Hubungan motivasi belajar kewirausahaan dan tingkat pendidikan orang tua dengan jiwa kewirausahaan pada siswa siswi kelas XI SMK Negeri di Kabupaten Sleman Yogyakarta
HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR KEWIRAUSAHAAN
DAN TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA DENGAN JIWA
KEWIRAUSAHAAN PADA SISWA-SISWI KELAS XI SMK
NEGERI DI KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi
Oleh:
Bagas Galih Saputra
NIM : 131334015
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2017
(2)
i
HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR KEWIRAUSAHAAN
DAN TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA DENGAN JIWA
KEWIRAUSAHAAN PADA SISWA-SISWI KELAS XI SMK
NEGERI DI KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi
Oleh:
Bagas Galih Saputra
NIM : 131334015
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2017
(3)
HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR KEWIRAUSAHAAN
DAN TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA DENGAN
JIW
A
KEWIRAUSAHAAN PADA SISWA-SISWI KELAS XI SMK
NEGERI DI KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA
Telah diseiujui oleh :
Pembimbing
Tanggal18 Mei 2017
(4)
HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR KEWIRAUSAHAAN DAN TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA DENGAN JIWA
KEWIRAUSAHAAN PADA SISWA-SISWI KELAS XI SMK NEGERIDlKABUPATENSLEMANYOGYAKARTA
Dipersiapkan dan ditulis oleh: Bagas Galih Saputra
NIM: 131334015
Sekretaris : Natalina Premastuti Brataningrum S.Pd., M.Pd. Ketua : Ignatius Bondan Suratno S.Pd:, M.Si.
Tanda tangan
ONセGNセNj
4JlL-___
...Hセ .... Telah dipertahankan di depan Panitia Pengujipada tanggal 15 Juni 2017 dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji, Nama Lengkap
: Drs. px. Muhadi, M.Pd.
: Drs. Bambang Purnomo, S.E., M.Si. : Dr. S. WidanartoPrijowuntato, S.Pd., M.Si. Anggota
Anggota Anggota
(5)
iv
PERSEMBAHAN
Dengan penuh kasih dan sukacita Karya ini saya persembahkan untuk:
† Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria, yang telah memberikan berkat dan kelancaran dalam menyelesaikan skripsi.
† Kedua Orang Tua saya, yaitu Bapak Yoseph Sakimun dan Ibu M M Nana Sri Kristiani, yang telah memberikan dukungan berupa nasehat, doa, dan dukungan materi.
† Kesayanganku Stefani Mega Yuniar Christanti yang telah setia menemani, mendengarkan keluh kesah, memberikan dukungan nasehat, doa dan perhatian.
† Mas Tomi, Mandala, Leo, Yudha, Dasanta, Dorus, Yohanes, Desty, Teti, dll yang sudah memotivasi, menemani dan mendukung selama ini.
† Sahabat dan teman-teman di Pendidikan Akuntansi, terimakasih atas segala dukungan selama 4 tahun ini.
† Kupersembahkan karya ini untuk Almamaterku Universitas Sanata Dharma.
(6)
v
MOTTO
“Jangan pernah kehilangan harapan, hidup memang banyak masalah. Terus berusaha, cari solusinya dan jangan menyerah.”
“nikmati saja prosesnya karena sukses hanya masalah waktu”
“Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.”
(7)
(8)
(9)
viii
ABSTRAK
HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR KEWIRAUSAHAAN DAN
TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA DENGAN JIWA
KEWIRAUSAHAAN PADA SISWA-SISWI KELAS XI SMK
NEGERI DI KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA
Bagas Galih Saputra Universitas Sanata Dharma
2017
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan yang positif dan signifikan antara: 1) motivasi belajar dengan jiwa kewirausahaan; 2) tingkat pendidikan orang tua dengan jiwa kewirausahaan.
Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang dilaksanakan pada siswa kelas XI di SMK Negeri 1 Godean, SMK Negeri 2 Godean dan SMK Negeri 1 Depok. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan April 2017. Penelitian ini merupakan penelitian sampel, dengan jenjang pendidikan sekolah adalah SMK Negeri Kabupaten Sleman yang memiliki koperasi siswa dan dikelola oleh siswa. Dari sampel 368 siswa, diperoleh responden yang mengisi data sebanyak 368 siwa. Data dikumpulkan dengan kuesioner dan dianalisis menggunakan teknik korelasi spearman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara motivasi belajar dengan jiwa kewirausahaan (spearman’s
rho = (+) 0,539; nilai sig (1-tailed) = 0,000 < 0,05); 2) tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan orang tua dengan jiwa kewirausahaan, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan orang tua (ayah) dengan jiwa kewirausahaan (spearman’s rho = (+) 0,046; nilai sig
(1-tailed) = 0,384 > 0,05) dan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat
pendidikan orang tua (ibu) dengan jiwa kewirausahaan (spearman’s rho = (+) 0,056; nilai sig (1-tailed) = 0,280 > 0,05).
(10)
ix
ABSTRACT
THE RELATIONSHIP BETWEEN LEARNING MOTIVATION
OF ENTREPRENEURSHIP AND THE LEVEL OF EDUCATION
OF PARENTS AND THE SPIRIT OF ENTREPRENEURSHIP ON
THE TWELTH CLASS STUDENTS OF SMK NEGERI IN
SLEMAN REGENCY, YOGYAKARTA
Bagas Galih Saputra Sanata Dharma University
2017
This research aims to know the positive and significant relationships between: (1) learning motivation and the spirit of entrepreneurship; (2) level of
parent’s education and the spirit of entrepreneurship.
This research is a correlational research which was conducted on the twelth grade students of SMK Negeri 1 Godean, SMK Negeri 2 Godean and SMK Negeri 1 Depok. This research was carried out from February until April 2017. This research is a kind of research sample. The samples were SMK Negeri in
Sleman Regency which have students’ co-operative and managed by students. The
population and the samples were 368 students. Data were collected by questionnaires and analyzed by using the spearman correlation techniques.
The results show that 1) there is a positive and significant relation between motivation of learning and the spirit of entrepreneurship (spearmans rho = (+) 0.539; value sig (1-tailed) = 0.000 < 0.05); 2) there is no significant
relationship between the level of parent’s education and the spirit of
entrepreneurship. There is no significant relationship between the level of father’s
education and the spirit of entrepreneurship (spearmans rho = (+) 0.046; the value of the sig (1-tailed) = 0.384 > 0.05) and there is no significant relationship
between the level of mother’s education and the spirit of entrepreneurship
(11)
x
KATA PENGANTAR
Puji Syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus dan Bunda Maria, karena berkat dan kasih-Nya yang luar biasa sehingga skripsi ini yang berjudul Hubungan Motivasi Belajar Kewirausahaan Dan Tingkat Pendidikan Orang Tua Dengan Jiwa Kewirausahaan Pada Siswa-Siswi Kelas XI
SMK Negeri Di Kabupaten Sleman Yogyakarta dapat penulis selesaikan dengan
baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skrisi ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung ataupun tidak langsung sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta;
2. Bapak Ig. Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta;
3. Bapak Ig. Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi, Bidang Keahlian Pendidikan Akunatnsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta; 4. Bapak Drs. Bambang Purnomo S.E., M. Si. Selaku Dosen Pembimbing
yang telah banyak memberikan waktu, sabar dalam mengarahkan, mengoreksi, dan memberikan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;
5. Bapak dan Ibu selaku Dosen Penguji yang telah meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini;
(12)
(13)
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Batasan Masalah ... 4
C. Rumusan Masalah ... 4
D. Tujuan Penelitian ... 5
E. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 6
A. Jiwa Kewirausahaan ... 6
1. Pengertian Jiwa Kewirausahaan ... 6
2. Pengembangan Jiwa Kewirausahaan ... 7
(14)
xiii
b. Membangun tim yang baik ... 8
c. Berpikir dan berjiwa besar ... 9
d. Berani mengambil resiko ... 9
e. Pikiran yang terbuka ... 11
f. Adanya kepercayaan ... 11
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jiwa Kewirausahaan ... 12
B. Motivasi Belajar ... 13
C. Tingkat Pendidikan Orang Tua ... 14
1. Pengertian Pendidikan ... 14
2. Klasifikasi Pendidikan ... 15
a. Pendidikan Informal ... 15
b. Pendidikan Formal ... 16
c. Pendidikan Non-Formal ... 16
D. Kerangka Berfikir ... 16
1. Hubungan motivasi belajar kewirausahaan dengan jiwa kewirausahaan ... 16
2. Hubungan tingkat pendidikan orang tua dengan jiwa Kewirausahaan ... 18
E. Paradigma Penelitian ... 19
F. Hipotesis ... 20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 21
A. Jenis Penelitian ... 21
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 21
1.Tempat Penelitian ... 21
2.Waktu Penelitian ... 21
C. Subjek dan Objek Penelitian ... 22
1. Subjek Penelitian ... 22
2. Objek Penelitian ... 22
D. Populasi dan Sampel ... 22
(15)
xiv
2. Sampel Penelitian ... 23
3. Teknik Pengambilan Sampel ... 24
E. Variabel Penelitian dan Pengukurannya ... 24
1. Variabel Penelitian ... 24
a. Variabel bebas (Independent variable) ... 24
b. Variabel terikat (Dependent variable) ... 25
