1890 dan 58.516 orang pada tahun 1900); dan kuli Jawa (14.847 orang pada tahun 1890 dan 25.224 orang pada tahun 1900); sementara kuli Tamil bertambah menjadi 2.460 orang pada tahun 1890 dan 3.270 orang pada 1900, inilah perjalan awal masuknya
1
Komunitas adalah sebagai suatu kesatuan hidup manusia, yang menempati suatu wilayah yang nyata, dan yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat, serta terikat oleh suatu rasa identitas komunitas (Koentjaraningrat, 1986: 148)
(19)
suku bangsa Tamil di kota Medan1F
2
. Pada masa kolonial orang-orang Tamil bermukim di sekitar lokasi-lokasi perkebunan yang ada di kota Medan, tetapi setelah masa kemerdekaan mereka pada umumnya berdiam di sekitar kota. Pemukiman mereka yang tertua di kota Medan terletak di suatu tempat yang dikenal dengan nama Kampung Madras, tepatnya di sekitar kawasan Jl. Zainul Arifin (dulu bernama Jalan Calcutta). Kawasan ini lebih dikenal dengan sebutan Kampung Keling, lokasi perkampungan mereka terletak di pinggiran Sungai Babura2F
3
. Sejauh ini tidak ada organisasi yang dapat menghimpun warga Tamil yang berada di Kampung Kubur dalam satu kesatuan yang utuh. Mereka pada umumnya lebih terikat oleh kesatuan berdasarkan kesamaan agama, terutama di kalangan pengikut Hindu, Budha dan Katolik, tetapi walaupun begitu kenyataannya mereka tetap dapat hidup berdampingan dengan rukun. Komunitas India Tamil telah hadir dan menjadi bagian dalam perkembangan kebudayaan di Nusantara sejak beberapa abad yang lalu. Banyak keunikan budaya yang dapat dilihat dari komunitas ini, misalnya dari bentuk pakaian, bahasa, makanan khas terlebih lagi adat-istiadatnya. Saat ini dapat ditemui nuansa khas India di kota Medan, tepatnya di kawasan Jl. Zainul Arifin banyak ditemukan toko-toko kepunyaan etnis India seperti Toko Bombay yang menjual aneka sari India, Toko Kasturi yang menjual berbagai kebutuhan makanan India, Restoran Cahaya Baru, De Deli Dar Bar, Restoran Bollywood dan juga toko-toko makanan kecil dan
2
Liha
3
Lubis Zulkifli, 06 Juni 2009, Komunitas Tamil Dalam Kemajemukan Masyarakat di Sumatera Utar masyarakat-di-sumatera-utara/
(20)
manisan khas India, laundry dan ada juga penjahit orang India, serta yang paling mendominasi yaitu warung kecil penjual martabak India.
Bentuk adat-istiadat komunitas India Tamil yang paling menarik dapat dilihat dari acara pernikahannya. Dimana pesta pernikahan bagi masyarakat India Tamil merupakan peristiwa yang sangat mulia dan penuh ritual sehingga pesta pernikahan masyarakat India dirayakan selama beberapa hari dimana menghadirkan kerabat, sahabat, kenalan atau relasi lainnya yang dapat berjumlah sekitar 400 hingga 1000 orang. Dalam pesta pernikahan masyarakat India Tamil pada umumnya dilakukan acara secara terstruktur, mulai dari pesta pra pernikahan hingga pesta pernikahan.
Mehendi merupakan seni ukiran pada bagian tubuh atau yang biasa disebut tato temporer, yang mana seni ukiran pada tubuh ini merupakan salah satu dari rangkaian proses pernikahan orang India Tamil yang wajib dilakukan pada saat resepsi / acara pernikahan bagi perempuan India Tamil baik yang beragama Hindu, Budha, Islam ataupun Kristen. Proses melukiskan Mehendi dalam pernikahan masyarakat India Tamil dianggap sebuah tradisi atau adat dalam pernikahan yang harus dilakukan karena merupakan sebuah tradisi yang diturunkun oleh para leluhur orang India pada zaman dahulu. Proses inilah yang mereka jadikan sampai saat ini menjadi warisan budaya dari para leluhur yang masih dijaga dan dipertahankan bagi masyarakat India dimanapun berada.
Belakangan ini Mehendi (tato temporer asal India) ini semakin banyak digemari orang khususnya kaum hawa, bahkan saat ini seni Mehendi telah menjadi fashion di kalangan kaum hawa. Pemakaian Mehendi tidak hanya dalam tradisi perkawinan budaya India dan Timur Tengah saja, tetapi sekarang banyak
(21)
remaja putri dan wanita dewasa yang menggunakannya yang bukan dari kalangan orang India saja, bahkan ada juga ditemui orang tua yang sudah mengajak putrinya yang masih balita untuk dilukis menggunakan seni Mehendi ini. Saat ini sangat banyak ditemui hal-hal yang bersifat tradisi menjadi populer di kalangan masyarakat pada umumnya, contohnya seperti perhiasan yang terbuat dari batu-batuan, pakaian yang terbuat dari biji-bijian dan ada juga perlengkapan wanita yang terbuat dari akar-akaran seperti tas wanita dan masih banyak lagi. Mehendi merupakan salah satu warisan asli India tetapi mengapa saat ini menjadi trend bagi perempuan yang bukan asli orang India dapat menggunakannya.
Menurut pengamat sosial dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Hatib Abdul Kadir, dalam bukunya, Tato (2006) mengatakan kehadiran tato di Indonesia saat ini mencapai tahap yang makin terbuka dan bergerak cepat sehingga menjadi trend fashion masyarakat perkotaan, meski prakteknya masih
dilakukan di tempat tertutup.
Mehendi menjadi mode di Barat pada akhir tahun 1990an, dimana mereka menyebutnya dengan tato henna. Banyak musisi barat dan artis hollywood telah mengadopsi dan mengubah tradisi Mehendi menjadi tato sementara, seperti aktris Demi Moore adalah salah satu contoh selebritis yang pertama memakai Mehendi kemudian Madonna, Naomi Campball dan disusul juga Drew Barrymore yang tertarik dengan Mehendi3 F
4
Mehendi berbeda dengan tato pada umumnya, perbedaan ini terlihat dari jenis bahan yang digunakan dan cara pembuatannya juga perbedaan ini terlihat jelas dari waktu atau lama tato ini dapat bertahan di tubuh seseorang. Banyak
(22)
orang meminati Mehendi ini, bahkan bagi umat muslim ada juga yang memakai seni Mehendi ini yang mana pada umumnya adalah umat muslim sangat rentan terhadap tato karena dianggap takut menghalangi ibadah mereka (sholat). Berdasarkan uraian tersebut, maka pentinglah kiranya mengkaji bagaimana suatu tradisi asli India ini dapat bertahan dan berkembang sampai saat ini, yang mana tradisi asli India ini kini telah menjadi trend bagi kaum hawa yang bukan asli India.
1.2. Ruang Lingkup Permasalahan dan Lokasi Penelitian 1.2.1. Ruang Lingkup Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah melihat peranan Mehendi yang dipakai oleh perempuan India yang akhirnya menjadi “trend” bagi perempuan yang bukan India. Rumusan tersebut diuraikan juga ke dalam 3 (tiga) pertanyaan penelitian, yakni :
1. Bagaimana peranan Mehendi dalam pernikahan yang merupakan warisan budaya bagi perempuan India?
2. Bagaimana tradisi Mehendi berkembang menjadi milik umum bukan hanya orang India saja?
3. Bagaimana Mehendi dapat menjadi “trend” bagi kalangan dunia gaya masa kini?
(23)
1.2.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di daerah Jalan Haji Zainul Arifin atau biasa dikenal dengan nama ( Kampung Kubur), Kecamatan Medan Petisah, Kelurahan Petisah Tengah, Kota-Medan. Penentuan lokasi peneletian ini didasarkan atas pertimbangan bahwa di lokasi ini merupakan salah satu tempat atau pemukiman etnis India di kota Medan.
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana suatu kelompok masyarakat yang berbudaya dalam menjaga dan melestarikan kebudayaannya menjadi suatu warisan budaya khususnya bagi orang India yang berada di Kampung Kubur, Penelitian ini juga bertujuan dapat memberi masukan khususnya bagi perempuan India agar lebih menghargai dan menjaga warisan budayanya dan juga dalam dunia seni dapat memberikan suatu bentuk karya seni baru khususnya seni grafis atau seni ukiran termasuk seni ukiran tubuh.
1.3.2. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah diharapkan secara akademis dapat bermanfaat untuk menambah wawasan keilmuan terutama dalam melihat realita dan permasalahan di tengah masyarakat untuk dijadikan sebagai kajian dan pembelajaran. Dalam hal ini tentu saja menambah khasanah keilmuan terutama Antropologi dalam kaitannya dengan judul penelitian ini yakni menggambarkan tentang kebudayaan atau sebuah tradisi dari India yang menjadi populer “trend” dalam dunia fashion atau gaya saat ini. Selain itu juga, secara akademis peneliti
(24)
memperoleh gelar sarjana dari Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Sumatera Utara. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan-masukan terhadap masyarakat yang terkait dalam melestarikan tadisi atau kebudayaan dari India ini secara arif dan positif agar tradisi ini kedepannya dapat dilestarikan dengan baik sesuai dengan makna atau arti dari tradisi Mehendi pada awalnya sehingga tidak merugikan bagi orang India sebagai pemilik tradisi ini dan juga orang lain yang bukan orang India yang ikut memakai tradisi ini.