2. Pengukuran Variabel ... 25
F. Teknik Pengumpulan Data ... 27
1. Kuesioner ... 27
2. Penyusunan Kuesioner ... 28
G. Teknik Pengujian Instrumen ... 29
1. Uji Validitas Instrumen ... 29
2. Uji Reliabilitas Instrumen ... 34
H. Teknik Analisis Data ... 36
1. Analisis Deskriptif ... 36
2. Pengujian Hipotesis ... 38
3. Penarikan Kesimpulan ... 39
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 40
A. Deskripsi Data ... 40
1. Deskripsi Responden Penelitian ... 40
a. Berdasarkan Jenis Kelamin ... 40
b. Berdasarkan Asal Sekolah ... 41
2. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 41
a. Motivasi Belajar Kewirausahaan ... 41
b. Tingkat Pendidikan Orang Tua ... 43
c. Jiwa Kewirausahaan ... 44
B. Analisis Data ... 46
1. Pengujian Hipotesis ... 46
a. Pengujian Hubungan Motivasi Belajar Kewirausahaan Dengan Jiwa Kewirausahaan ... 46
(16)
xv
b. Pengujian Hubungan Tingkat Pendidikan Orang Tua
Dengan Jiwa Kewirausahaan ... 48
C. Pembahasan ... 51
a. Hubungan Motivasi Belajar Kewirausahaan Dengan Jiwa Kewirausahaan ... 52
b. Hubungan Tingkat Pendidikan Orang Tua Dengan Jiwa Kewirausahaan ... 53
BAB V PENUTUP ... 56
A. Kesimpulan ... 56
B. Saran ... 57
C. Keterbatasan ... 58
DAFTAR PUSTAKA ... 60
(17)
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Data Populasi Siswa SMK Negeri di Kabupaten Sleman ... 23
Tabel 3.2 Motivasi Belajar Kewirausahaan ... 26
Tabel 3.3 Tingkat Pendidikan Orang Tua ... 26
Tabel 3.4 Jiwa Kewirausahaan ... 26
Tabel 3.5 Daftar Kisi-kisi Penyusunan Kuesioner Variabel Motivasi Belajar Kewirausahaan ... 28
Tabel 3.6 Daftar Kisi-kisi Penyusunan Kuesioner Variabel Tingkat Pendidikan Orang Tua ... 29
Tabel 3.7 Daftar Kisi-kisi Penyusunan Kuesioner Variabel Jiwa Kewirausahaan ... 29
Tabel 3.8 Hasil Pengujian Validitas Variabel Motivasi Belajar Kewirausahaan ... 32
Tabel 3.9 Hasil Pengujian Validitas Variabel Motivasi Belajar Kewirausahaan ... 32
Tabel 3.10 Hasil Pengujian Validitas Variabel Jiwa Kewirausahaan ... 33
Tabel 3.11 Hasil Pengujian Reliabilitas Variabel Motivasi Belajar Kewirausahaan ... 35
Tabel 3.12 Hasil Pengujian Reliabilitas Variabel Tingkat Pendidikan Orang Tua ... 35
Tabel 3.13 Hasil Pengujian Reliabilitas Variabel Jiwa Kewirausahaan ... 35
Tabel 3.14 Penilaian Acuan Patokan (PAP) Tipe II ... 36
Tabel 3.15 Tingkat Korelasi dan Kekuatan Hubungan ... 39
Tabel 4.1 Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 40
Tabel 4.2 Data Responden Berdasarkan Asal Sekolah ... 41
Tabel 4.3 Deskripsi Variabel Motivasi Belajar Kewirausahaan ... 41 Tabel 4.4 Nilai-nilai Statistik Variabel Motivasi Belajar
(18)
xvii
Kewirausahaan ... 42
Tabel 4.5 Deskripsi Variabel Tingkat Pendidikan Orang Tua ... 43
Tabel 4.6 Deskripsi Variabel Jiwa Kewirausahaan ... 44
Tabel 4.7 Nilai-nilai Statistik Variabel Jiwa Kewirausahaan ... 45
Tabel 4.8 Tabel Korelasi Spearman Hubungan Motivasi Belajar Kewirausahaan Dengan Jiwa Kewirausahaan ... 47
Tabel 4.9 Tabel Korelasi Spearman Tingkat Pendidikan Orang Tua (Ayah) Dengan Jiwa Kewirausahaan ... 49
Tabel 4.10 Tabel Korelasi Spearman Tingkat Pendidikan Orang Tua (Ibu) Dengan Jiwa Kewirausahaan ... 51
(19)
xviii
DAFTAR GAMBAR
(20)
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
LAMPIRAN 1 INSTRUMEN PENELITIAN ... 61
LAMPIRAN 2 DATA INDUK PENELITIAN ... 68
LAMPIRAN 3 UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS ... 104
LAMPIRAN 4 DESKRIPSI DATA ... 111
LAMPIRAN 5 HASIL UJI HIPOTESIS ... 116
LAMPIRAN 6 PENILAIAN ACUAN PATOKAN TIPE II ... 119
LAMPIRAN 7 DAFTAR TABEL STATISTIK DAN PERHITUNGAN r TABEL ... 123
LAMPIRAN 8 SURAT IJIN PENELITIAN ... 126
(21)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di Indonesia, pengangguran adalah salah satu masalah yang
memerlukan perhatian. Tingkat pendidikan dasar hingga tingkat pendidikan
tinggi meluluskan generasi siap kerja setiap tahunnya, namun banyak
lulusan menganggur. Pengangguran disebabkan karena minimnya lapangan
pekerjaan di Indonesia. Menurut Saiman (2009: 22), angka pengangguran
diciptakan oleh kelompok terdidik.
Pada Agustus 2015, tingkat pengangguran terbuka menurut jenjang
pendidikan menunjukkan persentase tingkat penggangguran lulusan Sekolah
Dasar (SD) ke bawah sebesar 2,74 %, Sekolah Menengah Pertama (SMP)
6,22 %, Sekolah Menengah Atas (SMA) 10,32 %, Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) 12,65 %, Diploma 7,54 % dan Sarjana 6,40 %.
Pengangguran terjadi karena perbandingan jumlah penawaran kesempatan
kerja tidak sebanding dengan jumlah lulusan. Menurut data statistik, bulan
Februari 2016 menunjukkan data dari sebanyak 7,02 juta orang terdapat
tingkat pengangguran terbuka sebesar 5,5 % dapat dibandingkan dengan
tahun sebelumnya mencapai 7,45 juta orang (5,81 %) sehingga, mengalami
penurunan (Badan Pusat Statistik RI, 2016).
Membuka usaha-usaha baru atau berwirausaha mengatasi masalah
pengangguran. Rendahnya minat dan motivasi pemuda Indonesia
(22)
menciptakan usaha baru dewasa ini menjadi pemikiran serius bagi banyak
pihak, baik pemerintah, dunia pendidikan, dunia industri, maupun
masyarakat. Berbagai upaya dilakukan untuk membentuk jiwa
kewirausahaan terutama merubah mindset para pemuda yang selama ini
hanya berminat sebagai pencari kerja (job seeker). Hal ini memunculkan
tantangan bagi pihak sekolah dan perguruan tinggi sebagai lembaga
penghasil lulusan terdidik siap kerja.
Proses menciptakan lapangan kerja sendiri di Indonesia belum
mencapai angka ideal yaitu 2 % dari jumlah penduduk Indonesia. Menurut
data Global Entrepreneurship Monitor (GEM), Indonesia mempunyai
1,65 % pelaku wirausaha dari total jumlah penduduk 250 juta jiwa
(kompas.com: Rabu, 30 Maret 2016 | 19:28 WIB).
Negara Indonesia memiliki sumber daya alam melimpah, namun
kegiatan menciptakan lapangan pekerjaan sendiri masih kurang. Sedangkan,
negara lain memiliki sumber daya alam terbatas, namun penduduknya
berhasil menciptakan dan mengembangkan lapangan pekerjaan sendiri.
Lapangan pekerjaan sendiri diciptakan oleh penduduknya karena
penduduknya memiliki jiwa kewirausahaan yang tinggi.
Indonesia memiliki julukan sebagai negara yang kaya alamnya,
namun kegiatan mengolah sumber daya alamnya masih kurang. Banyak
sumber daya manusia terdidik menganggur, karena sumber daya
manusianya tidak dapat mengembangkan sumber daya alam yang dimiliki.
(23)
lapangan pekerjaan yang tersedia semakin terbatas. Keterbatasan ini
menimbulkan pemikiran baru bagi angka kerja untuk membuka lapangan
pekerjaan seperti berwirausaha. Pemikiran harus digali dan dibangun
melalui pendidikan sejak dini.
Kewirausahaan dipelajari melalui proses pendidikan formal atau
informal, karena kewirausahaan tidak termasuk bakat bawaan sejak lahir.
Menurut Suryana (2009:2), kewirausahaan dipelajari melalui lembaga
pendidikan salah satunya SMK. SMK mempunyai peluang dalam mendidik
siswanya menjadi pelaku wirausaha. Lembaga pendidikan khususnya SMK
membekali pengetahuan kewirausahaan kepada siswa-siswi SMK.
Pembekalan pengetahuan membuat pengetahuan kewirausahaan siswa-siswi
SMK meningkat sehingga, siswa-siswi mendapatkan wawasan yang luas
tentang kewirausahaan. Hal ini terlihat dari motivasi belajar kewirausahaan
siswa, ketika siswa mengikuti proses pembelajaran di kelas. Ketika
siswa-siswi mempunyai motivasi belajar kewirausahaan tinggi, antusiasnya dalam
mengikuti proses pembelajaran meningkat. Antusias dalam mengikuti
proses pembelajaran ini meningkatkan pengetahuannya sehingga,
siswa-siswi dapat mengaplikasikan pengetahuannya kedalam kehidupan nyata.
Selain motivasi belajar kewirausahaan, tingkat pendidikan orang tua
dapat menumbuhkan jiwa berwirausaha siswa. Pendidikan orang tua yang
tinggi memberikan perhatian lebih mendalam kepada pendidikan anaknya.
Perhatian tersebut membuat kesempatan anak untuk berwirausaha menjadi
(24)
banyak hal. Semangat berprestasi menumbuhkan jiwa kewirausahaan.
Sebaliknya, orang tua yang berpendidikan rendah membuat siswa kurang
termotivasi untuk berprestasi, hal ini berdampak pada rendahnya jiwa
kewirausahaan siswa.
Penulis melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Motivasi Belajar Kewirausahaan Dan Tingkat Pendidikan Orang Tua Dengan Jiwa
Kewirausahaan Pada Siswa-Siswi Kelas XI SMK Negeri Di Kabupaten
Sleman Yogyakarta” untuk mengetahui hubungan motivasi belajar kewirausahaan dan tingkat pendidikan orang tua dalam menumbuhkan jiwa
kewirausahaan pada siswa SMK.
B. Batasan Masalah
Penulis membatasi bidang yang diteliti dan dibahas. Dalam penelitian
ini penulis memfokuskan pada motivasi belajar kewirausahaan, tingkat
pendidikan orang tua dan jiwa kewirausahaan siswa.
C. Rumusan Masalah
Peneliti merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apakah ada hubungan antara motivasi belajar kewirausahaan dengan
jiwa kewirausahaan?
2. Apakah ada hubungan antara tingkat pendidikan orang tua dengan jiwa
(25)
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, peneliti ingin mencapai tujuan
penelitian sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara motivasi belajar
kewirausahaan dengan jiwa kewirausahaan.
2. Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara tingkat pendidikan orang
tua dengan jiwa kewirausahaan.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap
lembaga pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) agar semaksimal
mungkin membekali siswa dengan keterampilan dan kesiapan lulusannya
(26)
BAB II
TINJAUAN TEORITIK
A. Jiwa Kewirausahaan
1. Pengertian Jiwa Kewirausahaan
Menurut Ahmadi (1978: 2), jiwa adalah daya hidup rohaniah
yang bersifat abstrak menggerakkan dan mengatur
perbuatan-perbuatan pribadi.
Istilah kewirausahaan merupakan kata dari entrepreneurship.
Kata entrepreneurship berasal dari bahasa Perancis entreprende yang
berarti petualang, pencipta, dan pengelola usaha. Istilah ini
menggambarkan keadaan para pengusaha yang mampu memindahkan
sumber daya ekonomis dari tingkat produktivitas rendah ke tingkat
yang lebih tinggi serta menghasilkan lebih banyak lagi.
Menurut Coulter (dalam Suryana, 2010:12), kewirausahaan
adalah proses, pembentukan atau pertumbuhan suatu bisnis baru yang
berorientasi pada perolehan keuntungan, penciptaan nilai, dan
pembentukan produk atau jasa baru yang unik dan inovatif. Menurut
Suryana (2010: 12), kewirausahaan adalah kemampuan menciptakan
sesuatu yang baru dan berbeda melalui berpikir kreatif dan bertindak
inovatif untuk menciptakan peluang. Menurut Hisrich-Peters (dalam
Suryana, 2010:12), kewirausahaan adalah proses menciptakan sesuatu
yang lain dengan menggunakan waktu, kegiatan, modal, risiko,
(27)
menerima balas jasa, kepuasan dan kebebasan pribadi. Jadi jiwa
kewirausahaan adalah daya hidup rohaniah manusia yang
menggerakkan dan mengatur manusia menjadi manusia unggul untuk
melakukan usaha dengan kemampuan sendiri.
2. Pengembangan Jiwa Kewirausahaan
Jiwa kewirausahaan seseorang dianggap kuat apabila seseorang
memiliki kepercayaan diri, inisiatif, disiplin dan kreatifitas yang kuat.
Percaya diri menjadi kuat bahkan berkembang apabila aktifitas
seseorang jarang mengalami kegagalan, jika aktifitas seseorang pernah
mengalami kegagalan maka kegagalan itu dipandang sebagai guru
yang terbaik. Inisiatif dapat diperkuat dengan mengingat pepatah yang
ada di masyarakat yang bersifat mendorong bersikap kreatif, meniru
nilai keteladanan dan kedisiplinan. Kedisiplinan dibentuk tanpa
paksaan.
Menurut Suryana (2010: 24), karakter jiwa kepemimpinan yang
dimiliki seorang wirausaha yaitu:
a. Keberanian untuk bertindak (Dare to Act)
Keberanian adalah modal hakiki manusia. Seseorang yang
mempunyai kemauan dan ia dapat mewujudkannya. Jika ia
berani melakukan sesuatu walaupun mengandung risiko, maka
ia menghadapi ketidakpastian yang mengandung risiko.
Keberanian berwirausaha adalah sebuah motivasi yang kuat
(28)
utama dan hakiki. Keberanian berwirausaha dimiliki seseorang
untuk:
1) Menembus ketidakpastian
2) Menanggapi peluang usaha
3) Siap menghadapi risiko setelah melakukan perhitungan
4) Mengambil keputusan yang cepat dan tepat
b. Membangun tim yang baik
Pemimpin dan karyawan perusahaan berkomimen dalam tugas
dan tanggung jawabnya untuk mencapai target penjualan dan biaya
operasi. Aspek administratif usaha mendukung komitmen atas target
yang ingin dicapai perusahaan pada periode tertentu. Perusahaan
memerlukan kebersamaan dalam melangkah oleh semua karyawan
yang dikendalikan pemimpin perusahaan sehingga, komitmen tersebut
terwujud. Kebersamaan karyawan intern perusahaan mencerminkan
keterlibatan, kontribusi tenaga dan pikiran seluruh karyawan dalam
mewujudkan target perusahaan. Hubungan antara karyawan dengan
karyawan lainnya, maupun hubungan pemimpin perusahaan memiliki
sifat saling memberi, menerima dan berorientasi pada target
perusahaan. Kualitas kebersamaan karyawan dalam perusahaan
terlihat pada:
1) Terealisasinya rencana penjualan dan keuangan.
2) Masalah yang timbul mengakibatkan rencana tidak dapat
(29)
menindaklanjuti masalah tersebut dengan tetap memegang
komitmen sehingga, masalah tersebut mendapatkan solusi,
solusi yang diambil merupakan kebijakan pemimpin perusahaan.
c. Berpikir dan berjiwa besar
Kegiatan mengevaluasi diri atas daftar perbuatan yang panjang
dari kesalahan seseorang, kekurangan dan ketidakmampuan dirinya.
Kita harus mengenali ketidakmampuan diri kita karena hal ini
memperlihatkan kepada kita atas bidang – bidang yang masih dapat diperbaiki, akan tetapi jika kita hanya mengenal dari segi negatif diri
kita, maka nilai diri kita akan semakin kecil. Pemikiran besar adalah
ahli dalam menciptakan gambar yang positif, memandang ke depan,
optimistik baik pikiran mereka sendiri maupun orang lain. Dalam
berpikir besar, kita harus menghasilkan citra atau gambar mental
positif dan besar.
d. Berani mengambil risiko
Risiko yang dihadapi oleh perusahan bisnis dan keluarga yaitu:
1) Risiko Objektif
Risiko objektif adalah risiko yang terjadi secara alami, sama
bagi setiap orang dan cara mengatasinya pun sama.
2) Risiko Subjektif
Risiko subjektif adalah risiko yang diperkirakan akan terjadi
oleh setiap orang sebagai akibat dari risiko objektif.
(30)
Ketidakpastian adalah kesadaran orang muncul atas risiko dalam
situasi tertentu, tetapi orang mengalami kesulitan dalam
memperkirakan akibat atau hasil yang terjadi. Kemungkinan dan
ketidakpastian ini tidak dapat diukur.
4) Reaksi Terhadap Risiko
Reaksi terhadap risiko adalah reaksi seseorang melakukan
tindakan dalam situasi yang tidak pasti. Reaksi orang
menghadapi risiko tidak sama, tergantung pada:
a) Jenis kelamin
b) Pendidikan
c) Umur
d) Intilegensi
e) Kondisi ekonomi
Kemauan dan kemampuan mengambil risiko merupakan salah
satu nilai utama dalam kewirausahaan. Wirausaha yang tidak mau
mengambil risiko akan sukar memulai atau berinisiatif. Wirausaha
lebih menyukai risiko yang seimbang. Kepuasan diperoleh wirausaha
apabila wirausaha dapat melaksanakan tugas – tugasnya secara realistik. Kemampuan wirausaha mengambil risiko ditentukan oleh:
1) Keyakinan pada diri sendiri
2) Kesediaannya untuk menggunakan kemampuan dalam mencari
peluang dan kemungkinan untuk memperoleh keuntungan
(31)
e. Pikiran yang terbuka
Orang yang memiliki pemikiran terbuka terhadap pengalaman
baru akan lebih siap untuk merespon segala peluang dan tanggap
terhadap tantangan atau perubahan sosial. Orang yang memiliki
pemikiran terbuka terhadap ide – ide baru merupakan wirausaha yang inovatif dan kreatif. Dalam menggapai keberhasilan usaha, kita harus
memiliki pemikiran yang terbuka untuk memperoleh masukan dan
kritikan dari berbagai pihak. Masukan dan kritikan ini dijadikan
sebagai bahan koreksi, evaluasi dan perbaikan atas langkah yang harus
diambil serta sebagai bahan untuk mengambil keputusan.
f. Adanya kepercayaan
Kepercayaan diri adalah suatu paduan sikap dan keyakinan
seseorang dalam menghadapi tugas atau pekerjaan. Seseorang yang
memiliki kepercayaan diri akan cenderung memiliki keyakinan dan
kemampuan untuk mencapai keberhasilan. Kepercayaan diri memiliki
sifat internal yang sangat relatif dan dinamis. Kematangan
karakteristik kepercayaan diri seseorang adalah ketika ia tidak
tergantung pada orang lain, dia memiliki rasa tanggung jawab yang
tinggi, objektif dan kritis. Dia tidak menyerap pendapat atau opini
orang lain secara langsung, tetapi dia mempertimbangkan secara
kritis. Emosional yang dimiliki stabil, tidak gampang tersinggung dan
(32)
3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Jiwa Kewirausahaan
Menurut Basrowi (2011: 19), faktor-faktor yang memengaruhi
jiwa kewirausahaan meliputi:
a. Intelegensi
Intelegensi adalah kemampuan individu secara sadar untuk
menyesuaikan pemikirannya terhadap tuntutan baru yaitu
penyesuaian mental terhadap masalah dan keadaan baru.
Intelegensi terkait dengan pemecahan masalah perencanaan,
pengejaran prestasi (motivais belajar) yang sangat berarti
membuka jiwa wirausaha.
b. Latar belakang budaya
Manusia tidak lepas dari lingkungan sekitar sehingga mereka
secara tidak langsung dibatasi oleh norma/nilai budaya
setempat. Kebudayaan adalah cara manusia membentuk dan
menentukan perilaku manusia.
c. Jenis kelamin
Pria memiliki sifat agresif, independensi, ambisius, sedangkan
wanita memiliki sifat sensitif, kooperatif, dan intuitif.
d. Tingkat pendidikan
e. Usia
(33)
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi jiwa kewirausahaan di
atas, peneliti memfokuskan penelitiannya pada motivasi belajar
kewirausahaan dan tingkat pendidikan orang tua.
B. Motivasi Belajar
Menurut Winkel (1984: 27), motivasi memiliki kata dasar ‘motif’ yang berarti daya penggerak dari dalam subjek untuk melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Motivasi adalah daya
penggerak yang menjadi aktif. Motivasi belajar adalah keseluruhan daya
penggerak psikis di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar,
menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada
kegiatan belajar tersebut demi mencapai tujuan yang dikehendaki.
Menurut Slameto (2003:2), belajar adalah usaha yang dilakukan untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan.