1.4. Tinjauan Pustaka
Manusia dengan kemampuan akal dan budinya, telah mengembangkan berbagai macam sistem tindakan demi keperluan hidupnya, sehingga ia menjadi mahluk yang paling berkuasa di muka bumi ini. Namun demikian, berbagai sistem tindakan tadi harus dibiasakan olehnya dengan belajar sejak ia lahir selama seluruh jangka waktu hidupnya, sampai saat dia mati. Hal ini mengarah kepada konsep “kebudayaan” yang menurut ilmu antropologi adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Kesadaran manusia menurut para ahli psiklogi mengandung berbagai perasaan lain yang tidak ditimbulkan karena pengetahuannya, melainkan karena sudah terkandung dalam organisasinya, dan khususnya dalam gennya sebagai naluri.
(25)
Koentjaraningrat (1986) membagi 7 (tujuh) macam dorongan naluri, yaitu :
1. Dorongan untuk mempertahankan hidup 2. Dorongan sex
3. Dorongan untuk usaha mencari makan
4. Dorongan untuk bergaul atau berinteraksi dengan sesama manusia 5. Dorongan untuk meniru tingkah laku sesamanya
6. Dorongan untuk berbakti 7. Dorongan akan keindahan
Dari ke-7 macam dorongan ini, dorongan sex inilah yang timbul pad tiap individu yang normal tanpa terkena pengaruh pengetahuan, dorongan inilah yang menjadi landasan biologi yang mendorong mahluk manusia untuk membentuk keturunan dengan jalan perkawinan.
Berbicara mengenai pernikahan, setiap suku bangsa di dunia memiliki cerita dan keunikannya masing-masing. Seperti halnya suku bangsa India Tamil yang memiliki beberapa ritual yang harus dijalani, yang mana ritual ini adalah sebuah norma yang terbentuk di kalangan bangsa India Tamil. Norma tersebut merupakan acuan hidup yang harus dijalani dan dilakukan oleh setiap orang India Tamil yang ingin melaksanakan pernikahan menggunakan adat-istiadatnya, dan ritual ini masih dipegang teguh oleh setiap orang India Tamil di belahan bumi ini, termasuk orang India yang ada di kota Medan mereka sangat memegang teguh adat-istiadatnya sehingga di manapun mereka berada, mereka tetap melaksanakan ritual ini dalam perkawinan yang masih dijalankan sampai sekarang.
(26)
J.J. Honigmann (Koentjaraningrat, 1986:186-187) membedakan adanya tiga “gejala kebudayaan” yaitu (1) ideas, (2) activities, (3) artifacts. Ada 3 wujud kebudayaan, yaitu:
1) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.
2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola manusia dalam masyarakat.
3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Mehendi merupakan hasil karya dari wujud kebudayaan yang ke-3 yaitu sebagai benda hasil karya manusia yang berupa seni yang dihasilkan sehingga dapat dipakai dan dinikmati. Wujud ke-3 dari kebudayaan ini disebut kebudayaan fisik, yang mana tercipta dari hasil aktivitas, perbuatan, dan karya manusia dalam masyarakat, maka sifatnya paling konkret, dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat dan difoto.
Menurut C.Kluckhon (Koentjaraningrat, 1986:203-204) berpendapat bahwa ada 7 (tujuh) unsur kebudayaan yang dapat disebut sebagai isi pokok dari tiap kebudayaan di dunia, antara lain adalah :
1. Bahasa
2. Sistem Pengetahuan 3. Organisasi Sosial
4. Sistem Peralatan hidup dan teknologi 5. Sistem Mata Pencaharian hidup 6. Sistem Religi
(27)
Kesenian merupakan salah satu bagian dari kebudayaan, karena kebudayaan merupakan kompleks budi dan daya. Kesenian berasal dari kata “sani” yang artinya jiwa yang luhur atau ketulusan jiwa. Dalam bahasa Eropa seni merupakan “art” yang artinya karya seni dari sebuah kegiatan. Seni menurut kamus New World, ialah :
1. Kemampuan manusia membuat atau melakukan sesuatu; keciptaan manusia bukan dunia alam
2. Kepandaian (berkria)
3. Kecakapan khusus, atau terapannya (seni memperoleh kawan) 4. Kria, pakaya (seni pekasut, seni tabib)
5. Kerja cipta atau asas-asasnya yakni membuat atau melakukan apa saja yang menampakkan wujud keindahan dan tanggapan seperti lukisan, patung, bangunan, musik, sastra, drama, tari dan lain-lain.
6. Cabang kerja cipta apa saja terutama melukis, menggambar, atau kerja dengan pelantar guris atau gayal apapun
7. Hasil kerja cipta; lukisan, patung dan lain-lain
8. Bahan gambar atau hiasan pendamping tulisan dalam koran, majalah, atau iklan.
Pada awalnya seni diciptakan untuk kepentingan bersama atau milik bersama. Contoh atau bukti dari seni pada zaman dahulu adalah artefak. Semua bentuk kesenian pada zaman dahulu ditandai dengan kesadaran magis, yang merupakan awal kebudayaan manusia. Saat ini manusia kebanyakan membuat karya seni yang digunakan hanya untuk kepuasan pribadi dan menggambarkan kondisi lingkungannya, dengan kata lain kesenian juga mengalami perkembangan
(28)
dimana manusia sebagai figure atau sosok yang ingin menemukan hal-hal yang baru dan semakin lama semakin memiliki cara yang berpikir lebih luas sehingga sering memunculkan sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya, sehingga kesenian dan kebudayaan juga dapat mengalami perubahan dan transformasi dari masa ke masa, seperti Mehendi yang kini telah berkembang dari fungsi aslinya yang dahulu Mehendi merupakan sebuah rangkaian tradisi dalam pernikahan tetapi kini sudah menjadi sesuatu yang bukan berbentuk tradisi lagi karena telah menjadi milik umum. Semakin meningkatnya apresiasi dan budaya telah menunjukkan bahwa seni dan budaya merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Seni adalah kreativitas yang telah ada (alamiah) maupun dibuat manusia di berbagai macam hal di dunia yang termasuk di dalamnya hal yang menarik dan membosankan tergantung pandangan masing-masing pribadi. Lingkup seni sebagai hasil aktivitas artistik dapat meliputi seni suara, seni gerak dan seni rupa sesuai dengan media aktivitasnya. Media adalah sebagai sarana aktivitas seni yang dapat menghasilkan karya seni setelah melalui proses penciptaan seniman atau orang yang menciptakan sebuah seni berdasarkan pertimbangan artistik (nilai artistik). Jadi karya seni harus sesuai dengan media yang dipakai meliputi jenisnya, contoh salah satunya adalah seni rupa (visual art).
Ruang lingkup seni rupa (visual art) sesuai dengan media aktivitas adalah :
1. Seni Murni 2. Seni Lukis 3. Seni Patung 4. Seni Grafis
(29)
Disain terdiri dari :
1. Disain Grafis (Komunikasi Visual) 2. Disain Interior
3. Disain Produk (Disain Industri)
Kria terdiri dari :
1. Kria Tekstil 2. Kria Kayu 3. Kria Keramik
4. Kria Gelas, dan lain-lain
Terkait mengenai kesenian, Mehendi merupakan hasil karya seni grafik (gambar) atau ukiran pada bagian tubuh khususnya pada bagian tangan dan kaki, yang mana seni ukiran pada bagin tubuh ini merupakan sesuatu hal yang menjadi keharusan yang digunakan pada saat resepsi atau acara pernikahan bagi perempuan India, tidak terlepas juga bagi perempuan India yang ada di kota Medan khususnya perempuan India Tamil yang berada di Kampung Kubur yang memakai Mehendi saat pernikahan. Tidak ada satu orang pun perempuan India yang tidak memakai Mehendi pada saat akan menikah.
Nilai seni muncul sebagai sebuah entitas yang emosional, individualistik, dan ekspresif. Seni menjadi entitas yang maknawi, dapat terlihat contohnya seperti Mehendi atau tato temporer dari India ini, yang dapat dikategorikan sebagai entitas seni karena selain merupakan wujud kasat mata berupa artefak yang dapat dilihat, dirasakan, juga menyangkut nilai-nilai estetis, sederhana, bahagia, emosional, hingga individual dan subjektif (Sumardjo, 2000: 15-18).
(30)
Dalam “General Anthropology” milik Melville Jacobs dan Bernhard J. Stern, tato merupakan salah satu bentuk dari seni grafis (1952:260). Mehendi tergolong kedalam bentuk seni grafis karena memiliki nilai-nilai estetis atau nilai-nilai keindahan khususnya pada bagian tubuh.