Menurut Winkel (1984: 27), motivasi belajar terbagi atas dua bentuk,
yaitu: (1) motivasi ekstrinsik adalah bentuk motivasi belajar yang dimulai
dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan yang secara tidak mutlak
berkaitan dengan aktivitas belajar, (2) motivasi intrinsik adalah bentuk
motivasi belajar yang dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan
(34)
Menurut Uno (2007:23), motivasi belajar adalah dorongan internal
dan eksternal siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan
tingkah laku. Motivasi belajar memiliki beberapa indikator meliputi:
1. Adanya hasrat ingin berhasil
2. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar
3. Adanya harapan dan cita-cita
4. Adanya penghargaan dalam belajar
5. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar
6. Adanya lingkungan belajar yang kondusif
Apabila seseorang memiliki ciri-ciri di atas, maka seseorang itu memiliki
motivasi belajar yang sangat baik.
Seseorang yang mempunyai motivasi belajar tinggi, dia akan lebih
berprestasi bila dibandingkan dengan seseorang yang tidak mempunyai
motivasi belajar. Seseorang yang mempunyai motivasi belajar
kewirausahaan tinggi, dia mempunyai dorongan yang kuat untuk
mempelajarinya dan dia memiliki jiwa untuk berwirausaha tinggi.
C. Tingkat Pendidikan Orang Tua 1. Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah sarana mengembangkan sumber daya
manusia. Menurut Syah (1997: 11), pendidikan adalah usaha orang
dewasa secara sengaja meningkatkan kedewasaan anak, dalam
(35)
Menurut Muhadjir (1975: 11), pendidikan adalah kegiatan
membimbing anak menuju kedewasaan oleh seorang yang
bertanggung jawab. Menurut Langeveld (dalam Muhadjir, 1975: 11),
pendidikan adalah kegiatan mempengaruhi anak dalam usaha
membimbingnya menjadi manusia yang dewasa. Usaha membimbing
adalah usaha yang disadari dan dilaksanakan dengan sengaja.
Pendidikan mempersiapkan generasi mendatang secara matang dan
siap dibekali ilmu pengetahuan, keterampilan serta kemampuan jiwa
untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab.
2. Klasifikasi Pendidikan
Menurut Zahara (1981: 58), pendidikan diklasifikasikan dalam:
a. Pendidikan Informal
Pendidikan informal adalah pendidikan yang diperoleh
seseorang dari pengalaman sehari-hari secara sadar atau tidak
sadar. Pendidikan informal tidak memiliki sistem yang teratur
dan tidak sistematis, seperti di dalam keluarga, pekerjaan,
hiburan, pasar dan di dalam pergaulan sehari-hari. Walaupun
demikian pendidikan informal memiliki pengaruh besar dalam
kehidupan seseorang karena pendidikan informal berperan
(36)
b. Pendidikan Formal
Pendidikan formal adalah pendidikan sekolah mempunyai
struktur yang teratur, sistematis, berjenjang dan dibagi dalam
waktu tertentu berlangsung dari Taman Kanak-kanak (TK)
sampai Perguruan Tinggi (PT). Pendidikan formal diperoleh
dengan syarat-syarat tertentu, di antaranya umur. Pendidikan
formal dilaksanakan menurut sistem pendidikan yang berlaku
dan pendidikan formal dilaksanakan secara ketat, teratur dan
berurutan.
c. Pendidikan Non-formal
Pendidikan non formal adalah semua bentuk pendidikan yang
diselenggarakan dengan sengaja, terarah dan berencana.
Pendidikan ini berada di luar kegiatan persekolahan. Pendidikan
non-formal memiliki tenaga pengajar, fasilitas, cara
penyampaian, waktu yang disesuaikan dan
komponen-komponen lainnya yang disesuaikan dengan keadaan peserta
didik agar peserta didik mendapatkan hasil yang memuaskan.
D. Kerangka Berfikir
1. Hubungan motivasi belajar kewirausahaan dengan jiwa kewirausahaan
Menurut Winkel (1984: 27), motivasi memiliki kata dasar
(37)
melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan.
Motivasi adalah daya penggerak yang menjadi aktif. Menurut Slameto
(2003:2), belajar adalah usaha yang dilakukan untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan. Jadi, motivasi belajar
adalah keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang
menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan dari kegiatan
belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar tersebut demi
mencapai tujuan yang dikehendaki.
Menurut Ahmadi (1978: 2), jiwa adalah daya hidup rohaniah
yang bersifat abstrak menggerakkan dan mengatur
perbuatan-perbuatan pribadi. Menurut Hisrich-Peters (dalam Suryana, 2010:12),
kewirausahaan adalah proses menciptakan sesuatu yang lain dengan
menggunakan waktu, kegiatan, modal, risiko, menerima balas jasa,
kepuasan dan kebebasan pribadi. Jadi jiwa kewirausahaan adalah daya
hidup rohaniah manusia yang menggerakkan dan mengatur manusia
menjadi manusia unggul untuk melakukan usaha dengan kemampuan
sendiri.
Seseorang harus mempunyai motivasi belajar kewirausahaan
dan dorongan yang kuat untuk mempelajarinya agar memiliki jiwa
(38)
2. Hubungan tingkat pendidikan orang tua dengan jiwa kewirausahaan
Proses membimbing, mendidik dan mendampingi anak
mempersiapkan masa depan agar anak memiliki bekal keterampilan,
keahlian dan kemampuan berpikir. Hal ini dapat diwujudkan dengan
membimbing dan membiasakan anak untuk berdisiplin belajar.
Kemampuan orang tua membimbing kegiatan belajar anak-anaknya
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang dimiliki. Bagi orang tua
yang berpendidikan tinggi akan lebih mudah membantu kesulitan
belajar anak, karena orang tua memiliki pendidikan, pengetahuan dan
wawasan yang lebih luas, sedangkan bagi orang tua yang
berpendidikan rendah tentu saja kemampuannya terbatas sesuai
dengan pengetahuan yang diterimanya, sebab pendidikan formal yang
ditempuh rendah.
Pengalaman orang tua mengenyam pendidikan yang tinggi
menyebabkan orang tua lebih mampu membimbing, mendidik dan
mendampingi anak dalam belajar dan orang tua selalu memberikan
pengalaman belajarnya kepada anak-anaknya. Orang tua lebih mampu
membimbing anak-anaknya berkreativitas dan mendidik anak untuk
bersikap mandiri. Begitu pula dengan orang tua yang berpendidikan
rendah dalam membimbing, mendidik dan mendampingi anak hanya
(39)
Jiwa kewirausahaan anak akan tumbuh melalui bimbingan dan
dorongan dari orang tua, walaupun tingkat pendidikan orang tua tinggi
jika tidak memiliki jiwa kewirausahaan maka anak sulit
menumbuhkan jiwa kewirausahaan.
E. Paradigma Penelitian
Berdasarkan pada deskripsi dan kerangka berpikir di atas, penulis
membuat paradigma penelitian sebagai berikut:
Gambar 2.1. Paradigma Penelitian
Dari gambar 2.1, penulis mengetahui bahwa ada hubungan antara
motivasi belajar kewirausahaan (X1) dan tingkat pendidikan orang tua
(X2) dengan jiwa kewirausahaan (Y). Motivasi Belajar
Kewirausahaan (X1)
Tingkat Pendidikan Orang Tua
(X2)
Jiwa Kewirausahaan
(40)
F. Hipotesis
Menurut Siregar (2012: 65), hipotesis adalah dugaan terhadap
hubungan antara dua variabel atau lebih. Jadi, hipotesis adalah jawaban atau
dugaan sementara yang harus diuji kebenarannya. Berdasarkan teori dan
kerangka berpikir di atas, Penulis menarik suatu hipotesis sebagai berikut:
Ada hubungan antara motivasi belajar kewirausahaan dengan jiwa
kewirausahaan.
Ada hubungan antara tingkat pendidikan orang tua dengan jiwa
(41)
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Peneliti menggunakan jenis penelitian korelasi atau korelasional.
Penelitian korelasi atau korelasional adalah suatu penelitian untuk
mengetahui hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih
tanpa ada upaya untuk mempengaruhi variabel tersebut sehingga, tidak
terdapat manipulasi variabel (Fraenkel dan Wallen, 2008:328). Penelitian
korelasi atau korelasional ini menjelaskan tentang “Hubungan Motivasi Belajar Kewirausahaan Dan Tingkat Pendidikan Orang Tua Dengan Jiwa
Kewirausahaan Siswa-Siswi Kelas XI SMK Negeri Di Kabupaten Sleman
Yogyakarta”.
B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMK N 1 Godean, SMK N 2 Godean dan
SMK N 1 Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta.
2. Waktu penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai dengan April 2017.
(42)
C. Subjek dan Objek Penelitian
1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah siswa-siswi kelas XI SMK N 1 Godean,
SMK N 2 Godean dan SMK N 1 Depok di Kabupaten Sleman
Yogyakarta.
2. Objek Penelitian
Objek penelitian adalah motivasi belajar kewirausahaan, tingkat
pendidikan orang tua dan jiwa kewirausahaan.
D. Populasi dan Sampel 1. Populasi penelitian
Menurut Sangadji (2010:185), populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas: subyek atau obyek dengan kuantitas,
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Populasi penelitian ini
adalah seluruh siswa-siswi SMK Negeri di Kabupaten Sleman
Yogyakarta. Data populasi siswa-siswi SMK Negeri di Kabupaten
(43)
Tabel 3.1
Data Populasi Siswa-Siswi SMK Negeri di Kabupaten Sleman No Nama Sekolah Status Jumlah Siswa
1 SMK N 1 Cangkringan Negeri 923 2 SMK N 1 Depok Negeri 848 3 SMK N 2 Depok Negeri 2073 4 SMK N 1 Godean Negeri 947 5 SMK N 2 Godean Negeri 624 6 SMK N 1 Kalasan Negeri 1073 7 SMK N 1 Sayegan Negeri 1216 8 SMK N 1 Tempel Negeri 851
Total 8.555
2. Sampel Penelitian
Menurut Siregar (2012:56) Sampel adalah suatu prosedur
pengambilan data sebagian populasi yang diambil dan dipergunakan
untuk menentukan sifat serta ciri yang dikehendaki dari suatu
populasi. Menurut Sukardi (2016:55), jumlah sampel ditentukan
dengan rumus formula empiris yaitu sebagai berikut:
Keterangan:
S = Jumlah sampel N = Jumlah populasi
= nilai tabel chisquare untuk satu derajad kebebasan reltif level konfiden yang diinginkan = 3,841 tingkat kepercayaan 0,95.