Berbicara mengenai keindahan tubuh tidak terlepas dari konsep mengenai body image atau biasa disebut citra tubuh. Menurut Roberta Honigman dan David J. Castle, body image adalah gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya; bagaimana seseorang mempersepsi dan memberikan penilaian atas apa yang dipikirkan dan dirasakan terhadap ukuran dan bentuk tubuhnya, dan atas bagaimana kira-kira penilaian orang lain terhadap dirinya. Sebenarnya , apa yang dipikirkan dan dirasakan belum tentu benar-benar merepresentasikan keadaan yang aktual, namun lebih merupakan hasil penilaian diri yang subyektif
Body image atau citra tubuh membentuk persepsi seseorang tentang tubuh, baik secara internal maupun eksternal. Persepsi ini mencakup perasaan dan sikap yang ditujukan pada tubuh. Citra tubuh dipengaruhi oleh pandangan pribadi tentang karakteristik dan kemampuan fisik dan oleh persepsi dari pandangan orang lain (dalam Buku Ajar Fundamental Keperawatan, h.500).
Body image atau citra tubuh terbagi menjadi 2 kategori, ada yang positif dan ada yang negatif.
Body image yang negatif, yaitu :
1. Suatu persepsi yang salah mengenai bentuk individu, perasaan yang bertentangan dengan kondisi tubuh individu sebenarnya.
(31)
2. Individu merasa bahwa hanya orang lain yang menarik dan bentuk tubuh dan ukuran tubuh individu adalah sebuah tanda kegagalan pribadi.
3. Individu merasakan malu, self-conscius, dan khawatir akan badannya 4. Individu merasakan canggung dan gelisah terhadap badannya.
Body image yang positif, yaitu :
1. Suatu persepsi yang benar tentang bentuk individu, individu melihat tubuhnya sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
2. Individu menghargai badan atau tubuhnya yang alami dan individu memahami bahwa penampilan fisik seseorang hanya berperan kecil dalam menunjukkan karakter mereka dan nilai dari seseorang.
3. Individu merasakan bangga dan menerima bentuk badannya yang unik dan tidak membuang waktu untuk mengkhawatirkan makanan, berat badan, dan kalori.
4. Individu merasakan yakin dan nyaman dengan kondisi badannya
2008).
Body image atau citra tubuh yang positif dapat menjelaskan bagaimana orang-orang baik orang India Tamil ataupun orang biasa yang tertarik menggunakan Mehendi ini, dimana dalam konsep body image atau citra tubuh yang positif menjelaskan bahwa individu atau seseorang menghargai badan atau tubuhnya, sehingga para pengantin wanita India memberikan beberapa bagian dari tubuhnya untuk diukirkan Mehendi dimana mereka menganggap bahwa dengan diukirkan Mehendi di beberapa bagian dari tubuhnya akan memberikan nilai
(32)
keindahan yang juga mengukirkan Mehendi sebelum hari pernikahan merupakan bagian dari rangkaian tradisi bagi India Tamil , begitu juga bagi wanita biasa yang bukan orang India yang tertarik untuk menggunakan Mehendi tersebut yang mana mereka menganggap bahwa Mehendi juga memiliki suatu nilai keindahan. Bagian tubuh yang diukir sebenarnya bisa dimana saja, namun yang biasanya adalah di telapak tangan, punggung tangan, punggung kaki, hingga pergelangan, leher bahkan sampai punggung. Sedangkan yang menjadi trend remaja saat ini adalah di bagian tangan dan leher, sementara menurut pengantin wanita Tamil bagian punggung yang diukirkan Mehendi biasanya untuk menyenangkan calon suaminya.
Ada 3 (tiga) pandangan utama tentang tubuh yang berlaku di Yunani kuno. Yang pertama, aliran yang didirikan oleh Cyrenaic, percaya bahwa “kebahagiaan tubuh itu jauh lebih baik daripada kebahagiaan mental”. Aliran yang kedua, didirikan oleh Epicurus, percaya bahwa “kebahagiaan tubuh memang bagus, tetapi masih lebih bagus lagi kebahagiaan mental”. Aliran yang terakhir, sekaligus yang paling tidak populer, didirikan oleh Orpheus, mengatakan bahwa “tubuh adalah kuburan bagi jiwa” (the body is the tomb of the soul). Pemikiran Romawi tidak memandang tubuh dengan negatif. Sebagian besar orang Romawi sangat percaya dengan astrologi dan memandang tubuh dan jiwa adalah bagian dari kosmis. Kemudian tibalah zaman Renaisans yang mengakiri ide dasar bahwa “tubuh” adalah “musuh”, dan mulailah bergulir gagasan bahwa tubuh adalah sesuatu yang indah, bagus, personal, privat, dan sekuler. Pada abad ke-20 dengan berkembangnya ilmu kedokteran, antropologi, dan psikologi tubuh tidak dianggap lagi menjadi sesuatu yang menakutkan atau yang dianggap secara potensial
(33)
berbahaya dan selalu perlu diawasi, tetapi tubuh dianggap sebagai sesuatu untuk dinikmati.
Tubuh manusia sudah menjadi topik penting dalam kajian antropologi sejak awal abad ke-19. Ada 4 (empat) alasan yang bisa menjelaskan mengapa tubuh menempati posisi penting dalam antropologi, 1) pembahasan antropologi filsafat tentang tema ontologi manusia. Tema ini otomatis menempatkan perwujudan bentuk manusia dalam posisi sentral, 2) asal-usul manusia berasal dari spesies mamalia adalah pertanyaan penting dalam antropologi, 3) sejak masa Victoria telah berkembang kajian evolusi dalam antropolgi (darwinisme sosial), yang memberi kontribusi pada studi tubuh, 4) karena dalam masyarakat pramodern tubuh adalah penanda penting bagi status sosial, posisi keluarga, umur, gender, dan hal-hal yang bersifat religius. Pada abad yang baru, dengan pandangan tentang tubuh yang baru membuat para antropolog berhenti untuk melihat tubuh secara fisik dan mulai melihat tubuh sebagai alat untuk menganalisa masyarakat .
Dalam hal ini Margaret Mead mengatakan bahwa pembedaan kepribadian dan aturan-aturan dari dua jenis seks yang berbeda itu diproduksi secara sosial. Robert Hertz (1970) percaya bahwa pola pikiran masyarakat terefleksi dalam tubuh. Persoalan-persoalan kosmologi, gender, dan moralitas mewujud menjadi persoalan-persoalan yang dialami tubuh. Tubuh fisik adalah juga tubuh sosial (the physical body is also social). Menurut Marcel Mauss (1971) cara untuk mengetahui peradaban manusia lain adalah dengan mengetahui bagaimana masyarakat itu menggunakan tubuhnya. Tubuh adalah instrumen yang paling natural dari manusia, yang dapat dipelajari dengan cara yang berbeda sesuai
(34)
dengan kultur atau budaya masing-masing, semakin berkembangnya zaman semakin banyak para tokoh ilmuan ataupun orang-orang yang mengkonsepsikan mengenai tubuh itu sendiri. Secara faktual fenomena ini dapat terlihat ketika seseorang wanita India Tamil yang akan menikah dengan menggunakan ukiran Mehendi pada bagian tubuhnya dimana para wanita India Tamil ini memiliki konsep tersendiri mengenai tubuhnya. Begitu juga ketika seorang wanita biasa yang menggunakan ukiran Mehendi ini pada bagian tubuhnya, wanita itu memiliki konsep tersendiri mengenai tubuhnya misalnya dengan pertimbangan alasan nilai estetis atau nilai-nilai keindahan.
Sistem nilai budaya merupakan tingkat yang paling tinggi dan paling abstrak dari adat-istiadat. Hal ini disebabkan karena nilai-nilai budaya itu merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam akal pikiran sebagian besar dari warga sesuatu masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga dan penting dalam hidup sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakat tadi. Ini dapat menjelaskan bahwa nilai dari Mehendi tersebut sangatlah penting dalam pesta pernikahan India Tamil sehingga mereka harus dapat menjaga tradisi ini. Fenomena ini masih dapat terlihat ketika mengukirkan Mehendi pada tubuh perempuan India Tamil pada saat pernikahan. Mehendi adalah salah satu bentuk warisan budaya India Tamil yang masih dijaga dan dipelihara keberadaannya sampai saat ini.
Fenomena saat ini memperlihatkan bahwa saat ini seni Mehendi telah berkembang dari fungsi aslinya dulu pada awalnya seni Mehendi dipergunakan sebagai salah satu rangkaian tradisi dalam pernikahan India kini seni Mehendi ini
(35)
dapat dipergunakan oleh siapa saja dan kapan saja dapat dipakai dan dipergunakan, bahkan saat ini Mehendi bisa dikatakan populer bagi dunia fashion di seluruh dunia. Globalisasi mempengaruhi hampir semua aspek yang ada di masyarakat, termasuk diantaranya aspek budaya yang mana Mehendi tersebar menjadi budaya dunia atau (world culture).
Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini dapat ditelusuri dari perjalanan para penjelajah Eropa Barat ke berbagai tempat di dunia ini (Lucian W. Pye. 1966)4F
5
. Fenomena yang terjadi terhadap fungsi Mehendi saat ini secara tidak langsung karena pengaruh globalisasi, yang mana tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu ke seluruh dunia, ini dapat menjelaskan bahwa budaya seni Mehendi telah menyebar di berbagai belahan dunia dan kini seni Mehendi telah popular di kalangan dunia fashion.
Williams (Strinati, 2007:3) mengatakan bahwa populer dipandang dari sudut pandang orang dan bukannya dari mereka yang mencari persetujuan atau kekuasaan atas mereka. Sekalipun demikian, pengertian awal tidaklah mati. Budaya populer bukan diidentifikasi oleh rakyat tetapi oleh orang lain. Konsep ini dapat menjelaskan bahwa seni Mehendi menjadi populer bukan karena bangsa India sebagai pemilik seni ini, tetapi dikatakan populer ketika orang-orang di luar dari bangsa India dapat menerima kehadiran Mehendi ini sebagai sesuatu yang indah yang dapat mereka nikmati.
5
(36)
Gambaran mengenai popular itu adalah sesuatu yang berkaitan dengan orang kebanyakan atau manusia pada umumnya (common people). Konsep di atas menunjukkan bahwa pengertian popular adalah sesuatu yang dapat diterima secara luas ditengah-tengah masyarakat. Budaya merupakan produk atau hasil pemikiran dan pemahaman manusia yang kemudian menjadi ways of life (gaya hidup) yang bergulir dari generasi ke generasi selanjutnya seperti cara berprilaku, berpakaian, berbahasa, beragama dan ritual-ritual (upacara) lainnya. Budaya merupakan hasil pemikiran panjang manusia, maka di sana ada banyak budaya, karena bahwa sejatinya pikiran manusia dengan kondisi dan lingkungan tertentu akan berbeda dengan pikiran manusia lainnya dengan kondisi dan lingkungan yang juga punya ciri khas tersendiri juga. Budaya populer lebih sering disebut dengan budaya pop yaitu segala apapun yang terjadi di sekeliling hidup manusia setiap harinya, mulai dari pakaian, film, musik, makanan, semuanya termasuk dalam bagian dari kebudayaan populer.
Defenisi dari popular / populer adalah diterimanya oleh banyak orang, disukai atau disetujuinya oleh masyarakat banyak. Sedangkan defenisi budaya adalah satu pola yang merupakan kesatuan dari pengetahuan, kepercayaan serta kebiasaan yang tergantung kepada kemampuan manusia untuk belajar dan menyebarkannya ke generasi selanjutnya. Selain itu, budaya juga dapat diartikan sebagai kebiasaan dari kepercayaan, tatanan sosial dan kebiasaan dari kelompok ras, kepercayaan atau kelompok sosial. Jadi konsep kebudayaan populer adalah satu kebiasaan yang diterima oleh kelompok-kelompok sosial yang terus berganti / berkembang di setiap generasi. Berkembangnya nilai dari seni Mehendi ini yang mana dulunya merupakan salah satu rangkaian tradisi pernikahan bagi bangsa
(37)
India kini telah menjadi popular di kalangan dunia fashion merupakan salah satu bentuk kebudayaan populer yang terjadi saat ini.
Fashion merupakan faktor yang paling mudah diterima oleh masyarakat pada umumnya, karena dunia fashion adalah bidang yang paling sangat cepat berkembang dari masa ke masa. Fashion dapat mudah diserap oleh setiap suku bangsa yang ada di belahan bumi ini. Ini juga dapat menjelaskan Mehendi ini begitu mudah juga untuk dapat diterima oleh masyaraakat dunia tidak terlebih mayarakat Indonesia khususnya perempuan-perempuan yang ada di kota Medan.
1.5. Metode Penelitian
Metode yangdigunakan dalam penelitian ini adalah metode kulitatif yang bersifat deskriptif. Dalam hal ini, peneliti akan mencoba mencari tahu lebih dalam lagi tentang apa itu Mehendi bagi perempuan India Tamil di Kampung Kubur dan bagaimana perkembangannyasaat ini. Dalam penelitian kualitatif, data-data yang didapatkan di lapangan bisa berupa kata-kata maupun tindakan. Data yang berupa kata-kata diperoleh melalui wawancara, sedangkan data yang berupa tindakan-tindakan diperoleh melalui observasi. Adapun teknik penelitian yang digunakan dalam pencaharian data-data di lapangan antara lain :
a. Teknik Observasi
Observasi merupakan salah satu metode yang digunakan dalam penelitian ini. Observasi yang dilakukan peneliti sesuai dengan data yang dibutuhkan. Hal-hal yang menjadi fokus observasi adalah bahan dan alat apa saja yang digunakan untuk dapat melukis Mehendi, bagaimana proses awal dan akhir dalam pelukisan
(38)
Mehendi, dan seperti apa proses transaksi yang terjadi didalamnya, siapa saja orang yang terlibat dalam proses pelukisan Mehendi ini.
b. Teknik Wawancara
Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam (depth Interview). Wawancara mendalam akan terfokus kepada, 1) apa saja yang diketahui perempuan India Tamil mengenai apa itu Mehendi, 2) bagaimana fungsi dan kedudukan Mehendi dalam pernikahan perempuan India Tamil serta tanggapan / asumsi tentang nilai guna Mehendi dalam kehidupan perempuan India Tamil, 3) bagaimana mereka dapat menjaga dan mempertahankan warisan budaya mereka ini kedepan. Pertanyaan ini berpedoman pada interview guide sebagai acuan dalam wawancara.
c. Penentuan Informan
Informan dalam penelitian ini terdiri dari 3, yaitu : Informan pangkal, Informan Kunci atau pokok dan Informan Biasa. Dalam hal ini peneliti mengklasifikasikan beberapa informan kedalam kategori-kategori. Oleh karena itu, yang menjadi kategori Informan Pangkal adalah Kepala Lingkungan gang batik keris dan Kepala Lurah. Informan pokok atau kunci merupakan informan yang dianggap mempunyai pengetahuan yang lebih mengenai Mehendi ini, peneliti memilih berdasarkan kategori-kategori yang telah dibuat yaitu, perempuan India yang telah menikah dan para pelukis Mehendi yang banyak mengetahui tentang Mehendi ini dan juga perempuan biasa yang menggunakan seni Mehendi ini, sedangkan yang menjadi informan yang menjadi Informan biasa adalah orang-orang yang memberikan informasi mengenai suatu masalah sesuai
(39)
dengan pengetahuannya. Informan biasa dalam penelitian ini adalah perempuan biasa atau yang bukan orang India asli.
1.6. Teknik Analisis Data
Peneliti bisa melakukan analisis data ketika sedang melakukan wawancara dan observasi di lapangan. Hal ini berarti bahwa analisis data tidak hanya dilakukan pada saat setelah pulang dari lapangan saja akan tetapi di lapangan peneliti sudah mulai mengklasifikasikan data yang didapat.
Setelah pulang dari lapangan, peneliti akan menganalisa data yang sudah didapat dari lapangan dengan mengumpulkan data yang sejenis kedalam kategori-kategori yang telah ditentukan (mengklasifikasikan yang sejenis). Setelah itu, peneliti akan memeriksa ulang data untuk kelengkapan data. Data yang diperoleh dari lapangan kemudian dianalisis secara kualitatif. Data-data yang akan ditulis diperkuat dengan data kepustakaan yang berupa teori-teori. Dalam menulis dan menganalisis, peneliti juga menambahkan data-data berupa hasil observasi yang peneliti dapat pada saat berada di lapangan sebagai penguat data hasil wawancara yang telah diklasifikasikan tadi.
(40)
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
2.1. Sejarah Singkat Kedatangan Orang India Tamil di Kota Medan dan Kampung Kubur.
Kedatangan orang-orang India dalam jumlah besar dan hingga sekarang menetap dan membentuk komunitas di berbagai wilayah Sumatera Timur dan khususnya Medan terjadi sejak pertengahan abad ke-14, yaitu sejak dibukanya industri perkebunan di Tanah Deli, mereka ingin mengadu nasib dengan menjadi kuli perkebunan. Menurut catatan Lukman Sinar (2001) pada tahun 1874 dibuka 22 perkebunan dengan memakai kuli bangsa Cina sebanyak 4.476, kuli Tamil 459 orang dan orang Jawa 316 orang. Pada tahun 1873 rombongan pertama orang Tamil yang datang ke Medan sebanyak 25 orang, mereka dipekerjakan oleh Nienhuys, seorang keturunan Belanda sebagai pengusaha perkebunan tembakau yang dikenal sebagai tembakau Deli. Tembakau inilah yang membuat tanah deli menjadi termasyur di dunia Internasional, yang mana pada akhirnya dikenal sebagai “Tanah Sejuta Dollar”. Oleh sebab itu semakin banyak saja para buruh dan tenaga-tenaga kerja yang didatangkan dari India untuk bekerja di Tanah Deli baik sebagai buruh perkebunan, supir, penjaga malam serta buruh-buruh bangunan atau kuli pembuat jalan serta penarik kereta lembu.