P = Proporsi populasi sebagai dasar asumsi pembuatan tabel. Harga ini diambil P = 0,50.
d = derajat ketepatan yang direfleksikan oleh kesalahan yang dapat ditoleransi dalam fluktuasi proporsi sampel P, d umumnya diambil 0,05.
(44)
= 368 Pembulatan
3. Teknik Pengambilan Sampel
Sampel diambil dengan teknik purporsive sampling. Teknik
purporsive sampling adalah metode penetapan responden untuk
dijadikan sampel berdasarkan pada kriteria-kriteria tertentu
(Siregar, 2010: 148). Sampel yang diambil adalah siswa-siswi
kelas XI SMK N 1 Godean, SMK N 2 Godean dan SMK N 1 Depok
di Kabupaten Sleman Yogyakarta, karena sekolah tersebut memiliki
koperasi siswa dan melakukan praktek wirausaha di koperasi siswa.
E. Variabel Penelitian dan Pengukurannya 1. Variabel Penelitian
Variabel Penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari
orang, objek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2011: 64). Dalam penelitian ini terdapat
dua variabel pokok yaitu variabel bebas atau independent variable dan
variabel terikat atau dependent variable.
a. Variabel bebas (Independent variable)
Menurut Sugiyono (2011 : 64), variabel bebas adalah variabel
yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau timbulnya
(45)
adalah motivasi belajar kewirausahaan (X1), dan tingkat pendidikan
orang tua (X2 ).
b. Variabel terikat (Dependent variable)
Menurut Sugiyono (2011 : 64), variabel terikat adalah variabel
yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel
bebas. Pada penelitian ini variabel terikatnya adalah jiwa
kewirausahaan (Y).
2. Pengukuran Variabel
Variabel motivasi belajar kewirausahaan (X1), tingkat
pendidikan orang tua (X2 ) dan jiwa kewirausahaan Y merupakan
variabel interval dan diukur dengan menggunakan skala Likert.
Menurut Sugiyono (2014: 168), skala likert adalah skala yang
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi
seseorang/kelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian,
fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang
selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian. Dengan skala likert,
variabel diukur dan dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian
indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun
item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan. Skala
(46)
empat opsi jawaban yang bervariasi untuk setiap pertanyaan. Berikut
ini penskoran item soal kuesioner bentuk positif dan negatif:
Tabel 3.2
Motivasi Belajar Kewirausahaan Pilihan ganda Skor
A. 4
B. 3
C. 2
D. 1
Tabel 3.3
Tingkat Pendidikan Orang Tua Pilihan Ganda Skor
A. 4
B. 3
C. 2
D. 1
Tabel 3.4 Jiwa Kewirausahaan
Percaya Diri
Pilihan Ganda Skor
A. 4
B. 3
C. 2
D. 1
Berorientasi pada Tugas dan Hasil Pilihan Ganda Skor
A. 4
B. 3
C. 2
D. 1
Pengambilan resiko
Pilihan Ganda Skor
A. 4
B. 3
C. 2
(47)
Kepemimpinan
Pilihan Ganda Skor
A. 4
B. 3
C. 2
D. 1
Kerja Keras
Pilihan Ganda Skor
A. 4
B. 3
C. 2
D. 1
Kreatif dan Inovatif
Pilihan Ganda Skor
A. 4
B. 3
C. 2
D. 1
F. Teknik Pengumpulan Data 1. Kuesioner
Angket atau kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberikan seperangkat
pertanyaan/pernyataan kepada orang lain yang dijadikan responden
untuk dijawabnya (Sugiyono, 2011:192). Dipandang dari cara
menjawabnya, angket dibedakan menjadi dua yaitu angket bentuk
terbuka dan angket bentuk tertutup. Dipandang dari jawaban yang
diberikan, angket dibagi dua, yaitu angket yang bersifat langsung dan
angket yang bersifat tidak langsung. Dalam penelitian ini
pengumpulan data menggunakan bentuk tertutup dan bersifat
langsung karena responden tinggal memilih jawaban yang dianggap
(48)
kuisoner dilakukan untuk pengumpulan data tentang motivasi belajar
kewirausahaan, tingkat pendidikan orang tua dan jiwa kewirausahaan.
Kuesioner diberikan kepada responden berupa daftar pertanyaan yang
sudah dipersiapkan sebelumnya dan responden memberikan jawaban
pada kolom yang telah disediakan dengan memberi tanda (√) pada jawaban yang sesuai.
2. Penyusunan Kuesioner
Kisi-kisi kuesioner dibuat agar kuesioner yang dibagikan kepada
responden dapat memberikan gambaran mengenai jiwa kewirausahaan
siswa-siswi SMK di Sleman. Penyusunan kisi-kisi dilakukan untuk
memperoleh kuesioner yang memiliki validitas konstruk. Berikut ini
penyusunan kisi-kisi kuesioner:
Tabel 3.5
Daftar Kisi-kisi Penyusunan Kuesioner Variabel Motivasi belajar Kewirausahaan
VARIABEL INDIKATOR Item
Positif Negatif Motivasi
Belajar
Kewirausahaan
Adanya hasrat ingin berhasil
1,2
Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar
3,4,5, 6,7 Adanya harapan dan
cita-cita
8
Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar
9,10
Adanya lingkungan belajar yang kondusif
(49)
Tabel 3.6
Daftar Kisi-kisi Penyusunan Kuesioner Variabel Tingkat Pendidikan Orang Tua
VARIABEL INDIKATOR Item
Positif Negatif Tingkat
Pendidikan Orang Tua
Tingkat pendidikan 1,2
Tabel 3.7
Daftar Kisi-kisi Penyusunan Kuesioner Variabel Jiwa Kewirausahaan
VARIABEL INDIKATOR Item
Positif Negatif Jiwa
Kewirausahaan
Percaya diri 1,2 Berorientasi pada tugas dan hasil
3 4
Pengambilan resiko 5 6 Kepemimpinan 7,8 9 Kerja keras 10,11
Kreatif dan inovatif 12,13,14,15
G. Teknik Pengujian Instrumen 1. Uji Validitas Instrumen
Menurut Azwar (2009:105), validitas adalah sejauh mana
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur melakukan fungsi ukurnya.
Suatu instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas tinggi
apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan
hasil ukur, sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut.
Untuk menguji kesalahan setiap butir pertanyaan dilakukan
dengan cara mengkorelasikan antara skor tiap butir dengan skor total.
(50)
digunakan untuk mengetahui kuesioner yang digunakan sudah tepat
untuk mengukur apa yang ingin diukur, yaitu:
1. Jika koefisien korelasi product moment melebihi 0,3.
2. Jika koefisien korelasi product moment > r tabel (α ; n-2) n = jumlah sampel.
3. Nilai signifikan ≤ α
Keterangan : n = jumlah responden
x = skor total dari setiap item y = skor total dari seluruh item
Penulis menggunakan kriteria nomor 2 yaitu membandingkan
koefisien korelasi product moment dengan r tabel untuk mengetahui
kuesioner yang digunakan sudah tepat untuk mengukur apa yang ingin
diukur. Item soal dalam kuesioner dinyatakan valid, jika koefisien
korelasi product moment > r tabel (α ; n-2) n = jumlah sampel.
Menurut Siregar (2013: 49), langkah langkah menguji validitas
sebagai berikut:
1. Menjumlahkan skor jawaban dari setiap butir pertanyaan
yang diajukan kepada responden.
2. Menghitung nilai , nilai r (0,05 ; n-2) dari tabel product
moment.
(51)
4. Membuat keputusan dengan cara membandingkan nilai
dengan dalam setiap butir soal. Jika nilai
> , maka butir soal tersebut dinyatakan valid.
Jika nilai < , maka butir soal tersebut
dinyatakan tidak valid.
Penulis melakukan pengujian validitas dengan bantuan program
SPSS versi 22.0 for Windows. Kriteria setiap butir pertanyaan pada
kuesioner dikatakan valid jika pada α = 5% , bersifat positif dan nilainya lebih besar dari . Pelaksanaan uji validitas
dilakukan pada siswa-siswi SMK N 1 Godean, SMK N 2 Godean dan
SMK N 1 Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta dengan jumlah
responden 370 siswa-siswi dengan dk = n - 2. Data yang diperoleh
melalui penyebaran kuesioner dilakukan uji validitas butir item dan
memperoleh hasil dengan derajat kebebasan sebesar 366 (dk= 368- 2)
dengan taraf signifikan 5% menunjukkan = 0,1031. Hasil
pengujian validitas variabel motivasi belajar kewirausahaan dapat
(52)
Tabel 3.8
Hasil Pengujian Validitas Variabel Motivasi Belajar Kewirausahaan Item Soal r tabel r hitung Keterangan
1 0,1031 0,210 Valid 2 0,1031 0,536 Valid 3 0,1031 0,402 Valid 4 0,1031 0,351 Valid 5 0,1031 0,425 Valid 6 0,1031 0,349 Valid 7 0,1031 0,325 Valid 8 0,1031 0,097 Tidak Valid 9 0,1031 0,459 Valid 10 0,1031 0,423 Valid 11 0,1031 0,388 Valid 12 0,1031 0,285 Valid
Tabel 3.8 menunjukkan hasil pengukuran validitas variabel
motivasi belajar kewirausahaan dari 12 butir soal terdapat satu butir
soal yang tidak valid. Item soal yang tidak valid adalah item soal
nomor 8. Item soal tidak valid karena nilai lebih kecil dari
. Butir soal yang tidak valid, kemudian dibuang dan dilakukan
pengujian ulang. Hasil pengujian ulang sebagai berikut:
Tabel 3.9
Hasil Pengujian Validitas Variabel Motivasi Belajar Kewirausahaan Item Soal r tabel r hitung Keterangan
1 0,1031 0,227 Valid 2 0,1031 0,540 Valid 3 0,1031 0,399 Valid 4 0,1031 0,355 Valid 5 0,1031 0,404 Valid 6 0,1031 0,355 Valid 7 0,1031 0,311 Valid 9 0,1031 0,481 Valid 10 0,1031 0,437 Valid 11 0,1031 0,399 Valid 12 0,1031 0,286 Valid
(53)
Tabel 3.9 menunjukkan hasil pengukuran validitas variabel
motivasi belajar kewirausahaan sebanyak 11 butir soal valid. Butir
soal tersebut valid karena pada taraf signifikansi 0,05 didapatkan nilai
lebih besar dari sehingga, butir soal dikatakan valid.