Kampung Kubur merupakan salah satu bagian dari deaerah Kampung Keling yang saat ini telah berganti nama menjadi Kampung Madras yang letaknya di sekitar kawasan Jl. Zainul Arifin (dulu bernama Jalan Calcuta). Daerah tersebut merupakan salah satu lokasi pemukiman (tempat tinggal) suku bangsa India Tamil
(41)
di Kota Medan. Pada awalnya Kampung Kubur merupakan tanah wakaf atau tanah pemberian dari Pemerintah Belanda bagi orang-orang keturunan India yang beragama Islam (Muslim).
Daerah ini diberi nama Kampung Kubur oleh penduduk setempat karena pada awalnya daerah ini merupakan sebuah lokasi pekuburan. Lokasi pekuburan ini letaknya berada tepat di belakang Mesjid Gaudiyah. Mesjid ini terletak di jalan Zainul Arifin yang dibangun oleh Perkumpulan Etnis India Selatan yang beragama Islam (South India Muslims Foundation) pada tahun 1887. Masjid Gaudiyah sangat terkenal dengan arsitekturnya bergaya India yang sangat kental, sehingga dari gerbangnya saja orang-orang akan langsung menduga bahwa itu adalah mesjid bergaya India. Dari sebuah tanah wakaf inilah warga India Tamil membentuk sebuah pemukiman, sebab mereka merasa bahwa tanah ini merupakan tanah pemberian yang diberikan pada mereka oleh pemerintah Belanda walaupun hanya sebuah tanah perkuburan, sehingga pada akhirnya mereka menjadikan sebagai sebuah pemukiman akibat tanah atau lahan yang ada di kota Medan telah banyak dihuni atau ditempati oleh warga atau suku bangsa yang lainnya.
2.1.1. Hubungan-Hubungan Sosial yang Dijalin oleh orang India Tamil
Komunitas India Tamil telah hadir dan menjadi bagian yang signifikan dalam perkembangan Kebudayaan di Nusantara sejak beberapa abad yang lalu, terutama disebagian masyarakat yang ada di pulau Sumatera, interaksi mereka sudah panjang dalam bilangan sejarah dengan komunitas masyarakat lokal di Nusantara. Pengaruh kebudayaan India sangat kuat dalam kehidupan bangsa Indonesia sudah menjadi pengetahuan awam dan tidak diragukan lagi, dan proses penyerapan ini juga masih berlangsung hingga hari ini (Y. Subbarayalu, 2002a).
(42)
Di Sumatera Utara kehadiran orang-orang India sudah terekam dalam sebuah prasasti bertarik 1010 saka atau 1088M tentang perkumpulan pedagang Tamil di Barus yang ditemukan pada tahun 1873 di Situs Lobu Tua (Barus), sebuah kota purba di pinggir pantai Samudera Hindia.
Pada abad ke-11 Masehi sekumpulan orang Tamil telah tinggal di Sumatera secara permanen atau semi permanen, mereka adalah para tukang-tukang yang mahir mengukir prasasti. Keberadaan kaum pedagang Tamil pada abab ke-11 di pantai barat Sumatera terdesak oleh kekuatan armada pedagang-pedagang dari Arab/Mesir (Oragma Putrom, 1979). Orang India Tamil yang terdesak dari Barus kemudian terasimilasi dengan Suku Karo yang tinggal di Dataran Tinggi Tanah Karo, kemudian akhirnya adanya perkawinan campuran antara orang India Tamil dengan Suku Karo hingga menjadi keturunan marga (klen) Sembiring yang terbagi lagi menjadi sub yang lebih kecil seperti (Maha, Meliala, Brahmana, Depari), Sinulingga, Pandia, Colia, Capah dan sebagainya. Kehadiran India Tamil juga berada di Nanggroe Aceh Darussalam, kini mereka telah menyatu sebagai warga Aceh tulen, berbahasa dan beradat istiadat Aceh. Di daerah Mandailing Natal dan Tapanuli Selatan keberadaan mereka dapat dilihat dari peninggalan Candi di daerah Portibi, Saba Biara di Simangambat. Dalam segi bahasa juga India Tamil dapat memberikan istilah seperti ‘banua holing’, ‘tumbaga holing’ , ‘pijor holing’, dan lain sebagainya. Tetapi kedatangan orang-orang India dalam jumlah besar hingga sekarang menetap dan membentuk komunitas di Wilayah Sumatera khususnya medan sejak pertengahan abad ke-19, yaitu sejak dibukanya Industri Perkebunan di Tanah Deli. Migran dari India yang
(43)
datang untuk berdagang antara lain adalah orang-orang dari India Selatan (Tamil Muslim) dan juga orang Bombay serta Punjabi.
Selain mereka yang didatangkan oleh perusahaan-perusahaan perkebunan sebagai kuli, ada juga orang-orang India lain yang datang ke Medan untuk berpartisipasi memajukan beberapa sektor usaha di Kota Medan, seperti kaum Chehtiars atau Chethis (yang berprofesi sebagai pembunga uang, pedagang dan pengusaha kecil), kaum Vellalars dan Mudaliars (Kasta petani yang juga terlibat dalam usaha dagang), kaum Sikh dan orang-orang Uthar Pradesh. Selain itu juga terdapat orang-orang Sindi, Telegu, Bamen, Bujarah, Meratti (maha Rasthra), dan lain-lain (Lubis, 2009). Tetapi pada umumnya orang-orang Indonesia tidak dapat mengenali secara pasti perbedaan-perbedaan dari orang-orang India. Orang Indonesia lebih sering menyebut mereka sebagai orang Keling. Orang-orang Punjabi yang beragama Sikh biasanya bekerja sebagai penjaga keamanan, pengawal di Istana dan kantor-kantor, penjaga tokoh dan lain-lain. Sementara orang Sikh yang bekerja di perkebunan juga bertugas sebagai penjaga malam dan pengantar surat juga memelihara ternak sapi untuk memproduksi susu yang saat ini kita ketahui orang Sikh lah yang menjual susu sapi di Kota Medan.
Ada banyak istilah yang digunakan untuk memanggil orang keturunan India, ada yang memanggil dengan istilah Keling atau Hulia yang biasanya digunakan untuk memanggil keturunan India Tamil, ada juga istilah Benggali untuk menyebut mereka yang penganut Sikh. Saat ini, keturunan India yang ada di kota Medan bukanlah mereka yang datang langsung dari India, tetapi mereka adalah generasi yang ketiga atau keempat dari pendatang pada awalnya. Keturunan India saat ini menolak disebut bangsa India, karena mereka
(44)
menganggap mereka sudah lahir di Indonesia dan menjadi warga Negara Indonesia. Seperti menurut salah satu pengakuan informan ( Nirmala Rauter, 50 Tahun) mengatakan bahwa :
“Kebudayaan saya memang India, tapi saya orang Indonesia”.
Dari pernyataan salah seorang dari keturunan India dapat menjelaskan bahwa mereka lebih mampu beradaptasi dengan penduduk pribumi dibandingkan warga keturunan Cina. Dalam pandangan kaum awam, warga keturunan di Medan cenderung eksklusif dan relatif kurang bergaul dengan penduduk pribumi. Sementara pada awalnya orang-orang Cina yang datang ke Medan juga sebagai kuli perkebunan, tetapi kemudian saat ini telah berkembang menjadi satu kelompok yang menguasai perekonomian.
Sementara orang-orang keturunan India yang juga datang dalam kurun waktu yang sama dan dengan status yang sama, tetapi tidak memperlihatkan kemajuan penguasaan ekonomi semaju yang diraih orang Cina.
2.1.2. Hubungan Sosial di Bidang Keagamaan
Adaptasi yang dilakukan oleh warga Tamil pasti akan menimbulkan hubungan sosial di tengah masyarakat di Kampung Kubur, hubungan sosial tersebut diantaranya adanya hubungan di bidang keagamaan. Hubungan tersebut dengan sendirinya akan muncul di tengah masyarakat akibat faktor kesamaan dari agama yang mereka yakini. Tetapi sejauh ini tidak ada organisasi yang dapat menghimpun warga Tamil dalam satu kesatuan. Mereka pada umumnya lebih terikat oleh kesatuan berdasarkan agama, terutama dikalangan penganut Hindu, Budha dan Katolik. Sementara mereka yang beragama Islam (Muslim) lebih
(45)
cenderung melebur menjadi komunitas muslim dimana mereka tinggal atau bermukim.
Adapun bentuk beradaptasi yang dilakukan warga Tamil di Kota Medan dalam bidang keagamaan adalah bagi penganut agama Hindu mereka terhimpun dalam satu wadah yaitu Kuil yang terdapat di Kota Medan. Semua penganut Hindu yang juga bukan dari Warga Tamil saja secara kultural menyatu dalam suatu perhimpunan Shri Mariamman Kuil. Shri Mariamman Kuil ini terletak di daerah Kampung Madras dimana kuil ini dibangun pada tahun 1884. Kuil Shri Mariamman merupakan sebuah payung atau tonggak bagi kuil-kuil lain yang terdapat di Kota Medan.
Hampir semua kuil yang dibangun warga Tamil di Kota Medan menggunakan nama Shri Mariamman, yang mana ini juga menghimpun pemuda-pemudi yang aktif di kuil dalam sebuah perhimpunan muda-mudi kuil. Bagi warga Tamil yang beragama Budha mereka terhimpun dalam suatu wadah yaitu Vihara dan Organisasi yang disebut Adi-Dravida Sabah, sementara untuk kaum remaja mereka tergolong kedalam sebuah organisasi bernama muda-mudi Budha Tamil. Kaum Budha Tamil juga memiliki sejumlah Vihara sebagai tempat beribadah, diantaranya adalah Vihara Badhi Gaya dan Vihara Lokasanti yang berada di Kampung Anggrung serta Vihara Ashoka yang berada di Kawasan Polonia, dan sejumlah Vihara di tempat-tempat lain. Kaum Budha Tamil secara kelembagaan menyatu dalam suatu wadah Perwalian Umat Budha Indonesia (Walubi) yang berpusat di Vihara Borobudur.
(46)
Warga Tamil Katolik memiliki sebuah gereja Katolik yang dibangun pada tahun 1912, yang anggotanya sebagian besar tergolong Tamil Adi – Dravida. Tengku Lukman Sinar (2001:76) menyebutkan bahwa sejak tahun 1912 telah ada missionaris Katolik Khusus untuk orang-orang India Tamil di Medan ada juga sebuah gereja lain yang dibangun pada tahun 1935 oleh seorang Pastor Reverend Father James (Sami, 1980:83). Ada juga Warga Tamil Kristen dan Katolik yang bermukim di sebuah lokasi yang disebut Kampung Kristen. Pastor James Bharata Putra datang ke Indonesia pada tahun 1967 dan bertugas di Medan sejak 1972, saat itu Pastor James Bharata Putra pernah mendirikan sekolah khusus untuk orang-orang India Tamil yang miskin dengan nama Lembaga Sosial dan Pendidikan Karya Dharma.
Namun saat ini sekolah itu telah di ambil oleh Yayasan Don Bosco, dan menjadi sebuah sekolah dasar dengan St. Thomas, kemudian Pastor James membeli sebidang tanah di kawasan Tanjung Selamat pada 1979 yang direncanakan untuk tempat pemukiman baru bagi orang-orang Tamil Katolik yang tinggal disekitar Jl. Hayam Wuruk. Pada tahun 2001 Pastor James juga membangun sebuah Kapel untuk umat Tamil Katolik, yang kemudian diresmikan oleh Uskup Agung Medan yaitu Mgr. A.G.P Batubara, OFM, Cap dan disebelah banguan Kapel itu sekarang berdiri sebuah gedung yang dibangun dengan nama Graha Bunda Man Annai Velangkani. Bagi warga Tamil beragama Islam atau muslim sejak 1887 sudah memiliki sebuah Lembaga Sosial yang bernama South Indian Moslem Foundation and Welfare Comitte pada zaman Kesultanan Deli Warga Tamil yang beragama Islam (Muslim) mendapat 2 (dua) bidang tanah dari Sultan Deli, yang mana 2 (dua) bidang tanah ini diberikan khusus untuk tempat
(47)
membangun Mesjid dan perkuburan bagi warga Tamil Islam (Muslim) di Kota Medan.
Sementara lembaga Sosial South Indian Moslem Foundation and Walfare Comitter membangun 2 (dua) buah mesjid, satu terletak di Jalan Kejaksaan Kebun Bunga dan satu lagi di Jl. Zainul Arifin. Tanah wakaf atau tanah perkuburan yang diberikan oleh Sultan Deli tersebut berada dilokasi kebun bunga cukup luas sekitar 4000 meter persegi sedangkan lokasi Mesjid Gaudiyah memiliki luas sekitar 1000 meter persegi. Saat ini sebagian dari tanah wakaf yang berada di mesjid Gaudiyah dimanfaatkan untuk lokasi pembangunan ruko yang disewakan kepada orang lain dan kemudian uangnya digunakan untuk kemakmuran mesjid dan meyantuni kaum Muslim Tamil yang miskin. Sampai sekarang yayasan yang menaungi mesjid itu terus dilakukan dan saat ini telah di urus oleh oleh Keturunan Tamil Muslim.
Pada tahun 1970-an setiap tahunnya dilakukan Perayaan hari besar keagamaan yang menghadirkan orang-orang Tamil Muslim di seluruh kota Medan bahkan warga Tamil yang tinggal di Tebing Tinggi hingga Pematang Siantar. Kesempatan seperti ini juga sekaligus dijadikan sebagai forum silahturahmi bagi warga Tamil Muslim. Namun perayaan seperti ini saat ini sudah tidak pernah lagi berlangsung. Selain dalam hubungan sosial yang berbasis keagamaan yang disebutkan di atas, tetapi pada tahun 1960-an terdapat sejumlah organisasi yang bertujuan mempromosikan kebudayaan dan pendidikan Tamil, diantaranya adalah The Deli Hindu Sabah, Adi-Dravida Hindu Sabah, Khrisna Sabah yang bergerak di bidang keagamaan, sosial dan aktifitas Kebudayaan (Mani, 1980:63)
(48)
Juga ada The Indian Boy Scout Movement, Indonesian Hindu Youth Organization, dan North Sumatera Welfare Association dan lain-lan.
Pada masa sekarang ini hampir semua organisasi sosial tersebut sudah tidak aktif lagi. Tetapi sampai saat ini masih bisa kita menemukan beberapa Lembaga Pendidikan yang dikelola oleh orang Tamil di kota Medan, antara lain Perguruan Raksana dan Lembaga Kursus Bahasa Inggris Harcourt International yang memiliki 5 buah cabang di kota Medan. Tetapi sebuah keprihatinan muncul di kalangan generasi tua Tamil saat ini melihat kenyataan bahwa semakin lama warga Tamil kehilangan identitas kebudayaan Tamil. Sebagian besar generasi muda Tamil tidak bisa berbahasa Tamil, bahkan orang tua juga banyak tidak mampu lagi menggunakan bahasa Tamil di lingkungan keluarga. Pelaksanaan peribadatan di kuil-kuil Hindu saat ini juga tidak lagi sepenuhnya dilakukan menurut ketentuan penggunaan mantra-mantra yang berbahasa Tamil maupun sansekerta, bahkan sebuah upacara penyucian kuil (Kumbhabisegam) yang dilakukan di Shri Mariamman Kuil yang berada di Kampung Durian pada tanggal 13 Juli 2003 harus di pimpin oleh Pendeta yang khusus diundang dari Malaysia (Lubis, 2009).
2.2. Lokasi-lokasi pemukiman orang Tamil di Kota Medan.
Pada masa Kolonial orang-orang Tamil bermukim di sekitar lokasi-lokasi Perkebunan yang ada disekitar Kota Medan dan Sumatera Timur. Tetapi setelah masa kemerdekaan, warga Tamil bediam disekitar kota, yaitu disekitar kota Medan, Binjai, Lubuk Pakam dan Tebing Tinggi. Pemukiman warga Tamil yang tertua di kota Medan terdapat ditempat yang dulu dikenal dengan nama Kampung
(49)
Madras., yaitu di kawasan Jl. Zainul Arifin (yang dulunya bernama Jalan Calcutta), tetapi kawasan ini lebih sering dikenal dengan sebutan Kampung Keling. Lokasi perkampungan warga Tamil terletak di pinggiran Sungai Babura yaitu sebuah sungai yang membelah kota Medan merupakan jalur utama transportasi di masa lampau.
Pada saat sekarang ini pemukiman orang Tamil sudah menyebar di sejumlah tempat di seluruh Medan dan sekitarnya, seperti tabel berikut ini.
Tabel Pemukiman Orang Tamil di Kota Medan dan Sekitarnya.
No. NAMA LOKASI MAYORITAS AGAMA
1. Jl. Teratai dan Jl. Dr. Cipto Hindu, Budha
2. Kesawan Hindu, Islam
3. Pondok Seng (Jl. T. Cik Ditiro) Dulunya Kristen, Budha, Hindu
4. Kebun Bunga Hindu, Islam
5. Kampung Keling / Desa Madras Hulu Hindu
6. Kampung Kubur Hindu, Islam, Budha, Kristen
7. Jl. Taruma / Kediri Hindu
8. Komplek Jl. Kangkung / Orang Telenggu Hindu, Budha
9. Kampung Anggrung / Jl. Polonia / Gang A, B, C,
D, E / Jl. Karya Kasih
Hindu, Budha, Islam, Katolik
10. Pantai Burung, Kampung Aur, Sukaraja, Kebun
Sayur / Dekat Kowilhan : Jl. Mangkubumi
Hindu, Budha, Kristen, Islam
11. Jl. Pasundan, Jl. PWS, Sikambing, Jl. Sekip Hindu, Budha
12. Kampung Durian / Medan Timur Hindu
13. Jl. S. Parman / Gg. Pasir, Gg. Sauh / Jl. Hayam
Wuruk, Pabrik Es (Jl. S.Parman / dkt St. Thomas)
Budha, Hindu, Kristen
14. Jl. Malaka, Jl. Gaharu, Jl. Serdang Hindu
15. Glugur, Jl. Bilal, Pulo Brayan / Lr. 7, 21 , 22, 23,
Sampali, Mabar
Hindu, Budha
16. Pasar III Pd Bulan, Jl. Sei Serayu Karang Sari
Polonia, Tanjung Sari, Medan Sunggal
Hindu, Budha, Islam
(50)
No. NAMA LOKASI MAYORITAS AGAMA
18. Kampung Lalang, Diski Katolik, Hindu, Budha
19. Kuala Berkala, Tuntungan / Pondok Keling
(Daerah Kebun)
Islam, Hindu
20. Binjai / Timbang Langkat Hindu, Budha, Islam
21 Langkat / Padang Cermin (daerah kebun), Tj.
Beringin, Tanjung Jati (daerah kebun), Tanjung Pura
Hindu, Islam
22 Lubuk Pakam, Batang Kuis Hindu, Budha, Islam
23 Tebing Tinggi / Kampung Keling Hindu, Budha, Islam
24 Perumbukan / Deli Serdang Hindu, Islam
25 Kisaran / Asahan Hindu
Sumber data : Makalah dalam Seminar Nasional Kebudayaan Etnis India Tamil di Sumatera Utara diselenggarakan oleh Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-ilmu Sosial Lembaga Penelitian Universitas Negeri Medan (PUSSIS-UNIMED), di Medan 28 Mei 2009.