Pada pengujian ini diketahui bahwa nilai = 0,1031. Hasil
pengujian validitas variabel jiwa kewirausahaan dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 3.10
Hasil Pengujian Validitas Variabel Jiwa Kewirausahaan Item Soal r tabel r hitung Keterangan
1 0,1031 0,378 Valid 2 0,1031 0,228 Valid 3 0,1031 0,516 Valid 4 0,1031 0,454 Valid 5 0,1031 0,379 Valid 6 0,1031 0,414 Valid 7 0,1031 0,476 Valid 8 0,1031 0,337 Valid 9 0,1031 0,293 Valid 10 0,1031 0,473 Valid 11 0,1031 0,293 Valid 12 0,1031 0,412 Valid 13 0,1031 0,386 Valid 14 0,1031 0,453 Valid 15 0,1031 0,331 Valid
Tabel 3.10 menunjukkan hasil pengukuran validitas variabel
jiwa kewirausahaan sebanyak 15 butir soal valid karena lebih
(54)
2. Uji Reliabilitas Instrumen
Menurut Siregar (2013: 55), reliabilitas adalah kegiatan
mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten apabila
dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama
dengan menggunakan alat pengukur yang sama pula. Pengujian
reliabilitas menggunakan Alpha Chronbach (Siregar, 2013: 58).
Keterangan:
= reliabilitas instrument K = jumlah soal
= jumlah varians butir = varian total
Sedangkan untuk mendapatan varian digunakan rumus sebagai
berikut:
Keterangan:
= Varian skor butir
= Jumlah kuadrat skor butir = jumlah skor butir
= banyaknya siswa
Ketentuan untuk menilai reliabel atau tidaknya suatu instrumen
sebagai berikut: jika koefisien reliabilitas ( ) lebih besar dari 0,6
maka kuesioner tersebut reliabel, sebaliknya jika koefisien reliabilitas
( ) kurang dari 0,6 maka kuesioner tersebut tidak reliabel
(55)
Penulis menggunakan bantuan program SPSS versi 22.0 for
Windows untuk melakukan uji reliabiitas. Kriteria kuesioner dikatakan
reliabel jika pada α = 5% nilai alpha cronbach setiap uji reliabilitas lebih dari 0,6. Hasil pengujian reliabilitas sebagai berikut:
Tabel 3.11
Hasil Pengujian Reliabilitas Variabel Motivasi Belajar Kewirausahaan Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized Items N of Items
,729 ,738 11
Tabel 3.11 menunjukkan bahwa variabel motivasi belajar
kewirausahaan reliabel dimana koefisien Cronbach’s Alpha yaitu 0,738 lebih besar dari 0,600.
Tabel 3.12
Hasil Pengujian Reliabilitas Variabel Tingkat Pendidikan Orang Tua Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized Items N of Items
,724 ,724 2
Tabel 3.12 menunjukkan bahwa variabel tingkat pendidikan
orang tua reliabel dimana koefisien Cronbach’s Alpha yaitu 0,724 lebih besar dari 0,600.
Tabel 3.13
Hasil Pengujian Reliabilitas Variabel Jiwa Kewirausahaan Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized Items N of Items
(56)
Tabel 3.13 menunjukkan bahwa variabel jiwa kewirausahaan
reliabel dimana koefisien Cronbach’s Alpha yaitu 0,729 lebih besar dari 0,600.
H. Teknik Analisis Data 1. Analisis Deskriptif
Pada bagian ini peneliti mendeskripsikan data dalam bentuk
distribusi frekuensi dan statistika yang akan diinterpretasikan secara
kualitatif. Data penelitian menggunakan Penelitian Acuan Patokan
(PAP) tipe II untuk mendeskripsikan. Berikut adalah tabel PAP tipe II
(Masidjo, 1995: 157):
Tabel 3.14
Penilaian Acuan Patokan (PAP) Tipe II
Tingkat Penguasaan Kompetensi Kategori Kecenderungan Variabel 81% - 100% Sangat Baik
66% - 80% Baik 56% - 65% Cukup 46% - 55% Tidak Baik Dibawah 46% Sangat Tidak Baik
PAP tipe II umumnya merupakan cara untuk menghitung
prestasi siswa dengan skor minimal 0 dan skor maksimal 10. Namun
data penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya dengan skor
terendah 1 dan skor tertinggi 4, maka untuk mendeskripsikan kategori
kecenderungan variabel motivasi belajar kewirausahaan dan jiwa
kewirausahaan harus menentukan skor interval dengan memodifikasi
(57)
Skor terendah yang mungkin dicapai + {nilai persentase x (skor
tertinggi yang mungkin dicapai – skor terendah yang mungkin dicapai)}. Berikut ini adalah perhitungan kategori kecenderungan
untuk masing-masing variabel penelitian:
a. Variabel Motivasi Belajar Kewirausahaan
Jumlah pertanyaan = 12 ; jumlah opsi = 4
Skor maksimal = 4 ; skor terendah = 1
Skor tertinggi yang mungkin dicapai : 4 x 12 = 48
Skor terendah yang mungkin dicapai : 1 x 12 = 12
Perhitungan rentang skor untuk variabel motivasi belajar
kewirausahaan:
Kategori Sangat Tinggi : 12 + 81% (48 – 12) = 41 - 48 Kategori Tinggi : 12 + 66% (48 – 12) = 35 - <40 Kategori Sedang : 12 + 56% (48 – 12) = 32 - <34 Kategori Rendah : 12 + 46% (48 – 12) = 28 - <31 Kategori Sangat Rendah : 12 + 0% (48 – 12) = 12 - < 27
b. Variabel Jiwa Kewirausahaan
Jumlah pertanyaan = 15 ; jumlah opsi = 4
Skor maksimal = 4 ; skor terendah = 1
Skor tertinggi yang mungkin dicapai : 4 x 15 = 60
(58)
Perhitungan rentang skor untuk variabel jiwa kewirausahaan:
Kategori Sangat Tinggi : 15 + 81% (60 – 15) = 51 - 60 Kategori Tinggi : 15 + 66% (60 – 15) = 44 - < 50 Kategori Sedang : 15 + 56% (60 – 15) = 40 - < 43 Kategori Rendah : 15 + 46% (60 – 15) = 35 - <39 Kategori Sangat Rendah : 15 + 0% (60 – 15) = 15- < 34
2. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan berdasarkan rumus korelasi
Spearman sebagai berikut (Siregar, 2013: 380):
Keterangan:
: nilai korelasi Spearman : selisih antara X dan Y : jumlah pasangan data
Nilai koefisien korelasi adalah bilangan yang menyatakan
kekuatan hubungan antara dua variabel atau lebih atau juga dapat
menentukan arah dari kedua variabel. Nilai koefisien korelasi tersebut
berkisar ( ) = ( -1 ≤ 0 ≤ 1 ). Penulis menggunakan bantuan program SPSS versi 21.0 for Windows untuk melakukan uji korelasi Spearman.
(59)
Menurut Siregar (2013 : 251), tingkat korelasi dan kekuatan hubungan
dikategorikan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 3.15
Tingkat Korelasi dan Kekuatan Hubungan
No Nilai Korelasi Tingkat Hubungan 1 0,00 - 0,199 Sangat Lemah 2 0,20 – 0,399 Lemah 3 0,4 – 0,599 Cukup 4 0,60 – 0,799 Kuat 5 0,8 – 0,100 Sangat Kuat
3. Penarikan Kesimpulan
Penarikan dilakukan dengan membandingkan nilai pada
tingkat signifikan 0,05 dengan tingkat signifikan 0,05. Jika nilai
> α = 0,05 maka Ho diterima dan sebaliknya jika < α = 0,05 maka Ho ditolak. Setelah membandingkan nilai probabilitas,
langkah selanjutnya adalah menginterpretasikan nilai koefisien.
Interpretasi nilai koefisien digunakan untuk melihat tingkat keeratan
korelasi. Menurut Nana (1996: 380), koefisien korelasi dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut.
Keterangan:
r : koefisien korelasi sederhana n : jumlah responden
(60)
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari – April 2017 dengan subjek penelitian adalah siswa-siswi kelas XI SMK N 1 Godean, SMK N 2
Godean dan SMK N 1 Depok. Jumlah responden penelitian ini adalah
sebanyak 368 siswa, dari jumlah keseluruhan responden telah mengisi
kuisioner secara lengkap dan apa adanya sehingga jumlah sumber data
penelitian ini adalah 368 kuesioner.
1. Deskripsi Data Responden Penelitian a. Berdasarkan Jenis Kelamin
Data responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 4.1
Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi Presentase Perempuan 359 97,6 %
Laki-laki 9 2,4 %
Total 368 100 %
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa jumlah responden penelitian ini
sebanyak 368 dengan 9 siswa (2,4%) berjenis kelamin laki-laki dan
359 siswi (97,6%) berjenis kelamin perempuan. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin
perempuan.
(61)
b. Berdasarkan Asal Sekolah
Data responden berdasarkan asal sekolah dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 4.2
Data Responden Berdasarkan Asal Sekolah Asal Sekolah Frekuensi Persentase SMK N 1 Godean 117 31,79% SMK N 2 Godean 101 27,45% SMK N 1 Depok 150 40,76%
Total 368 100
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa jumlah responden penelitian ini
sebanyak 368 siswa. Rinciannya sebagai berikut: 117 siswa (31,79%)
dari SMK N 1 Godean, 101 siswa (27,45%) dari SMK N 2 Godean
dan 150 siswa (40,76%) dari SMK N 1 Depok.
2. Deskripsi Data Hasil Penelitian
Data variabel penelitian dideskripsikan berdasarkan pedoman
Penilaian Acuan Patokan (PAP) II sebagai berikut:
a. Motivasi Belajar Kewirausahaan
Deskripsi data variabel motivasi belajar kewirausahaan yang
dideskripsikan berdasarkan pedoman (PAP) II:
Tabel 4.3
Deskripsi Variabel Motivasi Belajar Kewirausahaan Interval Motivasi
Belajar Kewirausahaan Frekuensi Persentase Kategori 41 – 48 3 0,82% Sangat Tinggi 35 – 40 60 16,30% Tinggi 32 – 34 86 23,37% Sedang 28 – 31 145 39,40% Rendah 12 – 27 74 20,11% Sangat Rendah
(62)
Tabel 4.3 menunjukkan sebanyak 3 siswa (0,82%) mempunyai
motivasi belajar kewirausahaan dengan kategori sangat tinggi, 60
siswa (16,30%) mempunyai motivasi belajar kewirausahaan dengan
kategori tinggi, 86 siswa (23,37%) mempunyai motivasi belajar
kewirausahaan dengan kategori sedang, 145 siswa (39,40%)
mempunyai motivasi belajar kewirausahaan dengan kategori rendah,
74 siswa (20,11%) mempunyai motivasi belajar kewirausahaan
dengan kategori sangat rendah. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar responden mempunyai motivasi belajar kewirausahaan
dengan kategori rendah.