2.3. Komunitas India Tamil di kampung Kubur
Kampung Kubur merupakan salah satu bagian dari daerah Kampung Keling yang saat ini telah berganti nama menjadi Kampung Madras yang letaknya berada di sekitar kawasan Jl. Zainul Arifin (dulu bernama Jalan Calcutta). Daerah tersebut merupakan salah satu lokasi pemukiman (tempat tinggal) suku bangsa India Tamil yang mana daerah ini dulunya merupakan sebuah tanah wakaf atau tanah pemberian dari pemerintah Belanda bagi orang – orang keturunan India yang beragama Islam (muslim).
(51)
Foto 1
Foto 2
(52)
Daerah ini diberi nama Kampung Kubur oleh penduduk setempat karena pada awalnya daerah ini hanya merupakan lokasi pekuburan bagi keturunan India yang beragama Islam (muslim). Oleh sebab itu kemudian daerah ini diberi nama Kampung Kubur karena tempat ini telah berubah menjadi sebuah pemukiman (tempat tinggal). Lokasi pekuburan ini berada tepat dibelakang mesjid Gaudiyah yang mana dulunya merupakan tempat beribadah bagi orang – orang keturunan India yang beragama Islam, tetapi saat ini mesjid ini dapat di pergunakan bagi siapa saja masyarakat Kampung Kubur yang beragama Islam (muslim).
Penduduk Kampung Kubur pada awalnya ditempati oleh orang – orang keturunan India yang beragama Islam (muslim), seiring dengan perjalanan waktu hingga saat ini daerah Kampung Kubur telah dihuni oleh beragam suku bangsa. Walaupun demikian, penduduk yang paling dominan adalah orang – orang dari keturunan India seperti India Tamil bila dibandingkan dengan orang – orang dari keturunan suku bangsa yang lainnya.
Suku bangsa yang ada di daerah Kampung Kubur ini terdiri dari suku bangsa India Tamil, Cina, Padang, Melayu, Jawa, Mandailing, Batak, dan Betawi, dalam 1 (satu) Kelurahan terdapat 17 Lingkungan. Suku bangsa India Tamil di daerah Kampung Kubur cukup lumayan banyak sekitar 60 KK (Kepala Keluarga). Suasana kehidupan di daerah Kampung Kubur ini selalu ramai, sebab tempat pemukiman ini sangat padat penduduknya yang mana jarak antara rumah yang satu dengan yang lainnya hanya berjarak sekitar 2 meter saja. Letak rumah mereka saling berhadapan, suasana keakraban antar multi etnis dapat terlihat ketika sore.
(53)
Pada saat itu masyarakat yang tinggal di Kampung Kubur ini selalu berkumpul atau mungkin hanya untuk sekedar berbicara atau bercanda di depan rumah di sekitar tempat tinggal mereka, tidak jarang ditemui ibu – ibu keturunan India Tamil berbicara dan bercanda dengan ibu – ibu keturunan orang Cina (Tionghoa) begitu juga suku bangsa yang lainnya yang bermukim di daerah Kampung Kubur tersebut. Tidak hanya ibu – ibunya saja yang dapat melakukan hal yang sama tetapi anak – anaknya juga dapat menyatu dan berbaur dengan anak –anak yang berbeda budaya dan suku bangsa di antara satu sama lain yang tinggal di daerah tersebut, mereka dapat saling menerima kekurangan dan kelebihan mereka masing – masing dalam berinteraksi. Berikut merupakan gambar lokasi Kampung Kubur:
(54)
Foto 7 Foto 8
Foto 9 Foto 10
Wilayah Kampung Kubur terletak di Kota Medan tepatnya di daerah Kelurahan Petisah Tengah Kecamatan Medan petisah. Batas – batasnya antara lain:
Sebelah Timur berbatasan dengan Lingkungan 3 (tiga) Kelurahan Petisah Tengah
(55)
Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Madras Hulu Kecamatan Medan Petisah
Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Petisah Hulu Kecamatan Medan Petisah
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Petisah
Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi di daerah Kampung Kubur sebagai salah satu lokasi yang mewakili daerah pemukiman (tempat tinggal) suku bangsa keturunan India Tamil di kota Medan. Jumlah luas areal di daerah Kampung Kubur sekitar 127 hektar, terdiri dari luas pemukiman sekitar 13 hektar, kuburan 0,5 hektar, pekarangan 3 hektar, taman 0,5 hektar, dan prasarana umum 100 hektar.
Dari segi ekonomi orang – orang India Tamil hampir semua bermata pencaharian sebagai pedagang. Di daerah Kampung Kubur sendiri, hampir semua penduduk keturunan India tamil yang tinggal bermata pencaharian sebagai pedagang, baik pedagang rumahan atau disebut dengai kedai ada juga pedagang makanan yang berada di sekitar kawasan Jl.Zainul Arifin. Orang India Tamil yang tinggal di kampung Kubur umumnya berjualan makanan seperti martabak, burger, mie goreng, sate, nasi goreng, mie balap, bubur candil dan lain – lain. Orang – orang India tamil yang berdagang di rumah biasanya barang dagangannya berupa makanan atau jajanan anak kecil, sebab di daerah Kampung Kubur ini banyak sekali terdapat anak – anak kecil dari berbagai suku bangsa. Tetapi tidak jarang juga orang – orang India Tamil bermata pencaharian dari hasil Salon, Laundry dan ada juga yang hanya sebagai tukang parkir.
(56)
Foto 11 Foto 12
(57)
Foto 15 Foto 16
2.3. Kependudukan dan Komposisi berdasarkan Suku bangsa, Agama, dan Pendidikan
Penduduk daerah Kampung Kubur dihuni oleh beberapa suku bangsa, yakni: suku bangsa India Tamil, Cina, Padang, Melayu, Jawa, Mandailing, Batak, Betawi. Orang – Orang India Tamil merupakan penduduk yang pertama kali menempati daerah Kampung Kubur sebab dulunya tanah ini merupakan tanah wakaf atau tanah pemberian bagi orang – orang keturunan India Tamil yang beragama Islam atau muslim sementara suku bangsa yang lainnya merupakan kelompok masyarakat pendatang. Saat ini penduduk daerah Kampung Kubur mayoritas bersuku bangsa India Tamil. Suku bangsa India Tamil memiliki jumlah yang paling banyak disebabkan oleh suku bangsa yang menempati daerah Kampung Kubur saat pertama kali adalah suku bangsa India Tamil.