Tabel 4.4
Nilai - Nilai Statistik Variabel Motivasi Belajar Kewirausahaan
Statistics
N Valid 368
Missing 0
Mean 27,91
Median 28,00
Modus 26
Std. Deviation 3,995
Minimum 17
Maximum 39
Sum 10270
Tabel 4.4 menunjukkan nilai statistik variabrl motivasi belajar
kewirausahaan yaitu mean (rata-rata) dengan skor 27,91 masuk
kategori sangat rendah, standar deviasi sebesar 3,995, median (nilai
tengah) dengan skor 28 masuk kategori rendah, modus (nilai yang
sering muncul) dengan skor 26 masuk kategori sangat rendah. Skor
(63)
Dengan demikian skor mean, median masuk dalam kategori sangat
rendah yaitu pada interval 12 – 27 dan skor modus masuk dalam kategori rendah. Hal ini menunjukkan motivasi belajar kewirausahaan
yang dimiliki siswa kelas SMK di Sleman tergolong rendah dan
bahkan sangat rendah.
b. Tingkat Pendidikan Orang Tua
Data primer mendiskripsikan variabel tingkat pendidikan orang
tua disertai frekuensi dan persentase untuk ayah dan ibu responden,
sebagai berikut:
Tabel 4.5
Deskripsi Variabel Tingkat Pendidikan Orang Tua Tingkat
Pendidikan Orang Tua
Ayah Ibu
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Tamatan SD 75 20,4 % 95 25,8 % Tamatan SMP 81 22 % 82 22,3 % Tamatan
SMA/SMK 180 48,9 % 169 45,9 % Tamatan
Sarjana/Akademi 32 8,7 % 22 6 % Jumlah 368 100 % 368 100 %
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa sebagian besar orang tua (ayah)
responden telah menyelesaikan pendidikan SMA/SMK sebesar 180
siswa (48,9 %) kemudian diikuti dengan pendidikan SMP sebesar 81
siswa (22 %), pendidikan SD sebesar 75 siswa (20,4 %), dan dengan
persentase terendah yaitu pendidikan di perguruan tinggi sebesar 32
siswa (8,7 %). Deskripsi data pada tabel di atas diketahui bahwa
(64)
pendidikan SMA/SMK sebesar 169 siswa (45,9 %) kemudian diikuti
dengan pendidikan SD sebesar 95 siswa (25,8 %), pendidikan SMP
sebesar 82 siswa (22,3 %), dan dengan persentase terendah yaitu
pendidikan di perguruan tinggi sebesar 22 siswa (6 %). Sehingga, dari
data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden
berasal dari tingkat pendidikan orang tua (ayah dan ibu) yang
berpendidikan SMA/SMK.
c. Jiwa Kewirausahaan
Data variabel jiwa kewirausahaan dideskripsikan berdasarkan
pedoman (PAP) II sebagai berikut:
Tabel 4.6
Deskripsi Variabel Jiwa Kewirausahaan Interval Motivasi
Belajar Kewirausahaan
Frekuensi Persentase Kategori
51 – 60 66 17,93% Sangat Tinggi 44 – 50 218 59,24% Tinggi 40 – 43 59 16,03% Sedang 35 – 39 15 4,08% Rendah 15 – 34 10 2,72% Sangat Rendah
Total 368 100
Tabel 4.6 menunjukkan sebanyak 66 siswa (17,93%)
mempunyai jiwa kewirausahaan dengan kategori sangat tinggi, 218
siswa (59,24%) mempunyai jiwa kewirausahaan dengan kategori
tinggi, 59 siswa (16,03%) mempunyai jiwa kewirausahaan dengan
kategori sedang, 15 siswa (4,08%) mempunyai jiwa kewirausahaan
(65)
kewirausahaan dengan kategori sangat rendah. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar responden mempunyai jiwa
kewirausahaan dengan kategori tinggi.
Tabel 4.7
Nilai - Nilai Statistik Variabel Jiwa Kewirausahaan
Statistics
N Valid 368 Missing 0
Mean 46,26
Median 47,00
Modus 47
Std. Deviation 4,670
Minimum 29
Maximum 60
Sum 17023
Tabel 4.7 menunjukkan nilai statistik yaitu mean (rata-rata)
dengan skor 46,26 masuk kategori tinggi, standar deviasi sebesar 4,67,
median (nilai tengah) dengan skor 47 masuk kategori tinggi, modus
(nilai yang sering muncul) dengan skor 47 masuk kategori tinggi. Skor
minimumnya adalah 29 sedangkan skor maksimumnya adalah 60.
Dengan demikian skor mean, median dan modus masuk dalam
kategori tinggi yaitu pada interval 44 - 50. Hal ini menunjukkan jiwa
kewirausahaan yang dimiliki siswa kelas SMK di Sleman tergolong
(66)
B. Analisis Data
1. Pengujian Hipotesis
Data penelitian ini termasuk dalam analisis non parametrik yang
didukung dengan penggunaan skala ordinal, sehingga teknik pengujian
hipotesis dalam penelitian ini menggunakan korelasi Spearman. Peneliti
menggunakan bantuan program SPSS for Windows versi 21.0 untuk
menguji korelasi Spearman.
a. Pengujian Hubungan Motivasi Belajar Kewirausahaan Dengan Jiwa Kewirausahaan
1) Rumusan Hipotesis
Penulis merumusakan hipotesis motivasi belajar
kewirausahaan dengan jiwa kewirausahaan sebagai berikut:
Ho: Tidak ada hubungan motivasi belajar kewirausahaan
dengan jiwa kewirausahaan.
Ha: Ada hubungan motivasi belajar kewirausahaan dengan
(67)
2) Pengujian Hipotesis
Hasil pengujian hipotesis menggunakan korelasi
Spearman sebagai berikut:
Tabel 4.8
Tabel Korelasi Spearman
Hubungan Motivasi Belajar Kewirausahaan Dengan Jiwa Kewirausahaan
Correlations
Motivasi_Belajar _Kewirausahaan
Jiwa_Kewi rausahaan Spearma
n's rho
Motivasi_Belajar_Kewi rausahaan
Correlation
Coefficient 1,000 ,539
**
Sig. (2-tailed) . ,000
N 368 368
Jiwa_Kewirausahaan Correlation
Coefficient ,539
**
1,000
Sig. (2-tailed) ,000 .
N 368 368
Tabel 4.8 menunjukkan bahwa nilai probabilitas Sig.(2-tailed)
untuk motivasi belajar kewirausahaan dengan jiwa kewirausahaan
sebesar 0,000. Nilai probabilitas tersebut lebih rendah dari α = 0,05.
Hal ini berarti rumusan hipotesis yang diterima adalah Ha. Dengan
demikian, dapat diartikan bahwa ada hubungan yang positif dan
signifikan antara motivasi belajar kewirausahaan dengan jiwa
kewirausahaan. Sementara itu, nilai koefisien korelasi Spearman
sebesar (+) 0,539. Tanda positif menunjukkan bahwa hubungan
motivasi belajar kewirausahaan dengan jiwa kewirausahaan
mempunyai korelasi positif. Nilai koefisien korelasi Spearman (+)
(68)
kewirausahaan dengan jiwa kewirausahaan mempunyai keeratan
korelasi yang cukup karena berada di interval 0,4 – 0,599.
b. Pengujian Hubungan Tingkat Pendidikan Orang Tua Dengan Jiwa Kewirausahaan
1) Tingkat Pendidikan Orang Tua (Ayah) Dengan Jiwa
Kewirausahaan
a. Rumusan Hipotesis
Penulis merumusakan hipotesis tingkat pendidikan
orang tua (ayah) dengan jiwa kewirausahaan sebagai
berikut:
Ho: Tidak ada hubungan tingkat pendidikan orang tua
(ayah) dengan jiwa kewirausahaan.
Ha: Ada hubungan hubungan tingkat pendidikan orang
(69)
b. Pengujian Hipotesis
Hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan
korelasi Spearman adalah sebagai berikut:
Tabel 4.9
Tabel Korelasi Spearman
Hubungan Antara Hubungan Tingkat Pendidikan Orang Tua (Ayah) Dengan Jiwa Kewirausahaan.
Nonparametric Correlations Correlations
Jiwa_Kewi rausahaan
Tingkat_Pe ndidikan_
Ayah Spearma
n's rho
Jiwa_Kewirausahaan Correlation
Coefficient 1,000 ,046 Sig. (2-tailed) . ,384
N 368 368
Tingkat_Pendidikan_A yah
Correlation
Coefficient ,046 1,000 Sig. (2-tailed) ,384 .
N 368 368
Tabel 4.9 menunjukkan bahwa nilai probabilitas Sig.(2-tailed)
untuk tingkat pendidikan orang tua (ayah) dengan jiwa kewirausahaan
sebesar 0,384. Nilai probabilitas tersebut lebih tinggi dari α = 0,05. Hal ini berarti rumusan hipotesis yang diterima adalah Ho. Dengan
demikian, dapat diartikan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara tingkat pendidikan orang tua (ayah) dengan jiwa
kewirausahaan. Sementara itu, nilai koefisien korelasi Spearman
sebesar (+) 0,046. Tanda positif menunjukkan bahwa hubungan
tingkat pendidikan orang tua (ayah) dengan jiwa kewirausahaan
mempunyai korelasi positif. Nilai koefisien korelasi Spearman (+)
(70)
orang tua (ayah) dengan jiwa kewirausahaan mempunyai keeratan
korelasi yang sangat lemah karena berada di interval 0,00 – 0,199.
2) Tingkat Pendidikan Orang Tua (Ibu) Dengan Jiwa
Kewirausahaan
a) Rumusan Hipotesis
Penulis merumusakan hipotesis tingkat pendidikan
orang tua (ibu) dengan jiwa kewirausahaan sebagai
berikut:
Ho: Tidak ada hubungan tingkat pendidikan orang tua
(Ibu) dengan jiwa kewirausahaan.