(58)
Komposisi penduduk di kampung Kubur berdasarkan suku bangsa dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
TABEL 1
Komposisi Pendduduk Berdasarkan Suku Bangsa di Kampung Kubur
No. Suku Bangsa Jumlah (Jiwa) Persentasi(%)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Tamil Nias Melayu Minang Mandailing Batak Jawa Aceh Cina 9700 Jiwa 57 Jiwa 636 Jiwa 840 Jiwa 974 Jiwa 406 Jiwa 995 Jiwa 195 Jiwa 1307 J iwa
( 64,2) ( 0,3 ) ( 4,2 ) ( 5,5 ) ( 6,4 ) ( 2,7 ) ( 6,5 ) ( 1,3 ) ( 8,6 )
Jumlah 15.110 Jiwa 100
Sumber : Data Lingkungan I kampung Kubur 2009
Berdasarkan pada tabel di atas komposisi penduduk berdasarkan suku bangsa di Linkungan I Kampung Kubur yang terbanyak adalah suku – suku bangsa keturunan negara asing seperti India Tamil dan Cina akan tetapi suku yang paling mendominasi adalah suku bangsa keturunan India Tamil. Disusul dengan suku bangsa lainnya yang di anggap pendatang seperti suku Batak, Nias, Melayu, Minang, Mandailing, Karo, Jawa dan Aceh. Suku bangsa India Tamil memiliki jumlah yang paling banyak di akibatkan suku bangsa India Tamil merupakan masyarakat yang pertama kali menempati daerah Kampung Kubur sejak Belanda
(1)
tubuhnya terdapat tato berlambangkan hewan dari situlah niat itu muncul untuk mencoba mencari peruntungan berdasarkan hobinya itu. Awalnya memang usahnya tidak terlalu lancar, sebab saat itu belum banyak orang yang berani untuk menggunakan tato pada bagian tubuhnya sebab takut dianggap berandalan atau seseorang yang pribadinya tidak baik, tetapi seiring perkembangan waktu kini orang sudah tidak takut lagi untuk memakai tato mereka berani untuk mengekspresikan dirinya dengan memakai tato karena saat ini tato di pandang sebagai hasil seni bukan sesuatu yang tidak baik sehingga semakin banyak orang yang berani untuk memakai tato pada salah satu bagian tubuhnya tidak hanya laki-laki bahkan perempuan pun sudah banyak yang memakai tato, tato memang mempunyai daya tarik tersendiri banyak corak atau ragam bahkan lambang yang dihasilkan sehingga setiap hari peminta tato semakin bertambah jadi semakin meningkat pula pendapatannya bersama dengan temannya untuk usaha yang mereka jalankan berdua cukup memuaskan, pendapatan yang mereka berdua terima biasanya dalam sehari bisa berkisar antara Rp. 300.000 bahkan sampai Rp. 600.000/hari apalagi bila seorang yang ingin dilukiskan tato sekalian dengan piersingnya maka hasil yang diterima semakin banyak. Harga yang ditetapkan untuk sebuah ukiran tato harus berdasarkan bentuk dan ukiran tato, kalau bentuknya kecil dan ukirannya tidak terlalu sulit dia biasanya mempatokkan harga sekitar Rp. 30.000 rupiah dan untuk ukuran besar dan ukirannya sedikit rumit bisa sekitar Rp. 50.000-60.000 rupiah. Tetapi kini sejak orang-orang telah banyak mengenal Mehendi yaitu tato yang berasal dari India ini, para pelanggan yang datang padanya dan biasanya para perempuan tidak lagi mencari ukiran-ukiran tato yang pada umumnnya seperti kupu-kupu, lumba-lumba, ular naga,
(2)
perempuan cantik, salib, lambang playboy (kelinci) dan masih banyak lagi tetapi mereka banyak datang untuk dibuatkan ukiran Mehendi, awalnya saya memang tidak memilik buku khusus tentang ukiran Mehendi dan saya juga tidak pernah belajar khusus untuk membuat ukiran Mehendi ini karena memang dari awal saya tidak mengetahui tentang Mehendi ini sebab saya bukan dari keturunann India wajar saya tidak mengetahuinya dan juga niat saya dari awal hanya untuk membuat ukiran tato yang pada umumnya saja walaupun bahan yang saya gunakan hanya untuk bahan tato sementara tetapi karena pelanggan saya banyak yang datang untuk dibuatkan ukiran Mehendi terpaksa saya menerimanya daripada pelanggan saya lari semuanya hanya gara-gara saya tidak menerima permintaan mereka sehingga secepatnya saya membeli buku tentang ukiran tato Mehendi yang memang kini sudah banyak di jual di pasaran. Besoknya saya mencoba belajar membuat ukiran Mehendi berdasarkan dari buku yang saya beli kemarin dan hasilnya lumayan bagus, saya pikir untuk membuat ukiran Mehendi sangat sulit tetapi setelah saya coba saya bisa melakukannya mungkin saya bisa melakukannya karena memang pekerjaan saya sebagai pelukis tato jadi menurut saya tidak terlalu sulit saya melakukan hal itu kemudian setelah itu ada pelanggan yang datang pada saya untuk dibuatkan tato ukiran Mehendi saya langsung menerimanya saya memperlihatkan buku tentang ukiran tato Mehendi setelah dia memilih yang mana dia suka saya langsung membuatkannya dan hasilnya memang bagus pelanggan saya sangat puas dengan hasil yang saya buat, harga yang saya tetapkan untuk ukiran tato Mehendi ini berbeda dengan harga tato pada umumnya untuk ukiran Mehendi biasanya dihitung berdasarkan bentuk ukirannya kalau polanya rumit saya menetapkan harga sekitar Rp.
(3)
80.000-100.000 rupiah dan kalau untuk ukiran yang tidak terlalu rumit hanya sekitar Rp. 40.000-50.0000 rupiah harga yang saya tetapkan tidak terlalu mahal sebab apabila mereka mendatangi para pelukis Mehendi yang memang asli keturunan India mereka mungkin bisa dikenakan harga sekitar Rp. 150.000-200.000 rupiah. Sejak saat itu memang pelanggan saya yang datang kepada saya bertambah banyak mungkin karena mereka telah mendengar atau melihat dari teman-teman mereka yang sudah saya buatkan ukiran Mehendi sebelumnnya. Saya merasa bersyukur juga dengan adanya Mehendi ini sebab memang pendapatan saya lebih sedikit bertambah banyak dari sebelumnnya dan mungkin saya akan tetap mengembangkan usaha tato Mehendi ini karena melihat banyaknya permintaan tetapi saya juga tidak meninggalkan ukiran tato yang biasanya karena masih ada saja dari pelanggan saya yang mencarinya walaupun untuk ukiran Mehendi yang lebih banyak. Seperti menurut pengakuan beni :
“kini orang-orang yang datang padanya lebih banyak perempuan yang ingin di ukirkan tato Mehendi daripada ukiran tato yang pada biasanya, sejak saat itu omset (pemasukannya) semakin bertambah. Dia merasa sangat beruntung dengan adanya Mehendi ini sebab ternyata banyak juga orang Indonesia yang tertarik untuk memakainya.”
Para pelanggan yang datang padanya biasanya para pemuda, mahasiwa, dan orang-orang yang bekerja di sektor informal seperti pegawai swata tetapi semuanya memang asli warga Indonesia walaupun yang datang kepadanya banyak dibuatkan ukiran Mehendi kalau untuk para lelakinya mereka sampai saat ini masih mencari ukiran tato yang pada umumnya seperti bentuk hewan atau lambang-lambang sepert lambang metal dan masih banyak lagi, menurut pengakuan para lelakinya mereka lebih suka terhadap ukiran tato yang pada umumnya karena lebih kelihatan laki-lakinya daripada tato ukiran Mehendi yang
(4)
memang ukiran itu cocok dipakai oleh perempuan karena lebih bersifat kewanitaanya. Sehingga mereka masih tetap dengan selera mereka ini. Dari jumlah pelanggan Beni yang datang sampai saat, dia berkeinginan untuk dapat membuat studio tato untuk kedepannya sehingga para pelangganya merasa puas dan tidak berkurang jumlahnya sebab ini bisa saja terjadi mengingat lokasi yang menjadi tempatnya melukis tato ini hanya di sekitar pinggir jalan yang mana tempatnya terbuka jadi bila ada hujan ataupun panas dapat mengurangi pendapatannya, misalnya kalau hujan datang mana ada orang yang mau dibuatkan tato hujan-hujanan dan bila terkena air tato yang dibuatnya bisa hancur karena untuk membuat tato itu butuh proses pengeringan agar hasilnya bagus dan kalau misalnya matahari sangat panas kasian para pelangganya karena tidak ada atap atau tenda yang menghindari mereka dari panas matahari jadi terkadang para pelanggan yang datang malas untuk dibuatkan tato. Jadi seandainya dia sudah punya modal yang cukup dia berusaha untuk membuka studio tato dan dapat memuaskan para pelanggannya sehingga para pelanggannya tidak lari atau berkurang.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Irwan. 2006. Kontruksi dan Reproduksi kebudayaan, Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Arikunto, Suharsimi. 1997. Prosedur penelitian (Suatu Pendekatan Praktek), Jakarta : PT. Rineka Cipta
Koentjaraningrat, 1980. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: PT. Dian Rakyat Cetakan Ke-4
..., 1981. Pengantar Antropologi. Jakarta: Penerbit PT. Rineka Cipta ---, 1987. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: Penerbit UI-Pres Kumar, Siwa. 2009. Etnik Tamil Hindu. Skripsi Sarjana FISIPOL-USU. Tidak
diterbitkan
Lubis, Suwardi. 1999. Komunikasi Antar Budaya. Medan: USU Press
Moleong, Lexy. J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Nurhabsyah, 2008. Rekontruksi Identitas Etnik Pada Kelompok Komunitas Etnik Mandailing di Kota Medan. Pasca Sarjana UNIMED
Sinar, Lukman. 2007. Sejarah Medan Tempo Doelo: Medan Perwira
Strinati, Dominic. 2007. Popular Culture Pengantar Menuju Teori Budaya Populer, Yogyakarta : Jejak
Sudjoko. 2001. Pengantar Seni Rupa. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Synnott, Anthony. 2007. Tubuh Sosial Simbolisme: Diri, dan Masyarakat,
(6)
Sumber dari internet:
Lubis Zulkifli, 06 Juni 2009, komunitas Tamil Dalam Kemajemukan Masyarakat di Sumatera Utara (diakses 26 November 2009)
Sumber dari majalah/artikel:
Artikel Model penelitian Metode Kualitatif. Dikompilasi oleh Zulkifli Lubis, tahun 2007.