Ha: Ada hubungan hubungan tingkat pendidikan orang
(71)
b) Pengujian Hipotesis
Hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan
korelasi Spearman adalah sebagai berikut:
Tabel 4.10
Tabel Korelasi Spearman
Hubungan Antara Hubungan Tingkat Pendidikan Orang Tua (Ibu) Dengan Jiwa Kewirausahaan.
Nonparametric Correlations Correlations
Jiwa_Kewi rausahaan
Tingkat_Pe ndidikan_I
bu Spearma
n's rho
Jiwa_Kewirausahaan Correlation
Coefficient 1,000 ,056 Sig. (2-tailed) . ,280
N 368 368
Tingkat_Pendidikan_I bu
Correlation
Coefficient ,056 1,000 Sig. (2-tailed) ,280 .
N 368 368
Tabel 4.10 menunjukkan bahwa nilai probabilitas Sig.(2-tailed)
untuk tingkat pendidikan orang tua (ibu) dengan jiwa kewirausahaan
sebesar 0,280. Nilai probabilitas tersebut lebih tinggi dari α = 0,05. Hal ini berarti rumusan hipotesis yang diterima adalah Ho. Dengan
demikian, dapat diartikan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara tingkat pendidikan orang tua (ibu) dengan jiwa kewirausahaan.
Sementara itu, nilai koefisien korelasi Spearman sebesar (+) 0,056.
Tanda positif menunjukkan bahwa hubungan tingkat pendidikan orang
tua (ibu) dengan jiwa kewirausahaan mempunyai korelasi positif.
Nilai koefisien korelasi Spearman (+) 0,056 dapat diinterpretasikan
(72)
kewirausahaan mempunyai keeratan korelasi yang sangat lemah
karena berada di interval 0,00 – 0,199.
C. Pembahasan
a. Hubungan Motivasi Belajar Kewirausahaan dengan Jiwa
Kewirausahaan
Hasil analisis menunjukkan ada hubungan yang positif dan
signifikan antara motivasi belajar kewirausahaan dengan jiwa
kewirausahaan. Hal ini dibuktikan dengan nilai coefficient correlation
Spearman = (+) 0,539 dan probabilitas Sig.(2-tailed) = 0,000 < α 0,05, dari nilai probabilitas yang lebih kecil dari 0,05 maka dapat dikatakan
motivasi belajar kewirausahaan mempunyai hubungan yang signifikan
dengan jiwa kewirausahaan. Nilai coefficient correlation Spearman
dapat diinterpretasikan bahwa hubungan motivasi belajar
kewirausahaan dengan jiwa kewirausahaan mempunyai keeratan
korelasi positif yang cukup karena berada di interval 0,4 – 0,599. Jadi dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
positif dan signifikan antara motivasi belajar kewirausahaan dengan
jiwa kewirausahaan.
Motivasi merupakan syarat mutlak untuk belajar dan
mempengaruhi arah aktivitas yang dipilih serta intensitas keterlibatan
seseorang dalam suatu aktivitas. Motivasi untuk belajar
(73)
berwirausaha. Berwirausaha akan berhasil dengan baik, bila seseorang
memiliki motivasi belajar kewirausahaan yang tinggi. Temuan dari
hasil penelitian ini, bahwa siswa yang mempunyai motivasi belajar
kewirausahaan yang tinggi, dia akan mempunyai dorongan yang kuat
untuk mempelajarinya dan akan lebih memiliki jiwa kewirausahaan.
b. Hubungan Tingkat Pendidikan Orang Tua dengan Jiwa
Kewirausahaan
Hasil analisis menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan
antara tingkat pendidikan orang tua dengan jiwa kewirausahaan. Hal
ini didukung dengan korelasi tingkat pendidikan orang tua (ayah)
dengan jiwa kewirausahaan memiliki nilai coefficient correlation
Spearman = (+) 0,046 dan probabilitas Sig.(2-tailed) = 0,384 > α 0,05,
dari nilai probabilitas yang lebih besar dari 0,05 maka dapat dikatakan
bahwa tidak ada hubungan signifikan antara tingkat pendidikan orang
tua (ayah) dengan jiwa kewirausahaan. Nilai coefficient correlation
Spearman dapat diinterpretasikan bahwa hubungan tingkat pendidikan
orang tua (ayah) dengan jiwa kewirausahaan mempunyai keeratan
korelasi positif yang sangat lemah karena berada di interval 0,00 – 0,199. Jadi dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan orang tua (ayah)
(74)
Korelasi tingkat pendidikan orang tua (ibu) dengan jiwa
kewirausahaan memiliki nilai coefficient correlation Spearman = (+)
0,056 dan probabilitas Sig.(2-tailed) = 0,280 > α 0,05, dari nilai
probabilitas yang lebih besar dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa
tidak ada hubungan signifikan antara tingkat pendidikan orang tua
(ibu) dengan jiwa kewirausahaan. Nilai coefficient correlation
Spearman dapat diinterpretasikan bahwa hubungan tingkat pendidikan
orang tua (ibu) dengan jiwa kewirausahaan mempunyai keeratan
korelasi positif yang sangat lemah karena berada di interval 0,00 – 0,199. Jadi dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan orang tua (ibu)
dengan jiwa kewirausahaan.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan orang tua
dengan jiwa kewirausahaan siswa. Hal ini dapat terjadi karena
kurangnya pengetahuan orang tua tentang kewirausahaan yang
disebabkan oleh latar belakang pendidikan orang tua yang sebagian
besar SMA/SMK. Temuan dari hasil penelitian ini, bahwa kurangnya
pengetahuan orang tua tentang kewirausahaan tentunya akan
berdampak pada transfer pengetahuan kepada anak tentang
kewirausahaan. Anak menjadi tidak tahu atau kurang pengetahuan dan
cenderung tidak tertarik atau tidak berminat untuk berusaha
(75)
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Soemanto (2001:112),
yang menyatakan bahwa orang tua kurang mampu dalam mendidik,
mendorong, melatih mental dan ketrampilan siswa dalam mengerjakan
sesuatu. Kurangnya pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki orang
tua tidak dapat disalurkan kepada siswa sehingga dalam diri siswa
(76)
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis korelasi dan pembahasan di bab sebelumnya
mengenai hubungan motivasi belajar kewirausahaan dan tingkat pendidikan
orang tua dengan jiwa kewirausahaan siswa, penulis menarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Ada hubungan yang positif dan signifikan antara motivasi belajar
kewirausahaan dengan jiwa kewirausahaan siswa. Hasil penelitian ini
dibuktikan dengan adanya nilai probabilitas atau Sig.(2-tailed) sebesar
0,000 lebih kecil dari nilai signifikansi yaitu 0,05 dan nilai nilai
koefisien korelasi Spearman sebesar (+) 0,539 dapat diinterpretasikan
keeratan korelasi yang cukup, karena berada di interval tingkat
korelasi dan kekuatan hubungan 0,4 – 0,599.
2. Tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan orang
tua dengan jiwa kewirausahaan siswa. Hasil penelitian ini dibuktikan
dengan adanya nilai probabilitas atau Sig.(2-tailed): hubungan antara
tingkat pendidikan orang tua (ayah) dengan jiwa kewirausahaan siswa
sebesar 0,384 lebih besar dari nilai signifikansi yaitu 0,05 dan nilai
nilai koefisien korelasi Spearman sebesar (+) 0,046 dapat
diinterpretasikan keeratan korelasi positif yang sangat lemah, karena
(77)
berada di interval tingkat korelasi dan kekuatan hubungan 0,00 – 0,199.
Hasil penelitian ini dibuktikan dengan adanya nilai probabilitas atau
Sig.(2-tailed): hubungan antara tingkat pendidikan orang tua (ibu)
dengan jiwa kewirausahaan siswa sebesar 0,280 lebih besar dari nilai
signifikansi yaitu 0,05 dan nilai nilai koefisien korelasi Spearman
sebesar (+) 0,056 dapat diinterpretasikan keeratan korelasi positif
yang sangat lemah, karena berada di interval tingkat korelasi dan
kekuatan hubungan 0,00 – 0,199.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti mencoba mengajukan
beberapa saran sebagai berikut:
1. Sejalan dengan hasil penelitian bahwa ada hubungan yang positif dan
signifikan antara motivasi belajar kewirausahaan dengan jiwa
kewirausahaan. Sekolah khususnya SMK hendaknya selalu
memotivasi siswanya dalam belajar kewirausahaan sehingga bisa
menumbuhkan jiwa kewirausahaan pada siswa. Sekolah juga
hendaknya memberikan kesempatan pada siswa untuk praktek
berwirausaha di sekolah, dan guru hendaknya mendukung usaha
siswa, dengan ikut membeli produk siswa, memotivasi siswa ataupun
(78)
memotivasi dan mendukung anaknya dalam belajar bila anaknya
berminat untuk menjadi pengusaha.
2. Sejalan dengan hasil penelitian bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara tingkat pendidikan orang tua dengan jiwa
kewirausahaan. Sebagai orang tua, disarankan untuk selalu
mendampingi dan mengarahkan anaknya dalam usahanya untuk
berwirausaha, meskipun tingkat pendidikan orang tua tidak
memungkinkan.
C. Keterbatasan
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penyajian data
penelitian ini masih banyak keterbatasan meskipun penulis sudah berusaha
semaksimal mungkin. Beberapa keterbatasan penulis sebagai berikut:
Penulis tidak dapat mengendalikan kesungguhan dan kejujuran dari
responden dalam menjawab kuesioner. Apabila ternyata responden tidak
menjawab berdasarkan kondisi yang sebenarnya maka hasil penelitian ini
belum memberikan gambaran yang sebenarnya karena tidak sedikit dari
siswa dan siswi yang mengisi banyak hanya sekedar mengisi bukan
dicermati terlebih dahulu pertanyaan kuesioner yang diberikan. Penulis juga
telah memberikan petunjuk pengisian kuesioner yang mudah dipahami oleh
responden, dan penulis juga memberikan pengantar secara lisan saat terlibat
langsung dalam penyebaran kuesioner untuk mendorong responden agar
(79)
dalam hal penyebaran kuesioner tidak semua siswa-siswi SMK N 1 Depok,
SMK N 1 Godean, SMK N 2 Godean dapat mengisi kuesioner yang disusun
oleh penulis hal ini disebabkan karena ada siswa-siswi yang tidak masuk
(1)
145
(2)
146
(3)
147
(4)
148
(5)
149
(6)
150